kompetei{si tata usaha negara di...

9
URGEI{SI PEMBATASAN KOMPETEI{SI ABSOLUT PERADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA Oleh : Fatria Khairo (Dosen Tetap STIH-Sumpah Pemuda) Abstrak i(rmpetensi Absolute dari peradilantata usaha negara adalah untuk memeriksa, mengadili dan me- '.utuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum ::rdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata "saha negara termasuk sengketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang di- :.trhonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-unda- -:an sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau PejabatTata Usaha Negara yang ber- ,:rskutan. Model ideal konsep pembatasan ruang lingkup kompetensi Absolut PTLN di masa yang .::.:n datallg adalah dengan Iangsung melakukan Pembatasan Kompetensi Absolut TUN secara :rtesullg yaitu pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa -,r memutus sengketa tersebut. Kata Kunci : Kompetensi Absolut, Peradilan TUN, Pejabat TUN Abstract ''solttte Competence of the state administrative court is to examine, adjudicate and adjudicate 'ltutes arising in thefield oJ'state administration between a person or a civil legal entity with a ;:e administrative body or olJicer resulting from the issuance of a state administrative decision -,'uding a civil service dispute and a non- Wich is requested b1t a person until the time limit .'i.fied in a legislation whereas it has been the obligation of the agency or the State ' -i'rrirtislrative Olficer concerned. The ideal model of the concept of limiting the scope of absolute ,lpetence of the State Administrative Court in the future is by directly restricting the Absolute 'ttpetence of TUN directly, ie, a limit which is not possible for the Administrative Court to , -;,rtine and decide upon the dispute. ;.nw'ords : Absolute Competence, Administrative Court, Administrative Official i Pendahuluan nya .dengan dasar falsafah negara, yaitu Panca- Indonesia sudah sejak hari proklamasi me- sila.' -,::kan negara hukum dalam arti formal. Nega- ', :'rkum harus diisi sehingga menjadi hukum -- .m afii material. Perjalanan itu merupakan :: -"11anan yang panjang. Melalui beberapa ma- .:' kesulitan. Pengefiian keadilan merupakan -: _tertian yang relatif, yang tidak begitu saja - ::japatkan persesuaian faham yang bulat, " : :inkan bergantung pada tempat dan waktu, - - rdeologi yang mendasarinya. Di Indonesia :::r1an yang harus diartikan dalam hubungan- Dalam kerangka hukum administrasi, ciri- ciri negara hukum tersebut mempunyai keter- kaitan yang erut dengan hukum mengenai keku- asaan pemerintah, hukum mengenai peran serta masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan, hukum mengenai organisasi pemerintahan dan hukum mengenai perlindungan hukum bagi ma- syarakat. Dengan demikian tindakan pemerintah I Rochmat Soemitro, Peradilan Tata (Jsaha Negara,PT. Refika Aditama, Bandung, 1998, hal 1. s39

Upload: dangdieu

Post on 16-May-2019

241 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

URGEI{SI PEMBATASAN KOMPETEI{SI ABSOLUT PERADILANTATA USAHA NEGARA DI INDONESIA

Oleh : Fatria Khairo(Dosen Tetap STIH-Sumpah Pemuda)

Abstraki(rmpetensi Absolute dari peradilantata usaha negara adalah untuk memeriksa, mengadili dan me-'.utuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara seseorang atau badan hukum

::rdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata"saha negara termasuk sengketa kepegawaian dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang di-:.trhonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-unda--:an sedangkan hal itu telah merupakan kewajiban badan atau PejabatTata Usaha Negara yang ber-,:rskutan. Model ideal konsep pembatasan ruang lingkup kompetensi Absolut PTLN di masa yang.::.:n datallg adalah dengan Iangsung melakukan Pembatasan Kompetensi Absolut TUN secara:rtesullg yaitu pembatasan yang tidak memungkinkan sama sekali bagi PTUN untuk memeriksa-,r memutus sengketa tersebut.

Kata Kunci : Kompetensi Absolut, Peradilan TUN, Pejabat TUN

Abstract''solttte Competence of the state administrative court is to examine, adjudicate and adjudicate

'ltutes arising in thefield oJ'state administration between a person or a civil legal entity with a;:e administrative body or olJicer resulting from the issuance of a state administrative decision-,'uding a civil service dispute and a non- Wich is requested b1t a person until the time limit.'i.fied in a legislation whereas it has been the obligation of the agency or the State

' -i'rrirtislrative Olficer concerned. The ideal model of the concept of limiting the scope of absolute,lpetence of the State Administrative Court in the future is by directly restricting the Absolute'ttpetence of TUN directly, ie, a limit which is not possible for the Administrative Court to

, -;,rtine and decide upon the dispute.

;.nw'ords : Absolute Competence, Administrative Court, Administrative Official

i Pendahuluan nya .dengan dasar falsafah negara, yaitu Panca-Indonesia sudah sejak hari proklamasi me- sila.'

-,::kan negara hukum dalam arti formal. Nega-', :'rkum harus diisi sehingga menjadi hukum-- .m afii material. Perjalanan itu merupakan:: -"11anan yang panjang. Melalui beberapa ma-.:' kesulitan. Pengefiian keadilan merupakan-: _tertian yang relatif, yang tidak begitu saja- ::japatkan persesuaian faham yang bulat," : :inkan bergantung pada tempat dan waktu,- - rdeologi yang mendasarinya. Di Indonesia:::r1an yang harus diartikan dalam hubungan-

Dalam kerangka hukum administrasi, ciri-ciri negara hukum tersebut mempunyai keter-kaitan yang erut dengan hukum mengenai keku-asaan pemerintah, hukum mengenai peran sertamasyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan,hukum mengenai organisasi pemerintahan danhukum mengenai perlindungan hukum bagi ma-syarakat. Dengan demikian tindakan pemerintah

I Rochmat Soemitro, Peradilan Tata (Jsaha Negara,PT.Refika Aditama, Bandung, 1998, hal 1.

s39

yang harus didasarkan pada ketentuan hukumyang berlaku sebagai ciri negara hukum, jugaharus dapat memberikan perlindungan hukumbagi kepentingan rakyat sehingga kepentinganrakyat tidak dengan sendirinya harus dikorban-kan apabila terjadi benturan-benturan sebagaiakibat adanya tindakan pemerintah.

