kinetika_leo agung tofan_12.70.0105_e4

40
Acara I KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Leo Agung Tofan Yuro Prasetyo NIM : 12.70.0105 Kelompok E4

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Vinegar adalah produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula yang selanjutnya diubah menjadi alkohol

TRANSCRIPT

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun oleh:Nama : Leo Agung Tofan Yuro PrasetyoNIM : 12.70.0105Kelompok E4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG2015Acara I4

1. HASIL PENGAMATAN1.1 Tabel Pengamatan Kinetika Fermentasi Dalam Produksi VinegarHasil kinetika fermentasi dalam pembuatan minuman vinegar dapat diketahui pada Tabel 1.

Tabel 1. Kinetika Fermentasi dalam Minuman Vinegar Sari ApelKel.PerlakuanWaktu m.o tiap petakRata-rata / m.o tiap petakRata-rata / m.o tiap CCOD (nm)pHTotal Asam

1234

E1Sari Apel + S. cereviceaeN054675,52,2x1070,22193,58,64

N247586889084,753,39x1081,22403,439,216

N4811121415135,2x1070,92433,438,640

N7214565222361,44x1081,19903,829,024

N965516263332,51,3 x1081,51893,4711,328

E2Sari Apel + S. cereviceaeN0111211910,754,3x1070,18333,59,792

N248961947379,253,17x1081,00813,539,024

N488339504353,752,15x1081,55543,479,600

N722854192832,251,29x1081,9073,728,832

N9622231437249,6 x1071,41503,4710,368

E3Sari Apel + S. cereviceaeN01181312114,4x1070,17373,479,408

N244447474846,51,86x1081,02123,708,448

N48106104122137117,254,69x1081,09973,469,024

N723656544748,251,93 x1081,44803,849,024

N965162514156 x1070,38463,478,83

E4Sari Apel + S. cereviceaeN0136647,252,9x1070,17983,479,216

N247251525156,52,26x1080,94433,539,024

N481318404328,51,14x1081,04063,459,216

N7281108145111111,254,45x1081,28703,619,408

N962730303229,751,19 x1080,55483,439,024

E5Sari Apel + S. cereviceaeN01014713114,4x1070,17143,469,6

N2497103965888,53,54x1081,12813,469,216

N4811487989097,253,89x1080,91643,209,216

N7255807055652,6x 1081,06643,408,832

N966983857878,753,15 x1080,52063,498,832

1

Pada tabel hasil pengamatan diatas produksi vinegar menggunakan bahan sari apel dan ditambahkan dengan saccharomyces cereviceae menunjukkan bahwa pada kelompok E1 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak dan rata-rata / Mo tiap cc tertinggi terdapat pada waktu N 24. Untuk nilai OD (nm) dan total asam tertinggi pada waktu 96, sedangkan pH tertinggi pada waktu 72 dan total asam tertinggi pada N 96. Pada kelompok E2 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 24 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 24, OD tertinggi N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N 96. Pada kelompok E3 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 48 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 48, OD tertinggi N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N 48 dan N 72(hasil sama 9,024).Pada kelompok E4 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 72 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 72, OD tertinggi N 72 pH tertinggi N 72 dan total asam tertinggi N 72. Pada kelompok terakhir E5 mempunyai rata-rata / Mo tiap petak tertinggi pada waktu 48 dan rata-rata jumlah Mo tiap cc tertinggi ada pada N 48, OD tertinggi N 24 pH tertinggi N 96 dan total asam tertinggi N 24 dan N 48(hasil sama 9,216).

1.2.1 Grafik Hubungan OD dengan Waktu

Gambar 1. Hubungan Optical Density dengan WaktuGambar 1 yang menunjukkan hubungan OD dengan waktu pengamatan secara sekilas untuk kelompok E4, E5 dan E3 menunjukkan pola yang meningkat pada waktu ke 0 hingga ke 24 , dan mengalami penurunan pada waktu ke 48, sebelum kembali meningkat pada 72, dan menutun drastis pada 92.Sedangkan pada kelompok E1 menunjukkan polang yang sama dengan E4, E5 dan E6 namun pada 92 meningkat. Terahir pada kelompok E2 dari waktu ke 0 sampai 72 mengalamu peningkatan dan turun pada 92.

