kk ao

30
KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak (Raymond et al. 2006). Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah : (1) Kecenderungan molekul NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY 15020120326

Upload: chairil238

Post on 12-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

Page 1: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kromatografi kolom konvensional adalah metode kromatografi

klasik yang sampai saat ini masih banyak digunakan. Kolom kromatografi

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak

(Raymond et al. 2006).

Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan

paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena

pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan

analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap

permulaan untuk semua cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya

dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran. Pemisahan secara

kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung beberapa

sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah : (1)

Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2)

Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus

(adsorpsi, penjerapan), dan (3) Kecenderungan molekul untuk menguap

atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Sudjadi, 1986).

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 2: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Adapun maksud dari praktikum ini adalah mengetahui dan

memahami cara memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak

dalam suatu tanaman yaitu fraksi daun katuk (Sauropus Androgynus)

dengan menggunakan metode kromatografi kolom konvensional.

2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk memisahkan dan

mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam fraksi daun katuk

(Sauropus Androgynus) menggunakan kromatografi kolom

konvensional dengan cara kering.

C. Manfaat praktikum

Adapun manfaat dari praktikum kolom konvensional ini adalah

untuk mendapatkan isolat dari sampel daun katuk (Sauropus

Androgynus) berdasarkan gaya gravitasi.

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 3: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Deskripsi Tanaman Katuk

Katuk tumbuh didataran rendah sampai dengan 120 meter

diatas permukaan laut, daerah yang terbuka atau sedikit terlindung

dengan tanah yang ringan dan katuk juga dapat digunakan untuk

pagar hidup. Untuk pengembangbiakannya dapat digunakan stek

batang yang belum terlalu tua. Tanaman ini berbentuk perdu.

Tingginya mencapai 2-3 m. Cabang-cabang agak lunak dan terbagi.

Habitat tumbuh liar dihutan-hutan dan ladang-ladang yang terbaik di

daerah dengan ketinggian 1300 M (Santoso, 2008).

2. Klasifikasi Tanaman

Adapun klasifikasi dari tanaman katuk (Sauropus androgynus)

yaitu (www.ITIS.gov, 2014) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivision : Spermatophytina

Infradivision : Angiospermae

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 4: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Order : Malpighiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Sauropus

Species : Sauropus androgynus (L.) Merr.

3. Morfologi Tanaman Katuk

a. Batang

Tanaman katuk merupakan tanaman sejenis tanaman perdu

yang tumbuh menahun. Sosoknya berkesan ramping sehingga

sering ditanam sebagai tanaman pagar. Tingginya sekitar 3-5 m

dengan batang tumbuh tegak, berkayu, dan bercabang jarang.

Batangnya berwarna hijau saat masih muda dan menjadi kelabu

keputihan saat sudah tua (Santoso, 2008).

b. Daun

Daun katuk merupakan daun majemuk genap, berukuran

kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang lima sampai enam cm.

Kandungan zat besi pada daun katuk lebih tinggi daripada daun

papaya dan daun singkong. Daun katuk juga kaya vitamin (A, B1,

dan C), protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun dan akar katuk

mengandung saponin, flavonoida, dan tanin (Santoso, 2008).

c. Bunga

Katuk merupakan tanaman yang rajin berbunga. Bunganya

kecil-kecil berwarna merah gelap sampai kekuning-kuningan,

dengan bintik-bintik merah. Bunga tersebut akan menghasilkan

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 5: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

buah berwarna putih yang di dalamnya terdapat biji berwarna hitam

(Santoso, 2008).

d. Buah

Buah katuk berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil seperti

kancing, berwarna putih dan berbiji 3 buah (Santoso, 2008).

e. Akar

Tanaman katuk berakar tunggang dan berwarna putih kotor

(Santoso, 2008).

4. Anatomi Tumbuhan

Pada penampang melintang melalui tulang daun, tampak

epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel yang berbentuk segiempat,

dinding tipis, kutikula tipis. Sel epidermis bawah serupa dengan

epidermis atas, terdapat banyak stomata pada epidermis bawah.

Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis atau 2 lapis sel,

umumnya 1 lapis sel, sel palisade berbentuk silindrik panjang, tebal

lapisan palisade lebih kurang setengah tebal daun, jaringan bunga

karang terdiri dari sel-sel yang berbentuk tidak beraturan, tersusun

agak mendatar dan agak renggang, diantara sel palisade dan sel

bunga karang terdapat sel idioblast yang berbentuk bulat sampai

lonjong, berisi hablur kalsium oksalat berbentuk roset, berukuran lebih

kurang 80 um. Berkas pembuluh tipe kolateral, didalam floem terdapat

hablur kalsium oksalat berbentuk roset berukuran 20 um, sebelsh luar

floem terdapat serabut berdinding tipis dan tidak berlignin, parenkim

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 6: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

tulang daun umumnya mengandung hablur kalsium oksalat berbentuk

roset berukuran 45 um. Pada syatan paredermal, tampak sel epidermis

atas dinding samping sangat berkelok-kelok, tidak terdapat stomata,

epidermis bawah dinding samping sel sangat berkelok-kelok, tedapat

banyak stomata tipe anisositik panjang 25 um sampai 40 um (Santoso,

2008).

5. Kandungan Tumbuhan

Daun katuk kaya akan besi, provitamin A dalam bentuk β-

carotene, vitamin C, minyak sayur, protein dan mineral lainnya. Daun

katuk juga mengandung senyawa metabolik sekunder yaitu

monomethyl succinate dan cis-2-methyl cyclopentanol asetat (ester),

asam benzoat dan asam fenil malonat (asam karboksilat), 2-

pyrolodinon dan methyl pyroglutamate (alkaloid), saponin, flavonoid

dan tanin. Senyawa-senyawa tersebut sangat penting dalam

metabolisme lemak, karbohidrat dan protein dalam tubuh (Santoso,

2008).

6. Khasiat Tumbuhan

Daun katuk sering digunakan untuk mengatasi demam,

sebagai pelancar ASI, dan suara parau. Sedangkan pada akar

biasanya digunakan sebagai gangguan kencing sedikit, lepra (obat

luar), dan demam (Agustal, 2008).

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 7: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

B. Kromatografi Kolom Konvensional

1. Pengertian Kromatografi Kolom Konvensional

Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di

dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben  terhadap

suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya.

Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis

sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan

pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya

terpisah secara sempurna (Sudjadi, 1986).

Alat yang diinginkan adalah kolom gelas yang diisi dengan zat

padat aktif seperti alumino dan selika gel sebagai fase diam. Zat yang

dimasukan lewat puncak kolom akan mengalir kedalam zat penyerap.

Zat diserap dari larutan secara sempurna oleh zat penyerapan berupa

pita sempit pada ujung kolom dengan kecepatan yang berbeda,

sehingga terjadi pemisahan dalam kolom. Hasil pemisahan ini disebut

kromatogram (Sudjadi, 1986).

Pemisahan dengan kromatografi kolom biasanya digunakan

absorben yang paling umum : alumunium oksida (Al2O3) yang

mempunyai daya absorsi atau kereaktifan yang diatur secara cepat

sehingga penggunaan memberikan hasil yang baik. Seberapa jauh

komponen itu dapat diserap absorben tergantun pada sifat fisika

komponen tersebut (Stahl, 1991).

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 8: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Bila campuran cairan dilakukan dengan kolom yang berisikan

absorben, komponen cairan lainya akan mengalir kebawah . Jadi

semakin lemah kemungkinan cairan itu teradsopsi semakin cepat

komponen itu mengalir ke bawah. Bila kecepatan gerak cairan itu lebih

besar dari pada kecepatran absorbsi oleh absorben.

Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya

perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang

akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat

puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap.

Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun

lebih lambat dari senyawa non polar  terserap lebih lemah dan turun

lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh

bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut /

dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun

dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom

(Sudjadi, 1986).

Kromatografi kolom dilihat dari jenis fasa diam dan fasa

geraknya dapat dibedakan :

Kromatografi Fase Normal

Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya

“normal” bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan fase

geraknya bersifat non polar.

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 9: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Kromatografi Fase Terbalik

Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar,

sedangkan fase geraknya bersifat polar; kebalikan dari fase normal.

