kkk

62
PENGARUH LAMA FERMENTASI NATA KULIT PISANG RAJA TERHADAP KETEBALAN DAN KADAR SERAT SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI LKS BERBASIS ENTREPRENEURSHIP Proposal Penelitian untuk Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Diajukan oleh Muhammad Baharudin Yusuf NPM 09320293 Kepada

Upload: julfikar-anggiawan

Post on 08-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

jdjdjdjjjjc

TRANSCRIPT

PENGARUH LAMA FERMENTASI NATA KULIT PISANG RAJA

TERHADAP KETEBALAN DAN KADAR SERAT SERTA

IMPLEMENTASINYA SEBAGAI LKS BERBASIS ENTREPRENEURSHIP

Proposal Penelitian untuk Skripsi

Program Studi

Pendidikan Biologi

Diajukan oleh

Muhammad Baharudin Yusuf

NPM 09320293

Kepada

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN

ALAM DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS PGRI SEMARANG

2015

Halaman Persetujuan

Proposal penelitian berjudul

PANGARUH LAMA FERMENTASI NATA KULIT PISANG RAJA TERHADAP

KETEBALAN DAN KADAR SERAT SERTA IMPLEMENTASINYA SEBAGAI LKS

BERBASIS ENTREPRENEURSHIP

yang diajukan oleh :

Muhammad Baharudin Yusuf

NPM. 09320293

telah disetujui untuk dilaksanakan

Semarang, ......................

Pembimbing I Pembimbing II

Endah Rita, S.Si., M.Si . Prasetiyo, M.Pd.

NIDN.062308700

NIDN.0602038401

Mengetahui,

Dekan FPMIPATI

Dra. Intan Indiarti, M.Pd.

NIDN.0029046101

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, komoditas pisang menduduki tempat pertama

di antara jenis buah buahan lainnya, baik dari segi luas

pertanamannya maupun dari segi produksinya. Total produksi

pisang di Indonesia pada tahun 2006 berkisar antara 5.037.472

ton.

Menurut ( Hanum dkk; 2012 ) dalam penelitiannya

berdasarkan data terakhir yang diperoleh, saat ini luas lahan yang

ditanami pisang di daerah Sumatera Utara berkisar 3.195,60

hektar dengan produktivitas 5,32 kuintal per hektar. Setiap

tahunnya daerah tersebut bisa menghasilkan 160.888 ton buah

pisang, termasuk di dalamnya buah pisang raja (Musa

Sapientum ). Bobot kulit pisang mencapai 40% dari buahnya.

Dengan demikian kulit pisang menghasilkan limbah dengan

volume yang besar.

Pisang merupakan salah satu tanaman yang hampir seluruh

bagiannya dapat dimanfaatkan, mulai dari buah dan daunnya,

bahkan ternyata kulitnya pun dapat dimanfaatkan. Buahnya dapat

langsung dikonsumsi apabila sudah matang ataupun diolah

kembali menjadi makanan yang lezat. Daunnya dapat digunakan

sebagai pembungkus makanan tradisional Indonesia. Tumbuhan

pisang adalah suatu tumbuhan yang dapat tumbuh secara

potensial di Indonesia. Tumbuhan pisang dapat tumbuh di daerah

pantai maupun di daerah pegunungan. Hampir semua wilayah

yang ada di Indonesia dapat ditumbuhi tumbuhan pisang. Selama

ini, masyarakat selalu mengkomsumsi buah dari tumbuhan pisang.

Konsumen pada umumnya setelah makan buah pisang lalu

membuang kulitnya karena menganggap sampah (limbah buah

pisang).

Pengolahan buah pisang rupanya tidak diikuti dengan

pengolahan kulit pisang yang banyak jumlahnya. Jumlah kulit

pisang cukup banyak yaitu kira-kira 1/3 dari buah pisang yang

belum dikupas. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat

limbah kulit pisang mengandung beberapa nutrisi yang masih

dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi suatu produk pangan

misalnya nata de banana skin. Menurut Kaleka ( 2013 ) volume

produksi pisang di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2012

berturut – turut sebesar 5.755.073 ton, 6.132.695 ton, dan

6.071.035 ton. Sedangkan sampai saat ini kulit pisang belum

dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah

organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti

kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak

akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila

dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Kulit pisang mempunyai kandungan gizi yang cukup lengkap

seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi,

vitamin B, vitamin C dan air. Kandungan karbohidrat yang cukup

tinggi dalam kulit pisang merupakan syarat utama untuk

memproduksi nata (Suprapti, 2005).

Buah pisang tersebut menghasilkan limbah berupa kulit

pisang yang menumpuk di lingkungan masyarakat, sehingga perlu

adanya pemanfaatan limbah tersebut untuk mengurangi

penumpukan sampah. Salah satu pengolahannya dijadikan

sebagai nata de banana skin melalui proses fermentasi yang

dibantu oleh bakteri Acetobacter xylinum yang memiliki

kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi

selulosa (Atmawati, 2005).

Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses

fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk

membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus

mempunyai kandungan glukosa (karbohidrat) yang cukup tinggi.

Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk.

Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizinya ternyata

mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50

g dalam 100 g bahan, sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan

sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata

(Suprapti, 2005).

Adanya gula sukrosa dalam kulit pisang akan dimanfaatkan

oleh Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber

karbon untuk membentuk senyawa metabolit diantaranya selulosa

yang membentuk nata de banana skin. Senyawa pendukung

pertumbuhan (growth promoting factor) akan meningkatkan

pertumbuhan mikroba, sedangkan mineral dalam substrat akan

membantu meningkatkan aktivitas enzim kinase dalam

metabolisme sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan

selulosa (Setyowati, 2004).

Pada penelitin ini dipilih kulit pisang yang berjenis pisang

raja. Ayusnika et al. (2014) menyatakan bahwa kulit pisang raja

menghasilkan kualitas nata dengan warna dan tekstur (ketebalan)

terbaik. Sebagai upaya meningkatkan nilai tambahnya maka

dikembangkan pemanfaatan limbah kulit pisang raja menjadi nata.

Bakteri pembentuk nata yaitu Acetobacter xylinum dapat

tumbuh dan berkembang membentuk nata karena adanya

kandungan air, protein, lemak, karbohidrat, dan beberapa mineral

pada substrat sebagai nutrisinya. Tidak semua nutrisi yang ada

pada substrat dapat terpenuhi maka perlu adanya tambahan

nutrisi yang diberikan berupa sukrosa (karbon) dan urea

(nitrogen). Penambahan sumber nitrogen anorganik atau organik

akan meningkatkan aktivitas Acetobacter xylinum dalam

memproduksi nata. Hasil nata yang terbaik merupakan nata yang

memiliki kadar serat sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)

maksimal dengan kadar serat 4,5%. Pembentukan nata dapat

dipengaruhi oleh lama fermentasi, dimana lama fermentasi yang

optimum akan menghasilkan kualitas nata terbaik. Kualitas nata

yang paling baik dapat diketahui dengan penelitian yaitu lama

fermentasi terhadap kualitas nata kulit pisang raja berdasarkan

pengamatan ketebalan dan kadar serat dari nata pisang raja.

Hasil dari penelitian juga akan diimplementasikan pada mata

pelajaran Biologi pada siswa kelas XII semester genap sebagai LKS

pada pembelajaran berbasis entrepreneurship yang berkaitan

dengan materi Bioteknologi, sehingga pendidikan

entrepreneurship yang diterapkan di sekolah dapat meningkatkan

niat siswa untuk menjadi seorang entrepreneur sehingga mereka

dapat memilih karir setelah menyelesaikan pendidikan.

1. Identifikasi Masalah

Masalah-masalah yang berkaitan dengan pisang raja adalah

sebagai berikut:

a. Ketersedian pisang raja yang sangat melimpah sehingga

berpotensi menghasilkan limbah kulit pisang yang banyak.

b. Kulit pisang biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai pakan ternak kambing, sapi, dan kerbau.

c. Pemanfaatan buah pisang pada umumnya hanya

dimanfaatkan daging buahnya saja sedangkan kulitnya

dibuang, akibatnya limbah kulit pisang jadi melimpah.

d. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan

kulit pisang sebagai produk bahan makanan.

2. Pemilihan Masalah

Adanya permasalahan yang muncul seperti yang telah

teridentifikasi sebelumnya, maka berdasarkan analisis masalah

dan atas pertimbangan dari aspek masalah serta aspek

penelitian, kurangnya pengetahuan masyarakat dalam

memanfaatkan limbah kulit pisang maka perlu diteliti untuk

mendapatkan pemecahannya. Oleh karena itu perlu diadakan

penelitian pemanfaatan kulit pisang sebagai produk bahan

makanan dengan pengaruh lama fermentasi nata kulit pisang

raja untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan

meningkatnya ketebalan dan kadar serat.

3. Perumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh lama fermentasi yang paling tepat

agar diperoleh kandungan karbohidrat dan kadar serat yang

optimal?

b. Bagaimanakah penelitian ini dapat diimplementasikan dalam

kegiatan pembelajaran Biologi di SMA kelas XII?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh lama fermentasi yang paling tepat agar

diperoleh ketebalan dan kadar serat yang optimal.

2. Menjadi sumber informasi untuk diimplementasikan dalam

kegiatan pembelajaran Biologi khususnya di SMA kelas XII

Semester genap pada materi Bioteknologi.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Sebagai bahan informasi dalam pembuatan nata dari kulit

pisang raja.

2. Menambah pengetahuan baru terhadap civitas akademik

tentang pemanfaatan kulit pisang raja menjadi nata yang dapat

dijadikan acuan dalam memberikan suatu materi pembelajaran

di SMA/MA kelas XII Semester genap pada materi Bioteknologi

yaitu pada :

a. Kompetensi Inti 4 : Mengolah, menalar, menyaji, dan

mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait

dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah

secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif,

dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar 4.10. : Merencanakan dan melakukan

percobaan dalam penerapan prinsip-prinsip bioteknologi

konvensional untuk menghasilkan produk dan

mengevaluasi produk yang dihasilkan serta prosedur yang

dilaksanakan.

D. Definisi Isilah

Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari salah

penafsiran dalam penelitian ini maka penulis memberi batasan-

batasan suatu definisi istilah yang dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1. Pisang

Pisang adalah nama umum yang diberikan pada

tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku

Musaceae. Buah ini tersusun dalam tandan dengan kelompok-

kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir.

2. Starter nata

Starter nata merupakan strain murni Acetobacter

xylinum yang dibiakkan kedalam media. Keberadaan starter

bakteri Acetobacter xylinum sangat diperlukan untuk

pembentukan nata. Tanpa adanya bakteri ini, lapisan nata

tidak akan terbentuk. Volume starter besar sekali pengaruhnya

terhadap ketebalan nata yang dihasilkan ( Nurfiningsih, 2009 ).

Bakteri Acetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat

berbentuk batang yang bersifat aerobic termasuk dalam genus

Acetobacter, gram negative dan tidak melakukan fotosintesis.

3. Nata

Nata adalah bahan menyerupai gel (agar-agar) yang terapung pada

medium yang mengandung gula dan asam hasil bentukan mikroorganisme

Acetobacter xylinum. Nata pada dasarnya merupakan selulosa. Apabila dilihat

dibawah mikroskop akan tampak sebagai suatu massa fibril tidak beraturan

yang menyerupai benang atau kapas (Sutarminingsih, 2004).

4. Ketebalan

Nomina (kata benda) perihal (keadaan) tebal (Anton,

2005).

5. Serat

Serat pada nata kulit pisang raja yaitu jalinan mikrofibril

selulosa yang dihasilkan bakteri Acetobacter xylinum pada

lembaran nata.

6. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa

yang terkandung di dalam substrat oleh mikroba (kultur)

misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain (misalkan

selulosa/nata de coco), baik merupakan proses pemecahan

maupun proses pembentukan dalam situasi aerob maupun

anaerob (Sumanti, 2007).

TELAAH PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pisang raja

a.Deskripsi dan morfologi pisang raja

Tanaman pisang tergolong dalam suku Musaceae. Ciri-

ciri umum morfologinya antara lain : perakaran serabut,

terna yang besar, sering dengan batang semu tang terdiri

atas upih daun yang balut membalut, dengan daun yang

lebar, bangun jorong atau memanjang, ibu tulang tebal,

beralur di sisi atasnya, jelas berbeda di sisi atasnya, jelas

berbeda dari tulang-tulang cabangnya yang menyirip. Bunga

banci atau berkelamin tunggal, zigomorf, terdapat susun

sinsiunus yang terdapat dalam ketiak daun pelindung yang

besar dan berwarna menarik. Keseluruhan rangkaian bunga

merupakan tenda dengan bunga betina di bagian pangkal

dan bunga-bunga jantan di bagian perbungaannya. Hiasan

bunga jelas dapat dibedakan dalam kelopak dan

mahkotanya. Kelopak berbentuk tabung, memanjang,

berbagi 2 dengan tepi bergigi yang berbeda-beda. Mahkota

berbibir dua, seringkali rompang dan bagian atasnya berigi-

rigi. Benang sari berjumlah lima dan yang satu lagi

tereduksi. Tangkai sari berbentuk benang, kepala sari

bangun garis, beruang dua. Bakal buah tenggelam dan

beruang tiga, tiap ruang berisi banyak sekali biji dengan

tembuni di sudut-sudutnya. Tangkai sari berbentuk benang,

kepala sari berlekuk. Buah berdaging tidak membuka,

merupakan buah buni atau kandaga. Biji dengan kulit biji

keras, kadang-kadang bersalut, lembaga lurus terdapat

dalam endosperm dan perisperm (Tjitrosoetomo, 2004).

Pisang merupakan nama umum yang diberikan pada

tumbuhan terna raksasa berdaun besar memanjang dari

suku Musaceae. Beberapa jenisnya (Musa acuminata, M.

balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi

yang dinamakan sama. Buah ini tersusun dalam tandan

dengan kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut

sisir. Hampir semua buah pisang memiliki kulit berwarna

kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang

berwarna jingga, merah, hijau, ungu, atau bahkan hampir

hitam. Buah pisang sebagai bahan pangan merupakan

sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium.

b.Klasifikasi ilmiah pisang raja

Menurut Tjitrosoetomo (2004) klasifikasi ilmiah pisang

raja adalah :

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotylae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Musaceae

Marga : Musa

Jenis : Musa sapientum

Pisang memiliki banyak jenis dan macamnya.

Pengelompokan pisang ada tiga yaitu pisang khusus untuk

dimakan, pisang untuk tanaman hias, dan ada pisang yang

dimabil seratnya. Jenis pisang yang dapat dikonsumsi sangat

banyak dan semuanya dapat memberikan nutrisi kepada

tubuh manusia. Penggolongan jenis pisang dapat didasarkan

pada morfologi tanaman pisang tekstur buah, atau juga

kegunaan pisang itu sendiri.

Pisang raja adalah salah satu jenis pisang yang memiliki kandungan

nutrisi yang cukup kompleks. Buah ini sering kali dipergunakan sebagai

makanan pokok pengganti nasi karena kandungan karbohidratnya cukup

tinggi. Selain kaya akan karbohidrat, pisang raja memiliki kandungan

vitamin A yang cukup besar sehingga penderita katarak dan rabun senja

disarankan untuk mengkonsumsi pisang ini.

Sumber :

Gambar 2.1 Buah pisang raja

Pisang raja memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut:

1).Buahnya mirip pisang ambon namun memiliki kulit lebih

tebal. Berwarna kuning muda, kuning tua, dan juga ada

yang berwarna merah daging.

2). Tinggi 2,5-3 m, dengan lingkar batang 0,4-0,5 meter,

berwarna hijau dengan bercak coklat kehitaman.

3). Panjang daun hingga 2,8 m, dan lebar 60 cm, berwarna

hijau.

4). Tandan buah dapat mencapai 40-60 cm, merunduk, dan

berbulu halus.

5). Jantung berbentuk bulat telur, kelopak berwarna ungu

sebelah luar dan merah sebelah dalam.

6). Sisir berjumlah 6-8 dengan buah tiap sisir berjumlah 12-

13.

7).Daging buah berwarna putih kekuningan, tidak berbiji,

rasa agak manis sampai manis, dan kurang beraroma.

8).Berbunga pada umur 14 bulan dan masak sekitar 160

hari.

c. Komposisi zat gizi pisang raja

Tabel 2.1 Komposisi gizi daging buah pisang raja per

100 gram

Kandungan zat gizi Jumlah

Kalori (kal) 90

Karbohidrat (g)

Gula

22,8

12,23

Lemak (g) 0,33

Protein (g) 1,09

Serat 2,26

Vitamin A (ug)

Vitamin B1 (mg)

3

0,31

Vitamin B2 (mg) 0,073

Vitamin B3 (mg)

Vitamin B5 (mg)

Vitamin B6 (mg)

Vitamin B9 (ug)

Kalium (mg)

Besi (mg)

Vitamin C (mg)

Magnesium (mg)

Fosfor (mg)

Potasium (mg)

Seng (mg)

0,665

0,334

0,367

20

8,7

5

0,26

27

22

358

0,15

Sumber: Kaleka (2013)

Tabel 2.2 Komposisi gizi kulit pisang raja per 100 gram

Kandungan Zat gizi Kadar

Air (g) 6,70±02,22

Karbohidrat (g) 59,00±1,36

Lemak (g) 1,70±0,10

Protein (g) 0.90±0,24

Kalsium (mg) 19,20±0.00

Potasium (mg) 78,10±6,58

Zat besi (mg) 0,60±0,22

Mangan (mg) 76,20±0,00

Sodium (mg) 24,30±0,12

Sumber: Anhwange (2009)

2. Nata

Istilah nata berasal dari bahasa Spanyol yaitu “nadar”

yang berarti terapung-apung. Nata sendiri sebenarnya

merupakan pelikel atau polisakarida ekstraseluler yang

dihasilkan dari bakteri Acetobacter xylinum, terakumulasi pada

bagian permukaan cairan dan terapung-apung. Terapungnya

biomassa yang sebagian besar terdiri atas selulosa disebabkan

oleh adanya gas-gas CO2 yang dihasilkan selamaproses

metabolisme dan menempel pada fibril-fibril pelikel sehingga

menyebabkan terapung.

Petumbuhan Acetobacter xylinum dalam medium yang

sesuai akan menghasilkan massa berupa selaput tebal pada

permukaan medium. Selaput tebal tersebut mengandung 35-

62 % selulosa, terbentuk di permukaan dan merupakan hasil

akumulasi polisakarida ekstraseluler yang tersusun oleh

jaringan mikrofibril/pelikel. Pelikel tersebut adalah tipe selulosa

yang mempunyai struktur kimia seperti selulosa yang dibentuk

oleh tumbuhan tingkat tinggi.

Nata merupakan substansi selulosa yang berwarna putih

sampai kuning krem yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter

xylinum pada permukaan air kelapa, ekstrak tumbuhan, sari

buah, air limbah cair tahu dalam media yang mengandung gula

(Purwanto, 2012).

3. Starter Nata

Bakteri Acetobacter. xylinum tergolong familia

Pseudomonadaceae dan termasuk genus Acetobacter. Sel

berbentuk bulat, panjang 2 mikron, biasanya terdapat sel

tunggal atau kadang-kadang membentuk rantai dengan sel

yang lain.

Menurut Bielecki dan Kristynowichz (2002) terdapat

beberapa bakteri yang mampu menghasilkan selulosa, seperti,

Achromobacter, Aerobacter, Agrobacterium, Azotobacter,

Alcaligenes, Pseudomonas, Rhizobium, Sarcina, dan Zoogloea

dilaporkan dapat membentuk selulosa. Di antara genus-genus

tersebut Acetobacter merupakan strain yang paling banyak

diteliti dan telah digunakan sebagai model mikroorganisme

untuk penelitian dasar dan penerapan penghasil selulosa.

Starter bakteri berupa Acetobacter xylinum memiliki

peranan penting dalam pembentukan nata. Untuk

pertumbuhan dan aktifitas bakteri tersebut membutuhkan

unsur makro dan unsur mikro, unsur makro terdiri atas karbon

dan nitrogen. Sebagian dari kebutuhan karbon tersebut sudah

terpenuhi oleh air ekstrak dalam bentuk karbohidrat sederhana

seperti sukrosa, glukosa, fruktosa, dan lain–lainnya. Sementara

nitrogen dapat diperoleh dari protein yang terkandung dari air

ekstrak kulit pisang, meskipun dalam jumlah yang kecil.

Meskipun dalam skala sedikit, protein dalam air ekstrak kulit

pisang tersusun dari asam amino yang lengkap. Kelengkapan

asam amino sangat mendukung pertumbuhan, perkembangan,

dan aktifitas starter nata yaitu Acetobacter xylinum.

Untuk pertumbuhan secara optimal Acetobacter xylinum

membutuhkan karbon dan nitrogen dalam jumlah yang cukup.

Selain dapat diperoleh dari air ekstrak kulit pisang perlu

ditambahkan dari luar untuk mencukupi jumlah yang

dibutuhkan sekaligus untuk mencapai kondisi C dan N menjadi

20. Angka tersebut merupakan rasio optimal bagi pertumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum. Selain karbohidrat dan protein air

ekstrak kulit pisang juga berbagai mineral yang sangat

diperlukan dalam pembentukan nata diantaranya kalsium (Ca),

Magnesium (Mg), fosfor (P), dan zat besi (Fe).

a. Klasifikasi ilmiah Acetobacter xylinum

Menurut Moss (1995) klasifikasi dari Acetobacter

xylinum adalah :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Alphaproteobacteria

Ordo : Rhodospirillales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Acetobacter

Spesies : Acetobacter xylinum

b. Sifat–sifat Acetobacter xylinum

Adapun sifat – sifat bakteri Acetobacter xylinum dapat

diketahui dari sifat morfologi, sifat fisiologi, dan

pertumbuhan selnya.

1) Sifat morfologi

Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk

batang pendek yang memiliki panjang 2 mikron dan lebar

0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berkendir.

Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan

6-8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan gram

menunjukkan gram negative.

Bakteri ini tidak membentuk endospore maupun

pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel

berada sendiri–sendiri dan transparan. Koloni yang sudah

tua membentuk lapisan yang menyerupai gelatin yang

kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni

medium cair setelah 48 jam inokulasi akan terbentuk

lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan

jarum ose.

2) Sifat fisiologis

Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa,

etil, alcohol, dan propil alcohol, dan mempunyai

kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan

H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini yaitu

memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa

menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa menjadi matriks

yang dikenal sebagai nata. Factor dominan yang

mempengaruhi pembentukan nata adalah ketersediaan

nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan

oksigen.

3) Pertumbuhan sel

Pertumbuhan sel bakteri didefinisikan sebagai

pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam

sel hidup dimana umur sel ditentukan setelah proses

pembelahan sedangkan umur kultur diterangkan dari

lamanya umur inkubasi.

a) Fase adaptasi

Pada fase ini, bakteri akan menyesuaikan diri

dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya. Pada

fase ini terjadi aktifitas metabolism dan bahkan

pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh

medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah

inoculum. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum

dicapai antara 0–24 jam, semakin cepat fase ini dilalui,

makin efisien proses penbentukan nata.

b) Fase pertumbuhan awal

Pada fase ini, bakteri membelah dengan

kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase

eksponensial yang dilalui dalam beberapa jam.

c) Fase pertumbuhan eksponensial

Pada fase ini disebut juga fase pertumbuhan

logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang

sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum, fase

ini dapat dicapai dalam waktu antara 1-5 hari

tergantung pada kondisi lingkungan. Pada fase ini

juga, bakteri nata mengeluarkan enzim ekstrasfeluler

polymerase glukosa menjadi selulosa (matrik nata)

dan fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan

suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk

nata.

d) Fase pertumbuhan lambat

Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang

diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah

berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik

yang menghambat pertumbuhan bakteri, umur sel

telah tua. Pada fase ini, pertumbuhan tidak lagi stabil,

tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak

daripada jumlah sel yang mati.

e) Fase pertumbuhan tetap

Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh reatif

sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya

adalah didalam media terjadi kekurangan nutrisi,

pengaruh metabolit toksik lebih besar, dan umur sel

semakin tua. Namun, pada fase ini, sel akan lebih

tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika

dibandingkan dengan ketahanannya pada fase lain.

Selulosa (matriks nata) lebih diproduksi pada fase ini.

f) Fase menuju kematian

Pada fase ini bakteri mulai mengalami kematian

karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak

energi cadangannya.

Untuk bakteri Acetobacter xylinum dalam

melewati fase-fase tersebut sangat ditentukan oleh

strain (jenis spesifik) umur inoculum, nutrisi, dan

kondisi lingkungan. Strain merupakan subspecies yang

mempunyai kemampuan dan karakteristik lebih

spesifik.pada umumnya, bibit nata mampu

menghasilkan nata dalam waktu 14 hari, namun

dengan strain tertentu pembentukan nata hanya

memerlukan waktu 8 hari (Pambayun, 2002).

c. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri

Acetobacter xylinum

Pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dipengaruhi

beberapa factor sebagai berikut:

1) Sumber karbon

Menurut Purwanto (2012) medium fermentasi

medium pertumbuhan mikrobia yang dibutuhkan oleh

mikrobia untuk memperoleh energi, pertumbuhan,

motilitas, dan biosintesa makromolekul. Medium yang

dipergunakan untuk pertumbuhan mikrobia harus

mengandung komponen nutrien yang lengkap dan sesuai

dengan kebutuhan mikrobia yang menjalankan proses

fermentasi. Sumber karbon yang utama adalah

karbohidrat, meliputi : monosakarida (glukosa, fruktosa,

galaktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa),

trisakarida (rafinosa), dan polisakarida (pati, dekstrosa,

pektin, selulosa). Pembentukan nata oleh bakteri

Acetobacter xylinum membutuhkan gula sebagai sumber

C, substrat gula sebagai sumber karbon terdiri atas

glukosa, maltosa, laktosa, sukrosa, dekstrin dan

galaktosa. Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan

bahwa sumber C yang menunjang pertumbuhan optimal

Acetobacter xylinum adalah glukosa dan sukrosa.

Sukrosa paling banyak digunakan para produsen nata

karena mudah mendapatkannya. Penambahan sukrosa

10 % berat per volume menghasilkan nata yang paling

baik berdasarkan ketebalan dan tekstur yang terbentuk.

Senyawa sumber karbon yang dapat digunakan

dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang

tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan

yang dapat terjadi pada media yang mengandung

senyawa–senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa.

Sementara yang paling banyak digunakan adalah

sukrosa atau gula pasir. Disamping harganya murah,

sukrosa dapat diperoleh dengan mudah. Sukrosa

mempunyai kelebihan apabila dibandingkan dengan gula

sederhana lainnya, yakni sebagai sumber energi dan

bahan pembentuk nata, gula ini juga dapat berfungsi

sebagai bahan indusier yang berperan dalam

pembentukan enzim ekstraseluler polymerase yang

bekerja menyusun benang–benang nata, sehingga

pembentukan nata dapat maksimal. Penambahan

sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan,

jika penambahan berlebihan dapat mempengaruhi

tekstur dan ketebalannya.

2) Sumber nitrogen

Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa

organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi

pertumbuhan Acetobacter xylinum ammonium sulfat dan

ammonium fosfat (ZA) merupakan bahan yang lebih

cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan

kualitas nata yang dihasilkan. Banyak sumber Nitrogen

lain yang dapat digunakan dan murah seperti urea. Akan

tetapi secara teknis urea kurang menguntungkan

dibanding ZA. Kelebihan penggunaan ZA adalah dapat

menghambat atau mempersulit pertumbumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum. Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Industri Hasil Pertanian (2001) dalam

Prastyana (2002) penggunakan ZA (Zwafel Ammonium)

sebanyak 0,4 % dalam pembuatan nata de coco dan

penggunaan urea sebanyak 0,2 % sebagai sumber

nitrogen dalam pembentukan nata de soya.

Pertumbuhan dan aktivitas mikrobia membutuhkan

sumber nitrogen yang dapat diperoleh dalam bentuk

ammonium nitrat, asam-asam amino, pepton, dan

protein. Senyawa-senyawa tersebut digunakan oleh

bakteri untuk biosintesis protein dan pembentukan sel

bakteri.

3) Tingkat keasaman

Media fermentasi yang bersifat asam juga

merupakan faktor penghambat bagi pertumbuhan

mikrobia fermentasi yang tidak tahan terhadap kondisi

asam, sehingga menguntungkan bagi pertumbuhan

bakteri Acetobacter xylinum. Tingkat keasaman medium

fermentasi yang optimal untuk fermentasi nata de coco

oleh bakteri Acetobacter xylinum berkisar 4,5-6,0. Untuk

mencapai pH optimum pertumbuhan Acetobacter

xylinum biasanya ditambahkan asam asetat dalam

media fermentasi (Purwanto, 2012).

4) Temperatur

Salah satu factor yang mempengaruhi

pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah suhu

ruang tempat bibit nata yang ditumbuhkan. Berdasarkan

pada kebutuhannya terhadap suhu, bakteri ini

tergolongkan sebagai bakteri mesofil yaitu bakteri yang

hidup pada suhu ruang. Adapun suhu ideal (optimal) bagi

pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum antara 280 C–

310 C. Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar

pada umumnya di Indonesia. Pada suhu dibawah 280 C

pertumbuhan bakteri akan terhambat. Demikian juga,

apabila suhu di atas 310 C bibit nata akan mengalami

kerusakan dan bahkan pada suhu ± 400 C bakteri

Acetobacter xylinum akan mati meskipun enzim

ekstraseluler yang telah hasilkan tetap bekerja

membentuk nata.

Suhu inkubasi terbaik untuk pertumbuhan

Acetobacter xylinum adalah 28-310 C (suhu kamar). Pada

temperatur tersebut dihasilkan nata yang paling tebal

dibandingkan temperatur inkubasi yang lain. Pada

temperatur 200 C pertumbuhan bakteri terhambat

sehingga hanya dihasilkan lapisan nata yang tipis dan

lunak. Kondisi inkubasi dengan kisaran temperatur

optimal akan mampu menghasilkan nata yang tebal,

keras dan berat yang paling baik.

5) Oksigen

Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan

mikrobia aerobik, dalam pertumbuhannya,

perkembangan, dan aktifitasnya. Bakteri ini sangat

memerlukan oksigen. Apabila kekurangan oksigen, maka

bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan

dalam pertumbuhannya dan bahkan dapat mengalami

kematian. Wadah atau Fermentor pembiakan bibit nata

yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh

ditutup rapat sehingga kebutuhan akan oksigen pada

ruang fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi,

namun demikian harus diusahakan agar aliran udara

tidak kontak langsung dengan permukaan nata sehingga

udara yang masuk tidak kencang, sebaliknya apabila

aliran udara terlalu kencang dapat menyebabkan

kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002)

4. Serat

Serat nata merupakan benang-benang selulosa pada

lembaran nata yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter

xylinum. Nilai gizi nata sangat rendah sekali kandungan

terbesarnya adalah air yang mencapai 98 % karena itu produk

ini dapat dipakai sebagai sumber makanan rendah energi

untuk keperluan diet. Nata de coco juga mengandung serat

(dietary fiber) yang sangat dibutuhkan tubuh dalam proses

fisiologi (Pambayun, 2002).

Selulosa bakteri merupakan selulosa yang dihasilkan oleh

beberapa jenis bakteri, seperti galur Acetobacter yang banyak

digunakan dalam industri makanan, seperti nata de coco.

Selulosa yang dihasilkan oleh bakteri penghasil selulosa ini

dapat digunakan selayaknya seperti selulosa yang dihasilkan

oleh tanaman, namun memiliki karakteristik yang berbeda

karena polimer yang dihasilkan. Selulosa bakteri ini merupakan

homopolimer dari molekul beta-D-1,4 Glukosa dengan ikatan

beta-Glikosidik.

Selulosa bakteri ini termasuk jenis selulosa tipe 1,

selulosa yang terbentuk bersifat alami, tersusun secara paralel,

metastabil dan memiliki 2 subalomorf, yaitu 1 –alpha yang

dominan di algae dan bakteri dan 1-beta yang merupakan

penyusun utama selulosa tumbuhan. Selulosa bakteri ini

memiliki diameter sekitar 2-20 nm dan panjang 100-40.000

nm. Selulosa yang dihasilkan lebih kuat, lebih tipis dan lebih

ringan dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari

tumbuhan. Selulosa berfungsi dalam proteksi terhadap

gangguan kimia dan fisik, seperti UV, seperti pada Acetobacter

xylinum.

Mekanisme sederhana dari pembentukan selulosa

bakteri, pertama glukosa diubah menjadi glukosa-6-fosfat

(6GP) dengan bantuan enzim glukokinase, kemudian 6GP

diubah menjadi glukosa-1-fosfat (G1P) dengan bantuan enzim

phospoglucomutase dan diubah menjadi Uridine Dipospate

(UDP) dengan UPD Glucose phospolyrase dan terakhir kembali

menjadi selulosa dengan bantuan enzim selulosasintase

(Pecoraro et al., 2008).

Nata akan tampak sebagai suatu massa fibril tidak

beraturan yang menyerupai benang atau kapas apabila dilihat

di bawah mikroskop. Nata adalah salah satu jenis makanan

berbentuk gel (agar-agar) dengan tekstur agak kenyal, padat,

putih, dan sedikit transparan (Sutarminingsih, 2004).

Rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara

umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes, 2008). Nilai ini hanya

mencapai setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan.

Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19-29 tahun adalah

38 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan. Data

rata-rata konsumsi serat untuk anak di Indonesia belum ada.

Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) untuk anak-anak berusia 9-13 tahun

adalah 26-35 g/hari (WNPG 2012). Serat makanan memiliki

kemampuan mengikat air di dalam kolon membuat volume

feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada

rektum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi.

Dengan demikian feses lebih mudah dieliminir. Pengaruh nyata

yang telah dibuktikan adalah bertambahnya volume feses,

melunakkan konsistensi feses dan memperpendek waktu

transit di usus.

Serat makanan yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa

dan lignin sebagian tidak bisa dihancurkan oleh enzim-enzim

dan bakteri di dalam traktus digestitivus. Serat makanan ini

akan menyerap air di dalam kolon, sehingga volume feses

menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada rektum,

sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan

demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah

dieliminir atau dengan kata lain ransit time yaitu kurun waktu

antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa

makanan yang tidak dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat.

Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-

zat iritatif dengan mukosa kolorektal menjadi singkat, sehingga

dapat mencegah terjadinya penyakit di kolon dan rektum

(Kusharto, 2006).

5. Fermentasi

Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan

mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Organisme

anaerobik menghasilkan energi yaitu melelui reaksi-reaksi yang disebut

fermentasi yang menggunakan bahan organik sebagai donor dan akseptor

elektron (Pelcezar, 2008). Bakteri Acetobacter xylinum akan beradaptasi dengan

lingkungan (media) selama 3 hari. Tanda awal tumbuhnya bakteri Acetobacter

xylinum dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi selama

24 jam pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya mulai terbentuk di

permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi semakin jernih setelah

difermentasi selama 36-48 jam (Saragih, 2004).

Aktivitas pembuatan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3,5-7,5

dengan pH optimum untuk pembentukan nata adalah 4. Suhu yang

memungkinkan untuk pembentukan nata adalah pada suhu kamar, dengan

bantuan bakteri Acetobacter xylinum maka komponen gula yang terdapat di

dalamnya dapat dirubah menjadi suatu subtansi yang menyerupai gel yang

tumbuh di permukaan media (Nadiyah et al. 2005).

Jaringan halus yang transparan yang terbentuk dipermukaan membawa

sebagian bakteri yang terperangkap didalamnya. Gas karbon dioksida yang

dihasilkan secara lambat oleh Acetobacter xylinum mungkin menyebabkan

pengapungan nata, sehingga nata didorong kepermukaan. Polisakarida bakteri

yang dibentuk oleh enzim - enzim Acetobacter xylinum berasal dari suatu

prekursor yang berkaitan β (1-4) yang tersusun dari komponen gula yaitu

glukosa, manosa, ribose, dan rhamnosa. Prekursor dalam pembentukan selulosa

bakteri Acetobacter xylinum ialah UDPG ( Urasil Difosfo Glukosa) (Rizal et al.

2013).

Mekanisme pembentukan Nata selulosa oleh Acetobacter xylinum dalam

Rizal et al. (2013) adalah sebagai berikut:

.

Gambar: 2.2 Mekanisme

pembentukan Selulosa oleh Acetobacter xylinum

6. Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Trianto (2011) lembar kegiatan siswa (LKS)

adalah panduan panduan siswa yang digunakan untuk

melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah.

LKS dapat berupa panduan untuk latihan pengembgan aspek

kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek

pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau

demonstrasi. LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar

yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan

pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar

sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Menurut Majid (2008) lembar kerja siswa adalah

lembaran- lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh

peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk,

langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.

Keuntungan adanya lembar kerja siswa adalah memudahkan

guru dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa akan

belajar secara mandiri dan belajar memahami dan

menjalankan suatu tugas tertulis. Materi yang sudah dikemas

sedemikian rupa sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari

materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam lembar kerja siswa,

siswa akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang

berkaitan dengan materi, selain itu dalam LKS siswa dapat

menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi

yang diberikan, dalam LKS siswa pada saat yang bersamaan

diberi materi dan tugas yang berkaitan dengan materi

tersebut.

Lembar kerja siswa sebagai bahan ajar merupakan

lembar kegiatan yang berisikan suatu ilmu pengetahuan hasil

dari analisis tehadap kurikulum dalam bentuk tertulis.

Pengajaran dengan menggunakan LKS atau melalui latihan-

latihan dengan baik menghasilkan hal-hal sebagai berikut :

a. Siswa akan selalu dapat mempergunakan daya fikirnya yang

semakin lama bertambah baik, karena dengan pengajaran

yang baik maka siswa menjadi lebih teratur dan teliti dalam

mendorong daya ingatnya ini berarti daya fikir bertambah.

b. Pengetahuan siswa bertambah dari berbagai segi, dan anak

didik tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih

baik dan lebih mendalam. Guru berkewajiban menyelidiki

sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam

proses belajar mengajar salah satu cara ialah kemajuan

tersebut melalui ulangan (tes) tertulis atau lisan.

LKS merupakan salah satu dari sekian banyak media

pembelajaran, LKS termasuk media cetak, kata media berasl

dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah,

perantara atau pengantar. Apabila difahami secara garis besar

adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun

kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan sikap (Arsyad, 2009)

Lembar Kerja Siswa selain sebagai media pembelajaran

mempunyai beberapa fungsi yang lain, yaitu :

a. Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan

pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu

sebagai kegiatan belajar mengajar

b. Digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan

menghemat waktu penyajian suatu topik.

c. Untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah

dikuasai siswa dapat mengoptimalkan alat bantu

pengajaran yang terbatas

d. Membantu siswa dapat lebih aktif dlam proses belajar

mengajar.

e. Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara

rapi, sistematis mudah dipahami oleh siswa sehingga

mudah menarik perhatian siswa

f. Menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan

meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu

g. Mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok

atau klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas

sesuai dengan kecepatan belajarnya

h. Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu

seefektif mungkin

i. Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah.

Cara penyajian materi pelajaran dalam LKS meliputi

penyampaian materi secara ringkas kegiatan yang melibatkan

siswa secara aktif misalnya latihan soal, diskusi dan percobaan

sederhana. Selain itu penyusunan LKS yang tepat dapat

digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses

(Widjajanti, 2008).

B. Kerangka Berpikir

Penelitian ini didasarkan pada kerangka berpikir yaitu

adanya permasalahan bahan buangan (limbah buah pisang) yang

banyak, yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas.

Kulit pisang juga memiliki kandungan gizi yang melimpah tidak

kalah jauh dari daging buahnya. Sedangkan saat ini kulit pisang

belum dimanfaatkan secara nyata untuk meningkatkan nilai

ekonomisnya agar tidak menjadi limbah organik yang digunakan

sebagai pakan sapi, kambing, atau kerbau. Jumlah kulit pisang

yang sangat banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan

apabila dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan.

Nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut

dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi.

Namun, dalam nyatanya banyak masyarakat yang belum

memanfaatkan kulit pisang sebagai bahan makanan yang memiliki

nilai jual. Salah satu solusi dari permasalahan di atas adalah

dengan melakukan diversifikasi pangan yaitu mengolah limbah

kulit pisang menjadi produk bahan makanan berbentuk nata. Kulit

pisang di pilih karena kandungan gizinya cukup tinggi dan selama

ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Pengolahan kulit pisang raja menjadi nata dengan bantuan bakteri Acetobacter cylinum

Limbah kulit pisang mengandung beberapa nutrisi yang masih dapat dimanfaatkan

Kulit pisang sangat melimpah dan hanya dibuang sebagai sampah

Permasalahan

Pemecahan masalah

Alternatif pengolahan makanan

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir

C. Hipotesis

1. Hipotesis penelitian

Ketebalan dan kadar serat akan meningkat terhadap

pengaruh lama fermentasi yang berbeda pada proses

fermentasi nata kulit pisang raja.

2. Hipotesis Statistik

Ho: Tidak ada pengaruh lama fermentasi terhadap ketebalan

dan kadar serat pada nata kulit pisang raja. H0 : μn = 0

Ha: Ada pengaruh lama fermentasi terhadap ketebalan dan

kadar serat pada nata kulit pisang raja. Ha : μn ≠ 0

Ketebalan dan kadar serat nata meningkatHasil yang

diharapkan

Lama fermentasi yang berbeda

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Demak

2. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September sampai

Oktober 2015

B. Subjek (Populasi dan Sampel)

Subjek dalam penelitian ini adalah kulit pisang raja dengan

parameter lama fermentasi pembuatan nata menggunakan wadah

nampan sejumlah 20 buah.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Panci Stainless steel : 2 buah

b. Timbangan digital dengan ketelitian 1 gram : 1 buah

c. Kompor gas : 1buah

d. Pengaduk kayu atau stainless : 2 buah

e. Pisau : 1buah

f. Nampan plastik : 12 buah

g. Saringan : 1 buah

h. Blender : 1 buah

i. Koran : 12 buah

j. Gelas ukur : 1 buah

k. Thermometer raksa : 1 buah

l. Karet ban : 12 buah

m. Jangka sorong : 1 buah

2. Bahan

a. Kulit pisang raja : 2 kg

b. Sukrosa : ½ kg

c. Asam cuka glasial 0,8% : 100 ml

d. Ammonium sulfat : 60 gr

e. Bakteri Acetobacter xylinum : 300 ml

f. Alcohol 70% : 100 ml

g. Aquades : 100 ml

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah waktu lama

fermentasi untuk pembentukan nata selama 5, 7. 9, 11, 13 hari.

2. Variabel terikat

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah ketebalan dan

kadar serat nata kulit pisang raja.

3. Variabel kendali

Dalam penelitian ini variabel terkendalinya adalah volume

ekstrak kulit pisang raja, suhu, tingkat keasaman, sumber

karbon dan nitrogen.

E. Desain Eksperimen

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap monofaktor (RAL

monofaktor), dengan perlakuan sebanyak 5 (lima) perlakuan. Variabel dependen

adalah ketebalan dan kadar serat dan variabel independen adalah lama fermentasi.

Masing-masing percobaan dilakukan ulangan sebanyak 4 kali, sehingga akan

diperoleh unit percobaan sebanyak 20 unit percobaan.

Tabel 3.3 Pendenahan rancangan percobaan

Lama Fermentasi

(hari)

Pengulangan

1 2 3 4

5 L5.U1 L5.U2 L5.U3 L5.U47 L7.U1 L7.U2 L7.U3 L7.U49 L9.U1 L9.U2 L9.U3 L9.U411 L11.U1 L11.U2 L11.U3 L11.U413 L13.U1 L13.U2 L13.U3 L13.U4

Keterangan :

L : lama fermentasi (5, 7, 9, 11, 13 hari)

U : ulangan (ke 1, 2, 3, 4)

F. Prosedur / Cara Kerja

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Demak

1. Tahap Perencanaan

a. Pengumpulan kulit pisang

b. Menentukan desain atau rancangan percobaan.

c. Menentukan berapa kali perlakuan dan berapa ulangan

dalam penelitian.

d. Meninjau lokasi penelitian di Kabupaten Demak.

2. Persiapan

a. Mengerok bagian dalam kulit pisang raja.

b. Memblender kulit pisang raja dengan penambahan aquades

sesuai takaran

c. Menyiapkan starter, cuka glasial, ammonium sulfat, dan

sukrosa.

d. Menyiapkan peralatan untuk membuat nata.

3. Pelaksanaan

a. Memasak air ekstrak kulit pisang + cuka glasial +

ammonium sulfat + sukrosa sesuai takaran.

b. Menuangkan adonan air ekstrak kulit pisang yang sudah

direbus pada nampan yang disediakan.

c. Memberi starter bakteri Acetobacter xylinum.

d. Pengambilan data pengamatan pada lama fermentasi yang

ditentukan.

G. Teknik Observasi dan Pengambilan Data

Dari penelitian tersebut maka diperoleh data yang dapat

dimasukkan ke dalam tabel pengamatan yang diamati adalah

ketebalan dan kadar serat pada nata kulit pisang raja.

Tabel 3.4 Pengamatan ketebalan pada nata kulit pisang raja

Perlakua

n lama

ferment

asi

Ulangan hari (U) Total / Ʃ

Perlakuan

(T)

Rata –

rata 1 2 3 4

L5 ....... .......... .......... ......... ................ ................

.. . .. .

L7 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L9 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L11 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L13 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

Jumlah

umum

Tabel 3.5 Pengamatan kadar serat pada nata kulit pisang

raja

Perlakua

n lama

ferment

asi

Ulangan hari (U) Total / Ʃ

Perlakuan

(T)

Rata –

rata 1 2 3 4

L5 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L7 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L9 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L11 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

L13 .......

..

.......... .......... .........

.

................

..

................

.

Jumlah

umum

H. Analisis dan Interpretasi Data

Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan analisis

sidik ragam (ansira). Untuk memudahkan pengujian, maka ansira

dilakukan dalam suatu daftar ansira seperti berikut:

Tabel 3.6 Ansira dari RAL (Rancangan Acak Lengkap)

Sk Db Jk KT FH F tabel

5% 1%

Perlakuan t-1=V1 JKH JKH/V1 KTH/KTG* F(V1, V2)

Galat (rt-1)-(t-

1)=V2

JKG JKG/V2

Total rt-1 JKT

Sumber: Hanafiah, Kemas Ali, 1994

Keterangan:

t : Banyaknya perlakuan

r : Banyaknya ulangan

Sk : Sumber keragaman

Db : Derajat bebas

Jk : Jumlah kuadrat

KT : Kuadrat tengah

FH : F hitung

JKP : Jumlah kuadrat perlakuan

n : Jumlah pengulangan

1. Faktor koreksi FK = G2

n

2. Untuk menghitung jumlah kuadrat (JK)

JK Umum = ∑i=1

n

X12-F.K

JK perlakuan = ∑i−1

n

T12

r

-F.K

JK Galat = JK umum – JK perlakuan

Dimana :

Xi : Pengukuran

n : Banyaknya peta percobaan

Ti : Jumlah perlakuan

G = Σx

3. Untuk menghitung Kuadrat Tengah (KT)

KT Perlakuan = JK Perlakuan

t−1

KT Galat = JK Galatt(r−1)

4. Untuk menghitung F (beda uji nyata perbedaan perlakuan)

Nilai F diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

F = KT Perlakuan

KT G alat

Jila hasil uji F tersebut dinyatakan beda nyata, maka

perlu dilakukan pengujian selanjutnya. Pengujian selanjutnya

menggunakan Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND). Prosedur

uji beda jarak nyata Duncan (BJND) ini adalah:

Tahap 1. Menentukan nilai BNT, BNTa = ta(v).Sd

Tahap 2. Menentukan nilai jarak nyata terdekat Duncan (JNTD)

JNTDa = Ra(p.v)

BNT a

√2 = R(p.v).(t. Sy)

Dimana Ra(p.v) = nilai baku faktor R (range) pada taraf uji a jarak P (=part) dan

derajat bebas galat v. Oleh karena R.t = Pa (=Duncan), maka

JNTDa = Pa(p.v).Sy

Tahap 3. Data rerata hasil percobaan diurut menurut mutu

nilainya dari terkecil hingga terbesar jika pengaruh perlakuan-

perlakuan bersifat positif atau sebaliknya jika pengaruh

perlakuan-perlakuan bersifat negatif.

Tahap 4. Uji beda rerata ini dilakukan menurut jarak (p)

bedanya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Anhwange, B. A. et al. 2009. Chemical Composition Of Musa Sapientum (Banana) Peels. EJEAFChe, 8 (6): 437-442. http://www.researchgate.net/publication/233760453

Anton, M. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III. Jakarta : Balai Pustaka

Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo

Atmawati, 2005. Pengaruh penambahan kadar gula dalam pembuatan nata de pina dari kulit nanas. Laporan Akhir tidak dipublikasikan. Farming Semarang.

Ayusnika, R. et al.2014. Membran Komposit Ca-Ps Pemisah Limbah Batik (Rhodamine B) Dengan “Dead-End” Membrane Reactor. Pharmacy 11 (02): 200-214

Bielechi, ES. & Kristynowicz, EA. 2002. Bacterial cellulose. http//www.wiley-vch-de/books/biopolymer.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. http://www.depkes.go.id. Agustus 2015.

Hanafiah, Kemas A. 1994. Dasar-dasar Agrostatistika. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Kaleka, N. 2013. Pisang-pisang Komersial. Surakarta: Arcita

Krieck, Seven. 2010.Mechanistic Elucidation of the Formation of the Inverse Ca. Journal of the Americal Chemical Society 132 (35)

Kusharto CM. 2006. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan, 1(2), 45—54

Majid, A. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Munawar. 2009. Bakteri Nata de Coco. Jakarta: Gramedia

Nadiyah, et al. 2005. Kemampuan Bakteri Acetobacter xylinum Mengubah Karbohidrat pada Limbah Padi (Bekatul) Menjadi Selulosa. Bioscientiae. 2 (2):.37-47

Nurfiningsih. 2009. Pembuatan Nata de Corn dengan Acetobacter Xylinum. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia UNDIP

Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta: Kanisus

Pecoraro, E. et al. 2008. Bacterial Cellulose from Glucanacetobacter xylinus: Preparation, Proberties and Aplication in Monomers, Polimers and Composites Ed. Mohamed Naceur Beigacem and Alessandro Gandini. 369-381. Oxford (UK). Elsevier. https://id.wikipedia.org/wiki/selulosa-bakteri

Prastyana, F. 2002. Pembuatan Nata de Aqua, Tinjauan dari Jenis dan Konsentrasi Sumber Nitrogen (Urea, NPK, ZA). Skripsi tidak dipublikasikan. Universitas Brawijaya Malang.

Purwanto, A. 2012. Produksi Nata Menggunakan Limbah Beberapa Jenis Kulit Pisang. Widya Warta. 02 210-224.

Rizal, H. M. et al. 2013 Pengaruh Penambahan Gula, Asam Asetat Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal Teknik Kimia. 1 (19): 34-39

Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta: Puspa Swara.

Setyowati, N. 2004. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat, Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Karya tulis. Politeknik Kesehatan Semarang.

Sumanti,. 2007. Tahapan pembuatan nata de coco. http://primatani.litbang.deptan.go.id

Suprapti, M.L. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta: Kansius.

Susanti, L., 2006. Perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas nata. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.

Tcitrosoetomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: UGM Press

Trianto, 2011. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

Widjajanti, E. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

WNPG Widyakarya Pangan dan Gizi X. 2012. Pemantapan Ketahanan Pangan Perbaikan Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal. Jakarta: 20−21 November 2012.

Pelcezar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press

Moss, M.O. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of. Chemistry, New York

https://id.wikipedia.org/wiki/Pisang