1.2.2 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

Gambar 2. Hubungan Jumlah sel dengan WaktuPada grafik ini semua kelompok mengalami dari waktu ke 0 hingga 24 peningkatan namun E5 yang paling drastis disusul E1 lalu E2, setelah itu E4 dan E3. Dari waktu 24 sampai 48, selain E3 yang meningkat drastis, yang lainnya mengalami penurunan. Penurunan yang paling drastis pada tahap ini ada pada kelompok E1. Pada waktu 48 hingga 72 kelompok E1 dan E4 mengalami peningkatan namun peningkatan yang drastis terdapat pada E4. Sedangkan tang lainnya memurun. Pada 72 hingga 96 hanya E5 yang meningkat sedangkan yang lain turun, dan E4 mengalami penirinan drastis.1.2.3 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH

Gambar 3. Hubungan antara jumlah sel dengan pHPada gravik in dapat diliat E5, mengalami penurunan yang dastis, sedangkan pada E1 dan E2 mengalami sedikit peningkatan. Pada E4 mengalami kanaikan yang drastis. Pada E3 garfik mengalami peningkatan yang cukup tinggi.1.2.4 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Absorbansi

Dari grafik diatas didapat informasi bahwa, E1 mangalami peningkatan sedang E2 mengalami peningkatan yang lebih rendah dari E1, namun sempat mengalami kenaikan yang drastis. Pada E3 mengalami peingkatan yang sangan kecil dan sebelumnya meningkat sangan drastis. Pada E4 peningkatannya hampir sama dengan E1 namun sempat mangalami peningkatan yang drastis sebelumnya. Pada E5 terjadi peningkatan yang drastis.

1.2.5 Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

Gambar 5. Hubungan Jumlah sel dengan Total Asampada E1 dan E2 mengalami peningkatan. Sedang yang lain mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan yang sangat drastis.

2. 3. PEMBAHASANSchlegel & Schmidt, (1994) menjelaskan, fermentasi merupakan proses pemecahan gula yang terjadi kaena adanya peran mikroorganisme yang berada dalam bahan pangan, yang menjadikan alkohol dan karbondioksida (CO2). Fermentasi bisa juga berarti proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai pemberi atau penerima hydrogen.Winarno et al.,(1984) menambahkan,terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan-bahan pangan tersebut. Salah satu produk hasil fermentasi adalah minuman beralkohol.

Hardana et al., (2013) menjelaskan pula, fermentasimerupakan proses perubahan kimia substrat organik yang berlangsung dengan adanya katalisator-katalisator biokimia. Katalisator biokimiaadalah enzim yang dihasilkan oleh mikroba tertentu.Fermentasi berasal dari kata latin fervere yang artinya mendidih, yang menunjukkan adanya proses aktivitas dari yeast pada ekstrak buah-buahan atau biji-bijian. Fatimah et al.,(2013)menambahkan, bila dalam mikrobiologi industri fermentasi diartikan suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi suatu produk oleh bantuan mikroba.

Winarno et al., (1984) berpendapat, proses fermentasi dapat menghasilkan minuman vinegar. Hasil akhir dari proses fermentasi bervariasi tergantung jenis bahan yang menjadi sumber nutrisi mikroorganisme atau substrat untuk fermentasi, proses metabolisme mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi dan mikroorganisme yang digunakan. Sumber makanan utama untuk mikroorganisme yaitu karbon, sedangkan nitrogen merupakan bahan cadangan setelah karbon.

vinegar berasal dari kata vinaigredari bahasa prancis, yang artinya anggur yang sudah asam. Vinegar adalah produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula yang selanjutnya diubah menjadi alkohol. Bahan yang mengandung gula akan di fermentasi menjadi vinegar. Dalam praktikum kali ini vinegar yang dibuat merupakanvinegar dari sari apel malang. Yeastyang digunakan adalahSaccharomyces cereviceae. Proses fermentasi pada vinegar ini dilakukan hingga diperoleh kadar asam asetat sebesar 4 gram/100mL, jumlah padatan total 1,6% dan kadar gula reduksi maksimal 50%.

Rahman, (1992) berpandapat, proses fermentasi selalu membutuhkan substrat (memiliki kandungan gula) untuk pertumbuhan dan metabolisme yeast itu sendiri, dalam praktikum ini yang di gunakan yaitu sari buah apel malang. Dalam pembuatan vinegar, gula digunakan sebagai substrat mikroorganisme untuk bertumbuh. Gula pada substrat inilah yang akan dipecah menjadi alkohol dan gas CO2 pada saat proses fermentasi.

