kinerja tk-ptkib tahun 2008
DESCRIPTION
Implementasi Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)TRANSCRIPT
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
KINERJATIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN
KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB)
(Keppres No. 106 Tahun 2004)
TAHUN 2008
Jakarta, Desember 2008
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI
KINERJA
TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH
DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA
(TK-PTKIB)
TAHUN 2008
Jakarta, Desember 2008
ii
Tim Penyusun:
Dra. Maswita Djaja, MSc (Penanggung Jawab)
Ir. Parjoko, MAppSc (Editor)
Ir. Tri Rahayu, MM, Dr. Ir. Moon Cahyani (Penulis, Pengolahan Data)
Puji Astusi, SSos, Rini Rahmawati, Endang Susilowati, Budi Rahayu, SE (Administrasi, Pengolah Kata)
Dengan kontribusi
dari seluruh Anggota Satgas TK-PTKIB
iii
PENGANTAR
Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB), Pemerintah bertindak responsif mengantisipasi perkembangan kebijakan pemerintah Malaysia dalam mendeportasi pendatang asing tanpa ijin (PATI) kembali pulang ke negara asalnya termasuk ke Indonesia yang jumlahnya paling besar.
Dalam rangka Pemilu tahun 2008, Malaysia melakukan penangkapan besar-besaran terhadap PATI untuk menjaga stabilitas keamanan dalam negerinya. Sebagian besar PATI adalah tenaga kerja Indonesia yang sudah bekerja lama di perkebunan kelapa sawit, pekerja restoran, pembantu rumah tangga dan jenis pekerjaan non formal lainnya. Jumlahnya diperkirakan mencapai 80.000 orang yang akan dideportasi ke tanah air melalui daerah entry point terdekat.
Satgas Pemulangan TKIB di daerah perbatasan seperti Medan, Tanjung Pinang, Entikong dan Nunukan, dengan didukung oleh Satgas PTKIB daerah transit, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya telah siap menerima TKI Bermasalah dan keluarganya dari Malaysia. Laporan Kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2008 ini disusun sebagai pertanggung jawaban dan bahan evaluasi untuk peningkatan pelayanan di tahun 2009, yang diperkirakan akan lebih banyak jumlahnya karena adanya krisis keuangan global yang sangat mungkin berdampak pada pemutusan hubungan kerja TKI di luar negeri.
Semoga Allah SWT menerima amal kegiatan ini dan berkenan memberikan kekuatan dan petunjukNya kepada kita semua dalam mengemban tugas pemulangan TKIB selanjutnya.
Jakarta, Desember 2008
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak,
Dra. Maswita Djaja, MSc
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL/GAMBAR iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1 B. Tugas dan Fungsi 2 C. Landasan Kerja 3 D. Ruang Lingkup 5
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi 6 B. Tujuan dan Sasaran 6 C. Strategi 7 D. Kebijakan 9 E. Program 9
III. KINERJA TAHUN 2008
A. Koordinasi Penganggaran 12 B. Penajaman Rencana Kerja 14 C. Koordinasi Kebijakan Pemulangan TKIB 15 D. Petunjuk Pelaksanaan Pemulangan TKIB 24 E. Koordinasi Pemulangan TKIB 26 F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi 62 G. Evaluasi dan Rekomendasi 108
IV. PENUTUP 111
LAMPIRAN
1. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008 tentang Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia.
3. Keputusan Deputi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Rakyat No. 04/KEP/DEP.VI/KESRA/I/2008 tentang Sekretariat Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
v
DAFTAR TABEL/GAMBAR
Halaman
Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pemulangan TKIB
dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008 12
Tabel 2. Realisasi Penggunaan Anggaran Pemulangan TKIB
dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008 13
Tabel 3. Kedatangan TKIB dan Keluarganya di
Tanjungpinang, Januari-September 2008 70
Tabel 4. Pemulangan TKIB asal Jawa Tengah Tahun 2006
dan 2007 82
Tabel 5. Pemulangan TKIB melalui Pelabuhan
Tanjungperak, Tahun 2004-2008 85
Tabel 6. Penempatan TKI Provinsi NTB ke Luar Negeri,
Tahun 2000-2008 87
Tabel 7. Data Keluar-Masuk WNI ke Sabah, Tahun 2006
dan 2007 98
Tabel 8. Data Pengiriman TKI melalui Nunukan ke Sabah,
Dibanding dengan Demand Letter/Job Order,
Tahun 2006 dan 2007 98
--------------------------------
Gambar 1. Rakor Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-
PTKIB) 16
Gambar 2. Batasan TKI, Calon TKI, Pekerja Migran dan Calon
Pekerja Migran 22
Gambar 3. Bagan Alur Penanganan dan Pemulangan TKI
Bermasalah/Pekerja Migran Bermasalah Sosial 25
Gambar 4. Koordinasi Ketua TK-PTKIB dengan Duta Besar RI
untuk Malaysia 31
Gambar 5. Rakor Satgas TK-PTKIB mengantisipasi deportasi
TKIB dan keluarganya dari Malaysia 32
Gambar 6. Rakor Satgas TK-PTKIB dengan BNP2TKI dan
Satuan Pelayanan Kepulangan TKI 33
Gambar 7. Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB)/ Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PMBS) Tahun 2004-
2008 62
Gambar 8. Peninjauan Satgas TK-PTKIB di Tanjungpinang,
Kepulauan Riau 68
vi
Halaman
Gambar 9. Pos LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT) di Teluk
Mata Ikan Batam, tempat berlabuhnya perahu
pengangkut pekerja migran ilegal dari Malaysia 71
Gambar 10. Koordinasi Satgas PTKIB Tanjung Balai Karimun 72
Gambar 11. Koordinasi Satgas PTKIB Nunukan serta
peninjauan Polmas dan pembangunan pondok
pesantren di Sebatik, Nunukan 76
Gambar 12. Universitas Borneo Tarakan, terbuka bagi
pendidikan lanjutan anak TKI 77
Gambar 13. Shelter Kedutaan Besar RI di Kualalumpur,
Malaysia 92
Gambar 14. Pelayanan dokumen WNI di Negeri Sarawak,
Malaysia Timur 93
Gambar 15. Negeri Sabah, Malaysia Timur 96
Gambar 16. Temu wicara Menakertrans Eman Suparno dengan
Cik Guru dan WNI di Sabah 97
Gambar 17. Sekolah Anak TKI Swadaya TKI/WNI di Keningau,
Sabah 99
Gambar 18. Koordinasi penanganan TKIB dan Keluarganya di
Perwakilan RI Tawau 103
Gambar 19. Koordinasi dengan OWWA dan NGO Filipina 105
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 1
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menghadapi Pemilu pada bulan April 2008, Pemerintah
Malaysia melakukan penangkapan besar-besaran terhadap
Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) dengan alasan untuk menjaga
stabilitas keamanan dalam negerinya. Sebagian besar dari PATI
yang ada adalah tenaga kerja Indonesia yang sudah lama bekerja
di perkebunan kelapa sawit, pekerja restoran, pembantu rumah
tangga dan jenis pekerjaan non formal lainnya. Diperkirakan akan
ada 80.000 orang TKI Bermasalah dan Keluarganya yang akan
dideportasi oleh Pemerintah Malaysia. TKI Bermasalah dan
keluarganya yang merupakan bagian dari PATI telah menjadi isu
memprihatinkan yang harus ditangani oleh Pemerintah RI sebagai
bagian dari tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya.
Keterbatasan kesempatan kerja di dalam negeri, keinginan
untuk melawat ke luar negeri, dan kemudahan masuk ke negeri
berpenduduk 28 juta jiwa itu, telah mendorong banyak WNI
untuk bermigrasi ke Malaysia, mengadu untung mencari peluang
kerja mengisi berbagai jenis pekerjaan kasar, non formal yang
sudah tidak diminati oleh warga tempatan yang berpendidikan
relatif lebih baik. Berbagai upaya dilakukan WNI untuk dapat
bekerja di Malaysia, baik melalui cara legal prosedural mengikuti
ketentuan yang ada, maupun melalui cara ilegal non-prosedural,
menggunakan berbagai cara di luar ketentuan yang berlaku,
misalnya dengan menggunakan visa kunjungan, atau bahkan
masuk tanpa paspor dan atau visa. Keberangkatan secara ilegal
sangat dimungkinkan karena secara geografis Malaysia dan
Indonesia berbatasan langsung, sehingga banyak jalan dan
pelabuhan tradisional yang dapat dilalui untuk menyeberang ke
Malaysia.
Selain itu, sering pula terjadi TKI yang legal formal
prosedural, setelah jangka waktu tertentu karena berbagai sebab
keberadaannya di Malaysia lalu menjadi ilegal. Mereka ini di
Malaysia disebut PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin) yang sangat
lemah posisinya di depan hukum Malaysia sehingga sangat rawan
terhadap eksploitasi, pelecehan dan kekerasan. Kasus-kasus upah
yang sangat rendah bahkan tidak dibayarkan, menjadi korban
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 2
pelecehan bahkan pemerkosaan sampai dengan jeratan dakwaan
melakukan tindak kriminal, banyak terjadi dan menimpa tenaga
kerja Indonesia sehingga menjadi TKI Bermasalah.
Pemulangan PATI di Malaysia baik melalui program amnesti
maupun deportasi telah berlangsung sejak tahun 2004, dan
masih terus berlangsung sampai sekarang, dalam jumlah yang
tidak dapat diprediksi. Berbagai pemerhati masalah pekerja
migran menyatakan bahwa sebagian besar masalah TKIB karena
faktor ketidaksempurnaan penyiapan dan penempatan tenaga
kerja yang banyak terjadi di dalam negeri. Sementara di
Malaysia, berbagai kebijakan federal banyak yang lemah
implementasinya di tingkat lapangan yang terindikasikan oleh
lemahnya penindakan kepada perusahaan dan atau majikan yang
mempekerjakan tenaga asing ilegal di negeri itu.
Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari
Malaysia (TK-PTKIB) memberikan mandat kepada Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat hanya untuk
mengkoordinasikan penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia, tidak termasuk pemulangan TKI
Bermasalah dari negara lain. Terkait dengan rekrutmen dan
penempatan TKI, menjadi kewenangan dan tugas Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang dibentuk melalui Peraturan
Presiden No. 81 Tahun 2006. Kementerian dan lembaga tersebut
berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
Laporan Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008 ini menyampaikan
hasil kerja TK-PTKIB dalam mengimplementasikan Keppres No.
106 Tahun 2004, yang sehari-hari dilaksanakan oleh Satuan
Tugas TK-PTKIB, dan didukung oleh Satgas Pemulangan TKIB
(PTKIB) yang berada di 11 daerah entry point di Indonesia.
B. Tugas dan Fungsi
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004, tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan
mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB ke
Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku dan HAM. Dalam melaksanakan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 3
tugas, TK-PTKIB melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk:
1. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah
Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.
2. Melakukan pendataan sebelum keberangkatan dan
pemulangan.
3. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan.
4. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/
penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak
melekat lainnya.
5. Memfasilitasi pemberian dokumen perjalanan/Surat Per-
jalanan Laksana Paspor (SPLP).
6. Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi
tujuan pemulangan/daerah asal.
7. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan
perlindungan selama perjalanan sampai ke tempat asal.
8. Memberikan pelayanan kebutuhan dasar sejak dari
penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal.
9. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB melalui
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, membentuk Satuan Tugas
TKPTKIB yang terdiri dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Di
Pusat, TK-PTKIB menggalang kerjasama dengan badan-badan
dan lembaga internasional, sedang di tingkat daerah, TK-PTKIB
bekerja-sama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota daerah
entry dan exit point serta daerah asal TKIB, dan/atau dengan
pihak lain yang dipandang perlu.
C. Landasan Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut.
2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial.
3. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.
4. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 4
5. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
7. Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
8. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
9. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
10. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
11. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
12. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan.
13. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
14. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
15. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
16. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
17. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
18. Undang-undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
19. Undang-undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civic and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
20. Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
21. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
22. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indinesia (BNP2TKI).
23. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 5
24. Instruksi Presiden RI No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
25. Akta Imigrasi Malaysia dan Instrumen HAM Internasional.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia membahas masalah
pemulangan TKIB dan penempatan kembali TKI sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Koordinasi Satgas TK-PTKIB dengan instansi sektoral Pusat
dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu,
membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pemulangan
TKIB serta upaya mempersiapkan kembali menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Koordinasi dengan instansi sektoral pusat dan Daerah serta
pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
sewaktu-waktu dari Pimpinan.
4. Pengendalian dan tindak lanjut penyelesaian masalah
pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, melalui
kegiatan monitoring dan evaluasi, analisis dan penyampaian
rekomendasi tindak lanjut kepada Pimpinan, serta
penyampaian informasi kepada publik.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 6
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi
Visi TK-PTKIB adalah “Terwujudnya koordinasi lintas sektor
Pusat, Daerah dan di Malaysia agar terselenggara pemulangan
TKIB dengan selamat dan bermartabat serta terbina menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan”.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan tugas
dan fungsinya, misi TK-PTKIB adalah:
1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat.
2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB dan TKI, antar instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan Perwakilan RI di Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang diperlukan.
3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan dalam memfasilitasi pengiriman kembali TKI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di Indonesia.
B. Tujuan dan Sasaran
Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004, maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu:
1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam memfasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait dalam memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 7
3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis
dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang efektif dan berhasilguna.
Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah:
1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan yang tidak tumpang tindih, manusiawi
dan menghormati HAM.
2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder
terkait dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program
dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi
TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan, yang menyeluruh dan dapat
dipercaya (reliable).
Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan
ketersediaan sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan
strategis yang berkembang.
C. Strategi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas,
berbagai faktor lingkungan strategis yang mempengaruhi
dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat
untuk ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan,
program dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 8
2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang
gerak yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi dalam
menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara baik
bilateral, multilateral maupun regional.
4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang
berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan
Pemerintah RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan pula kesiapan
sumberdaya yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam
rangka pencapaian tujuan dan sasaran adalah:
1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan
Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam
penyelenggaraan pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon
TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta
terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap
PATI di Malaysia.
3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI
di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam pemberian
layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
4. Meningkatkan dan pengembangan kemitraan dan jejaring
kerja baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta
pihak lain yang diperlukan.
5. Memfasilitasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
guna meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengawasan dan pengendalian
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 9
D. Kebijakan
Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk kebijakan
operasional TK-PTKIB sebagai berikut:
1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani
instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang
diperlukan, dilakukan dengan memprioritaskan pada institusi/
lembaga yang terkait langsung di lapangan.
2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB
dan calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman
serta terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia
terhadap PATI di Malaysia dilakukan dengan proaktif
melibatkan aparat Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas
penduduk Indonesia yang ada di Malaysia, bekerja sama
dengan institusi/lembaga tempatan yang peduli.
3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di
Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan,
dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-
masing.
4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan
jejaring kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan
sistem informasi dan kemudahan komunikasi serta keter-
sediaan fasilitas jaringan internet dan mengupayakan adanya
pertukaran data dan informasi secara teratur.
5. Koordinasi pengembangan Polmas di daerah perbatasan
dilakukan dengan memfasilitasi peningkatan peran
masyarakat dengan petugas.
E. Program
Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang
diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan, sebagai berikut:
1. Tahun Anggaran 2007
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan TKIB
secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah asalnya
di Indonesia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 10
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal
TKIB di Indonesia.
d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar
Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan
masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB
menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
f. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
2. Tahun Anggaran 2008
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan
melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM
Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, daerah transit dan
daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 11
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang
BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
2. Tahun Anggaran 2009
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah
TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB
dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada
TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui
berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri,
UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di
Malaysia, dan di daerah entry point, transit dan daerah asal
TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi implementasi dan evaluasi juklak/juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
yang telah disempurnakan.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 12
III. KINERJA TAHUN 2008
Pelaksanaan program dan kegiatan Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) Tahun 2008, adalah sebagai berikut:
A. Koordinasi Penganggaran
Koordinasi penganggaran adalah mandat dari Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008 tentang Tim Koordinasi For-mulasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK FKP-TKIB), sebagai tindak lanjut Rapat Koordinasi Tingkat Menteri TK-PTKIB tanggal 21 Februari 2008.
Usulan kebutuhan biaya pemulangan TKIB dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) Tahun 2008, yang diharapkan dapat dialokasikan dari APBN-P Tahun 2008, sebesar Rp 14,25 milyar rinciannya sebagai berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Pemulangan TKIB dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 13
Kebutuhan biaya ini telah dilaporkan melalui surat Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (selaku Ketua TK FKP-TKIB) Nomor B.671/KMK/SES/IV/ 2008 tanggal 15 April 2008 kepada Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Setelah melalui penajaman, kebutuhan anggaran sebesar Rp 13,3 milyar diajukan ke Menteri Keuangan melalui surat Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor B.136/MENKO/KESRA/VII/2008 tanggal 29 Juli 2008.
Dari hasil pembahasan di Departemen Keuangan cq. Ditjen Anggaran yang dilakukan pada tanggal 6 September 2008, disepakati alokasi anggaran pemulangan TKIB sebesar Rp 11,34 milyar, dan sesuai dengan peruntukannya dialokasikan melalui Satuan Kerja terkait. Untuk Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, anggaran dialokasikan pada kegiatan Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB) dari Malaysia Tahun 2008, pada DIPA No.0006.10/069-030/-/2008, Revisi ke-X tanggal 12 Nopember 2008.
Realisasi penggunaan anggaran sampai dengan akhir tahun
2008, sebesar 35,89% dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 2. Realisasi Penggunaan Anggaran Pemulangan TKIB dan PMI-BS APBN-P Tahun 2008.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 14
Rendahnya serapan anggaran dikarenakan turunnya DIPA yang sudah mendekati akhir tahun 2008, sehingga Departemen Sosial secara administratif tidak dapat memanfaatkan anggaran tersebut, padahal secara operasional mempunyai utang kepada pihak ketiga. Utang biaya permakanan dan transportasi sejak pertengahan sampai dengan akhir bulan Desember 2008 yang tidak dapat dibayarkan dari anggaran tambahan, dijadikan beban utang untuk tahun 2009. Hal yang sama juga dialami oleh Departemen Kesehatan sehingga serapan anggaran layanan kesehatan hanya mencapai 16,39%. Sisa anggaran yang tidak terpakai, oleh Departemen Sosial dan Departemen Kesehatan dikembalikan ke Kas Negara.
B. Penajaman Rencana Kerja
Secara organisatoris, tidak ada perubahan yang berarti dalam susunan keanggotaan Satgas TK-PTKIB, sementara untuk Sekretariat Satgas TK-PTKIB, kembali dikukuhkan melalui Keputusan Deputi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Rakyat No. 04/KEP/DEP.VI/KESRA/I/2008 tentang Sekretariat Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
Rencana Kerja menurut Rencana Strategis TK-PTKIB tahun 2008 adalah:
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di daerah entry point, daerah transit dan daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 15
Keterbatasan alokasi anggaran tahun 2008, mengharuskan sebagian program dan atau kegiatan harus dikurangi dan atau dititipkan ke kementerian/lembaga, sebagai berikut:
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB di dalam dan di luar negeri (Rencana Senior Official Meeting di Malaysia ditiadakan).
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia (diserahkan kepada Perwakilan RI melalui Program Pelayanan Warga/Citizen Services).
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di perdesaan melalui berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM, Kredit Perkasa, dan lain-lain (dititipkan kepada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan).
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia, dan di daerah entry point, daerah transit dan daerah asal TKIB di Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemda Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat, dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
C. Koordinasi Kebijakan Pemulangan TKIB
Koordinasi yang dilaksanakan berkaitan dengan kebijakan
operasional dalam rangka implementasi Keppres No. 106 Tahun
2004, ditujukan untuk mengantisipasi kebijakan Pemerintah
Malaysia yang diberitakan akan mengadakan razia besar-besaran
kepada PATI yang banyak di antaranya berasal dari Indonesia.
1. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan perlindungan
kepada tenaga kerja Indonesia bermasalah dan keluarganya
yang dipulangkan oleh Pemerintah Malaysia dengan
kecenderungan yang semakin meningkat akhir-akhir ini,
Menteri Koordinator Bidang Kesra selaku Ketua TK-PTKIB,
menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat Menteri pada
tanggal 21 Februari 2008 di Kementerian Koordinator Bidang
Kesra, dihadiri oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Kepala Badan Nasional
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 16
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) serta pejabat yang mewakili Instansi anggota TK-
PTKIB.
Gambar 1. Rakor Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
(TK-PTKIB)
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat membuka rapat koordinasi dan menyampaikan berbagai hal berkaitan dengan TKI Bermasalah (TKIB) di Malaysia, yang sebagian besar permasalahannya terjadi di dalam negeri. Akibat dari permasalahan tersebut, sejak tahun 2004 banyak TKIB dipulangkan atau dideportasi dari Malaysia, dan diperkirakan tahun 2008 sebanyak 80.000 TKIB akan dipulangkan dari Malaysia.
Pemusatan pemulangan TKIB dari Johor Bahru, Malaysia telah menyebabkan meningkatnya beban kerja Satuan Tugas di Tanjung Pinang, juga di daerah perbatasan lainnya seperti di Entikong, Kalimantan Barat dan Nunukan, Kalimantan Timur, serta di Tanjung Priok sebagai daerah transit pemulangan TKIB ke daerah asalnya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 17
Dengan dibentuknya BNP2TKI dan adanya Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, perlu dirumuskan kembali pembagian tugas penanganan TKI Bermasalah termasuk peran Pemerintah Daerah.
Kepada TKIB dan calon tenaga kerja perlu diinformasikan adanya alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui PNPM Mandiri, transmigrasi, dan pembangunan perkebunan, sehingga bagi yang tidak memenuhi persyaratan tidak perlu memaksakan diri bekerja di luar negeri.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyampaikan bahwa permasalahan Calon TKI dan TKI terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, yang menyebabkan terjadinya TKI bermasalah. Depnakertrans sebagai regulator dan BNP2TKI sebagai operator, bertugas menangani TKI ”formal-prosedural” ke luar negeri. Dalam rangka perlindungan TKI di luar negeri, dilakukan melalui kerjasama bilateral, multilateral, asuransi dan penempatan atase ketenagakerjaan di 5 negara. Sehubungan dengan Inpres No. 6 Tahun 2006, reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI dilakukan antara lain dengan penyederhanaan prosedur, keringanan biaya administrasi, kerjasama pemulangan TKI (”formal-prosedural”) yang Bermasalah, dan TKI Purna.
Menteri Sosial menyampaikan bahwa pekerja migran
Indonesia (PMI) yang ke luar negeri, karena berbagai hal
menjadi PM Bermasalah Sosial (PMI-BS). Dalam hubungan
itu, Depsos memberikan perlindungan sosial (transportasi,
permakanan), dan penguatan jaringan kerja dan bantuan
sosial Usaha Ekonomi Produktif (UEP) untuk PMI-BS. Depsos
memerlukan dukungan dalam rangka operasional Satgas
dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada PMI-
BS. Karena sulit diprediksi, penganggaran sering tidak
mencukupi khususnya untuk mendukung operasional Satgas
di daerah debarkasi.
Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa TKI yang berada di
luar negeri dan menjadi TKIB tidak termasuk dalam sasaran
Askeskin. Akan tetapi bagi TKIB yang telah kembali ke
daerah asal dan telah dinyatakan sebagai penduduk
setempat serta termasuk dalam kategori miskin, menjadi
tanggung jawab Pemda. Menteri Kesehatan juga melalporkan
adanya RS Rujukan yang ada di 20 RS di 12 provinsi, yang
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 18
dapat dipergunakan oleh TKIB. Menteri Kesehatan
mengusulkan agar ada dana perlindungan TKIB yang
disiapkan secara tersendiri.
Kepala BNP2TKI menyampaikan berbagai sumber masalah rekruitmen TKI yang menyebabkan timbulnya TKI Non-prosedural, TKI gagal berangkat, TKI tertipu, TKI ilegal/TKI bermasalah, TKI sakit dan tidak berkualitas. Sebagai operator, kebijakan operasional BNP2TKI antara lain adalah: penguatan embarkasi dan debarkasi dengan pembentukan Pelayanan Satu Atap, bursa kerja, perbaikan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLK-LN), penerbitan kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (TKLN), dan penguatan kelembagaan kesehatan.
Permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi di luar negeri, telah menyebabkan tumbuhnya TKI ilegal, overstay, TKIB, trafficking in persons (TIP) dan deportasi. Dalam hubungan ini, kebijakan operasional BNP2TKI, antara lain: penguatan Citizen Services, pemutihan TKI Deportasi dan penempatan kembali, penghapusan biaya pembuatan paspor dan denda (PP No. 75 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan HAM), dan pendirian lembaga monitoring dan evaluasi di luar negeri. BNP2TKI berpendapat perlu adanya sinkronisasi kelembagaan dalam penanganan TKIB (pencegahan, penempatan dan pemberdayaan).
Departemen Luar Negeri menyampaikan bahwa telah merintis pembentukan Citizen Service antara lain di Singapura. Mengenai Citizen Services ini, Duta Besar RI di Singapura menjelaskan berbagai upaya untuk memberikan perlindungan kepada TKI, antara lain dengan membentuk hotline, forum untuk pelatihan, kursus (bahasa, keterampilan), dialog, siaran radio di Batam dengan acara ”Anda Tidak Sendiri”, dan penampungan di Kedubes RI Singapura. KBRI juga memberikan bantuan hukum untuk memperoleh hak-hak TKI dari majikan, asuransi, termasuk menghindarkan TKIB dari ancaman hukuman mati.
Departemen Pendidikan Nasional menyampaikan bahwa 30 ribu anak TKI di Sabah, Malaysia Timur yang berada di pedalaman perkebunan, tidak memiliki dokumen sehingga tidak bisa bersekolah di Malaysia. Anak-anak TKIB tersebut mendapat pendidikan dari LSM Humana dan LSM dari Flores di Keningau, Sabah. Sementara Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah memberikan bantuan buku perpustakaan dan buku bacaan. Saat ini Departemen Pendidikan Nasional
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 19
bekerjasama dengan Perwakilan RI di Kota Kinabalu, sedang dalam proses mendirikan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) untuk memberikan akses pendidikan Wajar 9 Tahun kepada anak-anak TKI, yang direncanakan dibuka tahun 2008/2009. Depdiknas juga memberikan subsidi kepada anak TKI dari Sabah yang mengikuti pendidikan di Kabupaten Nunukan (berasrama) untuk 1.376 orang (2007), dan bantuan untuk pesantren Hidayatullah, Sekolah Gabriel. Dirintis pula pendidikan kesetaraan – pangkalan belajar sebagai pusat tutor anak-anak TKI.
Pada akhir rapat koordinasi, Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat menyampaikan arahan sebagai tindak
lanjut rapat koordinasi sebagai berikut:
1) Permasalahan calon TKI dan TKI terjadi di dalam dan di luar negeri, yang menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah, dan jumlahnya sangat besar di Malaysia. Mereka dideportasi ke Indonesia dalam jumlah yang besar dan berlangsung setiap tahun. Pemerintah perlu menjabarkan lebih lanjut Kepppres No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKIB, dan Inpres No. 106 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI dalam langkah-langkah nyata yang terpadu sehingga TKIB dapat dikurangi dan selanjutnya dihilangkan.
Untuk itu akan dibentuk Tim Kecil Eselon I yang akan
membahas lebih lanjut permasalahan TKIB secara lebih
mendalam termasuk dari segi penganggarannya.
2) Untuk pembagian tugas lintas sektor sehubungan dengan
ditetapkannya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang
BNP2TKI, perlu disusun Petunjuk Pelaksanaan
Penanganan TKIB yang terpadu dan komprehensif sejak
dari luar negeri ke daerah asalnya, dan pemberdayaan-
nya menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
3) Operasional Satgas PTKIB Pusat dan Daerah untuk tahun
2008 akan diupayakan dari APBNP melalui Koordinasi
Menko Kesra, sedang untuk tahun 2009 dan selanjutnya
akan ditampung dalam DIPA Departemen Sosial, serta
didampingi dana APBD Daerah.
4) Menteri Kesehatan menyatakan bahwa TKIB tidak dapat
menggunakan fasilitas Askeskin sehingga perlu dicarikan
sumber pendanaan lainnya untuk mendukung pelayanan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 20
kesehatan kepada TKIB di daerah entry point dan selama
di perjalanan ke daerah asalnya, termasuk kepada TKIB
yang meninggal dunia.
5) Menteri Pendidikan bekerjasama dengan Pemerintah
Malaysia terus mengembangkan Sekolah Indonesia di
Kota Kinabalu, dan dengan Pemda Nunukan
mengembangkan berbagai fasilitas dan pelayanan
pendidikan bagi anak-anak TKI di Sabah Malaysia.
6) Departemen Luar Negeri perlu meningkatkan dan
memperluas Citizen Service di seluruh Perwakilan RI di
Malaysia (Penang, Kuala Lumpur, Johor Bahru, Kuching,
Kota Kinabalu, dan lain-lain). Untuk memberikan
pelayanan sosial kepada TKIB, Atase Sosial
dipertimbangkan untuk ditempatkan di Perwakilan RI di
Malaysia.
7) Kepolisian Negara RI perlu mengembangkan Polmas bekerjasama dengan Babinsa dan LSM untuk mengawasi pelabuhan tradisional dan jalan-jalan tikus di daerah perbatasan.
8) Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui PNPM Mandiri, transmigrasi dan pembangunan daerah-daerah sepanjang perbatasan.
