kompetitor rumah sakit

25
Kimia Farma Akan Bangun Enam Rumah Sakit Jakarta - Setelah lama malang melintang di industri farmasi, PT Kimia Farma berencana merambah bisnis rumah sakit (RS) dengan membangun sekitar enam RS di sejumlah kota. Salah satunya akan didirikan di Jakarta, yakni Rumah Sakit Kimia Farma Liver Centre. “Investasi untuk satu rumah sakit sekitar Rp 250 -300 miliar,” kata Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk Syamsul Arifin di Jakarta, kemarin. Pada tahap awal, Kimia Farma akan bekerja sama dengan PT Prakarsa Transforma Indonesia untuk membangun RS di Jakarta, yakni membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Kimia Farma Hospital. Perusahaan patungan tersebut mencari sumber pendanaan untuk mendirikan RS. “Dari kebutuhan dana pembangunan RS, sebesar 70% diupayakan dari pinjaman perbankan dan supplier alat kesehatan. Sisanya 30% kami bagi dua yaitu 60% dari Kimia Farma dan 40% dari mitra,” jelas dia. Selanjutnya, Kimia Farma akan menyasar lima kota di Indonesia yaitu Makassar, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan. Untuk itu, perseroan berencana menggandeng mitra lain dari kalangan professional di bidang kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia(IDI). Menurut Syamsul, RS Kimia Farma Liver Centre di Jakarta akan dibangun di Jalan DR Sahardjo, Jakarta Selatan, dengan luas sekitar 14.000 meter persegi setinggi 14 lantai. Perseroan mendirikan RS liver karena di Indonesia belum ada RS khusus yang menangani penderita hepatitis. Hal ini mengakibatkan banyak penderita liver yang berobat ke luar negeri. Kimia Farma mengaku telah memiliki lahan yang tersebar di sejumlah kota tempat akan didirikannya RS tersebut. Meskipun demikian, Kimia Farma lebih memilih untuk mengakuisisi RS yang sudah beroperasi agar bisa langsung memberikan kontribusi bagi pendapatan perseroan. “ Dengan take over (mengambil alih), prosesnya lebih cepat dan bisa langsung menghasilkan,” katanya. Menurut Syamsul, Kimia Farma tengah mendekati sejumlah BUMN dan pemda untuk menjajaki peluang untuk mengambil alih RS. Ada sejumlah BUMN yang menawarkan RS untuk dikelola Kimia Farma. Namun perseroan masih melakukan penjajakan lokasi, nilai, prospek dan kesesuaian harga.“Masing-masing BUMN sudah punya core business (bisnis inti) sehingga tidak memungkinkan mengelola RS,” jelas dia. Untuk pengembangan bisnis RS, Kimia Farma sudah bekerja sama dengan Singapore General Hospital (SGH). Tujuannya untuk menciptakan rumah sakit khusus yang berstandar internasional. SGH diharapkan mampu memperkuat manajemen rumah sakit, dan juga distribusi software alat-alat kesehatan bagi Kimia Farma. Syamsul berharap, bisnis RS nantinya bisa menyumbang 10% untuk total pendapatan Kimia Farma. Sedangkan pendapatan terbesar masih bersumber dari penjualan obat- obatan (farmasi), dan apotek.

Upload: nsetiawan

Post on 02-Aug-2015

204 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kompetitor rumah sakit

Kimia Farma Akan Bangun Enam Rumah SakitJakarta - Setelah lama malang melintang di industri farmasi, PT Kimia Farma berencana merambah bisnis rumah sakit (RS) dengan membangun sekitar enam RS di sejumlah kota. Salah satunya akan didirikan di Jakarta, yakni Rumah Sakit Kimia Farma Liver Centre.

“Investasi untuk satu rumah sakit sekitar Rp 250 -300 miliar,” kata Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk Syamsul Arifin di Jakarta, kemarin.

Pada tahap awal, Kimia Farma akan bekerja sama dengan PT Prakarsa Transforma Indonesia untuk membangun RS di Jakarta, yakni membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Kimia Farma Hospital. Perusahaan patungan tersebut mencari sumber pendanaan untuk mendirikan RS.

“Dari kebutuhan dana pembangunan RS, sebesar 70% diupayakan dari pinjaman perbankan dan supplier alat kesehatan. Sisanya 30% kami bagi dua yaitu 60% dari Kimia Farma dan 40% dari mitra,” jelas dia.

Selanjutnya, Kimia Farma akan menyasar lima kota di Indonesia yaitu Makassar, Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan. Untuk itu, perseroan berencana menggandeng mitra lain dari kalangan professional di bidang kedokteran seperti Ikatan Dokter Indonesia(IDI).

Menurut Syamsul, RS Kimia Farma Liver Centre di Jakarta akan dibangun di Jalan DR Sahardjo, Jakarta Selatan, dengan luas sekitar 14.000 meter persegi setinggi 14 lantai. Perseroan mendirikan RS liver karena di Indonesia belum ada RS khusus yang menangani penderita hepatitis. Hal ini mengakibatkan banyak penderita liver yang berobat ke luar negeri.

Kimia Farma mengaku telah memiliki lahan yang tersebar di sejumlah kota tempat akan didirikannya RS tersebut. Meskipun demikian, Kimia Farma lebih memilih untuk mengakuisisi RS yang sudah beroperasi agar bisa langsung memberikan kontribusi bagi pendapatan perseroan. “Dengan take over (mengambil alih), prosesnya lebih cepat dan bisa langsung menghasilkan,” katanya.

Menurut Syamsul, Kimia Farma tengah mendekati sejumlah BUMN dan pemda untuk menjajaki peluang untuk mengambil alih RS. Ada sejumlah BUMN yang menawarkan RS untuk dikelola Kimia Farma. Namun perseroan masih melakukan penjajakan lokasi, nilai, prospek dan kesesuaian harga.“Masing-masing BUMN sudah punya core business (bisnis inti) sehingga tidak memungkinkan mengelola RS,” jelas dia.

Untuk pengembangan bisnis RS, Kimia Farma sudah bekerja sama dengan Singapore General Hospital (SGH). Tujuannya untuk menciptakan rumah sakit khusus yang berstandar internasional. SGH diharapkan mampu memperkuat manajemen rumah sakit, dan juga distribusi software alat-alat kesehatan bagi Kimia Farma.

Syamsul berharap, bisnis RS nantinya bisa menyumbang 10% untuk total pendapatan Kimia Farma. Sedangkan pendapatan terbesar masih bersumber dari penjualan obat-obatan (farmasi), dan apotek.