Bagi lndonesia keinginan untuk memilikiPeradilan Administrasi Negara sebetulnya sudahada sejak zamafl pemerintahan jajahan Belanda.Namun, keinginan itu selalu kandas di tengahperjalanan karena berbagai alasan. Keinginanitu baru terwujud pada penghujung tahun 1986,yakni dengan diundangkannya UU Nomor 5 Ta-hun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negarapadatanggal 29 Desember 1986 selanjutnya di-sebut UU PTLrN.2

Apabila kita telusuri dokumen yang ber-kenaan dengan masalah Peradilan AdministrasiNegara (T[IN) memang sudah sejak lama dirin-tis. Untuk kali pertama, pada tahun 1946 Wir-jono Prodjodokiro membuat Rancangan Un-dang-Undang Tentang Acara Perkara DalamSoal Tata Usaha Pemerintahan. Disamping itu,masih ada usaha-usaha lain yang ikut mendu-kung pula pennnrjudan Peradilan AdministrasiNegara (T[IN). Misalnya, kegiatan-kegiatanyang berupa penelitian, simposium, seminar, pe-nyusunan Rancangan Undang-Undang dan se-bagainya.

Perintah untuk mewujudkan Peradilan Ad-ministrasi Negara (T[IN) untuk kali pertama di-tuangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor IVMPRS/I960. Kemudian perintah itu ditegaskankembali dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 ten-tang Ketentuan-ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman yang dituangkan dalam Pasal 10

ayat (1)jo. Pasal 12.

Selanjutnya, perintah ini diperkuatlagi da-lam Ketetapan MPR Nomor [VA{PR/1978 yangmenyatakan, "Mengusahakan terwujudnya Pera-dilan TUN". Di samping itu Presiden Soehartodalam pidato kenegarannya di depan Sidang De-wan Perwakilan Rakyat tanggal 16 Agustus1978 juga menegaskan untuk terbentuknya pe-ngadilan administrasi.

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan

Jurnal Lex Librum, Vol. III, No, 2, Juni 2017, hal 539 - 548

Pengadilan Tata UsahaRajawali Pers, Jakarta,

prasyarut mutlak bagi upaya untuk mewujudkanpemerintahan yang layak (good governance)serta taat pada hukum. Hal ini sekaligus untukmembuktikan adanya perlindungan hukum ter-hadap masyarakat yang sesuai dengan asas-asaspemerintahan yalg baik Urgensi tersebut ditan-dai dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 ten-tang PeradllanTata Usaha Negara.

Harus kita akui bahwa kelahiran I-IU terse-but merupakan suafu langkah maju dalam erapembangunan hukum yang dicanangkan peme-rintah. Paling tidak, kelahiran UU ini telah me-nunjukkan adanya itikad baik dari pemerintah,karena pihak pemerintahlah yang menjadi tergu-gat tetapi pemerintah pula yang mengajukanRancangan [fU tersebut kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat.

Keberadaan Peradilan Administrasi Nega-ra merupakan salah satu jalur yudisial dalamrangka pelaksanaan asas perlindungan hukum,disamping jalur pengawasan administratif yangbeqalan sesuai dengan jalur yang ada dalamlingkungan pemerintah sendiri. Oleh karena itudikedepannya Peradilan Administrasi Negaramemberikan landasan pada badan yudikatif un-tuk menilai tindakan badan eksekutif, serta me-ngatur mengenai perlindungan hukum kepadaanggota masyarakat.3 Berdasarkan ketentuanUUPTUN, Kompetensi PTUN terdapat padapa-sal 47 mengenai kekuasaan pengadilan.a

Seiring dengan perjalanan waktu dimanaterjadi gelombang pembaruan yang melanda Re-publik Indonesia yang berpengaruh bagi per-kembangan hukum di lndonesia. Pembaruan dibidang hukum diantaranya meninjau lagi penga-turan-pengaturan terhadap lembaga peradilan,termasuk di dalamnya Peradilan Tata Usaha Ne-gara. Ketentuan-ketentuafi yang terdapat di da-lam UU PTLIN dianggap sudah tidak sesuai lagidengan perkembangan kebutuhan hukum ma-syarakat dan kehidupan ketatanegaraan. Misal-nya saja, Pengadilan Tata Usaha Negara tidakmempunyai lembaga juru sita yang bisa memak-sa tergugat untuk menjalankan pufusan. Tentusaja menjadi suatu pertanyaanbahwa siapa yang

t lbid, hal.2.o Kekuutau, Pengadilan clalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara : Pasal47: Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, me-mutus, dan menyelesaikan sengketaTata Usaha Negara.

'Wicipto Setiadi. Hukum Acaralrlegara Sttatu Perbandingan,2001, hal 10.

s40

udkani-tttce)untuk: ter-_i - asas

citan-6 ten-

.erse-

n era

te1T1e-

i: me-irtah,t.rgu-.rukan

en\'a-

\ega-:a1amrkum,

) ang

ialamn: itu. gara

ii un-3 IIC-::adanruan:" pa-

nana.r Re-

per-,n dianga-ii1an,

" \e-ir da-r lagi

ma-fisal-:idak:rak-fentu

i ang

-t;nsi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan ...

-,.:n rrerl?ksa tergugat (pejabat Tata Usaha Ne--.::t apabila putusan Pengadilan Tata Usaha, - _lara memenangkan penggugat. Oleh karena-, undang undang tersebut diubah dengan UU

, 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Peradilan-. UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

-,,: Usaha Negara, yang teiah disahkan dan di-- ::ngkan pada tanggal29 Maret 2004.

