kinerja tk-ptkib tahun 2007
DESCRIPTION
Implementasi Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)TRANSCRIPT
ii
KEMENTERIAN KOORDINATOR
BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT RI
KINERJA
TIM KOORDINASI PEMULANGAN
TENAGA KERJA INDONESIA BERMASALAH DAN
KELUARGANYA DARI MALAYSIA (TK-PTKIB)
TAHUN 2007
Jakarta, Desember 2007
iii
PENGANTAR
Tanggal 18 Oktober 2004, dengan Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga
Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB),
Pemerintah RI bertindak responsif terhadap rencana Pemerintah
Malaysia yang akan mendeportasi pendatang asing tanpa izin (PATI) ke
negerinya, yang sebagian besar berasal dari Indonesia.
TK-PTKIB ditugaskan untuk berkoordinasi dengan Pemerintah
Malaysia, memberikan bantuan pemulangan kepada TKIB, dan
mempersiapkannya kembali menjadi TKI yang berkualitas dan
memenuhi persyaratan. Sejak tahun 2004, TK-PTKB dengan Satgas dan
Poskonya di daerah entry point telah memberikan layanan dengan
sebaik-baiknya walaupun dengan dana operasional yang terbatas. TK-
PTKIB juga berupaya membantu TKIB yang ingin kembali bekerja di
Malaysia secara benar, antara lain melalui pelayanan satu atap
walaupun tidak berjalan dengan lancar.
Tahun 2007, Pemerintah Malaysia dengan pasukan Relanya
kembali gencar merazia PATI dan mendeportasinya ke daerah entry
point terdekat, sehingga menambah beban kerja Satgas TKIB di daerah
perbatasan seperti Tanjung Pinang, Entikong dan Nunukan. Laporan
kinerja TK-PTKIB Tahun 2007 ini disusun sebagai pertanggungjawaban
sekaligus sebagai bahan evaluasi guna peningkatan pelayanan di tahun
2008, yang dipekirakan akan lebih banyak lagi TKIB yang dideportasi
dari Malaysia.
Semoga Allah SWT menerima amal pekerjaan ini dan berkenan
memberikan kekuatan dan bimbingan-Nya kepada kita semua dalam
mengemban tugas pemulangan TKIB ini selanjutnya.
Jakarta, Desember 2007
Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan,
selaku Ketua Tim Koordinasi Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB,
Dra. Maswita Djaja, MSc
iv
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tugas dan Fungsi 3
C. Landasan Kerja 4
D. Ruang Lingkup Kegiatan 4
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi 5
B. Tujuan dan Sasaran 5
C. Strategi 7
D. Kebijakan 8
E. Program 8
III. KINERJA TAHUN 2007
A. Koordinasi Penganggaran 11
B. Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja 11
C. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB 21
D. Koordinasi Pemulangan TKIB 31
E. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI 46
F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi 53
G. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu 62
H. Evaluasi dan Rekomendasi 70
IV. PENUTUP 76
LAMPIRAN
1. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB).
2. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/
KEP/MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan
Satuan Tugas TK-PTKIB.
3. Keputusan Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Kesra No. 366/KEP/SESMENKO/KESRA/ XI/2007 tentang
Pembentukan Sekretariat Satuan Tugas TK-PTKIB.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Globalisasi dan kemajuan teknologi informasi dan transportasi
telah mendorong meningkatnya migrasi penduduk antar negara, tidak
terkecuali di kawasan ASEAN. Derasnya migrasi antar negara di
kawasan ini, didorong oleh adanya kebijakan bebas visa untuk
keperluan kunjungan atau wisata yang ternyata telah dimanipulasi
oleh orang yang tidak bertanggung-jawab untuk mengirimkan WNI ke
luar negeri, bukan untuk berwisata tetapi untuk bekerja di negeri
jiran.
Dengan tidak adanya visa kerja walaupun mempunyai visa
kunjungan, menyebabkan banyak di antara ”wisatawan pekerja”
tersebut yang dieksploitasi dalam bentuk penahanan paspor, upah
rendah, penyekapan, bahkan perlakuan-perlakuan yang tidak
manusiawi. Ketika visa kunjungan telah habis, wisatawan yang
pekerja tersebut menjadi ilegal karena overstay, dan atau
undocomented, yang menjadikannya semakin rentan untuk
dieksploitasi.
Walaupun beresiko seperti itu, modus pengiriman TKI tersebut
banyak diminati oleh calon tenaga kerja Indonesia yang tidak
mendapat kesempatan kerja di dalam negeri, khususnya bagi mereka
yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keterampilan tinggi.
Di Malaysia mereka banyak dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang
kasar, kotor, terkadang berbahaya dengan gaji murah di pedalaman
(hutan, kebun sawit, kebun karet), dan juga di perkotaan (kedai,
rumah tangga, pabrik, pasar, atau bangunan). Jenis pekerjaan seperti
itu sudah tidak diminati lagi oleh warga negara Malaysia yang
berpendidikan relatif lebih baik.
Dalam pelaksanaannya, ”penempatan” TKI secara tidak resmi di
Malaysia bermitra dengan ”agen” setempat, tetapi Pemerintah
Malaysia seolah menutup mata karena memang TKI tersebut
diperlukan di negeri itu khususnya untuk sektor perkebunan. TKI ilegal
ini walaupun berpendidikan rendah tetapi mempunyai keterampilan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 2
memadai untuk dipekerjakan di perkebunan kelapa sawit yang banyak
terdapat di Malaysia. Akan tetapi statusnya tersebut menyebabkan
mereka dibayar rendah, dan sering sengaja dilaporkan kepada yang
berwajib menjelang pembayaran gajinya.
Pemulangan pendatang asing tanpa izin (PATI) di Malaysia baik
melalui program amnesti maupun deportasi telah berlangsung sejak
tahun 2004, namun sampai sekarang masih tetap berlangsung karena
lemahnya pemeritah Malaysia menindak para majikan yang
mempekerjakan TKI ilegal dan adanya aparat korup yang dengan
bayaran tertentu telah membiarkan masuknya para pekerja ke
Malaysia dengan status pelancong (visa kunjungan). Namun
kelemahan juga terjadi di dalam negeri Indonesia. Pihak Imigrasi tidak
mempunyai dasar hukum yang kuat untuk menahan para pekerja
Indonesia yang masuk Malaysia dengan visa kunjungan, di samping
banyaknya pelabuhan tradisional dan jalan-jalan tikus di perbatasan
yang dipergunakan oleh pihak tertentu untuk memasukkan TKI secara
ilegal ke Malaysia.
Pemerintah RI melalui Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB) yang
dibentuk melalui Keppres No. 106 Tahun 2004, sesuai dengan
penugasannya telah membantu memberikan layanan yang
proporsional dan layak pada Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah
(TKIB) dan keluarganya yang pulang ke Indonesia.
TK-PTKIB adalah tim lintas sektoral yang melaksanakan
tugasnya sesuai dengan fungsi sektoralnya masing-masing, yang
sehari-hari dijalankan oleh Satuan Tugas TK-PTKIB. Tim ini tetap
berjalan walaupun telah ada Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006
tentang BNP2TKI dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI, karena masih
dalam masa transisi dan menunggu pengaturan dan keputusan lebih
lanjut dari Presiden.
Sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Satgas TK-
PTKIB, disusunlah laporan kinerja Satgas TK-PTKIB Tahun 2007,
didasarkan pada Rencana Kinerja Tahun 2007, disesuaikan dengan
perkembangan dan berbagai perubahan lingkungan strategis yang
terjadi.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 3
B. Tugas dan Fungsi
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja
Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)
disebutkan bahwa tugas TK-PTKIB adalah untuk menyusun dan
mengkoordinasikan kebijakan dan program pemulangan TKIB ke
Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan hak asasi manusia. Dalam melaksanakan
tugas, TK-PTKIB mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk:
a. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Pemerintah Malaysia atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.
b. Melaksanakan pendataan sebelum keberangkatan/pemulangan.
c. Melakukan pemeriksaan dan pelayanan kesehatan.
d. Melakukan pengecekan dan pengurusan hak-hak gaji/upah/ penghasilan lain, harta benda, piutang serta hak-hak melekat lainnya.
e. Pemberian dokumen perjalanan/Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
f. Mengatur pengangkutan sesuai dengan jadwal dan lokasi tujuan pemulangan/daerah asal.
g. Melaksanakan pengawalan, penjagaan, pengamanan dan perlin-dungan selama perjalanan sampai ke tempat asal.
h. Pemberian pelayanan kebutuhan dasar sejak dari penampungan, selama perjalanan sampai ke tempat asal.
i. Mempersiapkan kembali menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, TK-PTKIB melalui
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
No.27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, membentuk Satuan Tugas TK-
PTKIB yang terdiri dari pejabat-pejabat teknis sektor terkait. Sedang
di tingkat daerah, TK-PTKIB bekerjasama dengan Gubernur dan
Bupati/Walikota daerah entry dan exit point serta daerah asal TKIB,
dan/atau dengan pihak lain yang dipandang perlu.
C. Landasan Kerja
Dalam melaksanakan tugasnya, TK-PTKIB mengacu kepada:
1. Undang-undang No. 1 Tahun 1962 tentang Karantina Laut. 2. Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Sosial.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 4
3. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. 4. Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan
Keluarga Sejahtera. 5. Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan. 6. Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. 7. Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri. 8. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 9. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. 10. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 11. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Kesehatan. 12. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. 13. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 14. Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. 15. Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 tentang Tim
Koordinasi Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia (TK-PTKIB)
16. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra No. 27/KEP/ MENKO/KESRA/XI/2004 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pemulangan Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarga-nya dari Malaysia (TK-PTKIB).
D. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup tugas TK-PTKIB meliputi:
1. Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia tentang pemulangan TKIB atas dasar prinsip tanggung jawab bersama.
2. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu, dalam pemulangan TKIB sejak dari Malaysia sampai ke daerah asalnya dengan selamat dan bermartabat.
3. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan.
4. Koordinasi dengan instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 5
II. RENCANA STRATEGIS
A. Visi dan Misi
Visi TK-PTKIB adalah Terwujudnya koordinasi lintas sektor Pusat,
Daerah dan di Malaysia agar terselenggara pemulangan TKIB dengan
selamat dan bermartabat, dan terbina menjadi TKI yang berkualitas
dan memenuhi persyaratan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka sejalan dengan tugas dan
fungsinya, misi TK-PTKIB adalah:
1. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Malaysia agar
terselenggara pemulangan TKIB dengan selamat dan bermartabat.
2. Peningkatan koordinasi, keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan,
program dan kegiatan pelayanan kepada TKIB dan TKI, antar
instansi sektoral Pusat dan Daerah, dengan Perwakilan RI di
Malaysia dan dengan pihak-pihak lain yang diperlukan.
3. Peningkatan mekanisme kerjasama dalam memfasilitasi pelayanan
dan pemberian bantuan dalam pemulangan TKIB sejak di Malaysia
sampai ke daerah asalnya di Indonesia, dan dalam memfasilitasi
pengiriman kembali TKI sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
4. Peningkatan pemantauan, analisis dan evaluasi kebijakan, program
dan kegiatan pelayanan dan pemberian bantuan dalam
pemulangan TKIB sejak di Malaysia sampai ke daerah asalnya di
Indonesia.
B. Tujuan dan Sasaran
Sejalan dengan arahan Keputusan Presiden No. 106 Tahun 2004,
maka TK-PTKIB menetapkan tujuan yaitu:
1. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi penyiapan dan
perumusan kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB
dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 6
2. Mewujudkan dan melaksanakan sistem/mekanisme dalam mem-
fasilitasi pemangku kepentingan (stake-holder) terkait dalam
memberikan pelayanan dan bantuan kepada TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
3. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan.
4. Mewujudkan dan melaksanakan sistem pemantauan, analisis dan
evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan, yang efektif dan berhasilguna
Adapun sasaran yang akan dicapai, adalah:
1. Terwujudnya kebijakan, program dan kegiatan pemulangan TKIB
dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan yang tidak tumpang tindih, manusiawi dan
menghormati HAM.
2. Terlaksananya mekanisme untuk memfasilitasi stake-holder terkait
dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
3. Meningkatnya akuntabilitas kebijakan, program dan kegiatan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan.
4. Terwujudnya rekomendasi peningkatan kebijakan, program dan
kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
5. Terwujudnya sistem informasi dan networking pemulangan TKIB
dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan, yang menyeluruh dan dapat dipercaya (reliable).
Sasaran tersebut akan dicapai, disesuaikan dengan ketersediaan
sumberdaya yang ada dan kondisi lingkungan strategis yang
berkembang.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 7
C. Strategi
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut di atas,
berbagai faktor lingkungan strategis dipertimbangkan:
1. Demokratisasi, yang tercermin dari kehendak masyarakat untuk
ikut mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kebijakan, program
dan kegiatan pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
2. Desentralisasi, yang diwujudkan dengan memberikan ruang gerak
yang memadai bagi daerah sesuai dengan kemampuan
sumberdaya yang dimilikinya, untuk ikut berpartisipasi
menyelesaikan masalah nasional berkaitan dengan pemulangan
TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
3. Globalisasi, yang mempengaruhi hubungan antar negara baik
bilateral, multilateral dan regional.
4. Akuntabilitas, yang menghendaki adanya transparansi yang
berkaitan dengan pelayanan dan pemberian bantuan Pemerintah
RI dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kesiapan sumberdaya
yang ada, maka strategi yang akan ditempuh dalam rangka
pencapaian tujuan dan sasaran adalah:
1. Memfasilitasi dan menjembatani instansi sektoral Pusat dan
Daerah serta pihak lain yang diperlukan, dalam penyelenggaraan
pemulangan TKIB dan pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan
memenuhi persyaratan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan calon TKI
tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta terhadap
kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI di
Malaysia.
3. Pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di Perwakilan RI di
Malaysia serta pihak lain yang diperlukan, dalam pemberian
layanan dan bantuan dalam pemulangan TKIB dan pembinaannya
menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 8
4. Meningkatkan serta mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja
baik antar instansi sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang
diperlukan.
D. Kebijakan
Strategi tersebut di atas dituangkan dalam bentuk kebijakan
operasional TK-PTKIB sebagai berikut:
1. Koordinasi dalam rangka memfasilitasi dan menjembatani instansi
sektoral Pusat dan Daerah serta pihak lain yang diperlukan,
dilakukan dengan memrioritaskan pada institusi/lembaga yang
terkait langsung di lapangan.