2. Pada tanggal 6 Maret 2008 dibentuk Tim Koordinasi Formu-lasi Kebijakan Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK FKP-TKIB) melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No. 09/KEP/ MENKO/KESRA/III/2008, dengan tugas yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari, yaitu:
1) mengkoordinasikan penyusunan anggaran operasional
Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia untuk tahun
anggaran 2008 dan 2009;
2) mengkoordinasikan formulasi pembagian tugas
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia antara Tim Koordinasi
Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) yang dibentuk
melalui Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 2004
dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk melalui
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006;
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 21
3) melaporkan hasil koordinasi dan rekomendasi kepada
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Kepala BNP2TKI.
Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK FKP-TKIB)
telah menyelesaikan tugasnya dan mengirim laporannya
melalui Surat Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat (selaku Ketua TK FKP-TKIB) Nomor
B.671/KMK/SES/IV/2008 tanggal 15 April 2008 kepada
Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, sebagai
berikut:
1) TK FKP-TKIB memperkirakan jumlah TKI Bermasalah dan
Keluarganya yang akan dipulangkan dari Malaysia pada
tahun 2008 sejumlah 40.000 orang. Dari perkiraan
jumlah tersebut, telah ada anggaran perlindungan sosial
pekerja migran di Departemen Sosial tahun 2008 untuk
37.500 orang, namun masih ada sisa utang tahun 2007
untuk 8.800 orang, sehingga tahun 2008 masih
kekurangan biaya perlindungan sosial pekerja migran
sebanyak 11.300 orang.
Ditambah dengan kebutuhan anggaran untuk: (a)
koordinasi lintas sektor dan Perwakilan RI di Malaysia (b)
pengamanan kesehatan pemulangan TKIB (c) penguatan
operasional 11 Satgas Daerah (d) operasional Citizen
Service di Penang, Kuching dan Tawau, Malaysia, serta
(e) operasional Polmas (Perpolisan Masyarakat) untuk
pengawasan pelabuhan tradisionil di perbatasan (Tanjung
Pinang, Entikong, Nunukan), secara keseluruhan
diperlukan tambahan biaya sebesar Rp 14,25 milyar.
2) Untuk Tahun Anggaran 2009: (a) koordinasi lintas sektor
dan Perwakilan RI di Malaysia ditampung Kementerian
Koordinator Bidang Kesra, (b) biaya perlindungan sosial
pekerja migran untuk 49.000 orang ditampung
Departemen Sosial (c) penguatan operasional Satgas
Daerah ditampung Departemen Dalam Negeri, (d)
pengamanan kesehatan TKIB ditampung Departemen
Kesehatan, (e) biaya operasional Citizen Services di
Malaysia ditampung Departemen Luar Negeri, dan (f)
biaya operasional Polmas di daerah perbatasan
ditampung Mabes POLRI.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 22
3) Perihal formulasi pembagian tugas, diawali dengan
mempelajari pengertian tentang TKI, TKI Bermasalah
(TKIB), Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PMI-BS) yang ada di dalam
peraturan perundang-undangan.
Dari kajian tersebut, diperoleh pengertian yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
• TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri (PPTKLN), adalah setiap
WNI yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam
hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima
upah.
(Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka “Calon TKI”
adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat
sebagi pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan
terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan).
Gambar 2. Batasan TKI, Calon TKI, Pekerja
Migran dan Calon Pekerja Migran.
• Pekerja migran (Indonesia) menurut Depsos adalah orang
yang berpindah ke daerah lain, baik di dalam maupun ke luar
negeri (legal maupun ilegal), untuk bekerja dalam jangka waktu
tertentu.
• TKI Bermasalah menurut Pasal 73 UU No. 39 Tahun 2004
tentang PPTKLN, adalah TKI yang mengalami: (a) pemutusan
hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir (b)
terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara
TKI
LN
DN
Calon-TKI
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 23
tujuan (c) mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak
bisa menjalankan pekerjaannya lagi (d) meninggal dunia di
negara tujuan, (e) dideportasi oleh pemerintah setempat.
• Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PM-BS) menurut Depsos
adalah pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami
masalah sosial tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran,
pengusiran (deportasi), ketidak-mampuan menyesuaikan diri di
tempat kerja baru atau negara tempatnya bekerja, sehingga
mengakibatkan terganggunya fungsi sosial.
• Berdasarkan pengertian tersebut di atas, definisi TKIB menurut
Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKIB yaitu ”tenaga
kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia yang tidak memiliki izin
kerja dan/atau dokumen-dokumen yang sah untuk bekerja di
Malaysia dan/atau yang bekerja tidak sesuai dengan izin kerja
yang dimiliki”, cenderung lebih tepat disebut sebagai PMI-BS
karena kriteria TKI menurut UU No. 39 Tahun 2004, haruslah
yang mempunyai hubungan kerja (kontrak).
• Mengacu kepada tugas pokok BNP2TKI, Depsos dan Perwakilan RI
di Luar Negeri, maka pembagian tugas pemulangan TKIB dan
PM(I)-BS sejak dari luar negeri dan di dalam negeri, disepakati
sebagai berikut:
� Penanganan TKI, Calon TKI dan TKIB menurut pengertian UU
No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN, menjadi tugas BNP2TKI,
bekerjasama dengan sektor terkait dan Pemerintah Daerah.
� Penanganan PM(I), Calon PM(I) dan PM(I)-BS, menjadi tugas
Depsos, bekerjasama dengan sektor terkait dan Pemerintah
Daerah.
� Penanganan WNI (TKI, TKIB, dan PM(I), PM(I)-BS) di luar
negeri menjadi tugas Departemen Luar Negeri melalui
Perwakilan RI setempat, bekerjasama dengan BNP2TKI,
Depsos, sektor terkait dan Pemerintah Daerah.
• Mengingat bahwa pemulangan TKIB dan PMI-BS selama ini tetap
berlangsung, maka untuk jangka pendek kesepakatan pembagian
tugas akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Bersama,
atau dalam bentuk lainnya (Peraturan Menko Kesra dan Menko
Perekonomian), sehingga perangkat daerah dapat segera
menindaklanjutinya di lapangan.
• Selanjutnya mengingat bahwa pemulangan TKIB dan PMI-BS
belum cukup diatur dalam peraturan perundang-undangan, Tim
Koordinasi sepakat untuk menyempurnakan Keppres No. 106
Tahun 2004 menjadi Peraturan Presiden yang lebih komprehensif.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 24
4) Tindak lanjut:
a. Mendukung Biro Perencanaan dan KLN Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam
pengajuan dan pembahasan anggaran pemulangan
TKIB dan PMI-BS untuk APBNP Tahun 2008.
b. Mengkoordinasikan alokasi anggaran pemulangan
TKIB dan PMI-BS Tahun 2009 ke dalam DIPA masing-
masing sektor dan Pemerintah Daerah sesuai dengan
tugas, fungsi dan urusan masing-masing.
c. Memformulasikan kesepakatan pembagian tugas
lintas sektor, BNP2TKI, Perwakilan RI dan
Pemerintah Daerah dalam ketetapan hukum yang
mengikat, agar dapat segera dilaksanakan di tingkat
lapangan.
d. Mengkoordinasikan penyempurnaan Keppres No. 106
Tahun 2004 tentang TK-PTKIB menjadi Peraturan
Presiden yang komprehensif.
D. Petunjuk Pelaksanaan Pemulangan TKIB
Dengan adanya perubahan kelembagaan di Pusat dan
Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41
Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, dan
rekomendasi dari TK FK-PTKIB (2008), maka Petunjuk
Pelaksanaan Pemulangan TKIB yang pernah dikeluarkan Satgas
TK-PTKIB Tahun 2004 perlu untuk disempurnakan.
Dalam Revisi Juklak, disepakati pengertian tentang TKI, TKI
Bermasalah, Pekerja Migran (PM) dan Pekerja Migran Bermasalah
Sosial (PMBS), dan pembagian tugas antar kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah yang terkait dengan penanganan dan
pemulangan TKIB dan PMBS. Kemudian mengingat TKIB tidak
dapat lagi masuk dalam skema Jankesmas (d/h Askeskin), hak-
haknya untuk memperoleh layanan kesehatan diatur melalui
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan jika diperlukan dapat
dirujuk ke RS Rujukan atas biaya Departemen Kesehatan.
Selain itu diatur pula pelaksanaan pemutihan TKIB/PMBS di
Malaysia Timur yang bekerja di ladang-ladang kelapa sawit yang
dapat memperbaharui dokumennya tanpa harus pulang ke
Indonesia dan setelah diselesaikan hubungan kerjanya dengan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 25
perusahaan. Diatur pula langkah-langkah penanganan dan
pemulangan TKIB dan PMBS dari Malaysia sampai ke daerah
asalnya di Indonesia, serta penempatannya kembali menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Revisi Juklak juga mengatur prosedur penempatan kembali
TKIB menjadi TKI yang memenuhi persyaratan dari sisi
administrasi kependudukan sebagaimana diatur dalam Undang-
undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Revisi Juklak juga memperbaharui kontak person di
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, yang dilengkapi
dengan nomor telpon, fax, dan Handphone (HP) untuk
mempermudah komunikasi dalam penyelesaian berbagai masalah
yang mungkin timbul dalam penanganan dan pemulangan TKIB/
PMBS dari Malaysia.
Revisi Juklak dilengkapi dengan Petunjuk Teknis dari masing-
masing kementerian/lembaga sesuai dengan peran dan tanggung
jawabnya dalam penanganan dan pemulangan TKIB dan
keluarganya dari Malaysia.
Secara diagramatis, penanganan dan pemulangan TKIB/
PMBS dari Malaysia dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Bagan Alur Penanganan dan Pemulangan TKI
Bermasalah/Pekerja Migran Bermasalah Sosial.
Desa/KelurahanKab/KotaProvinsiEntry PointMalaysia
TKIB
TKI
Pemutihan
Deportasi Pemulangan Pemulangan
Penempatan
Kembali
Diklat Reintegrasi,
Pemberdayaan
Non-WNIRe-deportasi
Pemulangan
Pemulangan
Pemulangan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 26
Sampai dengan akhir tahun 2008, Draft Revisi Juklak sudah mendekati 80% selesai namun belum tuntas karena masih menunggu berbagai petunjuk teknis seperti dari administrasi kependudukan, layanan kesehatan (di luar Jankesmas), prosedur pengurusan untuk memperoleh kewarganegaraan RI bagi TKIB yang paspornya kedaluwarsa, serta pembebasan biayanya yang memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan.
E. Koordinasi Pemulangan TKIB
Walaupun Revisi Juklak belum ditetapkan, namun berbagai perubahan dan perkembangan prosedur penanganan dan pemulangan TKIB/PMBS beserta keluarganya dari Malaysia, telah diinformasikan ke Satgas PTKIB Daerah dan sekaligus sebagai upaya uji coba petunjuk pelaksanaan yang baru.
Rapat koordinasi yang berkaitan dengan penanganan dan pemulangan TKIB/PMBS antara lain adalah:
1. Dalam rangka implementasi hasil dan rekomendasi Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK FKP-TKIB) yang dibentuk melalui SK Menko Kesra No. 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2008, diselenggarakan rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Kesra pada tanggal 30 Juni 2008, dihadiri oleh Ketua dan Anggota Satgas TK-PTKIB serta Direktur Pemberdayaan BNP2TKI.
Deputi VI Menko Kesra selaku Ketua Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB melaporkan hasil-hasil dan rekomendasi TK FKP-TKIB berkaitan dengan: (i) penyusunan anggaran operasional Satgas Pemulangan TKIB tahun anggaran 2008 (APBNP) dan 2009; (ii) formulasi pembagian tugas Pemulangan TKI Bermasalah antara TK-PTKIB (Keppres No. 106 Tahun 2004) dan BNP2TKI (Perpres No. 81 Tahun 2006; (iii) melaporkan hasilnya kepada Menko Kesra dan Kepala BNP2TKI
Sehubungan hal tersebut, Satgas TK-PTKIB yang dibentuk melalui SK Menko Kesra No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004 perlu direorganisasi dengan mengganti Ditjen PPTKLN Depnakertrans dengan Ditjen Bina Penta Depnakertrans, dan memasukkan BNP2TKI ke dalam keanggotaan Satgas.
Hal ini perlu segera dilakukan untuk mengantisipasi rencana Pemerintah Malaysia untuk memulangkan secara besar-besaran Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di negaranya yang banyak berasal dari Indonesia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 27
Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Ketenagakerjaan dan
Anggota Satgas TK-PTKIB menanggapi dan membahas hasil
dan rekomendasi dari TK FKP-TKIB tersebut, yang pada
akhirnya menyepakati bahwa yang berkaitan dengan TKI
sebagaimana menurut pengertian UU No. 39 Tahun 2004
tentang PPTKLN, dari sejak hulu sampai dengan hilirnya
menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sementara bagi pekerja
migran yang tidak memenuhi persyaratan sebagai TKI,
menjadi tanggung jawab Departemen Sosial. Bagi WNI yang
bermasalah di luar negeri termasuk TKI atau pekerja migran,
menjadi tanggung jawab Perwakilan RI setempat.
Direktur Pemberdayaan, BNP2TKI, selanjutnya menjelaskan
bahwa sebagai pengganti Terminal III di Bandara Soekarno-
Hatta, telah dibangun Gedung Pendataan Kepulangan TKI
(GPK-TKI) di Selapajang, Banten, yang sehari-hari
dilaksanakan oleh Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-
TKI) yang dibentuk melalui Peraturan Kepala BNP2TKI No.
PER.01/KA/SU/I/2008 tanggal 23 Januari 2008, diketuai oleh
H. Rahman dari POLRI dan beranggotakan 145 orang. SPK-
TKI didukung oleh Tim Koordinasi yang diketuai Direktur
Pengamanan BNP2TKI dan beranggotakan Dephub, Depkeu,
Deputi III KNPP, Mabes POLRI, Polres Bandara Soekarno-
Hatta (Soetta), Polresta Tangerang, Kantor Imigrasi Bandara
Soetta, PT. Angkasa Pura II Bandara Soetta, Kantor Bea
Cukai Bandara Soetta, dan Kantor Administrasi Bandara
Soetta. Di GPK-TKI juga ada LSM Lembaga Bantuan Hukum.
Direktur Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan
Bencana, Ditjen PUM, Depdagri menyampaikan bahwa
reorganisasi Satgas TK-PTKIB perlu segera dilakukan dan
segera menyusun Tata Kerja sebagaimana diatur dalam
Pasal 10 Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKIB.
Selanjutnya perlu segera disosialisasikan dalam rangka
mengkoordinir Satgas Pemulangan TKIB di Daerah yang
perlu juga direorganisasi dengan memasukkan BP3TKI dalam
Satgas Daerah. Selanjutnya dilaporkan bahwa untuk Tahun
2009, telah diusulkan dana dekonsentrasi dari Depdagri
untuk operasional Satgas PTKIB Daerah.
Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, menyampaikan bahwa berita dari koran Malaysia mengenai rencana pemulangan besar-besaran PATI asal Indonesia perlu ditanggapi dengan bijaksana, karena telah beberapa kali Pemerintah Malaysia
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 28
menyuarakan hal tersebut namun tidak jadi dilaksanakan. Walaupun demikian perlu terus diikuti pemberitaannya agar Pemerintah RI melalui Satgas TK-PTKIB dapat melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya.
Rencana tindak lanjut:
a. Mengukuhkan kesepakatan pembagian tugas tentang penanganan TKI yang dari hulu sampai dengan hilir oleh BNP2TKI dengan didukung oleh lintas sektor, serta penanganan “PM-BS” oleh Depsos didukung oleh lintas sektor.
b. GPK-TKI yang menjadi tanggung jawab BNP2TKI, hendaknya menjamin pemulangan TKI sampai ke desa asalnya dengan selamat dan bermartabat. Untuk itu, BNP2TKI perlu mensosialisasikan kepada lintas sektor perihal pelayanan yang diberikan kepada TKI.
c. Formulasi reorganisasi Satgas TK-PTKIB dengan adanya BNP2TKI dan Ditjen Bina Penta, Depnakertrans, beserta tata kerja penanganan pemulangan TKIB dan PM-BS serta keluarganya, akan difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesra.
d. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesra akan segera berkoordinasi dengan Kepala BNP2TKI beserta jajarannya, mengenai penanganan TKI.
e. Kebutuhan dana APBN-P tahun 2008 untuk pemulangan TKI dan PM Bermasalah, diharapkan dapat difasilitasi oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesra.
f. Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Deplu akan berkoordinasi dengan Perwakilan RI di Malaysia mengenai rencana deportasi besar-besaran oleh Pemerintah Malaysia terhadap PATI di negaranya yang banyak berasal dari Indonesia.
2. Dalam rangka peningkatan penempatan dan perlindungan TKI termasuk TKI yang bermasalah, Kementerian Koordinator Bidang Kesra pada tanggal 9 Juli 2008 menyelenggarakan rapat koordinasi dengan BNP2TKI, yang dihadiri oleh Sekretaris Menko Kesra, Kepala BNP2TKI, Sekretaris Utama BNP2TKI, Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak, Staf Ahli Menko Kesra Bidang Ketenagakerjaan dan TKI, Deputi Penempatan BNP2TKI, Direktur Advokasi BNP2TKI, Direktur Pemberdayaan BNP2TKI, Kepala Biro Umum Setmenko Kesra, dan Asisten Deputi Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi Keluarga Kemenko Kesra.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 29
Penempatan TKI ke luar negeri merupakan salah satu solusi
yang efektif dalam rangka mengurangi pengangguran dan
kemiskinan, karena penempatan satu orang TKI akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan bagi 4-5 orang
anggota keluarganya. Selain itu, remitan yang dikirimkan
telah secara nyata meningkatkan devisa negara. Menurut
Kepala BNP2TKI, pada tahun 2008 tercatat ada sekitar 4,3
juta TKI legal dan 2 juta TKI ilegal yang tersebar di berbagai
negara. Sampai dengan bulan April 2008, remitansi dari TKI
telah mencapai US$ 2,23 milyar.
Sesuai dengan tugas, fungsi dan sumber daya yang ada,
BNP2TKI membatasi hanya menangani TKI legal, sementara
pekerja migran di luar definisi TKI diharapkan tetap ditangani
Menko Kesra melalui koordinasi Keppres No. 106 Tahun
2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB). Keterkaitan
BNP2TKI dengan TK-PTKIB terutama dalam hal penempatan
kembali TKI Bermasalah menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan sebagaimana telah dirintis oleh
BNP2TKI bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau.
BNP2TKI tahun 2007 telah berhasil menempatkan 696.746 orang TKI dan berupaya menempatkan 1 juta orang TKI pada tahun 2008. Namun anggaran BNP2TKI tahun 2008 hanya sebesar Rp 240 milyar, termasuk untuk membiayai Satuan Pendataan Kepulangan TKI (SPK-TKI) di Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI) di Selapajang, Banten.
Penempatan TKI yang disalurkan tanpa melalui Perusahaan
Pengerah TKI Swasta (PPTKIS, d/h PJTKI) seperti pelaut,
nelayan dan pekerja di kapal penangkap ikan tuna, perlu
diatur agar dapat diberikan perlindungan dengan sebaik-
baiknya. Saat ini konsep Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengenai hal tersebut, sedang dalam proses
penyusunan.
Terkait dengan masalah ketenagakerjaan dengan jumlah
penganggur sebanyak 9,43 juta orang (BPS, Februari 2008),
BNP2TKI mentargetkan penempatan satu juta penganggur
menjadi TKI di luar negeri. Selebihnya diharapkan menjadi
tugas Depnakertrans bekerjasama dengan sektor lainnya
untuk mengupayakan kesempatan kerja dan berusaha di
dalam negeri, dengan memanfaatkan program
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 30
pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri, Kredit Usaha
Rakyat (KUR), transmigrasi, perkebunan, dan lain-lain.
Depnakertrans juga diharapkan meningkatkan pengawasan
implementasi norma-norma ketenagakerjaan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri.
Rencana tindak lanjut:
a. Mendukung BNP2TKI dalam upaya melegalkan TKI
Bermasalah menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
b. Meningkatkan efektivitas pemanfaatan biaya pembinaan
sebesar US$ 15 per TKI yang merupakan Pendapatan
Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana diatur dalam
UU No. 20 Tahun 1997, sebesar-besarnya bagi upaya
pendidikan dan pelatihan, riset, penegakan hukum dan
pembinaan lingkungan bagi TKI dan keluarganya.
c. Meningkatkan anggaran BNP2TKI sehingga mampu
menempatkan dan melindungan TKI dengan sebaik-
baiknya, berdasarkan pada “placement by mapping”,
dengan memetakan potensi calon TKI dan situasi pasar
kerja di luar negeri.
d. Mengkaji dan mengupayakan Satuan Pendataan
Kepulangan TKI (SPK-TKI) di Gedung Pendataan
Kepulangan TKI (GPK-TKI) Selapajang, Banten, menjadi
Unit Pelaksana Teknis (UPT) BNP2TKI setingkat Eselon II,
demikian pula untuk Balai Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan TKI (BP3TKI) di daerah.
e. Mengkoordinasikan dengan Ditjen Imigrasi, Departemen Hukum dan HAM mengenai dasar hukum bagi pengetatan pengiriman TKI menggunakan visa kunjungan.
f. Merintis diadakannya acara dalam rangka memperingati Hari Buruh/Pekerja Internasional tanggal 18 Desember sebagai wahana memberikan award kepada TKI dan pelaku penempatan dan perlindungan TKI yang berhasil/berjasa (di Istana Negara), dan wahana silahturahmi pemerintah dengan buruh/pekerja migran sebagai Pahlawan Devisa (Istora Senayan).
g. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan pendataan kepulangan TKI, akan dilaksanakan kunjungan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesra dan BNP2TKI ke GPK-TKI Selapajang, Bandara Soekarno-Hatta, Banten.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 31
3. Sebagai tindak lanjut pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan Duta Besar RI untuk Malaysia di Kualalumpur dan Acting Konjen RI di Kota Kinabalu, Sabah, pada tanggal 12 Agustus 2008 di Jakarta, Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak pada tanggal 22 Agustus 2008 mengadakan rapat koordinasi terbatas dengan Ditjen Imigrasi, Depkumham dan Ditjen Protokol dan Konsuler, Departemen Luar Negeri.
Gambar 4. Koordinasi Ketua TK-PTKIB dengan Duta
Besar RI untuk Malaysia.
Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dengan Perwakilan RI untuk Malaysia tanggal 12 Agustus 2008 yang lalu, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan paspor, surat perjalanan laksana paspor (SPLP), dan kebutuhan tambahan petugas untuk membantu di Perwakilan RI di Sabah.
Ditjen Imigrasi menyampaikan kesediaan stok paspor dan
SPLP serta tenaga keimigrasian untuk membantu Perwakilan
RI di Sabah, yang sudah siap untuk dikirim dan
diberangkatkan sewaktu-waktu diperlukan. Mengantisipasi
pemulangan TKIB secara besar-besaran dari Sabah, Ditjen
Imigrasi telah menyiapkan Kantor Imigrasi Nunukan dan
Tarakan untuk menerima pemulangan TKIB dan akan
membantu mereka yang ingin bekerja kembali ke Malaysia,
bekerja sama dengan Satgas PTKIB dan BP3TKI setempat.
Dengan demikian, mereka masuk ke Sabah sebagai TKI
resmi. Dalam rangka itu, Kanwil Imigrasi Kalimantan Timur,
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 32
pada hari Minggu tanggal 24 Agustus 2008 akan
mengadakan rapat koordinasi dengan Perwakilan RI untuk
Sabah di Tawau. Hasil pertemuan diminta agar segera
dikirimkan ke Pusat pada kesempatan pertama.
Gambar 5. Rakor Satgas TK-PTKIB mengantisipasi
deportasi TKIB dan keluarganya dari
Malaysia.
Sebagaimana pemulangan TKIB tahun 2004-2005 yang
akhirnya pemutihannya dilakukan di Perwakilan RI di
Malaysia, perlu dinegosiasikan dengan Pemerintah Sabah
agar pemutihan seluruh TKIB di Sabah dapat dilakukan di
ladang dan kilang kepala sawit, atau di Perwakilan RI, tanpa
harus ada yang dideportasi. Hal ini menguntungkan kedua
belah pihak dan juga bagi TKIB dan keluarganya.
Acting Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu menyatakan
bahwa razia Pemeritah Sabah lebih ditujukan ke pendatang
asing tanpa ijin (PATI) asal Filipina, sementara untuk PATI
asal Indonesia ditawarkan untuk mendapat amnesti. Hal ini
diberikan untuk menjaga agar kebun dan kilang kelapa sawit
di Sabah tidak merugi karena ketiadaan tenaga kerja
terampil asal Indonesia. Bahkan Pemerintah Sabah
membolehkan TKIB tetap tinggal di Sabah, asalkan
dokumennya dilengkapi.
Sehubungan dengan itu, Pemerintah RI harus memanfaatkan
hal ini dengan memberikan pelayanan dokumen dengan cara
jemput bola ke perkebunan dan kilang di Sabah. Pengiriman
paspor dan SPLP harus segera dilakukan ke Perwakilan RI di
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 33
Kota Kinabalu, Tawau dan Kuching, agar TKIB segera
memiliki dokumen yang diperlukan.
4. Dalam rangka memantau pelayanan dan perlindungan kepulangan Pahlawan Devisa dari luar negeri, Sekretaris dan Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak Kementerian Koordinator Bidang Kesra, Staf Ahli Bidang Ketenagakerjaan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Staf Ahli Menteri Negara Pember-dayaan Perempuan, dan Sekretariat Wakil Presiden, pada hari Selasa 19 Agustus 2008 mengadakan peninjauan dan pertemuan dengan Kepala BNP2TKI dan jajarannya serta Satuan Pelayanan Kepulangan TKI Bandara Soekarno-Hatta di Selapajang, Banten.
Gambar 6. Rakor Satgas TK-PTKIB dengan BNP2TKI
dan Satuan Pelayanan Kepulangan TKI.
Secara umum, pelayanan dan perlindungan TKI sudah ada
peningkatan, baik di Terminal II-D Bandara Soekarno-Hatta
(counter imigrasi khusus, petugas pendamping, layanan tiket
sambungan, komuter bus gratis ke GPK-TKI), maupun di
Gedung Pelayanan Kepulangan TKI (GPK-TKI) di Selapanjang
Tangerang (fasilitas gedung ber-AC, klinik, kantin murah,
ruang tunggu, penginapan, transportasi darat, sistem
komputerisasi, perbankan, asuransi, security, dan lain-lain).
Namun masih ada yang perlu ditingkatkan seperti misalnya
Petugas Penjemput yang masih kurang peka dalam
menangani TKI Perempuan yang bermasalah (hamil,
dideportasi, trauma, sakit, dan masalah lainnya), serta letak
GPK-TKI yang walau masih dalam areal Bandara namun
sangat jauh dari Terminal II-D.
Pelayanan dan perlindungan kepulangan TKI di Bandara Soekarno-Hatta ini perlu disosialisasikan ke Perwakilan RI di luar negeri dan juga ke masyarakat dalam negeri sehingga
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 34
mendapatkan dukungan dari berbagai pihak khususnya dalam bidang pengawasan publik agar kinerja GPK-TKI semakin meningkat. Publikasi tentang pelayanan dan perlindungan TKI hendaknya tidak saja dalam rangka meng-counter berita-berita negatif yang tidak benar, tetapi juga secara aktif menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang hal-hal positif yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada TKI.
Satuan Pelayanan TKI GPK-TKI Selapanjang, sejauh ini masih menggunakan anggaran BNP2TKI. Sehubungan dengan itu, perlu ditingkatkan menjadi unit struktural setingkat Eselon II, sehingga mempunyai kemandirian sumber daya yang akan mendukung peningkatan pelayanan dan perlindungan kepulangan TKI sejak turun dari pesawat sampai ke daerah asalnya.
Berdasarkan laporan dari Jasindo, dari Rp 42 milyar klaim asuransi, sebesar 80%-nya tidak diterima oleh TKI yang bersangkutan, tetapi oleh PPTKIS yang mengirim dan menyetorkan premi TKI tersebut pada awal keberangkatan penempatannya. Hal ini dapat terjadi karena klaim asuransi dilakukan PPTKIS melalui sutrat kuasa dari TKI yang bersangkutan. Dengan menempatkan counter asuransi di GPK-TKI, TKI dengan dibantu petugas dapat mengajukan klaim asuransi tanpa melalui PPTKIS. Namun layanan ini mendapat reaksi tidak menyenangkan dari PPTKIS.
Praktek-praktek pembayaran premi asuransi TKI yang lebih murah dengan resiko pertanggungan yang lebih murah pula, perlu dihindari dengan meningkatkan sosialisasi tentang manfaat asuransi bagi TKI. Demikian pula praktek-praktek penjualan sertifikat kesehatan yang meloloskan kondisi kesehatan calon TKI yang tidak memenuhi syarat, harus terus diberantas dengan meningkatkan pengawasan yang ketat bagi lembaga-lembaga pemeriksa kesehatan calon TKI.
Perihal penanganan TKI Mandiri yang dideportasi Pemerintah AS menggunakan pesawat khusus ke Bandara Soekarno-Hatta, akan dibantu penanganannya oleh GPK-TKI, berkoordinasi dengan Satgas TK-PTKIB khususnya dari Depsos, Deplu dan Kepolisian.
