kompetensi aparatur desa dalam menghadapi...
TRANSCRIPT
KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI
UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014
(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA
TOAPAYA SELATAN TAHUN 2015 )
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
ADITYA NUGROHO JATI
1. Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si
2. Pembimbing Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa
yang disebut dibawah ini :
Nama : Aditya Nugroho Jati
NIM : 100563201153
Jurusan/ Prodi : Ilmu Administrasi Negara
Alamat : Jl. A. Yani, Rt. 003, Rw. 009, Kelurahan Tanjungbatu
Kundur, Kecamatan Kundur, Kabupaten Karimun
No. Telp/ Hp : 0852 6470 0034
Email : [email protected]
Judul Naskah : Kompetensi Aparatur Desa Dalam Menghadapi Undang-
Undang No. 6 Tahun 2014 (Studi Kasus Tentang
Pengelolaan Anggaran Desa Toapaya Selatan)
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tulisan naskah ilmiah
dan untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 27 Juli 2016
Yang Menyatakan,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Agus Hendrayady, M.Si Fitri Kurnianingsih, M.Si NIDN. 1005087301 NIDN. 0016038702
2
KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014
(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA TOAPAYA SELATAN)
ADITYA NUGROHO JATI Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISIP, UMRAH,
[email protected] Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si Pembimbinh Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si
ABSTRAK
Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Dalam melaksanakan Pembangunan Desa dibutuhkan suatu pengalokasian dana yang tepat dan cukup, sehingga dalam mempercepat pembangunan dibutuhkan suatu kompetensi Aparatur Desa. Kompetensi tersebut dapat dilihat melalui pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, minat.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif karena ingin mengetahui lebih mendalam mengenai Kompetensi Aparatur Desa dalam menghadapi Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang pengalokasian Dana Desa Toapaya Selatan pada tahun 2015.
Dapat simpulkan bahwa Kompetensi Aparatur Desa di Desa Toapaya Selatan dala pengalokasi dana Desa telah tepat sasaran, namun untuk pemerataan pembangunan di Desa Toapaya belum berjalan dengan maksimal. Hal ini disebabkan karena terbatasnya anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat.
Kata Kunci : Kompetensi, Pembangunan dan Dana Desa
3
KOMPETENSI APARATUR DESA DALAM MENGHADAPI UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2014
(STUDI KASUS TENTANG PENGELOLAAN ANGGARAN DESA TOAPAYA SELATAN)
ADITYA NUGROHO JATI Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, FISIP, UMRAH,
[email protected] Pembimbing Utama : Agus Hendrayady, M.Si Pembimbinh Kedua : Fitri Kurnianingsih, M.Si
ABSTRACT
Rural Development aims to improve the welfare of the villagers and the quality of life and reduce poverty through the fulfillment of basic needs, infrastructure development for the village, local economic development potential, as well as the use of natural resources and environmentally sustainable manner.
In implementing the Rural Development requires a proper allocation of funds and sufficient, thus accelerating the development of a competency needed Apparatus village. Competence can be seen through the knowledge, understanding, skills, values, attitudes, interests.
In this study, researchers used a qualitative descriptive type of research because they want to know more in depth about the competence of Administrative Village in the face of Act No. 6 of 2014 on the allocation of funds Toapaya Village South in 2015.
Can conclude that the competence of Administrative Village in the Village of South Toapaya dala allocator village funds have been targeted, but for equitable development in the village Toapaya has not gone up. This is due to a limited budget disbursed by the central government. Keywords : Competence , Development and Village Fund
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara
yang menggunakan konsep welfare
state dalam menjalankan
pemerintahannya dengan tujuan
untuk menciptakan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Welfare State, secara singkat dapat
diartikan sebagai serangkaian
kebijakan publik dan kegiatan Negara
dalam mengintegrasikan kebijakan
ekonomi dan kebijakan sosial demi
sebuah pencapaian kemakmuran.
Serangkaian kebijakan yang
diwujudkan dalam suatu kegiatan
dilakukan dalam menjalankan
pemerintahan, salah satunya yaitu
dengan membuat suatu kebijakan
yang akan mempermudah dalam
melaksanakan rancangan program
pembangunan Nasional.
Pembangunan Nasional dan daerah
merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kegiatan
pembangunan desa. Desa merupakan
basis kekuatan sosial ekonomi dan
politik yang perlu mendapat perhatian
serius dari pemerintah. Perencanaan
pembangunan selama ini hanya
menjadikan masyarakat desa sebagai
objek pembangunan bukan sebagai
subjek pembangunan.
Sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang Dasar 1945
memberikan keleluasaan kepada
daerah untuk menyelenggarakan
otonomi daerah. Dalam
penyelenggaraan otonomi daerah,
dipandang perlu untuk menekankan
pada prinsip-prinsip demokrasi, peran
serta masyarakat, pemerataan dan
keadilan serta memperhatikan potensi
5
dan keanegaraman daerah.
Dalam menghadapi perkembangan
keadaan baik didalam maupun diluar
negeri serta tantangan pesaing global,
dipandang perlu menyelenggarakan
otonomi daerah dengan memberikan
kewenangan yang luas, nyata dan
tanggungjawab kepada daerah secara
proporsional yang mewujudkan
dengan pengaturan, pembagian,
pemanfaatan sumber daya nasional,
serta demokrasi, peran serta
masyarakat, pemerataan dan
keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah yang
dilaksanakan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam
rangka penyelenggara pemerintah
daerah sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar 1945,
pemerintah daerah yang mengatur
dan mengurus urusan pemerintah
menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan (medebewind),
diarahakan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat, serta penngkatan
daya saing daerah degan
memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan,
dan kekhasan suatu daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Efisiensi dan efektivitas
penyelenggara pemerintahan daearah
perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatiakan aspek-aspek
hubungan antar susunan
pemerintahan dan atau pemerintah
daearah, potensi dan keanekaragaman
daearah, peluang dan tantangan
persaingan global dengan
memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada daerah disertai
dengan pemeberian hak dan
6
kewajiban menyelenggarakan
otonomi daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintah
daerah (Widjaja, 2005 : 36-37).