Dunia hukum Indonesia belum tertata- iipurTla, masih banyak peraturan yang tumpah-:rh dan belum dapat terimplementasi di lapa-

'.,r. Khusus untuk Pengadilan Tata Usaha Ne--.:: (PTUN), sempitnya wilayah lurisdiksi di-- ' iah keterbatasan lainnya mengerdiikan pera-', kelembagaan ini baik secara teoritis mau-

-- prakteknya di lapangan. Demikian antara- - pendapar Dr Adriaan Wiilem Bedner dalam: -:aar yang berlema: PTLN dalam Perkemba-

-::n\'&?. Acara ini diselenggarakan oleh Fa-, ,:s Hukum Universitas Brawijaya (FH-UB),

,.: r,1S (6/8), di Aula Gedung E Program Pasca-

- rna UB. Dr Adriaan Willem Bedner adalah- - :1iti senior pada Van Vollenhoven Institute- - juga staf pengajar di Fakultas Hukum Uni-.-s,ias Leiden, Belanda. Turut mendampingi

-: :r1 &c&ra tersebutProf. Dr. Sudarsono, SH..- su1-ubesar FH-Uts. Lebih jauh Dr. Andriaan,:\atakan, 95yo kasus PTLrN di Indonesia,,.:h masalah sengketa tanah. Hal ini menu--\'a berbeda dengan Beianda, di mana kasus

- - :nahan banyak di tangani peradilan umum.' ..:rbatasan yurisdiksi PTUN ini, menurut Dr- ,:.lan, masih ditambah dengan lemahnya- - :,rerlakuan perundangan yang berkaitan de-

-,: PTLIN di lapangan. sehingga mengakibat-:- PTLIN kurang aktif berperan maksimal?:::na kasus yang sedikit bahkan sampai tidak-, oanyak hakim PTLIN di wilayah Sulawesi- ,: justru menghabiskan waktunya dengan' -:rancing, bepergian, dan aktivitas lainriya--: kontraproduktif dengan kariernya?, kata

. : \iendukung hal ini, secara khusus ia pun' -'-'.aparkan data peneiitiannya pada tahun

-, dan 1995 di tiga wilayah, yaitu Jakarta,--::rng dan Semarang. Hasil penelitian terse-

" , irenunltnya tidak banyak berbeda dengan-:isi PTUN saat ini. di mana dari 182 kasus,

,- ; a )6 yang berhasil dieksekusi, sisanya 45 di.- :r.rr1va ditarik kembali oleh penuntut dan 30. ::,'.3ta,17!d ditolak. Melihat fenomena ini, Dr

Fatria Khairo

Andriaan menyarankafi agar yurisdiksi PTUNdiperluas di antaratya dengan memasukkanAMDAL. Di atas semua ifu, Dr Andriaan yangmenyelesaikan program doktoral di UniversitasLeiden ini menyatakan apresiasinya pada pelak-sanaan hukum di Indonesia, yang menurutnyalebih baik daripada sepuluh tahun sebelumnya,pada masa Orde Baru.

Kompetensi Seperti yang telah dijelaskansebelumnya, pengadilan tata usaha negara me-miliki kompetensi yang sangat terbatas. Penga-dilan hanya berhak meninjau tindakan hukumtata usaha negara yang bersifat konkret, indivi-dual, dan final, yang akan mengecualikan selu-ruh tindakantindakan faktual serta akibat-akibatyang ditimbulkan, termasuk seluruh aturan yanglebih umum. Dengan demikian, uji material un-fuk tindakan-tindakan faktual dan aturan-atlranyang lebih umum akan dilakukan melalui pe-ngadilan negeri dalam kerangka gugatan keru-gian karena adanyaperbuatan melanggar hukumoleh negara. Penjelasan resmi tidak dimilikinyakompetensi untuk menangani gugatan-gu gatantersebut adalahkarena PTUN tidak memiliki ke-ahlian yang memadai untuk menangani kerugi-an-kerugian yang akan sering muncul dari guga-tan semacam itu. Penjelasan ini tidak meyakin-kan karena pada dasarnya semua perkara tatausaha negara merupakan hal yang baru bagiPTLTN. Alasan yang lebih meyakinkan adalahkarena pemerintah tidak tahu apa yang akarrmereka hadapi jika PTUN beroperasi dan olehkarena itu pemerintah memilih untuk membatasijumlah perkara yang masuk ke PTIIN. Dalamperkembangannya, menjadi jelas bahwa peradi-lantata usaha rregara tidak akan pernah keban-jiran perkara. Semenjak kemunculannya, PTUNcenderung kurang populer dan sepi, bahkan Ke-tentuan-ketentuan tersebut tidak secara tegas di-masukkan ke dalam pasal 53 - pasal yang re-levan - tetapi hanya disebutkan secara implisitdi dalamya (lndrohartolgg3: 31 1). Sebagai per-bandingan yang lebih detll antara PTLIN di Be-Ianda dan Indonesia, lihat Bedner 2001b: 149_56. Dalam sebuah survei dari komentar-komen-tar masyarakat yang terangkum di surat 19 ka-bar pada tahun 1991 (ketika PTUN mulai ber-operasi) menunjukkan bahwa harapan masya-rakat terhadap lembaga peradilan itu tidaklahekstrem. Pada tahun 1993, Mahkamah Agung

:tor 5

?asal:. lttL-

s4t

Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, hal 539 - 548

menerbitkan sebuah Surat Edaran (No. 1/1993)20 yang memperbolehkan tindakan langsungatas peraturan yang bersifat umum, juga meli-puti peraturun yang lebih rendah daripada pe-raturan perundang-undangan, untuk diajukan keMahkamah Ag.rng. Adriaan W. Bedner 21,6 ju-ga untuk pengadilan yang terletak di kota-kotabesar seperti Jakarta dan Surabaya. Menghadapihal ini pengadilan tingkat pertama tata usahanegara berusaha untuk memperluas kornpetensimereka, meskipun dalam cara yang tidak jelasdan tidak pasti, tanpa didukung oleh MahkarnahAgung yang kemudian justru menolak hampirseluruh keputusan yang dihasilkan oleh penga-dilan tingkat pertama tersebut. Target pertarnadari perluasan kompetensi PTUN adalah tentangdefi nisi keputusan-keputusan administratif yangdiartikan sebagai keputusan-keputusan yang di-ambil oleh badan ataupejabat tata usaha negara.Yang dapat dianggap sebagai pembuat keputu-san dalam lingkup tata usaha rregara, secara ha-rafiah menunjuk pada badan atau pejabat tatausaha negara. Sehingga PTUN mengizinkanmasuknya gugatan atas keputusan-keputusanyang dihasikan oleh BUMN, universitas-univer-sitas swasta, badan-badan koordinasi pemerin-tah daerah yang tidak merniliki kewenangan un-tuk membuat keputusan, badan intelijen, partai-partai politik dan notaris. Tidak diketahui dariawal bahwa Mahkamah Agung akan menolakinterpretasi semacam itu dan tidak semua hakimbersedia mengikuti alur interpretasi tersebut.Akan tetapr, dalam banyak perkara - misalnyayang menyangkut mengenai kasus BUMN -para hakim yang menangani perkara harus me-nyadari bahwa keputusan mereka tidak bisa di-pertahankan. Hal ini disebabkan karena Indro-harto, selaku Ketua Muda Mahkamah Agung bi-dang Tata Usaha Negara, telah mengeluarkanbuku yang didalamnya dinyatakan bahwa ketua-ketua BUMN bukan merupakan pejabat tatausaha Legara. Penafsiran-penafsiran serupa yangditujukan untuk memperluas kompetensi PTUN,menyangkut unsur-unsur dari keputusan-keputu-san tata usaha negara,juga sudah pernah diusul-kan. Oleh karena itu, PTUN juga menerima gu-gatan-gu.gatan terhadap keputusan-keputusanyang bersifat umum. Sebagai contoh, PTUNMedan menganggap penunjukkan sebuah badanswasta sebagai pengelola permintaan sertifikat

542

dalam proyek pertanahan sebagai sebuah kepu-tusan yang 'individual', meskipun pada kenya-taannya kepufusan itu mempengaruhi warga ne-garu dalamjumlah yang tidak ditentukan (yaitubahwa keputusan itu memiliki sifat umum).Demikian pula yang terjadi ketika PTUN beru-saha untuk UU PTTIN pasal 1 ayat (3). 2l LlhatBedner 2001a:54-60. 22L1hat Indroharto (Bu-ku D 1993 68. 23 No. 16lG/1991/PTUN-Mdn.24 8. Shopping Forums: PengadilanTata UsahaNegara Indonesia 217 mengambil kompetensiterhadap risalah-risalah pelelangan yang dike-luarkan oleh Kantor Lelang Negara, yang mung-kin merupakan 'serangan' paltng luar biasa atas

kompetensi pengadilan negeri. Kantor LelangNegara bertindak di bawah otoritas ketua penga-dilan negeri tingkat pertama dalam mengekse-kusi putusan-putusan pengadilan, dan dengandemikian lembaga ini jelas berada di bawah pe-ngawasan pengadilan negeri. Namun, dalarn be-berapa kesempatan PTtiN tetap menerima ka-sus-kasus yang diajukan melawan Kantor Le-lang Negara dan bahkan menangguhkan risalah-risalah pelelangan yang dikeluarkan oleh lem-baga itu. Keputusan-keputusan PTLIN semacamini selanjutnya ditolak oleh Mahkamah Agung.

Menurut hakim-hakim PTUN sendiri, ti-dak dapat dieksekusinya putusan yang merekahasilkan merupakan permasalahan paling seriusyang harus mereka hadapi. Hal ini cukup berala-san mengingat kerugian yang mungkin ditim-bulkan oleh masalah noneksekusi terhadap efek-tivitas pengadilan dalam menyediakan pemuli-han. Mengingat kelangkaan perkara di lingkupPTUN, tantangan atas kompetensi PTUN terse-but merupakafi arrcamarr langsung terhadap ke-beradaan PTUN. Penelitian tentang PTTIN di In-donesia pada awal tahun 1990- an menunjukkanbahwa hanya sedikit putusan yang bisa diekse-kusi. Laporan dari media massa menunjukkanbahwa di dalam tiga perkara - dua tentang kepe-milikan tanah dan satu tentang izin untuk mem-budidayakan sarang burung walet - tergugat ti-dak mengeksekusi putusan hakim. Pada waktuitu para hakim mengeluhkan masalah eksekusi,namun hal ini tidak menyangkut putusan akhirmelainkan perintah penundaan (berdasarkan da-ta yang saya miliki terdapat 26 perkara nonek-sekusi).65 Lihat Bedner 2001a: 191; Hamidi1999: l7l-173. 64 Lihat Bedner 2001a: 230-

\epu-iinya-g3 ne-r r aitu

:-rum).'5eru-

Lihat,-r 1BU--\Idn.L saha

:etensidike-

:rung-si atas

LelangD.nga-:ekse-iengan.:h pe-:i-n be-* - l,^-J A.d-

.,r Le-:salah-: lem-1,3Cam

:,lng.i,n. ti-:ereka. serius:erala-drtim-

n efek-remuli-r:ukup. terse-1-:p ke-r di In-:,ukkancrekse-. ukkanu kepe-\ lllLlll-

i:*rat ti-''r aktu

:. ekusi.r akhirt:n da-

l'.r-r1.]e k-ilamidi. 130-

I rgensi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan ...

--11. 65 Adriaan W. Bedner 234 Disefi.asi dok-rral dari Irfan Fachruddin memberikan lebih

::nyak informasi mengenai hal ini.66 Menurut. :chruddin, yang melakukan penelitiannya dirTLN Bandung, sejak tahun 1994 * ketika:TLN mulai beroperasi sampai dengan 1999,

--< putusan layak dieksekusi; jumlah ini hanya: ,, dari seluruh gugatan. Fachruddin kemudian*.emaparkan bahwa dari 25 putusan tersebut ha-" .: 8 putusan yang akhirnya benar-benar diek-,:..,usi: empat putusan ditunda eksekusinya, da-.:r 13 perkara yang lain tergugat menolak un-*,: melakukan eksekusi. Jika kita persentase-.:. dapat kita simpulkan bahwa satu dari 33;: {gugat memperoleh hasil akhir yang diingin-::, ab initio. Untuk memperoleh gambaran,:.g benar, juga menjadi penting untuk melihat

- :i.rn dibalik masalah non-eksekusi. Bagian pa-- - berharga dari analisa yang dibuat oleh

- rruddin adalah wawancara yang ia lakukan:::da pejabat negara yang bersangkutan. Wa-j:!-ara tersebut menunjukkan bahwa masalah- -eksekusi berkaitan dengan kompetensi pe-

"..Jrlan dan bukan mengenai masalah pejabat" -.rr3 yang korup atau arogan, yang melawan

-.ep 'negara hukum'. Ini menunjukkan bah-. sesalahan dalam merancang PTTIN meng---' rat semua aspek operasional PTTIN itu sen-

Berdasarkan wawancara yang dilakukan.: Fachruddin, alasan pertama dari nonekse--: menyangkut tiga perkara sertihkat tanah.::-rrut narasumbernya, situasi faktual dalam

- -rr.ir& tersebut telah berubah sehingga serlifi-, .. ir.ig disengketakan tidak bisa dicabut. Me-,, berpendapat, dengan tidak adanya sistem

- . - raltaran tanah yang terpercaya maka pihak: _:l !?ng telah memperoleh tanah yang di-. - -ietakan berhak mendapatkan perlindungan...-^:r. Masalah ini semakin rumit jika PTLIfi- - :erasi di luar kompetensinya dengan me-- -skan hal-hal yang berkaitan dengan hukum

" . - -i:a. Dua perkara yang lain tidak dapat diek-" .--.. karena putusan yang saling beftentangan

PTLrN dan pengadilan negeri. Satu dari" -'::f, itu adalah mengenai pembatalan izin

. -'::basan tanah oleh PTLIN. Tergugat kemu--- :erhasil mengajukan keberatan atas Lihat

--rddin (2004). Sayangnya, tidak ada pene-

-- ',ang dapat digunakan untuk memberikan-::asi mendalam mengenai bagaimana pa-

Fatria Khairo

ra penggugat menilai pengalaman mereka ber-perkara di PTUN, atau mengapa mereka padaawalnya memutuskan untuk pergi ke PTIIN.No. 8/G/PTUN-Bdg./1995 jo. no. 68lBl T9951PTTLIN.Jkt jo. no. 285K/TI_IN/1995; No. 6812IG/PTI-IN-Bdg.l1995 jo. no. 02lBl1996lPTTUN Jkt jo. no. 310/I?T[IN/1999; No. 27lG/PTIIN-B dg. I 199 4 j o. no. 4l lB I 199 4 lPT. T[IN.JKT jo. no. 108IVTUN/1994 jo. no. l4PWTUN/I996); No. 60/G/PTLIN-BDG1I997 jo. no.601B1L9981PT.TUN.JKT jo. no. 2l7KlTUNl1998. 8. Shopping Forums: Pengadilan TataUsaha Negara Indonesia 235 eksekusi putusanPTUN tersebut melalui pengadilan negeri. Da-lam perkara lainrtya, tergugat melakukan stra-tegi yang sama. Perbedaannya, objek sengketa -hipotek - jelas berada di luar kompetensiPTIIN. Meskipun demikian, dalam hal ini pe-ngadilan negerilah yang sebenamya melanggarbatas kompetensinya, dengan mengintervensieksekusi putusan PTLIN. Akan tetapi, dari per-spektif tergugat, dapat dimengerti bahwa dalamkondisi semacam itu mereka akan mengambiljalan yatg paling mudah, yaitu dengan tidakmelakukan eksekusi putusan pengadilan.ll Halini juga diterapkan pada perkara PTUN yangmenyangkut pembatalan hak pakai sementaraproses hukumnya masih terus berjalan di penga-dilan negeri. Kondisi sebaliknya jrtga terjadidalam perkara mengenai hak kepemilikan tanah,ketika PTTIN memerintahkan penundaan darieksekusi putusan pengadilan negeri sampaiperkara tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht). Namun, karena tergugat secara tepat te-lah memutuskan bahwa PTUN tidak memilikikompetensi untuk memerintahkan penundaaneksekusi tersebut maka ia tidak mengikuti perin-tah PTUN. Contoh serupa namun kurang eks-trem adalah perkara di mana PTTIN memerin-tahkan tergugat untuk menerbitkan perintahpembongkaran karena penggugat berpendapatbahwa tembok yang disengketakan telah diba-ngun di atas tanahnya. Tentu saja hal ini meru-pakan persoalan hukum perdata dalam hal peng-gryat kemudian berusaha untuk mengubahnyamenjadi persoalan hukum tata usaha negara.Oleh karena itu, tergugat menolak untuk meng-eksekusi pufusan tersebut. Alasan ketiga untuknon-eksekusi juga menyangkut kompetensiPTUN dan pengadilan negeri.Pada dua perkara,

543

Jurnal Lex Librum, VoL III, No. 2, Juni 2017, hal. 539 - 548

PTUN memerintahkan tergugat untuk menghan-curkan akta notaris: di satu perkara, karena aktatersebut dibuat pada saat hari libur nasional; pa-da perkara yafig lain, karena pengadilan negeritelah memerintahkan pembatalannya. Notarispada perkara pertama berpendapat bahwa PTUNtidak memiliki kompetensi atas akta notaris -dalam hal ini ia benar, maka No. 59/G/PTUN-Bdgl1995 Jo. No. 145 lBl I996|PT.TUN.JKT. Jo.

