kinerja tk-ptkib tahun 2007

80

Upload: parjoko-md

Post on 12-Jun-2015

628 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Implementasi Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)

TRANSCRIPT

Page 1: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Page 2: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

ii

KEMENTERIAN KOORDINATOR

BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI

KINERJA

TIM KOORDINASI PEMULANGAN

TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN

KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB)

TAHUN 2007

Jakarta, Desember 2007

Page 3: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

iii

PENGANTAR

Tanggal 18 Oktober 2004, dengan Keputusan Presiden RI No. 106

Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga

Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB),

Pemerintah RI bertindak responsif terhadap rencana Pemerintah

Malaysia yang akan mendeportasi pendatang asing tanpa izin (PATI) ke

negerinya, yang sebagian besar berasal dari Indonesia.

TK-PTKIB ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah

Malaysia, memberikan bantuan pemulangan kepada TKIB, dan

mempersiapkannya kembali menjadi TKI yang berkualitas dan

memenuhi persyaratan. Sejak tahun 2004, TK-PTKB dengan Satgas dan

Poskonya di daerah entry point telah memberikan layanan dengan

sebaik-baiknya walaupun dengan dana operasional yang terbatas. TK-

PTKIB juga berupaya membantu TKIB yang ingin kembali bekerja di

Malaysia secara benar, antara lain melalui pelayanan satu atap

walaupun tidak berjalan dengan lancar.

Tahun 2007, Pemerintah Malaysia dengan pasukan Relanya

kembali gencar merazia PATI dan mendeportasinya ke daerah entry

point terdekat, sehingga menambah beban kerja Satgas TKIB di daerah

perbatasan seperti Tanjung Pinang, Entikong dan Nunukan. Laporan

kinerja TK-PTKIB Tahun 2007 ini disusun sebagai pertanggungjawaban

sekaligus sebagai bahan evaluasi guna peningkatan pelayanan di tahun

2008, yang dipekirakan akan lebih banyak lagi TKIB yang dideportasi

dari Malaysia.

Semoga Allah SWT menerima amal pekerjaan ini dan berkenan

memberikan kekuatan dan bimbingan-Nya kepada kita semua dalam

mengemban tugas pemulangan TKIB ini selanjutnya.

Jakarta, Desember 2007

Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan,

selaku Ketua Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB,

Dra. Maswita Djaja, MSc

Page 4: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

iv

DAFTAR ISI

Halaman

PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tugas dan Fungsi 3

C. Landasan Kerja 4

D. Ruang Lingkup Kegiatan 4

II. RENCANA STRATEGIS

A. Visi dan Misi 5

B. Tujuan dan Sasaran 5

C. Strategi 7

D. Kebijakan 8

E. Program 8

III. KINERJA TAHUN 2007

A. Koordinasi Penganggaran 11

B. Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja 11

C. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB 21

D. Koordinasi Pemulangan TKIB 31

E. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI 46

F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi 53

G. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu 62

H. Evaluasi dan Rekomendasi 70

IV. PENUTUP 76

LAMPIRAN

1. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia

Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).

2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/

KEP/MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan

Satuan Tugas TK-PTKIB.

3. Keputusan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang

Kesra No. 366/KEP/SESMENKO/KESRA/ XI/2007 tentang

Pembentukan Sekretariat Satuan Tugas TK-PTKIB.

Page 5: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan transportasi

telah mendorong meningkatnya migrasi penduduk antar negara, tidak

terkecuali di kawasan ASEAN. Derasnya migrasi antar negara di

kawasan ini, didorong oleh adanya kebijakan bebas visa untuk

keperluan kunjungan atau wisata yang ternyata telah dimanipulasi

oleh orang yang tidak bertanggung-jawab untuk mengirimkan WNI ke

luar negeri, bukan untuk berwisata tetapi untuk bekerja di negeri

jiran.

Dengan tidak adanya visa kerja walaupun mempunyai visa

kunjungan, menyebabkan banyak di antara ”wisatawan pekerja”

tersebut yang dieksploitasi dalam bentuk penahanan paspor, upah

rendah, penyekapan, bahkan perlakuan-perlakuan yang tidak

manusiawi. Ketika visa kunjungan telah habis, wisatawan yang

pekerja tersebut menjadi ilegal karena overstay, dan atau

undocomented, yang menjadikannya semakin rentan untuk

dieksploitasi.

Walaupun beresiko seperti itu, modus pengiriman TKI tersebut

banyak diminati oleh calon tenaga kerja Indonesia yang tidak

mendapat kesempatan kerja di dalam negeri, khususnya bagi mereka

yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keterampilan tinggi.

Di Malaysia mereka banyak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang

kasar, kotor, terkadang berbahaya dengan gaji murah di pedalaman

(hutan, kebun sawit, kebun karet), dan juga di perkotaan (kedai,

rumah tangga, pabrik, pasar, atau bangunan). Jenis pekerjaan seperti

itu sudah tidak diminati lagi oleh warga negara Malaysia yang

berpendidikan relatif lebih baik.

Dalam pelaksanaannya, ”penempatan” TKI secara tidak resmi di

Malaysia bermitra dengan ”agen” setempat, tetapi Pemerintah

Malaysia seolah menutup mata karena memang TKI tersebut

diperlukan di negeri itu khususnya untuk sektor perkebunan. TKI ilegal

ini walaupun berpendidikan rendah tetapi mempunyai keterampilan

Page 6: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 2

memadai untuk dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit yang banyak

terdapat di Malaysia. Akan tetapi statusnya tersebut menyebabkan

mereka dibayar rendah, dan sering sengaja dilaporkan kepada yang

berwajib menjelang pembayaran gajinya.

Pemulangan pendatang asing tanpa izin (PATI) di Malaysia baik

melalui program amnesti maupun deportasi telah berlangsung sejak

tahun 2004, namun sampai sekarang masih tetap berlangsung karena

lemahnya pemeritah Malaysia menindak para majikan yang

mempekerjakan TKI ilegal dan adanya aparat korup yang dengan

bayaran tertentu telah membiarkan masuknya para pekerja ke

Malaysia dengan status pelancong (visa kunjungan). Namun

kelemahan juga terjadi di dalam negeri Indonesia. Pihak Imigrasi tidak

mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menahan para pekerja

Indonesia yang masuk Malaysia dengan visa kunjungan, di samping

banyaknya pelabuhan tradisional dan jalan-jalan tikus di perbatasan

yang dipergunakan oleh pihak tertentu untuk memasukkan TKI secara

ilegal ke Malaysia.

Pemerintah RI melalui Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja

Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) yang

dibentuk melalui Keppres No. 106 Tahun 2004, sesuai dengan

penugasannya telah membantu memberikan layanan yang

proporsional dan layak pada Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah

(TKIB) dan keluarganya yang pulang ke Indonesia.

TK-PTKIB adalah tim lintas sektoral yang melaksanakan

tugasnya sesuai dengan fungsi sektoralnya masing-masing, yang

sehari-hari dijalankan oleh Satuan Tugas TK-PTKIB. Tim ini tetap

berjalan walaupun telah ada Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006

tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan

Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, karena masih

dalam masa transisi dan menunggu pengaturan dan keputusan lebih

lanjut dari Presiden.

Sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Satgas TK-

PTKIB, disusunlah laporan kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2007,

didasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2007, disesuaikan dengan

perkembangan dan berbagai perubahan lingkungan strategis yang

terjadi.

Page 7: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 3

B. Tugas dan Fungsi

Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 106

Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja

Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)

disebutkan bahwa tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan

mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB ke

Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan hak asasi manusia. Dalam melaksanakan

tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk:

a. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.

b. Melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan.

c. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan.

d. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/ penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya.

e. Pemberian dokumen perjalanan/Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

f. Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan pemulangan/daerah asal.

g. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlin-dungan selama perjalanan sampai ke tempat asal.

h. Pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal.

i. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB melalui

Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat

No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, membentuk Satuan Tugas TK-

PTKIB yang terdiri dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Sedang

di tingkat daerah, TK-PTKIB bekerjasama dengan Gubernur dan

Bupati/Walikota daerah entry dan exit point serta daerah asal TKIB,

dan/atau dengan pihak lain yang dipandang perlu.

C. Landasan Kerja

Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:

1. Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut. 2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial.

Page 8: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 4

3. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. 4. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan

Keluarga Sejahtera. 5. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan

Angkutan Jalan. 6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. 7. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar

Negeri. 8. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 9. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia. 10. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 11. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kesehatan. 12. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. 13. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 14. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 15. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim

Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)

16. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/KEP/ MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarga-nya dari Malaysia (TK-PTKIB).

D. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:

1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia tentang pemulangan TKIB atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.

2. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu, dalam pemulangan TKIB sejak dari Malaysia sampai ke daerah asalnya dengan selamat dan bermartabat.

3. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.

4. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

Page 9: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 5

II. RENCANA STRATEGIS

A. Visi dan Misi

Visi TK-PTKIB adalah Terwujudnya koordinasi lintas sektor Pusat,

Daerah dan di Malaysia agar terselenggara pemulangan TKIB dengan

selamat dan bermartabat, dan terbina menjadi TKI yang berkualitas

dan memenuhi persyaratan.

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan tugas dan

fungsinya, misi TK-PTKIB adalah:

1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar

terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat.

2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan,

program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB dan TKI, antar

instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan Perwakilan RI di

Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang diperlukan.

3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi pelayanan

dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia

sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan dalam memfasilitasi

pengiriman kembali TKI sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan, program

dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan dalam

pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di

Indonesia.

B. Tujuan dan Sasaran

Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden No. 106 Tahun 2004,

maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu:

1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan

perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB

dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan.

Page 10: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 6

2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam mem-

fasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait dalam

memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB dan

pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan.

3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan

pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan

memenuhi persyaratan.

4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis dan

evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan

pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan, yang efektif dan berhasilguna

Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah:

1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB

dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan yang tidak tumpang tindih, manusiawi dan

menghormati HAM.

2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder terkait

dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan

pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan

memenuhi persyaratan.

4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program dan

kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan TKIB

dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan, yang menyeluruh dan dapat dipercaya (reliable).

Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan ketersediaan

sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan strategis yang

berkembang.

Page 11: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 7

C. Strategi

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas,

berbagai faktor lingkungan strategis dipertimbangkan:

1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat untuk

ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan, program

dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang gerak

yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan

sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi

menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan pemulangan

TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan.

3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara baik

bilateral, multilateral dan regional.

4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang

berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan Pemerintah

RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kesiapan sumberdaya

yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam rangka

pencapaian tujuan dan sasaran adalah:

1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan

Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam penyelenggaraan

pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan

memenuhi persyaratan.

2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon TKI

tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta terhadap

kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI di

Malaysia.

3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI di

Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam pemberian

layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya

menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.

Page 12: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 8

4. Meningkatkan serta mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja

baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang

diperlukan.

D. Kebijakan

Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk kebijakan

operasional TK-PTKIB sebagai berikut:

1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani instansi

sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang diperlukan,

dilakukan dengan memrioritaskan pada institusi/lembaga yang

terkait langsung di lapangan.

2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan

calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta

terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI

di Malaysia dilakukan dengan proaktif melibatkan aparat

Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas penduduk Indonesia yang

ada di Malaysia, bekerja sama dengan institusi/lembaga tempatan

yang peduli.

3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di

Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan,

dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-masing.

4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan jejaring

kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan sistem

informasi dan kemudahan komunikasi serta ketersediaan fasilitas

jaringan internet dan mengupayakan adanya pertukaran data dan

informasi secara teratur.

E. Program

Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang

diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan

pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan,

sebagai berikut:

1. Tahun Anggaran 2007

a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan

Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan TKIB

secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah asalnya di

Indonesia.

Page 13: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 9

b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di

Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.

c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,

dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di

Indonesia.

d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari

Malaysia.

e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah

Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,

dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

f. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

pemulangan TKIB dari Malaysia.

g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

2. Tahun Anggaran 2008

a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan

Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB

di dalam dan di luar negeri.

b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di

Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.

c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB

serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.

d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui

berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM,

Kredit Perkasa, dan lain-lain.

e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,

dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di

Indonesia.

f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari

Malaysia.

g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah

Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,

dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan

standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB

dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI

Page 14: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 10

dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi

Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.

i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

pemulangan TKIB dari Malaysia.

j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

3. Tahun Anggaran 2009

a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan

Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB

di dalam dan di luar negeri.

b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di

Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.

c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB

serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.

d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui

berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM,

Kredit Perkasa, dan lain-lain.

e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,

dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di

Indonesia.

f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari

Malaysia.

g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah

Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,

dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang

berkualitas dan memenuhi persyaratan.

h. Koordinasi implementasi pedoman, juklak, juknis dan standar

operasional prosedur tentang penanganan TKIB yang telah

disempurnakan.

i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

pemulangan TKIB dari Malaysia.

j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.

Page 15: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 11

III. KINERJA TAHUN 2007

Kinerja TK-PTKIB pada Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

A. Koordinasi Penganggaran

Pengajuan anggaran pemulangan TK-PTKIB sebesar Rp 10

milyar pada awal tahun 2007, setelah melalui pembahasan

akhirnya pada tanggal 29 November 2007, mendapatkan

kepastian alokasi dana APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar, untuk

kegiatan koordinasi TK-PTKIB dan penguatan Satgas TKIB Daerah

sebesar Rp 825 juta,- yang dialokasikan pada DIPA Kementerian

Koordinator Bidang Kesra, serta untuk permakanan dan

pemulangan TKIB sebesar Rp 8,3 milyar yang dialokasikan pada

DIPA Departemen Sosial.

Mengingat sempitnya waktu untuk implementasi program,

segera dilaksanakan penyesuaian rencana kerja agar dana yang

tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

B. Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja

1) Reorganisasi TK-PTKIB

Reorganisasi TK-PTKIB khususnya dilakukan pada susunan

keanggotaan Sekretariat Satgas TK-PTKIB karena adanya alih

tugas beberapa pejabat sebelumnya. Secara terinci mengenai

organisasi Sekretariat Satgas TK-PTKIB dapat diperiksa dalam

Laporan Kinerja Sekretariat Satgas TK-PTKIB Tahun 2007.

Sementara organisasi Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga

Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia

(TKIB) sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 106

Tahun 2004, tidak mengalami perubahan, karena walaupun

Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja

Luar Negeri, Depnakertrans telah dilikuidasi sehubungan dengan

dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan Peraturan Presiden

No. 81 Tahun 2006, mengingat sampai dengan tahun 2007 masih

belum stabil baik dari segi personil maupun penganggarannya,

Page 16: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 12

maka untuk sementara susunan keanggotaan TK-PTKIB tidak ada

perubahan, sebagai berikut:

Ketua : Menteri Koordinator Bidang Kesra

Wakil Ketua I : Menteri Luar Negeri

Wakil Ketua II : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Anggota : a. Menteri Dalam Negeri, b. Menteri Hukum dan HAM, c. Menteri Sosial, d. Menteri Kesehatan, e. Menteri Perhubungan, f. Menteri Keuangan, g. Menteri Negara Pemberdayaan

Perempuan, h. Menteri Negara BUMN, i. Panglima TNI, j. Kepala Kepolisian Negara RI, k. Duta Besar RI untuk Malaysia, l. Para Konsul Jenderal RI di Malaysia.

Sekretaris : Sekretaris Menko Kesra

Wakil Sekretaris I

: Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Dep. Luar Negeri.

Wakil Sekretaris II

: Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans *).

*) Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2007

tanggal 12 Februari 2007 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan

Presiden RI No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas

Eselon I Kementerian Negara RI, Direktorat Jenderal Pembinaan dan

Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (Ditjen PPTKLN), dilikuidasi

dan kegiatan operasionalnya dialihkan menjadi tanggung jawab

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk melalui Peraturan Presiden RI

No. 81 Tahun 2006. Jabatan Dirjen PPTKLN sebagai Wakil Sekretaris

II, sementara tidak diisi sambil menunggu masa transisi dan

kejelasan mengenai tugas dan tanggung jawab Instansi Pemerintah

yang akan menangani TKI Bermasalah (BNP2TKI ?) atau Pekerja

Migran Bermasalah (Departemen Sosial).

Page 17: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 13

Perihal organisasi Satuan Tugas (Satgas) TK-PTKIB sebagai-

mana diatur dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra

No. 27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, dengan pertimbangan yang

sama juga tidak mengalami perubahan, dengan susunan

keanggotaan sebagai berikut:

1. PENGARAH

Ketua : Sekretaris Menko Kesra

Ketua I : Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler,

Deplu.

Ketua II : Direktur Jenderal Pembinaan dan

Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri,

Depnakertrans.

Anggota : 1. Direktur Jenderal Pemerintahan

Umum, Depdagri.

2. Direktur Jenderal Administrasi

Kependudukan, Depdagri.

3. Direktur Jenderal Bantuan dan

Jaminan Sosial, Depsos.

4. Direktur Jenderal Imigrasi,

Depkumham.

5. Sekretaris Direktur Jenderal

Pembinaan dan Penempatan Tenaga

Kerja Luar Negeri, Depnakertrans.

6. Direktur Jenderal Perhubungan Laut,

Dephub.

7. Direktur Jenderal Perhubungan Darat,

Dephub.

8. Direktur Jenderal Perhubungan Udara,

Dephub.

9. Direktur Jenderal Anggaran dan

Perimbangan Keuangan, Depkeu.

10. Direktur Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan

Lingkungan, Depkes.

11. Direktur Jenderal Pelayanan Medik,

Depkes.

Page 18: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 14

12. Deputi Menteri BUMN Bidang

Restrukturisasi dan Privatisasi.

13. Deputi Menteri Pemberdayaan

Perempuan Bidang Kualitas Hidup

Perempuan.

14. Asisten Operasi Kepala Staf Umum,

Mabes TNI.

15. Direktur Samapta Babinkam, Mabes

POLRI.

16. Kepala Babinkam Mabes POLRI.

2. KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN

Ketua : Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi

Pemberdayaan Perempuan.

Wakil Ketua I : Staf Ahli Menko Kesra Bidang Peranserta

Masyarakat.

Wakil Ketua II : Staf Ahli Menko Kesra Bidang Ekonomi

Kerakyatan.

Wakil Ketua III : Direktur Perlindungan WNI dan BHI,

Deplu.

Sekretaris : Asisten Deputi Urusan Kesempatan Kerja

Perempuan, Kementerian Koordinator

Bidang Kesra.

Wakil

Sekretaris

: Direktur Bantuan Sosial Korban Tindak

Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen

Banjamsos, Depsos.

Anggota : 1. Direktur Perlindungan dan Advokasi,

Depnakertrans.

2. Direktur Lalu Lintas Keimigrasian,

Depkumham.

3. Direktur Tramtib dan Linmas, Ditjen

PUM, Depdagri.

4. Direktur Pendaftaran Penduduk, Ditjen

Adminduk, Depdagri

5. Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut,

Dephub.

