konflik dan negosiasi
TRANSCRIPT
KONFLIK DAN NEGOSIASI
A. Konflik 1. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar Bahasa Indonesia
(2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan.
Menurut Kartono & Gulo (1987), konflik berarti ketidaksepakatan dalam satu
pendapat emosi dan tindakan dengan orang lain.
Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai
suatu interaksi antara orang-orang atau kelompok yang saling bergantung
merasakan adanya tujuan yang saling bertentangan dan saling mengganggu
satu sama lain dalam mencapai tujuan itu. Jika tindakan seseorang individu
untuk memenuhi dan memaksimal kan kebutuhannya menghalangi atau
membuat tindakan orang lain jadi tidak efektif untuk memenuhi dan
memaksimalkan kebutuhan orang tersebut, maka terjadilah konflik
kepentingan (conflict of interest) (Deustch dalam Johnson & Johnson, 1991).
Cassel Concise dalam Lacey (2003) mengemukakan bahwa konflik sebagai “a
fight, a collision; a struggle, a contest; opposition of interest, opinion or
purposes; mental strife, agony”. Pengertian tersebut memberikan penjelasan
bahwa konflik adalah suatu pertarungan, suatu benturan; suatu pergulatan;
pertentangan kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan; pergulatan mental,
penderitaan batin. Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa
yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan
kenyataan apa yang diharapkan (Mangkunegara, 2001). Konflik juga
merupakan perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (two parties)yang
ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau
mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya
(Wexley &Yukl, 1988). Gambar 6.2 di bawah ini adalah salah satu contoh
konflik yang sesuai dengan pendapat di atas, yaitu ketika apa yang diharapkan
oleh suporter persebaya agar kesebelasan kesayangannya menang tidak
terwujud, akibatnya dia melakukan berbagai tindakan penyerangan kepada
siapa saja, termasuk kepada aparat keamanan.
2. Sebab
Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam
sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia,
sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari
konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber
konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber
konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa
menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-
perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa
sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi
yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan
kadang sifatnya tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara
tegas bahwa yang menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi
hanya didasarkan pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya
penyebab munculnya konflik kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan
kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya sumber daya seperti kekuatan,
pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan posisi, dan (3) persaingan.
Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling bertentangan, ketika sejumlah
sumber daya menjadi terbatas, dan ketika persaingan untuk suatu penghargaan
serta hak-hak istimewa muncul, konflik kepentingan akan muncul (Johnson &
Johnson, 1991). Menurut Anoraga (dalam Saputro, 2003) suatu konflik dapat
terjadi karena perbendaan pendapat, salah paham, ada pihak yang dirugikan,
dan perasaan sensitif.
1. Perbedaan pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-
masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui
kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka
dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik.
Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi
diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau
masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang
yang dirugikan merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan
membenci.
4. Perasaan sensitive
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan
orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak
lain dianggap merugikan.
Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan konflik
disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan dendam,
atribusi dan kesalahan dalam berkomunikasi. Sedangkan Soetopo (2001) juga
mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik,
antara lain: (1) ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (2)
hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik; (3)
sifat masalah yang menimbulkan konflik; (4) lingkungan sosial tempat konflik
terjadi; (5) kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (6) strategi
yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik; (7) konsekuensi
konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap pihak lain; dan
(8) tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik. Ada enam kategori
penting dari kondisi-kondisi pemula (antecedent conditions) yang menjadi
penyebab konflik, yaitu: (1) persaingan terhadap sumber-sumber (competition
for resources), (2) ketergantungan pekerjaan (task interdependence), (3)
kekaburan bidang tugas (jurisdictional ambiguity), (4) problem status (status
problem), (5) rintangan komunikasi (communication barriers), dan (6) sifat-
sifat individu (individual traits) (Robbins, Walton & Dutton dalam Wexley &
Yukl, 1988).
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan bahwa
kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu (1) adanya perbedaan fungsi
dalam organisasi, (2) adanya pertentangan kekuatan antar orang dan
subsistem, (3) adanya perbedaan peranan, dan (4) adanya tekanan yang
dipaksakan dari luar kepada organisasi.
3. Hubungan Konflik dengan Kinerja
Apabila misalkan kondisi A tingkat konfliknya rendah atau tidak ada, maka
karakteristik perilaku akan cenderung apatis, stagnan, tidak responsif terhadap
perubahan, dan kurangnya ide-ide baru. Sifat konflik biasanya disfungsional
dan akan menyebabkan rendahnya kinerja.
Apabila kondisi B misalkan tingkat konfliknya optimal, maka karakteristik
perilaku akan lebih bersemangat, inovatif, dorongan melakukakan perubahan,
dan lebih lagi dalam mencari cara pemecahan masalah. Ini berarti sifat
konfliknya fungsional dan akan meningkatkan kinerja.
B. Negosiasi
Negosiasi atau perundingan merupakan suatu proses tawar-menawar antara pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik. Dalam perundingan ini diharapkan ada
kesepakatan nilai antara dua kelompok tersebut.
Atau Robs mengatakan negosiasi dapat di definisikan sebagai proses yang di
dalamnya terdapat dua pihak/lebih bertuka barang atau jasa dan berupaya
menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.
Robbins (1999) menawarkan 2 strategi perundingan, yang meliputi:
- Tawar-menawar distributif, artinya perundingan yang berusaha untuk
membagi sejumlah tetap sumberdaya (suatu situasi kalah menang).
- Tawar-menawar integratif, yaitu perundingan yang mengusahakan satu
penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan pemecahan menang-menang.
STRESS
Stress adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stress
(stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat dari pembangkit stress. Menurut Dr.
Hans Selye , guru besar emeritus dari Universitas Montreal dan “penemu” stress,
sebagai seorang ahli faal, tertarik pada bagaimana cara stress mempengaruhi
badan. Ia mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organism
yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian
perubahan ini dinamakan general adaptation syndrome yang terdiri dari tiga tahap
, yaitu alarm (tanda bahaya) . Organisme berorientasi terhadap tuntutan yang
diberikan oleh lingkungannya dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. Tahap
ini tidak dapat tahan lama. Organisme memasuki tahap kedua , tahap resistance
(perlawanan). Organisme memobilisasi sumber-sumbernya supaya mampu
menghaddapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama, maka sumber-
sumber penyesuaian ini mulai habis dan organism mencapai tahap terakhir , yaitu
tahap exhaustion (kehabisan tenaga). (Ashar Sunyoto Munandar , 2001 : 371-372)
1. Gejala Stres
a. Gejala fisik : sakit kepala , tekanan darah tinggi , sakit hati .
b. Gejala psikologis : gelisah , depresi , penurunan kepuasan kerja.
c. Perilaku kerja : produktivitas kerja menurun , absensi meningkta ,
keluar (berhenti) kerja.
Everly dan Girdano (1980) mengajukan daftar tanda-tanda adanya distress.
Menurut mereka , stress akan mempunyai dampak pada suasana hati (mood) , otot
kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visveral). Tanda-tanda
distressnya adalah sebagai berikut:
a. Tanda-tanda suasana hati (mood) :
Menjadi overexcited
Cemas
merasa tidak pasti
sulit tidur pada malam hari
menjadi mudah bingung dan lupa
menjadi sangat tidak enak dan gelisah
menjadi gugup
b. Tanda-tanda otot kerangka (musculoskeletal) :
jari-jari dan tangan gemetar
tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat
mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)
kepala mulai sakit
merasa otot menjadi tegang dan kaku
menggagap jika berbicara
leher menjadi kaku
2. Sebab-Sebab Stress
1. Faktor Lingkungan Kerja , karena terdapat ketidakpastian ekonomi ,
ketidakpastian politik dan ketidakpastian teknologi
2. Faktor Organisasi , terdiri dari :
- Tuntutan tugas , yang berkaitan dengan pekerjaan individu. Termasuk
juga desain dari pekerjaaan individu, kondisi pekerjaan, dan kondisi
fisik tempat kerja.
- Tuntutan peran , yang berhubungan dengan tekanan yang dihadapi
oleh individu dalam menjalankan perannya dalam organisasi. Bisa juga
terjadi konflik-konflik peran di dalamnya.
- Tuntutan Interpersonal , tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.
- Struktur organisasi , yang didefinisikan sebagai level diferensiasi
dalam organisasi , derajat aturan dan regulasi dan dimana sebuah
keputusan itu dibuat.
- Kepemimpinan dalam organisasi , merepresentasikan gaya
kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
- Faktor Individu , yang terdiri dari masalah keluarga , masalah
keuangan individu dan kepribadian individu itu sendiri.
- Faktor kelompok dalam organisasi.
3. Cara Mengatasi Stress dalam Organisasi
Ada beberapa hal untuk mengatasi stress, yaitu:
a. Meminta penjelasan/klarifikasi kepada pipimpinan atas hal-hal yang
bersifat ambigu/tidak jelas.
b. Pengaturan kembali/restrukturisasi peran dan tugas.
c. Meningkatkan keefektifan komunikasi.
d. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang proporsional
e. Perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia yang integrative
(human ccapital).
f. Mendayagunakan ergonomy & time and motion study untuk pengaturan
ruang supaya nyaman.
g. Implementasi program training berdasarkan Training Need Assesment
(TNA).
h. Orientasi kepemimpinan yang fleksibel.
Ada dua pendekatan besar dalam manajemen stress , yaitu :
1. Individual Approaches (Pendekatan Individu)
Dalam pendekatan ini menekankan beberap hal yang dapat dijadikan
pedoman dalam pengelolan stress , yaitu :
a. Manajemen waktu
b. Pelatihan fisik
c. Pelatihan relaksasi
d. Dukungan social
2. Organizational Approaches(Pendekatan Organisasi)
Pendekatan organisasi mengemukakan beberapa strategi dalam
manajemen stress , yaitu:
a. Proses seleksi dan penempatan kerja
b. Menetapkan tujuan organisasi
c. Mendesain ulang pekerjaan
d. Partisipasi karyawan dalam pembuatan keputusan
e. Komunikasi dalam organisasi
KOMITMEN ORGANISASI
1. Pengertian Komitment Organisasi
Komitment organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang
karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut
Stephen P. Robbins didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi
berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang individu, sementara
komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak organisasi yang
merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah guru merupakan tenaga
profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-
kebijakan dengan tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komimen yang kuat
terhadap sekolah tempat dia bekerja.
2. Bentuk-Bentuk Organisasi
a. Komitmen efektif (effective comitment): Keterikatan emosional karyawan,
dan keterlibatan dalam organisasi,
b. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen
berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari
organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit,
c. Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap
berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut
merupakan hal benar yang harus dilakukan.
3. Proses Pembentukan Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting bagi kelanggengan
suatu organisasi. Tanpa adanya komitmen organisasi yang kuat dalam diri
individu, tidak akan mungkin suatu organisasi dapat berjalan dengan
maksimal. Banyak sekali penelitian-penelitian yang mengupas dan memahami
permasalahan komitmen ornagisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Dunham,
Grube dan Castaneda (1994) mengatakan bahwa adanya komitmen organisasi
yang tinggi pada setiap diri individu sangat berhubungan erat denagn rasa
memiliki individu terhadap organisasi.
Miner (1988) menjelaskan bahwa ada tiga tahap proses pembentukan
komitmen terhadap organisasi. Tahap-tahap tersebut merupakan serangkaian
waktu yang digunakan oleh individu untuk mencapai puncak karir. Tahap-
tahap ini adalah:
1. Komitmen awal. Ini terjadi karena adanya interaksi antara karakteristik
personal dan karakteristik pekerjaan. Interaksi tersebut akan membentuk
harapan karyawan tentang pekerjaannya. Harapan tentang pekerjaan inilah
yang akan mempengaruhi sikap karyawan terhadap tingkat komitmen
terhadap organisasi.
2. Komitmen selama bekerja. Proses ini dimulai setelah individu bekerja.
Selama bekerja karyawan mempertimbangkan mengenai pekerjaan,
pengawasan, gaji, kekompakan kerja, serta keadaan organisasi dan ini
akan menimbulkan perasaan tanggung jawab pada diri karyawan tersebut.
3. Komitmen selama perjalanan karir. Proses terbentuknya komitmen pada
tahap masa pengabdian terjadi selama karyawan meniti karir didalam
organisasi. Dalam kurun waktu yang lama tersebut, karyawan telah banyak
melakukan berbagai tindakan, seperti investasi, keterlibatan sosial,
mobilitas sosial, mobilitas pekerjaan dan pengorbanan-pengorbanan
lainnya.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Organisasi
Komitmen organisasi sangat terkait dengan faktor individu dan juga faktor
organisasi (Schultz dan Ellen, 1994). Individu yang telah berada dalam suatu
organisasi lebih dari dua tahun, dan individu yang memiliki keinginan untuk
berkembang, memiliki komitmen organisasi yang tinggi disbanding dengan
individu yang baru masuk didalam suatu organisasi (Schultz dan Ellen, 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh O’ Driscoll (dalam Schultz dan Ellen, 1994)
pada 119 karyawan didaerah New Guenia, menunjukkan bahwa
perkembangan komitmen organisasi akan terlihat setelah enam bulan individu
bergabung didalam suatu organisasi, dan selanjutnya penelitian tersebut
menemukan hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan
kepuasan kerja.atau dapat dikelompokan menjadi 4 bagian.
1. karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status
perkawinan)
2. karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan
3. karakteristik struktural (formalitas, desentralisasi
4. pengalaman dalam kerja
5. Dampak Organisasi
Komitmen organisasi meliputi kemauan yang kuat untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi yang ditandai dengan kesetiaan pada
organisasi atau perusahaan, kemampuan yang kuat berusaha semaksimal
mungkin demi kemajuan dengan ikut mendukung kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan sasaran organisasi serta adanya penerimaan nilai, tujuan dan
sasaran organisasi. Aspek-aspek yang akan dijadikan alat ukur adalah
perasaan manunggal dengan organisasi, perasaan terlibat pada organisasi, dan
perasaan setia dan loyal pada perusahaan.
6. Budaya Organisasi
a. Pengertian Organisasi
Menurut EdgarH.Schein(1992) Budaya adalah suatu pola asumsi dasar
yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu
sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan
integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan oleh karena
itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang
tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-
masalah tersebut .BO mengacu ke suatu system makna bersama, dianut
oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu terhadap organisasi
lain.
b. Karakteristik Organisasi
Robbins memberikan 7 karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko
2. Perhatian terhadap detail
3. Berorientasi pada hasil
4. Berorientasi kepada manusia
5. Berorientasi pada tim
6. Agresivitas
7. Stabilitas terbentuknya budaya organisasi
c. Kekuatan dan Kelemahan Budaya Organisasi
Ciri-ciri budaya kuat :
1) Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi
2) Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam perusahaan
digariskan dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh
orang-orang di dalam perusahaan sehingga orang-orang yang bekerja
menjadi sangat kohesif.
3) Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan,
tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara
konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam perusahaan.
4) Organisasi memberikan tempat khusus kepada pahlawan-pahlawan
organisasi dan secara sistematis menciptakan bermacam-macam
tingkat pahlawan
5) Dijumpai banyak ritual, mulai dari ritual sederhana hingga yang
mewah.
6) Memiliki jaringan kulturan yang menampung cerita-cerita kehebatan
para pahlawan
Ciri-ciri budaya lemah
a. Mudah terbentuk kelompok-kelompok yang bertentangan satu
sama lain.
b. Kesetiaan kepada kelompok melebihi kesetiaan kepada organisasi.
c. Anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan
organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri
sendiri.
d. Fungsi Budaya
Menurut Robbins (1996 : 294, fungsi budaya organisasi antara lain :
1) Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
yang lain.
2) Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota
organisasi.
3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar – standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.