Page 2: Kompetitor rumah sakit

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Kimia Farma Tbk (KAEF) berencana mengambil alih rumah sakit (RS) milik Badan Usaha Milik Negara untuk menindaklanjuti imbauan Menteri BUMN Dahlan Iskan agar BUMN fokus mengurusi bisnis intinya.

"Ada beberapa BUMN yang memiliki rumah sakit. Saya tidak dapat sebutkan siapa BUMN-nya," kata Direktur Utama Kimia Farma Syamsul Arifin saat ditemui di kantor pusat Kimia Farma, Jakarta, Selasa (20/3). Ia mengakui langkah ini akan direalisasikan bila pembangunan Rumah Sakit Liver di Jakarta rampung.

Rencana pengambilalihan juga bertujuan agar Kimia Farma dapat memasok hasil produksinya ke rumah sakit tersebut. Menteri BUMN pun sudah memberikan isyarat agar RS BUMN dapat dikelola sepenuhnya oleh BUMN yang fokus pada rumah sakit dan penanganan obat-obatan.

"Namun, kami akan mengkaji apakah akuisisi rumah sakit BUMN ini baik atau bagaimana. Ini salah satu langkah ekspansi perusahaan," ujarnya. Syamsul menambahkan bila rumah sakit BUMN tersebut terletak di tengah kota, maka pelayanan akan disesuaikan dengan standar rumah sakit yang ada.

Sementara, bila rumah sakit terletak di daerah, maka pelayanannya akan lebih murah."Yang penting, kita akan adakan terapi, pengobatan yang baik dan pelayanan yang baik juga," ungkapnya.

Ada beberapa BUMN yang memiliki rumah sakit, antara lain PT Pertamina Persero dengan RS Pertamina, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) Persero dengan RS Pelni dan PT Perkebunan Nusantara X dengan RS Gatoel., PT Pupuk Sriwidjaya, PT Pupuk Kalimantan Timur, Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, yang merupakan salah satu BUMN berbentuk Perusahaan Jawatan.

Dahlan Iskan mengakui hampir setiap BUMN memiliki rumah sakit. Namun, keberadaan bisnis itu dianggap tidak maksimal, sehingga perlu dievaluasi.

Page 3: Kompetitor rumah sakit

Rumah Sakit St. Carolus Summarecon Serpong berlokasi di daerah Gading Serpong, Tangerang .

Keberadaan Rumah Sakit ini bertujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Gading Serpong di wilayah Tangerang khususnya dan masyarakat lain pada umumnya dengan pelayanan Rawat Inap bagi Ibu dan Anak dan Rawat Jalan bagi laki-laki maupun perempuan tanpa memebedakan suku, ras, agama dan sosial ekonomi.RSIA St. Carolus Summarecon Serpong selalu mengembangkan pelayanan kesehatan secara holistik yang didukung oleh para tenaga ahli dengan fasilitas kesehatan yang terarah pada Center Of Exellence dalam pengembangan Klinik Edukasi Ibu dan Anak serta Klinik Laktasi sehingga tercipta keluarga harmonis dan bahagia

Rumah sakit St. Carolus ini akan menempati lahan dengan luas lebih dari 7.000 m2 dan akan memiliki 66 kamar tidur. Rumah sakit ini akan dikhususkan kepada pelayanan kesehatan perempuan dan anak-anak yang akan dilengkapi dengan sarana penunjang kedokteran modern, diagnostic lab, poliklinik, kamar bersalin, kamar bedah dan perawatan khusus untuk perempuan dan anak.

Pembangunan RS St Carolus ini merupakan hasil kerja sama antara KSO Summarecon Serpong dan Pelayanan Kesehatan St. Carolus Jakarta, unit operasional Perhimpunan St. Carolus.

Perhimpunan St. Carolus telah berpengalaman dalam karya kesehatan selama 90 tahun melalui RS St. Carolus Salemba Jakarta dan jejaring karya kesehatannya. Kerja sama penyelenggaraan rumah sakit khusus ini bagian dari menghadirkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang optimal, holistik dan terpercaya di kawasan Serpong dan sekitarnya.

Page 4: Kompetitor rumah sakit

26/10/2011 10:12:28 AM

Grup Ciputra Bangun 15 Rumah Sakit Grup Ciputra berencana mengembangkan 15 jaringan rumah sakit (RS) Ciputra Hospital senilai total Rp 3 triliun dalam lima tahun ke depan. Pengembangan rumah sakit hanya dilakukan di proyek properti milik Ciputra.

Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk Tulus Santoso mengatakan, setiap pembangunan rumah sakit membutuhkan dana sekitar Rp 100-200 miliar. “Sumber pendanaannya sebagian besar dari kas internal dan sisanya dari pinjaman perbankan. Tergantung dari investasi pembangunan proyek utama,” ujar Tulus di Jakarta, kemarin.

Menurut Tulus, pengembangan rumah sakit hanya bersifat pelengkap fasilitas yang ada di sebuah kompleks hunian. “Jadi, jaringan hospitality ini tidak berdiri sendiri dan bersinergi dengan bisnis utama. Setiap tahun akan ada pembangunan 2-3 rumah sakit,” jelas dia.

Ciputra Development masih melakukan survei di lima lokasi untuk pengembangan rumah sakit baru yakni Jakarta, Makassar, Palembang, Manado, dan Surabaya. Saat ini, perseroan bersiap meresmikan satu Ciputra Hospital di Citra Raya Tangerang pada akhir 2011. “Kami akan pilih lokasi lainnya yang paling siap,” ucap Tulus.

Sebelumnya, PT Sentul City Tbk bekerjasama dengan PT Pertamina Bina Medika dan PT Waskita Karya juga akan membangun rumah sakit Pertamina Sentul City. Biaya pengembangannya diperkirakan mencapai Rp 370 miliar dan pengoperasiannya ditargetkan mulai semester II-2012.

Dalam Konsorsium pengembangan rumah sakit bertaraf internasional ini, Sentul City akan bertindak sebagai pemegang saham terbanyak mencapai 45%. Sedangkan Pertamina Bina Medika (35%) dan Wijaya Karya (20%).

“Kami telah menyiapkan lahan untuk pengembangan rumah sakit Pertamina Sentul City seluas 2,5 hektare terletak di central business district Sentul City,” ujar Presiden Direktur Sentul City Charles Sidik Jonan, baru-baru ini.

Pembangunan rumah sakit Pertamina Sentul City dilakukan empat tahap. Pengembangan tahap pertama seluas 5553,4 meter persegi dengan investasi hingga Rp 170 miliar. Sedangkan pengembangan tahap berikutnya dilakukan secara bertahap dengan luas masing-masing tahap seluas 5228,8 meter persegi.