Page 19: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 15

6. Direktur Lalu Lintas Angkutan Udara,

Dephub.

7. Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan,

Dephub.

8. Direktur Anggaran II, Depkeu.

9. Direktur Pelayanan Medik Dasar,

Depkes.

10. Direktur Epidemi dan Kesehatan

Masyarakat, Ditjen PPM-PL, Depkes.

11. Asisten Deputi Perlindungan

Perempuan, Kementerian

Pemberdayaan Perempuan.

12. Asisten Deputi Urusan Informasi dan

Administrasi Kekayaan, Kementerian

BUMN.

13. Perwira Pembantu Utama IV, OPS,

Mabes TNI.

14. Wadir Samapta Babinkam Mabes

POLRI.

Tatalaksana koordinasi TK-PTKIB, secara umum tidak

mengalami perubahan. Secara keseluruhan, koordinasi pemu-

langan TKIB serta pembinaan dan pemberdayaannya menjadi TKI

yang berkualitas dan memenuhi persyaratan, dilaksanakan oleh

TK-PTKIB, yang secara teknis operasional dikoordinasikan oleh

Satgas TK-PTKIB.

Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di luar

negeri (Malaysia) yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal RI dan

Kantor Penghubung/Konsulat RI di Malaysia, dilaksanakan melalui

Kedutaan Besar RI di Kualalumpur dan secara nasional

dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang juga anggota

TK-PTKIB.

Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di daerah,

dilaksanakan melalui Departemen Dalam Negeri yang juga

anggota TK-PTKIB. Menteri Dalam Negeri melalui Radiogram

No.560/2909/SJ tanggal 29 Oktober 2004 telah meminta kepada

Gubernur dan Bupati/Walikota Daerah entry point, transit dan

daerah asal untuk membentuk Satgas secara lintas sektoral

Page 20: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 16

dengan tugas operasional untuk menangani penerimaan dan

pemulangan TKIB dari Malaysia, dan melaksanakan hal-hal

sebagai berikut:

(1) Mengkoordinir tugas sektor secara terpadu;

(2) Mengkoordinir pengangkutan dari debarkasi ke daerah asal;

(3) Melakukan pendataan dengan identitas diri yang jelas;

(4) Mempersiapkan tempat transit sementara;

(5) Mempersiapkan pelayanan kesehatan;

(6) Memprioritaskan pelayanan khusus kepada kaum wanita dan

anak;

(7) Mencegah adanya penyelundupan manusia serta narkoba;

(8) Melakukan pengamanan dan penegakan hukum.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah

diharapkan memberikan bantuan serta memfasilitasi kegiatan di

lapangan secara optimal sesuai dengan kemampuan masing-

masing daerah.

Satgas TK-PTKIB Daerah yang dibentuk:

(1) Satgas TK-PTKIB Medan dan Posko TK-PTKIB Belawan,

Provinsi Sumatera Utara.

(2) Satgas TK-PTKIB Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan

Riau.

(3) Satgas TK-PTKIB Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan

Riau.

(4) Satgas TK-PTKIB Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

(5) Satgas TK-PTKIB Kota Dumai, Provinsi Riau.

(6) Satgas TK-PTKIB Pontianak dan Posko TK-PTKIB Entikong,

Provinsi Kalimantan Barat.

(7) Satgas TK-PTKIB Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur.

(8) Satgas TK-PTKIB Kota Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan.

(9) Satgas TK-PTKIB Tanjung Priok, Provinsi DKI Jakarta.

(10) Satgas TK-PTKIB Tanjung Emas, Provinsi Jawa Tengah.

(11) Satgas TK-PTKIB Tanjung Perak, Provinsi Jawa Timur.

Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dan Mataram

Provinsi NTB masih belum ada Satgas TK-PTKIB walaupun

menangani cukup banyak TKIB yang pulang melalui pelabuhan

daerah yang bersangkutan.

Page 21: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 17

Sementara itu, Perwakilan RI di Johor Bahru dan Kuala

Lumpur Malaysia telah membentuk Satgas Pelayanan dan

Perlindungan WNI yang bertugas antara lain melakukan

pendataan dan memberikan pelayanan dan perlindungan kepada

para TKIB.

2) Penajaman Rencana Kerja

Rencana kerja TK-PTKIB yang disusun pada awal tahun

anggaran 2007, adalah sebagai berikut:

a. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB

(1) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan

WNI Perwakilan RI di Malaysia.

(2) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB Daerah,

serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6 Tahun 2006.

b. Koordinasi Pemulangan TKIB

(1) Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari Satgas

Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia dan

Satgas TKIB Daerah.

(2) Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah dalam

penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.

(3) Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di

Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia.

c. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI

(1) Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja.

(2) Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan kerja di pedesaan.

(3) Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi mereka yang ingin berusaha sendiri.

(4) Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.

d. Koordinasi Penganggaran

Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia, Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950 TKIB, yang dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Sementara anggaran untuk operasional Satgas TK-PTKIB belum teralokasikan karena keterbatasan DIPA Kementerian Koordinator Bidang Kesra tahun 2007, demikian pula dana untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum secara jelas didukung oleh APBN maupun APBD.

Page 22: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 18

Sehubungan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat mengusulkan dukungan dana pemulangan TKIB

melalui APBN-P Tahun 2007 sebesar Rp 10 milyar, yang terdiri dari:

(1) Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 2 milyar untuk kegiatan:

(a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan

Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia (b) Pertemuan

koordinasi Satgas TK-PTKIB, Satgas Pelayanan dan Perlindungan

WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c)

Penguatan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI

di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat Satgas TK-

PTKIB dan Media Center (e) Montoring dan evaluasi daerah entry

point dan daerah asal TKIB (f) Monitoring ke daerah kantong TKI di

Malaysia (g) Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan

informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat melalui

pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.

(2) Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah entry point ke

daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,0 milyar untuk biaya

penampungan, permakanan dan transportasi TKIB ke daerah asal.

Sementara APBN-P masih dalam proses pengajuan, operasional

Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah

diharapkan tetap berjalan dengan menggunakan atau mengoptimali-

sasikan berbagai sumber daya yang memungkinkan.

e. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi

(1) Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan daerah asal

TKIB di Indonesia.

(2) Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.

(3) Pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB kepada Presiden dan

kepada masyarakat.

f. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu

Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan akan

dilaksanakan dengan menggunakan sarana komunikasi yang ada dan

melakukan peninjauan langsung jika diperlukan.

Rencana kerja TK-PTKIB sebagaimana tersebut di atas,

kemudian dipertajam dengan adanya kepastian alokasi anggaran

APBN-P yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan tanggal 29

November 2007, sebagai berikut:

a. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB

(1) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan

Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia.a

Page 23: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 19

(2) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB

Daerah, serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6

Tahun 2006.a

b. Koordinasi Pemulangan TKIB

(1) Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari

Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI

di Malaysia dan Satgas TKIB Daerah.a

(2) Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah dalam

penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.a

(3) Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin

(PATI) di Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia,

dirubah menjadi: Penguatan kelembagaan 11 Satgas

TK-PTKIB di daerah entry point di Indonesia, dan Satgas

Pelayanan dan Perlindungan WNI Johor Bahru, Malaysia.

c. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI

(1) Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar

sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang

putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja.

(2) Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan

kerja di pedesaan.

(3) Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi

peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi

mereka yang ingin berusaha sendiri.

(4) Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui

pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.

d. Koordinasi Penganggaran

Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia,

Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana

sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950

Pekerja Migran Bermasalah (PMB) atau TKIB, yang

dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Namun sampai

dengan akhir semester I tahun 2007, anggaran tersebut

telah habis sehingga Depsos harus memulangkan PMB atau

TKIB menggunakan dana talangan dari pihak rekanan antara

lain dari PT. PELNI dan PT. DAMRI. Sementara anggaran

untuk operasional Satgas TK-PTKIB tidak teralokasikan

Page 24: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 20

dalam DIPA Kementerian/Lembaga pusat, demikian pula

untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum didukung

secara optimal oleh APBD yang bersangkutan.

Adanya kepastian alokasi APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar

yang diperuntukkan kegiatan koordinasi dan penanganan

TKIB pusat dan daerah, Kementerian Koordinator Bidang

Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial dan Departemen

Keuangan menyepakati penggunaan dana APBN-P Tahun

2007 sebagai berikut:

(1) Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 825 juta, untuk

kegiatan: (a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas

Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di

Malaysia (b) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB,

Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI

di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c) Penguatan

Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI

di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat

Satgas TK-PTKIB dan Media Center (e) Montoring dan

evaluasi daerah entry point dan daerah asal TKIB (f)

Monitoring ke daerah kantong TKI di Malaysia (g)

Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan

informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat

melalui pengembangan radio komunitas di daerah

sumber TKI.

(2) Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah

entry point ke daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,3

milyar untuk biaya penampungan, permakanan dan

transportasi TKIB ke provinsi daerah asal.a

Sebelum adanya kepastian tentang dana APBN-P

tersebut, operasional Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas

TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah tetap berjalan dengan

menggunakan atau mengoptimalisasikan berbagai sumber

daya yang memungkinkan.a

e. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi

(1) Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan

daerah asal TKIB di Indonesia.a

(2) Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.

Page 25: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 21

(3) Pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB kepada

Presiden dan kepada masyarakat.a

f. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu

Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari

Pimpinan akan dilaksanakan dengan menggunakan sarana

komunikasi yang ada dan atau melakukan peninjauan

langsung jika diperlukan.a

C. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB

Dalam tahun 2007, rapat-rapat koordinasi yang membahas

tentang kebijakan penanganan TKIB telah dilakukan, baik yang

dibiayai dari anggaran Satgas TK-PTKIB, maupun dalam berbagai

rapat lainnya yang diselenggarakan oleh K/L dan SKPD yang

materi bahasannya terkait dengan masalah TKIB. Berbagai

kebijakan telah dibahas dalam tingkat pengambil keputusan yang

cukup tinggi, namun masih memerlukan adanya keputusan lebih

lanjut dari pengambil keputusan pada tingkat yang lebih tinggi

yaitu tingkat Menteri atau Menteri Koordinator.

1) Pembagian Tugas

Diperlukan adanya kebijakan dalam rangka pengaturan

tugas antar sektor atau antar K/L dan antar SKPD yang lebih

komprehensif, sehubungan dengan dibentuknya Badan Nasional

Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) melalui Peraturan

Presiden No. 81 Tahun 2006, dan pembentukan Tim Inpres No. 6

Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan

dan Perlindungan TKI. Termasuk dalam hal ini diperlukan adanya

kebijakan yang mengatur masalah penganggaran dan alokasinya.

Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh Satgas TK-

PTKIB tahun 2004, sampai dengan tahun 2005 masih berjalan,

namun ternyata Satgas Daerah mengalami kesulitan dalam me-

reimburse dana talangan yang telah mereka keluarkan untuk

penanganan TKIB di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu,

mulai tahun 2006, Departemen Sosial cq. Direktorat Jenderal

Bantuan dan Jaminan Sosial menetapkan bahwa dana

pemulangan dan permakanan Pekerja Migran Bermasalah (PMB

atau TKIB) dari entry point ke provinsi asal ditanggung oleh

Depsos, melalui mekanisme reimbursement. Sementara dana

Page 26: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 22

permakanan dan pemulangan PMB atau TKIB dari provinsi ke

kabupaten/kota daerah asal ditanggung oleh provinsi yang

bersangkutan menggunakan dana dekonsentrasi dari Depsos ke

SKPD yang menangani masalah sosial di provinsi. Mekanisme

tersebut terus berjalan sampai dengan akhir tahun 2007, dan

rencananya masih akan diberlakukan tahun 2008 sampai ada

juklak yang baru, yang diharapkan telah tuntas pertengahan

tahun 2008.

Dalam juklak yang baru, perlu diatur pembagian tugas

antara Departemen Sosial yang salah satu tupoksinya adalah

memberikan jaminan sosial pada pekerja migran sejak dari pra,

selama dan pasca penempatan, dan BNP2TKI yang menurut

Perpres No. 81 Tahun 2006, bertugas:

a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis

antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna

Tenaga Kerja Indonesia atau Pengguna berbadan hukum di

negara tujuan penempatan;

b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan

pengawasan mengenai:

1) dokumen;

2) pembekalan akhir pemberangkatan (PAP);

3) penyelesaian masalah;

4) sumber-sumber pembiayaan;

5) pemberangkatan sampai pemulangan;

6) peningkatan kualitas calon Tenaga Kerja Indonesia;

7) Informasi;

8) kualitas pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia;

9) peningkatan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia dan

keluarganya.

Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang dimaksud

dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah “setiap warga

negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar

negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu

dengan menerima upah”.

Sementara itu, Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak

Kekerasan dan Pekerja Migran, Direktorat Jenderal Bantuan dan

Jaminan Sosial, Departemen Sosial juga mempunyai tugas untuk

Page 27: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 23

memberikan bantuan sosial kepada “pekerja migran (PM)”, yang

didefinisikan sebagai “semua pekerja baik yang berdokumen

maupun tidak, yang bekerja di luar daerah asalnya (migrasi), baik

di dalam maupun di luar negeri”.

Berdasarkan pengertian tersebut, perlu disepakati bersama

perihal Departemen Sosial, atau BNP2TKI, serta satuan kerja

perangkat daerah (SKPD) yang diserahi tanggung jawab dan

ditugasi untuk menangani “TKI Bermasalah” dan atau “Pekerja

Migran Bermasalah”.

2) Pendataan dengan sistem biometrik

Sistem pendataan TKIB juga perlu disempurnakan melalui

suatu kebijakan yang mengikat K/L dan atau SKPD yang bertugas

dan berwenang melaksanakan pendataan, baik kepada calon TKI

atau PM, maupun kepada TKI atau PM Bermasalah. Ditjen

Imigrasi telah menerapkan sistem biometrik untuk pembuatan

paspor bagi calon TKI, dan bagi calon pekerja yang perginya ke

luar negeri menggunakan visa pelancong. Pihak Kepolisian juga

telah menggunakan sistem biometrik untuk mendata para

penyandang masalah hukum yang tadinya adalah TKI dan atau

“wisatawan pekerja”.

Sistem biometrik perlu juga diterapkan oleh Departemen

Sosial, BNP2TKI dan atau SKPD yang bertugas untuk mendata

para TKI/PM Bermasalah, yang selama ini belum dilakukan. Data

base biometrik TKI atau PM Bermasalah dapat dipergunakan

untuk pengawasan dan pengendalian pengeluaran dokumen

perjalanan ke luar negeri, terutama bagi mereka yang telah

beberapa kali menjadi TKI atau PM Bermasalah.

Di samping itu, pendataan kependudukan yang dilakukan

melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang

dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri hendaknya juga

mulai mengaplikasikan sistem biometrik agar sejak awal data

kependudukan mempunyai ciri spesifik yang sulit untuk

dipalsukan. Dengan penerapan sistem biometrik dalam

pengurusan KTP, kemungkinan pemalsuan data-data kepen-

dudukan yang banyak terjadi dalam kasus-kasus pengiriman TKI

non-prosedural antara lain melalui “pendewasaan umur” dapat

dihindari.

Page 28: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 24

3) Pengawasan pelabuhan/lintas batas tradisional

Negara kepulauan Republik Indonesia yang wilayahnya

sebagian besar lautan dan hanya 36,6% daratan berupa

rangkaian dari 17.000 pulau-pulau, membuat batas-batas antar

wilayah kabupaten/kota dan propinsi di dalam negeri, maupun

dengan negara tetangga menjadi sangat “porous”, mudah

ditembus dengan berbagai cara. Perbatasan antara provinsi-

provinsi di Pulau Sumatera dengan Singapura dan dengan

Semenanjung Malaysia yang melalui laut, sangat mudah

ditembus. Demikian pula perbatasan antara provinsi di

Kalimantan dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) sangat

mudah dilewati melalui “jalan-jalan tikus” dari Kalimantan Barat

menuju Kuching, Serawak atau dari Kalimantan Timur menuju

Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di perbatasan antara

Papua dengan Papua New Guinea, yang memang secara

tradisional ke dua penduduk negara tersebut sering kali saling

berkunjung sebagai saudara.

Kota-kota di daerah perbatasan seperti: Medan (Sumatera

Utara); Dumai (Riau), Tanjung Balai Karimun, Batam, Tanjung

Pinang (Kepulauan Riau); Pontianak, Entikong, Sambas

(Kalimantan Barat), Nunukan dan Tarakan (Kalimantan Timur),

dan Bitung (Sulawesi Utara) dikenal sebagai daerah transit dan

tempat pemberangkatan tenaga kerja Indonesia dan “wisatawan

pekerja” Indonesia ke luar negeri.

Tingkat “keporousan” perbatasan Indonesia dengan negara

tetangga terungkap ketika pada tahun 2004 dan 2005 Pemerintah

Malaysia memulangkan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) ke

Indonesia secara besar-besaran, ternyata pada tahun-tahun

berikutnya masalah PATI di Malaysia ini tidak berkurang, dan

masih banyak PATI asal Indonesia yang akhirnya dideportasi ke

daerah entry point terdekat.

Untuk meningkatkan pengawasan lalu lintas penduduk atau

tenaga kerja yang akan melintas batas, Pemerintah Malaysia dan

Indonesia tahun 2005 sepakat membentuk Lembaga Pelayanan

Satu Atap yang ditempatkan di 11 titik di daerah perbatasan

Malaysia-Indonesia yaitu di Medan (Sumatera Utara), Tanjung

Uban (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Entikong (Kalimantan

Barat), dan Nunukan (Kalimantan Timur), juga di daerah lainnya

Page 29: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 25

seperti Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah),

Surabaya (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Mataram

(Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur).

Namun layanan Satu Atap ini tidak berjalan sebagaimana

diharapkan.

Sambil terus-menerus meminta kepada Pemerintah Malaysia

untuk menindak para majikan, agency dan calo-calo tenaga kerja

yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia,

dari pihak Indonesia perlu meningkatkan pengawasasan lalu

lintas penduduk yang melintas perbatasan melalui pelabuhan

tradisionil dan jalan-jalan tikus yang jumlahnya sangat banyak

membentang dari sejak Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan

Barat dan Kalimantan Timur.

Kepolisian RI melalui program Polmas, keberadaan Bintara

Pembina Desa (Babinsa), Satuan Polisi Pamong Praja dan

lembaga masyarakat setempat perlu dikoordinasikan sehingga

daerah-daerah yang rawan dengan lalu lintas ilegal ini dapat

diawasi selain untuk pengawasan masalah TKI Bermasalah juga

mencegah masuknya orang asing yang tidak berniat baik ke

Indonesia.

4) Penanganan akar masalah

Berbagai kekurangan melanda unsur atau kelompok

masyarakat yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama telah

menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Kelompok masyarakat

tersebut direpresentasikan oleh:

• Masyarakat umum atau rakyat biasa.

• Penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), ter-

masuk di dalamnya pemerintah pusat dan daerah, kepolisian,

kejaksaan, pengadilan, keimigrasian, instansi sektoral, rumah

sakit, panti sosial, sekolah, perguruan tinggi, dan lain

sebagainya.

• Kelompok masyarakat yang dipresentasikan oleh LSOM.

• Kelompok rentan (laki-laki, perempuan dan anak)

• Pelaku pengiriman dan penempatan TKI ilegal.

• Pengguna TKI.

• TKI Bermasalah.

Page 30: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 26

Masing-masing kelompok masyarakat tersebut mempunyai

karakteristik tersendiri, sebagai berikut :

• Masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat yang beriman

dan religius sehingga mempunyai kepedulian yang tinggi

terhadap sesamanya, demokratis, terbuka, dan mereka tinggal

di suatu wilayah yang dikenal subur dan kaya akan barang

tambang demikian pula lautnya yang luas mengandung

berbagai kekayaan laut yang tidak ternilai harganya.

Akan tetapi saat ini bangsa Indonesia baru saja lepas dari krisis

multi dimensi yang telah berlangsung lama dan pernah

menurunkan status bangsa Indonesia dari berpendapatan

menengah menjadi rendah, dan yang mendorong meningkat-

nya kemiskinan di Indonesia. Karena kemiskinan itu, banyak

anak sulit melanjutkan sekolah dan penduduk kurang

mendapatkan informasi yang diperlukan. Kemiskinan moral

(demoralisasi) juga terjadi dalam masyarakat yang mendorong

meningkatnya berbagai tindak kejahatan di segala bidang. Di

masyarakat juga masih kuat berlaku budaya patriarki yang

menempatkan perempuan pada posisi subordinat, dan banyak

di antaranya berperilaku bias gender. Masih ada adat, tradisi

dan sosial budaya masyarakat yang dinilai “merugikan” seperti

pernikahan dini, mendahulukan kepentingan anak laki-laki

daripada perempuan, dan lain sebagainya. Pembangunan yang

dilaksanakan dalam tiga dasa warsa terakhir telah mendorong

transisi masyarakat agraris ke industri, yang diikuti dengan

perubahan pola hidup yang cenderung konsumtif, yang tetap

dicoba dipertahankan walaupun masih berada dalam situasi

yang belum sepenuhnya lepas dari krisis.

• Penyelenggara negara Indonesia selain mempunyai

kewenangan dan sumber daya manusia (termasuk aparat

Kepolisian dan TNI) yang cukup berkualitas, mempunyai

anggaran dan berbagai fasilitas jaminan/layanan masyarakat

(pemerintahan, sosial, pendidikan, keagamaan, kesehatan, dan

lain sebagainya) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,

juga mempunyai kapasitas intelektual serta komitmen yang

tinggi dalam penangangan TKI Bermasalah yang ditegaskan

penetapan Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKI,

Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem

Page 31: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 27

Penempatan dan Perlindungan TKI, serta pembentukan

BNP2TKI melalui Perpres No. 81 Tahun 2006 sebagai

pelaksanaan amanat Undang-undang No. 39 Tahun 2004

tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.

Namun demoralisasi ternyata juga melanda sebagian oknum

penyelenggara negara. Ada oknum aparat yang terlibat dalam

pemalsuan identitas penduduk, menjadi backing kejahatan

terorganisir, atau bahkan terlibat dalam rantai kegiatan

pengiriman TKI non-prosedural bahkan secara ilegal.

Pemalsuan identitas penduduk mungkin terjadi karena

administrasi kependudukan masih lemah. Social Security

Number yang sedang dikembangkan masih belum dioperasio-

nalkan secara nasional. Di samping faktor aparat, masalah

perangkat penegakan hukum juga dinilai kurang mendukung

sehingga penegakan hukum berkaitan dengan pelanggaran

penempatan TKI dirasakan masih lemah. Faktor anggaran yang

terbatas merupakan masalah klasik sehingga penanganan TKI

Bermasalah yang memerlukan biaya besar, dinilai masih belum

memuaskan.

• Kepedulian masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh

lembaga swadaya dan organisasi masyarakat (LSOM), karena

bukan merupakan institusi birokrasi, menjadi lebih mandiri,

profesional, dan cepat tanggap terhadap masalah yang

berkembang di masyarakat. Banyak di antara LSOM sangat

peduli kepada nasib perempuan dan anak Indonesia yang

masih banyak memerlukan perhatian.

Walaupun demikian, kemandirian LSOM bukannya tak terbatas.

Masalah anggaran seringkali menjadi hambatan utama, di

samping jumlahnya yang masih relatif sedikit jika dibandingkan

dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Sering

kali keterbatasan dukungan anggaran menyebabkan LSOM

membatasi ruang lingkup program dan ruang gerak mereka,

serta jangkauan layanan yang mereka sediakan.

• Dalam masyarakat Indonesia masih banyak terdapat kelompok

rentan (laki-laki, perempuan dan anak-anak) yang pada

umumnya adalah miskin, kurang pendidikan, kurang informasi,

dan tidak mempunyai pekerjaan. Ada juga kelompok lain yang

perilakunya materialistis konsumtif dan senang berfoya-foya

Page 32: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 28

yang menyebabkan mereka cenderung rentan terhadap

bujukan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Ada lagi

kelompok lain yang karena adat atau tradisi, harus nikah dalam

usia muda dan karena belum siap secara mental, seringkali

pernikahan kandas dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,

mereka cenderung rawan terhadap bujukan untuk ikut mencari

uang dengan cara menjadi TKI di luar negeri atau di luar

daerah tempat tinggalnya.

Beruntung mereka telah pernah menerima sedikit banyak

pelajaran agama sehingga banyak di antaranya sangat religius

dan beriman, yang mendorong mereka - jika ada kesempatan -

untuk mencoba meraih kehidupan yang lebih baik.

• Demoralisasi telah membawa sebagian masyarakat ingin hidup

senang tanpa bekerja keras, dan kemudian memilih menjadi

pelaku penyedia tenaga kerja dengan cara yang tidak benar,

entah sebagai calo atau penampung atau penyalur tenaga kerja

ilegal di dalam dan di luar negeri. Untuk tingkat penampung

dan penyalur biasanya mempunyai dana besar dan mempunyai

back up untuk mendukung usahanya. Karena perbuatannya

melanggar hukum, membuat mereka berlaku gesit agar

terhindar dari kejaran para penegak hukum. Tetapi karena

mendatangkan untung yang besar, pekerjaan ini tetap menarik

bagi sebagian orang untuk melakukannya.

• Pengguna TKI Bermasalah pada umumnya mereka yang mau

untung besar dengan biaya sedikit. Sering kali sengaja tidak

membayarkan upahnya, dan jika pekerjaan dianggap tidak

memerlukan tenaga lagi, mereka dilaporkan ke yang berwajib

sehingga tertangkap dan dideportasi.

Demoralisasi telah menyebabkan beberapa majikan TKIB

berlaku tidak menghargai hasil kerja pekerjanya, sering

melakukan kekerasan kepada TKIB, pelecehan seksual, dan

memanfaatkan kondisinya yang tidak berdokumen untuk

mengeksploitasi TKIB. Pemerintah setempat semestinya

bertindak tegas kepada pengguna TKIB sehingga hasrat orang

yang menyerempet-nyerempet bahaya mencari kerja ilegal di

negeri orang menjadi berkurang. Jika tidak ada permintaan,

pasti tidak ada yang datang untuk bekerja di luar ketentuan

yang telah ditetapkan.

Page 33: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 29

• TKI Bermasalah pada umumnya adalah laki-laki, perempuan

dan banyak diantaranya adalah anak-anak di bawah umur

walaupun seringkali dokumen kependudukannya menyatakan

sudah di atas 18 tahun. Banyak di antaranya yang sudah

menikah. Di antara mereka ada yang bernasib baik, menerima

pendapatan yang walaupun untuk ukuran setempat di bawah

standar, tetapi nilainya masih lebih tinggi dibandingkan jika

mereka bekerja di daerah asalnya. Mereka juga senang karena

mempunyai pengalaman kerja di luar negeri, dapat mengenal

kebudayaan bangsa lain dan dapat menikmati berbagai

kemajuan di daerah tempat kerjanya. Secara relatif mereka

mempunyai kehidupan yang lebih baik, dan dalam beberapa

hal menjadi tumpuan keluarga.

Akan tetapi banyak pula yang menderita. Karena perlakuan di

luar batas kewajaran, banyak yang cacat tubuh, sakit, bahkan

meninggal dunia. Seringkali mereka menjadi apatis karena

trauma fisik dan psikologis yang dideritanya baik selama proses

rekrutmen, transportasi, di penampungan maupun setelah

penempatan di tempat kerjanya, yang bukan berarti

penderitaan akan berakhir. Kondisi tersebut membuat masa

depan mereka, khususnya anak-anak dan remaja, menjadi

suram dan tak berpengharapan.

Pemerintah telah menyelenggarakan berbagai kebijakan,

program dan kegiatan dalam rangka mengatasi berbagai akar

masalah yang menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Di

samping berbagai program yang berupaya membuka kesempatan

kerja dan berusaha di pedesaaan, pemerintah juga berupaya

meningkatkan kapasitas dan kompetensi calon TKI baik yang

ingin bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini

sejalan dengan salah satu tugas dari Keppres No. 106 tahun 2004

untuk: “Mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja

Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan”, sebagai

bagian dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan investasi

nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia.

Pembangunan manusia Indonesia diarahkan pada perbaikan-

perbaikan dan penyelesaian persoalan-persoalan kronis yang

menyangkut kualitas hidup manusia, seperti masalah kemiskinan,

pendidikan, anak-anak dan remaja putus sekolah, buta aksara,

Page 34: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 30

kesehatan, kematian ibu melahirkan, rawan pangan, kurang gizi

dan gizi buruk, keterbatasan pelayanan air bersih, energi,

transportasi dan komunikasi, termasuk mengatasi kesulitan akses

masyarakat terhadap sumber-sumber permodalan dan pengem-

bangan usaha.

Dalam rangka itu, pemerintah telah meluncurkan 55

program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan

masyarakat ke dalam Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang dilaksanakan di tingkat

pedesaan dan perkotaan, yang diharapkan berdampak langsung

dalam meningkatkan keberdayaan dan daya beli masyarakat

miskin. PNPM diarahkan untuk meningkatkan lapangan kerja baru

melalui pembangunan infrastruktur di pedesaan dan lingkungan

kumuh di perkotaan, serta pengembangan usaha ekonomi

produktif dengan melibatkan keluarga miskin termasuk kaum

perempuan dalam perencanaan hingga implementasinya. Dengan

disertai pertumbuhan ekonomi tahun demi tahun yang terus

meningkat, diyakini angka kemiskinan semakin lama akan

semakin mengecil yang berarti memperbaiki Indeks

Pembangunan Manusia.

Pada tahun 2007, jumlah kecamatan yang dilibatkan dalam

PNPM Mandiri sebanyak 2.891 kecamatan dengan pagu bantuan

program sebesar Rp 500 juta per kecamatan. Pada tahun 2008,

alokasi dana PNPM Mandiri sebesar Rp 7 triliun, dan akan

dialokasikan untuk 453 kabupaten/kota, 3.988 kecamatan, dan

16.417 desa/kelurahan tertinggal. Dengan itu diharapkan

paradigma pembangunan manusia sebagai investasi sosial

semakin memasyarakat, di samping mendorong lahirnya model

pembangunan daerah, dan mendorong prakarsa daerah untuk

meningkatkan pembangunan manusia sesuai dengan semangat

otonomi daerah.

Selain pemerintah, lembaga masyarakat seperti Yayasan

Damandiri juga mengembangkan Program Posdaya (Pos

Pemberdayaan Keluarga), yaitu suatu lembaga keswadayaan

masyarakat di tingkat pedesaan dan pedukuhan, yang

difungsikan sebagai sentral semua kekuatan pembangunan di

pedukuhan yang dalam operasionalisasinya diperkuat dengan

pendampingan, dan dukungan dana yang cukup tinggi.

Page 35: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 31

Di samping PNPM Mandiri, Pemerintah juga meluncurkan

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan, pelayanan

kesehatan gratis di Puskesmas dan Kelas II RS pemerintah atau

RS swasta yang ditunjuk, bantuan tunai bersyarat (BTB) dalam

bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), yang akan terus

dilanjutkan. Berbagai program tersebut di atas secara khusus

tidak disebutkan ditujukan kepada TKIB, tetapi TKIB sebagai

warga masyarakat mempunyai hak yang sama dengan warga

lainnya untuk dapat mengakses program-program pembangunan

tersebut diatas, baik dalam rangka peningkatan pendidikan dan

keterampilan maupun dalam meraih peluang kesempatan kerja di

pedesaan tanpa harus menjadi pekerja migran - yang tanpa

persiapan secukupnya - ternyata banyak mendatangkan

permasalahan.

D. Koordinasi Pemulangan TKIB

Sebagaimana Juklak Pemulangan TKIB dari Satgas TK-PTKIB

Pusat tahun 2004, mekanisme penyelenggaraan layanan kepada

TKIB, di tingkat lapangan di luar negeri, dilaksanakan oleh

Perwakilan RI setempat, sedang di dalam negeri dilaksanakan

oleh Dinas-dinas yang tergabung dalam Posko/Satgas PTKIB

Daerah, dengan didukung oleh anggaran masing-masing sektor

dan APBD, untuk selanjutnya dikoordinasikan secara vertikal ke

Pusat melalui mekanisme sektoral maupun melalui Pemerintah

Daerah, kepada sektor induk di Pusat yang juga tergabung dalam

Satgas TK-PTKIB. Namun mekanisme ini hanya berjalan sampai

dengan tahun 2005, dan mengalami banyak hambatan karena

Satgas PTKIB Daerah banyak yang tidak berhasil mereimburse

dana talangan yang telah dipergunakan, kepada sektor induk di

Pusat.

Sejak tahun 2006, biaya pemulangan dan permakanan TKIB

deportan dari Malaysia ke entry point Indonesia terdekat dibiayai

oleh Pemerintah Malaysia, sementara untuk TKIB lainnya dibiayai

oleh sponsor atau Perwakilan RI. Pemulangan TKIB baik deportan

maupun lainnya dari entry point ke provinsi daerah asal didanai

oleh Departemen Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban

Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, sedang biaya pemulangan

dari provinsi ke kabupaten/kota daerah asal didanai dari dana

dekonsentrasi Departemen Sosial di SKPD yang mengurusi

masalah sosial di Provinsi.

Page 36: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 32

Berdasarkan data Departemen Sosial, sepanjang tahun 2007

jumlah TKIB yang dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di

seluruh Indonesia dan dilaporkan ke Departemen Sosial sebanyak

36.315 orang. Jumlah tersebut belum termasuk TKIB yang pulang

di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena pulang ke

Indonesia melalui pelabuhan tradisionil atau melalui jalur-jalur

tikus yang banyak terdapat di daerah perbatasan.

Tabel 1. Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya

dari Malaysia, tahun 2004-2007

No. Tahun TKIB

(Orang) Keterangan

1. 2004 356.256 TKIB amnesti dan deportasi.

2. 2005 170.585 TKIB amnesti dan deportasi.

3. 2006 30.604 TKIB deportasi.

4. 2007 36.315 TKIB deportasi.

Sumber: Media Center KMK, 2004-2006, Depsos, 2008.

1) Perwakilan RI Johor Bahru, Malaysia

Konsulat Jenderal RI sebagai Perwakilan RI di Johor

Bahru, Malaysia, telah berupaya optimal dalam menangani

TKIB melalui pendekatan tertentu tergantung pada

permasalahan dan cara bagaimana TKI tersebut datang ke

Malaysia.

• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk dengan

prosedur resmi dan memiliki job order, dapat dengan

mudah diselesaikan dengan pendekatan dan berkoordinasi

dengan aparat terkait, seperti Pejabat Buruh, Kepolisian,

majikan, PJTKI, Agency Pekerja, dengan mengacu kepada

hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam job order

serta Undang-undang Perburuhan setempat. Upaya

perlindungan yang dilakukan terhadap kasus-kasus

seperti ini mempunyai tingkat keberhasilan sampai lebih

dari 90%.

Page 37: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 33

• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk melalui calo/

tekong tanpa job order, berangkat sendiri, direkrut

langsung oleh majikan atau menggunakan visa pelancong,

mengalami kesulitan karena TKI tersebut dapat dikatakan

ilegal dari sisi Undang-undang Ketenagakerjaan RI yaitu

karena tidak melalui prosedur yang ditetapkan (tanpa job

order) dan tidak terdata di Perwakilan RI, namun legal

keberadaannya di Malaysia karena memiliki paspor dan

permit kerja yang sah.

TKI seperti ini sangat banyak di Malaysia dan sangat

rentan terhadap masalah ketenagakerjaan karena

walaupun memiliki permit yang sah tetapi tidak memiliki

kontrak kerja dengan majikan. Gaji, jam kerja, dan

kewajiban-kewajiban lain ditentukan sepihak oleh majikan

dan sering mengabaikan hak-hak pekerja lainnya seperti

misalnya kalau lembur, serta tunjangan lainnya. TKI

sering mengalami pengebirian hak-haknya oleh majikan

nakal.

Kasus ini sebagian besar menimpa TKI yang bekerja di

perladangan, perkebunan, peternakan dan konstruksi.

Upaya perlindungan dilakukan kasus per kasus, namun

sering hasilnya kurang optimal karena ketiadaan kontrak

kerja. Salah satu upaya yang ditempuh KJRI adalah

melakukan pendekatan kepada Syarikat Buruh di Malaysia

untuk membantu penyelesaian kasus TKI khususnya yang

bekerja di ladang kelapa sawit, karet dan perkebunan.

• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk tanpa

paspor, yang menjadi korban perdagangan orang

(trafiking), atau yang masuk secara legal tetapi kemudian

menjadi ilegal karena overstay, sangat sulit dilaksanakan

karena keberada-annya sulit dideteksi, selalu berpindah-

pindah tempat diatur oleh trafficker atau majikan nakal,

dalam keadaan tanpa dokumen dan diancam sehingga

korban tidak berani melapor kepada yang berwenang.

Bagi korban yang berhasil lari dan meminta perlindungan

ke KJRI dibantu dengan sebaik-baiknya dan bekerjasama

dengan aparat terkait, KJRI mengupayakan adanya sanksi

Page 38: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 34

hukum kepada trafficker atau majikan nakal tersebut.

Pemulangan TKI korban trafiking ke Indonesia, dilakukan

berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan juga dengan IOM.

