kajian kesadaran dan perilaku ibu rumah tangga … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula...

47
KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA TERHADAP KEAMANAN PANGAN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR MOCHAMAD SOBICH MAIMUN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: phungduong

Post on 20-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH

TANGGA TERHADAP KEAMANAN PANGAN

DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

MOCHAMAD SOBICH MAIMUN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea
Page 3: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Kesadaran dan

Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten

Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Mochamad Sobich Maimun

NIM F24090030

Page 4: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

ABSTRAK MOCHAMAD SOBICH MAIMUN. Kajian Kesadaran dan Perilaku Ibu Rumah Tangga

Terhadap Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HARSI D.

KUSUMANINGRUM dan A.A. NYOMAN MERTA NEGARA.

Ibu rumah tangga memegang peran penting sebagai gate keeper keamanan

pangan rumah tangga sehingga kajian mengenai kesadaran terhadap keamanan pangan,

perilaku keamanan pangan, serta pandangan terhadap sistem regulasi pangan diperlukan

sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan intervensi. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode survei kuesioner dengan metode pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling. Sebanyak 139 kuesioner disebarkan ke ibu rumah

tangga di Kota dan Kabupaten Bogor. Isu pangan rekayasa genetik, keracunan pangan,

dan pangan iradiasi belum menjadi pehatian responden, namun responden cukup

menyadari dengan baik risiko keamanan pangan. Prioritas pertama tempat belanja

responden adalah tukang sayur dan harga menjadi aspek utama yang diperhatikan ketika

berbelanja pangan segar dan olahan. Sumber informasi yang paling berpengaruh adalah

televisi. Mayoritas responden merasa yakin (57%) dan puas (52%) terhadap kinerja

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Responden tidak melakukan dengan benar

dalam memastikan kematangan daging dan mencegah kontaminasi silang namun hasil

penilaian penerapan lima kunci keamanan pangan secara keseluruhan termasuk dalam

kategori baik dengan nilai rata-rata 3.99 (skala 0 sampai 5) dan standar deviasi 0.37.

Tingkat pendidikan dan pengeluaran berkorelasi positif dengan perilaku responden dalam

menerapkan lima kunci keamanan pangan sehingga sosialisasi keamanan pangan terhadap

golongan responden yang berpendidikan rendah dengan tingkat ekonomi menengah ke

bawah diperlukan.

Kata kunci: ibu rumah tangga, keamanan pangan, kesadaran, perilaku, survei

ABSTRACT MOCHAMAD SOBICH MAIMUN. Study of Housewife Food Safety Awareness and

Behavior in Bogor. Supervised by HARSI D. KUSUMANINGRUM and A.A.

NYOMAN MERTANEGARA

Housewife played an important role as household food safety gate keeper therefore study

of food safety risk awareness as well as food safety behaviors and opinion to food

regulatory system is needed as a basis for developing policies and interventions. Research

method used was survey questionnaire method which used purposive sampling method. A

total of 139 questionnaires were distributed to housewifes in Bogor. Genetically modified

food, foodborne disease, and food iradiation were not considered yet but respondent gave

enough attention to food safety risk. Vegetable vendors became first priority place for

shopping and the price became the main aspects to be considered both for fresh and

processed food. The most influential information source was television. Majority of

respondents felt confident (57%) and satisfied (52%) with the performance of The

National Agency af Drug and Food Control (NA-DFC). Respondents made food-handling

errors especially on determining doneness of meat and preventing cross-contamination

however food handling behavior towards application five keys of food safety was good

with an average value of 3.99 out of 5 and a standard deviation of 0.37. Education levels

and expenditure positively correlated with the behavior of respondents in implementing

the five keys of food safety therefore food safety socialization to the low educated and

midle-low income housewife is needed.

Keywords: awareness, behavior, food safety, housewife, survey

Page 5: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH

TANGGA TERHADAP KEAMANAN PANGAN

DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR

MOCHAMAD SOBICH MAIMUN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea
Page 7: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

Judul Skripsi : Kajian Kesadaran dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap

Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten Bogor

Nama : Mochamad Sobich Maimun

NIM : F24090030

Disetujui oleh

Dr Harsi D Kusumaningrum

Pembimbing I

Drh AA Nyoman Merta Negara

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, Msc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 8: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

Judul Skripsi: Kajian Kesadaran dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten Bogor

Nama : Mochamad Sobich Maimun NIM : F24090030

Disetujui oleh

Dr Harsi D Kusumaningrum Drh AA Nyoman Merta Negara Pembirnbing I Pembimbing II

Tanggal Lulus: 3 n AI If, 2013

Page 9: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Kajian Kesadaran dan

Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten

Bogor” berhasil diselesaikan. Karya tulis ini penulis persembahkan secara khusus

kepada almarhum Bapak dan Umi, Mas Makhrus, serta keluarga besar yang telah

memberikan dukungan, kasih sayang, dan doa yang tidak pernah terputus.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih

sebesar-besarnya kepada :

1. DR. Roy A. Sparringa, MApp.Sc. selaku Deputi III Badan Pengawas

Obat dan Makanan yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan kegiatan magang penelitian di BPOM

2. Drs. Halim Nababan, MM. selaku Direktur Surveilan dan

Penyuluhan Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan

3. Dr. Harsi D Kusumaningrum serta Drh. A.A. Nyoman Merta Negara

selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam menyelesaian tugas akhir ini

4. Prof. Winiati P Rahayu yang telah bersedia menjadi dosen penguji

pada sidang ujian sarjana

5. Seluruh staf Subdirektorat Promosi Keamanan Pangan, Direktorat

Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas

Obat dan Makanan

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

yang telah memberikan banyak ilmu selama masa kuliah

7. Keluarga besar Yayasan Karya Selemba Empat, PT. Perusahaan Gas

Negara (Persero) Tbk. serta PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. yang

telah memberikan beasiswa dan pelatihan kepada penulis selama

menempuh pendidikan

8. Teman-teman pangan 46, Aca, Hayyu, Kyo, Seno, Richard, Iqbal,

Fahmi, Aldith, Farah, Sarida, Ayash, Mila dan Aji yang telah

mewarnai hari-hari dengan sangat indah

9. Keluarga besar IAAS LC IPB, Paguyuban KSE IPB serta Himitepa

yang telah menjadi rumah bagi penulis

10. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam

penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Mochamad Sobich Maimun

Page 10: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 3

Penentuan Sampel 3

Penyusunan dan Pengujian Kuesioner 3

Metode Pengambilan Data 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 6

Karakteristik Responden 8

Kesadaran, Persepsi Risiko, dan Kepercayaan Terhadap Keamanan Rantai

Pangan 10

Perilaku Berbelanja 13

Praktik Penanganan dan Penyiapan Pangan 16

Sumber Informasi Keamanan Pangan 21

Sistem Pengawasan dan Regulasi Pangan 23

Korelasi Antara Variabel 24

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 32

RIWAYAT HIDUP 36

Page 11: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

DAFTAR TABEL

1. KLB Keracunan Pangan di beberapa negara Asia 1 2. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B22 7 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B26 7 4. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B51 8 5. Karakteristik demografi responden (n=139) 10 6. Metode untuk memastikan kematangan daging 19 7. Suhu minimal pengolahan beberapa bahan pangan 19 8. Penilaian praktik penanganan dan penyiapan pangan 21 9. Interpretasi koefisien korelasi Spearman 24 10. Korelasi tingkat pendidikan, pengeluaran, dan keyakinan kebersihan

penyaluran pangan 25

11. Korelasi tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan prioritas pertama

tempat belanja serta faktor belanja pangan olahan dan segar 26 12. Korelasi antara tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan keyakinan

dan kepuasan kinerja BPOM 27 13. Korelasi antara tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan perilaku

dalam penyiapan dan pengolahan pangan 27

DAFTAR GAMBAR

1. Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan 9 2. Keyakinan responden terhadap kebersihan penyaluran pangan 11 3. Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan keyakinan kebersihan

penyaluran pangan 11 4. Prioritas pertama tempat berbelanja 14 5. Prioritas pertama belanja pangan olahan 15 6. Prioritas pertama belanja pangan segar 15 7. Perilaku setelah memecah telur mentah 17 8. Sumber informasi keamanan pangan 22

9. Sumber informasi keamanan pangan yang paling berpengaruh 22 10. Keyakinan terhadap kinerja BPOM 23 11. Kepuasan terhadap kinerja BPOM 24

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel nilai korelasi r 32 2. Pengkodean dan prosedur entri jawaban 33 3. Prosedur skoring blok 4 34

Page 12: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keamanan pangan menurut Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang

pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman

untuk dikonsumsi. Tingkat keamanan pangan suatu negara dapat dilihat dari

banyaknya Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di negara tersebut.

Data laporan KLB Keracunan Pangan di beberapa negara Asia-Pasifik seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan dampak yang besar dari kasus

keracunan pangan terhadap kesehatan. Menurut Permenkes nomor 2 tahun 2013

tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan, KLB Keracunan Pangan

merupakan suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita

sakit dengan gejala yang sama atau hampir sama setelah mengonsumsi pangan,

dan berdasarkan analisis epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber

keracunan.

Laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2011

menyebutkan bahwa penyebab KLB Keracunan Pangan terbesar di Indonesia

adalah pangan olahan rumah tangga yaitu sebanyak 58 kejadian (45.31%) disusul

dengan pangan jasa boga sebanyak 30 kejadian (23.44%), pangan olahan

sebanyak 16 kejadian (12.50%), pangan jajanan sebanyak 16 kejadian (12.50%)

dan lain-lain sebanyak delapan kejadian (6.25%) (BPOM 2012). Data ini

menunjukkan risiko keamanan pangan yang tinggi pada pangan hasil olahan

rumah tangga sehingga kesadaran dan perilaku ibu rumah tangga sebagai gate

keeper dalam menjaga keamanan pangan keluarga perlu untuk dikaji.

Tabel 1. KLB Keracunan Pangan di beberapa negara Asia

Negara Tahun Keterangan

Bangladesh 1998 1 657 381 kasus. 2 064 orang meninggal

Cina 2002 200 anak sekolah sakit dan 38 meninggal

karena kontaminasi racun tikus pada roti

2008 300 000 bayi sakit karena susu formula

tercemar

India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000

kematian

Republik Korea 2003 7 909 kasus

Thailand - 120 000 kasus setiap tahun

Jepang 1996 9 578 orang sakit karena infeksi Escherichia

coli pada lobak putih

2000 14 780 orang keracunan akibat konsumsi

produk susu

Sumber: Prabhakar et al. 2010; DeWall 2005

Page 13: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

2

Kajian mengenai kesadaran dan perilaku ibu rumah tangga terhadap

keamanan pangan di Indonesia secara menyeluruh belum banyak dilakukan

padahal kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan

membutuhkan kajian ilmiah sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan

intervensi. Ibu rumah tangga menjadi sosok yang sentral dalam pengambilan

kebijakan penyedian pangan di rumah tangga. Kesadaran dan perilaku ibu rumah

tangga sebagai gate keeper keamanan pangan rumah tangga dapat memberikan

gambaran besarnya risiko keamanan pangan rumah tangga serta bentuk intervensi

yang dapat dilakukan. Selain itu kajian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

melakukan kajian keamanan pangan selanjutnya sehingga dapat dilakukan

pengawasan secara berkala terhadap tingkat keamanan pangan di rumah tangga.

Perumusan Masalah

Risiko keracunan pangan yang tinggi di rumah tangga menunjukkan

perlunya kajian ilmiah mengenai kesadaran dan perilaku ibu rumah tangga

terhadap keamanan pangan sehingga dapat memberikan dasar ilmiah dalam

pengambilan kebijakan keamanan pangan. Berdasarkan pemikiran di atas, maka

lingkup kajian yang dibahas dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat kesadaran, persepsi terhadap risiko serta

kepercayaan ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan?

2. Bagaimana perilaku ibu rumah tangga dalam berbelanja serta

penanganan dan pengolahan pangan?

3. Apakah sumber informasi keamanan pangan yang paling

berpengaruh?