No. 240KITUN/1991 .69 No.42lG/PTI-IN-Bdg/1999.70 Di dalam kedua perkara, tergugat ti'dak termasuk sebagai salah satu pihak yangberperkara pada sengketa aslinya. No.68/G/PTUN-BDGI 1999 Jo.No. I 09/B/2000/PT.TUN.JKT. Jo.No. 1 52IVTUN/200 1 . 72.No. 1 O0/G/PEN/2000/PTUN-BDG. Jo.No. 1 00/G/PTUN-BDG/2000. No.10/G/PTUN-DG/1995. Jo. No.88/B/1995/PT.TI-IN.JKT. Jo.No.91I(TUN/ 1996.Ad-Vian W. Bedner 236 ia memutuskan untuktidak menghancurkan aktayang telah ia buat.75Pada perkara kedua, notaris menolak untukmengeksekusi putusan PTLrN karena alcta yangia buat telah dibatalkan oleh pengadilan negerisehingga ia merasa tidak perlu menghancurkanakta tersebut.T6 Demikian juga, Kantor UrusanAgama (KUA) menolak untuk membatalkanakta cerai karena KUA berpendapat hal ini me-rupakan bagian dari hukum perdata. Alasan ke-empat dari non-eksekusi menyangkut maknaganda dari fakta perkara. Dalam satu perkaranomor sertifikat yang didaftarkan berbeda de-ngan nomor sertifikat yang disengketakan. Di-hadapkan pada perkara yang serupa, tergugatmemulai rehabilitasi administrasi dari data yangia serahkan dan pada akhirnya ia menyerahkansertifikat yang baru kepada penggugat. Semen-taru itu, pada perkara ketiga putusan PTLIN be-lum dapat dieksekusi karena rehabilitasi admi-nistrasi belum diselesaikan. Alasan kelima samasekali tidak berhubungan dengan persoalankompetensi. Kepala Badan Pertanahan Nasional(BPN) Kabupaten Cianjur menolak untuk men-cabut sertifikat kepemilikan karena menurutmereka fakta hukum yang digunakan sebagaidasar pertimbangan dalam memutuskan perkaratidak akurat. Alasan selanjutnya terkesan me-ngada-ada. Salah satu pegawai BPN Bandungmengatakan bahwa ia tidak melakukan eksekusikarena ketua pengadilan belum mengeluarkanperintah eksekusi (padahal seharusnya putusan

544

pengadilan sudah cukup sebagai dasar melaku-kan eksekusi). Singkat kata, kecuali dua perkaraterakhir, responden yarrg diwawancara olehFachruddin memiliki alasan yang cukup untukmenolak eksekusi putusan pengadilan. Dalamsebagian besar perkara tersebut, kompetensimemainkan peran yang sentral. KecenderunganPTUN untuk menangani persoalan hukum per-data tentang tanah telah menghantui prestasiPTLIN dalam bidang yang lain - pada akhirnyaNo.18/G/2001/PTUN-Bdg. No.62lG/ PTI-IN-Bdgl1995. No.74lG/PTUN-Bdg/1996. Jo.No.3&|B1|9981PT.TUNJKT. Jo.No.210 Kl TLIN/1998. Alasan para penggugat menginginkanpembatalan akta adalah karena mereka menye-salkan keputusan mereka untuk bercerai. Jikaakta itu tidak dibatalkan maka mereka ha-rusmenikah kembali. No. 52lG/PTUN-Bdg./ 1995.

Jo. No.132lB/1996/PTTUN-Jkt. Jo.No. 340K/TUN/1998. 78 No.18lG/PTUN-Bdg./ 1998.

Jo.No.l78lBlI99&/PTTUNJkt. Jo. No. 359K ITUN /1999.79. No.161/G.TLrN/t9991 PTUN-JKT Jo.No.l03lBl2000lPT.TI-IN. JKT. Jo.No.66IVTUN/200 1 . 80. No. I 7/G/PTUN-BDG/1 998.Jo.No.06/B/ PT.TI-IN.JKT. Jo.No. 358I(TUN/1999.81 No.46lG/PTLIN-Bdg/1999 Jo. 6618l2000/PT.TI-IN.JKT jo.289 MLIN/ 2001. 82 8.

Shopping Forums: Pengadilan Tata Usaha Ne-gara Indonesia23T penggugat sering pulang de-ngan tangan hampa dan PTUN semakin rentanmenjadi sasaran kritik. Untuk mengklarifikasi:hampir semua perkara PTLIN yang berhasil di-eksekusi adalah perkara yang jelas berada diluar kompetensi pengadilan negeri. Seperti yangsudah dibahas di atas, persepsi tentang non-eksekusi tidak banyak berhubungan dengan per-soalan yang mendasarinya, tetapi lebih menge-nai penggambaran pejabat negara sebagai pihakyang korup dan arogan. Hal ini telah berujungpada amandemen UU PTUN yang sekarangmenambahkan aturan mengenai denda harianatau uang paksa dalam hal tidak dilaksanakan-nya putusan, dan juru sita bertugas mengumpul-kan uang denda tersebut. Karena kompetensijuru sita belum pernah dijelaskan maka menjaditidak jelas apa yang harus ia lakukan jika adapejabat negara yang menolak untuk membayaruang denda. Tenfu saja terdapat perkara-perkarayang benar-benar berada dalam kompetensiPTUN di mana pejabat negara menolak untuk

:relaku-ferkarar; oleh: untuk

Dalamrpetensierun_qanjr]l per-

lrestaslihtrnyaPrLT'i-Jo.No.TUN

rtinkan:]enve-4.. Jika

ha-rus. 1 99-i.r 3'l[)

1 998l_<9KPTL\-..|o.\o.i 1998. TL\

568S]E

i-r \e-::g de-:entan

r:-ikasr:

:sr1 di-:ia dr

:- \ ang

I non-l:l per-lenge-rihak

::jung{ rran g

harian:.rkan-:rpr-rl-retenSi

e:rjadi:: ada

I:ra\ arerkara

etensl':ntuk

. .gensi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan ..,

-:laksanakan putusan PTUN. Untuk perkara-:e:kara tersebut keberadaan denda danjuru sita-:rupakan tindakan yang layak. Akan tetapi,r:a kita mengambil data yang dikumpulkan:h Fachruddin sebagai ukuran, sebagian besar

:.:kara non-eksekusi di PTI-IN disebabkan kare--. ketidakjelasan kompetensi.

