komplikasi fraktur terbuka

Upload: ivan-abednego

Post on 02-Mar-2016

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Komplikasi Fraktur TerbukaA. Major Blood Loss Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien dengan fraktur pelvis mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat berujung pada kematian. Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya perdarahan setelah fraktur:1. Perdarahan intraosseus (periosteal, kapsular, intramuscular)2. Perdarahan intrapelvis (a.gluteus superior, obturator, pudendal, dan iliaka)3. Perdarahan intraabdominal (visceral dan intraabdominal mayor)4. Perdarahan melalui luka terbukaPada fraktur yang disertai dengan rotasi eksternal pelvis, di mana terjadi robekan ligamen pelvis, dapat terjadi pengumpulan darah dalam jumlah besar di ruang retroperitoneal dan dapat berekstravasasi ke sekitar pelvis.Hampir sama dengan fraktur pelvis, fraktur femur juga dapat menyebabkan kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya yang sangat vaskular. Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami fraktur, memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah serta resusitasi.B. Cedera saraf perifer (peripheral nerve injury)Cedera saraf perifer merupakan komplikasi lain dari fraktur. Saraf yang rentan mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang/fascia. Berdasarkan struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi menjadi beberapa golongan:1. Neurapraxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai oleh kelainan struktur.2. Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh cedera akson, namun struktur inti beserta selubung dan sel Schwann masih utuh. Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan fungsi yang hilang.3. Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neurapraxia dan axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangn fungsi disertai cedera aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.Beberapa contoh cedera saraf perifer antara lain:1. Carpal tunnel syndrome (CTS), yaitu sindroma yang ditandai dengan nyeri atau mati rasa pada jari 1-3 yang disebabkan oleh cedera pada n. medianus. Gejala ini bertambah di malam hari.2. Kompresi n.ulnaris, yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi di daerah siku. Ditandai dengan kesulitan untuk memisahkan jari-jari dan kelemahan pada jari 4-5.3. Peroneal nerve palsy, yang disebabkan oleh kompresi pada n.peroneal (fibula) ditandai dengan kelemahan motorik seperti dorsofleksi dan eversi kaki.Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa mekanisme. Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya dengan terpotong atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya adalah melalui kompresi/tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh tulang atau sindroma kompartemen. Iskemia yang dihasilkan oleh sindroma kompartemen juga dapat mencederai sel saraf.Sel saraf yang cedera dapat mengalami penyembuhan apabila cedera tersebut tidak mengenai struktur keseluruhan sel saraf. Penyembuhan akan terjadi dengan kecepatan sekitar 1 mm/hari. Selain itu, dapat dilakukan tindakan operatif, yang pada prinsipnya merupakan penyambungan saraf yang cedera.C. Fraktur disertai defisit neurologis memburuk atau inkomplitVertebra merupakan salah satu bagian rangka aksial pada manusia. Fraktur vertebra terjadi 4 kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi di usia lanjut (>75 tahun). Mekanisme terjadinya cedera pada vertebra antara lain meliputi kontusio, kompresi, tarikan (stretching) dan laserasi. Karena vertebra merupakan tulang yang melindungi medula spinalis (sistem saraf pusat), maka cedera pada vertebra dapat memberi dampak secara neurologis.Cedera neurologis yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi:1. Cedera spinal komplit, yang ditandai dengan kehilangan fungsi sensoris atau motoris di bawah level spinal yang mengalami cedera. Pada cedera spinal komplit, mungkin terjadi kehilangan refleks bulbocavernosus (refleks sfingter anus) yang diatur di segmen S2-S4 dan akan kembali dalam waktu sekitar 24 jam setelah cedera. Apabila refleks bulbocavernosus sudah kembali namun tidak diikuti oleh kembalinya kemampuan sensorik dan motorik lain, maka cedera yang terjadi adalah cedera spinal komplit.2. Cedera spinal inkomplit, yang ditandai dengan adanya fungsi sensorik/motorik yang tersisa di bawah level spinal yang mengalami cedera. Refleks bulbocavernosus bisa menghilang atau tetap. Jika refleks bulbocavernosus menghilang, maka salah satu ciri cedera spinal inkomplit adalah kembalinya fungsi-fungsi sensorik dan motoris lain setelah refleks bulbocavernosus kembali.Selain itu, cedera spinal yang diakibatkan oleh cedera vertebra dapat berakibat spesifik sesuai dengan daerah yang dipersarafinya. Beberapa contoh antara lain:1. Segmen servikalC1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atasC5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tanganC6 : gangguan fungsi tangan secara komplitC7 dan T1 : gangguan fungsi jari tangan2. Segmen torakalT1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan stabilitas tubuhT9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh3. Segmen lumbar dan sakralCedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendalian tungkai, sistem saluran kemih dan anus. Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.D. InfeksiPada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:1. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar2. Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah3. Infeksi pasca operasiInfeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan infeksi dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat. Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.Infeksi pada tulang atau pada sumsum tulang disebut sebagai Osteomyelitis. Patogenesis penyakit ini terdiri atas, Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis. Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer.Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka.

Non-union, malunion, delayed unionNon-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan (penyembuhan) tulang yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu, di mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai contoh untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan tidak ada penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi yang kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi, suplai darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar. Non-union bisa dibagi menjadi beberapa tipe:1. Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.2. Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk penyatuan namun keadaan lain seperti vaskular membaik.3. Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain seperti vaskular tidak membaik.4. Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat penulangan (diafisis) pada saat fraktur.Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak anatomis (abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang adekuat. Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik, dan paling sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs. Beberapa contoh malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral atau oblik), angulasi, dan pemendekan (shortening).Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur. Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur dikatakan delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi dan suplai darah yang inadekuat.ReferensiSwiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US: Lippincott Williams and Wilkins; 2001.Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott Williams and Wilkins; 2006.Braten M, Helland P, Mhyhre H, Malste A, Terjesen T. 11 femoral fractures with vascular injury -good outcome with early vascular repair and internal fixation. Acfa Orthop Scand 1996 [cited 2009 Dec 8]; 67 (2): 1614.Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in patient with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec 8];6(2):175-9.Wheeless CR. Vascular Injuries from Pelvic Fracture [Online]. 2009 July 5 [cited 2009 Dec 8]; Available from: URL: http://www.wheelessonline.com/ortho/vascular_injuries_from_pelvic_fracturesSjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.

Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.

Schwartz.SI; Shires.GT; Spencer.FC; alih bahasa: Laniyati; Kartini.A; Wijaya.C; Komala.S; Ronardy.DH; Editor Chandranata.L; Kumala.P. Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Penerbit EGC; Jakarta.2000.

Reksoprojo.S: Editor; Pusponegoro.AD; Kartono.D; Hutagalung.EU; Sumardi.R; Luthfia.C; Ramli.M; Rachmat. KB; Dachlan.M. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM; Jakarta.1995.