2. Pemilihan Pelarut Pengelusi

Ada 3 pendekatan yang digunakan untuk memilih pelarut

meliputi (Underwood, 1986) :

1. Penelusuran pustaka

Pemilihan pelarut berdasarkan pendekatan ini biasanya dilakukan

pada senyawa yang telah diketahui atau dipublikasikan.

2. Berdasarka profil KLT

Pendekatan ini akan mempermudah penentuan sistem eluen yang

digunakan pada proses kolom karena dapat dilakukan dalam

waktu singkat dengan jumlah pelarut yang lebihh hemat sebelum

diterapkan pada kolom. Intinya sistem eluen KLT dapat diterapkan

langsung pada sistem eluen kolom jika sedah dianggap cocok.

3. Landaian bertahap

Sistem landain bertahap mengikiti sistem deret eluotropi.

Pendekatan ini mulai dari kepolaran terendah sampai tertinggi

untuk mendapatkan hasil kromatogram yang sesuai.

1. Pengemasan Fase Diam/Penjerap

1. Cara kering ( Raymond, 2006)

Selapisan kapas/pasir bersih diletakkan didasar kolom,

penjerap dituangkan kedalam kolom sedikit demi sedikit.Setiap

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 10: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

pernambahan silika gel, permukaannya diratakan dan

dimanpatkan.Alat pemanpat ini dapat berupa sumbat karet/bahan

lunak yang dipasang pada ujung batang kaca atau gagang stik.

Setelah semua penjerap dimasukkan, pada bagian atas

dilapisi kertas saring sehingga jika ditambahkan eluen, permukaan

penjerap tetap rata.Eluen kemudian dimasukkan menggunakan

pipet tetes secara memutar sambil membuka kran kolom pada

bagian bawah.Eluen dibiarkan mengalir ke bawah melalui dan

membasahi penjerap sampai eluen tersebut tepat sampai dikran

kolom.

2. Cara basah ( Raymond, 2006 )

Selapisan kapas/pasir bersih dimasukkan kedalam kolom,

dan tabung diisi sepertiga dari volume kolom. Pelarut yang

dipakai dalam proses pengemasan sama dengan pelarut yang

akan digunakan pada kromotografi atau pelarut yang

kepolarannya lebih rendah. Penjerap dibuat lumpuran

menggunakan eluen tersebut lalu dituangkan kedalam kolom.

Lumpurkan dapat dimasukkan sekaligus atau sedikit demi

sedikit.

Selama proses pengemasan, tabung dapat diketuk-ketuk

pada semua sisi secara perlahan-lahan dengan sumbat karet

atau bahan yang lunak agar diperoleh lapisan yang seragam.

Kran dapat dibuka atau ditutup selama penambahan, namun

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 11: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

tetap memperhatikan permukaan pelarut agar tetap merendam

seluruh permukaan penjerap. Hal ini untuk mencegah masuknya

udara dalam ruang antar partikel silika gel yang dapat

menyebabkan gangguan pada proses isonasi.

Jika pelarut yang dipakai untuk membuat lumpuran berbeda

dengan pelarut yang dipakai pada kromotografi, pelarut lumpuran

harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi terlebih dahulu

sebelum cuplikan ditambahkan.

3. Cara kemas basah

Cara ini dapat dibuat dengan mengisi tabung setengahnya

dengan pelarut, lalu penjerap dalam keadaan kering dimasukkan

kedalam kolom berupa aliran halus melalui corang .penjerap

dibiarkan mengendap sementara tabung diketuk-ketuk ( seperti

cara basah dan kering) agar terbentuk kemasan yang seragam

dan mampat. Jika penjerap dimasukkan seluruhnya sekaligus,

biasanya diperoleh kemasan fasediam dalam kolom yang sangat

baik. Pelarut berlebih dikeluarkan dari tabung agar diperoleh

kolom penjerap dan dapat pula ditambahkan selapisan pasir yang

telah dicuci untuk menutupi kertas saring.