Hal ini telah diatur didalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah
menegaskan bahwa desa atau yang
disebut dengan nama lain adalah
kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan pengertian diatas, sangat
jelas bahwa desa memiliki
kewenangan untuk mengatur dan
mengurusi kepentingan warganya
dalam segala aspek kehidupan desa,
dalam bidang pelayanan (public
good), pengaturan (public regulation)
dan pemberdayaan masyarakat
(empowerment). Disamping itu
pengakuan terhadap kesatuan
masyarakat hokum berdasarkan hak
asal usul dan adat istiadat
mengandung makna pemeliharaan
terhadap hak hak asli masyarakat desa
dengan landasan keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat (Warsistiono, 2007 :83)
Konsep otonomi daerah telah
mengatur kebebasan dalam
melakukan proses pembangunan
kepada daerah masing-masing, maka
pemerintah daerah dituntut
memberikan pelayanan yang
maksimal serta memberdayakan
masyarakat sehingga masyarakat ikut
terlibat dalam pembangunan untuk
kemajuan daerahnya. Masyarakatlah
yang lebih tau apa yang mereka
7
butuhkan serta pembangunan yang
dilakukan akan lebih efektif dan
efesien, dan dengan sendirinya
masyarakat akan mempunyai rasa
memiliki dan tanggungjawab. Proses
pembangunan saat ini perlu
memahami dan memperhatiakan
prinsip pembangunan yang berakar
dari bawah, memelihara keberagaman
budaya, serta menjunjung tinggi
martabat serta kebebasan bagi
manusia. Pembangunan yang
dilakukan harus emuat proses
pemberdayaan masyarakat yang
mengandung makna dinamis untuk
mengembangkan dalam mencapai
tujuan.
Konsep yang sering dimunculkan
dalam proses pemberdayaan adalah
konsep kemandirian dimana
program-program pembangunan
dirancang secara sistematis agar
individu maupun masyarakat menjadi
subjek pembangunan. Kegagalan
berbagai program pembangunan
perdesaan dimasa lalu adalah
disebabkan antara lain karna
penyusunan, pelaksanaan dan
evaluasi program-program
pembangunan yang tidak melibatkan
masyarakat. Otonomi merupakan
bentuk kewenangan yang hanya
dimiliki oleh desa berdasarkan adat-
istiadat yang hidup dan dihormati
disuatu desa yang bersangkutan. Ini
tampak kurang mendapat perhatian,
sehingga dapat menyebabkan
kegiatan administrasi dalam
organisasi pemerintah tidak berjalan
seperti yang diharapkan. Hal
semacam ini kemungkinan dapat
membawa dampak negatife bagi
suatu pemerintahan, maksudnya
penyelenggara atau pun
pengembangan organisasi pemerintah
desa tidak berjalan secara efektif dan
8
efesien. Untuk itu pemerintah desa
mempunyai hak, wewenang dan
kewajiban memimpin pemerintah
desa yaitu menyelenggarakan rumah
tangganya sendiri dan merupakan
penyelenggara serta
penanggungjawab utama dibidang
pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan dalam rangka
penyelenggaraan urusan pemerintah
desa.
Implementasi otonomi daerah
salah satu aspeknya adalah
pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah
merupakan suatu program daerah
bidang keuangan untuk mencapai
tujuan dan sasaran tertentu serta
mengemban misi mewujudkan suatu
strategi melalui berbagai kegiatan.
Dalam peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa bahwa Alokasi Dana Desa
berasal dari APBD Kabupaten/Kota
yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota untuk Desa paling
sedikit 10% (sepuluh persen)
Pemberian alokasi dana desa
merupakan wujud dari pemenuhan
hak desa untuk menyelenggarakan
otonominya agar tumbuh dan
berkembang. Pertumbuhan desa yang
berdasarkan keanekaragaman,
partisipasi, demokratisasi,
pemberdayaan masyarakat. Peran
pemerintah desa ditingkatkan dalam
memberikan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat serta
mempercepat pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah
strategis, sehingga dapat
mengembangkan wilayah-wilayah
tertinggal dalam suatu sistem wilayah
9
pengembangan. Niat dan keinginan
pemerintah untuk membangun dan
mengembangkan sebuah wilayah
sangatlah mendapat dukungan
masyarakat, realisasi dari niat dan
keinginan ini haruslah berbentuk
kesejahteraan dan kebanggaan
sebagai anggota masyarakat.
Sementara Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
Pembangunan Desa bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan
kemiskinan melalui pemenuhan
kebutuhan dasar, pembangunan
sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi
lokal, serta pemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan secara
berkelanjutan. Pembangunan Desa
meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan.
Terbitnya UU No. 6 Tahun. 2014
tentang Desa, yang selanjutnya
disebut dengan UU Desa, menjadi
sebuah titik awal harapan desa untuk
bisa menentukan posisi, peran dan
kewenangan atas dirinya. Harapan
supaya desa bisa bertenaga secara
sosial dan berdaulat secara politik
sebagai fondasi demokrasi desa, seta
berdaya secara ekonomi dan
bermartabat secara budaya sebagai
wajah kemandirian desa dan
pembangunan desa. Harapan tersebut
semakin menggairah ketika muncul
kombinasi antara azas rekognisi dan
subsidiaritas sebagai azas utama yang
menjadi ruh UU ini. (Silahuddin,
2015:8)
UU nomor 6 tahun 2014 juga telah
mengatur tentang regulasi Desa dan
menegaskan Desa bukan lagi local
state goverment tapi Desa sebagai
pemerintahan masyarakat, hybrid
10
antara self governing community dan
local self government. UU Desa
memberi kesan adanya “Desa Baru”,
baru dalam pengertian regulasi yang
baru, kedudukan Desa, serta pola
pengelolaan Desa yang baru. Desa
dalam perspektif UU sebelumnya
merupakan “Desa Lama”. Paradigma
atau cara pandang yang dibangun
antara Desa Lama dengan Desa Baru
juga berbeda. Desa lama mengunakan
asas atau prinsip Desentralisasi-
residualitas, artinya Desa hanya
menerima delegasi kewenangan dan
urusan Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota. Desa hanya
menerima sisa tanggung jawab
termasuk anggaran dari urusan yang
berkaiatan dengan pengaturan
Desanya. (Mustakim, 2015:9)
Selain itu sebagai wujud
demokrasi, maka didesa dibentuk
Badan Perwakilan Desa yang
berfungsi sebagai lembaga legislative
dan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan desa,
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa, serta keputusan kepala desa.
