kk ao
DESCRIPTION
1TRANSCRIPT
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi
klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak
(Raymond et al. 2006).
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan
paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena
pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan
analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap
permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya
dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara
kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa
sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah : (1)
Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2)
Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi, penjerapan), dan (3) Kecenderungan molekul untuk menguap
atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Sudjadi, 1986).
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Adapun maksud dari praktikum ini adalah mengetahui dan
memahami cara memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak
dalam suatu tanaman yaitu fraksi daun katuk (Sauropus Androgynus)
dengan menggunakan metode kromatografi kolom konvensional.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk memisahkan dan
mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam fraksi daun katuk
(Sauropus Androgynus) menggunakan kromatografi kolom
konvensional dengan cara kering.
C. Manfaat praktikum
Adapun manfaat dari praktikum kolom konvensional ini adalah
untuk mendapatkan isolat dari sampel daun katuk (Sauropus
Androgynus) berdasarkan gaya gravitasi.
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tanaman
1. Deskripsi Tanaman Katuk
Katuk tumbuh didataran rendah sampai dengan 120 meter
diatas permukaan laut, daerah yang terbuka atau sedikit terlindung
dengan tanah yang ringan dan katuk juga dapat digunakan untuk
pagar hidup. Untuk pengembangbiakannya dapat digunakan stek
batang yang belum terlalu tua. Tanaman ini berbentuk perdu.
Tingginya mencapai 2-3 m. Cabang-cabang agak lunak dan terbagi.
Habitat tumbuh liar dihutan-hutan dan ladang-ladang yang terbaik di
daerah dengan ketinggian 1300 M (Santoso, 2008).
2. Klasifikasi Tanaman
Adapun klasifikasi dari tanaman katuk (Sauropus androgynus)
yaitu (www.ITIS.gov, 2014) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Infradivision : Angiospermae
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Order : Malpighiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Sauropus
Species : Sauropus androgynus (L.) Merr.
3. Morfologi Tanaman Katuk
a. Batang
Tanaman katuk merupakan tanaman sejenis tanaman perdu
yang tumbuh menahun. Sosoknya berkesan ramping sehingga
sering ditanam sebagai tanaman pagar. Tingginya sekitar 3-5 m
dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan bercabang jarang.
Batangnya berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kelabu
keputihan saat sudah tua (Santoso, 2008).
b. Daun
Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran
kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang lima sampai enam cm.
Kandungan zat besi pada daun katuk lebih tinggi daripada daun
papaya dan daun singkong. Daun katuk juga kaya vitamin (A, B1,
dan C), protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun dan akar katuk
mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Santoso, 2008).
c. Bunga
Katuk merupakan tanaman yang rajin berbunga. Bunganya
kecil-kecil berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan,
dengan bintik-bintik merah. Bunga tersebut akan menghasilkan
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
buah berwarna putih yang di dalamnya terdapat biji berwarna hitam
(Santoso, 2008).
d. Buah
Buah katuk berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti
kancing, berwarna putih dan berbiji 3 buah (Santoso, 2008).
e. Akar
Tanaman katuk berakar tunggang dan berwarna putih kotor
(Santoso, 2008).
4. Anatomi Tumbuhan
Pada penampang melintang melalui tulang daun, tampak
epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel yang berbentuk segiempat,
dinding tipis, kutikula tipis. Sel epidermis bawah serupa dengan
epidermis atas, terdapat banyak stomata pada epidermis bawah.
Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis atau 2 lapis sel,
umumnya 1 lapis sel, sel palisade berbentuk silindrik panjang, tebal
lapisan palisade lebih kurang setengah tebal daun, jaringan bunga
karang terdiri dari sel-sel yang berbentuk tidak beraturan, tersusun
agak mendatar dan agak renggang, diantara sel palisade dan sel
bunga karang terdapat sel idioblast yang berbentuk bulat sampai
lonjong, berisi hablur kalsium oksalat berbentuk roset, berukuran lebih
kurang 80 um. Berkas pembuluh tipe kolateral, didalam floem terdapat
hablur kalsium oksalat berbentuk roset berukuran 20 um, sebelsh luar
floem terdapat serabut berdinding tipis dan tidak berlignin, parenkim
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
tulang daun umumnya mengandung hablur kalsium oksalat berbentuk
roset berukuran 45 um. Pada syatan paredermal, tampak sel epidermis
atas dinding samping sangat berkelok-kelok, tidak terdapat stomata,
epidermis bawah dinding samping sel sangat berkelok-kelok, tedapat
banyak stomata tipe anisositik panjang 25 um sampai 40 um (Santoso,
2008).
