kondisi sosial-ekonomi masyarakat di lokasi...

151

Upload: lethuy

Post on 17-Jul-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan
Page 2: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II :

Desa Bolohitano, Teluk Dalam

KABUPATEN NIAS SELATAN

HASIL BME

Page 3: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI COREMAP II :

Desa Bolohitano, Teluk Dalam

KABUPATEN NIAS SELATAN

( PPK-LIPI)

COREMAP-LIPI PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA (PPK-LIPI), 2008

COREMAP-LIPI LIPI

Page 4: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II iii

RINGKASAN

esa Botohilitano merupakan salah satu lokasi COREMAP di Kabupaten Nias Selatan yang mendapat bantuan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB). COREMAP bertujuan

menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang agar sumber daya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara berkesinambungan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Keberhasilan COREMAP dapat dikaji dari berbagai aspek, diantaranya dari aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Dari aspek biofisik diharapkan akan tercapai peningkatan tutupan karang paling tidak 2 persen per tahun, sedangkan tujuan dari aspek sosial ekonomi diharapkan terjadi peningkatan per-kapita sebesar 2 persen per tahun.

Untuk memantau sampai seberapa jauh program telah dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat, khususnya tingkat pendapatan dilakukan kajian BME (Benefit Monitoring Evalution) sosial- ekonomi yang dilakukan pada tengah dan akhir program. Survei BME sosial-ekonomi dilakukan untuk mengumpulkan data berkaitan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat, terutama pendapatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Data dan informasi tentang pendapatan masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan dengan data pendapatan yang telah dikumpulkan pada baseline studi sosial-ekonomi. Dampak COREMAP terhadap kesejahteraan masyarakat dapat dipantau dari hasil perbandingan antara data pendapatan masyarakat hasil baseline (T0) yang dilakukan pada awal program dan data pendapatan dari BME yang dilakukan pada tengah dan akhir program (T1).

Selama kurang lebih 2,5 tahun COREMAP berjalan di Kabupaten Nias Selatan pada umumnya dan Desa Botohilitano pada khususnya, berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan. Fokus kegiatan pada tahun 2006 adalah sosialisasi tentang pentingnya pelestarian

D

Page 5: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam iv

terumbu karang kepada para stakeholders baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat lokasi/kawasan. Bersamaan dengan diadakannya sosialisasi berbagai kegiatan di tingkat lokasi dilakukan, diantaranya adalah pembentukan LPSTK dan penyusunan RPTK. Pada tahun 2007 kegiatan lebih difokuskan pada penguatan kelembagaan, pelatihan dan pendampingan, pelaksanaan UEP dan kegiatan pengawasan. Sedangkan kegiatan tahun 2008 masih melanjutkan pelaksanaan UEP dan kegiatan perlindungan serta pengawasan.

Hasil kajian BME sosial – ekonomi ini mengungkap sampai sejauh mana pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan secara umum dan Desa Botohilitano secara khusus dan kendala apa yang dihadapi dalam pelaksaaan program. Di samping itu, apakah terjadi perubahan pendapatan masyarakat sesudah COREMAP dilaksanakan sebagai salah satu satu indikator dari keberhasilan program.

Pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan yang telah berjalan kurang lebih dua setengah tahun secara umum belum menampakkan hasil yang optimal. Berbagai kegiatan pada masing-masing komponen seperti public awareness, edukasi, pengelolaan berbasis masyarakat dan pengawasan yang telah dilaksanakan menemui berbagai kendala dalam implementasinya yang berakibat pada kurang berhasilnya program. Kurang berhasilnya berbagai program dan kegiatan ini salah satunya berkaitan dengan keterbatasan sumber daya manusia yang mengelola di tingkat kabupaten. Seperti diketahui bahwa berbagai kegiatan di masing-masing komponen belum ada pengelola yang mendapat penugasan secara resmi melalui SK. Ketiadaan pengelola di masing-masing komponen ini menyebabkan seluruh kegiatan dikelola oleh beberapa staf. Minimnya staf yang mengelola seluruh kegiatan ini menyebabkan kegiatan monitoring tidak berjalan dengan baik yang mempengaruhi keberhasilan program.

Berkaitan dengan indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi, hasil kajian BME sosial – ekonomi menunjukkan bahwa selama kurun waktu dua tahun dampak COREMAP terhadap peningkatan pendapatan masyarakat belum terlihat. Dari tahun 2006 ke 2008 telah terjadi penurunan pendapatan penduduk. Berdasarkan

Page 6: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II v

baseline studi tahun 2006 pendapatan rata-rata rumah tangga sebesar Rp 1.017.300. Dua tahun kemudian (2008) hasil BME menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga turun menjadi Rp 637.500. Sedangkan pendapatan per-kapita menjadi Rp 125.300 pada tahun 2008. Dua tahun sebelumnya (2006) pendapatan per-kapita sebesar Rp 205.400. Berbeda dengan pendapatan rumah tangga pada umumnya, pendapatan nelayan mengalami sedikit kenaikan. Pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan pada tahun 2006 Rp 812.700 menjadi Rp 996.300 pada tahun 2008.

Menurunnya pendapatan dari survei tahun 2006 ke survei tahun 2008 kemungkinan terkait dengan adanya keadaan bencana alam gempa dan tsunami pada tahun 2005. Sesudah bencana gempa bumi dan tsunami, Desa Botohilitano merupakan salah satu desa sasaran rekonstruksi pembangunan yang dikendalikan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Berbagai pembangunan prasarana dan sarana sosial ekonomi berkaitan dengan program rekontruksi pasca gempa membuka peluang kerja pada masyarakat. Masyarakat mendapat keuntungan sesaat dengan memperoleh pendapatan dari berbagai peluang kerja yang ada. Sesudah program-program bantuan bencana alam itu lambat-laun mulai selesai dan meninggalkan desa, sebagian penduduk yang memperoleh manfaat dan keuntungan saat itu juga mulai kehilangan sumber-sumber pendapatannya.

Kenaikan pendapatan nelayan ini terkait dengan beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, baseline yang dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan nilai pendapatan rumah tangga yang rendah. Karena pada saat baseline dilakukan kondisi kegiatan ekonom masyarakat pada umumnya dan kegiatan terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut pada khususnya belum sepenuhnya pulih dari dampak gempa yang terjadi pada tahun 2005. Secara umum kegiatan ekonomi masyarakat masih terbatas, karena masih terdapat banyak kegiatan berkaitan dengan rekonstruksi, pembenahan pemukiman dan sarana sosial-ekonomi lainnya. Di samping itu, pada saat itu masyarakat masih mendapat bantuan bahan pangan dan keperluan lainnya baik dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dari dalam dan luar

Page 7: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam vi

negeri. Karena masih adanya bantuan ini juga mengakibatkan kegiatan ekonomi bagi masyarakat yang sumber pendapatannya bukan dari sektor formal masih belum optimal. Demikian pula nelayan belum sepenuhnya mencurahkan waktunya untuk menangkap biota laut. Pada tahun 2008 kegiatan nelayan sudah kembali seperti sebelum terjadi gempa walaupun masih dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana.

Setelah kurang lebih dua tahun COREMAP diimplementasikan di Desa Botohilitano dampak program tersebut secara umum belum terlihat. Dari evaluasi tentang pelaksanaan UEP (pemberian dana berulir) dapat diketahui bahwa secara umum dampak COREMAP terhadap peningkatan pendapatan masyarakat belum terlihat. Meskipun di salah satu kegitan UEP dari Pokmas Gender, yaitu ternak ayam sampai kajian ini dilakukan cukup berhasil, namun belum mempunyai dampak signifikan terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga.

Page 8: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II vii

KATA PENGANTAR

elaksanaan COREMAP fase II bertujuan untuk menciptakan pengelolaan ekosistem terumbu karang, agar sumber daya laut ini dapat direhabilitasi, diproteksi dan dikelola secara

berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Program ini telah berjalan kurang lebih tiga tahun atau pada pertengahan program. Keberhasilan COREMAP dapat dikaji dari aspek bio-fisik dan sosial ekonomi. Terjadinya peningkatan tutupan karang sebesar 2 persen per tahun merupakan indikator keberhasilan dari aspek bio-fisik. Sedangkan dari aspek sosial ekonomi diharapkan pendapatan per-kapita penduduk naik sebesar 2 persen per tahun dan terjadi peningkatan kesejahteraan sekitar 10.000 penduduk di lokasi program.

Untuk melihat keberhasilan tersebut perlu dilakukan penelitian benefit monitoring evaluation (BME) baik ekologi maupun sosial-ekonomi. Penelitian BME ekologi dilakukan setiap tahun untuk memonitor kesehatan karang, sedangkan BME sosial-ekonomi dilakukan pada tengah dan akhir program. BME sosial-ekonomi bertujuan untuk mengkaji pelaksanaan COREMAP di daerah dan mengumpulkan data mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya tingkat pendapatan untuk memantau dampak program COREMAP terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hasil BME sosil- ekonomi ini selain dapat dipakai untuk memantau perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya peningkatan pendapatan penduduk di lokasi COREMAP, juga dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi pengelolaan dan pelaksanaan program, baik di tingkat nasional, kabupaten maupun di tingkat lokasi. Dengan adanya evaluasi dan masukan-masukan bagi pengelola dan pelaksana program, diharapkan dalam sisa waktu yang ada sampai akhir program fase II, keberhasilan COREMAP dari indikator bio-fisik dan sosial-ekonomi dapat tercapai.

P

Page 9: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam viii

Buku laporan ini merupakan hasil dari BME sosial-ekonomi yang dilakukan pada tahun 2008 di lokasi-lokasi Coremap di Indonesia Bagian Barat (lokasi Asian Development Bank/ADB). BME sosial-ekonomi ini dilakukan oleh CRITC-LIPI bekerjasama dengan tim peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI (PPK-LIPI) dan beberapa peneliti sosial dari kedeputian IPSK - LIPI.

Terlaksananya kegiatan penelitian dan penulisan buku laporan melibatkan berbagai pihak. Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusat Penelitian Kependudukan – LIPI yang telah memberikan dukungan kepada tim peneliti melakukan studi ini. Kepada para informan: masyarakat nelayan, ketua dan pengurus LPSTK dan POKMAS, pemimpin formal dan informal, tokoh masyarakat di Desa Botohilitano Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan kami ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para pewawancara yang telah membantu pelaksanaan survai. Kami juga memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua narasumber dari berbagai unsur pengelola COREMAP di tingkat kabupaten: Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Selatan dan pengelola COREMAP di Kabupaten Nias Selatan dan berbagai pihak yang ada di daerah yang telah membantu memberikan data dan informasi.

Pada akhirnya, kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna meskipun tim peneliti telah berusaha sebaik mungkin dengan mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Jakarta, Desember 2008 Direktur NPIU CRITC COREMAP II-LIPI Prof. DR. Ono Kurnaen Sumadhiharga, MSc

Page 10: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II ix

DAFTAR ISI

RINGKASAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ................................................................ vii DAFTAR ISI .............................................................................. ix DAFTAR TABEL ...................................................................... xiii DAFTAR DIAGRAM ................................................................ xv DAFTAR BAGAN ..................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ................................................................. xxi I. PENDAHULUAN ............................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................... 5 1.3. Metodologi .................................................................... 5 1.3.1. Lokasi Penelitian ................................................. 5 1.3.2. Pengumpulan Data .............................................. 5 1.3.3. Pengolahan dan Analisis Data ............................. 9 1.4. Pembabakan Penulisan .................................................. 9

II. PROFIL LOKASI PENELITIAN ........................................ 11

2.1. Keadaan Geografis ........................................................ 11 2.1.1. Nias Selatan ........................................................ 13 2.1.2. Desa Botohilitano ............................................... 15 2.1.3. Aksesibilitas ........................................................ 19 2.1.4. Kesenjangan antar Dusun ............................. 21 2.2. Potensi Sumber Daya Alam dan Pengelolaannya .......... 23 2.2.1. Keadaan Sumber Daya Alam ............................... 23 2.2.1.1. Sumber Daya Agraris ............................. 23 2.2.1.2. Pantai ...................................................... 25 2.2.1.3. Pekarangan .............................................. 26 2.2.1.4. Sawah, Ladang dan Hutan ...................... 28 2.2.2. Wilayah Pengelolaan ........................................... 30

Page 11: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam x

2.2.3. Teknologi Penangkapan ....................................... 31 2.2.4. Sarana dan Prasarana ........................................... 32 2.2.5. Program dan kegiatan dalam Pengelolaan SDL ... 34 2.2.5.1. Produksi .................................................. 35 2.2.5.2. Pengolahan .............................................. 38 2.2.5.3. Pemangku Kepentingan yang Terlibat .... 39 2.2.5.4. Hubungan Antar Pemangku Kepentingan 42 2.3. Kependudukan ............................................................... 44 2.3.1. Jumlah dan Komposisi ......................................... 44 2.3.1.1. Pertambahan Jumlah Penduduk .............. 46 2.3.1.2. Pengelompokan Sosial ............................ 47 2.3.2. Pendidikan dan Ketrampilan ................................ 49 2.3.2.1. Tingkat Pendidikan ................................. 49 2.3.2.2. Pendidikan .............................................. 50 2.3.3. Keadaan Ketenagakerjaan .................................... 52 2.3.4. Kesejahteraan ....................................................... 59 2.3.4.1. Pemilikan Aset Rumah Tangga .............. 59 2.3.4.2. Kesehatan ................................................ 60

III. COREMAP DAN IMPLEMENTASINYA ......................... 63

3.1. Pelaksanaan COREMAP: Permasalahan dan Kendala .. 63 3.1.1. Tingkat Kabupaten .............................................. 63 3.1.2. Pelaksanaan dan Permasalahan COREMAP di tingkat lokasi. ................................................... 71

3.2. Pengetahuan dan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan COREMAP ....................................................... 84

3.2.1. Pemahaman tentang COREMAP ......................... 84 3.2.2. Keterlibatan dalam kegiatan COREMAP ............ 87 IV. PENDAPATAN PENDUDUK DAN PERUBAHANNYA. 95 4.1. Pendapatan Penduduk .................................................... 95 4.1.1. Pendapatan Rumah Tangga dan Perubahannya .. 96 4.1.2. Pendapatan Menurut Lapangan Pekerjaan .......... 101 4.1.3. Pendapatan Nelayan Menurut Musim ................. 104 4.1.4. Pendapatan Anggota Pokmas .............................. 106 4.2. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan ........... 107

Page 12: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xi

4.2.1. Coremap .............................................................. 108 4.2.2. Program Pemerintah Lainnya .............................. 110 4.2.3. Faktor Budaya ..................................................... 111 V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................ 115 5.1.Kesimpulan .................................................................... 115

5.1.1. Permasalahan dan Kendala Dalam Pengolalaan COREMAP .......................................................... 116 5.1.2. Perubahan Pendapatan Masyarakat dan Faktor yang Berpengaruh ................................................ 119

5.2. Rekomendasi ................................................................. 123 DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 125

Page 13: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam xii

Page 14: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xiii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Persentase Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan . 51

Tabel 2.2 Persentase Kegiatan Utama Penduduk Desa Botohilitano ............................................................. 55

Tabel 2.3 Persentase Lapangan Pekerjaan Penduduk Desa Botohilitano ............................................................. 56

Tabel 2.4 Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Botohilitano ......... 57

Tabel 4.1 Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama ..................................................... 97

Tabel 4.2 Statistik Pendapatan Rumah Tangga ....................... 98

Tabel 4.3 Persentase Responden Menurut Kelompok Pendapatan Rumah Tangga. .................................... 100

Tabel 4.4 Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Menurut Lapangan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga 102

Tabel 4.5 Statistik Pendapatan RT dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim Tahun 2008. ................................. 105

Page 15: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam xiv

Page 16: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xv

DAFTAR DIAGRAM Diagram 1.1 Perbandingan Persentase Tutupan Karang Hidup Tahun 2007 dan 2008 di Beberapa Titik Pengamatan di Kabupaten Nias Selatan ............. 4

Diagram 3.1 Pengetahuan Responden tentang COREMAP Di Desa Botohilitano, Kabupaten Nias Selatan ... 85

Diagram 3.2 Pengetahun Responden Tentang Berbagai Kegiatan COREMAP ........................................... 86

Diagram 3.3 Keterlibatan Responden Dalam Kegiatan COREMAP .......................................................... 88

Diagram 3.4 Pengetahuan responden tentang Pokmas dan Keterlibatan dalam Kegiatan ............................... 91

Diagram 3.5 Sumber Informasi Tentang Kegiatan Coremap ... 92

Diagram 3.6 Pengetahuan dan Keterlibatan Responden dalam Kegiatan Budidaya Kepiting dan Ternak Itik ...... 94

Page 17: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam xvi

Page 18: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Alur Permasalahan Pengelolaan di Tingkat Kabupaten dan lokasi ................................................. 70

Page 19: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam xviii

Page 20: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Balai Tempat Musyawarah Masyarakat ............... 72

Gambar 3.2 Peternakan Ayam ................................................. 77

Gambar 3.3 Kolam Budidaya Kepiting ................................... 78

Gambar 3.4 Mata Air, sumber air bersih untuk masyarakat .. 83

Gambar 3.5 Jalan Ke arah Mata air Village Grant dari COREMAP .......................................................... 83

Gambar 3.6 Ketua dan seorang anggota Pokmas ............. 90

Page 21: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Desa Botohilitano,Teluk Dalam xx

Page 22: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II xxi

DAFTAR PETA

Peta 1 Lokasi Penelitian di Kecamatan Pulau-Pulau Batu dan Kecamatan H .................................................. 12

Page 23: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

ulau Nias Selatan merupakan pulau terbesar di Provinsi Sumatra Utara yang terletak di kawasan Samudara Hindia. Bentuk Pulau Nias Selatan memanjang dari Utara ke Selatan

dan di sekitarnya banyak dijumpai pulau kecil maupun besar dengan jumlah sekitar 104 buah pulau. Di samping keindahan pantai dan panorama yang ada di pulau-pulau kecil, beberapa pantai di P Nias juga terkenal dengan ombak yang sangat disukai oleh para pemain selancar dari dalam maupun luar negeri.

Seperti halnya wilayah lain di Indonesia P. Nias Selatan dan sekitarnya, mempunyai perairan beserta ekosistemnya yang mengandung kekayaan sumberdaya alam yang besar dan beraneka ragam, sehingga dapat menjadi asset dasar bagi pembangunan. Salah satu dari tiga ekosistem penting daerah pesisir dan sekaligus suatu sistem ekologi laut yang mempunyai sifat kompleks adalah terumbu karang. Ekosistem terumbu karang ini sangat kaya akan keanekaragaman hayati, seperti moluska, ikan, krustasea, spora sekitar dan mammalia laut sebanyak 30 jenis (Nontji, 2001).

Kondisi terumbu karang di Indonesia pada umumnya dan P Nias Selatan pada khususnya telah mengalami kerusakan dan penurunan tutupan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penelitian P2O-LIPI (2007) di 362 stasiun penelitian yang ada di Indonesai Bagian Barat menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di wilayah ini hanya sekitar 5,5 persen dalam kondisi sangat baik, sekitar 27,7 persen dalam status baik, sekitar 34 persen dalam status sedang dan telah mencapai sekitar 33,4 persen yang sudah dalam kondisi buruk. (Suharsono, 2007).

P

Page 24: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 2

Kerusakan terumbu karang disebabkan oleh banyak faktor yang dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu: faktor alami dan aktifitas manusia. Perubahan yang terjadi berkaitan dengan faktor alami berada di luar kekuasaan manusia, misalnya bencana alam seperti gempa, badai, ombak, perubahan iklim dan berbagai jenis penyakit. Sedangkan perubahan yang terjadi berkaitan dengan aktifitas manusia, utamanya disebabkan oleh prilaku manusia yang tidak ramah lingkungan dalam memanfaatkan sumber daya laut dan pesisir, seperti penggunaan pukat (trawl), bom, bius, bubu dan berbagai kegiatan lainnya, misalnya penambangan pasir laut dan batu karang serta penangkapan biota laut secara berlebihan (over fishing). Di samping kegiatan manusia di laut yang langsung merusak, aktifitas manusia di daratan secara tidak langsung juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan sumber daya laut dan pesisir, seperti kegiatan penebangan hutan yang menyebabkan erosi dan sedimentasi, pemakaian pestisida di pertanian dan pembuangan limbah baik padat dan cair/kimia.

Untuk mengatasi masalah kerusakan terumbu karang tersebut pada awal tahun 2000-an Pemerintah Indonesia telah mencanangkan suatu program pengelolaan yang dinamakan COREMAP (Coral Reef Rahabilitation and Management Program). Pada tahap I program ini bermaksud untuk menggerakan dan meningkatkan usaha pengelolaan serta rehabilitasi terumbu karang agar sumber daya laut dapat dimanfaatkan secara lestari bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir Indonesia. Program COREMAP pada prinsipnya mendasarkan pada partisipasi masyarakat atau dapat dikatakan ‘pengelolaan berbasis masyarakat’. Pengelolaan tersebut menggunakan sistem terpadu yang perencanaannya dilaksanakan dengan pendekatan dari bawah berdasarkan aspirasi masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat sendiri. Kemudian tujuan COREMAP pada tahap II lebih menekankan pada terciptanya pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan agar sumber daya laut dapat direhabilitasi,

Page 25: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 3

diproteksi dan dikelola yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Dalam pelaksanaan pengelolaan ekosistem terumbu karang telah didesentralisasi kepada pemerintah kabupaten dengan sistem pendanaan yang berkelanjutan, namun tetap dikoordinir secara nasional. Desentralisasi pengelolaan ini dilakukan untuk mendukung dan memberdayakan masyarakat pantai, melakukan co-manajemen secara berkelanjutan agar kerusakan terumbu karang dapat dicegah dan dampak positif selanjutnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Indikator yang dapat digunakan untuk melihat tercapainya tujuan COREMAP antara lain adalah melihat aspek biofisik dan sosial-ekonomi. Dari aspek biofisik diharapkan tercapai peningkatan tutupan karang paling sedikit 5 persen per tahun sampai tercapai level yang sama dengan daerah yang telah dikelola secara baik atau pristine area (daerah terumbu karang yang masih asli/ belum dimanfaatkan). Selanjutnya indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi adalah : (1) Pendapatan per kapita masyarakat di lokasi target COREMAP naik sebesar 2 persen per tahun dan (2) Terdapat peningkatan taraf hidup sekitar 10.000 rumah tangga pada akhir program (Project Appraisal Document, ADB, 2005).

Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu lokasi COREMAP dari 7 lokasi di wilayah Indonesia bagian barat yang dalam pelaksanaannya mendapat bantuan pinjaman dari Asian Development Bank (ADB). Pelaksanaan COREMAP di kabupaten ini dimulai sejak tahun 2006 dengan kegiatan: sosialisasi tentang COREMAP, pembentukan kelembagaan (LPSTK dan POKMAS), usaha ekonomi produktif (UEP) dan kegiatan pengawasan dan perlindungan laut (konservasi).

Setelah pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan berjalan selama kurang 2,5 tahun, dari indikator bio-fisik dapat diketahui bahwa kondisi tutupan karang P. Nias Selatan telah mengalami perubahan. Dari hasil monitoring tutupan karang yang dilakukan oleh CRITC-LIPI pada tahun 2007 - 2008 dengan menggunakan metode LIT di beberapa titik pengamatan dapat diketahui bahwa telah terjadi

Page 26: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 4

kenaikan tutupan karang di wilayah sekitar Teluk Dalam. Pada tahun 2007 dari sembilan titik pengamatan persentase tutupan karang sekitar 6.25 persen naik menjadi 8.35 persen pada tahun 2008. Walaupun secara umum mengalami kenaikan tutupan karang sebesar 2.15 persen, tetapi di beberapa titik pengamatan terdapat penurunan tutupan karang yang cukup signifikan (Diagram 1.1).

Diagram 1.1 Perbandingan Persentase Tutupan Karang Hidup Tahun 2007 dan 2008 di Beberapa Titik Pengamatan di Kabupaten Nias Selatan

0

2

4

6

8

10

12

14

16

2007 11.97 0.77 15.33 2.8 2.2 3.93 7.93 3.83 7.47 6.25

2008 10.97 2.97 16 15.2 9.27 8.03 4.8 3 4.9 8.35

NISL 01

NISL 02

NISL 03

NISL 04

NISL 05

NISL 06

NISL 07

NISL 08

NISL 09

Total

Sumber: Penelitian Monitoring Terumbu Karang, CRITC-LIPI, 2007

dan 2008. Berkaitan dengan indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi, pada tahun 2006 telah dilakukan baseline studi sosial-ekonomi untuk menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat sebelum program dilaksanakan. Setelah kurang lebih 2,5 tahun program berjalan, maka diperlukan kajian BME (benefit monitoring evaluation) untuk melihat pelaksanaan program dan

Page 27: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 5

dampaknya terhadap kondisi kehidupan masyarakat, terutama peningkatan pendapatan. 1.2. TUJUAN Tujuan umum dari kajian ini adalah untuk mengetahui tentang pelaksanaan COREMAP di daerah dan mengumpulkan data mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat, khususnya tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan dimanfaatkan untuk memantau dampak program COREMAP terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Tujuan khusus dari kajian ini adalah :

1. Untuk mengindentifikasi permasalahan dan kendala dalam pelaksanaan COREMAP di tingkat kabupaten dan di tingkat lokasi yaitu Desa Botohilitano.

2. Untuk mengkaji pemahaman masyarakat tentang COREMAP di daerah kajian.

3. Untuk menggambarkan ada tidaknya perubahan tingkat pendapatan masyarakat yang dapat dipakai sebagai indikator keberhasilan COREMAP.

1.3. METODOLOGI 1.3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan. Penelitian kali ini merupakan kajian monitoring dan evaluasi dari kegiatan program COREMAP dari lokasi COREMAP yang telah diteliti sebelumnya (To) atau telah dibuat Data Dasar (Base Line) Aspek Sosialnya tahun 2006.

1.3.2. Pengumpulan Data

Page 28: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 6

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Dalam metode kuantitatif kegiatan yang dilakukan adalah survei dengan menggunakan daftar pertanyaan yang didesain secara tertutup dan setengah tertutup. Metode survei digunakan untuk mewawancarai para responden rumah tangga dan individu.

Metode kualitatif lebih menekankan pengumpulan data yang sifatnya kualitatif. Kegiatan yang digunakan adalah wawancara terbuka dan observasi lapangan. Metode kualitatif ini memberikan peluang kepada para peneliti untuk menggali data dan informasi yang lebih mendalam dan kontekstual dari para informan sesuai dengan kondisi dan kejadian di lokasi kajian.

Instrumen penelitian Dengan menggunakan metode penelitian tersebut di atas, kajian ini dibekali dengan 2 paket instrumen, yaitu daftar pertanyaan/ kuesioner dan pedoman wawancara. Daftar pertanyaan terdiri dari daftar pertanyaan untuk rumah tangga dan individu.

- Daftar pertanyaan Daftar pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daftar Pertanyaan Survei Benefit Monitoring Evaluation (BME) Sosial - Ekonomi. Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis daftar pertanyaan, yaitu Daftar Pertanyaan Rumah Tangga dan Daftar Pertanyaan Individu/ Perorangan. Dalam Daftar Pertanyaan Rumah Tangga terdiri 6 bagian, yaitu : (1). Pengenalan Tempat; (2) Keterangan Rumah Tangga; (3). Keterangan Pencacahan; (4). Keterangan Anggota Rumah Tangga; (5). Ekonomi Rumah Tangga; dan (6). Pemilikan Aset Rumah Tangga. Sementara Daftar Pertanyaan Individu terdiri dari dua bagian, yaitu : (1). Pengetahuan dan Partisipasi Responden dalam COREMAP; dan (2). Manfaat COREMAP untuk Kehidupan Ekonomi.

Page 29: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 7

- Pedoman wawancara terbuka Dalam penelitian ini wawancara terbuka dilakukan dengan para stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan COREMAP di tingkat kabupaten dan lokasi. Selain itu wawancara terbuka juga dilakukan dengan informan dari berbagai unsur yang terkait dengan kegiatan kenelayanan. Agar wawancara lebih terarah, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kajian wawancara terbuka dilakukan dengan menggunakan pedoman. Pedoman in berupa daftar dari poin-poin penting yang diteliti. Poin-poin tersebut oleh para peneliti dikembangkan dan dilakukan cek dan recek di lapangan. Peneliti berhenti melakukannya apabila telah mendapatkan pemahaman yang komprehensif, mendalam dan solid dari informan-informan kunci dan narasumber yang mewakili stakeholders dalam masyarakat nelayan.

Beberapa poin informasi penting berkaitan dengan pengelolaan dan kegiatan COREMAP di tingkat kabupaten yang dikumpulkan melalui wawancara terbuka diantaranya adalah: kegiatan public awareness, pengawasan (MCS), pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) dan CRITC (Coral Reef Information and Training Center). Narasumber atau informan di tingkat kabupaten diantaranya adalah Ketua PMU, KPA, Pemegang Komitmen, para penanggung jawab dan konsultan pada masing-masing kegiatan.

Di tingkat lokasi informasi yang dikumpulkan berkaitan dengan pengelolaan dan kegiatan COREMAP meliputi: pembentukan, kegiatan dan kinerja LPSTK, POKMAS dan PokWasMas. Kegiatan kinerja dan kendala yang dihadapi oleh para motivator dan Co-Fasilitator.

Pengambilan sampel rumah tangga Tujuan BME sosial - ekonomi utamanya adalah melihat perkembangan kondisi sosial - ekonomi masyarakat, terutama

Page 30: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 8

gambaran tentang pendapatan rumah tangga dan per – kapita di lokasi COREMAP. Berkaitan dengan tujuan tersebut maka survei BME dilakukan pada populasi yang sama dengan populasi pada saat melakukan baseline study (T0).

Populasi baseline adalah seluruh rumah tangga yang ada di 8 dusun di Desa Botohilitano. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, diputuskan untuk melakukan survei di beberapa dusun. Pemilihan dusun sebagi lokasi survei dilakukan secara porpusif dengan pertimbangan keragaman latar belakang mata pencaharian penduduk dan keterwakilan dari karakteristik masing-masing dusun. Dari 8 dusun yang ada dipilih 4 dusun sebagai lokasi survei, yaitu: Dusun tradisionail 1 dan 2, Dusun Sorake dan Dusun Hilisaloo. Dusun Sorake, merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat dengan latar belakang mata pencaharian penduduk cukup beragam. Sedangkan Dusun tradisionil 1 dan 2 merupakan pusat pemukiman para tetua adat di mana beberapa keputusan berkaitan dengan masalah adat dan kegiatan desa diputuskan di dusun ini. Sementara itu Dusun Hilisaloo merupakan Dusun yang secara geografis letaknya cukup jauh dari pusat kegiatan Desa Botohilitano (Dusun Sorake dan Dusun Tradisionil 1 dan 2) dengan akses jalan yang kondisinya rusak parah. Mempertimbangkan kendala teknis pelaksanaan survei dan kondisi masyarakat yang sebagian masih hidup dalam tenda-tenda pengungsian maka sampel survei diputuskan sekitar 50 rumah tangga. Pemilihan rumah tangga sampel dilakukan secara insidental random sampling.

Pada tahun 2008 kondisi masyarakat telah pulih kembali, tidak ada yang hidup di pengungsian dan secara umum aktifitas ekonomi masyarakat sudah berjalan seperti sebelum gempa terjadi maka sampel survei diputuskan menjadi 100 rumah tangga. Perincian 100 rumah tangga tersebut adalah 50 rumah tangga merupakan sampel dari baseline study dan sisanya difokuskan pada rumah tangga yang anggota rumah tangganya menjadi anggota Pokmas Gender, Pokmas Usaha Ekonomi Produktif (UEP) dan Pokmas Konservasi.

Page 31: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 9

1.3.3. Pengolahan dan Analisis Data Dari hasil penelitian ini telah menghasilkan data rumah tangga dan individu dari daerah penelitian diolah secara komputerisasi. Data entry menggunakan program SPSS data entry versi 4. Melalui tahapan cleaning, data tersebut diolah dengan SPSS 13 for Windows. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tabel-tabel frekuensi (frequency tabulation) dan tabel-tabel silang (cross tabulation), dan diagram. Tabel dan diagram tersebut digunakan untuk mendeskripsikan kondisi kenelayanan dan kegiatan serta manfaat program COREMAP.

1.4. ORGANISASI PENULISAN Laporan ini diawali dengan pendahuluan yang isinya mencakup justifikasi permasalahan mengapa melakukan penelitian, tujuan dan bagaimana penelitian ini dilakukan. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran daerah penelitian dijelaskan panjang lebar pada BAB II tentang keadaan geografis, potensi sumberdaya baik alam dan sumberdaya manusia atau kependudukan. Adapun program COREMAP dan implementasinya dijelaskan pada BAB III. Uraian pada bab ini mencakup program dan kegiatan yang telah dilaksanakan selama COREMAP berjalan kurang lebih dua tahun. Selain itu dalam bab ini juga akan dibahas tentang pengelolaan COREMAP dan kendala yang dihadapi pada tataran kabupaten dan pada tingkat desa. Pada Bab IV diuraikan tentang pendapatan masyarakat dan perubahannya untuk melihat indikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi. Uraian tentang perubahan pendapatan didasarkan atas hasil baseline social ekonomi yang dilakukan pada tahun 2005 dibandingkan dengan hasil BME sosial-ekonomi yang dilaksanakan tahun 2008. Dalam bab ini juga dikemukakan tentang faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi pendapatan.

Page 32: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 10

Laporan ini ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi yang diangkat berdasarkan isu-isu dan temuan pokok dalam kajian.

Page 33: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 11

BAB II

PROFIL LOKASI PENELITIAN

2.1. KEADAAN GEOGRAFIS

ias adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera, tepatnya di provinsi Sumatera Utara. Posisinya berada diantara pulau Simeleu yang terletak di sebelah

utaranya dan pulau Mentawai yang terletak di sebelah selatannya. Diantara gugusan ketiga pulau itu terdapat pulau-pulau kecil baik yang termasuk ke dalam wilayah administrasi Nias, Simelue maupun Mentawai. Secara geografis, gugusan ini terletak memanjang di tengah laut di sebelah barat Sumatera. Luas pulau Nias adalah sekitar 5625 km² dengan panjang 120 km dan lebar 40 km. Pada saat gempa bumi dan tsunami yang berpusat di dekat Simelue mengguncang Samudera Hindia, pulau Nias merupakan salah satu pulau yang terkena dampak paling parah.

Sebagaimana kondisi geografis khas Sumatera, kondisi geografis pulau Nias juga menunjukkan karakter yang kurang lebih sama. Berbukit-bukit dan bergunung-gunung adalah ciri khas kondisi geografis pulau Nias, mulai dari utara sampai selatan dan mulai dari barat sampai timur. Hampir tidak ditemukan dataran landai di pulau Nias kecuali lokasi-lokasi tertentu yang menjadi areal persawahan penduduk asli tetapi itupun sangat sempit. Keberadaan sawah-sawah penduduk asli yang sempit itu terletak diantara bukit-bukit terjal sehingga secara umum dataran Nias merupakan perbukitan.

Bukit-bukit di Nias sekaligus juga menjadi rumah tradisional penduduk asli. Orang Nias bisa dikatakan “orang gunung” atau “orang pedalaman” yang tinggal di celah-celah bukit yang terjal itu dan di lereng-lereng gunung yang curam. Hal ini setidaknya ditunjukkan dengan keberadaan rumah-rumah adat suku-suku di

N

Page 34: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 12

seluruh Nias yang tersebar di berbagai perbukitan bahkan di puncak-puncak yang sangat terjal. Kebudayaan orang Nias agaknya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan alamiahnya sebagai “orang gunung”.

Kondisi ini setidaknya memunculkan pertanyaan terkait Coremap, sejak kapan mereka mulai turun ke pantai dan memulai mata pencaharian sebagai nelayan? Berdasarkan fakta perkembangan teknologi penangkapan ikannya, umur mereka sebagai nelayan belumlah terlalu tua. Secara arkeologis, tidak terdapat bukti-bukti artefak ataupun benda kemaritiman yang menunjukkan bahwa orang Nias sudah lama bergelut dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Memperhatikan teknologi penangkapan ikannya yang masih sangat sederhana dan cenderung kurang berkembang, bisa dikatakan bahwa penduduk Nias belum lama terjun ke dunia nelayan. Sampai sekarangpun kenyataannya sebagian besar dari mereka masih tergantung pada mata pencahaian sebagai petani, sedangkan yang sudah memulai menjadi nelayanpun juga tidak terlepas dari mata pencaharian sebagai petani.

Kondisi georafis kemungkinan bisa menjadi salah satu penjelas mengapa kehidupan kenelayanan di kalangan penduduk Nias kurang berkembang. Pantai-pantai di Nias yang curam, ombak yang besar dan yang paling penting adalah tiadanya dukungan yang memadai dari program-program pembangunan setidaknya menjadi penjelas mengapa pulau Nias sampai sekarang masih terkesan terpencil walaupun sejak masa kolonial sudah menjadi tujuan utama misionaris. Sebagai sebuah gugusan kepulauan bersama pulau Simeleu dan pulau Mentawai serta pulau-pulau kecil di sekitarnya seharusnya pembangunan mengutamakan pendekatan kemaritiman sehingga ada pendekatan yang sebanding dengan kondisi kepulauannya yang terpisah-pisah oleh lautan. Namun demikian, tidaklah demikian dengan pulau Nias. Kondisi geografisnya tampaknya lebih mempengaruhi secara dominan karakteristik kehidupan masyarakatnya dibandingkan dengan intervensi pembangunan yang selama ini di klaim oleh pemerintah pusat telah berkembang.

Page 35: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 13

2.1.1. Nias Selatan Nias Selatan beribukota di Teluk Dalam. Letaknya berada pada posisi lintang utara 1°32' - 0°34' lintang selatan, dan bujur timur 97°46' - 90°38' bujur timur. Permukaan tanahnya berada diantara 0 sampai dengan 800 dpl. Dengan demikian topografi wilayah ini memiliki tingkat kemiringan antara 0 sampai dengan 40% atau berbukit-bukit. Formasi geologinya antara lain terdiri dari alluvium yang terutama terletak di daerah pantai. Sedangkan formasi lainnya berupa pegunungan yang mengitarinya. Iklim yang berpengaruh di pulau ini secara keseluruhan adalah iklim tropika dengan variasi temperatur antara 17°-32° celcius. Sebagaimana daerah tropika Indonesia lainnya, Nias Selatan juga memiliki kelembaban yang tinggi yakni mencapai (80-92)%.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pulau Nias merupakan satu kesatuan wilayah administrasi kabupaten yakni kabupaten Nias yang mencakup pulau Nias dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Namun demikian sesudah reformasi dan diberlakukannya sistem pemerintah otonomi daerah, pulau Nias mulai dipecah. Pemecahan wilayah administrasi kabupaten ini dimaksudkan untuk memudahkan dan mendekatkan pelayanan publik yang dijalankan dengan sistem pemerintahan yang baru yakni sistem pemerintahan otonomi daerah ini agar lebih efisien. Dengan pemecahan wilayah administrasi kabupaten itu maka lahirlah dua kabupaten di pulau Nias yakni kabupaten Nias Utara dan kabupaten Nias Selatan.

Selain isu sistem administrasi publik, pemecahan kabupaten ini juga diwarnai dengan isu lain menyangkut persoalan identitas kesukuan. Suku-suku Nias yang walaupun pada masa pemerintahan Orde Baru merasa menjadi satu sebagai suku Nias namun sesungguhnya pada masa reformasi dan otonomi daerah merasa memiliki identitas kesukuan yang berbeda-beda. Perbedaan ini terutama ditunjukkan dengan dialek keseharian yang mana dialek orang-orang Nias Utara pada kenyataannya berbeda dengan dialek orang-orang Nias Selatan.

Page 36: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 14

Lebih lanjut perbedaan muncul pada pemahaman kebudayaan secara keseluruhan baik menyangkut sejarah teologi tradisional mereka masing-masing sampai ke ciri arsitektur bangunan adatnya. Perbedaan yang dimaknai secara tajam ini bahkan pernah memicu konflik diantara mereka yang bahkan sama-sama berada di wilayah administrasi Nias Selatan namun pembedaan identitasnya sudah mulai dilihat pada kelompok, bukan lagi budaya secara umum. Menguatnya identitas kelompok ini tidak bisa dilepaskan dari penciptaan ruang politik melalui sistem otonomi daerah ini.

Namun demikian terlepas dari persoalan itu, pemecahan wilayah atau yang selanjutnya biasa disebut pemekaran wilayah itu mempunyai tujuan-tujuan pragmatis yang juga penting. Ibukota kabupaten Nias Selatan dipusatkan di wilayah kecamatan Teluk Dalam sehingga secara strategis, Teluk Dalam sekarang memiliki kepentingan pragmatis yang besar misalnya pembangunan fisik dan infrastruktur kota kabupaten, pelayanan publik yang meningkat, penciptaan ruang bisnis dan perdagangan serta jasa-jasa lainnya. Selain itu, meningkatnya status administrasi Teluk Dalam dari kota kecamatan menjadi kota kabupaten juga meningkatkan arti penting kota ini sebagai salah satu titik dari jalur transportasi di wilayah Sumatera. Hal ini antara lain terlihat dengan mulai dibangunnya lapangan udara di dekat Teluk Dalam dan meningkatnya pelayaran ke daerah ini dari daerah-daerah lain serta meningkatnya transportasi darat utara-selatan baik melalui jalur pantai timur Nias maupun jalur pantai barat Nias.

Dalam pemekaran wilayah administrasi kabupaten ini, kabupaten Nias Selatan mendapatkan bagian wilayah yang lebih kecil dari Nias Utara. Luas kabupaten Nias Selatan adalah sekitar 1825 km² atau sekitar 32% dari luas keseluruhan pulau Nias. Batas antara Nias Selatan dengan Nias Utara ditandai dengan batas alam dan batas kultural berupa pusat kebudayaan masyarakat Nias yang terletak di sekitar Gomo. Sebagai kabupaten baru, Nias Selatan terdiri dari 8 wilayah administrasi kecamatan, 2 wilayah administrasi kelurahan dan 212 wilayah administrasi desa. Walaupun wilayah administrasi kabupaten Nias Selatan memiliki luas wilayah yang lebih kecil dari Kabupaten Nias Utara namun wilayah kabupaten Nias Selatan

Page 37: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 15

memiliki pulau-pulau kecil yang lebih banyak yang terletak di sekitar wilayah administrasi kecamatan Pulau Batu. Berdasarkan statistik, kabupaten Nias Selatan terdiri dari 104 pulau. Pulau-pulau kecil utamanya antara lain pulau Tanah Bala seluas 39,67 km², pulau Tanah Masa 32,16 km², pulau Telo 18,00 km², dan pulau Pini 24,36 km². Pulau-pulau kecil lainnya tersebar di sekitar kepulauan Batu.

Dengan demikian wilayah kabupaten baru Nias Selatan meliputi bagian daratan pulau Nias di belahan selatan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Kondisi geografis daratan kabupaten ini tidak jauh berbeda dengan kondisi geografis pulau Nias secara keseluruhan yakni berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Sedangkan kondisi geografis pulau-pulau kecilnya tipikal pulau kecil yakni daratan yang sempit yang cenderung landai dan dikelilingi lautan. Secara keseluruhan, wilayah administrasi kabupaten Nias Selatan bisa dikatakan merupakan gabungan antara belahan daratan dan gugusan kepulauan kecil. Dengan kata lain, luas wilayah lautan juga cukup mendominasi kondisi geografis kabupaten Nias Selatan. Perpaduan antara belahan daratan, pulau-pulau kecil dan lautan ini menjadikan wilayah kabupaten Nias Selatan menjadi unik.

2.1.2. Desa Botohilitano Desa Botohilitano adalah salah satu desa tradisional penduduk Nias Selatan dimana program Coremap ini dilaksanakan. Sebagaimana desa-desa tradisional lainnya di Nias Selatan, desa Botohilitano juga memiliki karakteristik khas yang berbeda dengan desa-desa lainnya di pulau lain seperti di Jawa umumnya. Sebagai desa tradisional, desa Botohilitano memiliki struktur wilayah desa dan struktur adat selain pemerintahan desa yang unik. Dalam banyak hal, struktur wilayah dan adat ini masih mempengaruh kehidupan keseharian penduduk desa Botohilitano. Struktur wilayah mencerminkan pembagian keruangan wilayah desa dalam beberapa bagian wilayah seperti pusat dan pinggiran. Sedangkan struktur adat merepresentasikan kekuasaan adat yang mengatur kehidupan sosial-budaya masyarakat keseharian yang juga tercermin dari struktur wilayahnya itu.

Page 38: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 16

Sebagaimana disinggung dimuka, struktur wilayah dan adat desa Botohilitano tidak bisa dilepaskan dari kondisi geografisnya. Posisi atas atau puncak menempati arti penting baik secara geografis maupun secara adat. Posisi atas atau puncak ditunjukkan dengan posisi geografis yang terletak di puncak bukit yang bermakna bahwa kekuasaan adat tertinggi. Di puncak-puncak bukit inilah biasanya desa-desa tradisional di Nias Selatan termasuk desa Botohilitano meletakkan pusat adatnya. Di desa Botohilitano, puncak bukit dari desa ini merupakan pusat desa yang pada jaman dahulu merupakan pusat adat atau yang sekarang disebut sebagai desa tradisional. Ditempat tertinggi inilah persoalan-persoalan adat diatur sehingga dengan demikian ia juga merepresentasikan pusat kekuasaan secara geografis jika dibandingkan dengan wilayah desa lain yang terletak di bawahnya.

Arti penting kondisi geografis ini telah dimaknai sejak lama secara turun-temurun oleh orang Nias khususnya dalam hal ini adalah orang-orang di desa Botohilitano. Hirarki kekuasaan adat berdasarkan kondisi geografis dimana puncak bukit merepresentasikan kekuasaan adat tertinggi tidak lain mencerminkan kebudayaan mereka sebagai “orang gunung”. Selain tentunya hirarki geografis ini juga mengandung unsur pragmatis seperti misalnya alasan strategis dalam konteks perang suku dimana posisi bukit bisa digunakan untuk melihat sekeliling secara lebih leluasa dan menjadi pertahanan alamiah mereka dari serangan musuh-musuhnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tradisi perang suku pada jaman dahulu di kalangan orang Nias juga merupakan tradisi “perang gunung” bukan “perang laut” yang berarti mereka bukanlah suku laut melainkan adalah suku-suku pedalaman.

Kebudayaan suku pedalaman seperti ini sampai sekarang masih melekat di kalangan penduduk desa Botohilitano, minus perang sukunya. Diluar itu, kehidupan tradisional masih sangat kental, begitu pula dengan sistem pemerintahan dan kemasyarakatannya yang seolah terbelah dua yakni sistem pemerintahan desa dan adat. Dalam banyak hal menyangkut program-program pembangunan desa, kekuasaan adat terkadang masih sangat berpengaruh dalam

Page 39: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 17

menentukan distribusi akses program sehingga berbagai program seringkali dikuasai kelompok secara dominan. Wilayah-wilayah pinggiran desa yang jauh dari pusat kekuasaan adat ini seringkali tidak merasakan akses program pembangunan itu, sebaliknya penduduk yang tinggal di sekitar pusat kekuasaan lebih sering menikmati akses program itu. Dalam hal ini, pemerintah desa yang dipimpin oleh kepala desa tunduk pada aturan adat sehingga fungsinya dalam pengaturan pemerintahan desa tidak lebih operasional daripada kekuasaan adat yang cenderung tersembunyi tetapi memainkan sisi kehidupan keseharian.

Di desa Botohilitano, infrastruktur adat seperti balai pertemuan, rumah-rumah pembesar adat, simbol-simbol kekuasaan adat dan sebagainya keseluruhannya terletak di atas atau di bukit. Dalam sejarahnya, masyarakat desa ini juga tinggal diatas atau di bukit. Perkembangan penduduk desa dilakukan secara adat dengan memperhitungkan lokasi secara adat. Dusun Hilisalo’o misalnya, yang merupakan dusun pengembangan diletakkan di ujung wilayah desa yang sulit dijangkau orang luar. Pengembangan dusun-dusun sebagai konsekwensi bertambahnya penduduk tidak dilakukan secara sembarangan seperti di wilayah yang aksesnya terbuka seperti yang terjadi pada perkembangan dusun Sorake dekat pantai. Perkembangan penduduk di dusun Sorake tidak terjadi secara tradisional atau secara adat melainkan sebagai dampak dari perkembangan pariwisata pantai di desa itu. Dengan demikian, dusun Sorake bukanlah dusun tradisional yang diskenariokan secara adat, melainkan berkembang diluar rencana adat. Pola dusun tradisional dan yang bukan tradisional seperti dusun Hilisalo’o dan dusun Sorake juga berbeda. Pada dusun tradisional Hilisalo’o, pola ruang dusunnya memanjang dengan garis as jalan ditengahnya yang diikuti permukiman penduduk berderet dan saling berhimpitan disamping kanan dan kirinya. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan melihat kedatangan orang asing ataupun musuh pada masa lalu. Sedangkan pola dusun yang bukan tradisional seperti dusun Sorake sama sekali tidak mengikuti aturan adat seperti itu dimana pola ruangnya cenderung tidak beraturan, tidak ada as jalan,

Page 40: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 18

permukiman terpencar atau lebih mirip pola rung kampung yang ada di berbagai tempat di Indonesia yang tidak dipengaruhi aturan adat.

Perkembangan diluar adat ini tampaknya pula yang mempengaruhi perubahan kebudayaan mereka secara tradisional. Sebagaimana disampaikan dimuka, sebagai konsekwensi menjadi ”orang gunung”, penduduk desa Botohilitano bersumber mata pencahariannya ladang, sawah, dan kebun yang berada disekitar bukit-bukit. Basis produksinya diletakkan pada lahan atau tanah pertanian. Namun demikian, perkembangan di dusun Sorake memperlihatkan kecenderungan yang berbeda yang menimbulkan perubahan secara mendasar. Berkembangnya dusun Sorake selain menandai era pariwisata di desa ini juga menandai perubahan basis produksi masyarakatnya. Sebagian besar penduduk dusun Sorake kini bermata pencaharian sebagai pengembang sektor jasa penginapan yang berlokasi di sepanjang pantai. Hal ini tampaknya juga membangkitkan keinginan sebagian penduduk desa untuk melakukan pencarian sumber-sumber mata pencaharian dari sumber daya laut, seperti ikan, udang, kerang, kepiting, karang dan sebagainya yang sebagian ditujukan untuk mencukupi kebutuhan konsumsi wisatawan. Dengan demikian perubahan ini telah menghantarkan sebagian penduduk desa Botohilitano kepada mata pencaharian sebagai nelayan.

Walaupun telah diperkenalkan dengan mata pencaharian baru yang berbasis pada kelautan namun penduduk desa pada dasarnya tidak bisa meninggalkan sektor pertanian begitu saja. Mereka yang bermata pencaharian sebagai nelayan pada umumnya juga merupakan petani. Hal ini disebabkan karena mereka tidak bisa tumbuh sebagai nelayan besar dengan teknologi yang maju. Selain infrastruktur, kondisi geografis di desa Botohilitano berupa pantai yang curam juga menjadi masalah pengembangan sektor kenelayanan ini. Sesudah gempa bumi dan tsunami yang melanda desa ini beberapa waktu lalu, permukaan pantai desa Botohilitano terangkat ke atas sehingga pantai di desa itu semakin terjal. Terangkatnya permukaan pantai itu menyebabkan perahu-perahu nelayan tidak bisa lagi bersandar di pantai. Nelayan-nelayan yang kehilangan perahunya pada saat gempa bumi dan

Page 41: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 19

tsunami kini tidak ada lagi yang membeli perahu lagi. Mereka kehilangan peralatan tangkap yang utama dan kini hanya mencari ikan di pantai di karang-karang sambil menyelam, memancing atau menembak ikan serta memasang perangkap udang.

Dengan adanya perubahan permukaan pantai ini nelayan banyak mengalami kemunduran dalam teknologi penangkapan ikan. Apabila sebelum gempa bumi dan tsunami mereka masih bisa menjaring dan memancing di tengah lautan dengan menggunakan perahu bermotor maka kini mereka hanya bisa memancing dan menembak serta memerangkap ikan, udang dan kepiting di pantai saja. Kendatipun demikian, jumlah nelayan yang mempertahankan mata pencaharian ini sebagai mata pencaharian tambahan masih cukup banyak. Kegiatan ini sekarang banyak dilakukan penduduk pada malam hari dan ditujukan sebagai sumber penghasilan tambahan bagi mata pencaharian utama mereka yakni petani yang membutuhkan waktu kerja pada siang hari.

Perubahan-perubahan struktur wilayah dan kondisi topografis pantai ini pada dasarnya telah mempengaruhi hubungan-hubungan sosial masyarakat desa yang selama ini dipengaruhi oleh kekuasaan adat dan pemerintahan desa. Pusat desa secara tradisional mungkin masih mengikuti simbolisasi geografis dimana atas atau puncak merupakan pusat kekuasaan namun demikian pada kenyataan dusun Sorake yang berkembang diluar skenario adat karena pariwisata itu telah menjadi pusat aktivitas perekonomian masyarakat desa yang baru. Berbagai aktivitas ekonomi seperti jasa telah berkembang cukup pesat di dusun ini sehingga mampu mengubah konstelasi perekonomian desa yang dipengaruhi oleh pandangan adat. Walaupun gempa dan tsunami telah memporak-porandakan mata pencaharian baru mereka yakni nelayan namun penghasilan dari laut telah memberikan alternatif ditengah penguasaan sumber daya pertanian yang semakin terstratifikasi.

2.1.3. Aksesibilitas Desa Botohilitano terletak di ujung selatan pulau Nias. Letaknya di daratan pulau Nias dan menghadap ke Samudera Indonesia. Desa

Page 42: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 20

Botohilitano memiliki luas sekitar 30 km² atau sekitar 3050 ha. Rasio luas desa ini terhadap desa-desa lainnya di wilayah kecamatan Teluk Dalam adalah 5,48%. Dengan demikian desa Botohilitano merupakan desa terluas ketiga di wilayah kecamatan Teluk Dalam setelah desa Hilisimaetano dan desa Hilimaenamolo. Dari kota kecamatan teluk dalam, desa ini berjarak sekitar 13 km. Dengan kondisi jalan aspal yang relatif baik, jarak tempuh desa ini ke kota Teluk Dalam sekitar 30 menit. Sarana jalan yang baik juga memudahkan mobilitas penduduk desa ke kota kecamatan sehingga tingkat mobilitas penduduk menjadi tinggi. Mobilitas keseharian dilakukan oleh pelajar sekolah, pekerja di sektor non-pertanian seperti pegawai pemerintah, pegawai swasta, pedagang, penyedia jasa transportasi dan sebagainya.

Aksesibilitas ke dan dari desa ini relatif mudah namun pada dusun-dusun tertentu seperti dusun Hilisalo’o aksesibiltasnya sangat sulit. Jalanan aspal sudah menghubungkan kota Teluk Dalam dengan desa ini dan menghubungkan sekeliling pulau Nias hingga ke Gunung Sitoli. Disamping itu jalan di desa ini juga merupakan penghubung jalan-jalan di pantai barat Nias yang menembus ke bagian tengah hingga ke Gunung Sitoli. Secara keseluruhan, jalan-jalan lingkar pulau Nias yang mengitari pulau ini kondisinya sudah relatif bagus dan mudah dijangkau, namun untuk masuk ke wilayah desa apalagi ke dusun-dusunnya yang terpencil masih kurang memadai.

Di dalam desa belum tersedia aksesibilitas untuk komunikasi antar dusun karena tidak adanya sambungan telepon kabel. Namun dengan semakin banyaknya peredaran telepon genggam nir kabel, beberapa penduduk sudah mulai berkomunikasi dengan sesamnya antar dusun dan penduduk diluar desa bahkan di daerah yang jauh melalui telepon genggam ini. Disisi lain satelit juga mempermudah sebagian penduduk desa untuk mengakses siaran televisi yang lebih luas dengan menggunakan peralatan antena parabola sehingga dengan demikian mereka juga terkoneksi dengan dunia luar semakin intensif.

Di dalam desa aksesibilitas penduduk antar dusun justru masih memprihatinkan. Terutama dusun Hilisaloo, dusun yang sangat terpencil di desa ini, penduduk seperti terisolasi. Jalanan menuju dusun ini hanya merupakan jalanan setapak yang dilalui para pejalan

Page 43: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 21

kaki. Pada musim penghujan, kendaraan motor roda dua pun tidak mungkin melaluinya. Penduduk keluar dusun untuk keperluan menjual hasil tangkapan udang lobster, sedangkan anak-anak ke luar dusun untuk sekolah setingkat SMP. Mereka berjalan kaki sekitar satu jam perjalanan. Sementara itu dusun-dusun lainnya relatif mudah karena sudah terhubungkan jalanan batu yang dipadatkan.

2.1.4. Kesenjangan Antar Dusun

Diantara dusun-dusun di desa Botohilitano terdapat kesenjangan menyangkut fasilitas sarana dan prasarana umum. Kondisi geografis desa yang berbukut-bukit memungkinkan satu dusun relatif mudah terjangkau namun dusun yang lain mengalami keterisolasian secara lokasi. Hal ini antara lain disebabkan karena pembangunan sarana dan prasarana yang sangat terbatas dan sebaliknya karena isolasi geografis menyulitkan pembangunan itu sendiri dilaksanakan.

Di desa Botohilitano dusun-dusun yang relatif terakses oleh pembangunan sarana dan prasarana umum antara lain dusun Sorake. Dusun ini relatif cepat terbangun karena berkembangnya sarana dan prasarana pariwisata di pantai Sorake. Disamping itu dusun ini relatif terbuka dan bahkan paling mudah diantara dusun-dusun lain diakses dengan kendaraan bermotor dari tempat lain. Sarana jalan dan jembatan yang menghubungkan jalan utama ke dusun ini karena lokasi pariwisata itu telah memudahkan orang menuju dusun ini. Kendaraan umum dari dan ke Teluk Dalam juga melewati dusun ini sehingga penduduk setempat dapat mengakses transportasi dengan mudah.

Dusun yang lain yang relatif terbangun adalah dusun tradisional yang merupakan pusat desa Botohilitano. Disebut pusat karena secara historis dusun tradisional merupakan cikal bakal terbentuknya desa ini. Mula-mula penduduk hanya menempati lokasi dusun tradisional itu dan membangun rumah sesuai adat mereka yakni menyerupai lorong. Seiring berkembangnya penduduk desa baik yang berasal dari kelahiran maupun kedatangan permukiman penduduk terus mengalami perluasan.

Page 44: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 22

Perkembangan permukiman penduduk ini bersifat konsentris yang artinya bentuk permukiman itu mengelompok. Perluasan permukiman juga dilakukan dengan cara yang sama dengan dusun awalnya yakni menyerupai lorong disebelah permukiman awal. Secara tata ruang dapat ditemukan bentuk-bentuk konsentris dari permukiman awal, kemudian ke perluasan permukiman berikutnya dan seterusnya. Hanya perkembangan terakhir terutama yang dipengaruhi oleh pariwisata di dusun Sorake pola konsentris dari permukiman penduduk ini tidak lagi digunakan.

Dengan pertimbangan itu banyak fasilitas umum yang berupa sarana dan prasarana dibangun di sekitar permukiman penduduk. Fasilitas itu antara lain seperti sekolah dasar dan juga terdapat satu sekolah lanjutan yang masih menumpang di gedung sekolah dasar, kemudian sarana ibadah utama yakni gereja, pengerasan jalan, warung-warung, penggilingan padi, koperasi, industri rumah tangga, dan sebagainya. Sebagaimana dicatat dalam statistik di desa ini terdapat 12 industri rumah tangga dan satu industri kecil.

Sementara itu satu-satunya dusun yang terisolasi adalah dusun Hilisalo’o. Dusun ini merupakan perkembangan perluasan permukiman penduduk dusun tradisional. Pada awalnya hanya para penjaga kebun saja yang tinggal di dusun ini tetapi lambat laun semakin banyak orang berdatangan seiring dengan semakin berkembangnya penduduk di dusun tradisional. Hampir semua warga dusun Hilisaloo berasal dari dusun tradisional sehingga diantara mereka terdapat hubungan kekerabatan.

Berbeda dengan Sorake, perkembangan dusun Hilisaloo masih mengikuti tradisi permukiman asli yakni menyerupai lorong. Rumah-rumah penduduk dibangun secara berhimpitan menyesuaikan dengan bentuk adatnya. Rumah-rumah di Hilisaloo masih terkesan sangat tradisional dalam pengertian bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumahnya seperti kayu-kayu yang mulai lapuk, atap rumbia, dan sarana jalan tanah. Kondisi dusun Hilisaloo jauh memprihatinkan jika dibandingkan dengan dusun tradisional apalagi dengan Sorake.

Page 45: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 23

Jaraknya yang jauh dari dusun tradisional dan tidak terdapat akses jalan menuju dusun Hilisaloo kecuali jalan setapak maka pembangunan sarana dan prasarana di dusun itu jauh tertinggal. Di dusun itu misalnya hanya terdapat satu sekolah dasar yang kondisi bangunannya sangat memprihatinkan. Sebelum bencana gempa bumi, bangunan sekolah dasar itu sudah miring ke kanan seperti sudah hampir roboh. Setelah gempa bumi bangunan sekolah dasar itu menjadi tegak lagi namun struktur bangunan yang menopangnya sudah semakin rapuh. Paska gempa bumi pihak sekolah dengan bantuan asing terpaksa membangun tempat darurat untuk proses belajar mengajar di halaman sekolah.

2.2. POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN PENGELOLAANNYA

2.2.1. Keadaan Sumber Daya Alam

Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, desa Botohilitano terdiri dari suatu wilayah daratan yang bergelombang dan berbukit-bukit yang cukup luas bahkan salah satu yang terluas di wilayah kecamatan Teluk Dalam. Luas wilayah desa ini mencapai 30 km², paling luas setelah desa Hilisimaetano dan desa Hilimaenamolo di wilayah kecamatan Teluk Dalam. Sebagai suatu desa yang terletak di tepian pantai dan yang memiliki tradisi serta pengaruh daratan yang sangat kuat, desa dan masyarakat desa Botohilitano termasuk unik terkait dengan karakteristik sosial budaya masyarakatnya, ekosistem, dan sumber daya alamnya.

2.2.1.1. Sumber Daya Agraris

Dalam UUPA 1960 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan sumber daya agraria tidak hanya terdiri atas tanah melainkan juga meliputi air dan udara. Dengan demikian tidaklah kurang tepat jika pada bagian ini Botohilitano digambarkan sebagai suatu daerah agraris pula, maksudnya daerah yang mengandalkan sumber daya alamnya seperti tanah, air termasuk laut dan udara untuk menopang

Page 46: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 24

kehidupan serta kelangsungan hidup masyarakatnya secara berketurunan.

Istilah agraris pada bagian ini juga dimaksudkan untuk memberikan kesan bahwa Botohilatano merupakan desa pantai namun masyarakatnya tidak sepenuhnya tergantung pada sumber daya laut. Salah satu pernyataan yang menguatkan hal ini antara lain disampaikan oleh Laiya (1983). Dia menyebutkan bahwa karena tanahnya yang subur dan iklimnya yang baik maka pulau Nias menjadi daerah pertanian yang sangat cocok sekali, sehingga mata pencaharian utama penduduk adalah bertani.

Laiya bahkan sama sekali tidak menyinggung kehidupan masyarakat desa Botohilitano setidaknya juga sebagai masyarakat nelayan. Dia cenderung menyebutkan kondisi-kondisi yang menyerupai karakteristik serta tipologi masyarakat agraris yang bahkan merujuk pada pengertian masyarakat petani. Hal ini antara lain disebutkan bahwa desa Botohilitano terletak di puncak bukit, yang mungkin benar sampai dengan sebelum tahun 1980-an dengan tidak memberikan penjelasan keberadaannya yang juga dekat atau bahkan termasuk bagian dari daerah pesisir. Jika yang dimaksudkan desa di puncak bukit itu adalah dusun tradisonal maka jarak desa itu ke pantai tidak lebih dari satu kilometer dimana masyarakatnya terbiasa berjalan kaki ke pantai.

Kecenderungan untuk menyebutkan daerah agraris yang condong ke masyarakat petani, bukan nelayan, bahkan juga tampak pada angka-angka statistik yang ditampilkan oleh pemerintah kecamatan dalam buku Kecamatan Teluk Dalam dalam Angka. Pada bagian pemanfaatan lahan disebutkan antara lain tanah sawah seluas 300 ha, tanah kering 2675 ha, dan bangunan pekarangan 25 ha. Sementara itu tidak ada rincian ataupun laporan di dalam buku itu yang menyebutkan wilayah perairan termasuk produksi ikan nelayan setempat, bahkan pun alat-alat produksi nelayan seperti perahu dan peralatan tangkapnya tidak disebutkan di buku itu. Secara statistik kemunculan sekelompok komunitas nelayan setidaknya sesudah penelitian Laiya atau kira-kira setelah era 80-an di desa itu telah

Page 47: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 25

diabaikan keberadaannya dan dengan demikian statistik itu mengandung bias daratan.

Selama penelitian lapangan diketahui bahwa di desa Botohilatano terdapat sekelompok masyarakat nelayan yang membentuk komunitas nelayan tradisional di desa itu. Setidaknya selama wawancara diketahui bahwa terdapat perahu nelayan di dusun Sorake sebanyak 10 buah sebelum tsunami, namun setelah itu perahu nelayan hanya tersisa empat buah saja. Selama observasi juga terlihat beberapa nelayan sedang memperbaiki perahu mereka yang rusak. Sedangkan di dusun Hilisaloo baik sebelum maupun sesudah tsunami kehidupan kenelayanannya tidak terpengaruh. Hal ini karena lokasi dusun ini yang jauh dari pantai dan alat tangkapnya hanya menggunakan lingkar serta pancing. Menurut informan nelayan lingkar dan pancing di dusun Hilisaloo ini mencapai 37 orang. Jumlah nelayan ini cukup siginifikan untuk diperhitungkan dalam statistik maupun dalam konteks masyarakat agraris.

2.2.1.2. Pantai

Batas daratan dan perairan laut di desa Botohilitano berupa pantai dengan gradasi fisik yang landai hingga terjal, memanjang membatasi wilayah desa dari timur ke barat. Panjang garis pantai mencapai 10-11 km yang diantaranya dipenuhi oleh pohon kelapa seluas 800 ha dan tanaman karet seluas 300 ha. Pantai di desa ini memiliki panorama alam yang indah terutama di dusun Sorake atau yang lebih dikenal sebagai pantai Sorake. Wisatawan tidak hanya menikmati panorama pantai dan laut namun lebih dari itu adalah menikmati ombaknya. Ombak di pantai ini dikenal cukup bagus dan besar sehingga cocok untuk kegiatan surfing.

Kegiatan surfing di pantai Sorake sudah dirintis sejak lama setidaknya sejak datangnya seorang pelancong dari negara Australia yang pertama kali menginjakkan kakinya di pantai ini pada sekitar tahun 1970-an. Penyebaran informasi dari mulut ke mulut dan melalui internet, kegiatan surfing di daerah ini terus berkembang. Sampai

Page 48: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 26

sekarang banyak turis asing yang berkunjung ke Sorake hanya untuk surfing dan akan kembali pada tahun-tahun berikutnya.

Kegiatan surfing juga memberikan manfaat bagi pemuda desa untuk mendukung dari berbagai fasilitasnya, seperti peralatan hingga kebersihan pantai. Beberapa pemuda yang sudah terlatih surfing juga bekerja sebagai pemandu surfing serta penjaga pantai. Di pantai ini tercatat pernah diselenggarakan lomba surfing yang diikuti baik olahragawan surfing nasional maupun internasional. Pendek kata, surfing telah membesarkan pantai Sorake.

Sementara itu kondisi fisik pantai yang lain umumnya terjal. Jika pantai Sorake terletak di belahan teluk Lagundri yang merupakan teluk yang indah, maka pantai yang lain yang tidak berada di teluk itu merupakan pantai yang bertebing, terjal, dan curam. Sejauh ini pantai-pantai yang curam itu belum dikelola dengan baik oleh investor pariwisata maupun oleh penduduk setempat. Keberadaannya masih merupakan hutan, ilalang, kebun rakyat serta tanah kosong tak bertuan.

Dengan kondisi pantai yang sangat dipengaruhi oleh bentangan alam daratan pulau Nias yang bergelombang dan berbukit yang sebagian besar pantainya curam dan terjal itu, tidak memungkinkan bagi setiap penduduk desa memanfaatkan sepenuhnya sumber daya alam yang berada di laut. Kemampuan masyarakat desa yang masih tradisional dan terbatas tidak memungkinkan memanfaatkan seluruh wilayah pantai dan laut di sepanjang desa ini sebagai satu-satu sumber mata pencaharian utama. Sebaliknya, areal desa yang dominan dengan daratan yang cukup luas memungkinkan dan memudahkan penduduk desa memanfaatkan lahan-lahan itu sebagai lahan perkebunan, ladang, sawah dan hutan.

2.2.1.3. Pekarangan

Menurut statistik pemanfaatan lahan di desa Botohilitano berupa tanah sawah 300 ha, tanah kering 2675 ha, bangunan dan pekarangan 25 ha. Pekarangan umumnya terletak di sekitar permukiman

Page 49: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 27

penduduk. Pada masa lalu ketika desa Botohilitano masih terbatas pada dusun tradisional di atas bukit, pekarangan hanya ada di sekitarnya. Kini permukiman penduduk telah berkembang dan meluas hingga ke pantai sehingga pekarangan juga berkembang semakin luas di daerah pantai.

Lokasi permukiman penduduk yang mengumpul dan terpusat di pusat desa yakni di desa tradisional menempati areal lahan desa yang tidak terlampau luas jika dibandingkan dengan lahan kosong yang tersisa. Tata ruang desa tradisonal ini memberikan peluang terbukanya lahan-lahan di desa itu untuk dikelola menjadi lahan-lahan pertanian yang produktif. Pusat desa tradisional hanya ditandai dengan pekarangan yang cukup luas yang ditumbuhi berbagai macam tanaman seperti kelapa, mangga, pisang, nanas, pinang, dan jenis lainnya. Berbagai jenis tanaman pekarangan ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehingga belanja makanan bisa ditekan.

Bagi sebagian besar rumah tangga di desa Botohilatono, fungsi pekarangan yang sangat melekat dengan dapur tampaknya tak terpisahkan. Hampir semua rumah mempunyai lahan-lahan pekarangan yang luasnya berlipat-lipat dari luas rumahnya sendiri. Beberapa pekarangan bahkan terlihat mempunyai potensi hasil buah-buahan yang bisa dipanen secara musiman seperti mangga, pisang, dan kelapa. Disamping itu pekarangan juga berfungsi untuk memelihara ternak kambing sekitar 23 ekor dan babi 25 ekor.

Sebagian pekarangan juga menyediakan pohon-pohon tahunan yang langka yang digunakan untuk membangun rumah adat. Jenis tanaman ini tampkanya khas Nias dan jarang atau tidak ditemukan di daerah lain. Jenis pohon yang mirip dengan ciri-ciri pohon pohon jati yakni kayu bulat, tinggi, dan lurus serta tidak memiliki cabang yang banyak. Pohon-pohon ini dalam usianya yang mencapai puluhan hingga ratusan tahun digunakan sebagai penyangga utama rumah-rumah adat yang masih dipertahankan oleh penduduk terutama di desa tradisional.

Page 50: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 28

2.2.1.4. Sawah, Ladang dan Hutan

Diluar permukiman penduduk yang cenderung terkonsentrasi di pusat desa, terdapat sejumlah luas lahan desa yang berada di luar permukiman penduduk. Diluar kampung, terdapat sawah, perkebunan rakyat, dan hutan yang menyerupai padang ilalang. Lahan yang luas itu berupa sawah 500 ha, ladang 400 ha, dan hutan belukar 600 ha. Keberadaan sawah ada yang terletak di dekat desa tetapi ada juga yang terletak cukup jauh dari permukiman penduduk desa. Hal ini karena topografi daratan desa yang bergelombang dan berbukit-bukit menyebabkan lokasi sawah dibuat di daerah yang paling landai yang menyerupai lembah di daerah itu. Keberadaan sawah tanpa dikelilingi oleh hutan belantara yang terdiri dari ilalang.

Sawah-sawah ini mengandalkan aliran air dari bukit-bukit diatasnya dan bisa ditanami padi sekali dalam satu tahun. Dengan luas sawah yang cukup untuk masing-masing rumah tangga, penduduk tidak perlu membeli beras dari luar desa. Umumnya penduduk memanen sendiri padi sawahnya, mengeringkan, dan menggiling lalu untuk dikonsumsi dan disimpan sebagai cadangan makanan sampai panen berikutnya. Luas panen di desa ini mencapai 580 ha yang menghasilkan produksi padi sebanyak 1774 ton, sehingga rata-rata produksi padinya adalah 0,32 ton/ha. Rata-rata produksi padi ini kurang lebih sama dengan desa-desa lain di wilayah kecamatan Teluk Dalam.

Tidak heran jika di rumah-rumah penduduk di temui padi-padi yang sedang dikeringkan. Sebagian aktivitas penduduk sehari-hari juga menunjukkan hal ini yakni menjemur padi, membersihkan gabah yang lapuk, dan menyimpannya agar tetap kering. Hampir di setiap rumah terlihat padi dijemur sehingga hal ini pula menandai atau mengkarakteristikkan penduduk desa itu sebagai masyarakat petani.

Perkebunan yang ada seperti karet belum dikelola secara intensif dan hanya menjadi hasil sampingan dari hasil utamanya yakni padi dan buah-buahan serta sayuran dari pekarangan. Perkebunan karet juga hanya ditemui dibeberapa lokasi saja diluar desa. Tampaknya jenis

Page 51: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 29

perkebunan karet ini masih bersifat percobaan bagi rumah tangga yang memiliki lahan yang lebih dari cukup luas.

Sedangkan kawasan hutan yang ada di desa ini lebih mirip sebagai padang ilalang yang sangat luas. Hutan tidak lagi ”berhutan” dalam arti pohon-pohon hutan yang lebat. Sebagian kecil pohon-pohon hutan terlihat jauh seperti noktah-noktah di puncak-puncak bukit yang tampak sudah mulai gundul. Sejauh ini padang ilalang itu belum dikelola penduduk sebagai lahan-lahan pertanian intensif. Fungsi padang ilalang itu tampaknya hanya menjadi tempat berburu, mengingat penduduk desa masih memiliki tradisi berburu babi hutan. Perburuan ini dilakukan dengan menggunakan senjata tradisional seperti parang dan tombak yang biasanya juga dibantu dengan anjing berburu.

Selain kayu, bukit-bukit tampaknya juga menyediakan sumber daya alam lain bagi penduduk desa yakni batu gunung. Batu-batu gunung telah dimanfaatkan penduduk desa ini sejak jaman batu yang ditandai dengan banyaknya unsur batu dalam bangunan-bangunan rumah adat di kampung tradisional. Batu tidak hanya digunakan untuk fondasi rumah melainkan juga untuk tempat duduk dan yang sangat menganggumkan adalah untuk lantai halaman rumah di sepanjang jalan di desa tradisional itu.

Tradisi seperti ini cukup mengejutkan karena terjadi di kalangan masyarakat di pinggir pantai. Tradisi batu biasanya hanya terjadi di daerah pedalaman. Untuk wilayah Nias, seperti yang diyakini sebagai asal-usul manusia Nias yang sangat terkenal dengan tradisi batu besarnya di daerah Gomo. Namun masyarakat Nias hingga mendekati daerah pesisir seperti di desa Botohilitano ini memiliki tradisi ini. Dengan demikian dapat dikatan bahwa asal-usul tradisi mereka adalah dari daerah pedalaman lalu berkembang dan meluas hingga ke daerah-daerah yang mendekati pesisir.

Walaupun tradisi pantai berpengaruh terhadap kebudayaan masyarakat desa ini namun tradisi batu besar yang merupakan ciri khas masyarakat gunung dan umumnya petani tidak atau belum hilang. Tradisi batu besar ini bahkan cenderung tampak dominan

Page 52: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 30

sedangkan tradisi pantainya atau tradisi nelayan cenderung tidak dominan. Walaupun dapat dikatakan bahwa tradisi itu kini juga dirasakan semakin bergeser nilainya karena pengaruh pariwisata. Fungsi ritual lompat batu misalnya, di beberapa desa wisata telah menjadi komoditi wisatawan.

Dengan karakteristik sosial-budaya seperti ini sumber daya laut kurang dimanfaatkan secara maksimal. Jumlah nelayan di desa ini juga tidak sebanyak jumlah petani tulennya. Sebagian besar nelayan bahkan juga petani, tetapi tidak semua petani merupakan nelayan. Jenis kenelayanan merekapun sangat tradisional, hanya dengan menggunakan perahu cadik bermesin kecil sehingga kemungkinan wilayah dan hasil tangkapannya sangat terbatas. Kondisi ini mencerminkan bahwa tradisi kenelayanan itu kurang berkembang di daerah ini.

2.2.2. Wilayah Pengelolaan

Sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami yang melanda desa ini tampak jelas bahwa nelayan di desa Botohilitano dapat digolongkan sebagai nelayan tradisional. Armada tangkap yng dimilikinya waktu itu relatif kecil, yakni hanya dapat dimuati oleh dua orang penumpang dan hanya sebagian kecil dilengkapi dengan motor penggerak 5 PK. Menurut informasi dari seorang nelayan yang tinggal di Dusun 1 Tradisional, nelayan Botohilitano bermukim di empat dusun, yaitu Dusun 1 Tradisional, Dusun 2 Tradisional, Dusun Sorake dan Dusun Hilisalo’o. Jumlah nelayan yang bermukim di Dusun 1 dan 2 Tradisional serta Dusun Sorake sebanyak dua puluh orang, sedangkan perahu yang mereka miliki waktu itu ada sepuluh unit. Jumlah perahu tersebut sekarang susut menjadi empat unit akibat hanyut terkena terjangan ombak Tsunami. Pada saat survei tahun 2008 ini dilakukan bahkan tidak terlihat adanya perahu di pantai Sorake. Perahu-perahu yang masih tersisa masih diperbaiki di bengkel perahu. Jumlah nelayan terbesar bermukim di Dusun Hilisalo’o, yakni 37 nelayan dengan 37 unit perahu, namun setelah peristiwa Tsunami 11 orang nelayan kehilangan perahunya dan kemudian beralih profesi

Page 53: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 31

menjadi petani. Dari jumlah nelayan dan armada tangkap tersebut nyatalah bahwa masyarakat Desa Botohilitano bukanlah desa nelayan, melainkan desa pertanian dengan mengolah sawah tadah hujan serta mengusahakan komoditas kopra, pisang dan cokelat.

Dari penuturan informan tadi dan ditambah lagi beberapa informan yang bermukim di Dusun Sorake dan Hilisalo’o terungkap bahwa jangkauan pengelolaan wilayah laut nelayan Botohilitano hanya terbatas di sekitar pantai Sorake, Laut Batuhito, Hiliamaeta, Muale, Jema dan Walohiu. Tiga Fishing ground pertama jaraknya berkisar satu sampai dengan dua mil dari daerah pesisir, sedangkan tiga lainnya dapat ditempuh 1,5 sampai dengan 3 jam dari pantai Sorake dengan perahu dayung. Nelayan-nelayan yang beroperasi di wilayah ini adalah nelayan individual atau paling banyak berdua dalam satu perahu dayung atau dengan mesin penggerak berkekuatan 5 PK. Tetapi sekarang dengan tiadanya perahu maka wilayah tangkap mereka berada di pantai Sorake saja.

Masyarakat nelayan Botohilitano tidak mengenal batas-batas wilayah laut eksklusif seperti dipraktekkan oleh nelayan di Maluku, Sangihe maupun Papua, yakni penguasaan wilayah laut tertentu oleh mereka sendiri. Oleh karena itu pada dasarnya nelayan yang berasal dari luar Desa Botohilitano boleh melakukan penangkapan di wilayah laut yang biasanya mereka beroperasi. Bahkan karena pemahaman mereka terhadap wilayah laut bersifat terbuka, konflik-konflik yang berkaitan dengan alat tangkap dan sumber daya laut dengan nelayan pendatang dapat dihindari. Pemahaman wilayah laut yang bersifat terbuka ini bisa menjadikan nelayan Botohilitano menjadi kurang peduli terhadap perilaku nelayan lain dalam mengeksploitasi sumber daya laut. Kini bahkan mereka hanya memngkap di pinggir pantai sehingga kemungkinan kavling wilayah eksklusif itu juga tidak ada.

2.2.3. Teknologi Penangkapan

Alat tangkap nelayan Botohilitano sebelum terjadinya gempabumi dan tsunami yang utama adalah pancing, jala dan lingkar. Nelayan yang membawa alat tangkap pancing dan jaring biasanya beroperasi

Page 54: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 32

dari jam 05.00 dan kembali jam 15.00. Dengan alat tangkap pancing nelayan memperoleh berbagai jenis ikan, seperti tenggiri, kerapu dan tongkol. Sedangkan alat tangkap jala atau pukat bisa digunakan untuk menangkap ikan putih (kuwe), udang kelong, kepiting dan penyu. Alat tangkap lingkar khusus digunakan untuk menangkap lobster. Seperti terlihat pada gambar, Lingkar dipasang pada dasar laut dengan kedalaman maksimal 1,5 meter. Perangkap lobster ini mesti diikatkan pada batu (karang) di dua sisi agar tidak hanyut. Di Kawasan Teluk Dalam tampaknya lingkar hanya dioperasikan oleh nelayan Botohilitano yang bermukim di Dusun Hilisalo’o. Perangkap ini biasanya dioperasikan/dipasang sore hari dan kemudian diangkat keesokan harinya. Namun setelah terjadinya gempabumi dan tsunami serta hilangnya perahu-perahu mereka maka alat tangkap yang sering digunakan adalah lingkar dan senapan tembak.

2.2.4. Sarana dan Prasarana

Menyinggung sarana dan prasarana mengingatkan pada peristiwa gempa bumi dan tsunami 28 maret 2005 yang telah menghancurkan sebagian sarana dan prasarana penduduk desa Botohilitano. Beberapa kerusakan fisik secara umum terjadi pada fasilitas umum berupa jalan, jembatan, gereja, areal permukiman serta rumah penduduk. Di desa Botohilitano kerusakan juga terjadi pada sarana dan prasarana pantai Sorake termasuk diantaranya homestay dan bungalow yang sebagian hancur terendam air laut.

Walaupun terdapat kerusakan namun tingkat kerusakan yang terjadi tidak terlalu parah. Beberapa kerusakan yang cukup parah hanya menimpa rumah-rumah penduduk yang terutama terletak di sepanjang pantai Sorake, termasuk diantaranya juga homestay dan bungalow di pantai Sorake. Selain itu kantor desa Botohilitano yang terletak di dekat pantai juga hancur yang tidak hanya merubuhkan bangunannya tetapi juga menghanyutkan arsip-arsip desa. Pada saat penelitian ini dilakukan, kantor desa belum direhabilitasi sehingga berbagai dokumen baik berupa arsip, data kependudukan, monografi desa, dsb. sudah hilang ditelah ganasnya gelombang tsunami. Kantor darurat

Page 55: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 33

pelayanan penduduk desa dilakukan di rumah kepala desa atau di rumah sekretaris desa.

Sedangkan kondisi pantai Sorake secara fisik mengalami pengangkatan sehingga daratan bertambah menjorok ke arah laut. Daratan yang terangkat ini berupa lempengan batu karang mati yang luas namun masih tergenangi air laut. Air laut yang menghantam daratan baru ini tidak bisa mengalir lagi ke laut karena terjebak daratan yang tidak rata dan berlobang-lobang. Kondisi daratan yang selalu tergenangi air laut ini menimbulkan ganggang yang jika menggumpal menimbulkan bau busuk di sekitar pantai. Selain itu kondisi pantai juga menjadi kotor oleh ganggang ini. Kondisi ini diperparah oleh orang-orang yang membuang sampah ke laut sehingga tertimbun bersama ganggang dan menimbulkan pencemaran. Selama tiga tahun sesudah bencana itu, lambat-laun pantai Sorake sudah tertutup endapan pasir dari daratan sehingga genangan air sudah mulai berkurang.

Tingkat kerusakan fisik yang relatif rendah di desa Botohilitano disebabkan karena permukiman penduduk tidak terkonsentrasi di pantai Sorake. Sebagian besar penduduk berada di puncak bukit di dusun-dusun tradisional yang terhalang oleh bentangan alam dari ganasnya ombak tsunami. Oleh karena sebagian besar rumah-rumah penduduk terkonsentrasi diatas dan cenderung mengumpul, sarana dan prasarana umum juga lebih banyak dibangun di sekitar permukiman penduduk itu. Antara lain sekolah dasar, gereja, koperasi, penggilingan padi, dan situs-situs kebudayaan yang masih difungsikan untuk kepentigan adat.

Di desa ini terdapat sekurangnya empat sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama. Sekolah-sekolah ini berada di pinggiran perkampungan. Kondisi sekolah-sekolah ini sudah cukup bagus karena mendapatkan bantuan pembangunan. Gedung sekolah darurat selama masa bencana juga sudah dibangun secara permanen. Begitu pula bangunan sekolah di dusun Hilisalo’o yang sewaktu sesduah bencana hampir roboh kini sudah dibangun.

Page 56: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 34

Sedangkan gereja, mengingat seratus persen penduduk desa beragaman Kristen Protestan dan Katolik, hampir di setidap dusun terdapat gereja. Sekurangnya terdapat sembilan gereja di desa ini. Pembangunan gereja berdasarkan kelompok yang didasarkan atas jumlah rumah tangga untuk satu fungsi pelayanan. Hubungan antar kelompok di bangun atas kunjungan secara bergilir pada masing-masing gereja oleh kelompok yang berbeda. Cara semacam ini tidak hanya berlangsung di dalam satu desa melainkan juga antar desa sehingga memungkinkan hubungan antar warga desa di wilayah ini terjalin dengan erat.

Untuk fasilitas kesehatan, penduduk desa masih mengandalkan pelayanan dari LSM yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat khususnya kesehatan reproduksi. LSM yang merupakan cabang dari LSM di propinsi itu yakni LSM cabang Persada, perkumpulan Sada Ahmo membuka cabang di desa ini dengan menepatkan satu tenaga relawannya. Kegiatannya cukup banyak, disamping menyangkut pelayanan kesehatan reproduksi ibu juga melayani gizi anak serta pendidikan informal. Namun untuk pelayanan kesehatan umum seperti pengobatan dan persalinan masih mengandalkan bidan desa.

2.2.5. Program dan Kegiatan dalam Pengelolaan SDL

Wilayah Teluk Dalam merupakan salah satu wilayah yang terkena efek gempa bumi dan tsunami 28 Maret 2006. Akibat gempa dan tsunami itu wilayah ini mengalami kerusakan yang cukup parah. Kerusakan yang paling serius terjadi pada infrastruktur umum seperti jalan dan jembatan, pantai dan pelabuhan, perkantoran, dan sarana umum lainnya. Disamping itu tentunya permukiman penduduk yang terletak di sepanjang pantai di wilayah ini mengalami kerusakan yang cukup serius. Pada survei tahun 2008 ini dilakukan, berbagai kerusakan fisik itu sudah mulai bangun kembali.

Ditengah kehancuran infrastruktur seperti itu studi dasar terumbu karang ini dilakukan. Kesulitan utama yang paling dirasakan adalah data statistik yang tersimpan di kantor-kantor pemerintah daerah setempat tidak terselamatkan. Sejumlah besar data yang sangat

Page 57: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 35

berharga yang dihimpun dari tahun ke tahun oleh instansi setempat itu akhirnya musnah bersamaan dengan hancurnya gedung-gedung perkantoran mereka. Sedangkan para staf pemerintah daerah di wilayah itu saat ini lebih berkonsentrasi pada pemulihan kelembagaannya yang hancur.

Selama observasi diketahui kehancuran infrastruktur paling parah terjadi pada pelabuhan Teluk Dalam. Dermaga pelabuhan hancur dan sejumlah kapal nelayan yang berada di pelabuhan tenggelam. Di sepanjang pantai dari Teluk Dalam ke arah desa Botohilitano, rumah-rumah penduduk banyak yang mengalami kerusakan. Perahu-perahu nelayan yang merupakan nelayan kecil di daerah itu banyak yang rusak dan tenggelam. Begitu pula dengan fasilitas publik lainnya yang berada di sepanjang pantai itu. Pemda setempat tampaknya sudah mengembangkan pelabahuan Teluk Dalam dengan membangun pelabuhan yang baru.

Di desa Botohilitano sendiri kerusakan paling parah terjadi pada pantai dan peralatan tangkap nelayan terutama perahu yang ditambatkan di sepanjang pantai. Pada saat studi ini dilakukan tidak ada perahu nelayan yang tersisa. Seluruh perahu nelayan yang ada di desa itu hancur. Sedangkan pantai Sorake yang selama ini menjadi akses pendaratan bagi nelayan setempat mengalami pengangkatan daratan hingga mencapai 100 meter. Kondisi ini menyebabkan perahu tida bisa lagi mendarat di pantai Sorake. Kondisi inilah yang sekarang menyulitkan para nelayan tradisional itu kembali ke laut. Tiadanya dermaga menjadi alasan para nelayan sekarang untuk kembali pad mata pencaharian sebagai nelayan.

2.2.5.1. Produksi

Tidak diketahui secara persis berapa kira-kira produksi perikanan di daerah ini sebelum dan setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami. Disamping data tahun-tahun sebelumnya sudah lenyap, kondisi paska gempa bumi dan tsunami belum sempat dicakup oleh pemerintah daerah setempat. Hal yang barangkali sudah bisa dipastikan adalah bahwa produksi perikanan tangkap di daerah ini

Page 58: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 36

mengalami penurunan yang luar biasa setelah terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami. Hanya saja jumlah penurunannya tidak bisa dikwantitaskan karena musnahnya data kwantitatif.

Perkiraan yang paling mendekati adalah menghitung secara kotor hasil tangkapan nelayan desa ini dengan peralatan yang ada, seperti perahu cadik tanpa mesin ataupun jika menggunakan mesin bermotor hanya berkapasitas 5 PK. Artinya jarak jangkau perahu ini bisa diperkirakan hanya sekitar, paling jauh, 2-3 km dari pantai. Jenis ikan yang ada di wilayah tangkap ini juga bisa diperkirakan seperti antara lain kakap merah, ikan putih, dan tenggiri, udang karang/lobster, kelong dan cubaha. Jumlah tangkapannya saya kira tidak akan lebih dari 20 kg per perahu per sekali tangkap dan kemungkinannya jauh lebih kecil karena disamping alat tangkapnya yang relatif kecil dan sangat sederhana, kapasitas perahunya juga kecil atau tidak dilengkapi alat pengawet ikan agar tetap segar, juga waktu tangkapnya relatif singkat yakni sekitar 5 jam.

Sedangkan di tingkat kabupaten Nias Selatan data produksi ikan yang tersedia hanya antara tahun 1993 sampai dengan 2002. Tetapi data ini juga sangat terbatas yakni hanya menyangkut jumlah tanpa rincian jenis sumber daya. Dalam buku Nias Selatan Dalam Angka 2003, produksi ikan laut di Nias Selatan berkisar antara 13.551 sampai dengan 16.377 ton/tahun. Khusus untuk produksi di Kecamatan Teluk Dalam pada tahun 2002 besarnya 691 ton. Apabila dibandingkan dengan wilayah Kecamatan Pulau-pulau Batu, jumlah produksi ini hanya sekitar 11%-nya saja.

Ilustrasi statistik diatas walaupun tidak mencerminkan produksi ikan di desa Botohilitano, namun sedikit banyak menggambarkan bahwa produksi ikan di daerah ini termasuk di desa Botohilitano rendah. Menurut informasi penduduk setempat sebelum terjadinya gempa bumi dan tsunami, di desa Botohilitano khususnya di pantai Sorake terdapat sekitar 20 perahu saja. Perahu dengan ukuran kira-kira 1x3 meter saja. Diantaranya bercadik dan lebih kecil sedangkan yang lain hanya menggunakan mesin 5 PK. Kini perahu-perahu itu sudah lenyap ditelan bencana.

Page 59: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 37

Di desa Botohilitano, dari sejumlah dusun yang ada hanya dua dusun yang ada aktivitas nelayan. Artinya pula di dua dusun ini perahu-perahu nelayan sebelum benacan itu disandarkan. Dusun yang cukup menjadi pusat kegiatan nelayan di desa Botohilitano adalah dusun Sorake. Dusun yang juga merupakan pusat aktivitas pariwisata pantai Sorake. Di dusun ini sekitar 20 perahu itu ditambatkan. Sedangkan dusun lain adalah dusun Hilisalo’o, namun jumlah perahu di dusun ini relatif lebih sedikit. Umumnya perahu di dusun Hilisalo’o adalah perahu dayung dan bermesin 5 PK.

Dari kedua dusun ini setidaknya terdapat perbedaan jenis tangkapannya. Nelayan dusun Sorake sebelum bencana gempa bumi dan tsunami biasa menangkap jenis-jenis ikan seperti kakap merah, kuwe/ikan putih, dan tenggiri. Wilayah tangkapnya sekitar 2-3 km dari pantai. Sedangkan nelayan dusun Hilisalo’o biasa menangkap udang karang/lobster, kelong dan cubaha. Wilayah tangkapnyapun berbeda hanya di sekitar pantai-pantai yang berbau-batu karang saja.

Dari segi produksinnya antara nelayan dusun Sorake dan Hilisalo’o sedikit lebih banyak nelayan dusun Sorake. Hal ini sebenarnya tidak bisa diperbandingkan karena jenis tangkapannya yang berbeda. Namun karena jumlah nelayan dan jumlah alat tangkapnya seperti perahu lebih banyak di dusun Sorake maka setidaknya gambaran produksi itu lebih banyak di dusun Sorake. Kondisi ini berlaku sampai sebelum bencana tiba. Tetapi sekarang setelah bencana satu-satunya produksi hanya terdapat di dusun Hilisalo’o.

Rendahnya produksi di dusun Hilisalo’o diantaranya selain alat tangkapnya yang masih terbatas, letak dusun dari pantai cukup jauh yakni sekitar 2 km. Jarak yang cukup jauh dari pantai ini disebabkan antara lain karena penduduk dusun masih mementingkan untuk menjaga pertanian dan perkebunan mereka. Sedangkan mencari udang di pantai merupakan pengembangan usaha dari mata pencaharian mereka yang sesungguhnya saja yakni bertani.

Page 60: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 38

2.2.5.2. Pengolahan

Sebagaimana disinggung dimuka bahwa nelayan di desa Botohilitano ini bisa dikatakan merupakan fenomena yang relatif baru terutama dlihat dari segi perkembangan mata pencaharaian penduduknya. Fenomena yang dimulai pada tahun 1980-an sampai sekarang inipun kurang menunjukkan perkembangan yang berati. Sejauh ini produksi ikannya relatif masih rendah antara lain karena alat tangkapnya tidak berkembang ke arah yang lebih modern.

Dengan kondisi nelayan seperti itu hampir bisa dipastikan bahwa komunitas nelayan yang relatif kurang berkembang ini masih mempertahankan prinsip berburu di dalam mata pencahariannya. Sampai dengan studi ini dilakukan belum ada gagasan untuk mengembangkan pengolahan hasil produksi ikan sebagaimana telah dilakukan di daerah-daerah lain yang relatif lebih maju dan modern. Faktor utama tidak adanya pengolahan hasil produksi ini karena jumlah produksinya yang kecil sehingga dengan demikian hampir seluruh hasil tangkapan habis dikonsumsi rumah tangganya sendiri atau dijual ataupun ditukar dengan jenis makanan yang lain.

Kondisi subsisten dalam rumah tangga nelayan di desa ini memperkuat anggapan bahwa tidak terjadi sistem pengolahan produksi ikan di desa ini. Prinsip hidup subsisten ini adalah untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Berbeda dengan pengolahan yang pada umumnya sudah dikaitkan dengan rantai pemasaran yang lebih luas sehingga produksi ikan sudah menjadi komoditas nelayan. Dalam kehidupan rumah tangga nelayan yang subsisten ini, produksi ikan tidak diubah menjadi komoditi atau barang dagangan dengan berbagai bentuk olahannya namun langsung dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya sendiri.

Bahkan pada bentuk-bentuk pengolahan yang paling sederhana sekalipun yang merupakan perwujudan komoditas yang paling sederhana di dalam kehidupan keseharian seperti ikan asin, ikan pindang, atau pengolahan lanjutan seperti kecap ikan, krupuk ikan atau bakso ikan, nelayan desa Botohilitano tidak melakukannya. Memang sudah ada warung makan yang menjual ikan bakar, tetapi

Page 61: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 39

hal ini hanya dilakukan oleh satu warung makan saja dan hanya dilakukan jika ada pesanan langsung khususnya dari para turis yang menginap di pantai Sorake.

Sedikit perkeculian bagi nelayan dusun Hilisalo’o yang menangkap jenis-jenis udang seperti lobster, kelong, dan cubaha. Oleh karena harga udang jenis-jenis ini cukup mahal di pasaran maka seluruh hasil tangkapannya itu mereka jual langsung ke pasar Teluk Dalam. Mereka tidak mengkonsumsi sediri hasil-hasil tangkapanya itu disebabkan karena harganya yang tinggi sehingga mereka memilih mendapatkan uang hasil penjualannya daripada makan udangnya. Namun penjualan inipun tidak melalui proses pengolahan terlebih dahulu, artinya yang mereka jual adalah udang segar.

Sejauh ini dapat dikatakan bahwa pengolahan hasil laut tidak berkembang di desa Botohilitano. Berbeda dengan usaha pengolahan dari jenis pertanian dan perkebunan. Penduduk desa Botohilitano misalnya sudah terbiasa mengolah hasil panenan padinya menjadi beras yang siap makan. Demikian pula dengan hasil kebun kelapa, mereka sudah mulai mengolahnya menjadi kopra. Belakangan ini beberapa penduduk sudah mulai menanam karet sehingga mereka akan menyadap karet dan mungkin mengolahnya. Upaya pengolahan hasil ini berkembang di sektor pertanian dan perkebunan tetapi tidak di hasil lautnya.

2.2.5.3. Pemangku Kepentingan yang Terlibat

Pihak-pihak yang menjadi pemangku kepentingan dalam pengelolaan terumbu karang di Botohilitano adalah masyarakat nelayan; ada nelayan pancing, nelayan jaring, nelayan yang menggunakan alat tangkap lingkar dan nelayan yang menggunakan alat tangkap destruktif. Sementara dari pemangku kepentingan lain adalah pedagang sumber daya laut (pedagang pengumpul/penggalas), pemilik warung makan, lembaga swadaya masyarakat, wisatawan mancanegara yang berselancar di Pantai Sorake, pemerintah daerah dan DPRD serta kepolisian.

Page 62: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 40

Dengan kondisi terumbu karang yang lebih banyak rusak dibandingkan dengan yang baik menunjukkan bahwa peran pemangku kepentingan yang menonjol adalah yang merusak ekosistem terumbu karang. Sebaliknya, pemangku kepentingan yang peduli terhadap penyelamatan terumbu karang kurang menunjukkan perannya. Pemangku kepentingan yang menonjol adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap bom, potasium dan pukat harimau yang dilakukan oleh orang-orang dari luar wilayah tangkap tradisional nelayan setempat. Mesti diakui bahwa rusaknya ekosistem terumbu karang di Botohilitano tidak semata-mata disebabkan oleh kedua alat tangkap tersebut, melainkan juga merupakan dampak langsung dari bencana gempa dan Tsunami. Akibat bencana kerusakan yang secara kasat mata dapat terlihat adalah naiknya permukaan bumi sekitar 0,5 – 1 meter di sepanjang pantai sorake. Kondisi semacam ini menjadikan para nelayan Botohilitano tidak dapat menambatkan perahunya di sepanjang pantai tersebut.

Berbagai diskusi yang dilakukan dengan bermacam kalangan yang berkecimpung dalam pengelolaan sumber daya laut dapat disimpulkan bahwa, penggunaan alat tangkap bom dan potasium didasari prinsip efisen dan efektif. Efisien karena bahan baku pembuatan kedua alat tangkap tersebut relatif murah, kemudian efektif karena alat tangkap ini dapat mengeksploitasi sumber daya laut dalam jumlah yang banyak dan mudah dioperasikan. Oleh karena kedua alat tersebut efisien dan efektif, maka bom dan potasium dengan cepat dapat menghasilkan sumber daya laut yang dikehendaki dalam jumlah yang relatif banyak..

Sesungguhnya bagi nelayan memperoleh ikan yang banyak dalam waktu cepat dan dengan biaya yang kecil merupakan dambaan utama. Karena dengan cara semacam itu akan dapat meningkatkan penghasilan yang berarti pula meningkatkan kesejahteraan. Masalahnya apabila hal itu diraih dengan alat tangkap yang destruktif, maka kesejahteraan yang menjadi tujuan akhir menjadi semu, artinya kesejahteraan bisa tercapai dalam waktu segera, namun secara perlahan tapi pasti akan kembali menuju titik nadir. Penyebabnya adalah rusaknya ekosistem terumbu karang yang pada gilirannya

Page 63: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 41

akan menjadikan sumber daya laut tidak lestari. Dengan demikian untuk menangkap sumber daya akan membutuhkan biaya yang besar, waktu yang lebih lama dan hasil yang sedikit, sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip efisien, efektif dan cepat.

Dengan fakta seperti diungkapkan di atas mestinya pemangku kepentingan pemerintah dan DPRD serta kepolisian tercerahkan untuk melakukan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Pemerintah bersama-sama dengan DPR sebagai regulator dapat mengeluarkan aturan-aturan (Perda) baru tentang pengelolaan sumber daya laut yang sesuai dengan kondisi setempat sekaligus juga tetap menegakkan produk-produk hukum yang telah berlaku sehingga meminimalkan peluang untuk melakukan pelanggaran dalam pengeksploitasian sumber daya laut oleh nelayan. Dengan bantuan polisi yang berfungsi sebagai penegak hukum dapat melakukan pengawasan langsung di lapangan, pengamanan wilayah laut dan juga melakukan tindakan represif terhadap pelanggar dengan landasan peraturan yang berlaku.

Hal serupa dapat dilakukan oleh pemangku kepentingan lainnya, yakni pedagang untuk tidak berorientasi semata-mata kepada keuntungan tanpa mau peduli terhadap bagaimana sumber daya yang mereka perdagangkan itu dieksploitasi, baik yang menyangkut cara menangkapannya; jenis, ukuran dan jumlah sumber daya yang ditangkap serta alat yang dipakai untuk menangkap. Praktek yang ditemukan di berbagai tempat, pedagang pengumpul atau pedagang besar cenderung mendorong nelayan untuk melakukan eksploitasi sumber daya laut dengan prinsip efisien, efektif dan cepat. Caranya adalah dengan memberi bantuan modal dan fasilitas lain kepada nelayan untuk kegiatan penangkapan. Dari sisi pedagang penerapan prinsip tersebut akan mempercepat tebalnya pundi-pundi mereka, walaupun hal tersebut tidak bisa dipertahankan dalam waktu yang lama akibat terdegradasinya lingkungan laut.

Page 64: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 42

2.2.5.4. Hubungan Antar Pemangku Kepentingan

Hubungan antar pemangku kepentingan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) hubungan saling ketergantungan antar pemangku kepentingan; dan (2) hubungan saling berlawanan atau konflik antar pemangku kepentingan. Hubungan yang pertama bersifat simbiosis mutualistis, terjadi karena masing-masing pemangku kepentingan dalam posisi yang saling membutuhkan dan saling menguntungkan. Biasanya hubungan ini terjadi karena memiliki kesamaan dalam tujuan akhir. Sebaliknya, hubungan saling berlawanan atau konflik, terjadi karena masing-masing pemangku kepentingan tidak memiliki tujuan yang sama bahkan tujuan mereka berlawanan

Pola hubungan saling ketergantungan tampak jelas antara pemangku kepentingan nelayan pemotas dan pengebom sebagai penangkap sumber daya laut atau sebagai produsen dengan eksportir sebagai konsumen perantara. Pihak nelayan Pemotas dan pengebom ingin menangkap sumber daya laut dengan cara efisien, efektif dan cepat, sedangkan eksportir berkepentingan untuk segera memperoleh komoditas dalam volume yang banyak dalam waktu yang segera. Dilihat dari sisi produsen maupun konsumen perantara tujuan akhir dari dua pemangku kepentingan itu adalah mendapatkan keuntungan ekonomi sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat mungkin. Dari sudut pandang nelayan, jumlah tangkapan sumber daya laut yang melimpah dengan modal yang relatif kecil dan diperoleh dalam waktu cepat akan segera dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya serta boleh jadi juga akan meningkatkan status sosialnya. Sementara itu bila dilihat dari sisi pemangku kepentingan konsumen perantara/pedagang, makin banyak sumber daya yang dapat dibeli dari nelayan, maka makin besar pula keuntungan yang didapat dari selisih harga jual dengan harga beli. Keuntungan pedagang semakin bertambah apabila kemudian nelayan dapat memberikan jaminan ketersediaan pasokan sumber daya secara terus-menerus. Dari penuturan di atas tampak bahwa pemangku kepentingan pemotas, pengebom dan pedagang memiliki kesamaan tujuan, yakni meraup keuntungan ekonomi dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan sebanyak-banyaknya tanpa harus peduli

Page 65: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 43

dengan dampak yang ditimbulkan termasuk pemenuhan kepentingan diri dan keluarganya di masa mendatang.

Hubungan saling ketergantungan bisa juga terjadi antara pemangku kepentingan pedagang/tauke dengan aparat pemerintah dan pihak kepolisian atau antara nelayan pengebom dan pemotas dengan aparat keamanan dalam arti positif maupun negatif. Pola hubungan saling ketergantungan mestinya berlangsung secara positif, artinya masing-masing pemangku kepentingan berlaku sesuai dengan fungsinya sehingga segala sesuatunya dapat berjalan berdasarkan aturan-aturan atau kesepakatan-kesepakatan. Sebaliknya fakta di lapangan sering ditemukan hubungan yang bersifat negatif, seperti pihak keamanan yang tidak mau tahu dengan praktek perusakan terumbu karang dengan alat tangkap yang destruktif atau bahkan masing-masing pemangku kepentingan melakukan “kerja sama” yang saling menguntungkan dan saling melindungi.

Hubungan pemangku kepentingan dalam pola berlawanan tampak jelas antara pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kelautan dan Perikanan beserta aparat keamanan berhadapan dengan pengebom dan pemotas. Secara kelembagaan pemerintah memiliki peran untuk mengatur masyarakat dengan kebijakan-kebijakannya. Kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan terumbu karang adalah penyelamatan. Penyelamatan dilakukan karena kondisi terumbu karang di perairan Botohilitano telah rusak akibat perilaku sebagian dari masyarakat nelayan yang tidak bertanggung jawab. Dari sisi pemerintah, penyelamatan kondisi terumbu karang adalah misi utamanya, sedangkan para nelayan pengebom dan pemotas yang dikategorikan sebagai perusak terumbu karang misinya adalah memenuhi kebutuhan hidup dengan cara cepat namun merusak.

Sebenarnya dari pihak pemerintah maupun dari pihak keamanan, bisa saja mengurangi atau bahkan meniadakan praktek-praktek perusak terumbu karang dengan segera, namun tidak akan menyelesaikan permasalahan, karena dampaknya akan memutus hidup mereka. Oleh karena itu, untuk meniadakan para pengebom dan pemotas tidak akan efektif semata-mata hanya dengan penegakan hukum yang tegas sebelum mereka memperoleh alternatif alat tangkap yang memiliki

Page 66: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 44

kualitas yang sepadan dengan bom dan potasium, namun ramah terhadap lingkungan terumbu karang.

2.3. KEPENDUDUKAN

2.3.1. Jumlah dan Komposisi

Berdasarkan surveu tahun 2008, jumlah rumah tangga yang di survey adalah 100 rumah tangga. Jumlah anggota rumah tangga yang tercatat dalam survey ini mencapai 574 orang. Mereka memiliki keragaman hubungan dengan kepala rumah tangganya. Hubungan terbanyak adalah anak atau menantu (62%). Secara tidak langsung jumlah ini juga menunjukkan banyaknya jumlah keanggotaan di dalam rumah tangga dimana jumlah anak atau menantu adalah yang terbesar di dalam rumah tangga. Selain anak atau menantu, terdapat kepala rumah tangga (18%) dan istri atau suami (18%).

Besarnya anak dan menantu di dalam anggota rumah tangga yang di survei secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa jumlah anak di dalam rumah tangga lebih dominan dibandingkan yang lain. Selain itu jumlah menantu yang besar di dalam rumah tangga secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa sistem yang dianut sesudah perkawinan adalah pihak perempuan masuk ke dalam rumah tangga laki-laki. Dengan demikian, rumah tangga di desa Botohilitano mengakomodasi anggota rumah tangga baru sesudah terjadinya perkawinan.hal ini menyebabkan anggota rumah tangga itu bertambah. Kesiapan ekonomi rumah tangga baru tampaknya yang mempengaruhi apakah rumah tangga baru itu akan menetap dalam satu rumah tangga keluarga laki-laki atau pisah membangun rumah tersendiri.

Selain itu, kondisi sampel tersebut mencerminkan keanggotaan rumah tangga di desa Botohilitano. Dimana dalam satu rumah tangga bukan hanya terdiri dari orang tua dan anak namun juga anggota rumah tangga lainnya seperti menantu ataupun yang lainnya. Kondisi rumah tangga seperti ini mencerminkan suatu keluarga luas di dalam satu rumah yang di survei. Artinya dalam satu rumah dihuni tidak saja

Page 67: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 45

oleh keluarga inti yakni bapak, ibu dan anak, namun juga dihuni oleh anggota keluarga yang lain seperti kakek, nenek, menantu dan anggota yang lainnya.

Sangat memungkinkan di dalam satu rumah yang di survei terdiri dari lebih dari satu rumah tangga. Keluarga induk yang tinggal dalam rumah induk yang memiliki keturunan yang tetap tinggal di rumah itu hingga menikah atau berkeluarga dan tetap menetap di rumah itu hanya saja dengan pengurusan dapur yang terpisah. Satu atap dua dapur atau lebih sangat memungkinkan menjadi ciri rumah tangga di dalam keluarga di desa Botohilatano. Hal ini antara lain juga karena anak yang sudah menikah masih tetap tinggal di rumah orang tuanya, terutama anak lelaki sehingga biasanya perempuan mengikutinya.

Hubungan kawin-mawin yang umumnya bersifat indogami sangat memungkinkan terciptanya hubungan persaudaraan di dalam komunitas itu. Di desa Botohilitano dan umumnya desa lainnya juga, pengelompokan hubungan persauadaraan ini hanya ditandai oleh batas sosial yang sangat tipis yakni marga. Di desa ini ada marga yang dianggap sebagai asal usul didirikannya desa dan ada marga yang dianggap menyusul kemudian baik karena kedatangan kelompok marga itu ataupun karena hubungan perkawinan.

Berdasarkan jenis kelaminnya, sejumlah 574 orang yang tercatat dalam survei ini memiliki komposisi jenis kelamin sebagai berikut, 283 laki-laki (52%) dan 264 perempuan (48%). Komposisi jenis kelamin survey ini tidak jauh berbeda dengan komposisi jenis kelamin penduduk desa secara keseluruhan yakni 1373 laki-laki (48%) dan 1486 perempuan (52%). Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin di tingkat kecamatan yang menunjukkan perbandingan 38.045 laki-laki (51%) dan 36.398 perempuan (49%).

Berdasarkan kelompok umur, sekitar 53% anggota rumah tangga yang di survey merupakan kelompok usia produktif, sedangkan sisanya yakni sekitar 45% berada pada kelompok usia tidak produktif di bawah usia 15 tahun dan 2% di atas 65 tahun. Pada kelompok usia

Page 68: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 46

produktif kecenderungannya berada pada kelompok usia 15-50 tahun. Sedangkan usia diatas 50 tahun memiliki persentase yang lebih kecil.

Dengan komposisi usia anggota rumah tangga yang di survey seperti itu, rasio ketergantungan penduduknya adalah 90%. Dengan demikian ada sekitar 90 orang di desa ini menurut sampel survey yang menurut usianya memiliki ketergantungan pada setiap 100 orang lainnya yang berusia produktif (15-64 tahun). Rasio ketergantungan ini lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk baik di tingkat desa maupun kabupaten Nias Selatan.

2.3.1.1. Pertambahan Jumlah Penduduk

Berdasarkan sumber tertulis yang ada setidaknya dapat dilihat bahwa penduduk desa Botohilitano mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Khususnya dari segi kwantitas, tercatat bahwa pada tahun 1930 penduduk desa ini berjumlah 632 jiwa. Pada sekitar tahun 1930-an itu kemungkinan penduduknya masih mengelompok di desa tradisional saja. Mereka, mungkin masih dekat dengan generasi pertama migran yang mendirikan desa itu.

Sekitar empat puluh dua tahun kemudian, jumlah penduduk desa ini sudah berkembang jauh lebih besar yakni mencapai 1480 jiwa. Disamping migrasi diantara kerabat mereka yang terus menyusul, kemungkinan besar pertambahan jumlah penduduk ini disebabkan karena jumlah kelahiran yang terus meningkat. Menurut informan penelitian ini, pada sekitar tahun-tahun itu, perkawinan laki-laki dan perempuan lebih banyak dilakukan diantara warga desa. Sangat jarang perkawinan dilakukan dengan orang-orang luar desa yang berjauhan. Tercatat pada tahun 1972 itu, jumlah keluarga desa sudah mencapai 201 keluarga.

Kini, jumlah penduduk desa Botohilitano sudah mencapai 2859 jiwa atau hampir dua kali lipat jumlah penduduk pada tahun 1972. Demikian pula dengan jumlah keluarganya, kini mencapai 533 keluarga dengan komposisi penduduk laki-laki 1373 dan perempuan 148. Pertambahan penduduk yang terus meningkat di desa

Page 69: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 47

Botohilitano saat ini kemungkinan sudah disebabkan oleh berbagai hal. Beberapa tradisi seperti perkawinan antar warga desa sekarang ini sudah mulai ditinggalkan. Diantara pemuda desa sekarang ini bahkan sudah ada yang menikah dengan wanita yang berasal dari suku Jawa, yang kemudian menetap di desa itu.

Berdasarkan statistik yang dihimpun di kantor kecamatan, jumlah kelahiran di desa ini mencapai 17 sedangkan jumlah kematian mencapai 3. Perkembangan yang menarik sekarang ini terlihat pada migrasi keluar-masuk desa. Pada statistik itu tercatat bahwa jumlah penduduk yang datang ke desa mencapai 14 sedangkan penduduk yang keluar desa mencapai 27. Dinamika migrasi penduduk desa yang semakin tinggi ini juga yang antara lain mendorong terjadinya perubahan pola perkawinan diantara orang-orang desa dengan orang luar desa.

Desa Botohilitano sekarang memiliki luas 30 km². Dengan jumlah penduduk itu maka tingkat kepadatan penduduk desa ini mencapai 95 jiwa/ km². Apabila dibandingkan dengan kepadatan penduduk desa-desa lainnya, maka tingkat kepadatan penduduk desa Botohilitano termasuk jarang. Selain itu, pola permukiman penduduk yang mengelompok yang memberi kesan tingkat kepadatannya tinggi. Tetapi sebenarnya masih banyak lahan kosong di desa ini yang tidak dihuni karena dimanfaatkan sebagai areal pertanian dan perkebunan rakyat.

2.3.1.2. Pengelompokan Sosial

Penduduk desa Botohilitano umumnya berasal dari satu etnis, yakni etnis Nias khususnya sub-etnis Nias Selatan. Berdasarkan beberapa literatur yang ada, sub-etnis Nias Selatan memiliki perbedaan dengan Nias Utara, terutama dari segi dialek, arsitektur, dan sebutan terhadap Sang Pencipta atau dengan demikian kepercayaan relijiusitasnya. Orang desa Botohilitano umumnya bersub-etnis Nias Selatan. Mereka menggunakan dialek bahasa keseharian yang sama, memiliki arsitektur bangunan terutama bentuk rumah adat yang sama dengan desa-desa lain di Nias Selatan, dan kepercayaan yang sama pula.

Page 70: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 48

Oleh karena seluruh penduduk desa merasa berasal dari satu etnis yang sama, maka secara etnis tidak ada pengelompokan sosial berdasarkan etnis tertentu di desa ini. Bahkan hampir seluruh warga desa merasa satu dan terasa sekali unsur ke-kita-annya; atau dengan kata lain unsur ke-etnis-annya atau satu etnis. Mereka saling mengenal satu sama lain dengan baik dan dari berbagai percakapan yang terdengar, diantara mereka bahkan banyak yang memiliki hubungan persaudaraan satu sama lain. Hubungan kekerabatan diantara mereka masih dihitung hingga keturunan-keturunan lanjut baik ke atas, ke bawah maupun ke samping.

Pengelompokan sosial yang ada bukan berdasarkan etnis melainkan berdasarkan dusun-dusun. Penduduk ada yang menyebut dusun tradisional dan yang bukan. Orang-orang yang tinggal di dusun tradisional umumnya mereka yang berasal dari generasi awal atau umumnya sudah tua-tua. Sedangkan penduduk yang tinggal diluar dusun tradisional umumnya merupakan pengembangan keluarga karena hubungan kawin-mawin dan umumnya mereka juga adalah muda-muda. Tetapi tidak seluruh orang di dusun tradisional tua karena banyak pula orang muda yang bertahan di dalam keluarga itu atau memilih untuk tetap tinggal di dalam rumah induk berama keluarga luasnya.

Selain itu, pengelompokan sosial akhir-akhir ini juga diwarnai perubahan sosial karena migrasi dan perkembangan pariwisata di desa itu. Pariwisata pantai Sorake turut menciptakan lalu-lintas migrasi penduduk yang tinggi terutama untuk pendatang kategori wisatawan. Wisatawan umumnya menetap sementara di pantai, tetapi ada pula pendatang yang mengembangkan usaha wisata ini membangun rumah-rumah di pantai Sorake. Di sisi lain, kehidupan pariwisata di pantai juga telah menyedot penduduk desa dan luar desa untuk menetap di sekitar pantai itu. Mereka umumnya memiliki usaha pariwisata. Tetapi sejauh ini belum terlihat hubungan kawin-mawin antara penduduk desa dengan para wisatawan yang setiap tahun datang dan menetap sementara di desa itu.

Page 71: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 49

2.3.2. Pendidikan dan Ketrampilan

2.3.2.1. Tingkat Pendidikan

Dengan kondisi saat ini, penduduk desa Botohilitano sudah ada yang memiliki pendidikan hingga setingkat universitas. Terutama pemuda desa, mereka bisa lebih leluasa memilih pendidikan tinggi di Gunung Sitoli, di Medan, atau bahkan ada yang di Jakarta. Dua pemuda yang berpendidikan tinggi yang ditemui dalam penelitian ini memilih kembali ke desanya, masing-masing berpendidikan tinggi perguruan tinggi swasta di Medan dan berpendidikan perawat di Jakarta. Mereka memilih kembali ke desanya karena ada lowongan kerja di Teluk Dalam dan sekitarnya.

Gambaran pemuda desa yang berpendidikan tinggi ini tidaklah cukup banyak. Sebagian besar pemuda desa tidak melanjutkan ke pendidikan tinggi karena masalah biaya dan jarak yang terlampau jauh. Bahkan banyak diantara anggota keluarga miskin desa yang hanya mengenyam pendidikan dasar saja. Hal ini karena di desa itu hanya tersedia sekolah setingkat SD dan SLTP. Sedangkan untuk sekolah lanjutan mereka harus ke kota Teluk Dalam. Transportasi yang semakin mahal menjadi salah satu alasan kenapa mereka tidak melanjutkan pendidikan menengah.

Anak-anak di dusun Hilisalo’o misalnya, karena keterpencilannya mereka bahkan banyak yang hanya tamat SD saja atau memilih untuk tidak melanjutkan ke tingkat SMP. Alasan yang paling rasional adalah karena di dusun itu hanya tersedia satu sekolah SD saja. Sementara dusun itu sangat terpencil, jauh dari pusat desa. Untuk menuju ke dusun itu hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki selama dua jam. Sementara pada musim hujan, jalanan sempit yang sangat licin tidak memungkinkan dilalui. Disamping becek tanah yang terendam air hujan juga lenghket sehingga menyulitkan pejalan kaki.

Sedangkan anak-anak di dusun lain bisa dengan mudah pulang-pergi sekolah karena jaraknya yang tidak sejauh dusun Hilisalo’o. Tetapi umumnya mereka juga hanya sampai pendidikan dasar saja. Biaya

Page 72: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 50

pendidikan yang semakin tinggi dan ongkos pulang-pergi ke sekolah yang cukup mahal menjadi alasan mereka untuk tidak melanjutkan ke sekolah menengah. Hanya keluarga yang mampu dan berpandangan akan pentingnya investasi pendidikan bagi anaknya yang melanjutkan sekolah menengah hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

2.3.2.2. Pendidikan Sebagaimana disinggung dimuka, pendidikan masyarakat desa Botohilitano umumnya rendah. Tingkat pendidikan yang rendah ini sudah berlangsung sejak orang-orang tua mereka. Diantara orang-orang tua mereka bahkan ada yang tidak mengenyam pendidikan formal seperti anak-anak mereka sekarang. Kehidupan tradisional, lokasi desa yang terpencil, dan infrastruktur pendidikan yang kurang memadai kiranya menjadi beberapa faktor yang menyebabkan penduduk desa kurang memiliki tingkat pendidikan yang baik.

Sampai dengan survey tahun 2008 ini dilakukan, pendidikan sepertinya masih menjadi barang mewah bagi sebagian penduduk desa. Tetapi sekaligus, pendidikan menjadi program pembangunan yang kurang diperhatikan di desa ini. Sebagai barang mewah karena tidak semua penduduk sempat mengenyam pendidikan formal, bahkan mungkin beberapa diantaranya memandang pendidikan formal ini sebagai sesuatu yang asing.

Pada tabel di bawah terlihat bahwa penduduk yang belum atau tidak tamat SD mencapai jumlah yang sangat besar dan tidak bergeser jauh dari tahun 2006 ke tahun 2008. Kondisi ini menunjukkan dua hal yakni pertama, masih banyaknya anak-anak usia SD atau banyaknya penduduk dewasa dan orang tua yang tidak tamat SD. Apabila memperhatikan fasilitas SD yang belum lama dibangun di desa ini, kemungkinan penduduk dewasa dan orang tua yang tidak tamat SD sangat banyak. Dari penurutan warga, banyak orang tua bahkn tidak sempat mengenyam bangku pendidikan semasa hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah masih merupakan kegiatan yang tidak diprioritaskan pada jaman dulu.Namun sekarang dengan adanya

Page 73: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 51

gedung sekolah, pendidikan tampaknya menjadi prioritas setiap anak walaupun hanya setingkat pendidikan dasar.

Tabel 2.1 Persentase Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

Status 2006 2008

Belum/Tidak Sekolah 18,3 17,7 Belum/Tidak Tamat SD 52,3 45,5 Tamat SD 13,3 20,5 Tamat SLTP 8,7 9,7 Tamat SLTA ke atas 7,3 6,7 Total 100 100

Sumber: Data Primer, 2006 dan 2008 Selain itu kenyataan bahwa desa-desa semacam ini jauh tertinggal dibanding desa-desa lainnya seperti antara lain sangat terbatasnya sarana pendidikan. Di desa walaupun terdapat empat SD dan satu SMP namun keadaannya sangat memprihatinkan terutama dari segi fisik bangunan sekolah itu, disamping tentunya fasilitas penunjang pendidikan lainnya. Jumlah guru juga sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun kwalitas guru yang diharapkan.

Faktor lain yang barangkali cukup berpengaruh adalah pandangan orang tua terhadap pendidikan anaknya. Selain tentunya dipengaruhi oleh biaya pendidikan yang mahal, orang tua masih menganggap anak sebagai tenaga kerja di rumah seperti bekerja di sawah, pekarangan, hutan dan lain sebagainya. Kondisi ini diperkuat dengan masih tersedianya cukup melimpah sumber daya alam di desa yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga baik itu berupa lahan sawah, pekarangan, maupun hutan.

Paska gempa bumi dan tsunami yang juga melanda desa ini beberapa bangunan sekolah tampak rusak naun sekarang sudah diperbaiki. Selain karena kwalitas bangunan yang kurang memadai, perawatan fisik yang minim, ditambah faktor usia bangunan menyebabkan

Page 74: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 52

bangunan sekolah kurang tahan gempa. Pada saat bencana itu terjadi, tercatat dua sekolah mengalmi kerusakan yang berarti. Murid-muridnya harus belajar diluar ruang, dihalaman sekolah dengan bangunan darurat yang didirikan dengan kayu bambu dan beratap rumbia. Apabila hujan, proses belajar-mengajar menjadi sangat tidak nyaman. Melalui bantuan pemerintah dan palang merah internasional, kini bangunan sekolah itu sudah selesai dibangun kembali.

2.3.3. Keadaan Ketenagakerjaan

Sebagaimana disinggung dimuka desa Botohilitano adalah desa agraris dengan perkembangan pada bidang kenelayanan. Munculnya bidang kenelayanan di desa ini kira-kira mulai terjadi pada tahun 1980-an. Beberapa faktor yang mendorong penduduk desa turun ke laut antara lain karena perkembangan permukiman penduduk sehingga penduduk menempati areal-areal di dekat pantai, terbatasnya lahan-lahan pertanian di desa, dan berkembangnya desa pantai karena sektor pariwisata.

Mata pencaharaian utama penduduk desa yang paling dominan adalah pertanian sawah dengan variasi perkebunan rakyat, baik perkebunan setengah intensif maupun perkebunan dalam bentuk pekarangan. Sedangkan mata pencaharian nelayan sesudah gembapa bumi dan tsunami dilakukan oleh sekelompok orang sekitar 50 orang yang terbagi di dusun Sorake dan dusun Hilisalo’o. Sekarang jumlah itu tampaknya mulai berkurang. Jenis mata pencaharian nelayan penduduk desa ini adalah nelayan tradisional yang dicirikan dengan alat-alat tangkapnya. Alat tangkapnya antara lain berupa perahu cadik, diantaranya ada yang menggunakan mesin motor berkapasitas kecil tetapi ada juga yang hanya menggunakan dayung. Selain jaring, penduduk desa Hilisalo’o juga menggunakan lingkar untuk menangkap udang.

Mata pencaharian petani dikerjakan oleh hampir seluruh anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan. Mereka menanam padi sawah dua kali selama satu tahun. Selain itu mereka juga menanam sayur-sayuran dan buah-buahan. Hasil pertanian ini umumnya

Page 75: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 53

dikonsumsi sendiri atau tidak diperdagangkan sehingga jenis pertanian ini adalah subsisten. Salah satu ciri pertanian jenis ini adalah pemanfaatan tenaga kerja keluarga bahkan juga perempuan dan anak-anak. Ada pula tenaga kerja buruh yang menggarap sawah orang lain dan mendapatkan penghasilan dengan cara bagi hasil.

Sedangkan mata pencaharian nelayan umumnya dilakukan oleh laki-laki dewasa. Perempuan dan anak-anak tidak membantu pekerjaan nelayan, kecuali dalam pemasaran. Pada jenis mata pencaharian nelayan ini penduduk sudah mulai mengenal pemasaran hasil walaupun masih bersifat terbatas. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri hasil tangkapan dari laut dijual ke pedagang. Pedagang pengumpul di dusun berfungsi untuk mengumpulkan dan membeli hasil tangkapan mereka, kemudian menjualnya ke warga desa lainnya atau ke pasar di Teluk Dalam. Penjualan ke Teluk Dalam biasanya hanya dilakukan jika hasil tangkapan banyak atau jenis udang khusus seperti lobster.

Pekerjaan

Wilayah desa Botohilitano menyediakan dua sumber mata pencaharian utama sekaligus bagi penduduknya yakni mata pencaharian yang bersumber pada lahan pertanian yang cukup luas dan mata pencaharian yang bersumber pada lautan yang juga membentang sangat luas. Kedua sumber mata pencaharian ini dipilih oleh penduduk desa sebagai mata pencaharian utama. Dalam keseharian terlihat warga desa ada yang pergi ke sawah dan ada juga yang pergi ke laut. Ada warga desa yang pulang membawa hasil pertanian namun ada juga warga desa yang pulang membawa ikan. Hal ini menjadi pemandangan yang lumrah di desa Botohilitano. Meskipun demikian, telah dicatat dimuka bahwa jenis mata pencaharian petani jauh lebih tua jika dibandingkan dengan jenis mata pencaharian nelayan. Menurut dugaan dari beberapa sumber, jenis mata pencaharian nelayan baru berkembang setelah tahun 1980-an.

Terlepas dari sejarah kedua mata pencaharian masyarakat desa Botohilitano itu, kedua sumber mata penacaharian itu kini tampaknya

Page 76: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 54

telah dipilih oleh sejumlah warga masyarakat desa untuk saling melengkapi dan saling mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka. Pada suatu kesempatan kita bisa melihat mereka menggarap sawah layaknya seorang petani yang sesungguhnya, namun pada kesempatan yang lain kita sekaligus juga bisa menyaksikan mereka pergi ke laut menangkap ikan layaknya seorang nelayan yang sesungguhnya pula. Namun penting untuk dicatat bahwa tidak semua petani di desa ini menjadi nelayan dan sebaliknya tidak semua nelayan di desa ini memiliki sawah. Hanya sebagian kecil dari warga desa yang memiliki kedua sumber mata pencaharian sekaligus tetapi beberapa diantara mereka ada memilih untuk merangkap pekerjaan sebagai petani penggarap sekaligus nelayan tradisional, selebihnya dan sebagian besar lebih memilih hanya menjadi petani saja.

Jenis pekerjaan petani yang menjadi andalan adalah petani sawah dengan jenis tanaman padi dengan pengairan tradisional sehingga setidaknya bisa ditanami padi dua kali dalam satu tahun. Hasil tanaman padi dipanen dan dikonsumsi oleh rumah tangga sendiri, selebihnya disimpan atau dijual untuk membeli keperluan lainnya. Oleh karena menanam dua kali dalam satu tahun, sebagaimana petani umumnya yang mengandalkan sistem irigasi tradisional, sebenarnya sudah hampir tidak ada waktu yang tersisa untuk membuka peluang mata pencaharian lainnya seperti halnya bernelayan, kecuali pada masa-masa bero. Bagaimanapun kehidupan nelayan juga membutuhkan waktu untuk pergi ke laut terutama pagi hari sedari jam 04.00 hingga kembali lagi jam 09.00. Sedangkan rutinitas petani juga dilakukan antara jam-jam itu.

Meskipun kedua jenis mata pencaharian ini dilakukan secara serempak oleh penduduk desa namun terdapat perbedaan yang sangat menyolok antara keduanya. Berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur kedua jenis mata pencaharian ini dapat dibedakan secara mudah. Pada jenis mata pencaharian petani, jenis kelamin yang bekerja bisa laki-laki dan perempuan. Kedua jenis kelamin ini bisa bekerja secara bahu-membahu berdasarkan pembagian kerja secara jelas. Pembagian kerja pertanian ini bahkan telah terbentuk secara tradisional sehingga laki-laki telah ditentukan secara kultural

Page 77: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 55

mengerjakan jenis pekerjaan tertentu yang berbeda dengan jenis pekerjaan perempuan.

Pada jenis mata pencaharian pertanian terdapat variasi kelompok umur yang jauh lebih beragam. Pada jenis mata pencaharian ini, bukan hanya orang dewasa yang bekerja tetapi juga pemuda dan bahkan anak-anak serta lanjut usia. Berbeda dengan kehidupan nelayan, disamping hanya dilakukan oleh laki-laki saja, kelompok umur yang bekerja pada nelayan umumnya hanya laki-laki dewasa. Anak-anak dan usia lanjut tidak melakukan pekerjaan nelayan karena dianggap terlalu berbahaya. Risiko pekerjaan nelayan tentunya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan risiko pekerjaan sebagai petani di darat.

Tabel 2.2 Persentase Kegiatan Utama Penduduk Desa Botohilitano

Kegiatan Utama 2006 2008

Bekerja 41,3 44,5 Menganggur 2,3 4,5 Mencari kerja 1,8 2,3 Sekolah 38,1 35,5 Mengurus Rumah Tangga 14,7 12,3 Lainnya 1,8 1,0 Total 100 100

Sumber: Data Primer, 2006 dan 2008 Sedangkan berdasarkan pada lapangan pekerjaannya maka terlihat angka yang menarik. Pada tabel di bawah dinyatakan bahwa lapangan pekerjaan utama penduduk desa berdasarkan survey tahun 2006 ini adalah perikanan laut namun pada survei tahun 2008 lebih besar pada prtanian tanaman pangan. Sedangkan mata pencaharian perikanan laut mengalami penurunan pada tahun 2008 dan meningkat menjadi lapangan pekrjaan tambahan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada pergeseran lapangan pekerjaan penduduk desa Botohilitano dari pertanian pangan ke perikanan laut. Hal ini mungkin terjadi sesudah

Page 78: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 56

terjadinya gempa bumi dan tsunami yang menghancurkan infrastruktur perikanan laut mereka sehingga banyak yang bergeser ke pertaian pangan.

Demikian pula dengan tabel di bawah yang menyatakan bahwa lapangan pekerjaan tambahan mereka disebutkan justru pertanian pangan. Apabila diperhatikan secara sungguh-sungguh, lapangan pekerjaan pertanian pangan ini yang justru mendominasi kehidupan keseharian penduduk desa. Namun demikian antara angka pada lapangan pekerjaan utama dan tambahan itu saling menjelaskan dimana mereka yang lapangan pekerjaan utamanya perikanan laut pada tahun 2006 telah bergeser ke lapangan pekerjaan tambahan pertanian pangan tanpa melihat besarnya persentase.

Tabel 2.3 Persentase Lapangan Pekerjaan Penduduk Desa Botohilitano

Lapangan Pekerjaan

Utama Tambahan

2006 2008 2006 2008

Perikanan Laut 44,4 27,1 6,7 20,8 Pertanian Pangan 35,6 65,9 44,4 55,6 Perdagangan 4,4 1,8 6,7 2,8 Jasa, guru, staf desa

12,2 4,1 11,1 15,3

Lainnya 3,3 1,2 31,1 5,6 Total 100 100 100 100

Sumber: Data Primer, 2006 dan 2008 Pada survey terlihat berbagai jenis pekerjaan utama penduduk desa. Survey ini sangat mempertimbangkan keberadaan rumah tangga nelayan walaupun keberadaannya di desa relatif sedikit atau termasuk kelompok minoritas. Namun karena survey ini menyangkut aspek-aspek sosial data dasar terumbu karang maka setidaknya kelompok rumah tangga nelayan menjadi perhatian survey ini. Dengan

Page 79: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 57

pertimbangan ini maka terlihat pekerjaan nelayan memiliki persentase terbesar pada survey tahun 2006 namun menurun dan digantikan petani pada tahun 2008 ini.

Selain table diatas, table di bawah ini juga menunjukkan pergeseran pekerjaan dari nelayan ke petani. Demikian pula pada pekerjaan tambahannya. Terlihat pada table pekerjaan utama di bawah ini bahwa frekwensi jenis pekerjaan nelayan turun drastis dari 44,4 persen pada tahun 2006 menjadi 28,8 persen pada tahun 2008. Sebaliknya jenis pekerjaan petani meningkat dari 35,6 persen pada tahun 2006 menjadi 63,5 persen pada tahun 2008. Pergeseran jenis pekerjaan utama dari nelayan ke patni ini tampaknya diikuti dengan perubahan status pada jenis pekerjaan tambahan yakni dari nelayan 4,4 persen pada tahun 2006 menjadi 19,4 persen pada tahun 2008. Bencana alam gempa bumi dan tsunami tampaknya menjadiu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pergeseran pekerjaan penduduk ini.

Tabel 2.4 Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Botohilitano

Pekerjaan Utama Tambahan 2006 2008 2006 2008

Nelayan 44,4 28,8 4,4 19,4 Petani 35,6 63,5 44,4 55,6 Pedagang 2,2 - 6,7 - Tenaga Jasa dan guru

10,0 7,1 4,4 26,4

Tenaga Kasar 1,1 0,6 4,4 - Lainnya 6,7 - 35,6 -

Sumber: Data Primer, 2006 dan 2008

Bagaimanapun persentase pekerjaan utama pada survey tahun 2006 itu tidak mencerminkan mayoritas mata pencaharian penduduk desa yang sesungguhnya. Dengan jumlah sampel yang kecil yang tidak dapat dihindari karena bencana alam maka dapat dikatakan bahwa untuk jenis pekerjaan utama tahun 2006 ini perbandingan besaran

Page 80: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 58

persentase jenis pekerjaan tidak menggambarakan kondisi yang sesungguhnya. Namun dari segi keragaman, jelas bahwa jenis-jenis mata pencaharian itu sangat mewakili jenis-jenis mata pencaharian yang ada di desa. Persoaalan besaran persentase ini terutama disebabkan karena penggunaan metode yang memberi penekanan pada sample nelayan. Sedangkan hasil survi tahun 2008 lebih menggambarkan keadaan yang sesungguhnya selain menunjukkan pergeseran pekerjaan dari nelayan ke petani itu.

Demikian pula dengan jenis pekerjaan tambahan seperti pada tabel di atas. Pada frekwensi jenis pekerjaan petani terlihat cukipbesar sebagai jenis pekerjaan tambahan. Sedangkan di desa kondisinya menggambarakan bahwa sebagian besar penduduk adalah petani dan hanya sebagian kecil yang menjadi nelayan. Perbedaan status pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan pad petani ini mungkin disebabkan oleh berbagai macam keadaan, seperti misalnya komposisi anggota rumah tangga dari keluarga luas dan rangkap pekerjaan yang memang mungkin dilakukan di desa Botohilitano.Hal ini membenarkan bahwa dalam suatu rumah tangga terdapat rangkap pekerjaan antara petani dan nelayan. Kendatipun mereka menyebut sebagai nelayan tetapi tetap menyatakan juga sebagai petani.

Berdasarkan status pekerjaannya, pada tabel di bawah, baik pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan terlihat sebagian besar merupakan usaha sendiri. Artinya untuk jenis pekerjaan pertanian umumnya mereka memiliki lahan sawah sendiri, pekarangan sendiri, ladang sendiri, dan perkebunan rakyat sendiri. Kondisi ini masih sangat dimungkinkan karena lahan yang masih luas dimana proses jual beli lahan masih dihargai dengan sangat murah. Dan sebagian besar mereka juga menyatakan bahwa usaha mereka dilakukan dengan anggota keluarga. Sebaliknya hubungan pemilik-pekerja tampaknya tidak banyak dilakukan. Disamping kepemilikan sendiri yang mungkin sudah dianggap cukup, tenaga kerja keluarga yang cukup, kemungkinan besar tidak terjadinya luapan tenaga kerja. Sebagaimana dinyatakan diatas pula, mereka yang menganggur hampir tidak ada di desa ini.

Page 81: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 59

Salah satu mata pencaharian alternatif bagi penduduk desa dan yang saat ini sudah berjalan adalah tenaga kerja di sektor pariwisata. Terutama pemandu surfing yang menjadi alternatif utama penduduk desa kalangan muda. Sebagaimaan disebutkan dimuka bahwa jenis pariwisata andalan pantai Sorake adalah surfing. Sedangkan mata pencaharian alternatif lainnya terkait dengan pariwisata adalah usaha perhotelan termasuk jasa bungalow, cottage, dan penginapan sederhana. Usaha ini biasanya juga diikuti dengan jenis usaha restoran dan persewaan peralatan surfing. Bagi kalangan muda desa yang tertarik dengan kegiatan sosial bisa bergabung ke yayasan sosial yang ditujukan untuk melestarikan kegiatan surfing di pantai Sorake ini.

2.3.4. Kesejahteraan

2.3.4.1. Pemilikan Aset Rumah Tangga

Bagi masyarakat desa yang masih bercorak agraris, aset yang paling bernilai adalah tanah yang diatasnya dibangun rumah, ditanami tanaman pangan, dan sebagainya. Hal ini setidaknya terbukti setelah terjadinya gempa bumi dan tsunami yang melanda desa ini. Banyak diantara penduduk desa yang terpaksa harus mengungsi ke rumah-ruamh saudaranya di puncak bukit atau hidup selama berbulan-bulan di tenda-tenda darurat karena rumahnya hancur diterjang tsunami. Kehilangan rumah seperti kehilangan segalanya karena selama ini rumah menjadi awal dari semua kehidupan keseharian itu dimulai.

Setiap keluarga memiliki rumah demikian pula setiap keluarga baru berusaha memiliki rumah sehingga jumlah rumah ini terus berkembang memanfaatkan lahan-lahan kosong milik keluarga. Dengan demikian tanah juga menjadi aset penting bagi rumah tangga di desa karena selain untuk bangunan rumah, tanah adalah tempat berpijak dan hidup. Untuk bermatapencaharian dan melanjutkan generasi. Bagi penduduk desa memiliki tanah yang luas berarti terjamin hari depannya.

Page 82: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 60

Selain itu beberapa rumah tangga juga memiliki kendaraan motor roda dua, namun tidak semuanya terlihat memilikinya. Untuk transportasi ke luar desa mereka menggunakan angkutan desa yang terdapat di desa itu hingga ke kecamatan Teluk Dalam. Namun untuk penduduk yang tinggal di dusun-dusun atas mereka harus rela berjalan kaki sekitar dua jam sebelum mendapatkan sarana angkutan umum ini. Dusun-dusun yang terpencil hanya dihubungkan dengan jalan setapak yang tidak bisa dilalui kendaraan sekalipun roda dua pada musim penghujan sehingga satu-satunya cara adalah jalan kaki.

Sarana pertanian yang ada masih tradisional, sehingga aset yang dimiliki berupa cangkul, sabit, parang dan sejenisnya. Tidak terlihat rumah tangga yang memiliki traktor untuk membajak sawah, tampaknya petani masih menggunakan tenaga kerja rumah tangga untuk mengolah sawahnya. Berdasarkan pengamatan di desa tidak tampak adanya ternak yang digunakan untuk membantu membajak lahan. Sebagian besar ternak mereka adalah babi yang lebih banyak dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk dibandingkan tenaganya. Dalam sejarahnya,ternak babi lebih banyak diambil dagingnya untuk berbagai keperluan pesta adat daripada dimanfaatkan tenaganya di sawah.

Sedangkan bagi nelayan, sebagian besar atau hampir seluruh perahu mereka kini sudah rusak dan tidak bisa digunakan untuk melaut lagi. Satu-satunya aset mereka untuk mencari ikan itu hancur diterjang tsunami dan tidak tersisa. Satu dua penduduk sekarang ini sedang berusaha memperbaiki sisa-sisa bangkai perahu itu namun umumnya mereka membiarkannya begitu saja. Sampai saat ini belum ada bantuan perahu dari pemerintah daerah berkaitan dengan program bantuan tsunami ini. Nelayan desa Botohilitano sekarang mengalami kemunduran dalam hal teknologi penangkapan karena hanya dilakukan di pinggir pantai.

2.3.4.2. Kesehatan

Kondisi kesehatan masyarakat desa Botohilitano tercermin antara lain dari kondisi sanitasi lingkungannya. Sebagaimana umumnya

Page 83: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 61

masyarakat desa yang relatif terpencil, kondisi sanitasi lingkungan masyarakat desa Botohilatno juga reatif sederhana. Sumber air misalnya diperoleh dari air tanah yang secara fisik tampak bagus. Artinya air tanahnya tidak berwarna dan berbau sehingga tidak hanya digunakan penduduk desa untuk mandi melainkan juga mencuci dan memasak. Penduduk desa yang tidak memiliki sumur memanfaatkan air pancuran yang terdapat di pinggiran desa. Sumber mata air pancuran ini tidak kalah jernihnya dan dimanfaatkan pula oleh penduduk untuk berbagai keperluan rumah tangga.

Bagi penduduk desa yang telah turun ke daerah pantai, sumber air bersih masih mengandalkan air tanah. Hingga ke tepian pantai sumber air tanahnya juga masih dalam kondisi bagus dan digunakan oleh penduduk juga untuk berbagai keperluan rumah tangga mereka. Di daerah pantai terutama di homestay dan bungalow juga menggunakan air tanah karena memang kondisi airnya bagus dan mudah disedot dengan menggunakan pompa air.

Terkait dengan asupan gizi masyarakat, tidak terlihat diantara warga masyarakat yang memiliki tradisi makan ikan sebagaimana masyarakat nelayan umumnya. Hal ini jelas seperti dijelaskan dimuka bahwa tidak sepenuhnya masyarakat desa ini hidup sebagai nelayan, bahkan mungkin bisa dikatakan hanya sebagian kecil saja. Sedangkan sebagian besar masyarakat hidup sebagai petani. Dengan demikian asupan gizi utama masyarakat desa bukan berasal dari sumber daya laut namun sumber daya lahan termasuk pertanian sawah, pekarangan, ladang, perkebunan, dan hutan.

Sarana MCK di desa hampir semuanya berada di dalam rumah masing-masing. Tidak terlihat sarana MCK umum di dalam desa, kecuali di luar desa di sekitar sumber mata air pancuran. Di beberapa wilayah dusun di desa itu, air hujan juga ditampung untuk keperluan musim kemarau. Sebagian penduduk yang tinggal di daera yang lebih atas lebih sulit mencari sumber air tanah sehigga air hujan yang intensitasnya cukup tinggi sangat bermanfaat bagi sumber air rumah tangga mereka.

Page 84: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 62

Sementara itu jenis penyakit yang sering dialami oleh penduduk desa antara lain seperti gatal-gatal dan reumatik. Untuk jenis-jenis penyakit ini penduduk biasanya hanya mengandalkan obat-obatan yang terjual di pasaran. Sarana kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit tidak tersedia di desa ini namun terdapat bidan desa ntuk kesehatan secara umum dan seorang perawat yang bekerja di rumah sakit di wilayah kecamatan lain.

Beberapa keluarga pengungsi yang tidak memiliki sanak saudara yang memiliki rumah cukup luas bagi mereka di desa tradisional terpaksa harus tinggal di tenda-tenda darurat. Di dalam tenda ini semua kegiatan ruamh tangga dilakukan, mulai dari memasak, mencuci, tidur, mengasuh anak-anak, dsb. Dengan hanya tenda yang berukuran kecil dan beranggotakan keluarga yang cukup banyak, kondisi sanitasi di sekitarnya menjadi semakin buruk. Bukan hanya lalat yang kemudian menyebar ke areal pengungsian namun juga berbagai penyakit seperti penyakit kulit, gatal-gatal dan secara umum kondisi kesehatan yang buruk menjangkiti mereka.

Page 85: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 63

BAB III

COREMAP DAN IMPLEMENTASINYA

ahasan pada bab ini akan difokuskan pada hasil kajian tentang pelaksanaan COREMAP dengan berbagai permasalahan dan kendalanya. Bagian pertama dari bab ini berisi bahasan

mengenai pengelolaan COREMAP di tingkat Kabupaten Nias Selatan. Aspek yang akan dikaji dalam bagian ini diantaranya adalah pengelolaan program, kerjasama antar komponen dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam pelaksaaan program. Bagian kedua dari bab ini membahas pengelolaan dan pelaksanaan COREMAP di tingkat lokasi, yaitu kawasan Teluk Dalam (Botohilitano). Pada bagian terakhir dari bab ini dikemukakan tentang pemahaman dan keterlibatan masyarakat terhadap kegiatan COREMAP setelah kurang lebih dua tahun program diimplementasikan di kawasan tersebut.

3.1. PELAKSANAAN COREMAP: PERMASALAHAN DAN KENDALA

3.1.1. Tingkat Kabupaten

Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu lokasi COREMAP untuk wilayah Indonesia bagian barat yang mendapat bantuan dana dari Asean Development Bank (ADB). Di Kabupaten ini COREMAP baru dilaksanakan pada fase ke dua dan implentasinya dimulai tahun 2006. Pelaksanaan COREMAP II di Kabupaten Nias Selatan difokuskan di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau Batu, Kecamatan Hibala dan Kecamatan Teluk Dalam.

COREMAP merupakan program yang semua kegiatannya terfokus untuk penyelamatan terumbu karang. Program ini bertujuan melestarikan terumbu karang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, terutama nelayan. Berdasarkan tujuan tersebut,

B

Page 86: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 64

maka pendekatan yang digunakan COREMAP dalam penyelamatan terumbu karang adalah keterlibatan secara aktif dari masyarakat atau dikenal dengan konsep pengelolaan berbasis masyarakat.

Pengelolaan COREMAP di tingkat kabupaten dilakukan oleh Project Implementation Unit (PIU) dengan leading sektornya adalah Dinas Kelautan. Struktur organisasi pengelola COREMAP di tingkat kabupaten ini mengacu pada ketentuan dari COREMAP tingkat nasional. Dalam struktur organisasinya, pengelola di tingkat kabupaten (PIU), terdiri dari beberapa komponen, yaitu: penyadaran masyarakat atau public awareness (PA), pengelolaan berbasis masyarakat atau community base management (CBM), pengawasan atau MCS (Monitoring, Controlling and Surveilance) dan CRITC atau Coral Reef Information and Training Center. Karena terdiri dari beberapa komponen, pengelola di tingkat kabupaten melibatkan berbagai instansi disesuaikan dengan tugas komponen dan kompentensi masing - masing instansi yang terlibat.

Seperti pada lokasi COREMAP lainnya, setelah PIU dan berbagai komponen terbentuk diperlukan adanya pengesahan oleh bupati, melalui penerbitan Surat Keputusan (SK). Terbitnya SK dari bupati diperlukan untuk memberikan pengesahan dan penugasan secara resmi kepada pihak-pihak yang telah ditunjuk untuk bertanggung jawab melakukan pengelolaan COREMAP pada masing-masing komponen di tingkat kabupaten. Adanya penugasan resmi melalui SK tersebut, PIU dengan seluruh komponennya dapat menyusun rencana kerja dan melaksanakan kegiatan tahunan. Sampai kajian ini dilakukan struktur organisasi pengelola COREMAP di tingkat kabupaten (PIU) Kabupaten Nias Selatan sudah terbentuk, namun SK untuk masing-masing komponen (Public Awareness, MCS, CBM dan CRITC) belum mendapatkan pengesahan dari Bupati Kabupaten Nias Selatan. Menurut berbagai narasumber di tingkat kabupaten, usulan struktur organisasi dan personil yang ditunjuk untuk bertanggung jawab di PIU dan masing-masing komponen sudah diajukan ke bupati. Namun sudah lebih satu tahun, SK dari bupati belum dikeluarkan.

Page 87: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 65

Tidak adanya SK tersebut menjadi kendala dalam pengelolaan dan pelaksanaan COREMAP di tingkat kabupaten. Semua komponen yang menjadi bagian dari PIU tidak dapat menjalankan tugasnya karena tidak ada kompetensi untuk melaksanakan tugas. Sampai kajian ini dilakukan pengelolaan dan kegiatan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan dilakukan oleh KPA (Kuasa Pemegang Anggaran) melalui PK (Pemegang Komitmen) dan kepala tata usaha Dinas Kelautan Kabupaten Nias Selatan.

Program dan Kegiatan di Tingkat Kabupaten Pelaksanaan COREMAP fase II di Kabupaten Nias Selatan mulai dilaksanakan sejak tahun 2006. Pada awal program, kegiatan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan lebih ditekankan pada sosialisasi program kepada masyarakat di lokasi maupun pada stakeholders terkait. Sosialisasi ini dilakukan melalui berbagai media, seperti kampanye melalui radio, pemutaran film, advokasi lintas sektor melalui berbagai pertemuan, pemasangan billboard dan pembuatan leaflet dan brosure. Pada tahun 2006, selain sosialisasi dilakukan juga penguatan kelembagaan di tingkat lokasi dengan membentuk LPSTK di masing-masing desa yang menjadi lokasi COREMAP. Setelah LPSTK terbentuk, di masing-masing desa, pengurus LPSTK bersama-sama aparat desa menyusun RPTK tingkat desa. Berdasarkan RPTK tersebut pengurus LPSK berkoordinasi dengan aparat desa membentuk Pokmas-Pokmas yang meliputi Pokmas UEP, Pokmas Gender dan Pokmas Konservasi. Kegiatan sosialisasi, pembentukan LPSTK dan penyusunan RPTK serta pembentukan Pokmas difasilitasi oleh pihak konsultan yang dikontrak oleh pengelola COREMAP tingkat kabupaten.

Pada tahun 2007 berbagai kegiatan berkaitan dengan pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) dan MCS mulai diimplementasikan. Pelaksanaan kegiatan PBM diawali dengan memberikan pelatihan berkaitan dengan jenis usaha yang akan diimplementasikan di desa. Pelatihan tersebut diantaranya adalah cara beternak ayam, budidaya kepiting, budidaya rumput laut dan pembesaran Kerapu. Peserta

Page 88: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 66

pelatihan adalah ketua Pokmas dan beberapa wakil dari anggota Pokmas. Setelah mendapat pelatihan, masing-masing Pokmas UEP mendapat dana bergulir untuk melaksanakan kegiatannya yang disesuiakan dengan rencana kerja masing-masing Pokmas. Pelatihan dan pelaksanaan kegiatan lapangan (ternak ayam, budidaya kepiting, kerapu dan rumput laut) difasilitasi dan mendapat pendampingan oleh konsultan yang dikontrak oleh pengelola di tingkat kabupaten. Selain pemberian dana bergulir, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat kegiatan COREMAP yang juga dilakukan di masing-masing lokasi adalah pencairan dana village grant. Penggunaan dana village grant di masing-masing desa diserahkan kepada keputusan masyarakat dengan mendapat fasilitasi dari LPSTK, aparat desa dan dibantu oleh konsultan.

Kegiatan MCS (pengawasan) dimulai dengan pengadaan sarana dan prasarana untuk patroli laut, yaitu kapal patroli dan perlengkapannya untuk masing-masing desa. Pengadaan sarana dan prasarana tersebut mulai dilakukan pada awal tahun 2007. Pengadaan kapal patroli dilakukan secara bertahap dan sampai kajian ini dilakukan masing-masing lokasi (desa) telah mempunyai kapal patroli. Dengan adanya kapal patroli diharapkan masyarakat melalui Pokmas Konservasi melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya laut yang merusak lingkungan.

Dalam rangka mendukung upaya untuk penyelamatan terumbu karang, LPSTK dan pihak konsultan juga memfasilitasi penyusunan Peraturan Desa yang bertujuan untuk mengurangi kegiatan-kegiatan pemanafatan sumber daya laut yang merusak terumbu karang. Peraturan desa yang telah dikeluarkan antara lain Peraturan Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan No 1 tahun 2007 Tentang Pengelolaan Terumbu Karang.

Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh pengelola tingkat kabupaten adalah rencana penentuan KKLD (Kawasan Konservasi Laut Daerah) yang terdiri dari beberapa daerah perlindungan laut (DPL)yang ada di desa di seluruh lokasi COREMAP di Kabupaten Nias Selatan. Pada saat kajian ini dilakukan, proses assessment dari aspek fisik dan sosial untuk pembentukan KKLD di seluruh lokasi sedang berjalan.

Page 89: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 67

Assesment dari aspek fisik dan sosial ini dilakukan oleh pihak ketiga, yaitu Universitas Nomensen dari Medan.

Kegiatan tahun 2008 yang masih ditunda pelaksanaannya adalah pencetakan buku Muatan Lokal (Mulok) Pesisir dan Laut Kita, buku pelajaran untuk kelas 1 sampai 6 SD yang telah disusun oleh bidang Edukasi CRITC – LIPI di Jakarta. Terdapat kesepakatan antara CRITC – LIPI Jakarta dan pengelola COREMAP di kabupaten/kota bahwa pada masing-masing lokasi COREMAP yang mendapat bantuan ADB diharapkan melakukan pencetakan ulang buku mulok tersebut untuk dipakai sebagai bahan pelajaran mulok di beberapa SD di lokasi COREMAP. Selain pencetakan buku, kegiatan lain yang juga belum terlaksana adalah Workshop dan pelatihan guru yang akan mengajar mulok. Workshop atau pelatihan ini direncanakan diadakan di kabupaten dan diikuti oleh wakil guru dari semua SD di lokasi COREMAP. Menurut narasumber yang juga membantu mengelola kegiatan COREMAP di tingkat kabupaten tertundanya berbagai kegiatan tersebut selain karena masalah administrasi keuangan juga berkaitan dengan belum adanya SK dari komponen public awareness yang juga menangani masalah edukasi.

Permasalahan dan Kendala Berdasarkan informasi dari hasil wawancara dengan berbagai narasumber dan mempelajari dokumen tentang pelaksanaan kegiatan, kajian ini menemukan beberapa kendala dan permasalahan berkaitan dengan pengelolaan COREMAP di tingkat kabupaten. Teridentifikasinya berbagai permasalahan dan kendala ini diharapkan dapat dipakai sebagai masukan untuk lebih meningkatkan pengelolaan program di tingkat kabupaten.

Berbagai permasalahan dan kendala tersebut diantaranya adalah:

- Belum adanya SK penugasan untuk masing-masing komponen mengakibatkan semua kegiatan COREMAP didominasi oleh KPA (Kuasa Pemegang Anggaran), melalui PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Peran KPA dan pemegang komitmen sangat besar,

Page 90: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 68

bukan hanya dalam pengelolaan dana/keuangan COREMAP, tetapi juga dalam menentukan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh komponen-komponen COREMAP. Selama ini sebagian besar kegiatan dikelola dan ditentukan oleh KPA melalui pemegang komitmen yang dibantu oleh kepala tata usaha. Keadaan ini tidak hanya berlaku untuk program dan kegiatan di tingkat kabupaten, tetapi juga pelaksanaan di tingkat lokasi/desa.

- Keberhasilan COREMAP dipengaruhi oleh kualitas personel pendukungnya (jumlah dan kapasitas SDM), baik pengelola inti maupun komponen atau stakeholders pendukungnya. Demikian pula kualitas dan kontinuitas pengelola COREMAP merupakan faktor penting dalam keberhasilan dan kelancaran program. Terpusatnya pengelolaan semua kegiatan COREMAP pada satu pejabat yang dibantu oleh beberapa staff mengakibatkan beberapa kegiatan dikelola dan menjadi tanggung jawab satu orang. Implikasinya adalah berbagai kegiatan tersebut menjadi kurang optimal pelaksanaanya dan pada akhirnya terjadi kegagalan.

- Kurangnya tenaga (staff) yang bekerja mengelola COREMAP di tingkat kabupaten ini menyebabkan pelaksanaan berbagai kegiatan terganggu. Monitoring program dan pendampingan menjadi jarang dilaksanakan. Tidak optimalnya pelaksanaan monitoring telah berdampak pada kurang berhasilnya beberapa program di lapangan.

- Pelaksanaan COREMAP yang didominasi oleh KPA dan pengelola keuangan cenderung menyebabkan pendekatan untuk kegiatan COREMAP bersifat personal antara orang-orang tertentu dengan desa/lokasi. Hal ini potensial menimbulkan kesalahpahaman dengan berbagai pihak, terutama dengan pihak kecamatan sebagai koordinator program pembangunan desa di wilayahnya.

- Sistim perekrutan LSM untuk mendukung COREMAP yang profesional, dianggap sulit dilaksanakan di daerah, karena masih

Page 91: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 69

terbatasnya LSM yang berkualitas dan masih kentalnya kecenderungan pada orientasi proyek.

- Sistem kontrak bagi pendamping atau kosultan menyebabkan keberlanjutan pendampingan di lapangan menjadi terputus. Hal ini menyebabkan pendampingan tidak bisa dilaksanakan secara optimal. Secara umum intensitas pendamping di lokasi sangat rendah. Facilitator berada di lapangan umumnya jika akan ada kegiatan.

- Sistim kontrak juga menyebabkan sering terjadi pergantian personil/facilitator. Fasilitator pengganti pada umumnya belum sepenuhnya memahami konsep program COREMAP yang berbasis masyarakat, pendekatan partisipatif yang digunakan, proses dan mekanisme pelaksanaannya. Selain itu, sebagian facilitator juga tidak mengetahui kegiatan COREMAP secara utuh di tingkat kabupaten dan lokasi. Beberapa kegiatan COREMAP yang ada di lokasi tidak diketahui oleh facilitator. Padahal facilitator merupakan tempat bertanya masyarakat mengenai program COREMAP.

- Pelaksanaan COREMAP masih bersifat proyek pemerintah, terutama dari pusat, belum sepenuhnya sebagai program. Akibatnya kegiatan COREMAP masih tergantung ”instruksi” dari pusat yang pelaksanaannya di lokasi juga sangat tergantung pada turunnya dana dari pusat. Kondisi ini menyebabkan kegiatan berjalan hanya beberapa bulan saja per tahun, setelah pertengahan dan bahkan mendekati akhir tahun anggaran.

Berbagai kendala terkait dengan pengelolaan di tingkat kabupaten tersebut dapat berdampak pada kurangnya monitoring dan pembimbingan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pihak ke tiga dan LPSTK di lokasi. Minimnya monitoring dan pembimbingan pada akhirnya menyebabkan kinerja fasilitator dan LPSTK terganggu dan pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan program (lihat Bagan 3.1).

Page 92: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 70

Bagan 1. Alur permasalahan pengelolaan COREMAP

di tingkat kabupaten dan lokasi

Kurang berhasilnya program dan kegiatan yang dilaksanakan di lokasi

Terganggunya kinerja : - Pihak ketiga/fasilitator - LPSTK dan POKMAS

Kurang intensifnya monitoring dan pembimbingan terhadap:

- Kegiatan yang dilakukan oleh pihak ketiga (konsultan dan fasilitator)

- Kegiatan yang dilakukan oleh LPSTK dan POKMAS.

Permasalahan di tingkat kabupaten:

- Belum adanya SK untuk personil yang terlibat pada masing-masing komponen

- Terpusatnya pengelolaan pada KPA - Kurangnya SDM di Kabupaten

Page 93: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 71

3.1.2. Pelaksanaan dan Permasalahan COREMAP di tingkat lokasi.

Bahasan mengenai pelaksanaan COREMAP dan permasalahannya ini akan terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan urutan program dan kegiatan COREMAP di lokasi. Di lokasi COREMAP di Kabupaten Nias Selatan, kegiatan dimulai dengan sosialisasi, pembentukan LPSTK, penyusunan RPTK dan pembentukan Pokmas.

- Kegiatan Sosialisasi COREMAP

Terdapat dua jenis kegiatan sosialisasi di lokasi COREMAP, yaitu sosialisasi berkaitan dengan penyelamatan terumbu karang dan kegiatan sosialisasi tentang program-program dan kegiatan COREMAP yang akan dilaksanakan di lapangan. Berikut ini gambaran kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan di lokasi COREMAP Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias.

Sosialisasi tentang penyelamatan dan pelestarian terumbu karang di Desa Botohilitano utamanya dilakukan melalui pertemuan dengan warga masyarakat yang dilakukan oleh konsultan bekerjasama dengan aparat desa dan tokoh adat setempat. Dalam acara tersebut konsultan memberikan penjelasan tentang pentingnya menyelamatkan terumbu karang dan manfaatnya bagi masyarakat jika kondisi terumbu karang di sekitar perairan Botohilitano terjaga kelestariannya. Selain itu, disampaikan juga tentang akan adanya beberapa program dan kegiatan yang akan dilakukan, mulai dari pembentukan kelembagaan sampai kepada pemberian dana bergulir untuk memberikan mata pencaharian alternatif pada masyarakat.

Pertemuan dilakukan di balai pertemuan kampung yang letaknya di tengah-tengah pemukiman dusun tradisional 1 dan 2. Balai ini biasa digunakan oleh masyarakat untuk melakukan pertemuan membicarakan tentang kegiatan adat, program dan kegiatan pemerintah di tingkat desa. Secara turun-temurun masyarakat telah

Page 94: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 72

Gambar 3.1 : Balai Tempat Musyawarah Masyarakat

mempunyai kebiasaan bermusyawarah untuk membicarakan berbagai masalah berkaitan dengan pelakasnaan peraturan adat maupun kegiatan masyarakat sehari – hari. Musyawarah tersebut dalam bahasa lokal dinamakan ”Orahua”. Seperti telah dijelaskan pada bab II bahwa Desa Botohilitano terdiri dari 8 dusun, dua diantaranya merupakan dusun induk yang dinamakam dusun Tradisionil I (Dusun Botohilitano) dan II. Dusun tradisional I merupakan dusun induk, di mana tetua adat (dinamakan Si’ Ulu dan Si’ Ila) desa tinggal disini. Segala keputusan berkaitan dengan kegiatan adat dan pembangunan desa biasanya dimusyawarahkan dengan tetua adat di dusun ini.

Balai ini letaknya cukup strategis ada di tengah-tengah jalan yang juga merupakan halaman rumah pemukiman warga. Pola pemukiman masyarakat Nias secara tradisional dibuat secara berjajar dan berhadapan. Ditengahnya terdapat halaman luas dan jalan yang bisa dilalui oleh sepeda motor. Halaman ini juga dimanfaatkan sebagai arena bermain anak, tempat menjemur hasil bumi, tempat para warga berinteraksi satu dengan yang lainnya. Di halaman ini terdapat batu loncat dan balai-balai yang dibuat dari batu yang dipakai untuk duduk-duduk (lihat keterangan pada BAB II).

Page 95: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 73

Selain melalui media pertemuan sosialisasi juga dilakukan melalui berbagai cara dan media, antara lain melalui bill board yang dipasang di dekat kantor desa, radio dan brosur serta informasi lain yang pernah dipasang di pondok informasi dan beberapa tempat strategis, seperti warung kopi dan tempat - tempat berkumpulnya warga.

Pondok Informasi Pondok Informasi dibangun di Dusun Hilisaloo pada tahun 2007. Dusun ini letak geografisnya cukup terpencil karena akses jalan darat dari Dusun Botohilitano dan Sorake sangat jelek kondisinya. Jalan belum diaspal hanya dilapisi batu. Jika musim hujan, sepeda motor sangat sulit untuk bisa melewati jalan ini. Oleh karena itu pemanfaatan pondok ini hanya terbatas pada masyarakat warga Dusun Hilisaloo. Warga masyarakat dari tujuh dusun lainnya kurang bisa memanfaatkan karena akses jalan yang sangat tidak memadai.

Secara umum fasilitas yang ada dalam pondok masih minim. Di Pondok ini belum tersedia materi edukasi tentang pentingnya penyelamatan terumbu karang, seperti leaflet, brossure, poster dan bacaan – bacaan pendukung lainnya. Pemanfaatan pondok sebagai sarana sosialisasi untuk penyelamatan terumbu karang belum optimal karena pondok jarang dibuka.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber dapat diperoleh informasi bahwa terdapat berbagai permasalahan terkait dengan kegiatan sosialisasi COREMAP di desa Botohilitano, diantaranya:

- Materi sosialisasi terfokus pada penyelamatan terumbu karang, tetapi kurang menekankan pada kegiatan COREMAP (LPSTK, POKMAS dan kegiatannya). Hal ini menyebabkan pemahaman masyarakat tentang tujuan dan kegiatan COREMAP masih sangat minim.

- Sosialisasi tentang kegiatan COREMAP hanya terfokus pada tokoh-tokoh tertentu dan hasil sosialisasi kurang disebarluaskan kepada seluruh anggota Pokmas dan masyarakat.

Page 96: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 74

- Sosialisasi pentingnya partisipasi masyarakat, rasa kepemilikan, keberlanjutan program masih sangat terbatas sehingga ada kesan “bantuan cuma-cuma, tdk perlu dikembalikan” dan “program milik pemerintah”.

- Pembentukan, kegiatan dan kinerja LPSTK

Pembentukan LPSTK di lokasi Desa Botohilitano dilakukan pada tahun 2006 yang difasilitasi oleh sebuah LSM yang menjadi konsultan. Berdasarkan hasil wawancara dari berbagai narasumber di lokasi kajian, proses pembentukan pengurus LPSTK dilakukan dengan berkoordinasi dengan kepala desa. Pertemuan dilakukan di dusun induk, yaitu Dusun Botohilitano. Pada saat pertemuan tersebut yang diundang adalah tokoh adat, tokoh pemuda dari beberapa dusun yang ada di Desa Botohilitano. Pengurus dipilih dari warga yang hadir rapat, berdasarkan pilihan warga dan disetujui oleh kepala desa dan beberapa tokoh adat.

Seperti telah diketahui bahwa pengelola COREAMP di tingkat kabupaten melalui konsultan telah melakukan sosialisasi tentang akan dilaksanakannya pembentukan kelembagaan sebelum program dan kegiatan lainnya dilaksanakan. Meskipun telah dilakukan sosialisasi terlebih dahulu tetapi tampaknya hasilnya belum optimal. Hal ini tercermin dari masih minimnya pemahaman masyarakat tentang keberadaan, tugas dan fungsi LPSTK.

Minimnya pemahaman masyarakat tentang LPSTK ini juga berkaitan dengan kurangnya sosialisasi tentang hasil musyawarah pembentukan LPSTK. Setelah LPSTK terbentuk, diperlukan adanya sosialisasi kepada masyarakat agar mereka memahami tentang siapa yang terlibat menjadi pengurus, tugas dan fungsi LPSTK.

Peran LPSTK dalam pelaksanaan kegiatan COREMAP di lokasi sangat besar, karena lembaga ini berperan sebagai agen sosial untuk sebuah misi penyelamatan terumbu karang. Perannya yang demikian menuntut sejumlah kemampuan menejerial untuk merencanakan suatu program kegiatan, memiliki pengalaman, pengetahuan, dan skil

Page 97: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 75

yang memadai berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan setiap program yang dilakukan. Statusnya yang demikian juga dituntut kemampuannya untuk dapat memahami kondisi sosial budaya masyarakat binaannya. Secara administratif LPSTK juga dituntut untuk melakukan tertib administrasi terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan, oleh karena lembaga ini akan berfungsi sebagai pusat informasi menyangkut segala hal yang bersangkutan dengan kegiatan program COREMAP. Fungsinya yang demikian juga menuntut perlunya prasarana penunjang kegiatan administrasi serta kemampuan teknis mengoperasikan peralatan kerja tersebut.

Berkaitan dengan kegiatan dan kinerja LPSTK di Desa Botohilitano, terdapat beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian, diantaranya adalah:

- Sebagai pengelola kegiatan COREMAP di lokasi, LPSTK berperan untuk menyediakan berbagai informasi terkait dengan pelaksanaan program/kegiatan. Informasi mengenai kegiatan COREMAP tersebut berbagai macam bentuknya, antara lain catatan harian yang dilakukan jajaran pengurus LPSTK, foto-foto dokumentasi hasil kegiatan, buku-buku hasil laporan kegiatan, peta-peta lokasi kegiatan, jadwal kegiatan, laporan keuangan kegiatan, laporan hasil-hasil rapat pengurus, peralatan kerja, dan sebagainya. Secara umum, informasi tertulis berkaitan dengan kegiatan COREMAP yang didokumentasikan oleh LPSTK di ketiga lokasi kajian masih sangat minim.

- Peran LPSTK masih terbatas pada upaya memfasilitasi kegiatan sosialisasi dan pelatihan, pengembangan RPTK dan membantu pihak ketiga dalam membangun sarana (pondok informasi, pembangunan kolam budidaya kepiting dan peternakan ayam).

- Kurang disosialisasikannya kegiatan LPSTK kepada anggota Pokmas dan juga masyarakat umum menyebabkan seakan-akan ketua LPSTK dan pengurus lainnya mendominasi kegiatan-kegiatan COREMAP. Karena kurangnya sosialisasi

Page 98: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 76

tersebut menyebabkan masyarakat memandang bahwa dalam mengelola kegiatan COREMAP di desa, LPSTK kurang transparan dalam pelaksanaan maupun penggunaan dananya. Hal ini telah menimbulkan kecurigaan sebagian masyarakat terhadap ketua dan pengurus LPSTK. Kecurigaan tersebut sangat berpontensi menimbulkan konflik di masyarakat yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan COREMAP.

- Pembentukan kelompok masyarakat (Pokmas), Kegiatan dan Kinerja

Sama seperti pembentukan LPSTK, pembentukan Pokmas juga melalui pertemuan yang difasilitsi oleh konsultan bekerjasama dengan ketua LPSTK dan kepala desa. Berdasarkan musyawarah antara kepala desa, pengurus LPSTK dan beberapa tokoh adat, diputuskan untuk membentuk Pokmas UEP untuk ibu-ibu dan POKMAS UEP yang beranggotakan bapak-bapak, terutama nelayan. Karena Desa Botohilitano terdiri dari beberapa 8 dusun, berdasarkan musyawarah diputuskan untuk membentuk Pokmas UEP induk yang berpusat di Dusun Tradisionail I (Botohilitano, dusun induk) dan Pokmas cabangnya yang ditempatkan di Dusun Hilisaloo.

Setelah ada kesepakatan maka dibentuk Pokmas UEP yang beranggotakan para nelayan (bapak-bapak) dan Pokmas yang beranggotakan ibu-ibu. Pokmas UEP induk yang beranggotakan ibu-ibu terdapat di Dusun Botohilitano, beranggotakan sekitar 20 ibu-ibu. Sedangkan Pokmas cabangnya ada di Dusun Hilisaloo juga beranggotakan sekitar 20 orang. Pokmas UEP untuk bapak-bapak (nelayan) juga terdiri dari 20 orang, masing-masing ada di Dusun Botohilitano dan Dusun Hilisaloo.

Sama seperti pembentukan LPSTK, setelah Pokmas terbentuk masyarakat tidak diberi informasi tentang siapa yang terlibat dalam keanggotaan Pokmas dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan. Hal ini menyebabkan sebagian masyarakat belum memahami

Page 99: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 77

Gambar 3.2. Peternakan Ayam

mengapa, untuk apa dan siapa yang terlibat dalam keanggotaan Pokmas.

Terbatasnya pemahaman masyarakat tentang kegiatan Pokmas ini menimbulkan kecurigaan di sebagian anggota masyarakat yang tidak terlibat kepada pengurus dan anggota Pokmas. Jika hal ini tidak diperhatikan akan berpotensi menimbulkan konflik yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan program.

Kegiatan dan Kinerja Pokmas

1. Pokmas UEP Ibu-ibu (Pokmas Gender)

Menurut hasil kajian yang dilakukan oleh tim konsultan, salah satu jenis mata pencaharian alternatif yang sesuai dengan potensi dan ketrampilan masyarakat adalah usaha ternak ayam broiller. Menindaklanjuti hasil kajian yang telah dituangkan dalam RPTK Desa Botohilitano, maka Pokmas UEP ibu-ibu dipersiapkan untuk usaha ternak ayam broiller.

Sebelum kegiatan usaha ternak dimulai terlebih dahulu diadakan pelatihan tentang teknis memelihara ayam, mulai dari pengelolaan bibit, cara memberi pakan, memelihara kesehatan sampai pada cara dan mekanisme pemasarannya. Pelatihan ini dilakukan oleh tim konsultan dengan peserta pelatihan semua anggota Pokmas di Dusun Botohilitano. Setelah diadakan pelatihan kegiatan selanjutnya adalah pembuatan kandang ayam. Pembuatan kandang ayam dilakukan

Page 100: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 78

oleh pihak ketiga yang dikontrak oleh pihak konsultan. Setelah kandang siap pihak konsultan memberikan bibit ayam dan pakan untuk pemeliharan selama 40 hari, sampai ayam dapat dipanen.

Sampai kajian ini dilaku-kan kegiatan ternak ayam yang dilakukan ibu-ibu ini cukup berhasil. Panen ayam sudah dilakukan se-banyak dua kali. Panen pertama menghasilkan ke-untungan Rp 1,4 juta di-bagikan kepada 20 orang anggota dan satu ekor ayam. Pada panen ke dua atas kesepakatan semua anggota keuntungan terse-but tidak dibagikan kepa-da para anggota. Keun-tungan sebagnyak Rp 1,1 juta dipergunakan untuk membeli tambahan bibit baru. Para anggota mendapat bagian 1 ekor ayam, selebihnya dijual kepada konsumen langsung di desa. Dari hasil penjualan tersebut kemudian dipotong biaya untuk membeli bahan pakan (konsentrat) dan sisanya dibelikan kembali bibit ayam.

- Pokmas UEP Kegiatan budidaya kepiting

Pembuatan budidaya kerapu dan kepiting dimaksudkan untuk memberikan stimulan kepada masyarakat agar melakukan usaha yang sama meskipun dalam skala kecil. Ada-nya usaha budidaya yang dilakukan oleh anggota masyarakat se-lain dapat mening-katkan pendapatan juga akan mengurangi teka-nan

terhadap pemanfaatan sumber daya laut.

Gambar 3.3. Kolam Budidaya Kepiting

Page 101: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 79

Kegiatan pembuatan kolam percontohan u ntuk budidaya kepiting di Desa Botohilitano dimulai tahun 2008. Idealnya kegiatan ini disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat dan pada saat perencanaan dan pelaksanaan kegiatan melibatkan unsur dari anggota Pokmas dan anggota masyarakat lainnya. Dengan melibatkan unsur dari Pokmas dan masyarakat lain akan terjadi transfer pengetahuan kepada masyarakat tentang teknis melakukan budidaya kepiting. Kegiatan pembuatan percontohan kepiting ini dikordinir oleh pengurus LPSTK dan Ketua Pokmas dan didampingi oleh konsultan.

Kolam budidaya kepiting terletak di dekat jalan raya Teluk Dalam – Sorake. Lahan yang dipakai adalah milik masyarakat setempat yang disewa. Kegiatan budidaya ini kurang berhasil karena semua bibit kepiting mati dan sebagian lagi dimakan hama (biawak).

- Kegiatan pengawasan

Kapal patroli telah diberikan pada tahun 2007 untuk lokasi COREMAP di Desa Botohilitano. Kapal patroli tersebut disandar di pantai di dekat Desa Lagundri. Patroli dilakukan bergantian dari tim masing-masing dusun. Pada tahun 2007, patroli berjalan dengan baik dengan jadwal patroli sesuai dengan giliran masing-masing desa. Pada tahun 2008 karena kapal rusak, dana operasional digunakan oleh Pengurus Pokmaswas untuk memperbaiki kapal. Kapal sarana patroli pada saat diserahkan dalam kondisi tidak dilengkapi dengan GPS, radio dan teropong. Setelah satu tahun, kapal patroli rusak dan tidak dapat dipergunakan. Atas kesepakatan dengan pengurus LPSTK dana operasional untuk patroli anggaran tahun 2008 dipergunakan untuk biaya memperbaiki kapal. Pada saat kajian ini dilakukan (Agustus 2008) Pokwasmas sudah tidak mempunyai dana operasional untuk melakukan patroli. Oleh karena itu patroli sudah jarang dilakukan karena ketiadaan dana operasional.

Page 102: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 80

- Pelatihan

• Menurut data dari CRITIC daerah, beberapa pelatihan COREMAP pernah dilakukan di tingkat kabupaten pada triwulan terakhir tahun 2006, dengan melibatkan LSM sebagai fasilitator. Pelatihan yang pernah dilakukan meliputi : sistem pengawasan berbasis masyarakat; pengelolaan terumbu karang dan MMA bagi masyarakat; pelatihan selam dan MPTK; pelatihan CREEL serta pelatihan pengurus LPSTK dan kepala desa.

• Pelatihan untuk kegiatan yang berbasis masyarakat yang dilakukan secara langsung pada masyarakat desa diantaranya adalah pelatihan membuat kerupuk, kue, bakso dan bordir. Anggota Pokmas yang telah dilatih diharapkan melakukan usahanya dengan mendapatkan modal dari dana bergulir yang dipinjamkan kepada masyarakat.

Beberapa permasalahan terkait dengan pelatihan di ketiga lokasi kajian, diantaranya adalah.

1. Kegiatan pelatihan umumnya dilakukan secara mendadak dan kurang terencana, sehingga efektifitas dan dampak dari pelatihan untuk masyarakat belum optimal. Kurang efektifnya pelatihan ini sangat terkait dengan kinerja pendamping yang melaksanakan pelatihan.

2. Pelatihan hanya melibatkan tokoh-tokoh tertentu saja dan hasilnya belum diinformasikan kepada anggota Pokmas lainnya.

3. Meskipun pelatihan beberapa kali dilakukan, namun hasil dan tindak lanjutnya masih terbatas. Setelah beberapa kali diadakan pelatihan pembuatan kue dan pemberian alat masak. Namun tindak lanjut tidak pernah dilakukan. Masyarakat yang terlibat dalam pelatihan, belum mempunyai modal untuk usaha, sehingga hasil pelatihan tidak pernah dipraktekkan oleh para peserta pelatihan.

Page 103: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 81

- Pendampingan

Kelancaran pelaksanaan kegiatan COREMAP di lokasi selain dipengaruhi oleh adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat, juga didukung oleh keaktifan facilitator dalam memfasilitasi semua kegiatan yang telah direncanakan. Dalam hal ini peran fasilitator cukup strategis untuk membantu pelaksanaan program, mengingat masih terbatasanya kapasitas sumber daya manusia yang ada di desa.

Salah satu kegiatan pendampingan masyarakat yang pernah dilakukan pada tahun 2006, adalah upaya menentukan daerah konservasi, pembuatan peraturan desa tentang pengelolaan COREMAP (2005). Pendampingan pembuatan peraturan desa untuk pengelolaan terumbu karang dilakukan secara singkat, sehingga masyarakat (bahkan pengurus) tidak mengetahui bahwa peraturan tersebut telah diselesaikan, dan ditandatangani oleh pengurus. Kegiatan pendampingan lainnya adalah pelaksanaan ternak ayam dan budidaya kepiting yang dilakukan oleh konsultan.

Permasalahan berkaitan dengan kegiatan pendampingan di ketiga lokasi:

1. Sistem kontrak facilitator/pendamping menyebabkan pendampingan tidak berkelanjutan. Hal tersebut dapat terjadi jika LSM yang telah dikontrak sebelumnya tidak bisa lagi memenangkan tender pendampingan tersebut, sehingga fasilitator yang sudah bertugas di suatu lokasi belum tentu diteruskan. Selain itu dengan menggunakan sistem kontrak mengakibatkan dalam satu tahun berjalan hanya beberapa bulan saja pendampingan bisa dilakukan secara efektif. Hal tersebut terkait dengan proses administrasi, tender dan kontrak sehingga pendamping tidak bisa ke lapangan sebelum seluruh proses administrasi dilakukan. Dengan kondisi ini maka dalam satu tahun, hanya beberpa bulan saja pendampingan bisa dilakukan.

2. Selain pendampingan tidak berkelanjutan dan efektif waktu yang benar-benar terlaksana di lapangan hanya beberapa

Page 104: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 82

bulan saja dari 12 bulan tahun berjalan, sistem kontrak juga mengakibatkan seringnya terjadi pergantian personil. Hal ini dikarenakan kontraknya dilakukan dengan LSM, sehingga personil yang dijadikan pendamping di suatu desa lebih banyak ditentukan oleh LSM tersebut. Sering terjadinya pergantian personil pendamping ini mengakibatkan pendampingan tidak berkelanjutan dan juga pemahaman fasilitator tentang tujuan, pendekatan dan mekanisme pelaksanaan COREMAP sangat minim.

3. Minimnya pemahaman fasilitator tentang konsep, tujuan dan pendekatan COREMAP ini berpengaruh terhadap kinerja fasilitator dan pada gilirannya akan mempengaruhi efektifitas pendampingan.

- Village Grant

Dana village grant di Desa Botohilitano dipergunakan untuk membuat jalan setapak dari pemukiman warga di dusun tradisionil ke arah mata air. Sebagian warga Desa Botohilitano mempunyai kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Terdapat satu mata air di dekat bukit yang airnya mengalisr terus- menerus. Oleh warga masyarakat, mata air ini dijadikan sebagai sumber air bersih. Untuk memudahkan warga mengambil air bersih, jalan menuju ke mata air tersebut diperkeras dengan semen dengan menggunakan dana bantuan desa dari COREMAP.

Page 105: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 83

Gambar 3.4: Mata Air, sumber air bersih untuk

masyarakat

Gambar 3.5: Jalan Kearah Mata Air,.

Village Grant dari COREMAP

Page 106: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 84

3.2. PENGETAHUAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP KEGIATAN COREMAP

Pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan telah berjalan sekitar dua tahun, yang dimulai sejak tahun 2006 - 2008. Berbagai kegiatan sudah dilaksanakan, mulai dari sosialisasi, pembentukan dan penguatan kelembagaan (LPSTK dan POKMAS), pelatihan dan pendampingan, usaha ekonomi produktif (UEP), dan pengawasan dan perlindungan laut.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu program pemberdayaan masyarakat (termasuk COREMAP), adalah seberapa jauh masyarakat terlibat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan. Sementara itu, keterlibatan dan partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh pemahaman tentang tujuan dan jenis program atau kegiatan yang dilaksanakan. Bahasan berikut ini akan melihat pemahaman dan keterlibatan masyarakat terhadap berbagai kegiatan COREMAP yang telah dilakukan di Desa Botohilitano.

3.2.1. Pemahaman tentang COREMAP

Aspek yang dilihat untuk mengkaji pemahaman masyarakat tentang COREMAP antara lain adalah; pengetahun tentang adanya COREMAP, LPSTK, RPTK dan berbagai kegiatan yang sudah dilaksanakan, seperti sosialisai, kegiatan pelatihan dan pendampingan, UEP dan kegiatan pengawasan dan perlindungan.

Page 107: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 85

Diagram 3.1. Pengetahuan Responden tentang COREMAP

Di Desa Botohilitano, Kabupaten Nias Selatan

Mengetahui , 81

Tidak mengetahui ,

19

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi

COREMAP- LIPI, 2008

Hasil BME menunjukkan bahwa sekitar 81 persen masyarakat mengetahui adanya COREMAP. Tingginya pengetahuan tentang COREMAP di Desa Botohilitano ini kemungkinan berkaitan dengan keberhasilan sosialisasi yang pernah dilakukan baik oleh pengelola COREMAP maupun aparat desa. Di samping itu, jumlah penduduk di desa ini relatif sedikit dan karakteristik masyarakatnya relatif homogen. Sedikitnya jumlah penduduk dan relatif homogennya masyarakat memudahkan untuk memberikan informasi berkaitan dengan berbagai program yang ada di desa.

Pemahaman masyarakat tentang adanya COREMAP di lokasi kajian tampaknya tidak hanya terbatas pada ada program yang namanya COREMAP, tetapi juga termasuk pengetahuan tentang tujuan dan kegiatannya. Hasil ini tercermin dari relatif tingginya pengetahuan masyarakat tentang adanya LPSTK, RPTK dan berbagai kegiatan COREMAP yang ada di lokasi.

Page 108: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 86

LPSTK merupakan lembaga pengelola COREMAP yang ada di desa. Berbagai kegiatan COREMAP yang ada di desa dikelola oleh LPSTK dan LSM pendamping yang telah ditunjuk. Sedangkan RPTK merupakan acuan bagi pengelola dan pelaksana COREMAP baik di tingkat lokasi atau tingkat kabupaten dalam menjalankan berbagai program/kegiatan dalam upaya menjaga dan melestarikan terumbu karang di masing-masing lokasi. Karena merupakan acuan bagi pelaksanaan program/kegiatan, keberadaan RPTK sebaiknya juga diketahui oleh masyarakat. Pengetahuan masyarakat tentang RPTK diharapkan akan meningkatkan keterlibatan dan partisipasi dalam pelaksanaan program/kegiatan.

Diagram 3.2 Pengetahun Responden Tentang Berbagai Kegiatan COREMAP

78

73

74

64

66

56

0 20 40 60 80 100

Peningkatan pengetahuan dankesadaran pentingnya

Kegiatan perlindungan/pengawan pesisir

Pembentukan LPSTK

Penyusunan RPTK

Kegiatan UEP

Pendampingan UEP

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi COREMAP- LIPI, 2008

Page 109: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 87

Hasil kajian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat di lokasi kajian tentang LPSTK relatif baik. Sekitar 74 persen responden mengetahui adanya LPSTK. Sementara itu, pengetahuan responden tentang RPTK juga relatif baik meskipun masih lebih rendah dibandingkan pengetahuan tentang LPSTK. Proporsi responden yang mengetahui tentang adanya RPTK sekitar 64 persen. Relatif baiknya pengetahuan masyarakat tentang penyusunan LPSTK dan RPTK ini mengindikasikan berhasilnya sosialisasi tentang program dan kegiatan COREMAP di lokasi yang sudah dilaksanakan pada awal program (Diagram 3.2).

3.2.2. Keterlibatan dalam Kegiatan COREMAP

• Sosialisasi, Pembentukan LPSTK, Penyusunan RPTK, Konservasi, UEP, Pendampingan.

Keterlibatan masyarakat dalam suatu program berkaitan dengan pemahaman mereka tentang tujuan dan kegiatan apa saja yang ada dalam program tersebut. Masyarakat akan cenderung terlibat dalam suatu program/kegiatan jika memahami apa tujuan program dan mendapatkan manfaat dari program tersebut.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa secara umum relatif baiknya pengetahuan masyarakat tentang berbagai kegiatan COREMAP diikuti juga oleh tingginya dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan tersebut. Dari sekitar 78 persen responden yang mengetahui adanya sosialisasi tentang pentingnya penyelamatan terumbu karang, sekitar 65 persen terlibat dalam kegiatan tersebut, yaitu menghadiri acara sosialisasi atau mengikuti berbagai pertemuan yang dilakukan oleh LPSTK (Diagram 3.3).

Page 110: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 88

Diagram 3.3 Keterlibatan Responden Dalam Kegiatan COREMAP

65

49

49

59

51

56

Peningkatan pengetahuan dankesadaran pentingnya

penyelamatan TK

Kegiatan perlindungan/pengawan pesisir

Pembentukan LPSTK

Penyusunan RPTK

Kegiatan UEP

Pendampingan UEP

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi COREMAP- LIPI, 2008

Sementara itu dari sejumlah responden yang mengetahui adanya penyusunan RPTK, sekitar 59 persen terlibat dalam penyusunan tersebut. Relatif kecilnya proporsi responden yang mengetahui adanya penyusunan RPTK ini terkait dengan mekanisme penyusunan RPTK yang tidak melibatkan semua lapisan masyarakat. Penyusunan RPTK dilakukan oleh LPSTK (ketua dan sekertaris merangkap bendahara), aparat desa dan wakil dari beberapa kelompok masyarakat.

Demikian pula kegiatan perlindungan/pengawasan laut, meskipun proporsi responden yang mengetahui adanya kegiatan ini cukup tinggi (di atas 71 persen), tetapi yang terlibat hanya sekitar separuhnya (49 persen). Hal ini dikarenakan kegiatan pengawasan ini hanya dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang tergabung dalam PokMasWas. Mekanisme kegiatan pengawasan ini dilakukan secara bergilir, dengan masing-masing tim terdiri dari empat orang. Di Desa

Page 111: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 89

Botohilitano terdapat dua kelompok pengawasan, satu kelompok di Desa Botohilitano induk (Dusun Tradisionil 1 dan 2) dan yang satu di Dusun Hilisaloo. Sementara itu, kapal pratoli sebagai sarana pengawasan ada satu unit yang ditempatkan di Dusun Tradisionil. Kondisi kapal patroli saat ini sudah rusak dan untuk memperbaikinya Ketua Pokmas dan pengurus LPSTK memutuskan biaya operasional patroli digunakan untuk perbaikan kapal. Hal tersebut menyebabkan kegiatan pengawasan tidak bisa dilakukan secara optimal.

Berkaitan dengan kegiatan UEP, pengetahuan masyarakat tentang kegiatan UEP cukup baik, namun keterlibatan dalam kegiatan UEP masih terbatas. Data menunjukkan bahwa dari sejumlah responden yang mengetahui adanya kegiatan UEP, proporsi responden yang terlibat hanya sekitar separuh (54 persen). Cukup rendahnya proporsi responden yang terlibat dalam kegiatan UEP ini berkaitan dengan masih terbatasnya jumlah anggota masyarakat yang bisa menjadi anggota Pokmas UEP. Seperti telah diulas pada bagian sebelumnya bahwa, di Desa Botohilitano, terdapat dua kegiatan UEP, yaitu kelompok ternak ayam dan budidaya kepiting. Di Desa Botohilitano terdapat satu kelompok UEP ternak ayam yang anggotanya terdiri dari 20 orang ibu-ibu dan satu kelompok UEP budidaya kepiting yang angotanya terdiri para bapak-bapak yang berjumlah 20 orang.

Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat terhadap berbagai kegiatan COREMAP yang relatif baik ini terkait dengan berhasilnya sosialisasi yang telah dilaksanakan sebelum program dilakukan. Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa sebelum kegiatan dilaksanakan pengurus LPSTK dan LSM pendamping melakukan sosialisasi tentang COREMAP kepada masyarakat. Sosialisasi dilakukan dengan cara melaksanakan pertemuan di balai pertemuan tradisional yang biasa digunakan oleh masyarakat melakukan pertemuan. Balai pertemuan umumnya terletak di depan pemukiman yang mengelompok dan tertata rapi memudahkan masyarakat untuk mengetahui kegiatan apa yang dilakukan dalam balai tersebut. Letak balai yang strategis dan kebiasaan masyarakat menggunakan balai sebagai sarana berkumpul ini berpengaruh terhadap efektifitas sosialisasi. Dengan kondisi ini sosialisasi menjadi

Page 112: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 90

Gambar 3.6 : Ketua dan seorang anggota Pokmas

lebih efektif karena hampir semua lapisan masyarakat dapat mengikuti.

• Kegiatan Pokmas Di Desa Botohilitano terdapat tiga Pokmas yaitu: Pokmas UEP (kegiatan budidaya kepiting), Pokmas Gender (kegiatan ternak ayam) dan Pokmas Konservasi. Dari ketiga Pokmas tersebut, hanya Pokmas UEP (ternak ayam) yang kegiatannya masih berjalan baik. Sedangkan Pokmas UEP (budidaya kepiting) gagal karena bibit kepiting semuanya mati dan Pokmas konservasi kurang ada kegiatan karena biaya operasional yang sudah tidak ada lagi.

Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat ten-tang Pokmas ke-tiga tersebut cu-kup bervariasi. Pengetahuan masyarakat tentang Pokmas Gender relatif tinggi. Data me-nunjukkan bah-wa lebih dari 70 persen respon-den mengetahui adanya Pokmas Gender. Hal ini dikarenakan kegiatan Pokmas Gender cukup berhasil. Sebagian besar masyarakat mengetahui adanya usaha ternak ayam yang dilakukan oleh ibu-ibu Pokmas Gender. Kegiatan ini cukup mencolok, karena ibu-ibu anggota Pokmas setiap hari secara bergiliran memberi makan ayam dan membersihkan kandang ayam. Pengurus Pokmas membuat

Page 113: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 91

jadual piket masing-masing-masing dua orang per hari untuk pagi dan sore bertugas memberi pakan ayam dan membersihkan kandang.

Mengenai keterlibatannya, data menunjukkan bahwa hanya sekitar 30 persen dari responden yang mengetahui adanya kegiatan Pokmas Gender yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Rendahnya data tentang keterlibatan masyarakat dalam Pokmas ini dikarenakan jumlah yang terlibat dalam Pokmas tersebut juga masih terbatas. Masing-masing Pokmas Gender yang ada di Dusun Botoholitano dan Dusun Hilisaloo masing-masing hanya 20 orang.

Berbeda dengan pengetahuan tentang Pokmas Gender, pengetahuan masyarakat tentang Pokmas Konservasi dan Pokmas UEP relatif relatif rendah. Kegiatan Pokmas Konservasi dan UEP (budidaya kepiting) hanya dilakukan di Dusun Botohilitano. Oleh karena itu sebagian masyarakat yang tinggal di Dusun Hilisaloo kurang mengetahui adanya kegiatan kedua Pokmas ini.

Diagram 3.4 Pengetahuan responden tentang Pokmas dan Keterlibatan dalam Kegiatan

53 49

71

19

53

30

01020304050607080

Pokm

asK

onse

rvas

i

Pokm

asU

EP

Pokm

asge

nder

Pokm

asK

onse

rvas

i

Pokm

asU

EP

Pokm

asG

ende

r

Pengetahuan Keterlibatan

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi COREMAP- LIPI, 2008

Page 114: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 92

Pengetahuan masyarakat tentang berbagai kegiatan COREMAP diperoleh dari berbagai sumber. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tersebut secara umum lebih banyak diperoleh dari motivator/pengurus COREMAP dan aparat desa setempat. Hal ini mengindikasikan cukup pentingnya peran fasilitator/pengurus/motivator dan aparat desa dalam mensosialisasikan kegiatan COREMAP. Pengetahuan COREMAP juga lebih banyak diperoleh masyarakat dari orang yang telah terlibat dalam kegiatan. Data menunjukkan bahwa sekitar 20 sampai 30 persen responden mengetahui berbagai kegiatan darai anggota masyarakat lain yang telah terlibat. Sementara itu peran aparat desa dalam menginformasikan kegiatan COREMAP relatif rendah (Diagram 3.5).

Diagram 3.5 Sumber Informasi Tentang Kegiatan COREMAP

38

72

47

2

2

14

35

20

31

5

3

8

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pemilihan jenis usahayang tidak merusak

terumbu karang

Pemberian danabergulir untuk

mengembangkanusaha

Kegiatan pelatihan danpembimbingan

Anggota masyarakatlainnya

Anggota masyarakat ygterlibat

Kepala desa/dusun

Fasilitator

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi COREMAP- LIPI, 2007

Page 115: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 93

• Ternak Ayam dan Budidaya Kepiting Pengetahuan masyarakat tentang adanya kegiatan ekonomi produktif ternak ayam dan kepiting relatif tinggi. Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 75 persen responden mengetahui adanya kegiatan COREMAP tersebut. Kegiatan ternak ayam yang dilakukan oleh Pokmas Gender ini cukup berhasil sehingga sering menjadi bahan perbincangan masyarakat, terutama di sekitar dusun tradisional dan di Dusun Botohilitano. Keberhasilan usaha ini menjadi cepat menyebar ke masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ternak ayam masih terbatas, dikarenakan jumlah anggota Pokmas masih dibatasi jumlahnya. Untuk tahap pertama hanya 20 orang per kelompok. Data menunjukkan bahwa sekitar 30 persen responden terlibat dalam kegiatan ternak ayam. Hal yang cukup menggembirakan adalah adanya persepsi yang cukup posistif tentang kegiatan ini. Semua responden yang terlibat didalamnya menyatakan kehiatan ternak ayam sangat bermanfaat.

Pengetahuan masyarakat tentang adanya budidaya kepiting juga cukup tinggi. Namun berbeda dengan kegiatan ternak ayam, tingginya pengetahuan masyarakat tentang budidaya ini bukan karena keberhasilannya, tetapi disebabkan usaha ini gagal. Masyarakat, terutama yang tinggal di Dusun Tradisionil 1 dan 2 serta Dusun Sorake umumnya mengetahui adanya kegiatan budidaya kepiting. Masyarakat memperbincangkan kegiatan ini karena kegagalannya.

Tidak berbeda dengan kegiatan ternak ayam, jumlah anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ini terbatas. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 40 persen responden yang terlibat dalam kegiatan budidaya kepiting. Meskipun kegiatan ini mengalami kegagalan, tetapi persepsi anggota masyarakat tentang manfaat kegiatan relatif baik. Data menunjukkan bahwa sekitar 67 persen responden menyatakan bahwa kegiatan budidaya kepiting ini bermanfaat.

Page 116: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 94

Diagram 3.6 Pengetahuan dan Keterlibatan Responden dalam

Kegiatan Budidaya Kepiting dan Ternak Itik

76

40

6778

30

100

0

20

40

60

80

100

120

Men

geta

hui

Kete

rlib

atan

Man

faat

Men

geta

hui

Kete

rlib

atan

Man

faat

Budidaya Kepiting Ternak Ayam

Sumber: Data Primer, BME Sosial Ekonomi COREMAP- LIPI, 2007.

Dari uraian pada bab ini dapat diketahui bahwa pengeloaan COREMAP baik di tingkat kabupaten dan lokasi masih menemui berbagai kendala. Akibatnya beberapa kegiatan yang dilaksanakan di lokasi tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Sementara dari sisi masyarakat, pemahaman dan keterlibatannya dalam kegiatan COREMAP masih relatif rendah. Hal ini terkait dengan kurangnya sosialisasi dan transparansi pengelolalaan kegiatan yang masih minim.

Page 117: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 95

BAB IV

PENDAPATAN PENDUDUK DAN PERUBAHANNYA

4.1. PENDAPATAN PENDUDUK

endapatan penduduk desa di lokasi Coremap merupakan indikator penting untuk melihat tingkat kesejahteraannya. Dari segi pendapatan ini setidaknya diketahui gambaran mengenai dua

halyakni pertama, pengaruh intervensi program Coremap khususnya yang terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat terhadap pendapatan rumah tangga mereka. Kedua, faktor-faktor diluar intervensi program Coremap yang mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga mereka. Perlu diakui bahwa program Coremap di desa Botohilitano bukan merupakan program yang menjangkau seluruh rumah tangga desa. Program ini ditujukan untuk pemberdayaan kelompok nelayan. Sedangkan rumah tangga desa terdiri dari berbagai macam kelompok pekerjaan seperti petani, nelayan, pedagang, jasa lainnya dan sebagainya. Dengan demikian mencermati pendapatan rumah tangga nelayan juga tidak bisa dilepaskan dari hubungannya dengan sumber-sumber pendapatan rumah tangga lainnya.

Uraian mengenai pendapatan rumah tangga berikut ini akan menjelaskan kondisi pendapatan rumah tangga itu dan perubahannya selama dua masa survey yakni tahun 2006 dan tahun 2008. Selain itu, uraian ini juga akan menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pendapatan rumah tangga serta keterkaitan dengan sumber-sumber pendapatan lain di dalam konstelasi masyarakat desa.

P

Page 118: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 96

4.1.1. Pendapatan Rumah Tangga dan Perubahannya Tabel 4.1 di bawah menunjukkan bahwa sumber pendapatan rumah tangga desa berasal dari variasi pekerjaan yang berkembang di lingkup desa. Tampak bahwa pekerjaan utama penduduk desa meliputi nelayan, petani, pedagang dan jasa lainnya. Variasi pekerjaan utama penduduk desa ini setidaknya mencerminkan bahwa desa Botohilitano dipengaruhi oleh kondisi pertanian dan kelautan. Sebagaimana desa-desa pantai umumnya di daerah-daerah lain di Indonesia, penduduknya tidak berarti menggantungkan pada sumber kelautan saja namun ternyata juga sumber-sumber lain yang berbasis pertanian. Dengan demikian sebagaimana yang sudah disampaikan pada bagian kondisi geografis desa Botohilitano, desa ini dikarakteristikkan oleh dua pekerjaan utama yakni sebagai petani dan nelayan. Jenis pekerjaan lainnya seperti perdagangan lebih merupakan perkembangan dari kedua jenis pekerjaan utama ini.

Pada kasus desa Botohilitano, walaupun proporsi jumlah nelayan relatif kecil jika dibandingkan dengan petani namun ternyata rata-rata pendapatan dari jenis pekerjaan ini cukup besar, hampir sebanding dengan rata-rata pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai petani. Besarnya rata-rata pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai nelayan ini juga menunjukkan bahwa jenis pekerjaan ini bisa menjadi alternatif pekerjaan penduduk desa pantai ini selain pertanian. Sebagaimana dijelaskan pada kondisi daerah penelitian bahwa desa Botohilitano secara alamiah merupakan desa pertanian. Namun demikian perkembangan penduduk yang cepat dan terbatasnya lahan pertanian karena kondisi geografis desa yang berbukit-bukit menyebabkan penguasaan lahan pertanian penduduk desa semakin sempit. Pada kondisi inilah sebenarnya penduduk mulai melihat jenis pekerjaan sebagai nelayan merupakan alternatif yang cukup menggiurkan.

Hal ini juga ditunjukkan pada tabel di bawah. Melalui survei tahun 2006 dan 2008 terlihat hanya jenis pekerjaan nelayan yang mengalami peningkatan pendapatan. Sedangkan jenis pekerjaan sebagai petani dan jasa justru mengalami penurunan. Hasil survei ini seakan mempertegas bahwa jenis pekerjaan sebagai nelayan sudah

Page 119: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 97

menjadi alternatif pekerjaan penduduk yang patut ditekuni dengan baik. Kondisi ini juga sebanding dengan iklim usaha pertanian yang semakin kurang menguntungkan petani kecil. Selain perubahan iklim yang drastis, sarana produksi pertanian yang diperdagangkan juga mengalami kenaikan harga yang fantastis sehingga tidak sesuai dengan usaha pertanian dalam skala kecil. Sebagaimana diketahui, padi di desa Botohilitano hanya ditanam sekali dalam setahun pada musim hujan. Musim dimana kemarau panjang atau sebaliknya hujan terjadi secara berlebihan akn menganggu tanaman padi sehingga bisa menyebabkan panen kuarng maksimal. Situasi semakin sulitnya usaha pertanian inilah yang kenungkinan semakin menarik penduduk desa untuk secara perlahan mengembangkan alternatif jenis pekerjaan sebagai nelayan. Dengan adanya pekerjaan alternatif maka pekerjaan utama mereka sebagai petani memperoleh dukungan manakala dilanda krisis.

Tabel 4.1 Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Pekerjaan Utama

Pekerjaan Utama Rata-rata Pendapatan RT 2006 2008

Nelayan 812.763,- 996.300,- Petani 933.800,- 333.852,- Pedagang 2.330.000,- - Jasa 1.970.000,- 611.250,- Lainnya 3.984.000,- - Total 1.017.310,- 637.501,-

Sumber: Data Primer, 2006 - 2008 Kondisi belum maksimalnya pekerjaan alternatif kenelayanan ini dan di sisi lain menurunnya dominasi usaha pertanian juga tersirat dari tabel di bawah ini. Pada tabel yang menunjukkan rata-rata pendapatan rumah tangga desa per bulan mengalami penurunan yang drastis. Hal ini sesungguhnya mencerminkan keadaan diatas oleh karen sampel survei ini meliputi berbagai jenis pekerjaan penduduk, bukan hanya nelayan namun juga terdiri dari penduduk bukan nelayan. Sedangkan

Page 120: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 98

penduduk yang jenis pekerjaannya sebagai nelayan saja belum bisa meninggalkan sepenuhnya jenis pekerjaan pertaniannya. Dengan demikian, kemungkinan penurunan rata-rata pendapatan rumah tangga ini dikontribusi dari jenis pekerjaan bukan nelayan. Rata-rata pendapatan dari jenis pekerjaan sebagai nelayan sendiri menunjukkan kenaikan, sebagaimana pada tabel diatas. Sedangkan jenis pekerjaan petani dan jasa lainnya mengalami penurunan. Dapat dikatakan bahwa menurunnya rata-rata pendapatan dari jenis pekerjaan petani akan berdampak besar terhadap rata-rata pendapatan rumah tangga mereka dibandingkan seandainya jika penurunan itu terjadi pada jenis pekerjaan nelayan. Oleh karena sektor pertanian masih sangat dominan menyumbangkan pendapatan bagi setiap rumah tangga desa itu.

Tabel 4.2 Statistik Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan Rata-rata per bulan (rupiah) 2006 2008

Perkapita 205.453,- 125.313,- Rata-rata RT 1.017.310,- 637.501,- Median 755.000,- 416.666,- Minimum pendapatan RT 100.000,- 10.833,-

Maksimum pendapatan RT 6.900.000,- 2.525.000,-

Sumber: Data Primer, 2006 – 2008 Menurunnya rata-rata pendapatan rumah tangga desa Botohilitano juga terlihat dari menurunnya rata-rata pendapatan perkapita penduduknya yakni dari Rp205.453,- pada tahun 2006 menjadi Rp125.313,- pada tahun 2008. Banyak kemungkinan yang mempengaruhi penurunan pendapatan perkapita penduduk ini namun demikian yang jelas rata-rata pendapatan rumah tangga mereka juga mengalami penurunan yang siginifikan. Dengan kata lain, menurunnya pendapatan perkapita penduduk ini juga mencerminkan

Page 121: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 99

menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk desa pada saat survei ini dilakukan yakni pada bulan September tahun 2008.

Tabel diatas juga menunjukkan pendapatan minimum dan maksimum dari rata-rata pendapatan rumah tangga itu. Besarnya kesenjangan antara pendapatan minimum dan pendapatan maksimum memperlihatkan antara lain adanya hubungan kerja di desa yang semakin terstruktur atau kemungkinan munculnya alternatif jenis pekerjaan lain dari luar struktur itu seperti pegawai ataupun usaha jasa seperti perdagangan dan jasa lainnya. Apapun kemungkinan jenis pekerjaan dari besarnya pendapatan maksimum itu menunjukkan bahwa struktur perekonomian masyarakat desa telah terstratifikasi sedemikian lebar sehingga kemungkinan terjadinya kemiskinan di kalangan rumah-tangga desa bisa terjadi. Dengan kata lain pula, penduduk desa bukanlah komunitas yang homogen yang secara sosial-ekonomi memiliki kesetaraan dalam hal pendapatan. Penduduk desa sudah merupakan masyarakat yang heterogen dengan stratifikasi sosial-ekonomi yang lebar. Kondisi stratifikasi sosial-ekonomi penduduk desa ini secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap meningkatnya jenis pekerjan alternatif seperti nelayan.

Stratifikasi sosial-ekonomi ini juga terlihat pada tabel kelompok pendapatan di bawah ini. Pada tahun 2006 terlihat ada rumah tangga yang berpengahsilan lebih dari Rp5.000.000,- sedangkan sebagian besar rumah tangga yang di survei berpendapatan di bawah Rp1.500.000,-. Bahkan rumah tangga yang hanya berpendapatan kurang dari Rp500.000,- terlihat cukup mencolok dari distribusi kelompok pendapatan yang ada. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa stratifikasi sosial-ekonomi atas sudah mulai muncul di desa. Dari tabel sebelumnya munculnya stratifikasi sosial-ekonomi atas ini berasal dari sektor jasa antara lain perdagangan atau pegawai seperti guru yang mengembangkan usaha jasa. Dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain seperti nelayan dan petani, jenis pekerjaan sebagai guru di desa jelas menguntungkan karena memiliki penghasilan tetap. Sedangkan sisa waktunya bisa digunakan untuk mencari penghasilan tambahan. Pada kondisi rumah tangga di desa Botohilitano, seorang guru biasanya adalah seorang perempuan walaupun tidak menutup

Page 122: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 100

kemungkinan laki-laki. Namun demikian jika guru itu seorang perempuan atau ibu rumah tangga maka laki-laki atau suami dari rumah tangga itu memiliki jenis pekerjaan lain. Jenis pekerjaan suami inipun biasanya lebih mapan seperti petani dengan lahan yang cukup dan lahan-lahan pekarangan serta kebun yang menghasilkan buah, sayur serta kayu yang menguntungkan. Seorang guru di dusun Hilisalo’o misalnya, dalam waktu kurang dari dua tahun terakhir telah mampu mengembangkan ekonomi rumah tangganya dengan menguasai lahan kebun karet dan kelapa yang sangat menguntungkan. Jenis pekerjaan pengepul udangpun telah ia tinggalkan dan bertransformasi ke stratifikasi sosial-ekonomi yang lebih atas di dusun itu.

Tabel 4.3 Persentase Responden Menurut Kelompok

Pendapatan Rumah Tangga

Kelompok pendapatan RT 2006 2008 Kurang 500.000 24 55 500.000- 999.000 38 18 1000.000 – 1.499.000 24 21 1.500.000 – 1.999.000 6 1 2.000.000 – 2.499.000 2 4 2.500.000 – 2.999.000 4 1 Lebih 5.000.000 2 - Total 100 100

Sumber: Data Primer, 2006 – 2008 Pada tabel diatas juga menunjukkan fenomena menarik yakni meningkatnya kelompok pendapatan rumah tangga kurang dari Rp500.000,- per bulan dari tahun 2006 ke tahun 2008. Sebaliknya fenomena ini diikuti dengan menurunnya kelompok pendapatan diatasnya pada tahun-tahun itu. Kondisi ini menunjukkan semakin terstratifikasinya kondisi sosial-ekonomi masyarakat di desa Botohilitano dengan mayoritas penduduk berada pada kelompok

Page 123: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 101

pendapatan kurang dari Rp500.000,- per bulan. Peningkatan kelompok pendapatan kurang dari Rp500.000,- per bulan antara tahun 2006 dan 2008 ini hampir terjadi dua kali lipat. Sebaliknya penurunan kelompok pendapatan pada skala diatasnya yakni antara Rp500.000,- sampai dengan Rp999.000,- mengalami penurunan drastis atau setengahnya lebih. Bahkan rumah tangga yang berpenghasilan maksimum yakni lebih dari Rp5.000.000,- atau sekitar Rp6.900.000,- telah menghilang. Situasi perekonomian di desa Botohilitano terlihat dinamis dan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga bukanlah suatu pendapatan yang tetap sebagaimana pendapatan tetap pegawai umumnya. Ada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap meningkatnya dan menurunnya pendapatan rumah tangga di desa Botohilitano yang tidak terkontrol dengan baik sehingga penduduk desa harus selalu beradaptasi dengan kondisi yang ada untuk mempertahankan hidup anggota rumah tanggnya yang semakin membengkak.

4.1.2. Pendapatan Menurut Lapangan Pekerjaan Lapangan pekerjaan di desa Botohilitano masih didominasi oleh lapangan pekerjaan pertanian sawah dan lahan kering seperti pekarangan dan ladang. Sebagaimana dijelaskan pada bagian kondisi daerah penelitian, lapangan pekerjaan ini merupakan lapangan pekerjaan tradisional mereka. Artinya, nature mereka adalah sebagai petani, bukan pelaut atau nelayan. Jikapun sekarang ada perubahan alamiah pada lapangan pekerjaan terutama dengan munculnya lapangan pekerjaan di sektor kelautan maka hal itu merupakan perkembangan atau dinamika masyarakat yang terjadi di desa Botohilitano belakangan ini. Pada laporan sebelumnya (2006) disebutkan bahwa lapangan pekerjaan di sektor kelautan diawali dengan tumbuhnya pariwisata pantai yang dirintis sejak awal tahun 1970-an. Namun demikian, masyarakat desa Botohilitano mengenal teknologi penangkapan ikan secara sederhana antara kurun waktu 1980-an sampai 1990-an sampai akhirnya gempa bumi dan tsunami dua tahun silam menghancurkan teknologi penangkapan yang mereka

Page 124: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 102

kembangkan selama itu. Kemunduran pada lapangan pekerjaan di sektor kelautan ini sudah pasti terjadi terutam pada teknologi penangkapannya yakni dari penagkapan di tengah laut menjadi penangkapan di pinggir pantai. Namun demikian apakah hal itu berpengaruh besar terhadap pendapatan mereka, berikut ini adalah data hasil surveinya.

Tabel 4.4. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Menurut Lapangan

Pekerjaan Kepala Rumah Tangga

Lapangan Pekerjaan RT

Rata-rata Pendapatan 2006 2008

Perikanan laut 812.763,- 1.018.697,- Pertanian pangan 933.800,- 327.870,- Jasa, guru, staf desa 3.312.666,- - Perdagangan 2.330.000,- 611.250,- Total 1.017.310,- 637.501,-

Sumber: Data Primer, 2006 – 2008 Pada tabel diatas, data perikanan laut yang ditampilkan adalah data sesudah bencana gempa bumi dan tsunami. Dengan kata lain, data itu diambil sesudah teknologi penangkapan mereka hancur diterjang ombak tsunami dan hampir seluruh nelayan di desa Botohilitano ini kehilangan alat tangkap utamanya yakni berupa perahu. Pada saat survei tahun 2006 dilakukan, hampir tidak ada penduduk desa yang masih memiliki perahu. Namun demikian mereka tetap melakukan penangkapan walaupun dalam skala yang jauh lebih kecil. Hal ini juga menunjukkan adanya perubahan cara penangkapan ikan dari sebelumnya yang menggunakan perahu atau dilakukan di tengah laut menjadi di pinggir pantai tanpa perahu.

Kondisi pada tahun 2006 adalah kondisi dimana penduduk nelayan masih dalam keadaan traumatik, sehingga “turun ke laut” belum dilakukan secara besar-besaran. Selain tentunya mereka perlu beradaptasi dengan cara baru penangkapan ikan yang hanya

Page 125: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 103

dilakukan di tepi pantai. Namun demikian, dua tahun kemudian yakni tahun 2008 pada saat survei ini dilakukan situasinya sudah berbeda. Mereka semakin terbiasa dengan cara baru menangkap ikan di pinggir pantai, tidak di tengah laut. Perlu diketahui bahwa selama dua tahun itu belum ada lagi yang memiliki perahu. Faktor topografi pantai yang terangkat ke atas sesudah gempa bumi merupakan alasan mereka untuk tidak memiliki perahu karena tidak adanya tempat untuk menyandarkan perahu di tepi pantai. Karang yang terangkat ke atas menyebabkan perahu tidak bisa di tarik ke laut ataupun mendarat di pantai. Dengan demikian, cara baru penangkapan ikan di tepi pantai diantara karang-karang yang terangkat itu menjadi pilihan paling rasional.

Tetapi bagaimana menjelaskan perubahan cara baru ini dengan meningkatnya pendapatan setelah dua tahun? Berdasarkan pengamatan hasil tangkapan rupanya ada perbedaan jenis ikan yang ditangkap sebelum dan sesudah gempa bumi oleh karena faktor perubahan alat tangkap dan kondisi topografi pantai ini. Sebelum gempa bumi dan tsunami dimana para nelayan masih memiliki perahu, hasil tangkapan mereka sesungguhnya adalah ikan kecil yang harganya murah. Hal ini disebabkan karena tingkat teknologi yang mereka miliki juga rendah. Perahunya hanya perahu kecil dengan mesin kecil yang berjarak tempuh beberapa kilometer saja dari daratan. Jaring yang mereka gunakan juga jaring kecil yang ditebarkan oleh satu atau dua orang dari atas perahunya. Sebaliknya, cara baru penangkapan ikan di tepi pantai justru menghasilkan jenis ikan karang yang harganya mahal. Terangkatnya karang di pantai secara tidak disadari telah memberikan berkah lain bagi mereka dengan munculnya ikan-ikan karang yang harganya mahal. Cara baru penangkapan dengan memancing dan menembak walaupun menghasilkan jumlah ikan yang sedikit namun sebanding atau bahkan lebih dengan tangkapan mereka di tengah laut tapi ikannya kecil dan harganya murah itu. Survei pada tahun 2008 ini menunjukkan bahwa cara baru ini semakin digemari oleh penduduk desa Botohilitano sebagai mata pencaharian alternatif.

Page 126: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 104

Ikan-ikan karang rupanya juga menemukan pasar yang lebih menggairahkan daripada ikan kecil yang harganya murah di kalangan wisatawan. Apabila ikan kecil sebelumnya hanya dibeli oleh penduduk desa untuk konsumsi rumah tangga desa itu sendiri maka ikan karang sekarang dibeli oleh warung-warung makan di sepanjang pantai untuk dijual lagi kepada wisatawan dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini terjadi seiring dengan menggeliatnya kembali pariwisata pantai di desa ini. Menurut penuturan penduduk desa, ombak yang lebih besar sesudah terangkatnya karang pantai itu sekarang justru semakin menarik wisatawan untuk berselancar sehingga konsumsi ikan juga meningkat. Kondisinya inilah yang agaknya meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka yang berasal dari perikanan laut.

Sebaliknya, pendapatan yang berasal dari lapangan pekerjaan lain seperti pertanian pangan dan perdagangan menunjukkan penurunan tajam. Hal ini tentunya tidak terkait langsung dengan program Coremap. Namun demikian kondisi menurunnya pendapatan rumah tangga desa bisa berpengaruh terhadap tingkat eksploitasi sumber daya laut. Pada kasus desa Botohilitano, mungkin hal ini merupakan salah satu penjelas mengapa pendapatan mereka dari perikanan laut menjadi naik. Hal yang menguntungkan dari kemungkinan meningkatnya eksploitasi terhadap sumber daya laut ini adalah tidak adanya teknologi penngkapan yang membahayakan kelangsungan hidup biota laut secara umum. Meningkatnya eksploitasi dengan menggunakan teknologi penangkapan sederhana seperti dengan menggunakan pancing dan senapan tembak tidak merusak biota laut secara berlebihan, apalagi cara ini hanya dilakukan di tepi pantai diantara tebing karang yang sudah mati bukan di dasar lautan dimana bunga-bunga karang kemungkinan tumbuh subur.

4.1.3. Pendapatan Nelayan Menurut Musim Musim rupanya tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan petani desa Botohilitano. Musim dan perubahan cuaca serta pergerakan angin juga berpengaruh langsung terhadap sumber pendapatan

Page 127: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 105

mereka yang berasal dari lapangan pekerjaan dari sektor kelautan. Secara umum perbedaan itu bisa dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan ombak yakni musim ombak besar, ombak kecil atau lemah dan musim diantara keduanya itu atau biasa disebut pancaroba. Tabel di bawah ini menunjukkan pendapatan nelayan desa Botohilitano berdasarkan pembagian ketiga keadaan tersebut.

Tabel 4.5 Statistik Pendapatan RT dari Kegiatan Kenelayanan Menurut Musim

Tahun 2008

Pendapatan Ombak kuat Pancaroba Ombak lemah Rata-rata RT 436.290,- 756.744,- 1.174.706,- Median 350.000,- 600.000,- 1.200.000,- Minimum 40.000,- 25.000,- 13.000,- Maksimum 2.400.000,- 5.000.000,- 5.200.000,-

Sumber: Data Primer, 2006 – 2008 Walaupun cara penangkapan ikan sekarang hanya dilakukan di tepi pantai dengan teknologi pancing dan senapan tembak namun pada kenyataannya besar kecilnya ombak berpengaruh terhadap hasil tangkapan mereka. Hal ini terlihat dari rata-rata pendapatan mereka yang berasal dari sektor kelautan. Terdapat perbedaan pendapatan yang siginifikan pada ombak besar dan ombak kecil. Perbedaan juga terjadi pada pancaroba.

Berdasarkan pengamatan, perbedaan ombak memang berpengaruh terhadap pendapatan mereka. Hal ini disebabkan karena ombak pantai Sorake memang dikenal besar. Ombak besar ini pula yang selama ini menarik para wisatawan untuk berselancar. Sedangkan lokasi pemancingan dan penembakan ikan mereka juga berada di pantai Sorake ini, diantara dinding-dinding karang yang sangat terjal. Ombak besar tentunya menjadi ancaman yang sangat berbahaya bagi nelayan sederhana ini karena tiadanya pelindung badan mereka dari gempuran ombak. Khususnya untuk penembak ikan yang mana mereka harus menyelam diantara dinding karang di dalam lautan, hal

Page 128: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 106

ini tidak memungkinkan dilakukan karena faktor risiko terbentur dinding karang. Dari penuturan warga, kecelakaan karena ombak besar diantara dinding-dinding karang di pantai Sorake sering terjadi baik di kalangan pselancar maupun penangkap ikan. Kondisi inilah yang agaknya berpengaruh terhadap pendapatan mereka dikala ombak besar. Berdasarkan penuturan warga, pada musim ombak besar banyak nelayan yang tidak mencari ikan.Mereka memilih mencari pendapatan dari sumber lain dari sektor pertanian termasuk diantara pekarangan dan ladang. Terdapatnya cadangan lahan pertanian ini memungkinkan rumah tangga mereka dapat bertahan di musim-musim ombak besar.

4.1.4. Pendapatan Anggota Pokmas Pokmas di desa Botohilitano di bagi ke dalam dua kelompok yakni pokmas yang mengerjakan program budidaya kepiting bakau dan pokmas yang mengerjakan peternakan ayam potong. Pokmas budidaya kepiting bakau dilakukan oleh laki-laki khususnya yang mempunyai ata pencaharian sebagai nelayan. Sedangkan Pokmas peternak ayam potong dilakukan oleh perempuan khususnya ibu-ibu rumah-tangga. Pada Pokmas kepiting bakau dibagi dua kelompok yakni yang dikerjakan di dusun Sorake dan di dusun Hilisalo’o. Keduanya adalah Pokmas kepiting bakau. Namun demikian, kedua kelompok Pokmas kepiting bakau ini gagal membudidayakannya. Kegagalannya terjadi pada tahap awal sehingga kedua kelompok ini belum pernah mendapatkan penghasilan dari kegiatan budidaya ini.

Sedangkan Pokmas peternak ayam potong yang dilakukan oleh perempuan mulai menunjukkan hasilnya walaupun masih dalam tahap awal. Pada saat survei dilakukan, Pokmas baru panen sekali sehingga pendapatan rumah tangga dari kegiatan ini masih belum terlalu besar. Sistem yang diterapkan di dalam Pokmas ini adalah pembagian pendapatan secara merata dari hasil penjualan ayam potong setelah dikurangi simpanan. Pokmas peternakan ayam potong ini berhasil dibandingkan dengan Pokmas kepiting bakau karena risiko bertenak

Page 129: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 107

ayam jauh lebih kecil dibandingkan dengan budidaya kepiting bakau. Apalagi sesungguhnya penduduk desa ini telah secara tradisional mengenal ayam sejak lama walaupun ayam kampung. Namun demikian tradisi beternak ayam jauh lebih dikuasai dibanding dengan budidaya kepiting bakau yang bagi mereka hal yang baru sama sekali. Pada masa depan, pendapatan dari Pokmas perternak ayam potong ini sangat menjanjikan karena permintaan daging ayam di tingkat kabupten semakin tinggi seiring dengan bergesernya pola konsumsi masyarakat di sekitar kota kabupaten yang mulai bergeser dari ikan laut ke daging ayam. Di desa Botohilitano sendiri, permintaan akan daging ayam potong ini juga meningkat mungkin karena relatif lebih murah jika dibandingkan misalnya dengan daging babi yang selama ini juga menjadi konsumsi mereka.

4.2. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Secara umum faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat pendapatan rumah tangga desa adalah bencana alam yakni gempa bumi dan tsunami. Bencana ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan rumah tangga nelayan. Pada saat survei tahun 2006 dilakukan adalah kondisi pendapatan rumah tangga beberapa bulan sesudah terjadinya bencana alam itu. Survei pada saat itu mungkin juga membrikan gambaran pendapatan terendah dari sektor kelautan karena sebagian besar nelayan saat itu belum bangkit. Namun demikian,nelayan bukanlah satu-satunya jenis pekerjaan penduduk desa. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa basis utama penduduk desa adalah pertanian. Tenggelamnya sektor kelautan masih memungkinkan mereka yang selama masa itu tergantung pada laut mengalihkan pekerjaannya ke sektor pertanian.

Selain itu, menurunnya pendapatan dari survei tahun 2006 ke survei tahun 2008 kemungkinan juga dari keadaan bencana alam itu. Walaupun bencana alam itu bukan merupakan berkah bagi mereka namun pada kenyataannya ada keuntungan yang datang sesudah bencana yakni proyek-proyek pembangunan yang melibatkan tenaga kerja desa yang bisa diperhitungkan sebagai sumber pendapatan

Page 130: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 108

sesaat. Sesudah bencana gempa bumi dan tsunami, desa Botohilitano merupakan salah satu desa sasaran rekonstruksi pembangunan yang dikendalikan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Bukan hanya proyek pembangunan rumah, gedung sekolah, jalan dan fasilitas umum lainnya yang membuka peluang kerja penduduk desa namun juga hadirnya berbagai palang merah internasional dari berbagai negara yang berkantor di desa ini yng memungkinkan penduduk desa bekerja sebagai volunter. Berbagai bantuan itu telah memberikan keuntungan sesaat sesudah bencana alam yang memberikan kontribusi peningkatan pendapatan mereka pada saat itu.

Kini sesudah program-program bantuan bencana alam itu lambat-laun mulai selesai dan meninggalkan desa itu, sebagian penduduk yang memperoleh manfaat dan keuntungan saat itu juga mulai kehilangan sumber-sumber pendapatannya. Keadaan kembali normal namun jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2006 dan tahun 2008 terlihat ada penurunan pendapatan. Hal yang terjadi sesungguhnya adalah kembalinya kondisi normal pendapatan penduduk sesudah memperoleh banyk manfaat dan keuntungan dari berbagai program dan bantuan bencana alam. Dengan demikian sebenarnya agak sulit memperkirakan penurunan pendapatan penduduk ini kaitannya dengan program Coremap.

4.2.1. Coremap Sebagaimana disinggung dimuka, program peningkatan pendapatan masyarakat melalui pembentukan Pokmas Coremap belum terlalu berdampak pada perekonomian rumah tangga. Di desa Botohilitano, pada saat survei tahun 2008 ini dilakukan dua program Pokmas untuk budidaya kepiting bakau mengalami kegagalan. Sedangkan program lain yakni peternakan ayam potong baru panen sekali. Walaupun program ayam potong ini mempunyai potensi yang baik namun skala usaha yang dikembangkan masih relatif terbatas terutama hanya terdiri dari kelompok kecil penduduk desa. Hampir bisa dikatakan bahwa program ini memberikan alternatif tambahan pendapatan rumah tangga mereka, belum menjadi mata pencaharian pengganti

Page 131: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 109

utama dari sektor pertanian. Tetapi bagi rumah-tangga paling miskin yang terkena dampak langsung dari musibah bencana alam itu kemungkinan program semacam ini jika mengena pada rumah tangga mereka akan berdampak lebih baik. Selain karena mereka kehilangan mata pencaharian, penguasaan lahan sawah juga sudah semakin sempit, usaha semacam ini jika dilakukan dengan baik akan berdampak positif bagi pendapatan rumah tangga mereka ke depan.

Kegagalan Pokmas kepiting bakau lebih dikarenankan perencanaan yang kurang matang. Selain tentunya berbagai kendala teknis yang tidak diantisipasi jauh hari sebelumnya seperti pengadaan bibit kepiting bakau, adaptasi dengan habitat asli, dan pengetahuan para nelayan tradisional ini dalam hal budidaya. Persoalan terakhir itu tampaknya menjadi persoalan budaya paling penting mengingat para nelayan tradisional itu selama ini tidak mempunyai pengetahuan tentang budidaya laut secara umum. Mereka berasal dari petani kecil yang sangat tradisional dan kemudian beranjak ke nelayan kecil yang juga sangat tradisional kemudian tiba-tiba dihadapkan pada uji coba budidaya laut tanpa persiapan yang matang. Jelas bahwa budidaya laut membutuhkan pengetahuan khusus dan lebih dari itu adalah kesiapaan budaya kelompok untuk mengelolanya. Apabila hal ini akan dikembangkan lagi di desa Botohilitano tampaknya membutuhkan persiapan yang cukup panjang bukan hanya pelatihan singkat namun juga praktik-praktik uji coba yang bisa memberikan pengalaman langsung kepada para nelayan tradisional ini.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegagalan Pokmas kepiting bakau tidak membawa pengaruh sama sekali terhadap peningkatan pendapatan nelayan. Meningkatnya pendapatan mereka berdasarkan hasil survei tahun 2008 itu lebih disebabkan karena upaya tradisional mereka sendiri, bukan karena program Coremap. Dalam hal kegiatan Pokmas kepiting bakau, beberapa nelayan mengaku malah harus mengeluarkan tenaga dan sedikit modal lainnya untuk mengurus program yang gagal itu, walaupun tidak seberapa besar. Hal ini menunjukkan bahwa program Pokmas yang gagal bisa saja berdampak pada memburuknya tingkat pendapatan mereka seandainya mereka juga harus bertanggung jawab terhadap

Page 132: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 110

rehabilitasi program seperti pengelolaan lahan bekas budidaya itu dan sebagainya. Dengan demikian, program Pokmas yang gagal juga harus diantisipasi keberadaannya karena bisa mengancam pendapatan para nelayan tradisional melalui tanggung jawab moral yang seolah-olah dibebankan kepada mereka.

4.2.2. Program Pemerintah Lainnya Di desa Botohilitano hampir tidak terlihat program pemerintah yang berdampak langung terhadap pendapatan rumah tangga desa dalam jangka panjang, khususnya rumah tangga nelayan. Program yang paling nyata hanya terlihat pada saat bntuan pemerintah dan dunia internasional tiba di desa itu untuk membantu korban bencana alam. Program-program pemerintah seperti pembangunan rumah, gedung sekolah dan jalan serta proyek palang merah internasional telah memberikan sedikit pendapatan rumah tangga pada saat darurat itu. Program-program bantuan seperti itu sangat membantu di saat darurat, namun tidak dalam keadaan normal. Sebagai contoh, program pembangunan fisik berupa pengerasan jalan setapak dan program pembangunan fasilitas air bersih yang dilakukan Coremap beberapa tahun yang lalu telah memberikan manfaat bagi rumah tangga desa itu dalam bentuk penyediaan air bersih untuk keperluan rumah tangga sehari-hari,namun hal itu tidak berdampak langsung terhadap pendapatan rumah tangga. Bahwa program itu membantu mengatasi kesulitan air bersih bagi rumah tangga desa adalah benar dan hal itu merupakan program yang sangat penting, namun jika diakitkan dengan pendapatan tampaknya kurang berhubungan secara langsung.

Program pemerintah lainnya yang terdengar di desa Botohilitano adalah program perbaikan rumah adat dan pembangunan fasilitas penampung air hujan sebagai cadangan air bersih bagi penduduk yang tinggal di desa tradisional. Selain itu masih terdapat program-program yang terkait dengan pelestarian seni dan budaya masyarakat seperti terlihat pada pelestarian sanggar budaya. Umumnya program pemerintah kurng menyentuh aspek pendapatan secara langsung karena lebih berorientasi fisik serta pelestarian warisan budaya.

Page 133: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 111

Program-program yng mengarah pada pengembangan ekonomi produktif yang pada knyataannya sangat dibutuhkan penduduk desa karena semakin sulitnya sumber-sumber mata pencaharian justru kurang dikembangkan di desa ini. Hampir bisa dipastikan bahwa naik turunnya pendapatan rumah tangga desa ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya mereka sendiri dan bagaimana mereka mendistribusikan kepada kelompok mereka, bukan pada bantuan pemerintah.

4.2.3. Faktor Budaya

Perlu ditekankan bahwa faktor budaya memainkan peranan yang penting dalam peningkatan pendapatan penduduk desa Botohilitano. Faktor ini sangat dipengaruhi oleh sumber daya mereka baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusianya serta teknologi yang mereka gunkana untuk mengubah suber daya alam yang ada menjadi konsumsi. Selain itu cara distribusi hasil ini juga sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan mereka. Sejauh ini dapat dikatakan bahwa segi-segi budaya itu kurang memadai di kalangan penduduk desa Botohilitano untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa secara keseluruhan.

Sumber daya alam yang mereka miliki sangat terbatas yakni berupa lahan-lahan pertanian yang sempit yang hany terdapat diantara celah-celah bukit di daerah yang terjal dan sulit diairi dengan teknologi pengairan modern. Dalam keadaan seperti itu, lahan-lahan pertanian mereka menjadi kurang produktif sehingga penduduk hanya menanam padi satu kli dalam satu tahun. Umur padi yng ditanaman juga panjang yakni sekitar enam sampai tujuh bulan. Jenis padi semacam ini tipikal padi ladang. Hal ini menegaskan bahwa sebenarnya penduduk desa mewarisi pertanian padi ladang, bukan padi sawah yang bisa digenjot produksinya dengan cepat. Sebagai pengelola padi ladang, umumnya budaya mereka adalah budaya komunitas dimana hasil padi biasanya digunakan untuk keperluan makan mereka sendiri. Tidak ada hasil padi yang dijual, karena orientasi komunitas itu adalah redistribusi hasil kepada setiap anggota

Page 134: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 112

kelompok. Keberadaan kelompok akan menjamin kelangsungan hidup setiap anggotanya dengan sistem dn pengaturan tersendiri.

Sebagai pewaris petani padi ladang, teknologi yang mereka gunakan juga sangat sederhana.Hal ini karena produktivitas padi ladang itu sama sekali tidak tergantung pada kualitas nutrisi kimiawi melainkan pada keseimbangan alam. Padi ladang oleh penduduk desa hanya dipelihara dengan pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak seperti babi. Selebihnya, padi ladang itu diserahkan kepada alam untuk tumbuh dengan sendirinya sampai menghasilkan butir-butir padi yang siap di panen. Tidak ad teknologi khusus untuk memelihara padi seperti yang dilakukan oleh para petani padi sawah di Jawa yang memiliki lahan sawah yang sangat subur. Pertanian padi di kalangan penduduk desa Botohilitano ini merupakan jenis pertanian yang sederhana.

Budaya komunitas yang dipengaruhi dalam pengolahn padi ladang sebenarnya juga berimbas pada budaya kenelayanan mereka. Namun karena menangkap ikan di laut merupakan kegiatan berburu yang sangat dipengaruhi oleh teknologi penangkapannya maka budaya komunitas di kalangan nelayan tradisional di desa Botohilitano ini agak memudar. Di kalangan nelayan, orientasi kelompok tidak terlalu menonjol seperti yang terjadi pada petani. Bisa dikatakan bahwa di kalangan nelayan orientasi individu lebih menonjol.Hasil tangkapan biasnya digunakan untuk keperluan rumah tangga sendiri dan tidak didistribusikan kepada kelompok.Hasil tangkapan ikan bahkan sudah dijualkepada sesama penduduk desa atau wisatawan. Hal ini menunjukkan adanya orientasi komersial pada budaya kenelayanan mereka. Namun demikian karena teknologi yang mereka gunakan sangat sederhana dan hasil tangkapannyapun juga kecil, maka sektor kelautan ini belum bisa memberikan jaminan sumber penghidupan yang bisa diandalkan.

Tidak berkembangnya budaya masyarakat baik di sektor pertanian maupun kelautan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap upaya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka. Dibutuhkan intervensi program yang besar untuk mengubah budaya masyarakat yang berorientasi pada kelompok atau komunitas itu menuju pada

Page 135: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 113

budaya pasar atau komersial. Selain dibutuhkan teknologi pertanian yng maju dan dengan demikian dibutuhkan dana yang besar untuk mengubah sistem pertanian padi ladang menjadi sistem pertanian padi sawah yang intensif sehingga produktivitasnya berlipat ganda, juga dibutuhkan pengetahuan yang memadai yang bisa mengembangkan pengetahuan tradisional mereka ke tahapan penggunaan teknologi pertanian yang lebih maju itu. Demikianpun dengan sektor kelautan yang pada kenyataannya membutuhkan program yang jauh lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Mulai dari teknologi penangkapan, kesiapan budaya mereka untuk hidup dari sumber daya laut, orientasi pasar dan pengelolaan yang kompetitif dengan nelayan-nelayan lain yang sudah lebih maju di sekitarnya seperti di Sibolga dan Medan.

Hambatan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga nelayan dengan demikian tidak bisa dilepaskan dari besarnya intervensi program yang mampu mengubah budaya mereka dari yang sangat sederhana menjadi lebih maju. Menjadi pertanyaan tersendiri, apakah program-program pemerintah selama ini sudah mampu mentransformasikan budaya masyarakat ke tahapan yang lebih maju? Dari berbagai program pemerintah yang ada yang sejauh ini lebih berorientasi fisik dan pelestarian warisan budaya, tampaknya belum memadai untuk dikatakan sudah mentransformasikan budaya mereka. Transformasi budaya justru terjadi pada masyarakat pariwisata yang terjadi secara tidak langsung akibat berkembangnya pariwisata pantai Sorake baik secara alamiah maupun dukungan dari pemerintah daerah serta kalangan swadaya masyarakat. Transformasi budaya masyarakat yang terjadi pada sektor pariwisata ini selama ini kurang diperhatikan dengan baik sehingga kurang terencana dan cenderung berjalan secara alamiah. Pelibatan masyarakat dalam proses transformasi di sektor pariwisata ini juga berlangsung secara elitis yakni para pemilik penginapan saja yang bisa menikmati pendapatan dari sektor ini. Sedangkan sebagian besar penduduk desa kurang bisa menikmati peningkatan pendapatan dari sektor ini. Selain penduduk desa sendiri tidak merencanakan perkembangan sektor ini secara adat yang terlihat dari tidak adanya tata ruang adat di dusun Sorake serta di areal wisata

Page 136: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 114

pantai Sorake, pihak pemerintah daerah juga kurang memperhatikan perkembangan sektor ini sebagai bagian dari upaya untuk mentransformasi budaya masyarakat desa ke arah yang lebih maju.

Page 137: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 115

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ndikator keberhasilan COREMAP dari aspek sosial-ekonomi di lokasi yang mendapat bantuan dari ADB (Indonesia bagian barat) adalah pendapatan per-kapita naik sebesar dua persen per tahun

dan terdapat peningkatan taraf hidup sekitar 10.000 rumah tangga di lokasi program. Untuk memantau sampai seberapa jauh program telah dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat, khususnya tingkat pendapatan dilakukan kajian BME (Benefit Monitoring Evaluation) sosial- ekonomi.

Hasil BME sosial - ekonomi ini selain dapat dipakai untuk memantau perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya peningkatan pendapatan penduduk di lokasi COREMAP, juga dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi pengelolaan dan pelaksanaan program, baik di tingkat nasional, kabupaten maupun di tingkat lokasi. Dengan adanya evaluasi dan masukan-masukan bagi pengelola dan pelaksana program, diharapkan dalam sisa waktu yang ada sampai akhir program fase II, keberhasilan COREMAP dari indikator bio-fisik dan sosial-ekonomi dapat tercapai.

5.1. KESIMPULAN Pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan yang telah dimulai dari tahun 2006 difokuskan pada dua kawasan, yaitu kawasan Kecamatan Teluk Dalam dan kawasan Kecamatan Pulau Batu dan Hibala. Selama kurang lebih 2,5 tahun COREMAP berjalan berbagai kegiatan telah dilakukan. Fokus kegiatan pada tahun 2006 adalah sosialisasi tentang pentingnya pelestarian terumbu karang kepada para stakeholders baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat lokasi/kawasan. Bersamaan dengan diadakannya sosialisasi berbagai

I

Page 138: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 116

kegiatan di tingkat lokasi dilakukan, diantaranya adalah pembentukan LPSTK dan penyusunan RPTK. Pada tahun 2007 kegiatan lebih difokuskan pada penguatan kelembagaan, pelatihan dan pendampingan, pelaksanaan UEP dan kegiatan pengawasan. Sedangkan kegiatan tahun 2008 masih melanjutkan pelaksanaan UEP dan kegiatan perlindungan dan pengawasan.

Pelaksanaan COREMAP di Kabupaten Nias Selatan telah berjalan kurang lebih 2,5 tahun atau baru mencapai setengah dari satu fase. Setelah berjalan kurang lebih 2,5 tahun ada dua hal penting yang perlu dicermati dan dilihat hasilnya. Pertama, apakah ada permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam mengelola program, baik di tingkat kabupaten dan di tingkat lokasi? Kedua, bagaimanakah dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya peningkatan pendapatan masyarakat di lokasi program?

Beberapa temuan dari hasil kajian BME berikut ini mencoba untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut di atas. Oleh karena itu, temuan kajian ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama temuan terkait dengan permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam melakukan pengelolaan program di tingkat kabupaten dan di tingkat lokasi. Temuan yang kedua adalah gambaran perubahan pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah dilaksanakan COREMAP di Kecamatan Teluk Dalam, khususnya di Desa Botohilitano.

5.1.2. Permasalahan dan Kendala dalam Pengelolaan COREMAP Pengelolaan di tingkat kabupaten • Kendala utama berkaitan dengan pengelolaan di tingkat

kabupaten adalah belum adanya SK untuk para pengelola masing-masing komponen, yaitu public awareness, pengelolaan berbasis masyarakat (community based management), Pengawasan (monitoring controlling and surveillance), CRITC (coral reef information and training center) dan pengawasan (MCS). Tidak

Page 139: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 117

adanya SK ini mengakibatkan tidak ada yang bertanggung jawab secara resmi terhadap kegiatan komponen – komponen tersebut. Selanjutnya karena tidak adanya penanggung jawab secara resmi untuk masing-masing komponen menyebabkan pengelolan semua program dan kegiatan baik tingkat kabupaten mapun tingkat lokasi terpusat pada KPA dan PPK yang dibantu oleh beberapa staff Dinas Kelautan dan Perikanan yang jumlahnya terbatas.

• Terpusatnya pengelolaan program dan kegiatan pada KPA dan PPK yang dibantu oleh beberapa staff mengakibatkan pelaksanaan berbagai kegiatan terganggu. Monitoring program dan pendampingan menjadi jarang dilaksanakan. Tidak optimalnya pelaksanaan monitoring telah berdampak pada kurang berhasilnya beberapa program yang dilaksanakan di lokasi.

• Terpusatnya keputusan dalam pelaksanaan kegiatan juga menyebabkan pendekatan untuk kegiatan COREMAP cenderung bersifat personal antara orang-orang tertentu dengan desa/lokasi. Hal ini potensial menimbulkan kesalahpahaman terutama dengan pihak kecamatan sebagai koordinator program pembangunan desa di wilayahnya.

• Sistem kontrak bagi LSM pendamping menyebabkan keberlanjutan pendampingan di lapangan menjadi terputus. Hal ini menyebabkan pendampingan tidak bisa dilaksanakan secara optimal yang pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan program.

Pengelolaan di tingkat lokasi • Pembentukan LPSTK dan POKMAS, kurang disosialisasikan

terlebih dahulu yang mengakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai kepengurusan dan kegiatan LPSTK dan POKMAS. Kurangnya pemahaman ini menimbulkan kecurigaan yang berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.

Page 140: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 118

• Kurangnya komunikasi, penjelasan dan transparansi pengurus LPSTK mengenai kegiatan, bantuan (peralatan, bahan dan dana) dan proses pelaksanaan program mengakibatkan sebagian masyarakat merasa tidak dilibatkan. Hal ini juga berpotensi menimbulkan konflik.

• Kurangnya pelibatan masyarakat dalam kegiatan dan program yang berakibat pada timbulnya kecurigaan dan menurunnya kepercayaan pada pengelolala dikhawatirkan akan menimbulkan rasa pesimistis di kalangan masyarakat terhadap keberhasilan COREMAP. Hal ini akan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat untuk mendukung program.

Program dan kegiatan di lokasi • Secara umum kegiatan sosialisasi tentang penyelamatan terumbu

karang di Kabupaten Nias Selatan cukup berhasil yang terlihat dari menurunnya beberapa kegiatan illegal seperti penggunaan bom dan potas untuk menangkap ikan. Namun demikian sosialisasi berkaitan dengan kegiatan COREMAP masih minim, yang terindikasi dari masih rendahnya pemahaman masyarakat tentang tujuan, kegiatan dan lembaga yang menangani pengelolaan COREMAP di lokasi.

• Keberadaan pondok informasi belum termanfaatkan secara optimal untuk media dan sumber informasi bagi penyebarluasan kegiatan COREMAP. Materi terkait dengan informasi mengenai program dan kegiatan COREMAP seperti brosure, leaflet dan buku-buku yang ada di pondok sangat minim.

• Kegiatan UEP yang telah dimulai dari tahun 2007 secara umum hasilnya masih kurang memuaskan. Kegiatan UEP yang dilakukan di desa ini adalah budidaya kepiting dan ternak ayam. Kegiatan budidaya kepiting yang dilaksanakan oleh Pokmas Konservasi secara umum mengalami kegagalan. Bibit kepiting yang baru berusia kurang dari dua bulan di dalam kolam budidaya sebagian besar mati. Sedangkan yang masih tersisa dimakan oleh

Page 141: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 119

biawak. Ketidakberhasilan usaha budidaya ini berpengaruh terhadap partisipasi anggota Pokmas terhadap program COREMAP di Desa Botohilitano. Sebagian anggota merasa sangat kecewa dengan kegagalan usaha ini, karena waktu dan tenaga yang dicurahkan untuk gotong royong membuat kolam budidaya dan juga waktu yang tercurah untuk secara bergiliran menunggu kolam tiap hari. Kekecewaan ini berpotensi mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kinerja pengelolaan COREMAP baik di tingkat lokasi maupun di tingkat kabupaten.

• Kegiatan ternak ayam yang dilakukan Pokmas Gender secara umum menunjukkan keberhasilan. Modal yang digunakan untuk membeli bibit ayam sudah terpenuhi dari hasil panen ayam pertama kali. Hasil penjualan tersebut akhirnya ditambahkan ke modal (dibelikan bibit ayam). Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan berpotensi untuk lebih dikembangkan. Pengelolaan yang dilakukan oleh pengurus Pokmas dan anggotanya cukup baik. Sementara pemasaran ayam hasil panen tidak menemui kendala, karena banyaknya permintaan daging ayam oleh masyarakat Desa Botohilitano.

• Kegiatan pengawasan secara umum masih belum efektif bahkan cenderung menurun dan ’fakum’. Hal ini terkait dengan beberapa faktor, diantaranya kondisi armada patroli kurang yang memadai (body rusak, mesin kurang berfungsi dengan baik) dan tidak adanya dana operasional untuk patroli mulai tahun 2008.

5.1.2. Perubahan Pendapatan Masyarakat dan Faktor yang Berpengaruh

Gambaran perubahan pendapatan • Secara umum dalam kurun waktu 2006 – 2008 terjadi penurunan

pendapatan penduduk di Desa Botohilitano. Berdasarkan baseline studi tahun 2006 pendapatan rata-rata rumah tangga sebesar Rp 1.017.300. Dua tahun kemudian hasil BME menunjukkan bahwa

Page 142: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 120

rata-rata pendapatan rumah tangga turun menjadi Rp 637.500. Sedangkan pendapatan per-kapita menjadi Ro Rp 125.300 pada tahun 2008. Dua tahun sebelumnya (2006) pendapatan per-kapita sebesar Rp 205.400. Berbeda dengan pendapatan rumah tangga pada umumnya, pendapatan nelayan mengalami sedikit kenaikan. Pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan pada tahun 2006 Rp 812.700 menjadi Rp 996.300 pada tahun 2008.

• Menurunnya pendapatan dari survei tahun 2006 ke survei tahun 2008 kemungkinan terkait dengan adanya keadaan bencana alam itu. Sesudah bencana gempa bumi dan tsunami, desa Botohilitano merupakan salah satu desa sasaran rekonstruksi pembangunan yang dikendalikan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Bukan hanya proyek pembangunan rumah, gedung sekolah, jalan dan fasilitas umum lainnya yang membuka peluang kerja penduduk desa namun juga hadirnya berbagai palang merah internasional dari berbagai negara yang berkantor di desa ini yng memungkinkan penduduk desa bekerja sebagai volunter. Berbagai bantuan itu telah memberikan keuntungan sesaat sesudah bencana alam yang memberikan kontribusi peningkatan pendapatan mereka pada saat itu. Sesudah program-program bantuan bencana alam itu lambat-laun mulai selesai dan meninggalkan desa, sebagian penduduk yang memperoleh manfaat dan keuntungan saat itu juga mulai kehilangan sumber-sumber pendapatannya. Hal yang terjadi sesungguhnya adalah kembalinya kondisi normal pendapatan penduduk sesudah memperoleh banyak manfaat dan keuntungan dari berbagai program dan bantuan bencana alam.

• Kenaikan pendapatan nelayan ini terkait dengan beberapa faktor yang mempengaruhi. Pertama, baseline yang dilakukan pada tahun 2006 menghasilkan nilai pendapatan rumah tangga yang rendah. Karena pada saat baseline dilakukan kondisi kegiatan ekonom masyarakat pada umumnya dan kegiatan terkait dengan pemanfaatan sumber daya laut pada khususnya belum sepenuhnya pulih dari dampak gempa yang terjadi pada tahun 2005. Secara umum kegiatan ekonomi masyarakat masih terbatas,

Page 143: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 121

karena masih terdapat banyak kegiatan berkaitan dengan rekonstruksi, pembenahan pemukiman dan sarana sosial-ekonomi lainnya. Di samping itu, pada saat itu masyarakat masih mendapat bantuan bahan pangan dan keperluan lainnya baik dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dari dalam dan luar negeri. Karena masih adanya bantuan ini juga mengakibatkan kegiatan ekonomi bagi masyarakat yang sumber pendapatannya bukan dari sektor formal masih belum optimal. Demikian pula nelayan belum sepenuhnya mencurahkan waktunya untuk menangkap biota laut. Pada tahun 2008 kegiatan nelayan sudah kembali seperti sebelum terjadi gempa walaupun masih dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana. Bantuan paska gempa dari Dinas Kelautan dan Perikanan diberikan pada nelayan di Desa Botohilitano berupa perahu motor dan alat tangkap. Bantuan ini belum menjangkau seluruh nelayan, tetapi bagi nelayan yang mendapat bantuan sangat bermanfaat untuk menunjang kegiatan melaut dan berpengaruh terhadap eningkatan pendapantannya.

• Pendapatan rumah tangga dari kegiatan kenelayanan sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim gelombang kuat (angin kencang) pendapatan rumah tangga yang bersumber dari kegiatan kenelayanan menurun drastis hingga hanya sekitar sepertiga sampai seperempat dari pendapatan yang diperoleh pada musim gelombang tenang (teduh). Sementara itu pada musim pancaroba pendapatan rumah tangga dari hasil melaut menjadi hanya sekitar separoh dari pendapatan pada musim tenang. Perbedaan pendapatan menurut musim ini dikarenakan keadaan alam yang tidak memungkinkan para nelaya melaut pada musin gelombang kuat mengingat armada tangkap yang dipakai secara umum masih sederhana.

Pengaruh COREMAP • Dari evaluasi tentang pelaksanaan UEP (pemberian dana berulir)

dapat diketahui bahwa secara umum dampak COREMAP

Page 144: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 122

terhadap peningkatan pendapatan masyarakat belum terlihat. Meskipun di salah satu kegitan UEP dari Pokmas Gender, yaitu ternak ayam sampai kajian ini dilakukan cukup berhasil, namun belum mempunyai dampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga. Hal tersebut dikarenakan kegiatan ini baru berjalan kira-kira satu tahun dan keuntungan dari panen pertama dan kedua atas kesepakatan pengurus dan anggota semuanya dimasukkan ke dalam modal berjalan sehingga belum ada keuntungan yang dibagikan kepada para anggota.

• Sementara budidaya kepiting yang dilaksanakan oleh Pokmas Konservasi mengalami kegagalan karena hampir semua bibit kepiting mati dan yang tersisa dimakan biawak. Kegagalan ini telah mengakibatkan kekecewaan para anggota Pokmas.

• Program COREMAP yang dinilai cukup berhasil adalah sosialisasi tentang pentingnya penyelamatan terumbu karang. Adanya sosialisasi telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penyelamatan terumbu karang yang antara lain terlihat dari terjadinya penurunan kegiatan ilegal seperti penambangan karang, batu dan pasir, penebangan mangrove dan pengeboman. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan perusakan terumbu karang ini secara tidak langsung akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat dalam jangka panjang.

Pengaruh program lain Paska gempa di Nias Selatan banyak program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga non-pemerintah dari dalam dan luar negeri yang bertujuan untuk membangun kembali prasarana dan sarana fisik yang rusak dan memulihkan kegiatan ekonomi masyarakat yang terganggu akibat gempa. Berbagai program tersebut mempunyai dampak yang langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat di lokasi COREMAP.

Page 145: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 123

5.2. REKOMENDASI Dari berbagai isu dan permasalahan yang terangkum dalam temuan-temuan pokok, dapat diusulkan beberapa rekomendasi yang tersaji dalam matrik berikut ini.

Page 146: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 124

Page 147: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 125

DAFTAR PUSTAKA BPS, BAPPENAS, UNFPA, CIDA, AusAID dan Nzaid, 2005.

Penduduk dan Kependudukan Nias Paska Gempa dan Tsunami, Hasil Sensus Penduduk Nias dan Nias Selatan 2005

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Berbasis Masyarakat Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II (COREMAP II). Jakarta: DKP

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Selatan, 2006 Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK), Desa

Botoholitano, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan.

Data Penduduk Desa Botohilitano, Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan.

Laiya, Bambowo, 1989. Solidaritas Kekeluargaan Masyarakat Nias. Yogjakarta: Gama Press.

Suharsono, 2007. Pengelolaan Terumbu Karang di Indonesia: Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Biologi Laut. LIPI: 2007.

Page 148: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 126

Matrik 5.1 Rekomendasi untuk peningkatan pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan COREMAP Berdasarkan Isu, Permasalahan dan Tingkatan Stakeholders

Isu Permasalahan Alternatif Strategi

Pemecahan Masalah Pengelola dan Pelaksana COREMAP di tingkat Kabupaten

- Pengelolaan program

- Belum adanya SK untuk penugasan bagi pengelola komponen-komponen COREMAP (PA, CBM, MCS dan CRITC).

- Belum adanya SK

mengakibatkan terpusatnya pengelolaan program pada ketua dan KPA

- Perlunya mendorong untuk segera dikeluarkan SK penugasan bagi pengelola masing-masing komponen.

- Perlunya pembagian kerja yang lebih jelas antar pengurus COREMAP di tingkat kabupaten, sehingga pengelolan COREMAP benar-benar merupakan kerja tim, bukan kerja personal KPA atau ketuanya saja.

- Diperlukan peningkatan koordinasi dan keterlibatan komponen-komponen COREMAP, termasuk Public Awareness, CBM, MCS dan CRITC

- Sumberdaya manusia (SDM)

- Keterbatasan SDM (jumlah dan kapasitas)

- Diperlukan upaya untuk meningkatkan jumlah dan kapasitas sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan COREMAP.

- Kontinuitas keterlibatan staff yang mengelola COREMAP di tingkat kabupaten.

Page 149: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 127

- Monitoring program dan pembimbingan

- Monitoring program dan pembimbingan terhadap pelaksana program di tingkat lokasi minim.

- Perlunya meningkatkan monitoring dan pembimbingan terhadap pelaksana program di lapangan (LPSTK dan Fasilitator) agar berbagai kegiatan yang dilakukan dapat dipantau kemajuannya.

- Facilitator, pendamping

- Sistem kontrak mengakibatkan pendampingan tidak berkelanjutan (terputus) dan dalam satu tahun hanya efektif beberapa bulan saja

- Peninjauan sistem kontrak

- Peningkatan sistem administrasi untuk disesuaikan dengan rencana kerja tahunan.

- Kinerja fasilitator yang belum optimal

- Perlunya monitoring yang intensif dan berkala untuk memantau kinerja fasilitator yang dilakukan oleh pengelola COREMAP di tingkat kabupaten.

- Diperlukan seleksi fasilitator yang lebih terarah untuk memperoleh tenaga pendukung yang mampu melaksanakan kegiatan PBM di daerah binaan. Hal ini untuk menghindarkan fasilitator yang hanya berorientasi proyek (“kejar target”).

- Sering bergantinya personil,

- Perlunya memantau LSM pendamping tentang

Page 150: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

│ Desa Botohilitano, Teluk Dalam 128

mengakibatkan minimnya pemahaman fasilitator tentang konsep, tujuan, pendekatan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan COREMAP.

penugasan personil ke lokasi (prioritas yang telah diberi advokasi tentang konsep, tujuan dan mekanisme pelaksanaan COREMAP)

Pengelola dan pelaksana di tingkat lokasi

LPSTK dan POKMAS

- Pembentukan LPSTK dan Pokmas kurang disosialisasikan sehingga pemahaman masyarakat tentang lembaga ini masih minim

- Meningkatkan sosialisasi program dan kegiatan COREMAP kepada masyarakat, melalui cara dan media yang banyak dimanfaatkan penduduk, seperti kegiatan agama, dan kegiatan kelompok lainnya terutama kelompok profesi (nelayan, industri kecil, petani). Kegiatan ini dilaksanakan oleh pengelola di tingkat desa (LPSTK) dengan fasilitasi dari pengelola COREMAP di tingkat kabupaten.

- Kurangnya komunikasi, penjelasan dan transparansi pengurus LPSTK mengenai proses kegiatan, dan bantuan (peralatan, bahan dan dana).

- Meningkatkan komunikasi, penjelasan dan transparansi mengenai kegiatan-kegiatan COREMAP untuk mengurangi berbagai kecurigaan di masyarakat.

Page 151: KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT DI LOKASI …coremap.or.id/downloads/BME_Sosek_Botohilitano-NiasSelatan2008.pdfdan faktor-faktor yang mempengaruhi dari hasil BME kemudian dibandingkan

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat di Lokasi Coremap II 129

- Pentingnya melibatkan anggota Pokmas dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan mulai dari perencanaan sampai pada pelaksanaan

- Kegiatan UEP

- Minimnya pendampingan bagi anggota masyarakat yang telah mendapat pinjaman dana bergulir, sehingga usaha yang dibiayai dari dana UEP sebagian besar tidak berhasil.

- Peningkatan kinerja pendamping

- Monitoring kegiatan pendamping di lapangan

- Kegiatan pengawasan

- Kegiatan patroli fakum, karena tidak ada dana operasional dan sebagian armada ada yang rusak.

- Upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan pengawasan belum berhasil sehingga begitu dana operasional dihentikan patroli tidak dilakukan.

- Perlu adanya terobosan untuk mendapatkan biaya operasional secara mandiri oleh masyarakat, misalnya menyewakan kapal patroli untuk angkutan dan hasilnya untuk biaya operasi patroli.