komik sebagai media pembelajaran

5

Click here to load reader

Upload: aminehono

Post on 25-Jun-2015

349 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

silahkan baca

TRANSCRIPT

Page 1: Komik Sebagai Media Pembelajaran

Komik Melatih Membaca Anak

erbagai cerita anak dalam bentuk dongeng,

cerita bergambar, dan cerita pendek telah

banyak diterbitkan di Indonesia baik dalam

majalah maupun buku. Sayangnya, sebagian besar

karya sastra anak yang beredar bukanlah karya asli

dari negeri sendiri melainkan terjemahan dari karya

sastra asing. Akan tetapi, sisi lain yang perlu

mendapat perhatian dari keberadaan sastra anak

terjemahan adalah nilai-nilai budaya asing yang turut

dibawa dalam karya-karya tersebut mengingat

eratnya kaitan antara karya sastra dan budaya

masyarakatnya.

B

Para orang tua tentunya ingin memberikan

yang terbaik bagi anak-anak mereka semenjak usia

dini. Dalam mendidik anak, mereka umumnya

berupaya untuk menanamkan nilai-nilai, dan perilaku

yang baik. Banyak orang tua, misalnya, ingin

menumbuhkan minat baca anak dengan

membiasakan anak membaca sejak kecil. Agar anak

mau membaca tentunya diperlukan bahan-bahan

bacaan yang dapat menjadikan kegiatan membaca

menyenangkan bagi anak. Di sinilah peluang

munculnya karya-karya sastra anak yang tidak

hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan akan

bahan bacaan bagi anak tetapi juga dapat menjadi

jendela pembuka cakrawala dan dunia imajinasi

anak.

Salah satunya adalah komik atau manga,

sebagian dari sastra anak yang sering dibaca oleh

anak (terutama komik dari jepang yang menguasai

area took buku). Namun, selama ini kita selalu beda

pendapat dengan orang tua perihal manfaat komik

sebagai bahan bacaan yang bermutu atau tidak.

Komik juga membantu anak untuk belajar membaca

atau menarik minat anak yang belum bias membaca

dengan gambar-gambar dan memperkenalkan anak

pada pembendaharaan kata yang lebih luas seperti

anak membaca buku-buku lain.

Komik tidak hanya dinikmati oleh anak-anak

melainkan orang dewasa juga menyukainya. Salah

satu contoh di Jepang ada pembagian grouping

pembaca komik. Shoujo manga untuk anak

Page 2: Komik Sebagai Media Pembelajaran

perempuan, Shounen manga untuk anak laki-laki,

Seinen untuk remaja, dan Gekiga (yang dalam

bahasa Inggris artinya theatrical pictures) untuk

pembaca dewasa. Malah belakangan muncul manga

untuk kalangan profesional sampai ibu rumah

tangga. Di Perancis komik untuk kalangan dewasa

berkembang pesat. Survey tahun 1993, 4 dari 10

orang Perancis usia 25-44 th membaca komik.

Sepertiga dari 675 judul yang dipublikasikan di

Perancis tahun 1992 ditujukan untuk kalangan

dewasa. Bahkan akhir-akhir ini muncul istilah Graphic

Novel, komik dengan tema-tema yang lebih berat,

dengan penggarapan lebih nyeni, dan dilihat dari

temanya jelas target sasarannya adalah orang

dewasa.

Menurut Marcel Bonneff (1998), seorang

peneliti komik Indonesia asal Perancis, sejak pertama

kemunculannya komik memang telah menjadi

sasaran kritik dan tundingan para orang tua serta

ahli-ahli pendidikan. Salah satu alasannya, karena

komik dianggap sebagai jenis bacaan yang tidak

memberikan nilai-nilai pendidikan serta gagasan-

gagasan yang ada di dalamnya dianggap dapat

membahayakan perkembangan para pembacanya.

Selain itu bacaan komik juga kerap dituduh

mengganggu kegiatan belajar anak-anak.

Selain alasan-alasan di atas, karakteristik

komik yang lebih banyak didominasi oleh unsur visual

(gambar) daripada unsur teks naratif, sehingga dinilai

sebagai bacaan yang kurang memberi tantangan

pada pengembangan daya imajinasi/fantasi kepada

para pembacanya yang kebanyakan anak-anak.

Begitu pula tindakan yang digambarkan dalam

sebagian komik yang menampilkan adegan-adegan

agresif (keras dan brutal), bahkan tidak jarang

mempertontonkan hal-hal yang porno atau tabu

sehingga kerap menyertakan ragam bahasa yang

naif dan kotor (seperti sumpah-serapah, makian,

hujatan atau kata-kata keji lainnya) menurut mereka

dianggap potensial merangsang anak untuk

menirunya.

Coba kita luaskan pandangan kita, ternyata

komik jauh bermanfaat dari yang kita duga. Tercatat

beberapa lembaga di Amerika menggunakan komik

Page 3: Komik Sebagai Media Pembelajaran

sebagai media penerangan. Sebut saja Komisi Energi

Atom Amerika Serikat (AEC), General Electric

Corporation, mereka menerangkan ilmu atom, listrik

dan ilmu pengetahuan lainnya dalam bentuk komik.

Kemudian sebuah organisasi kemasyarakatan Anti

Defamation League menggunakan komik untuk

menyebarluaskan prinsip-prinsip toleransi dan

persaudaraan.

Kita ambil contoh sebuah komik buah tangan

Hiromu Arakawa yang berjudul Full Metal Alchemist.

Komik yang satu ini menceritakan tentang

petualangan dua bersaudara Elric yang lahir di

Luxemburg, Jerman. Mereka juga menguasai ilmu

yang sekarang tidak digunakan lagi yaitu alkimia

atau dalam bahasa Inggis disebut alchemy. Alkimia

adalah ilmu yang dapat mengubah bentuk suatu zat

padat, misalnya dari timah menjadi emas. Karena

jaman dahulu ada fakta-fakta tekhnologi dan eksakta

yang yang mendasari hal itu, para ahli pseudo-sains

jaman dahulu memasukkan unsur religius dan mistik

dalam menyempurnakan prinsip-prinsip dan teori

alkimia.

Tak kenal maka tak sayang. Begitu kira-kira

gambaran dari mereka yang apriori terhadap komik.

Banyak orang tua dan guru (pendidik) yang

mempersalahkan komik sebagai penyebab anak-anak

malas belajar. Beberapa kalangan mengkhawatirkan

kegemaran membaca komik membuat anak-anak

tidak tertarik lagi membaca buku-buku yang”serius”.

Bagaimana kalau kita berpikir terbalik, justru

kegemaran membaca komik membuat mereka

terlatih untuk membaca. Semacam ‘gerbang’ untuk

membaca buku-buku lain yang lebih “serius”. Dan

yang patut diperhitungkan adalah sedikit atau

banyak memperlancar kemampuan bahasa, dengan

membaca komik anak-anak tidak kesulitan ketika

membuat cerita.

Sementara di Indonesia menurut hasil

penelitian yang dilakukan oleh Dian Rohaeni lewat

skripsinya yang berjudul “Bacaan Anak-anak

Bercorak Komik: Analisis Deskriptif atas Minat Baca

Anak-anak pada Komik Elex Media Komputindo”

(FSUI,1995), antara lain menyatakan sebanyak 91,5

% dari responden penelitiannya (100 anak-anak)

Page 4: Komik Sebagai Media Pembelajaran

dapat dikatagorikan sebagai kelompok komik-mania

atau penggemar berat bacaan komik. Dan yang lebih

penting lagi Dian Rohaeni juga tidak menemukan

fakta bahwa anak-anak yang menggemari jenis

bacaan komik tersebut hancur minat bacanya

terhadap bacaan non-komik. Kegemaran mereka

membaca komik umumnya beriringan dengan

kegemaran membaca buku-buku non-komik,

termasuk buku-buku pelajaran. Kemudian aktivitas

belajar anak-anak penggemar bacaan komik tersebut

juga sama sekali tidak terganggu, apalagi menjadi

amburadul karenanya.

Kepada para orangtua disarankan untuk tidak

khawatir bila anak suka membaca komik, namun

perlu pendampingan dalam menyeleksi buku-buku

komik dan memperhatikan jadwal kegiatan anak agar

tidak seluruh waktu luangnya digunakan untuk

membaca komik.

Amin Wahyudi

Mahasiswa STKIP PGRI

Jombang Prodi Bahasa dan

Sastra Indonesia