TKI dengan status seperti tersebut di atas memang

sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi yang

dilakukan oleh majikan karena keberadaannya yang ilegal

atau un-documented. Mereka digaji di bawah standar atau

tidak digaji sama sekali, atau pembayaran gajinya diulur-

ulur dan jika TKI mendesak, TKI tersebut dilaporkan ke

aparat sebagai pendatang haram. Mereka ditangkap dan

akhirnya dipenjara tanpa memperoleh hasil jerih

payahnya, namun jika mereka diam dan menerima

imbalan seadanya, majikan membiarkan-nya tinggal lama

di Malaysia untuk bekerja. Modus eksploitatif seperti ini

dapat dikategorikan sebagai bentuk modern slavery atas

TKI ilegal tersebut.

Kenyataan yang pahit memang menimpa para Pendatang

Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia yang jumlahnya

sekitar 600.000 pekerja asing dengan 70% di antaranya

adalah TKI. Mereka menjadi mangsa (korban)

penangkapan Ikatan Relawan Rakyat (RELA) secara

semena-mena, akan tetapi sangat sedikit atau bahkan

tidak ada tindakan hukum kepada agency pekerja yang

menyalurkan dan kepada majikan nakal yang

mempekerjakan TKI ilegal. Sesuai dengan asas keadilan,

penangkapan PATI seharusnya dibarengi juga dengan

penangkapan majikan nakal yang mempekerjakannya,

dan juga kepada agency pekerja yang menyalurkannya.

Pemerintah Malaysia menyatakan akan terus melaksana-

kan razia kepada PATI dan tidak akan melakukan program

pemutihan termasuk kepada TKI Bermasalah.

• Penyelesaian permasalahan TKI yang terkena kasus

pidana mendapat perhatian penuh dari KJRI dengan

memberikan perlindungan dalam bentuk pendampingan

dan pembelaan hukum melalui penyediaan lawyer

setempat, dan terus mengikuti dan memantau

perkembangan kasus TKI dengan menghadiri sidang

pengadilan.

Page 39: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 35

KJRI telah menyewa lawyer yang bonafid dan diketahui

mempunyai iktikad baik untuk membela TKI. KJRI juga

melakukan simulasi persidangan dengan bimbingan

lawyer untuk melatih TKI agar tidak shock pada saat

menghadiri persidangan yang sebenarnya. Upaya yang

dilakukan berhasil menyelamatkan dan atau pengurangan

hukuman bagi TKI yang terkena kasus berat. Dalam

memberikan perlindungan ini, KJRI tidak mencapuri

substansi persidangan.

• Penyelesaian permasalahan TKI yang ditahan, dipenjara

dan dideportasi yang jumlahnya mencapai puluhan ribu

orang, oleh KJRI diwujudkan dengan melakukan

pendekatan khusus kepada di Mahkamah PATI dan

Mahkamah Rendah atau pengadilan-pengadilan di Johor

dan sekitarnya. Pendekatan dan rayuan (himbauan) ini

telah menghasilkan pengurangan hukuman bagi PATI asal

Indonesia. Bagi PATI asal Indonesia karena tidak

mempunyai dokumen (undocumented), yang seharusnya

dipenjara maksimum 8 bulan, dapat dikurangi menjadi

sekitar 1-4 bulan, serta hukuman cambuk yang

seharusnya 4-6 kali cambukan dapat dikurangi menjadi

satu cambukan saja.

KJRI tidak dapat membantu permasalahan TKI yang

ditahan, karena deportasi TKI baru diketahui setelah ada

surat pemberitahuan dari Kantor Imigrasi setempat yang

memerlu-kan pengesahan KJRI sebelum dideportasi. KJRI

secara rutin melakukan pengechekan langsung pada PATI

yang diduga asal Indonesia yang akan dideportasi, yang

ada di penjara-penjara untuk memastikan bahwa yang

bersangkutan memang betul-betul WNI. Telah beberapa

kali terjadi, terdapat warga negara Myanmar, Kamboja,

Filipina, China dan Bangladesh yang mengaku sebagai

WNI dan mencoba ikut dideportasi ke Indonesia.

Kesibukan KJRI sejak 1 Juli 2007 semakin meningkat

untuk melakukan pengechekan seluruh PATI yang diduga

WNI di Semenanjung Malaysia yang pendeportasian-nya

dipusatkan melalui Pelabuhan Pasir Gudang di Johor

Bahru ke pelabuhan entry point terdekat di Indonesia

yaitu ke Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

Page 40: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 36

• Penyelesaian permasalahan TKI sebagai Penata Laksana

Rumah Tangga (PLRT), dilakukan KJRI dengan

membentuk task force yang disebut ”Tim Buser”,

mengingat bervariasi, berbelit dan lamanya penyelesaian

berbagai kasus TKI PLRT oleh pihak terkait dan

penyelesaiannya di Mahkamah Malaysia.

Jumlah TKI PLRT di Malaysia mencapai ratusan ribu

orang, namun banyak yang bermasalah walaupun sudah

ada MoU antara RI-Malaysia yang ditandatangani 13 Mei

2006 di Bali. Perlindungan kepada PLRT dirasakan sangat

kurang, sementara pihak Malaysia terlihat enggan untuk

melaksanakan dan mensosialisasikan MoU tersebut.

Setiap minggu 15-30 orang TKI PLRT datang mengadu ke

KJRI melaporkan permasalahan seperti gaji tidak dibayar,

bekerja terlalu berat, pelecehan seksual, dibuang oleh

majikan di suatu tempat, penganiayaan/penyiksaan,

dijadikan sebagai pekerja seksual komersial (PSK), dan

lain-lain.

Tim Buser dibentuk tahun 2005 sebagai hasil pendekatan

KJRI kepada Ketua Polis Diraja Malaysia Johor yang

menyetujui penangkapan majikan nakal, yang pada

umumnya tidak membayar gaji TKI PLRT. Komponen Tim

Buser terdiri dari home staff, local staff KJRI dan

Kepolisian setempat yang bekerjasama menyelesaikan

permasalahan TKIB dengan majikan, baik melalui

penyelesaian secara kekeluargaan, secara perdata

maupun pidana. Tim Buser selama 2 tahun bertugas telah

membantu menyelamatkan uang TKI PLRT senilai lebih

dari Rp 8 milyar.

Sepanjang tahun 2007, KJRI telah membantu

mengidentifikasi PATI asal Indonesia yang akan dideportasi,

dan sebanyak 34.845 orang TKIB telah dideportasi oleh

Pemerintah Malaysia melalui Johor Bahru ke Tanjungpinang.

Akan tetapi jumlah PATI yang dipenjara Johor Bahru relatif

tetap karena masuknya PATI yang baru. Menurut

pengamatan, tidak semua deportan adalah ilegal namun

tetap dideportasi dengan berbagai alasan. Pembuatan ID-

Card oleh majikan yang diprogramkan oleh Pemerintah

Page 41: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 37

Malaysia belum dilaksanakan seluruhnya. Perlakuan kepada

TKIB di penjara juga banyak yang mengalami kekerasan dan

pemerasan. Terhadap hal ini, KJRI Johor Bahru telah

menyampaikan protes kepada yang berwenang dan juga

melalui ”KPK” Malaysia.

2) Satgas PTKIB Tanjungpinang dan Batam

Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau merupakan

entry point terdekat untuk menerima TKIB deportan dari

Johor Bahru Malaysia, di samping Batam, Tanjungbalai

Karimun, dan Dumai (Prov. Riau). Satgas TKIB Tanjung

Pinang melaporkan bahwa sebagai dampak kebijakan

Pemerintah Malaysia yang memusatkan pedeportasian PATI

asal Indonesia di Semenanjung Malaysia dilakukan via Johor

Bahru ke Tanjungpinang, selama tahun 2007 ini telah

menerima TKIB dari Johor Bahru, menampung dan

memberangkatkan TKIB tersebut ke daerah asal yang

jumlahnya mencapai 34.845 orang. Sementara ini, untuk

menampung TKIB yang menunggu keberangkatan kapal

PELNI ke Pulau Jawa (Senin dan Kamis), Satgas PTKIB telah

bekerjasama dengan PPTKIS PT. Pinang Siam, namun masih

memerlukan adanya sarana untuk anak-anak dan kendaraan

operasional termasuk ambulance untuk mengangkut TKIB

yang sakit.

Untuk tahun 2007, penanganan TKIB yang sakit ini

menggunakan Askeskin, namun menurut petunjuk yang baru

dari Askeskin, tahun 2008 Askeskin hanya diperuntukkan

bagi penduduk miskin setempat yang didata oleh BPS yang

disahkan oleh Walikota. Ketentuan baru ini akan menyulitkan

pemberian layanan kesehatan kepada TKIB.

Dana operasional Satgas TKIB juga sangat terbatas

padahal harus menangani jumlah TKIB yang melonjak, yang

dideportasi dari Johor Bahru dan juga TKIB non-deportan

yang masuk ke Tanjung Pinang.

Sementara itu Satgas PTKIB Batam melaporkan bahwa

sebagai daerah industri, Batam memiliki 5 pelabuhan resmi

dan 62 pelabuhan ”tikus” yang rawan untuk pengiriman TKI

ilegal dan trafiking ke Singapura maupun Malaysia. Sebagai

Page 42: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 38

daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar Pusat

bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar

Batam, sedang APBD untuk penanganan penduduk lokal.

Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir terjadi setiap

waktu, maka dapat diusulkan anggarannya melalui SKPD

dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan 30% dari

APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari Satgas TK-

PTKIB Pusat kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini.

Mengenai pengamanan daerah perbatasan, telah ada

Peraturan Kapolri tentang Pengamanan Perbatasan Darat

dan Pengamanan Pulau-pulau Terpencil yang dapat dijadikan

dasar termasuk untuk mengendalikan pengiriman TKI ilegal

melalui pelabuhan tradisionil atau jalan-jalan ”tikus” yang

banyak terdapat di daerah perbatasan dengan Malaysia dan

Singapura. Potensi Polmas, Babinsa, Satpol PP dan LSM

setempat perlu didayagunakan sehingga lalu lintas penduduk

dapat terawasi dengan baik termasuk kemungkinan

masuknya teroris ke wilayah Indonesia.

3) Satgas PTKIB Pontianak dan Posko Entikong

Entikong adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada

di Kab. Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, yang secara

geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sarawak)

dengan panjang perbatasan ± 800 km. Di sepanjang

perbatasan tersebut terdapat 3 pintu gerbang resmi Pos

Lintas Batas, dan 64 jalan tikus yg memungkinkan untuk

masuk keluarnya TKI ilegal dan juga untuk jalur

perdagangan orang (trafficking in persons).

PATI asal Indonesia yang ada di Sarawak dideportasi

oleh Pemerintah Malaysia ke wilayah Indonesia melalui

Entikong yang dapat ditempuh dengan jalan darat sejauh

330 km dari Pontianak. Mengingat bahwa Kalimantan Barat

juga merupakan daerah transit masuknya tenaga kerja

Indonesia dari luar Kalimantan Barat ke Sarawak Malaysia,

maka Satgas PTKIB dibentuk di Pontianak dan membentuk

Posko di Entikong untuk menangani pemulangan TKI

Bermasalah.

Page 43: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 39

Permasalahan TKIB tidak lepas dari permasalahan kete-

nagakerjaan di Kalimantan Barat yaitu rendahnya kualitas

tenaga kerja, terbatasnya sarana pendidikan dan pelatihan

tenaga kerja, dan rendahnya kesempatan kerja di dalam

negeri yang menyebabkan banyaknya TKI ilegal yang pergi

ke Malaysia. Gedung Balai Latihan Kerja yang ada Entikong

sejauh ini juga belum dimanfaatkan dengan optimal.

Banyaknya TKI ilegal yang masuk ke Malaysia, menyebabkan

mereka ditangkap dan dideportasi ke Indonesia melalui

Entikong. Pedeportasian ini telah berlangsung bertahun-

tahun yang mengindikasikan bahwa deportasi dengan segala

eksesnya tidak menyurutkan niat pencari kerja Indonesia

untuk masuk ke Malaysia dengan cara apapun, dan mencari

pekerjaan di sana walaupun dalam kondisi ilegal, bergaji

rendah, dan tidak ada jaminan kesehatan atau perlindungan

jika terjadi sesuatu musibah.

Selama tahun 2007, Satgas PTKIB Kalimantan Barat

telah membantu pemulangan TKIB sebanyak 2.000 orang

(per 6 Desember 2007), yang berasal dari Kalimantan Barat

1.227 orang dan yang berasal dari luar Kalimantan Barat

sebanyak 773 orang.

Dalam rangka penanganan masalah TKIB, diusulkan

adanya Prosedur Tetap (Protap), dan dukungan anggaran

(APBN) yang cukup karena masalah TKI merupakan masalah

nasional. Agar diperoleh pengendalian yang kuat, diperlukan

adanya pemusatan anggaran di Pemerintah/Satgas PTKIB

Provinsi. Selain menangani pemulangan TKIB, perlu juga

diimbangi dengan langkah-langkah perbaikan selama pra-

penempatan, proses penempatan, selama bekerja dan

sesudah selesai bekerja dan kembali ke daerah asalnya.

4) Satgas PTKIB Nunukan

Nunukan adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada

di Kab. Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, yang secara

geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sabah).

Berbeda dengan Entikong yang dapat melalui jalan darat ke

Sarawak Malaysia, dari Nunukan ke Sabah (Tawao) Malaysia,

harus melalui jalur laut, menggunakan perahu selama sekitar

Page 44: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 40

satu jam penyeberangan. Penduduk Nunukan sendiri tidak

banyak, sehingga pencari kerja yang ke Malaysia melalui

Nunukan adalah mereka yang berasal dari Sulawesi, Jawa,

NTB, NTT dan sedikit sekali dari Kalimantan. Dari Nunukan

ke daerah asal TKI, langsung ada pelayaran PELNI menuju

Pare-pare, Makassar, Surabaya, Mataram dan Kupang,

sehingga Satgas PTKIB dibentuk langsung di Kab. Nunukan.

Di wilayah Sabah memang banyak kesempatan kerja di

bidang pertanian (perkebunan), dan menurut informasi

majikan Malaysia lebih senang dengan TKI ilegal karena lebih

murah dan lebih mudah dikendalikan. Namun dari sisi TKI,

pekerjaan tersebut beresiko tinggi karena tidak ada jaminan

kerja. Calo-calo tenaga kerja yang ada juga sering kali

menyebabkan TKI tidak mendapat gaji. Walaupun demikian,

para TKIB yang dideportasi ke Nunukan, banyak yang tidak

mau kembali ke daerah asal dengan berbagai alasan dan

berupaya kembali masuk ke Malaysia.

Satgas TKIB Nunukan yang dibentuk setiap tahun,

bertugas menjemput dan mendata TKIB deportasi,

memberikan layanan kesehatan melalui Askeskin, dan

penyelesaian kasus-kasus TKIB dengan menggunakan

dukungan dana dari Dinas Sosial. Untuk mendukung

kegiatan ini, dana operasional Satgas TKIB dirasakan sangat

minim. Dalam rangka pelayanan paspor, Nunukan telah

mempunyai Kantor Imigrasi, namun tidak ada satupun

Kantor Imigresen dari pihak Malaysia.

Menurut pengamatan Satgas TKIB Nunukan, tenaga

kerja Indonesia umumnya berpendidikan rendah (< SD),

tetapi hal tersebut malah disenangi majikan karena murah

dan mudah diatur, dan mereka pada umumnya mempunyai

kompetensi yang baik di bidang perkebunan kelapa sawit.

Satgas TKIB Nunukan mengusulkan agar program

transmigasi (perkebunan) di Nunukan sebesar 50% dapat

dialokasikan bagi TKIB.

Selama tahun 2007 (November), Satgas PTKIB telah

membantu memroses paspor dan dokumen yang diperlukan

untuk TKI sebanyak 68.638 orang, dan telah membantu

menangani TKIB deportan sebanyak 5.589 orang.

Page 45: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 41

Dari jumlah tersebut hanya 88 orang yang mau pulang

ke daerah asalnya, selebihnya memilih tinggal di Nunukan

dan berupaya untuk dapat kembali masuk dan bekerja di

Malaysia mengadu nasib mencari peruntungannya.

Sebagaimana karakter orang Sulawesi, jika telah

menyatakan ingin keluar dari daerahnya dan telah dilepas

secara adat, mereka enggan kembali ke daerah asal jika

dinilai belum berhasil.

Di Nunukan juga terdapat fasilitas pendidikan untuk

anak-anak TKI di Sabah yang mau menempuh pendidikan di

sekolah Indonesia, antara lain di Pondok Pesantren Hidaya-

tullah dan Sekolah Katolik Gabriele. Selain itu juga terdapat

pondok pesantren Al Furqon di Pulau Sebatik, Kabupaten

Nunukan, yang juga banyak menampung anak-anak TKI.

5) Satgas PTKIB Pare-pare

Kota Pare-pare sebagai Kota Jasa, Niaga, dan

Pendidikan, berjarak 155 km dari Makassar dan merupakan

kota besar kedua di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki

pelabuhan laut besar yang disinggahi kapal-kapal

penumpang dan barang, yang menghubungkan kota besar di

Jawa, Bali, Makassar, Balikpapan, Nunukan (Kalimantan

Timur) dan Tawao (Sabah, Malaysia). Kota Pare-pare oleh

Satgas TK-PTKIB Jakarta dinyatakan sebagai salah satu

entry point pemulangan TKIB dari Malaysia khususnya yang

berasal dari negara bagian Sabah.

Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIB Kota Pare-pare

telah menangani sebanyak 337 TKIB yang berasal dari

Malaysia Timur (Sabah), dan mereka selanjutnya dipulang-

kan ke kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan,

di samping ke provinsi lain seperti Sulawesi Barat, Tengah

dan Tenggara. Selain menangani pemulangan TKIB, Satgas

TKIB Pare-pare juga telah mencegah pemberangkatan calon

TKI yang diperkirakan akan menjadi TKIB karena akan

berangkat menggunakan paspor dan visa kunjungan ke

Malaysia via Nunukan. Sekitar 16 orang calon TKIB yang

pada umumnya buruh tani, saat ini sedang berada di sentra

penampungan, sementara 2 orang pengurus PJTKI yang

akan memberangkatkan calon TKI tersebut, sedang dalam

pemeriksaan oleh Kepolisian.

Page 46: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 42

Satgas TKIB Pare-pare sejauh ini masih mengacu

kepada Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh

Satgas TK-PTKIB Pusat tahun 2004, sehingga dalam

pelaksanaannya mengalami hambatan karena sejak tahun

2006 biaya pemulangan dan permakanan sudah tidak lagi di

Dep. Perhubungan tetapi dari Depsos.

Biaya operasional Satgas TKIB juga tidak dialokasikan

dalam APBD, sehingga untuk pemulangan TKIB banyak

menggunakan dana sektoral SKPD up Dinas Tenaga Kerja,

Transmigrasi dan Kesejahteraan Sosial Kota Pare-pare.

Untuk pemulangan TKIB ini, Satgas Pare-pare masih

berhutang biaya pemulangan sebesar Rp 20 juta.

Di Pelabuhan Pare-pare, kondisi ruang penerimaan dan

kantor Satgas TKIB juga sangat terbatas, para TKIB tersebut

diangkut menggunakan kendaraan pribadi milik anggota

Satgas TKIB ke penampungan, yang sebetulnya didesain

sebagai sentra pemberdayaan TKI. Selanjutnya mereka

dipulangkan ke daerah asalnya ke kabupaten sekitar Pare-

pare (Sengkang, Sokei, Tator, Luwu), bahkan ke Sulawesi

Tengah, Sulawesi Barat (Mamuju, Polman) dan sulawesi

Tenggara (Buton, Mina). Dirjen Perhubungan pernah

menjanjikan memberikan ambulance namun sampai dengan

saat ini belum ada realisasinya.

Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, Kota Pare-

pare bekerjasama dengan Depnakertrans dan Jamsostek

bermaksud mengembangkan Sentra Pemberdayaan TKI di

suatu lahan seluas 4 hektar ditambah tanah cadangan seluas

2 hektar untuk Balai Latihan Kerja. Tahun 2004, kelemba-

gaan Sentra ini ditarik ke Pusat namun sampai dengan saat

ini belum ada kelanjutannya, sehingga bangunan dan saluran

air yang ada menjadi rusak karena tidak terpelihara. Untuk

TKIB yang ada di penampungan, mereka diberikan air

melalui mobil tangki. Pelayanan Satu Atap yang tahun 2005

diujicobakan di Pare-pare, sejauh ini belum ada

kelembagaannya, walaupun sudah ada Kantor Imigrasi,

Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan KP3, sementara Pos

Pelayanan dari BP2TKI belum ada, baru ada di Makassar. Di

Pare-pare terdapat 10 Cabang PJTKI dengan 4 Cabang di

antaranya aktif beroperasi.

Page 47: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 43

Untuk tujuan Malaysia Timur, banyak orang Bugis yang

berniat merantau untuk mencari kerja ke sana, di samping

ada kesamaan budaya, secara geografis jaraknya dekat ke

Pare-pare, selain juga karena lapangan kerja di Sulawesi

Selatan belum mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya

tidak seimbang dengan yang diiming-imingi jika bekerja di

Malaysia. Orang Bugis yang berangkat merantau biasanya

tidak akan pulang sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi

orang-orang Bugis ke Malaysia Timur ini sebesar 90%

melalui Pare-pare, sementara hanya 10% yang melalui

Makassar. Konsep Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan

untuk memberdayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan

dan kemudian bekerjasama dengan PJTKI menempatkan

mereka bekerja ke luar negeri sesuai dengan job order dari

negara penerima.

Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada

Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000

TKIB dari perkebunan (Pelda) di Sabah, dengan 3.000 di

antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Pelda

Plantation yang bersangkutan menghendaki mereka masuk

kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas

TKIB bermaksud bekerja sama dengan PJTKI setempat dan

Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB

tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan

(antara lain harus ada job order).

6) Satgas PTKIB Tanjungpriok

Satgas PTKIB Tanjungpriok dibentuk berdasarkan surat

keputusan dari Departemen Sosial dan melibatkan berbagai

sektor dan pengelola pelabuhan termasuk bekerjasama

dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam

penanganan TKIB. Satgas PTKIB Tanjung Priok telah

mempunyai fasilitas ruang tunggu penumpang dengan daya

tampung seribu orang, untuk menerima pengiriman TKIB

dari seluruh daerah entry point di perbatasan, yang akan

diteruskan ke daerah asal masing-masing menggunakan

sarana angkutan darat atau laut. Satgas TKIB telah membina

kerjasama yang baik dengan Perum DAMRI, PT. PELNI, dan

RS Koja.

Page 48: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 44

Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIP Tanjungpriok telah

menerima sebanyak 12.537 orang TKIB dari Tanjungpinang

dan daerah entry point lainnya, dan meneruskan

pemulangan TKIB tersebut ke daerah-daerah di Pulau Jawa,

Sumatera, Sulawesi, NTB dan NTT baik melalui jalan darat

maupun melalui angkutan laut.

Namun Satgas TKIB sering mengalami kesulitan

berkaitan dengan data TKIB yang berbeda antara manifes

dari daerah pengirim dengan yang turun di Tanjung Priok.

Satgas menyarankan adanya pengawalan dan perlakuan

khusus di kapal, serta pembuatan berita acara penyerahan

dari perusahaan pengangkut kepada Satgas TKIB, serta

adanya kelengkapan sarana komunikasi perkantoran Satgas

yang memadai

7) Satgas PTKIB Tanjungemas

Satgas PTKIB Tanjungemas Semarang yang dibentuk

oleh Pemda setempat, telah didukung dengan dana

operasional dari APBD walupun jumlahnya sangat terbatas.

Satgas PTKIB Tanjungemas menerima pemulangan TKIB

dari Tanjungpriok yang dikirim melalui angkutan darat,

karena angkutan laut jarang yang singgah di Semarang.

TKIB yang daerah asalnya di Jawa Tengah tetapi jauh dari

Semarang seperti di Tegal, Cilacap dan sebagainya langsung

turun di daerah tersebut sehingga datanya tidak tercatat di

Satgas Tanjungemas, Semarang.

Selama tahun 2007 (posisi 19 Desember) jumlah TKIB

yang diterima Satgas Tanjungemas sebanyak 616 orang,

laki-laki 384 orang dan perempuan 232 orang. Jumlah ini

tidak termasuk yang turun dijalan, yang tidak diketahui

karena tiadanya pemberitahuan dari Satgas PTKIB

Tanjungpriok.

8) Satgas PTKIB Tanjungperak

Satgas PTKIB Tanjungperak Surabaya menerima

pengiriman TKIB dari Tanjungpinang via Tanjungpriok

melalui angkutan laut (PT.PELNI), selain yang dipulangkan

melalui Pontianak Provinsi Kalimantan Barat dan via

Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.

Page 49: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 45

Setibanya di Tanjung Perak Surabaya, pendataan ulang

dilakukan oleh Satgas PTKIB Jawa Timur, kemudian dengan

Bus DAMRI diantar ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa

Timur untuk diberi pengarahan dan permakanan.

Selanjutnya diantar ke terminal bus Bungurasih untuk

dipulangkan ke daerahnya masing-masing.

Jumlah TKIB tahun 2007 yang dipulangkan ke Jawa

Timur, sampai dengan 22 Desember 2007 berjumlah 11.411

orang, terdiri dari 11.390 orang Jawa Timur (laki-laki 8.419

orang, perempuan 2.971 orang), serta 21 orang lainnya

yang meneruskan perjalanan ke Bali, NTB dan NTT.

TKIB Jawa Timur mendapat bantuan dari Dinas Tenaga

Kerja Jawa Timur, berupa bantuan akomodasi, konsumsi dan

transpor pemulangan ke daerah asal sebesar Rp 25 ribu per

orang. Sedangkan untuk TKI luar Jawa Timur akan menjadi

tanggungan provinsi yang bersangkutan. TKIB Jawa Timur

berasal dari hampir seluruh kabupaten di Jawa Timur antara

lain dari Kabupaten Sampang, Pamekasan, Sumenep,

Bangkalan, Jember, Tulungagung, Blitar, Ponorogo,

Trenggalek, Lumajang, Banyuwangi, Lamongan, Tuban,

Bojonegoro, Probolinggo, Kediri, Malang, Nganjuk, Bondo-

woso, Ngawi, Madiun, Surabaya, Situbondo, Magetan,

Pacitan, Jombang, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo,

dan lain-lain. Dari luar Jawa Timur, TKIB berasal dari Jawa

Tengah, NTB, Bali, NTT dan Lampung.

Bagi TKIB yang sakit dan tidak bisa pulang, Satgas

PTKIB mengantar hingga sampai tujuan dengan mobil dinas,

serta dilengkapi dengan berita acara serah terima sebagai

bukti tanggung jawab petugas yang mengantar. Dalam

proses pemulangan para TKIB, mereka dikawal oleh petugas

sampai di terminal bus Bungurasih saja, karena keterbatasan

anggaran.

Pemerintah Jawa Timur terus berupaya memperbaiki

mekanisme penempatan TKI di Malaysia agar hak-hak TKI

terlindungi dan mendapatkan perlakuan yang bermartabat,

antara lain melalui pelayanan satu atap. Pemerintah juga

memberikan penilaian kepada PJTKI (Perusahaan Jasa

Tenaga Kerja Indonesia) dan menindaknya jika melanggar

Page 50: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 46

ketentuan penempatan tenaga kerja. Kepada TKIB deportan

dilakukan pendataan ulang dan dibantu untuk melengkapi

dokumennya, yaitu jika yang bersangkutan berniat kembali

bekerja di Malaysia untuk memenuhi lowongan kerja sesuai

permintaan.

E. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI

1) Pemberdayaan eks TKIB

Departemen Sosial melalui Direktorat Bantuan Sosial

Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen

Bantuan dan Jaminan Sosial, berkepentingan untuk

memberikan bantuan sosial dalam bentuk pemberdayaan

kepada pekerja migran sejak dari pra, selama dan purna

penempatan.

Pada pra-penempatan, banyak ditemui kasus percaloan,

pemalsuan dokumen, penipuan job order, manipulasi usia,

penyiapan tenaga kerja yang tidak memenuhi standar

kompetensi, penampungan yang tidak layak, pemaksaan

atas biaya pemberangkatan, meninggalkan hutang bagi

keluarga yang ditinggalkan, pemerasan, jaminan kesehatan

yang tidak layak, pelecehan seksual, keluarga terlantar,

intimidasi, dan sebagainya.

Pada masa penempatan, berbagai masalah menimpa

para TKI dalam bentuk penelantaran (gaji tidak sesuai

kontrak, tidak memahami isi kontrak, gaji tidak dibayar,

dipekerjakan pada pihak lain yang tidak sesuai kontrak,

ketidakmampun menyesuai-kan diri dengan lingkungan kerja

yang baru, rendahnya perlindungan kepada TKI, pengusiran,

dan sebagainya), diskriminasi, eksploitasi ekonomi, seksual,

penyiksaan/penganiayaan, dibiarkan dalam situasi ber-

bahaya, penyanderaan dokumen oleh majikan, perlakuan

salah (abuse) oleh majikan, dan sebagainya.

Pada masa purna penempatan, TKI menemui permasa-

lahan sejak tiba di debarkasi hingga pemulangan ke daerah

asalnya. Pada saat pemulangan, banyak yang mengalami

pemerasan, kurangnya perlindungan sosial, tindak

kekerasan, penipuan oleh calo angkutan, perampokan,

perlakuan diskriminatif, penukaran valuta asing di bawah

Page 51: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 47

nilai tukar, depresi, hamil di luar nikah, tidak mendapat

jaminan asuransi, dan lain-lain. Sesampainya di daerah asal,

banyak yang masih mengalami trauma psikososial akibat

kekerasan yang diterimanya, penelantaran, ketidakmampuan

memanfaatkan remintansi, disfungsional keluarga, dan lain-

lain. Kajian Departemen Sosial (2006) melaporkan bahwa

masalah sosial TKIB atau pekerja migran bermasalah yang

berkaitan dengan tindak kekerasan sebesar 72,6%,

ketidakmampuan menyesuaikan diri 17,9%, kesenjangan

taraf kehidupan ekonomi 7,9% dan keretakan rumah tangga

sebesar 1,66%.

Dalam rangka mengatasi masalah sosial pekerja

migran, Departemen Sosial membuat program

pemberdayaan pada tahap pra, selama dan purna

penempatan. Program pemberdayaan pada tahap pra

penempatan seperti sosialisasi kepada masyarakat dan

pelatihan bagi calon pekerja migran (TKI), yang dilaksana-

kan sendiri maupun bekerjasama dengan Depnakertrans dan

BNP2TKI, serta pemberian pinjaman modal untuk

pemberangkatan yang disalurkan melalui bank dan

dikembalikan setelah perkerja migran memperoleh

pendapatan/gaji.

Pada masa penempatan, pekerja migran (TKI)

mendapat pendampingan berupa pelatihan, supervisi,

monitoring dan evaluasi. Bantuan sosial juga diberikan

kepada keluarga pekerja migran (TKI) yang tidak mampu

berupa pendampingan sosial, pelatihan, bantuan stimulan

serta supervisi, monitoring, dan evaluasi. Kepada keluarga

juga diberikan penyuluhan dan pendampingan dalam

mengelola keuangan hasil pendapatan pekerja migran (TKI),

termasuk pemberdayaan kepada anak pekerja migran yang

tidak mampu berupa bantuan pendidikan dan

pendampingan.

Pada masa purna penempatan, TKI mendapat bantuan

sosial berupa pendampingan proses pemulangan sampai ke

tempat tinggal pekerja migran, serta pemberdayaan

pemanfaatan hasil pendapatan/gaji selama bekerja

sebelumnya. Khusus untuk pekerja migran (TKI)

Page 52: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 48

Bermasalah, diberikan bantuan sosial berupa sosialisasi,

need assessment kebutuhan pengembangan usaha,

pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta

supervisi, monitoring dan evaluasi.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan

perlindungan kepada WNI di luar negeri (termasuk TKI),

pada 29 Juli 2007, bertempat di KBRI Singapura, Menteri

Luar Negeri RI meresmikan sistem “Pelayanan Warga”

(Citizen Services) di 6 Perwakilan RI yaitu KBRI Singapura

(pilot project), selanjutnya akan dibangun di KBRI Seoul,

KBRI Bandar Seri Begawan, KBRI Amman, KBRI Doha dan

KBRI Damaskus.

Pelayanan Warga adalah suatu sistem pelayanan melalui

satu pintu di Perwakilan RI dengan harapan dapat

memperkuat fungsi pelayanan bagi semua WNI melalui

pendekatan kepedulian dan keberpihakan, agar Perwakilan

RI dapat lebih sensitif, responsif, proaktif terhadap setiap

permasalahan yang dihadapi WNI dan inovatif dalam

penyelesaian masalah serta mendorong Perwakilan RI untuk

memberikan pelayanan dan perlindungan yang prima (cepat,

tepat, murah dan memuaskan). Operasionalisasi Pelayanan

Warga didasarkan pada Peraturan Menteri Luar Negeri yang

dilengkapi dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas

Pelayanan Warga di Perwakilan RI yang memuat secara rinci

langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang pejabat

Pelayanan Warga di dalam menjalankan fungsinya

melakukan pelayanan WNI. Peraturan Menteri tersebut dapat

menjadi masukan bagi penyusunan SOP penanganan TKIB.

BNP2TKI melaporkan bahwa sejak dibentuk bulan Maret

2007, telah menempatkan Tim di Tanjung Priok untuk

perlindungan TKI. Menurut BNP2TKI, TKIB merupakan akibat

dari terbatasnya informasi yang diperoleh oleh calon TKI

karena berdasarkan studi hanya 6% informasi berasal dari

Pemerintah sedang 64% lainnya berasal dari calo-calo.

Untuk itu, BNP2TKI melakukan upaya sosialisasi sampai di

tingkat kecamatan.

Page 53: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 49

BNP2TKI juga sedang melakukan stratifikasi terhadap

832 Balai Latihan Kerja yang ada di Indonesia, dan untuk

tahun 2008 bertekad mewujudkan “1 juta TKI dengan 1 juta

ID-Card (Indonesia)”, untuk mengatasi hilangnya identitas

TKI jika paspornya disimpan majikan, dirampas atau hilang.

2) Pemberdayaan Calon TKI

Penempatan TKI ke luar negeri merupakan program

nasional untuk mengurangi pengangguran di dalam negeri

yang cukup tinggi, dan telah dimulai sejak tahun 1980-an

dengan menempatkan TKI ke Timur Tengah dan Malaysia.

Pada saat sekarang, Pemerintah telah menempatkan TKI di

16 negara (kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik) dengan

jumlah TKI sekitar 3 juta orang.

Para calon TKI (CTKI) pada umumnya berasal dari

kelompok marginal, lemah secara ekonomi, tingkat

pendidikan rendah, kurang terampil, kurang informasi, dan

kurang menguasai bahasa asing, sehingga peluang kerjanya

sebagian besar (70%) di sektor informal yaitu sebagai

penata laksana rumah tangga (PLRT), perawat orang tua

jompo, sopir, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil (30%)

yang berpeluang bekerja di sektor formal seperti pekerja di

sektor industri, perkebunan, konstruksi, teknologi informasi

dan perhotelan.

Untuk dapat bekerja di luar negeri, CTKI dipersyarat-

kan untuk: mempunyai paspor, mengikuti pelatihan, tes

kesehatan, mempunyai visa kerja, membayar transportasi

lokal, akomodasi dan konsumsi, tiket keberangkatan,

asuransi TKI, biaya pembinaan TKI, dan jasa perusahaan

yang jumlahnya cukup besar tergantung pada jenis pelatihan

dan negara tujuan bekerja.

Kondisi ekonomi CTKI yang marginal menyebabkan

mereka menggunakan jasa rentenir untuk membiayai proses

rekrutmen dan pemberangkatannya, karena mereka belum

mengetahui sumber pendanaan lainnya yang dapat

membantu CTKI. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah

mengupayakan kerjasama dengan pihak perbankan untuk

pembiayaan proses rekrutmen, pengurusan dokumen,

Page 54: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 50

pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan

sertifikat kompetensi, serta biaya lainnya untuk penempatan

CTKI.

Sejauh ini, pemerintah telah menjalin kerjasama dengan

perbankan dalam rangka memberikan fasilitas kredit kepada

CTKI yang akan bekerja ke luar negeri, khususnya

penempatan ke Taiwan, yaitu: Bank Chinatrust Indonesia,

Hua Nan Commercial Bank, Sunny Commercial Bank, dan

Bank Mandiri (Persero) TBk. Terdapat Bank Perkreditan

Rakyat (BPR) yang bersedia memberikan kredit untuk CTKI

sebesar sekitar Rp 5,5 juta yaitu: PD. BPR Kulon Progo, PT.

BPR Panca Artha Monjali, PT. BPR Gunung Kawi, PT. BPR

Setia Karin Abadi, PT. BPR BKK Ungaran, PT. BPR Kota

Pasuruan, PT. BPR Harta Tanamas (Jakarta), PT. BPR Bekasi

Bina Tanjung Makmur, PT. BPR NTT, PT. BPR Bina Usaha

Dana Kab. Flores Timur, PT. BPR Sumatera Utara, dan PT.

BPR NTB. Sementara Bank yang sudah bekerjasama namun

baru memberikan fasilitas kredit untuk TKI Purna, yaitu Bank

Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia.

Kota Pare-pare di Provinsi Sulawesi Selatan yang

terletak di pinggang Pulau Sulawesi di Selat Makassar,

dengan fasilitas Pelabuhan Nusantara-nya, menjadikan Pare-

pare sebagai pintu utama masuk dan keluarnya TKI di

Kawasan Timur Indonesia dari dan atau ke luar negeri

utamanya ke Sabah dan Sarawak Malaysia. Selain memiliki

Kantor Imigrasi, Kantor-kantor Cabang PPTKIS, Lembaga

Pelatihan Ketenagakerjaan, dan RSUD Andi Makkasau

sebagai RS rujukan, Pare-pare juga mempunyai Sentra

Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur Indonesia

(SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden RI pada

tahun 2004.

Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, pengem-

bangan SP2TKI-KTI di suatu lahan seluas 4 hektar ditambah

tanah cadangan seluas 2 hektar untuk Balai Latihan Kerja,

merupakan suatu upaya yang strategis dalam mendukung

penempatan TKI ke luar negeri, namun kelembagaan Sentra

ini masih belum ditetapkan oleh Menteri negara PAN dan

masih berada di bawah BP2TKI Makassar.

Page 55: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 51

Ketidakjelasan status ini menyebabkan operasional dan

pemeliharaan fasilitas yang ada menjadi terbengkalai,

sehingga bangunan dan saluran air yang ada menjadi rusak

karena tidak terpelihara. Saat ini bangunan Sentra

dimanfaatkan oleh Satgas PTKIB Pare-pare untuk

menampung TKIB dengan fasilitas seadanya, sehingga untuk

TKIB yang ada di penampungan, mereka harus diberikan air

melalui mobil tangki.

SP2TKI-KTI ini mempunyai arti strategis mengantisipasi

karakteristik masyarakat di Sulawesi Selatan, Tengah, Barat

dan Tenggara yang senang merantau. Untuk tujuan Malaysia

Timur, banyak orang Bugis yang berniat merantau untuk

mencari kerja ke sana, di samping karena ada kesamaan

budaya, secara geografis jaraknya dekat ke Pare-pare, selain

juga karena lapangan kerja di Sulawesi Selatan belum

mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya tidak seimbang

dengan yang diiming-imingi jika bekerja di Malaysia. Orang

Bugis yang berangkat merantau biasanya tidak akan pulang

sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi orang-orang Bugis

ke Malaysia Timur ini sebesar 90% melalui Pare-pare,

sementara hanya 10% yang melalui Makassar. Konsep

Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan untuk member-

dayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan dan kemudian

bekerjasama dengan PJTKI menempatkan mereka bekerja ke

luar negeri sesuai dengan job order dari negara penerima.

Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada

Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000

TKIB dari perkebunan (Felda) di Sabah, dengan 3.000 di

antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Felda

Plantations yang bersangkutan menghendaki mereka masuk

kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas

TKIB bermaksud bekerjasama dengan PJTKI setempat dan

Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB

tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan

(antara lain harus ada job order). SP2TKI-KTI akan sangat

berarti jika dapat memberikan pelayanan dan mampu

meningkatkan keterampilan dan kelengkapan informasi yang

diperlukan kepada para TKI yang dipulangkan tersebut

Page 56: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 52

sehingga dapat kembali bekerja di Malaysia dalam status

legal dan memenuhi prosedur penempatan yang

dipersyaratkan.

3) Pemberdayaan Anak-anak TKI

Pemberdayaan juga mencakup anak-anak TKIB, yang

jumlahnya diperkirakan sebanyak 24.200 orang di Sabah,

Malaysia Timur. Anak-anak ini lahir dari orang tua TKI yang

statusnya ilegal tetapi sudah berada di Malaysia selama

bertahun-tahun. Anak-anak ini hanya mempunyai surat

keterangan lahir dari petugas setempat, sehingga statusnya

menjadi mengambang dan karenanya tidak bisa masuk

sekolah negeri kerajaan Malaysia.

Untuk mengatasi permasalahan anak-anak TKI di Sabah

Malaysia yang tidak memperoleh akses pendidikan,

Pemerintah Indonesia pada tahun 2006-2007 telah mengirim

guru bantu ke Sabah, Malaysia sebanyak 109 orang, yang

pelaksanaannya dilakukan melalui 4 tahap yaitu: Tahap I

sebanyak 25 orang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus

2006, Tahap II sebanyak 26 orang dilaksanakan pada

tanggal 11 September 2006, Tahap III sebanyak 28 orang

dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2007, Tahap IV sebanyak

30 orang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2007. Para guru

bantu tersebut ditempatkan di 79 pusat-pusat belajar yang

tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Sabah,

yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh HUMANA

(Borneo Child Aid Society), sebuah lembaga swadaya

masyarakat (Non Government Organization, NGO) yang

bergerak di bidang pendidikan bekerja sama dengan KJRI

Sabah. Tugas para guru tersebut adalah mengajarkan anak-

anak TKI tentang ke-Indonesia-an yaitu tentang Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Sejarah, Bahasa

Indonesia, dan Geografi Indonesia, agar mempunyai

pengetahuan tentang tanah airnya, di samping pelajaran

membaca dan berhitung.

Saat ini anak-anak TKI yang memperoleh layanan

pendidikan melalui pusat-pusat belajar HUMANA sekitar

5.700 anak dari sekitar 24.200 anak-anak TKI di Sabah

Malaysia, sehingga diperkirakan masih sekitar 18.300 anak

TKI yang belum terlayani.

Page 57: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 53

Tahun 2008 sebanyak 51 orang guru akan mengakhiri

masa tugas, bagi guru yang tidak bersedia melanjutkan akan

dicari guru pengganti, dan untuk memperlancar pelaksanaan

tugas para guru, pada tahun 2008 akan dikirim seorang guru

senior yang berfungsi sebagai koordinator dan supervisor.

Pendidikan pada anak-anak TKI juga diberikan melalui

keikutsertaan mereka belajar di sekolah-sekolah di

perbatasan di Kabupaten Nunukan, sebagaimana yang

diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah dan

Sekolah Katolik Gabriele yang banyak menampung anak-

anak TKI. Lembaga lain yang berpartisipasi antara lain

adalah Susteran PRR, LPA Aisyiah dan lain-lain yang

memberikan pendidikan dan pembinaan spiritual pada anak-

anak TKI. Departemen Agama juga telah memberikan

bantuan dana kepada pondok pesantren Al Furqon di Pulau

Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang juga banyak menampung

anak-anak TKI.

Rencana pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu

(SIKK) perlu dipercepat sehingga pemenuhan hak anak-anak

TKI tentang pendidikan dapat segera terpenuhi. SIKK

diharapkan menjadi pusat pendidikan Indonesia di wilayah

Sabah yang memayungi pusat-pusat belajar bagi anak-anak

TKI yang tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di

Sabah, Malaysia.

F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan selain dengan

melaksanakan kunjungan kerja ke lapangan, juga dilakukan

menggunakan sarana komunikasi dan informasi yang tersedia

seperti melalui telepon, faksimili, dan internet.

• Medan adalah exit dan entry point bagi pengiriman TKI dan

penerimaan TKIB dari Malaysia, yang berasal dari Sumatera

Utara dan dari daerah lain. Maraknya pengiriman TKI melalui

Medan dapat diindikasikan dari adanya 12 PPTKIS (Perusahaan

Pengerah TKI Swasta) dan 65 Cabang PPTKIS di Medan. Untuk

menangani pemulangan TKIB, dibentuk Satgas PTKIB Medan

dan Posko PTKIB di Pelabuhan Belawan, yang untuk tahun

2007 telah mendapat dukungan dana operasional dari APBD.

Page 58: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 54

TKIB deportan asal Sumatera Utara, dipulangkan dari Malaysia

ke Medan melalui Tanjungpinang.

Selain sebagai tempat pemberangkatan TKI legal dan prose-

dural, Medan juga dikenal sebagai tempat pemberangkatan TKI

non-prosedural karena banyak WNI yang bermaksud bekerja

ke luar negeri menggunakan visa kunjungan sementara, dan

bahkan TKI ilegal tanpa dokumen, baik yang berasal dari

Sumatera Utara maupun dari daerah lain. Sering terjadi

pengiriman TKI yang masih di bawah umur (kurang dari 21

tahun).

Untuk mengurangi terjadinya TKIB di kemudian hari, tahun

2008 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan lebih memprio-

ritaskan pengiriman TKI sektor formal ke Malaysia untuk

mengisi berbagai peluang kerja di sektor-sektor penting di

negara tersebut, dengan meningkatkan mutu pelatihan dan

pengajaran di Balai Latihan Kerja Sumatera Utara.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkatkan

Pelayanan Satu Atap yang sudah dimulai sejak tahun 2005,

untuk mempercepat pengurusan paspor TKI. Selain untuk

mempermudah, kebijakan pelayanan satu atap juga dimaksud-

kan untuk lebih memfokuskan perlindungan dan penanganan

terhadap TKI yang memiliki masalah di negara penempatan.

Selain menerapkan pelayanan satu atap, Pemerintah Provinsi

Sumatera Utara juga telah membentuk Posko Penanganan

Pemulangan TKI Bermasalah, yang sejak 2005-2007 telah

menangani 1.521 kasus TKI Bermasalah. Selain itu ada pula

Pos Pengendalian Pelayanan Pemberangkatan yang telah

menangani 51.663 TKI, dan pelayanan pemulangan sebanyak

19.125 TKI.

• Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau memerlukan

perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat karena sejak semester II

tahun 2007, Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan untuk

memusatkan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung

Malaysia melalui Johor Bahru dan kemudian mendeportasimya

ke entry point Indonesia terdekat yaitu ke Tanjung Pinang. Hal

ini telah menyebabkan Satgas TKIB Tanjung Pinang menjadi

lebih berat beban kerjanya, kekurangan biaya penampungan

dan pemulangan, serta biaya operasional Satgas TKIB.

Page 59: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 55

Pemulangan TKIB dari Malaysia melalui Tanjung Pinang telah

mencapai 34.845 orang, dan menurut informasi dari Satgas

Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI Johor Bahru,

Malaysia, jumlah TKIB yang akan dipulangkan (dideportasi)

tahun 2008 diperkirakan mencapai 80.000 orang. Hal ini

memerlukan pengaturan kembali Petunjuk Pelaksanaan

Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia (Oktober

2004), termasuk dengan adanya Peraturan Presiden No. 81

Tahun 2006 tentang BNP2TKI, sehingga penanganan TKIB

dapat berlangsung dengan lebih baik.

Sebagai daerah transit, pengiriman TKI ke luar negeri di

Tanjung Pinang dilakukan oleh 3 PPTKIS yang salah satunya

adalah PT. Pinang Siam, yang memiliki Balai Latihan Kerja Luar

Negeri (BLKLN) di Tanjung Pinang.

Satgas PTKIB Tanjungpinang ternyata belum memiliki tempat

penampungan sehingga untuk sementara memanfaatkan

tempat penampungan milik PPTKIS PT. Pinang Siam untuk

menampung TKIB selama menunggu kedatangan kapal PELNI

yang membawa mereka ke daerah asalnya di Pulau Jawa,

Sulawesi, Sumatera, NTB dan NTT. Kebetulan PT. Pinang Siam

adalah perusahaan yang mendapat kontrak dari Pemerintah

Malaysia untuk mengangkut TKIB dari Johor Bahru ke Tanjung

Pinang, sehingga kerjasama tersebut membantu penghematan

biaya. Biaya sarana dan prasarana penampungan ditanggung

PT. Pinang Siam, sedang biaya permakanan dari Departemen

Sosial melalui Satgas TKIB Tanjung Pinang. Selama di

penampungan, TKIB dijaga oleh Satpol PP Tanjung Pinang.

Banyak di antara TKIB tersebut menyatakan akan segera

kembali ke Malaysia kapan waktu sudah selesai mengurus

persuratan yang diperlukan. Sebagian menyatakan bahwa

keluarganya masih ada di Malaysia sehingga harus kembali,

sebagian lainnya ingin kembali ke Malaysia karena tergiur upah

yang tinggi dibanding di Indonesia, walaupun pada

kenyataannya upah yang tinggi tersebut tidak dapat dibawa

pulang ke Indonesia karena tidak dibayarkan majikan atau

dirampas oleh Rela. Sebagian lagi merasa malu untuk pulang

ke daerah asalnya jika belum dapat menunjukkan hasil kerja di

luar negeri.

Page 60: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 56

Dengan posisinya sebagai daerah entry point utama penerima

TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia, Satgas PTKIB

Tanjungpinang menyarankan: (a) Juklak pemulangan TKIB

dengan adanya BNP2TKI atau BP3TKI di daerah (b)

pembentukan Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan Riau (c)

dukungan pembangunan tempat penampungan TKIB (d)

dukungan APBN untuk operasional Satgas PTKIB Tanjung-

pinang dan pelayanan kepada kesehatan, permakanan,

transportasi, dan pengawalan TKIB (e) peningkatan

pengawasan pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan tikus yang

banyak terdapat di Tanjungpinang (f) peningkatan administrasi

kependudukan (g) pengetatan prosedur pemberangkatan TKI

(syarat, prosedur, hak-hak dan kewajiban TKI, dan MoU

dengan daerah asal) (h) sosialisasi perencanaan ketenaga-

kerjaan yang jelas, informasi ketersediaan kesempatan kerja di

Malaysia (dan luar negeri lainnya), pengupahan, alamat-alamat

penting di Malaysia, dan informasi lainnya yang diperlukan.

• Walaupun tidak sebanyak menerima TKIB sebagaimana

Tanjungpinang, Satgas PTKIB Batam dan Tanjungbalai Karimun

tetap memberikan pelayanan sebagaimana mestinya kepada

TKIB, yang pada umumnya bukan deportan tetapi TKIB yang

dipulangkan oleh majikan atau melalui Perwakilan RI Johor

Bahru atau Singapura.

Sebagai daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar

Pusat bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar

Provinsi Kepulauan Riau, sedang APBD untuk penanganan

penduduk lokal. Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir

terjadi setiap waktu, maka dapat diusulkan anggarannya

melalui SKPD dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan

30% dari APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari

Menko Kesra kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini.

• Sebagai daerah asal TKI dan daerah transit menuju Sarawak,

Malaysia, Satgas PTKIB Kalimantan Barat di Pontianak serta

Posko TKIB Entikong dan Balaikarangan banyak menerima

TKIB baik yang berasal dari Kalimantan Barat (Sambas,

Pontianak, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, dan Kota

Pontianak) maupun dari Jawa, Sulawesi, NTB dan NTT. Posko

TKIB Entikong menangani TKI asal Kalimantan Barat, sedang

Page 61: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 57

Posko TKIB Balaikarangan menangani TKIB dari luar

Kalimantan Barat yang pemulangan ke daerah asalnya

memerlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah asal.

Pemulangan TKIB ke daerah asal merupakan alternatif terakhir,

karena jika pada kenyataanya tenaga TKIB dibutuhkan, mereka

bisa kembali bekerja di Sarawak setelah mengurus dokumen

ketenagakerjaan.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui konsep Border

Development Center (BDC) telah mengambil langkah ke depan

dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah

Entikong, guna meningkatkan kualitas dan kemampuan TKI

untuk memenuhi kebutuhan konsumen pengguna jasa. Letak

BLK yang berdekatan dengan negara tujuan TKI, diharapkan

cepat mendapatkan informasi tentang kebutuhan pasar tenaga

kerja serta persyaratan kualifikasi yang diperlukan, yang akan

dipenuhi melalui pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja

yang siap pakai.

Di daerah perbatasan juga akan dibangun Kantor Pelayanan

Administrasi dan Hukum bagi TKI, sehingga permasalahan

administrasi dan hukum yang dihadapi para TKI dapat segera

diatasi. Dalam kawasan BDC juga akan dibangun perumahan

tenaga kerja untuk menampung TKI yang bekerja pergi pulang

yaitu siang bekerja di Serawak, sore harinya kembali ke tempat

tinggal mereka. Dengan demikian mereka tidak terpisah dari

keluarga sehingga persoalan sosial dapat diperkecil.

• Nunukan merupakan pintu masuk resmi yang terdekat ke

wilayah Sabah, Malaysia, akan tetapi masih banyak terdapat

jalan-jalan tikus di sepanjang perbatasan Kabupaten Nunukan

dengan Malaysia, yang dapat ditempuh melalui jalan darat

maupun laut. Kondisi ini juga membuka peluang keluar

masuknya TKI non-prossedural dan bahkan TKI ilegal yang

rentan menjadi TKIB. Para pencari kerja tersebut masuk ke

Malaysia melalui Tawau, yang ditempuh sekitar satu jam

perjalanan dengan ferry cepat dari Nunukan.

Perjalanan dari Nunukan tidak dikenai biaya fiskal, dan banyak

agency pekerja di Tawau yang manjual jasa mencarikan

pekerjaan sebagai pembantu, baby sitter, sopir atau pekerja

perkebunan dengan imbalan 20% dari gaji per bulan. Bekerja

sebagai pembantu di Tawau, menerima gaji minimal RM 1.000

atau sekitar Rp 2,8 juta sebulan.

Page 62: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 58

Banyak TKI yang telah lama tinggal di Sabah terutama mereka

yang bekerja di perkebunan setempat, yang kemudian

berkeluarga dan beranak pinak. Anak-anak TKI ini banyak yang

status kewarganegaraannya tidak jelas karena hanya

mempunyai surat keterangan lahir dari rumah sakit. Mereka ini

tidak bisa masuk ke sekolah negeri Malaysia, sehingga

beberapa LSM asing seperti HUMANA (Borneo Child Aid

Society) tergerak memberikan pendidikan secara informal.

Salah satu LSM yang berasal dari Indonesia adalah Forum

Peduli Pendidikan Anak Indonesia (FPPAI) yang berdiri awal

tahun 2007, dan telah membuka SD Budi Luhur 1,2, dan 3 di

Keningau, Sabah. SD ini sekarang telah mempunyai 360 murid

dari suku Toraja, Bugis, Jawa dan Timor, dan sehari-hari

dikelola oleh 10 orang guru yang dibiayai dari sumbangan

murid. Kegiatan LSM FPPAI ini semakin memperkuat upaya

pendidikan anak-anak TKI yang dilakukan oleh Pemerintah

dengan mengirim 109 guru Indonesia ke Sabah dan upaya

pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu.

Di samping yang telah dilakukan oleh Pondok Pesantren

Hidayatullah di Nunukan, Pondok Pesantren Al Furqon di Pulau

Sebatik, dan Sekolah Katholik Gabriele di Nunukan yang

memberikan pendidikan sekaligus menampung anak-anak TKI,

Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga berniat mendirikan

sekolah terpadu SD-SMP Satu Atap di Nunukan yang dilengkapi

dengan asrama sehingga anak-anak TKI di Sabah dapat

mengenyam pendidikan Wajar 9 Tahun. LSM Asah Pena Kaltim

juga akan mengupayakan pendidikan kesetaraan di Nunukan

untuk anak-anak TKI yang ada di Sabah, Malaysia.

• Pare-pare dengan pelabuhan Nusantaranya, dan letaknya yang

strategis di Selat Makassar, membuat kota pantai ini menjadi

pusat pemberangkatan TKI dari wilayah Sulawesi: Selatan,

Tengah, Barat, dan Tenggara. Lalu lintas laut melalui Pare-pare

cukup ramai karena setiap minggu ada 11 kapal yang melayani

jalur Parepare-Nunukan, termasuk tiga kapal PELNI, yakni KM.

Leuser, KM. Tidar dan KM. Binaiya. Setiap tahun, jumlah

penumpang ke Nunukan rata-rata 200.000 penumpang.

Page 63: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 59

Pada tahun 2004, Pemerintah memulai langkah untuk memper-

siapkan Pare-pare menjadi pintu masuk penempatan TKI ke

Sabah, Malaysia Timur, dan menjadikan Kota Pare-pare

sebagai Pusat Pelayanan Penempatan dan Pemulangan (P4)

TKI Malaysia Timur, khususnya Sabah. Guna merealisasikan

rencana ini, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

meminta agar semua calon TKI yang akan ditempatkan ke

Sabah, menggunakan fasilitas yang telah tersedia di Pare-pare.

Di hamparan lahan berbukit seluas 6 ha, telah dibangun tempat

penampungan TKI dengan kapasitas sekitar 400 orang,

bangunan perkantoran dan rencananya bangunan Balai Latihan

Kerja. Di tempat ini, para calon TKI lebih dulu dilatih sesuai

dengan keahlian yang dibutuhkan untuk kemudian ditempatkan

sesuai dengan job order dari pengguna TKI. Dengan demikian,

selain mendapat perlindungan hukum, para TKI dapat

menikmati dengan utuh penghasilannya di Malaysia.

Untuk pengurusan dokumen yang diperlukan TKI, Pare-pare

telah memiliki layanan satu atap bagi para calon TKI dengan

prosedur yang mudah dan murah. Pare-pare juga telah

mempunyai RSU Makkasau yang telah memiliki persyaratan

cukup untuk menjadi Rumah Sakit Pusat Medical Chek Up

(MCU) bagi TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri.

Dengan sarana dan prasarana yang ada seperti Laboratorium,

radiologi, dan pemeriksaan fisioterapi serta dukungan 375 tim

medis, 11 dokter spesialis dan 11 keahlian, RSU Makkasau siap

memberikan pelayanan secara pofesional. RSU Makkasau perlu

menyurat ke Departemen Kesehatan untuk mendapat akredi-

tasi sebagai RSUP MCU bagi TKI di Kawasan Timur Indonesia.

• Tanjungpriok adalah pelabuhan utama yang berada di Ibukota

RI sehingga menjadi jendela bagi masyarakat yang

menunjukkan penanganan TKIB secara bermartabat dan

selamat yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan

lembaga masyarakat yang peduli. Departemen Sosial yang

bertugas memberikan bantuan sosial kepada pekerja migran

bermasalah, kemudian membentuk Satgas/Posko Pemulangan

Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya di Tanjungpriok,

yang beranggotakan dinas/instansi terkait termasuk LSM dan

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

Page 64: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 60

Masalah pendataan termasuk komunikasi data antar Satgas

PTKIB di daerah entry point dengan Satgas PTKIB Tanjungpriok

dan dengan Satgas PTKIB daerah transit/asal, dinilai agak

terhambat karena ketiadaan alat komunikasi di Posko PTKIB

Tanjungpriok. Petunjuk teknis pendataan yang hanya

didasarkan pada wawancara tanpa dilengkapi dengan data

biometrik, dirasakan kurang akurat sehingga seringkali daerah

asal TKIB menjadi tidak jelas dan dengan demikian

menyulitkan penyiapan moda transportasinya, dan dalam

berkomunikasi dengan aparat di daerah asalnya.

• Pelabuhan Tanjungemas di Semarang, Jawa Tengah, tidak

tentu disinggahi setiap kapal PELNI yang datang dari Jakarta,

sehingga TKIB asal Jawa Tengah sering harus turun di

Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta untuk kemudian dipulangkan

menggunakan Bus DAMRI ke daerah asalnya. Kondisi ini

menyebabkan TKIB yang daerah asalnya di bagian barat Jawa

Tengah dan jauh dari Semarang tidak lapor ke Satgas TKIB

Tanjungemas Semarang. Sementara manifes TKIB yang

bersangkutan tidak ditembuskan ke Satgas PTKIB Semarang,

sehingga data tentang pemulangan TKIB sampai ke daerah

asalnya menjadi tidak jelas dan akurat.

• Pelabuhan Tanjungperak menjadi tujuan pemulangan TKIB asal

Jawa Timur. Setelah didata ulang dan diberikan pengarahan

oleh aparat Satgas PTKIB Tanjungperak, serta istirahat dan

makan, TKIB kemudian diantarkan ke terminal bus untuk

diberangkatkan ke daerah asalnya masing-masing. Kepada

TKIB diberikan uang saku sekedarnya (Rp 25.000) sebagai

bekal perjalanan sampai ke tempat tinggalnya. Perlakuan

Satgas PTKIB Jawa Timur seperti ini mungkin perlu

dipertimbangkan untuk diberlakukan secara nasional.

• Sementara itu, Pelabuhan Lembar, Mataram, Nusa Tenggara

Barat, sebetulnya banyak menerima TKIB yang berasal dari

NTB. Namun sejauh ini masih belum terkomunikasikan dengan

baik dengan Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas PTKIB lainnya.

• Terkait dengan kebijakan Pemerintah Malaysia untuk memusat-

kan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung Malaysia

melalui Johor Bahru, telah menambah beban kerja Perwakilan

RI di Johor Bahru.

Page 65: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 61

Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya penguatan baik

personil maupun sumber daya lainnya sehingga tambahan

beban tugas yang terjadi tidak mengganggu kinerja Citizen

Service yang telah dirintis oleh Departemen Luar Negeri untuk

dibentuk di Perwakilan RI dalam memberikan pelayanan dan

perlindungan kepada WNI termasuk TKI di luar negeri.

Perwakilan RI Johor Bahru melaporkan bahwa Malaysia sangat

tergantung kepada pekerja migran, yang memerlukan 400-450

ribu pekerja asing di semua sektor. Johor Bahru sendiri tahun

2008 memerlukan sekitar 800 ribu pekerja asing untuk

membangun Wilayah Pembangunan (Ekonomi) Iskandar di

bagian selatan kawasan tersebut yang luasnya tiga kali lipat

luas Singapura.

• Masalah TKIB juga membebani Perwakilan RI di Kuala Lumpur

yang menangani sekitar seribu kasus TKIB setiap tahunnya.

Walaupun sudah ada Undang-undang No. 39 Tahun 2004

tentang PPTKLN, Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI,

dan MoU RI-Malaysia tahun 2006 tentang Kesejahteraan dan

Perlindungan TKI sektor informal di Malaysia, namun imple-

mentasinya masih tersendat, terbukti kehadiran TKI ilegal

masih marak, banyak gaji TKI tidak dibayar, masih ada tindak

kekerasan terhadap TKI, dan paspor TKI masih dipegang

majikan atau agen di Malaysia. Sementara di Indonesia

penyiapan TKI untuk pembantu rumah tangga tidak dilakukan

dengan baik. Mereka direkrut dari kampung dan langsung

dikirim ke Malaysia untuk bekerja pada majikan yang

berpenghasilan menengah ke atas.

Dengan kompetensi kerja yang tidak memenuhi standar

tersebut, menyebabkan TKI rawan terhadap tindak kekerasan,

karena para majikan di Malaysia telah membayar mahal untuk

mendatangkan TKI, yaitu sebesar 5.000-6.000 RM (ringgit

Malaysia) atau Rp 13,5-16,2 juta kepada agen di Malaysia.

Status TKI yang ilegal juga mendorong majikan Malaysia untuk

memberi gaji yang rendah, termasuk tak membayar upah TKI.

Jika TKI yang bersangkutan meminta haknya, malah diancam

dilaporkan kepada polisi atau imigrasi, dan petugas Rela.

Padahal, sesuai Undang-Undang Perburuhan Malaysia, diberla-

kukan larangan bagi warga di negara itu untuk menampung

atau mempekerjakan pekerja asing ilegal.

Page 66: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 62

Sanksinya adalah denda berkisar RM 10.000-15.000. Namun,

implementasi undang-undang tersebut dapat dikatakan masih

nihil. Majikan dan aparat penegak hukum di negara itu

berkolusi dengan mengorbankan TKI ilegal. Malaysia telah

menerapkan standar ganda terhadap pendatang ilegal, di satu

sisi, mereka memberlakukan aturan yang melarang pengguna-

an pekerja ilegal, tetapi di sisi lain Malaysia tetap membiarkan

pekerja asing ilegal masuk dan bekerja di negara itu.

Kelonggaran aturan itu dimungkinkan karena dengan meng-

gunakan pekerja asing ilegal, upah buruh dapat ditekan lebih

murah tetapi produktivitas perusahaan tetap tinggi. Jika tidak

dibutuhkan lagi, pekerja itu dapat dipulangkan setiap saat ke

negara asal tanpa membayar upah. Hal itulah yang

menyebabkan TKI ilegal semakin banyak di Malaysia. Para

majikan itu telah memanfaatkan berbagai ketidakberesan yang

terjadi dalam pengiriman TKI ke Malaysia.

Keberadaan TKI di Malaysia telah memberi kontribusi besar

dalam pembangunan ekonomi Malaysia, yang telah membuat

negeri itu menjadi produsen minyak sawit dan karet terbesar di

dunia. Ketika tahun 2004 dan 2005 terjadi pemulangan TKI

secara besar-besaran, perkebunan kelapa sawit di Lembah

Kelang, menderita kerugian sekitar US$ 1,5 juta per hari

karena tidak ada pekerja untuk membersihkan lahan, memetik,

mengangkut, dan mengolah tandan buah sawit segar.

Kehadiran pembantu rumah tangga dari Indonesia juga telah

membuat sebagian besar ibu rumah tangga Malaysia dapat

kembali bekerja dengan mendapat penghasilan sekitar RM

10.000 per bulan. Pembelanjaan uang tersebut telah memberi

efek domino yang besar bagi pergerakan ekonomi di Malaysia.

G. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu

Berbagai koordinasi yang diadakan oleh instansi sektoral

dalam rangka peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada

TKI Bermasalah, antara lain adalah:

• Dalam rangka mereformasi sistem penempatan dan

perlindungan TKI, Presiden pada tanggal 2 Agustus 2006

mengeluarkan Inpres No. 6 Tahun 2006 yang menugaskan

kepada 14 instansi pemerintahan mulai dari Menteri

Page 67: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 63

Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamananan; Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian; para Menteri; Kepala

Kepolisian Negara RI, hingga para Gubernur, Bupati/Walikota,

untuk melaksanakan instruksi Presiden tersebut. Inpres ini

merupakan sebuah dokumen kebijakan yang sangat penting

untuk dijadikan titik tolak bagi terobosan efektif penataan

migrasi dan perlindungan buruh migran Indonesia.

Inpres tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan

Perlindungan TKI, meliputi:

1) Kebijakan penempatan TKI (sasaran waktu Oktober

2006): (a) Penyederhanaan dan desentralisasi pelayanan

penempatan TKI (b) Peningkatan kualitas dan kuantitas

calon TKI (c) Pelayanan TKI di embarkasi dan debarkasi

dengan Sistem One Roof Services.

2) Kebijakan perlindungan TKI (sasaran waktu Juli 2007):

(a) Advokasi dan pembelaan TKI (b) Penguatan fungsi

Perwakilan RI dalam perlindungan TKI.

3) Kebijakan pemberantasan calo/sponsor TKI (sasaran

waktu Desember 2006): (a) Pemberantasan praktek per-

caloan/sponsor TKI di daerah (b) Pemberantasan tindakan

premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi/

debarkasi.

4) Kebijakan tentang lembaga penempatan TKI (sasaran

waktu Desember 2006) yaitu tentang Peningkatan

profesionalitas Lembaga Penempatan TKI.

5) Kebijakan tentang dukungan lembaga perbankan (sasaran

waktu Desember 2006): (a) Fasilitasi kredit untuk calon

TKI (b) pengelolaan remitansi TKI.

Tim Inpres No. 6 Tahun 2006 pada akhir tahun 2007 sedang

melakukan evaluasi pelaksanaan Inpres dan akan

menyampaikan hasilnya kepada Satgas TK-PTKIB sebagai

bahan masukan penyempurnaan Juklak dan SOP penanganan

TKI Bermasalah.

• Sekretariat Wakil Presiden RI dalam rangka memberikan

dukungan teknis kepada Wakil Presiden berkenaan dengan

masalah ketenagakerjaan, telah melakukan pemantauan ke

beberapa daerah dan memperoleh gambaran tentang tenaga

kerja Indonesia sebagai berikut:

Page 68: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 64

1) Tingkat pendidikan calon TKI rendah.

2) Keterampilan tidak sesuai dengan permintaan pasar kerja.

3) Kurangnya dukungan pelatihan dan permodalan untuk

sektor informal.

4) Sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di Balai

Latihan Kerja tidak memadai.

5) Balai Latihan Kerja kurang didukung dengan pelatihan

berbasis kompetensi.

6) Hampir seluruh Balai Latihan Kerja penggunaannya di

bawah kapasitas.

7) Banyak instansi melaksanakan pelatihan tetapi koordinasi

lemah.

8) Tim Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (TPTKD) atau

Dewan Tenaga Kerja Daerah (DTKD) belum optimal,

umumnya baru pada tahap menyusun perencanaan.

9) Rendahnya pendidikan calon TKI untuk sektor informal

(keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tidak membatasi

tingkat pendidikan calon TKI).

10) Kurangnya dukungan pelatihan bagi calon TKI khususnya

bagi perempuan sebagai penata laksana rumah tangga

(PLRT), karena tidak tersedianya pelatihan PLRT di

Sulawesi Selatan kemudian dilaksanakan di Jakrta,

dengan biaya lebih besar.

11) Kurangnya dukungan permodalan (beberapa Pemerintah

Daerah telah menyediakan dana bergulir namun sangat

terbatas).

12) Hanya sekitar 10% lulus tes untuk magang ke Jepang

terutama karena alasan kesehatan (Jateng, Jatim,

Jembrana).

13) Tidak tersedia dana pemulangan untuk TKI deportasi yang

sakit atau stress. Daerah entry point bersedia membantu

namun mohon didukung pembiayaan dari daerah asal dan

Pusat.

14) Tempat penampungan TKI deportasi tidak memadai,

khususnya untuk TKI perempuan, demikian pula

pelayanan kesehatan di pelabuhan, terutama untuk TKI

yang membawa bayi atau anak-anak.

Page 69: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 65

15) Pelabuhan pemulangan dan pemberangkatan TKI kurang

didukung dengan prasarana yang memadai, seperti

misalnya di Nunukan, pintu keluar masuk penumpang

antar pulau dan dari luar negeri (Malaysia) tidak dipisah

sehingga sulit dipantau.

16) Adanya TKI ilegal berangkat melalui jalan tikus di daerah

perbatasan.

17) Sebagian besar calon TKI terikat dengan rentenir.

18) Di Nunukan, Batam, Tanjungpinang, TKI dari Malaysia

ditunggu calo yang menguruskan dokumen baru.

19) Pada waktu pemulangan dari Malaysia, tidak tersedia

informasi untuk TKI yang diperlukan apabila ingin kembali

menjadi TKI (persyaratan, alamat kantor yang dapat

dihubungi, dan lain-lain).

Berbagai permasalahan tersebut telah dibahas dengan lintas

sektor untuk mendapat jalan keluar yang sebaik-baknya. Salah

satu masalah yang dibahas intensif adalah fasilitas Askeskin

yang berdasarkan hasil pemantauan ke Jawa Timur, ternyata

TKI ilegal yang dideportasi dari Malaysia dan membutuhkan

pelayanan kesehatan, kesulitan mendapat dukungan

pembiayaan karena keterbatasan APBD. Sekretariat Wapres

kemudian menyurati Departemen Kesehatan dan telah

direspon melalui Surat Sekretaris Jenderal Departemen

Kesehatan No. JP.01.SJ.X.0361 tanggal 9 Juli 2007 yang

secara garis besar menyampaikan:

1) Program Jaminan Pemeliharaaan Kesehatan Bagi

Masyarakat Miskin (Askeskin) secara nasional dimulai

tahun 2005 yang dikelola oleh PT. Askes (Persero)

meliputi jaminan pelayanan kesehatan dasar dan

pelayanan kesehatan rujukan.

2) Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak

mampu, pada tahun 2005 mencakup 36 juta jiwa, tahun

2006 mencakup 60 juta jiwa, dan tahun 2007 mencakup

76,4 juta jiwa.

3) Penetapan masyarakat miskin adalah kewenangan Bupati/

Walikota yang dituangkan dalam Surat Keputusan.

Page 70: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 66

4) Pada saat masyarakat miskin memerlukan pelayanan

kesehatan harus menggunakan kartu Askeskin, atau

identitas miskin lainnya dalam bentuk Surat Keterangan

Tidak Mampu (SKTM).

Berdasarkan petunjuk Sekretaris Jenderal Departemen

Kesehatan sebagaimana tersebut di atas, maka TKI ilegal yang

dideportasi dapat menggunakan Askeskin untuk memperoleh

pelayanan kesehatan dengan dilengkapi identitas miskin dalam

bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari

Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.

• Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen

Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan

dan Pekerja Migran (Dit. BS KTKPM), menginisiasi pembahasan

dalam rangka pembagian tugas antara kementerian/lembaga

yang menangani Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran

(PM), dan TKI Bermasalah atau PM Bermasalah.

Hal tersebut diangggap penting untuk dibahas dan disepakati

bersama dalam rangka menyikapi Keputusan Presiden No. 106

Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI

Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia; Peraturan

Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara

Republik Indonesia; Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005

tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian

Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun

2007; Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan

Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI);

Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan

Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI; dan

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 82/HUK/2005

tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial.

Dalam rangka penyelenggaraan bantuan sosial pekerja migran

(BSPM), Departemen Sosial berkomitmen bahwa (a) BSPM

merupakan kebutuhan strategis dalam memenuhi hak-hak

dasar yang telah diatur dalam konvensi internasional dan

Undang-undang tentang HAM (b) sebagaimana diatur dalam

Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan

Page 71: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 67

Perlindungan TKI di Luar Negeri, bahwa kewenangan di bidang

sosial meliputi masa pra-penempatan, selama dan purna

penempatan mencakup layanan informasi dan advokasi sosial,

perlindungan sosial, rehabilitasi psikososial serta pember-

dayaan dan rujukan (c) semakin meningkatnya kasus-kasus

perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran

yang kemudian berakhir dengan pendeportasian pekerja

migran dari berbagai negara yang memerlukan penanganan

lintas sektor secara terpadu.

Nilai strategis koordinasi lintas sektoral yang terpadu adalah:

(a) terwujudnya kesepahaman persepsi bagi seluruh

kementerian/lembaga, organisasi sosial, organisasi masya-

rakat, dan kelembagaan masyarakat lainnya bahwa pekerja

migran sejak masa pra, selama dan purna penempatan

menjadi tanggung jawab bersama, terutama yang berkaitan

dengan pemberdayaan pekerja migran, penyediaan pelayanan

satu atap, dan perlindungan kepada pekerja migran termasuk

kepada keluarganya (b) meminimalkan overlapping dan

memaksimalkan sinergitas berbagai satuan kebijakan,

program dan kegiatan sehingga bantuan sosial dapat disajikan

secara utuh, mendasar dan menyeluruh (c) koordinasi sektoral

yang terpadu merupakan mandat Keppres No. 106 Tahun

2004 dan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 (d)

terwujudnya efisiensi dan efektivitas pelayanan terbaik untuk

pekerja migran dan keluarganya.

Bantuan sosial bagi pekerja migran termasuk kepada mereka

yang bermasalah merupakan kewenangan Departemen Sosial,

yang dalam penyelenggaraannya memerlukan dukungan lintas

sektor, organisasi sosial, organisasi masyarakat, dan kelem-

bagaan masyarakat lainnya. Bantuan sosial berupa bantuan

transportasi dan permakanan pada fase pemulangan pekerja

migran bermasalah yang dideportasi sebagaimana yang

dilaksanakan saat ini, hanyalah sebagian kecil dari

kewenangan Departemen Sosial secara keseluruhan.

Departemen Sosial mengusulkan adanya pembagian tugas

dalam rangka pemberian bantuan sosial kepada pekerja

migran secara sinergis, sebagai berikut:

Page 72: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 68

Tahapan Kegiatan Penanggung

Jawab

1. Pra Penempatan

• Ijin Penempatan 1. Pengurusan SIP

2. Sosialisasi UU/Hak & kewajiban

BNP2TKI.

Depnakertrans.

• Rekrutmen 1. Perekrutan dan seleksi.

2. Penyuluhan sosial, mental spi-

ritual dan vokasional

BNP2TKI.

Depsos.

• Kompetensi 1. Pendidikan dan latihan kerja

2. Mental dan spiritual

3. BLK

4. Uji kompetensi

BNP2TKI.

Depsos.

Depnakertrans.

BNSP.

• Kesehatan 1. Kesehatan dan psikologi.

2. Medical check-up.

BNP2TKI.

Depkes.

• Dokumen 1. Pengurusan dokumen.

2. Pengawasan

BNP2TKI.

Depnakertrans.

• Pembekalan 1. Pembekalan pemberangkatan

2. Pengenalan job order & kontrak

3. Imunisasi.

BNP2TKI.

Depnakertrans.

Depkes.

• Asuransi 1. Pengurusan asuransi

2. Penjelasan asuransi

BNP2TKI.

Depnakertrans.

• Pemberangkatan 1. Transportasi.

2. Penampungan.

3. Pendampingan sosial, advokasi

BNP2TKI.

BNP2TKI.

Depsos.

• Data sebaran PM 1. Pendataan

2. Pemetaan sebaran PM

BNP2TKI.

BNP2TKI.

• Kesiapan Keluarga Penyulunan sosial keluarga yang

ditinggalkan PM.

Depsos.

2. Penempatan

• Pendataan PM 1. Pengiriman data PM ke Perwa-

kilan RI.

2. Pendataan PM di luar negeri

BNP2TKI.

Perwakilan RI.

• Komunikasi PM 1. Monitor penempatan sesuai

perjanjian kerja.

2. Memfasilitasi kontak dengan

keluarga

Perwakilan RI.

Perwakilan RI.

• Remitansi 1. Moda pengiriman remitansi

2. Monitoring pengiriman

remitansi.

Perwakilan RI.

BNP2TKI.

Page 73: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 69

Tahapan Kegiatan Penanggung

Jawab

• PM Bermasalah 1. Perlindungan dan pemulangan

PM Bermasalah ke Indonesia.

2. Perlindungan dan pemulangan

PM Bermasalah ke daerah asal.

3. Rehabilitasi sosial dan pendam-

pingan PM Bermasalah

Perwakilan RI.

BNP2TKI, Depsos,

Depkes, POLRI.

BNP2TKI, Depsos,

Depkes.

• Keluarga PM 1. Bimbingan sosial keluarga.

2. Jaminan sosial bagi keluarga.

3. Pemberdayaan sosial keluarga

(diklat keterampilan, usaha eko-

nomi produktif, permodalan)

Depsos.

Akkessos, Jam-

sostek.

Depsos.

3. Purna Penempatan

• Perselisihan 1. Advokasi dan bantuan hukum di

luar negeri.

2. Advokasi dan bantuan hukum

dalam negeri.

Perwakilan RI.

BNP2TKI, Depsos.

• Pemulangan 1. Memfasilitasi pemulangan TKI

dan TKI Bermasalah.

2. Memfasilitasi pemulangan PM

dan PM Bermasalah

3. Memfasilitasi kesehatan PM

BNP2TKI.

Depsos.

Depkes.

• Rehabilitasi 1. Rehabilitasi sosial dan pendam-

pingan TKI Bermasalah.

2. Rehabilitasi sosial dan pendam-

pingan PM Bermasalah.

BNP2TKI, Asuran-

si, Depkes.

Depsos, Depkes.

• Reintegrasi 1. Reunifikasi keluarga.

2. Advokasi sosial keluarga untuk

reintegrasi PM Bermasalah.

BNP2TKI.

Depsos.

• Kompetensi 1. Pemberdayaan TKI Purna dan

keluarganya.

2. Pemberdayaan PM Bermasalah

dan keluarganya.

BNP2TKI.

Depsos.

Page 74: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 70

Prosedur tetap yang mengatur pembagian tugas dan

tanggung jawab dalam memberikan pembinaan dan pelayanan

kepada pekerja migran termasuk mereka yang bermasalah dan

keluarganya, perlu ditetapkan oleh Presiden sehingga diperoleh

kejelasan kewenangan dan kesatuan gerak langkah para pelaku

guna menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pekerja

migran dan keluarganya yang didengung-dengungkan sebagai

“pahlawan devisa”. Sehubungan dangan itu, perlu disepakati

bersama oleh kementerian/lembaga tentang “kelompok sasaran

pelayanan”, melalui pendefinisian secara rinci tentang TKI dan PM

sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelayanan, dan yang

terpenting adalah tidak terjadi TKI/PM Bermasalah yang tidak

mendapat pelayanan dan bantuan karena kementerian/lembaga

merasa bukan tanggungjawabnya.

H. Evaluasi dan Rekomendasi

Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan

beberapa hal:

1. Koordinasi Penganggaran dinilai kurang efektif karena hanya

berhasil menampung beberapa kegiatan khususnya dalam

mendukung operasional Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas

PTKIB daerah, dengan jumlah yang tidak mencukupi.

Sebagai dampak kebijakan Pemerintah Malaysia untuk

memusatkan deportasi TKI dari Semenanjung di Johor Bahru

dan kemudian mengirimkannya ke entry point terdekat yaitu

ke Tanjungpinang, telah menyebabkan tambahan beban

kerja yang berat tidak saja di Satgas PTKIB Tanjungpinang,

tetapi juga di Perwakilan RI di Johor Bahru. Kondisi ini

memerlukan perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat dalam rangka

penguatan operasional Satgas PTKIB Daerah yang beban

kerjanya besar, yaitu: Satgas PTKIB Tanjungpinang,

Entikong, Nunukan, dan Tanjungpriok, serta Satgas

Pelayanan dan Perlindungan WNI di Johor Bahru, Kuala

Lumpur, Kuching dan Tawau.

Tahun 2008 penganggaran untuk mendukung operasional

Satgas PTKIB Daerah juga tidak tertampung dalam DIPA

kementerian/lembaga yang pernah dan di-propose untuk

mengalokasikan kebutuhan biaya operasional Satgas PTKIB

Page 75: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 71

Daerah tersebut, seperti Ditjen Pemerintahan Umum, Depar-

temen Dalam Negeri; BNP2TKI; atau Depsos. Satgas TK-

PTKIB Pusat perlu mengkoordinasikan dan memperjuangkan

biaya operasional Satgas PTKIB Daerah dalam APBN-P tahun

2008.

Untuk tahun 2009, perlu dikoordinasikan juga pengalokasian

biaya operasional Satgas PTKIB Daerah agar dapat masuk

dalam DIPA Kementerian/Lembaga yang paling kompeten

yaitu Depsos, BNP2TKI dan Depnakertrans, demikian pula

dengan APBD, perlu diarahkan agar mendukung biaya

operasional Satgas PTKIB daerah dalam proporsi tertentu.

2. Dengan adanya perubahan organisasi kementerian/lembaga

dan berdasarkan evaluasi keaktifan anggota TK-PTKIB dan

dalam Satgas TK-PTKIB, susunan organisasi TK-PTKIB dan

Satgas TK-PTKIB perlu disempurnakan. Namun sebelumnya

perlu dipertimbangkan penugasan dari BNP2TKI dan Ditjen

Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial yang

berkepentingan mengurusi TKI dan Pekerja Migran. Perlu

dikaji lebih mendalam, apakah keberadaan BNP2TKI dan

Departemen Sosial, kewenangannya sudah cukup untuk

memberikan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM.

Jika dirasakan telah cukup, maka keberadaan TK-PTKIB dan

Satgasnya sebagai sebuah organisasi ad hoc yang dibentuk

dengan Keppres No. 106 Tahun 2004 dapat diakhiri.

3. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB sejauh ini dinilai

belum cukup untuk mengatasi masalah karena belum banyak

menyentuh permasalahan yang menurut berbagai pemikiran

pakar menyatakan bahwa masalah TKIB sebagian besar

berada di dalam negeri, seperti kemudahan memperoleh KTP

dengan data dipalsukan, kurangnya pengawasan lintas batas

khususnya yang melalui pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan

tikus, lemahnya penyiapan calon TKI (pendidikan, keteram-

pilan, bahasa), mahalnya biaya untuk berangkat bekerja ke

luar negeri, praktek-praktek percaloan dan lain sebagainya

yang telah disikapi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan

Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi

Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.

Page 76: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 72

Upaya peningkatan pengiriman TKI legal formal ke luar

negeri tanpa dibarengi dengan peningkatan pengawasan

lintas batas pelabuhan tradisionil dan jalur-jalur tikus serta

upaya pemberdayaan calon TKI dan pembukaan kesempatan

kerja di pedesaan, diperkirakan tidak akan membuahkan

hasil yang maksimal. Program penanggulangan kemiskinan

dan pembukaan kesempatan kerja di pedesaan melalui

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

masih memerlukan sosialisasi yang lebih meluas khususnya

kepada TKIB bahwa mereka kini mempunyai peluang untuk

mendapatkan pekerjaan di desa asalnya, sehingga tidak

perlu memaksakan mencari kerja di luar negeri, terlebih

dengan persiapan yang tidak memadai.

4. Koordinasi pemulangan TKIB sejak tahun 2006 lebih banyak

melibatkan peran Departemen Sosial khususnya untuk

pemulangan dan permakanan TKIB dari daerah entry point

ke provinsi asal TKIB. Biaya pemulangan dan permakanan

TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota asal di provinsi

yang bersangkutan, dibiayai oleh dana dekonstrasi

Departemen Sosial yang disalurkan ke SKPD yang

membidangi masalah sosial di provinsi.

Untuk pemulangan TKIB deportan dari luar negeri, sejauh ini

menjadi tanggungjawab Pemerintah Malaysia untuk

mengirimnya ke daerah entry point terdekat di wilayah

Indonesia. Perwakilan RI mendukung dengan mengklarifikasi

bahwa deportan yang bersangkutan memang benar orang

Indonesia. Bagi TKIB non-deportan, Perwakilan RI telah

memberikan pelayanan dan perlindungan yang optimal

kepada WNI yang bersangkutan.

Untuk tahun 2008, dana dekonsentrasi Departemen Sosial di

provinsi tidak lagi mengalokasikan biaya pemulangan dan

permakanan TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota

asalnya di provinsi yang bersangkutan. Departemen Sosial

mengharapkan adanya partisipasi APBD untuk biaya

pemulangan TKIB dari provinsi ke daerah asalnya.

Page 77: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 73

5. Koordinasi pemberdayaan TKIB dimotori oleh Departemen

Sosial melalui pemberian bantuan sosial berupa sosialisasi,

need assessment kebutuhan pengembangan usaha,

pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta

supervisi, monitoring dan evaluasi, yang dilakukan sendiri

oleh Departemen Sosial melalui SKPD bidang sosial, atau

bekerjasama dengan BNP2TKI, Depnakertrans dan lembaga

sosial setempat.

Sementara untuk pemberdayaan Calon TKI, Depnakertrans

dan BNP2TKI sejauh ini masih mengarahkan terutama pada

calon TKI legal formal. Untuk Departemen Sosial, program

pemberdayaan pada tahap pra penempatan berupa

sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi calon

pekerja migran (TKI), serta pemberian pinjaman modal

untuk pemberangkatan yang disalurkan melalui bank.

Sentra Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur

Indonesia (SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden

RI tahun 2004 di Pare-pare, merupakan suatu model

pemberdayaan calon TKI yang perlu terus dikembangkan

oleh Pemerintah Pusat dan diperluas ke daerah-daerah

transit lainnya (Medan, Tanjungpinang, Entikong, Nunukan).

6. Koordinasi pemantauan dan evaluasi sejauh ini berjalan

cukup baik dengan memanfaatkan sistem komunikasi

(telepon, faksimil) dan sistem informasi (internet), sehingga

berbagai permasalahan yang mendesak dapat segera diambil

tindakan secara koordinatif. Namun untuk menyelesaikan

masalah secara komprehensif, monitoring dan evaluasi

secara langsung masih diperlukan, untuk mengatasi

keterbatasan informasi dan komunikasi serta memperdalam

penggalian masalah sehingga solusi yang dirumuskan

mampu menjadi pengungkit bagi penyelesaian masalah

secara keseluruhan.

7. Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dilaksanakan

dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada,

karena seringkali di luar perencanaan yang ada.

Page 78: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 74

Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, dalam rangka

meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM dan

atau TKIB/PMB, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

a. Perlunya pembagian tugas yang jelas bagi kementerian/

lembaga yang berwenang menangani TKI dan atau Pekerja

Migran, melalui Prosedur Tetap (Protap) atau Standar

Operasional Prosedur (SOP) tentang penanganan TKI atau

Pekerja Migran, baik di dalam maupun di luar negeri, sejak

pra, selama dan purna penempatan, termasuk mereka yang

bermasalah.

b. Satgas TK-PTKIB Pusat (Kementerian Koordinator Bidang

Kesra) mengkoordinasikan pengajuan dana operasional

Satgas TKIB tahun anggaran 2008 yang belum tertampung

di kementerian/lembaga pusat maupun SKPD di daerah yang

bersangkutan, melalui mekanisme APBN-P Tahun 2008.

Untuk tahun anggaran selanjutnya, dana operasional Satgas

PTKIB Daerah dialokasikan di Departemen Sosial dan

didukung oleh APBD secara proporsional. Untuk itu

diperlukan adanya surat dari Menko Kesra kepada Menteri

Sosial serta Pemda provinsi dan kabupaten/kota terkait, agar

mengalokasikan dana operasional Satgas PTKIB dalam APBN

dan APBD setempat.

c. Askeskin sebagai sumber pembiayaan pelayanan kesehatan

bagi TKIB yang telah berjalan selama ini, perlu diupayakan

agar tetap dapat dipergunakan oleh TKIB. Untuk itu

diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari

Menteri Kesehatan tentang mekanisme administratif yang

harus dilakukan agar TKIB di daerah entry point dan daerah

transit dapat mengakses Askeskin untuk dukungan

pelayanan kesehatan bagi dirinya.

d. Perlu peningkatan koordinasi Satgas TKIB daerah perbatasan

dengan Pemerintah Malaysia setempat berkaitan dengan

kerjasama penanganan TKIB, dengan fasilitator dari

Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI yang

bersangkutan.

Page 79: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 75

e. Perlu perluasan dan peningkatan pelayanan Citizen Services

(Pelayanan Warga) di seluruh Perwakilan RI di Malaysia

(Kuala Lumpur, Penang, Johor Bahru, Kuching, Kota

Kinabalu, Tawau dan lain-lain).

f. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas shelter untuk

pemulihan TKIB khususnya di daerah entry point yang

banyak menerima pemulangan TKIB seperti Tanjungpinang,

Entikong, dan Nunukan.

g. Perlu pembangunan Sentra Pelayanan, Penempatan dan

Pemberdayaan TKI di daerah-daerah sumber dan daerah

transit pemberangkatan TKI ke luar negeri seperti Medan,

Tanjungpinang, Entikong, Nunukan, Pare-pare, Mataram dan

lain-lain.

h. Peningkatan implementasi Undang-undang No. 23 Tahun

2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam rangka

pelayanan kepada TKIB agar berkualitas dan memenuhi

persyaratan.

i. Pengembangan sistem dan peningkatan implementasi

pendataan TKI yang terintegrasi di dalam dan luar negeri,

dan antar daerah, melalui aplikasi sistem biometrik dalam

rangka peningkatan sekuritas identitas TKI.

j. Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui

program transmigrasi, perkebunan, dan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

k. Meningkatkan partisipasi kelembagaan masyarakat, Bintara

Pembina Desa (Babinsa), Pemolisian Masyarakat (Polmas),

dan Satuan Polisi Pamong Praja dalam pengawasan

pelabuhan-pelabuhan tradisional di daerah perbatasan.

l. Perlu kerjasama dengan kelembagaan masyarakat, pihak

swasta dan lembaga pemerintah pusat dan daerah dalam

sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang aman

dalam mencari kerja di luar negeri.

Page 80: Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007

Satgas TK-PTKIB Pusat 76

IV. PENUTUP

Demikian laporan kinerja TK-PTKIB ini disusun dalam rangka

pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan dalam

Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar pemulangan

TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara bermartabat dan

dengan menjunjung tinggi HAM, serta TKIB dapat dibina dan

diberdayakan sehingga dapat menjadi TKI berkualitas dan memenuhi

persyaratan.

Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB

Tahun 2007, laporan kinerja ini dimaksudkan sebagai bahan evaluasi

agar tindak lanjut pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai

dengan persyaratan, dapat berlangsung lebih baik dan bermanfaat

bagi tenaga kerja Indonesia.

Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung

dalam Satgas TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja ekstra

keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan TKIB

dan penempatan TKI sesuai dengan persyaratan, kami sampaikan

penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan

harapan agar tahun 2008 dapat lebih baik lagi bekerja.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal

pekerjaan kita dan memberikan kekuatan dan petunjuk-Nya dalam

penugasan selanjutnya.

Jakarta, Desember 2007

Deputi Menko Kesra

Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan,

selaku Ketua Tim Koordinasi

Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB.