kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

22
Kondisi Sosial dan Ekonomi Setelah 21 Mei 1998 Nama : Asep Syaipuddin Astrid Widya Novianti Khusnul Hamidiyah Muhammad Fatah Abdurrahman Setia Adhi Laksana

Upload: asep-syaipuddin

Post on 28-May-2015

19.515 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Kondisi Sosial dan Ekonomi Setelah 21 Mei

1998

Nama :Asep Syaipuddin

Astrid Widya NoviantiKhusnul HamidiyahMuhammad Fatah

AbdurrahmanSetia Adhi Laksana

Page 2: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Kondisi Sosial dan Ekonomi Setelah 21 Mei 1998

Sejak krisis moneter yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji pekerjanya.

Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.

Page 3: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan

dan perbaikan di segala aspek kehidupan yang lebih baik.

Praktiknya tuntutan reformasi telah disalah gunakan para

petualang politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Pada awal reformasi, di beberapa wilayah sering terjadi

pertentangan, di antaranya :

Kalimantan Barat, yang melibatkan etnis Melayu, Dayak,

dan Madura;

Kalimantan Tengah, yang melibatkan etnis Madura dengan

etnis dayak;

Sulawesi Selatan tepatnya di Poso, semula konflik sosial

kemudian berkembang ke konflik antar agama;

Maluku, konflik sosial juga berkembang ke konflik agama.

Page 4: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Konflik sosial yang terjadi di kalimantan Barat

Kalimantan Barat adalah daerah yang kerap mengalami konflik antar etnis. Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan pencuri tersebut beretnis Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang beredar di masyarakat menyebabkan penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni etnis Madura melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala sesuatu di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antaretnis tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat. Pemerintah berusaha mendamaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh masyarakat dari masing-masing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan dicoba diselesaikan secara damai.

Page 5: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Konflik sosial yang terjadi di kalimantan

TengahKonflik sosial di Kalimantan Barat ternyata terjadi juga di Kalimantan Tengah. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura. Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak. Konflik tersebut mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.

Page 6: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh

suku Dayak selama konflik ini. Ada sejumlah cerita yang

menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi

mengklaim bahwa ini disebabkan oleh

serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor

mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh

warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku

Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman

Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak

mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak

dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa

anggota mereka diserang.

Page 7: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Konflik sosial yang terjadi di Sulawesi

Tengahkonflik sosial yang terjadi di poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama. Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso 1 berawal dari : a) Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah di

dekat masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan;b) Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku – suku

pendatang seperti bugis, jawa, dan gorontalo, serta kaili pada kerusuhan ke III;

c) Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman;

d) Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol–simbol perjuangan ke agamaan kristiani pada kerusuhan ke III;

e) Pembakaran rumah – rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar ruamh penduduk antara pihak kristen dan islam;

Page 8: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

f) Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asli poso di lombogia, sayo, kasintuvu;

h) Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.

sebelum meledak kerusuhan III. pada intinya budaya pada masyarakat poso mempunyai fungsi untuk mempertahankan pola atas nilai – nilai sintuvu maroso yang selama ini menjadi panutan masyrakat poso itu sendiri. adanya Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah di dekat masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan merupakan bentuk pelanggaran terhadap nilai nilai yang selama ini manjadi landasan hidup bersama. Pada satu sisi muslim terusik ketentramannya dalam menjalankan ibadah di bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap pelaku pelanggaran nilai – nilai tersebut.

Page 9: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Disisi lain bagi masyarakat kristiani hal ini menimbulkan masalah baru mengingat saksi mata tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada pengrusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap telah menggangu kehikmatan masyrakat kristiani merayakan natal, karena harapan mereka operasi–operasi tersebut di laksanakan setelah hari natal. Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di poso adalah dalam hal ini adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh minuman keras. Tidak di terapkan hukum secara adil maka ada kelompok yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya keterpihakan, menginjak hak asasi manusia dan lain- lain. kerusuhan yang terjadi di poso menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu, Dampak psikologis tidak akan hilang dalam waktu singkat. Jika dilihat dari keseluruhan, kerusuhan poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap penduduk muslim kota poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman kabupaten poso yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang muncul di kota poso.

Page 10: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Konflik sosial yang terjadi di Maluku

Konflik sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian diawali dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir angkutan kota pada tanggal 19 Januari 1999. Namun, seperti konflik yang terjadi di wilayah Indonesia lainnya, tanpa tahu isu apa yang beredar di masyarakat, terjadi ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan massa dengan disertai pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak terima segera membalas dengan pembakaran dan perusakan gereja. Konflik meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula antaragama berkembang menjadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di beberapa tempat. Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban. Mereka gigih mempertahankannya. Sampai sekarang konflik Maluku itu belum dapat diatasi dengan tuntas.