Kekurangan pegawai di BNP2TKI (perlu 300 orang) dan GPK-TKI (perlu 100 orang), diupayakan akan dipenuhi dari eks pegawai Departemen Keuangan yang akan dirasionalisasi. Hal ini akan dikoordinasikan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 35
5. Dalam rangka persiapan mengantisipasi rencana Pemerintah
Malaysia untuk memulangkan TKI Bermasalah dan
Keluarganya dari Malaysia terutama dari Sabah, pada
tanggal 25 Agustus 2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB
mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri seluruh anggota
Satgas TK-PTKIB dan BNP2TKI.
Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil
pertemuan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
dengan Perwakilan RI untuk Malaysia tanggal 12 Agustus
2008, serta hasil rapat koordinasi terbatas dengan Ditjen
Imigrasi Depkumham dan Dit. Perlindungan WNI dan BHI
Deplu pada tanggal 25 Agustus 2008, yang pada intinya
Menko Kesra mengharapkan agar pemulangan TKIB dan
keluarganya dari Malaysia terutama dari Sabah, dapat
dilaksanakan dengan selamat dan bermartabat. Peluang
adanya amnesti dari Pemerintah Malaysia, agar direspons
oleh Satgas TK-PTKIB dengan baik dengan melaksanakan
pemutihan di Malaysia dan juga pelayanan di daerah entry
point di Indonesia bagi yang dideportasi.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Deplu, menyampaikan
bahwa atas usaha dari Menteri Luar Negeri RI yang telah
menemui Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri
Malaysia, Operasi Nyah kepada Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia terutama di Sabah, lebih ditujukan kepada
PATI bukan dari Indonesia. Bagi PATI asal Indonesia yang
memang berperan penting dalam operasional perkebunan
dan kilang kelapa sawit di Sabah, akan diberikan amnesti
jika ada jaminan dari majikan, sementara yang tidak ada
jaminan dan tidak mempunyai dokumen akan dideportasi.
Menteri Luar Negeri mengharapkan kepada Pemerintah
Malaysia agar bertindak bijaksana dalam masalah ini.
Dalam hubungan itu, pihak Deplu menyampaikan agar
Satgas TK-PTKIB dapat memanfaatkan peluang amnesti
tersebut dengan memberikan pelayanan jemput bola,
memberikan dokumen yang diperlukan kepada TKIB dan
Keluarganya di Malaysia Timur (Sabah dan Sarawak).
Diperkirakan di Malaysia ada 1,2 juta orang WNI karena berdasarkan pendataan pada waktu Pemilu 2004 yang lalu diketahui ada 4 juta WNI di negara tersebut. Sehubungan dengan itu, untuk keperluan pemutihan dan pemulangan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 36
TKIB dan keluarganya dari Malaysia Timur, diperkirakan untuk Perwakilan RI di Kuching, Kota Kinabalu dan Tawau, masing-masing memerlukan 50.000 paspor 24 Halaman, dan kurang lebih 50.000 Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Dimohon agar paspor dan SPLP tersebut dapat dikirimkan melalui Tim Interdep dari Satgas TK-PTKIB pada kesempatan pertama, agar TKIB dan keluarganya tidak kehilangkan momentum amnesti dari Pemerintah Malaysia tersebut.
Direktur Dokumen Perjalanan, Visa dan Pelayanan Keimigrasian, Ditjen Imigrasi menyampaikan hasil koordinasi dengan Kepala Divisi Imigrasi Kalimantan Timur, bahwa untuk mengantisipasi pemulangan TKIB dan keluarganya dari Sabah, telah disiapkan Kantor Imigrasi Nunukan dan Tarakan. Kepala Divisi Imigrasi Kaltim juga telah berkoordinasi dengan Perwakilan RI Sabah pada hari Minggu tanggal 24 Agustus 2008, namun belum diperoleh laporannya.
Sehubungan dengan peluang amnesti dari Pemerintah Malaysia, selain dokumen juga diperlukan petugas tambahan di lapangan (Sabah), yang juga sudah disiapkan oleh Ditjen Imigrasi. Bagi TKIB dan keluarganya di Sabah yang masih memiliki paspor namun sudah tidak berlaku, diperlukan adanya endorsement dari yang berwenang agar paspor tersebut dapat diberlakukan kembali. Ditjen Imigrasi masih menunggu surat dari Perwakilan RI atau Deplu mengenai kebutuhan paspor, SPLP dan tambahan tenaga tersebut. Mengenai kebutuhan tambahan petugas lapangan ini, pihak Deplu melalui Sekretariat Jenderal juga telah menyiapkannya.
Kedeputian Bidang Perlindungan BNP2TKI menyampaikan bahwa BNP2TKI melalui BP3TKI Nunukan sudah melakukan persiapan untuk memfasilitasi penempatan kembali TKIB sesuai dengan persyaratan, yaitu bagi mereka yang ingin kembali bekerja di Malaysia.
Direktorat Samapta, Babinkan Mabes POLRI menyampaikan bahwa dalam hal pengamanan, untuk lingkup kecil diserahkan kepada Wilayah seperti kalau dipelabuhan oleh KP3. Sementara untuk pengamanan bagi jumlah yang lebih besar, perlu back-up dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat. Mabes POLRI akan segera menerbitkan TR (Telegram Rahasia) ke Polda-polda mengenai pengamanan pemulangan TKIB dan keluarganya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 37
Departemen Kesehatan menyampaikan bahwa sesuai dengan
petunjuk Menteri Kesehatan, layanan Jankesmas tidak bisa
dipergunakan untuk TKIB dan keluarganya karena sistem
Jankesmas ditujukan bagi kuota penduduk miskin yang
sudah terdaftar dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Namun
bagi TKIB dan keluarganya, akan mendapatkan layanan
kesehatan melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan/Bandara
(KKP), dan jika diperlukan dapat dirujuk kepada RS Rujukan
setempat. Untuk keperluan jaminan RS, kepada TKIB dan
keluarganya dapat diberikan Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) dari Pemerintah Daerah setempat (melalui SKPD
yang ditunjuk). Departemen Kesehatan akan mengirim surat
ke KKP Tanjungpinang, Kepulauan Riau; Entikong,
Kalimantan Barat, serta Tarakan dan Nunukan Kalimantan
Timur mengenai hal ini.
Sekretariat Wakil Presiden sangat mendukung upaya pemberian layanan kesehatan kepada TKIB dan keluarganya sebagaimana yang disampaikan oleh Departemen Kesehatan. Jadi walaupun tidak masuk dalam kuota Jankesmas di daerah setempat, namun sebagai WNI, TKIB dan keluarganya harus dapat memperoleh haknya untuk memperoleh layanan kesehatan dari Negara.
Asisten Deputi Ketenagakerjaan Perempuan KNPP
menyampaikan perlunya disiapkan kebutuhan spesifik
perempuan dan anak TKIB, dan telah merekomendasikan
kepada Depsos untuk menyediakan kebutuhan tersebut.
Sehubungan dengan ini, Departemen Kesehatan meminta
agar Departemen Sosial segera mengajukan surat
permohonan ke Ditjen Yankesmas, Depkes untuk
memperoleh alokasi makanan bayi yang dapat dipergunakan
bagi anak-anak TKIB.
Dit. Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja
Migran, Departemen Sosial menyampaikan kesiapan untuk
memberikan pelayanan permakanan dan transportasi kepada
TKIB dan keluarganya, yaitu dari daerah debarkasi ke
ibukota provinsi daerah asal. Sementara dari ibukota provinsi
ke desa asalnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
setempat. Depsos menyampaikan terima kasih atas tawaran
dari Departemen Kesehatan, sementara untuk kebutuhan
lainnya akan diupayakan dari dana APBN-P tahun 2008 yang
telah diajukan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 38
Ditjen Pemerintah Umum (PUM) Depdagri menyampaikan
akan segera mengirimkan surat kepada Pemerintah Daerah
debarkasi dan di daerah asal TKIB, agar siap menerima dan
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada TKIB
dan keluarganya, dengan pembagian tugas sebagaimana
disampaikan oleh Depsos. Untuk pemulangan TKIB dari
Sabah, daerah asal mereka sebagian besar dari Provinsi NTB
dan NTT.
Ditjen Adminduk Depdagri menyampaikan bahwa sebaiknya
memang Pemerintah RI memanfaatkan amnesti melalui
pemutihan yang dilakukan di Sabah, Malaysia, karena
berdasarkan Sistem Administrasi Kependudukan yang
diaplikasikan sekarang, agak sulit untuk dapat mengeluarkan
“KTP Putih” sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Pemda
Nunukan. Namun rapat menghendaki agar Ditjen Adminduk
dapat mengupayakan adanya “dispensasi” untuk memberi
kemudahan bagi TKIB yang ingin kembali bekerja ke
Malaysia.
Deputi VI Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak sebagai pimpinan rapat
kemudian menyimpulkan, bahwa:
a. Satgas TK-PTKIB Nasional telah siap memberikan pelayanan kepada TKIB amnesti dan siap menerima deportasi TKIB dan keluarganya dari Malaysia terutama dari Sabah.
b. Pemerintah RI akan memprioritaskan upaya pemutihan TKIB amnesti dan keluarganya di Sabah, Malaysia, dan untuk itu diperlukan paspor, SPLP dan petugas lapangan tambahan, yang sudah dipersiapkan oleh Ditjen Imigrasi, Depkumham, dan Deplu.
c. Jankesmas tidak dapat dipergunakan oleh TKIB dan keluarganya, namun bagi mereka yang memerlukan layanan kesehatan akan difasilitasi oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan untuk yang memerlukan rujukan, kepada Rumah Sakit akan diberikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Pemda setempat melalui SKPD yang ditunjuk, untuk jaminan RS bagi TKIB dan keluarganya.
d. Sesuai dengan bidang tugasnya, Mabes POLRI akan segera mengeluarkan TR (Telegram Rahasia) ke Polda untuk pengamanan pemulangan TKIB dan keluarganya;
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 39
Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUM) akan mengirim surat kepada Pemda terkait untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada TKIB dan keluarganya; dan Departemen Kesehatan akan mengirim surat ke KKP Tanjungpinang, Kepulauan Riau; Entikong, Kalimantan Barat; serta Tarakan dan Nunukan Kalimantan Timur untuk memberikan layanan kesehatan yang optimal kepada TKIB dan keluarganya.
e. Ditjen Adminduk Depdagri diharapkan dapat mengeluarkan kebijakan dan memberikan petunjuk kepada Pemda daerah entry-point, agar kepada TKIB yang ingin kembali bekerja di Malaysia saat sekarang, dapat diberikan perlakuan khusus namun tidak bertentangan dengan sistem adminduk yang ada dan peraturan perundangan-undangan.
f. Untuk pengiriman paspor dan SPLP ke tiga Perwakilan RI di Malaysia Timur (Kuching, Serawak; Kota Kinabalu dan Tawau, Sabah), akan dibentuk Tim Interdep, dengan menggunakan biaya perjalanan dari masing-masing instansi.
Rencana Tindak Lanjut:
a. Mengirim surat ke kementerian/lembaga anggota Satgas
TK-PTKIB untuk menugaskan Stafnya dalam Tim
Interdep pengiriman paspor dan SPLP ke Malaysia Timur.
b. Menetapkan waktu pengiriman paspor, SPLP dan petugas
lapangan tambahan, berdasarkan informasi mutakhir dari
Perwakilan RI di Sabah dan Serawak, dan atau dari
Departemen Luar Negeri.
6. Dalam rangka mengintegrasikan pemulangan TKI
Bermasalah, Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran
Bermasalah Sosial melalui Bandara Soekarno-Hatta, Banten,
pada tanggal 3 September 2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB
mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh
International Organization for Migration (IOM) Indonesia,
Satuan Pelayanan Kepulangan TKI Selapanjang, Banten, dan
BNP2TKI.
Asisten Deputi Kesempatan Kerja Perempuan dan Ekonomi
Keluarga Kemenko Kesra mewakili Satgas TK-PTKIB
menyampaikan Laporan Sekretaris Kemenko Kesra selaku
Ketua Tim Koordinasi Formulasi Kebijakan Pemulangan TKIB
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 40
tentang pembagian tugas pemulangan TKI, TKIB, Pekerja
Migran Bermasalah Sosial (PM-BS) termasuk di dalamnya
Korban Tidak Kekerasan, yang disepakati sebagai berikut:
(a) Penanganan TKI, Calon TKI dan TKIB (menurut
pengertian UU No. 39 Tahun 2004 tentang PPTKLN), menjadi
tugas BNP2TKI, bekerjasama dengan sektor terkait dan
Pemerintah Daerah. (b) Penanganan PM, Calon PM dan PM-
BS, menjadi tugas Depsos, bekerjasama dengan sektor
terkait dan Pemerintah Daerah (c) Penanganan WNI (TKI,
TKIB, dan PM, PM-BS) di luar negeri menjadi tugas
Departemen Luar Negeri melalui Perwakilan RI setempat,
bekerjasama dengan BNP2TKI, Depsos, sektor terkait dan
Pemerintah Daerah.
Mengenai pemulangan Korban Tindak Kekerasan (korban
trafficking) melalui Bandara Soekarno-Hatta, karena sudah
ada Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-TKI) dan
Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI), diharapkan
dapat dilayani secara terpadu, dan jika diperlukan diperkuat
petugas dari Depsos dan instansi lainnya.
IOM Indonesia menyampaikan bahwa sejak bulan November
2007, hanya dapat membantu recovery medis korban
trafficking dan tidak bisa lagi membantu sejak dari
pemulangan sampai dengan reintegrasinya ke masyarakat.
IOM mengharapkan agar mekanisme yang sudah pernah
dijalankan dapat diadopsi oleh instansi Pemerintah RI sesuai
dengan tugasnya masing-masing. Pengiriman korban
trafficking yang datang melalui Bandara Soekarno-Hatta,
Cengkareng, Banten yang selama ini telah berkoordinasi
dengan IOM, perlu disesuaikan pembagian tugasnya dengan
Instansi yang berwenang menanganinya.
Kepala SPK-TKI yang bertugas di Gedung Pendataan
Kepulangan TKI (GPK-TKI) Selapanjang menyampaikan
bahwa sesuai pengarahan Kepala BNP2TKI, kepada TKI
Bermasalah termasuk korban tindak kekerasan (trafficking)
tetap mendapat pelayanan dari SPK-TKI, dan jika korban
perlu dirujuk ke RS POLRI Kramatjati atau ke Rumah
Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) atau Rumah
Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Depsos di Bambu Apus,
Jakarta, diberikan pelayanan transportasi gratis. Korban
selanjutnya akan mendapat dukungan pelayanan dari IOM
dan atau dari Depsos.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 41
Untuk memberikan pelayanan kepada korban tindak kekerasan di Terminal II-D Bandara Soekarno-Hatta dan di GPK-TKI, kepada Depsos diharapkan dapat menempatkan petugas/pekerja sosial di tempat tersebut, berkoordinasi dengan SPK-TKI.
Departemen Sosial menginformasikan bahwa pelayanan kepada korban tindak kekerasan (KTK) yang masih anak-anak (di bawah 18 tahun) dapat diterima di RPSA, sedang untuk yang dewasa di RPTC (keduanya di Bambu Apus) dan setelah pulih kemudian dipulangkan ke daerah asalnya dengan ketentuan standar Depsos (bukan menggunakan pesawat terbang). Depsos akan mengupayakan agar biaya transportasi KTK dan PM-BS dari Bandara Soekarno-Hatta ke Bambu Apus dapat ditanggung oleh anggaran Depsos. Untuk itu, diperlukan adanya Surat dari Satgas TK-PTKIB yang menyatakan bahwa Bandara Soekarno-Hatta merupakan salah satu entry point pemulangan korban tindak kekerasan dan pekerja migran.
Departemen Luar Negeri melaporkan bahwa untuk memulangkan korban tindak kekerasan (trafficking) dari luar negeri yang dahulunya didanai IOM, sekarang sudah ada dalam anggaran Deplu. Mengenai penggunaan istilah TKI Bermasalah (UU No. 39 tahun 2004) yang menjadi tanggung jawab BNP2TKI serta Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PM-BS) dan Korban Tindak Kekerasan (KTK) yang menjadi tanggung jawab Depsos, akan diinformasikan ke Perwakilan RI agar dalam manifes sudah jelas dikategorikan yang dipulangkan TKIB atau PMI-BS/KTK.
Departemen Kesehatan menginformasikan keberadaan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di Bandara Soekarno-Hatta yang dapat diajak bekerja-sama oleh SPK-TKI dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada TKIB, KTK dan PM-BS yang pulang melalui Bandara Soekarno-Hatta, mendukung operasional Klinik yang ada di GPK-TKI. Kerjasama ini akan segera ditindaklanjuti oleh SPK-TKI.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut mekanisme pemulangan TKIB, KTK, dan PM-BS melalui Bandara Soekarno-Hatta disepakati sebagai berikut:
a. Pemulangan TKIB, KTK dan PMI-BS melalui Bandara Soekarno-Hatta, ditangani melalui satu pintu GPK-TKI oleh SPK-TKI BNP2TKI yang diperkuat petugas/pekerja sosial dari Depsos, dan bekerjasama dengan KKP setempat. Untuk tahun 2008, SPK-TKI diharapkan dapat
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 42
membantu transportasi KTK/PM-BS ke RPTC dan RPSA Depsos Bambu Apus, Jakarta. Untuk selanjutnya, Depsos diharapkan dapat membiayai tranportasi KTK dan PM-BS dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC dan RPSA Bambu Apus.
b. Dalam rangka mendukung transportasi KTK/PM-BS dari Bandara Soekarno-Hatta ke RPTC dan RPSA Bambu Apus, diperlukan Surat dari Satgas TK-PTKIB yang menyatakan bahwa Bandara Soekarno-Hatta merupakan salah satu entry point debarkasi pemulangan KTK/PM-BS.
c. Dalam rangka memperkuat SPK-TKI dengan petugas/ pekerja sosial untuk membantu melayani KTK dan PM-BS yang pulang melalui Bandara Soekarno-Hatta, Depsos akan segera membuat surat mengenai hal ini kepada SPK-TKI.
d. SPK-TKI akan segera menindaklanjuti kerjasama pelayanan kesehatan dengan KKP Bandara Soekarno-Hatta.
e. Deplu akan menginformasikan kepada Perwakilan RI di luar negeri, agar dalam pemulangan WNI Bermasalah (TKIB, KTK, PM-BS) dari sejak awal sudah ada pengkategorian yang jelas untuk membantu penanganannya di dalam negeri.
7. Dalam rangka mengintegrasikan pemulangan TKI Bermasalah, Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok, Jakarta, pada tanggal 4 September 2008 di Ruang Penerimaan Penumpang Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Satgas/Pos Koordinasi Pemulangan Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia ke Daerah Asal melalui Debarkasi Pelabuhan Tanjung Priok (SK Dirjen Banjamsos No. 12/BS.08.04/I/ 2008 tanggal 8 Januari 2008), Suku Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Jakarta Utara, dan Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) DKI Jakarta.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan berita dari Departemen Luar Negeri bahwa Malaysia mulai bulan Agustus 2008 kembali akan merazia dan memulangkan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal Indonesia khususnya di Sabah, Malaysia. Tanjung Priok yang selama ini telah
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 43
menerima pemulangan pekerja migran bermasalah (PM-BS) dan keluarganya terutama dari Semenanjung Malaysia yang dideportasi ke Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, diperkirakan beban tugasnya akan meningkat sehingga perlu dilakukan koordinasi persiapan agar dapat memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya.
Administrasi Pelabuhan Tanjung Priok menyampaikan bahwa sebagai penanggung jawab pelabuhan memandang pemulangan TKIB sebagai proyek kemanusiaan sehingga diupayakan untuk dapat membantu TKIB semaksimal mungkin, yaitu melalui pelayanan kesehatan (KKP), pengamanan (KP3 dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak), serta permakanan dan transportasi ke daerah asal (Depsos). Namun bersamaan dengan momentum hari raya Iedulfitri 1429H, pemulangan TKIB dari Malaysia saat ini dikawatirkan melebihi daya tampung dan fasilitas kesehatan yang ada.
Dilaporkan bahwa AC perlu direnovasi dan ditambah, demikian pula persediaan obat-obatan, dan rujukan bagi TKIB yang sakit hendaknya tidak hanya ke RS Koja saja tetapi juga bisa ke RS lainnya di Jakarta. Agar penanganan TKIB yang sakit dapat dipersiapkan dengan baik, diperlukan data tentang TKIB yang sakit sejak dari pelabuhan pemberangkatan (Tanjung Pinang, dan lainnya). Selanjutnya untuk menghindari kesimpangsiuran mengenai data PM-BS, disarankan adanya satu pintu yang berfungsi sebagai Media Center serta untuk pelaporan.
Supervisor Pelabuhan Tanjung Priok, menyampaikan bahwa kepada TKIB telah diberikan jalur khusus yang tidak sama dengan penumpang umum. Namun dengan banyaknya TKIB yang mengambil kesempatan untuk mandi, telah menyebabkan kebutuhan air menjadi melonjak padahal di Tanjung Priok air memerlukan biaya yang mahal. Selama ini disinyalir bahwa jumlah TKIB yang datang tidak sesuai dengan yang diberangkatkan, sehingga diusulkan agar manifes dari Satgas PTKIB Tanjungpinang dapat ditembuskan ke Satgas/Posko Pemulangan PMBS Tanjung Priok, karena dikawatirkan masih ada tekong-tekong yang beroperasi membujuk PM-BS untuk kembali bekerja ke Malaysia dengan cara di luar prosedur.
Yayasan Peduli Buruh Migran menyampaikan dukungannya
dalam memberikan layanan kesehatan kepada PM-BS
dengan memberikan pendampingan dan memfasilitasi
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 44
rujukan PM-BS yang sakit ke RS selain RS Koja, seperti ke
RS St Carolus untuk PM-BS yang ternyata ada yang terkena
HIV/AIDs. Dilaporkan bahwa perlu adanya surat
rekomendasi dari Satgas TK-PTKIB (Depkes) agar RS Koja
dapat memberikan layanan kesehatan kepada PM-BS dengan
lebih baik, termasuk kepada PM-BS yang melahirkan tetapi
tidak mampu menunjukkan surat nikah (akibat pelecehan
seksual). Satgas TK-PTKIB juga diharapkan dapat
mengalokasikan dana bagi pemakaman PM-BS yang
meninggal dunia.
Direktur Trantib dan Limas, Ditjen PUM Depdagri
menyampaikan bahwa sebagai jendela Pemerintahan Pusat
maka perlu ada keseimbangan antara Unit Pelayanan TKIB di
Bandara Soekarno-Hatta dengan di Pelabuhan Tanjung Priok,
dan mengusulkan adanya peningkatan pelayanan kepada
TKIB yang pulang melalui pelabuhan Tanjung Priok. Untuk
itu perlu adanya penguatan kelembagaan Satgas/Posko
Tanjung Priok melalui SK dari Kemenko Kesra dengan
melibatkan kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Prov.
DKI Jakarta dan LSM, yang selanjutnya dapat dijadikan
prototype bagi Satgas Daerah lainnya. Diinformasikan, untuk
tahun 2009, Depdagri telah mengalokasikan anggaran untuk
operasional 11 Satgas PTKIB di daerah entry point di
Indonesia.
Depsos melaporkan bahwa selalu ada selisih antara jumlah
TKIB menurut manifes dan realisasi sehingga diperlukan
sistem pendataan yang akurat. Pedoman Penanganan KTK
dan PM dari Depsos sudah ada namun masih perlu
dijabarkan dalam petunjuk teknis yang mengatur pendataan
sejak di daerah debarkasi (Satgas), pemberian nama tiket
yang sesuai dengan nama TKIB di PT. PELNI, serah terima
kepada nakhoda kapal (pada waktu naik), serah terima
kepada PT. PELNI (pada waktu turun), dan serah terima
pada Satgas Tanjung Priok. Data dari Perwakilan RI
hendaknya juga disesuaikan dengan yang dikirimkan melalui
kapal dan bukan data kumulatif, sehingga memudahkan
dalam pengontrolan.
Serikat Buruh Migran Indonesia melaporkan masih adanya
keterlibatan PPTKIS nakal yang berupaya untuk me-recycle
PM-BS, yang berarti akan mengulang kembali permasalahan
yang terjadi sekarang. Juklak dan juknis penanganan PM-BS
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 45
di Tanjung Priok perlu segera diwujudkan dan disosialisasi-
kan ke daerah entry point debarkasi lainnya untuk
memperoleh hubungan kerja yang saling menunjang.
Suku Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Kota Jakarta Utara menyampaikan dukungannya kepada Satgas/Posko Pemulangan PM-BS Tanjung Priok, walaupun PM-BS yang berasal dari Jakarta Utara relatif sangat kecil.
BP3TKI DKI Jakarta, menyatakan bersedia bekerjasama dengan Satgas/ Posko Pemulangan PM-BS Tanjung Priok dan akan membantu memfasilitasi PM-BS yang dulunya adalah TKI untuk memperoleh hak-haknya, dan akan menindak-lanjuti hal-hal yang berkaitan dengan PPTKIS yang nakal.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) KP3 Tanjung
Priok melaporkan kegiatan yang dilakukan dalam membantu
dan mendata kasus-kasus kekerasan yang menimpa PM-BS
untuk dapat menjerat pelakunya. PM-BS pada umumnya
sebagai akibat kesalahan dokumen, atau karena ulah PPTKIS
atau sponsor yang nakal. Untuk melakukan wawancara
dengan PM-BS sebagaimana seharusnya, UPPA memerlukan
ruangan khusus di tempat penerimaan TKIB Tanjung Priok.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak selanjutnya
menyampaikan kesimpulan dan tindak lanjut sebagai
berikut:
a. Kelembagaan Satgas/Posko Pemulangan PM-BS di Tanjung Priok sebagai pintu gerbang nasional, perlu diperkuat dengan legalitas yang lebih tinggi.
b. Juklak/Juknis Pemulangan TKIB serta PM-BS dan Keluarganya melalui Pelabuhan Tanjung Priok perlu segera diterbitkan dengan legalitas yang tepat dan disosialiasikan ke berbagai pihak yang terkait.
c. Pemulangan TKIB serta PM-BS dan Keluarganya melalui Pelabuhan Tanjung Priok perlu melibatkan BNP2TKI, BP3TKI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
d. Departemen Sosial perlu meningkatkan alokasi dana untuk pengurusan PM-BS yang meninggal dunia.
e. Satgas TK-PTKIB up. Depkes segera mengeluarkan petunjuk rujukan bagi PM-BS ke RS Koja dan RS Rujukan lainnya serta mensosialisasikan dan mengadvokasikan-nya ke RS yang bersangkutan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 46
f. PT. PELNI diharapkan dapat memilah PM-BS dari
penumpang umum sejak dari ticketing, selama di kapal
dan sewaktu serah terima kepada Satgas/Posko
Pemulangan PM-BS Tanjung Priok.
g. Satgas TK-PTKIB dan Satgas/Posko Pemulangan PM-BS
Tanjung Priok perlu berkoordinasi dengan Satgas PTKIB
Tanjung Pinang, Kepulauan Riau untuk meningkatkan
sensitivitas/kepekaan serta kesamaan dalam penanganan
PM-BS selama proses pemulangan.
h. Depdagri melalui alokasi dana Operasional Satgas PTKIB Daerah dalam DIPA Tahun 2009, diharapkan lebih meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam penyaluran dana dekonstrasi dan pembinaan Satgas PTKIB di daerahnya.
8. Dalam rangka persiapan pemantauan kesiapan Perwakilan RI
di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi Bersepadu
Pemerintah Malaysia, pada tanggal 5 September 2008 di
Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi
terbatas yang dihadiri oleh Departemen Luar Negeri, Ditjen
Imigrasi, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan,
Departemen Sosial, BNP2TKI, dan Mabes POLRI.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan bahwa
sebagai tindak lanjut Rakor Satgas TK-PTKIB tanggal 25
Agustus 2008, Ditjen Protokol dan Konsuler telah
mengirimkan Surat No. 501/PK/VIII/2008/65 tanggal 27
Agustus 2008 perihal Pemutihan/Pemberian Dokumen bagi
TKI di Wilayah Sabah dan Sarawak, Malaysia, yang
memerlukan 150.000 paspor untuk Perwakilan RI di Kuching,
Kota Kinabalu dan Tawau. Untuk itu, Tim Interdep Satgas
TK-PTKIB diharapkan dapat segera berangkat dengan
membawa paspor yang diperlukan. Dalam hubungan ini,
Menko Kesra mengarahkan agar Tim yang berangkat tidak
terlalu besar, dan agar diupayakan untuk dapat mengunjungi
lokasi atau perusahaan yang ada TKIB dan keluarganya. Tim
juga diharapkan dapat secara terpadu mencakup masalah
pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.
Ditjen Imigrasi menyampaikan bahwa untuk 150.000 paspor
yang diperlukan, berat paspor secara keseluruhan
diperkirakan 5,1 ton, sehingga memerlukan kiat tersendiri
dalam pengirimannya ke Sarawak dan Sabah, Malaysia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 47
Berdasarkan kebijakan yang baru, kepada anak-anak tetap
diberikan paspor tersendiri (tunggal) karena paspor keluarga
sudah tidak diberlakukan. Untuk petugas wawancara dalam
pengurusan paspor, Ditjen Imigrasi sudah siap dengan
tenaga dari Kantor Imigrasi di Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur.
Departemen Luar Negeri menyampaikan bahwa untuk
mengirim 5,1 ton paspor, jika menggunakan diplomatic bag
selain memerlukan waktu lama juga harus melalui tender,
sementara paspor dibutuhkan dengan segera. Ketersediaan
biaya pengiriman paspor akan dicheck di Biro Administrasi
Perwakilan Deplu, termasuk ketersediaan dana untuk biaya
operasional Perwakilan RI di Malaysia Timur dalam
memberikan layanan pemutihan dokumen TKIB dengan
sistem jemput bola.