Jenis mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan vinegar ini yaituSaccharomyces cereviceae. Saccharomyces cereviceae sudah banyak dipasarkan secara komersial dan banyak yang menyebutnya sebagai bakers yeast (Fardiaz, 1992). Gaman & Sherrington, (1994)menambahkan,Saccharomyces cereviceaemenghasilkan alkohol yang diperoleh dari penguraian gula karbohidrat tinggi dalam substrat. Hal ini yang menyebabkan mikroorganisme ini digunakan dalam pembuatan vinegar.Saccharomyces cereviceaeakan tumbuh secara maksimal jika pada media memiliki kandungan molase dengan konsentrasi gula 10% dan 15%.Pertumbuhan maksimal juga terjadi jika dilakukan pada suhu ruang yaitu 25oC (Damtew et al, 2012).

Zubaidah, (2010) menjelaskan, beberapa organisme seperti Saccharomyces cereviceaedapat hidup baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Dalam keadaan yang cukup oksigen, Saccharomyces cereviceae melakukan respirasi biasa atau aerob. Namun dalam keadaan lingkungan yang kurang oksigen, Saccharomyces cerevisiae akan melakukan proses fermentasi.

Nogueira et al, (2008) menambahkan, Yeast memiliki peranan penting dalam proses fermentasi. Senyawa komponen alkohol pada apel selama proses fermentasi akan mengalami perubahan komposisi, terutama pada senyawa fenoliknya. Dalam pembuatan cuka apel bisa terjadi peningkatan caffeic acid dan katekin dan terdapat senyawa yang berkurang atau hilang, seperti polymeric flavan-3-ol. Saat proses fermentasi berlangsung, senyawa fenolik yang lain tidak banyak mengalami perubahan.

Proses awal dari pembuatan vinegar apel pertama-tama dilakukan persiapan buah apel malang yang meliputi pencucian dan pemotongan buah selanjutnya di juicer untuk diambil sari apelnya. Ikhsan, (1997) menjelaskan, tujuan juice yaitu untuk menghasilkan sari buah apel dan untuk ekstraksi gula yang tersimpan di dalam buah apel.gambar 6. Pencucian apel malanggambar 7. Pemotongan apel malanggambar 8. Proses juice apel malangSelanjutnya sari apel dipindah dalam wadah, selanjutnya disaring dengan kain saring untuk memisahkan sari apel dengan ampasnya. Selanjutnya sari apel ini diambi senanyak 250 ml dan dimasukan dalam botol kaca yang selanjutnya akan disterilisasi dengan alat autoclave dengan suhu 121oC waktu 15 menit. Fardiaz, (1992) menjelaskan bahwa tujuan dari proses strerilisasi adalah untuk membunuh mikroorganisme yang patogen serta mikroorganisme lain yang bisa mengganggu pertumbuhan yeast selama proses fermentasi (kontaminasi) untuk tahap proses selanjutnya.

Gambar 9. Penyaringan sari apelGambar 10. Pengambilan sari 250 ml

gambar 11. Pengisian botol dengan 250 ml Gambar 12. Botol 5 kelompok terisi

Gambar 13. Penutupan dengan palstikGambar 14. Sterilisasi dengan autoclave

Selanjutnya setelah proses sterilisasi, sebanyak 30 ml diambil yeastdan dimasukkan pada sari apel murni yang sudah disterilkan secara aseptis. Dwidjoseputro, (1994) menjelaskan, perlakuan aseptis dibutuhkan untuk mengantisipasi terjadinya kontaminasi mikroorganisme.Hadioetomo, (1993) menambahkan, pemindahan kultur ke media dilakukan dalam ruang Laminar Air Flow (LAF). Ruang LAFadalah ruang yang sering digunakan untuk melakukan proses aseptis.

Media yang telah diberi yeast diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang dengan perlakuan penggoyangan dangan menggunakan alatshaker. Hal ini dilakukan karna shakerberguna sebagai alat aerasi dan agitasi. Aerasi berguna untuk menyuplai oksigen yang cukup sebagai syarat bagi mikroorganisme dalam cairan untuk bermetabolisme. Sedangkan agitasi berguna untuk menjaga media tetap homogen. Hal ini menyebabkan suspensi yang seragam dari sel mikroorganisme (Said ,1987).