Oleh Karena Itu dalam penulisan proposal

- .:rtasi ini, penulis membahas mengenai ,,Ur-

rcnsi Pembatasan Kompetensi Absolut Pera-:ilan Tata Usaha Negara di Indonesia,,.

3. PermasalahanBerdasarkan uraian sebagaimana telah di-

-:rukakan di atas, maka permasalahan yang- -rarik untuk dikaji dan diteliti, yaitu :

1. Bagaimana Kompetensi Absolut PTTINdi Indonesia ?

l. Bagaimana model ideal konsep pemba-tasan mang lingkup kompetensi Abso-lut PTUN di masa yang akan datang ?

- Pembahasan

Kompetensi Absolut PTUN di IndonesiaKompetensi Absolute dari peradilan tata

--:.::ra negara adalah untuk memeriksa, menga-- . dan memutuskan sengketa yang timbul da-,::: bidang tata usaha negara antara seseorang..- badan hukum perdata dengan badan atau:t":bat tata usaha negara akibat dikeluarkannya

':.r keputusan tata usaha rtegara termasuk.. :iieta kepegawaian dan tidak dikeluarkannya.:: kepufusan yang dimohonkan seseorang:rai batas waktu yang ditentukan dalam sua-

-- :,eraturan perundang-undangan sedangkan hal- :e1ah merupakan kewajiban badan atau peja-

':. :3ta usaha negara yang bersangkutan.Obyek sengketa Tata Usaha Negara ada-

-. Keputusantata usaha negara sesuai Pasal 1

*-:<a 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 UUe Tahun 2004.

Namun ini, ada pembatasan-pembatasan:.- I terrrlu&t dalam ketentuan Pasal-Pasal UU. -i Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 yaitu

: -:l 2, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 142. Pem-':-'san ini dapat dibedakan menjadi : Pembata-- -angsung, pembatasasn tidak langsung dan

:': :r. rotos&n langsung bersifat sementara.- . Pembatasan Langsung

Fatfia Khuira

Pembatasan langsung adalah pembatasaryang tidak memungkinkan sama sekalibagi PTUN untuk memeriksa dan me.rnutus sengketa tersebut. Pembatasanlangsung ini terdapat dalam PenjelasanIJmum, Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 5

Tahun 1986. Berdasarkan Pasal 2 UUNo. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun2004 menentukan, bahwa tidak termasukKeputusan tata usaha negara menurulUU ini :

a. Keputusan tata usaha negara yangmerupakan perbuatan hukum perda.ta.

b. Keputusan tata usaha negara yangmerupakan pengaturan yang bersifatumum.

c. Keputusan tata usaha negara yangmasih memerlukan persetujuan.

d. Keputusan tata usaha negara yangdikeluarkan berdasarkan Kitab Un,dang-Undang Hukum Pidana atauKitab Undang-Undang Hukum Aca-ra Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukumpidana.

e. Keputusan tata usaha negara yangdikeluarkan atas dasar hasil pernerik-saan badan peradilan berdasarkan ke-tentuan peraturan perundang-unda-ngan yang berlaku.

f. Keputusan tata usaha negara menge-nai tata usaha Tentara Nasional Indo-nesia.

g. Keputusan Komisi Pemilihan Umumbaik di pusat maupun di daerah, me-ngenai hasil pemilihan umum.

Pasal 49, Pengadilan tidak berwe-nang memeriksa, memufus dan menyele-saikan sengketa tata usaha negara terten-tu dalam hal keputusan tata usaha negarayang disengketakan itu dikeluarkan :

a. Dalam waktu perang, keadaan baha-ya,keadaan bencana alam atau kea-daan luar biasa yang membahayakanberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Dalam keadaan mendesak untuk ke-pentingan umum berdasarkan peratu-

545

Jurnal Lex Librum, Vol. III, No. 2, Juni 2077, hal 539 - 548

2).

ran perundang-undangan yang berla-ku.

Pembatasan Tidak LangsungPembatasan tidak langsung adalah

pembatasan atas kompetensi absolutyang masih membuka kemungkinan bagiPT.TUN untuk memeriksa dan memutussengketa administrasi, dengan ketentuanbahwa seluruh Waya administratif yangtersedia untuk itu telah ditempuh.

Pembatasan tidak langsung ini ter-dapat di dalam Pasal 48 UU No. 9 Tahun2004yang menyebutkan,1. (Dalam hal suatu Badan atau Pejabat

tata usaha rregara diberi wewenangoleh atau berdasarkan peraturan per-undang-undangan untuk menyelesai-kan secara administratif sengketa tatausaha ftegara tersebut harus disele-saikan rnelalui upaya administratifyang tersedia.

2. (Pengadilan baru berwenang meme-riksa, memutus, dan menyelesaikansengketa tata usaha negara sebagai-mana dimaksud dalwn ayat (1) jikaseluruh upaya adminisratif yang ber-sangkutan telah digunakan.

3. (Pembatasan langsung bersifat se-

mentata.Pembatasan ini bersifat langsung

yang tidak ada kemungkinan sama sekalibagi PTUN untuk mengadilinya, namunsifatnya sementara dan satu kali (ein-malig). Terdapat dalam Bab VI Keten-tuan Peralihan Pasal 142 ayat (1) UUNo. 5 Tahun 1986 yang secara langsungmengatur masalah ini menentukan bah-wa, "Sengketa tata usaha negara yangpada saat terbentuknya Pengadilan me-nurut UU ini belum diputus oleh Penga-dilan menurut UU ini belum diputusoleh Pengadilan di lingkungan PeradilanUmurn tetap diperiksa dan diputus olehPengadilan di lingkungan PeradilanL]mum".

Model ideal konsep pembatasan ruangIingkup kompetensi Absolut PTUN dimasa yang akan datang

Berdasarkan banyaknya kasus kasus yang

rancu atau ketidakjelasan pembatasan Kompe-tensi Absolut TUN saat ini sehingga banyakmenghasilkan dua putusan yang berbeda, teruta-ma dalam kasus sengketa tanah. Maka penulisberpendapat bahwa untuk menjamin kepastianhukum maka pembatasan Kompetensi AbsolutTUN harus segera direkontruksi. SehinggaKompetensi Absolut harus dibatasi secara lang-sung,. Sehingga hanya beryedoman kepada,Pembatasan Langsung Absolut yaitu Pembata-san langsung sebagaimana diuraikan.

Pembatasan langsung adalah pembatasanyang tidak memungkinkan sama sekali bagiPTUN unfuk memeriksa dan memutus sengketatersebut. Pembatasan langsung ini terdapat da-lam Penjelasan Umum, Pasal 2 danPasal49 UUNo. 5 Tahun 1986. Berdasarkan Pasal2 UU No.5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentu-kan, bahwa tidak termasuk Keputusan tata usahanegara menurut UU ini :

a. Keputusan tata usaha negara yang meru-pakan perbuatan hukum perdata.Keputusan tata usaha negara yang meru-pakan pengaturan yang bersifat umum.Keputusan tata usaha fiegara yang masihmemerlukan persetujuan.Keputusan tata usaha negara yang dike-luarkan berdasarkan Kitab Undang-Un-dang Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ataupera-turan perundang-undangan lain yatgbersifat hukum pidana.Keputusan tata usaha rregara yang dike-luarkan atas dasar hasil pemeriksaan ba-dan peradilan berdasarkan ketentuan pe-raturan perundang-undangan yang beria-ku.Keputusan tata usaha negam mengenaitata usaha Tentara Nasional Indonesia.Keputusan Komisi Pemilihan Umumbaik di pusat maupun di daerah, menge-nai hasil pemilihan umum.Pasal 49, Pengadilan tidak berwenangmemeriksa, memutus dan menyelesaikansengketa tata usaha flegara tertentu da-lam hal kepufusan tata usaha negarayang disengketakan itu dikeluarkan :

Dalam waktu perang, keadaan bahaya,keadaan bencana alarr' atau keadaan luarbiasa yang membahayakan berdasarkan

b.

c.

d.

e.

ob'

h.

)

546

rmpe-an\.akeruta-enulisastian

bsolutrlnooq

lang-3Dada,

nbata-

6taSan

bagit_sketa-, .l^Jt ud-

lq UUL No.n3nlu--lsaha

:-neru-

]l-Ieru-

-m.:]1asih

- .l I1.^- ulNL-

r3-Un-:jang-

I uns

: dike-,.n ba-:n pe-

:erla-

igenai: sia.

L mum

, anang:.aikanr:; da-r ifrere

n:,"ha) a.

"r luarr..:rkan

"tensi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan ...

peraturan perundang-undangan yangberlaku.

r. Dalam keadaan mendesak untuk kepen-tingan umum berdasarkan peraturan per-undang-undangan yang berlaku.

Dengan Pembatasan Kompetensi langsung:so1ut diharapkan Asas kepastian Hukum di

,, 'lm Peradilan TIIN akan mampu menghasil-, ,: Putusan yang dapat mewujudkan keadilan-,_:r Rakyat sebagai pencari keadilan sebagai-

,ra inti dari Lahirnya PTUN itu sendiri.

-r. PenutupBerdasarkan uraian di atas maka dapat di-

- i kesimpulan dan saran sebagai berikut:1. Kompetensi Absolut PTtiN di Indonesial. Kompetensi Absolute dari peradilantata

usaha negara adalah untuk memeriksa,mengadili dan memutuskan sengketayang timbul dalam bidang tata usaha ne-gara antara seseorang atau badan hukumperdata dengan badan atau pejabat tatausaha negara akibat dikeluarkannya sua-tu keputusan tata usaha negara termasuk

Fatria Khairo

sengketa kepegawaian dan tidak dikelu-arkannya suatu kepufusan yang dimo-honkan seseorang sampai batas waktuyang ditentukan dalam suatu peraturanperundang-undangan sedangkan hal itutelah merupakan kewajiban badan ataupejabat tata usaha negara yang bersang-kutan.

3. Model ideal konsep pernbatasan ruanglingkup kompetensi Absolut PTUN dimasa yang akan datang adalah denganlangsung melakukan Pembatasan Kom-petensi Absolut TIIN secara langsungyaitu pembatasan yang tidak memung-kinkan sama sekali bagi PTLIN untukmemeriksa dan memufus sengketa terse-but.

Adapun untuk sarannya sebagai berikut:Perlunya dilakukan rekontruksi terha-

dap Undang-Undang Peradilan Tata UsahaNegara di Indonesia guiua mencapai kepasti-an Hukum dan keadilan bagi Rakyat pencariKeadilan.

Daftar Pustaka

: - .rpus M. Hadjon, Pelaksanaan Otonomi Daerah dengan Perijinan yang Rawan Gugatan Maka-lah Temu Ilmiah HUT PERATLIN XII, Medan, 2004.

I -..:tbang Hukum dan Peradilan MA P.I. Kumpulan Putusctn Yurisprudensi T(JN, Cetak Kedua,Iakarta,2005.

: :.rmat Soemitro, Peradilan Tata (Jsaha Negara, PT. Refika Aditama, Bandung, 1998: \larbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Libertty, Yogyakarta, 2003.- rpto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata (Jsaha Negara Suatu Perbandingarz, Rajawali Pers,

Jakar1ra,2001.:. Maftono Wahyudi. Kompetensi Pengadilan Tata (Jsaha Negara dalam Sistem Peradilan di

Indonesia, arlikel website PTLIN Jakafi.a.

547