komisaris independen

25
KOMISARIS INDEPENDEN Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris, keberadaan Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karna di dalam praktek sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik ( pemegang saham minorotas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya. Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan. Disadari bahwa menurut UUPT semua komisaris pada hakekatnya harus bersikap independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata untuk kepentingan perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain. Dengan demikian tanpa harus mempertentangkan, pengertian Komisaris Independen di dalam UUPT sama dengan anggota Dewan Komisaris.

Upload: kezia-olivia-tiffany-halim

Post on 30-Jul-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Komisaris Independen

KOMISARIS INDEPENDEN

Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris, keberadaan

Komisaris Independen adalah sangat diperlukan. Secara langsung keberadaan Komisaris

Independen menjadi penting, karna di dalam praktek sering ditemukan transaksi yang

mengandung benturan kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik

( pemegang saham minorotas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di Indonesia

yang menggunakan dana masyarakat di dalam pembiayaan usahanya.

Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan

Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari

hubungan bisnis atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak

independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Disadari bahwa menurut UUPT semua komisaris pada hakekatnya harus bersikap

independen dan diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara independen, semata-mata

untuk kepentingan perusahaan, terlepas dari pengaruh berbagai pihak yang memiliki kepentingan

yang dapat berbenturan dengan kepentingan pihak lain. Dengan demikian tanpa harus

mempertentangkan, pengertian Komisaris Independen di dalam UUPT sama dengan anggota

Dewan Komisaris.

Pertimbangan Independen adalah cara pandang atau penyelesaian masalah dengan

mengesampingkan kepentingan pribadi dan menghindari benturan kepentingan.

Profesional adalah penguasaan tugas atau pekerjaan yang didasarkan kepada keahlian dan

keterampilan yang teruji serta dukungan dedikasi dan etika profesi.

Stakeholders adalah seluruh pihak yang memiliki kepentingan secara langsung atau tidak

langsung terhadap kesinambungan perusahaan, termasuk didalamnya pemegang saham,

karyawan, pemerintah, pelanggan, pemasok kreditor, dan masyarakat.

Benturan Kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan

dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris atau pemegang saham utama

perusahaan.

Good Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ

perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara berkesinambungan dalam

Page 2: Komisaris Independen

jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder

lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

1. Afiliasi adalah :

a. Hubungan keluarha karena perkawinan dan keturunan sampai

derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertical;

b. Hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur , atau komisaris dari pihak tersebut;

c. Hubungan anatara 2 perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau

dewan komisaris yang sama;

d. Hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung,

mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut.

e. Hubungan anatara 2 perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak

langsung, oleh Pihak yang sama ; atau

f. Hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.

2. Jabatan Eksekutif adalah jabatan yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan

untuk kepentingan dan atas beban perusahaan.

3. Pemegang Saham Pengendalian adalah pemegang saham yang memiliki 20% atau lebih

saham perusahaan yang ditempatkan, atau pemegang saham yang memiliki kemampuan

untuk menentukan baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun

pengelolaan dan atau kebijaksanaan perusahaan merkipun jumlah saham yang dimiliki

kurang dari 20%

4. Pertimbangan Independen adalah cara pandang atau penyelesaian masalah dengan

mengesampingkan kepentingan pribadi dan menghindari benturan kepentingan.

5. Profesional adalah penguasaan tugas atau pekerjaan yang didasarkan kepada keahlian dan

keterampilan yang teruji serta didukung oleh dedikasi dan etika profesi.

6. Stakeholders adalah seluruh pihak yang memiliki kepntingan secara langsung di dalam

pemegang saham, karyawan, pemerintah, pelanggan, pemasok, kreditor dan masyarakat.

Misi Komisaris Independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan menempatkan kesetaraan(fairness) di antara berbagai kepentingan perusahaan dan kepentingan stakeholder sebagai prinsip utama dalam pengambilan keputusan oleh Dewan Komisaris.

Page 3: Komisaris Independen

Komisaris independen harus mendorong diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola perusahaan yang baik ( Good Corporate Governance) pada perusahaan di Indonesia.

Tanggung Jawab Komisaris Independen

Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik(Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris Independen harus secara pro aktif mengupayakan agar Dewan Komisais melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi yang terkait, namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut :

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektivitas strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer profesional.c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem

audit yang bekerja dengan baik.d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupn

nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik.f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governance dipatuhi dna

diterapkan dengan baik.