Depsos, KNPP, BNP2TKI dan peserta lainnya menyarankan
penggunaan kapal PELNI untuk mengirim paspor ke
Pontianak dan Nunukan, selanjutnya diteruskan ke
Perwakilan RI Kuching, Tawau dan Kota Kinabalu.
Penggunaan pesawat Hercules juga dimungkinkan namun
ada konsekuensi biaya avtur PP, parkir pesawat di Malaysia,
uang saku crew, dan logistik.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Tim Interdep Satgas
TK-PTKIB disepakati sebagai berikut:
a. Segera dikirimkan surat dari Kemenko Kesra kepada
Kementerian/Lembaga terkait, agar mengajukan nama-
nama calon anggota Tim Interdep Satgas TK-PTKIB dan
yang terkait dengan pendidikan anak-anak TKI di
Malaysia. Biaya perjalanan dan akomodasi ditanggung
oleh masing-masing Instansi.
b. Departemen Luar Negeri diharapkan dapat segera
menginformasikan mengenai ketersediaan dana
pengiriman paspor, dan dana operasional pemutihan
dokumen oleh Perwakilan RI di Malaysia Timur.
c. Satgas TK-PTKIB segera mencari informasi mengenai
prosedur dan biaya pengiriman dokumen negara melalui
kapal PT. PELNI ke Pontianak dan Nunukan, dan kemung-
kinan menggunakan pesawat Hercules dari TNI AU.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 48
d. Tim Interdep dijadwalkan berangkat pada minggu ketiga
bulan September 2008. Secara Tim, Kemenko Kesra
akan mengirim surat ke Sekretariat Negara, namun
pengurusan dokumen selanjutnya dilakukan oleh masing-
masing Instansi.
9. Dalam rangka evaluasi hasil pemantauan kesiapan
Perwakilan RI di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia, pada tanggal 25 September
2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat
koordinasi yang dihadiri oleh Sekretariat Wakil Presiden,
Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Departemen
Sosial, Ditjen Imigrasi, Kementerian Negara Pemberdayaan
Perempuan, Departemen Perhubungan, Asdep Menko Kesra
Urusan Pendidikan Formal, Babinkam Mabes POLRI, dan
Mabes TNI.
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan
Perempuan dan Kesejahteraan Anak menyampaikan hasil
pemantauan ke Perwakilan RI di Kota Kinabalu, yang akan
melaksanakan pemutihan/pemberian dokumen kepada
Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal Indonesia dan
keluarganya dalam 3 skema: (a) Skema Legalisasi TKI (b)
Skema Dependent, isteri dan anak, dan (c) Skema Operasi.
Perwakilan RI Kota Kinabalu memerlukan dukungan petugas,
paspor/SPLP, sarana dan prasarana agar dapat
melaksanakan pelayanan kepada TKIB dan keluarganya
secara ”jemput bola” ke ladang dan kilang sawit di Sabah.
Kebutuhan tersebut telah diajukan melalui Berita Fax KJRI
Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINABALU/VIII/2008
tanggal 25 Agustus 2008 perihal Rapat Koordinasi
Penanganan Pemutihan/Pemulangan di Sabah. Diperlukan
adanya kebijakan Pemerintah RI berkaitan dengan
kewenangan Perwakilan RI Kota Kinabalu untuk memberikan
paspor kepada TKIB dan keluarganya (dependent)
khususnya kepada mereka yang tidak mempunyai data
pendukung sama sekali. Sosialisasi mengenai pelayanan
jemput bola ini perlu dilakukan karena sudah ada tawaran di
ladang/kilang bahwa ada yang sanggup menguruskan
dokumen TKB dan keluarganya dengan biaya RM 200,- per
dokumen.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 49
Kesiapan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK)
dilaporkan belum selesai revonasinya, diharapkan siap bulan
Oktober 2008. SI-KK dengan bangunan sementara ini
mempunyai 6 kelas dengan kapasitas 26 siswa per kelas
(156 siswa), padahal sudah ada 271 anak-anak yang
mendaftar. Informasi dari Perwakilan RI Kota Kinabalu,
Menteri Pendidikan Nasional akan mengirimkan Guru PNS ke
SI-KK yang akan difungsikan sebagai Pusat Pendidikan, yang
memayungi pendidikan non-formal di ladang-ladang
perusahaan, dan terintegrasi dengan pendirian sekolah
berasrama di perbatasan (Nunukan).
Berdasarkan kunjungan ke kilang Papan Java Corporated
Sdn. Bhd dan ladang sawit Desa Okidville Sdn. Bhd,
dilaporkan bahwa perusahaan ada menyediakan fasilitas
tempat penitipan anak (TPA) bagi pekerjanya, dan
menyatakan mau menyediakan tempat untuk 250 orang
yang tidak sekolah, dengan guru-guru dari Indonesia, asal
ada ijin dari Pemerintah Malaysia. Mengenai gaji guru
tersebut dapat dinegosiasikan antara perusahaan dan
Pemerintah RI.
Asdep Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan
dan Ekonomi Keluarga menyampaikan hasil pemantauan ke
Perwakilan RI di Tawau, Sabah, yang memaparkan bahwa
isu TKIB tidak hanya terkait dengan masalah ketenaga-
kerjaan dan keimigrasian, tetapi juga isu sosial, ekonomi,
keamanan dan politik. Dengan demikian, penyelesaian
masalah TKIB dan Keluarganya di Malaysia harus dilakukan
secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai
hal tersebut. Prosedur penempatan dan perlindungan TKI,
validitas data keimigrasian, keberadaan dependen TKI di
Malaysia, upah TKI yang rendah dan biaya hidup yang
meningkat, hubungan kerja melalui mandor atau sub-
kontraktor yang rawan kekerasan, dan inkonsistensi quota
pekerja asing, perlu diselesaikan secara menyeluruh.
Sebagaimana Perwakilan RI Kota Kinabalu, Perwakilan RI
Tawau juga memerlukan berbagai dukungan agar dapat
melaksanakan kebijakan pelayanan jemput bola ke ladang-
ladang/kilang tempat TKIB dipekerjakan. Usulan kebutuhan
petugas, sarana dan prasarana telah termasuk dalam Berita
Fax KJRI Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINABALU/
VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 50
Asdep Menko Kesra Urusan Pendidikan Formal
menyampaikan hasil diskusi dengan Forum Komunikasi Guru
Tidak Tetap di Sabah (FGTTS) tentang konsep pendidikan
anak-anak TKI di Sabah, melalui pendirian Sekolah
Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK) yang berfungsi sebagai
Pusat Pendidikan yang memayungi pendidikan non-formal
melalui sekolah filial multigrade TK sampai dengan SD di
ladang-ladang dengan Guru-guru Indonesia. Bagi anak-anak
TKI yang ingin melanjutkan, dirujuk ke Ponpes Hidayatullah
atau Sekolah Gabriel Manik di Nunukan. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah jumlah anak sebanyak 6-9 orang per
keluarga TKIB yang tinggal di ladang/kilang, perlu mendapat
masukan agar Keluarga Berencana dapat dilaksanakan
dengan baik.
Dilaporkan pula koordinasi pemulangan TKIB dan
Keluarganya ke Nunukan, yang Satgasnya telah siap
menerima deportant TKIB dan keluarganya, dan siap
membantu jika ada yang ingin kembali bekerja di Malaysia.
Kebijakan Pemda Nunukan mengenai KTP Putih akan
diperkuat dengan Perda, dan agar pelayanan kepada TKIB
dan keluarganya dapat lebih baik, diperlukan petunjuk
pelaksanaan/teknis dari Satgas TK-PTKIB Pusat tentang
prosedur dan pembagian tugas sektoral dalam penanganan
TKIB dan keluarganya. Jikalau terjadi limpahan pemulangan
deportant TKIB dan keluarganya yang melebihi kapasitas
penampungan Nunukan, Pemerintah Kota Tarakan telah
menyatakan sanggup membantu. Untuk itu diperlukan
koordinasi yang baik antara Perwakilan RI Tawau, Satgas
Nunukan dan Pemerintah Kota Tarakan.
Asdep Meneg PP Urusan Tenaga Kerja Perempuan
menyampaikan hasil pemantauan ke Perwakilan RI di
Kuching, yang memaparkan bahwa tidak ada dorongan
Pemerintah Negeri Sabah kepada perusahaan/majikan untuk
mendaftarkan pekerjanya yang masuk kategori PATI ke
Imigresen agar memperoleh ijin kerja/tinggal. Permintaan
Sime Darby Plantations Sdn. Bhd untuk memutihkan 2.700
pekerjanya, merupakan upaya proaktif KJRI Kuching dengan
perusahaan yang bersangkutan. Dilaporkan bahwa
pemutihan baru mencapai 1.340 orang dan akan terus
dilanjutkan. Mengingat banyaknya PATI asal Indonesia di
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 51
Sarawak, disarankan agar Pemerintah RI dapat melakukan
pendekatan G-to-G kepada Pemerintah Negeri Sarawak agar
perusahaan/majikan yang lain mau bertindak seperti Sime
Darby Plantations.
Koordinasi pemulangan TKIB dan keluarganya ke Kalimantan
Timur melalui Entikong dan Pontianak, telah dilaksanakan
dengan Satgas PTKIB Pontianak (dibentuk dengan SK
Gubenur tanggal 7 April 2008) dengan Poskonya di Entikong.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada TKIB dan
keluarganya, disarankan agar dapat dibentuk Satgas yang
lebih teknis dan permanen di Entikong dengan fasilitas yang
memadai (BLK, penampungan) dan keanggotaan yang
diperluas melibatkan Pemerintah Kabupaten Sanggau dan
Kecamatan Entikong termasuk LSM setempat. Satgas
Kalimantan Barat memerlukan adanya Prosedur Tetap
pemulangan TKIB dari Pusat.
Anggota Tim dari Babinkam Mabes Polri menambahkan bahwa Satgas Daerah belum bekerja dengan optimal bahkan ditengarai oknum tertentu melakukan pelanggaran. Perangkat daerah di Entikong diketahui bermain dengan mengeluarkan KTP ”Putih” untuk memasukkan kembali TKIB ke Malaysia, dan juga telah diketahui adanya rekomendasi ”aspal” yang dikeluarkan oleh BLK. Lebih lanjut disarankan agar kontrol dari Satgas Pusat dapat dilakukan dengan lebih intensif dan teratur.
Anggota Tim dari Ditjen Imigrasi menambahkan agar pemutihan bagi orang yang menurut wawancara kemungkinan berasal dari Indonesia akan tetapi tidak didukung oleh dokumen apapun, perlu disikapi dengan bijaksana dengan dasar pemikiran memberikan perlindungan kepada warga negara RI. Perlindungan juga harus diberikan di entry point khususnya kepada mereka yang menderita sakit. Untuk pemutihan ini disarankan diberlakukan dalam jangka waktu tertentu.
Ditjen PUM Departemen Dalam Negeri menyampaikan agar Deplu mengupayakan adanya payung hukum di Sarawak sebagaimana di Sabah yang mendorong perusahaan/ majikan mendaftarkan tenaga kerjanya ke Imigresen untuk mendapatkan ijin kerja/tinggal.
Ditjen PUM juga sependapat perlunya dikeluarkan petunjuk Pusat bagaimana sikap Pemerintah RI dalam memberikan paspor kepada seseorang yang diduga kuat orang Indonesia
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 52
tetapi tidak bisa menunjukkan dokumen/ identitas apapun untuk pembuktiannya. Dalam hubungan ini, sangat penting dilakukan sosialisasi kepada PATI asal Indonesia perihal pentingnya memiliki dokumen/identitas diri bagi mereka.
Kepada Satgas Pusat disarankan untuk mengeluarkan Protab/Juklak/Juknis prosedur pemulangan TKI bermasalah dan keluarganya dari Malaysia, agar Satgas Daerah dapat operasional dengan efektif. Dalam rangka itu, Entikong diusulkan agar menjadi Satgas tersendiri dengan melibatkan berbagai unsur yang terkait di daerah yang bersangkutan.
Agar pelayanan kesehatan kepada TKIB dan keluarganya dapat berlangsung dengan lebih baik, diusulkan agar Dirjen Yanmedik Depkes dapat menerbitkan petunjuk ke RS Daerah dengan tembusan ke Satgas Daerah setempat.
Ditjen PNFI Depdiknas menyampaikan bahwa menurut PP No. 48 Tahun 2005, penyelesaian guru honor diharapkan tuntas tahun 2009. Mulai tahun 2010, formasi baru sudah mensyaratkan guru harus pendidikan S-1 atau D-4 dengan sertifikat sebagai pendidik. Berkaitan dengan permohonan Guru Tidak Tetap yang ditempatkan di Sabah yang ingin diangkat menjadi PNS, masih dalam pertimbangan Depdiknas untuk diadopsi. Sejauh ini, Diknas terlah mengirimkan surat ke Bupati yang merekomendasikan pengangkatan 51 orang GTTS yang sudah pulang karena habis masa kontraknya. Sejumlah 49 orang mantan GTTS sedang dalam proses pengangkatan di kabupaten.
Mengenai persiapan SI-KK dilaporkan bahwa Kepala Sekolah yang sudah PNS akan dikirim terlebih dahulu, sedang guru-guru kelas sedang dalam proses penyaringan dari 40 orang PNS yang mandaftar. Pengiriman guru dan buku diharapkan dapat dalam satu paket, namun diperlukan adanya surat dari Kemenko Kesra kepada Ditjen PNFI Depdiknas karena biaya pengiriman tidak ada. Pendidikan Non-Formal di ladang-ladang sawit Sabah akan diteruskan namun dengan guru-guru PNS, dan akan menginduk ke SI-KK. Depdiknas sudah menyediakan dana untuk pengadaan tanah di Kota Kinabalu untuk SI-KK. Sebagai rangkaian dalam memfasilitasi pendidikan anak-anak TKIB, pembangunan sekolah berasrama di Nunukan diharapkan pada bulan Januari 2009 sudah dapat dilakukan peletakan batu pertamanya. Keberadaan Borneo Univesity di Tarakan yang akan segera menjadi PT Negeri, merupakan jalur terusan dari pendidikan anak-anak TKIB di Sabah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 53
Dit. Perlindungan WNI dan BHI Deplu menyampaikan bahwa
pengiriman 150.000 paspor yang sudah berada di Deplu,
sedang menunggu pencairan biaya pengiriman yang akan
diambilkan dari dana perlindungan WNI di Deplu. Berbagai
hal yang disarankan untuk Deplu seperti upaya pendekatan
ke Pemerintah Negeri Sarawak tentang payung hukum untuk
pemutihan di Sarawak, serta petunjuk penerbitan paspor
bagi PATI asal Indonesia yang sama sekali tak berdokumen,
dan batas waktu pemutihan dokumen, akan ditindaklanjuti
oleh Deplu.
Kepala Biro KUKM Setwapres menyampaikan agar
penampungan di Perwakilan RI di luar negeri dilengkapi
dengan paket-paket untuk ibu-ibu hamil. Sementara untuk di
ladang-ladang sawit, banyak diperlukan buku-buku untuk
bacaan anak-anak TKIB. Menanggapi hal ini, Depdiknas
menyampaikan bahwa buku-buku di Ditjen PNFI lebih
banyak buku-buku untuk keterampilan (vocasional). Selain
pengiriman guiru-guru PNS ke ladang sawit di Sabah,
Depdiknas juga memikirkan pengiriman tutor keaksaraan
fungsional (calistung), Paket A dan Taman Bacaan
Masyarakat yang berbasis di Nunukan ke Sabah.
Dit. Penempatan TK Luar Negeri Depnakertrans menyampai-
kan bahwa menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang
PPTKILN, yang dimaksudkan dengan TKI adalah mereka
yang bekerja di perusahaan dan yang bekerja pada
pengguna perseorangan, sementara yang pekerjaannya
sebagai penggarap tanah, jasa dan lain sebagainya, tidak
masuk dalam kategori tenaga kerja. Pemutihan bagi tenaga
kerja seperti ini, sulit dilakukan karena tidak ada yang
menjamin. Bagi TKI formal yang bekerja di perusahaan
memang tidak ada masalah, tetapi bagi TKI pengguna
perseorangan pemutihan harus melalui PJTKI/Agen atau
pulang dulu ke Indonesia. Diperlukan adanya petunjuk/SOP
dari Pusat agar pemutihan TKI dengan berbagai kriteria
tersebut dapat berjalan dengan baik.
Mengenai pelayanan kesehatan untuk TKIB dan keluarganya
yang kini tidak dapat lagi mengakses Jankesmas, disarankan
agar Depkes membuat surat yang memberi petunjuk
pelaksanaan layanan kesehatan kepada TKIB dan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 54
keluarganya, ke RS Rujukan yang berada di daerah entry
point, dengan tembusan ke Dinas Kesehatan setempat dan
Satgas Pusat dan Daerah.
Dit. Bansos KTK PM Depsos menyampaikan usulan Satgas
Nunukan yang menginginkan adanya dana contingency bagi
operasional mendukung pemulangan TKIB dan keluarganya
yang dalam kenyataannya selalu terjadi setiap tahun, dan
memberatkan Pemerintah Daerah. Untuk keperluan
administrasi, selama ini Depsos mendasarkan jumlah Satgas
berdasarkan radiogram Mendagri yang menyatakan ada 11
Satgas Daerah. Untuk itu, Tarakan yang diharapkan menjadi
back up jika terjadi limpahan jumlah TKIB dari Nunukan,
perlu secara administratif ditetapkan sebagai Satgas Daerah.
Ditjen PUM Depdagri menyampaikan bahwa tanggal 15
September 2008, Mendagri telah mengirim radiogram ke 10
provinsi terkait dengan rencana pelaksanaan Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia. Depdagri setuju tentang
perlu adanya Protab dari masing-masing K/L yang kemudian
dikompilasi oleh Satgas TK-PTKIB secara terpadu. Pada
bulan Oktober 2008, Depdagri berencana akan mengundang
rakor Satgas Daerah, diharapkan masing-masing K/L dapat
menyampaikan hal-hal penting yang diperlukan oleh Satgas
Daerah. Ditjen PUM berpendapat bahwa masalah TKIB dan
Keluarganya adalah masalah nasional sehingga sudah
sepantasnya jika didukung oleh dana Pusat (APBN).
Ditjen Adminduk Depdagri menambahkan bahwa berdasar-
kan rapat Depdagri dengan Pemda Nunukan, KTP Putih akan
diakhiri. Namun tetap perlu dicarikan payung hukum sebagai
dasar pemberian dokumen kepada TKIB dan keluarganya
yang tidak mempunyai dokumen pendukung apapun.
Menurut UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk,
dimungkinkan adanya Surat Keterangan Pindah Luar Negeri
yang mungkin dapat diaplikasikan sebagai pengganti KTP
untuk menerbitkan paspor. Hal ini perlu dibahas lebih lanjut
oleh berbagai pihak yang terkait.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Satgas TK-PTKIB,
disampaikan oleh Pimpinan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Paspor sejumlah 150.000 buku dan Perdim 14, akan
dikirim Departemen Luar Negeri paling lambat
pertengahan bulan Oktober 2008.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 55
b. Satgas Pemulangan TKIB nasional dan daerah perlu
berbenah diri, antara lain dengan menyusun Protab dari
Juklak yang sudah ada. Penyusunannya akan
dilaksanakan oleh Tim Kecil yang akan dibentuk dan
bekerja sesudah Lebaran tanggal 1-2 Oktober 2008.
Kementerian/ lembaga diharapkan menyampaikan Juknis
masing-masing sektor sebagai bahan penyusunan
Prosedur Tetap (Protab) Satgas TK-PTKIB.
c. Kemenko Kesra diharapkan dapat mengkoordinasikan
Depdagri (Ditjen PUM dan Adminduk), Ditjen Imigrasi,
Depnakertrans, BNP2TKI, dan lain-lain) dalam
penyusunan payung hukum tentang dasar pemberian
paspor kepada TKIB dan keluarganya yang
undocumented.
d. Diperlukan adanya Juknis tentang susunan dan
penetapan Satgas Daerah serta dukungan dana Pusat
(APBN) untuk Satgas.
e. Satgas TK-PTKIB perlu memberikan supervisi ke Satgas
Daerah dan menindak langsung (khususnya oleh
Kepolisian) aparat yang bersalah.
f. Depdiknas mengkoordinasikan pendidikan anak-anak TKI
di Malaysia dengan skema pendidikan di perbatasan,
mengirim guru PNS ke Sabah, advokasi untuk
perusahaan/majikan untuk mendirikan sekolah-sekolah
dengan guru PNS Indonesia, mengirim buku-buku dan
Taman Belajar Masyarakat di Sabah, serta program tutor
kunjung.
g. Pengadaan lahan untuk SI-KK agar segera dituntaskan
oleh Perwakilan RI di Kota Kinabalu, Sabah.
h. Satgas TK-PTKIB diharapkan terlibat dan berpartisipasi
dalam pertemuan Depdagri dengan Satgas PTKIB
Daerah.
i. Diharapkan adanya perbaikan sistem rekrutment dan
penempatan TKI di wilayah dalam negeri yang ditengarai
merupakan bagian terbesar yang menyebabkan
terjadinya permasalahan TKI di luar negeri.
j. Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pendidikan,
Agama dan Aparatur Negara akan menindaklanjuti
masalah pendidikan anak-anak TKI di Malaysia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 56
10. Sebagai tindak lanjut rapat koordinasi Satgas TK-PTKIB tanggal 25 September 2008 yang mengevaluasi kesiapan Perwakilan RI di Malaysia Timur mengantisipasi Operasi Bersepadu Pemerintah Malaysia, pada tanggal 17 Oktober 2008 di Jakarta, Satgas TK-PTKIB mengadakan rapat koordinasi lanjutan yang dihadiri oleh Departemen Luar Negeri (Dit. Perlindungan WNI dan BHI), Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUM dan Ditjen Adminduk), Departemen Kesehatan (Ditjen Yanmedik), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Ditjen Binapenta), Departemen Sosial (Ditjen Banjamsos), Depkumham (Ditjen Imigrasi), Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar), dan Babinkam Mabes POLRI.
Asdep Menko Kesra Urusan Kesempatan Kerja Perempuan
dan Ekonomi Keluarga menyampaikan Resume dan Tindak
Lanjut Rapat Koordinasi Satgas TK-PTKIB tanggal 25
September 2008, dan memandu rapat untuk membahas
tindak lanjut persetujuan Departemen Keuangan melalui
Surat Dirjen Anggaran No. S-3006/A6/2008 tanggal 26
September 2008 tentang Penyampaian SP-SAPSK Kegiatan
Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarga Tahun 2008, dan
penyempurnaan juklak/juknis penanganan TKIB yang
diharapkan dapat disampaikan nanti pada rapat koordinasi
dengan Satgas PTKIB Daerah yang akan diselenggarakan
oleh Depdagri pada hari Kamis tanggal 23 Oktober 2008 di
Jakarta. Deplu, Depkumham (Imigrasi), Depdagri, Depsos,
Depkes, dan Babinkam Mabes Polri diharapkan sudah dapat
menyampaikan juknis mengenai pencairan anggaran dan
pelaksanaan kegiatan pemutihan TKIB (Deplu dan Ditjen
Imigrasi), operasional Satgas dan legalitas kependudukan
(Depdagri), permakanan dan transportasi TKIB (Depsos),
layanan kesehatan dan rujukan (Depkes), serta pengamanan
dan Polmas di daerah perbatasan (Babinkam).
Berkaitan dengan APBNP Tahun 2008, Kemenko Kesra
melaporkan bahwa sambil menunggu penerbitan DIPA yang
diperkirakan selesai 2 minggu lagi, telah bekerjasama
dengan Biro Umum Setmenko Kesra untuk meminjam
anggaran guna mendukung kegiatan TKIB bulan Oktober dan
November 2008. Jika DIPA sudah terbit, pinjaman akan
segera dikembalikan.
Babinkam Mabes Polri melaporkan telah dikeluarkan SP
Kaplri No.Pol.: Sprin/1529/IX/2008 tanggal 25 September
2008 tentang Organisasi dan Personil Pengamanan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 57
Pemulangan TKI Bermasalah Tahun 2008. Saat ini Babinkam
sedang dalam proses penunjukan Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) Direktur Samapta, yang diharapkan Senin tanggal 20
Oktober 2008 sudah selesai, untuk kemudian diajukan
mendukung proses penerbitan DIPA.
Ditjen PUM Depdagri melaporkan sedang dalam proses
memenuhi persyaratan untuk penerbitan DIPA dan telah
berkoordinasi dengan Kemenko Kesra mengenai model
pencairan dana bagi Satgas Daerah tahun 2007, yang
mungkin dapat diaplikasikan tahun 2008 mengingat waktu
pelaksanaannya efektif hanya 2 bulan. Ditjen PUM akan
segera berkonsultasi dengan Biro Keuangan Depdagri
mengenai hal ini.
Ditjen Bina Pelayanan Medik, Depkes juga sedang dalam
proses penerbitan DIPA dan penyusunan Juknis pencairan
dana bagi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan RS
Rujukan. Saat ini sedang disusun Surat Direktur Yanmed
yang menunjuk RS Rujukan di Jakarta, Pontianak, Tarakan,
Nunukan, Samarinda, dan Tanjungpinang. Diusulkan kepada
Depkes, agar RS Rujukan diarahkan pada daerah entry point
yang banyak menerima pemulangan TKIB seperti Medan dan
Surabaya, kiranya dapat dimasukkan dalam penetapan RS
Rujukan Pemulangan TKIB.
Ditjen Banjamsos Depsos, juga sedang dalam proses
penerbitan DIPA dan penyusunan juknis pencairan dana bagi
permakanan dan transportasi TKIB dan keluarganya.
Dilaporkan bahwa saat ini dari 11 satgas entry point baru
ada 4 yang telah mempunyai MoU dengan Depsos. Untuk 7
Satgas yang lain sesuai dengan ketetapan Depdagri, akan
dibuatkan MoU-nya. Sementara bagi daerah di luar
ketetapan Depdagri seperti Tarakan, Makassar, Bali, dan
Kupang, kiranya perlu didukung dengan surat dari Depdagri.
Berkaitan dengan Juklak/Juknis yang diperlukan oleh
Perwakilan RI di Malaysia dan Satgas Daerah dalam
menangani pemutihan TKIB dan keluarganya di Malaysia,
pemulangan TKIB dan keluarganya sampai ke tempat
asalnya, serta penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan, Kemenko Kesra
mengharapkan agar pada rapat koordinasi Depdagri dengan
Satgas Daerah tanggal 23 Oktober 2008 di Jakarta, masing-
masing sektor sudah dapat menyampaikan arahan dan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 58
petunjuknya. Setelah rapat koordinasi tersebut, juklak/juknis
sektoral akan dihimpun ke dalam Juklak/Juknis Satgas TK-
PTKIB secara keseluruhan.
Dit. Perlindungan WNI dan BHI Deplu melaporkan bahwa
pengiriman paspor ke Malaysia Timur akan dilaksanakan
tanggal 20 Oktober 2008 dengan dikawal petugas
diplomatik, dan diharapkan tanggal 23 Oktober 2008 telah
sampai ke tujuan. Mengenai permintaan petunjuk dari Pusat
berkenaan dengan orang yang menurut wawancara ada
indikasi sebagai WNI tetapi tidak mempunyai dokumen
pendukung apapun, Deplu mengharapkan agar Ditjen
Imigrasi yang berwenang yang memberikan petunjuk. Deplu
juga sedang dalam proses berkoordinasi dengan Perwakilan
RI di Malaysia mengenai perkembangan data berkaitan
dengan proses pemutihan, dan rencana deportasi yang akan
dilakukan oleh Pemerintah Malaysia. Hal ini sangat
diperlukan oleh Satgas TK-PTKIB Pusat untuk melakukan
langkah-langkah persiapan yang diperlukan.
Ditjen Imigrasi menyampaikan bahwa proses pemutihan
yang banyak didasarkan dari hasil wawancara dengan orang
yang diduga WNI, memerlukan petugas Imigrasi yang telah
terlatih. Di Perwakilan RI Kuching dan Tawau sudah
ditempatkan petugas Imigrasi, diharapkan juga ada di
Perwakilan RI Kota Kinabalu, untuk membantu memberikan
advokasi kepada petugas lapangan yang akan bertugas
menjemput bola melakukan pemutihan ke ladang/kilang
sawit di Malaysia. Ditjen Imigrasi bersama dengan Deplu
akan mengeluarkan petunjuk atau payung hukum mengenai
hal ini dan diarahkan pemutihan ada batas waktunya.
Dit. Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Ditjen Binapenta
Depnakertrans menyampaikan bahwa bagi TKIB yang
bekerja di perusahaan dan mendapat jaminan dari
perusahaan/majikannya, dapat melakukan pemutihan di
Malaysia. Namun bagi TKIB yang bekerja pada perorangan
seperti PRT, walaupun ada jaminan dari majikannya,
pemutihan harus dilakukan melalui PJTKI yang
mengirimkannya di Indonesia. Sementara bagi TKIB yang
bekerja mandiri dan tidak ada majikan yang menjaminnya,
berarti harus pulang ke Indonesia dan mengurus
penempatannya kembali ke Malaysia dengan mengikuti
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 59
Ditjen Adminduk Depdagri melaporkan hasil pertemuan
Ditjen Adminduk, BNP2TKI dan Ditjen Imigrasi tentang
pemberian legalitas kependudukan kepada TKIB yang pulang
ke Indonesia. Dilaporkan bahwa kepada TKIB yang pulang
dengan membawa SPLP, akan diberikan legalitas
kependudukan berupa Surat Keterangan Datang dari Luar
Negeri (SKDLN). Apabila yang bersangkutan ingin kembali
bekerja ke luar negeri, kepadanya dapat diberikan Surat
Keterangan Pindah ke Luar Negeri (SKPLN), dan dengan
rekomendasi dari Diskenakertrans/BP3TKI setempat, kepada
pemegang SKPLN dapat diberikan paspor.