Page 5: Kompetitor rumah sakit

Pengusaha yang terjun ke bisnis rumah sakit bertambah. Setelah sukses yang diraih Siloam milik Lippo, Eka Hospital milik Sinar Mas dan Mayapada Hospital milik Tahir, pengusaha Ciputra juga melakukan hal yang sama dengan mendirikan Ciputra Hospital yang bisa dijangkau masyarakat luas.

Prihatin dengan banyaknya rumah sakit di Indonesia yang tidak dijadikan rujukan untuk berobat pasien dalam negeri, Ciputra berharap ke depan rumah sakit di Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Ia juga prihatin dokter-dokter hebat di luar negeri masih enggan praktik di Indonesia karena terganjal berbagai persyaratan. Hingga kini belum ada satupun dokter dari luar negeri yang mau menjalankan praktik pelayanan di Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh insinyur sekaligus pengusaha, Ir Ciputra saat meresmikan Rumah Sakit Ciputra Tangerang. Menurutnya, banyak warga Indonesia yang berobat ke luar negeri karena aturan yang ada membelenggu dokter asing untuk praktik di Indonesia.

"Rumah sakit di Indonesia banyak, tapi kenapa orang datang ke luar negeri, Bangkok, Malaysia, Bangkok, India. Kenapa? Ada yang salah," ujar Ciputra usai meresmikan Ciputra Hospital di Citra Raya, Tangerang, Selasa (1/11/2011).

Ciputra menyesalkan bahwa rumah sakit di Indonesia tidak dijadikan rujukan oleh para pasien. Ketika menderita suatu penyakit, pasien-pasien itu lebih memilih berobat ke rumah sakit Mount Elizabeth Singapura, atau rumah sakit lain di luar negeri.

"Sampai sekarang kita belum ketemu cara. Banyak dokter hebat belum mau praktik disini. Ini kita harus jawab," tambah Ciputra.

Salah satu yang mendasari, lanjut Ciputra adalah persyaratan yang terlalu berbelit-belit. Menurut peraturan yang berlaku, dokter luar negeri yang ingin praktik di Indonesia harus disupervisi oleh dokter lokal.

"Mereka harus diuji dengan dokter Indonesia. Sebagai manusia, dia merasa hina," ujarnya.

Dengan penerapan Free Trade Area, diharapkan tidak ada lagi hambatan dokter luar negeri untuk berpraktik di Indonesia. Harapan ini sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri, sehingga dokter Indonesia terus meningkatkan kompetensi dan mampu memenangkan persaingan.

"Kita pasti ingin ditangani dokter Indonesia. Tapi kalau ga sembuh apa boleh buat?" tegasnya.

Ciputra membandingkan aturan praktik dokter asing dengan aturan profesi arsitek yang lebih longgar. Tidak ada ujian arsitek luar negeri untuk membuka praktik di Indonesia, semua berdasarkan kemampuan dan karya masing-masing.

"Arsitek, bisa buka praktik. Dengan demikian arsitek lokal bisa meningkatkan diri. Ini tugas ibu Mari sebagai menteri memikirkan hal ini," imbuhnya.

RS Swasta untuk Kalangan Mampu

Dalam kesempatan itu Ciputra juga mengungkap adanya perbedaan antara rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta, berdasarkan segmentasi pasiennya. Mneurutnya, rumah sakit pemerintah melayani kesehatan masyarakat kurang mampu, sedangkan rumah sakit swasta untuk golongan menengah ke atas.

Page 6: Kompetitor rumah sakit

"Ada pembagian. Rumah sakit swasta adalah golongan menengah. Untuk yang kurang mampu adalah rumah sakit pemerintah," katanya.

Sebagai contoh ia menyebutkan rumah sakit Ciputra Hospital yang baru saja diresmikan, yang memang diperuntukan untuk warga perumahan Citra Raya Tangerang dan sekitarnya yang berkemampuan ekonomi menengah atas.

Namun saat situasi darurat, rumah sakit Ciputra Hospital masih mau menerima masyarakat tidak mampu yang butuh pertolongan segera. Tentu saja komitmen ini tidak selamanya, sebab dalam waktu dekat Ciputra Hospital juga akan segera bekerja sama dengan rumah sakit pemerintah.

"Kalau mendadak, kita tetap layani dengan kerja sama dengan rumah sakit itu (pemerintah). Di sini ada dua rumah sakit pemerintah," tambahnya.

Rumah Sakit Ciputra Hospital Tangerang dibangun dengan dana Rp 120 miliar, di atas area seluas 12.000 meter persegi dan terdiri dari empat lantai. Total luas bangunan mencapai 10.000 meter persegi.

Rumah sakit Ciputra Hospital Tangerang memiliki fasilitas poli klinik, medical check up, dan unit gawat darurat. Selain itu ada fasilitas radiologi, laboratorium, farmasi, fisoterapi dan lain-lain.

Page 7: Kompetitor rumah sakit

Setelah sukses dengan tiga rumah sakit yang telah dibangunnya, konglomerat Ciputra, kembali membangun rumah sakit di komplek perumahan Citra Raya, Cikupa, Kabupaten Tangerang. Untuk membangun rumah sakit tersebut diprediksi menelan dana hampir Rp 110 miliar.

"Sebelumnya sudah tiga rumah sakit yang saya bangun secara pribadi yaitu RS Pondok Indah, RS Puri Indah, dan RS Royal Taruma. Jadi Ciputra Hospital ini merupakan yang keempat, dan yang pertama bagi Ciputra Group," ucap Ciputra saat acara topping off rumah sakit tersebut.

Adapun dana yang dibutuhkan untuk membangun rumah sakit itu sebesar Rp110 miliar, dengan rincian 65 persen dari internal perusahaan dan 35 persen dari pinjaman Bank Mandiri. Tujuan dibangunnya rumah sakit itu, selain untuk mencari keuntungan, juga untuk menjalankan fungsi sosial sebagai seorang manusia.

Direktur Ciputra Group Cakra Ciputra mengatakan jika tidak ada aral melintang, Ciputra Hospital bisa beroperasi pada 2011. Rumah sakit tersebut dibangun dengan tujuan memberikan layanan kesehatan bagi warga di perumahan Citra Raya dan sekitarnya.