Tugas Komisaris Independen yang dimaksud pada butir F di atas antara lain berupa:

a. Menjamin transparasi dan keterbukaan laporan keuangan perusahaan.b. Pelakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas dan stakeholder yang lain.c. Diungkapkannya transaksi yang mengandung benturan kepentingan secara wajar dan

adil.d. Kepatuhan perusahaan pada perundangan dan peraturan yang berlakue. Menjamin akuntabilitas organ perseroan.

Wewenang Komisaris Independen

1. Komisaris independen mengetuai komite audit dan kimite nominasi.2. Komisaris independen berdasarkan pertimbangan yang rasional dan kehati-hatian berhak

menyampaikan pendapat yang berbeda dengan anggota dewan komisaris lainnya yang wajib dicatat dalam Berita Acara Rapat Dewan Komisaris dan pendapat yang berbeda yang bersifat material, wajib dimasukkan dalam laporan tahunan.

Page 4: Komisaris Independen

Posisi Komisaris Independen Dihadapkan dengan Posisi Board Of Director (BOD)

Secara teori dan praktik fungsi organ perseroan board of director/dewan direktur (BOD)

melakukan perbuatan kepengurusan, sedang fungsi dewan komisaris (Dekom) melakukan fungsi

kepengawasan, mereka harus melakukan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan perseroan.

Emmy Yuhassarie (2000) mempertanyakan seberapa besar pengaruh komisaris independen pada

dewan komisaris dalam komposisi 30% lawan 70%. Meskipun ada yang berpendapat bahwa

sepanjang komisaris independen dapat melakukan dissenting, maka tidak ada masalah. Namun

tujuan menghadirkan komisaris independen bukan sekedar dissenting, tetapi mampu

menyeimbangkan pengambilan keputusan dewan komisaris. Oleh sebab itu, harus ada tolak ukur

penilaian kinerja board of director/dewan direktur. Atau performa perusahaan membaik, maka

kepada siapa the credit goes?

Dalam konstruksi hukum perseroan terbatas, maka kinerja perseroan adalah performa board

of director/dewan direktur. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa BOD menjalankan fungsi

kepengurusan. Oleh sebab itu, dapat dipertimbangkan untuk membuat tolok ukur atau kondisi

untuk dapat menilai performa dari Dekom.

Board of Director adalah pilihan pemegang saham yang mewakili kepentingan mereka. Oleh

karena itu, dewan ini tidak independen, tetapi dalam setiap masalah berpihak kepada pemegang

saham.

Konsep ini berdasarkan pemikiran bahwa perseroan didirikan oleh pemilik sebagai pemegang

saham terutama untuk kepentingannya. Perbedaan kepentingan juga dapat terjadi di antara

pemegang saham. Tidak jarang Perusahaan yang terdaftar di Bursa efek, terdapat berbagai

kelompok pemegang saham yang mempunyai kepentingan yang berlainan, terutama bagi

perusahaan yang mempunyai pemegang saham mayoritas dan minoritas, kepentingan tidak selalu

searah. Keadaan ini termasuk di Indonesia, semua perusahaan yang diperdagangkan di Bursa

efek selalu dikuasai pemegang saham mayoritas.

Kedudukan pemegang saham minoritas yang jumlahnya besar dan tersebar tidak dapat

dipersatukan dan sering tidak terwakili dalam pengambilan keputusan, menyebabkan

kewenangan dan kedudukannya tidak terwakili dalam pengambilan keputusan.

Page 5: Komisaris Independen

Bentuk dan Kualitas Pengawasan

Efektifitas dari komisaris independen sangat tergantung bagaimana desain dan kualitas

pengawasan harus diterapkan secara terus menerus, perilaku dan tanggung jawab hukum

terhadap komisaris, kedudukan komisaris independen didesain dan dituangkan kedalam anggaran

dasar perseroan. Keterkaitan antara aspek pengawasan dan tanggung jawab yuridis di dalam

setiap langkah usaha yang dilakukan manajemen akan sangat mempengaruhi kemandirian dan

keputusan yang dibuat oleh komisaris independen.