Untuk itu, kepala desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa
mempunyai kewenangan untuk
melakukan perbuatan hukum dan
mengadakan perjanjian yang saling
menguntungkan dengan pihak lain,
menetapkan sumber-sumber
pendapatan desa. Kemudian
berdasarkan hak asal-usul desa
bersangkutan, kepala desa dapae
mendamaikan perkara atau sengketa
yang terjadi diantara warganya.
Namun harus selalu diingat bahwa
tiada hak tanpa kewajiban, tiada
kewenangan tanpa tanggung jawab,
dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan hak,
kewenangan, dan kebebasan dalam
11
penyelenggaraan otonomi desa
jangan dilakukan secara kebablasan
sehingga desa merasa seakan terlepas
dari ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, tidak mempunyai
hubungan dengan kecamatan,
kabupaten, provinsi, ataupun
pemerintah pusat, bertindak
semaunya sendiri dan membuat
peraturan desa tanpa memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi tingkatannya.
Kabupaten Bintan yang memiliki
10 Kecamatan, 10 Kelurahan, dan 35
Desa tentu bukanlah hal yang mudah
dalam melakukan proses pemerataan
pembangunan. Salah satunya adalah
Desa Toapaya Selatan yang baru
terbentuk dari pemekaran Desa
Toapaya pada tahun 2006 yang kini
telah berjalan selama 10 tahun,
sehingga masih perlu dilakukannya
percepatan pembangunan demi
tercapainya Pembangunan Jangka
Menengah Nasioanal. Pada tahun
2015 merupakan untuk
pertamakalinya Desa mendapatkan
bantuan dari Pemerintah Pusat yang
kemudian disebut dengan Alokasi
Dana Desa. Desa Toapaya Selatan
pada tahun 2015 mendapatkan
bantuan anggaran dari pemerintah
Pusat sebesar Rp. 319.520.000 ( Tiga
Ratus Sembilan Belas Juta Lima
Ratus Dua Puluh Ribu Rupiah ),
sementara dari Pemerintah Daerah
sebesar Rp. 507.705.297 ( Lima Ratus
Tujuh Juta Tujuh Ratus Lima Ribu
Duaratus Sembilan Puluh Tujuh
Rupiah ) dengan total keseluruhan
Rp. 827.225.297 (Delapan Ratus Dua
Puluh Tujuh Juta Dua Ratus Dua
Puluh Lima Ribu Dua Ratus
Sembilah Puluh Tujuh Rupiah),
tujuan dari bantuan ini adalah untuk
mempercepat proses pembangunan
12
desa sesuai dengan dengan Undang-
Undang No. 6 Tahun 2014 pasal 78
ayat 1 bahwa pembangunan Desa
adalah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Desa dan
kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana
Desa, pengembangan potensi
ekonomi lokal, serta pemanfaatan
lokal, pemanfaatan sumber daya alam
dan lingkungan secara berkelanjutan.
Maka dari hal tersebut
pembangunan Desa Toapaya Selatan
merupakan sesuatu yang penting
untuk dibahas. Dalam penggunaan
Alokasi Dana Desa yang diberikan
oleh Pemerintah Pusat sangat
dibutuhkan suatu kompetensi
aparatur Desa dengan tujuan agar
pengalokasi dana Desa tepat sasaran
dan mempercepat pembanguna. Hal
ini sesuai dengan Permendagri No. 5
Tahun 2015 tentang penetapan
prioritas penggunaan dana Desa tahun
2015. Memperhatikan kondisi
tersebut, maka dibutuhkan suatu
pengkajian mengenai KOMPETENSI
APARATUR DESA DALAM
MENGHADAPI UNDANG-
UNDANG NO. 6 TAHUN 2014 (
STUDI KASUS TENTANG
PENGELOLAAN ANGGARAN
DESA TOAPAYA SELATAN )
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah
diuraikan pada latar belakang bahwa
Pembangunan Desa memang perlu
untuk dibahas, maka penulis
merumuskkan permasalahan pada
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
BAGAIMANA KOMPETENSI
APARATUR DESA DALAM
MENGHADAPI UNDANG-
UNDANG NO. 6 TAHUN 2014
13
(STUDI KASUS TENTANG
PENGELOLAAN ANGGARAN
DESA TOAPAYA SELATAN
TAHUN 2015 )
C. Tujuan dan Kegunaan
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui
Kompetensi Aparatur Desa
Toapaya Selatan dalam
menghadapi Undang-undang
no 6 tahun 2014.
b. Untuk mengetahui bagaimana
pengelolaan Anggaran Desa
yang digunakan untuk
pembangunan Desa Toapaya
Selatan
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Akademis, penelitian
ini berguna untuk
penembangan ilmu
pengetahuan dan wawasan
tentang ilmu politik yang
dapat diterapkan sebagai
disiplin Ilmu Administrasi
Negara Khususnya tentang
kajian tentang Pembangunan
Desa.
b. Secara Praktis, penelitian ini
diharapkan dapat menambah
pengetahuan, informasi dan
bacaan ilmiah bagi pihak yang
memerlukan dan bias menjadi
bahan acuan penelitian dalam
membahas masalah yang
sama untuk penelitian
selanjutnya.
D. Konsep Teoritis
Dalam rangka memperjelas
uaraian penulisan ini dan untuk
mendapat pengertian-pengertian yang
lebih mendasar sesuai dengan yang
ditengahkan, maka dibawah ini akan
diuraikan kerangka teori yang
berkaitan dengan permasalahan yang
akan dibahas.
14
a. Kompetensi
Menurut Hutapea dan Thoha
(2008:4) mengemukakann
definisi Kompetensi adalah
Kapasitas yang ada pada
seseorang yang bisa membuat
orang tersebut mampu memenuhi
apa yang disyaratkan oleh
pekerjaan dalam suatu organisasi
sehingga organisasi tersebut
mampu mencapai hasil yang
diharapkan. Kompetensi adalah
seperangkat tingkah laku,
keterampilan dan pengetahuan
tertentu yang menjadi syarat
utama dan elemen kunci bagi
lahirnya kepemimpinan yang
efektif dan efisien, hal ini
disampaikan Siagian yang
dikutip oleh Sedarmayanti
(2007:125)
Menurut Training Agency
yang dikutip Sedarmayanti
(2007:125) menyatakan bahwa
Kompetensi adalah Konsep luas,
memuat kemampuan mentransfer
keahlian dan kemampuan kepda
situasi baru dalam wilayah kerja.
Menyangkut organisasi dan
perencanaan pekerjaan, inovasi
dan mengatasi aktivitas rutin,
kualitas efektivitas personel yang
dibutuhkan ditempat berkaitan
dengan rekan kerja, manager
serta pelanggan. Sedangkan
Burgoyne menyampaikan
pandangannya Kompetensi
adalah kemampuan dan kemauan
melakukan tugas, sesuai yang
dikutip oleh Sedarmayanti
(2007:125).
Sementara menurut Wood-
ruffle menyatakan Kompetensi
adalah defenisi perilaku yang
mempengaruhi kinerja. Spencer
et al mengatakan Kompetensi
15
adalah karakteristik individu
yang dapat dihitung dan diukur
secara konsisten, dapat diberikan
untuk membedakan secara
signifikan antara kerja efektif dan
tidak efektif. Kompetensi adalah
kemampuan dasar dan kualitas
kerja yang diperlukan untuk
mengerjakan pekerjaan dengan
baik, sesuai yang dikutip
Sedarmayanti (2007:125).
Murpy yang dikutip
Sedarmayanti (2007:125)
berpendapat Kompetensi
merupakan suatu bakat, sifat dan
keahlian individupu apapun yang
dapat dibuktikan, dapat
dibungkam dengan kinerja
efektif dan baik sekali.
Kemudian sejalan dengan hal
tersebut Mc. Clelland
Competency (Kompetensi)
merupakan karakter mendasar
yang dimiliki seseorang yang
berpengaruh langsung terhadap,
atau dapat memprediksikan
kinerja yang sangat baik. Dengan
kata lain, kompetensi adalah apa
yang outstanding performance
lakukan lebih sering, pada lebih
banyak situasi, dengan hasil yang
lebih baik, daripada apa yang
dilakukan penilai kebijakan.
Yang dapat dijelaskan pula
sebagai :
a. Keterampilan : keahlian/
kecakapan melakukan
sesuatu dengan baik.
b. Pengetahuan, Informasi
yang dimiliki/ dikuasai
seseorang dalam bidang
tertentu.
c. Peran sosial, citra yang
diproyeksikan seseorang
kepada orang lain
16
d. Citra diri, persepsi individu
tentang dirinya.
e. Sifat/ciri, karakteristik yang
relatif konstan pada tingkah
laku sesorang
f. Motif, Pemikran/ niat dasar
konstan yang mendorong
individu bertindak atau
berperilaku.
Secara harfiah, kompetensi
berasal dari kata competence yang
artinya kecakapan, kemampuan, dan
wewenang. Spencer and spencer
yang dikutip Sutrisno (2010:203)
berpandangan kompetensi sebagai
karakteristik yang mendasari
seseorang dan berkaitan dengan
efektivitas kinerja dalam
pekerjaannya. Berdasarkan defenisi
tersebut mengandung makna
kompetensi adalah bagian
kepribadian yang mendalamdan
melekat kepada seseorang serta
perilaku yang dapat diprediksi pada
berbagai keadaan dan tugas
pekerjaan.
Boulter, Dalzier, dan Hill juga
mengemukaan kompetensi adalah
suatu karakteristik dasar dari
seseorang yang memungkinkannya
memberikan kinerja unggul dalam
pekerjaan, peran, atau situasi
tertentu. Sementara McAshan
menyatakan kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, ketrampilan,
kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi
bagian dari dirinya sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya. Sedangkan
Finch dan Crunkilton mengartikan
kopetensi merupakan sebagai
penguasaan sebagai tugas,
ketrampilan, sikap, dan apresiasi
17
yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.
Selain itu Gordon yang dkutip
oleh Sutrisno (2010:204)
menjelaskan beberapa aspek yang
terkandung dalam konsep
kompetensi sebagai berikut :
a. Pengetahuan (Knowledge),
yaitu kesadaran dalam bidang
kognitif.
b. Pemahaman (Understanding),
yaitu kedalaman kognitif dan
afektif yang dimiliki oleh
individu.
c. Kemampuan (Skill) adalah
suatu yang dimiliki oleh
individu untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya.
d. Nilai (Value) adalah suatu
standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri
seseorang.
e. Sikap (Atitude) yaitu perasaan
(senang tidak senang, suka
tidak suka) atau reaksi terhadap
sesuatu rangsangan yang dating
dari luar.
f. Minat (Interest) adalah
kecendrungan seseorang untuk
melakukan suatu perbuatan.
E. Konsep Operasional
Operasionalisasi sangat penting
dalam suatu penelitian, karena
merupakan suatu petunjuk bagaimana
variabel dapat diukur. Atau dengan
kata lain konsep operasional
merupakan jembatan teori dan
praktek, dengan begitu konsep
operasional merupakan penetepan
dari indikator-indikator yang akan
dipelajari dan dianalisis, sehingga
nantinya dapat diperoleh gambaran
18
yang jelas terhadap variabel-variabel
gejalanya.
Untuk mencapai realitas dalam
rangka penelitian secara empiris,
maka sejumlah konsep yang masih
abstrak perlu dioperasionalkan agar
benar-benar menyentuh fenomena
yang akan diteliti. Adapun konsep
operasional yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada teori
Gordon yang dikutip oleh Sutrisno
(2010:204) yang menyatakan bahwa
indicator dari Kompetensi adalah :
a. Pengetahuan (Knowledge), yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif.
Pengetahuan adalah segenap
apa yang kita ketahui tentang
suatu objek tertentu. Sebagian
besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan
telinga. Sehingga upaya yang
dilakukan dalam meningkatkan
Sumber Daya Manusia dapat
dilakukan dengan cara adanya
pelatihan-pelatihan baik itu
pelatihan yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat maupun
pemerintah daerah dengan tujuan
untuk memberikan pengetahuan
mengenai pengelolaan anggaran
desa dan pembangunan desa.
Dalam hal ini Perangkat Desa
Toapaya Selatan telah menerima
pelatihan-pelatihan tersebut
dengan tujuan Perangkat Desa
mampu menerapkan pelatihan
yang mereka terima untuk
membangun Desa Toapaya
Selatan.
b. Pemahaman (Understanding),
yaitu kedalaman kognitif dan
afektif yang dimiliki oleh
individu. merupakan sesuatu hal
yang kita pahami dan kita
mengerti dengan benar.
Sementara dalam lingkungan
19
masyarakat desa khusunya Desa
Toapaya Selatan tidak semuanya
memahami secara terperinci
sehingga tidak menutup
kemungkinan akan adanya
pertentangan dalam menetapkan
pengalokasi Dana Desa.
c. Kemampuan (Skill) adalah suatu
yang dimiliki oleh individu untuk
melaksanakan tugas atau
pekerjaan yang dibebankan
kepadanya. Aparatur Desa Desa
Toapaya Selatan dituntut
memiliki kemampuan tersebut
agar proses pembangunan dea di
Desa Toapaya Selatan berjalan
dengan baik.
d. Nilai (Value) adalah suatu
standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri
seseorang. Dalam hal ini dapat
dilihat dari sikap keterbukaan
dan memberikan informasi
mengenai kegunaan dari
Anggaran Alokasi Dana Desa
yang di terima Desa Toapaya
Selatan.
e. Sikap (Atitude) yaitu perasaan
(senang tidak senang, suka tidak
suka) atau reaksi terhadap
sesuatu rangsangan yang dating
dari luar. Hal ini berkaitan
dengan kendala-kendala yang
terjadi mengenai pembangunan
yang ada di Desa Toapaya
Selatan.
f. Minat (Interest) merupakasn
suatu kecendrungan seseorang
untuk melakukan suatu
perbuatan. Dalam melaksanakan
pembangunan sudah seharusnya
Perangkat Desa untuk
melibatkkan masyarakat dengan
tujuan agar masyarakat
mempunyai rasa memiliki atas
20
PENGELOLAAN ANGGARAN DESA
DAN PEMBANGUNAN
KOMPETENSI UNDANG-UNDANG
NOMOR 6 TAHUN 2016
PENGETAHUAN
PEMAHAMAN
KEMAMPUAN
NILAI
MINAT
SIKAP
pembangunan yang telah
dilaksanakan di Desa Toapaya
Selatan.
F. Kerangka Berfikir
Untuk mengukur Kompetensi
Aparatur Desa Toapaya Selatan
dalam menghadapi Undang-Undang
No. 6 Tahun 2014, peneliti
menggunakan teori Gordon yang
dikutip oleh Sutrisno (2010:204).
Kompetensi dapat diukur melalui :
pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis
menggunakan jenis penelitian
Deskriptif Kualitatif. Dengan
menggunakan penelitian deskriptif
kualitatif ini peneliti akan
memberikan gambaran sistematis,
faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta sesuai ruang lingkup judul
penelitian.
Menurut Sugiyono (2003:11)
“Penelitian Deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan terhadap
variabel mandiri, yaitu tanpa
membuat perbandingan, atau dengan
menggabungkan dengan variabel
lain”. Data kualitatif adalah data yang
dinyatakan dalam bentuk kata,
kalimat, skema dan gambar (
Sugiyono 2003:14).
2. Lokasi Penelitian
Penulis mengambil lokasi
penelitian di Kantor Desa Toapaya
Selatan, karena penulis menganggap
21
bahwa Kantor Desa Toapaya Selatan
merupakan yang memegang peranan
penting dalam mengonsenkan
penataan pembangunan di Desa
Toapaya Selatan dimana didalamnya
termasuk Pengelolan Anggaran Desa
dan Pembangunan Infrastruktur Desa,
sehingga penulis mampu menjelaskan
secara gamblang kegiatan yang
dilakukan oleh Kantor Dea Toapaya
Selatan yang penulis anggap belum
mampu menjawab dalam hal
Pengelolaan Anggaran Desa dan
Pembangunan Infrastruktur Desa.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data yang dikumpulkan dari
situasi aktual ketika peristiwa
terjadi. Individu, kelompok focus,
dan satu kelompok responden
secara khusus sering dijadikan
peneliti sebagai data primer
(Silalahi, 2009:289).
b. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan
melalui sumber-sumber lain yang
tersedia. Sumber sekunder
meliputi komentar, interprestasi,
atau pembahasan tentang materi
original. Bahan sekunder dapat
berupa artikel-artikel dalam surat
kabar atau majalah popular, buku
atau telah gambar hidup atau
artikel-artikel yang ditemukan
dalam jurnal-jurnal ilmiah yang
mengevaluasi atau mengkritisi
sesuatu penelitian original.
4. Informan
“Informan adalah orang yang
memberikan informasi. Dengan
pengertian ini maka informan dapat
dikatakan sama dengan responden,
apabila pemberian keterangannya
karena dipancing oleh pihak peneliti”
(Arikunto 2006:145). Istilah
22
“informan” ini banyak digunakan
dalam penelitian kualitatif.
Dalam melakukan penelitian ini
yang dijadikan sebagai Informen
adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa,
Bendahara Desa, Pelaksana Teknis
Lapangan, Ketua BPD dan
Masyarakat.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data
Teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah teknik yang
mengacu kepada metode penelitian
yang disesuaikan dengan kebutuhan
peneliti, adapun penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi adalah teknik
pengumpulan data dengan
mengamati obyek penelitian
secara langsung dan meninjau
lokasi-lokasi yang menjadi
obyek penelitian, serta mencatat
hal-hal yang ada hubungannya
dengan bahan penelitian.
Sehubungan dengan teknik
observasi ini, maka menurut
Sutrisno yang dikutip oleh
Sugiyono (2008:166)
mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang
komplek, suatu proses yang
tersusun dari pelbagai proses
biologis dan psikologis. Dua
diantara yang terpening adalah
proses-proses pengamatan dan
ingatan.
Teknik pengumpulan data
dengan observasi digunakan bila
penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila
responden yang diambil tidak
terlalu besar. Metode observasi
ini juga merupakan suatu teknik
23
pengumpulan data mempunyai
ciri yang spesifik bila
dibandingkan dengan teknik
yang lain, yaitu Wawancara dan
Kuesioner.
b. Wawancara
Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk
menemukan masalah yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti
ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam
dan jumlah responden
sedikit/kecil. Wawancara dapat
dilakukan secara terstruktur
maupun tidak terstruktur, dan
dapat dilakukan melalui tatap
muka (face to face) maupun
dengan menggunkan telepon.
Menurut Sutrisno Hadi
yang dikutip oleh Sugiyono
(2008:157) mengemukakan
bahwa anggapan yang perlu
dipegang oleh peneliti dalam
menggunakan metode interview
dan juga Kuesioner (angket),
yaitu bahwa subjek (responden)
adalah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri, yang
dinyatakan oleh subyek kepada
peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya, dan interpretasi
subyek tentang pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan
peneliti kepadanya adalah sama
dengan apa yang dimaksudkan
oleh peneliti. Dalam wawancara
ini penulis menggunakan
purposive sampling yang
merupakan pemilihan siapa
subyek yang ada dalam posisi
terbaik untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan
(Silalahi, 2009:272).
24
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu
metode pengumpulan data
kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen-dokumen
yang dibuat oleh subjek sendiri
atau oleh orang lain tentang
subjek. (Herdiansyah, 2010:143)
Tidak kalah penting dengan
metode-metode lain, adalah
metode dokumentasi, yaitu
mencari data mengenai hal-hal
atau variable yang berupa
cacatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, agenda, dan sebagainya.
(Arikunto, 2010:274)
H. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses
penyerderhanaan data dan penyajian
data dengan mengelompokkannya
dalam suatu bentuk yang mudah
dibaca diinterpretasi. Analisis data
memiliki dua tujuan, yakni meringkas
dan menggambarkan data dan
membuat inferensi dari data untuk
populasi dari mana sampel ditarik
Analisis data kualitatif dilakukan
apabila data empiris yang diperoleh
adalah data kualitatif berupa
kumpulan berwujud kata-kata dan
bukan rangkaian angka serta tidak
dapat disusun dalam kategori-
kategori/ klarifikasi. Data (dalam
wujud kata-kata) mungkin telah
dikumpulkan dalam aneka macam
cara (obsevasi, wawancara, intisari
dokumen, pita rekaman) dan biasanya
diproses sebelum siap digunakan,
tetapi analisis kualitatif tetap
menggunakan kata-kata yang
biasanya disusun kedalam teks yang
diperluas dan tidak menggunakan
perhitungan matematis atau statistika
sebagai alat bantu analisis. (silalahi,
2009:339)
25
Data-data yang telah
diperoleh dari wawancara dan
observasi baik data primer
maupun data sekunder akan
diklasifikasikan ke dalam sub-
sub pembahasan yang akan
dimuat dalam masing-masing
sub pembahasan.
Akhir dari penelitian ini
adalah menyimpulkan secara
keseluruhan mengenai
Kompetensi Aparatur Desa
Dalam Menghadapi Undang-
Undang No. 6 Tahun 2014 (Studi
Kasus Tentang Pengelolaan
Anggaran Desa Toapaya Selatan)
, serta memberikan saran-saran
pada berbagai pihak yang terkait
dalam permasalahan penelitian
ini.
II. PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan
Pada penjelasan bab ini akan
dibahas terlebih dahulu mengenai
karakteristik informan untuk
mendapatkan informasi yang lebih
akurat dalam menganalisis data,
sehingga nantinya dapat
dipertanggungjawabkan
kebenarannya dalam pembahasan
dan menganalisis “Kompetensi
Aparatur Desa Dalam Menghadapi
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014”
(Studi Kasus Tentang Pengelolaan
Anggaran Desa Toapaya Selatan
Tahun 2015). Informan dalam
penelitian ini berjumlah 5 orang dan
1 orang Kepala Desa Toapaya
Selatan sebagai Key Informan. 4
orang ini terdiri dari 1 Orang
Sekretaris Desa yang merangkap
sebagai Pelaksana Teknis Lapangan,
1 Orang kaur keuangan yang
26
merangkap sebagai bendahara Desa,
1 orang Kepala BPD Toapaya
Selatan, dan 1 orang masyarakat
Desa Toapaya Selatan.
Adapun informan dalam penelitian
ini adalah :
1. Kepala Desa
Kepala Desa adalah sebutan
untuk pemimpin
menyelenggarakan Pemerintah
Desa. Keputusan Kepala Desa
adalah suatu keputusan yang
menyangkut aturan dan
kebijakand yang dikeluarkan
Kepala Desa yang bersifat
mengikat. Kepala Desa bertugas
menyelenggarakan Pemerintahan
Desa, melaksanakan
Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.
Kepala Desa Toapaya dipimpin
oleh Bapak Suhenda, usis beliau
46 tahun. Beliau terpilih melalui
pemilihan secara langsung yang
pertama kali pada tahun 2006.
Bapak Suhenda menjabat sebagai
kepala Desa selama 2 periode.
Periode pertama dengan masa
jabatan tahun 2006-2012 dan
pada periode kedua pada masa
jabatan pada tahun 2012-2018.
Bapak Suhenda merupakan
tamatan SLTA. Dengan
pengalaman beliau selama 2
periode tentu dapat dikatakan
telah memiliki pengetahuan,
pemahaman, kemampuan yang
cukup bangaimana untuk
mengembangkan Desa Toapaya
Selatan.
2. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa dipimpin oleh
Sekretaris Desa. Sekretaris Desa
diisi dari Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang diangkat oleh
27
Bupati. Sekretaris mempunyai
tugas : mengkoodinasi
penyusunan program kerja/
kegiatan pemerintah Desa,
melakukan urusan surat
menyurat, pelaporan dan
kearsipan, melakukan tertib
administrasi umum, administrasi
kependudukan, administrasi
keuangan dan administrasi
lainnya, melakukan pelayanan
administrasi-administrasi yang
dibutuhkan oleh masyarakat di
bidang pemerintahan,
pembangunan, dan
kemasyarakatan, mengarahkan,
membina staf yang merupakan
tertib administrasi kepegawaian,
menginventarisir kekayaan dan
potensi budaya, melakukan
tugas-tugas yang diberikan oleh
Kepala Desa.
Jabatan sekretaris Desa
Toapaya Selatan pada tahun
2012-2018 di amanahkan kepada
Bapak Yurizal Kariana. Bapak
Yurizal yang berusia 43 tahun
juga merangkap jabatan sebagai
Pelaksana Teknis Lapangan.
Berbekal tamatan SMA jabatan
sebagai Sekretaris bukanlah
posisi yang mudah untuk
dijalankan. Namun dengan
adanya pelatihan-pelatihan yang
diberikan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah
sangat membantu sekretaris Desa
dalam melakukan tugas dan
tangungjawabnya, sehingga
dalam penyusunan program kerja
sekretaris sangat berperan
penting dalam pengembangan
pembangunan di desa Toapaya
Selatan.
28
3. Bendahara Desa
Bendahara Desa memiliki
tugas untuk melaksanakan
administrasi keuangan Desa,
mempersiapkan data
gunamenyusun rancangan APB
Desa, perubahan dan perhitungan
penerimaan dan pengeluaran
keuangan Desa.
Pada tahun 2012-2018
bendahara sempat mengalami
kekosongan, sehingga pada tahun
2015 untuk jabatan bendahara
dirangkap dengan Kaur
Keuangan. Ibu Tuti Susilawati
yang berusia 35 merupakan Kaur
Keuangan Desa Toapaya Selatan.
Beliau merupakan tamatan
SLTA, dengan pengalaman kerja
sejak tahun 2007 dianggap telah
banyak mengetahui bagaimana
melakukan pengalokasi dana
Desa. Namun tidak menutup
kemungkinan masih banyak
kelemahan-kelemahan yang ada,
sehingga masih perlu untuk di
tingkat kompetensi Aparatur
Desa Toapaya Selatan.
4. Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi:
a. membahas dan menyepakati
Rancangan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa
b. menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat Desa
c. melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa.
Jabatan kepala BPD Desa
Toapaya Selatan di jabat oleh
bapak Damsik yang berusia 45
tahun. Beliau merupakan
Tamatan SLTA dan menjabat
sebagai kepala Desa dari tahun
2012-2018. Dalam menjalankan
tugas dan fungsi sebagai kepala
29
Badan Permusyawaratan Desa
dibutuhkan pengetahuan yang
cukup terutama mengenai
undang-undang, pemahaman
karakter masyarakat Desa,
kemampuan dalam menjalankan
tugas, dan minat untuk
membangun Desa Toapaya.
5. Masyarakat
Masyarakat adalah bentuk
pengelompokkan manusia yang
menunjukkan aktivitas-aktivitas
bersama yang tampak dalam
interaksi diantara anggota-
anggota kelompok tersebut,
dimana kebutuhan-kebutuhan
anggota kelompok hanya dapat
dipenuhi dengan jalan
berinteraksi dengan individu-
individu lainnya. Dalam hal ini
Sinta merupakan masyarakat
Desa Toapaya Selatan yang
berusia 33 tahun dan memiliki
riwayat pendidikan hingga
tingkat SLTA. Sinta merupakan
informan yang digunakan
peneliti sebagai informan
pembanding untuk melihat
kompetensi aparatur Desa
Toapaya Selatan dalam
mengahadapi Undang-undang
No. 6 Tahun 2014.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Desa Toapaya Selatan,
maka dapat disimpulkan bahwa
Kompetensi Aparatur Desa Toapaya
Selatan dalam Mengahadapi
Undang-undang no 6 Tahun 2014
dapat dilihat beberapa aspek yang
terkandung dalam konsep
kompetensi yaitu, pengetahuan
(knowledge), pemahaman
(understanding), kemampuan (skill),
30
nilai (value), sikap (atitude), minat
(interest).
a. Pengetahuan (knowledge),
pengetahuan Apaatur Desa dapat
dilihat bahwa Aparatur Desa
Toapaya Selatan telah memiliki
pengetahuan yang cukup dan
telah menjalankan sesuaai
dengan Permen Nomor 5 Tahun
2015 pasal 5 yang berbunyi :
“Prioritas penggunaan Dana
Desa untuk pembangunan Desa
dialokasikan untuk mencapai
tujuan pembangunan Desa yaitu
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Desa dan kualitas
hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan,
melalui: pemenuhan kebutuhan
dasar, pembangunan sarana dan
prasarana Desa, pengembangan
potensi ekonomi lokal
danpemanfaatan sumber daya
alam dan lingkungan secara
berkelanjutan”
b. Pemahaman (understanding),
pemahaman Aparatur Desa dapat
di nilai bahwa tingkat
pemahaman Aparatur Desa
sudah mampu untuk mengatasi
permaslahan yang terjadi di Desa
Toapaya Selatan. Hal ini dapat
dilihat bahwa tidak ada
penentangan dari masyarakat
dalam mengalokasi Dana Desa
yang diperuntukan untuk
Pembangunan di Desa Toapaya
Selatan.
c. Kemampuan (skill), kemampuan
Aparatur Desa dalam bidang
perencanaan dan pelaksanaan
dapat dikatakan bahwa mereka
belum siap sepenuhnya, baik
dalam bidang administrasi
Aparatur Desa masih terdapat
kekurangan sementara
31
pembangunan di Desa Toapaya
Selatan dapat dikatakan belum
merata.
a. Nilai (value), merupakan suatu
standar perilaku yang telah
diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri
seseorang. Dalam hal ini
Aparatur Desa Toapaya Selatan
mau terbuka dan memberikan
informasi mengenai kegunaan
dari Anggaran Alokasi Dana
Desa yang di terima Desa
Toapaya Selatan sehingga
informasi mengenai Anggaran
Desa dapat diketahui oleh
masyarakat Desa Desa Toapaya
Selatan.
b. Sikap (atitude), dilihat dari sikap
Aparatur Desa dalam
menghadapi kendala-kedala
dalam melaksanakan
pembangunan dapat diakatakan
bahwa Aparatur Desa sudah siap
dan mampu mengatasi segala
kendala-kendala dalam proses
melakukakan Pembangunan di
Desa Toapaya Selatan.
c. Minat (interest), keinginan
Aparatur Desa dalam melibatkan
masyarakat dalam melaksanakan
percepatan pembangunan dapat
dikatakan sudah maksimal,
karena segala proses pelaksanaan
pembangunan Aparatur Desa
tidak melibatkan orang luar
justru masyarakat Desa Toapaya
yang terlibat dalam
pengerjaannya.
B. Saran
Dari pembahasan dan
kesimpulan yang dipaparkan
oleh peneliti, maka bisa dilihat
Kompetensi Aparatur Desa
dalam menghadapi Undang-
undang no 6 tahun 2014 dalam
32
mengelola Anggaran Dana sudah
tepat sesuai dengan Permendagri
No 5 Tahun 2015 tentang
Penetapan Prioritas Penggunaan
Dana Desa sementara untuk
pemerataan pembangunan belum
maksimal, hal ini disebabkan
terbatasnya anggaran yang di
kucurkan oleh Pemerintah Pusat.
Harapan peneliti kepada
Perangkat Desa di Desa Toapaya
Selatan pada tahun 2016 agar
dapat memaksimalkan
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa Toapaya
Selatan karena kucuran anggaran
dari APBN dan APBD mencapai
angka 1,9 Milyiar, sehingga akan
tercapainya pembangunan
Rencana Pembangunan Jangka
Menenengah Nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. 2010. Pelaksanaan
Otonomi Luas. PT RajaGrafindo
Persada. Jakarta.
Abdullah, Ghozali Dindin. 2015.
Kader Desa : Penggerak Prakarsa
Masyarakat Desa. Kementrian Desa,
Pembangunan Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Amanulloh, Naeni. 2015.
Demokratisasi Desa. Kementrian
Desa, Pembangunan Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Jakarta Pusat
Arsyad, Idham. 2015. Membangun
Jaringan Sosial dan Kemitraan.
Kementrian Desa, Pembangunan
Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
33
Eko, Sutoro. 2015. Regulasi Baru,
Desa Baru ; Ide, Misi, dan Semangat
UU Desa. Kementrian Desa,
Pembangunan Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Kessa, Wahyudin. 2015.
Perencanaan Pembangunan Desa.
Kementrian Desa, Pembangunan
Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Kurniawan, Borni. 2015. Desa
Mandiri, Desa Membangun.
Kementrian Desa, Pembangunan
Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Herdiansyah, Haris. 2010.
Metodelogi Penelitian Kualitatif.
Salemba Humanika, Jakarta.
Musoffa, Ihsan Moch. 2015.
Ketahanan Masyarakat Desa.
Kementrian Desa, Pembangunan
Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Silahuddin, M. 2015. Kewenangan
Desa dan Regulasi Desa. Kementrian
Desa, Pembangunan Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Jakarta Pusat
Sedarmayanti. 2007. Manajemen
Sumber Daya Manusia. PT Refika
Aditama, Bandung.
Sholihul. 2014. Undang-undang No.
6 Tahun 2014 tentang Desa. Rona
Publishing, Surabaya.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Administrasi, Alfabeta, Jakarta
Sumpeno Wahjudin. 2004.
Perencanaan Desa Terpadu. Read
Indonesia. Banda Aceh-Indonesia
Surya, Putra Anom. 2015. Badan
Usaha Milik Desa : Sprit Usaha
34
Kolektif Desa. Kementrian Desa,
Pembangunan Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia. Jakarta Pusat
Sutrisno, Edy. 2010. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Prenada
Media Group. Jakarta.
Wasistiono, Sadu. 2007. Prospek
Pengembangan Desa. CV. Fokus
Media, Bandung.
Widjaja, HAW. 2013. Penyelenggara
Otonomi di Indonesia. PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Zaini, Mustakim Mochammad. 2015.
Kepemimpinan Desa. Kementrian
Desa, Pembangunan Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Jakarta Pusat
Internet :
(http://aipni.blogspot.co.id/2011/06/t
eori-kompetensi.html, di akses 18
Desember 2015, 19.10 Wib)
(http://tesisdisertasi.blogspot.co.id/20
10/09/teorikompetensi.html, di akses
18 Desember 2015, 19.00 Wib)
Undang-Undang
Undang-undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa
Permendagri No 5 Tahun 2015
tentang Penetapan Prioritas
Pembangunan Dana Desa Tahun
2015
Permendagri No 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Permendagri No 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa