klausula pilihan hukum

18
KLAUSULA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DAN PILIHAN FORUM (CHOICE OF FORUM) DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL 25-03-2011 | Leonora Bakarbessy, SH, MH PENDAHULUAN Dalam rangka globalisasi perdagangan dunia, maka berbagai kebijakan telah diambil Pemerintah Republik Indonesia antara lain kebijakan tersebut bertujuan untuk mempermudah prosedur ekspor. Kebijakan Pemerintah yang berorientasi ekspor merupakan tindakan yang tepat, karena dengan meningkatnya ekspor berarti terjadi peningkatan penerimaan devisa sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional. Kegiatan ekspor merupakan orientasi perdagangan internasional atau perdagangan antar negara yang berdampak luas dan kompleks karena para pihak yang terlibat tunduk pada lebih dari satu sistim hukum nasional yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu dampaknya yaitu penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kontrak bisnis internasional tersebut. Para pihak yang terlibat dalam pembuatan suatu kontrak bisnis internasional pada dasarnya tidak menghendaki adanya sengketa dikemudian hari, namun tidak seorangpun dapat meramalkan akan terjadinya suatu kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebut. Jika timbul suatu sengketa mengenai kontrak bisnis internasional dengan kata lain sengketa mana mengandung unsur asing (foreign element) maka timbul persoalan mengenai hukum dari negara mana yang harus diterapkan. Misalnya : sengketa yang timbul dari suatu kontrak jual beli internasional, apakah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum nasional dari pihak penjual, atau hukum nasional dari pihak

Upload: miman-nasution

Post on 31-Jul-2015

399 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Klausula Pilihan Hukum

KLAUSULA PILIHAN HUKUM (CHOICE OF LAW) DAN PILIHAN FORUM (CHOICE OF FORUM) DALAM TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL

25-03-2011 | Leonora Bakarbessy, SH, MHPENDAHULUAN

Dalam rangka globalisasi perdagangan dunia, maka berbagai kebijakan telah diambil Pemerintah Republik Indonesia antara lain kebijakan tersebut bertujuan untuk mempermudah prosedur ekspor. Kebijakan Pemerintah yang berorientasi ekspor merupakan tindakan yang tepat, karena dengan meningkatnya ekspor berarti terjadi peningkatan penerimaan devisa sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional.

Kegiatan ekspor merupakan orientasi perdagangan internasional atau perdagangan antar negara yang berdampak luas dan kompleks karena para pihak yang terlibat tunduk pada lebih dari satu sistim hukum nasional yang berbeda satu dengan lainnya. Salah satu dampaknya yaitu penyelesaian sengketa yang mungkin timbul sebagai akibat dari pelaksanaan kontrak bisnis internasional tersebut.

Para pihak yang terlibat dalam pembuatan suatu kontrak bisnis internasional pada dasarnya tidak menghendaki adanya sengketa dikemudian hari, namun tidak seorangpun dapat meramalkan akan terjadinya suatu kerugian yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kontrak tersebut. Jika timbul suatu sengketa mengenai kontrak bisnis internasional dengan kata lain sengketa mana mengandung unsur asing (foreign element) maka timbul persoalan mengenai hukum dari negara mana yang harus diterapkan. Misalnya : sengketa yang timbul dari suatu kontrak jual beli internasional, apakah hukum yang berlaku dalam menyelesaikan sengketa tersebut adalah hukum nasional dari pihak penjual, atau hukum nasional dari pihak pembeli, atau hukum dari forum dimana sengketa itu diajukan, atau hukum yang dipilih oleh para pihak (choice of law by the parties).

Masalah lain yang timbul dalam sengketa bisnis internasional adalah masalah forum mana yang berwenang untuk mengadili sengketa tersebut. Karena dalam sengketa bisnis internasional terbuka kemungkinan timbulnya banyak jurisdiksi yang mempunyai kewenangan atas sengketa tersebut, sebab kegiatan bisnis internasional melibatkan banyak negara dan masing-masing negara mempunyai hukum acara yang  berbeda satu lainnya dalam menangani kosus bisnis internasional.

Demi menghindari ketidakpastian mengenai hukum mana yang berlaku serta forum mana yang berwenang untuk menangani sengketa bisnis internasional, maka para pihak dapat melakukan pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of fo-rum) tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang jika timbul sengketa di kemudian hari mengenai pelaksanaan kontrak bisnis internasional yang mereka buat. Kepastian hukum bagi dunia usaha penting dalam rangka terciptanya iklim usaha yang sehat, oleh sebab itu dalam banyak kontrak-kontrak bisnis

Page 2: Klausula Pilihan Hukum

internasional terdapat klausula pilihan hukum (choice of law) dan klausula pilihan forum (choice of forum).

Klausula choice of law dan choice of forum seharusnya merupakan hasil negosiasi antara para pjhak serta adanya bargaining position yang seimbang dan diaktualisasikan dalam kontrrak, kemudian disebut klausula pilihan hukum (choice of law clause) dan klausula pilihan forum (choice of fo¬rum clause).

Dengan demikian jika terjadi sengketa dikemudian hari mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak di maksud, maka hukum yang dipakai adalah hukum yang dipilih oleh para pihak sesuai klausula pilihan hukum (choice of law clause) dan pengadilan yang berwenang adalah pengadilan yang dipilih oleh para pihak sesuai klausula pilihan forum (choice of forum clause) yang terdapat di dalam kontrak.

Walaupun demikian dalam realita, klausula pilihan hukum (choice of lav clause) dan pilihan forum (choice o forum clause) bukanlah suatu harga mati, artinya tidak mutlak harus diberlakukan, jika timbul sengket; diantara para pihak seperti yang terjadi pada beberapa kasus, antara lain  kasus PT Besuki Indah Electronic v.Asiaves Limited.1

Berdasarkan latar belakang seperti tersebut di atas permasalahan yang akar, dibahas adalah :

1. Mengapa klausula pilihan hokum (choice of forum clause)dan klausula pilihan forum (choice of forum    clause)    tidak    dapat diberlakukan dalam suatu sengketa bisnis internasional ?

2. Apakah forum lain yang tidak dipilih oleh para pihak dapat menolak untuk mengadili dan menerapkan hokum dari negara lain yang berbeda dengan klausula pilihan hukum dan pilihan forum sesuai kontrak ?

Dalam tulisan ini, pembahasan dibatasi pada kasus-kasus mengenai klausula pilihan forum khususnya pada pilihan forum pengadilan (choice of court).

CHOICE OF LAW

Teori choice of law atau pilihan hukum secara umum diterima di semua negara-negara di dunia2 sehingga berlakunya teori ini secara universal. Menurut teori ini, para pihak tidak mempunyai kewenangan untuk menciptakan hukum bagi mereka dan para pihak hanya dapat memilih hukum mana yang mereka kehendaki untuk diperlakukan terhadap kontrak yang mereka buat3. Akan tetapi teori choice of law atau pilihan hukum hanya dipakai dalam kontrak yang ada unsur asingnya atau foreign element.

Suatu perjanjian yang mengandung unsur asing atau foreign element jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut tunduk pada hukum yang berbeda dengan pihak lainnya, dan atau adanya unsur asing karena substansi perjanjian itu tunduk pada hukum negara lain. Misalnya jual beli apartemen yang terletak di Singapura antara seorang Warganegara Indonesia dengan Warganegara Indonesia lainnya.

Page 3: Klausula Pilihan Hukum

Apabila para pihak dalam membuat kontrak bisnis- internasional telah melakukan choice of law pada suatu sistim hukum tertentu, lalu timbul sengketa dikemudian hari mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak tersebut, maka hukum yang dipilih irulah yang berlaku. Misalnya mengenai wanprestasi, maka hukum yang dipilih itulah yang menentukan syarat-syarat dan kapan terjadi serta akibat hukum apa atas wanprestasi tersebut.

(a). Pentingnya Klausula Choice of Law

Ada pendapat yang mengatakan bahwa klausula choice of law dalam pembuatan kontrak bisnis internasional tidak penting karena para pihak menganggap bahwa transaksi bisnis merupakan suatu masalah yang rutin dan tanpa choice of law pun, setiap sistim hukum negara tertentu sudah memiliki pengaturan dalam hukum perdata internasional yang menetapkan hukum apa yang akan diterapkan dalam menyelesaikan sengketa bisnis internasional.

Penulis tidak sependapat dengan alasan seperti tersebut di atas, sebab masing-masing negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai sistim hukum perdata internasional yang berbeda satu dengan yang lainnya, bahkan dapat terjadi perbedaan tajam dalam menyelesaikan sengketa atas kasus yang sama. Lebih menarik lagi ada pendapat yang mengibaratkan hukum mengenai "international sale of goods" dengan aturan pertandingan badminton, yaitu apabila setiap negara memiliki aturan permainan sendiri-sendiri maka bukan saja harus disediakan raket, bola, dan lapangan yang berbeda, tetapi juga aturan yang berbeda pula. Akibatnya bukan saja mahal tetapi bahkan pertandingan itu sendiri tidak bisa diselenggarakan.4 Oleh sebab itu dalam banyak kontrak bisnis internasional dicantumkan klausula choice of law demi adanya kepastian hukum.

Kecenderungan untuk memakai choice of law dalam kontrak-kontrak bisnis internasional yang dilakukan oleh Pertamina dengan pihak asing, menurut Sudargo Gautama hampir semua kontrak-kontrak tersebut terdapat choice of law5. Pada hal kedudukan Pertamina dalam melakukan negosiasi dengan mitra asingnya lebih tinggi (unter geordnet), disini Pertamina (Pemerintah) mempunyai bargaining power lebih kuat dari mitranya, karena Pemerintah harus melindungi kepentingan umum. Oleh sebab itu Pemerintah dapat memaksakan syarat-syarat yang lebih ketat bagi mitranya, walaupun demikian Pemerintah memberikan tempat bagi choice of law karena pada sisi lain Pemerintah sangat mengharapkan partisipasi asing dalam membangun perekonomian di Indonesia.

Tradisi di beberapa negara berkembang lainnya seperti di Amerika Latin, di mana transaksi bisnis internasional yang dilakukan antara pemerintah disatu pihak dan swasta asing di pihak lainnya, pihak pemerintah selalu mensyaratkan pemakaian hukum nasional pemerintah6. Dalam menghadapi kondisi yang demikian, maka pihak asing hanya dapat memilih "take it or leave it" karena tidak ada negoisasi dan tidak ada bargaining position, dengan demikian tidak ada tempat bagi choice of law.

Berbicara tentang klausula choice of law, berarti ada suatu proses negosiasi yang alot antara para pihak agar tercapai kesepakatan tentang klausula choice of law tersebut, serta adanya bargaining position yang seimbang. Oleh sebab itu tidak semua kontrak-kontrak bisnis internasional adalah penting untuk membicarakan choice of law, seperti dalam transaksi-transaksi antar bank, di mana para pihak menganggap cukup memakai Interna¬tional Uniformity yang disediakan oleh bank7.

Page 4: Klausula Pilihan Hukum

Dengan demikian tidak dibutuhkan negosiasi mengenai hukum nasional yang mana akan dipakai jika timbul sengketa.

Demikian juga dalam kontrak-kontrak yang melibatkan banyak pihak serta kontrak tersebut mempunyai syarat-syarat yang panjang, sehingga sulit untuk melakukan negosiasi tentang choice of law, misalnya kerjasama mengenai eksploitasi sumber perikanan8.

Namun seberapa pentingnya klausula choice of law adalah berpulang kepada para pihak itu sendiri yang membuat kontrak tersebut, sebab jika dalam bernegosiasi tidak terdapat kesepakatan, maka dapat menjadi pemicu perselisihan yang tidak penting dan merusak kesempatan berbisnis. Padahal tujuan utama yang ingin dicapai para pihak dalam melakukan transaksi adalah prestasi.

(b) Pembatasan Choice of Law

Choice of law atau pilihan hukum harus dilakukan secara bonafide dan legal9, artinya memilih suatu sistim hukum tertentu tidak dimaksudkan untuk menyelundupi peraturan-peraturan tertentu dan sebaiknya hukum yang dipilih adalah hukum yang mempunyai hubungan tertentu dengan kontrak bersangkutan. Demikian pula, bila pilihan hukum yang telah dinegosiasikan secara seksama oleh para pihak akan tetapi jika hukum yang dipilih itu melanggar ketertiban umum (public policy) dari hukum nasional hakim, maka kontrak tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh hakim karena tidak sah.

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ketertiban umum ialah sendi-sendi azasi dari seluruh sistim hukum dan masyarakat Indonesia. Konsep tentang ketertiban umum (public policy) berbeda dalam negara yang satu dengan negara lainnya dan konsep tersebut dapat berubah sesuai dengan keadaan sosial sebagaimana ide suatu negara tentang agama, moral, dan etika yang mengalami modifikasi10.

Sekelompok peraturan yang dinamakan mandatory rule atau dwingendrecht yaitu peraturan-peraturan yang sifatnya memaksa, misalnya peraturan tentang persaingan, peraturan tentang moneter, peraturan tentang kontrak kerja, peraturan tentang ekspor impor dan Iain-lain. Pada kelompok peraturan-peraturan seperti tersebut di atas tidak dapat disimpangi oleh para pihak dalam membuat kontrak bisnis internasional dan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut berakibat kontrak itu dapat dibatalkan oleh hakim.

Dengan demikian suatu kontrak dapat dikatakan melanggar hukum (ilegal) atau bertentangan dengan pub¬lic policy suatu negara sehingga tidak dapat diberlakukan, adalah tergantung pada kasus demi kasus.

(c) Choice of Law Dalam Kasus Bisnis Internasional

Page 5: Klausula Pilihan Hukum

Choice of law atau pilihan hukum harus dibedakan dengan choice of fo¬rum atau choice of jurisdiction. Pilihan pada suatu pengadilan asing tidak dapat diartikan sebagai pilihan pada hukum asing.

CAs-Gravenhage, December 13, 1963, 1964 S&S 26 held that an agreement to vest jurisdiction in a Dutch Court does not imply the wish to have Dutch Law applied. The Dutch Court ;ipply private international law which may well refer the issue to foreign law. As parties could expect the application of this principle of Dutch private international law, the court is to apply the law re¬ferred to by Dutch private inter¬national law11.