4. Bagaimanakah pandangan, keyakinan dan kepuasan ibu rumah

tangga terhadap kinerja sistem regulasi pangan?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui kesadaran dan perilaku

masyarakat Indonesia khususnya ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mendapatkan data mengenai

persepsi dan pengetahuan responden terhadap keamanan pangan; perilaku

responden dalam berbelanja; perilaku responden dalam menangani dan

menyiapkan pangan; sumber informasi keamanan pangan; dan penilaian terhadap

peran dan fungsi BPOM dalam keamanan pangan 2) mengetahui korelasi antara

karakteristik responden terhadap variabel yang dikaji (persepsi dan pengetahuan,

perilaku berbelanja, praktik penanganan dan penyiapan pangan, serta sumber

informasi)

Manfaat Penelitian

Kajian ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai tingkat

kesadaran dan persepsi terhadap risiko keamanan pangan serta perilaku dalam

berbelanja serta penanganan dan pengolahan pangan. Selain itu, dapat juga

diketahui sumber informasi yang paling berpengaruh serta pandangan terhadap

Page 14: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

3

sistem regulasi pangan. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam

menyusun kebijakan dan intervensi.

METODE

Penentuan Sampel

Penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Sampel

ibu rumah tangga dipilih secara acak yaitu dengan mengacak kecamatan dan desa

yang berada pada wilayah kajian yang disesuaikan dengan karakteristik sampel

yang diinginkan. Data jumlah ibu rumah tangga diambil dari jumlah rumah tangga

di Kota dan Kabupaten Bogor karena rumah tangga di Bogor pada umumnya

merupakan keluarga nukleus (inti) yang hanya terdiri atas satu ayah, satu ibu dan

beberapa anak. Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan metode slovin

yaitu:

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi (rumah tangga)

e = Persen ketidaktelitian (10%)

Sehingga jumlah sampel minimal yang harus digunakan berdasarkan perhitungan

metode slovin adalah 100 responden.

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kecamatan Bogor Barat dengan

kepadatan penduduk 1 781 jiwa/km2 dan Kecamatan Ciomas (9 145 jiwa/km

2)

(BPS 2013). Kedua kecamatan ini memiliki kepadatan penduduk tertinggi

sehingga diasumsikan dapat mewakili populasi. Selanjutnya dari kedua kecamatan

ini dipilih secara acak dua desa/kelurahan sehingga untuk Kecamatan Bogor

Barat terpilih kelurahan Sindangbarang dan Loji dan tiga desa/kelurahan untuk

Kecamatan Ciomas yaitu Parakan, Padasuka, dan Ciomas.

Penyusunan dan Pengujian Kuesioner

Kuesioner disusun berdasarkan tujuan dari kajian dan dibagi menjadi lima

blok yaitu blok data umum; kesadaran, persepsi risiko dan kepercayaan terhadap

keamanan rantai pangan; perilaku berbelanja; praktik penanganan dan penyiapan

pangan; serta sumber informasi dan regulasi pangan. Jenis pertanyaan yang

digunakan adalah pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang

tidak memungkinkan responden untuk memberikan jawaban selain dari pilihan

jawaban yang disediakan.

Page 15: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

4

Blok I merupakan blok pertanyaan mengenai data umum responden seperti

umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, pengeluaran serta tanggung jawab dalam

menyiapkan makanan di rumah tangga. Blok ini akan digunakan sebagai variabel

untuk mengetahui hubungan karateristik responden dengan parameter yang dikaji.

Blok II bertujuan untuk mendapatkan gambaran bagaimana tingkat

kesadaran, persepsi risiko serta tingkat kepercayaan responden terhadap keamanan

rantai pangan. Blok ini terdiri atas tujuh nomor pertanyaan tertutup dengan jenis

pertanyaan antara lain pertanyaan dengan mengurutkan jawaban berdasarkan

prioritas/perhatian serta pernyataan dengan pilihan jawaban ya, tidak dan tidak

tahu. Informasi lain yang ingin digali pada blok ini adalah pengetahuan dan

persepsi responden terhadap beberapa isu pangan seperti pangan hasil rekayasa

genetik, pangan organik serta pangan hasil iradiasi.

Informasi mengenai perilaku berbelanja responden seperti tempat

berbelanja serta aspek yang paling diperhatikan responden pada saat berbelanja

didapatkan melalui pertanyaan tertutup dengan mengurutkan pada blok III.

Praktik penanganan dan penyiapan pangan didasarkan pada lima kunci

keamanan pangan World Health Organization (WHO) yaitu menjaga kebersihan;

memisahkan pangan mentah dan matang; memasak dengan benar; menyimpan

pangan dengan benar; serta menggunakan air dan bahan baku yang aman. Blok IV

ini terdiri atas beberapa jenis pertanyaan yang harus dijawab sesuai dengan

perilaku sehari-hari responden.

Blok terakhir dalam kuesioner adalah blok VI mengenai sumber informasi;

sumber informasi yang paling dipercaya dan mempengaruhi keputusan responden

terkait kebiasaan dan praktik keamanan pangan; serta pengetahuan responden

mengenai sistem dan peraturan keamanan pangan di Indonesia. Sumber informasi

serta pengetahuan responden terhadap sistem keamanan pangan sangat penting

untuk menyusun kebijakan dalam mempromosikan keamanan pangan di

masyarakat.

Sebelum kuesioner disebarkan kepada responden, kuisioner tersebut diuji

coba terlebih dahulu. Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan uji

reliabilitas. Pengujian ini dilakukan terhadap responden yang dipilih berdasarkan

kedekatannya dengan karakteristik responden sebenarnya yang akan dipilih dari

beberapa wilayah yang berada di Kota dan Kabupaten Bogor

Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur seberapa valid suatu item

pertanyaan dalam mengukur variabel yang diteliti. Suatu instrumen dianggap

valid bila mampu mengukur apa yang ingin diukur atau dengan kata lain mampu

memperoleh data yang tepat dari variabel yang diteliti (Singarimbun dan Effendi

1995). Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak SPSS 16.0 for windows.

Secara statistik angka korelasi yang dihasilkan untuk tiap–tiap pertanyaan

harus dibandingkan dengan angka kritik tabel nilai korelasi r (Lampiran 1). Cara

melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2. Dalam penelitian ini,

jumlah N yang digunakan bernilai 31, maka angka kritik yang dilihat adalah

Page 16: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

5

melihat baris 31-2=29. Apabila r hitung lebih besar daripada r tabel, maka

pertanyaan tersebut dianggap valid. Demikian sebaliknya, apabila r hitung lebih

kecil daripada r tabel, maka pertanyaan tersebut kemungkinan mempunyai

susunan kalimat yang kurang baik sehingga menimbulkan penafsiran yang

berbeda bagi responden (Singarimbun dan Effendi 1995).

Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Teknik pengukuran reliabilitas

dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi alpha cronbach pada perangkat

lunak SPSS 16.0 for windows. Suatu item dikatakan reliabel jika nilai alpha

cronbach-nya lebih dari nilai r tabelnya.

Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dilakukan dengan cara bertatap muka secara

langsung dengan responden. Enumerator yang telah mendapatkan pelatihan cara

pengisian kuesioner mendatangi secara langsung atau mengumpulkan responden

pada satu tempat kemudian memberikan kuesioner kepada responden dengan

memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan penelitian; cara

memberikan jawaban; serta maksud suatu pertanyaan yang belum begitu

dimengerti responden. Kuesioner yang telah disiapkan didesain untuk diisi tanpa

harus melalui proses wawancara karena mempertimbangkan jumlah responden

dan pertanyaan yang banyak serta proses wawancara yang akan membutuhkan

waktu lama. Kuesioner yang telah dijawab oleh responden dikumpulkan kembali

kepada enemurator untuk kembali diperiksa kelengkapan dan kesesuaian jawaban

dengan perintah yang diberikan.

Analisis Data

Kuesioner yang didapat dari responden divalidasi terlebih dahulu. Kuesioner

dinyatakan valid apabila responden menjawab semua pertanyaan sesuai dengan

perintah. Kuesioner yang telah dinyatakan valid kemudian dilakukaan pengkodean

dan dimasukkan dalam program SPSS. Prosedur pengkodean dan pemasukan data

dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kesadaran terhadap keamanan pangan diukur dengan cara memberikan

sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan aspek keamanan pangan. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik. Pertama-

tama data ditampilkan dalam bentuk tabel kontingensi yang berupa persentase dari

kelompok jawaban yang sama dari semua responden pada suatu pertanyaan. Data

juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabulasi silang sehingga dapat diketahui

lebih jelas sebaran data yang telah dikumpulkan.

Data kuesioner pada blok IV diolah lebih lanjut dengan melakukan

penyekoran (scoring) untuk mengetahui tingkat kesesuaian perilaku dengan

Page 17: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

6

pedoman lima kunci keamanan pangan. Penilaian dilakukan dengan memberikan

skor nol sampai lima dengan dasar expert justice. Expert justice didasarkan pada

pengetahuan dan pengalaman ahli sehingga dapat memberikan penilaian

seobjektif mungkin terhadap suatu permasalahan. Masing-masing pertanyaan

yang telah dinilai dikelompokkan berdasarkan lima kunci keamanan pangan

kemudian dirata-rata. Hasil perhitungan kemudian dikategorikan mulai dengan

sangat baik hingga sangat tidak baik dengan kisaran nilai antara nol sampai lima.

Jika skor rata-rata 0-0.99 maka sangat tidak baik; 1.00-1.99 tidak baik; 2.00-2.99

netral; 3-3.99 baik; dan 4.00-5.00 sangat baik. Skor untuk masing-masing jawaban

pada pertanyaan blok IV dapat dilihat pada lampiran 3 .

Korelasi antara variabel dianalisis dengan menggunakan analisis statistik

nonparametrik yaitu korelasi Spearman. Korelasi Spearman hanya dapat

dilakukan pada data yang bersifat ordinal. Hasil analisis Spearman dapat

memberikan nilai korelasi, signifikasi, serta arah korelasi antara variabel yang

dikaji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pengujian kuesioner (uji validitas dan reliabilitas) dilakukan untuk

memastikan bahwa kuesioner yang digunakan valid dan andal sebagai alat

pengumpul data. Pengujian dilakukan kepada responden yang memiliki kedekatan

karakteristik dengan responden sesungguhnya yaitu ibu rumah tangga. Kuesioner

yang akan digunakan dalam kajian ini didesain dengan jenis pertanyaan tertutup

yang dapat dijawab oleh responden tanpa proses wawancara, namun dalam tahap

pengujian ini tetap dilakukan wawancara secara langsung kepada responden untuk

mendapatkan umpan balik yang lebih baik

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak SPSS 16.0 for windows dengan menggunakan menu analyze-scale-

reliability analysis. Hasil uji dikatakan valid dan reliabel jika nilai corrected item-

total correlation dan cronbach’s alpha if item deleted lebih besar dari nilai r tabel

pada DF=N-2 dengan tingkat probabilitas 0.05 dengan N adalah jumlah responden.

Uji tidak dilakukan pada semua pertanyaan karena uji hanya dilakukan pada jenis

pertanyaan tertentu. Pertanyaan yang sudah dianggap jelas seperti pada blok I

tidak perlu diuji. Uji hanya dilakukan pada pertanyaan yang dianggap masih dapat

menimbulkan bias pada jawaban yang diberikan responden seperti beberapa

pertanyaan pada blok 2 dan 5.

Draft kuesioner awal diuji kepada 17 responden di Kota dan Kabupaten

Bogor yang terdiri atas lima blok dengan jumlah 42 nomor pernyataan. Hasil uji

coba I menunjukkan nilai validitas dan reliabilitas yang rendah sehingga

dilakukan perbaikan pada kuesioner seperti penghapusan pertanyaan atau

pengubahan kata dan struktur kalimat. Perubahan ini juga didasarkan pada

pengamatan selama wawancara seperti pemahaman responden terhadap

pertanyaan; lama waktu pengisian kuesioner; serta pilihan jawaban yang lebih

mudah dipahami dan sesuai dengan pengalaman responden.

Page 18: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

7

Hasil perbaikan draft kuesioner pertama menghasilkan draft kuesioner

kedua yang terdiri atas lima blok dengan jumlah 35 nomor pertanyaan. Uji coba

dilakukan kepada 31 responden. Penambahan jumlah responden merupakan salah

satu cara untuk meningkatkan nilai validitas dan reliabilitas kuesioner. Hasil uji

validitas dan reliabilitas untuk beberapa item dapat dilihat pada Tabel 2, 3, dan 4.