5. Kandungan Tumbuhan
Daun katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-
carotene, vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral lainnya. Daun
katuk juga mengandung senyawa metabolik sekunder yaitu
monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat (ester),
asam benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-
pyrolodinon dan methyl pyroglutamate (alkaloid), saponin, flavonoid
dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam
metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh (Santoso,
2008).
6. Khasiat Tumbuhan
Daun katuk sering digunakan untuk mengatasi demam,
sebagai pelancar ASI, dan suara parau. Sedangkan pada akar
biasanya digunakan sebagai gangguan kencing sedikit, lepra (obat
luar), dan demam (Agustal, 2008).
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
B. Kromatografi Kolom Konvensional
1. Pengertian Kromatografi Kolom Konvensional
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di
dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap
suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya.
Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis
sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan
pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya
terpisah secara sempurna (Sudjadi, 1986).
Alat yang diinginkan adalah kolom gelas yang diisi dengan zat
padat aktif seperti alumino dan selika gel sebagai fase diam. Zat yang
dimasukan lewat puncak kolom akan mengalir kedalam zat penyerap.
Zat diserap dari larutan secara sempurna oleh zat penyerapan berupa
pita sempit pada ujung kolom dengan kecepatan yang berbeda,
sehingga terjadi pemisahan dalam kolom. Hasil pemisahan ini disebut
kromatogram (Sudjadi, 1986).
Pemisahan dengan kromatografi kolom biasanya digunakan
absorben yang paling umum : alumunium oksida (Al2O3) yang
mempunyai daya absorsi atau kereaktifan yang diatur secara cepat
sehingga penggunaan memberikan hasil yang baik. Seberapa jauh
komponen itu dapat diserap absorben tergantun pada sifat fisika
komponen tersebut (Stahl, 1991).
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Bila campuran cairan dilakukan dengan kolom yang berisikan
absorben, komponen cairan lainya akan mengalir kebawah . Jadi
semakin lemah kemungkinan cairan itu teradsopsi semakin cepat
komponen itu mengalir ke bawah. Bila kecepatan gerak cairan itu lebih
besar dari pada kecepatran absorbsi oleh absorben.
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya
perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang
akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat
puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap.
Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun
lebih lambat dari senyawa non polar terserap lebih lemah dan turun
lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh
bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut /
dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun
dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom
(Sudjadi, 1986).
Kromatografi kolom dilihat dari jenis fasa diam dan fasa
geraknya dapat dibedakan :
Kromatografi Fase Normal
Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya
“normal” bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan fase
geraknya bersifat non polar.
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Kromatografi Fase Terbalik
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar,
sedangkan fase geraknya bersifat polar; kebalikan dari fase normal.
2. Pemilihan Pelarut Pengelusi
Ada 3 pendekatan yang digunakan untuk memilih pelarut
meliputi (Underwood, 1986) :
1. Penelusuran pustaka
Pemilihan pelarut berdasarkan pendekatan ini biasanya dilakukan
pada senyawa yang telah diketahui atau dipublikasikan.
2. Berdasarka profil KLT
Pendekatan ini akan mempermudah penentuan sistem eluen yang
digunakan pada proses kolom karena dapat dilakukan dalam
waktu singkat dengan jumlah pelarut yang lebihh hemat sebelum
diterapkan pada kolom. Intinya sistem eluen KLT dapat diterapkan
langsung pada sistem eluen kolom jika sedah dianggap cocok.
3. Landaian bertahap
Sistem landain bertahap mengikiti sistem deret eluotropi.
Pendekatan ini mulai dari kepolaran terendah sampai tertinggi
untuk mendapatkan hasil kromatogram yang sesuai.
1. Pengemasan Fase Diam/Penjerap
1. Cara kering ( Raymond, 2006)
Selapisan kapas/pasir bersih diletakkan didasar kolom,
penjerap dituangkan kedalam kolom sedikit demi sedikit.Setiap
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
pernambahan silika gel, permukaannya diratakan dan
dimanpatkan.Alat pemanpat ini dapat berupa sumbat karet/bahan
lunak yang dipasang pada ujung batang kaca atau gagang stik.
Setelah semua penjerap dimasukkan, pada bagian atas
dilapisi kertas saring sehingga jika ditambahkan eluen, permukaan
penjerap tetap rata.Eluen kemudian dimasukkan menggunakan
pipet tetes secara memutar sambil membuka kran kolom pada
bagian bawah.Eluen dibiarkan mengalir ke bawah melalui dan
membasahi penjerap sampai eluen tersebut tepat sampai dikran
kolom.
2. Cara basah ( Raymond, 2006 )
Selapisan kapas/pasir bersih dimasukkan kedalam kolom,
dan tabung diisi sepertiga dari volume kolom. Pelarut yang
dipakai dalam proses pengemasan sama dengan pelarut yang
akan digunakan pada kromotografi atau pelarut yang
kepolarannya lebih rendah. Penjerap dibuat lumpuran
menggunakan eluen tersebut lalu dituangkan kedalam kolom.
Lumpurkan dapat dimasukkan sekaligus atau sedikit demi
sedikit.
Selama proses pengemasan, tabung dapat diketuk-ketuk
pada semua sisi secara perlahan-lahan dengan sumbat karet
atau bahan yang lunak agar diperoleh lapisan yang seragam.
Kran dapat dibuka atau ditutup selama penambahan, namun
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
tetap memperhatikan permukaan pelarut agar tetap merendam
seluruh permukaan penjerap. Hal ini untuk mencegah masuknya
udara dalam ruang antar partikel silika gel yang dapat
menyebabkan gangguan pada proses isonasi.
Jika pelarut yang dipakai untuk membuat lumpuran berbeda
dengan pelarut yang dipakai pada kromotografi, pelarut lumpuran
harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi terlebih dahulu
sebelum cuplikan ditambahkan.
3. Cara kemas basah
Cara ini dapat dibuat dengan mengisi tabung setengahnya
dengan pelarut, lalu penjerap dalam keadaan kering dimasukkan
kedalam kolom berupa aliran halus melalui corang .penjerap
dibiarkan mengendap sementara tabung diketuk-ketuk ( seperti
cara basah dan kering) agar terbentuk kemasan yang seragam
dan mampat. Jika penjerap dimasukkan seluruhnya sekaligus,
biasanya diperoleh kemasan fasediam dalam kolom yang sangat
baik. Pelarut berlebih dikeluarkan dari tabung agar diperoleh
kolom penjerap dan dapat pula ditambahkan selapisan pasir yang
telah dicuci untuk menutupi kertas saring.
Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah
sebagai berikut (Gritter,1991):
1. Pemisahan lambat
2. Penjerapan eluen yang tidak bolak-balik
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
3. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.
Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran
60-230 mesh (63-250 μm), umumnya laju aliran sekitar 10-20
mL/cm2penampang kolom/jam. Untuk partikel yang lebih kecil dari 200
mesh diperlukan semacam pemompaan atau sistem bertekanan.
Kemudian laju dapat ditingkatkan sampai 2 mL atau lebih setiap
menitnya, atau sampai batas sistem tekanan.(Roy J. Gritter, dkk, 1991).
( Gambar. Alat Kromotografi Kolom Konvensional )
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang
pengaduk, botol coklat, gelas kimia, gelas ukur, cawan porselin,
chamber, corong kaca, kolom kaca, lempeng KLT, pipa kapiler, sendok
tanduk dan vial.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aluminium foil,
alkohol, DPPH, eluen, kapas, kertas saring, silika gel, etil asetat, n-
heksan, dan fraksi tanaman daun katuk (Sauropus Androgynus).
B. Prosedur Kerja
1. Kromatografi Kolom
a. Penyiapan sampel
Ditimbangfraksi tanaman daun katuk (Sauropus Androginus), lalu
dilarutkan dengan N-heksan.
b. Penyiapan Kolom
Disiapkan kolom, lalu masukkan kapas kedalam kolom bagian
bawah. Kemudian masukkan silika gel sebanyak 60 gram sedikit
demi sedikit dan permukaannya dandimampatkan.Setelah mampat,
masukkan kertas saring pada bagian atasdari silika gel. Setelah itu
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
masukkan fraksi yang telah ditimbangsebanyak 1 mg yang sudah di
larutkan dengan n-heksan, lalu di tambahkan eluen yang telah dibuat
dimulai dengan perbandingan - perbandingan tertentu masing-
masing 100 ml. Kran dibuka perlahan-lahan.Tampung fraksi dalam
vial.
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
BAB IV
Hasil Dan Pembahasan
A. Hasil praktikum
Tabel Pengamatan
1. Tabel pengamatan kromatografi kolom konvensional
Fraksi ke
Hasil gabungan fraksi berdasarkan warna
1 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13, 14,15,16,17,18,19,20,21,22,23 24,25,26,27,28,29,30,31.
2 32,33,34,35
3 36,37,38,39,40, 41,42,43,44,45,46,47
4 48,49,50.51,52,53,54,55,56,57
5 58,59,60,61,62,63,64,65,65,67,68,69, 70,71,72,73,74,75,76
6 77,78,79,80,81,82,83,84,85,86,87,,88,89,90,92, 93,94,95,96,97,98,99,100,101,102
2. Tabel pengamatan kromatografi kolom vakum
Fase gerak Eluen
(n-heksan : etil asetat)
Hasil kk berdasarkan eluen
10 : 0 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13.
9 : 1 14,15,16,17,18,19,20,21,22,23.
8 : 2 24,25,26,27,28,29,30,31.
7 : 3 32,33,34,35,36,37,38,39,40.
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
6 : 4 41,42,43,44,45,46,47,48,49,50.51.
5 : 5 52,53,54,55,56,57,58,59,60.
4 : 6 61,62,63,64,65,65,67,68,69.
3 : 7 70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80.
2 : 1 81,82,83,84,85,86,87,,88,89,90,91,92.
1 : 9 93,94,95,96,97,98,99,100,101,102.
B. Pembahasan
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di
dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu
senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya
dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari
kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik
sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara sempurna.
Prinsip dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecenderungan
komponen kimia untuk terdistribusi kedalam fase diam (silika gel) atau
fase gerak (eluen) dengan proses elusi berdasarkan gaya gravitasi.
Langkah-langkah percobaan ini yaitu pertama, sampel atau ekstrak
tanaman ditimbang sebanyak 1 gram, dan silika gel sebanyak 60 gram,
kemudian fraksi daun katuk dilarutkandengan n-heksan, kemudian
dimasukkan kedalam kolom yang telah diisi dengan kapas, lalu
dimasukkan kertas saring, lalu eluen yaitu n-hexan : etil asetat dengan
perbandingan yang berbeda, secara berurutan.Silika gel dan kertas saring
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
pada bagian bawah kolom dengan tujuan agar fraksi tidak merembes
turun. Selanjutnya dielusi sampai menghasilkan fraksi-fraksi dan
ditampung kedalam vial yang telah ditarer sebanyak 5 ml air destilasi.
Kemudian fraksi-fraksi digabungberdasarkan warnanya.Pada percobaan
ini, didapatkan 6 hasil fraksi yang berbeda yaitu fraksi pertama (vial
nomor 1-31), fraksi kedua (vial nomor 32-35), fraksi ketiga (vial nomor 36-
47 ), fraksi keempat (vial nomor 48-57), fraksi kelima (vial nomor 58-76 ),
sertafraksi keenam (vial nomor 78-102).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan gerak zat, daya serap
adsorben,sifat pelarut, suhu sistem kromotografi.
Kecepatan turunan sampel dipengaruhi oleh :
Tekanan didalam kolom semakin besar semakin cepat.
Panjang absorben, makin panjan makin cepat turunnya senyawa.
Ukuran artikel absorben.
Rongga udara dalam absorben.
Jika ada rongga udara dalam adsorben maka jalannya senyawa akan
terganggu.
Faktor yang mempengaruhi proses pemisahan:
Daya serap adsoben.
Jenis / sifat eluen.
Suhu kromatografi.
Pelarut yang digunakan.
Hasil yang diperoleh dari percobaankromotografi kolom
konvensional dengan menggunakan fraksi daun katuk (Sauropus
Androgynus)didapatkan 6 fraksi.
BAB VI
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapatdisimpulkan bahwa
pada percobaan kromotografi kolom konvensional dengan
menggunakan fraksi daun katuk (Sauropus Androgynus)didapatkan 6
fraksi.
B. Saran
Diharapkan kepada parapraktikan untuk selalu aktif selama
praktikum berlangsung.
VII. DAFTAR PUSTAKA
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Anonim. 2012. Penuntun Praktikum FITOKIMIA I. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Raymond G. Reid and Satyajit D. Sarker. 2006. Isolation of Natural Producth by Low-Pressure Column Chromatography. In Sarker, SD., Latif, Z., and Gray, Al. (Ed). Natural Products Isolation. Humana Press Inc. Totowa, New Jersey.
Santoso, U. 2008. Effect of early feed restriction on growth, body composition and lipid accumulation in mixed-sex broiler.Research Report.Bengkulu University, Bengkulu.
Stahl, E., 1973, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Ann Arbor Science Publishers Inc., hal 184.
LAMPIRAN
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Lampiran 1
Skema kerja
a. Penyiapan Bubur Silika
Ditimbang silika kasar dan ekstrak
Diperoleh bobot silika kasar 100x dari ekstrak
Dibagi menjadi 2 bagian
Bagian pertama dimasukkan di cawan porselen
Bagian kedua untuk penyiapan sampel
Dibasahkan dengan pelarut n-heksan
Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya
Diamkan beberapa saat (sekali-sekali diaduk)
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Silika gel siap digunakan
b. Penyiapan Ekstrak
Ekstrak ditimbang
Dilarutkan dengan n-heksan
Penyiapan dengan metode kering
Ekstrak dikeringkan dengan penambahan sisa silika tadi
Sedikit demi sedikit digerus hingga kering
Sisa silika disimpan ekstrak siap digunakan
c. Proses Partisi
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL
Dirangkai alat kolom
Dimasukkan kapas pada buret kolom
Dimasukkan bubur silica mampatkan
Dimasukkan sampel
Dimasukkan sisa silika
Dimasukkan perbandingan eluen
Ditampung di vial
NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326