Babinkam Mabes Polri telah memberikan petunjuk
pengamanan pemulangan TKIB dan keluarganya ke Polda
terkait, dan akan mengembangkan model Polmas untuk
mengawasi pelabuhan tradisionil dan jalan tikus tempat
keluar-masuknya TKI ilegal di daerah perbatasan.
Ditjen Hubda, Dephub menyampaikan bahwa Dephub
membatasi diri lebih pada mengawasi kelaikan sarana
angkutan yang dipergunakan dalam pemulangan TKIB.
Untuk operasional transportasi sebagaimana yang
berlangsung selama ini, diharapakan dapat terus dikoordinir
oleh Depsos.
Sebagai kesimpulan dan tindak lanjut Satgas TK-PTKIB,
disampaikan oleh Pimpinan rapat koordinasi sebagai berikut:
a. Kementerian/lembaga yang memperoleh alokasi APBNP Tahun 2008, diharapkan berkonsultasi dengan Bagian Keuangan masing-masing agar anggaran yang ada dapat tersalurkan dalam sisa waktu yang ada (2-3 bulan).
b. Kementerian/lembaga diharapkan dapat memberikan petunjuk tentang penarikan anggaran APBNP Tahun 2008, dan juknis pelaksanaan kegiatan dalam rangka pemutihan dan pemulangan TKIB, serta penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan, pada rapat koordinasi Depdagri dengan Satgas Daerah hari Kamis tanggal 23 Oktober 2008 di Jakarta.
c. Depdagri diharapkan mengundang Staf Teknis Kemen-terian/lembaga anggota Satgas TK-PTKIB dalam rapat koordinasi Depdagri dengan Satgas Daerah hari Kamis tanggal 23 Oktober 2008 di Jakarta, untuk membahas secara intensif berbagai hal yang berkaitan dengan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 60
pelaksanaan dan teknis pemutihan TKIB, pemulangan TKIB, serta penempatan kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
d. Kemenko Kesra akan memfasilitasi kompilasi Juklak/ Juknis sektoral menjadi Juklak/Juknis Satgas TK-PTKIB secara keseluruhan.
11. Rapat koordinasi Satgas TK-PTKIB tingkat Pusat dan Satgas Daerah, serta Pemerintah Provinsi Asal TKIB (selektif) dilaksanakan tanggal 16 Desember 2008 di Kementerian Koordinator Bidang Kesra dalam rangka evaluasi pelaksanaan program pemutihan dan pemulangan TKIB dari Malaysia tahun 2008. Beberapa kesepakatan dan rencana tindak lanjut yang dihasilkan antara lain:
a. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tetap
diberlakukan sampai ditetapkannya kebijakan baru
mengenai penanganan TKIB dan Keluarganya dari
Malaysia, dan sebagaimana tertuang dalam Keppres
tersebut maka tujuan dari Keppres adalah untuk
meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada TKIB
sehingga dapat dipulangkan dengan selamat dan
bermartabat.
b. Perlu segera diterbitkan Petunjuk Pelaksanaan
Pemulangan TKIB yang disertai dengan Petunjuk Teknis
dari Kementerian/Lembaga terkait (Deplu, Ditjen
Imigrasi, Depdagri, Ditjen Adminduk, Depsos, Depkes,
Mabes Polri, BNP2TKI dan lain-lain). Juklak dan juknis
perlu segera di sosialisasikan dan didesiminasikan agar
semua pihak yang terkait dalam pelayanan pemulangan
TKIB dari Malaysia memahami dan dapat bersinergi
dalam menjalankan tugasnya.
c. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi periodik
terhadap efektivitas Satgas Daerah dalam kegiatan
pemulangan TKIB dari Malaysia. Hasil monitoring dan
evaluasi tersebut selanjutnya ditindak lanjuti dengan
pembenahan oleh Depdagri baik dalam hal organisasi,
tugas dan fungsi maupun penganggarannya.
d. Penganggaran yang terkait dengan operasional
pemutihan dan pemulangan TKIB tahun 2009, akan
diupayakan untuk mendapat dispensasi dari Departemen
Keuangan agar anggaran yang belum terserap di akhir
tahun 2008 dapat dibayarkan melalui anggaran
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 61
Kementerian/Lembaga pada tahun 2009, mengingat
fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa pemulangan
dapat terjadi sewaktu-waktu termasuk pada hari-hari
terakhir batas penyerapan anggaran.
e. Berbagai kegiatan Kementerian/Lembaga yang belum
teralokasikan dalam Anggaran Tahun 2009, seperti
Operasional Polmas, penanganan Kesehatan TKIB, dan
lainnya) akan diupayakan melalui APBN-P tahun 2009.
Untuk mengantisipasi pemulangan TKIB sebagai kejadian
yang bersifat darurat, perlu disiapkan adanya dana
tanggap darurat.
f. Khusus untuk Satgas Tanjung Priok, harus segera
dibentuk Satgas di tingkat Pemda (DKI Jakarta), namun
sebelum adanya SK Gubernur, maka penanganan
pemulangan TKIB di Tanjung Priok dibawah koordinasi
Departemen Sosial (sesuai dengan SK Menteri Sosial).
Legalitas dan kejelasan status Satgas Tanjung Priok
menjadi prioritas kegiatan, mengingat posisi Tanjung
Priok yang sangat strategis sebagai ”jendela” nasional.
g. Dengan adanya BNP2TKI, maka kegiatan koordinasi
pemulangan TKIB dari Malaysia yang dilakukan oleh
Kemenko Kesra atas dasar Keppres No. 106 Tahun 2004
merupakan program/kegiatan yang bersifat ad hoc
(sementara), yang berarti jika BNP2TKI telah siap untuk
menangani pemulangan TKIB maka kegiatan pemulangan
TKIB akan diserahterimakan sebagai bagian dari tugas
BNP2TKI.
h. Untuk menuntaskan masalah TKIB (khususnya dari
Malaysia), maka ke depan perlu dilakukan upaya
pencegahan terjadinya TKIB, antara lain dengan kegiatan
sosialisasi mengenai prosedur menjadi TKI yang benar
dan aman, peningkatan sistem pengawasan dan
pencegahan TKI ilegal yang melibatkan masyarakat dan
aparat khususnya di daerah perbatasan.
i. Kerjasama BNP2TKI dengan Pemerintah Kota Tanjung
Pinang, Propinsi Kepulauan Riau untuk penempatan
kembali TKIB menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan perlu dikembangkan ke daerah
entry point lainnya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 62
Berdasarkan data Departemen Sosial dan dari Satgas PTKIB
Daerah, sepanjang tahun 2008 jumlah TKIB/PMBS yang
dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di seluruh Indonesia dan
dilaporkan ke Pusat sebanyak 42.133 orang.
Gambar 7. Pemulangan TKI Bermasalah (TKIB)/
Pekerja Migran Bermasalah Sosial
(PMBS) Tahun 2004-2008.
Jumlah tersebut belum termasuk TKIB/PMBS yang pulang ke
tanah air di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena
pulang ke Indonesia melalui pelabuhan dan lorong-lorong
tradisionil yang banyak terdapat di daerah perbatasan Sumatera
Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan dan Sulawesi Utara.
F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pemulangan TKIB
dari Malaysia dilaksanakan secara terpadu lintas sektor maupun
secara sendiri-sendiri ke daerah entry point dan provinsi asal
TKIB Indonesia, serta ke negara tujuan yaitu Malaysia dan juga
ke Filipina terkait dengan penanganan masalah PATI asal Filipina
di Sabah, Malaysia. Laporan pemantauan dan evaluasi ke
beberapa daerah, sebagian sudah disampaikan dalam rapat-rapat
koordinasi yang diselenggarakan.
Tahun 2004-2008
2004 2005 2006 2007 2008
356,256
170,585
30,604 36,315 42,133
0
100,000
200,000
300,000
400,000
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 63
1. Medan, Belawan, Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara dengan 25 kabupaten dan 8 kota,
dan terbagi menjadi 325 kecamatan, berpenduduk 11.4 juta
(2007) yang berarti kepadatan penduduknya hanya 165
jiwa/km2. Sejumlah 5,1 juta angkatan kerja yang ada
terserap terutama di usaha mikro kecil (99,80%) dan hanya
0,20% yang bekerja di usaha besar. Sebagian besar
pendidikan pekerja adalah SD (48,96%), SLTP (23%), SLTA
(24,08%) dan hanya 3,95% lulusan perguruan tinggi.
Para pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan di
dalam negeri pergi mengadu nasib ke luar negeri, khususnya
Malaysia yang merupakan negara terdekat dari Sumatera
Utara. Selain sebagai daerah asal tenaga kerja, Provinsi
Sumatera Utara juga berfungsi sebagai daerah transit,
daerah perekrutan dan daerah embarkasi TKI ilegal yang
berasal dari seluruh Indonesia, berangkat melalui pelabuhan
Belawan dengan tujuan ke Malaysia. Banyak di antaranya
yang juga pulang melalui Provinsi Sumatera Utara. Tahun
2002, sejumlah 23.648 orang pulang melalui Belawan, tahun
2003 menurun menjadi 13.003 orang, dan tahun 2004
menjadi 12,906 orang, yang terdiri dari TKI ilegal dan legal.
Tahun 2007, jumlah TKI yang pulang hanya 97 orang (hanya
5 orang laki-laki), dan tahun 2008 (sampai dengan Oktober)
sejumlah 88 orang (hanya 1 orang laki-laki). Untuk TKIB
atau yang ilegal atau tidak berdokumen, kepulangannya
tidak tercatat, karena keterbatasan SDM di Pos Pengendalian
Kepulangan TKI (POSDAL), dan memang tidak ada
penugasan untuk itu.
Koordinasi antar Dinas terkait memang tidak berjalan
dengan baik karena selama tiga tahun terakhir ini tidak
dibentuk Satgas Penanganan TKIB dari Malaysia. Berdasar-
kan SK Gubernur Sumatera Utara No. 560/298/Tahun 2007
tentang Pembentukan Tim Pengendalian Pemberangkatan
dan Pemulangan TKI di Pelabuhan Belawan dan Bandara
Polonia Medan yang diperbaharui dengan SK Gubernur No.
560.05/1436-K/tahun 2008, Tim Koordinasi yang diketuai
Asisten III dan terdiri dari Kepala Dinas terkait, Petugas
POSDAL di Belawan dan Polonia, dan Satgas Penertiban dan
Penindakan, hanya menitik beratkan pada penanganan TKI
legal sesuai dengan UU No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (PPTKLN).
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 64
Tim tersebut yang didukung APBN (BNP2TKI), bertugas
mengkoordinir unsur terkait untuk kelancaran pelaksanaan
tugas operasional pelayanan pemberangkatan dan
pemulangan TKI serta penanganan sanksi hukum terhadap
pelanggaran yang ditemukan di POSDAL. Dimulai sejak
dibentuknya BNP2TKI tahun 2006 dan BP3TKI dibawah
koordinasi Tim tersebut, maka pendataan TKI sepenuhnya
ditangani BP3TKI sehingga Disnakertrans tidak bertanggung
jawab lagi, terlebih karena hal tersebut juga tidak didukung
oleh adanya pos pendanaan yang mencukupi.
Dengan koordinasi seperti itu, kepulangan TKIB menjadi
tidak terpantau. Walaupun demikian, Posdal Belawan
meyakini bahwa kepulangan TKI ilegal/TKIB dari Malaysia
jumlahnya jauh lebih besar dari yang legal, terindikasi dari
semakin sedikitnya jumlah kapal yang membawa kepulangan
TKI legal yang merapat di Belawan. Jika sebelumnya 2 kali
sehari dengan jumlah penumpang 150 orang per kapal,
sekarang yang rutin tinggal satu kapal sehari dengan
penumpang rata-rata hanya 50 orang per kapal, dan pada
hari tertentu (hari besar dan hari libur) merapat dua kapal
tetapi dengan jumlah penumpang yang sangat sedikit.
Diperkirakan kepulangan TKIB dari Malaysia ke Sumatera
Utara menumpang kapal-kapal tidak resmi, dan sering
terjadi kecelakaan yang bahkan menyebabkan terjadinya
korban jiwa. Pemulangan jenazah korban dan penanganan
TKIB lainnya sangat memberatkan POSDAL karena dukungan
biaya dari BNP2TKI yang terbatas alokasinya hanya untuk
TKI resmi legal prosedural sesuai UU No. 39 Tahun 2004,
tidak mencukupi selain karena banyaknya jumlah TKIB,
mereka sering membutuhkan layanan kesehatan dan
bantuan pemulangan ke daerah asalnya.
Sudah tiga tahun terakhir POSDAL Belawan tidak menerima
dana operasional sehingga menyulitkan kerja POSDAL
karena sering terjadi TKIB yang pulang bukan penduduk
Sumatera Utara tapi dari Jawa, Aceh, NTB atau provinsi
lainnya di Indonesia Timur. Tidak jarang mereka dalam
keadaan sakit atau stres, dan pada umumnya adalah
perempuan. Untuk menghadapi kondisi seperti ini POSDAL
sering meminta bantuan kepada Kepolisian atau Biro
Pemberdayaan Perempuan untuk membantu menangani.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 65
Untuk biaya transportasi seringkali petugas harus merogoh
kantung sendiri atau patungan untuk pemulangan TKIB ke
daerah asalnya. Banyak pula korban yang harus pulang ke
daerah asalnya di luar wilayah Sumatera Utara, tidak dapat
menunjukkan surat dari Konjen RI. Hal tersebut menyulitkan
pemulangan karena tanpa adanya bukti tersebut, Dinas
Sosial hanya dapat memulangkan sesuai dengan prosedur
pekerja migran dengan biaya Rp 150,000,- dan karena
perjalanannya antar provinsi, memerlukan waktu lama dan
melelahkan padahal mereka sudah tidak memiliki apa-apa.
Dana permakanan dan kesehatan bagi TKIB yang
memerlukan perawatan, sering kali Dinas terkait tidak
bersedia membantu.
Sangat diperlukan adanya Satgas Pemulangan TKIB
sebagaimana diarahkan Surat Edaran Mendagri tanggal 24
Oktober 2004. Satgas PTKIB ini, dengan sumber pendanaan
yang berbeda, dapat secara sinergi bekerjasama dengan Tim
Pengendalian Pemberangkatan dan Pemulangan TKI di
Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia Medan yang ada.
Untuk itu diperlukan adanya Petunjuk Pelaksanaan yang
jelas mengatur pembagian tugas lintas sektoral di daerah.
2. Pekanbaru, Dumai, Provinsi Riau
Provinsi Riau secara geogafis letaknya berdekatan dengan
negara tetangga Singapura dan Malaysia, sehingga banyak
pencari kerja yang berangkat mencari kerja ke negeri
tersebut melalui dua pelabuhan embarkasi di Provinsi Riau,
yaitu Pelabuhan Sungai Duku di Pekanbaru dan Pelabuhan
Dumai di Kota Dumai.
Pemulangan TKIB dari Malaysia juga melalui Provinsi Riau,
terutama pada tahun 2004 dan 2005 ketika banyak TKIB
melalui program amnesti kembali pulang melalui Dumai dan
Pekanbaru. Dalam rangka itu, dibentuk Satgas PTKIB di
Pekanbaru dan Dumai, namun karena ternyata banyak di
antara TKIB tersebut merupakan penduduk yang bukan
berasal dari Riau, sementara dukungan APBN sangat
terbatas dan tersendat, Satgas PTKIB menjatakan keberatan
kepulangan TKIB melalui Dumai. Namun tidak dapat
dibendung terjadinya kepulangan TKIB melalui Dumai dan
Pekanbaru.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 66
Tahun 2005, terdapat 75 orang TKIB yang berasal dari
Sumatera, Jawa, NTB dan NTT yang pulang melalui Riau;
tahun 2006 sejumlah 34 orang TKIB yang berasal dari
Sumatera dan Jawa, dan tahun 2007 sejumlah 18 orang
TKIB yang berasal dari Sumatera dan Jawa Barat.
Pemerintah Provinsi Riau menyarankan agar diaktifkan
kembali Satgas PTKIB melalui pengaturan keanggotaan
sesuai dengan perkembangan yang ada. Namun untuk
operasional Satgas PTKIB, perlu didukung dengan APBN
sehingga Satgas Daerah dapat bekerja dengan optimal.
Bantuan permakanan perlu ditingkatkan dan penampungan
dilengkapi dengan berbagai sarana prasarana yang dapat
dipergunakan untuk upaya pemberdayaan TKIB selama
berada di penampungan.
3. Tanjungpinang, Batam, Tanjungbalai Karimun,
Provinsi Kepulauan Riau
Tanjungpinang adalah pelabuhan terdekat ke Johor Bahru Malaysia yang sejak tahun 2008 dijadikan sebagai sentra penampungan Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) asal Indonesia yang tadinya tinggal di wilayah Semenanjung Malaysia, dan terkena razia Pemerintah Malaysia. Sebelum dideportasi ke Indonesia, TKIB ditampung di detention center atau dalam penjara di Johor Bahru.
Untuk menerima para deportan Indonesia dari Malaysia, Pemerintah Kota Tanjungpinang membentuk Satgas dan Pos Koordinasi (Posko) PTKIB melalui Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial Kota Tanjung Pinang Nomor. 20a Tahun 2008. Satgas ini beranggotakan 30 orang yang terdiri dari Koordinator Lapangan dan 29 anggota dari pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Sosial (7 orang), KP3 Pelabuhan Tanjung Pinang (3 orang), Kantor Kesehatan Pelabuhan (4 orang), Satpol PP Tanjung Pinang (4 orang), Dinas Perhubungan Tanjung Pinang (4 orang), Intel Polres Tanjung Pinang (3 orang), Pimpinan Puskesmas Sei-Jang, Pimpinan Puskesmas Batu X dan Pimpinan Puskesmas Pancur, dengan tugas:
a. mendata kedatangan para TKI Bermasalah yang dideportasi
dari Negara Malaysia ke Kota Tanjung Pinang.
b. memberi pelayanan mulai dari kedatangan, di penampungan
sementara dan pemulangan TKI Bermasalah (TKIB) tersebut
ke daerah asal secara terpadu, terkoordinasi sesuai Tupoksi
Dinas/Instansi masing-masing.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 67
c. mengkoordinir ketertiban, keamanan dan kelancaran pada
saat kedatangan/pemulangan di pelabuhan Tanjung Pinang
dan Kijang serta selama berada di dalam penampungan
sementara.
d. mempersiapkan angkutan untuk menuju ke tempat
penampungan sementara bagi TKI Bermasalah yang
dideportasi maupun saat pemulangan ke daerah asalnya.
e. memantau dan melayani kesehatan TKI Bermasalah, baik di
Pelabuhan maupun di tempat penampungan sementara.
f. mengatur ketertiban dan keamanan lokasi daerah pelabuhan
dan penampungan sementara dari gangguan pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab.
g. melindungi, mencegah, dan menanggulangi agar tidak terjadi
efek sosial lainnya yang ditimbulkan akibat keberadaan TKI
Bermasalah dari Malaysia selama berada di tempat
Penampungan Sementara.
h. melakukan koordinasi dengan Satgas TKI Bermasalah
debarkasi Kota lainnya untuk penanganan pemulangan TKI
Bermasalah ke daerah tujuan.
i. mencegah pengambilan TKI Bermasalah oleh pihak yang tidak
berkepentingan, calo/tekong atau pihak-pihak yang mengaku
keluarganya.
j. untuk pengananan pemulangan TKI-B dan Keluarganya dari
Malaysia maka Satgas dapat menunjuk staf Sekretaris dan
petugas jaga berdasarkan masukan dari Dinas/Instansi terkait
serta mengatur jadwalnya.
Berdasarkan observasi Satgas PTKIB Tanjungpinang, terjadinya TKIB dapat disebabkan oleh beberapa hal yang secara umum adalah: (1) migran yang memasuki negara tanpa paspor atau tidak melalui pos pengawasan imigrasi; (2) migran yang masuk secara legal, tetapi melebihi waktu tinggal visanya (3) migran yang masuk secara legal tetapi menyalahgunakan visanya, seperti misalnya bekerja dengan menggunakan visa wisata.
Permasalahan pokok yang menyebabkan TKI kemudian menjadi TKIB antara lain adalah: dokumen jati diri asli tapi palsu; pungutan liar; sertifikat pelatihan, uji kesehatan, uji kompetensi yang dipalsukan; asuransi tidak dibayarkan sesuai ketentuan dan tidak langsung kepada TKI tetapi melalui PPTKIS; proses penampungan di luar ketentuan dan tidak manusiawi; penempatan yang tidak terkoordinasi dan tidak termonitor; majikan yang tidak memenuhi perjanjian kerja/tidak membayar gaji; penganiayaan, pelecehan seksual; bekerja ilegal/overstay; saat pemulangan menjadi
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 68
korban pemerasan/pemerkosaan/pembunuhan; kurang optimalnya manajemen pelayanan pemberangkatan dan pemulangan di embarkasi dan debarkasi.
Gambar 8. Peninjauan Satgas TK-PTKIB di
Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Berkaitan dengan masalah TKIB dan operasional penanganan dan pemulangan TKIB, ditemukan hal-hal sebagai berikut:
a. Adanya standar ganda dari pihak Malaysia, dan pihak Malaysia memanfaatkan kondisi ketidakberdayaan Indonesia dan cenderung merendahkan martabat bangsa Indonesia.
b. Jumlah petugas di pelabuhan terbatas, utamanya di pelabuhan dan shelter penampungan, sementara kedatangan TKIB terjadi hampir setiap minggu sehingga pelayanan yang diberikan kurang maksimal.
c. Menaikkan TKIB ke kapal seharusnya disertai dengan Berita Acara, sementara Satgas tidak ada kerjasama dengan pihak PELNI karena kerjasama yang ada adalah pihak PELNI dengan Departemen Sosial.
d. Sering ditemui data TKI yang tidak benar dari daerah pengirim, sehingga menyulitkan Satgas PTKIB untuk menindaklanjuti.
e. Pengamanan di kapal yang kurang maksimal, sehingga sering ditemui TKIB yang turun di jalan. Dan salah satu penyebabnya adalah sulitnya membedakan antara penumpang reguler dengan TKIB, kondisi ini juga menyebabkan selisih antara data yang ada di manifes dengan realitas TKIB yang datang.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 69
f. Kurangnya koordinasi antara Satgas Tanjung Pinang sebagai daerah debarkasi dengan daerah embarkasi, sehingga terkesan saling menyalahkan satu sama lain.
g. Belum adanya petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk pelaksanaan dari masing-masing sektor, kondisi ini menjadikan masing-masing berjalan sesuai dengan tupoksinya meskipun sudah diatur dalam fungsi dan tugas Satgas. Misalnya Juknis dan Juklak di bidang kesehatan belum ada petunjuk dan blanko pelaporan dari pusat, meskipun dalam pelaksanaannya memanfaatkan fasilitas kesehatan di pelabuhan, Puskesmas, dan RS Daerah Tanjung Pinang dan Rumah Sakit Rujukan di Batam maupun Pekanbaru.
h. Terbatasnya biaya operasional dalam rangka penanganan TKIB di masing-masing instansi terkait, kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja petugas di lapangan.
i. Adanya kecenderungan perekrutan oleh calo/tekong di kapal, hal ini yang perlu diwaspadai dan diantisipasi.
j. Recycling yang masih terkendala adanya aturan-aturan, utamanya adalah Undang-undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang terkait dengan Surat Pindah ke Luar Negeri.
k. Tidak ada penanggungjawab kesehatan di kapal.
Selama tahun 2008 (Januari–September), TKIB dan keluarganya yang dipulangkan dari Johor Bahru Malaysia dan yang masuk ke Tanjungpinang, berjumlah 27.437 orang. Berdasarkan surat dari Perwakilan RI di Johor Bahru, telah diberangkatkan sebanyak 29.162 orang TKI deportan, namun sejumlah 1.889 orang batal diberangkatkan sehingga yang masuk ke Tanjungpinang sebanyak 27.273 orang. Di luar itu, terdapat 164 orang TKIB non deportan dari Malaysia yang masuk ke Tanjungpinang.
Dari jumlah kedatangan TKIB di Tanjungpinang tersebut, seluruhnya telah dipulangkan ke daerah asalnya menggunakan kapal Pelni ke daerah tujuan masing-masing, terbanyak ke Tanjungpriok (11.907), Tanjungperak (8.105), Dumai (3,784), Batam (1.582), Tanjungpinang (1.408), Tanjungbalai Karimun (300), dan sisanya ke Buton, Bengkalis, Selat Panjang, Kuala Tungkal, Tanjung Samak dengan besaran rata-rata kurang dari 100 orang.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 70
Tabel 3. Kedatangan TKIB dan Keluarganya di Tanjungpinang, Januari-September 2008.
TKIB Malaysia TKIB Tanjungpinang Jumlah
Bulan Laki-
laki
Perem-
puan Jumlah
Laki-
laki
Perem-
puan Jumlah
Laki-
laki
Perem-
puan Jumlah
Januari 2.028 798 2.826 23 1 24 2.051 799 2.850
Pebruari 1.739 663 2.402 25 1 26 1.764 664 2.428
Maret 1.393 535 1.928 4 4 8 1.397 539 1.936
April 2.417 845 3.262 23 9 32 2.440 854 3.294
Mei 2.368 843 3.211 7 14 21 2.375 857 3.232
Juni 1.961 1.005 2.966 - 4 4 1.961 1.009 2.970
Juli 2.096 732 2.828 2 18 18 2.098 748 2.846
Agustus 2.842 1.061 3.903 8 22 22 2.850 1.075 3.925
September 2.714 1.233 3.947 - 9 9 2.714 1.242 3.956
Jumlah 19.558 7.715 27.273 92 72 164 19.650 7.787 27.437
Sumber: Satgas PTKIB Kota Tanjungpinang, 2008
Untuk meningkatkan pelayanan dalam rangka pemberian perlindungan kepada WNI/TKI Bermasalah dan keluarganya, diperlukan penguatan kerja Satgas PTKIB, baik dari Pemerintah Kota Tanjung Pinang maupun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melalui pembentukan Satgas PTKIB tingkat provinsi. Provinsi Kepulauan Riau adalah provinsi yang baru terbentuk sehingga Satgas PTKIB tingkat provinsi belum ada sementara Satgas PTKIB Kota Tanjungpinang sudah lebih dahulu terbentuk.
Keberadaan shelter/rumah singgah yang ada pada Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi Kepulauan Riau di Kota Tanjung Pinang yang digunakan untuk korban perdagangan orang, kiranya dapat dimanfaatkan untuk penampungan sementara TKIB dan keluarganya.
Sementara untuk pengawalan TKIB yang diangkut melalui transportasi kapal dari pelabuhan Tanjungpinang menuju pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, diperlukan adanya Satgas Pusat yang diserahkan di Bawah Kendali Operasi (BKO)-kan Satgas PTKB Tanjungpinang. Untuk itu diharapkan, agar segera disusun Juklak dan Juknis oleh Satgas TK-PTKIB guna memudahkan koordinasi dan mekanisme operasional serta dukungan anggaran di tingkat lapangan. Juklak/Juknis perlu disosialisasikan secara intensif oleh instansi terkait, agar dapat meminimalisasi terjadinya TKI Bermasalah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 71
Pemerintah Kota Batam dari sejak tahun 2004 telah berpartisipasi dalam penanganan dan pemulangan TKIB melalui debarkasi Batam yang datang melalui 2 titik entry point, yaitu Pelabuhan Ferry International Batam Center dan Nongsa Batam. Namun sejak pendeportasian TKIB diarahkan ke Tanjungpinang, Batam lebih banyak menerima pemulangan korban perdagangan orang dari Malaysia, yang modus operandinya disamarkan melalui pengiriman tenaga kerja.
Untuk menampung korban, Pemerintah Kota Batam membangun shelter di Sekupang, yang setiap bulannya selalu terisi, selain menerima dari Perwakilan RI Johor Bahru, juga menampung korban karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tindak kriminal lainnya di Batam.
Salah satu masalah yang terjadi di Batam adalah keluar masuknya pekerja migran ilegal melalui pelabuhan tradisionil yang banyak terdapat di Batam dan pulau-pulau lainnya di Provinsi Kepulauan Riau.
Gambar 9. Pos LSM Gerakan Anti Trafficking (GAT)
di Teluk Mata Ikan Batam, tempat
berlabuhnya perahu pengangkut pekerja
migran ilegal dari Malaysia.
Gerakan Anti Trafficking (GAT) Batam adalah salah satu LSM yang selama dua tahun terakhir telah memberikan pendampingan kepada para pekerja migran yang kembali secara non prosedural melalui Teluk Mata Ikan di Batam, yaitu salah satu tempat berlabuhnya perahu pengangkut pekerja migran ilegal dari Malaysia. GAT Batam mengharapkan agar dapat bekerjasama secara lebih erat dengan Pemerintah Batam, Pemerintah Provinsi Kepulauan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 72
Riau, dan Pemerintah Pusat agar penanganan pelabuhan tradisionil seperti Teluk Mata Ikan dan beberapa pelabuhan tradisionil lainnya, dapat lebih efektif mencegah terjadinya penyelundupan manusia yang berpotensi terjadinya penyelundupan senjata, narkoba dan pelaku terorisme. GAT Batam telah menjalin kerjasama dengan Polresta Barelang Batam, yang sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi model Polmas di daerah perbatasan.