Pengumpulandata dilakukan setiap hari selama lima hari. Hal ini dilakukan dengan cara pengambilan kultur sebanyak 30 ml dalam kondisi aseptis didalam ruang Laminar Air Flow (LAF). selanjutnya dilakukan beberapa pengamatan penentuan total kepadatan mikroorganisme dengan haemocytometer, penentuan Optical Density dengan menggunakan Spektrofotometer, pengukuran pH serta penentuan total asam dengan titrasi.

2.1. Penentuan Total Asam dengan Metode Titrasi

Dalam penentuan total asamdilakukan proses berikut sampel disiapkan yaitu sari apel ditambah kultur yeast 30 ml, kemudian diambil sebanyak 10 ml sampel dan dimasukkan dalam erlenmeyer. selanjutnya dilakukan penambahan indikator PP sebanyak 3 tetes sebelum sari dititrasi. Larutan sari apeldititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang bertujuan agar terjadi reaksi netralisasi.

Solomon, (1983) menjelaskan, titik akhir dari titrasi diketahui dengan perubahan warna yang terjadi selama proses titrasi. pH dariindikator PP berkisar antara 8,0 sampai 9,0 dan akan merubah warna menjadi warna merah muda. Karena larutan sampel memiliki warna gelap kecoklatantitrasi dihentikan ketika sudah terjadi perubahan warna dari warna sebelumnya.Kemudian dicatat dan dihitung dan diperolah nilai dari total asam. Rumus : Total Asam == .... mg/ml(AOAC, 1995)

Gambar 15. Hasil titrasi E4 Gambar 16. Hasil titrasi semua kelompok

Dari hasil pengamatan dari kelompok pada E1 dan E2 mengalami peningkatan. Sedang yang lain mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan yang sangat drastis. Pada E1 dan E2 meningkat karena sisa sumber makanan yeast masih ada dan pada kelompok lain dusah habis.

Galaction et al., (2010) berpandapat, total asam adalah salah satu indikator yang berguna untuk menentukan banyak atau sedikitnya jumlah sel pada sampel. Jika total asam tinggi, hal ini menunjukkan jumlah sel yang ada pada sampel semakin meningkat, maka kepadatannya juga akan semakin tinggi. Saccharomyces cereviceae yang tumbuh dalam sampel menghasilkan asam dan juga alkohol, dimana jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya.Dari pengamatan tentang hubungan antara jumlah sel dengan total asam yang semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa Saccharomyces cereviceae sudah mulai kehabisan media, sehingga sedikit menghasilkan asam dan alkohol. Selain itu, fase pertumbuhan Saccharomyces cereviceae sudah mencapaifase stasioner. Dapat juga dikarenakan oleh kekurangakuratan dalam mengamati titik akhir titrasi.

2.2. Pengukuran Kepadatan Mikroorganisme dengan Haemocytometer

Atlas, (1984) menjelaskan, pengukuran mikroorganisme dengan alathaemocytometersering disebut sebagai pengukuran total biomassa sel. Untuk mengukur kepadatan mikroorganisme menggunakan alat haemocytometer, yaitu alat yang digunakan untuk menghitung banyaknya atau jumlah sel. Haemocytometerjuga mampudigunakan untuk menghitung sel yang memiliki massa jenis lebih besar dari 104 sel/ml.

Langgkah-langkah untuk menggunakan alat haemocytometeradalah sebagai berikut. Pertama haemocytometerdibersihkan dengan alkohol dan dikeringkan dengan tissue, selanjutnya sempel diambil menggunakan pipet tetes dan di teteskan pada tengah alat haemocytometer. Setelah itu ditutup dengan kaca preparat yang telah di bersihkan pula dengan cara yang sama. Pastikan tidak ada gelembung udara saat menutup preparat. Hal itu akan membuat pengamatan menjadi sulit karena adanya ruang kosong pada haemocytometer. Kemudian dihitung secara manual. Bagian yang dihitung adalah bagian yang ada dalam gatis lapis tiga. Hal ini dilakukan pada empat petak yang berbeda. Hal ini bermaksut untuk hasil yang lebih akurat.

Atlas, (1984) menjelaskan, haemacytometer digunakan untuk sel dengan densitas lebih dari 104sel/ml. Haemacytometer memiliki bagian yang berukuran 1x1 mm2dan kemudian terbagi menjadi sembilan persegi. Tingkat keakuratan penghitungan manual dengan menggunakan haemacytometer tergantung pada keakuratan pencampuran sampel (tanpa adanya gelembung), jumlah ruang yang dihitung dan jumlah sel yang dihitung (biasanya antara 200-500 per 0.1 mm3).Gambar 17. Penghitungan total biomassa dengan menggunakan haemocytometer E1 N 24 4x ulangan.

Perhitungan dari total biomasa dilakukan selama 5 hari himulai dari N ke-1 hingga ke-96. Jumlah mikroorganisme yang didapatkan pada praktikum ini yaitu antara 4,3 x 107 mikroorganisme tiap cc hingga 4,69 x 107 mikroorganisme tiap cc.Dari hasil penganmatan dengan alat haemocytometeruntuk E1 dari N 0 ke N 24 meningkat pada N 24 ke N 48 menurun dari N 48 hingga N 96 terus meningkat. Untuk E2 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 meningkat dari N 48 ke n 72 menurun dan dari N72 ke N 96 meningkat. Pada E3 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 meningkat dari N 48 ke n 72 tetap dan dari N72 ke N 96 menurun. Kelompok E4 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 meningkat dari N 48 ke n 72 meningkat dan dari N72 ke N 96 munurun. Terahir E5 dari N 0 ke N 24 menurun pada N 24 ke N 48 tetap dari N 48 ke n 72 menurun dan dari N72 ke N 96 tetap. Peningkatan dari jumlah biomassa tersebut dikarenakan media yang ditumbuhi Saccharomycess cereviceae sangat berguna sebagai substrat bernutrisi yang digunakan oleh mikroorganisme untuk proses metabolisme. Sedangkan turunnya biomasa menunjukkan jumlah mikroorganisme yang menurun hal ini disebabkan karena mikroorganisme yang tumbuh dalam sari apel mulai mengalami fase stasioner, sehingga dapat menurunkan total biomassa.Fardiaz, (1992)berpendapat, pertumbuhan yeast menjelaskan fase pertumbuhan yeast secara menyeluruh. Pertumbuhan yeast terjadi melalui tiga fase utama. Fase itu adalah fase lag, fase eksponensial/fase log, dan fase stasioner. Pada fase lag, belum terjadi pembelahan sel, hal ini disebabkan beberapa enzim dimungkinkan belum disintesis. Lama fase lag bervariasi tergantung pada kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Fase lag ditunjukkan denganadanya peningkatan jumlah sel yang tidak drastis.Pada fase log, sel-sel talah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Setelah periode adaptasi ini, sel dapat menggandakan dirinya dengan cepat serta jumlah sel serta densitas sel meningkat secara eksponensial (Schlegel & Schmidt,1994).Stanburry & Whitaker (1984) menambahkan, fase stasioner merupakan suatu fase dimana pertumbuhan mikroorganisme terhambat atau tidak bertambah lagi jumlahnya. Hal ini karena ketersediaan nutrien yang diperlukan mulai habis sehingga tidak terjadi pembelahan oleh mikroorganisme. Fase akhir adalah fase kematian dimana mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya tetapi tidak akan sampai nol. Hal ini dikarenakan mikroorganisme yang masih hidup akan memakan mikroorganisme yang telah mati dan mikroba yang mati akan menjadi sumber nutrien bagi mikroba yang masih hidup. Setelah melewati fase stasioner,akan semakin banyak microba yang mati karena sudah tidak lagi membelah diri.

2.3. Pengukuran Optical Density dengan Spektrofotometer

Hadi,(1996) menjelaskan tentang pengujian Optical Density. Menurutnya Pengujian Optical Density (OD) dilakukan dengan pengambilan sampel yang sudah berisi kultur dan di uji dengan menggunakan alatspektrofotometer. spektrofotometer bekerja dengan caramenambakkan sinar melewati sampel, dari hasil sinar yang diteruskan tersebut yang akan menjadi hasil perhitungan spektrofotometer. Nilai konstan dari sinar yang terserap disebut sebangai absorbansi atau nilai Optical Density (OD).

Black, (2002) mengatakan, Metode perhitungan OD menggunakan alat spektrofotometer merupakan metode pengukuran yang dilakukan berkaitan antara kekeruhan sampel dengan jumlah sel. Dalam praktikum ini panjang gelombang yang digunakan yaitu 660nm. Penentuan panjang gelombang yang di gunakan tidak boleh sembarangan. Hal ini karena setiap bahan memiliki warna yang berbeda, sehingga panjang gelombang sinar yang ditembakkan juga beragam. Penentuan panjang gelombang berarti ditentukan dari warna sempel yang di gunakan. Penggunaan panjang gelombang padal praktikum ini sudah sesuai dengan teori Sevda & Rodrigues (2011) yang menyatakan bahwa,Saccharomyces cereviceae dapat diukur dengan menggunakan panjang gelombang 660 nm. Kelebihan dari metode perhitungan ini adalah proses yang lebih cepat, mudah serta tidak merusak sampel. Sedangkan, kekurangannya yaitu, sel terukur saja yang dapat dihitung, sehingga tidak diketahui jumlah sel hidup dan sel mati (Black, 2002).

Dari hasil pengangalatan didapat data yang bervariasa setiap waktunya, terdapat peningkatan dan ada juga penurunan. Rahman, (1992) menjelaskan, aktivitas Saccharomyces cereviceae dalam proses fermentasi menyebabkan perubahan warna yang semakin keruh. Hal ini karena adanya gula yang digunakan dalam proses tersebut. Black, (2002) menambahkan, nilai OD dipengaruhi kekeruhan larutan (sampelnya), semakin keruh suatu larutan sampel maka akan menunjukkan nilai OD yang semakin tinggi.Asaduzzaman (2007) menambahkan, penurunan disebabkan oleh pertumbuhan yeast yaitu setelah waktu ke 48 sel yeast akan berhenti bermetabolisme atau bertumbuh sehingga jumlahnya semakin berkurang. Namun jika data ada yang naik pada waktu di atas 48, maka menurut Hadi (1996) hal tersebut tidak sesuai, jumlah mikroorganisme pada media tidak akan meningkat sesudah mengalami tahap penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi yang berlebih ataupun cuvet yang masih kotor dan lain sebagainya.

Hubungan antara nilai OD dengan jumlah sel adalah, semakin tinggi total dari biomassa atau jumlah sel, maka nilai OD yang semakin tinggi dan sebaliknya. Black, (2002) berpendapat,hal tersebut dapat diartikan nilai dariOptical Density sebanding dengan pertumbuhan yeast. Tetapi, juga ada beberapa data yang tidak menunjukkan kesesuaian karena penelitian kurang dilakukan secara teliti. Dapat pula terjadi kontaminasi saat proses perhitungan berlangsung. Keakuratan dari alat mempengaruhi hasil akhir, oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi alat.

2.4. Pengukuran pH terhadap jumlah SelProses pengujian pH pada jumlah sel dilakukan dengan menggunakan sebagian sampel yang sudah ditumbuhi oleh kultur. Sampel diambil 20 ml, kemudian diuji pH nya dengan menggunakan alat pH meter. Azizah et al., (2012) manyatakan, pengujian pH dilakukan dengan mengukur suhu sampel terlebih dahulu kemudian mengatur suhu pH meter pada suhu yang talah terukur. pH meter dihidupkan dan dibiarkan terlebih dahulu untukmenyetabilkan alat hal ini membutuhkan waktu antara 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan menggunakan aquades dan dikeringkan dengan tissu. Kemudian elektroda dicelupkan pada sampel hingga didapatkan hasil pembacaan skala yang stabil. Dari data hasil pengamatan didapatkan data proses metabolisme Saccharomyces cereviceae memiliki kisaran pH antara 3,20 sampai 3,84. Fardiaz (1992) mengatakan bahwa, yeast dapat tumbuh pada kisaran pH 3-4,5.Dari data yang didapat, pada kelompok E1 E4 mengalami penurunan pH walau mengalami perubahan naik dan turun sebelumnya. Namun pada kelompok E5 yang hasil yang di dapat pH ahir di N 96 meningkat. Galaction et al.,( 2010) menjelaskan, pH tidak sebanding dengan waktu fermentasi yang dibutuhkan. Selain itu, pada hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa total biomassa yang meningkat maka pH menurun, karena jumlah sel atau total biomassa berbanding terbalik dengan asam. Semakin lama proses fermentasi berlangsung, maka nilai pH akan meningkat karena kandungan alkohol juga semakin tinggi.Tetapijuga ada beberapa data yang tidak menunjukkan kesesuaian. Hal ini karena penelitian kurang teliti. Keakuratan dari alat pH meter mempengaruhi hasil akhir, oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi alat.

4. 5. KESIMPULAN

Bahan utama dalam pembuatan vinegar adalah buah apel malang dan yeastyang digunakan yaitu Saccharomyces cereviceae. Asam dan alcohol dalam minuman vinegar dihasilhan oleh Yeast (Saccharomyces cereviceae). Pertumbuhan yeast terjadi dalam tiga fase yaitu fase lag, fase log, dan fase stasioner. Suhu dapat mempengaruhi sensitivitas ragi terhadap konsentrasi alkohol, laju fermentasi, laju pertumbuhan, lama fase lag, enzim dan fungsi membran. Penentuan kadar biomassa dengan absorbansi berdasarkan pada kekeruhan yang menandai pertumbuhan mikroba pada media cair. Semakin keruh larutan maka semakin tinggi nilai absorbansinya Nilai absorbansi berbanding lurus dengan jumlah sel.. Nilai pH dengan waktu proses fermentasi yang dibutuhkan tidak sebanding. Nilai optical density dengan pertumbuhan dariyeast sebanding.

Semarang, 8 juli 2015PraktikanAsisten Dosen:Bernardus Daniel H.Metta MelianiLeo Agung Tofan Yuro P.Chaterine Meilani

6. DAFTAR PUSTAKAAOAC. (1995). Official Methods of Analysis 16th edition Association of Analytical International. Maryland.USA.

Asaduzzaman. (2007). Standardization of Yeast Growth Curves from Several Curves with Dierent Initial Sizes. Chalmers University of Technology and Goteborg University. Sweden.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Azizah, N. & AlBaarri, A. N. & Mulyani, S. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Subsitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1 No. 2.

Black, Jacquelyn G. (2002). Microbiology. John Wiley & Sons, Inc.

Damtew, W.; S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evaluation of Growth Kinetics andBiomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Fatimah. & G, Febrina L. & G, Lina R. (2013). Kinetika Reaksi Fermentasi Alkohol Dari Buah Salak. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara.

Galaction, Anca-Irina., Anca-Marcela Lupasteanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.

Hadi, S. (1996). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. PT Gramedia Pustaka.

Hardana, N. E. & Suparwi. & Suhartati, F. M. (2013). Fermentasi Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Menggunakan Aspergillus niger Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering (KBK) Dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) Secara In Vitro. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Ikhsan, M. B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula Terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Kwartiningsih, Endang. & Mulyati, Nuning S. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. UNS.

Nogueira, A., J. M. Lequere, P. Gestin, A. Michel, G. Wosiacki, and J. F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal of The Institute of Brewing. 114(2), 102-110.

Nogueira, A., S. Guyot, N. Marnet, J. M. Lequere, J. F. Drilleau, and G. Wosiacki. (2008). Effect of Alcoholic Fermentation in the Content of Phenolic Compounds in Cider Processing. Brazilian Archives of Biology and Technology vol. 51 n-5; pp. 1025-1032, September-Oktober 2008.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Schlegel, H.G. & K, Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sevda, S. and Rodrigues L. (2011). Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4.

Solomon, S. (1983). Introduction to General, Organic & Biological Chemistry. McGraw-Hill, Inc. New York.

Whitaker, A. & Stanbury, P. F. (1984). Principles of Fermentation Technology. Oxford: Pagamon Pr.

Winarno, F.G. & S, Fardiaz dan Dedi Fardiaz (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zubaidah, Elok. (2010). Kajian Perbedaan Kondisi Fermentasi Alkohol Dan Konsentrasi Inokulum Pada Pembuatan Cuka Salak (Salacca Zalacca). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fak. Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

7. LAMPIRAN5.1. Perhitungan Perhitungan Kelompok E1Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 ccN0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E2Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E3Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E4Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam = mg/ml

Perhitungan Kelompok E5Perhitungan Rata-rata / MO tiap cc

N0N24N48N72N96

Perhitungan Total AsamTotal Asam =N0Total Asam =mg/mlN24Total Asam =mg/mlN48Total Asam = mg/mlN72Total Asam = mg/mlN96Total Asam =mg/ml

5.2 Viper1.1. Laporan Sementara1.2. Jurnal