Kemampuan dan pemahaman komisaris indenpen terhadap bidang usaha emiten akan sangat

mempengaruhi persetujuan dan keputusan yang dibuat, sesuai dengan tanggung jawab emiten

terhadap pemegang sahamnya. Komisaris independen tidak boleh secara gegabah memberikan

persetujuannya terhadap transaksi atau kegiatan emiten, yang secara material mengandung

informasi yang tidak benar atau menyesatkan (Pasal 80 ayat 1 UUPasar Modal No.8/1995)

Menurut Indra Safitri, seluruh keputusan yang dibuat oleh komisaris independen, tidak

terpisahkan dari berjalannya mekanisme internal kontrol di tubuh emiten termasuk adanya

komite audit. Komite audit memproses calon auditor eksternal termasuk imbalan jasa untuk

disampaikan ke dewan komisaris. Anggota Komite audit disesuaikan dengan kompleksitas

perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi

perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah,

perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana dari masyarakat, perusahaan yang produk

dan jasanya dipergunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas

terhadap kelestarian lingkungan.

Komite audit diketuai oleh komisaris independen, dan anggotanya terdiri dari komisaris dan

atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang anggota memiliki latar belakang dan

kemampuan akuntansi dan keuangan.

Ada rasa was was bila kita mencoba untuk melihat realita etika, kepatuhan hukum dan

praktik bisnis di Indonesia saat ini, menyangkut peran dari komisaris independen yang

ditempatkan di jajaran pengurus emiten.

Soal sejauh mana kesungguhan dan kesanggupan komisaris independen untuk dapat benar

benar independen dan mampu menolak pengaruh, intervensi atau tekanan dari manajemen atau

pemegang saham mayoritas yang memiliki kepentingan atas transaksi atau keputusan tertentu.

Page 6: Komisaris Independen

Sebab rata rata struktur kepemilikan saham emiten, masih terkait kontrol mayoritas pemegang

saham di dalam menjalankan perusahaannya, maka ketangguhan komisaris independen untuk

tidak menyerah dan terhindar dari unsur benturan kepentingan merupakan ujian berat. Jaman

Orde Baru banyak anak, saudara, cucu bahkan saudara jauh pejabat, petinggi atau mantan

jenderal yang duduk sebagai komisaris hanya sekedar bertujuan untu membuka akses hubungan

kousi antara pengusaha dan pemerintah. Sehingga pada waktu itu ada yang namanya komisaris

aktif dan tidak aktif.

1. Insentifitas pengawasan yang terus menerus mensyaratkan aktifitas dan perhatian setiap

individu yang terpilih sebagai komisaris independen, di dalam mengawasi kegiatan

perseroan tidak dapat terpecah dengan adanya pekerjaan atau kesibukan lainnya. Untuk

itu emiten yang memilki komisaris independen hendaknya mereka yang

berkemampuan , berpengetahuan serta mempunyai waktu dan intergritas yang tinggi di

dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang ada.

2. Kualitas pengawasan juga ditentukan oleh bagaiman desain pengambilan keputusan

bersama jajaran komisaris lainnya dan terpenuhi persyaratan yang ditentukan oleh bursa

efek. PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) di dalam peraturan pencatatan Efek No.1- A: tentang

Ketentuan Umum Pencatatan Efek yang bersifat Ekuitas di Bursa, dalam angka 1-a

menyebutkan tentang ratio komisaris independen yaitu: komisaris independen yang

jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh yang

bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen

sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris.

Menurut pendapat saya, apabila ingin mendapatkan akibat yang berarti terhadap kinerja

Dewan Komisaris, maka keanggotaan komisaris independen harus lebih dari jumlah sehingga

dapat outvoted dalam pengambilan keputusan. Alternatif lainnya adalah posisi yang lebih

menentukan atau memberikan pengaruh diberikan untuk posisi presiden komisaris. Dewan

komisaris dan dewan direksi bekerja untuk kepentingan perusahaan, baru kemudian pemegang

saham, bahkan dalam likuidasi pemegang saham memperoleh bagian terakhir (Pasal 149/2

UUPT). Persoalannya ialah pemegang saham juga investor, dan undang undang melindungi

kepentingan investor, mengapa setelah investor menjadi pemegang saham harus ditandingi

dengan komisaris independen, yang bekerja untuk kepentingan perseroan.

Page 7: Komisaris Independen

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terdapat kekuasaan untuk menyetujui suatu

rencana kerja perseroan, tetapi apabila menurut dewan direksi dan businnes judgement dari

dewan direksi, rencana tersebut wajib diubah, maka dewan direksi wajib menjalankan rencana

tersebut yang menurut pertimbangannya paling baik untuk dijalankan guna kepentingan

perseroan. Dengan demikian manakala kepentingan perseroan tidak sejalan dengan putusan

RUPS, maka dewan direksi harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan, sebab pada

akhirnya dewan direksi tidak dapat bersembunyi dibalik RUPS, atau komisaris, apabila

keputusan tersebut salah. Dengan kata lain, pemberian persetujuan RUPS, maupun komisaris

tidak dapat membebaskan direksi dari tanggung jawab atas kepengurusannya.

Perlu diperhatikan bahwa keputusan RUPS dan komisaris bukanlah tindakan kepengurusan,

karena instruksi tersebut tidak wajib dilaksanakan oleh direksi. Dengan demikian direksi tetap

independen, terutama untuk memutuskan apakah tindakan tersebut dilakukan atau tidak

dilakukan.

Hubungan Komite Audit dengan Komisaris Independen

Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006, komite audit

bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa (1) laporan keuangan disajikan

secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (2) struktur pengendalian

internal perusahaan dilaksanakan dengan baik (3) pelaksanaan audit internal maupun eksternal

dilaksanakan sesuai standar audit yang berlaku dan (4) tindak lanjut temuan hasil audit

dillaksanakan oleh manajemen

Tugas Dan Tanggung Jawab Komite Audit

Tugas dan pembentukan Komite audit adlah untuk memberdayakan fungsi komisaris dalam

melakukan pengawasan. Komite Audit yang efektif akan membantu terciptanya keterbukaan, dan

pelaporan keuangan yang berkualitas, ketaatan terhadap peraturan yang berlaku dan pengawasan

internal yang memadai (Antonius Alijoyo, Subarto Zaini: 004), dengan kata lain, komite audit

memungkinkan Komisaris melakukan pengawasan yang efektif dalam tiga bidang berikut:

laporan keuangan; hasil usaha perusahaan; Rencana jangka panjang.

Page 8: Komisaris Independen

KASUS 1

FORUM DISKUSI 12

MEMBEDAH KASUS LIPPO : PELAJARAN BAGI KOMISARIS INDEPENDEN

Hotel Le Meridien, 22 April 2003

Pembicara :

1. Mas Achmad Daniri – Sekjen Komnas GCG

2. Suryantoro Budisusilo – Ketua Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI)

3. Mirza Adityaswara – Pengamat Perbankan dan Pasar Modal

4. Lin Che Wei – Pengamat Investasi dan Pasar Modal

5. Mariam Darus – Remy and Darus Law Offices

6. Ahmadi Hadibroto – Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI

Kasus Bank Lippo yang terjadi baru-baru ini cukup menghentak dunia bisnis di Indonesia.

Kalangan bisnis, pengamat, investor serta otoritas keuangan langsung memberikan reaksi yang

berbeda-beda tentang kasus Bank Lippo. Berbagai komentar keras datang dari kubu pengamat.

Sorotan utama jelas kepada top management (Dewan Direksi dan Komisaris) yang dianggap

sebagai pelaku dan tersangka utama kasus tersebut. Hal ini wajar karena persetujuan laporan

keuangan berasal dari kedua organ tersebut.

Dampak dari kasus ini tidak bisa dianggap kecil. Dampak yang paling besar tentunya adalah

terhadap kepercayaan investor. Setelah dalam beberapa tahun terakhir membangun kembali

kepercayaan investor, dengan adanya kasus yang bisa dikategorikan sebagai penipuan publik ini,

kepercayaan investor terhadap perusahaan di Indonesia akan semakin terpuruk. Untuk itulah

Paguyuban Komisaris Independen Indonesia memandang perlu untuk menyelenggarakan Forum

Diskusi ke 12 dengan tema “Membedah Kasus Lippo: Pelajaran bagi Komisaris Independen”.

Dalam paparannya, Lin Che Wei menekankan beberapa hal yang telah terjadi di Bank Lippo

yang menurutnya sangat kontradiktif. Ia mengambil contoh penunjukan komisaris independen.

Menurut Keputusan Direksi BEJ, komisaris independen adalah komisaris yang tidak memiliki

hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali. Dalam

praktek yang dilakukan di Bank Lippo, seseorang yang jelas-jelas merupakan pemegang saham

pengendali ditunjuk sebagai komisaris independen. Jelas terjadi ketidaksinkronan antara

Page 9: Komisaris Independen

komisaris independen menurut aturan dengan yang diimplementasikan oleh manajemen Bank

Lippo.

Penggantian Dewan Komisaris dan Dewan Direksi Bank Lippo juga mencerminkan

ketidakadilan terhadap pemegang saham minoritas. Dari 9 komisaris yang ada, 5 berasal dari

pemerintah, sedangkan grup Lippo mencalonkan 4 komisaris. Dari komposisi ini jelas tercermin

tidak adanya perwakilan dari pemegang saham minoritas.

Mengenai ketidaktahuan Dewan Komisaris mengenai ketidakakuratan dalam laporan keuangan

(baik laporan tahunan, semester atau triwulan), Lin Che Wei menekankan bahwa tidak ada

alasan untuk itu. Hal ini dikarenakan seluruh laporan keuangan tanpa kecuali berada dibawah

pengawasan dewan komisaris. Tegasnya, ia menyatakan bahwa kasus Lippo merupakan

kulminasi dari kecacatan Anggaran Dasar perseroan serta kegagalan dari fungsi-fungsi

pengawasan yang seharusnya dijalankan secara optimal.

Mas Achmad Daniri memulai paparannya dengan menjelaskan bahwa cakupan pembahasannya

adalah mengenai proses pengambilan keputusan dalam masalah AYDA (Aset Yang Diambil

Alih). Karena menurutnya perbedaan penilaian AYDA yang menyebabkan perbedaan laporan

keuangan yang dipublikasikan. Kerangka pembahasannya adalah kerangka good corporate

governance dengan dasar pembahasan diambil dari informasi publik. Yang perlu digarisbawahi

menurutnya adalah bahwa meskipun AYDA merupakan aset yang harus segera dijual, namun

keputusan yang diambil harus melalui proses yang diformulasikan dari strategi yang jitu agar

nilai jualnya baik.

MIrza Adityaswara memaparkan mengenai permasalahan perbankan di Indonesia secara umum,

tidak secara spesifik membahas kasus Lippo. Ia menyoroti peranan bank yang sangat krusial

yaitu sebagai agen pembangunan. Mengingat peran tersebut maka bank harus memiliki investor

yang baik (kredibilitas yang tidak diragukan serta memiliki integritas yang tinggi). Hal ini

disebabkan karena industri perbankan merupakan industri yang kompleks, penuh dengan

peraturan-peraturan serta sangat bergantung pada kepercayaan para nasabah, dan ini semua

menyebabkan bank bertanggung jawab kepada masyarakat (public responsibility).

Senada dengan Lin Che Wei, ia menggarisbawahi bahwa penunjukan Dewan Komisaris di Bank

Lippo tidak memenuhi persyaratan, terutama tidak mewakili pemegang saham minoritas. Ia juga

menyoroti ketidakpekaan manajemen Bak Lippo terhadap public pressure yang sangat tinggi

namun tidak mendapat respon yang memadai dari pihak manajemen. Sebagai analis, ia

Page 10: Komisaris Independen

mensinyalir adanya tekanan oleh IMF terhadap pemerintah dalam kasus Bank Lippo. Mengenai

AYDA, Mirza menduga pada kasus Lippo AYDA kemungkinan besar digunakan sebagai salah

satu strategi buy back oleh grup Lippo.

Suryantoro Budisusilo yang mewakili profesi penilai (appraiser) menjelaskan bahwa saat ini

pemeriksaan penilai (appraiser) dalam kasus Lippo sudah selesai dilakukan oleh DJLK

Departemen Keuangan dan anggota MAPPI yang melakukan penilaian telah dijatuhi sanksi.

Pada dasarnya, sumber permasalahan yang ada berawal dari tidak diinformasikannya secara jelas

mengenai tujuan dari kegiatan penilaian (appraisal) oleh pihak manajemen kepada penilai. Baik

penilaian itu ditujukan dalam rangka penyusunan laporan keuangan atau untuk internal

manajemen (misalnya untuk kepentingan penyusunanbusiness plan). Sebagai aset non-

operasional dari sebuah bank, nilai AYDA haruslah berdasarkan nilai pasar.

Dalam kaitannya dengan kasus Lippo, Suryantoro menggarisbawahi 2 (dua) hal yang

menurutnya menarik untuk diperhatikan. Yang pertama adalah bahwa dalam kontrak kerja

penilai tidak disebutkan penilaian (appraisal) dilakukan untuk laporan keuangan, tetapi

disebutkan untuk kepentingan internal manajemen (tidak dijelaskan secara spesifik) dan oleh

penilai sudah diminta untuk tidak dipublikasikan. Hal yang terjadi kemudian malah sebaliknya,

hasil penilaian digunakan untuk laporan keuangan dan dipublikasikan.