Kabupaten Karimun yang terletak di antara Batam,
Singapura dan Malaysia, dapat ditempuh dari temapt-tempat
tersebut hanya dalam waktu kurang dari satu jam melalui
jalan laut. Untuk penerimaan dan pemulangan TKI
Bermasalah dari Malaysia, Kabupaten Karimun telah
membentuk Satgas PTKIB, dengan pembagian tugas:
1) Dinas Tenaga Kerja menampung TKI bermasalah dan memberikan pelatihan keterampilan di tempat penampungan (Shelter)
2) Dinas Sosial memberikan bantuan makanan selama berada di penampungan.
3) Dinas Perhubungan memberikan bantuan angkutan bagi TKI yang akan pulang ke daerah asal.
4) Dinas Kesehatan memberikan bantuan kesehatan bagi TKI yang memiliki kesehatan kurang baik atau penyakit lainnya.
5) Pemda setempat membantu menyediakan sarana dan prasarana dan mengkordinir masing-masing Dinas.
Gambar 10. Koordinasi Satgas PTKIB Tanjung
Balai Karimun.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 73
Pada tahun 2008, Satgas PTKIB Karimun telah membantu
penanganan dan pemulangan 288 orang TKIB. Akan tetapi
pemulangan tersebut hanya berlangsung selama bulan
Januari-Agustus, sementara pada bulan September-
Desember 2008 tidak ada pemulangan TKIB melalui Tanjung
Balai Karimun. Pada masa itu, tidak ada komunikasi antar
Satgas PTKIB yang ada di Tanjung Pinang, Batam dan Riau
sehingga tidak ada pemulangan TKIB melalui Karimun.
Diperlukan adanya koordinasi melalui Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau agar ketiga Satgas PTKIB yang ada di
Provinsi Kepulauan Riau dapat saling mendukung dalam
memberikan layanan kepada TKIB dan keluarganya yang
memerlukan.
4. Provinsi Lampung
Propinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang juga banyak warganya yang bekerja di luar negeri khususnya Malaysia, namun pendataannya tidak tercatat degan baik, hanya berdasarkan laporan dari beberapa Cabang PPTKIS yang berada di Lampung dan mau melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi setempat.
Calon TKI biasanya direkrut oleh calo langsung dari desa tempat tinggalnya, dan diproses melalui PPTKIS dengan dokumen menyesuaikan menurut keberadaan PPTKIS.
Calon TKI asal Lampung sewaktu berangkat jarang atau bahkan tidak melapor, tetapi bila mendapat masalah di luar negeri atau dideportasi barulah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi direpotkan, yang diistilahkan: ”pergi secara diam-diam bila ada masalah teriak-teriak minta bantuan”. Apalagi bila ada pemulangan jenazah, Dinas harus menjadi penanggung jawab untuk mengantarkan jenazah ke desa asalnya bersama dengan polisi, dan beberapa kali harus menghadapi kemarahan keluarga.
Sejak dibentuknya BNP2TKI dan BP3TKI di Lampung, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak bertanggung jawab dengan pengiriman TKI keluar Negeri, dan PPTKIS yang mengirim TKI diwajibkan melaporkan ke Dinas setempat. Untuk mengetahui permasalahan dan pendataan TKI yang pergi dan pulang, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lampung juga tidak memiliki anggaran, sehingga data hanya sepihak berdasarkan laporan saja.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 74
BP3TKI untuk wilayah Lampung saat ini belum berdiri sendiri
masih berada di Palembang Sumatera Selatan, jadi calon TKI
yang akan ke Malaysia biasanya melalui Palembang, tetapi
ada juga yang lewat Tangerang atau Batam, dan ini
termasuk dalam melengkapi dokumen yang diperlukan.
5. Pontianak, Entikong, Provinsi Kalimantan Barat
Satgas Penanganan TKIB yang seharusnya berada di
Entikong sebagai entry point, karena lokasinya baik ke
Sanggau maupun ke Pontianak sama jauhnya, maka
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memutuskan Satgas
PTKIB berada di Provinsi saja agar mudah pelaksanaan
koordinasinya, dan membentuk Tim Satgas dan Tim
Koordinasi Penanganan TKIB dengan SK Gubernur Nomor
289 dan Nomor 178 tahun 2008.
Ketua Satgas PTKIB adalah Assisten Dua Sekda Provinsi
Kalimantan Barat, dengan anggota Dinas terkait yang
menangani TKIB seperti Disnakertrans, Dinsos, Dinkes,
Dishub, Kumham, BP3TKI dan Biro terkait di Pemeintah
Provinsi Kalimantan Barat.
Anggota Satgas yang berada di Entikong hanya BP3TKI, Polri
dan Imigrasi, namun bukan berarti penanganan dan
pemulangan TKI tidak dilakukan dengan baik, pemulangan
selalu didahului dengan surat dari Konjen RI ke Satgas di
Pontianak sehingga jajaran Satgas akan menyiapkan diri
dalam penanganan berikutnya. Dinas Sosial dalam
penanganan TKIB di perbatasan bekerjasama dengan LSM
Antar Bangsa binaan Depsos dan berkoordinasi dengan LSM
di Pontianak yang akan menerima TKIB sesuai dengan kasus
masing-masing.
Seperti kasus yang terjadi pada PRT yang dianiaya majikan
di Miri dan mengakibatkan cacat tetap (tidak bisa berjalan)
dan ditinggal di RS Miri, korban bernama Myt, asal dari Jawa
Tengah, usia 19 tahun. Korban setelah diambil Konjen RI
dari Rumah Sakit kemudian dipulangkan dan diterima oleh
LSM Antar Bangsa di Entikong, dan selama di Pontianak
sambil menunggu jadwal kapal dititipkan ke LSM Hanura dan
oleh Dinas Sosial kemudian diantar ke Pelabuhan dan
dipulangkan ke daerah asal melalui Tanjung Priok, Jakarta.
Kondidi pasien harus dibantu untuk naik dan turun kapal
termasuk untuk ke kamar mandi mandi, sehingga tidak
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 75
mungkin di klas ekonomi karena perlu perawatan selama
dalam perjalanan. Hal tersebut tidak dibenarkan oleh POLRI
karena seharusnya Dinas Sosial juga berada disana.
Bersamaan dengan kepulangan Myt terdapat 4 orang TKIB yang dipulangkan ke NTB semuanya laki-laki. Menurut keterangan, mereka berombongan di Kuching dan oleh Konjen RI diserahkan ke perwakilan Satgas di perbatasan Entikong. Namun dari sekian banyak orang, hanya mereka berempat yang pulang keluar dari Pontianak lainnya punya saudara di Entikong dan sekitarnya. Mereka dititipkan ke kendaraan angkutan dan melapor sendiri di Dinas Sosial untuk mendapatkan bantuan pemulangan ke daerah asalnya.
Kendala yang dihadapi Satgas PTKIB saat ini adalah pembiayaan TKI yang sakit, karena Dinas Kesehatan tidak ada dana untuk itu terutama bagi TKI yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Tidak ditempatkannya Satgas di Entikong karena sarana gedung tidak ada, saat ini penampungan TKI menggunakan gedung BLK yang semula mempunyai fungsi untuk pembekalan akhir sebelum pemberangkatan/masuk ke Malaysia.
Pihak keamanan/Polri sudah mengetahui adanya PPTKIS yang nakal termasuk calo yang sering melakukan daur ulang TKI di Entikong/Kalimantan Barat dan sekitarnya, namun hal tersebut sulit untuk memberantasnya, karena keberadaan TKI memberikan keuntungan banyak pihak. Diharapkan PPTKIS yang menempatkan TKI juga sedapat mungkin memantau selama bekerja dan menjemputnya waktu selesai kontrak. Hal tersebut menjadi tanggung jawab Disnakertrans dan BP3TKI untuk menanganinya bersama dengan Polri.
6. Nunukan, Tarakan, Provinsi Kalimantan Timur
Satgas PTKIB Nunukan dibentuk melalui Keputusan Bupati
Nunukan No. 591 Tahun 2008 tanggal 6 Juli 2008 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan Tenaga Kerja
Indonesia dan Warga Negara Indonesia Bermasalah di
Kabupaten Nunukan (Satgas PTKI/WNIB).
Pemulangan TKIB dari Tawau, Malaysia ke Nunukan bisa
lebih cepat (satu jam) karena melewati jalur tradisionil (jalur
internasional harus memutari Pulau Sebatik) sebagai hasil
lobby dengan Badan Kebangsaan Malaysia.
Tempat penampungan Nunukan (BP3TKI, Rusunawa, barak,
dan lain-lain) mencapai kapasitas 10.000 orang, yang
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 76
diperkirakan mampu menampung deportan WNI yang
dipulangkan, asal tidak seluruh TKIB dipulangkan secara
sekaligus.
Kebijakan KTP “Putih” yang selama ini diberlakukan
Pemeritah Kabupaten Nunukan dimaksudkan untuk
menghindari penumpukan deportan WNI di Nunukan, dan
rencananya akan diperkuat dalam bentuk Peraturan Daerah
(Perda) sehingga memiliki kekuatan hukum yang pasti.
Untuk operasional Satgas PTKIB, diperlukan dana darurat dari Pusat, karena reimbursement prosesnya terlalu lama. Sementara dana operasional Satgas yang sudah turun, mohon dapat segera dicairkan.
Dalam rangka meningkatkan pengawasan lalu lintas kelautan, Pangkalan AL di Nunukan memerlukan adanya kapal patroli yang kuat.
Dilaporkan bahwa di Nunukan ada perkebunan kelapa sawit,
dan banyak TKIB yang minta dipekerjakan di kebun tersebut,
tetapi banyak yang tidak kerasan dan ingin kembali kerja di
Malaysia.
Gambar 11. Koordinasi Satgas PTKIB Nunukan
serta peninjauan Polmas dan
pembangunan pondok pesantren di
Sebatik, Nunukan.
Diperoleh informasi dari Nunukan bahwa dari 160 WNI/TKIB
yang dideportasi tanggal 19 September 2008 ke Nunukan,
tidak seorangpun yang masuk ke penampungan Satgas,
karena sudah ditampung oleh saudaranya. Dilaporkan
berdasarkan pengalaman sebelumnya, bahwa hanya
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 77
WNI/TKIB yang menderita sakit, yang mau masuk ke
penampungan untuk mendapatkan layanan kesehatan dari
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)/Satgas.
KKP/Dinas Kesehatan memerlukan tambahan peralatan kesehatan, dan petunjuk pemberian layanan kesehatan kepada TKIB karena tidak bisa menggunakan Jankesmas.
Polres setempat mendukung TR Babinkam Mabes Polri dan menunggu petunjuk selanjutnya tentang Polmas di perbatasan.
Pemerintah Kota Tarakan telah mempersiapkan diri meng-antisipasi seandainya terjadi overload pemulangan TKIB di Nunukan. Tahun 2005, Tarakan pernah masuk sebagai Satgas PTKIB, tetapi kemudian non-aktif karena tidak ada lagi TKIB yg dipulangkan melalui Tarakan.
Gambar 12. Universitas Borneo Tarakan, terbuka
bagi pendidikan lanjutan anak TKI.
Pemerintah Kota Tarakan menyatakan siap membantu TKIB yang pulang melalui Tarakan, ada atau tidak ada standby loan/dana dari Pusat. Tarakan menyatakan sebagai Standby Satgas, mengantisipasi jikalau ada limpahan dari Nunukan dalam hal terjadi overload.
Kebijakan Walikota Tarakan tidak mengijinkan ada PJTKI (Cabang), jika mau mendirikan harus sebagai Pusat. Dalam hubungan ini, Walikota Tarakan mengusulkan perlunya kebijakan Pemerintah Pusat agar di perbatasan PJTKI-nya harus berstatus “Pusat”, karena sebagai cabang sering melempar tanggungjawab.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 78
Perlu approach dan kerjasama dengan Pemerintah Sabah,
dalam hal terjadi penumpukan jumlah deportasi TKIB,
sebagian hendaknya dialihkan deportasinya ke Tarakan.
Perlu dibangun koordinasi dan komunikasi antara Perwakilan
RI Tawau, Satgas Nunukan dan Pemkot (Satgas) Tarakan.
7. Pare-Pare, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan
Perubahan kelembagaan di lingkungan Kota Pare-Pare
berpengaruh terhadap kinerja Satgas PTKIB, mengingat
bahwa selama ini Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan
Kesejahteraan Sosial terwadahi dalam satu dinas. Sekarang
kembali dipisah menjadi Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga
Kerja dan Kependudukan. Kondisi ini menjadikan
penanganan dan pemulangan TKIB dari Malaysia menjadi
tidak optimal. Tahun 2009 direncanakan akan ada
restrukturisasi Satgas PTKIB di Pare-Pare dengan Dinas
Tenaga Kerja dan Kependudukan menjadi leading sektor.
Rata-rata jumlah TKIB yang datang dari Nunukan Propinsi
Kalimantan Timur ke Pelabuhan Pare-Pare kurang lebih 10 –
20 orang per hari. Oleh karena sifatnya ilegal, maka bukan
dianggap sebagai TKI tetapi sebagai penduduk sehingga
menjadi tanggung jawab Dinas Sosial. Hal ini yang sering
menjadi tarik menarik antar instansi, dan mempertanyakan
siapa yang bertanggung-jawab. Sementara yang terkait
dengan TKI yang bersifat legal, menjadi tanggung jawab
Dinas Tenaga Kerja.
Di masing-masing sektor di lingkungan lembaga/instansi Kota Pare-Pare memiliki ketentuan masing-masing, sementara penanganan TKI sudah mendesak. Misalnya masalah angkutan untuk pemulangan oleh Dinas Perhubungan, seringkali persyaratannya berbelit-belit sehingga sering mengalami penundaan bahkan anggota Satgas PTKIB harus mengeluarkan dana pribadi; Kurangnya dukungan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Selatan, sehingga ketika TKIB dikembalikan ke daerah asal pihak daerah asal seolah-olah lepas tangan.
Pemerintah Kota Pare-Pare berasumsi bahwa tidak ada
penduduk Kota Pare-Pare yang menjadi TKI, tetapi
mendapatkan masalah ketika TKI dipulangkan dari Malaysia.
Di samping itu, untuk memulangkan TKI Bermasalah dan
Keluarganya ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi Selatan,
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 79
jaraknya relatif jauh sementara dana yang tersedia terbatas
karena untuk pemulangan antar kabupaten tidak
mendapatkan dana dari Pusat.
Kesulitan lainnya yang dialami Satgas PTKIB adalah tidak
adanya Surat Pengantar, baik dari Konsul maupun dari
Pemerintah Kabupatan Nunukan/Satgas Nunukan.
Kurangnya koordinasi antara Satgas Kota Pare-Pare dengan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, kondisi ini menjadikan
tidak kondusifnya penanganan Pemulangan TKI Bermasalah
dan Keluarganya dari Malaysia karena sering terjadi salah
pengertian.
Diperkirakan sekitar 20 ribu orang menuju Nunukan dari
Pelabuhan Pare-Pare menggunakan Kapal Awu, Tidar, dan
Que Soya. Jumlah ini tidak dapat terdeteksi, apakah mereka
penumpang reguler atau TKI Bermasalah.
Belum adanya petunjuk teknis (Juknis) dan petunjuk pelaksanaan dari masing-masing sektor, kondisi ini menjadikan masing-masing dinas/lembaga sangat kaku berjalan sesuai dengan tupoksinya meskipun pembagian tugas sudah diatur dalam Satgas. Misalnya Juknis dan Juklak di bidang kesehatan belum ada petunjuk dan blanko pelaporan dari pusat, meskipun dalam pelaksanaannya memanfaatkan fasilitas kesehatan di pelabuhan, Puskesmas, dan RS Daerah Andi Mapasau di Kota Pare-Pare.
Terbatasnya biaya operasional dalam rangka penanganan TKIB di masing-masing instansi terkait, kondisi ini berpengaruh terhadap kinerja petugas di lapangan.
Provinsi Sulawesi Selatan adalah daerah asal TKI yang bekerja ke Malaysia, terutama yang berasal dari Kabupaten Bulukumba, Banteang, Gowa, Sinjai, Bone, Soppeng, Enrekang dan Tanah Toraja. Untuk tujuan Arab Saudi, TKI banyak berasal dari Kabupaten Maros dan Pinrang, sedang untuk tujuan Korea dan Eropa banyak berasal dari Kabupaten Makassar.
Tahun 2002 Gubernur Sulawesi Selatan telah pernah membentuk Satgas PTKIB dan keputusan Gubernur tersebut masih dipergunakan sebagai acuan. Saat ini BP3TKI merupakan lembaga yang bertugas menangani TKIB, sementara Disnakertrans mempunyai tugas mengkoor-dinasikan. Akan tetapi biaya pemulangan TKIB dari provinsi ke daerah asal dirasakan sangat terbatas. Sampai dengan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 80
November 2008, sebanyak 15 orang TKIB telah dipulangkan ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi Selatan, selain penanganan tiga kasus tentang TKI yaitu yang meninggal dunia (1 orang), mendapat kecelakaan kerja (3 orang) dan deportasi (2 orang).
Pada umumnya, TKIB asal Sulawesi Selatan yang bekerja di Sabah Malaysia dipulangkan melalui Nunukan, akan tetapi sebagian besar di antaranya kembali masuk ke Malaysia dengan berbagai cara, sehingga hanya beberapa orang saja yang kembali pulang ke daerah asalnya di Provinsi Sulawesi Selatan.
Selain dengan mengirimkan tenaga kerja Sulawesi Selatan ke luar negeri dan ke daerah lain, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga membuka kesempatan kerja di daerah melalui program Tenaga Kerja Mandiri Terdidik (TKMT), Tenaga Kerja Pemuda Mandiri Profesional (TKPMP), dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS). Selain itu juga memberikan bantuan permodalan secara bergulir kepada peserta program Grameen Bank, dan mempersiapkan TKI Purna menjadi wirausaha yang mandiri dan terampil di daerah asalnya.
8. Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat adalah daerah asal TKIB. Provinsi yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota, pada tahun 2008 berpenduduk 42,1 juta jiwa, dengan 49,6% di antaranya adalah perempuan. Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SD mencapai 63,2%, SLTP 15,9%, SLTA 16,0% dan sebesar 4,8% berijazah perguruan tinggi.
Jumlah penganggur di Jawa Barat menurut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tercatat 1,1 juta orang yang terdiri dari 67,2% laki-laki dan 32,8% perempuan. Sebagian besar penganggur berpendidikan SD (38,5%), SLTP (21,6%), SLTA (33,4%), dan 6,45% perguruan tinggi. Salah satu program pengurangan penganguran adalah meningkatkan kesempatan kerja antar kerja antar negara (AKAN).
Keterbatasan lapangan kerja di Jawa Barat dan berbagai faktor pendorong lainnya, membuat para pencari kerja berupaya memperoleh pekerjaan di luar negeri. Kabupaten Cianjur merupakan daerah yang banyak mengekspor TKI (Tenaga Kerja Indonesia), terutama TKW (Tenaga Kerja Wanita) ke luar negeri, namun keberangkatannya banyak yang tidak diketahui Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi Kependudukan dan Catatan Sipil, Kabupaten Cianjur.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 81
Hal ini disebabkan para sponsor pencari tenaga kerja TKI/TKW yang turun sampai ke desa-desa, langsung membawanya ke Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia yang ada di Jakarta, tanpa melapor ke Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi Kependudukan dan Catatan Sipil setempat. Akibatnya, data jumlah TKI/TKW asal Kabupaten Cianjur, tidak bisa diketahui secara pasti. Para calon TKI/TKW tersebut seluruh persyaratannya ditangani langsung oleh PPTKIS yang bersangkutan, dan setelah lulus termasuk kondisi kesehatannya, langsung diberangkatkan ke luar negeri.
Pemulangan TKI Bermasalah asal Jawa Barat dari Malaysia
tidak secara langsung tetapi melalui daerah entry point, ke
pelabuhan transit Tanjungpriok di Jakarta, dan selanjutnya
dipulangkan menggunakan angkutan PN. DAMRI atau
angkutan lain ke daerah asalnya.
Untuk menanggulangi masalah TKIB ini, Pemerintah Provinsi
Jawa Barat akan meningkatkan koordinasi dan kerjasama
dengan daerah entry point dan daerah transit, sementara
dari sisi supply tenaga kerja akan meningkatkan pendidikan
dan keterampilan calon TKI/TKW agar mengerti hak-haknya
dan dapat melindungi diri selama bekerja di luar negeri.
Pemulangan TKIB juga harus sesuai dengan prosedur dan
mekanisme yang ada, termasuk peran Pemerintah Provinsi
Jawa Barat sebagai daerah pengirim TKI, perlu difungsikan
semaksimal mungkin.
Forum Komunikasi Tripartit TKI yang telah dibentuk awal Mei
tahun 2007 yang terdiri dari unsur perorangan atau wakil
pemerintah, pelaksana penempatan TKI (asosiasi dan
perusahaan pengerah tenaga kerja Indonesia swasta),
lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi, perlu
diaktifkan dalam menangani permasalahan TKI yang
kompleks.
Selain itu juga diperlukan adanya penegakan hukum yang
tegas bagi PPTKIS yang melanggar ketentuan dan
menelantarkan TKI. Pemerintah perlu menyusun daftar
hitam agen PPTKIS yang melanggar hukum, dan
melaksanakannya tanpa kompromi, sehingga yang
bersangkutan tidak bisa bermain petak umpet dan
melepaskan diri dari tanggung jawab terhadap TKI/TKW
yang dikirimkannya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 82
Diperlukan koordinasi bilateral dengan negara tujuan untuk
menaikkan tingkat kesejahteraan dan perlindungan kepada
TKI/TKW selama bekerja di negara tersebut. Perlindungan
juga diberikan saat TKI/TKW sudah berada kembali di tanah
air, karena masih sering terdengar pemerasan dan tindak
kekerasan lainnya yang dialami para TKW ketika mereka tiba
di Indonesia dan selama dalam perjalanan kembali ke daerah
asalnya.
9. Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 35 kabupaten/kota, berpenduduk 32,63 juta jiwa (2008), dengan jumlah penduduk usia kerja 24,41 juta jiwa, terdiri dari angkatan kerja 16,69 juta jiwa dan bukan angkatan kerja 7,72 juta jiwa. Dari 16,69 juta angkatan kerja, yang bekerja 15,46 juta jiwa, dan pengangguran 1,23 juta jiwa (7,35%). Pengangguran tahun 2008 menurun jika dibanding tahun 2007 yang berjumlah 1,36 juta (7,7%). Karena keterbatasan lapangan kerja di berbagai sektor yang ada, mendorong para pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan di luar daerah maupun ke luar negeri.
Satgas PTKIB Jawa Tengah telah dibentuk dan mendapat dukungan APBD walaupun dalam jumlah terbatas. Sebagian besar TKIB Jawa Tengah yang dipulangkan, lebih menyukai turun di Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta dan meneruskan perjalanan dengan kendaraan darat ke daerah asalnya di bagian barat Jawa Tengah. Kondisi ini yang menyebabkan sulitnya pemantauan dan pendataan Satgas PTKIB Jawa Tengah terhadap pemulangan TKIB asal Jawa Tengah.
Pemulangan TKIB selama tahun 2007 berjumlah 578 orang, menurun jika dibandingkan tahun 2006 yang mencapai jumlah 967 orang.
Tabel 4. Pemulangan TKIB asal Jawa Tengah Tahun 2006 dan 2007.
No. Kabupaten/Kota 2006 2007 Jumlah
1. Cilacap 78 104 182
2. Banyumas 25 32 57
3. Purbalingga 5 4 9
4. Banjarnegara 4 4 8
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 83
No. Kabupaten/Kota 2006 2007 Jumlah
5. Kebumen 27 27 54
6. Purworejo 6 7 13
7. Wonosobo 20 11 31
8. Magelang 34 14 48
9. Boyolali 14 5 19
10. Klaten 14 5 19
11. Sukoharjo 6 1 7
12. Wonogiri 7 4 11
13. Karanganyar 15 4 19
14. Sragen 22 11 33
15. Grobogan 40 24 64
16. Blora 27 8 35
17. Rembang 26 18 44
18. Pati 301 107 408
19. Kudus 43 23 66
20. Jepara 16 9 25
21. Demak 35 16 51
22. Semarang 31 20 51
23. Temanggung 36 22 58
24. Kendal 67 44 111
25. Batang 35 24 59
26. Pekalongan 4 2 6
27. Pemalang 3 1 4
28. Tegal 4 2 6
29. Brebes 6 8 14
30. Magelang 0 0 0
31. Surakarta 0 0 0
32. Salatiga 10 16 26
33. Semarang 6 1 7
34. Pekalongan 0 0 0
35. Tegal 0 0 0
Jumlah 967 578 1.545
Sumber: Satgas PTKIB Jawa Tengah, 2008
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 84
Berdasarkan data yang ada, alasan pendeportasian TKIB asal Jawa Tengah, sebagian besar karena menggunakan visa wisata/kunjungan (18,96%), berangkat melalui tekong Tanjungpinang (12,5%), overstay atau visa mati (6,15%), lari dari majikan (5,5%), terkena razia RELA (2,9%), pindah majikan (2,33%), dokumen tidak lengkap (0,5%), dokumen hilang (0,4%), dan paspor kosong/palsu (0,26%).
10. Provinsi Jawa Timur
Provinsi Jawa Timur berpenduduk 37,8 juta jiwa yang tersebar di 38 kabupaten/kota. Dari jumlah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) sekitar 12,0 juta orang, sejumlah 0,6 juta orang berstatus penganggur terbuka. Mereka banyak mencari kerja ke luar negeri termasuk ke Malaysia.
Penanganan dan pemulangan TKI Bermasalah di Jawa Timur menjadi tanggung jawab Satgas Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKI-B) dari Malaysia yang dibentuk oleh Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur melalui Surat Keputusan No. 560/183/112.05/2007 tanggal 12 Juni 2007. Satgas TKIB Jawa Timur terdiri dari Ketua (Kadisnaker Provinsi Jawa Timur), Wakil Ketua (Kasubdin Penempatan dan Pengembangan Tenaga Kerja Mandiri), Sekretaris (Kepala Balai Pelayanan Penempatan TKI Jawa Timur), dan Anggota (Kepolisian, Imigrasi, Pelindo, Kepala Pelabuhan Tanjung-perak, Kepala RSJ Menur dan Perum DAMRI).
TKI Deportasi setibanya di Tanjungperak Surabaya dicatat identitas dan nama daerah asalnya, kemudian diberikan akomodasi, konsumsi dan transportasi pemulangan ke daerah asalnya. Bagi TKIB yang sakit akan dilakukan pemeriksaan dan perawatan medis. Khusus untuk TKI Deportasi asal Jawa Timur diberikan bantuan transport sebesar Rp 35.000,-/orang, sementara TKIB yang berasal dari provinsi lain difasilitasi pemulangannya.
Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, sejumlah 30 kabupaten di antaranya menjadi daerah pengirim TKI ke Malaysia, yang pada umumnya merupakan daerah miskin. Dari 30 kabupaten tersebut, 10 kabupaten terbesar yang menjadi kantong TKI berdasarkan data deportasi tahun 2008 adalah: (1) Kab. Sampang: 1.249 orang, (2) Kab. Pamekasan: 1.137 orang, (3) Kab. Sumenep: 902 orang, (4) Kab. Jember: 651 orang, (5) Kab. Bangkalan: 591 orang, (6) Kab. Banyuwangi: 495 orang, (7) Kab. Lumajang: 481 orang, (8) Kab Tulung Agung: 413 orang, (9) Kab. Tuban:
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 85
281 orang, dan (10) Kab. Lamongan: 270 orang, kesemuanya dari Malaysia.
Adapun jumlah pemulangan TKI sejak tahun 2004 sampai
dengan 2008 sebagai berikut:
Tabel 5. Pemulangan TKIB melalui Pelabuhan Tanjungperak, Tahun 2004-2008.
TKI Bermasalah (Orang)
No. Tahun Jawa Timur
Luar Jawa Timur
Jumlah
1. 2004 8.874 4.033 12.907
2. 2005 2.148 247 2.395
3. 2006 7.093 190 7.233
4. 2007 11.369 21 11.390
5. 2008 *) 5.712 - 5.712
*) Juli 2008 Sumber: Satgas PTKIB Prov. Jawa Timur, 2008.
11. Provinsi Bali
Provinsi Bali yang terdiri dari 9 kabupaten/kota, ber-penduduk 3,9 juta jiwa (2008), dengan jumlah angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) 2,09 juta, dan pengangguran sebanyak 95.512 orang. Masalah ketenagakerjaan di Provinsi Bali terutama terkait dengan kesempatan kerja yang belum mampu menyerap angkatan kerja, jumlah pengangguran yang tinggi, kualitas angkatan kerja relatif rendah, dan program pelatihan yang belum mampu memenuhi kebutuhan pasar kerja. Hal tersebut diperparah dengan kurangnya penguasaan berbahasa asing calon tenaga kerja, kurangnya minat pada pekerjaan informal, dan rendahnya jiwa wirausaha.
Walaupun dalam satu tahun terakhir terjadi peningkatan penyerapan lapangan kerja hampir di semua lapangan usaha (kecuali sektor industri dan lembaga keuangan), namun jumlah pengangguran masih cukup tinggi, terlebih jika diperhitungkan jumlah setengah pengangguran yang mencapai 621.600 orang, yang sepertiga di antaranya merupakan pengangguran terpaksa.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 86
Berbagai upaya mengatasi pengangguran dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali seperti mengirim tenaga kerja ke luar negeri terutama bagi yang terampil dan terlatih. Tercatat ada 2.156 putra Bali yang kini bekerja di luar negeri antara lain Amerika, Belanda, Jerman, Arab Saudi, Turki, Dubai, Spanyol, Jerman, Jepang, Brunei dan Singapura. Mereka bekerja di sektor pariwisata, yakni hotel dan restoran serta kapal pesiar. Generasi muda Bali, baik pria maupun wanita, dengan menguasai berbagai jenis keterampilan dan didukung kemampuan berbahasa asing, mampu merebut peluang pasar kerja di luar negeri.
Di Bali terdapat dua dari sekitar 406 perusahaan penempatan TKI swasta (PPTKIS) yang khusus mengirimkan TKI dengan keterampilan bidang kepariwisataan menengah ke atas, yang selama ini hampir tak pernah bermasalah di tempat kerja mereka di luar negeri.
TKI asal Bali yang bekerja di luar negeri sebagian besar meraih kesuksesan, dan mampu mengirim sebagian penghasilannya ke keluarga masing-masing di Bali. Dari 2.156 TKI asal Bali yang bekerja di luar negeri, diperkirakan telah menyumbang devisa sedikitnya Rp 172,5 miliar per tahun.
Walaupun untuk bekerja di luar memerlukan investasi sebesar Rp 20 juta untuk biaya tiket pesawat udara pergi-pulang, penempatan TKI ke luar negeri terus meningkat. Pada tahun 1996 awal, Bali hanya mengirim TKI ke luar negeri tidak lebih dari 200 orang, namun pasca tragedi bom Bali 12 Oktober 2002, meningkat menjadi 2.204 orang tahun 2002, dan menjadi 2.900 orang tahun 2005, dan sekarang tercatat 2.156 orang masih bekerja di luar negeri.
Pengiriman tenaga kerja terampil menengah ke atas dari Provinsi Bali yang terus meningkat, diharapkan tidak meninggalkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya TKI Bermasalah asal Bali, terkait dengan banyaknya kasus penipuan oleh calo tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.
12. Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi NTB yang terdiri dari 9 kabupaten/kota, ber-penduduk 4,37 juta (2008). Jumlah angkatan kerja 2,03 juta, dengan 1,96 juta di antaranya bekerja, dan yang berstatus sebagai penganggur 124 ribu jiwa (6,13%). Dari sisi pendidikan, angkatan kerja (termasuk yang sudah
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 87
bekerja) rata-rata didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar, yang mengakibatkan rendahnya tingkat kompetensi dan daya saing.
Walaupun demikian, Provinsi NTB dikenal sebagai daerah pengirim tenaga kerja ke luar negeri terutama ke negara tujuan Malaysia, Brunei, Arab Saudi, Kuwait, Abu Dhabi, Yordania dan sebagian kecil lainnya ke Singapura, Hongkong, Korea dan Taiwan. Di Provinsi NTB, terdapat 4 Kabupaten yang menjadi kantong asal TKI yaitu Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, dan Lombok Barat.
Di Malaysia, TKI asal NTB pada umumnya bekerja di sektor informal (pekerja rumah tangga) dan di lapangan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan tinggi seperti bekerja di kebun-kebun kelapa sawit di Malaysia. Namun ada juga TKI asal NTB yang bekerja di bidang konstruksi, industri, dan sebagai sopir.
Tabel 6. Penempatan TKI Provinsi NTB ke Luar Negeri, Tahun 2000-2008.
Tahun Jumlah Tahun Jumlah
2000 24.255 2005 42.067
2001 32.089 2006 43.936
2002 39.454 2007 43.134
2003 31.591 2008 *) 32.832
2004 23.954 Total 313.312
*) Agustus 2008 Sumber: Dinakertrans Provinsi NTB, 2008
Pengiriman tenaga kerja ke luar negeri telah membantu mengurangi pengangguran dan mampu menghasilkan devisa bagi daerah melalui transfer uang yang dikirim ke NTB dalam jumlah yang cukup besar mencapai sekitar Rp 400 milyar setahun. Secara bertahap, Pemerintah Provinsi NTB bertekad akan meningkatkan pengiriman tenaga kerja formal ke luar negeri, melalui peningkatan rekrutmen, pengiriman, penempatan dan pemantauan para tenaga kerja di luar negeri, serta meningkatkan perlindungan kepada TKI yang bermasalah termasuk yang dideportasi dari Malaysia melalui Tanjungpinang Kepulauan Riau maupun yang lewat Nunukan, Kalimantan Timur.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 88
Terjadinya TKI Bermasalah asal NTB pada umumnya karena pemberangkatannya tidak dilengkapi dengan surat-surat karena melalui calo, dan hingga kini masih banyak terjadi walaupun Pemerintah NTB telah memberikan penyuluhan agar berangkat melalui jalur resmi.
Jumlah TKI bermasalah dari Provinsi NTB selama tiga tahun terakhir mencapai 11.616 orang terdiri atas 11.028 laki-laki dan 588 perempuan, dan cenderung meningkat. Pada umumnya mereka berasal dari Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Barat, sedangkan dari kabupaten lain jumlahnya relatif sedikit.
Saat tiba di pelabuhan Lembar, Mataram, para TKI bermasalah dibawa ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB untuk didata dan kemudian dipulangkan ke kampung halaman masing-masing. Bagi TKI yang berasal dari Lombok mendapat uang transportasi Rp 30.000 per orang, sedangkan yang dari Pulau Sumbawa Rp 100.000 per orang.
Langkah-langkah Pemerintah Provinsi NTB untuk mengurangi TKI Bermasalah dan meningkatkan penempatan TKI secara formal dan prosedural, serta dalam rangka pemberdayaan TKI Purna, adalah sebagai berikut:
a. Pra Penempatan
1) Pembenahan PPTKIS. 2) Meningkatkan sosialisasi program Penempatan
Tenaga Kerja ke Luar Negeri. 3) Meneliti persyaratan dan akurasi data perorangan
calon TKI agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan TKI dikemudian hari.
4) Mengintensifkan penyelenggaraan orientasi pra pemberangkatan dengan pengenalan budaya dan sistem kerja negara tujuan.
b. Masa Penempatan
1) Memfasilitasi pengiriman uang ke daerah asal oleh lembaga perbankan, hal ini untuk memberikan kemudahan bagi TKI dan keluarganya.
2) Pemberian bantuan/advokasi hukum dan jaminan sosial.
c. Pasca Penempatan
Pengembangan kewirausahaan TKI Purna, dalam bentuk:
1) Pengembangan usaha produktif di perdesaan, 2) Padat karya/pemberian pekerjaan temporer dengan
terapan teknologi tepat guna, budidaya hasil laut, dan sebagainya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 89
13. Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Data ketenagakerjaan tahun 2007 menunjukkan bahwa
jumlah angkatan kerja Provinsi NTT sebanyak 2,15 juta
orang, meningkat dari tahun 2006 sebanyak 2,0 juta orang.
Dari jumlah angkatan kerja ini, jumlah pencari kerja pada
tahun 2007 sebanyak 77.306 orang, terdiri dari laki-laki
sebanyak 42.306 orang dan perempuan 34.905 orang.
Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan
sebanyak 45.762 orang yang terdiri dari laki-laki sebanyak
24.549 orang dan perempuan sebanyak 21.213 orang.
Jumlah pengangguran terbuka sebanyak 117.821 orang,
yang berarti ada 195.127 orang yang memerlukan
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan.
Angkatan kerja di NTT masih didominasi tamatan sekolah dasar (SD) yang mencapai 73,18% dari total angkatan kerja, sedang yang tamatan perguruan tinggi hanya 3,09%. Menyangkut tingkat pendidikan angkatan kerja di wilayah perkotaan dan pedesaan, kondisinya lebih baik di wilayah perkotaan, karena yang berpendidikan SLTA mencapai 41,34%, diploma ke atas mencapai 20,46%, SLTP mencapai 15,87 % dan SD ke bawah hanya 22,35%. Sementara di wilayah pedesaan, sangat memprihatinkan karena didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah yang mencapai 81,31%, SLTP hanya 10,89 %, SLTA 6,73% dan diploma ke atas hanya 1,07%.
Angkatan kerja yang bekerja di wilayah perkotaan, sebagian besar di sektor jasa yang mencapai 38,40%, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran 25,94%, sektor angkutan dan komunikasi 9,98%, dan sektor industri pengolahan 8,48%. Penduduk yang bekerja di wilayah pedesaan, sebagian besar di sektor pertanian (82,31%) disusul industri pengolahan 6,71%, perdagangan, hotel dan restoran 4% serta jasa-jasa 3,66%.
Selain bekerja di daerahnya, tenaga kerja NTT banyak yang mencari kerja di luar negeri, dan merupakan salah satu provinsi pengirim tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2006, TKI asal NTT sebanyak 7.155 orang yang terdiri dari laki-laki 537 orang dan perempuan 6.081 orang. Sebagian besar (92,5%) mereka bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga, dan sisanya sebagai pekerja perkebunan (ladang) di negara Malaysia, Singapura, Hongkong, Taiwan dan Brunei.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 90
Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang tidak selaras dengan bertambahnya kesempatan kerja, menyebabkan meningkatnya jumlah TKI asal NTT yang mencari kerja ke luar negeri. Namun dengan tingkat pendidikan yang tidak memadai, telah berdampak pada kecenderungan peningkatan masalah di bidang ketenagakerjaan dan HAM antara lain: (1) Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga dengan pembantu rumah tangga sebagai korban (2.) Rendahnya tingkat pendapatan tenaga kerja (3) Tingginya angka TKI NTT sebagai TKI illegal (4) Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang menyelenggarakan pengiriman TKI asal Prov. NTT ke luar negeri belum profesional sehingga mendorong terjadinya hal-hal yang merugikan calon TKI maupun keluarganya yang mengarah pada masalah perdagangan orang (Human Trafficking), (5) Lemahnya kesadaran aparat pemerintah dalam menyikapi masalah-masalah pengiriman TKI asal NTT ke luar negeri, seperti masalah manipulasi umur calon TKI, alamat tempat tinggal, dan lain sebagainya (6) Tingginya angka kekerasan bagi TKI asal NTT, yang terjadi mulai dari proses rekruitmen sampai pada penempatan TKI di luar negeri (7) Lemahnya perlindungan hukum dan HAM bagi calon TKI dan TKI baik oleh pemerintah Indonesia maupun oleh pemerintah negara tempat TKI bekerja.
Pemulangan TKI Bermasalah ke Provinsi NTT tidak terpantau sepenuhnya oleh Dinas Tenaga Kerja dan atau Dinas Sosial karena banyak TKIB yang turun di pulau-pulau (Flores) sebelum sampai ke Kupang sehingga tidak tercatat oleh dinas yang bersangkutan. Selain itu, pembentukan Satgas Pemulangan TKIB masih dalam proses legalisasi sehingga operasional anggota Satgas belum terkoordinir dengan baik.
Pemerintah Provinsi NTT telah melakukan berbagai upaya, di samping melaksanakan pembinaan kepada angkatan kerja yang akan bekerja ke luar negeri melalui peningkatan diklat dan peningkatan kualitas lembaga pelatihan ketenaga-kerjaan, juga berupaya membuka kesempatan kerja di pedesaan melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan program pembangunan lainnya. Mengenai penanganan TKIB, diupayakan agar segera dibentuk Satgas untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota terutama di daerah yang menjadi daerah sumber TKI.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 91
14. Perwakilan RI Kuala Lumpur, Malaysia
Pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan
terhadap WNI (termasuk TKI) yang berada di luar negeri,
yang diwujudkan antara lain dengan membentuk Direktorat
Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Direktorat
Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen Luar Negeri.
Pada tingkat Perwakilan RI di luar negeri, KBRI Kuala
Lumpur, Malaysia membentuk Satuan Tugas Perlindungan
Pelayanan Warga Negara Indonesia (Satgas PPWNI) melalui
Surat Keputusan Duta Besar RI No. 088 Tahun 2007.
Selama tahun 2007, KBRI Kualalumpur telah melakukan perlindungan kepada WNI Bermasalah, sebagai berikut:
• Sebanyak 763 orang TKW meminta perlindungan KBRI Kuala Lumpur.
• Sebanyak 973 kasus (termasuk kasus lama) yang menimpa TKI/TKW dapat diselesaikan dan telah dipulangkan.
• Jumlah TKW dipenampungan sebanyak 171 orang termasuk 10 bayi.
• Jumlah uang TKI/TKW yang dapat diselamatkan sebesar Rp 3,4 milyar.
Tahun 2008:
• Sebanyak 714 orang TKW dan 30 balita meminta perlindungan KBRI Kuala Lumpur.
• Sebanyak 595 kasus (termasuk kasus lama) yang menimpa TKI/TKW dapat diselesaikan dan telah dipulangkan.
• Di penampungan KBRI terdapat 62 orang TKW dan 1 bayi, menunggu penyelesaian kasus.
• Jumlah uang TKI/TKW yang dapat diselamatkan sebesar Rp 3,5 milyar
Untuk membantu WNI/TKI yang sedang menghadapi
masalah atau sedang dalam proses penyelesaian masalah,
KBRI Kualalumpur menyediakan fasilitas penampungan di
shelter KBRI. Shelter tersebut telah direnovasi dan
dilengkapi dengan sarana prasarana yang memadai, dengan
daya tampung 70 orang. Namun dengan meningkatnya
jumlah WNI/TKI baik yang terlantar maupun yang sedang
mengalami masalah dengan pihak lain, menyebabkan shelter
sering kali harus diisi melebihi daya tampungnya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 92
Gambar 13. Shelter Kedutaan Besar RI di
Kualalumpur, Malaysia.
15. Perwakilan RI di Kuching, Malaysia
Konsulat Jenderal RI (KJRI) Kuching mencakup 11 daerah
bahagian dan berbatasan langsung dengan Provinsi
Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dengan luas wilayah
124,449,5 km2 hampir sama dengan luas P. Jawa.
Jumlah TKI saat ini yang terdaftar (legal) ada 200.000 orang
dan diperkirakan TKI ilegal sedikitnya dalam jumklah yang
sama, jadi diperkirakan ada 400.000 orang TKI di Serawak,
namun data tersebut berubah-ubah setiap tahunnya. Jumlah
TKI mencapai 95% dari total tenaga kerja asing dengan
segala permasalahannya. Mereka berasal dari suku Bugis
(Sulawesi Selatan) 60%, Timor (NTT) 20 %, Lombok (NTB)
10%, dan suku lainnya 5%.
Berdasarkan pantauan Konjen RI, TKI bekerja tersebar di 343 perusahaan kelapa sawit, kayu, dan konstruksi, sedangkan PRT berada di perkotaan namun sulit dipantau. TKI ilegal yang ada di Serawak pada umumnya masuk sebagai TKI legal, namun karena permasalahan dengan majikan dan kenyataan tidak sesuai dengan perjanjian sebelumnya, mereka melarikan diri untuk pindah majikan, tetapi ada juga yang kena bujuk rayu dari calo dengan iming-iming gaji lebih tinggi.
Jumlah tenaga kerja yang ada di Serawak belum mencukupi kebutuhan sejalan dengan perkembangan perkebunan yang ada, yang menimbulkan adanya praktek calo tenaga kerja yang sering meminjam tenaga kerja dari kebun lain. Para
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 93
TKI tersebut lalu dipengaruhi untuk pindah kerja, padahal paspor ditahan oleh majikan pertama dengan kontrak 2-3 tahun, sehingga mereka menjadi ilegal. Karena kebutuhan, para majikan juga menerima para TKI ilegal demi kelangsungan usahanya, tetapi hal tersebut tidak disadari oleh TKI bahwa mereka menjadi tidak terlindungi secara hukum dan sulit dipantau keberadaannya oleh Konjen RI. TKI ilegal seperti ini banyak terdapat dan tersebar di negara bagian Serawak, Malaysia Timur.
Jumlah TKI bermasalah yang ditampung di shelter KJRI Kuching sebagian besar adalah perempuan. Pada tahun 2006 berjumlah 277 orang terdiri dari 241 perempuan dan 36 laki-laki; tahun 2007 sampai bulan September ada 228 orang, yang terdiri dari 199 perempuan dan 29 laki-laki.
Jumlah TKI yang dideportasi tahun 2005 ada 979 orang, tahun 2006 meningkat menjadi 1.824 orang, tahun 2007 mencapai 2.493 orang, dan tahun 2008 sampai dengan awal September sudah mencapai 1.865 orang. Dengan adanya Operasi Bersepadu oleh Pemerintah Malaysia, diperkirakan jumlah ini akan meningkat. Pemulangan TKI deportasi sejak diberlakukannya kebijakan tersebut setiap minggu meningkat rata-rata 100 orang.
Gambar 14. Pelayanan dokumen WNI di Negeri
Sarawak, Malaysia Timur.
Untuk itulah dalam rangka melindungi WNI di Sarawak, Konjen RI mengadakan pendekatan ke perusahaan yang mempekerjakan TKI untuk mengadakan pengajuan perlin-dungan bagi TKI ilegal. Hal tersebut akan menguntungkan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 94
kedua belah pihak baik TKI maupun perusahaan itu sendiri. Berdasarkan informasi dari perusahaan Sime Darby, kerugian yang timbul akibat TKI yang lari mencapai 30% setiap tahunnya. Sementara bagi TKI, perlindungan hak TKI juga akan meningkat dengan kepemilikan paspor dan dokumen keimigrasian lainnya.
Pengajuan perlindungan bagi TKI yang tidak memiliki dokumen disebut ”regulasi” yang artinya menyesuaikan atau mengikuti peraturan/ketentuan yang berlaku (pemutihan) dengan persyaratan sebagai berikut:
• adanya surat permohonan dari perusahaan.
• ada kontrak kerja antara TKI dengan perusahaan yg dilegalisir oleh Konjen RI.
• ada surat pernyataan dari perusahaan untuk membebas-kan biaya terkait dengan proses pemutihan yang dibebankan kepada TKI.
• ada surat kelulusan dari jabatan buruh.
• adanya surat kelulusan dari jabatan imigressen.
Pemerintah Negara Bahagian Serawak sampai saat ini belum
memberikan jawaban atas regulasi pemutihan ini, berbeda
dengan Sabah, Pemerintahnya sudah menyetujui
diadakannya pemutihan paspor bagi TKI. Hal tersebut
menyulitkan Konjen RI Kuching karena harus menghubungi
sendiri perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan TKI.
Sampai saat ini baru perusahaan Sime Dirby yang
menyetujui diadakannya pemutihan paspor, dengan jumlah
TKI ilegal mencapai 2.700 orang yang tersebar di 3 lokasi
yang terletak di Bintulu, Sarawak. Dalam kegiatan
pemutihan, perusahaan membantu pendataan TKIB dan
dalam pelaksanaan pemutihan.
Biaya pemutihan hanya 22 Ringgit Malaysia per orang, dan
dalam diskusi antara perusahaan dan TKI yang disaksikan
oleh Konjen RI dan Tim Interdep diperoleh kesepakatan: (a)
paspor sebagai dokumen awal, karena dengan paspor ini
anak TKI juga akan memperoleh paspor sekolah sehingga
anak tersebut dapat bersekolah di sekolah kebangsaan,
namun konsekuensinya TKI berkewajiban memiliki
tabungan; (b) Pendataan ini juga akan dikirim ke Jakarta
sebagai data base, jadi diingatkan kepada TKI bila ada yang
lari sulit untuk diterbitkan paspornya lagi atau dengan kata
lain tidak bisa menjadi TKI legal karena sudah melakukan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 95
kesalahan/melanggar peraturan perjanjian 2 negara; (c)
Perusahaan/majikan dan TKI akan bekerja sama karena
keduanya saling membutuhkan, untuk itu diminta agar TKI
meningkatkan semangat kerjanya, karena bila perusahaan
maju para TKI juga akan menerima upah yang lebih baik dan
bila selesai masa kontrak akan diberikan bonus untuk pulang
kampong sebesar 250 ringgit.
Dalam upaya perlindungan bagi WNI, Konjen RI juga
menyebar luaskan sticker tentang sistem pengaduan 24 jam,
yang telah dibuka selama satu bulan ini. Dengan sistem ini,
beberapa kasus sudah ditindak lanjuti antara lain kejahatan
(perampokan) yang mendiskreditkan seolah dilakukan oleh
WNI, kasus ditinggalnya bayi di RS Miri, dan juga penyiksaan
PRT di Kuching.
Untuk penanganan deportasi, pihak Konjen RI merasakan lemahnya Satgas PTKIB di perbatasan dan mengkhawatirkan keselamatan TKI deportan yang diserahkan oleh Konjen RI untuk proses pemulangan. Hal tersebut karena hanya pihak Imigrasi dan Polri yang berjaga diperbatasan, dan mereka juga tidak dilengkapi dengan sarana penampungan yang memadai.
Faktor terbesar tingginya TKI ilegal adalah rendahnya pengetahuan dan pendidikan TKI sehingga mudah ditipu dan dieksploitasi, yang tergambarkan oleh data bahwa TKI yang bekerja di Serawak 31,7% tidak pernah sekolah, 60,9% tamatan SD, 6,2% SMP dan 1,2% lulusan SMA. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran di Indonesia belum maksimal.
16. Perwakilan RI di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia
Masalah ketenagakerjaan di Sabah yang melibatkan banyak
tenaga kerja Indonesia, tidak berdiri sendiri tetapi juga
dipengaruhi oleh isu keimigrasian, sosial, ekonomi,
keamanan dan politik, dan telah berlangsung sejak lama.
Dengan luas wilayah 73.610 Km², Sabah merupakan negara
bagian terbesar kedua di Malaysia, dengan jumlah penduduk
hanya 2.997.000 Jiwa, yang terdiri dari Warga Negara
Malaysia: 2.248.100 jiwa (75%); dan Warga Negara Bukan
Malaysia: 748.900 jiwa (25%). Dengan demikian, kepadatan
penduduk Sabah hanya 41 jiwa per Km². Mereka tinggal di
lima wilayah, yakni: (1) Pantai Barat, (2) Kudat, (3)
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 96
Sandakan, (4) Tawau, dan (5) Bagian Pedalaman, dalam 30
daerah administrasi. Penduduk Malaysia terdiri dari: Suku
Kadazan Dusun (23,7%), Suku Bajau (17,9%), Suku Melayu
(15,3%), Suku Murut (4,4%), Bumiputera lainnya (19,5%),
Suku China (12,8%), dan lain-lain (6,4%).
Gambar 15. Negeri Sabah, Malaysia Timur.
Negeri Sabah berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur
dengan garis perbatasan sepanjang ± 560 Km, atau
sepanjang 800 Km dengan wilayah Indonesia di Pulau
Kalimantan. Sabah merupakan daerah yang kaya dengan
sumber alam seperti hutan, bahan galian, fauna, flora dan
biota laut. Lebih kurang 60 persen lahan terdiri dari hutan,
dan 30 persen merupakan lahan pertanian. Hasil hutan dan
pertanian merupakan penyumbang utama pada pendapatan
Negeri Sabah, di samping hasil dari pertambangan dan jasa.
Ekonomi Negeri Sabah bergantung kepada ekspor komoditi
utamanya seperti minyak kelapa sawit, kakao, getah, minyak
bumi, kayu balak dan kayu lapis. Sektor pengeksporan
membentuk 70 persen dari jumlah pengeluaran. Pada masa
kini, negeri Sabah merupakan penghasil utama minyak
kelapa sawit dan kakao di seluruh Malaysia. Selain
perkayuan dan pertanian, sektor perkilangan dan pariwisata
juga menjadi bagian penting bagi ekonomi negeri Sabah.
Sektor pertanian sebagai tulang punggung utama ekonomi
Sabah, telah melibatkan hampir 70% penduduk negeri
Sabah. Mereka menetap di daerah pertanian, dan terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 97
pertanian. Dari 2,1 juta hektar tanah yang cocok untuk
pertanian, baru 1,25 juta hektar yang telah dibuka untuk
kebun kelapa sawit, merupakan yang terluas di Malaysia.
Pengelolaan sektor ini sebagian besar mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) dengan 99% di antaranya adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). WN Malaysia dan WN asing lain di sektor ini umumnya bekerja di kantor (kerani) dan petugas keamanan. Dengan asumsi jika setiap 5 hektar ladang sawit dikelola oleh seorang pekerja, maka untuk 1,25 juta hektar diperlukan 240.000 orang pekerja. Jika 99% adalah TKI, maka terdapat 237.600 orang TKI yang bekerja di sektor ini. Akan tetapi TKI yang memiliki ijin kerja di sektor ini tidak lebih dari 131.000 orang, yang berarti sektor perkebunan kepala sawit diperkirakan mempekerjakan lebih dari 100.000 orang TKI illegal, yang secara siginifikan telah menyumbang pada ekonomi Sabah.
TKI ilegal sebagai masalah ketenagakerjaan, diduga sebagai dampak dari: (1) Prosedur Penempatan TKI yang belum sesuai dengan ketentuan; (2) Persaingan negatif antar pelaku penempatan di Indonesia; (3) Sabah/Malaysia memanfaatkan peluang; (4) MoU RI-Malaysia yang belum mengakomodir/sesuai dengan kondisi di lapangan yang telah berjalan lama.
Gambar 16. Temu wicara Menakertrans Eman Suparno
dengan Cik Guru dan WNI di Sabah.
Sebagai isu keimigrasian, TKI ilegal merupakan dampak dari: (1) Adanya perubahan identitas yang di “fasilitasi” oleh semua pihak terkait; (2) Kerancuan paspor khusus untuk TKI (24 halaman) atau 48 hal (untuk umum); (3) Aplikasi sistim
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 98
biometrik yang masih belum optimal; (4) Kerancuan kewenangan dalam penyaringan TKI legal-memenuhi syarat, antara lembaga penerbit paspor dan lembaga pemberi ijin berangkat TKI; (5) Pemberlakuan masa paspor (3 dan 5 tahun).
Tabel 7. Data Keluar-Masuk WNI ke Sabah, Tahun 2006 dan 2007.
Tahun Masuk Keluar Selisih %
2006 300.281 142.688 156.593 52
2007 455.047 272.301 182.746 40
Sumber: Perwakilan RI Tawau, 2008.
Tabel 8. Data Pengiriman TKI melalui Nunukan ke Sabah, Dibanding dengan Demand Letter/Job Order, Tahun 2006 dan 2007.
Tahun
Persetujuan Demand Letter/Job Order
Pengiriman melalui
Nunukan Selisih %
2006 15.480 66.487 51.007 76
2007 22.366 72.627 50.261 69
Sumber: Perwakilan RI Tawau, 2008.
TKI ilegal juga merupakan masalah sosial, karena: (1) Walaupun ada ketentuan bahwa selama masa kontrak TKI tidak boleh membawa keluarga dan menikah, namun faktanya ada ribuan atau bahkan puluhan ribu dependent (anak dan istri) TKI di Sabah, yang tidak mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan. (2) Berbagai peristiwa hukum yang terjadi (menikah, lahir, kematian dan lain-lain), tidak ada dokumennya.
Diperkirakan ada 30.000 anak TKI (dependent) yang secara faktual ada dan melekat pada orang tuanya, dan mereka tidak memiliki akses kesehatan dan pendidikan. Menurut Cik Guru yang ditempatkan Pemerintah RI di Sabah tahun 2006, jumlah anak TKI diperkirakan mencapai 72.000 anak. Pemerintah RI sejak tahun 2006 bekerjasama dengan LSM Humana, baru dapat memberikan pengajaran kepada 7.500 anak di 77 Pusat Bimbingan Belajar di ladang-ladang kelapa sawit.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 99
Gambar 17. Sekolah Anak TKI Swadaya TKI/
WNI di Keningau, Sabah.
Selanjutnya sebagai isu ekonomi, TKI ilegal menerima dampak karena: (1) tidak adanya standar upah minimal di Malaysia-Sabah, (2) sistem pengupahan yang diserahkan pada mekanisme pasar (permintaan dan penawaran), yang menyebabkan upah TKI di Sabah relatif rendah dibanding Semenanjung maupun Serawak, sementara beban TKI terus meningkat.
Standar upah TKI di ladang sawit yang pernah diusulkan untuk dinaikkan menjadi RM 12 per hari, pada kenyataan-nya, sampai dengan saat ini untuk pekerjaan yang masuk kategori general worker besarnya hanya sekitar RM 8-9 per hari, yang berarti tidak pernah ada perubahan dari sejak tahun 1980-an. Dengan adanya kenaikan levy sebesar 100 persen sejak tahun 2005, kenaikan cost structure yang harus dibayar oleh TKI baik melalui proses di Nunukan/Indonesia maupun di Sabah/Malaysia, dan kenaikan cost of living (biaya hidup) di Sabah karena biaya impor barang/produk dari luar termasuk dari Semenanjung, menyababkan beban TKI menjadi meningkat. Tekanan biaya hidup ini merupakan salah satu pendorong TKI lebih suka ilegal karena tidak harus membayar levy.