Hasil uji (Tabel 2) menunjukkan hanya pertanyaan tentang perhatian

terhadap isu pangan rekayasa genetik dan pangan iradiasi yang valid namun tidak

reliabel begitu juga sebaliknya pada pertanyaan isu keracunan pangan dan pangan

organik. Namun secara keseluruhan blok pertanyaan diatas reliabel karena nilai

alpha crobach-nya lebih besar dari nilai R tabel yaitu 0.355. (0.540>0.355). Blok

berikutnya yang diuji adalah blok II pertanyaan nomor 2 (Tabel 3). Nilai alpha

cronbach 0.801 menunjukkan nilai reliabiltas secara keseluruhan yang tinggi.

Tabel 2. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B22

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

0.522 0.540 4

Corrected Item-

Total Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

Keterangan

Validitas Reliabilitas

Perhatian isu

keracunan pangan 0.285 0.508 Tidak Ya

Perhatian isu

pangan rekayasa

genetik

0.449 0.300 Ya Tidak

Perhatian isu

pangan iradiasi 0.414 0.344 Ya Tidak

Perhatian isu

pangan organik 0.183 0.554 Tidak Ya

Tabel 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B26

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

0.791 0.801 6

Corrected

Item-Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

Keterangan

Validitas Reliabilitas

Pangan dari pasar aman 0.519 0.771 Ya Ya

Pangan dari swalayan aman 0.584 0.760 Ya Ya

Pangan dari rumah makan

aman 0.629 0.738 Ya Ya

Organik lebih aman 0.343 0.798 Tidak Ya

Pangan rekayasa genetik

aman 0.622 0.746 Ya Ya

Pangan iradiasi aman 0.701 0.719 Ya Ya

Page 19: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

8

Hasil uji pada blok V pertanyaan nomor 1 (Tabel 4) hanya item pertanyaan

sumber informasi dari televisi, media cetak dan internet saja yang menunjukkan

hasil valid dan reliabel sedangkan untuk sumber informasi yang lain tidak valid.

Nilai reliabilitas secara keseluruhan tinggi (0.639). Hasil uji coba kedua secara

keseluruhan telah menunjukkan peningkatan pada nilai validitas dan reliabilitas

sehingga kuesioner sudah dapat digunakan sebagai alat pengumpul data.

Tabel 4. Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan B51

Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

0.619 0.639 4

Corrected

Item-Total

Correlation

Cronbach's

Alpha if Item

Deleted

Keterangan

Validitas Reliabilitas

Televisi 0.388 0.591 Ya Ya

Media cetak 0.499 0.468 Ya Ya

Internet 0.383 0.565 Ya Ya

Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat digambarkan melalui

beberapa aspek yaitu lokasi, umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, jumlah

pengeluaran untuk kebutuhan pangan, tanggung jawab untuk membeli dan

memasak kebutuhan pangan, serta jumlah anak usia sekolah dasar dalam keluarga.

Berdasarkan studi empiris, karakteristik demografi dari konsumen khususnya

gender, usia, tingkat pendidikan, dan pemasukan mempengaruhi tingkah laku

konsumen terhadap keamanan pangan (Wilcocky et al. 2004; Tucker et al. 2006;

Bektas et al. 2011).

Data kuesioner menunjukkan dari 139 kuesioner yang disebar 54%

responden bertempat tinggal di wilayah kota sedangkan 46% di wilayah

kabupaten sehingga terlihat proporsi lokasi responden yang merata. Sebagian

besar responden berada dalam kisaran usia produktif yaitu antara 20-59 tahun

dengan kecenderungan data mengelompok pada rentang usia 20-44 tahun (65%).

Walaupun sebagian besar responden berada dalam usia produktif, tujuh dari

sepuluh responden memilih untuk tidak bekerja dan berprofesi sebagai ibu rumah

tangga. Data ini menunjukkan bahwa pilihan menjadi ibu rumah tangga masih

menjadi prioritas pertama bagi wanita setelah berkeluarga disamping bekerja di

sektor formal atau informal. Status ibu rumah tangga menjadi penting karena ibu

rumah tangga memainkan peran penting sebagai gate keeper yang bertanggung

jawab sekaligus pengambil keputusan dalam penyediaan pangan keluarga (Engel

et al. 1994). Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada Tabel 5 di

bawah ini.

Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakteristik yang saling

berkaitan, dimana pendidikan akan mempengaruhi jenis pekerjaan (Sumarwan

2003). Sebagian besar responden dalam penelitian ini telah menamatkan

pendidikan menengah atas (54%) sedangkan hanya 5-6% lulusan diploma atau

Page 20: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

9

sarjana. Data tabulasi silang (Gambar 1) menunjukkan bahwa responden dengan

tingkat pendidikan menengah atas ke bawah cenderung untuk memilih sebagai ibu

rumah tangga dibandingkan bekerja pada sektor formal dan informal yang lebih

menjadi pilihan bagi responden dengan tingkat pendidikan diploma atau sarjana.

Tingkat pengeluaran untuk pangan mengambarkan seberapa besar dana

yang digunakan suatu keluarga dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan

pangannya. Besar rata-rata pengeluaran untuk kebutuhan pangan dalam satu bulan

menurut BPS (2013) adalah 53% dari penghasilan namun dalam penelitian ini

besar rata-rata pengeluaran yang digunakan adalah 50% dari penghasilan untuk

mempermudah penghitungan. Hasil pengolahan data menunjukkan sebagian besar

responden menghabiskan Rp750 000-Rp1 250 000 (47%) dan 30% responden

pada kisaran >Rp1 250 000-Rp2 500 000 sehingga dapat disimpulkan bahwa

responden merupakan golongan ekonomi menengah ke bawah yang cenderung

sebagian besar penghasilannya dialokasikan untuk kebutuhan pangan.

Gambar 1. Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan

Besarnya tanggung jawab responden terhadap keamanan pangan keluarga

dapat juga kita lihat pada aspek tanggung jawab untuk membeli dan memasak.

Sebagian besar responden menyatakan bahwa bertanggung jawab untuk membeli

(94.00%) dan memasak (90.00%) sedangkan kurang dari 10.00% responden yang

menyerahkan tanggung jawab ini kepada anggota keluarga lain atau pembantu.

Sebagian besar responden (52.00%) memiliki 1-2 anak usia sekolah dasar sekolah

dasar. Keberadaan anak usia sekolah dasar juga memperbesar peran ibu rumah

tangga karena anak usia sekolah dasar merupakan salah satu golongan yang rentan

terhadap keracunan pangan (Bektas et al. 2011).

0

10

20

30

40

50

60

<=SD SMP SMA Diploma Sarjana

Fre

kuen

si

PNS

Pegawai swasta

Wirausaha

Tidak bekerja/ibu

rumah tangga

Page 21: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

10

Tabel 5. Karakteristik demografi responden (n=139)

Karakteristik

Demografi Kelompok Frekuensi

Persentase

(%)

Lokasi Kota 75 53.96

Kabupaten 64 46.04

Usia

<20 tahun 5 3.6

20-44 tahun 91 65.47

45-59 tahun 36 25.9

>=60 tahun 7 5.04

Pekerjaan

PNS 14 10.07

Pegawai swasta 14 10.07

Wirausaha 16 11.51

Tidak bekerja/ibu rumah tangga 95 68.35

Pendidikan

<=SD 22 15.83

SMP 26 18.71

SMA 75 53.96

Diploma 7 5.04

Sarjana 9 6.47

Pengeluaran untuk

kebutuhan pangan

per bulan

<Rp750 000 19 13.67

Rp750 000-Rp1 250 000 66 47.48

>Rp1 250 000-Rp2 500 000 41 29.5

>Rp2 500 000 13 9.35

Tanggung jawab

membeli

saya sendiri 125 89.93

Anggota keluarga 14 10.07

Pembantu 0 0

Tanggung jawab

memasak

Saya sendiri 123 88.49

Anggota keluarga 15 10.79

Pembantu 1 0.72

Jumlah anak usia

sekolah dasar

1-2 52 52

3-4 3 3

>4 6 6

Tidak ada 39 39

Kesadaran, Persepsi Risiko, dan Kepercayaan Terhadap Keamanan Rantai

Pangan

Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana tingkat

kesadaran, persepsi, dan kepercayaan ibu rumah tangga terhadap keamanan rantai

pangan. Informasi ini menjadi sangat penting karena merupakan informasi dasar

untuk melakukan intervensi. Definisi kesadaran berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah keinsafan; keadaan mengerti dan hal yang dialami atau dirasakan,

sedangkan persepsi didefinisikan sebagai proses seseorang mengetahui beberapa

hal melalui pancaindranya (KBBI 2013). Persepsi timbul sebagai hasil dari

pemrosesan informasi yaitu melalui interpretasi dan pemaknaan rangsangan.

Page 22: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

11

Tahapan munculnya persepsi dimulai dari pemaparan stimulus yang diterima oleh

pancaindra. Stimulus yang diterima kemudian akan membentuk perhatian

sehingga seseorang akan mengalokasikan kapasitas pemrosesan yang akan

menyusun dan menerjemahkan informasi untuk memberikan arti terhadap

informasi tersebut sebagai tahap pemahaman yang melibatkan panca indra

(Oksowela 2008).

Gambar 2. Keyakinan responden terhadap kebersihan penyaluran pangan

Gambar 3. Tabulasi silang tingkat pendidikan dengan keyakinan kebersihan

penyaluran pangan

Keyakinan responden terhadap kebersihan penyaluran pangan (Gambar 2)

menunjukkan proporsi nilai yang cukup seimbang antara yakin (30%) dan tidak

yakin (32%) dengan rata-rata penilaian responden pada kondisi netral (rata-rata=

2.99) dengan standar deviasi 1.25. Data tabulasi silang antara tingkat pendidikan

dengan keyakinan responden juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan

semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tidak yakin (Gambar 3). Fakta

ini menunjukkan bahwa konsumen sadar terhadap risiko keamanan penyaluran

pangan sehingga responden masih melakukan proses pembersihan sebelum diolah

lebih lanjut namun tetap diperlukan perluasan informasi mengenai risiko yang

terdapat pada produk pangan sehingga masyarakat dapat lebih waspada.

Perhatian terhadap beberapa isu pangan menunjukkan bahwa mayoritas

responden memperhatikan isu-isu mengenai pangan seperti keracunan pangan

(93.5%), penggunaan bahan kimia berbahaya (95%), daging gelonggongan

(93.5%), dan sisa pestisida pada produk pertanian (80.6%). Hal sebaliknya terjadi

pada isu produk pangan iradiasi dan rekayasa genetik yang belum menjadi

perhatian bagi sebagian besar responden. Produk pangan iradiasi dan rekayasa

genetik masih asing di tengah masyarakat karena belum banyak ditemui dan

dikonsumsi oleh responden.

15 42 27 45 4 6

Persentase (%)

Sangat yakin Yakin Netral

Tidak yakin Sangat tidak yakin Tidak tahu

0

10

20

30

40

50

<=SD SMP SMA Diploma Sarjana Total

Fre

kuen

si

Sangat yakin

Yakin

Netral

Tidak yakin

Sangat tidak yakin

Tidak tahu

Rataan = 2.99

Standar deviasi = 1.25

Page 23: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

12

Angka kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di Indonesia

berdasarkan laporan BPOM tahun 2011 cukup tinggi yaitu 128 kejadian dengan

jumlah orang yang terpapar sebanyak 18 144 orang dengan 6 901 orang sakit dan

11 orang meninggal. Beberapa data juga menyebutkan bahwa angka kejadian

KLB Keracunan Pangan banyak terjadi di negara berkembang seperti di kawasan

Asia-Pasifik (Tabel 1). KLB Keracunan Pangan di Indonesia paling banyak

disebabkan oleh pangan olahan rumah tangga (45.31%). Hal ini sesuai dengan

persepsi responden yang sebagian besar menyatakan sering terjadi keracunan

pangan (36.7%). Namun masih banyak responden yang menyatakan jarang

(27.3%) terjadi keracunan pangan. hal ini dapat disebabkan kurangnya informasi

tentang kejadian keracunan pangan.

Data lain menunjukkan bahwa dua tempat yang sering terjadi keracunan

pangan menurut responden adalah hajatan (47.5%) dan sekolah (37.4%)

sedangkan hanya tiga responden yang memilih rumah tangga (2.2%). KLB

Keracunan Pangan di rumah tangga sering terjadi pada saat pesta keluarga seperti

pernikahan dan khitanan. Penyebab utama dari KLB ini adalah manajemen

pengolahan pangan yang kurang baik dengan faktor kritis pada suhu dan waktu

pengolahan (BPOM 2012). Data tersebut diatas menunjukkan pengetahuan dan

kesadaran yang tinggi dari responden terhadap keamanan pangan di rumah tangga.