Page 11: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Kondisi Ekonomi setelah 21 Mei 1998

Pada awal 1997 tidak banyak pihak (termasuk

di Indonesia) yang memperkirakan Indonesia

termasuk salah satu negara Asia yang secara

ekonomi rentan terhadap serangan para

spekulan mata uang. Meningkatnya angka

pertumbuhan ekonomi Indonesia dan

menurunnya angka kemiskinan rata-rata sejak

periode 1970-an memperkuat optimisme

bahwa Indonesia bakal kuat menghadapi

ancaman krisis moneter yang melanda

kawasan Asia tersebut. Dengan menunjuk pada

indikator-indikator makro ekonomi Indonesia,

Bank Dunia (1997) bahkan mengatakan bahwa

perekonomian Indonesia berada di dalam

kondisi siap menghadapi krisis moneter.

Page 12: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Optimisme serupa masih diperlihatkan pemerintah Indonesia

ketika pada minggu kedua Mei 1997 mata uang Thailand Baht

mulai menjadi sasaran para spekulan. Optimisme menjadi

berbalik ketika Juli 1997 efek menular cepat dirasakan beberapa

negara di kawasan Asia Tenggara. Kuatnya tekanan yang diduga

dilakukan oleh para spekulan mata uang asing memaksa Bank

Sentral Thailand pada 2 Juli 1997 mengambangkan nilai tukar

Baht. Krisis negara-negara ASEAN berlanjut dengan turunnya nilai

mata uang Filipina (Peso), Malaysia (Ringgit), dan Indonesia

(Rupiah). Krisis moneter di Indonesia kemudian berlanjut menjadi

krisis ekonomi. Karena tidak bisa mengatasi krisis ekonomi

tersebut dan desakan dari rakyat akhirnya pemerintahan orde

baru jatuh, ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto.

Page 13: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Masa reformasi yang bertekad untuk memperbarui kehidupan

dalam segala bidang. Berkaitan dengan perkembangan ekonomi masa

reformasi, dapat berpijak pada TAP MPR No.XVI/MPR/1998, yang

mengatur tentang tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal

(capital) sebagai tiga faktor produksi utama dalam perekonomian.

Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi tidak boleh dan harus

ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan ekonomi pada

seseorang, sekelompok orang, atau perusahaan, yang tidak sesuai

dengan prinsip keadilan dan pemerataan. Dengan TAP MPR

No.XVI/MPR/1998 tersebut, pemerintah ingin merombak sistem

ekonomi dari versi ekonomi kapitalis menjadi ekonomi indonesia yang

berdasar pancasila dan khususnya sila keempat pancasila yakni

demokrasi ekonomi atau kerakyatan. Oleh karena itu, sistemnya

disebut sistem ekonomi kerakyatan.

Page 14: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Selama tiga bulan kekuasaan B.J. Habibie, ekonomi indonesia belum

mengalami perubahan yang berarti. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih

lemah diatas Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Persediaan sembilan bahan

pokok di pasaran juga makin berkurang dan harganya meningkat cepat. Akibatnya

antrian panjang masyarakat membeli beras dan minyak goreng mulai terlihat di

berbagai tempat. Karena keadaan ekonomi yang sangat parah menyebabkan

masyarakat indonesia melakukan segala tindakan untuk sekedar mencukupi

kebutuhan. Salah satunya dengan melakukan penjarahan. Penjarahan merupakan

pemandangan yang biasa dijumpai pada awal-awal pemerintahan B.J. Habibie.

Pemerintah indonesia berusaha keras untuk memulihkan perekonomian indonesia

dengan menjalin kerja sama dengan bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter

Internasional (IMF). Namun kebijaksanaan ekonomi pemerintah atas saran dua

lembaga keuangan dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga

keuangan dunia itu menyarankan agar subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan

telepon dicabut. Akibatnya terjadi kenaikan biaya pada tiga sektor tersebut sehingga

rakyat semakin terjepit.

Page 15: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima sektor kebijakan yang harus digarap, yaitu : a. perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi

dalam dan luar negeri se-efisien mungkin. b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk

memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau. c. Penyediaan fasilitas umum seperti rumah, air minum, listrik,

bahan baker, komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau. d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan

umum dengan harga terjangkau. e. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan

umum dengan harga yang terjangkau pula.Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis.Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.Oleh karena itu, pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan agar Indonesia keluar dari krisis. Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden dalam waktu singkat.Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

Page 16: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998

1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia

Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.

Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.

Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.

Page 17: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat

Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi. Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa belum ada aturan hukum jelas. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.

Page 18: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

3. Masalah Dwifungsi ABRI

Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI

menyusul turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan

langkah-langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.

Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat

DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38

orang. Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari

empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian

RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI

dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI

pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan

Laut, dan Angkatan Udara.

Page 19: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

4. Reformasi Bidang Hukum

Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat. Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh masyarakat.

Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter hukum yang mengebiri hak-hak.

Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif, ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali.

Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas masyarakat.

Page 20: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

5. Sidang Istimewa MPR

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar mencurahkan aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.

6. Pemilihan Umum Tahun 1999

Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Page 21: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan pemilihan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut. Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan dengan cukup ketat.

Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari partai-partai politik peserta pemilihan umum. Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.

Page 22: Kondisi sosial dan ekonomi setelah 21 mei 1998

Thanks for your attention

Any question??