Hal yang kedua adalah mengenai nilai AYDA yang tercantum dalam laporan keuangan. Pada

laporan keuangan tertera angka Rp. 1,4 triliun, sedangkan angka yang berasal dari penilai adalah

sebesar Rp. 1,2 triliun. Hal yang lazim dipraktekkan menurut Suryantoro adalah seharusnya nilai

yang tercantum dalam laporan keuangan lebih kecil dari angka yang disajikan oleh penilai,

bukan malah sebaliknya.

Ahmadi Hadibroto sebagai perwakilan dari auditor eksternal, membatasi pemaparannya hanya

kepada laporan keuangan dan hal-hal yang berkaitan dengan laporan keuangan. Sehingga 2 (dua)

hal yang menjadi fokus pembahasannya adalah mengenai audit atas laporan kwartalan dan

masalah AYDA. Berkaitan dengan fokus pembahasan yang pertama, ia mempertanyakan perihal

audit atas laporan kwartalan. Menurutnya tidak ada ketentuan yang mengharuskan tindakan audit

atas laporan kwartalan, baik itu dari BEJ maupun BAPEPAM.

Menurutnya AYDA bukanlah aset yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha perusahaan.

Sesuai dengan PSAK No. 31, AYDA harus dijual sesegera mungkin dan dinilai dari nilai jual

saat ini (netto). Fakta pada kasus Lippo adalah bahwa nilai AYDA masuk ke dalam laporan

Page 11: Komisaris Independen

keuangan bukan atas permintaan manajemen, namun akibat dari paksaan auditor eksternal. Hal

ini menurutnya wajar mengingat paksaan tersebut sesuai dengan standar praktek audit yang ada.

Senada dengan Suryantoro, Ahmadi menyarankan agar di masa yang akan datang hendaknya

manajemen diwajibkan untuk menyatakan secara spesifik dan konkrit tujuan dari penilaian

kepada penilai (appraiser), jangan hanya bersifat himbauan. Hal ini dipandang penting

mengingat begitu signifikannya pengaruh tujuan penilaian terhadap hasil penilaian nantinya.

Mengenai adanya laporan keuangan versi audited dan unaudited, menurutnya hal ini dipicu oleh

adanya kepanikan dari pihak manajemen dimana pada saat laporan tahunan perseroan harus

dipublikasikan, laporan keuangan yang dibuat oleh auditor belum disahkan secara formal. Ia

menegaskan bahwa isi laporan keuangan versi audited maupun unaudited seharusnya sama,

karena versi unaudited hanya tinggal menunggu disahkan saja.

Mariam Darus menyatakan bahwa kasus Lippo merupakan pelajaran penting untuk menguji

UUPT. Ia menggarisbawahi kewajiban komisaris dalam Perseroan Terbatas. Dalam KUHD,

komisaris merupakan kuasa dari RUPS, sehingga komisaris selalu mengacu kepada kepentingan

pemegang saham. Yang menarik adalah bahwa dalam UUPT komisaris mengemban amanat dari

Anggaran Dasar perseroan, sehingga dalam menjalankan fungsinya komisaris mengacu kepada

kepentingan perseroan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian pembicara serta masukan dari peserta forum adalah

bahwa kasus Bank Lippo menunjukkan kurangnya optimalisasi pengawasan yang dilakukan oleh

Dewan Komisaris, merujuk kepada pernyataan salah seorang komisaris yang mengakui bahwa ia

tidak melakukan pengawasan secara efektif akibat kesibukannya yang luar biasa pada jabatannya

yang lain.

Nuansa ketidak adilan terhadap pemegang saham minoritas sangat kental dalam kasus Bank

Lippo. Tidak adanya satupun perwakilan pemegang saham minoritas yang duduk pada kursi

direksi maupun komisaris perseroan merefleksikan bahwa prinsip kewajaran/kesetaraan

(fairness) sebagai salah satu prinsip good corporate governance belum diimplementasikan oleh

Bank Lippo.

