kodek tugas uts
TRANSCRIPT
Kode Etik Psikologi di Indonesia
Ilmu psikologi baru masuk ke Indonesia pada tahun 1960-an, adalah cabang
ilmu yang masih sangat baru. Psikologi adalah ilmu yang membahas tentang jiwa
seseorang. Psikologi menjadi sebagai ilmu yang ilmiah setelah memenuhi syarat
keilmuan yaitu bersifat empiris, sistematis, dapat dilakukan pengukuran serta
memiliki batasan.
Dalam menjalankan ilmu psikologi dilapangan dibutuhkan kode etik dalam
pelaksanaannya. Kode etik ini sangat diperlukan karena kode etik dijadikan sebagai
dasar dalam pelaksanaan profesi psikologi untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan dalam pelaksanaannya.
Kode etik psikologi di Indonesia diatur oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi
Indonesia) yang berfungsi mengatur norma profesional psikolog walaupun tidak
bersifat absolut karena tergantung pada persepsi dari masing-masing psikolog. Kode
etik yang dikeluarkan oleh HIMPSI berisi rambu-rambu untuk membantu sikap dan
perilaku anggota HIMPSI, kode etik sebagai pengendali terhadap sikap dan perilaku
psikolog, serta mempunyai dampak internal terhadap nurani psikolog. Anggota yang
bergabung dalam HIMPSI yaitu sarjana psikologi, psikolog, dan ilmuan psikologi.
Kode etik adalah aturan tata susila atau sikap ahlak (moral). Sebagai bagian
dari etika terapan, kode etik dimaksudkan untuk mengatur suatu kelompok khusus 1
dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan
dipegang teguh oleh kelompok itu. Sedangkan profesi adalah suatu masyarakat moral
yang memiliki cita-cita dan nilai bersama yang bersatu karena adanya persamaan
dalam latar belakang pendidikan dan memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain,
mempunyai wilayah kekuasaan sendiri dan memiliki tanggung jawab khusus. Dari
batasan di atas diketahui bahwa kode etik sarjana psikologi Indonesia adalah aturan
tata susila atau moral para sarjana psikologi yang harus dipatuhi dalam melakukan
pekerjaan praktek psikologi.
Di Indonesia sendiri kode etik psikologi yang dibuat oleh HIMPSI
mengandung tujuh bab dan 19 pasal, di mana tiap babnya membahas terperinci
keprofesian psikologi. Bab satu membahas pedoman umum yang berisi pengertian,
tanggung jawab, batas keilmuan dan perilaku dan citra profesi. Bab dua membahas
hubungan antar rekan profesi dan hubungan dengan profesi yang lain. Bab tiga
membahas pelaksanaan kegiatan sesuai batas keahlian/ kewenangan, sikap
profesional dan perlakuan terhadap pemakai jasa/ klien, asas kesediaan, interpretasi
hasil pemeriksaan, pemanfaatan dan penyampaian hasil pemeriksaan, kerahasiaan
data dan hasil pemeriksaan, serta pencantuman identitas pada laporan hasil
pemeriksaan dari praktek psikologi. Pada bab empat berisikan pernyataan. Pada bab
lima berisi penghargaan terhadap karya cipta pihak lain dan pemanfaatan karya cipta
pihak lain serta penggunaan dan penguasan sarana pengukuran psikologik. Pada bab
enam berisikan pelanggaran, penyelesaian masalah pelanggaran kode etik psikologi
2
Indonesia serta perlindungan terhadap ilmuan psikologi dan psikolog. Dan bab
ketujuh berisikan penutup.
Berdasarkan penjelasan di atas diharapkan seluruh individu yang bergerak
dalam profesi psikologi dapat menjalankan apa yang ada dalam kode etik psikologi.
Tetapi dalam pelaksaannya tidaklah mudah. Masih banyak terjadi penyimpangan
dalam pelaksanaan keprofesian psikologi walaupun sudah ada kode etik yang menjadi
dasar tindakan psikologi di lapangan.
Penyimpangan yang biasa dilakukan yaitu hambatan subjektif, hambatan
objektif, mal praktek psikologi, ketidakmampuan dalam mengenal diri sendiri,
kurangnya pengetahuan mengenai bidang lain yang berhubungan dengan psikologi,
peran ganda yang dilakukan oleh psikolog, kurangnya penghargaan terhadap teman
sejawat, kurang mampu dalam mempublikasikan hasil kerja dan lain-lain.
Seperti yang dijelaskan di atas penyimpangan ini dapat berasal dari individu
(psikologi) sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya. Ketidakmampuan
menyeimbangkan antara faktor internal dengan faktor eksternal akan sangat
berpengaruh dalam pelaksanaan keprofesiannya. Di Indonesia sendiri, masih banyak
psikolog yang kurang mampu menyeimbangkan faktor internal dan eksternal dengan
kode etik psikologi yang telah ada. Sehingga tidak jarang terjadi penyimpangan.
Penyimpangan yang dilakukan oleh psikolog terkadang tidak mendapatkan
konsekuensi dari lembaga yang menaunginya. Ini dipengaruhi oleh masih rancunya
3
kode etik yang telah ada di Indonesia. Diharapkan kode etik yang telah ada dapat
diperbaharui agar didapat kode etik yang baru yang lebih terperinci mengatur
petunjuk pelaksanaan dan memastikan unsur pelecehan/ penyimpangan mendapatkan
konsekuensi yang sesuai. Serta keanggotaan dari HIMPSI harus lebih jelas, karena
jika seseorang yang bukan berasal dari ilmu psikologi akan terjadi penyimpangan
karena kurangnya pemahaman mengenai ilmu psikologi.