2. Koordinasi peningkatan pengetahuan dan pemahaman TKIB dan
calon TKI tentang cara bermigrasi yang baik dan aman serta
terhadap kebijakan deportasi Pemerintah Malaysia terhadap PATI
di Malaysia dilakukan dengan proaktif melibatkan aparat
Perwakilan RI di Malaysia dan komunitas penduduk Indonesia yang
ada di Malaysia, bekerja sama dengan institusi/lembaga tempatan
yang peduli.
3. Koordinasi pemampuan aparatur baik Pusat, Daerah dan di
Perwakilan RI di Malaysia serta pihak lain yang diperlukan,
dilakukan melalui pembina teknis instansi sektoral masing-masing.
4. Koordinasi peningkatan dan pengembangan kemitraan dan jejaring
kerja dilaksanakan dengan memanfaatkan kemajuan sistem
informasi dan kemudahan komunikasi serta ketersediaan fasilitas
jaringan internet dan mengupayakan adanya pertukaran data dan
informasi secara teratur.
E. Program
Berdasarkan asas prioritas dan kesiapan sumber daya yang
diperlukan, maka disusun program pemulangan TKIB dan
pembinaannya menjadi TKI berkualitas dan memenuhi persyaratan,
sebagai berikut:
1. Tahun Anggaran 2007
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas proses pemulangan TKIB
secara bermartabat dan selamat sampai ke daerah asalnya di
Indonesia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 9
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di
Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,
dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di
Indonesia.
d. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
e. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
f. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
g. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
2. Tahun Anggaran 2008
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB
di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di
Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB
serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui
berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM,
Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,
dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di
Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi penyempurnaan pedoman, juklak, juknis dan
standar operasional prosedur tentang penanganan TKIB
dengan adanya Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 10
dan Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
3. Tahun Anggaran 2009
a. Koordinasi Pemerintah RI dan Malaysia serta Pertemuan
Tingkat Menteri untuk membahas penyelesaian masalah TKIB
di dalam dan di luar negeri.
b. Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di
Malaysia oleh pasukan RELA dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Sosialisasi cara bermigrasi yang baik dan aman kepada TKIB
serta calon TKI dan pencari kerja di dalam negeri.
d. Sosialisasi alternatif kesempatan kerja di pedesaan melalui
berbagai program pemerintah seperti PNPM Mandiri, UMKM,
Kredit Perkasa, dan lain-lain.
e. Koordinasi pemulangan TKIB di daerah exit point di Malaysia,
dan di daerah entry point, transit dan daerah asal TKIB di
Indonesia.
f. Koordinasi penyusunan anggaran pemulangan TKIB dari
Malaysia.
g. Koordinasi pelaksanaan kegiatan sektoral, antar Pemerintah
Pusat dan Daerah, swasta dan kelembagaan masyarakat,
dalam pembinaan dan pemberdayaan TKIB menjadi TKI yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan.
h. Koordinasi implementasi pedoman, juklak, juknis dan standar
operasional prosedur tentang penanganan TKIB yang telah
disempurnakan.
i. Koordinasi monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan
pemulangan TKIB dari Malaysia.
j. Pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 11
III. KINERJA TAHUN 2007
Kinerja TK-PTKIB pada Tahun 2007 adalah sebagai berikut:
A. Koordinasi Penganggaran
Pengajuan anggaran pemulangan TK-PTKIB sebesar Rp 10
milyar pada awal tahun 2007, setelah melalui pembahasan
akhirnya pada tanggal 29 November 2007, mendapatkan
kepastian alokasi dana APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar, untuk
kegiatan koordinasi TK-PTKIB dan penguatan Satgas TKIB Daerah
sebesar Rp 825 juta,- yang dialokasikan pada DIPA Kementerian
Koordinator Bidang Kesra, serta untuk permakanan dan
pemulangan TKIB sebesar Rp 8,3 milyar yang dialokasikan pada
DIPA Departemen Sosial.
Mengingat sempitnya waktu untuk implementasi program,
segera dilaksanakan penyesuaian rencana kerja agar dana yang
tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
B. Reorganisasi TK-PTKIB dan Penajaman Rencana Kerja
1) Reorganisasi TK-PTKIB
Reorganisasi TK-PTKIB khususnya dilakukan pada susunan
keanggotaan Sekretariat Satgas TK-PTKIB karena adanya alih
tugas beberapa pejabat sebelumnya. Secara terinci mengenai
organisasi Sekretariat Satgas TK-PTKIB dapat diperiksa dalam
Laporan Kinerja Sekretariat Satgas TK-PTKIB Tahun 2007.
Sementara organisasi Tim Koordinasi Pemulangan Tenaga
Kerja Indonesia Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia
(TKIB) sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 106
Tahun 2004, tidak mengalami perubahan, karena walaupun
Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja
Luar Negeri, Depnakertrans telah dilikuidasi sehubungan dengan
dibentuknya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dengan Peraturan Presiden
No. 81 Tahun 2006, mengingat sampai dengan tahun 2007 masih
belum stabil baik dari segi personil maupun penganggarannya,
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 12
maka untuk sementara susunan keanggotaan TK-PTKIB tidak ada
perubahan, sebagai berikut:
Ketua : Menteri Koordinator Bidang Kesra
Wakil Ketua I : Menteri Luar Negeri
Wakil Ketua II : Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Anggota : a. Menteri Dalam Negeri, b. Menteri Hukum dan HAM, c. Menteri Sosial, d. Menteri Kesehatan, e. Menteri Perhubungan, f. Menteri Keuangan, g. Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan, h. Menteri Negara BUMN, i. Panglima TNI, j. Kepala Kepolisian Negara RI, k. Duta Besar RI untuk Malaysia, l. Para Konsul Jenderal RI di Malaysia.
Sekretaris : Sekretaris Menko Kesra
Wakil Sekretaris I
: Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Dep. Luar Negeri.
Wakil Sekretaris II
: Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Depnakertrans *).
*) Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2007
tanggal 12 Februari 2007 tentang Perubahan Keenam atas Peraturan
Presiden RI No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara RI, Direktorat Jenderal Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (Ditjen PPTKLN), dilikuidasi
dan kegiatan operasionalnya dialihkan menjadi tanggung jawab
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) yang dibentuk melalui Peraturan Presiden RI
No. 81 Tahun 2006. Jabatan Dirjen PPTKLN sebagai Wakil Sekretaris
II, sementara tidak diisi sambil menunggu masa transisi dan
kejelasan mengenai tugas dan tanggung jawab Instansi Pemerintah
yang akan menangani TKI Bermasalah (BNP2TKI ?) atau Pekerja
Migran Bermasalah (Departemen Sosial).
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 13
Perihal organisasi Satuan Tugas (Satgas) TK-PTKIB sebagai-
mana diatur dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesra
No. 27/KEP/MENKO/KESRA/XI/2004, dengan pertimbangan yang
sama juga tidak mengalami perubahan, dengan susunan
keanggotaan sebagai berikut:
1. PENGARAH
Ketua : Sekretaris Menko Kesra
Ketua I : Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler,
Deplu.
Ketua II : Direktur Jenderal Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri,
Depnakertrans.
Anggota : 1. Direktur Jenderal Pemerintahan
Umum, Depdagri.
2. Direktur Jenderal Administrasi
Kependudukan, Depdagri.
3. Direktur Jenderal Bantuan dan
Jaminan Sosial, Depsos.
4. Direktur Jenderal Imigrasi,
Depkumham.
5. Sekretaris Direktur Jenderal
Pembinaan dan Penempatan Tenaga
Kerja Luar Negeri, Depnakertrans.
6. Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
Dephub.
7. Direktur Jenderal Perhubungan Darat,
Dephub.
8. Direktur Jenderal Perhubungan Udara,
Dephub.
9. Direktur Jenderal Anggaran dan
Perimbangan Keuangan, Depkeu.
10. Direktur Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan, Depkes.
11. Direktur Jenderal Pelayanan Medik,
Depkes.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 14
12. Deputi Menteri BUMN Bidang
Restrukturisasi dan Privatisasi.
13. Deputi Menteri Pemberdayaan
Perempuan Bidang Kualitas Hidup
Perempuan.
14. Asisten Operasi Kepala Staf Umum,
Mabes TNI.
15. Direktur Samapta Babinkam, Mabes
POLRI.
16. Kepala Babinkam Mabes POLRI.
2. KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMANTAUAN
Ketua : Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi
Pemberdayaan Perempuan.
Wakil Ketua I : Staf Ahli Menko Kesra Bidang Peranserta
Masyarakat.
Wakil Ketua II : Staf Ahli Menko Kesra Bidang Ekonomi
Kerakyatan.
Wakil Ketua III : Direktur Perlindungan WNI dan BHI,
Deplu.
Sekretaris : Asisten Deputi Urusan Kesempatan Kerja
Perempuan, Kementerian Koordinator
Bidang Kesra.
Wakil
Sekretaris
: Direktur Bantuan Sosial Korban Tindak
Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen
Banjamsos, Depsos.
Anggota : 1. Direktur Perlindungan dan Advokasi,
Depnakertrans.
2. Direktur Lalu Lintas Keimigrasian,
Depkumham.
3. Direktur Tramtib dan Linmas, Ditjen
PUM, Depdagri.
4. Direktur Pendaftaran Penduduk, Ditjen
Adminduk, Depdagri
5. Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut,
Dephub.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 15
6. Direktur Lalu Lintas Angkutan Udara,
Dephub.
7. Direktur Lalu Lintas Angkutan Jalan,
Dephub.
8. Direktur Anggaran II, Depkeu.
9. Direktur Pelayanan Medik Dasar,
Depkes.
10. Direktur Epidemi dan Kesehatan
Masyarakat, Ditjen PPM-PL, Depkes.
11. Asisten Deputi Perlindungan
Perempuan, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan.
12. Asisten Deputi Urusan Informasi dan
Administrasi Kekayaan, Kementerian
BUMN.
13. Perwira Pembantu Utama IV, OPS,
Mabes TNI.
14. Wadir Samapta Babinkam Mabes
POLRI.
Tatalaksana koordinasi TK-PTKIB, secara umum tidak
mengalami perubahan. Secara keseluruhan, koordinasi pemu-
langan TKIB serta pembinaan dan pemberdayaannya menjadi TKI
yang berkualitas dan memenuhi persyaratan, dilaksanakan oleh
TK-PTKIB, yang secara teknis operasional dikoordinasikan oleh
Satgas TK-PTKIB.
Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di luar
negeri (Malaysia) yang dilakukan oleh Konsulat Jenderal RI dan
Kantor Penghubung/Konsulat RI di Malaysia, dilaksanakan melalui
Kedutaan Besar RI di Kualalumpur dan secara nasional
dikoordinasikan oleh Departemen Luar Negeri yang juga anggota
TK-PTKIB.
Koordinasi penyelenggaraan layanan kepada TKIB di daerah,
dilaksanakan melalui Departemen Dalam Negeri yang juga
anggota TK-PTKIB. Menteri Dalam Negeri melalui Radiogram
No.560/2909/SJ tanggal 29 Oktober 2004 telah meminta kepada
Gubernur dan Bupati/Walikota Daerah entry point, transit dan
daerah asal untuk membentuk Satgas secara lintas sektoral
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 16
dengan tugas operasional untuk menangani penerimaan dan
pemulangan TKIB dari Malaysia, dan melaksanakan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Mengkoordinir tugas sektor secara terpadu;
(2) Mengkoordinir pengangkutan dari debarkasi ke daerah asal;
(3) Melakukan pendataan dengan identitas diri yang jelas;
(4) Mempersiapkan tempat transit sementara;
(5) Mempersiapkan pelayanan kesehatan;
(6) Memprioritaskan pelayanan khusus kepada kaum wanita dan
anak;
(7) Mencegah adanya penyelundupan manusia serta narkoba;
(8) Melakukan pengamanan dan penegakan hukum.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah
diharapkan memberikan bantuan serta memfasilitasi kegiatan di
lapangan secara optimal sesuai dengan kemampuan masing-
masing daerah.
Satgas TK-PTKIB Daerah yang dibentuk:
(1) Satgas TK-PTKIB Medan dan Posko TK-PTKIB Belawan,
Provinsi Sumatera Utara.
(2) Satgas TK-PTKIB Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan
Riau.
(3) Satgas TK-PTKIB Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan
Riau.
(4) Satgas TK-PTKIB Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
(5) Satgas TK-PTKIB Kota Dumai, Provinsi Riau.
(6) Satgas TK-PTKIB Pontianak dan Posko TK-PTKIB Entikong,
Provinsi Kalimantan Barat.
(7) Satgas TK-PTKIB Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur.
(8) Satgas TK-PTKIB Kota Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan.
(9) Satgas TK-PTKIB Tanjung Priok, Provinsi DKI Jakarta.
(10) Satgas TK-PTKIB Tanjung Emas, Provinsi Jawa Tengah.
(11) Satgas TK-PTKIB Tanjung Perak, Provinsi Jawa Timur.
Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dan Mataram
Provinsi NTB masih belum ada Satgas TK-PTKIB walaupun
menangani cukup banyak TKIB yang pulang melalui pelabuhan
daerah yang bersangkutan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 17
Sementara itu, Perwakilan RI di Johor Bahru dan Kuala
Lumpur Malaysia telah membentuk Satgas Pelayanan dan
Perlindungan WNI yang bertugas antara lain melakukan
pendataan dan memberikan pelayanan dan perlindungan kepada
para TKIB.
2) Penajaman Rencana Kerja
Rencana kerja TK-PTKIB yang disusun pada awal tahun
anggaran 2007, adalah sebagai berikut:
a. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB
(1) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan Perlindungan
WNI Perwakilan RI di Malaysia.
(2) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB Daerah,
serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6 Tahun 2006.
b. Koordinasi Pemulangan TKIB
(1) Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari Satgas
Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia dan
Satgas TKIB Daerah.
(2) Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah dalam
penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.
(3) Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin (PATI) di
Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia.
c. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI
(1) Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja.
(2) Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan kerja di pedesaan.
(3) Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi mereka yang ingin berusaha sendiri.
(4) Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
d. Koordinasi Penganggaran
Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia, Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950 TKIB, yang dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Sementara anggaran untuk operasional Satgas TK-PTKIB belum teralokasikan karena keterbatasan DIPA Kementerian Koordinator Bidang Kesra tahun 2007, demikian pula dana untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum secara jelas didukung oleh APBN maupun APBD.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 18
Sehubungan dengan itu, Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat mengusulkan dukungan dana pemulangan TKIB
melalui APBN-P Tahun 2007 sebesar Rp 10 milyar, yang terdiri dari:
(1) Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 2 milyar untuk kegiatan:
(a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan
Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia (b) Pertemuan
koordinasi Satgas TK-PTKIB, Satgas Pelayanan dan Perlindungan
WNI Perwakilan RI di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c)
Penguatan Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI
di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat Satgas TK-
PTKIB dan Media Center (e) Montoring dan evaluasi daerah entry
point dan daerah asal TKIB (f) Monitoring ke daerah kantong TKI di
Malaysia (g) Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan
informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat melalui
pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
(2) Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah entry point ke
daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,0 milyar untuk biaya
penampungan, permakanan dan transportasi TKIB ke daerah asal.
Sementara APBN-P masih dalam proses pengajuan, operasional
Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah
diharapkan tetap berjalan dengan menggunakan atau mengoptimali-
sasikan berbagai sumber daya yang memungkinkan.
e. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi
(1) Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan daerah asal
TKIB di Indonesia.
(2) Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.
(3) Pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB kepada Presiden dan
kepada masyarakat.
f. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu
Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari Pimpinan akan
dilaksanakan dengan menggunakan sarana komunikasi yang ada dan
melakukan peninjauan langsung jika diperlukan.
Rencana kerja TK-PTKIB sebagaimana tersebut di atas,
kemudian dipertajam dengan adanya kepastian alokasi anggaran
APBN-P yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan tanggal 29
November 2007, sebagai berikut:
a. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB
(1) Pertemuan koordinasi dengan Satgas Pelayanan dan
Perlindungan WNI Perwakilan RI di Malaysia.a
�
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 19
(2) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas TKIB
Daerah, serta dengan BNP2TKI dan Tim Inpres No. 6
Tahun 2006.a
b. Koordinasi Pemulangan TKIB
(1) Koordinasi pengumpulan data pemulangan TKIB dari
Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI
di Malaysia dan Satgas TKIB Daerah.a
(2) Koordinasi Satgas TK-PTKIB dan Satgas Daerah dalam
penyelesaian berbagai masalah pemulangan TKIB.a
(3) Sosialisasi kebijakan razia Pendatang Asing Tanpa Ijin
(PATI) di Malaysia dan deportasi TKIB dari Malaysia,
dirubah menjadi: Penguatan kelembagaan 11 Satgas
TK-PTKIB di daerah entry point di Indonesia, dan Satgas
Pelayanan dan Perlindungan WNI Johor Bahru, Malaysia.
c. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI
(1) Sosialisasi program pemerintah tentang pendidikan luar
sekolah dan diklat kecakapan hidup bagi mereka yang
putus sekolah dan berkeinginan untuk bekerja.
(2) Sosialisasi program alternatif pembukaan kesempatan
kerja di pedesaan.
(3) Sosialisasi berbagai skema kredit pendanaan bagi
peningkatan kompetensi kerja calon TKI dan bagi
mereka yang ingin berusaha sendiri.
(4) Sosialisasi peningkatan kepedulian masyarakat melalui
pengembangan radio komunitas di daerah sumber TKI.
d. Koordinasi Penganggaran
Untuk mendukung pemulangan TKIB dari Malaysia,
Pemerintah RI pada tahun 2007 menganggarkan dana
sebesar Rp 8 milyar untuk membantu pemulangan 18.950
Pekerja Migran Bermasalah (PMB) atau TKIB, yang
dialokasikan dalam DIPA Departemen Sosial. Namun sampai
dengan akhir semester I tahun 2007, anggaran tersebut
telah habis sehingga Depsos harus memulangkan PMB atau
TKIB menggunakan dana talangan dari pihak rekanan antara
lain dari PT. PELNI dan PT. DAMRI. Sementara anggaran
untuk operasional Satgas TK-PTKIB tidak teralokasikan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 20
dalam DIPA Kementerian/Lembaga pusat, demikian pula
untuk operasional Satgas TKIB Daerah belum didukung
secara optimal oleh APBD yang bersangkutan.
Adanya kepastian alokasi APBN-P sebesar Rp 9,1 milyar
yang diperuntukkan kegiatan koordinasi dan penanganan
TKIB pusat dan daerah, Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial dan Departemen
Keuangan menyepakati penggunaan dana APBN-P Tahun
2007 sebagai berikut:
(1) Koordinasi Pemulangan TKIB sebesar Rp 825 juta, untuk
kegiatan: (a) Pertemuan koordinasi dengan Satgas
Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI di
Malaysia (b) Pertemuan koordinasi Satgas TK-PTKIB,
Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI
di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (c) Penguatan
Satgas Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI
di Malaysia, dan Satgas TKIB Daerah (d) Sekretariat
Satgas TK-PTKIB dan Media Center (e) Montoring dan
evaluasi daerah entry point dan daerah asal TKIB (f)
Monitoring ke daerah kantong TKI di Malaysia (g)
Peningkatan kepedulian masyarakat dan kelengkapan
informasi bagi eks TKIB dan kelompok masyarakat
melalui pengembangan radio komunitas di daerah
sumber TKI.
(2) Dukungan operasional pemulangan TKIB dari daerah
entry point ke daerah asal di Indonesia sebesar Rp 8,3
milyar untuk biaya penampungan, permakanan dan
transportasi TKIB ke provinsi daerah asal.a
Sebelum adanya kepastian tentang dana APBN-P
tersebut, operasional Satgas TK-PTKIB, Sekretariat Satgas
TK-PTKIB, dan Satgas TKIB Daerah tetap berjalan dengan
menggunakan atau mengoptimalisasikan berbagai sumber
daya yang memungkinkan.a
e. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi
(1) Pemantauan dan evaluasi ke daerah entry point dan
daerah asal TKIB di Indonesia.a
(2) Pemantauan ke daerah kantong TKI di Malaysia.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 21
(3) Pelaporan pelaksanaan pemulangan TKIB kepada
Presiden dan kepada masyarakat.a
f. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu
Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dari
Pimpinan akan dilaksanakan dengan menggunakan sarana
komunikasi yang ada dan atau melakukan peninjauan
langsung jika diperlukan.a
C. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB
Dalam tahun 2007, rapat-rapat koordinasi yang membahas
tentang kebijakan penanganan TKIB telah dilakukan, baik yang
dibiayai dari anggaran Satgas TK-PTKIB, maupun dalam berbagai
rapat lainnya yang diselenggarakan oleh K/L dan SKPD yang
materi bahasannya terkait dengan masalah TKIB. Berbagai
kebijakan telah dibahas dalam tingkat pengambil keputusan yang
cukup tinggi, namun masih memerlukan adanya keputusan lebih
lanjut dari pengambil keputusan pada tingkat yang lebih tinggi
yaitu tingkat Menteri atau Menteri Koordinator.
1) Pembagian Tugas
Diperlukan adanya kebijakan dalam rangka pengaturan
tugas antar sektor atau antar K/L dan antar SKPD yang lebih
komprehensif, sehubungan dengan dibentuknya Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) melalui Peraturan
Presiden No. 81 Tahun 2006, dan pembentukan Tim Inpres No. 6
Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan
dan Perlindungan TKI. Termasuk dalam hal ini diperlukan adanya
kebijakan yang mengatur masalah penganggaran dan alokasinya.
Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh Satgas TK-
PTKIB tahun 2004, sampai dengan tahun 2005 masih berjalan,
namun ternyata Satgas Daerah mengalami kesulitan dalam me-
reimburse dana talangan yang telah mereka keluarkan untuk
penanganan TKIB di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu,
mulai tahun 2006, Departemen Sosial cq. Direktorat Jenderal
Bantuan dan Jaminan Sosial menetapkan bahwa dana
pemulangan dan permakanan Pekerja Migran Bermasalah (PMB
atau TKIB) dari entry point ke provinsi asal ditanggung oleh
Depsos, melalui mekanisme reimbursement. Sementara dana
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 22
permakanan dan pemulangan PMB atau TKIB dari provinsi ke
kabupaten/kota daerah asal ditanggung oleh provinsi yang
bersangkutan menggunakan dana dekonsentrasi dari Depsos ke
SKPD yang menangani masalah sosial di provinsi. Mekanisme
tersebut terus berjalan sampai dengan akhir tahun 2007, dan
rencananya masih akan diberlakukan tahun 2008 sampai ada
juklak yang baru, yang diharapkan telah tuntas pertengahan
tahun 2008.
Dalam juklak yang baru, perlu diatur pembagian tugas
antara Departemen Sosial yang salah satu tupoksinya adalah
memberikan jaminan sosial pada pekerja migran sejak dari pra,
selama dan pasca penempatan, dan BNP2TKI yang menurut
Perpres No. 81 Tahun 2006, bertugas:
a. melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis
antara Pemerintah dengan Pemerintah negara Pengguna
Tenaga Kerja Indonesia atau Pengguna berbadan hukum di
negara tujuan penempatan;
b. memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan
pengawasan mengenai:
1) dokumen;
2) pembekalan akhir pemberangkatan (PAP);
3) penyelesaian masalah;
4) sumber-sumber pembiayaan;
5) pemberangkatan sampai pemulangan;
6) peningkatan kualitas calon Tenaga Kerja Indonesia;
7) Informasi;
8) kualitas pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia;
9) peningkatan kesejahteraan Tenaga Kerja Indonesia dan
keluarganya.
Berdasarkan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yang dimaksud
dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) adalah “setiap warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar
negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu
dengan menerima upah”.
Sementara itu, Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak
Kekerasan dan Pekerja Migran, Direktorat Jenderal Bantuan dan
Jaminan Sosial, Departemen Sosial juga mempunyai tugas untuk
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 23
memberikan bantuan sosial kepada “pekerja migran (PM)”, yang
didefinisikan sebagai “semua pekerja baik yang berdokumen
maupun tidak, yang bekerja di luar daerah asalnya (migrasi), baik
di dalam maupun di luar negeri”.
Berdasarkan pengertian tersebut, perlu disepakati bersama
perihal Departemen Sosial, atau BNP2TKI, serta satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) yang diserahi tanggung jawab dan
ditugasi untuk menangani “TKI Bermasalah” dan atau “Pekerja
Migran Bermasalah”.
2) Pendataan dengan sistem biometrik
Sistem pendataan TKIB juga perlu disempurnakan melalui
suatu kebijakan yang mengikat K/L dan atau SKPD yang bertugas
dan berwenang melaksanakan pendataan, baik kepada calon TKI
atau PM, maupun kepada TKI atau PM Bermasalah. Ditjen
Imigrasi telah menerapkan sistem biometrik untuk pembuatan
paspor bagi calon TKI, dan bagi calon pekerja yang perginya ke
luar negeri menggunakan visa pelancong. Pihak Kepolisian juga
telah menggunakan sistem biometrik untuk mendata para
penyandang masalah hukum yang tadinya adalah TKI dan atau
“wisatawan pekerja”.
Sistem biometrik perlu juga diterapkan oleh Departemen
Sosial, BNP2TKI dan atau SKPD yang bertugas untuk mendata
para TKI/PM Bermasalah, yang selama ini belum dilakukan. Data
base biometrik TKI atau PM Bermasalah dapat dipergunakan
untuk pengawasan dan pengendalian pengeluaran dokumen
perjalanan ke luar negeri, terutama bagi mereka yang telah
beberapa kali menjadi TKI atau PM Bermasalah.
Di samping itu, pendataan kependudukan yang dilakukan
melalui Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) yang
dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri hendaknya juga
mulai mengaplikasikan sistem biometrik agar sejak awal data
kependudukan mempunyai ciri spesifik yang sulit untuk
dipalsukan. Dengan penerapan sistem biometrik dalam
pengurusan KTP, kemungkinan pemalsuan data-data kepen-
dudukan yang banyak terjadi dalam kasus-kasus pengiriman TKI
non-prosedural antara lain melalui “pendewasaan umur” dapat
dihindari.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 24
3) Pengawasan pelabuhan/lintas batas tradisional
Negara kepulauan Republik Indonesia yang wilayahnya
sebagian besar lautan dan hanya 36,6% daratan berupa
rangkaian dari 17.000 pulau-pulau, membuat batas-batas antar
wilayah kabupaten/kota dan propinsi di dalam negeri, maupun
dengan negara tetangga menjadi sangat “porous”, mudah
ditembus dengan berbagai cara. Perbatasan antara provinsi-
provinsi di Pulau Sumatera dengan Singapura dan dengan
Semenanjung Malaysia yang melalui laut, sangat mudah
ditembus. Demikian pula perbatasan antara provinsi di
Kalimantan dengan Malaysia Timur (Serawak dan Sabah) sangat
mudah dilewati melalui “jalan-jalan tikus” dari Kalimantan Barat
menuju Kuching, Serawak atau dari Kalimantan Timur menuju
Tawau, Sabah. Demikian pula yang terjadi di perbatasan antara
Papua dengan Papua New Guinea, yang memang secara
tradisional ke dua penduduk negara tersebut sering kali saling
berkunjung sebagai saudara.
Kota-kota di daerah perbatasan seperti: Medan (Sumatera
Utara); Dumai (Riau), Tanjung Balai Karimun, Batam, Tanjung
Pinang (Kepulauan Riau); Pontianak, Entikong, Sambas
(Kalimantan Barat), Nunukan dan Tarakan (Kalimantan Timur),
dan Bitung (Sulawesi Utara) dikenal sebagai daerah transit dan
tempat pemberangkatan tenaga kerja Indonesia dan “wisatawan
pekerja” Indonesia ke luar negeri.
Tingkat “keporousan” perbatasan Indonesia dengan negara
tetangga terungkap ketika pada tahun 2004 dan 2005 Pemerintah
Malaysia memulangkan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI) ke
Indonesia secara besar-besaran, ternyata pada tahun-tahun
berikutnya masalah PATI di Malaysia ini tidak berkurang, dan
masih banyak PATI asal Indonesia yang akhirnya dideportasi ke
daerah entry point terdekat.
Untuk meningkatkan pengawasan lalu lintas penduduk atau
tenaga kerja yang akan melintas batas, Pemerintah Malaysia dan
Indonesia tahun 2005 sepakat membentuk Lembaga Pelayanan
Satu Atap yang ditempatkan di 11 titik di daerah perbatasan
Malaysia-Indonesia yaitu di Medan (Sumatera Utara), Tanjung
Uban (Kepulauan Riau), Dumai (Riau), Entikong (Kalimantan
Barat), dan Nunukan (Kalimantan Timur), juga di daerah lainnya
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 25
seperti Jakarta (DKI Jakarta), Semarang (Jawa Tengah),
Surabaya (Jawa Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Mataram
(Nusa Tenggara Barat) dan Kupang (Nusa Tenggara Timur).