Persepsi responden terhadap keamanan pangan juga dapat dilihat

bagaimana responden mendefinisikan peralatan pengolahan pangan yang bersih.

Sebanyak 61.9% responden mendefinisikan peralatan pengolahan pangan yang

bersih sebagai peralatan yang tidak mencemari pangan, 35% sebagai peralatan

yang tidak berkarat atau gosong, dan hanya satu responden yang menjawab

dengan peralatan yang baru. Definisi yang responden berikan menunjukkan

pengetahuan dan persepsi yang baik terhadap keamanan pangan. Responden

sudah mengetahui bahwa peralatan pengolahan pangan yang bersih tidak selalu

baru tetapi peralatan yang tidak akan mencemari pangan baik berupa cemaran

mikrobiologi, fisik, ataupun kimia.

Keyakinan responden terhadap keamanan produk pangan yang berasal dari

pasar tradisional ataupun swalayan tidak berbeda. Responden menganggap bahwa

pangan yang berasal dari pasar tradisional maupun swalayan tidak aman walaupun

sebagian responden menganggap bahwa pangan yang berasal dari swalayan relatif

lebih aman (54.7%). Mayoritas responden (94.2%) juga menyatakan bahwa

responden yakin tidak akan keracunan jika pangan diolah sendiri dengan bersih

dan merasa yakin (64%) jika pangan yang berasal dari rumah makan aman.

Persepsi responden terhadap peran pemerintah dan industri pangan dalam

menjamin keamanan pangan yang beredar menunjukkan kecenderungan

responden menganggap pemerintah dan industri telah berperan dalam menjamin

keamanan pangan yang beredar. Namun proporsi jawaban tidak dan tidak tahu

yang cukup tinggi (±45%) menunjukkan peran yang belum begitu maksimal. Hal

ini dapat menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan industri untuk lebih

memperlihatkan perannya dalam menjamin keamanan pangan yang beredar

kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih yakin terhadap keamanan pangan

yang beredar.

Isu pangan organik, pangan rekayasa genetik (genetically modified food),

serta pangan iradiasi merupakan isu terkini dan terus berkembang di dunia.

Pangan organik menjadi pilihan konsumen karena memberikan ekspektasi pangan

Page 24: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

13

yang lebih sehat dan ramah lingkungan (Sangkumchaliang dan Huan 2012). Hal

ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan 79.9% responden merasa

yakin jika pangan organik lebih aman dibandingkan dengan pangan anorganik.

Pangan rekayasa genetik pada umumnya merujuk pada produk hasil

pertanian khususnya tanaman pangan yang telah mengalami perubahan genetik

untuk mendapatkan karakteristik tertentu seperti tahan terhadap serangan hama

atau peningkatan kandungan gizi (Verma et al. 2011). Produk pangan hasil

rekayasa genetik memiliki dampak positif dan negatif terhadap kesehatan.

Dampak positif dari GMF antara lain peningkatan nilai gizi produk serta

pengurangan jumlah residu pestisida/herbisida pada produk pertanian, namun

GMF memiliki beberapa risiko terhadap kesehatan seperti timbulnya alergi

(Verma et al. 2011). Kekurangan informasi dan belum familiarnya produk pangan

rekayasa genetik menyebabkan mayoritas responden tidak tahu (55.40%) dan

cenderung tidak yakin (30.90%) terhadap keamanan produk pangan rekayasa

genetik.

Hal yang sama terlihat pada keyakinan responden terhadap keamanan

produk pangan iradiasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 701

tahun 2009 tentang pangan iradiasi, pangan iradiasi adalah setiap pangan yang

dengan sengaja dikenai radiasi pengion tanpa memandang sumber atau jangka

waktu iradiasi ataupun besar energi yang digunakan. Setiap pangan iradiasi yang

beredar di Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi

pangan. Mayoritas responden menyatakan tidak tahu (64.7%) dan cenderung tidak

yakin (25.9%) bahwa produk pangan iradiasi aman bagi responden. Selain itu

korelasi antara perhatian terhadap pangan hasil iradiasi dengan keyakinan

terhadap keamanannya menunjukkan korelasi yang kecil dan bernilai negatif

(koefisien korelasi Spearman= -0.055). Hal ini menunjukkan perhatian responden

yang masih kurang sehingga cenderung menjawab tidak tahu dan tidak yakin.

Kurangnya hasil penelitian mengenai dampak pangan iradiasi terhadap kesehatan

menimbulkan banyak perdebatan di berbagai negara (Burns 2004). Berdasarkan

ulasan bukti ilmiah yang dilakukan oleh panel ahli, World Health Organization

(WHO) menyimpulkan bahwa pangan yang diiradiasi pada dosis yang tepat aman

untuk dikonsumsi dan memenuhi kebutuhan gizi (Burns 2004). Selain itu. proses

iradiasi tidak akan menyebabkan pangan menjadi radioaktif dan beracun serta

tidak mendukung pembentukan kromosom yang abnormal (ICGFI 1999).

Perilaku Berbelanja

Perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh pengetahuan dan persepsi

individu tersebut. Salah satu perilaku yang erat kaitannya dengan keamanan

pangan adalah perilaku berbelanja. Perilaku dalam berbelanja ini terkait dengan

lokasi belanja, aspek yang diperhatikan ketika berbelanja, serta kebiasaan dalam

berbelanja. Tukang sayur keliling merupakan pilihan pertama bagi mayoritas

responden (41%) untuk berbelanja kebutuhan pangan sehari-hari. Tempat kedua

yang dipilih responden adalah pasar tradisional (31.7%) disusul warung kelontong

(29.5%). Akses lebih mudah menjadi pendorong utama responden untuk memilih

tukang sayur keliling dibandingkan pasar tradisional atau warung. Pasar

tradisional maupun modern lebih banyak dipilih responden untuk memenuhi

Page 25: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

14

kebutuhan bulanan, sedangkan warung menjadi pilihan untuk melengkapi

kebutuhan jika masih ada kekurangan.

Uji korelasi Spearman antara tingkat pendidikan dengan pilihan pertama

tempat berbelanja menunjukkan korelasi negatif yang lemah (koefisien korelasi= -

0.218) tetapi signifikan. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh

terhadap pilihan tempat belanja. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka

cenderung tidak memilih tukang sayur sebagai prioritas tempat berbelanja.

Sedangkan pengeluaran responden tidak berpengaruh sehingga baik responden

yang memiliki pengeluaran tinggi atau rendah tetap memilih tukang sayur sebagai

prioritas dalam berbelanja (Gambar 4).

Gambar 4. Prioritas pertama tempat berbelanja

Aspek perilaku berbelanja kedua yang dilihat adalah faktor yang menjadi

prioritas responden ketika berbelanja produk pangan olahan (Gambar 5). Harga

menjadi faktor utama yang diperhatikan responden ketika berbelanja dari sepuluh

faktor yang disebutkan yaitu harga, mutu, nomor registrasi BPOM, merk dagang,

nama dan alamat produsen, berat bersih, tanggal kedaluwarsa, kehalalan,

komposisi, dan nilai gizi (Gambar 5). Faktor prioritas kedua yang diperhatikan

adalah mutu produk disusul oleh kehalalan, tanggal kedaluwarsa, dan nilai gizi.

Fakta ini menunjukkan bahwa harga tetap menjadi prioritas pertama dibandingkan

dengan aspek keamanan dan kualitas produk. Perilaku dalam berbelanja ini sangat

dipengaruhi oleh pengalaman responden, lingkungan, serta keluarga (Swamy et al.

2012; Banumathy dan Hemameena 2006).

Hasil uji korelasi Spearman juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

dan pengeluaran berkorelasi positif dengan faktor utama ketika berbelanja. Hasil

ini menunjukkan bahwa baik responden yang berpendidikan dan berpenghasilan

tinggi cenderung tetap memilih harga sebagai prioritas utama. Hasil penelitian lain

yang dilakukan oleh Leibtag dan Kaufman (2003) menunjukkan bahwa golongan

keluarga dengan penghasilan yang rendah akan berusaha untuk seekonomis

mungkin dalam berbelanja sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk pangan

dengan cara membeli produk diskon, mengurangi mutu dan membeli produk

dengan merk lokal.

Beberapa aspek penting yang terdapat pada label produk pangan seperti

merk dagang, nomor registrasi BPOM, nama dan alamat produsen, berat bersih,

dan komposisi kurang menjadi perhatian responden ketika berbelanja. Hal ini

menunjukkan kurangnya perhatian responden terhadap aspek keamanan produk

pangan olahan. Nomor registrasi BPOM sangat penting untuk diperhatikan karena

0 10 20 30 40 50 60

Swalayan

Pasar tradisional

Pasar modern

Tukang sayur

Toko retail

Warung

Frekuensi

Tem

pat

Page 26: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

15

seiring dengan banyak masuknya produk pangan olahan ilegal ke pasar yang

belum terjamin keamanannya. Hasil sampling operasi pasar bersama Tim Terpadu

Pengawasan Barang Beredar di tujuh kota yang memiliki pelabuhan laut/udara

internasional pada tahun 2011 menemukan 82 886 kemasan dari 1 133 jenis

produk makanan impor ilegal senilai Rp 1.7 milliar (BPOM 2012). Jenis produk

pangan ilegal yang ditemukan terdiri atas minuman ringan dalam kaleng, makanan

kaleng, biskuit, bumbu/rempah, susu, saus, makanan ringan, dan minuman

beralkohol.

Gambar 5. Prioritas pertama belanja pangan olahan

Harga juga menjadi faktor utama responden ketika berbelanja produk

pangan segar seperti daging, ikan, atau sayuran (Gambar 6). Empat dari sepuluh

responden memilih harga sebagai faktor pertama, disusul oleh mutu dan

keamanan. Risiko keamanan produk pangan segar lebih tinggi dibandingkan

dengan produk pangan olahan. Risiko ini akan semakin tinggi jika produk pangan

segar tersebut akan dikonsumsi mentah. Hasil penelitian Nurjanah (2006) pada

beberapa rumah makan menunjukkan bahwa sampel yang tidak mengalami proses

pemanasan seperti mentimun mengandung jumlah total mikroba yang tinggi (2.9-

6.8 log CFU/g) dan total koliform yang tinggi (2.5-3.7 log MPN/g) dibandingkan

dengan sampel ayam goreng/bakar yang mengandung total mikroba dan total

koliform yang rendah (<1.4 log CFU/g dan <0.3 log MPN/g). Aspek keamanan

yang menjadi pilihan terakhir responden menunjukkan perilaku yang kurang

memperhatikan aspek keamanan pangan.

Gambar 6. Prioritas pertama belanja pangan segar

Hal lain yang penting untuk diamati adalah perilaku responden dalam

memisahkan antara bahan pangan dan non pangan dalam tempat yang berbeda.

Pemisahan dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat

0 20 40 60 80

Harga

Mutu

Noreg BPOM

Merk

Berat bersih

Kedaluwarsa

Kehalalan

Nilai gizi

Frekuensi

Asp

ek

0 10 20 30 40 50

Harga

Mutu

Keamanan

Persentase (%)

Asp

ek

Page 27: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

16

membahayakan kesehatan. Mayoritas responden (96.00%) sudah memisahkan

antara produk pangan dan non pangan ketika berbelanja. Hal ini menunjukkan

kesadaran responden untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi

dengan bahan yang berbahaya.

Praktik Penanganan dan Penyiapan Pangan

Konsumen sebagai pengguna produk pangan juga memiliki tanggung jawab

dalam menjaga keamanan pangan sesuai dengan Undang-undang nomor 18 tahun

2012 tentang pangan. Risiko keamanan pangan terhadap kesehatan konsumen

semakin tinggi ketika konsumen kurang memiliki pengetahuan tentang

pengolahan pangan yang baik sehingga konsumen terbiasa dengan cara

pengolahan pangan yang salah. World Health Organization (WHO) telah

mengembangkan pesan keamanan pangan yaitu ”Lima Kunci untuk Keamanan

Pangan” dengan harapan dapat mengurangi praktik higiene, sanitasi, dan

pengolahan pangan yang buruk di masyarakat. Lima kunci untuk keamanan

pangan tersebut adalah 1) jagalah kebersihan; 2) pisahkan pangan mentah dengan

pangan matang (cegah kontaminasi silang); 3) masaklah dengan benar; 4) jagalah

pangan pada suhu aman; dan 5) gunakan air dan bahan baku yang aman (WHO

2006).