Mengenai perangkat hukum, forum memandang perlunya diadakan pembaruan dan perbaikan

perundang-undangan secara menyeluruh, tidak parsial seperti yang dilakukan sampai dengan saat

ini. Akibat yang dirasakan dari perbaikan yang bersifat parsial adalah tidak adanya integrasi dari

perangkat hukum yang ada. Sebagai langkah konkrit kontribusi ISICOM terhadap masalah ini,

Page 12: Komisaris Independen

Mariam Darus menyarankan agar ISICOM sebagai tahap awal membuat proposal kepada

Departemen Kehakiman dan HAM RI untuk menjelaskan identitas lembaganya dan kemudian

berlanjut kepada penjelasan mengenai kepedulian ISICOM akan perundang-undangan di

Indonesia, khususnya yang berkaitan langsung dengan dunia usaha.

KASUS 2

Kasus Bank Century

Kasus Bank Century saat ini belum mencampai titik terang hal ini menjadi gempar bersamaan

dengan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pertama kali,

tahun 2008. Hingga di penghujung tahun 2011, kasus ini terus menjadi isu panas dalam

penegakan hukum yang dilakukan.

Lembaga hukum adhoc, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) para pimpinannya sudah

berganti. Pimpinan yang baru dibawah komando Abraham Samad, DPR menaruh harapan besar

agar kasus ini tuntas, memproses hukum mereka yang dinyatakan bersalah dalam skandal

menghebohkan selama pemerintahan SBY-Boediono mulai berdiri.

Dalam laporan BPK ketika itu menunjukkan beberapa pelanggaran yang dilakukan Bank

Century sebelum diambil alih. BPK mengungkap sembilan temuan pelanggaran yang terjadi.

Bank Indonesia (BI) saat itu dipimpin oleh Boediono–sekarang wapres–dianggap tidak tegas

pada pelanggaran Bank Century yang terjadi dalam kurun waktu 2005-2008.

BI, diduga mengubah persyaratan CAR. Dengan maksud, Bank Century bisa mendapatkan

Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Kemudian, soal keputusan Komite Stabilitas Sistem

Keuangan (KKSK)–saat itu diketuai Menkeu Sri Mulyani–dalam menangani Bank Century,

tidak didasari data yang lengkap. Pada saat penyerahan Bank Century, 21 November 2008,

belum dibentuk berdasar UU.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga diduga melakukan rekayasa peraturan agar Bank

Century mendapat tambahan dana. Beberapa hal kemudian terungkap pula, saat Bank Century

dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana sebesar Rp 938 miliar yang tentu saja, menurut

BPK, melanggar peraturan BI. Pendek kata, terungkap beberapa praktik perbankan yang tidak

sehat.

Page 13: Komisaris Independen

Atas dasar laporan investigasi awal BPK inilah tak lama begitu DPR periode yang baru terbentuk

periode 2009-2014, bergulir Hak Angket Skandal Bailout Bank Century Rp 6,7 triliun. Hiruk-

pikuk kemudian terjadi. Saat itu, seluruh fraksi, termasuk fraksi Demokrat mendukung penuh

Hak Angket Century. Pansus Angket Century itu sendiri, terbentuk setelah disetujui Paripurna

DPR, pada 4 September 2009.

Satu persatu mereka yang dianggap relevan, baik keterangan para ahli, sampai mereka yang

dituding terlibat dalam skandal bailout ini, dipanggil DPR. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla,

di depan Pansus Angket Century, kemudian secara tegas mengatakan, bahwa pemberian suntikan

dana ke Bank Century, adalah sebuah perampokan. Jusuf Kalla tegas mengatakan, Bank Century

tidak berdampak sistemik terhadap bank-bank lain, jika ditutup.

Setahun kemudian, pada 3 Maret 2010, 6 fraksi (Golkar, PDI-P, Gerindra, Hanura, PKS, dan

PPP) mendukung Opsi C yang setuju adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam

mem-bailout Bank Century. Terjadi penyalahgunaan wewenang baik tindak pidana perbankan,

tindak pidana umum, pencucian uang, sampai tindak pidana korupsi.

Jelang penghujung tahun, KPK sudah memeriksa sekitar 70 an saksi terkait kasus Bank Century

ini. Mantan Menkeu Sri Mulyani, sampai Wakil Presiden Boediono, juga sudah diperiksa oleh

KPK. Alhasil, Tim pengawas Kasus Century DPR yang terbentuk pasca keputusan kemenangan

Opsi C, kecewa.