Demikian praktek hukum di Nederland bahwa choice of jurisdiction pada pengadilan Nederland tidak serta merta berarti penerapan hukum Nederland atas kasus tersebut. Pengadilan Nederland akan menerapkan hukum yang berlaku atas suatu kontrak sesuai petunjuk berdasarkan hukum perdata internasional Nederland.

Praktek di Inggeris berbeda dengan di negara-negara lain, suatu kasus yang diajukan pada pengadilan Inggeris akan diterima apabila :

1. Pengadilan menguji fakta-fakta berdasarkan kasus tersebut untuk menentukan apakah kasus tersebut merupakan bagian dari jurisdiksi Pengadilan Inggeris12.

2. Berdasarkan klausula choice of fo¬rum pada Pengadilan Inggeris.

Jika suatu kasus yang disengketakan memenuhi salah satu dari kedua persyaratan seperti tersebut di atas, maka kasus tersebut merupakan bagian dari jurisdiksi Pengadilan Inggeris. Oleh sebab itu hakim berwenang untuk mengadilinya dan hakim Inggeris selalu menerapkan hukum Inggeris.

Dalam kasus M/S Bremen v.Zapata Off-Shore Company yang diputuskan oleh Supreme court Amerika Serikat Tahun 1972113 di mana Zapata perusahaan Amerika yang berkedudukan di Houston, membuat kontrak dengan Unterweser suatu perusahaan Jerman, untuk menarik anjungan rninyak lepas pantai yaitu Chaparral milik Zapata dari Lousiana ke ujung Ravenna Itali di laut Adriatic. Kontrak tersebut berisi klausula pilihan forum ;" Any dispute arising must be treated before the London Court of Justice "Kontrak tersebut juga berisi 2 klausula lainnya yang membebaskan Unterweser dari tanggung jawab atas kerugian yang timbul dari penarikan tersebut. Klausula tersebut berbunyi sebagai berikut :

1. That  petitioners, the   mas¬ter and the crews "are not re¬sponsible for defaults and/ or errors in the navigation of the tow" and

2. That damages suffered   by the towed object are in any case for account of its owners.

Setelah kontrak ditanda tangani, maka pada tanggal 5 Januari 1968 Unterweser melakukan perjaianan melalui laut dengan kapal penarik Bremen meninggalkan Lousiana dengan anjungan minyak lepas pantai yaitu Chaparral.

Page 6: Klausula Pilihan Hukum

Pada tanggai 9 Januari sementara penarikan dan anjungan berada di perairan internasional, datang badai kencang dan merusak anjungan minyak. Kemudian Zapata menginstruksikan kapal Bremen memutar haluan ke Tampa, Florida yang merupakan pelabuhan terdekat. Pada tanggal 12 Januari Zapata menggugat Unterweser di Pengadilan District di Tampa Amerika Serikat dengan meminta ganti rugi $ 3,500,000 atas kerusakan Chaparral. Dasar gugatan Zapata yaitu kelalaian penarikan dan pelanggaran kontrak.

Perlu dipertanyakan bahwa mengapa para pihak memilih forum Pengadilan Inggeris sebagai tempat penyelesaian sengketa ? Oleh karena secara objektif Inggeris tidak mempunyai kaitan dengan kasus ini. Menurut Carolyn Hotchkiss bahwa para pihak yaitu Zapata dan Unterweser dalam membuat kontrak tersebut mencari forum yang netral untuk penyelesaian sengketa dan forum itu akan menerapkan hukumnya sendiri dan alasan substantive law dari forum merupakan salah satu alasan pilihan yang dibuat oleh para pihak14.

Dengan demikian jika para pihak memilih forum pengadilan Inggeris, hal itu berarti termasuk pilihan pada hukum Inggeris. Jika dalam kasus ini Supreme Court Amerika Serikat mengakui klausula Choice of forum pada pengadilan Inggeris, hal itu berarti Su¬preme Court mengakui choice of law yang tidak ada kaitannya dengan kontrak tersebut. Karena para pihak yaitu Zapata. adalah Warganegara Amerika dan pihak lainnya Unterweser adalah Warga negara Jerman serta tempat terjadinya kerugian di Amerika. Akan tetapi dalam salah satu pertimbangan hukumnya Supreme Court berpendapat bahwa Pengadilan Inggeris merupakan pengadilan yang telah memenuhi standart yang layak mengenai pengadilan yang netral dalam menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan pelayaran di laut. Selanjutnya menurut Supreme Court bahwa apabila suatu kontrak bisnis internasional yang telah dinegosiasikan secara bebas dan tidak dipengaruhi oleh fraud, undue influence dan overween¬ing bargaining power, maka pilihan fo¬rum tersebut harus dilaksanakan oleh pengadilan.

Kasus ini juga menjadi kontroversi di Pengadilan Amerika karena pada pemeriksaan di tingkat District Court timbul pendapat yang berbeda berkaitan dengan kedua klausula lain selain klausula pilihan forum. Kedua klausula tersebut menurut Hakim Douglas merupakan satu paket dengan klausula Choice of forum, dan jika pengadilan Amerika mengakui klausula choice of forum berarti pelanggaran terhadap public policy di Amerika berdasarkan kasus Bisso v.Inland Waterways Cop. Selanjutnya menurut Hakim Douglas, jika kasus ini diadili di Pengadilan Inggeris maka hak-hak Warga Amerika secara substantive akan berakibat dirugikan karena menurut hukum Inggeris suatu klausula yang berisi pembebasan tanggung jawab bila telah ditanda tangani oleh para pihak maka kontrak tersebut sah dan harus dilaksanakan oleh pengadilan. Selengkapnya pendapat Hakim Dou¬glas sebagai berikut: Mr Justice Douglas dissenting.

Respondent is a citizen of this country. Moreover if it were remitted to the English court, its substantive rights would be adversely affected. Exculpatory provisions in the to wage control provide (1) that petitioners, themaster and the crews "arc not re¬sponsible for defaults and/or er¬rors in the navigation of the tow" and (2) that "damages suffered by the towed object are in any case for account of its owners" Under our decision in Dixilyn Drilling Corp. v.Crescent Tow¬ing & Salvage Co." a contract which exempts the towe from li¬ability for its own

Page 7: Klausula Pilihan Hukum

negligence" is not enforeable, though there is evidence in the present record that it is enforce able ini England. That policy was first announced in Bisso v.Inland Waterways Corp15.

Jika dalam kasus M / S Bremen v.Zapata Off-Shore Co. terdapat kebebasan bernegosiasi antara para pihak dari 2 perusahaan yang besar dan berpengalaman dalam berbisnis maka klausula choice of forum termasuk choice of law harus dihormati oleh pengadilan demikian pendapat dari Supreme Court di Amerika Serikat.

Berbeda dengan kasus Milanovich v.Costa Crociere, S.p.A. yang diputuskan oleh United States Court of Appeals, District of Columbia Circuit, 1992. 954 F.2d 76316. Dalam kasus ini Gregory Milanovich dan Marjorie Koch Milanovich, suami istri yang bertempat tinggal di District of Colum¬bia, memesan tempat di atas kapal pesiar Karibia untuk 1 minggu berada diatas kapal yang berbendera Italia yang dimiliki oleh Costa Crociere S.p.A. Pelayaran tersebut mendarat dari San Juan, Puerto Rico pada tanggal 6 Pebruari 1988. Pada tanggal 7 Pebruari I988 sementara kapal tersebut berada diperairan internasional, kursi geladak di mana Tuan Milanovich sedang duduki roboh dan diduga menyebabkan ia terluka parah.

Pada tanggal 13 Desember 1988, Keluarga Milanovich mengajukan surat untuk ganti rugi kepada perusahaan pelayaran Costa. Tiga bulan kemudian pada tanggal 31 Maret 1989 Milanovich mengajukan gugatan ganti rugi atas luka-luka yang dideritanya pada United States District Court for the District of Columbia. Gugatan tersebut diajukan 1 tahun 53 hari setelah tanggal kecelakaan.

Menurut perusahaan pelayaran, gugatan tersebut melebihi batas dari ketentuan gugatan perjalanan yaitu batas satu tahun untuk mengajukan gugatan ganti rugi, ketentuan mana tercantum dalam ticket kapal pelayaran tersebut. Akan tetapi menurut Milanovich, dalam ticket terdapat juga ketentuan lain yaitu hukum Italia yang berlaku atas perjanjian pelayaran tersebut. Dan menurut Hukum Italia batas satu tahun gugatan ganti rugi tidak dapat dilaksanakan karena bertentangan dengan pasal 1341 dan 1342 dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Italia, pasal-pasal mana mengatakan bahwa syarat-syarat pembatasan tanggung gugat yang terdapat dalam ticket penumpang adalah merupakan perjanjian adhesi dan tidak dapat dilaksanakan melawan pihak yang tidak membuat draft kontrak kecuali jika pihak tersebut secara khusus memberikan persetujuan tertulis dan tanpa persetujuan tertulis maka batas waktu 1 tahun dalam kasus ini tidak dapat dilaksanakan.

Pada tingkat District Court, pengadilan tidak sependapat dan menurut pengadilan Undang-Undang Maritim Federal Amerika yang berlaku atas kasus ini berdasarkan analisa Center of Gravity dan bukan atas dasar pilihan para pihak yang terdapat dalam kontrak karena kasus ini mempunyai hubungan yang lebih besar dengan Amerika Serikat. Berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Penggugat adalah warga Amerika, 2.Pelayaran diiklankan di Amerika, 3. Ticket dibeli dan disampaikan di Amerika, 4. Kapal meninggalkan dan kembali ke pelabuhan Amerika. Kemudian District Court mempertimbangkan apakah dasar gugatan 1 tahun yang terdapat dalam ticket yang merupakan choice of law adalah sah menurut hukum Maritim Federal Amerika. Berdasarkan hukum Amerika ketentuan choice of law secara kontraktual biasanya dihormati, prinsip ini diterapkan bahkan jika klausula choice of law terdapat dalam perjanjian

Page 8: Klausula Pilihan Hukum

adhesi. Sehingga batas waktu 1 tahun untuk menggugat ganti rugi yang terdapat dalam ticket penumpang sebagai choice of law adalah sah.

Namun demikian putusan District Court dibatalkan oleh Court of Appeals. Pengadilan banding berpendapat bahwa berdasarkan kasus The Bremen dan Carnival Cruise maka pengadilan seharusnya menghormati choice of law yang terdapat dalam kontrak mengenai passage ticket, kecuali jika salah satu pihak menentang pelaksanaan choice of law tersebut karena unreasonable and unjust. Klausula tersebut adalah tidak sah jika ada alasan fraud or overreach¬ing atau bila dilaksanakan akan bertentangan dengan public policy dari forum di mana gugatan itu diajukan. Menurut pengadilan banding penggugat, pembanding tidak mendalilkan bahwa pelaksanaan dari ketentuan choice of law adalah unrea¬sonable (tidak layak) dan unjust (tidak adil) atau bahwa mereka telah menjadi korban dari fraud (kecurangan), bad faith (itikat buruk) atau overreaching (memperdayakan).

Sehingga menurut Court of Appeals bahwa tidak ada uraian yang menunjukkan ketentuan choice of law adalah unreasonable (tidak layak) dan unjust (tidak adil) atau pelaksanaan choice of law akan melanggar public policy Amerika, oleh sebab itu tidak ada alasan untuk menolak pelaksanaan ketentuan choice of law yang terdapat dalam passage ticket.

CHOICE OF FORUM

Pada waktu mengadakan transaksi bisnis internasional para pihak dapat memilih forum tertentu sebagai tempat penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari sehubungan dengan transaksi yang mereka buat. Forum tersebut dapat berupa, forum pengadilan dan yang lainnya forum arbitrase.Masalah tempat penyelesaian sengketa menjadi penting karena dalam suatu kontrak bisnis internasional dapat terbuka kemungkinan timbulnya banyak yurisdiksi yang dapat menyatakan sebagai forum yang berwcnang untuk menyelesaikan suatu sengketa. Karena paia piliak yang terlibat dalam kontrak bisnis internasional berasal dari negara yang berbeda, dan jika timbul sengketa maka terbuka kemungkinan bahwa sengketa tersebut dapat diajukan pada pengadilan dari masing-masing pihak. Selain itu pengadilan dari negara ke tiga dapat juga mempunyai kewenangan untuk memeriksa suatu sengketa, jika tempat terjadinya kerugian berada dalam yurisdiksi pengadilan dari negara tersebut. Pengadilan dari negara ke tiga dapat juga mempunyai yurisdiksi atas suatu sengketa jika aset debitor terletak dalam negara itu. Adanya kegiatan bisnis terus menerus di wilayah negara lain juga bisa berakibat ditunduknya kita pada yurisdiksi negara itu17.

Dengan demikian maka suatu kegiatan bisnis internasional dapat melibatkan banyak yurisdiksi, dan masing-masing yurisdiksi yang terkait dalam kontrak bisnis internasional tersebut dapat mengklaim yurisdiksinya sebagai yurisdiksi yang berwenang atas sengketa itu, atau bahkan atas suatu sengketa dapat digugat pada lebih dari satu pengadilan.

Maka untuk menghindari timbulnya banyak yurisdiksi dalam menangani suatu sengketa bisnis internasional maka para pihak dalam merancangkan suatu kontrak bisnis internasional dapat mencantumkan klausula pilihan forum atau choice of forum clause. Dengan demikian jika timbul

Page 9: Klausula Pilihan Hukum

sengketa di kemudian hari mengenai kontrak tersebut maka forum yang dipilih itulah yang berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.

Namun demikian dalam praktek tidak selalu klausula choice of forum atau choice of forum clause dapat diterima sebagai supremacy dari partij automomie. Karena pilihan forum harus dilakukan pada forum yang ada kaitannya dengan kontrak tersebut. Di samping itu klausula choice of forum juga dapat diuji oleh doktrin forum non convenience yang diterapkan di pengadilan Amerika.Demikian juga klausula choice of forum dapat diuji oleh public policy dari suatu negara.

Apakah suatu klausula choice of fo¬rum merupakan forum non convenience atau melanggar public policy dari suatu negara adalah tergantung pada kasus demi kasus.

Klausula Choice of Forum Dalam Kasus Bisnis Internasional

Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya mengenai klausula choice of law yaitu Pengadilan Inggeris akan menerima suatu sengketa untuk diadili, jika terdapat klausula choice of forum pada pengadilan Inggeris. Seperti nampak jelas dalam kasus M / S Bremen v.Zapata Off-Shore Co. di mana dalam kontrak terdapat pilihan forum pada pengadilan Inggeris.

Kasus ini menjadi menarik untuk dikaji dalam penulisan ini karena kasus ini sempat diperkarakan pada 2 pengadilan dari 2 negara yang berbeda, yaitu di pengadilan Inggeris dan di pengadilan Amerika. Zapata menggugat Unterweser pada District Court di Tampa Amerika sebagai tempat terjadinya kerugian, sedangkan Unterweser menggugat Zapata di High Court of Justice di Lon¬don sesuai dengan klausula choice of forum dalam kontrak.

Kasus ini juga menjadi kontroversi di Pengadilan Amerika baik di tingkat District Court, Court of Appeals maupun di tingkat Supreme Court. Dalam memeriksa kasus M/S Bremen v.Zapata Off-Shore Co. District Court berpendapat bahwa klausula choice of forum sesuai kontrak adalah bertentangan dengan ketertiban umum atau public policy Amerika berdasarkan kasus Carbon Blac Export v. The Menrosa. Dalam kasus tersebut pilihan forum tidak dapat dilaksanakan karena suatu perjanjian yang bertentangan secara objektif untuk meniadakan yurisdiksi pengadilan adalah bertentangan dengan public policy dan tidak dapat dilaksanakan.

Pada tingkat Court of Appeals, pengadilan menguji klausula pilihan forum dengan doktrin forum non con¬venience. Menurut pengadilan banding klausula choice of forum pada pengadilan di London mentpakan fo¬rum non convenience, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Tempat terjadinya kerugian merupakan yurisdiksi dari District Court di Tampa; 2. Banyak saksi termasuk awak kapal Zapata berada dalam area teluk pantai sebagai tempat kejadian; 4. Kesaksian dari awak kapal Bremen dilakukan secara tertulis di Tampa; 5. Inggeris tidak berkepentingan dalam hal ini.

Pada tingkat Supreme Court, pengadilan berpendapat bahwa apabila suatu kontrak bisnis internasional yang telah dinegosiasikan secara Bebas dan tidak dipengaruhi oleh fraud (kecurangan), undue influence (pengaruh yang tidak pantas) dan over¬weening bargaining power (bargaining power yang tidak seimbang), maka pilihan forum tersebut harus dilaksanakan

Page 10: Klausula Pilihan Hukum

oleh pengadilan. Baik Zapata maupun Unterweser merupakan dua perusahaan besar dan sangat berpengalaman dalam berbisnis maka klausula choice of forum harus dihormati.Zapata dalam kasus ini tidak dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan klausula choice of forum adalah unrea¬sonable (tidak layak) dan unjust (tidak adil) atau klausula choice of forum tidak sah berdasarkan alasan fraud (kecurangan) atau overreaching (memperdaya). Selanjutnya menurut Supreme Court bahwa pilihan forum pada pengadilan di London adalah layak, karena pengadilan Inggeris merupakan pengadilan yang telah memenuhi standart yang layak mengenai pengadilan yang netral dalam menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan pelayaran di laut. Oleh sebab itu Supreme Court menolak permohonan kasasi dan membatalkan putusan banding.

Pada kasus The Fehmarn (1958) 1 ALL E. R 333 (CA; 1957)18 pengadilan Inggeris berpendapat berbeda dengan kasus M / S Bremen. Dalam kasus M / S Bremen pengadilan Inggeris menyatakan berwenang untuk memeriksa perkara tersebut berdasarkan klausula choice of forum pada pengadilan Inggeris.Sedangkan dalam kasus The Fehmarn pengadilan Inggeris menolak untuk melaksanakan klausula choice of forum pada pengadilan asing dan pengadilan Inggeris menyatakan berwenang untuk memeriksa perkara tersebut berdasarkan titik taut yang secara objektif yang ada pada kasus tersebut dengan Inggeris. Duduknya perkara tersebut sebagai berikut :

Suatu perusahaan Rusia memuat terpentine (olie) pada pelabuhan di Baltic dengan kapal Jerman. Dalam bill of lading menyatakan bahwa olie telah dikapalkan dalam kondisi yang baik dan telah diserahkan sesuai dengan syarat-syarat termasuk persyaratan bahwa pemilik kapal Jerman akan menyediakan kapal yang cocok untuk perjalanan tersebut. Bill of lading juga berisi ketentuan choice of law dan choice of forum sebagai berikut "all claims and disputes arising under and in connection with this bill of lading shall be judged in the U.S.S.R. "and that" questions and dis¬putes not mention in this bill of lading shall be determined according to the Merchant Shipping Code of the U.S.S.R. Perusahaan Rusia tersebut yang menjual kemudian mengirim olie itu kepada pembeli Inggeris, yang menjadi pemegang dari bill of lading. Setelah membongkar muatan olie di Inggeris ternyata olie tersebut telah terkontaminasi. Karena pemilik kapal tidak memelihara kebersihan tangki dengan baik sebelum dikapalkan. Oleh sebab itu pembeli Inggeris menggugat pemilik kapal Jerman di Inggeris.