Ciputra Hospital dibangun di atas lahan seluas 12.000 m2, yang terdiri dari bangunan empat lantai, dan satu lantai basement. Luas bangunan mencapai 10.000 m2, dengan 126 kamar tidur. Nantinya terdapat praktek berbagai keahlian dokter seperti klinik anak, penyakit dalam, bedah umum, gigi, mata, THT, penyakit paru, jantung, dermatology, penyakit syaraf, dan akupuntur. Terdapat pula ruang Unit Gawat Darurat (UGD), dan laboratorium.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Nanik Isnaini, yang hadir pada acara tersebut, berharap Ciputra Hospital di perumahan Citra Raya, Cikupa, tidak menjadi menara gading bagi warga di sekitar. "Kami berharap orang tidak mampu juga bisa berobat di Ciputra Hospital.. Ini terkait CSR (Corporate Social Responsibility) dari Ciputra Group, yakni minimal 20persen dari jumlah kamar harus dialokasikan bagi pasien tidak mampu," ucapnya.

Menurut Nanik, kehadiran Ciputra Hospital, cukup membantu pemerintah dalam bidang kesehatan. Khususnya bagi pemerintah Kabupaten Tangerang, yang cukup kewalahan menghadapi berbagai macam penyakit yang muncul. "Sebagai sebuah kota tingkat kabupaten selain penyakit perubahan iklim biasa, juga terdapat penyakit endemis seperti kusta, kaki gajah, DBD, diare, cikungunya, flu burung, hingga HIV/AIDS. Jadi lengkap sudah semua penyakit ada di Kabupaten Tangerang ini," ucapnya.

Page 8: Kompetitor rumah sakit

VIVAnews - Ciputra Group untuk kali pertama membangun rumah sakit yang diberi

nama Hospital Ciputra. Namun, RS tersebut tetap akan menerima dan melayani

masyarakat dari kalangan kurang mampu untuk berobat.

"Rumah sakit ini akan tetap melayani kalangan masyarakat yang tidak mampu,"

kata Komisaris Utama PT Ciputra Development Tbk, Ciputra saat jumpa pers dalam

acara soft opening Hospital Ciputra di Tangerang, Selasa 1 November 2011.

Ciputra menegaskan dan menjanjikan, jika ada masyarakat yang tidak mampu ingin

berobat ke Hospital Ciputra, pihaknya tetap akan melayani. "Jika sudah ada yang

datang, kami akan melayani, dan kami akan bekerja sama dengan rumah sakit

khusus," kata Pak Ci, sapaan akrab Ciputra.

Dalam kesempatan yang sama, Marketing Communication Hospital Ciputra, Monica

Morratha Sihombing mengatakan, pihaknya akan fokus di empat bidang sesuai

dengan lokasi RS di Citra Raya.

"Kami fokus sesuai dengan kebutuhan lokasi rumah sakit. Fokus kami di ibu dan

anak, karena kawasan ini banyak sekali ibu dan anak. Lalu internis, UGD, dan

kesehatan pekerja karena ini merupakan daerah pabrik," kata Monic.

Sementara itu, Hospital Ciputra memiliki luas bangunan kurang lebih sebesar 10 ribu

meter persegi, terdiri dari bangunan empat lantai ke atas dan satu lantai semi

basement, dan memiliki kapasitas 126 tempat tidur yang terdiri dari berbagai kelas,

dengan empat kluster.

Page 9: Kompetitor rumah sakit

Ciputra Hospital Resmi Dibuka

Selasa, 01 November 2011 07:03

Grup Ciputra hari ini meresmikan rumah sakit pertamanya

yang berlokasi di Citra Raya Tangerang, Banten. Rumah sakit yang bernama Ciputra Hospital tersebut

menghabiskan dana Rp 120 miliar.

"Ini janji kami, dengan adanya fasilitas kesehatan, sosial, olah raga terpenuhi. Termasuk sekolah. Ini untuk

melayani masyarakat sekitarnya. Dalam ulang tahun kami ke-30, dapat menciptakan dunia entreprenuer butuh

usaha keras, bidang kesehatan," kata Ciputra dalam sambutan pembukaan Rumah Sakit Ciputra, di Tangerang

Jakarta, Selasa (1/11/2011).

Wujud entreprenuer yang dimaksud Ciputra adalah bisa menciptakan sesuatu yang baru, hingga penemuan

metode media baru yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Kalau bisa lebih membangun, menemukan cara baru, metode baru, demi kebahagian mereka yang hadir.

Ciptakan peluang, jangan jadi pengekor, seperti visi Creating World Entrepreneurship," tambahnya.

Sekretaris Perusahaan PT Ciputra Development Tbk (CTRA) Tulus Santoso mengatakan rumah sakit Ciputra

pertama ini masih memiliki opsi pengembangan bangunan rumah sakit dalam dua tahun ke depan. "Kita untuk

tahap I ini Rp 120 miliar. Saat ini hanya 120 tempat tidut. Kalau bagus kita akan extension, di lahan yang sama.

Biasa kita evaluasi dalam dua tahun ke depan," tambahnya.

Rumah sakit ini berada di area seluas 12.000 meter persegi dan terdiri dari empat lantai, satu lantai merupakan

lantai basement. Total luas bangunan mencapai 10.000 meter persegi.

Rumah sakit Ciputra ini memiliki fasilitas poliklinik, medical check up, dan unit gawat darurat. Selain itu ada

fasilitas radiologi, laboratorium, farmasi, fisoterapi dan lain-lain.

Grup Ciputra memang berencana membangun 10 rumah sakit, dalam lima tahun mendatang. Tiga rumah sakit

mulai dibangun tahun depan dengan nilai investasi Rp 300-500 miliar.

Grup Ciputra tengah mengadakan studi kelayakan di lima kota yaitu Jakarta, Makassar, Palembang, Manado

dan Surabaya. Nantinya, tiga kota akan dipilih sebagai lokasi awal pembangunan rumah sakit di 2012. Masing-

masing rumah sakit akan menghabiskan dana Rp 100 miliar lebih.

Page 10: Kompetitor rumah sakit

Industri Rumah Sakit Harus Berbenah!Penulis : Ester Meryana | Jumat, 20 Juli 2012 | 14:13 WIB

Share:

ShutterstockIlustrasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah rumah sakit di Indonesia sudah mencapai 1.959 unit per Mei 2012. Jumlah itu bisa terus bertambah seiring dengan perkembangan ekonomi. "Tergantung perkembangan perekonomian di negara kita dan global," sebut Kepala Divisi Humas dan Informasi Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Robert Imam Sutedja ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (20/7/2012).Robert menjelaskan, menurut data Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah rumah sakit sudah mencapai 1.959 unit. Rumah sakit Pemerintah sebanyak 785 unit, yang terdiri dari Kemenkes sebanyak 40 unit, Pemerintah Provinsi 88 unit, Pemerintah Kabupaten 423 unit, Pemerintah Kota 89 unit, Kementerian lain 2 unit, TNI 109 unit, dan Polri 34 unit. "Swasta non profit 699 unit, swasta private 403 unit, BUMN 77 unit. Itu termasuk private, seperti Pertamina kan private," sambung Robert.Menurut dia, setiap tahun bisa ada 100-an unit rumah sakit yang buka. Dibukanya rumah sakit baru tergantung dari perkembangan suatu daerah, ketersediaan tenaga medis, pemodal, dan pangsa pasar. Pemodal, ujar Robert, akan melihat lokasi yang menjadi tujuannya. Pemodal akan melihat demografi di tempat yang dituju. Juga dilihat pangsa pasar yang mau diambil."Sumber daya manusianya seperti apa, dokter spesialis misalnya, kalau terbatas kan nggak mungkin terbang dari Jakarta ke Manado," papar dia.Kini, rumah sakit pun sudah banyak berdiri di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Di Indonesia bagian timur pun juga sudah berdiri banyak rumah sakit. Tetapi, tetap saja, kata dia, perkembangan rumah sakit akan tergantung dengan ketersediaan SDM, seperti dokter dan perawat, di suatu wilayah. Ia pun menuturkan, sejauh ini tidak ada kebijakan Pemerintah yang memberatkan industri rumah sakit.Robert mengatakan, Pemerintah cukup baik dalam menggandeng sejumlah pihak terkait seperti Persi, misalnya, dalam menyusun UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU tersebut, Persi diajak mulai dari penyusunan naskah akademis hingga keluarnya UU. Di bidang kesehatan, ia mengatakan, biasanya tidak ada judicial review seperti sejumlah UU lainnya. "So far nggak ada (kebijakan Pemerintah) yang memberatkan," tegasnya.

Page 11: Kompetitor rumah sakit

Ke depan, industri rumah sakit nasional akan terus berbenah. Kualitas berkembang seiring dengan adanya akreditasi yang harus dijalankan rumah sakit. Secara khusus, industri rumah sakit pun akan bersiap untuk menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang didalamnya termasuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "Ya sekarang kan kita lagi mulai inventarisasi masalah," ujarnya.Terhadap keberadaan Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya pada tahun 2015, ia berpandangan hadirnya para investor asing jangan dianggap sebagai hambatan. Mereka harus dipandang sebagai sebuah peluang agar industri rumah sakit nasional berbenah. "Kalau kita anggap ancaman, kapan kita mandiri atau majunya. Ya kita lihat apa yang kurang, kita harus berbenah agar masyarakat happy berobat di dalam negeri," imbuhnya.Industri rumah sakit nasional memang harus melihat apa yang membuat segelintir masyarakat lebih senang berobat di luar negeri. Apakah karena masyarakat tak percaya terhadap peralatan rumah sakit di Indonesia, atau tidak percaya akan tenaga medisnya. Maka, kata dia, berbenah adalah hal yang musti dilakukan. Salah satu langkah dalam berbenah adalah pertemuan pelaku industri rumah sakit pada bulan November, di Jakarta Convention Center."Ya musti berbenah terus karena biaya berobat di luar negeri dan di kita jauh lebih besar di sana," tandasnya yang menyebutkan Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan akan berbicara pada forum nasional tersebut.

Page 12: Kompetitor rumah sakit

India Berniat Investasi Industri Farmasi Dan Rumah Sakit Di Indonesia

Ipotnews – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan, pemerintah India ingin berinvestasi di industri farmasi dan membangun rumah sakit di Indonesia. Keseriusan India untuk melakukan investasi tersebut diungkapkan dalam kunjugan Menteri Perindustrian India, Anand Sharma, dan beberapa investor India, ke Kantor Kemenperin.

"Mereka ingin sekali masuk di farmasi dan buat rumah sakit. Saya bilang dalam waktu beberapa hari akan saya sampaikan tanggapan pemerintah," kata Menteri Perindustrian, MS Hidayat Hidayat, usai menerima Menteri Perindustrian India bersama 20 anggota delegasi dari India, di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (5/3).

Hidayat menyatakan, untuk berinvestasi di kedua bidang tersebut perlu berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan akan dibahas lebih lanjut dengan Kemenkes. "Mereka tanya juga apakah ada program untuk dokter dan program kesehatan. Saya bilang itu ada di Kementerian Kesehatan," ujarnya.

Dia mengungkapkan, dalam kunjungan India kali ini, juga dihadiri oleh Ketua Asosiasi Industri Petrokimia. "Mereka bilang Indonesia adalah sektor yang menarik untuk infrastruktur dan manufaktur. Mereka mengatakan juga ingin terlibat di proyek PPP (public-private partnerships) ," tandasnya. (Fitriya)

Page 13: Kompetitor rumah sakit

INDONESIA KEKURANGAN RUMAH SAKIT DAN DOKTERBy Taufik Hidayat | Category : News | June 28, 2012 - Comment: 0

Jumlah Rumah Sakit di Indonesia saat ini masih sangat kurang. Seperti diungkap Dr. Sutoto, Ketua Persatuan

Rumah Sakit Indonesia, saat ini rasio tempat tidur dan jumlah penduduk di Indonesia masih sangat jomplang.

“Menurut WHO, satu tempat tidur di Rumah Sakit itu untuk 100 ribu penduduk, sedang di Indonesia saat ini

adalah satu tempat tidur untuk 230 ribu penduduk,” ungkapnya.

Berkaca dari data tersebut, Sutoto menyebutkan bahwa industri rumah sakit memiliki potensi yang sangat besar.

Apalagi industri ini juga tergolong industri yang terbuka untuk investasi. “Investor asing boleh memiliki hingga

69% saham,” ujarnya.

Selain itu, terkait dengan akan diberlakukannya UU BPJS pada tahun 2014, dimana kesehatan masyakat —

khususnya kelas bawah — menjadi tanggungan Pemerintah, membuat akan semakin banyak masyarakat yang

akan tersentuh Rumah Sakit.

Namun demikian, Sutoto menyebutkan bahwa industri ini juga memiliki kendala, khususnya terkait minimnya

tenaga kerja. Dia menyebutkan, jumlah tenaga kesehatan di Indonesia saat ini masih sangat kurang. “Sekarang

saja sudah terjadi bajak membajak tenaga kerja. Apalagi hingga saat ini tenaga kerja asing juga tidak

diperbolehkan untuk bekerja di Indonesia,” ujarnya.

“Kami terus mendorong Pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah di industri

Rumah Sakit, karena ini menyangkut kesehatan masyarakat secara umum,” ujarnya.