Kunci I: Menjaga kebersihan

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang adalah

dengan mencuci tangan. Beberapa kondisi yang mengharuskan cuci tangan

sebelum dan saat menangani pangan antara lain sesudah dari toilet, setelah

menangani daging atau unggas mentah, setelah bersin, setelah mengganti popok

bayi, setelah bermain dengan hewan piaraan, serta setelah menangani pestisida

atau bahan kimia lainnya. Selain mencuci tangan, hal yang termasuk dalam aspek

menjaga kebersihan adalah cara membersihkan buah atau sayur serta peralatan

pengolah pangan.

Aspek kebersihan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain mengenai

kebiasaan dalam mencuci tangan sebelum mengolah pangan dan setelah

menangani telur, daging, dan ikan serta cara dalam membersihkan buah dan sayur.

Mayoritas responden menyatakan selalu mencuci tangan sebelum mengolah

pangan, namun masih ada 16.5% responden yang kadang-kadang mencuci tangan.

Kebiasaan mencuci tangan dapat mengurangi keberadaan Staphylococcus aureus

yang secara alami terdapat pada tangan manusia. Staphylococcus aureus dapat

menjadi sumber terjadinya intoksifikasi enterotoksin B yang menjadi penyebab

ganguan kesehatan seperti gastroenteritis (Jay et al. 2005). Hal lain yang menjadi

perhatian adalah kebiasaan responden yang masih cukup banyak melanjutkan

memasak (25%) setelah memecahkan telur mentah. Kulit telur dapat menjadi

sumber pencemaran bakteri Salmonella Entritidis yang dapat menyebabkan

salmonellosis pada manusia. Salmonellosis merupakan salah satu penyakit

zoonosis yang disebabkan oleh bakteri patogen Salmonella spp. (Kusomowinahyu

2005).

Page 28: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

17

Gambar 7. Perilaku setelah memecah telur mentah

Hal yang berbeda terlihat pada kebiasaan responden yang selalu mencuci

tangan dengan sabun setelah menangani ikan atau daging segar (84.20%). Bau

amis serta lendir diduga menjadi penyebab responden selalu mencuci tangan

setelah menangani kedua bahan tersebut. Kebiasaan mencuci tangan dengan benar

merupakan cara yang paling mudah untuk menghindari kontaminasi mikroba

maupun kimia sehingga penyebaran informasi mengenai cara mencuci tangan

dengan benar perlu terus dilakukan. Hasil penelitian Anderson et al. (2004) yang

dilakukan dengan merekam aktivitas penyiapan pangan beberapa rumah tangga di

Amerika Serikat menyebutkan bahwa responden belum melakukan cuci tangan

sesuai dengan pedoman. Rata-rata waktu responden dalam mencuci tangan

dengan sabun kurang dari 20 detik dan 30% responden tidak menggunakan sabun

dalam mencuci tangan.

Pencucian sayur dan buah dengan cara menggosok dengan tangan atau busa

pada air yang mengalir bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan mengurangi

jumlah mikroba (Anderson et al. 2004). Data kuesioner menunjukkan 44.6%

responden telah melakukan dengan benar, namun masih banyak responden yang

hanya menahan dalam air (33.8%) atau merendam dalam air tanpa digosok

(13.7%). Pencuncian juga dapat mengurangi sisa pestisida yang terdapat pada

produk karena pestisida dapat larut dalam air. Oleh sebab itu pencucian harus

dilakukan pada air yang mengalir untuk mencegah terjadinya rekontaminasi pada

produk. Proses penggosokan diperlukan untuk membantu menghilangkan kotoran

atau mikroba yang terdapat pada permukaan buah. Selain itu hal yang juga harus

dilakukan dalam membersihkan buah dan sayur yang akan dikonsumsi secara

langsung adalah penghilangan bagian buah/sayur yang rusak. Bagian buah/sayur

yang telah rusak menjadi sumber mikroba yang berbahaya bagi kesehatan.

Kunci II: Mencegah kontaminasi silang

Kunci keamanan pangan yang kedua adalah memisahkan antara pangan

mentah dengan pangan matang untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang.

Pangan mentah terutama produk hewani dan pangan asal laut serta cairannya

mengandung mikroba patogen yang mungkin bermigrasi ke pangan lain selama

persiapan, pengolahan dan penyimpanan pangan (kontaminasi silang) (BPOM

2010). Kontaminasi silang ini dapat dicegah dengan memisahkan dalam wadah

yang berbeda serta membersihkan peralatan sebelum digunakan jika mengunakan

peralatan yang sama. Selain itu Fight BAC! Yang merupakan program kerja Food

Drug Administration (FDA) dalam promosi keamanan pangan di Amerika Serikat,

memberikan rekomendasi untuk menyimpan daging, unggas, atau produk

0 20 40 60 80 100

Lanjut memasak

Membasuh tangan

Mencuci tangan dengan sabun

Frekuensi

Page 29: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

18

perikanan mentah pada rak paling bawah refrigerator sehingga cairan tidak

menetes pada produk pangan lain (Anderson et al. 2004).

Data kuesioner menunjukkan bahwa mayoritas responden membersihkan

kembali talenan (53.2%) atau pisau (38.8%) setelah digunakan untuk menangani

daging atau ikan segar sebelum digunakan untuk memotong buah atau sayur yang

akan dikonsumsi secara langsung. Mayoritas responden telah membersihkan

dengan benar yaitu mencuci dengan sabun kemudian mengeringkannya namun

masih banyak responden yang hanya membilas atau menyeka tanpa mencuci

dengan sabun terlebih dahulu. Cara lain yang dapat dilakukan responden untuk

mencegah kontaminasi silang adalah dengan menggunakan pisau atau talenan

yang berbeda. Agen yang paling banyak menyebabkan kontaminasi silang adalah

tangan (51%), meja/talenan (18%) dan peralatan masak (16%) (Anderson et al.

2004).

Selain dengan membersihkan, pencegahan kontaminasi silang juga dapat

dilakukan dengan cara memisahkan wadah antara pangan mentah dan pangan

matang. Hampir seluruh responden menyatakan telah melakukan rekomendasi ini

dengan benar (97.1%). Responden tidak menggunakan piring yang sama untuk

menyimpan makanan yang mentah dan matang. Kontaminasi silang dapat juga

terjadi selama proses penyimpanan. Pangan yang matang harus disimpan dalam

wadah tertutup dan terpisah dengan pangan mentah. Pangan mentah seperti daging,

ikan, atau produk perikanan lainnya harus disimpan dalam rak refrigerator/kulkas

yang paling bawah untuk menghindari tetesan cairan pada produk lain terutama

produk siap saji. Kesadaran responden dalam aspek ini sangat rendah karena

hanya satu responden yang menyimpan pada rak bagian bawah sedangkan

mayoritas menyimpan pada freezer (69.70%) atau laci di bawah freezer (33.10%).

Penyimpanan daging mentah atau ikan segar di laci bawah freezer sangat berisiko

menyebabkan kontaminasi silang pada produk yang disimpan di bawahnya karena

suhu pada tempat ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bagian yang lain

karena tempat ini didesain sebagai tempat pencairan produk beku sehingga

memungkinkan tetesan produk mengontaminasi produk lainnya.

Kunci III: Memasak dengan benar

Suhu dan waktu pemasakan merupakan hal yang kritis dalam pengolahan

pangan. Kejadian luar biasa keracunan pangan yang banyak terjadi akibat pangan

olahan rumah tangga disebabkan oleh suhu dan waktu pemasakan yang tidak tepat.

Kondisi undercooked menyebabkan bakteri patogen masih terdapat pada produk

tersebut sehingga dapat membahayakan kesehatan. Tingkat kematangan suatu

produk dapat diukur dengan menggunakan termometer pangan atau dengan

melihat perubahan karakteristik produk seperti perubahan warna atau tekstur.

Tingkat kematangan daging secara tepat dapat diukur dengan menggunakan

termometer. Hasil pengukuran termometer kemudian dibandingkan dengan suhu

minimal pengolahannya. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan

termometer masih belum familiar di masyarakat Indonesia. Hal yang sama juga

terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson et al. (2004) yang

menunjukkan hanya 5.32% responden rumah tangga Amerika Serikat yang

menggunakan termometer untuk memastikan bahwa pangan yang mereka olah

Page 30: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

19

telah matang (Tabel 6). Responden dalam penelitian ini cenderung menusuk

dengan sodet dan mencicipi untuk memastikan daging sudah matang. Cara ini

sangat berisiko karena responden tidak dapat meyakinkan bahwa daging yang

diolah telah mencapai suhu minimal pengolahan. Suhu minimal pengolahan

beberapa bahan pangan disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 6. Metode untuk memastikan kematangan daging

Metode Persentase (%) Persentase (%)*

Dipotong dengan pisau 6.5 42.55

Ditusuk dengan alat masak 59.7 38.3

Dicicipi 23 5.32

Penampilan 7.2 13.83

Termometer 0 5.32

Waktu masak 3.6 1

*(Anderson et al. 2004)

Tabel 7. Suhu minimal pengolahan beberapa bahan pangan

Bahan pangan Suhu pengolahan minimal (°C)

Daging giling dan daging

campur

Sapi, babi, kambing 71.11

Kalkun,ayam 73.89

Daging sapi segar Medium rare 62.78

Medium 71.11

Well done 76.67

Ham Medium 71.11

Well done 76.67

Telur Masak sampai kuning dan putih

telur menjadi padat

Perikanan Udang, lobster,

kepiting

Daging putih dan buram

Remis, tiram Cangkang terbuka selama

pengolahan

Sumber: diolah dari http://fightbac.org

Kunci IV: Menyimpan pada suhu yang aman

Pedoman ke empat dalam upaya menjaga keamanan pangan di rumah

tangga adalah menyimpan pangan dalam suhu yang aman. Mikroba dapat

berkembang biak dengan sangat cepat jika pangan yang sudah matang disimapang

pada suhu ruang. Pertumbuhan mikroba akan turun dan berhenti ketika pangan

disimpan pada suhu di bawah 5°C atau di atas 60°C, walupun beberap mikroba

berbahaya masih dapat tumbuh di bawah suhu 5°C (WHO 2006). WHO

memberikan pedoman untuk menyimpan pangan pada suhu aman dengan 1) tidak

menyimpan pangan yang sudah matang pada suhu ruang lebih dari dua jam

khusunya untuk pangan yang mengandung daging, unggas, telur, dan ikan; 2)

membekukan dengan segera pangan yang telah matang dan pangan yang mudah

rusak (di bawah 5°C); 3) menjaga pangan yang telah matang tetap panas (lebih

dari 60°C) sebelum disajikan; 4) tidak menyimpan pangan terlalu lama walaupun

Page 31: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

20

dalam refrigerator; dan 5) tidak melakukan thawing pangan beku pada suhu ruang

(WHO 2006).

Data penelitian menunjukkan 95.00% responden menyimpan pangan segar

seperti daging, ikan dan sayur di refrigerator, 2.20% menyimpan di meja/lemari

dapur dan 2.90% menyimpan di tempat lain. Data di atas menunjukkan kesadaran

responden yang tinggi untuk menjaga pangan pada suhu yang aman. Fakta lain

yang mendukung adalah kesadaran yang tinggi dari mayoritas responden untuk

menyimpan makanan sisa di refrigerator walaupun masih ada sebagian kecil

responden (8.6%) yang membiarkan pada suhu ruang.

Kunci V:Penggunaan air bersih dan bahan yang aman

Bahan baku seperti air dan es dapat mengandung mikroba patogen yang

dapat menyebabkan diare, tifus atau disentri. Proses perebusan, penyaringan, dan

klorinasi dapat menginaktivasi mikroba patogen namun tidak dapat

menghilangkan kandungan bahan kimia berbahaya (WHO 2006). Data kuesioner

menunjukkan semua responden menyatakan menggunakan air bersih dalam

mengolah pangan yang bersumber dari air tanah atau PDAM. Kualitas air yang

belum diketahui secara pasti oleh responden sebenarnya berisiko untuk

menimbulkan bahaya jika dikonsumsi mentah.

Kesadaran responden terhadap penggunaan bahan baku yang aman

ditunjukkan dengan tingginya perhatian responden terhadap isu daging

gelonggongan dan ayam tiren (mati kemarin) (93.5%) serta penggunaan bahan

kimia berbahaya (95%). Cara yang dapat dilakukan untuk memilih atau

menggunakan bahan baku dengan baik menurut WHO (2006) antara lain: 1)

membeli bahan baku yang segar; 2) menghindari pangan yang sudah rusak atau

busuk; 3) mencuci buah dan sayur dengan air yang aman khususnya sebelum

dikonsumsi secara langsung; 4) tidak menggunakan pangan yang telah

kedaluwarsa; serta 5) memilih pangan siap saji, pangan matang atau pangan yang

mudah rusak yang disimpan dengan benar.

Penilaian praktik penanganan dan penyiapan pangan

Penerapan lima kunci keamanan pangan secara keseluruhan termasuk

dalam kategori baik dengan nilai rata-rata 3.99 dan standar deviasi 0.37. Data

pada Tabel 8 menunjukkan bahwa aspek menjaga kebersihan, memisahkan

pangan mentah dan matang, menyimpan pada suhu yang benar, serta penggunaan

air bersih secara keseluruhan mendapat penilaian sangat baik, namun aspek

memasak dengan benar masih mendapat penilaian netral dengan kecenderungan

tidak baik. Hal ini dapat disebabkan penggunaan termometer yang masih belum

populer di Indonesia sehingga dalam memastikan kematangan daging responden

melakukan dengan menusuk atau mencicipi. Kebiasaan untuk memastikan

kematangan daging dengan menusuk atau mencicipi yang telah dilakukan secara

turun temurun cukup untuk menyakin reponden jika pangan yang diolah telah

matang. Inilah yang menjadi banyak penyebab KLB Keracunan Pangan yang

banyak terjadi saat hajatan atau pesta keluarga yang mengolah pangan dengan

kuantitas besar tanpa manajemen keamanan pangan yang baik. Perilaku lain yang

Page 32: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

21

patut menjadi perhatian adalah perilaku sebagian responden yang masih kadang-

kadang mencuci tangan sebelum mengolah pangan (16.55%) serta menyimpan

pangan sisa pada suhu ruang (8.63%).

Tabel 8. Penilaian praktik penanganan dan penyiapan pangan

Aspek N Mean Std. Deviation Kategori

penilaian

Penggunaan air bersih 139 5 0 Sangat baik

Menjaga kebersihan 139 4.1 0.88 Sangat baik

Memasak dengan benar 139 2.2 0.60 Netral

Memisahkan/mencegah

kontaminasi silang 139 4 0.67

Sangat Baik

Menyimpan pada suhu

yang benar 139 4.1 0.78

Sangat baik

Nilai keseluruhan 139 3.9 0.37 Baik

Hasil penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bahwa praktik

keamanan pangan di rumah tangga sesungguhnya tidak terlalu buruk namun

masih kurang baik pada aspek-aspek tertentu. Hal ini juga dapat meluruskan

bahwa pangan hasil olahan rumah tangga sebagai penyebab terbesar KLB

Keracunan Pangan di Indonesia merupakan istilah yang kurang tepat digunakan

jika merujuk pada temuan dalam penelitian ini. Pangan hasil olahan rumah tangga

secara sederhana akan diterjemahkan sebagai pangan hasil olahan rumah tangga

pada umumnya, padahal KLB Keracunan Pangan sesungguhnya tidak terjadi pada

rumah tangga namun pada saat acara hajatan atau pesta yang melibatkan banyak

orang dalam proses pengolahan dan penyelenggaraannya. Titik kritis keamanan

pangan dalam hal ini terdapat dalam aspek pemasakan dan penyimpanan.

Pemasakan yang sering tidak mencapai tingkat kematangan serta penyimpan

pangan siap saji pada suhu ruang yang cukup lama berisiko tinggi untuk kembali

terkontaminasi dan membahayakan konsumen.

Komunikasi risiko dan edukasi konsumen untuk memromosikan

pengolahan pangan dengan benar dapat menjadi cara yang tepat untuk manajeman

risiko keracunan pangan pada konsumen sebagai ujung dari rantai pangan (Patil et

al. 2005). Oleh sebab itu dibutuhkan penyebaran informasi yang lebih

komprehensif sehingga masyarakat dapat menjalankan cara pengolahan pangan

dengan baik dan benar.

Sumber Informasi Keamanan Pangan

Persepsi seseorang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki sebelumnya, semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin baik

persepsinya terhadap sesuatu (Kotler 2001). Sumber pengetahuan dan pengalaman

dapat berasal dari aktivitas yang telah dilakukan maupun sumber informasi

tertentu seperti keluarga, media elektronik, ataupun media cetak. Menurut Kotler

Page 33: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

22

(2001) sumber informasi adalah karakter penyampai pesan sehingga semakin

sedikit informasi yang disampaikan maka semakin sedikit pula pesan yang akan

ditangkap, begitu pula sebaliknya.

Informasi mengenai keamanan pangan dibutuhkan untuk memberikan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap risiko dari keamanan pangan.

Hasil pengolahan data kuesioner menunjukkan bahwa sumber informasi dapat

berasal dari lingkungan seperti teman atau keluarga, media elektronik, maupun

media cetak. Sebanyak 97.1% responden menyatakan pernah mendapatkan

informasi keamanan melalui televisi; 60% melalui radio; 75% melalui media

cetak (koran, majalah, pamflet); 81% melalui teman atau tetangga; 83% melalui

keluarga, 45% melalui internet; dan 57% melalui penyuluhan sehingga rata-rata

tujuh dari sepuluh responden menyatakan pernah mendapatkan informasi melalui

berbagai sumber informasi yang telah disebutkan di atas (Gambar 8). Hasil

penelitian lain mengenai persepsi keamanan pangan jajanan sekolah menunjukkan

bahwa 52.58% orang tua murid mendapatkan sumber informasi dari televisi atau

radio sedangkan 40% guru mendapatkan informasi dari koran dan majalah (Fitri

2007).

Gambar 8. Sumber informasi keamanan pangan

Gambar 9. Sumber informasi keamanan pangan yang paling berpengaruh

Televisi merupakan sumber informasi yang paling berpengaruh terhadap

perilaku mayoritas responden (82%) sedangkan penyuluhan dipilih oleh 10.1%

responden (Gambar 9). Televisi merupakan media komunikasi massa yang memiliki

kemampuan yang besar untuk menyebarkan informasi secara serentak dan meluas

melalui penggabungan antara audio, visual, dan gerak yang mampu memikat

perhatian massa. Penggabungan antara audio, visual, dan gerak mempunyai daya tarik

0 20 40 60 80 100

Media cetak

Teman

Keluarga

Internet

Penyuluhan

Televisi

Radio

Persentase (%)

Sum

ber

info

rmas

i

Ya

Tidak

0 20 40 60 80 100

TV

Media cetak

Teman

Keluarga

Internet

Penyuluhan

Persentase (%)

Su

mb

er i

nfo

rmas

i

Page 34: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

23

yang kuat dan mampu memberikan kesan yang mendalam sehingga sangat

memungkinkan memberikan efek yang besar seperti bertambahnya pengetahuan,

sikap, persepsi, dan perubahan perilaku (Fitri 2007; Merril dan Lowenstein 1971).

Sistem Pengawasan dan Regulasi Pangan

Kemajuan teknologi di bidang pangan, perubahan gaya hidup konsumen,

serta semakin maju dan terbukanya perdagangan internasional mendorong

pertumbuhan industri pangan sehingga jenis pangan semakin beragam sementara

itu pengetahuan konsumen mengenai keamanan pangan masih belum memadai

sehingga dapat meningkatkan risiko pada kesehatan dan keselamatan konsumen.

Oleh sebab itu dibutuhkan sistem pengawasan obat dan makanan yang mampu

mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk yang beredar untuk melindungi

keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen. Hal inilah yang

melatarbelakangi pembentukan BPOM yang memiliki jaringan kerja nasional dan

internasional serta kewenangan penegakan hukum dan kredibilitas profesional

yang tinggi (BPOM 2013).

Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa

keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri

pangan, dan konsumen. Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan

sistem pengawasan keamanan pangan melalui pengaturan, standardisasi, penilaian,

inspeksi, serta edukasi. Industri berperan untuk menjaga mutu dan keamanan

produk dan konsumen berperan untuk melindungi dirinya sendiri dari pangan

yang tidak bermutu dan tidak aman.

Pandangan masyarakat mengenai peran BPOM dalam melakukan

pengawasan dan pengaturan dapat memberikan gambaran sejauh mana fungsi

tersebut telah dijalankan. Sebagian besar responden telah menjawab dengan benar

bahwa fungsi pengawasan dan pengaturan pangan berada di Badan Pengawas

Obat dan Makanan (56.8%), Kementerian Kesehatan (22.3%), Kementerian

Pertanian (2.2%), Pemerintah Daerah (4%), konsumen (7.9%), serta tidak tahu

(7.9%). Fakta ini menunjukkan kesadaran yang cukup tinggi terhadap peran

organisasi pengawasan dan pengaturan pangan namun masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan kesadaran konsumen di Australia (60.4%) dan Inggris

(82%) (FSNZA 2008).

Gambar 10. Keyakinan terhadap kinerja BPOM

14 57 33 19 1 15

Persentase (%)

Sangat yakin Yakin NetralTidak yakin Sangat tidak yakin Tidak tahu

Rataan = 2.86

Standar deviasi = 1.395

Page 35: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

24

Gambar 11. Kepuasan terhadap kinerja BPOM

Kesadaran responden terhadap keberadaan BPOM juga ditunjukkan dengan

data yang menyebutkan bahwa sembilan dari sepuluh responden pernah

mendengar dan mengetahui BPOM dan tujuh dari sepuluh responden mengetahui

peran dari BPOM. Rata-rata penilaian responden terhadap keyakinan dan

kepuasan kinerja yang telah dilakukan BPOM dalam upaya pelayanan dan

pembinaan keamanan pangan menunjukkan penilaian yang berada di kisaran

netral dengan standar deviasi yang tinggi yang menunjukkan sebaran penilaian

yang luas. Meskipun demikian, mayoritas responden merasa yakin (41%) dan

puas (37.4%) terhadap kinerja BPOM.

Korelasi Antara Variabel

Analisis korelasi antara variabel digunakan untuk mengetahui korelasi

antara variabel sehingga dapat dianalisis lebih lanjut. Analisis korelasi yang

digunakan dalam penelitian adalah korelasi Spearman. Analisis korelasi Spearman

merupakan analisis korelasi statistika nonparametrik untuk jenis data ordinal yang

diperkenalkan oleh Charles Spearman untuk mengukur kekuatan hubungan antara

dua variabel (Hauke dan Kossowski 2011). Analisis korelasi Spearman dilakukan

dengan menggunakan perangkat lunak SPPS 16.0 for windows. Luaran dari proses

analisis ini berupa tabel koefisien korelasi serta taraf signifikasi sehingga dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi, kekuatan, serta arah dari

korelasi dua variabel yang diuji. Tabel intepretasi koefisien korelasi Spearman

menurut De Vaus (2002) disajikan di bawah ini (Tabel 9).

Tabel 9. Interpretasi koefisien korelasi Spearman

Koefisien korelasi spearman Kekuatan hubungan

0.00 Tidak ada hubungan

0.01-0.09 Hubungan kurang berarti

0.10-0.29 Hubungan lemah

0.30-0.49 Hubungan moderat

0.50-0.69 Hubungan kuat

0.70-0.89 Hubungan sangat kuat

>0.90 Hubungan mendekati sempurna

6 52 34 27 2 18

Persentase (%)

Sangat puas Puas Netral

Tidak puas Sangat tidak puas Tidak tahuRataan = 2.86

Standar deviasi = 1.395

Page 36: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

25

Korelasi antara pendidikan, pengeluaran, serta keyakinan responden

terhadap kebersihan penyaluran pangan

Tingkat pendidikan responden berkorelasi positif dengan besar pengeluaran

dengan kekuatan hubungan moderat dan signifikan pada taraf 0.01 (Tabel 10).

Pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakteristik yang saling berkaitan,

dimana pendidikan akan mempengaruhi jenis pekerjaan (Sumarwan 2003) yang

kemudian akan berkaitan pula dengan besar pemasukan individu tersebut. Dari

kajian ini nampak bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi

cenderung semakin besar pengeluaran untuk kebutuhan pangan. Namun, dalam

penelitian ini tidak nampak hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan

dan besar pengeluaran terhadap keyakinan kebersihan penyaluran pangan (Tabel

10). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik responden tidak berpengaruh

terhadap keyakinan kebersihan penyaluran pangan yang menunjukkan pula

tingkat kesadaran yang sama pada semua responden.

