kisah para penggetar langit i

27
Iseng banget ya bikin cerita silat. Tapi saya udah suka ama cerita silat sejak masih kecil. Mulai dari video VHS, ama buku saku kecil yang disebut orang “Kho Ping Hoo”. Padahal salah kaprah banget, Kho Ping Hoo itu nama salah seorang penulis cerita silat. Awal mula punya ide untuk menulis cerita silat, adalah ketika saya tahu nenek saya dari pihak ibu, adalah orang cina asli. Marganya Tjio [dalam Ejaan Yang Disempurnakan: Cio]. Seru juga. Dari ibu saya, saya baru tahu lagi kalo nama buyut saya adalah Abdullah Tjio. Dia seorang keturunan Cina muslim. Saya kemudian tertarik untuk mempelajari asal-usul silsilah keluarga saya. Siapa tahu buyut saya itu adalah jagoan Baijiquan [nama salah satu cabang bela diri kungfu yang awalnya hanya dipelajari komunitas Cina muslim]. Iseng-iseng saya browsing di internet, gak nemu juga keturunan Cina lain yang marganya Tjio juga. Adanya cuma Tjio Wie Tay, beliau ini salah satu tokoh keturunan Cina yang berjasa juga bagi Indonesia. Hmmm, siapa tahu, aku ada hubungan saudara dengan beliau. Dari asal-usul inilah, saya jadi mengkhayal. Siapa tahu nenek moyang saya dulu di Cina adalah tokoh- tokoh silat super sakti dan keren. Punya ilmu meringankan tubuh kelas atas, pukulan sakti maha dahsyat, dan lain-lain. Akhirnya lahirlah seorang tokoh fiktif dalam benak saya yang saya namain Cio San. Saya gak tau cerita silat yang saya buat ini bakalan kayak gimana. Semua mengalir saja. Menulis cerita ini pun pada saat saya membuat blog ini. Jadi iseng-iseng aja. Tapi walaupun iseng, saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang saya tulis. Entah ada yang mau baca atau tidak, saya tetap akan menghormati 'kontrak tidak tertulis' antara pengarang dan pembaca. Sekedar informasi saja, cerita-cerita silat di Indonesia awalnya adalah terjemahan dari cerita silat pengarang China [dan Taiwan atau Hongkong]. Penjualan buku terjemahan ini termasuk fantastis di era tahun 70an, akhirnya merangsang pengarang lokal Indonesia untuk menulis cerita silatnya sendiri. Lahirlah legenda pengarang cersil bernama Kho Ping Hoo. Saking ngetopnya dia, hampir semua buku silat dinamaiin Kho Ping Hoo, padahal ada yang bukan karangannya. Ini sama dengan kebiasaan kita menyebut “Honda” untuk segala jenis sepeda motor. Di Indonesia, penerjemahan buku silat ini masih mempertahankan idiom-idiom bahasa aslinya. Misalnya seperti nama orang, nama jurus, atau nama tempat dan lain-lain masih disebutkan dalam bahasa aslinya . Tapi berhubung orang-orang keturunan cina yang tinggal di Indonesia itu menggunakan dialek Hokkian, maka idiom-idiom yang digunakan juga menggunakan dialek Hokkian, dan bukan Mandarin sebagai dialek resmi China. Perlu diketahui, ada 3 dialek utama dalam bahasa China, yaitu Mandarin, Hokkian, dan Kanton. Jadi, walaupun seumpama huruf-hurufnya sama, cara bacanya agak berbeda, menurut dialek masing-masing. Ambil contoh kata “Wo” yang dalam dialek Mandarin berarti saya, dalam dialek Hokkian berbunyi “Gua”. Atau kata “Jin” yang berarti emas, dalam dialek hokkian menjadi “Kim'. Begitulah. Hal ini menjadi membingungkan ketika banyak orang awam menganggap bahasa China itu cuma dialek Mandarin saja. Padahal di Indonesia, dialek yang umumnya digunakan adalah dialek Hokkian. Nama- nama orang pun masih menggunakan dialek Hokkian ini, seperti Kwik Kian Gie, Soe Hok Gie, dan lain-lain. Karena itulah, saya juga tetap mempertahankan 'tradisi' ini dengan tetap menggunakan idiom-idiom Hokkian dalam cerita silat karangan saya. Contoh seperti kata “Thay-Kek Kun”, yang dalam mandarinnya disebut “Tai Chi Cuan”, dan lain-lain. Dalam perjalanan mempelajari dialek hokkian ini, saya malah menemukan banayk juga kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari dialek Hokkian,

Upload: risangontosoro

Post on 13-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

Kisah Para Penggetar Langit I

TRANSCRIPT

  • Iseng banget ya bikin cerita silat. Tapi saya udah suka ama cerita silat sejak masih kecil. Mulai dari video VHS, ama buku saku kecil yang disebut orang Kho Ping Hoo. Padahal salah kaprah banget, Kho Ping Hoo itu nama salah seorang penulis cerita silat. Awal mula punya ide untuk menulis cerita silat, adalah ketika saya tahu nenek saya dari pihak ibu, adalah orang cina asli. Marganya Tjio [dalam Ejaan Yang Disempurnakan: Cio]. Seru juga. Dari ibu saya, saya baru tahu lagi kalo nama buyut saya adalah Abdullah Tjio. Dia seorang keturunan Cina muslim. Saya kemudian tertarik untuk mempelajari asal-usul silsilah keluarga saya. Siapa tahu buyut saya itu adalah jagoan Baijiquan [nama salah satu cabang bela diri kungfu yang awalnya hanya dipelajari komunitas Cina muslim]. Iseng-iseng saya browsing di internet, gak nemu juga keturunan Cina lain yang marganya Tjio juga. Adanya cuma Tjio Wie Tay, beliau ini salah satu tokoh keturunan Cina yang berjasa juga bagi Indonesia. Hmmm, siapa tahu, aku ada hubungan saudara dengan beliau. Dari asal-usul inilah, saya jadi mengkhayal. Siapa tahu nenek moyang saya dulu di Cina adalah tokoh-tokoh silat super sakti dan keren. Punya ilmu meringankan tubuh kelas atas, pukulan sakti maha dahsyat, dan lain-lain. Akhirnya lahirlah seorang tokoh fiktif dalam benak saya yang saya namain Cio San. Saya gak tau cerita silat yang saya buat ini bakalan kayak gimana. Semua mengalir saja. Menulis cerita ini pun pada saat saya membuat blog ini. Jadi iseng-iseng aja. Tapi walaupun iseng, saya tetap akan bertanggung jawab atas apa yang saya tulis. Entah ada yang mau baca atau tidak, saya tetap akan menghormati 'kontrak tidak tertulis' antara pengarang dan pembaca. Sekedar informasi saja, cerita-cerita silat di Indonesia awalnya adalah terjemahan dari cerita silat pengarang China [dan Taiwan atau Hongkong]. Penjualan buku terjemahan ini termasuk fantastis di era tahun 70an, akhirnya merangsang pengarang lokal Indonesia untuk menulis cerita silatnya sendiri. Lahirlah legenda pengarang cersil bernama Kho Ping Hoo. Saking ngetopnya dia, hampir semua buku silat dinamaiin Kho Ping Hoo, padahal ada yang bukan karangannya. Ini sama dengan kebiasaan kita menyebut Honda untuk segala jenis sepeda motor. Di Indonesia, penerjemahan buku silat ini masih mempertahankan idiom-idiom bahasa aslinya. Misalnya seperti nama orang, nama jurus, atau nama tempat dan lain-lain masih disebutkan dalam bahasa aslinya . Tapi berhubung orang-orang keturunan cina yang tinggal di Indonesia itu menggunakan dialek Hokkian, maka idiom-idiom yang digunakan juga menggunakan dialek Hokkian, dan bukan Mandarin sebagai dialek resmi China. Perlu diketahui, ada 3 dialek utama dalam bahasa China, yaitu Mandarin, Hokkian, dan Kanton. Jadi, walaupun seumpama huruf-hurufnya sama, cara bacanya agak berbeda, menurut dialek masing-masing. Ambil contoh kata Wo yang dalam dialek Mandarin berarti saya, dalam dialek Hokkian berbunyi Gua. Atau kata Jin yang berarti emas, dalam dialek hokkian menjadi Kim'. Begitulah. Hal ini menjadi membingungkan ketika banyak orang awam menganggap bahasa China itu cuma dialek Mandarin saja. Padahal di Indonesia, dialek yang umumnya digunakan adalah dialek Hokkian. Nama-nama orang pun masih menggunakan dialek Hokkian ini, seperti Kwik Kian Gie, Soe Hok Gie, dan lain-lain. Karena itulah, saya juga tetap mempertahankan 'tradisi' ini dengan tetap menggunakan idiom-idiom Hokkian dalam cerita silat karangan saya. Contoh seperti kata Thay-Kek Kun, yang dalam mandarinnya disebut Tai Chi Cuan, dan lain-lain. Dalam perjalanan mempelajari dialek hokkian ini, saya malah menemukan banayk juga kata-kata bahasa Indonesia yang berasal dari dialek Hokkian,

  • seperti Gua/saya, Lauteng/Loteng, Lie Hay/Lihay. Dan masih banyak lagi. Ternyata juga, dialek hokkian itu deket banget dengan bacaan Kanji cara Onyomi dari Jepang. Misalnya kata Hokkian Kiam-Sian itu hurufnya sama dengan kata Jepang Ken Shin yang artinya sama: Dewa Pedang. Seru kan? Btw, Selain karena mempertahankan tradisi, ternyata memang membaca cerita silat itu lebih enak ketika kita menggunakan dialek Hokkian. Entah kenapa. Dulu di awal tahun 2000an sempat digalakkan lagi penerbitan cerita silat, namun kali ini menggunakan dialek Mandarin. Ternyata banyak pembaca yang protes, karena merasa kesan 'silat'nya hilang. Ok, moga-moga ada yang mau baca. Karena ini adalah hal baru buat saya. Semoga hasilnya gak mengecewakan. Saya benar-benar membuka pintu kritik dan saran untuk penulisan ini. Karena bagi saya ini bukan sekedar iseng. Saya gak mau terlalu ge-er dengan mengganggap cersil karangan saya sebagai titik kebangkitan cersil, karena sungguh masih jauh banget. Tapi amat sangat menyenangkan jika kita menggalakkan lagi penulisan seperti ini oleh penulis-penulis muda. Karena terus terang, walau banyak yang mengganggap cersil sebagai sampah, saya menganggapnya sebagai KARYA SASTRA.

  • Disclaimer: Gambar2 ini bukan milik saya, saya menemukannya di internet. Saya menggunakan gambar-gambar ini hanya untuk penggambaran karakter-karakter yang ada.

    Cio San

    Beng Liong

  • Lau Ciangbunjin

    Tan Hoat

  • Bab 1 Duka Datang Bertubi-tubi

    Pemandangan dari atas gunung Bu-Tong san memang tiada duanya. Saat ini musim semi, matahari sore bersinar dengan cerah. Angin sepoi-sepoi menghembus menyejukkan hati siapa saja yang berada diatas gunung ini. Tapi angin sejuk itu tidak mampu menembus ke dada ratusan murid Bu Tong pai (partai silat Bu-Tong) saat ini. Guru besar mereka, sekaligus pendiri perguran Bu Tong dan juga ketua partai itu, Thio Sam Hong, baru saja meninggal dunia. Beliau adalah salah satu tokoh terbesar pada jamannya. Bahkan kebesaran nama beliau tidak saja menggetarkan dunia kang ouw (dunia persilatan), tapi bahkan juga mampu menembus hati orang-orang biasa, dan rakyat jelata. Thio Sam Hong memang adalah orang yang sangat dihormati. Para pendekar aliran lurus sangat mengagumi beliau. Tokoh aliran sesat juga kagum, dan gentar mendengar namanya. Thio Sam Hong adalah pencipta ilmu-ilmu hebat. Salah satu ilmu ciptaannya adalah Thay Kek Kun. Ilmu dahsyat ini menggetarkan dunia persilatan, dan jarang bisa ditemui lawannya. Ia juga adalah seorang tokoh pendeta Tao yang kedalaman pengetahuan agama serta filsafatnya jarang mempunyai tandingan. Banyak orang yang ketika mendengar namanya saja akan tunduk dan merasa takluk. Selain itu, beliau juga memiliki umur yang sangat panjang. Beliau mencapai umur lebih dari 170 tahun. Konon kabarnya karena ilmu silatnya itu sangat hebat sehingga mempangaruhi usia dan kesehatannya. Kematian tokoh seperti ini sudah pasti akan menggemparkan seluruh Tionggoan (Cina daratan). Sudah bisa diramalkan berita kematiannya akan membuat dunia Kang ouw gempar. Proses penguburan jenazahnya akan mengundang keramaian besar. Namun, Thio Sam Hong adalah tokoh bijaksana yang sangat rendah hati. Sebelum kematiannya beliau menulis surat wasiat agar berita kematiannya baru disebarkan ke dunia kang ouw 3 bulan setelah proses pemakaman beliau. Surat wasiat itu juga menunjuk Lau Tian Liong sebagai Ciangbunjin (ketua) partai yang baru. Murid-murid Butong pay menerima isi surat wasiat itu dengan rasa haru. Mereka merasa guru besar mereka itu pantas mendapatkan pemakaman seperti seorang kaisar. Namun sang guru memilih dikuburkan dengan suasana yang khidmat. Memang proses pemakaman beliau sangat sederhana. Walaupun dihadiri ratusan murid Bu-Tong Pai, pemakaman itu sakral dan sederhana. Hanya diurusi beberapa orang yang sudah ditunjuk, dan beberapa pendeta Tao yang membaca kitab suci. Butong pay memang sedang bersedih. Guru besar mereka meninggal. Sedangkan murid-murid hebat mereka banyak yang gugur saat pertempuran melawan bangsa Goan. Saat itu Butong, yang bergabung dengan berbagai perguruan persilatan dari berbagai aliran, memutuskan untuk menumbangkan bangsa penjajah. Gerakan perlawanan itu dipimpin oleh murid Butong yang paling hebat. Murid legendaris itu berhasil menyatukan berbagai golongan bulim, dan berhasil memimpin perang melawan Goan (mongol).

  • Padahal istrinya sendiri adalah putri dari jendral Goan yang masih punya hubungan saudara dengan Kaisar. Sebuah penghianatan dari bawahannya, membuat murid terbaik Butong itu kecewa dan mengundurkan diri ke sebuah pulau terpencil beserta istrinya. Kenyataan itu membuat Thio Sam Hong sangat terpukul karena ia menaruh harapan besar terhadap muridnya itu. Selain bakat yang sangat besar, murid kesayangan Thio Sam Hong itu adalah orang yang sangat lurus sifatnya. Ia juga memiliki ilmu tinggi dari berbagai macam aliran. Namun kerendahan hati membuatnya ia disukai banyak orang, sehingga orang-orang mau mengangkatnya sebagai Bu Lim Beng Cu (pemimpin dunia persilatan). Murid lain asal Butong memang tidak sehebat murid kesayangan Thio Sam Hong itu, namun mereka juga memiliki ilmu yang dahsyat. Sayang banyak sekali dari mereka yang gugur dalam peperangan sehingga murid-murid yang tersisa di Butong memang bukan mereka yang terlalu istimewa. Karena kenyataan ini Thio Sam Hong tidak mampu menurunkan ilmu-ilmunya yang paling hebat kepada murid-murid yang tersisa. Ia memang berusaha menurunkan ilmu-ilmu itu, namun bakat dan pemahaman dari murid-muridnya memang tidak ada yang sedalam dan sebesar murid kesayangannya itu. Setelah sang murid mengasingkan diri ke pulau terpencil, Thio Sam Hong yang sangat kecewa berusaha memendam kekecewaannya, mengucilkan diri dengan menciptakan ilmu-ilmu baru yang lebih dahsyat. Para murid yang mengerti dengan keadaan ini, berusaha untuk tidak menyebut-nyebut nama murid kesayangan Thio Sam Hong itu. Karena sering mereka lihat Thio Sam Hong berubah wajahnya menjadi sedih ketika ia mendengar nama muridnya itu disebut. Akhirnya karena lama tidak disebut, nama murid kesayangan itu mulai terlupakan. Bahkan mungkin kini tidak ada lagi orang yang tau siapa sebenarnya nama sang murid kesayangan itu. Lau Tian Liong, sang ciangbunjin baru, adalah salah satu dari murid Thio Sam Hong yang paling hebat, yang masih hidup. Ia sudah berusia 70 tahunan. Saat terjadi kejadian besar peperangan pengusiran penjajah Goan itu, ia mungkin baru berusia belasan tahun. Thio Sam Hong sendiri sudah berusia sekitar 100 tahun lebih saat itu. Lau Tian Long tidak ikut berperang, karena termasuk dalam golongan murid pemula yang masih belum cukup ilmu untuk turun ke kancah perang. Ia memiliki bakat yang besar juga. Thio Sam Hong sudah melihat hal ini, dan mengajarkannya ilmu-ilmu yang sangat tinggi. Sekarang ini memang nama Lau Tian Long juga menggetarkan dunia kang-ouw, karena dianggap sebagai salah satu orang yang paling tinggi ilmunya.

  • Lau Tian Liong, sang Ciangbunjin baruNamun tingginya ilmu Lau Tian Liong ini tidak diikuti dengan tingginya ilmu murid-murid Bu-tong saat ini. Oleh sebab itu, tepat setelah 3 bulan, batas yang diberikan Thio Sam Hong untuk memulai memberitakan kabar kematiannya ke dunia ramai, ia juga memerintahkan murid-murid utama Bu-tong untuk mulai mencari murid lebih banyak lagi. Para calon murid ini harus memiliki bakat yang besar, dari keluarga yang lurus dan berasal-usul jelas. Orang-orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan murid ini adalah murid dari angkatan ketiga. Mereka ini adalah terdiri dari murid-murid hebat yang ditugaskan untuk berkelana ke segala penjuru Tionggoan untuk menegakkan kebenaran. Tegasnya, mereka adalah pendekar-pendekar yang turun langsung ke dunia kang ouw. Murid yang bisa tembus sampai angkatan ke 3, adalah murid-murid yang sangat hebat. Dalam Bu-Tong Pay, ada 7 angkatan. Angkatan ke 7 adalah angkatan pemula. Begitu seterusnya sampai keatas. Mereka yang ingin naik angkatan harus melewati ujian berat. Jika tidak lolos maka ia diberi kesempatan mencoba sampai 3 kali. Jika 3 kali itu tidak lulus, maka ia tidak bisa lagi naik tingkat, dan selamanya menjadi murid angkatan itu. Mereka yang bisa lolos sampai angkatan ke 3, hanya beberapa orang. Mungkin tidak sampai 20 orang. Untuk bisa naik menjadi angkatan ke 2, mereka harus turun gunung. Berkelana selama bertahun-tahun. Membantu rakyat dengan ilmu yang sudah mereka miliki. Setelah itu baru mereka berhak mengikuti ujian naik ke tingkat ke 2. Tujuh orang terbaik dari angkatan ke 3 ini akan dilatih ilmu barisan pedang Butong yang sangat terkenal itu. Ke 7 orang ini tidak turun gunung, dan menetap di Butong sebagai penjaga utama perguruan ini. Sedangkan sisanya, diwajibkan turun gunung, mengabdi untuk rakyat. Tugas baru untuk mencari murid-murid berbakat ini dibebankan kepada mereka yang turun gunung, termasuk Tan Hoat. Dia adalah salah satu murid Butong yang namanya mulai terkenal di dunia kang-ouw. Tindak tanduknya yang gagah membuat nama besar Butong semakin disegani.

  • Tan Hoat Hari itu hari yang cerah, ia menyusuri padang rumput di sebuah desa terpencil. Perintah dari ciangbunjinnya yang baru sudah ia dengar. Cara anggota Butong menyampaikan berita memang unik. Jika pusat perguruan menurunkan perintah atau berita, maka cukup satu orang saja membawa kabar itu ke sebuah desa di kaki gunung. Tidak sampai 5 hari, berita itu sudah tersebar luas di Bulim (kalangan kaum persilatan). Kebesaran dan ketenaran Butong memang jarang ada bandingannya. Itu termasuk berita-berita rahasia. Para murid angkatan Bu-tong memiliki sandi-sandi rahasia dan bahasa-bahasa tertentu yang hanya bisa dipahami mereka. Setiap angkatan memiliki sandi rahasia tersendiri. Biasanya sandi atau pesan-pesan rahasia ini tertulis di tempat yang sering dilewati orang namun tidak mudah untuk diperhatikan. Begitulah cara mereka bertukar berita. Begitu pulalah cara Tan Hoat menerima berita kematian guru besar, dan perintah mencari murid. Sebenarnya ia ingin pulang secepatnya untuk menziarahi makam gurunya, namun perintah ketua Lau mengharuskannya mencari murid dulu. Sebelum mendapatkan murid hebat, maka para murid tidak diijinkan naik ke Butong san. Perasaannya sedih sekali. Kecintaan rakyat jelata kepada mendiang Thio Sam Hong saja sudah besar sekali. Apalagi kecintaan para muridnya sendiri. Itulah mengapa Tan Hoat merasa terharu dan sedih sekali. Ia bangga menjadi murid Butong. Sepanjang jalan, ia mendengar nama Thio Sam Hong disebut-sebut dengan penuh rasa hormat. Di mana-mana orang-orang berdoa untuk kedamaian arwah Thio Sam Hong. Dimana-mana orang memuji-mujinya. Tan Hoat bangga dan terharu. Kabar beritanya sendiri ia lihat melalui goresan pedang di pintu sebuah rumah makan di kotaraja . Goresan pedang itu kecil saja. Tidak akan kelihatan jika mata tidak awas. Tapi sebagai murid Butong angkatan ketiga, hal-hal begini sudah menjadi bagian hidupnya sehari-hari. Membaca pesan-pesan rahasia itu hatinya bagai teriris-iris. Tapi sebagai pendekar, ia sudah mampu menahan perasaannya. Ia tidak meneteskan airmatanya di tengah keramaian. Ia berlari secepatnya. Namun begitu sampai di luar gerbang ibukota, air matanya tumpah bagai air bah.

  • Butuh waktu lama sekali bagi Tan Hot untuk menguras air matanya. Baru ketika ia sudah merasa tenang dan kuat. Ia melanjutkan lagi perjalanannya. Kali ini ia punya tugas baru dari sang pangcu. Mencari murid baru. Padahal ia sedang dalam perjalanan menumpas perampok-perampok yang mulai berani menggerayangi ibu kota. Tan Hoat memutuskan untuk mengunjungi rumah salah seorang kerabatnya, bernama Cio Kim. Cio kim adalah sahabat lama Tan Hot sejak mereka masih kecil. Ayah Cio Kim adalah salah seorang pemimpin pasukan perlawanan yang berhasil mengusir penjajah. Ia berfikir mungkin ayah Cio Kim belum mendengar kabar meninggalnya Thio Sam Hong. Desa di mana rumah Cio Kim adalah sebuah desa yang terkenal. Para penghuni desa ini adalah para petani yang berhasil membangun pertanian mereka menjadi sebuah perdagangan yang lumayan besar. Mereka membentuk perkumpulan tani yang berhasil mengurusi hasil tani mereka dengan baik. Pengelolaan yang baik ini membuat desa mereka makmur, dan sangat terkenal di Tionggoan. Bagitu menyusuri padang rumput yang luas, Tan Hoat teringat pada masa kecilnya. Ia adalah anak seorang petani. Keluarganya bukan asli orang desa itu, tapi merupakan perantauan dari daerah lain. Karena mendengar nama desa itu yang terkenal, ayahnya memutuskan untuk memboyong keluarganya kesana dan mulai berusaha disana. Di sanalah Tan Hoat yang baru berusia 10 tahun itu bertemu dengan Cio Kim. Mereka yang memang seumur memang langsung akrab. Setelah itu mereka menjadi sahabat dekat. Ayah Cio Kim adalah kepala desa. Pergolakan perang pengusiran bangsa Goan, membuat ayah Cio Kim yang bernama Cio Hong Lim bergabung dengan tentara perlawanan. Dengan bakat dan kecerdasannya, Cio Hong Lim malah mempunyai pangkat tinggi dalam ketentaraan itu, padahal ia memang tidak bisa ilmu silat. Cio Hong Lim memiliki otak yang sangat cerdas, sehingga ia diangkat menjadi ahli strategi. Ia bahkan menjadi salah satu tokoh penting berhasilnya pengusiran itu. Tidak seperti kebanyakan orang, ia memilih mundur dari jabatannya setelah perjuangan selesai. Ia memilih bertani, membangun perkumpulan petani yang dulu sempat terbengkalai di jaman perjuangan itu. Usahanya kemudian berhasil. Desanya berkembang lagi. Sejak saat itu Cio Hong Lim menjadi orang yang termasuk kaya. Kekayaan yang didapatkannya secara jujur, melalui kerja keras. Ayah Tan Hoat sendiri, yang bernama Tan Leng meninggal beberapa bulan setelah sebelumnya ibu Tan Hoat juga meninggal karena sakit. Kepergian ayah Tan Hoat itu mungkin disebabkan rasa cinta yang mendalam dan kesedihan karena ditinggal ibu Tan Hoat. Sejak saat itu Tan Hoat menjadi yatim piatu di usia 15 tahun. Ia kemudian diasuh oleh keluarga Cio selama hampir setahun. Oleh Cio Hong Lim, Tan Hot dikirimkan ke perguruan Butong pay. Posisinya dulu saat menjadi ahli strategi membuatnya dekat dan kagum dengan para pendekar Butong. Cio Hong Lim sendiri, walaupun tidak menyukai ilmu silat, mempunyai pandangan yang luas. Ia melihat Tan Hot memiliki bakat unutk mempelajari ilmu silat, sehingga mengirimkannya ke Butong. Cio Hong Lim tidak memaksakan pandangannya yang anti ilmu silat itu terhadap Tan Hoat. Bahkan juga kepada anaknya semata wayang, Cio Kim. Namun Cio Kim memang tidak memiliki bakat ilmu

  • silat. Cio Kim malah memiliki otak cerdas sehingga Cio Hong Lim mengirimkannya belajar ke ibukota dan mendapat gelar siucai (sastrawan). Kini Tan Hot sudah berusia 32 tahun. Ia belum menikah. Pada jaman itu, usia begitu sudah dianggap sangat terlambat untuk menikah. Tan Hoat sendiripun tidak perduli. Walaupun tidak ada larangan menikah bagi anggota Butong angkatan ke 3, Tan Hoat sendiri memang lebih suka menjadi bujang. Menurutnya itu malah membuatnya bisa lebih bebas dan tidak terikat. Walaupun sudah menjadi murid Butongpay, dulu Tan Hot beberapa kali masih sempat mengunjungi desa itu. Yang pertama, saat ia menemani salah seorang gurunya mengerjakan sebuah keperluan. Dan yang kedua, saat ia menjadi murid angkatan ke 3 dan turun gunung untuk pertama kalinya. Itu sudah 7 atau 8 tahun yang lalu. Desanya pun tidak banyak berubah. Walaupun ini desa yang makmur, penduduknya tidak serta merta langsung berubah gaya hidupnya bergaya seperti saudagar kaya. Memang ada beberapa yang seperti itu. Namun sifat sebagian besar penduduknya yang sederhana, membuat desa itu tetap asri walaupun diakui sebagai salah satu desa yang paling makmur di Tionggoan. Setelah melintasi padang rumput, kini Tan Hoat menyusuri jalan setapak menuju desanya. Tadi saat di padang rumput, desanya terlihat dari jauh. Kini semakin dekat, rasa haru yang ada di hati Tan Hoat semakin menguat. Begitu sampai di gerbang desa. Ia sudah disambut oleh beberapa penduduk desa yang sedang menggarap sawah. Sebagai 'bekas' penduduk desa itu, apalagi ia murid perguruan Butong, ia memang lumayan dikenal di desa itu. Setelah mengucap salam, dan menanyakan kabar orang-orang yang tadi menyapanya, ia menanyakan kabar keluarga Cio. Wajah orang-orang itu segera berubah. Kata mereka, Tan-tayhiap (pendekar Tan) belum dengar? Wah kalau begitu tayhiap secepatnya saja kesana Memangnya ada apa? tanya Tan Hoat penasaran Lebih baik tayhiap kesana dulu. Nanti pasti ada yang bercerita disana.... jawab salah seorang penduduk desa dengan wajah khawatir. Penasaran, Tan Hoat segera menggunakan Ginkang (ilmu meringankan tubuh). Nalurinya sebagai seorang pendekar mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Ia berlari. Bahkan mungkin melayang. Karena kakinya hanya menginjak tanah sekali-kali. Orang-orang desa hanya melihat kelebatan bayangan. Tapi mereka tidak tahu bayangan apa itu sebenarnya yang baru melewati mereka. Sebuah belokan lagi, Tan Hoat tiba di depan rumah keluarga Cio. Begitu ia berbelok, ia kaget setengah mati. Tempat yang dulunya berdiri rumah keluarga Cio sudah ksosng melompong. Tidak ada lagi rumah di tempat itu. Berganti onggokan kayu-kayu kering bekas terbakar.

  • Seorang penduduk yang kebetulan lewat disitu mengenal Tan Hoat, Ah Tan-tayhiap baru datang rupanya A..apa yang sudah terjadi? Apakah ada kebakaran? tanya Tan Hoat terbata-bata Bukan kebakaran tayhiap...bukan kebakaran... jawab orang itu Lalu apa? tanya Tan Hoat lagi penasaran Bencana besar...rumah Cio-wangwe (saudagar Cio) dirampok orang orang itu menjawab juga dengan terbata-bata Siapa yang berani? Dalam amarahnya Tan Hoat mengerahkan tenaga dalamnya sambil menghentakkan kakinya. Orang di depannya merasa seperti sebuah gempa bumi dahsyat sedang terjadi ti..tidak tahu..tayhiap..., kejadiannya cepat, sekali jawab orang itu kini ketakutan Lalu dimana keluarga Cio sekarang? tanya Tan Hoat lagi, kegarangannya belum berkurang Su..su..sudah.... ia terbata-bata Sudah apa? Tan Hoat sudah maju mendekat orang itu Orang itu ketakutan, tanpa sengaja ia mundur perlahan-lahan Su...sudah... ia ketakutan Menyadari orang yang dihadapannya itu ketakuitan, Tan Hoat mulai menghaluskan bahasanya, Jawablah lopek (orang tua), tidak usah takut, maaf tadi saya tidak bisa menjaga aturan... kata Tan Hoat Su..sudah meninggal semua tayhiap jawab orang itu Apa? kata-kata itu keluar bersamaan dengan jatuhnya tubuh Tan Hoat ke tanah. Ia berlutut matanya memandang ke tanah. Ia seperti tidak percaya atas apa yang didengarnya. Berita kematian guru besar Thio Sam Hong saja sudah menguras tenaganya. Ia butuh waktu lama untuk bisa menguasai hatinya. Bahkan sepanjang perjalanan dari ibukota ke desa ini, yang membutuhkan waktu 5 hari, ia kadang menangis. Kini ditambah lagi berita ini, Tan Hoat seperti kehilangan separuh nyawanya. Kekuatan hati yang berusaha dikumpulkannya sepanjang perjalanan akhirnya hilang, buyar begitu saja. Tan Hoat lemas seketika. Lopek di depannya kemudian mengangkatnya dan menuntunnya ke dalam rumahnya. Diletakkannya Tan Hoat diatas dipan, dan ia mengambil air dan memberikannya pada Tan Hoat. Minumlah, mungkin bisa membuatmu sedikit tenang kata si orang tua itu

  • Maaf saya tidak bisa menahan diri lopek jawab Tan hoat, ia masih berbaring diatas dipan. Tapi kesadaran jiwanya sudah mulai ia coba pulihkan, lanjutnya Saya mengalami hal-hal besar akhir-akhir ini sehingga tidak mampu menguasai diri lagi, lopek. Maafkan saya lopek Tidak apa-apa tayhiap. Sejak tayhiap masih kecil aku sudah kenal tayhiap. Aku dulu bekerja sebagai buruh Cio-wangwe. Tapi setelah punya uang, aku membuka sawahku sendiri kata lopek itu, ia meneruskan, Tan-tayhiap adalah kebanggaan desa ini. Kau maafkanlah aku yang tidak bisa berbuat apa-apa atas kejadian keluarga Cio-wangwe Sebenarnya bagaimana kejadiannya? tanya Tan Hoat, ia bertanya sambil bangun untuk duduk. Kejadiannya berlangsung cepat. Ada rombongan perampok yang masuk desa ini. Jumlahnya puluhan orang. Mereka memakai topeng. Ilmu silat mereka tinggi sekali. Kami orang desa yang mencoba melawan tidak bisa melakukan apa-apa. Kami dibekuk dan diikat. kisah si lopek Kapan kejadiannya? Kenapa aku tidak pernah mendengar tanya Tan Hoat Baru beberapa hari tayhiap. Mungkin baru 4 atau 5 hari. Kami sudah mengirim laporan ke kotaraja. Mungkin dalam beberapa hari mereka akan mengirimkan petugas-petugas kemari. jawab lopek itu. Tan Hoat bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ia tidak mendengar kabar perampokan ini. Cio wangwe adalah tokoh yang lumayan terkenal. Jasa-jasanya dalam perjuangan membuat ia patut mendapat pemakaman layaknya pahlawan negara. Tapi Tan Hoat akhirnya paham bahwa kabar ini tertutupi oleh kabar kematian mendiang guru besarnya sendiri, Thio Sam Hong. Benar tidak ada keluarga tersisa? Cio Kim bagaimana? tanya Tan Hoat Kami sudah mengirim orang untuk memberitahukan kabar ini kepadanya, dalam beberapa hari ini Cio-siucai pasti sudah kesini. Syukurlah. Kupikir ia berada disini juga menjadi korban. Dimana dia tinggal sekarang? Terakhir yang ku tahu ia tinggal di sini tanya Tan Hoat lagi Beliau pindah mengikuti istrinya Ke tempat Li Swat Ing? Dimana itu? Apakah di Gobipay (partai Gobi)? Iya, beliau ikut Li-liehiap [pendekar wanita Li] ke puncak Go bi. Dengar-dengar ketua Gobi sedang sakit keras dan memerintahkan seluruh murid Gobipay untuk kembali jawab lopek itu Ah iya benar. Kenapa aku bisa lupa. Aku dengar Gobi-ciangbunjin (ketua partai Gobi) memang sedang sakit keras beberapa tahun ini. Jadi Cio Kim ikut ke Gobi? Iya benar. Menurut kabar yang saya dengar, mereka sekeluarga tinggal di kaki gunung Gobi, jadi bila ada apa-apa Li-liehiap bisa langsung naik ke atas kata lopek. Tan Hoat menghela napas, pikirannya berkecamuk. Ia memikirkan langkah-langkah yang harus ia lakukan,

  • Apakah penguburan Cio-wangwe sudah dilaksanakan?" tanyanya tiba-tiba Sudah tayhiap. Kondisi mayat mereka mengenaskan. Mereka diikat dan dibakar hidup-hidup. Kami langsung menguburkan mayat mereka begitu para perampok itu kabur jawab si lopek

    Tolong antarkan aku ke kuburan mereka kata Tan Hoat menahan kegeramannya. Hatinya membayangkan penderitaan Cio-wangwe sekeluarga Baiklah. Mari ikut saya Kuburan anggota keluarga Cio-wangwe terletak di halaman belakang rumah mereka sendiri. Mereka dikumpulkan dalam satu liang, karena kondisi mayat mereka tidak lagi dapat dibedakan. Si Lopek menceritakan hal itu kepada Tan Hoat, yang mendengarkannya sambil meneteskan air mata. Hatinya teringat Cio Kim. Bagaimana perasaannya mendengar kabar pembantaian ini. Tan Hoat ikut bersedih pula memikirkan nasib Cio Kim Saat pikirannya melayang-layang itulah terdengar suara orang minta tolong, Tolong...tolong gaduh sekali karena ketambahan lagi suara orang yang minta tolong. Secepat kilat Tan Hoat berlari ke arah suara gaduh itu. Ternyata suara itu berasal dari gerbang selatan desa. Tan Hoat berlari kesana. Nampak penduduk desa sedang mengelilingi kuda dan keretanya. Alangkah kagetnya hati Tan Hoat ketika melihat isi kereta itu adalah Cio Kim beserta istrinya. Mereka sudah berlumuran darah. Tapi masih hidup. Walaupun wajah Cio Kim berlumuran darah, Tan Hoat masih mengenal wajah saudara angkatnya ini. Cio Kim apa yang terjadi?..ya Tuhan..apa yang terjadi? Tan Hoat bertanya sambil menyalurkan tenaga murni ke dada Cio Kim Jangan..salurkan ke istriku saja... kata Cio Kim. Walaupun tidak mengerti ilmu silat, istrinya adalah seorang pendekar, tentunya Cio Kim paham maksud tindakan Tan Hoat Segera Tan Hoat menyalurkan tenaga dalamnya melalui punggung Li Swat Ing. Saat itu posisinya memang tidur tertelungkup. Tubuh Li Swat Ing sudah penuh luka bacokan. Darah ada dimana-mana. Keadaannya mungkin lebih parah dari suaminya Selamatkan anakku...selamatkan anakku kata Li Swat Ing terbata-bata Ternyata ia menelungkup sambil memeluk anaknya. Beberapa penduduk langsung mengangkat anak ini. Ia menangis meraung-raung saat dipisahkan dari pelukan ibunya Aku mau ibu..aku mau ibu.. tangisnya Sudahlah Tan-tayhiap....jangan memaksa diri...aku sudah tidak mungkin tertolong kata Li Swat Ing. Dengan perlahan ia mendorong tangan Tan Hoat.

  • Siapa yang melakukan ini semua? tanya Tan Hoat Tidak tahu....kami diserbu orang ditengah jalan...enam sampai 8 orang. Koko (kakak, panggilannya terhadap suami) terus menggeber kuda...aku menahan penyerang-penyerang itu... jawab Li Swat Ing. Nafasnya sudah satu-satu. Aku titip anakku kepadamu. Bawa dia ke Butong... kata Cio Kim Thia...(ayah)... teriak sang anak yang sedang dalam gendongan salah seorang penduduk. San-ji ('Ji' adalah panggilan untuk anak),...kau jadilah manusia yang baik...jangan jadi orang pendendam...tidak usah kau balas ini. Semua terjadi ada karmanya...tidak usah kau teruskan dendam mendendam... kata Cio Kim kepada anaknya. Thia...thia...Cio san dengar thia.... Kau harus patuh kepada Tan-Gihu..mulai sekarang dia adalah Gihu (ayah angkat) mu.... kata Cio Kim Iya thia... si anak menjawab sambil menangis Ayah pergi dulu..ingat kata-kata ayah ya...., Ing-moay aku pergi duluan...ku tunggu kamu adindaku sayang Cio Kim mengecup kening istrinya dengan bersusah payah, saat itu juga nyawanya melayang pergi. Li Swat Ing tersenyum, ia seperti berbicara kepada arwah suaminya, Aku bahagia bisa mati bersamamu koko... ia lalu menoleh kepada Tan Hoat Tan-tayhiap di Gobi-san ada..ada Li Swat Ing terbata-bata Ada apa Li-liehiap? tanya Tan Hoat Ada..ada... nafasnya berhenti Ayah....ibu...... tangisan si kecil membahana. Tangisan orang-orang desa pun membahana. Hari ini adalah hari yang terlalu berat bagi Tan Hoat. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.

  • Bab 2 Tan Hoat dan Cio San pergi ke Butong san

    Tan Hoat menyelesaikan segala proses pemakaman dengan dibantu orang-orang desa. Cio San masih tetap menangis. Tetapi ia berusaha tabah. Sedikitnya Tan Hoat heran juga melihat kekuatan hati anak itu. Cio san, kata Tan Hoat Kau sudah mendengar sendiri kata-kata ayah-ibumu bukan. Mulai sekarang aku adalah gihumu Iya gihu.... kata Cio San Karena kau sudah tak ada keluarga lagi, maka ikutlah kau ke Butong. Kau akan kuangkat menjadi muridku kata Tan Hoat perlahan Cio San menjatuhkan diri dan berlutut. Ia mengangkat tangan ke dada, Gihu...gihu adalah orang yang paling 'anak' hormati. Ayah dan ibu sudah sering bercerita tentang gihu Lanjutnya, Bukannya 'anak' kurang ajar, tetapi 'anak' tidak menyukai ilmu silat. Ayah pun sering mengajarkan bahwa perkelahian itu tidak baik, gihu ampuni 'anak'... Tan Hoat hanya memandangnya, kagum. Ia tidak menyangka anak sekecil ini sudah begitu paham tata cara dan sopan santun. Cio San lalu melanjutkan lagi, Apakah boleh anak belajar ilmu sastra saja? Anak mendengar bahwa guru besar Thio Sam Hong adalah tokoh yang dalam sekali ilmu agama, ilmu surat, dan ilmu-ilmu lainnya selain ilmu silat. Sekali lagi maaf gihu sambil berkata begitu ia bersujud Sudahlah anakku, tidak ada yang akan memaksamu untuk belajar silat kalau kau tidak mau. Sudah.sudah bangunlah kau...bangunlah kau.... Mereka kemudian tinggal disitu selama beberapa hari sebagai tanda berkabung. Lalu berangkat menuju Butong san. Para penduduk melepas mereka dengan hati haru dan sedih. Entah apa lagi nanti yang akan dialami oleh anak sekecil itu. Banyak penduduk yang memberikan bekal, dan sangu makanan. Juga baju-baju untuk mereka pakai. Tan Hoat dan Cio San menerimanya dengan hormat. Setelah mengucapkan salam perpisahan, akhirnya kedua orang itu berangkat. Tan Hoat masih terkagum-kagum dengan sopan santun Cio San. Tidak percuma ia menjadi anak dari Cio-siucay (sastrawan Cio) dan Li-liehap (pendekar wanita Li). Perjalanan ke Butong san memakan waktu sekitar 7 hari. Tan Hoat memilih menggunakan kuda supaya lebih cepat, dan juga mengingat ia sedang membawa anak kecil berusia 7 tahun. Untunglah sepanjang perjalanan Cio San tidak rewel. Hanya sekali-kali ia meneteskan airmata jika teringat nasib ayah-ibunya dan keluarganya. Tapi jika menangis, Cio San melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Ia tidak ingin gihunya menganggapnya cengeng. Lebih-lebih ia tidak ingin menyusahkan hati gihunya. Tan Hoat bukan tidak tahu perbuatan Cio San ini. Diam-diam ia kagum, dan menganggap anak kecil ini sungguh keras hatinya. Tapi lama-lama ia berkata juga, Cio San, kehilangan keluarga itu adalah hal yang menyedihkan, maka tidak apa jika engkau menangis. Menangis bahkan membuat perasaan lebih lega, dan terasa lebih lapang kata Tan Hoat.

  • Iya gihu. 'anak' hanya mencoba menguatkan hati. Biar nanti tidak menyusahkan gihu jawab Cio San. Menyusahkan aku? mengapa aku harus susah melihatmu menangis tanya Tan Hoat sambil tersenyum. Gihu baru kehilangan seorang guru besar, gihu juga baru kehalangan keluarga angkat gihu. Keluargaku bukankah juga keluarga gihu? Sudah begitu, gihu masih ketambahan lagi mengurusi seorang anak cengeng kata Cio San Hahahahahaahah, anak pintar... Tan Hoat terbahak-bahak, lanjutnya Aku malah sama sekali tidak repot mengurusi engkau. Sekarang bukankah aku harusnya bahagia memiliki anak yang pintar? Anak belum lagi melakukan apa-apa untuk gihu, sudah dibilang pintar. Ah kau ini memang pintar. Persis ayahmu... Ia lalu menatap langit dan berkata pelan, Cio Kim..Cio Kim, umurmu pendek, tapi semoga kau bangga jika anakmu bisa menjadi orang besar nanti Anak jadi teringat thia (ayah). Cio San menunduk Oh..maafkan gihumu ini anakku, aku..aku tak sengaja Tan Hoat terbata-bata Tak apa gihu Cio San tersenyum, Anak cuma teringat kata-kata thia setelah mendengar ucapan gihu tadi... lanjut Cio San Ucapanku yang mana? tanya Tan Hoat heran Tentang anak menjadi orang besar kelak jawab Cio San Apa kata-kata thia mu itu? tanya Tan Hoat lagi Thia berkata, menjadi orang besar tidak lah harus melakukan perbuatan-perbuatan besar. Karena sejarah tidak ditentukan oleh orang-orang besar, para kaisar, para raja, para jendral perang, atau pendekar-pendekar ternama. Sejarah dilakukan oleh kita, orang-orang kecil, rakyat jelata yang namanya tidak tertulis dalam kitab-kitab. terang Cio San ...dalam sekali maknanya Tan Hoat berkata sambil menerawang Anak sendiri tidak begitu mengerti artinya, tapi.... Tapi apa... Tan Hoat penasaran Rasa-rasanya anak sudah menangkap sedikit.... Coba jelaskan... kata Tan Hoat

  • Waktu anak ditolong oleh orang desa. Mereka itu orang-orang biasa, tidak punya ilmu silat. Mereka dengan sukarela menolong. Membersihkan anak, memberi pakaian, memberi makan. Coba kalo mereka tidak ada, pasti gihu dan anak akan kelaparan, dan mengurusi pemakaman ayah-ibu sendirian saja Hahahaha...pintar-pintar..., lanjutkan-lanjutkan Tan Hoat tertawa senang Kalau nanti seumpama anak jadi orang besar, maka sebenarnya orang-orang desa itu punya andil paling besar. Karena jika mereka tidak ada, kan anak tidak mungkin bisa selamat dari lapar, dan haus, dan lainnya lanjut Cio San Bukan main! saking senangnya Tan Hoat menepuk pundak Cio San keras sekali, sampai ia terbatuk-batuk Maaf...maaf..ahhahaha..aku terlalu senang mendapatkan anak secerdas kau, Cio San Cio San pun tersenyum, senyumnya yang pertama sejak keluarganya dibantai Tan Hoat memilih untuk secepatnya sampai ke Butong sehingga ia tidak terlalu lama beristirahat. Istirahat hanya dilakukan jika mereka benar-benar lelah, atau kudanya yang butuh istirahat. Suatu saat ketika mereka sedang beristirahat di sebuah penginapan, Tan Hoat terkaget-kaget mendengar cerita dari Cio San Ternyata Gobi-ciangbunjin (ketua partai Gobi) sudah meninggal. Kedudukannya digantikan oleh pangcu yang baru. Sebelum meninggal ia telah menunjuk pangcu yang baru bernama Bu Goatnikow Bhiksu wanita = Bikhu) , tetapi penunjukkan itu ditentang oleh banyak pihak dalam perguran Gobipay. Bahkan pertentangan itu berubah menjadi perkelahian untuk memperebutkan posisi Ciangbunjin. Dalam Gobipay sendiri memang sudah terjadi pergesekan antar murid sejak lama. Ini dimulai sejak jaman pengusiran bangsa Goan dulu, beberapa puluh tahun yang lalu. Dulu, pangcu yang sekarang telah meninggal itu menemukan kitab rangkuman ilmu-ilmu tinggi sakti dan rahasia. Ilmu-ilmu sangat tinggi, dan bahkan melegenda dalam dunia persilatan. Pangcu itu kemudian memutuskan untuk mengajarkan ilmu-ilmu dalam perguran Gobipay. Pertentangan timbul karena ternyata ilmu-ilmu tidak hanya berasal dari ilmu kaum lurus, tapi juga ada ilmu-ilmu kaum sesat. Pihak yang menentang merasa bahwa, perguran Gobipay harus terus mempertahankan ilmu asli mereka yang berasal dari leluhur pendiri Gobipay. Sedangkan pihak yang setuju merasa bahwa ilmu adalah ilmu, tergantung siapa yang menggunakannya, dan digunakan untuk apa. Lalu nikow Bu Goat itu berasal dari golongan mana? tanya Tan Hoat Dari golongan yang setuju untuk mempelajari seluruh ilmu termasuk diluar Gobipay. Karena beliau sendiri memang ditunjuk langsung oleh ketua Gobi-pay sebelumnya. jawab Cio San

  • Memang dari yang teecu dengar, pertentangan ini sudah berlangsung sejak ciangbunjin terdahulu. Cuma karena ilmu beliau begitu sakti, tidak ada yang berani melawan. Baru saat beliau meninggal dan menunjuk penggantinya, baru para penentang itu berani melawan. Ah..kacau juga ini....., eh lalu kau tau cerita ini dari siapa tanya Tan Hoat lagi Ayah dan ibu sering mengobrol jawab Cio San Lalu kau mencuri dengar bukan? tanya Tan Hoat sambil tersenyum Ciuo san hanya tersenyum. Tan Hoat menjewer telinganya sambil tersenyum, Anak nakal, lain kali kau tidak boleh begitu. Laki-laki sejati. Tidak mencuri. Tidak mencuri barang orang. Tidak mencuri istri orang, tidak juga mencuri dengar pembicaraan orang Anak mendengar gihu.... Sana tidur lah kau, besok pagi-pagi kita harus berangkat tukas Tan Hoat Baik gihu, selamat tidur gihu Tan Hoat mematikan penerangan kamarnya. Besoknya, pagi-pagi sekali mereka sudah siap berangkat. Perbakalan pun sudah disiapkan oleh pelayan. Tan Hoat memang memesan kepada pelayan penginapan untuk menyiapkan bekal dan membangunkannya pagi-pagi sekali. Malah Tan Hoat yang bangun duluan sebelum si pelayan. Si pelayan kemudian tergopoh-gopoh membawakan bekal yang dipesan Tan Hoat, sambil meminta maaf karena dia sendiri terlambat bangun. Tidak apa-apa, tapi lain kali jangan begitu, nanti kamu dimarahi tamu mu kata Tan Hoat Setelah sarapan pagi, mereka berangkat. Naik satu kuda. Cio San duduk dibagian depan. Dulu thia-thia (ayah) suka sekali berkuda. Dia punya kuda yang bagus, tapi katanya sudah dijual. Sayang anak tidak sempat belajar berkuda pada thia-thia kata Cio San Ayahmu sempat mengajarkan apa saja padamu? tanya Tan Hoat Banyak. Yang paling sering ayah mengajarkan huruf-huruf. Anak sudah mengenal banyak sekali huruf. Ayah juga sering menyuruh anak membaca kitab-kitab kuno. Selesai berkata begitu ia melafalkan banyak sekali ujar-ujaran. Yang ternyata itu merupakan isi kitab-kitab karya nabi Konghu Chu. Wah hafalanmu malah sepertinya lebih banyak dari gihu. Hahahahha Tan Hoat berkata sambil tertawa. Ibu kadang-kadang mengajarkan silat. Tapi anak tidak begitu tertarik tukas Cio San Kenapa tidak tertarik?

  • Anak tidak suka memukul orang jawan Cio San Lalu, kalau kau dipukul orang apa kau tidak membalas? Tan Hoat bertanya Kalau anak berbuat baik, mana mungkin dipukul orang? jawab Cio San santai. Ah kau.. Tan Hoat tidak bisa berkata-kata. Dia cuma bisa melanjutkan, Kau ini masih kecil. Masih polos. Belum tahu dunia seperti apa. Nanti kalau kau sudah besar, baru kau tahu bahwa ilmu silat itu penting sekali Hmmm.. Cio San cuma menngangguk-angguk Lalu, apa saja yang sudah diajarkan ibumu? tanya Tan Hoat Cara berdiri, cara menangkis, cara memukul....lalu... Cio san terdiam sebentar, ia lalu melanjutkan Banyak sekali gihu, hanyak anak yang bodoh karena tidak begitu memperhatikan Ah..aku jadi tertarik, coba kita istirahat sebentar dibawah pohon itu. Lalu kau tunjukkan pada gihu, apa saja yang sudah diajarkan ibumu tegas Tan Hoat Baik gihu tukas Cio San Setelah mengikat kuda dan meluruskan kaki sejenak, sambil duduk bersandar dibawah pohon, Tan Hoat memerintahkan Cio San untuk menunjukkan gerakan-gerakan yang pernah dipelajarinya. Cio San melakukannya dengan baik. Mulai dari Bhesi, atau kuda-kuda, yang disebutnya sebagai 'cara berdiri', beberapa cara menangkis, dan jurus memukul. Semuanya merupakan ilmu silat Gobipay. Wah bagus, tapi kamu melakukannya tidak sungguh-sungguh. Seharusnya begini Tan Hoat lalu bersilat. Kesemuanya gerakan yang tadi ditunjukkan Cio San, tapi lebih tegas, lebih kuat, dan lebih cepat. Kenapa kau diam saja? tanya Tan Hoat Anak.....anak cepat sekali capai jika disuruh bersilat.. jawab Cio San Ah jangan berkilah, ayo cepat lakukan seperti yang kutunjukkan tadi tegas Tan Hoat Cio san pun melakukan seperti yang diperintahkan. Namun tak beberapa lama, dia sudah mulai ngos-ngosan, dan pucat. Tan Hoat segera melihat hal ini dan menyuruhnya berhenti. Ah ternyata betul kau lemah sambil berkata begitu ia memegang urat nadi di pergelangan tangan anak itu Hah? Tan Hoat heran, Organ dalam mu banyak yang lemah. Apakah kamu pernah dipukul orang? Tidak. Tapi kata ibu, anak lahir sebelum sembilan bulan., sejak kecil anak sudah sakit-sakitan jawab Cio San

  • Ah kasihan sekali kau tak terasa Tan Hoat meneteskan airmata. Ia memeluk anak kecil itu. Sejak lahir kau sudah menderita. Sepanjang umurmu ini sudah sakit-sakitan. Malah kau sekarang yatim piatu.... Sejak saat itu, rasa sayang Tan Hoat terhadap Cio San lebih bertambah lagi. Ia bertekad sepenuh jiwa untuk melindungi anak itu. Melakukan apapun demi kebahagiaan Cio San. Anak dari saudara angkatnya. Anak yang sekarang yatim piatu, anak yang sakit-sakitan, anak yang sungguh patut dikasihani. Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai ke Butongsan. Tan Hoat langsung menuju ke makam Thio Sam Hong. Di sana ia berlutut dan bersujud lama sekali. Di sana ia menumpahkan air mata. Saudara-saudara seperguruannya pun membiarkan saja. Sepertinya memang hal itu sudah sering terjadi saat anak murid butongpay yang baru mendengar kabar kematian itu setelah 3 bulan itu tiba di kuburan itu. Setelah puas menumpahkan kesedihan dan penghormatannya. Tan Hoat baru membersihkan diri dan beristirahan sejenak. Lau ciangbunjin berada di biliknya, dan tidak keluar dari pagi sampai sore. Berhubung saat itu masih pagi, Tan Hoat menggunakan waktunya itu untuk menemui murid-murid yang lain. Bercengkerama dan bertukar cerita. Sekaligus memperkenalkan Cio San sebagai muridnya, dan juga menceritakan asal-usulnya. Semua orang kagum mendengar bahwa anak itu adalah cucu dari Cio Hong Lim. Panglima terkenal yang taktik perangnya banyak berhasil mengusir pasukan penjajah Goan. Cio San sendiri bersikap santun dan merendah. Pada dasarnya dia memang anak yang tidak suka tampil menonjol. Pembawaan yang sebenarnya diturunkan dari kakeknya itu. Ayahnya, Cio-siucay, atau sastrawan Cio. juga mewarisi sifat merendah itu. Jika kakeknya lebih suka mengucilkan diri dan menjadi petani di desa, ayah Cio San ini malah lebih suka mempelajari kitab-kitab kuno, musik, dan sastra. Ia tidak mau menjadi menjadi pegawai di ibukota. Padahal dengan gelarnya, ia bisa saja memiliki jabatan yang tinggi, bahkan bekerja di istana kaisar, mengingat jasa-jasa Cio Hong Lim. Tapi Cio-siucay malah lebih suka mendekatkan diri dengan keluarga. Akhirnya sifat merendah dan tidak suka menonjolkan diri itu pun mengalir jugalah kedalam jiwa Cio San. Ia paling tidak suka dipuji. Paling tidak suka menjilat-jilat. Tapi tutur katanya sopan, polos, dan jujur. Itulah kenapa murid-murid Butong yang lain langsung suka padanya. Padahal mereka baru beberapa saat kenal dengan dia. Hari itu ternyata ada 3 murid butong yang pulang ke Butongsan. Selain Tan Hoat, ada juga Wan Siau Ji, dan Kwee Leng. Keduanya turut membawa murid pula. Dan yang mereka lakukan persis sama dengan yang dilakukan Tan Hoat ketika pertama kali sampai ke Butongsan. Yaitu bersujud di makam Thio Sam Hong. Lalu kemudian bercengkerama dan bertukar cerita. Setelah agak siang murid-murid angkatan 3 yang baru pulang itu kemudian istirahat. Sambil menanti sore untuk bertemu dengan Lau-ciangbunjin. Ketua mereka yang baru.

  • Sore pun tiba, Lau Tian Liong keluar dari biliknya. Usianya sudah 70 tahunan, tapi raut mukanya terhiat lebih muda. Benar juga kata orang yang bilang bahwa ilmu-ilmu Butomgpay bisa membuat orang jadi awet muda. Ciangbunjin partai Butong ini malah berkeliling melihat keadaan perguruan. Dari murid-muridnya ia mendengar bahwa 3 orang murid angkatan ketiga sudah pulang, dengan membawa murid masing-masing. Ia lalu berkunjung ke kamar-kamar murid itu. Hal ini menunjukkan kerendahan hati sang ciangbunjin. Padahal sebagai ciangbunjin (kepala partai besar), ia bisa saja memerintahkan para murid menghadapnya di biliknya sendiri. Pintu kamar Tan Hoat diketuk orang. Padahal ia tidak mendengar langkah seorang pun yang mendekat. Seperti tersadar, ia lalu berlari cepat membuka pintu, setelah itu ia berlutut, dan berkata, Teecu, Tan Hoat berlaku tidak sopan, tidak mengetahui kedatangan ciangbunjin. Apakah ciangbunjin sehat-sehat saja? Ah jangan terlalu banya adat, berdirilah sambil berkata begitu ia mengangkat Tan Hoat. Begitu tangannya menempel ke tangan Tan Hoat, seperti ada getaran tenaga besar yang menghantam Tan Hoat. Ia sadar. Rupanya sang ciangbunjin sedang mengujinya. Tan Hoat tidak melawan desakan tenaga besar itu, ia malah menerimanya dengan ilmu Thay kek kun. Ilmu lembut ciptaan Thio Sam Hong. Desakan tenaga itu malah punah seperti hilang ditelan samudra yang luas. Lau Tian Long tersenyum, ia berkata Bagus, ilmumu meningkat. Tidak percuma kau mengaku angkatan ke 3 Atas petuah-petuah suhu, teecu berhasil sampai ke tingkat 6 thay kek kun Bagus-bagus. Teruslah berlatih. Aku ini hanya berhasil mencapai tingkat 11. Aku sudah memutar otak mencari rahasia tingkat ke 12, tapi masih saja otak bebalku ini tidak bisa memecahkannya. Mudah-mudahan nanti kau yang bisa memecahkannya kata Lau-ciangbunjin pelan Ketika Tan Hoat baru membuka mulut menjawab, Lau-ciangbunjin sudah memotong dengan pertanyaan 'Eh mana muridmu, aku belum melihatnya Dia sedang berkenalan dengan murid-murid yang lain. Teecu menyuruhnya memperkenalkan diri ke bilik-bilik murid angkatan 7, dan 6. Oh baiklah kalau begitu. Nanti malam aku akan kesini lagi untuk melihatnya Teecu akan menyuruhnya ke bilik suhu saja kata Tan Hoat cepat. Memang sudah menjadi kebiasaan di Butongpay untuk memanggil ketua mereka sebagai 'Suhu' atau guru, dan membahasakan diri sendiri sebagai Teecu atau murid. Tidak usah biar aku saja yang kesini lagi, nah kau istirahatlah, nanti malam kita bercerita ya Lau Tian Liong pun pergi. Lebih tepatnya menghilang. Ilmu suhu semakin hebat saja Tan Hoat hanya menggeleng-geleng. Ah aku sampai lupa memberinya selamat atas pengangkatan menjadi ciangbunjin...

  • Malamnya, Lau-ciangbunjin memang benar-benar mengunjungi kamar Tan Hoat untuk berbincang-bincang. Cio San sudah menggunakan pakaian terbaiknya yang didapatkan dari pemberian orang-orang desa. Setelah memberi salam dan penghormatan, Ia memperkenalkan dirinya, Boanpwee (artinya saya yang rendah, ini cara membahasakan diri yang sopan, jika berbicara dengan orang yang tingkatannya lebih tinggi) bernama Cio San, ayah boanpwee bernama Cio Kim, dan ibu boanpwee bernama Li Swat Ing katanya She Cio, ada hubungan dengan jendral Cio Hong Lim? tanya Lau-ciangbunjin Beliau adalah kong-kong (kakek) boanpwee jawab Cio San Ah kau keturunan orang besar rupanya, bagus-bagus. Eh nafasmu kenapa berat, dan wajahmu pucat sambil bicara begitu, Lau-ciangbunjin meraih tangan Cio San, dan memeriksa nadinya. Boanpwee dalam kandungan ibu tidak lengkap 9 bulan. Jadi kata ibu, tubuh boanpwee lemah dan sering sakit-sakitan kata Cio San perlahan Aih.., tak apa-tak apa... Lau-Ciangbunjin seperti membatin Boanpwee sering terkena serangan sesak nafas, dan sering lemah. Harap ciangbunjin maafkan. Jika nanti dikira boanpwee merepotkan butongpay, lebih baik boanpwee tidak... ucapan Cio San itu dipotong Lau-pangcu Ah bicara apa kau ini. Butongpay punya ilmu hebat-hebat. Nanti pasti bisa menolong kesehatanmu jika kau rajin berlatih Terima kasih ciangbunjin Cio San berkata dengan penuh hormat Hmmm, kau sudah memperoleh ijin dari kedua orang tuamu bukan? Untuk menjadi anak murid butongpay? tanya Lau-pangcu Eh..orang tua boanpwee baru saja meninggal. Boanpwee lalu dititipkan kepada Tan-gihu (ayah angkat Tan) Cio San menjawab perlahan Oh.. Lau-pangcu merasa pasti sudah terjadi sesuatu, lalu ia melanjutkan, Kau istirahlah Cio San, nanti mudah-mudahan beberapa hari lagi kalau murid-murid baru sudah terkumpul semua, kita adakan upacara penerimaan murid. Untuk sementara, kau nikmati dulu suasana Butong san (gunung Butong) ini, dan berkenalan dengan yang lain Baik ciangbunjin, terima kasih kata Cio San Tan Hoat, ikutlah ke bilikku, ada beberapa hal penting yang ingin kubicarakan Setelah sampai di bilik, Lau Tan Liong mulai bertanya, Apa yang sebenarnya terjadi dengan Cio San?

  • Keluarganya semua dibantai, kakeknya, ayah ibunya, seluruh keluarganya dibantai dalam waktu yang hampir berdekatan jawab Tan Hoat Hmm...kau sudah tau siapa pelakunya? Belum suhu..akan teecu selidiki nanti, teecu masih sungkan bertanya kepada Cio San. Khawatir dia jadi sedih kata Tan Hoat Ya..ya selidikilah setuntas mungkin. Aku khawatir banyak orang yang dendam terhadap keluarganya. Untunglah kau menemukannya dan cepat membawanya kesini. Di Butongsan kita bisa menjaganya kata Lau Tian Liong, ia melanjutkan, Ada hal penting lain yang ingin kubicarakan denganmu Teecu siap menerima perintah Sebelum thay-suhu (guru besar) Thio Sam Hong meninggal, beliau sebenarnya berhasil menciptakan sebuah ilmu yang jauh lebih dahsyat dari Thay kek kun! Tan Hoat hanya berdecak kagum dalam hati Lau-ciangbunjin berkata, Aku sendiri sudah mencoba kedahsyatan ilmu itu. ah...kesaktian thay-suhu memang tak bisa diukur lagi... ia berhenti sebentar Sayangnya guru belum menurunkan ilmu itu kepada siapapun... Ah..... Tan Hoat tak bisa berkata apa-apa Tapi beliau sempat memberi aku petunjuk, yang sampai sekarang tidak bisa kupecahkan, beliau berkata, Segala itu hampa. Memiliki ilmu sebenarnya tidak memiliki ilmu. Tidak memiliki ilmu sebenarnya yang paling sakti diantara semua Bukankah itu ujar-ujaran kuno..suhu? tanya Tan Hoat Benar...tapi apa hubungannya dengan ilmu silat ciptaan guru itu?. Eh tapi ada lagi sambungannya, beliau berkata: Segala yang bukan ilmu silat, adalah ilmu silat Tan Hoat diam karena berpikir keras tentang ujar-ujaran guru besarnya itu Eh apakah suhu sempat melihat bagaimana jurus-jurusnya? Aku..aku, sebenarnya sempat mencoba ilmu itu. Aku memukul thay-suhu satu kali, hanya satu kali saja. Beliau tidak memasang kuda-kuda, tidak menangkis, juga tidak memukul... lalu.... Tan Hoat bertanya penasaran Sebelum pukulanku sampai, beliau sudah menyentuh pundakku, saat itu sepertinya seluruh kekuatan hilang, beliau lalu berbisik: berlatihlah terus..... Hah?

  • Iya, ilmu beliau itu seperti tanpa jurus dan kuda-kuda. Sepertinya beliau hanya berjalan saja menuju aku, menyambut pukulan itu seperti...seperti pukulanku hanya berupa uluran tangan.... Tan Hoat hanya menggeleng-geleng, memang kesaktian Thay-suhunya itu sudah tidak bisa diukur lagi. Padahal Lau Tian Long sudah memiliki ilmu kelas tinggi yang menempatkannya di puncak nama-nama dunia kang-ouw, bahkan setara dengan pemimpin Siaulimpay (Partai shao lin) sekarang. Nama Lau Tian Long mungkin sekarang termasuk 3 besar orang yang paling tinggi ilmunya di dunia kang-ouw. Bisa dibayangkan betapa tingginya ilmu Thio Sam Hong yang mampu mengalahkan Lau-pangcu dalam satu pukulan saja! Pikir-pikirkanlah ucapan thay-suhu yang tadi kuceritakan padamu. Otakmu cerdas, dan pikiranmu tajam Teecu sudah hafal dan akan teecu pikirkan terus suhu... kata Tan Hoat Baiklah, jangan kau ceritakan ini kepada murid lain. Aku menceritakan ini hanya kepadamu saja kata Lau-pangcu Eh..kenapa suhu? Ah sungguh berat mengatakannya, aku tak tahu harus memulainya dari mana... Lalu Lau Tian Lioang melanjutkan, Sebelum thay-suhu meninggal, beliau bercerita bahwa di dunia kang-ouw ini, ada sebuah kitab rahasia ilmu silat yang sampai sekarang belum ditemukan orang. Kitab itu adalah kitab tulisan Tat-mo. Kita tahu bahwa Tat-mo sendiri adalah pencipta ilmu silat. Seluruh jurus, dan aliran ilmu silat yang ada sekarang, bersumber dari kitab itu. Kitab itu tersembunyi di suatu tempat rahasia. Thay-suhu Thio Sam Hong memerintahkan aku untuk menugaskan salah satu murid Butongpay untuk menyelidiki keberadaan kitab itu. Bukan karena thay-suhu ingin kita menguasai isi kitab itu, tetapi untuk menjaganya dari tangan-tangan sesat. Bisa kau bayangkan betapa hebohnya jika kitab itu nanti jadi rebutan semua aliran Lau Tian Long melanjutkan, Semua pelajaran ilmu pernafasan, ilmu silat, dan ilmu-ilmu lainnya bersumber dari kitab itu. Dulu seratus tahun lebih, sempat ada kitab serupa yang jadi rebutan pendekar-pendekar kang-ouw. Tapi kitab rebutan itu hanya berupa ringkasan dari kitab tulisan Tat-mo itu. Bisa kau bayangkan, kitab ringkasan saja, sudah bisa menghasilkan ilmu-ilmu dahsyat yang tiada tanding, apalagi kitab aslinya Thay suhu berkata, bahwa ilmu thay-suhu sendiri sebenarnya belumlah menyamai isi kitab Tat-mo itu. Tapi pemahaman beliau sebenarnya sudah bisa menjangkau isi kitab itu. Sayang sebelum beliau sempat memberi aku petunjuk-petunjuk, beliau sudah keburu meninggal. Hanya ujaran-ujaran yang tadi aku sampaikan padamu itu yang sempat disampaikan guru kepadaku Jadi sekarang, aku harus merepotkanmu untuk menyelidiki keberadaan kitab ini. Lakukan secara rahasia, jangan sampai menimbulkan kehebohan di dunia kang-ouw. Menurut thay-suhu, keberadaan kitab itu mungkin hanya diketahui tidak lebih dari 3 orang. Teecu siap berangkat saat ini juga, jika itu perintah suhu tegas Tan Hoat

  • Jangan, beberapa hari lagi saja. Nanti bisa menimbulkan kecurigaan jika kau langsung berangkat, padahal baru saja sampai di Butongsan. Istirahatlah dulu. Pergunakan waktumu untuk memberi petunjuk-petunjuk dasar ilmu Butongpay pada muridmu. Walaupun ia belum resmi diangkat menjadi murid Butongpay, secara tidak langsung ia berhak belajar dasar ilmu Butongpay karena ia sudah menjadi anak angkatmu Teecu siap laksanakan perintah Nah, pergilah Setelah mengucap salam dan menghaturkan hormat, Tan Hoat meninggalkan kamar Lau Tian Long. Hatinya tidak enak mendengar adanya kabar kitab Tat-mo itu. Dunia kang-ouw pasti akan heboh tidak lama lagi. Sekitar 10 hari kemudian, seluruh murid angkatan ketiga sudah kembali, dan membawa muridnya masing-masing. Dua hari setelah itu diadakan upacara penerimaan murid. Upacara ini merupakan salah satu acara besar di Butongpay, oleh karena itu harus diikuti oleh seluruh murid Butongpay, kecuali yang mendapat tugas lain seperti berjaga, ronda, atau mengurus pekerjaan 'rumah tangga' seperti memasak, mengurusi air, bersih-bersih, atau mengurus ternak. Balai yang digunakan untuk upacara ini adalah balai utama. Ukurannya besar, dan sanggup menampung seluruh murid Butongpay. Bahkan masih sanggup lagi menampung beberapa ratus orang lagi. Banyak sekali kejadian di ruangan ini sejak dahulu. Seperti kekacauan acara peringatan ulang tahun Thio Sam Hong ke 100. Saat itu Butongpay kedatangan banyak 'tamu' yang ingin memberi selamat, namun maksud sebenarnya untuk memperebutkan benda-benda perebutan dunia kang-ouw Ada juga penyerbuan yang dilakukan seorang putri Goan beserta anak buahnya. Penyerbuan ini berhasil digagalkan murid kesayangan Thio Sam Hong dulu itu. Malah akhirnya, murid kesayangan itu jatuh hati dan menikah dengan sang putri Goan, lalu menghilang dan menyepi entah kemana. Banyak lagi cerita-cerita mengharukan yang terjadi di balai utama ini. Maka memang ada suasana haru yang timbul di hati para murid jika memasuki ruangan ini. Apalagi bayangan thay-suhu mereka masih membekas di ingatan mereka kala memimpin upacara-upacara. Ada suasana syahdu, dan sendu yang mengiringi suasana sakral jika memasuki ruangan ini. Murid-murid sudah berbaris rapi. Para tianglo (penasehat) dari sang ciangbunjin sudah hadir, dan berada di posisi samping dari mimbar pangcu. Tapi pangcu sendiri belum datang. Beberapa murid membaca ujar-ujaran dari kitab kuno, dan juga ujar-ujaran Thio Sam Hong. Ciangbunjin memasuki balai utama terdengar teriakan dari sudut ruangan Semua orang lalu berlutut. Ini adalah ciangbunjin pertama sejak kepergian Thio Sam Hong. Wibawanya tidak seperti Thio Sam Hong. Wibawa siapapun TIDAK AKAN mungkin seperti Thio Sam Hong. Tapi Lau-ciangbunjin memiliki wibawa sebagai seorang ciangbunjin. Itu saja sudah cukup. Murid-murid Butongpay, kini kita berkumpul untuk melakukan upacara penerimaan murid baru. Murid baru ini adalah murid-murid pilihan, yang cara pencariannya agak sedikit berbeda, dari cara-cara dahulu.

  • Seperti kita semua tahu, Butong harus menambah banyak murid berbakat. Kepergian Thay-Suhu membuat kita harus rajin berbenah. Tidak ada satupun murid yang bisa lulus ujian naik ke tingkat 4. Sehingga kami, memutuskan untuk mencari banyak murid berbakat, melalui cara yang sedikit berbeda, agar Butong tidak kekurangan murid-murid hebat nantinya. Bagi kalian yang sudah menjadi murid Butong. Berlatihlah lebih giat untuk bisa mengharumkan nama perguruan Butong. Yang terpenting, kalian harus bisa mengharumkan nama bangsa ini ke semua penjuru bumi Saat ini, Butong kedatangan 15 murid baru. Mereka telah melewati syarat-syarat yang ditetapkan. Mereka berasal dari keluarga dan keturunan yang jelas. Memiliki bakat, dan tubuh, dan tulang yang cocok untuk belajar ilmu silat. Kecuali Cio San, yang memiliki masalah kesehatan. Ia diterima karena walaupun sering sakit, dan mempunyai tubuh yang lemah, ia memiliki susunan tulang yang bagus untuk belajar silat. Iya juga memiliki ketertarikan untuk belajar kitab-kitab kuno, dan kitab nabi-nabi. Kita sedang kekurangan murid-murid yang mempelajari ilmu surat, karena selama ini kita terlalu memusatkan perhatian untuk mempelajari ilmu silat. Ini mungkin disebabkan pergolakan perang pengusiran penjajah dulu. Sekarang kita harus menata lagi perguruan ini, karena kita sudah ditinggal oleh thay-suhu. Aku harap seluruh murid Butongpay, mendukung rencana-rencana ini, dan melakukan yang terbaik untuk mendukungnya Murid siap menaati perintah jawaban ratusan murid Butongpay menggema di dalam balai utama. Aku memanggil kelima belas calon murid Butongpay... Lau Tian Long lalu menyebutkan nama-nama itu. Kelima belas nama murid itu, termasuk Cio San lalu maju kedepan. Mereka semua memang sudah diajarkan tata cara upacara penerimaan murid ini sebelumnya. Ucapkanlah sumpah setia Butong ini, tirukan kata-kataku.... perintah sang ciangbunjin Terdengar Lau Tian Long mengucapkan sumpah yang ditirukan oleh kelima belas murid baru itu. Isi ucapan sumpah itu tidak begitu panjang. Intinya semua murid Butong menyatakan tunduk dan patuh kepada semua aturan yang ada di Butongpay.

  • Butong Pa