TKI ilegal juga merupakan isu keamanan, karena: (1)
Rentan kasus TKI pindah majikan, melarikan diri, masuk
skema outsourcing yang sering mengakibatkan
ketidakpuasan dan akhirnya menjadi illegal dan terjebak
berbagai macam masalah; (2) Skema penggunaan
“mandor”, sub-kontraktor, atau kontraktor yang sering
menjadi masalah, mulai dari pengurangan perhitungan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 100
perolehan/capaian hasil kerja, jumlah gaji, sampai dengan
kekerasan fisik oleh mandor dan tukang pukulnya
(umumnya: “jeruk makan jeruk”), sehingga TKI/WNI
menjadi terlibat tindak pidana.
Sebagai isu politik, TKI ilegal merupakan dampak dari: (1)
tidak konsistennya ketetapan Pemerintah Sabah tentang
rasio perbandingan pekerja asing–pekerja tempatan (quota)
yang selalu berubah terkesan ”dipermainkan” (jual-beli,
pinjam-meminjam quota), sehingga dijadikan objek
pembicaraan berbagai pihak, termasuk partai oposisi; (2) Isu
pertambahan “cepat” penduduk Sabah yang terus diangkat
ke permukaan sebagai akibat maraknya WNA yang
mendapatkan IC setempat (palsu); (3) Tekanan politik yang
mencoba menyelesaikan masalah PATI (akibat berbagai
permasalahan) hanya dengan melalui cara keimigrasian yaitu
mengatasi masalah dokumen TKI ilegal. Hal ini diwujudkan
oleh Pemerintah Malaysia melalui Operasi Nyah, Operasi
Tegas dan kini Operasi Bersepadu, yang diutamakan untuk
Negeri Sabah.
Operasi Bersepadu Pemerintah Malaysia yang ditujukan
untuk PATI yang ada di Sabah, dimulai tanggal 7 Agustus
2008, dari Pantai Barat menuju Pantai Timur Sabah. Operasi
ini ditujukan terutama kepada WNA tanpa dokumen dan
tanpa majikan, dalam bentuk penangkapan, panahanan
sementara dan kemudian dideportasi. Bagi PATI yang
memperoleh jaminan dari majikan, mereka akan didaftarkan
oleh perusahaan ke Imigresen, untuk selanjutnya diberikan
ijin kerja atau ijin tinggal selama 1 tahun. PATI yang
bersangkutan kemudian diberi kesempatan untuk
memperbarui dokumennya tanpa harus meninggalkan Sabah
(Pemutihan). Mereka selanjutnya dipekerjakan kembali.
Pihak Imigresen Malaysia memberi kesempatan kepada
perusahaan/majikan untuk mendaftarkan tenaga kerjanya
sampai dengan 31 Oktober 2008.
Berdasarkan informasi per 18 September 2008, di Pantai
Barat Sabah sudah ada 50.000 TKA yang didaftarkan, dan
di-”duga” sebanyak 38.570 (77%) orang di antaranya
adalah TKI. Untuk Pantai Timur Sabah, diperkirakan akan
lebih banyak lagi.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 101
Respon yang dilakukan oleh Perwakilan RI adalah:
1) Bagi PATI asal Indonesia yang ditangkap dan dideportasi,
diberikan perlakuan/treatment yang baik, diverifikasi
apakah benar merupakan WNI, selanjutnya diberikan
dokumen sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perwakilan RI memberikan pengawalan kepada deportan
WNI, yang dipulangkan Pemerintah Malaysia ke Nunukan
sebagai daerah entry point terdekat di wilayah Indonesia.
2) Bagi PATI asal Indonesia yang memperoleh jaminan dari
perusahaan/majikan, daftar PATI dari perusahaan/
majikan yang telah disetujui Imigresen akan diverifikasi
oleh Perwakilan RI Sabah, sesuai dengan ketentuan
keimigrasian yang berlaku, termasuk kepada keluarga
TKIB yang bersangkutan. Bagi WNI/TKI yang memiliki
dokumen pendukung sesuai ketentuan keimigrasian,
dapat diberikan dokumen/paspor, namun bagi yang tidak
memenuhi, merupakan subyek di luar kewenangan
Perwakilan RI, kecuali ada ketentuan khusus dari instansi
berwenang di Indonesia.
3) Bagi PATI yang telah diverifikasi benar dari Indonesia,
kemudian diambil datanya tanpa rekam data biometerik
secara digital, tetapi melalui Formulir Perdim 14. Formulir
data selanjutnya dientrykan ke komputer di Perwakilan
RI, foto TKI discan untuk digabung dalam data base, dan
selanjutnya diprint menggunakan printer khusus untuk
model paspor yang terbaru. Paspor kemudian dikirimkan
ke ladang atau diambil oleh yang bersangkutan.
4) Kota Kinabalu akan melaksanakan pemutihan/ pemberian
dokumen kepada PATI asal Indonesia dan keluarganya
dalam 3 skema: (a) Skema legalisasi TKI (b) Skema
dependen, istri dan anak (c) Skema operasi.
5) Dalam pelaksanaan pemutihan Perwakilan RI di Kota
Kinabalu memerlukan dukungan petugas, paspor/SPLP,
sarana dan prasarana agar dapat melaksanakan
pelayanan kepada TKIB dan keluarganya secara ”jemput
bola” ke ladang dan kilang sawit di Sabah, kebutuhan
tersebut telah diajukan melalui Berita Fax KJRI no. BB-
103/KK/VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008 perihal hasil
rapat penanganan Pemutihan/pemulangan di sabah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 102
Disamping itu juga diperlukan adanya kebijakan
Pemerintah RI berkaitan dengan kewenangan Perwakilan
RI Kota Kinabalu untuk memberikan paspor kepada TKIB
dan keluarganya (dependent) khususnya kepada mereka
yang tidak mempunyai data pendukung sama sekali.
6) Kesiapan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK)
dilaporkan belum selesai direnovasi, diharapkan siap
bulan Oktober 2008. SI-KK dengan bangunan sementara
mempunyai 6 kelas dengan kapasitas 26 siswa perkelas
atau total 256 siswa, padahal sudah ada 271 anak yang
mendaftar. Informasi dari perwakilan RI, Depdiknas akan
mengirim guru PNS ke SI-KK yang akan difungsikan
sebagai Pusat Pendidikan, yang memayungi pendidikan
non formal di ladang-ladang perusahaan, dan terintegrasi
dengan pendirian sekolah berasrama di perbatasan
(Nunukan).
17. Perwakilan RI di Tawau, Sabah, Malaysia
Kesiapan Perwakilan RI Tawau mengantisipasi Operasi
Bersepadu Pemerintah Malaysia, baik bagi PATI asal
Indonesia yang dideportasi maupun yang diputihkan, dapat
dilaporkan sebagai berikut:
• Kurang tenaga pewawancara (PNS berpengalaman).
• Kendaraan dan biaya operasional ke lapangan.
• Kurangnya tenaga data entry, tenaga teknis dan
pengamanan.
• Printer dengan kapasitas printing 5 menit untuk 1 paspor,
hanya ada satu unit.
• Kebutuhan computer-supplies.
• Kebutuhan sarana dan prasarana.
Secara tertulis, kebutuhan Perwakilan RI di Sabah (Kota
Kinabalu dan Tawau) telah diajukan melalui Berita Fax
Perwakilan RI Kota Kinabalu Nomor BB-103/KOTA KINA-
BALU/VIII/2008 tanggal 25 Agustus 2008 perihal rapat
Koordinasi Penanganan Pemutihan/Pemulangan di Sabah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 103
Gambar 18. Koordinasi penanganan TKIB dan
Keluarganya di Perwakilan RI Tawau.
Perihal pendidikan anak-anak TKI ilegal di Sabah, Malaysia, Tim Interdep berkesempatan untuk membahas hal ini dengan Forum Komunikasi Guru Tidak Tetap di Sabah, Malaysia (FGTTS), dan mendiskusikan konsep pendidikan anak-anak Indonesia di Sabah sebagai berikut:
• Dengan adanya berita bahwa Pemerintah Malaysia akan mengijinkan pemutihan PATI asal Indonesia termasuk isteri dan anak-anaknya, maka keberadaan isteri dan anak-anak TKI di Sabah akan menjadi legal, namun belum ada jaminan akan mendapat akses ke pendidikan.
• Untuk memberikan hak-hak kepada anak Indonesia termasuk hak untuk memperoleh pendidikan, maka model pendidikan non-formal, sistem multi-grade sejak TK sampai dengan SD, dapat diaplikasikan di ladang-ladang sawit di Sabah karena banyak perusahaan/ladang yang bersedia memberikan fasilitas kelas/sekolah, dana dan bahkan memberikan gaji kepada guru-guru (Indonesia).
• Sementara ini, guru-guru Indonesia dititipkan kepada Yayasan Humana yang telah mendapat ijin operasi dari Pemerintah Malaysia. Namun dalam pelaksanaannya, banyak mengalami hambatan baik manajerial maupun finansial. FGTTS mengusulkan agar Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SI-KK) dapat segera diresmikan, sehingga dapat berfungsi sebagai Pusat Pendidikan Indonesia di Sabah, dan selanjutnya membentuk Sekolah-Filial di ladang-ladang dengan sistem multigrade non-formal, dengan kurikulum Indonesia, serta mengadakan ujian dan memberikan ijazah yang berlaku untuk meneruskan pendidikan di Indonesia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 104
• Untuk anak-anak usia SLTP, difasilitasi untuk dapat
meneruskan pendidikan di sekolah berasrama di
perbatasan (Nunukan, Krayan, Lumbis), dengan
mengambil model sekolah keagamaan (Ponpes, Sekolah
Kristen), karena para orang tua di Sabah lebih tenang jika
anaknya bersekolah di sekolah keagamaan.
• Mengingat bahwa Guru Indonesia Tidak Tetap di Sabah
telah berjasa merintis model-model pendidikan multigrade
non-formal di ladang-ladang terpencil di Sabah, serta
akan adanya kebutuhan dalam jumlah besar guru-guru
Indonesia di Sabah jika konsep ini disetujui Pemerintah
RI, maka adalah wajar jika mereka difasilitasi untuk dapat
menjadi PNS dengan standar gaji Indonesia, dengan
tambahan pendapatan dari honor perusahaan/ladang
yang bersangkutan.
18. Perwakilan RI di Manila, Filipina
Kunjungan kerja ke Filipina, selain bertemu dengan
Perwakilan RI di Manila, juga dengan Pemerintah Filipina
(OWWA, Overseas Workers Welfare Administration yang
merupakan bagian dari Departemen Tenaga Kerja), serta
dengan LSM MFA (organisasi pekerja luar negeri) dan CMA
(Center for Migrant Advocacy).
Kebijakan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri di Filipina
berdasarkan kepada Labor Code of 1974 yang isinya
menekankan pentingnya seleksi yang hati-hati terhadap
tenaga kerja luar negeri Filipina untuk menjaga nama baik
bangsa Filipina di luar negeri (The aim of Labor Code of 1974
is ”to ensure the careful selection of Filipino workers for the
overseas labor market to protect the good name of the
Philippines abroad”).
Pekerja Migran (Luar Negeri) merupakan aset penting,
bahkan dianggap sebagai tulang punggung (”back bone”)
bagi negara Filipina karena remittance pada tahun 2007
mencapai 14,4 milyar dolar Amerika atau sekitar 10% dari
PDB. Dan remittance tersebut meningkat dari tahun ke tahun
seperti untuk tahun 2008, dari bulan Januari sampai dengan
bulan September, jumlah remittance telah mencapai 12,8
milyar dolar dan diperkirakan akan mencapai 15 milyar dolar
pada bulan Desember. Jumlah pekerja luar negeri pun
cenderung meningkat dan data menunjukkan bahwa pada
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 105
tahun 2008 ini jumlah tenaga kerja Filipina meningkat
25,9% jika dibandingkan pada selang waktu yang sama pada
tahun 2007.
Gambar 19. Koordinasi dengan OWWA dan NGO Filipina.
Isu pekerja luar negeri adalah isu sosial politik yang sangat
penting dan sensitif bagi Pemerintah dan masyarakat
Filipina, oleh karena itu perlakuan yang baik dan
penghargaan bagi pekerja luar negeri sangat diperhatikan
baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat.
Instansi/institusi yang berperan dalam menangani perekrutan, pengiriman dan penempatan tenaga kerja Filipina ke luar negeri adalah POEA (Philippine Overseas Employment Authority), sedangkan untuk perlindungan dilakukan oleh 2 institusi yaitu Departemen Luar Negeri (DFA) dan Overseas Workers Welfare Administration (OWWA). POEA dan OWWA berada di bawah koordinasi Departemen Tenaga Kerja Filipina (Department of Labor and Employment atau DOLE). POEA adalah badan yang berwenang untuk memberikan izin usaha (license) bagi perusahaan/agen tenaga kerja, sedangkan OWWA bersama-sama Departemen Luar Negeri/Department of Foreign Affairs (DFA) Filipina menangani hal yang berkait dengan perlindungan.
DFA memberikan perlindungan melalui welfare assistance
(seperti memberi tempat penampungan sementara,
pengurusan repatriasi) dan legal asisstance (seperti
penyelesaian kasus tenaga kerja di luar negeri).
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 106
Meskipun perlindungan tenaga kerja luar negeri Filipina telah
dilakukan dengan sangat optimal, kasus tenaga kerja
bermasalah di luar negeri masih ditemukan, khususnya di
Malaysia. Namun, Pemerintah Filipina mengambil sikap tegas
yaitu tidak akan memberi perlindungan bagi mereka yang
berangkat dengan cara ilegal, tidak melalui prosedur yang
telah ditetapkan.
Sikap ini dikritik oleh beberapa LSM, namun sikap tegas
Pemerintah berdampak positif terhadap pencegahan
timbulnya tenaga kerja luar negeri ilegal. Khusus di wilayah
Filipina Selatan (pulau Mindanao) yang secara historis terkait
dengan Sabah yang merupakan bagian dari Kesultanan Sulu,
dan secara geografis letaknya sangat dekat dengan Sabah,
Malaysia serta cukup banyak terjadi kasus tenaga kerja
ilegal, POEA dan OWWA mencoba melakukan penanganan
dengan sosialisasi dan desiminasi tentang perlunya
mengikuti prosedur penempatan tenaga kerja yang resmi.
Selain itu, beberapa LSM juga mengadvokasi pemerintah
untuk membuka lapangan kerja bagi penduduk asli pulau
tersebut, karena sebenarnya potensi sumber daya alam
pulau tersebut sangat besar.
Bagi Pemerintah Indonesia, adanya tenaga kerja ilegal asal
Filipina di Sabah, Malaysia yang mengaku sebagai orang
Indonesia, menjadi beban tambahan Pemerintah Indonesia,
baik dalam pelaksanaan kegiatan pemutihan maupun
kegiatan penanganan pemulangan TKIB dari Malaysia.
Karena Pemerintah Fiilipina tetap tegas untuk menolak
menangani tenaga kerja Filipina yang ilegal, maka menjadi
tugas Perwakilan RI di Malaysia untuk melakukan seleksi
yang ketat dan hati-hati dalam proses pemutihan atau
pemulangan agar tenaga kerja luar negeri Filipina yang
ilegal, tidak menjadi beban dan tanggung jawab Pemerintah
Indonesia. Dalam kaitan ini, Perwakilan RI di Malaysia
menerapkan sistem wawancara dan keharusan adanya saksi
bagi tenaga kerja ilegal yang tak memiliki dokumen identitas
diri dan mengaku sebagai warga negara Indonesia.
Terkait dengan TKI Bermasalah di luar negeri, di Filipina
khususnya di Manila tidak ada TKI Bermasalah karena pada
umumnya mereka bekerja sebagai tenaga ahli, dan sebagai
staf Kedutaan. Sebagian lainnya adalah pelajar atau
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 107
rohaniawan. Kasus yang sering ditangani oleh Perwakilan RI
di Filipina adalah ABK (Anak Buah Kapal) yang pada
umumnya bekerja di kapal milik negara lain (Taiwan) namun
kemudian dijatuhi hukuman karena melakukan illegal fishing
di perairan Filipina. Kasus seperti ini juga ditemukan di
Republik Palau yang menjadi wilayah akreditasi Perwakilan
RI di Filipina. Perwakilan mengharapkan adanya bantuan
dari Pemerintah Pusat untuk menangani masalah ABK
Bermasalah ini.
Pada saat ini Pemerintah Filipina mendapat kritikan dari
berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat mengenai
kebijakannya untuk tetap mengirim tenaga kerja ke luar
negeri. Alasan yang dikemukakan adalah adanya kerugian
non materi yang dirasakan oleh para tenaga kerja luar
negeri dan keluarganya. Selain itu, dengan tingginya
pengiriman tenaga kerja ke luar negeri terutama dengan
level pendidikan yang tinggi, maka rakyat Filipina
kekurangan SDM yang mampu melakukan pelayanan yang
berkualitas yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti di
bidang kesehatan dan pendidikan. LSM dan beberapa tokoh
masyarakat juga meminta agar Pemerintah secara bertahap
mengurangi pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan
menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. Selain itu,
adanya krisis global yang mengakibatkan pemutusan kontrak
terhadap pekerja luar negeri di beberapa negara tujuan,
telah diantisipasi Pemerintah Filipina dengan menyiapkan
contingency plan, yaitu dengan melaksanakan program
pelatihan untuk membuka lapangan kerja.
Lembaga Swadaya Masyarakat Center for Migrant Advocacy
(CMA) yang berkantor di Quezon City menekankan kepada
kegiatan advokasi terkait dengan hak-hak para tenaga kerja
luar negeri dan keluarganya. LSM ini berupaya untuk
meningkatkan kondisi sosial, ekonomi dan politik keluarga
pekerja migran (luar negeri) di manapun mereka berada
melalui advokasi kebijakan, diseminasi informasi, penguatan
jejaring, peningkatan kapasitas dan bantuan/pendampingan
langsung. CMA juga melakukan riset, kajian dan analisa
terhadap beberapa isu penting terkait dengan pekerja
migran, dan mendesiminasikan informasi penting tersebut
kepada pemangku kepentingan lainnya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 108
Beberapa program lain yang dilaksanakan CMA adalah
membangun jejaring kerja dengan berbagai pemangku
kepentingan di tingkat nasional maupun internasional, dan
bantuan langsung (direct asisstance) kepada pekerja migran
bermasalah. Salah satu program bantuan yang telah dan
terus dikembangkan adalah membekali pekerja migran
dengan telpon selular yang tersambung langsung kepada
organisasi pekerja migran melalui hot line (nomor tertentu)
untuk antisipasi jika pekerja migran mengalami bahaya
(pelecehan atau kekerasan).
G. Evaluasi dan Rekomendasi
1. Pelaksanaan Program sebagaimana tertuang dalam Rencana
Strategis TK-PTKIB tidak dapat direalisasikan karena
keterbatasan anggaran tahun 2008, sehingga beberapa
kegiatan harus ditiadakan dan atau dititipkan kepada
kementerian/lembaga dan sektor lain.
2. Selama tahun 2008, telah diberikan pelayanan kepada
42.133 orang TKIB dan keluarganya yang dipulangkan dari
Malaysia. Data pemulangan TKIB ini tidak termasuk mereka
yang pulang melalui jalur pelabuhan dan lorong-lorong
tradisionil yang banyak terdapat di perbatasan RI-Malaysia.
3. Walaupun penajaman program pemulangan TKIB telah
dilakukan, namun karena anggaran APBN-P Tahun 2008
turunnya sudah diakhir tahun anggaran, menyebabkan
penyerapan anggaran hanya 35,89%, akan tetapi di lain
pihak masih menyisakan utang Departemen Sosial kepada
pihak ketiga, yang dijadikan beban anggaran tahun 2009.
Karena alasan yang sama, serapan anggaran Departemen
Kesehatan hanya mencapai 16,39%. Sisa anggaran
dikembalikan ke Kas Negara.
4. Operasional Satgas PTKIB Daerah yang memberikan layanan
selama 12 bulan penuh kepada TKIB yang merupakan
masalah nasional, hanya dapat diakomodir selama 4 bulan
dalam APBN-P Tahun 2008. Hal ini memerlukan perhatian
TK-PTKIB Pusat agar dapat mengupayakan anggaran
operasional Satgas PTKIB Daerah selama satu tahun.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 109
5. Dengan dibentuknya BNP2TKI (Perpres No. 81 Tahun 2006),
perlu diatur kembali pembagian tugas kementerian/lembaga
dalam bidang ketenagakerjaan. Namun sebelum ada
ketentuan resmi yang mengatur hal tersebut, Keppres No.
106 Tahun 2004 tetap diberlakukan sebagaimana mestinya,
namun dengan melibatkan BNP2TKI dan jajarannya dalam
penyelenggaraannya.
6. Petunjuk pelaksanaan berkaitan dengan penanganan dan
pemulangan TKIB dan keluarganya dari Malaysia, perlu
disempurnakan dengan perkembangan yang terjadi,
menyesuaikan dengan perubahan kelembagaan dalam
kepemerintahan RI, serta perkembangan kebijakan
Pemerintah Malaysia. Termasuk di dalamnya adalah proses
pemutihan TKIB di Malaysia, yang belum menggunakan
pengaman biometrik yang belum dapat diterapkan di
lapangan. Hal ini kiranya dapat difasilitasi untuk pengadaan
perangkat keras, perangkat lunak dan operasinalisasinya.
Demikian pula bagi TKIB dan keluarganya yang tidak dapat
mengakses Jankesmas, perlu dukungan program dan
anggaran untuk layanan kesehatan dan rujukan bagi yang
memerlukan.
7. Peningkatan pelayanan dokumen bagi TKIB dan keluarganya
di Sabah dan Sarawak, Malaysia, berkoodinasi dengan
Pemerintah Kerajaan setempat, agar TKIB dan keluarganya
dapat segera menjadi TKI yang legal dan memenuhi
persyaratan ketenagakerjaan.
8. Perlu dikembangkan pola pengawasan keluar masuknya WNI
di daerah perbatasan untuk mencegah terjadinya pengiriman
TKI ilegal non-prosedural ke Malaysia yang mungkin juga
dimanfaatkan untuk tindak pidana perdagangan orang dan
terorisme. Perlu dukungan program dan anggaran kepada
Babinkam Mabes Polri yang sedang mengembangkan
Perpolisian Masyarakat (Polmas) untuk mengawasi
pelabuhan dan lorong-lorong tradisonil tempat keluar
masuknya TKI ilegal, yang secara bertahap akan
dikembangkan di sepanjang daerah perbatasan.
9. Perlu segera dibentuk Satgas PTKIB di Provinsi DKI Jakarta
mengingat posisinya sebagai representasi Pemerintah Pusat,
demikian pula Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan Riau sebagai
wilayah yang terdekat bagi pemulangan TKIB dari
Semenanjung Malaysia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 110
10. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas shelter untuk
pemulihan TKIB khususnya di daerah entry point yang
banyak menerima pemulangan TKIB seperti Tanjungpinang,
Entikong, dan Nunukan.
11. Gedung Pendataan Kepulangan TKI (GPK-TKI) yang diawaki
oleh Satuan Pelayanan Kepulangan TKI (SPK-TKI) BNP2TKI
belum didukung dengan biaya operasional yang memadai
sehingga masih harus banyak melibatkan pihak swasta yang
berorientasi profit sehingga sering mempengaruhi kualitas
pelayanan. SPK-TKI diusulkan menjadi UPT setingkat Eselon
II di bawah BNP2TKI sehingga lebih jelas tanggung jawabnya
dan lebih luas ruang geraknya.
12. Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui
program transmigrasi, perkebunan, dan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan program
pemberdayaan masyarakat lainnya.
13. Pendidikan dan pelatihan calon tenaga kerja baik dari
Depdiknas melalui diklat life skill, melalui Balai Latihan Kerja
(BLK) Depnakertans dan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
(BLKLN) PPTKIS, masih sangat terbatas, belum menjangkau
calon tenaga kerja di pedesaan. Perlu dukungan pogram dan
anggaran untuk meningkatkan partisipasi swasta dan
kelembagaan masyarakat dalam diklat ketenagakerjaan.
14. Meningkatkan kerjasama dengan kelembagaan masyarakat,
pihak swasta dan lembaga pemerintah pusat dan daerah
dalam sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang
aman dalam mencari kerja di luar negeri.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2008
Satgas TK-PTKIB Pusat 111
IV. PENUTUP
Demikian laporan kinerja TK-PTKIB Tahun 2008 disusun dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan dalam Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar pemulangan TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara bermartabat dan dengan menjunjung tinggi HAM, dan selanjutnya dibina dan diberdayakan agar menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB Tahun 2008, juga dimaksudkan sebagai bahan evaluasi agar tindak lanjut penanganan dan pemulangan TKIB dan keluarganya dari Malaysia di masa yang akan datang dapat semakin ditingkatkan.
Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung dalam Satgas/Posko TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja ekstra keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan TKIB dan penempatannya kembali menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan harapan agar tahun 2009 kinerja Satgas TK-PTKIB dapat lebih ditingkatkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal ibadah kinerja Satgas TK-PTKIB dan memberikan kekuatan dan petunjuk-Nya dalam penugasan selanjutnya.
Jakarta, Desember 2008
Satgas TK-PTKIB.
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2004
TENTANG TIM KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA
BERMASALAH DAN KELUARGANYA DARI MALAYSIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, salah satu
tujuan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia;
b. bahwa perkembangan kebijakan Pemerintah Malaysia tentang pemulangan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah dan keluarganya sangat berpengaruh terhadap keberadaan tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di Malaysia beserta keluargnya;
c. bahwa masalah ketenagakerjaan di Indonesia saat ini dan pada waktu mendatang masih berada pada tingkat pertumbuhan angkatan kerja baru yang cukup tinggi dan terbatasnya kesempatan kerja yang tersedia di dalam negeri;
d. bahwa proses pemulangan tenaga kerja Indonesia bermasalah dan keluargnya dari Malaysia perlu mendapat perhatian khusus, ditangani secara koordinatif dengan tetap menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia, hak-hak pekerja dan keluarganya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kaidah-kaidah hokum internasional;
e. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu membentuk Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia bermasalah dan Keluargnya dari Malaysia dengan Keputusan Presiden;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Pasal 27 ayat (2) pasal 28 G ayat (1) Pasal 28 I ayat (4)
Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3882);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TIM KOORDINASI PEMULANGAN TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN KELUARGNYA DARI MALAYSIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah adalah Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia yang tidak memiliki izin kerja dan/atau dokumen-dokumen yang sah untuk bekerja di Malaysia dan/atau yang bekerja tidak sesuai dengan izin kerja yang dimiliki.
BAB II PEMBENTUKAN DAN TUGAS
Pasal 2
(1) Membentuk Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluargnya dari Malaysia yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut dengan TK-PTKIB, sebagai wadah koordinasi baik di tingkat Pusat, di Perwakilan Republik Indonesia di Malaysia, maupun di tingkat Daerah.
(2) TK-PTKIB berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 3 (1) TK-PTKIB mempunyai tugas menyusun dan mengkoordinasikan kebijakan
dan program pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia ke Indonesia.
(2) Pelaksanaan tugas TK-PTKIB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hak asasi manusia.
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-lanngkah yang diperlukan untuk: a. melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia atas dasar
prinsip tanggung jawab bersama; b. melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan; c. melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan; d. melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/penghasilan lain,
harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya; e. pemberian dokumen Perjalanan Laksana Paspor (SPLP);
f. mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan pemulangan/daerah asal;
g. melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlindungan selama perjalanan sampai ke tempat asal;
h. pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal;
i. mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB bekerja sama dengan Gubernur dan Bupati/Walikota asal Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan/atau pihak-pihak lain yang dipandang perlu
Pasal 6 Dalam melaksanakan tugas, TK-PTKIB mendapat pengarahan dari Tim Pengarah yang terdiri dari : a. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat; b. Menteri Negara Koordinator Bidang Perekonomian; c. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanaan.
BAB III ORGANISASI
Bagian Pertama Keanggotaan
Pasal 7
Susunan keanggotaan TK-PTKIB terdiri dari : 1. Ketua : Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat 2. Wakil Ketua I : Menteri Luar Negeri 3. Wakil Ketua II : Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi 4. Anggota :
a. Menteri Dalam Negeri b. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia c. Menteri Sosial d. Menteri Kesehatan e. Menteri Perhubungan f. Menteri Keuangan g. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan h. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara i. Panglima Tentara Nasional Indonesia j. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia k. Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia
l. Para Konsul Jenderal Republik Indonesia di Malaysia 5. Sekretaris : Sekretaris Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat. 6. Wakil Sekretaris I : Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Departemen
Luar Negeri. 7. Wakil Sekretaris II : Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga
Kerja Luar Negeri, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Bagian Kedua Kesekretariatan
Pasal 8
(1) Dalam Melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB dibantu oleh sekretariat. (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipimpin oleh sekretaris
TKPTKIB. (3) Keanggotaan Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diangkat
oleh ketua TK-PTKIB.
Bagian Ketiga Satuan Tugas
Pasal 9
(1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, TK-PTKIB membentuk satuan tugas.
(2) Keanggotaan satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan Pejabat Instansi Pemerintah terkait.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, dan tata kerja satuan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Ketua TKPTKIB.
BAB IV
TATA KERJA
Pasal 10 Ketentuan mengenai tata kerja TK-PTKIB diatur lebih lanjut oleh Ketua TK-PTKIB.
Pasal 11
TK-PTKIB melaporkan hasil pelaksanaan tugas TK-PTKIB kepada Presiden.
BAB V PEMBIAYAAN
Pasal 12
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas TK-PTKIB dan pelaksanaan pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluargnya dari Malaysia ke Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 18 Oktober 2004 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI