kondisi tanah anisotropik

26
2.5 Kondisi Tanah Anisotropik Tergantung dari permeabilitasnya. Tanah diasumsikan anisotropik, walaupun homogen. Sebagian besar lapisan tanah memang anisotropik, dengan koefisien permeabilitas maksimum bila arah alirannya sejajar lapisan dan minimum bila arahnya tegak lurus lapisan. Arah-arah aliran tersebut berturut-turut dinotasikan dengan x dan z, yaitu: k x = k maks dan k z = k min Dalam hal ini, bentuk umum dari hukum Darcy menjadi: v x = k x i x = (2.18a) v z = k z i z = (2.18b) Demikian juga untuk suatu arah s, yang membentuk sudut dengan sumbu x, koefisien permeabilitas didefinisikan dengan persamaan: v s = Sekarang: yaitu: Komponen-komponen kecepatan aliran juga dihubungkan sebagai berikut:

Upload: kikiioe-siiannagh-aiaahkuterchinnta

Post on 05-Jul-2015

332 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi Tanah Anisotropik

2.5 Kondisi Tanah Anisotropik

Tergantung dari permeabilitasnya. Tanah diasumsikan anisotropik, walaupun

homogen. Sebagian besar lapisan tanah memang anisotropik, dengan koefisien

permeabilitas maksimum bila arah alirannya sejajar lapisan dan minimum bila

arahnya tegak lurus lapisan. Arah-arah aliran tersebut berturut-turut dinotasikan

dengan x dan z, yaitu:

kx = kmaks dan kz = kmin

Dalam hal ini, bentuk umum dari hukum Darcy menjadi:

vx = kxix = (2.18a)

vz = kziz = (2.18b)

Demikian juga untuk suatu arah s, yang membentuk sudut dengan sumbu x,

koefisien permeabilitas didefinisikan dengan persamaan:

vs =

Sekarang:

yaitu:

Komponen-komponen kecepatan aliran juga dihubungkan sebagai berikut:

vx = vs cos

vz = vs sin

Oleh sebab itu:

atau

(2.19)

Page 2: Kondisi Tanah Anisotropik

Persamaan 2.19 ini menunjukkan arah permeabilitas yang bervariasi, yang

digambarkan sebagai elips pada Gambar 2.11.

Berdasarkan bentuk umum dari hukum Darcy (Persamaan 2.18),

persamaan kontinuitas (Persamaan 2.6) dapat ditulis sebagai berikut:

= 0 (2.20)

atau

Substitusi:

(2.21)

persamaan kontinuitas menjadi:

yang merupakan persamaan kontinuitas untuk tanah isotropik pada bidang x, z.

Dengan demikian, Persamaan 2.21 menghasilkan suatu faktor skala pada

sumbu x untuk mentransformasikan daerah aliran anisotropik menjadi daerah

aliran isotropik khalay, di mana persamaan Laplace dapat berlaku. Bila jaringan

aliran untuk daerah transformasi sudah digambar, maka jaringan aliran untuk

daerah sesungguhnya dapat digambar juga dengan menggunakan kebalikan dari

faktor skala di atas. Namun demikian, biasanya data yang penting diperoleh dari

penampang transformasi. Transformasi dapat juga dilaukan pada arah z.

Nilai koefisien permeabilitas yang berlaku pada penampang transformasi

dinyatakan sebagai koefisien isotropik ekivalen.

(2.23)

Pembuktian Persamaan 2.23 telah diberikan oleh Vreedenburgh [2.8]. Adapun

kebenaran dari Persamaan 2.23 ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan

sebuah elemen jaringan aliran yang arah alirannya searah sumbu x. Elemen

tersebut digambarkan dalam skala transformasi dan dalam skala sesungguhnya

Page 3: Kondisi Tanah Anisotropik

pada Gambar 2.12 dengan arah transformasi sumbu x. Kecepatan aliran vx dapat

dinyatakan dalam k' (untuk penampang transformasi) atau kx (untuk penampang

sesungguhnya), yaitu:

di mana,

Jadi:

2.6 Kondisi Tanah Tidak Homogen

Pada Gambar 2.13 terlihat dua lapisan isotropik berturut-turut dengan tebal

lapisan H1 dan H2 dan koefisien permeabilitas k1 dan k2. Batas antara kedua

lapisan tersebut merupakan garis batas horisontal. (Bila lapisan tanah tersebut

antisotropik, k1 dan k2 merupakan koefisien isotropis ekivalen untuk lapisan-

lapisan tersebut). Kedua lapisan tersebut dapat dianggap sebagai satu lapisan

homogen antisotropik dengan tebal lapisan (H1 + H2) dan koefisien permeabilitas

untuk arah horisontal dan vertikal berturut-turut dan

Untuk rembesan satu-dimensi dengan arah horisontal, garis-garis

ekipotensial untuk setiap lapisan adalah vertikal. Jika h1 dan h2 merupakan energi

total di suatu titik pada masing-masing lapisan di atas, maka pada suatu titik di

garis batas lapisan, h1 = h2. Dengan demikian, setiap garis vertikal yang melalui

lapisan tersebut merupakan garis ekipotensial. Oleh sebab itu, gradien hidrolik

pada kedua lapisan tanah tersebut, dan pada ekivalen lapisan tunggalnya, adalah

sama. Gradien hidrolik yang sama ini dinotasikan dengan ix.

Page 4: Kondisi Tanah Anisotropik

Aliran horisontal total per satuan waktu dinyatakan sebagai:

= (H1 + H2) = (H1k1 + H2k2)ix

(2.24)

Untuk rembesan satu-dimensi vertikal, kecepatan aliran pada setiap lapisan

dan pada lapisan tunggal ekivalennya harus sama jika syarat kontinuitas dipenuhi.

Maka:

di mana adalah gradien hidrolik rata-rata pada kedalaman lapisan (H1 + H2).

Sehingga:

dan

Kehilangan tinggi energi total pada kedalaman (H1 + H2) sama dengan jumlah

kehilangan tinggi energi total pada setiap lapisan, yaitu:

= i1H1 + i2H2

=

= (2.25)

Pernyataan yang sama untuk dan berlaku untuk berapa pun

banyaknya jumlah lapisan tanah. Selain itu dapat dilihat bahwa harus selalu

lebih besar dari , sebab rembesan lebih mudah terjadi searah dengan lapisan

(searah sumbu x) daripada tegak lurus lapisan (searah sumbu z).

2.7 Kondisi Transfer

Kondisi transfer adalah keadaan di mana rembesan terjadi secara diagonal pada

batas antara dua lapisan tanah isotropik 1 dan 2 yang masing-masing memiliki

koefisien permeabilitas k1 dan k2. Dari Gambar 2.14 terlihat bahwa arah rembesan

yang mencapai titik B pada batas lapisan ABC membentuk sudut 1 terhadap

Page 5: Kondisi Tanah Anisotropik

garis normal di B. Kecepatan aliran yang mencapai B adalah v1. Komponen-

komponen v1 adalah v1s untuk yang sejajar batas lapisan dan v1n untuk yang tegak

lurus batas lapisan. Arah rembesan yang meninggalkan titik B membentuk sudut

2 terhadap garis normal, dan kecepatan alirannya v2. Komponen-komponennya

adalah v2s dan v2n.

Untuk tanah 1 dan 2 berturut-turut:

1 = –k1h1 dan 2 = –k2h2

Pada titik B,h1 = h2; maka:

Dengan diferensiasi terhadap s, (arah sepanjang batas lapisan):

jadi:

Untuk kontinuitas aliran melalui batas lapisan, komponen normal dari

kecepatan aliran harus sama, yaitu:

v1s = v2n

sehingga:

Dengan demikian didapat:

(2.26)

Persamaan 2.26 ini menunjukkan perubahan arah garis aliran yang melewati titik

B. Persamaan ini berlaku untuk setiap garis aliran yang melalui batas lapisan.

Persamaan 2.13 dapat ditulis sebagai berikut:

=

sehingga:

Page 6: Kondisi Tanah Anisotropik

q = (2.26)

Jika 1 dan h masing-masing memiliki nilai yang sama untuk kedua lapisan,

maka

dan jelas bahwa bentuk bujursangkar hanya mungkin terjadi pada satu lapisan.

Jika:

maka

(2.27)

Bila perbandingan permeabilitas (k1/k2) lebih kecil dari 1/10, maka

jaringan aliran pada tanah dengan permeabilitas yang lebih tinggi mungkin tidak

perlu ditinjau.

2.8 Rembesan Melalui Bendungan Tanah

Ini adalah sebuah contoh rembesan bebas (unconfined seepage), di mana daerah

aliran hanya dibatasi oleh permukaan freatik dengan tekanan atmosfir. Sebelum

jaringan aliran dapat digambar, harus ditentukan titik awal garis aliran teratas,

yang terletak pada muka air tersebut.

Gambar 2.15 memperlihatkan suatu bendungan tanah homogen isotropik

dengan dasar yang kedap air. Garis batas AB yang kedap air tersebut merupakan

garis aliran, sedangkan CD adalah garis aliran terbatas. Setiap titik pada lereng

BC memiliki tinggi energi total yang konstan, sehingga BC merupakan garis

ekipotensial. Bila muka air di hilir diambil sebagai datum, maka tinggi energi total

pada garis ekipotensial BC adalah h, yaitu perbedaan tinggi antara muka air di

hulu dengan muka air di hilir tanggul. Permukaan pelepasan (discharge surface)

AD merupakan garis ekipotensial dengn tinggi energi total nol untuk kasus seperti

pada Gambar 2.15.-Setiap titik di garis aliran teratas memiliki tekanan nol

(tekanan atmosfir), maka tinggi energi totalnya sama dengan tinggi elevasi. Oleh

Page 7: Kondisi Tanah Anisotropik

sebab itu, jarak-jarak vertikal Az pada setiap perpotongan antara garis aliran

teratas dengan garis-garis ekipotensial adalah sama.

Pada permukaan pelepasan pada bendungan tanah harus dibuat sebuah

saringan yang baik. Saringan ini berguna untuk membuat rembesan tetap berada

di dalam bendungan, sebab bila air merembes ke luar bendungan melalui lereng

sebelah hilimya, maka akan terjadi erosi pada lereng tersebut. Pada Gambar 2.15,

saringan yang digunakan adalah saringan-tanah horisontal (horizontal underfilter).

Bentuk saringan yang lain diperlihatkan pada Gambar 2.19a dan 2.19b. Pada

gambar ini diperlihatkan bahwa permukaan pelepasan AD bukan merupakan garis

aliran maupun garis ekipotensial, sebab terdapat komponen-komponen kecepatan

aliran normal dan tangensial pada AD.

Kondisi-kondisi batas untuk daerah aliran ABCD pada Gambar 2.15 dapat

ditulis sebagai berikut:

Garis ekipotensial BC: = –kh

Garis ekipotensial AD: = 0

Garis aliran CD: = q (juga, = – kz)

Garis aliran AB: = 0

Transformasi Konformal r = w2

Untuk menyelesaikan masalah bendungan ini, digunakan teori variabel kompleks

(complex variable theory). Diambil bilangan kompleks w = + i sebagai fungsi

analitis dari r = x + iz . Dengan mempertimbangkan fungsi:

r = w2

Maka:

(x + iz) = ( + i)2

= (2 + 2i - 2)

Dengan menyamakan bagian-bagian riil dan imaginer, maka:

x = 2 - 2 (2.28)

z = 2 (2.29)

Persamaan-persamaan 2.28 dan 2.29 merupakan persamaan untuk

mentransformasikan titik-titik pada bidang r ke bidang w.

Page 8: Kondisi Tanah Anisotropik

Tinjaulah transformasi garis lurus = n, di mana n = 0, 1, 2, 3, (Gambar

2.16a). Dari Persamaan 2.29:

=

maka Persamaan 2.28 menjadi:

x = (2.30)

Persamaan 2.30 menunjukkan kumpulan parabola-parabola yang sefokus. Untuk

nilai z yang positif, didapat parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar

2.16b (untuk nilai n tertentu seperti di atas).

Sekarang tinjaulah transformasi garis lurus = m, di mana m = 0, 1, 2, ..., 6

(Gambar 2.16a). Dari Persamaan 2.29:

=

dan Persamaan 2.28 menjadi;

x = m2 – (2.31)

Persamaan 2.31 menunjukkan kumpulan parabola-parabola sefokus seperti

parabola-parabola hasil Persamaan 2.30. Untuk nilai z yang positif, didapat

parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar 2.16b untuk nilai m tertentu

seperti di atas. Dua kumpulan parabola-parabola seperti yang diplot pada Gambar

2.16b tersebut memenuhi syarat sebuah jaringan aliran.

Aplikasi pada Potongan Bendungan Tanah

Daerah aliran pada bidang w yang memenuhi kondisi batas untuk potongan

bendungan tanah (Gambar 2.15) ditunjukkan pada Gambar 2J7a. Dalam kasus ini

dipakai fungsi transformasi:

r = Cw2

di mana C adalah konstanta, sehingga Persamaan 2.28 dan 2.29 menjadi:

x = C(2 - 2)

z = 2C

Page 9: Kondisi Tanah Anisotropik

Persamaan garis aliran teratas dapat diturunkan dengan mensubstitusikan:

= q

= –kz

sehingga:

z = –2Ckzq

C =

Dengan demikian:

x =

x = (2.32)

Kurva yang didapatkan dari Persamaan 2.32 dinyatakan sebagai parabola dasar

Kozeny dan digambarkan pada Gambar 2.17b, dengan titik awal A.

Untuk z = 0, nilai x menjadi:

x0 =

q = 2kx0 (2.33)

di mana 2x, adalah jarak direktriks parabola dasar tersebut. Jika x = 0, nilai z

menjadi:

z0 = = 2x0

Dengan mensubstitusikan Persamaan 2.33 ke dalam Persamaan 2.32, didapat:

x = (2.34)

Dengan Persamaan 2.34 ini parabola dasar dapat digambar, dengan terlebih dulu

mengetahui satu titik awal parabola tersebut.

Timbul suatu keadaan yang tidak konsisten sehubungan dengan adanya

kenyataan bahwa transformasi konformal garis lurus = –kh (garis ekipotensial

hulu) merupakan sebuah parabola, padahal sesungguhnya garis ekipotensial hulu

potongan bendungan tanah adalah lereng hulu itu sendiri. Kemudian, setelah

rnelalui telaah yang mendalam dan luas tentang masalah bendungan, Casagrande

Page 10: Kondisi Tanah Anisotropik

[2.1] menganjurkan agar titik awal parabola dasar diambil di titik G (Gambar

2.18) di mana GC = 0,3 HC. Kemudian koordinat G disubstitusikan ke dalam

Persamaan 2.34, sehingga nilai x0 dapat ditentukan. Akhirnya parabola dasar

tersebut dapat digambar. Garis aliran teratas harus memotong lereng hulu dengan

sudut siku-siku, selain itu harus diadakan koreksi CJ untuk parabola dasar tersebut

(dengan perasaan). Kemudian jaringan aliran dapat diselesaikan, seperti pada

Gambar 2.18.

Kalau permukaan pelepasan AD tidak horisontal, seperti pada Gambar

2.19, diperlukan koreksi KD untuk parabola dasar.

Tabel 2.4 Koreksi Aliran Hilir pada Parabola Dasar

Diperbanyak dari A. Casagrande (1940) ‘Seepage through Dams’, dalam

Contributions to Soil Mechanics 1925-1940, seizin Boston Society of Civil

Engineers.

30o 60o 90o 120o 150o 180o

a/a (0,36) 0,32 0,26 0,18 0,10 0o

Sudut a digunakan untuk menggambarkan arah permukaan tempat keluarnya air

relatif terhadap AB. Koreksi dapat dilakukan dengan bantuan perbandingan harga

MD/MA = a/a, yang diberikan oleh Casagrande untuk rentang nilai a (Tabel

2.4).

Kontrol Rembesan dalam Bendungan Tanah

Pada desain bendungan tanah, sedapat mungkin dipilih jenis tanah yang pada

dasarnya ditujukan untuk memperkecil pengaruh merusak dari rembesan air. Bila

terdapat gradien hidrolik yang tinggi, rembesan air kemungkinan dapat mengikis

saluran-saluran di dalam bendungan, terutama bila tanahnya tidak dipadatkan

dengan sempurna, yang pada akhirnya akan merusak stabilitas bendungan. Proses

erosi yang terjadi pada bendungan ini disebut erosi bawah-tanah (piping). Suatu

potongan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.20a memiliki inti (central core) di

tengah-tengahnya, dengan permeabilitas rendah. Hal ini dimaksudkar

Page 11: Kondisi Tanah Anisotropik

memperkecil volume rembesan. Pada dasamya, semua tinggi energi total hilang di

inti tersebut dan bila inti tersebut sempit, akan terjadi gradien hidrolik yang tinggi.

Selain itu ada bahaya erosi yang khusus, yang terjadi pada batas antara inti dengan

tanah di dekatnya yang permeabilitasnya tinggi. Oleh sebab itu dilakukan

pencegahan terhadap bahaya ini dengan membangun cerobong drainasi (Chimney

drain) pada batas hilir dari inti (Gambar 2.20a). Saluran tersebut dirancang

sebagai suatu saringan penahan bagi partikel-partikel tanah yang berasal dan inti.

Selain itu saluran tersebut juga berfungsi sebagai penahan lereng hilir tanggul agar

tetap dalam keadaan tidak jenuh air.

Sebagian besar bagian-bagian bendungan tanah adalah tidak homogen,

yang mcnyebabkan pembuatan jaringan alirannya lebih sulit. Penggambaran

parabola dasar untuk garis aliran teratas yang dijabarkan di atas hanya berlaku

untuk bagian yang homogen, tetapi pernyataan bahwa jarak vertikal antara titik

perpotongan garis ekipotensial dengan garis aliran teratas berlaku juga untuk

bagian yang tak-homogen. Kondisi transfer (Persamaan 2.26) harus dipenuhi

untuk semua daerah batas. Dalam kasus seperti pada Gambar 2.20a (ada inti

dengan permeabilitas rendah), penggunaan Persamaan 2.26 menunjukkan bahwa

semakin rendah perbandingan permeabilitasnya, semakin rendah pula posisi garis

aliran teratas pada daerah hilir (tanpa chimney drain).

Kalau tanah dasar/pondasinya lebih lolos air daripada bendungannya,

diperlukan kontrol terhadap rembesan yang mengalir di dasar bendungan

(underseepage). Rembesan seperti ini dapat dihilangkan dengan melapisi tanah

dasar dengan lapisan yang kedap air (Gambar 2.20b)

Pelaksanaan kontrol rembesan yang sangat baik diberikan oleh Cedergren

Page 12: Kondisi Tanah Anisotropik

Persyaratan Saringan

Saringan yang digunakan untuk mengontrol rembesan harus memenuhi dua syarat

sebagai betikut:

1. Ukuran pori hams cukup kecil untuk mencegah adanya partikel-partikel

yang terbawa (ke tanah di dekatnya).

2. Permeabilitasnya harus cukup tinggi agar aliran air dapat melewati

saringan dengan cepat.

Kriteria di bawah ini juga menjadi persyaratan saringan:

< 4 sampai 5 (2.35)

< 4 sampai 5 (2.36)

< 25 (2.37)

di mana f adalah notasi untuk saringan dan s adalah notasi untuk tanah yang

berdekatan. Persamaan 2.35 adalah persyaratan untuk mencegah terjadinya erosi

bawah-tanah, sedangkan Persamaan 2.36 dan 2.37 adalah persyaratan untuk

memastikan apakah permeabilitas saringan sudah cukup tinggi untuk kepentingan

drainasi. Ketebalan dari saringan ditentukan berdasarkan Hukum Darcy.

Saringan yang terdiri dari dua atau lebih lapisan dapat juga digunakan,

lapisan yang terhalus merupakan bagian hulu dari saringan. Saringan seperti ini

dinamakan “graded filter”. Dalam hal tertentu geotekstil dapat digunakan sebagai

alternatif untuk saringan butiran.

Contoh Soal 2.4.

Suatu penampang bendungan tanah homogen dan tidak isotropik ditunjukkan rada

Gambar 2.21a. Koefisien permeabilitas dalam arah x dan z masing-masing 4,5 x

10 m/det dan 1,6 x 10-8 m/det. Buatlah jaringan aliran dan hitung besarnya

Page 13: Kondisi Tanah Anisotropik

rembesan yang melalui bendungan tersebut. Berapakah tekanan air pori pada titik

P?

Faktor skala untuk transformasi dalam arah x adalah:

Permeabilitas isotropik ekivalennya adalah:

k' =

= = 2,7 x 10-8m/det .

Penampangnya digambarkan dalam skala transformasi seperti diperlihatkan pada

Gambar 2.21b. Fokus parabola dasar terletak pada titik A. Parabola dasar tersebut

melalui titik G sedemikian rupa sehingga:

GC = 0,3 HC = 0,3 x 27,00 = 8,10 m

Koordinat titik G adalah:

x = –40,80; z = +18,00

Substitusikan koordinat-koordinat ini ke dalam Persamaan 2.34:

-40,80 = x0 = x0 –

Diperoleh:

x0 = 1,90 m.

Dengan menggunakan Persamaan 2.34 koordinat-koordinat beberapa titik pada

parabola dasar dapat dihitung yang disajikan di bawah ini:

x 1,90 0 -5,00 -10,00 -20,00 -30,00

z 0 3,80 7,24 9,51 12,90 15,57

Parabola dasarnya digambarkan pada Gambar 2.21b. Kemudian dilakukan

pada aliran hulu dan jaringan alirannya dibuat secara lengkap, yang menjamin

bahwa interval titik-titik potong ekipotensial berikutnya dengan garis aliran

adalah sama. Pada jaringan aliran ini terdapat 3,8 alur aliran dan 18 penurunan

ekipotensial. Oleh sebab itu akan didapatkan besarnya rembesan (per satu an

panjang) yaitu:

Page 14: Kondisi Tanah Anisotropik

q = k'h

= 2,7 x 10-8 x 18 x = 1,0 x 10-7 m3/detik

Besarnya rembesan dapat juga dihitung dari Persamaan 2.33 (tanpa harus

menggambarkan jaringan aliran):

q = 2k' x0

= 2,7 x 10-8 x 18 x = 1,0 x 10-7 m3/detik

Permukaan AD ditetapkan sebagai datum Suatu garis ekipotensial RS

digambarkan melalui titik P (posisi transformasi). Dengan melihat gambar dapat

diketahui tinggi energi total P yaitu 15,60 m. Pada titik P tinggi elevasinya 5,50

m, oleh sebab itu tinggi tekanannya adalah 10,10 m dan tekanan air porinya

adalah:

up = 9,8 x 10,10 = 99 kN/m2

Sebagai alternatif, tinggi tekanan pada titik P dapat langsung ditentukan dari jarak

vertikal P di bawah titik potong garis ekipotensial RS dengan garis aliran teratas

yaitu titik R.

Contoh Soal 2.5.

Gambarkan jaringan aliran untuk penampang bendungan tanah yang tidak

homogen yang ditunjukkan pada Gambar 2.22, dan hitung besarnya rembesan

yang melalui bendungan tersebut. Zona 1 dan 2 adalah isotropik dengan koefisien

permeabilitäs masing-masing 1,0 x 10-7 m/detik dan 4,0 x 10-7 m/detik.

Perbandingan k2/k1 = 4. Parabola dasar tidak dapat digunakan pada kasus

ini. Tiga kondisi dasar yang harus dipenuhi dalam suatu jaringan aliran adalah:

1. Interval vertikal antara titik-titik potong garis ekipotensial dengan garis

aliran teratas harus sama.

2. Jika bagian jaringan aliran pada zona 1 berupa bujursangkar maka bagian

jaringan aliran pada zona 2 harus berupa persegi panjang kurvilinear

dengan perbandingan panjang/lebar sebesar 4.

Page 15: Kondisi Tanah Anisotropik

3. Untuk masing-masing garis aliran, kondisi transfer (Persamaan 2.26) harus

dipenuhi pada batas antar zona.

Jaringan aliran ditunjukkan pada Gambar 2.22. Pada jaringan aliran ini ada 3,6

alur aliran dan 8 penurunan ekipotensial. Besamya rembesan per satuan panjang

diberikan oleh persamaan di bawah ini:

q = k1h

= 1,0 x 10-7 x 16 x = 7,2 x 10-7 m3/detik

(Jika bentuk bujursangkar digunakan pada zona 2, maka bentuk persegi panjang

dengan panjang/lebar 0,25 harus digunakan pada zona 1, dan k2 harus digunakan

pada persamaan rembesan).

2.9 Grouting

Permeabilitas tanah berbutir-kasar dapat diperkecil dengan cara grouting. Proses

tersebut terdiri dari penyuntikan suatu cairan yang sesuai, dikenal dengan sebutan

grout, ke dalam pori-pori tanah. Grout tersebut secara berangsur-angsur akan

mengeras, sehingga dapat mencegah atau memperkecil rembesan air. Grouting

juga menghasilkan kenaikan kekuatan tanah. Cairan yang digunakan untuk

grouting meliputi campuran semen dan air, suspensi lempung, larutan kimia,

seperti sodium silikat atau damar sintetis, dan emulsi bitumen. Penyuntikan

(injection) biasanya dilakukan ke dalam suatu pipa yang dimasukkan ke dalam

tanah atau ditempatkan ke dalam lubang bor dan di tahan dengan sebuah

selubung.

istribusi ukuran partikel tanah menunjukkan jenis grout yang akan

digunakan. Partikel-partikel suspensi dalam grout, seperti semen atau lempung,

akan merembes poripori tanah bila ukuran pori-pori tanah lebih besar dari ukuran

partikel tersebut; pori-pori yang lebih kecil dari ukuran ini akan menghalangi

partikel untuk menembus tanah. Grout semen dan lempung hanya cocok untuk

kerikil dan pasir kasar. Untuk pasir sedang don pasir halus, grout yang digunakan

adalah jenis larutan atau emulsi.

Page 16: Kondisi Tanah Anisotropik

uasnya perembesan untuk suatu tanah tertentu tergantung pada viskositas

grout dan tekanan pada waktu penyuntikan. Faktor-faktor ini menentukan jarak

yang dibutuhkan antara titik-titik penyuntikan. Tekanan penyuntikan harus

dipertahankan di bawah tekanan tanah di atasnya, bila tidak akan terjadi

pengangkatan (heaving) permukaan tanah dan celah-celah (fissures) di dalam

tanah akan terbuka. Untuk tanah yang memiliki variasi ukuran butiran yang besar,

adalah bijaksana untuk menggunakan penyuntikan primer dengan grout yang

viskositasnya relatif tinggi untuk mengatasi pori-pori yang besar, kemudian

diikuti dengan penyuntikan sekunder dengan grout yang viskositasnya relatif

rendah untuk pori-pori yang lebih kecil.

2.10 Pengangkatan Akibat Pembekuan

Pengangkatan akibat pembekuan (frost heave) adalah peristiwa naiknya

permukaan tam .1 akibat aksi bunga es (frost). Pembekuan air disertai dengan

kenaikan volume sebesar kurang lebih 9%. Karena itu pada tanah jenuh, volume

pori-pori di atas daerah pembekuan alLin naik sebesar 2,5% sampai 5%

tergantung dari besarnya angka pori. Bagaimanapun juga, pada keadaan tertentu,

kenaikan volume yang lebih besar dapat terjadi akibat terbentuknya lensa-lensa es

di dalam tanah.

Pada tanah yang memiliki tingkat kejenuhan tinggi, air pori di dekat

permukaan tanah akan membeku bila suhunya lebih rendah dari 0oC. Makin dalam

tanah yang ditinjau, makin tinggi suhunya, tetapi selama suhu tanah masih di

bawah 0oC daerah pembekuan akan meluas ke bawah secara bertahap. Batas

penetrasi bunga es di Inggris Raya biasanya diasumsikan sebesar 0,5 m meskipun

pada kondisi-kondisi khusus kedalaman ini bisa mencapai 1 m. Suhu yang

menyebabkan pembekuan air di dalam pori-pori tanah tergantung pada ukuran

pori-pori. Makin kecil pori-pori, makin rendah suhu pembekuan. Oleh karena itu

air pada mulanya membeku pada pori-pori yang lebih besar, dan tetap tidak beku

pada pori-pori yang lebih kecil. Pada saat temperatur turun di bawah nol, maka

daya hisap air akan menjadi lebih besar dan air berpindah ke arah es pada pori-

pori yang lebih besar, ditarik oleh gaya-gaya permukaan kristal es, kemudian

Page 17: Kondisi Tanah Anisotropik

membeku dan menambah volume es. Perpindahan yang berkelanjutan secara

bertahap mengakibatkan terbentuknya lensa-lensa es dan naiknya permukaan

tanah. Proses tersebut akan berlanjut hanya bila bagian dasar zona pembekuan

berada dalam zona kenaikan kapiler, sehingga air dapat berpindah ke ltas dari

bawah muka air tanah. Besamya pengangkatan akibat pembekuan akan turun

dengan turunnya derajat kejenuhan tanah. Jika terjadi pencairan es, tanah yang

sebelumnya membeku akan mengandung air yang berlebihan sehingga menjadi

lembek dan kekuatannya berkurang.

Pada kasus tanah berbutir-kasar tanpa atau dengan sedikit butiran halus,

secara virtual pori-porinya cukup besar untuk terjadi pembekuan pada keseluruhan

tanah dan satu-satunya kenaikan volume diakibatkan oleh naiknya volume air

pada waktu pembekuan sebesar 9%. Pada tanah dengan permeabilitas sangat

rendah, perpindahan air dibatasi oleh lambatnya laju aliran. Akibatnya

pembentukan lensa-lensa es juga terbatas. Akan tetapi, adanya celah-celah dapat

memperbesar laju perpindahan. Kondisi terburuk pada perpindahan air terjadi

pada tanah yang memiliki persentase partikel berukuran lanau yang tinggi; tanah

seperti itu biasanya memiliki jaringan yang pori-porinya kecil, walaupun, pada

saat yang sama, permeabilitasnya tidak terlalu rendah. Tanah bergradasi baik

diperhitungkan mudah membeku jika lebih dari 3% partikelnya lebih kecil dari

0,02 mm. Tanah bergradasi buruk diperhitungkan mudah membeku jika lebih dari

10% partikelnya lebih kecil dari 0,02 mm.