BPK, kemudian diminta untuk melakukan audit forensik untuk mendalami atas hasil audit

investigasi yang dilakukan sebelumnya. Hasilnya, sudah diserahkan secara resmi oleh BPK

kepada pimpinan DPR, pada 23 Desember lalu.

Fraksi-fraksi pendukung Opsi C tetap kecewa berat. Bahkan, memunculkan usulan agar audit

forensik dilakukan oleh auditor independen. Muncul juga gagasan lain yang membuat kubu

pemerintah sedikit was-was. Kasus Bank Century ini, lebih tepat diselesaikan secara politik

melalui Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh DPR.

Jelang pergantian tahun, kasus ini masih terus ‘panas’ menjadi pergunjingan para politisi di DPR

mengiringi penantian aksi para pimpinan KPK yang baru, menuntaskan kasus skandal ini.

Fraksi-fraksi yang mendukung opsi C, samar-samar menyatakan dukungan bila HMP dilakukan.

Kubu menolak opsi C, tentu bersikap sebaliknya.

“Tahun berganti, kasus hukum ini akan tetap menjadi ‘bola liar’, dan diyakini akan tetap heboh

sampai kasus ini benar-benar tuntas. Tuntas diselesaikan secara hukum, mereka yang terlibat,”

Page 14: Komisaris Independen

kata politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, anggota timwas Century yang juga penggagas

hak angket skandal perbankan ini.

KASUS 3

Komisaris Independen PT Bhakti Investama Diperiksa KPK

Wed, 20/06/2012 - 11:58 WIB

JAKARTA, RIMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memeriksa petinggi PT

Bhakti Investama terkait kasus dugaan suap terkait pengurusan restitusi pajak. Hari ini, KPK

memeriksa independen Bhakti Investama, Antonius Z Tonbeng.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi bagi TH," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan

Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Rabu (20/6).

Antonius tiba di kantor KPK sekitar pukul 09.50 WIB mengenakan jas warna biru. Dia tidak

banyak berkomentar soal pemanggilannya kali ini.

Page 15: Komisaris Independen

Sebelumnya, KPK telah memanggil Direktur Utama PT Bhakti Investama Harry Tanoesudibjo

serta dua Direktur PT Bhakti Investama Darma Putra dan Wandhy Wira Riady.Saksi lainnya

yakni dua orang staf bagian keuangan di PT Bhakti Investama bernama Maya dan Lany.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) Sidoarjo Selatan Jawa Timur Tommy Hendratno sebagai tersangka. KPK

juga menetapkan pengusaha James Ginarjo sebagai tersangka. James disebut-sebut sebagai

perwakilan perusahaan investasi, PT Bhakti Investama.

Rabu pekan lalu sekitar pukul 14.00 WIB tim KPK menangkap tiga orang di Rumah Makan

Sederhana di Jalan Abdullah Safii, Tebet, Jakarta Selatan. Di tempat penangkapan, tim KPK

menemukan amplop coklat berisi uang sekitar Rp280 juta.

Saat ini KPK sedang mendalami maksud pemberian uang yang diduga terkait pengurusan pajak

tersebut. Dugaan sementara, uang yang diberikan James kepada Tommy diduga untuk

memuluskan pemeriksaan lebih bayar pajak senilai Rp 3,4 miliar milik wajib pajak.

Sebelumnya, KPK mengajukan permintaan kepada Ditjen Imigrasi terkait pencegahan keluar

negeri atas nama Antonius Z Tonbeng pada 8 Juni 2012. KPK beralasan, pencegahan itu dalam

rangka jika yang bersangkutan dimintai keterangan tidak sedang keluar negeri.

Selain itu, KPK juga mengajukan pencegahan keluar negeri kepada Hendy Anuranto. Hendy

yang merupakan ayah Tommy Hindratno, tersangka dalam kasus ini ikut dicega karena yang

bersangkutan ikut ditangkap penyidik KPK, namun setelahnya dilepaskan.(yus/SM)

Page 16: Komisaris Independen

REFERENSI

http://gustiphd.blogspot.com/2011/10/komisaris-independen-dan-gcg.html

http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/3%20Badriyah%20Rifa'i.pdf

http://www.isicom.or.id/publikasi_detail.asp?Pub_ID=12&nav=pubdetail

http://lismaaja.blogspot.com/2012/01/kasus-bank-century.html

http://www.rimanews.com/read/20120620/66524/komisaris-independen-pt-bhakti-investama-

diperiksa-kpk