Keterbatasan kromatografi kolom-terbuka klasik ialah

sebagai berikut (Gritter,1991):

1. Pemisahan lambat

2. Penjerapan eluen yang tidak bolak-balik

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 12: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

3. Tidak dapat dipakai jika partikel terlalu kecil.

Untuk kolom gaya tarik bumi yang memakai penjerap berukuran

60-230 mesh (63-250 μm), umumnya laju aliran sekitar 10-20

mL/cm2penampang kolom/jam. Untuk partikel yang lebih kecil dari 200

mesh diperlukan semacam pemompaan atau sistem bertekanan.

Kemudian laju dapat ditingkatkan sampai 2 mL atau lebih setiap

menitnya, atau sampai batas sistem tekanan.(Roy J. Gritter, dkk, 1991).

( Gambar. Alat Kromotografi Kolom Konvensional )

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 13: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang

pengaduk, botol coklat, gelas kimia, gelas ukur, cawan porselin,

chamber, corong kaca, kolom kaca, lempeng KLT, pipa kapiler, sendok

tanduk dan vial.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aluminium foil,

alkohol, DPPH, eluen, kapas, kertas saring, silika gel, etil asetat, n-

heksan, dan fraksi tanaman daun katuk (Sauropus Androgynus).

B. Prosedur Kerja

1. Kromatografi Kolom

a. Penyiapan sampel

Ditimbangfraksi tanaman daun katuk (Sauropus Androginus), lalu

dilarutkan dengan N-heksan.

b. Penyiapan Kolom

Disiapkan kolom, lalu masukkan kapas kedalam kolom bagian

bawah. Kemudian masukkan silika gel sebanyak 60 gram sedikit

demi sedikit dan permukaannya dandimampatkan.Setelah mampat,

masukkan kertas saring pada bagian atasdari silika gel. Setelah itu

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 14: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

masukkan fraksi yang telah ditimbangsebanyak 1 mg yang sudah di

larutkan dengan n-heksan, lalu di tambahkan eluen yang telah dibuat

dimulai dengan perbandingan - perbandingan tertentu masing-

masing 100 ml. Kran dibuka perlahan-lahan.Tampung fraksi dalam

vial.

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 15: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

BAB IV

Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil praktikum

Tabel Pengamatan

1. Tabel pengamatan kromatografi kolom konvensional

Fraksi ke

Hasil gabungan fraksi berdasarkan warna

1 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13, 14,15,16,17,18,19,20,21,22,23 24,25,26,27,28,29,30,31.

2 32,33,34,35

3 36,37,38,39,40, 41,42,43,44,45,46,47

4 48,49,50.51,52,53,54,55,56,57

5 58,59,60,61,62,63,64,65,65,67,68,69, 70,71,72,73,74,75,76

6 77,78,79,80,81,82,83,84,85,86,87,,88,89,90,92, 93,94,95,96,97,98,99,100,101,102

2. Tabel pengamatan kromatografi kolom vakum

Fase gerak Eluen

(n-heksan : etil asetat)

Hasil kk berdasarkan eluen

10 : 0 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13.

9 : 1 14,15,16,17,18,19,20,21,22,23.

8 : 2 24,25,26,27,28,29,30,31.

7 : 3 32,33,34,35,36,37,38,39,40.

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 16: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

6 : 4 41,42,43,44,45,46,47,48,49,50.51.

5 : 5 52,53,54,55,56,57,58,59,60.

4 : 6 61,62,63,64,65,65,67,68,69.

3 : 7 70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80.

2 : 1 81,82,83,84,85,86,87,,88,89,90,91,92.

1 : 9 93,94,95,96,97,98,99,100,101,102.

B. Pembahasan

Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di

dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben  terhadap suatu

senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya

dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari

kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik

sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara sempurna.

Prinsip dari kromatografi kolom jenis ini adalah kecenderungan

komponen kimia untuk terdistribusi kedalam fase diam (silika gel) atau

fase gerak (eluen) dengan proses elusi berdasarkan gaya gravitasi.

Langkah-langkah percobaan ini yaitu pertama, sampel atau ekstrak

tanaman ditimbang sebanyak 1 gram, dan silika gel sebanyak 60 gram,

kemudian fraksi daun katuk dilarutkandengan n-heksan, kemudian

dimasukkan kedalam kolom yang telah diisi dengan kapas, lalu

dimasukkan kertas saring, lalu eluen yaitu n-hexan : etil asetat dengan

perbandingan yang berbeda, secara berurutan.Silika gel dan kertas saring

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 17: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

pada bagian bawah kolom dengan tujuan agar fraksi tidak merembes

turun. Selanjutnya dielusi sampai menghasilkan fraksi-fraksi dan

ditampung kedalam vial yang telah ditarer sebanyak 5 ml air destilasi.

Kemudian fraksi-fraksi digabungberdasarkan warnanya.Pada percobaan

ini, didapatkan 6 hasil fraksi yang berbeda yaitu fraksi pertama (vial

nomor 1-31), fraksi kedua (vial nomor 32-35), fraksi ketiga (vial nomor 36-

47 ), fraksi keempat (vial nomor 48-57), fraksi kelima (vial nomor 58-76 ),

sertafraksi keenam (vial nomor 78-102).

Faktor yang mempengaruhi kecepatan gerak zat, daya serap

adsorben,sifat pelarut, suhu sistem kromotografi.

Kecepatan turunan sampel dipengaruhi oleh :

Tekanan didalam kolom semakin besar semakin cepat.

Panjang absorben, makin panjan makin cepat turunnya senyawa.

Ukuran artikel absorben.

Rongga udara dalam absorben.

Jika ada rongga udara dalam adsorben maka jalannya senyawa akan

terganggu.

Faktor yang mempengaruhi proses pemisahan:

Daya serap adsoben.

Jenis / sifat eluen.

Suhu kromatografi.

Pelarut yang digunakan.

Hasil yang diperoleh dari percobaankromotografi kolom

konvensional dengan menggunakan fraksi daun katuk (Sauropus

Androgynus)didapatkan 6 fraksi.

BAB VI

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 18: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, dapatdisimpulkan bahwa

pada percobaan kromotografi kolom konvensional dengan

menggunakan fraksi daun katuk (Sauropus Androgynus)didapatkan 6

fraksi.

B. Saran

Diharapkan kepada parapraktikan untuk selalu aktif selama

praktikum berlangsung.

VII. DAFTAR PUSTAKA

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 19: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Anonim. 2012. Penuntun Praktikum FITOKIMIA I. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.

Raymond G. Reid and Satyajit D. Sarker. 2006. Isolation of Natural Producth by Low-Pressure Column Chromatography. In Sarker, SD., Latif, Z., and Gray, Al. (Ed). Natural Products Isolation. Humana Press Inc. Totowa, New Jersey.

Santoso, U. 2008. Effect of early feed restriction on growth, body composition and lipid accumulation in mixed-sex broiler.Research Report.Bengkulu University, Bengkulu.

Stahl, E., 1973, Drug Analysis by Chromatography and Microscopy, Ann Arbor Science Publishers Inc., hal 184.

LAMPIRAN

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 20: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Lampiran 1

Skema kerja

a. Penyiapan Bubur Silika

Ditimbang silika kasar dan ekstrak

Diperoleh bobot silika kasar 100x dari ekstrak

Dibagi menjadi 2 bagian

Bagian pertama dimasukkan di cawan porselen

Bagian kedua untuk penyiapan sampel

Dibasahkan dengan pelarut n-heksan

Diaduk-aduk hingga terbasahi semuanya

Diamkan beberapa saat (sekali-sekali diaduk)

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 21: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Silika gel siap digunakan

b. Penyiapan Ekstrak

Ekstrak ditimbang

Dilarutkan dengan n-heksan

Penyiapan dengan metode kering

Ekstrak dikeringkan dengan penambahan sisa silika tadi

Sedikit demi sedikit digerus hingga kering

Sisa silika disimpan ekstrak siap digunakan

c. Proses Partisi

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326

Page 22: KK AO

KROMATOGRAFI KOLOM KONVENSIONAL

Dirangkai alat kolom

Dimasukkan kapas pada buret kolom

Dimasukkan bubur silica mampatkan

Dimasukkan sampel

Dimasukkan sisa silika

Dimasukkan perbandingan eluen

Ditampung di vial

NINA SRILINDA INDRAHAYU SRY ULANDARY15020120326