Page 14: Kompetitor rumah sakit

LAYANAN RUMAH SAKIT

Rumahsakit di Singapura banjir pasien Indonesia

JAKARTA Rumah sakit di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah belakangan ini. Sebab, rumah sakit di Indonesia harus bersaing dengan mendapatkan pasien dengan rumah sakit dari negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

"Tantangan utama ada membangun kepercayaan pasien mau dirawat di dalam negeri karena banyak pasien Indonesia keluar negeri untuk berobat," tutur Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi saat meresmikan RS Bunda di kawasan Menteng Jakarta Pusat, (11/9/2012).

Menurut Nafsiah, rumah sakit di Indonesia banyak yang belum mempunyai mutu yang memenuhi standar internasional, sehingga kalah bersaing dengan rumah sakit yang ada di luar negeri.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Tribunnews, ada 50% pasien asal Indonesia memenuhi rumah sakit di Singapura. Bahkan, sekitar 12.000 pasien dari Indonesia memilih berobat ke Malaysia.

Dari jumlah biaya yang dikeluarkan pasien dari Indonesia itu, setidaknya ada Rp 7 triliun yang dibawa ke luar negeri untuk berobat. "Devisa yang keluar akhirnya banyaknya, karena banyak yang berobat ke luar negeri," jelas Nafsiah.

Kemenkes telah mengambil langkah dengan menetapkan kebijakan dengan meningkatkan standar rumah sakit di Indonesia. Tujuannya agar rumah sakit di Indonesia memiliki daya saing tinggi.

Perlu diketahui, dua hari lalu, Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan memilih melakukan pengobatan di Singapura ketimbang di rumah sakit Indonesia atau di rumah sakit milik BUMN. (Eko Sutriyanto/Tribunnews)

Page 15: Kompetitor rumah sakit

12 Ribu Pasien Indonesia Berobat ke Malaysia Setiap Tahun Penulis : Asep Candra | Rabu, 12 September 2012 | 16:27 WIB

KOMPAS.com - Pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri, khususnya ke negeri tetangga, ternyata jumlahnya masih sangat tinggi. Setiap tahunnya, ada sekitar puluhan ribu pasien dari berbagai penjuru Tanah Air yang mencari layanan medis, sekaligus berwisata ke Negeri Jiran.

Menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, masih tingginya jumlah pasien Indonesia yang berobat baik ke Singapura maupun Malaysia merupakan fenomena yang memprihatinkan. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa rumah sakit di Indonesia belum sepenuhnya dapat memberikan layanan terbaik kepada pasien.

"Menurut National Healthcare Group International Research Development Singapore, 50 persen pasien internasional yang berobat di Singapura adalah warga Indonesia. Sedangkan rata-rata jumlah pasien Indonesia yang berobat ke Malaysia adalah 12 ribu orang per tahun," ungkap Menkes dalam sambutannya saat meresmikan Rumah Sakit Umum (RSU) Bunda Medik di Jakarta, Rabu (12/9/2012).

"Banyaknya kunjungan orang Indonesia yang berobat ke luar negeri tentu memprihantinkan. Mengapa kita tidak bisa memberikan layanan medis yang lebih baik untuk rakyat kita?" ungkap Menkes.

Masalah mutu serta kepuasan dalam pelayanan, diakui Menkes Nafsiah masih menjadi tantangan terbesar bagi rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit di Tanah Air sudah seharusnya meningkatkan kualitas pelayanan serta mengikuti tuntutan dan kebutuhan yang berkembang masyarakat agar pasien yang berobat ke luar negeri mau kembali berobat di negeri sendiri. "Peningkatan mutu dan kualitas rumah sakit harus sesuai dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan," tambah Menkes.

Diakui Nafsiah, tantangan bagi Industri rumah sakit di Tanah Air makin berat menyusul telah diberlakukannya pasar bebas di tingkat ASEAN, dan pasar bebas tingkat Asia Pasifik pada 2020 mendatang. Selain banyaknya pasien yang senang berobat ke luar negeri, tantangan lainnya adalah belum kompetitifnya asuransi dan penyedia layanan dalam memberikan layanan kesehatan serta mutu pelayanan rumah sakit yang belum dianggap berstandar Internasional.

Kementerian Kesehatan, lanjutnya, telah melakukan beberapa langkah pembenahan, perbaikan dan peningkatkan mutu pelayanan rumah sakit agar memenuhi standar Internasional. Kemenkes telah menetapkan kebijakan Rumah Sakit Kelas Dunia (world class hospital) dengan standar kelas dunia untuk meningkatkan daya saing pelayanan RS di kawasan Asia Tenggara dan dunia, sekaligus menarik kembali para pasien yang saat ini berobat di Tanah Air.

RSU Bunda Medik yang diresmikan hari ini mengklaim dirinya sebagai salah satu rumah sakit modern yang diharapkan menjadi alternatif pasien Indonesia yang biasa berobat ke luar negeri. Meski belum berstandar internasional, rumah sakit ini memiliki sejumlah peralatan dan pelayanan berteknologi canggih seperti bedah robotik dan pusat radiodiagnostik yang didalamnya memiliki fasilitas seperti CT Scan 12 slice, MRI 1,5 Tesla dan MRI Payudara.

"Kami berharap rumah sakit ini dapat menjadi tujuan berobat bagi masyarakat modern di kota Jakarta dan pasar domestik Indonesia," ungkap Direktur Pengembangan PT Bunda Medik, Ivan R Sini.

Page 16: Kompetitor rumah sakit

TREN SWAMEDIKASI DAN TANTANGAN INDUSTRI KESEHATAN DAN FARMASIBy marketeers | Category : Trends & Observations | April 29, 2011 - Comment: 0

Swamedikasi dapat diartikan secara

sederhana sebagai upaya seseorang untuk mengobati dirinya sendiri. Swamedikasi menjadi alternatif yang

banyak dipilih masyarakat untuk meredakan/ menyembuhkan keluhan kesehatan ringan atau untuk

meningkatkan keterjangkauan akses terhadap pengobatan. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2009, BPS

mencatat bahwa terdapat 66% orang sakit di Indonesia yang melakukan swamedikasi. Angka ini relatif lebih

tinggi dibandingkan persentase penduduk yang berobat jalan ke dokter (44%). Walaupun demikian, persentase

swamedikasi di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat swamedikasi di Amerika Serikat yang

mencapai 73%. Angka ini bahkan cenderung akan meningkat karena terdapat enam dari sepuluh orang di

Amerika yang mengatakan bahwa mereka mungkin akan melakukan swamedikasi lagi di masa yang akan

datang terhadap penyakit yang dideritanya.

Menurut situs www.wsmi.com (world self-medication industry), bentuk swamedikasi yang bertanggung jawab

adalah penggunaan obat bebas secara tepat berdasarkan inisiatif pribadi pasien, dengan bantuan tenaga

kesehatan ahli (dokter atau apoteker) jika diperlukan. Dengan keberadaan swamedikasi ini, tidak dapat dihindari

terjadinya peresepan sendiri (self-prescription, yaitu penggunaan dari obat resep oleh pasien atau konsumen

tanpa pengawasan dari dokter). Sebetulnya hal peresepan sendiri sudah diatur pada permenkes

Page 17: Kompetitor rumah sakit

No.919/MENKES/PER/X/1993, yang di dalamnya ditentukan jenis dan batasan jumlah obat yang dapat

diserahkan kepada konsumen tanpa harus menyertakan resep dari dokter.

Tercatat bahwa ada 30% konsumen Indonesia yang pernah dan biasa melakukan swamedikasi dan peresepan

sendiri (termasuk pembelian obat tanpa resep). Yang lebih mencengangkan, 47% di antaranya adalah untuk

jenis obat-obatan antiobiotik. Dengan kondisi ini, maka tepatlah tindakan pemerintah Indonesia meluncurkan

Pedoman Penggunaan Antibiotik sebagai salah satu respon terhadap peringatan Hari Kesehatan Dunia, 7 April

kemarin, yang tahun ini bertemakan “Antibiotic Resistance”. Tema hari kesehatan dunia ini diambil karena

berdasarkan data WHO, pada tahun 2010 terdapat sekitar 25 ribu orang di Eropa yang meninggal karena infeksi

bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Jika dilakukan studi di Indonesia, ada kemungkinan ditemukan indikasi

yang sama juga karena keberadaan antibiotik yang selama ini sangat mudah diperoleh sehingga

penggunaannya menjadi cenderung tidak rasional. Apalagi di Indonesia sangat banyak sekali penyakit yang

disebabkan oleh bakteri. Antibiotik selama ini dianggap sebagai obat segala penyakit yang dapat dibeli bebas

dengan harga terjangkau.

Adapun dalam fenomena swamedikasi, peresepan sendiri (termasuk pembelian obat tanpa resep) ini disebabkan

oleh beberapa hal. Pertama, perkembangan teknologi informasi, dengan semakin berkembangnya teknologi,

masyarakat menjadi lebih mudah dalam mengakses informasi, termasuk di dalamnya informasi mengenai

kesehatan. Masyarakat jadi lebih terbuka dengan adanya informasi di Internet mengenai pengobatan, termasuk

juga pengobatan alternatif. Masyarakat jadi lebih berani untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit yang

dideritanya berdasarkan aneka informasi yang didapatkan melalui Internet.

Kemudahan mendapatkan obat juga mendukung pergeseran ini, yang didukung peningkatan jumlah apotek dan

toko obat di Indonesia. Jika dilihat dari perkembangan tahun 2007 sampai 2009, perkembangan jumlah apotek

dibandingkan total jumlah saluran distribusi relatif meningkat stabil, berbeda halnya dengan pedagang besar

farmasi dan toko obat. Jika dibuat rata-rata, maka satu apotek akan melayani ± 17.800 orang.

Selain peningkatan jumlah apotek dan toko obat, juga terjadi perkembangan baru dalam pelayanan penjualan

obat melalui apotek. Kini apotek tidak hanya mau melakukan pengiriman obat ke rumah, tapi juga buka 24 jam,

hingga melayani pemesanan melalui Internet. Kemudahan semacam ini juga punya kontribusi dalam

swamedikasi.

Di lain pihak, sebetulnya terjadi peningkatan yang signifikan terhadap jumlah rumah sakit dan dokter di

Indonesia. Jumlah peningkatan rumah sakit bahkan mencapai angka 151 rumah sakit pertahun dari 2008 sampai

2009. Namun, jika dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan rumah sakit masih kalah cepat.

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai jumlah 237,641,326 penduduk, satu rumah sakit tercatat

harus menangani sekitar ± 155,000 orang. Hal tersebut sangat jauh dari kondisi yang ideal, terutama di daerah-

daerah luar Jawa yang tingkat pembangunannya masih tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah di pulau

Jawa.

Dalam periode tahun 2005-2008, rasio jumlah dokter meningkat dari 18 dokter per 100.000 penduduk menjadi 23

dokter per 100.000 penduduk. Hal ini mengindikasikan adanya penambahan 5 dokter untuk setiap 100.000

Page 18: Kompetitor rumah sakit

penduduk dalam jangka waktu 3 tahun. Jumlah tenaga kesehatan terdidik seperti bidan dan mantri juga

mengalami peningkatan.

Meski ada peningkatan jumlah rumah sakit dan dokter, tapi ternyata hal tersebut seperti tidak menghalangi minat

orang untuk melakukan swamedikasi. Sebagaimana ditunjukkan dalam hasil survei MarkPlus Insight, alasan

swamedikasi, peresepan sendiri, atau pembelian obat tanpa resep di masyarakat Indonesia, adalah karena

penyakitnya dinilai ringan (46%), harga yang lebih murah (16%), dan obat mudah didapat (9%). Terlihat bahwa

faktor biaya dan waktu menjadi alasan yang melatarbelakangi swamedikasi. Dengan kata lain, swamedikasi

menjadi suatu tantangan yang mesti disikapi secara aktif oleh para pemain di healthcare industry.

Tantangan bagi rumah sakit

Semakin banyak rumah sakit baru yang bermunculan, khususnya rumah sakit swasta — termasuk rumah sakit

asing, dan rumah sakit pemerintah yang memberikan layanan seperti rumah sakit swasta — menciptakan

persaingan yang semakin ketat di industri ini. Selain menghadapi persaingan yang semakin ketat, rumah sakit

juga harus dapat mempertahankan eksistensinya di tengah fenomena swamedikasi yang semakin meningkat. Ini

sebuah hal yang harusnya bisa menjadi semacam wake up call bagi rumah sakit yang selama ini belum

berorientasi pelanggan atau customer centric.

Rumah sakit seringkali identik dengan standar pelayanan yang kurang lebih sama, sehingga tidak ada

perbedaan signifikan antar rumah sakit. Berdasarkan salah satu studi MarkPlus Insight, ditemukan bahwa

pertimbangan utama orang dalam memiliih rumah sakit — selain lokasi yang dekat dan kualitas dokter yang

dimiliki — adalah standar pelayanan. Karena itu rumah sakit harus mulai menawarkan layanan yang berbeda

dari rumah sakit lain, sehingga dapat menunjukkan differensiasi mereka dan memberikan keunggulan kompetitif

tersendiri. Dengan kata lain, rumah sakit harus dapat meningkatkan kedekatannya dengan pasien (customer

intimacy), sehingga pasien akan merasa nyaman ketika berada di rumah sakit.

Upaya meraih customer-intimacy ini merupakan sebuah tantangan yang tidak mudah, terutama kalau mengingat

banyak rumah sakit yang masih berjuang untuk menggerakan semua bagian yang ada agar bisa memberikan

layanan yang bagus. Rumah sakit yang sudah memiliki dedicated doctors dalam jumlah signifikan misalnya,

masih mencari bentuk penerapan standarisasi layanan dokter. Standarisasi ini mencakup ketepatan waktu

berada di rumah sakit, lamanya waktu berinteraksi dengan pasien, kebijakan rekomendasi pengobatan, hingga

perlu atau tidaknya penggunaan obat. Dokter inilah yang sesungguhnya punya peran penting dalam membangun

customer intimacy. Peran dokter semakin kuat ketika pasien sudah mulai akrab dengan sistem asuransi

kesehatan managed care yang membutuhkan keberadaan dokter keluarga atau dokter yang benar-benar

mengerti keadaan pasien.

Tantangan bagi industri farmasi

Perkembangan yang menarik bukan hanya terjadi di sektor industri rumah sakit, tapi juga sektor industri farmasi.

Berdasarkan data BPS dari 2007-2009, tercatat bahwa persentase jumlah industri farmasi modern dibandingkan

industri obat tradisional semakin berkurang. Hal ini bisa jadi salah satu sinyal untuk industri farmasi agar mulai

Page 19: Kompetitor rumah sakit

mempertimbangkan memproduksi lebih banyak obat tradisional seperti obat herbal, jamu, dan lain-lain. Survei

yang dilakukan MarkPlus Insight mengindikasikan bahwa jamu dan obat herbal adalah dua alternatif yang

semakin mendapat kepercayaan publik untuk swamedikasi setelah obat bebas.

Selain itu, pengembangan jenis obat-obatan baru juga penting karena jika hanya mengandalkan produksi obat

non-paten, maka kompetisi yang dihadapi pun sangat banyak. Sebabnya, semua kompetitor dapat memproduksi

obat dengan kandungan yang sama dan efek yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada merek yang

digunakan. Dalam hal ini, perusahaan-perusahaan farmasi, terutama yang kecil, pada umumnya menghadapi

kesulitan dalam mengembangkan obat paten karena beberapa batasan, terutama dalam hal finansial dan

sumber daya.

Di lain pihak, bertambahnya jumlah rumah sakit dan klinik membawa harapan positif terhadap industri farmasi,

terutama dalam penjualan obat ethical.

Tantangan bagi apotek

Seiring dengan terus bertambahnya jumlah apotek, secara tidak langsung apotek juga mendapatkan persaingan

dari toko-toko modern seperti minimarket dan supermarket, terutama yang juga menyediakan berbagai obat OTC

yang biasa digunakan untuk swamedikasi. Survei yang dilakukan MarkPlus Insight mencatat bahwa supermarket

atau minimarket juga menjadi tempat yang dituju untuk pembelian obat setelah apotek dan toko obat. Jumlah

minimarket yang semakin banyak menciptakan tantangan baru untuk apotek. Beberapa orang merasakan

kesulitan menemukan lokasi apotek di tempat-tempat tertentu namun tidak sulit untuk menemukan minimarket.

Berdasarkan peraturan pemerintah tentang pendirian apotek (Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1332/MENKES/SK/X/2002), salah satu kriteria wajib dalam pendirian apotek adalah keberadaan apoteker

pengelola apotek. Selain sebagai persyaratan wajib, keberadaan apoteker menjadi salah satu keunggulan

apotek dari berbagai saluran distribusi obat lain yang biasa diakses konsumen untuk swamedikasi. Apoteker

memiliki peranan yang sangat penting bagi swamedikasi karena langsung berinteraksi dengan konsumen dalam

hal pemilihan obat. Posisi apoteker ini menjadi sangat strategis dalam mewujudkan pengobatan swamedikasi

yang bertanggung jawab. Namun pada kenyataannya seringkali sebuah apotek tidak memiliki apoteker yang

selalu siap siaga ketika konsumen membutuhkan.

Jika apotek sudah memiliki keunggulan dibandingkan jenis outlet obat lainnya, maka setiap apotek juga perlu

memiliki keunggulan dibandingkan apotek lainnya. Dewasa ini bisnis apotek tidak hanya dituntut untuk

mengedepankan sisi produk saja melainkan juga harus mengedepankan pelayanan. Pelayanan dalam hal ini

tidak hanya menyangkut bentuk pelayanan yang ramah saja tetapi juga diperlukan suatu sistem operasi yang

excellent khususnya dalam kecepatan pelayanan dan ketersediaan obat. Keberadaan apotek-apotek berjaringan

merupakan salah satu keunggulan dalam segi operasional untuk menjawab kebutuhan konsumen terkait dengan

ketersediaan obat secara efisien. Dengan sistem informasi terpadu, masing-masing apotek dalam jaringan dapat

saling mendukung untuk memberikan solusi ketersediaan obat yang lengkap bagi konsumen. Selain itu apotek

jaringan ini juga mampu memberikan berbagai layanan tambahan, seperti antar jemput resep, dan layanan buka

24 jam.

Page 20: Kompetitor rumah sakit

Tantangan bagi pasien

Hal penting lain yang perlu diperhatikan oleh masyarakat Indonesia adalah mengenai catatan kesehatan pasien.

Sekarang ini catatan kesehatan pasien masih dipegang oleh masing-masing rumah sakit, sehingga pasien tidak

memiliki catatan kesehatan jika akan melakukan pengobatan lanjutan, khususnya ke rumah sakit yang berbeda.

Berbeda halnya dengan di beberapa negara lain seperti di Inggris dengan sistem NHS (National Health Service),

catatan kesehatan dapat diakses di manapun dan kapanpun sehingga ketika seorang pasien membutuhkan

pertolongan medis, pihak penolong dapat mengetahui riwayat kesehatan si pasien, seperti alergi yang diderita,

atau sejarah penyakit terdahulu.

Hal ini merupakan tantangan dan juga kesempatan bagi pemerintah dan para penyedia jasa kesehatan di masa

yang akan datang untuk dapat bersinergi dalam membagi catatan kesehatan masyarakat. Selain berguna untuk

masyarakatnya sendiri, hal ini juga turut akan memberikan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia

secara tidak langsung.

* Sumber data dari MarkPlus Insight

* ilustrasi diambil dari http://getthemyoufools.com/constance-antique-ceramic-plate-carved-village-cow-donkey-

farmsigned-by-g-vcc-los/