Selain itu semakin beragamnya praktek psikologi dengan berbagai dampak
yang bisa menimbulkan serta makin kritisnya masyarakat terhadap pelayanan jasa
psikologi. Ditambah kurangnya kesadaran untuk mematuhi prosedur pelaksanaan
keilmuan dan praktek yang berlaku. Kode etik diperlukan untuk melindungi
masyarakat dari penyalahgunaan praktek psikologi.
Seorang psikolog diharapkan adalah orang yang berkompeten dalam
bidangnya yaitu psikologi. Dalam prakteknya, seorang psikolog harusnya orang yang
memiliki izin praktek psikologi, ini bertujuan sebagai landasan hukum jika sewaktu-
waktu terjadi penyalahgunaan keprofesiannya dapat dipertanggungjawabkan
tindakannya.
Standar kode etik psikologi yang ada di Indonesia kurang rinci dibandingkan
kode etik yang dibuat oleh American Psycholigical Association (APA). Kode etik
yang dibuat oleh APA lebih ketat mengatur pelaksanaan penggunaan ilmu psikologi.
Apabila ada peraturan yang bertentangan dengan kode etik maka psikolog harus
4
melakukan konsultasi dengan profesi lainnya yang terkait baik secara pribadi maupun
melalui referensi-referensi lainnya. Asosiasi ini mengatur mengenai kearsipan,
pendataan, penilikan yang berkaitan dengan pelanggaran. Psikolog sendiri dituntut
untuk mengembangkan prinsip-prinsip kode etik sebagai standar etika setiap individu
dan warga psikolog dituntut untuk selalu berkepribadian sesuai dengan etika tersebut
dan melakukan konsultasi dengan sejawat jika ada hambatan dan penekanan kode
etik merupakan bagian dari nilai-nilai, budaya dan pengalaman para psikolog yang
tidak menyimpang untuk dipakai sebagai standar etika.
Sedangkan kode etik yang dibuat oleh HIMPSI tidak serinci kode etik dari
APA. Dalam kode etik psikologi Indonesia tidak dimuat mengenai peningkatan
keahlian, perbedaan individu, hubungan etika dan hukum, terapi, pelatihan, kegiatan
forensik, isu-isu yang ebrkaitan dengan etika, tidak diskriminasi, pelecehan seksual
dan lainnya serta evaluasi dan penilaian intervensi yang kesemua itu ada dalam APA.
Dalam kode etik psikologi Indonesia kesemua hal di atas hanya tersirat bukan
tersurat sehingga psikolog kurang memahami maksud yang terkandung dalam tiap
bab dan pasal yang dimuat oleh kode etik psikologi Indonesia. Sehingga para
psikolog kurang paham dengan isi kode etik yang telah dibuat.
Keterbatasan lainnya sehingga membuat kode etik psikologi di Indonesia
kurang dapat dijalankan dengan baik adalah para psikolog kurang mengamalkan
5
makna dan isi dari etika itu sendiri. Karena etika adalah dasar dalam pelaksanaan
kode etik psikologi dilapangan.
Kode etik di Indonesia masih berkiblat dengan kode etik dari negara barat di
mana kultur, adat istiadat serta etika yang berlaku berbeda dengan di Indonesia.
Hendaknya standar etika yang berlaku dan dijalankan harus sesuai dengan di mana
etika itu berada. Selain itu, di Indonesia sikap profesionalisme masih sangat kurang.
Karena masih banyak yang menganggap hal tersebut kurang penting yang lebih
dipentingkan adalah hasil kerja bukan proses kerja.
Hal di atas dapat menghambat perkembangan dari kode etik itu sendiri.
Hendaknya kode etik psikologi di Indonesia terus dikembangkan sesuai dengan
masanya. Karena manusia yang menjadi subjek penelitian dari psikologi itu sendiri
adalah mahluk yang dinamis sehingga dibutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan
dengan keadaan tersebut.
Alat yang digunakan dalam psikodiagnostik seharusnya terus dipantau
bagaimana perkembangannya karena tidak jarang terjadi penyalahgunaan
penggunaan alat psikodiagnostik. Ini membuat seringnya terjadi ketidak validan dan
ketidak reliabel-an dari alat tes yang digunakan di lapangan. Di dalam kode etik
psikologi Indonesia, kurang menekankan pada prosedur penggunaan alat
psikodiagnostik.
6
Diharapkan kode etik di Indonesia terus diperbaharui agar dapat disesuaikan
dengan kenyataan yang ada dilapangan. Kode etik psikologi Indonesia diharapkan
dapat lebih rinci agar tidak ada kerancuan dalam penggunaan ilmu psikologi. Individu
yang bergabung dengan HIMPSI dan individu yang bergerak dalam bidang psikologi
dapat menjalin kerjasama yang baik sehingga tidak terjadi penyalahgunaan ilmu
psikologi. Setiap psikolog dapat saling membantu dan mengingatkan mengenai kode
etik psikologi yang berlaku.
Yang paling penting dalam penggunaan kode etik adalah kesadaran dari
individu itu sendiri. Jika individu (psikolog) dapat mengamalkan nilai-nilai dalam
kode etik HIMPSI dengan baik, akan mengurangi bahwa menghindari terjadinya
penyalahgunaan kode etik psikologi.
7