Pengadilan Inggeris menerima gugatan tersebut, walaupun dalam bill of lading terdapat klausula choice of law maupun choice of forum pada pengadilan Rusia. Dalam memeriksa kasus ini, pengadilan Inggeris berpendapat bahwa klausula pilihan forum tidak mengikat jecara absolut_ pada pengadilan di luar pilihan forum. Selanjutnya pengadilan Inggeris berpendapat bahwa kasus ini melibatkan pembeli Warganegara Inggeris atas barang-barang Warganegara Rusia dan yang digugat adalah Warga negara Jerman sebagai pemilik kapal. Dalam bill of lading terdapat klausula choice of law dan choice of forum pada hukum Rusia dan pengadilan Rusia dan terdapat saksi-saksi di ke 2 yurisdiksi. Akan tetapi Rusia bukan merupakan pihak dalam gugatan ini, oleh sebab itu menurut pengadilan Inggeris, pembeli Warganegara Inggeris berhak untuk memakai hukum pengangkutan laut Inggeris jika kapal singgah di Inggeris dan oleh karena itu perselisihan ini merupakan bagian dari yurisdiksi pengadilan Inggeris. Dalam kasus ini Lord Denning berpendapat sebagai berikut :

Page 11: Klausula Pilihan Hukum

The next question is whether the action ought to be stayed because of the provision in the bill of lading that all disputes are to be judged by the Russian court. I do not regard this provisions as equal to an arbitration. But I do say that the English court are in charge of their own proceedings and one of the rules they apply is that a stipulation that all dis¬putes should be judge bya the tribunals of a particular country is not absolutely binding. It is a matter to which the court of this country will pay much regard and to which they will normally give effect, but it is subject to the over riding principle that no one by his private stipulation can oust these courts of their jurisdiction in a matter that properly belongs to them19 .Jadi, menurut Lord Denning Inggeris menghargai pilihan forum tetapi ada prinsip yang lebih tinggi yaitu tidak seorangpun dapat meniadakan titik taut yang seharusnya berlaku dalam kasus ini. Karena Inggeris merupakan pihak dalam perkara ini, walaupun terdapat pilihan forum pada pengadilan lain hal itu secara absolut tidak mengikat, kecuali terhadap klausula arbitrase.

KESIMPULAN

1.a. Terdapat perbedaan yang tajam dalam praktek di Inggeris dan negara-negara Iain, di Inggeris choice of forum tidak dipisahkan secara tegas dengan choice of law sedangkan di negara-negara lain adanya pemisahan secara tegas antara choice of forum dan choice of law.

b.Klausula choice of law dan choice of forum adalah sah jika telah dinegosiasikan secara bebas oleh para pihak tidak dipengaruhi oleh fraud (kecurangan), undue influence (penyalah gunaan keadaan) dan overweening bargain¬ing power (bargaining power yang tidak seimbang), maka klausula choice of forum termasuk choice of law tersebut harus dihormati dan dilaksanakan oleh pengadilan.

c. Dalam membuat kontrak bisnis internasional yang berkaitan dengan pelayaran di laut, maka para pihak dapat memilih forum pengadilan Inggeris sebagai tempat penyelesaian sengketa, walaupun Inggeris bukan pihak dalam kontrak tersebut. Karena pengadilan Inggeris merupakan pengadilan yang telah memenuhi standart yang layak mengenai pengadilan yang netral dalam menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan pelayaran di laut.

d.Suatu klausula choice of law yang terdapat dalam perjanjian adhesi atau perjanjian baku adalah sah, kecuali jika salah satu pihak menentang pelaksanaan klausula tersebut karena unreasonable (tidak layak) dan unjust (tidak adil) atau bila mereka telah menjadi korban dari fraud (kecurangan), bath faith (itikat buru) atau overreaching (memperdayakan )

1.a. Walaupun terdapat klausula choice of forum dalan suatu kontrak bisnis    internasional, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa jika timbul sengketa maka salah satu pihak dapat menggugat pada forum dari negara lain yang berbeda dengan pilihan forum yang terdapat dalam kontrak sebab klausula pilihan forum tidak mengikat secara absolut pada pengadilan di luar pilihan forum,

b. Pengadilan Inggeris menyata-kan berwenang untuk mengadili suatu perkara, jika dalam perkara tersebut terdapat titik taut yang secara obyektif berkaitan dengan Inggeris, walaupun dalam kontrak terdapat klausula choice of forum pada pengadilan asing. Karena menurut

Page 12: Klausula Pilihan Hukum

pengadilan Ingeris titik taut obyektif tidak dapat ditiadakan oleh titik taut subyektif, keculai terhadap klausula arbitrase.