Tabel 10. Korelasi tingkat pendidikan, pengeluaran, dan keyakinan kebersihan

penyaluran pangan

Pendidi-

kan

Keyakinan kebersihan

penyaluran pangan Pengeluaran

Spear-

man's

rho

Pendidikan Koefisien korelasi 1.000 0.116 0.326**

Sig. (2-arah) . 0.173 0.000

N 139 139 139

Keyakinan

kebersihan

penyaluran

pangan

Koefisien korelasi 0.116 1.000 0.069

Sig. (2-arah) 0.173 . 0.417

N 139 139 139

Pengeluaran Koefisien korelasi 0.326**

0.069 1.000

Sig. (2-arah) 0.000 0.417 .

N 139 139 139

**. Korelasi signifikan pada taraf 0.01 (2-arah).

Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi

terbalik dengan prioritas tempat belanja pertama. Semakin tinggi tingkat

pendidikan maka cenderung semakin tidak memilih tukang sayur sebagai prioritas

belanja pertama. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan

kewaspadaan dan kesadaran seseorang, sehingga responden cenderung lebih

waspada terhadap keamanan produk yang dijual. Data tabulasi silang juga

menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang berpendidikan sarjana lebih

memilih swalayan yang dianggap lebih menjamin keamanan produk daripada

tukang sayur.

Page 37: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

26

Tabel 11. Korelasi tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan prioritas pertama

tempat belanja serta faktor belanja pangan olahan dan segar

Tempat belanja I

Faktor belanja

olahan I

Faktor belanja

segar I

Spear

-

man's

rho

Pendidikan Koefisien korelasi -0.218**

0.247**

0.213*

Sig. (2-arah) 0.010 0.003 0.012

N 139 139 139

Pengeluaran Koefisien korelasi -0.072 0.167* 0.177

*

Sig. (2-arah) 0.400 0.049 0.037

N 139 139 139

Tempat

belanja I

Koefisien korelasi 1.000 0.159 0.060

Sig. (2-arah) . 0.061 0.484

N 139 139 139

Faktor

belanja

olahan I

Koefisien korelasi 0.159 1.000 0.738**

Sig. (2-arah) 0.061 . 0.000

N 139 139 139

Faktor

belanja segar

I

Koefisien korelasi 0.060 0.738**

1.000

Sig. (2-arah) 0.484 0.000 .

N 139 139 139

**. Korelasi signifikan pada taraf 0.01 (2-arah).

*. Korelasi signifikan pada taraf 0.05 (2-arah).

Tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan faktor prioritas pertama

belanja pangan olahan dan segar dengan hubungan yang lemah dan signifikan

pada taraf 0.01 dan 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa harga tetap menjadi

prioritas bagi semua responden meskipun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

Besar pengeluaran tidak berkorelasi dengan prioritas tempat belanja namun

berkorelasi positif dengan faktor prioritas pertama belanja pangan olahan dan

segar namun dengan kekuatan hubungan yang lemah. Hal ini menunjukkan ada

kecenderungan bahwa responden dengan pendidikan yang tinggi pun tetap

berusaha untuk seekonomis mungkin dalam memenuhi kebutuhan pangan

sehingga kurang memprioritaskan aspek keamanan.

Faktor prioritas pertama belanja pangan olahan dan segar saling berkorelasi

positif sehingga responden yang memilih harga sebagai prioritas pertama dalam

berbelanja pangan olahan akan memilih faktor yang sama ketika berbelanja

pangan segar.

Data pada Tabel 12 menunjukkan pendidikan tidak berkorelasi secara

signifikan terhadap keyakinan dan kepuasan kinerja BPOM. Pengeluaran

berkorelasi negatif dengan hubungan yang lemah dan signifikan terhadap

keyakinan namun tidak berkorelasi signifikan terhadap kepuasan. Keyakinan dan

kepuasan berkorelasi positif dengan hubungan kuat dan signifikan pada taraf 0.01.

Semakin tinggi keyakinan responden maka semakin tinggi tingkat kepuasan

responden terhadap kinerja BPOM.

Page 38: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

27

Tabel 12. Korelasi antara tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan keyakinan

dan kepuasan kinerja BPOM

Keyakinan

kinerja BPOM

Kepuasan

kinerja BPOM

Spearman’

s rho

Pendidikan Koefisien korelasi -0.070 -0.066

Sig. (2-arah) 0.410 0.440

N 139 139

Pengeluaran Koefisien korelasi -0.206* -0.137

Sig. (2-arah) 0.015 0.108

N 139 139

Keyakinan kinerja

BPOM

Koefisien korelasi 1.000 0.682**

Sig. (2-arah) . 0.000

N 139 139

**. Korelasi signifikan pada taraf 0.01 (2-arah).

*. Korelasi signifikan pada taraf 0.05 (2-arah).

Tingkat pendidikan dan pengeluaran berkorelasi positif dengan perilaku

responden dalam menerapkan lima kunci keamanan pangan seperti yang

ditunjukkan dalam Tabel 13. Tingkat pendidikan berkorelasi lemah dan signifikan

pada taraf 5% namun tingkat pengeluaran berkorelasi moderat dan signifikan pada

taraf 1%. Hal ini sesuai dengan pendapat Bektas et al. (2011) bahwa pendapatan

dan tingkat pendapatan yang tinggi serta keberadaan orang lanjut usia di rumah

tangga meningkatkan kemungkinan pengetahuan keamanan pangan yang baik.

Tabel 13. Korelasi antara tingkat pendidikan dan pengeluaran dengan perilaku

dalam penyiapan dan pengolahan pangan

Penggunaan

air bersih

Menjaga

kebersihan

Mema-

sak

Memisah-

kan

Menyim-

pan

Keselu-

ruhan

Pendidikan Koefisien

korelasi . 0.282

** -0.039 0.184

* 0.124 0.208

*

Sig. (2-arah) . 0.001 0.647 0.030 0.147 0.014

N 139 139 139 139 139 139

Pengeluaran Koefisien

korelasi . 0.264

** 0.038 0.268

** 0.211

* 0.349

**

Sig. (2-arah) . 0.002 0.660 0.001 0.013 0.000

N 139 139 139 139 139 139

**. Korelasi signifikan pada taraf 0.01 (2-arah).

*. Korelasi signifikan pada taraf 0.05 (2-arah).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesadaran dan persepsi konsumen terhadap risiko keamanan pangan

ditunjukkan dengan kesadaran dan perhatian responden terhadap isu-isu

keamanan pangan yang berkembang di masyarakat sudah cukup baik. Namun,

perhatian terhadap isu pangan hasil rekayasa genetik dan iradiasi masih kurang

sehingga responden masih belum tahu dan cenderung tidak yakin terhadap

Page 39: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

28

keamanan produk tersebut. Keyakinan responden terhadap kebersihan penyaluran

pangan menunjukkan proporsi yang seimbang antara yakin dan tidak yakin

dengan kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin cenderung

tidak yakin.

Prioritas pertama tempat berbelanja responden adalah tukang sayur (41%)

disusul dengan pasar tradisional (31.7%) dan warung kelontong (29.5%). Harga

menjadi pilihan pertama aspek yang diperhatikan responden ketika berbelanja

pangan olahan maupun segar dibandingkan dengan faktor mutu dan keamanan.

Mayoritas responden (96%) sudah memisahkan antara produk pangan dan non

pangan dalam tempat yang berbeda ketika berbelanja.

Aspek menjaga kebersihan sebagai kunci pertama keamanan pangan sudah

dilaksanakan dengan baik oleh mayoritas responden, namun masih cukup banyak

responden yang melanjutkan memasak setelah memecah telur mentah dan hanya

menahan pada air mengalir atau merendam untuk membersihkan buah dan sayur.

Praktik pencegahan kontaminasi silang secara umum telah dilakukan dengan

benar oleh responden namun masih kurang dalam perilaku menyimpan pangan

segar di refrigerator dimana hanya satu responden yang menyimpan dengan benar

pada rak paling bawah. Aspek memasak dengan benar masih belum dilakukan

dengan benar. Responden cenderung menusuk dan mencicipi untuk memastikan

kematangan dibandingkan dengan melihat suhu minimal pengolahannya.

Mayoritas responden juga telah melakukan penyimpanan produk pangan pada

tempat yang benar namun masih ada 8.63% responden yang menyimpan pangan

sisa pada suhu ruang. Aspek terakhir adalah penggunaan air bersih dan bahan

yang aman telah dilakukan dengan baik oleh responden. Hasil skoring pada

penerapan lima kunci keamanan pangan menunjukkan rata-rata nilai masuk dalam

kategori baik (rata-rata= 4) dengan standar deviasi yang cukup lebar (0.3789).

Nilai standar deviasi yang tinggi menunjukkan sebaran nilai yang luas sehingga

masih ada aspek yang belum dilaksanakan dengan baik khususnya pada aspek

memasak dengan suhu yang benar.

Mayoritas responden telah menerima informasi keamanan pangan melalui

berbagai media dengan televisi sebagai media yang paling berpengaruh terhadap

perilaku responden (82%). Mayoritas responden menganggap fungsi pengawasan

dan pengaturan keamanan pangan berada di BPOM (56.8%) dan Kementerian

Kesehatan (22.3%). Responden sudah menyadari dengan baik keberadaan BPOM

dengan penilaian keyakinan dan kepuasan kinerja yang netral.

Tingkat pendidikan responden berkorelasi positif dengan besar pengeluaran

dengan kekuatan hubungan moderat dan signifikan pada taraf 0.01. Hubungan

antara tingkat pendidikan dan besar pengeluaran terhadap keyakinan kebersihan

penyaluran pangan tidak signifikan. Tingkat pendidikan berkorelasi terbalik

dengan prioritas tempat belanja pertama. Tingkat pendidikan berkorelasi positif

dengan faktor prioritas pertama belanja pangan olahan dan segar dengan

hubungan yang lemah dan signifikan pada taraf 0.01 (pangan olahan) dan 0.05

(pangan segar). Besar pengeluaran tidak berkorelasi dengan prioritas tempat

belanja namun berkorelasi positif dengan faktor prioritas pertama belanja pangan

olahan dan segar namun dengan kekuatan hubungan yang lemah. Pendidikan tidak

berkorelasi secara signifikan terhadap keyakinan dan kepuasan kinerja BPOM.

Pengeluaran berkorelasi negatif dengan hubungan yang lemah dan signifikan

terhadap keyakinan namun tidak berkorelasi signifikan terhadap kepuasan.

Page 40: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

29

Keyakinan dan kepuasan berkorelasi positif dengan hubungan kuat dan signifikan

pada taraf 0.01. Tingkat pendidikan dan pengeluaran berkorelasi positif dengan

perilaku responden dalam menerapkan lima kunci keamanan pangan.

Penyebaran informasi keamanan pangan harus terus dilakukan untuk

memberikan kesadaran dan perhatian masyarakat terhadap risiko keamanan

pangan. Penyebaran informasi dan edukasi konsumen mengenai keamanan pangan

melalui televisi dapat menjadi pilihan yang paling baik untuk meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya masyarakat dengan tingkat

ekonomi menengah ke bawah dan tingkat pendidikan rendah.

Pengawasan dan sosialisasi terhadap pedagang sayur keliling dibutuhkan

untuk menjaga keamanan produk karena sebagian besar responden mendapatkan

produk dari pedagang sayur keliling. Promosi dan edukasi lima kunci keamanan

pangan harus terus dilakukan sehingga seluruh prinsip-prinsip keamanan pangan

rumah tangga dapat diketahui dan diterapkan dengan baik.

Saran

Penelitian yang telah dilakukan ini dapat menjadi dasar untuk memonitor

dan melakukan kajian lebih dalam mengenai kesadaran dan perilaku keamanan

pangan rumah tangga. Kajian yang lebih mendalam dan spesifik dibutuhkan untuk

mengetahui lebih jauh bagaimana perilaku ibu rumah tangga dalam menerapkan

prinsip-prinsip keamanan pangan. Studi observasional baik melalui pengamatan

lapangan atau perekaman perilaku dapat memberikan kondisi yang lebih riil

terhadap perilaku ibu rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JB, Shuster TA, Hansen KE, Levy AS, Volk A. 2004. A cameras’s

view of consumer food-handling behaviors. J of the American Diet. Assc.

104(2):186-191.

Banumathy S, Hemameena M. 2006. Analysis of brand preference of soft drinks

in the global environment. Ind. J. Marketing. 36(6):12-16.

Bektas ZK, Miran B, Uysal OK, Gunden C. 2011. Consumer awareness for food

safety in Turkey. Bulgarian J of Agr Sci. 17(4):470-483.

Burns WJ. 2004. Risk Perception: A review. Los Angeles (US): Center for Risk

and Economic Analysis of Terrorisme Events. University of Southern

California.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan . 2013. Latar belakang BPOM.

[internet]. [diacu 2013 Juni 18]. Tersedia dari:

http://pom.go.id/pom/profile/latar_belakang.php

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2010. Peran serta konsumen dalam

menjaga keamanan pangan. InfoPOM Volume XI. No. 3 Mei-Juni 2010 ISSN

1829-9334. Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Laporan tahunan 2011.

Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Page 41: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

30

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus penduduk 2010 [internet]. [diacu 2013

Juni 18]. Tersedia dari: http://sp2010.bps.go.id/

De Vaus DA. 2002. Surveys in Social Research. 5th Edition. Crows Nest (AU):

Allen & Unwin.

DeWall CS, Nadine R. 2005. Food safety around the world. Washington (US):

Center for Science in the Public Interest.

Engel. J.F,Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Edisi Ke- 6.

Jilid 1. Budiyanto FX. penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.

Fitri RN. 2007. Persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajanan

anak sekolah dasar di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

[FightBAC!]. 2013. Cook fact sheet. . [internet]. [diacu 2013 Juni 18]. Tersedia

dari: http://fightbac.org/safe-food-handling/cook

[FSNZA] Food Standards Australia New Zealand. 2008. Consumer attitudes

survey 2007: A benchmark survey of consumers’ attitude to food issue.

Canberra (AU): Food Standards Australia New Zealand.

Hauke J, Kossowski T. 2011. Comparison of values of pearson’s and spearman’s

correlation coefficients on the same sets of data. Quaestiones Geographicae

30(2).

[ICGFI] International Consultative Group on Food Irradiation. 1999. Facts about

food irradiation. Viena (AT): International Consultative Group on Food

Irradiation.

Jay JM, Loessner MJ, Golden DA. 2005. Modern food microbiology seventh

edition. New York (US): Springer.

[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

[internet]. [diacu 2013 Juni 18]. Tersedia dari:

http://kamusbahasaindonesia.org/kesadaran

Kotler. P. 2001. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta (ID): Salemba 4.

Kusomowinahyu RRSB. 2005. Kajian serologis terhadap Salmonella SP sebagai

landasan pengembangan metoda diagnostic [Tesis]. Bogor (ID) :Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Leibtag ES, Kaufman PR. 2003. Exploring food purchase bahavior of low-income

households. how do they economize?. Agr Info Bulletin. 747-07.

Merril CJ, Lowenstein LR. 1971. Media, Massage and Man: New Perspective in

Communication. New York (US): David Mckey Co.

Nurjanah S. 2006. Kajian sumber cemaran mikrobiologis pangan pada beberapa

rumah makan di lingkar kampus IPB Darmaga Bogor. J Ilmu Pertanian

Indonesia. 11( 3):18-24. doi: 0853-4217.

Oksowela T. 2008. Persepsi konsumen terhadap tanggal kadaluwarsa berdasarkan

faktor mutu dan keamanan pangan pada label kemsan produk pangan di daerah

bogor dan sekitarnya [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Patil. Sumeet R, Sheryl C, Roberta M. 2005. Consumer food safety knowledge.

practices and demographic differences: finding from a meta-analysis. J of Food

Protection. 68(9):1884-1894.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan. 2013. Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 127

Page 42: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

31

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 701 Tahun 2009 tentang

Pangan Iradiasi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang

Keamanan. Mutu dan Gizi Pangan. 2004. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 107.

Prabhakar SVRK, Sano D, Srivastava N. 2010. Food safety in the Asia-Pacific

Region: current status. policy perspectives. and a way foward. In Sustainable

consumption and production in the Asia-Pacific Region: Effective responses in

a resource constrained world. Institute for Global Envoromental Strategies.

white paper III. pp 215-328. Hayama (JP): Institute for Global Envoromental

Strategies.

Sangkumchaliang P, Huang W. 2012. Consumers’ perceptions and attitudes of

organic food products in northern Thailand. International Food and

Agribusiness Management Review. 15( 1).

Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES.

Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dan penerapannya dalam

pemasaran. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.

Swamy MB, Kumar TA, Rao KS. 2012. Buying behaviour of consumers towards

instant food products. International J of Research and Computational

Technology. 2(2). doi:0975-5465.

Tucker M, Whaley SR, Sharp JS. 2006. Consumer perceptions of food-related risk.

International Journal of Food Science and Technology. 41(2):135-146.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Lembar Negara Nomor 227.

Verma C, Nanda S, Singh RK, Singh RB, Mishra S. 2011. A review on impacts of

genetically modified food on human health. The Open Nutraceuticals J. 4 (3).

[WHO] World Health Organization. 2006. Five keys to safer food manual.

Geneva (SW): Department of food safety, zoonoses and foodborne disease

World Health Organization .

Wilcocky A, Pun M, Khanonax J, Aung M. 2004. Consumer attitudes. knowledge

and behaviour: a review of food safety issues. Trends in Food Sci & Technol.

15:56–66.

Page 43: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

32

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel nilai korelasi r

Derajat Bebas Taraf Kepercayaan Derajat Bebas Taraf Kepercayaan

5% 1%

5% 1%

1 0.999 1.000 16 0.468 0.575

2 0.950 0.990 17 0.456 0.561

3 0.878 0.959 18 0.444 0.549

4 0.811 0.917 19 0.443 0.537

5 0.754 0.874 20 0.432 0.526

6 0.707 0.834 21 0.413 0.526

7 0.666 0.798 22 0.404 0.515

8 0.632 0.765 23 0.396 0.505

9 0.602 0.735 24 0.338 0.495

10 0.576 0.708 25 0.381 0.485

11 0.553 0.684 26 0.374 0.478

12 0.532 0.661 27 0.367 0.463

13 0.497 0.623 28 0.361 0.463

14 0.497 0.606 29 0.355 0.456

15 0.482 0.590 30 0.349 0.449

Page 44: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

33

Lampiran 2. Pengkodean dan prosedur entri jawaban

Blok

Nomor

pertanyaan Pengkodean (coding) Keterangan

1 1, 2, 3,4, 5,

6 A=1; B=2; C=3; D=4; E=5

Menyesuaikan

dengan banyaknya

pilihan jawaban

2

1, 3, 4, 5

A=1; B=2; C=3; D=4; E=5; F=6

Menyesuaikan

dengan banyaknya

pilihan jawaban

2 Ya=1; Tidak=0

6 Ya=1; Tidak=0; Tidak tahu=2

3

1 Swalayan=1; Pasar tradisional=2;

Pasar modern=3; Tukang sayur=4;

Toko retail=5; Warung=6

2

Harga=1; Mutu=2; Noreg

BPOM=3; Merk=4; Nama

perusahaan=5; Berat bersih=6;

Kedaluwarsa=7; Kehalalan=8;

Komposisi=9; Nilai gizi=10

3 Harga=1; Mutu=2; Keamanan=3

4 Ya=1; Tidak=0; Tidak tahu=2

4

1, 9 Ya=1; Tidak=0

2 Ya=1; Tidak=0; Kadang-kadang=2

3, 4, 5, 6,

7, 8, 10,

11, , 12 A=1; B=2; C=3; D=4; E=5; F=6

Menyesuaikan

dengan banyaknya

pilihan jawaban

5

1, 4, 5 Ya=1; Tidak=0

2, 3, 6, 7

A=1; B=2; C=3; D=4; E=5; F=6;

G=7; H=8

Menyesuaikan

dengan banyaknya

pilihan jawaban

Semua jawaban yang telah dipilih oleh responden harus dilakukan pengkodean

terlebih dahulu. Entri data dilakukan pada kolom variabel yang sesuai dengan

nomor pertanyaan (file SPSS terlampir). Cara entri data lebih lanjut dijelaskan

sebagai berikut:

1. Buka file entridata.sav,buka tab data view

2. Pada tab data view akan muncul kolom dengan nama variabelnya

misalnya B31, maka kolom tersebut adalah kolom jawaban untuk

pertanyaan blok 3 pertanyaan nomor 1. Contoh lain misalnya B51a (Blok

5 pertanyaan/pernyataan nomor 1 poin a); B31_I (Blok 3 pertanyaan

nomor 1 pilihan/urutan jawaban pertama)

3. Entri data pada kolom variabel yang sesuai

4. Simpan file yang telah berisi data kuesioner dengan mengklik menu file-

save (ctrl+s) atau gambar disket pada tool bar

Page 45: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

34

Lampiran 3. Prosedur skoring blok 4

No Aspek No pertanyaan jumlah pilihan

jawaban

Kode

jawaban Score Keterangan

1

Pengguna

an air

bersih

1 2 A 5

B 0

2

Menjaga

kebersih-

an

2 3 A 5

B 3

C 0

3 5 C 5

B 3

A,E 0

D -

Tidak

dihitung

4 5 C 5

B 3

A,E 0

D -

Tidak

dihitung

7 5 A,D 5

B 3

C 2

E 0

3

Memasak

dengan

benar

8 6 E 5

A 4

C 3

B,D,F 2

4

Mence-

gah

kontami-

nasi

silang

5 4 C 5

B 3

A,D 0

6 5 C, D 5

B 3

A,E 0

9 2 B 5

A 0

5

Menyim-

pan pada

suhu

yang

benar

10 3 B 5

A,C 0

11 7 D 5

A 4

B,E 3

C 1

F 0

12 4 B 5

C 3

A,D 0

Prosedur pengolahan data

1. Jawaban pada kuesioner yang telah dimasukkan dalam program SPPS di-

copy ke program Microsoft excel

2. Angka kode disesuaikan dengan score yang telah ditentukan diatas

3. Hitung rata-rata pada setiap aspek dengan menjumlah skor tiap jawaban

dengan jumlah soal, khusus untuk aspek menjaga kebersihan jika jawaban

Page 46: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

35

pada pertanyaan nomor 3 dan 4 adalah D maka hasil penjumlahan hanya

dibagi dengan 2 bukan 4

4. Hitung rata-rata nilai keseluruhan dengan menjumlah nilai rata-rata tiap

aspek dibagi dengan banyak aspek

Page 47: KAJIAN KESADARAN DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA … · 2008 300 000 bayi sakit karena susu formula tercemar India - 8 000-100 000 kasus setiap tahun, 1 000 kematian Republik Korea

36

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mochamad Sobich

Maimun, dilahirkan di Lumajang, 22 Agustus 1990. Penulis

merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan

bapak Siksono (alm) dan ibu Dewi Mariyah. Pada tahun

1997 hingga tahun 2003 penulis menyelesaikan jenjang

Madrasah Ibtidaiyah Nurul Islam Klanting. Kemudian pada

tahun 2003 hingga tahun 2006, penulis melanjutkan

pendidikan di SLTP Negeri 1 Sukodono. Pada tahun yang

sama penulis diterima di SMA 2 Lumajang melalui jalur undangan hingga lulus

pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor

dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur USMI pada tahun yang sama.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

keorganisasian antara lain sebagai Local committee Director of International

Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) LC IPB tahun

2011-2012, Project Officer Indonesian Food Expo Himitepa IPB 2012 serta

Wakil ketua Paguyuban Penerima Beasiswa Karya Salemba empat IPB tahun

2011. Penulis juga berkesempatan untuk menjadi presenter karya tulis ilmiah pada

berbagai symposium internasional seperti SUIJI Symposium, Bogor Agricultural

University, Bogor-Indonesia (2012); TRI-U Joint Seminar and Symposium, Bogor

Agricultural University, Bogor-Indonesia (2012) dan Good Practices Program,

Niigata University, Niigata-Jepang (2013). Selama kuliah, penulis juga

berkesempatan mendapatkan Beasiswa PPA, Karya Salemba Empat Unggul serta

Beasiswa pertukaran pelajar ke spanyol melalui program Erasmus Mundus Action

II. Pada tahun 2013 penulis juga mendapatkan penghargaan sebagai peringkat

ketiga mahasiswa berprestasi Institut Pertanian Bogor .

Sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan magang penelitian pada Direktorat

Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan

Makanan dengan judul skripsi “Kajian Kesadaran dan Perilaku Ibu Rumah

Tangga Terhadap Keamanan Pangan di Kota dan Kabupaten Bogor “.