Namun layanan Satu Atap ini tidak berjalan sebagaimana
diharapkan.
Sambil terus-menerus meminta kepada Pemerintah Malaysia
untuk menindak para majikan, agency dan calo-calo tenaga kerja
yang mempekerjakan tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia,
dari pihak Indonesia perlu meningkatkan pengawasasan lalu
lintas penduduk yang melintas perbatasan melalui pelabuhan
tradisionil dan jalan-jalan tikus yang jumlahnya sangat banyak
membentang dari sejak Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan
Barat dan Kalimantan Timur.
Kepolisian RI melalui program Polmas, keberadaan Bintara
Pembina Desa (Babinsa), Satuan Polisi Pamong Praja dan
lembaga masyarakat setempat perlu dikoordinasikan sehingga
daerah-daerah yang rawan dengan lalu lintas ilegal ini dapat
diawasi selain untuk pengawasan masalah TKI Bermasalah juga
mencegah masuknya orang asing yang tidak berniat baik ke
Indonesia.
4) Penanganan akar masalah
Berbagai kekurangan melanda unsur atau kelompok
masyarakat yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama telah
menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Kelompok masyarakat
tersebut direpresentasikan oleh:
• Masyarakat umum atau rakyat biasa.
• Penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, yudikatif), ter-
masuk di dalamnya pemerintah pusat dan daerah, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, keimigrasian, instansi sektoral, rumah
sakit, panti sosial, sekolah, perguruan tinggi, dan lain
sebagainya.
• Kelompok masyarakat yang dipresentasikan oleh LSOM.
• Kelompok rentan (laki-laki, perempuan dan anak)
• Pelaku pengiriman dan penempatan TKI ilegal.
• Pengguna TKI.
• TKI Bermasalah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 26
Masing-masing kelompok masyarakat tersebut mempunyai
karakteristik tersendiri, sebagai berikut :
• Masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat yang beriman
dan religius sehingga mempunyai kepedulian yang tinggi
terhadap sesamanya, demokratis, terbuka, dan mereka tinggal
di suatu wilayah yang dikenal subur dan kaya akan barang
tambang demikian pula lautnya yang luas mengandung
berbagai kekayaan laut yang tidak ternilai harganya.
Akan tetapi saat ini bangsa Indonesia baru saja lepas dari krisis
multi dimensi yang telah berlangsung lama dan pernah
menurunkan status bangsa Indonesia dari berpendapatan
menengah menjadi rendah, dan yang mendorong meningkat-
nya kemiskinan di Indonesia. Karena kemiskinan itu, banyak
anak sulit melanjutkan sekolah dan penduduk kurang
mendapatkan informasi yang diperlukan. Kemiskinan moral
(demoralisasi) juga terjadi dalam masyarakat yang mendorong
meningkatnya berbagai tindak kejahatan di segala bidang. Di
masyarakat juga masih kuat berlaku budaya patriarki yang
menempatkan perempuan pada posisi subordinat, dan banyak
di antaranya berperilaku bias gender. Masih ada adat, tradisi
dan sosial budaya masyarakat yang dinilai “merugikan” seperti
pernikahan dini, mendahulukan kepentingan anak laki-laki
daripada perempuan, dan lain sebagainya. Pembangunan yang
dilaksanakan dalam tiga dasa warsa terakhir telah mendorong
transisi masyarakat agraris ke industri, yang diikuti dengan
perubahan pola hidup yang cenderung konsumtif, yang tetap
dicoba dipertahankan walaupun masih berada dalam situasi
yang belum sepenuhnya lepas dari krisis.
• Penyelenggara negara Indonesia selain mempunyai
kewenangan dan sumber daya manusia (termasuk aparat
Kepolisian dan TNI) yang cukup berkualitas, mempunyai
anggaran dan berbagai fasilitas jaminan/layanan masyarakat
(pemerintahan, sosial, pendidikan, keagamaan, kesehatan, dan
lain sebagainya) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
juga mempunyai kapasitas intelektual serta komitmen yang
tinggi dalam penangangan TKI Bermasalah yang ditegaskan
penetapan Keppres No. 106 Tahun 2004 tentang TK-PTKI,
Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 27
Penempatan dan Perlindungan TKI, serta pembentukan
BNP2TKI melalui Perpres No. 81 Tahun 2006 sebagai
pelaksanaan amanat Undang-undang No. 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Namun demoralisasi ternyata juga melanda sebagian oknum
penyelenggara negara. Ada oknum aparat yang terlibat dalam
pemalsuan identitas penduduk, menjadi backing kejahatan
terorganisir, atau bahkan terlibat dalam rantai kegiatan
pengiriman TKI non-prosedural bahkan secara ilegal.
Pemalsuan identitas penduduk mungkin terjadi karena
administrasi kependudukan masih lemah. Social Security
Number yang sedang dikembangkan masih belum dioperasio-
nalkan secara nasional. Di samping faktor aparat, masalah
perangkat penegakan hukum juga dinilai kurang mendukung
sehingga penegakan hukum berkaitan dengan pelanggaran
penempatan TKI dirasakan masih lemah. Faktor anggaran yang
terbatas merupakan masalah klasik sehingga penanganan TKI
Bermasalah yang memerlukan biaya besar, dinilai masih belum
memuaskan.
• Kepedulian masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh
lembaga swadaya dan organisasi masyarakat (LSOM), karena
bukan merupakan institusi birokrasi, menjadi lebih mandiri,
profesional, dan cepat tanggap terhadap masalah yang
berkembang di masyarakat. Banyak di antara LSOM sangat
peduli kepada nasib perempuan dan anak Indonesia yang
masih banyak memerlukan perhatian.
Walaupun demikian, kemandirian LSOM bukannya tak terbatas.
Masalah anggaran seringkali menjadi hambatan utama, di
samping jumlahnya yang masih relatif sedikit jika dibandingkan
dengan jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Sering
kali keterbatasan dukungan anggaran menyebabkan LSOM
membatasi ruang lingkup program dan ruang gerak mereka,
serta jangkauan layanan yang mereka sediakan.
• Dalam masyarakat Indonesia masih banyak terdapat kelompok
rentan (laki-laki, perempuan dan anak-anak) yang pada
umumnya adalah miskin, kurang pendidikan, kurang informasi,
dan tidak mempunyai pekerjaan. Ada juga kelompok lain yang
perilakunya materialistis konsumtif dan senang berfoya-foya
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 28
yang menyebabkan mereka cenderung rentan terhadap
bujukan untuk melakukan hal-hal yang kurang baik. Ada lagi
kelompok lain yang karena adat atau tradisi, harus nikah dalam
usia muda dan karena belum siap secara mental, seringkali
pernikahan kandas dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi,
mereka cenderung rawan terhadap bujukan untuk ikut mencari
uang dengan cara menjadi TKI di luar negeri atau di luar
daerah tempat tinggalnya.
Beruntung mereka telah pernah menerima sedikit banyak
pelajaran agama sehingga banyak di antaranya sangat religius
dan beriman, yang mendorong mereka - jika ada kesempatan -
untuk mencoba meraih kehidupan yang lebih baik.
• Demoralisasi telah membawa sebagian masyarakat ingin hidup
senang tanpa bekerja keras, dan kemudian memilih menjadi
pelaku penyedia tenaga kerja dengan cara yang tidak benar,
entah sebagai calo atau penampung atau penyalur tenaga kerja
ilegal di dalam dan di luar negeri. Untuk tingkat penampung
dan penyalur biasanya mempunyai dana besar dan mempunyai
back up untuk mendukung usahanya. Karena perbuatannya
melanggar hukum, membuat mereka berlaku gesit agar
terhindar dari kejaran para penegak hukum. Tetapi karena
mendatangkan untung yang besar, pekerjaan ini tetap menarik
bagi sebagian orang untuk melakukannya.
• Pengguna TKI Bermasalah pada umumnya mereka yang mau
untung besar dengan biaya sedikit. Sering kali sengaja tidak
membayarkan upahnya, dan jika pekerjaan dianggap tidak
memerlukan tenaga lagi, mereka dilaporkan ke yang berwajib
sehingga tertangkap dan dideportasi.
Demoralisasi telah menyebabkan beberapa majikan TKIB
berlaku tidak menghargai hasil kerja pekerjanya, sering
melakukan kekerasan kepada TKIB, pelecehan seksual, dan
memanfaatkan kondisinya yang tidak berdokumen untuk
mengeksploitasi TKIB. Pemerintah setempat semestinya
bertindak tegas kepada pengguna TKIB sehingga hasrat orang
yang menyerempet-nyerempet bahaya mencari kerja ilegal di
negeri orang menjadi berkurang. Jika tidak ada permintaan,
pasti tidak ada yang datang untuk bekerja di luar ketentuan
yang telah ditetapkan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 29
• TKI Bermasalah pada umumnya adalah laki-laki, perempuan
dan banyak diantaranya adalah anak-anak di bawah umur
walaupun seringkali dokumen kependudukannya menyatakan
sudah di atas 18 tahun. Banyak di antaranya yang sudah
menikah. Di antara mereka ada yang bernasib baik, menerima
pendapatan yang walaupun untuk ukuran setempat di bawah
standar, tetapi nilainya masih lebih tinggi dibandingkan jika
mereka bekerja di daerah asalnya. Mereka juga senang karena
mempunyai pengalaman kerja di luar negeri, dapat mengenal
kebudayaan bangsa lain dan dapat menikmati berbagai
kemajuan di daerah tempat kerjanya. Secara relatif mereka
mempunyai kehidupan yang lebih baik, dan dalam beberapa
hal menjadi tumpuan keluarga.
Akan tetapi banyak pula yang menderita. Karena perlakuan di
luar batas kewajaran, banyak yang cacat tubuh, sakit, bahkan
meninggal dunia. Seringkali mereka menjadi apatis karena
trauma fisik dan psikologis yang dideritanya baik selama proses
rekrutmen, transportasi, di penampungan maupun setelah
penempatan di tempat kerjanya, yang bukan berarti
penderitaan akan berakhir. Kondisi tersebut membuat masa
depan mereka, khususnya anak-anak dan remaja, menjadi
suram dan tak berpengharapan.
Pemerintah telah menyelenggarakan berbagai kebijakan,
program dan kegiatan dalam rangka mengatasi berbagai akar
masalah yang menyebabkan terjadinya TKI Bermasalah. Di
samping berbagai program yang berupaya membuka kesempatan
kerja dan berusaha di pedesaaan, pemerintah juga berupaya
meningkatkan kapasitas dan kompetensi calon TKI baik yang
ingin bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini
sejalan dengan salah satu tugas dari Keppres No. 106 tahun 2004
untuk: “Mempersiapkan kembali TKIB menjadi Tenaga Kerja
Indonesia yang berkualitas dan memenuhi persyaratan”, sebagai
bagian dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan investasi
nasional dalam rangka pembangunan manusia Indonesia.
Pembangunan manusia Indonesia diarahkan pada perbaikan-
perbaikan dan penyelesaian persoalan-persoalan kronis yang
menyangkut kualitas hidup manusia, seperti masalah kemiskinan,
pendidikan, anak-anak dan remaja putus sekolah, buta aksara,
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 30
kesehatan, kematian ibu melahirkan, rawan pangan, kurang gizi
dan gizi buruk, keterbatasan pelayanan air bersih, energi,
transportasi dan komunikasi, termasuk mengatasi kesulitan akses
masyarakat terhadap sumber-sumber permodalan dan pengem-
bangan usaha.
Dalam rangka itu, pemerintah telah meluncurkan 55
program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat ke dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri, yang dilaksanakan di tingkat
pedesaan dan perkotaan, yang diharapkan berdampak langsung
dalam meningkatkan keberdayaan dan daya beli masyarakat
miskin. PNPM diarahkan untuk meningkatkan lapangan kerja baru
melalui pembangunan infrastruktur di pedesaan dan lingkungan
kumuh di perkotaan, serta pengembangan usaha ekonomi
produktif dengan melibatkan keluarga miskin termasuk kaum
perempuan dalam perencanaan hingga implementasinya. Dengan
disertai pertumbuhan ekonomi tahun demi tahun yang terus
meningkat, diyakini angka kemiskinan semakin lama akan
semakin mengecil yang berarti memperbaiki Indeks
Pembangunan Manusia.
Pada tahun 2007, jumlah kecamatan yang dilibatkan dalam
PNPM Mandiri sebanyak 2.891 kecamatan dengan pagu bantuan
program sebesar Rp 500 juta per kecamatan. Pada tahun 2008,
alokasi dana PNPM Mandiri sebesar Rp 7 triliun, dan akan
dialokasikan untuk 453 kabupaten/kota, 3.988 kecamatan, dan
16.417 desa/kelurahan tertinggal. Dengan itu diharapkan
paradigma pembangunan manusia sebagai investasi sosial
semakin memasyarakat, di samping mendorong lahirnya model
pembangunan daerah, dan mendorong prakarsa daerah untuk
meningkatkan pembangunan manusia sesuai dengan semangat
otonomi daerah.
Selain pemerintah, lembaga masyarakat seperti Yayasan
Damandiri juga mengembangkan Program Posdaya (Pos
Pemberdayaan Keluarga), yaitu suatu lembaga keswadayaan
masyarakat di tingkat pedesaan dan pedukuhan, yang
difungsikan sebagai sentral semua kekuatan pembangunan di
pedukuhan yang dalam operasionalisasinya diperkuat dengan
pendampingan, dan dukungan dana yang cukup tinggi.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 31
Di samping PNPM Mandiri, Pemerintah juga meluncurkan
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan, pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas dan Kelas II RS pemerintah atau
RS swasta yang ditunjuk, bantuan tunai bersyarat (BTB) dalam
bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), yang akan terus
dilanjutkan. Berbagai program tersebut di atas secara khusus
tidak disebutkan ditujukan kepada TKIB, tetapi TKIB sebagai
warga masyarakat mempunyai hak yang sama dengan warga
lainnya untuk dapat mengakses program-program pembangunan
tersebut diatas, baik dalam rangka peningkatan pendidikan dan
keterampilan maupun dalam meraih peluang kesempatan kerja di
pedesaan tanpa harus menjadi pekerja migran - yang tanpa
persiapan secukupnya - ternyata banyak mendatangkan
permasalahan.
D. Koordinasi Pemulangan TKIB
Sebagaimana Juklak Pemulangan TKIB dari Satgas TK-PTKIB
Pusat tahun 2004, mekanisme penyelenggaraan layanan kepada
TKIB, di tingkat lapangan di luar negeri, dilaksanakan oleh
Perwakilan RI setempat, sedang di dalam negeri dilaksanakan
oleh Dinas-dinas yang tergabung dalam Posko/Satgas PTKIB
Daerah, dengan didukung oleh anggaran masing-masing sektor
dan APBD, untuk selanjutnya dikoordinasikan secara vertikal ke
Pusat melalui mekanisme sektoral maupun melalui Pemerintah
Daerah, kepada sektor induk di Pusat yang juga tergabung dalam
Satgas TK-PTKIB. Namun mekanisme ini hanya berjalan sampai
dengan tahun 2005, dan mengalami banyak hambatan karena
Satgas PTKIB Daerah banyak yang tidak berhasil mereimburse
dana talangan yang telah dipergunakan, kepada sektor induk di
Pusat.
Sejak tahun 2006, biaya pemulangan dan permakanan TKIB
deportan dari Malaysia ke entry point Indonesia terdekat dibiayai
oleh Pemerintah Malaysia, sementara untuk TKIB lainnya dibiayai
oleh sponsor atau Perwakilan RI. Pemulangan TKIB baik deportan
maupun lainnya dari entry point ke provinsi daerah asal didanai
oleh Departemen Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban
Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, sedang biaya pemulangan
dari provinsi ke kabupaten/kota daerah asal didanai dari dana
dekonsentrasi Departemen Sosial di SKPD yang mengurusi
masalah sosial di Provinsi.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 32
Berdasarkan data Departemen Sosial, sepanjang tahun 2007
jumlah TKIB yang dipulangkan oleh Satgas PTKIB Daerah di
seluruh Indonesia dan dilaporkan ke Departemen Sosial sebanyak
36.315 orang. Jumlah tersebut belum termasuk TKIB yang pulang
di luar yang dideportasi atau yang tidak tercatat karena pulang ke
Indonesia melalui pelabuhan tradisionil atau melalui jalur-jalur
tikus yang banyak terdapat di daerah perbatasan.
Tabel 1. Pemulangan TKI Bermasalah dan Keluarganya
dari Malaysia, tahun 2004-2007
No. Tahun TKIB
(Orang) Keterangan
1. 2004 356.256 TKIB amnesti dan deportasi.
2. 2005 170.585 TKIB amnesti dan deportasi.
3. 2006 30.604 TKIB deportasi.
4. 2007 36.315 TKIB deportasi.
Sumber: Media Center KMK, 2004-2006, Depsos, 2008.
1) Perwakilan RI Johor Bahru, Malaysia
Konsulat Jenderal RI sebagai Perwakilan RI di Johor
Bahru, Malaysia, telah berupaya optimal dalam menangani
TKIB melalui pendekatan tertentu tergantung pada
permasalahan dan cara bagaimana TKI tersebut datang ke
Malaysia.
• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk dengan
prosedur resmi dan memiliki job order, dapat dengan
mudah diselesaikan dengan pendekatan dan berkoordinasi
dengan aparat terkait, seperti Pejabat Buruh, Kepolisian,
majikan, PJTKI, Agency Pekerja, dengan mengacu kepada
hak dan kewajiban sebagaimana tertuang dalam job order
serta Undang-undang Perburuhan setempat. Upaya
perlindungan yang dilakukan terhadap kasus-kasus
seperti ini mempunyai tingkat keberhasilan sampai lebih
dari 90%.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 33
• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk melalui calo/
tekong tanpa job order, berangkat sendiri, direkrut
langsung oleh majikan atau menggunakan visa pelancong,
mengalami kesulitan karena TKI tersebut dapat dikatakan
ilegal dari sisi Undang-undang Ketenagakerjaan RI yaitu
karena tidak melalui prosedur yang ditetapkan (tanpa job
order) dan tidak terdata di Perwakilan RI, namun legal
keberadaannya di Malaysia karena memiliki paspor dan
permit kerja yang sah.
TKI seperti ini sangat banyak di Malaysia dan sangat
rentan terhadap masalah ketenagakerjaan karena
walaupun memiliki permit yang sah tetapi tidak memiliki
kontrak kerja dengan majikan. Gaji, jam kerja, dan
kewajiban-kewajiban lain ditentukan sepihak oleh majikan
dan sering mengabaikan hak-hak pekerja lainnya seperti
misalnya kalau lembur, serta tunjangan lainnya. TKI
sering mengalami pengebirian hak-haknya oleh majikan
nakal.
Kasus ini sebagian besar menimpa TKI yang bekerja di
perladangan, perkebunan, peternakan dan konstruksi.
Upaya perlindungan dilakukan kasus per kasus, namun
sering hasilnya kurang optimal karena ketiadaan kontrak
kerja. Salah satu upaya yang ditempuh KJRI adalah
melakukan pendekatan kepada Syarikat Buruh di Malaysia
untuk membantu penyelesaian kasus TKI khususnya yang
bekerja di ladang kelapa sawit, karet dan perkebunan.
• Penyelesaian permasalahan TKI yang masuk tanpa
paspor, yang menjadi korban perdagangan orang
(trafiking), atau yang masuk secara legal tetapi kemudian
menjadi ilegal karena overstay, sangat sulit dilaksanakan
karena keberada-annya sulit dideteksi, selalu berpindah-
pindah tempat diatur oleh trafficker atau majikan nakal,
dalam keadaan tanpa dokumen dan diancam sehingga
korban tidak berani melapor kepada yang berwenang.
Bagi korban yang berhasil lari dan meminta perlindungan
ke KJRI dibantu dengan sebaik-baiknya dan bekerjasama
dengan aparat terkait, KJRI mengupayakan adanya sanksi
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 34
hukum kepada trafficker atau majikan nakal tersebut.
Pemulangan TKI korban trafiking ke Indonesia, dilakukan
berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan juga dengan IOM.
TKI dengan status seperti tersebut di atas memang
sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi yang
dilakukan oleh majikan karena keberadaannya yang ilegal
atau un-documented. Mereka digaji di bawah standar atau
tidak digaji sama sekali, atau pembayaran gajinya diulur-
ulur dan jika TKI mendesak, TKI tersebut dilaporkan ke
aparat sebagai pendatang haram. Mereka ditangkap dan
akhirnya dipenjara tanpa memperoleh hasil jerih
payahnya, namun jika mereka diam dan menerima
imbalan seadanya, majikan membiarkan-nya tinggal lama
di Malaysia untuk bekerja. Modus eksploitatif seperti ini
dapat dikategorikan sebagai bentuk modern slavery atas
TKI ilegal tersebut.
Kenyataan yang pahit memang menimpa para Pendatang
Asing Tanpa Ijin (PATI) di Malaysia yang jumlahnya
sekitar 600.000 pekerja asing dengan 70% di antaranya
adalah TKI. Mereka menjadi mangsa (korban)
penangkapan Ikatan Relawan Rakyat (RELA) secara
semena-mena, akan tetapi sangat sedikit atau bahkan
tidak ada tindakan hukum kepada agency pekerja yang
menyalurkan dan kepada majikan nakal yang
mempekerjakan TKI ilegal. Sesuai dengan asas keadilan,
penangkapan PATI seharusnya dibarengi juga dengan
penangkapan majikan nakal yang mempekerjakannya,
dan juga kepada agency pekerja yang menyalurkannya.
Pemerintah Malaysia menyatakan akan terus melaksana-
kan razia kepada PATI dan tidak akan melakukan program
pemutihan termasuk kepada TKI Bermasalah.
• Penyelesaian permasalahan TKI yang terkena kasus
pidana mendapat perhatian penuh dari KJRI dengan
memberikan perlindungan dalam bentuk pendampingan
dan pembelaan hukum melalui penyediaan lawyer
setempat, dan terus mengikuti dan memantau
perkembangan kasus TKI dengan menghadiri sidang
pengadilan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 35
KJRI telah menyewa lawyer yang bonafid dan diketahui
mempunyai iktikad baik untuk membela TKI. KJRI juga
melakukan simulasi persidangan dengan bimbingan
lawyer untuk melatih TKI agar tidak shock pada saat
menghadiri persidangan yang sebenarnya. Upaya yang
dilakukan berhasil menyelamatkan dan atau pengurangan
hukuman bagi TKI yang terkena kasus berat. Dalam
memberikan perlindungan ini, KJRI tidak mencapuri
substansi persidangan.
• Penyelesaian permasalahan TKI yang ditahan, dipenjara
dan dideportasi yang jumlahnya mencapai puluhan ribu
orang, oleh KJRI diwujudkan dengan melakukan
pendekatan khusus kepada di Mahkamah PATI dan
Mahkamah Rendah atau pengadilan-pengadilan di Johor
dan sekitarnya. Pendekatan dan rayuan (himbauan) ini
telah menghasilkan pengurangan hukuman bagi PATI asal
Indonesia. Bagi PATI asal Indonesia karena tidak
mempunyai dokumen (undocumented), yang seharusnya
dipenjara maksimum 8 bulan, dapat dikurangi menjadi
sekitar 1-4 bulan, serta hukuman cambuk yang
seharusnya 4-6 kali cambukan dapat dikurangi menjadi
satu cambukan saja.
KJRI tidak dapat membantu permasalahan TKI yang
ditahan, karena deportasi TKI baru diketahui setelah ada
surat pemberitahuan dari Kantor Imigrasi setempat yang
memerlu-kan pengesahan KJRI sebelum dideportasi. KJRI
secara rutin melakukan pengechekan langsung pada PATI
yang diduga asal Indonesia yang akan dideportasi, yang
ada di penjara-penjara untuk memastikan bahwa yang
bersangkutan memang betul-betul WNI. Telah beberapa
kali terjadi, terdapat warga negara Myanmar, Kamboja,
Filipina, China dan Bangladesh yang mengaku sebagai
WNI dan mencoba ikut dideportasi ke Indonesia.
Kesibukan KJRI sejak 1 Juli 2007 semakin meningkat
untuk melakukan pengechekan seluruh PATI yang diduga
WNI di Semenanjung Malaysia yang pendeportasian-nya
dipusatkan melalui Pelabuhan Pasir Gudang di Johor
Bahru ke pelabuhan entry point terdekat di Indonesia
yaitu ke Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 36
• Penyelesaian permasalahan TKI sebagai Penata Laksana
Rumah Tangga (PLRT), dilakukan KJRI dengan
membentuk task force yang disebut ”Tim Buser”,
mengingat bervariasi, berbelit dan lamanya penyelesaian
berbagai kasus TKI PLRT oleh pihak terkait dan
penyelesaiannya di Mahkamah Malaysia.
Jumlah TKI PLRT di Malaysia mencapai ratusan ribu
orang, namun banyak yang bermasalah walaupun sudah
ada MoU antara RI-Malaysia yang ditandatangani 13 Mei
2006 di Bali. Perlindungan kepada PLRT dirasakan sangat
kurang, sementara pihak Malaysia terlihat enggan untuk
melaksanakan dan mensosialisasikan MoU tersebut.
Setiap minggu 15-30 orang TKI PLRT datang mengadu ke
KJRI melaporkan permasalahan seperti gaji tidak dibayar,
bekerja terlalu berat, pelecehan seksual, dibuang oleh
majikan di suatu tempat, penganiayaan/penyiksaan,
dijadikan sebagai pekerja seksual komersial (PSK), dan
lain-lain.
Tim Buser dibentuk tahun 2005 sebagai hasil pendekatan
KJRI kepada Ketua Polis Diraja Malaysia Johor yang
menyetujui penangkapan majikan nakal, yang pada
umumnya tidak membayar gaji TKI PLRT. Komponen Tim
Buser terdiri dari home staff, local staff KJRI dan
Kepolisian setempat yang bekerjasama menyelesaikan
permasalahan TKIB dengan majikan, baik melalui
penyelesaian secara kekeluargaan, secara perdata
maupun pidana. Tim Buser selama 2 tahun bertugas telah
membantu menyelamatkan uang TKI PLRT senilai lebih
dari Rp 8 milyar.
Sepanjang tahun 2007, KJRI telah membantu
mengidentifikasi PATI asal Indonesia yang akan dideportasi,
dan sebanyak 34.845 orang TKIB telah dideportasi oleh
Pemerintah Malaysia melalui Johor Bahru ke Tanjungpinang.
Akan tetapi jumlah PATI yang dipenjara Johor Bahru relatif
tetap karena masuknya PATI yang baru. Menurut
pengamatan, tidak semua deportan adalah ilegal namun
tetap dideportasi dengan berbagai alasan. Pembuatan ID-
Card oleh majikan yang diprogramkan oleh Pemerintah
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 37
Malaysia belum dilaksanakan seluruhnya. Perlakuan kepada
TKIB di penjara juga banyak yang mengalami kekerasan dan
pemerasan. Terhadap hal ini, KJRI Johor Bahru telah
menyampaikan protes kepada yang berwenang dan juga
melalui ”KPK” Malaysia.
2) Satgas PTKIB Tanjungpinang dan Batam
Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau merupakan
entry point terdekat untuk menerima TKIB deportan dari
Johor Bahru Malaysia, di samping Batam, Tanjungbalai
Karimun, dan Dumai (Prov. Riau). Satgas TKIB Tanjung
Pinang melaporkan bahwa sebagai dampak kebijakan
Pemerintah Malaysia yang memusatkan pedeportasian PATI
asal Indonesia di Semenanjung Malaysia dilakukan via Johor
Bahru ke Tanjungpinang, selama tahun 2007 ini telah
menerima TKIB dari Johor Bahru, menampung dan
memberangkatkan TKIB tersebut ke daerah asal yang
jumlahnya mencapai 34.845 orang. Sementara ini, untuk
menampung TKIB yang menunggu keberangkatan kapal
PELNI ke Pulau Jawa (Senin dan Kamis), Satgas PTKIB telah
bekerjasama dengan PPTKIS PT. Pinang Siam, namun masih
memerlukan adanya sarana untuk anak-anak dan kendaraan
operasional termasuk ambulance untuk mengangkut TKIB
yang sakit.
Untuk tahun 2007, penanganan TKIB yang sakit ini
menggunakan Askeskin, namun menurut petunjuk yang baru
dari Askeskin, tahun 2008 Askeskin hanya diperuntukkan
bagi penduduk miskin setempat yang didata oleh BPS yang
disahkan oleh Walikota. Ketentuan baru ini akan menyulitkan
pemberian layanan kesehatan kepada TKIB.
Dana operasional Satgas TKIB juga sangat terbatas
padahal harus menangani jumlah TKIB yang melonjak, yang
dideportasi dari Johor Bahru dan juga TKIB non-deportan
yang masuk ke Tanjung Pinang.
Sementara itu Satgas PTKIB Batam melaporkan bahwa
sebagai daerah industri, Batam memiliki 5 pelabuhan resmi
dan 62 pelabuhan ”tikus” yang rawan untuk pengiriman TKI
ilegal dan trafiking ke Singapura maupun Malaysia. Sebagai
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 38
daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar Pusat
bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar
Batam, sedang APBD untuk penanganan penduduk lokal.
Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir terjadi setiap
waktu, maka dapat diusulkan anggarannya melalui SKPD
dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan 30% dari
APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari Satgas TK-
PTKIB Pusat kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini.
Mengenai pengamanan daerah perbatasan, telah ada
Peraturan Kapolri tentang Pengamanan Perbatasan Darat
dan Pengamanan Pulau-pulau Terpencil yang dapat dijadikan
dasar termasuk untuk mengendalikan pengiriman TKI ilegal
melalui pelabuhan tradisionil atau jalan-jalan ”tikus” yang
banyak terdapat di daerah perbatasan dengan Malaysia dan
Singapura. Potensi Polmas, Babinsa, Satpol PP dan LSM
setempat perlu didayagunakan sehingga lalu lintas penduduk
dapat terawasi dengan baik termasuk kemungkinan
masuknya teroris ke wilayah Indonesia.
3) Satgas PTKIB Pontianak dan Posko Entikong
Entikong adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada
di Kab. Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat, yang secara
geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sarawak)
dengan panjang perbatasan ± 800 km. Di sepanjang
perbatasan tersebut terdapat 3 pintu gerbang resmi Pos
Lintas Batas, dan 64 jalan tikus yg memungkinkan untuk
masuk keluarnya TKI ilegal dan juga untuk jalur
perdagangan orang (trafficking in persons).
PATI asal Indonesia yang ada di Sarawak dideportasi
oleh Pemerintah Malaysia ke wilayah Indonesia melalui
Entikong yang dapat ditempuh dengan jalan darat sejauh
330 km dari Pontianak. Mengingat bahwa Kalimantan Barat
juga merupakan daerah transit masuknya tenaga kerja
Indonesia dari luar Kalimantan Barat ke Sarawak Malaysia,
maka Satgas PTKIB dibentuk di Pontianak dan membentuk
Posko di Entikong untuk menangani pemulangan TKI
Bermasalah.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 39
Permasalahan TKIB tidak lepas dari permasalahan kete-
nagakerjaan di Kalimantan Barat yaitu rendahnya kualitas
tenaga kerja, terbatasnya sarana pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja, dan rendahnya kesempatan kerja di dalam
negeri yang menyebabkan banyaknya TKI ilegal yang pergi
ke Malaysia. Gedung Balai Latihan Kerja yang ada Entikong
sejauh ini juga belum dimanfaatkan dengan optimal.
Banyaknya TKI ilegal yang masuk ke Malaysia, menyebabkan
mereka ditangkap dan dideportasi ke Indonesia melalui
Entikong. Pedeportasian ini telah berlangsung bertahun-
tahun yang mengindikasikan bahwa deportasi dengan segala
eksesnya tidak menyurutkan niat pencari kerja Indonesia
untuk masuk ke Malaysia dengan cara apapun, dan mencari
pekerjaan di sana walaupun dalam kondisi ilegal, bergaji
rendah, dan tidak ada jaminan kesehatan atau perlindungan
jika terjadi sesuatu musibah.
Selama tahun 2007, Satgas PTKIB Kalimantan Barat
telah membantu pemulangan TKIB sebanyak 2.000 orang
(per 6 Desember 2007), yang berasal dari Kalimantan Barat
1.227 orang dan yang berasal dari luar Kalimantan Barat
sebanyak 773 orang.
Dalam rangka penanganan masalah TKIB, diusulkan
adanya Prosedur Tetap (Protap), dan dukungan anggaran
(APBN) yang cukup karena masalah TKI merupakan masalah
nasional. Agar diperoleh pengendalian yang kuat, diperlukan
adanya pemusatan anggaran di Pemerintah/Satgas PTKIB
Provinsi. Selain menangani pemulangan TKIB, perlu juga
diimbangi dengan langkah-langkah perbaikan selama pra-
penempatan, proses penempatan, selama bekerja dan
sesudah selesai bekerja dan kembali ke daerah asalnya.
4) Satgas PTKIB Nunukan
Nunukan adalah Pos Lintas Batas RI-Malaysia yang ada
di Kab. Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur, yang secara
geografis berbatasan langsung dgn Malaysia (Sabah).
Berbeda dengan Entikong yang dapat melalui jalan darat ke
Sarawak Malaysia, dari Nunukan ke Sabah (Tawao) Malaysia,
harus melalui jalur laut, menggunakan perahu selama sekitar
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 40
satu jam penyeberangan. Penduduk Nunukan sendiri tidak
banyak, sehingga pencari kerja yang ke Malaysia melalui
Nunukan adalah mereka yang berasal dari Sulawesi, Jawa,
NTB, NTT dan sedikit sekali dari Kalimantan. Dari Nunukan
ke daerah asal TKI, langsung ada pelayaran PELNI menuju
Pare-pare, Makassar, Surabaya, Mataram dan Kupang,
sehingga Satgas PTKIB dibentuk langsung di Kab. Nunukan.
Di wilayah Sabah memang banyak kesempatan kerja di
bidang pertanian (perkebunan), dan menurut informasi
majikan Malaysia lebih senang dengan TKI ilegal karena lebih
murah dan lebih mudah dikendalikan. Namun dari sisi TKI,
pekerjaan tersebut beresiko tinggi karena tidak ada jaminan
kerja. Calo-calo tenaga kerja yang ada juga sering kali
menyebabkan TKI tidak mendapat gaji. Walaupun demikian,
para TKIB yang dideportasi ke Nunukan, banyak yang tidak
mau kembali ke daerah asal dengan berbagai alasan dan
berupaya kembali masuk ke Malaysia.
Satgas TKIB Nunukan yang dibentuk setiap tahun,
bertugas menjemput dan mendata TKIB deportasi,
memberikan layanan kesehatan melalui Askeskin, dan
penyelesaian kasus-kasus TKIB dengan menggunakan
dukungan dana dari Dinas Sosial. Untuk mendukung
kegiatan ini, dana operasional Satgas TKIB dirasakan sangat
minim. Dalam rangka pelayanan paspor, Nunukan telah
mempunyai Kantor Imigrasi, namun tidak ada satupun
Kantor Imigresen dari pihak Malaysia.
Menurut pengamatan Satgas TKIB Nunukan, tenaga
kerja Indonesia umumnya berpendidikan rendah (< SD),
tetapi hal tersebut malah disenangi majikan karena murah
dan mudah diatur, dan mereka pada umumnya mempunyai
kompetensi yang baik di bidang perkebunan kelapa sawit.
Satgas TKIB Nunukan mengusulkan agar program
transmigasi (perkebunan) di Nunukan sebesar 50% dapat
dialokasikan bagi TKIB.
Selama tahun 2007 (November), Satgas PTKIB telah
membantu memroses paspor dan dokumen yang diperlukan
untuk TKI sebanyak 68.638 orang, dan telah membantu
menangani TKIB deportan sebanyak 5.589 orang.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 41
Dari jumlah tersebut hanya 88 orang yang mau pulang
ke daerah asalnya, selebihnya memilih tinggal di Nunukan
dan berupaya untuk dapat kembali masuk dan bekerja di
Malaysia mengadu nasib mencari peruntungannya.
Sebagaimana karakter orang Sulawesi, jika telah
menyatakan ingin keluar dari daerahnya dan telah dilepas
secara adat, mereka enggan kembali ke daerah asal jika
dinilai belum berhasil.
Di Nunukan juga terdapat fasilitas pendidikan untuk
anak-anak TKI di Sabah yang mau menempuh pendidikan di
sekolah Indonesia, antara lain di Pondok Pesantren Hidaya-
tullah dan Sekolah Katolik Gabriele. Selain itu juga terdapat
pondok pesantren Al Furqon di Pulau Sebatik, Kabupaten
Nunukan, yang juga banyak menampung anak-anak TKI.
5) Satgas PTKIB Pare-pare
Kota Pare-pare sebagai Kota Jasa, Niaga, dan
Pendidikan, berjarak 155 km dari Makassar dan merupakan
kota besar kedua di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki
pelabuhan laut besar yang disinggahi kapal-kapal
penumpang dan barang, yang menghubungkan kota besar di
Jawa, Bali, Makassar, Balikpapan, Nunukan (Kalimantan
Timur) dan Tawao (Sabah, Malaysia). Kota Pare-pare oleh
Satgas TK-PTKIB Jakarta dinyatakan sebagai salah satu
entry point pemulangan TKIB dari Malaysia khususnya yang
berasal dari negara bagian Sabah.
Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIB Kota Pare-pare
telah menangani sebanyak 337 TKIB yang berasal dari
Malaysia Timur (Sabah), dan mereka selanjutnya dipulang-
kan ke kabupaten-kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan,
di samping ke provinsi lain seperti Sulawesi Barat, Tengah
dan Tenggara. Selain menangani pemulangan TKIB, Satgas
TKIB Pare-pare juga telah mencegah pemberangkatan calon
TKI yang diperkirakan akan menjadi TKIB karena akan
berangkat menggunakan paspor dan visa kunjungan ke
Malaysia via Nunukan. Sekitar 16 orang calon TKIB yang
pada umumnya buruh tani, saat ini sedang berada di sentra
penampungan, sementara 2 orang pengurus PJTKI yang
akan memberangkatkan calon TKI tersebut, sedang dalam
pemeriksaan oleh Kepolisian.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 42
Satgas TKIB Pare-pare sejauh ini masih mengacu
kepada Juklak Pemulangan TKIB yang dikeluarkan oleh
Satgas TK-PTKIB Pusat tahun 2004, sehingga dalam
pelaksanaannya mengalami hambatan karena sejak tahun
2006 biaya pemulangan dan permakanan sudah tidak lagi di
Dep. Perhubungan tetapi dari Depsos.
Biaya operasional Satgas TKIB juga tidak dialokasikan
dalam APBD, sehingga untuk pemulangan TKIB banyak
menggunakan dana sektoral SKPD up Dinas Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Kesejahteraan Sosial Kota Pare-pare.
Untuk pemulangan TKIB ini, Satgas Pare-pare masih
berhutang biaya pemulangan sebesar Rp 20 juta.
Di Pelabuhan Pare-pare, kondisi ruang penerimaan dan
kantor Satgas TKIB juga sangat terbatas, para TKIB tersebut
diangkut menggunakan kendaraan pribadi milik anggota
Satgas TKIB ke penampungan, yang sebetulnya didesain
sebagai sentra pemberdayaan TKI. Selanjutnya mereka
dipulangkan ke daerah asalnya ke kabupaten sekitar Pare-
pare (Sengkang, Sokei, Tator, Luwu), bahkan ke Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat (Mamuju, Polman) dan sulawesi
Tenggara (Buton, Mina). Dirjen Perhubungan pernah
menjanjikan memberikan ambulance namun sampai dengan
saat ini belum ada realisasinya.
Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, Kota Pare-
pare bekerjasama dengan Depnakertrans dan Jamsostek
bermaksud mengembangkan Sentra Pemberdayaan TKI di
suatu lahan seluas 4 hektar ditambah tanah cadangan seluas
2 hektar untuk Balai Latihan Kerja. Tahun 2004, kelemba-
gaan Sentra ini ditarik ke Pusat namun sampai dengan saat
ini belum ada kelanjutannya, sehingga bangunan dan saluran
air yang ada menjadi rusak karena tidak terpelihara. Untuk
TKIB yang ada di penampungan, mereka diberikan air
melalui mobil tangki. Pelayanan Satu Atap yang tahun 2005
diujicobakan di Pare-pare, sejauh ini belum ada
kelembagaannya, walaupun sudah ada Kantor Imigrasi,
Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan KP3, sementara Pos
Pelayanan dari BP2TKI belum ada, baru ada di Makassar. Di
Pare-pare terdapat 10 Cabang PJTKI dengan 4 Cabang di
antaranya aktif beroperasi.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 43
Untuk tujuan Malaysia Timur, banyak orang Bugis yang
berniat merantau untuk mencari kerja ke sana, di samping
ada kesamaan budaya, secara geografis jaraknya dekat ke
Pare-pare, selain juga karena lapangan kerja di Sulawesi
Selatan belum mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya
tidak seimbang dengan yang diiming-imingi jika bekerja di
Malaysia. Orang Bugis yang berangkat merantau biasanya
tidak akan pulang sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi
orang-orang Bugis ke Malaysia Timur ini sebesar 90%
melalui Pare-pare, sementara hanya 10% yang melalui
Makassar. Konsep Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan
untuk memberdayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan
dan kemudian bekerjasama dengan PJTKI menempatkan
mereka bekerja ke luar negeri sesuai dengan job order dari
negara penerima.
Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada
Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000
TKIB dari perkebunan (Pelda) di Sabah, dengan 3.000 di
antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Pelda
Plantation yang bersangkutan menghendaki mereka masuk
kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas
TKIB bermaksud bekerja sama dengan PJTKI setempat dan
Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB
tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan
(antara lain harus ada job order).
6) Satgas PTKIB Tanjungpriok
Satgas PTKIB Tanjungpriok dibentuk berdasarkan surat
keputusan dari Departemen Sosial dan melibatkan berbagai
sektor dan pengelola pelabuhan termasuk bekerjasama
dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam
penanganan TKIB. Satgas PTKIB Tanjung Priok telah
mempunyai fasilitas ruang tunggu penumpang dengan daya
tampung seribu orang, untuk menerima pengiriman TKIB
dari seluruh daerah entry point di perbatasan, yang akan
diteruskan ke daerah asal masing-masing menggunakan
sarana angkutan darat atau laut. Satgas TKIB telah membina
kerjasama yang baik dengan Perum DAMRI, PT. PELNI, dan
RS Koja.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 44
Sepanjang tahun 2007, Satgas TKIP Tanjungpriok telah
menerima sebanyak 12.537 orang TKIB dari Tanjungpinang
dan daerah entry point lainnya, dan meneruskan
pemulangan TKIB tersebut ke daerah-daerah di Pulau Jawa,
Sumatera, Sulawesi, NTB dan NTT baik melalui jalan darat
maupun melalui angkutan laut.
Namun Satgas TKIB sering mengalami kesulitan
berkaitan dengan data TKIB yang berbeda antara manifes
dari daerah pengirim dengan yang turun di Tanjung Priok.
Satgas menyarankan adanya pengawalan dan perlakuan
khusus di kapal, serta pembuatan berita acara penyerahan
dari perusahaan pengangkut kepada Satgas TKIB, serta
adanya kelengkapan sarana komunikasi perkantoran Satgas
yang memadai
7) Satgas PTKIB Tanjungemas
Satgas PTKIB Tanjungemas Semarang yang dibentuk
oleh Pemda setempat, telah didukung dengan dana
operasional dari APBD walupun jumlahnya sangat terbatas.
Satgas PTKIB Tanjungemas menerima pemulangan TKIB
dari Tanjungpriok yang dikirim melalui angkutan darat,
karena angkutan laut jarang yang singgah di Semarang.
TKIB yang daerah asalnya di Jawa Tengah tetapi jauh dari
Semarang seperti di Tegal, Cilacap dan sebagainya langsung
turun di daerah tersebut sehingga datanya tidak tercatat di
Satgas Tanjungemas, Semarang.
Selama tahun 2007 (posisi 19 Desember) jumlah TKIB
yang diterima Satgas Tanjungemas sebanyak 616 orang,
laki-laki 384 orang dan perempuan 232 orang. Jumlah ini
tidak termasuk yang turun dijalan, yang tidak diketahui
karena tiadanya pemberitahuan dari Satgas PTKIB
Tanjungpriok.
8) Satgas PTKIB Tanjungperak
Satgas PTKIB Tanjungperak Surabaya menerima
pengiriman TKIB dari Tanjungpinang via Tanjungpriok
melalui angkutan laut (PT.PELNI), selain yang dipulangkan
melalui Pontianak Provinsi Kalimantan Barat dan via
Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 45
Setibanya di Tanjung Perak Surabaya, pendataan ulang
dilakukan oleh Satgas PTKIB Jawa Timur, kemudian dengan
Bus DAMRI diantar ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa
Timur untuk diberi pengarahan dan permakanan.
Selanjutnya diantar ke terminal bus Bungurasih untuk
dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
Jumlah TKIB tahun 2007 yang dipulangkan ke Jawa
Timur, sampai dengan 22 Desember 2007 berjumlah 11.411
orang, terdiri dari 11.390 orang Jawa Timur (laki-laki 8.419
orang, perempuan 2.971 orang), serta 21 orang lainnya
yang meneruskan perjalanan ke Bali, NTB dan NTT.
TKIB Jawa Timur mendapat bantuan dari Dinas Tenaga
Kerja Jawa Timur, berupa bantuan akomodasi, konsumsi dan
transpor pemulangan ke daerah asal sebesar Rp 25 ribu per
orang. Sedangkan untuk TKI luar Jawa Timur akan menjadi
tanggungan provinsi yang bersangkutan. TKIB Jawa Timur
berasal dari hampir seluruh kabupaten di Jawa Timur antara
lain dari Kabupaten Sampang, Pamekasan, Sumenep,
Bangkalan, Jember, Tulungagung, Blitar, Ponorogo,
Trenggalek, Lumajang, Banyuwangi, Lamongan, Tuban,
Bojonegoro, Probolinggo, Kediri, Malang, Nganjuk, Bondo-
woso, Ngawi, Madiun, Surabaya, Situbondo, Magetan,
Pacitan, Jombang, Gresik, Pasuruan, Mojokerto, Sidoarjo,
dan lain-lain. Dari luar Jawa Timur, TKIB berasal dari Jawa
Tengah, NTB, Bali, NTT dan Lampung.
Bagi TKIB yang sakit dan tidak bisa pulang, Satgas
PTKIB mengantar hingga sampai tujuan dengan mobil dinas,
serta dilengkapi dengan berita acara serah terima sebagai
bukti tanggung jawab petugas yang mengantar. Dalam
proses pemulangan para TKIB, mereka dikawal oleh petugas
sampai di terminal bus Bungurasih saja, karena keterbatasan
anggaran.
Pemerintah Jawa Timur terus berupaya memperbaiki
mekanisme penempatan TKI di Malaysia agar hak-hak TKI
terlindungi dan mendapatkan perlakuan yang bermartabat,
antara lain melalui pelayanan satu atap. Pemerintah juga
memberikan penilaian kepada PJTKI (Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia) dan menindaknya jika melanggar
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 46
ketentuan penempatan tenaga kerja. Kepada TKIB deportan
dilakukan pendataan ulang dan dibantu untuk melengkapi
dokumennya, yaitu jika yang bersangkutan berniat kembali
bekerja di Malaysia untuk memenuhi lowongan kerja sesuai
permintaan.
E. Koordinasi Pemberdayaan TKIB dan Calon TKI
1) Pemberdayaan eks TKIB
Departemen Sosial melalui Direktorat Bantuan Sosial
Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran, Ditjen
Bantuan dan Jaminan Sosial, berkepentingan untuk
memberikan bantuan sosial dalam bentuk pemberdayaan
kepada pekerja migran sejak dari pra, selama dan purna
penempatan.
Pada pra-penempatan, banyak ditemui kasus percaloan,
pemalsuan dokumen, penipuan job order, manipulasi usia,
penyiapan tenaga kerja yang tidak memenuhi standar
kompetensi, penampungan yang tidak layak, pemaksaan
atas biaya pemberangkatan, meninggalkan hutang bagi
keluarga yang ditinggalkan, pemerasan, jaminan kesehatan
yang tidak layak, pelecehan seksual, keluarga terlantar,
intimidasi, dan sebagainya.
Pada masa penempatan, berbagai masalah menimpa
para TKI dalam bentuk penelantaran (gaji tidak sesuai
kontrak, tidak memahami isi kontrak, gaji tidak dibayar,
dipekerjakan pada pihak lain yang tidak sesuai kontrak,
ketidakmampun menyesuai-kan diri dengan lingkungan kerja
yang baru, rendahnya perlindungan kepada TKI, pengusiran,
dan sebagainya), diskriminasi, eksploitasi ekonomi, seksual,
penyiksaan/penganiayaan, dibiarkan dalam situasi ber-
bahaya, penyanderaan dokumen oleh majikan, perlakuan
salah (abuse) oleh majikan, dan sebagainya.
Pada masa purna penempatan, TKI menemui permasa-
lahan sejak tiba di debarkasi hingga pemulangan ke daerah
asalnya. Pada saat pemulangan, banyak yang mengalami
pemerasan, kurangnya perlindungan sosial, tindak
kekerasan, penipuan oleh calo angkutan, perampokan,
perlakuan diskriminatif, penukaran valuta asing di bawah
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 47
nilai tukar, depresi, hamil di luar nikah, tidak mendapat
jaminan asuransi, dan lain-lain. Sesampainya di daerah asal,
banyak yang masih mengalami trauma psikososial akibat
kekerasan yang diterimanya, penelantaran, ketidakmampuan
memanfaatkan remintansi, disfungsional keluarga, dan lain-
lain. Kajian Departemen Sosial (2006) melaporkan bahwa
masalah sosial TKIB atau pekerja migran bermasalah yang
berkaitan dengan tindak kekerasan sebesar 72,6%,
ketidakmampuan menyesuaikan diri 17,9%, kesenjangan
taraf kehidupan ekonomi 7,9% dan keretakan rumah tangga
sebesar 1,66%.
Dalam rangka mengatasi masalah sosial pekerja
migran, Departemen Sosial membuat program
pemberdayaan pada tahap pra, selama dan purna
penempatan. Program pemberdayaan pada tahap pra
penempatan seperti sosialisasi kepada masyarakat dan
pelatihan bagi calon pekerja migran (TKI), yang dilaksana-
kan sendiri maupun bekerjasama dengan Depnakertrans dan
BNP2TKI, serta pemberian pinjaman modal untuk
pemberangkatan yang disalurkan melalui bank dan
dikembalikan setelah perkerja migran memperoleh
pendapatan/gaji.
Pada masa penempatan, pekerja migran (TKI)
mendapat pendampingan berupa pelatihan, supervisi,
monitoring dan evaluasi. Bantuan sosial juga diberikan
kepada keluarga pekerja migran (TKI) yang tidak mampu
berupa pendampingan sosial, pelatihan, bantuan stimulan
serta supervisi, monitoring, dan evaluasi. Kepada keluarga
juga diberikan penyuluhan dan pendampingan dalam
mengelola keuangan hasil pendapatan pekerja migran (TKI),
termasuk pemberdayaan kepada anak pekerja migran yang
tidak mampu berupa bantuan pendidikan dan
pendampingan.
Pada masa purna penempatan, TKI mendapat bantuan
sosial berupa pendampingan proses pemulangan sampai ke
tempat tinggal pekerja migran, serta pemberdayaan
pemanfaatan hasil pendapatan/gaji selama bekerja
sebelumnya. Khusus untuk pekerja migran (TKI)
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 48
Bermasalah, diberikan bantuan sosial berupa sosialisasi,
need assessment kebutuhan pengembangan usaha,
pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta
supervisi, monitoring dan evaluasi.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan
perlindungan kepada WNI di luar negeri (termasuk TKI),
pada 29 Juli 2007, bertempat di KBRI Singapura, Menteri
Luar Negeri RI meresmikan sistem “Pelayanan Warga”
(Citizen Services) di 6 Perwakilan RI yaitu KBRI Singapura
(pilot project), selanjutnya akan dibangun di KBRI Seoul,
KBRI Bandar Seri Begawan, KBRI Amman, KBRI Doha dan
KBRI Damaskus.
Pelayanan Warga adalah suatu sistem pelayanan melalui
satu pintu di Perwakilan RI dengan harapan dapat
memperkuat fungsi pelayanan bagi semua WNI melalui
pendekatan kepedulian dan keberpihakan, agar Perwakilan
RI dapat lebih sensitif, responsif, proaktif terhadap setiap
permasalahan yang dihadapi WNI dan inovatif dalam
penyelesaian masalah serta mendorong Perwakilan RI untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan yang prima (cepat,
tepat, murah dan memuaskan). Operasionalisasi Pelayanan
Warga didasarkan pada Peraturan Menteri Luar Negeri yang
dilengkapi dengan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas
Pelayanan Warga di Perwakilan RI yang memuat secara rinci
langkah-langkah yang harus dilakukan oleh seorang pejabat
Pelayanan Warga di dalam menjalankan fungsinya
melakukan pelayanan WNI. Peraturan Menteri tersebut dapat
menjadi masukan bagi penyusunan SOP penanganan TKIB.
BNP2TKI melaporkan bahwa sejak dibentuk bulan Maret
2007, telah menempatkan Tim di Tanjung Priok untuk
perlindungan TKI. Menurut BNP2TKI, TKIB merupakan akibat
dari terbatasnya informasi yang diperoleh oleh calon TKI
karena berdasarkan studi hanya 6% informasi berasal dari
Pemerintah sedang 64% lainnya berasal dari calo-calo.
Untuk itu, BNP2TKI melakukan upaya sosialisasi sampai di
tingkat kecamatan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 49
BNP2TKI juga sedang melakukan stratifikasi terhadap
832 Balai Latihan Kerja yang ada di Indonesia, dan untuk
tahun 2008 bertekad mewujudkan “1 juta TKI dengan 1 juta
ID-Card (Indonesia)”, untuk mengatasi hilangnya identitas
TKI jika paspornya disimpan majikan, dirampas atau hilang.
2) Pemberdayaan Calon TKI
Penempatan TKI ke luar negeri merupakan program
nasional untuk mengurangi pengangguran di dalam negeri
yang cukup tinggi, dan telah dimulai sejak tahun 1980-an
dengan menempatkan TKI ke Timur Tengah dan Malaysia.
Pada saat sekarang, Pemerintah telah menempatkan TKI di
16 negara (kawasan Timur Tengah dan Asia Pasifik) dengan
jumlah TKI sekitar 3 juta orang.
Para calon TKI (CTKI) pada umumnya berasal dari
kelompok marginal, lemah secara ekonomi, tingkat
pendidikan rendah, kurang terampil, kurang informasi, dan
kurang menguasai bahasa asing, sehingga peluang kerjanya
sebagian besar (70%) di sektor informal yaitu sebagai
penata laksana rumah tangga (PLRT), perawat orang tua
jompo, sopir, dan sebagainya. Hanya sebagian kecil (30%)
yang berpeluang bekerja di sektor formal seperti pekerja di
sektor industri, perkebunan, konstruksi, teknologi informasi
dan perhotelan.
Untuk dapat bekerja di luar negeri, CTKI dipersyarat-
kan untuk: mempunyai paspor, mengikuti pelatihan, tes
kesehatan, mempunyai visa kerja, membayar transportasi
lokal, akomodasi dan konsumsi, tiket keberangkatan,
asuransi TKI, biaya pembinaan TKI, dan jasa perusahaan
yang jumlahnya cukup besar tergantung pada jenis pelatihan
dan negara tujuan bekerja.
Kondisi ekonomi CTKI yang marginal menyebabkan
mereka menggunakan jasa rentenir untuk membiayai proses
rekrutmen dan pemberangkatannya, karena mereka belum
mengetahui sumber pendanaan lainnya yang dapat
membantu CTKI. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah
mengupayakan kerjasama dengan pihak perbankan untuk
pembiayaan proses rekrutmen, pengurusan dokumen,
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 50
pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan
sertifikat kompetensi, serta biaya lainnya untuk penempatan
CTKI.
Sejauh ini, pemerintah telah menjalin kerjasama dengan
perbankan dalam rangka memberikan fasilitas kredit kepada
CTKI yang akan bekerja ke luar negeri, khususnya
penempatan ke Taiwan, yaitu: Bank Chinatrust Indonesia,
Hua Nan Commercial Bank, Sunny Commercial Bank, dan
Bank Mandiri (Persero) TBk. Terdapat Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) yang bersedia memberikan kredit untuk CTKI
sebesar sekitar Rp 5,5 juta yaitu: PD. BPR Kulon Progo, PT.
BPR Panca Artha Monjali, PT. BPR Gunung Kawi, PT. BPR
Setia Karin Abadi, PT. BPR BKK Ungaran, PT. BPR Kota
Pasuruan, PT. BPR Harta Tanamas (Jakarta), PT. BPR Bekasi
Bina Tanjung Makmur, PT. BPR NTT, PT. BPR Bina Usaha
Dana Kab. Flores Timur, PT. BPR Sumatera Utara, dan PT.
BPR NTB. Sementara Bank yang sudah bekerjasama namun
baru memberikan fasilitas kredit untuk TKI Purna, yaitu Bank
Negara Indonesia, dan Bank Rakyat Indonesia.
Kota Pare-pare di Provinsi Sulawesi Selatan yang
terletak di pinggang Pulau Sulawesi di Selat Makassar,
dengan fasilitas Pelabuhan Nusantara-nya, menjadikan Pare-
pare sebagai pintu utama masuk dan keluarnya TKI di
Kawasan Timur Indonesia dari dan atau ke luar negeri
utamanya ke Sabah dan Sarawak Malaysia. Selain memiliki
Kantor Imigrasi, Kantor-kantor Cabang PPTKIS, Lembaga
Pelatihan Ketenagakerjaan, dan RSUD Andi Makkasau
sebagai RS rujukan, Pare-pare juga mempunyai Sentra
Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur Indonesia
(SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden RI pada
tahun 2004.
Sebagai kota jasa, niaga dan pendidikan, pengem-
bangan SP2TKI-KTI di suatu lahan seluas 4 hektar ditambah
tanah cadangan seluas 2 hektar untuk Balai Latihan Kerja,
merupakan suatu upaya yang strategis dalam mendukung
penempatan TKI ke luar negeri, namun kelembagaan Sentra
ini masih belum ditetapkan oleh Menteri negara PAN dan
masih berada di bawah BP2TKI Makassar.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 51
Ketidakjelasan status ini menyebabkan operasional dan
pemeliharaan fasilitas yang ada menjadi terbengkalai,
sehingga bangunan dan saluran air yang ada menjadi rusak
karena tidak terpelihara. Saat ini bangunan Sentra
dimanfaatkan oleh Satgas PTKIB Pare-pare untuk
menampung TKIB dengan fasilitas seadanya, sehingga untuk
TKIB yang ada di penampungan, mereka harus diberikan air
melalui mobil tangki.
SP2TKI-KTI ini mempunyai arti strategis mengantisipasi
karakteristik masyarakat di Sulawesi Selatan, Tengah, Barat
dan Tenggara yang senang merantau. Untuk tujuan Malaysia
Timur, banyak orang Bugis yang berniat merantau untuk
mencari kerja ke sana, di samping karena ada kesamaan
budaya, secara geografis jaraknya dekat ke Pare-pare, selain
juga karena lapangan kerja di Sulawesi Selatan belum
mencukupi, dan seandainya ada, hasilnya tidak seimbang
dengan yang diiming-imingi jika bekerja di Malaysia. Orang
Bugis yang berangkat merantau biasanya tidak akan pulang
sebelum berhasil. Derasnya arus migrasi orang-orang Bugis
ke Malaysia Timur ini sebesar 90% melalui Pare-pare,
sementara hanya 10% yang melalui Makassar. Konsep
Sentra Pemberdayaan TKI dimaksudkan untuk member-
dayakan calon TKI melalui pelatihan-pelatihan dan kemudian
bekerjasama dengan PJTKI menempatkan mereka bekerja ke
luar negeri sesuai dengan job order dari negara penerima.
Satgas TKIB Pare-pare menginformasikan bahwa pada
Januari-Februari 2008, akan ada pemulangan sekitar 6.000
TKIB dari perkebunan (Felda) di Sabah, dengan 3.000 di
antaranya akan langsung dikembalikan ke Pare-pare. Felda
Plantations yang bersangkutan menghendaki mereka masuk
kembali ke Malaysia sebagai TKI legal. Untuk itu, Satgas
TKIB bermaksud bekerjasama dengan PJTKI setempat dan
Agency di Sabah untuk memroses pengiriman kembali TKIB
tersebut menjadi TKI yang legal dan memenuhi persyaratan
(antara lain harus ada job order). SP2TKI-KTI akan sangat
berarti jika dapat memberikan pelayanan dan mampu
meningkatkan keterampilan dan kelengkapan informasi yang
diperlukan kepada para TKI yang dipulangkan tersebut
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 52
sehingga dapat kembali bekerja di Malaysia dalam status
legal dan memenuhi prosedur penempatan yang
dipersyaratkan.
3) Pemberdayaan Anak-anak TKI
Pemberdayaan juga mencakup anak-anak TKIB, yang
jumlahnya diperkirakan sebanyak 24.200 orang di Sabah,
Malaysia Timur. Anak-anak ini lahir dari orang tua TKI yang
statusnya ilegal tetapi sudah berada di Malaysia selama
bertahun-tahun. Anak-anak ini hanya mempunyai surat
keterangan lahir dari petugas setempat, sehingga statusnya
menjadi mengambang dan karenanya tidak bisa masuk
sekolah negeri kerajaan Malaysia.
Untuk mengatasi permasalahan anak-anak TKI di Sabah
Malaysia yang tidak memperoleh akses pendidikan,
Pemerintah Indonesia pada tahun 2006-2007 telah mengirim
guru bantu ke Sabah, Malaysia sebanyak 109 orang, yang
pelaksanaannya dilakukan melalui 4 tahap yaitu: Tahap I
sebanyak 25 orang dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus
2006, Tahap II sebanyak 26 orang dilaksanakan pada
tanggal 11 September 2006, Tahap III sebanyak 28 orang
dilaksanakan pada tanggal 7 Mei 2007, Tahap IV sebanyak
30 orang dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2007. Para guru
bantu tersebut ditempatkan di 79 pusat-pusat belajar yang
tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Sabah,
yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh HUMANA
(Borneo Child Aid Society), sebuah lembaga swadaya
masyarakat (Non Government Organization, NGO) yang
bergerak di bidang pendidikan bekerja sama dengan KJRI
Sabah. Tugas para guru tersebut adalah mengajarkan anak-
anak TKI tentang ke-Indonesia-an yaitu tentang Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Sejarah, Bahasa
Indonesia, dan Geografi Indonesia, agar mempunyai
pengetahuan tentang tanah airnya, di samping pelajaran
membaca dan berhitung.
Saat ini anak-anak TKI yang memperoleh layanan
pendidikan melalui pusat-pusat belajar HUMANA sekitar
5.700 anak dari sekitar 24.200 anak-anak TKI di Sabah
Malaysia, sehingga diperkirakan masih sekitar 18.300 anak
TKI yang belum terlayani.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 53
Tahun 2008 sebanyak 51 orang guru akan mengakhiri
masa tugas, bagi guru yang tidak bersedia melanjutkan akan
dicari guru pengganti, dan untuk memperlancar pelaksanaan
tugas para guru, pada tahun 2008 akan dikirim seorang guru
senior yang berfungsi sebagai koordinator dan supervisor.
Pendidikan pada anak-anak TKI juga diberikan melalui
keikutsertaan mereka belajar di sekolah-sekolah di
perbatasan di Kabupaten Nunukan, sebagaimana yang
diselenggarakan oleh Pondok Pesantren Hidayatullah dan
Sekolah Katolik Gabriele yang banyak menampung anak-
anak TKI. Lembaga lain yang berpartisipasi antara lain
adalah Susteran PRR, LPA Aisyiah dan lain-lain yang
memberikan pendidikan dan pembinaan spiritual pada anak-
anak TKI. Departemen Agama juga telah memberikan
bantuan dana kepada pondok pesantren Al Furqon di Pulau
Sebatik, Kabupaten Nunukan, yang juga banyak menampung
anak-anak TKI.
Rencana pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu
(SIKK) perlu dipercepat sehingga pemenuhan hak anak-anak
TKI tentang pendidikan dapat segera terpenuhi. SIKK
diharapkan menjadi pusat pendidikan Indonesia di wilayah
Sabah yang memayungi pusat-pusat belajar bagi anak-anak
TKI yang tersebar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di
Sabah, Malaysia.
F. Koordinasi Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan selain dengan
melaksanakan kunjungan kerja ke lapangan, juga dilakukan
menggunakan sarana komunikasi dan informasi yang tersedia
seperti melalui telepon, faksimili, dan internet.
• Medan adalah exit dan entry point bagi pengiriman TKI dan
penerimaan TKIB dari Malaysia, yang berasal dari Sumatera
Utara dan dari daerah lain. Maraknya pengiriman TKI melalui
Medan dapat diindikasikan dari adanya 12 PPTKIS (Perusahaan
Pengerah TKI Swasta) dan 65 Cabang PPTKIS di Medan. Untuk
menangani pemulangan TKIB, dibentuk Satgas PTKIB Medan
dan Posko PTKIB di Pelabuhan Belawan, yang untuk tahun
2007 telah mendapat dukungan dana operasional dari APBD.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 54
TKIB deportan asal Sumatera Utara, dipulangkan dari Malaysia
ke Medan melalui Tanjungpinang.
Selain sebagai tempat pemberangkatan TKI legal dan prose-
dural, Medan juga dikenal sebagai tempat pemberangkatan TKI
non-prosedural karena banyak WNI yang bermaksud bekerja
ke luar negeri menggunakan visa kunjungan sementara, dan
bahkan TKI ilegal tanpa dokumen, baik yang berasal dari
Sumatera Utara maupun dari daerah lain. Sering terjadi
pengiriman TKI yang masih di bawah umur (kurang dari 21
tahun).
Untuk mengurangi terjadinya TKIB di kemudian hari, tahun
2008 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan lebih memprio-
ritaskan pengiriman TKI sektor formal ke Malaysia untuk
mengisi berbagai peluang kerja di sektor-sektor penting di
negara tersebut, dengan meningkatkan mutu pelatihan dan
pengajaran di Balai Latihan Kerja Sumatera Utara.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkatkan
Pelayanan Satu Atap yang sudah dimulai sejak tahun 2005,
untuk mempercepat pengurusan paspor TKI. Selain untuk
mempermudah, kebijakan pelayanan satu atap juga dimaksud-
kan untuk lebih memfokuskan perlindungan dan penanganan
terhadap TKI yang memiliki masalah di negara penempatan.
Selain menerapkan pelayanan satu atap, Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara juga telah membentuk Posko Penanganan
Pemulangan TKI Bermasalah, yang sejak 2005-2007 telah
menangani 1.521 kasus TKI Bermasalah. Selain itu ada pula
Pos Pengendalian Pelayanan Pemberangkatan yang telah
menangani 51.663 TKI, dan pelayanan pemulangan sebanyak
19.125 TKI.
• Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau memerlukan
perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat karena sejak semester II
tahun 2007, Pemerintah Malaysia mengambil kebijakan untuk
memusatkan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung
Malaysia melalui Johor Bahru dan kemudian mendeportasimya
ke entry point Indonesia terdekat yaitu ke Tanjung Pinang. Hal
ini telah menyebabkan Satgas TKIB Tanjung Pinang menjadi
lebih berat beban kerjanya, kekurangan biaya penampungan
dan pemulangan, serta biaya operasional Satgas TKIB.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 55
Pemulangan TKIB dari Malaysia melalui Tanjung Pinang telah
mencapai 34.845 orang, dan menurut informasi dari Satgas
Pelayanan dan Perlindungan WNI Perwakilan RI Johor Bahru,
Malaysia, jumlah TKIB yang akan dipulangkan (dideportasi)
tahun 2008 diperkirakan mencapai 80.000 orang. Hal ini
memerlukan pengaturan kembali Petunjuk Pelaksanaan
Pemulangan TKIB dan Keluarganya dari Malaysia (Oktober
2004), termasuk dengan adanya Peraturan Presiden No. 81
Tahun 2006 tentang BNP2TKI, sehingga penanganan TKIB
dapat berlangsung dengan lebih baik.
Sebagai daerah transit, pengiriman TKI ke luar negeri di
Tanjung Pinang dilakukan oleh 3 PPTKIS yang salah satunya
adalah PT. Pinang Siam, yang memiliki Balai Latihan Kerja Luar
Negeri (BLKLN) di Tanjung Pinang.
Satgas PTKIB Tanjungpinang ternyata belum memiliki tempat
penampungan sehingga untuk sementara memanfaatkan
tempat penampungan milik PPTKIS PT. Pinang Siam untuk
menampung TKIB selama menunggu kedatangan kapal PELNI
yang membawa mereka ke daerah asalnya di Pulau Jawa,
Sulawesi, Sumatera, NTB dan NTT. Kebetulan PT. Pinang Siam
adalah perusahaan yang mendapat kontrak dari Pemerintah
Malaysia untuk mengangkut TKIB dari Johor Bahru ke Tanjung
Pinang, sehingga kerjasama tersebut membantu penghematan
biaya. Biaya sarana dan prasarana penampungan ditanggung
PT. Pinang Siam, sedang biaya permakanan dari Departemen
Sosial melalui Satgas TKIB Tanjung Pinang. Selama di
penampungan, TKIB dijaga oleh Satpol PP Tanjung Pinang.
Banyak di antara TKIB tersebut menyatakan akan segera
kembali ke Malaysia kapan waktu sudah selesai mengurus
persuratan yang diperlukan. Sebagian menyatakan bahwa
keluarganya masih ada di Malaysia sehingga harus kembali,
sebagian lainnya ingin kembali ke Malaysia karena tergiur upah
yang tinggi dibanding di Indonesia, walaupun pada
kenyataannya upah yang tinggi tersebut tidak dapat dibawa
pulang ke Indonesia karena tidak dibayarkan majikan atau
dirampas oleh Rela. Sebagian lagi merasa malu untuk pulang
ke daerah asalnya jika belum dapat menunjukkan hasil kerja di
luar negeri.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 56
Dengan posisinya sebagai daerah entry point utama penerima
TKIB deportan dari Johor Bahru Malaysia, Satgas PTKIB
Tanjungpinang menyarankan: (a) Juklak pemulangan TKIB
dengan adanya BNP2TKI atau BP3TKI di daerah (b)
pembentukan Satgas PTKIB Provinsi Kepulauan Riau (c)
dukungan pembangunan tempat penampungan TKIB (d)
dukungan APBN untuk operasional Satgas PTKIB Tanjung-
pinang dan pelayanan kepada kesehatan, permakanan,
transportasi, dan pengawalan TKIB (e) peningkatan
pengawasan pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan tikus yang
banyak terdapat di Tanjungpinang (f) peningkatan administrasi
kependudukan (g) pengetatan prosedur pemberangkatan TKI
(syarat, prosedur, hak-hak dan kewajiban TKI, dan MoU
dengan daerah asal) (h) sosialisasi perencanaan ketenaga-
kerjaan yang jelas, informasi ketersediaan kesempatan kerja di
Malaysia (dan luar negeri lainnya), pengupahan, alamat-alamat
penting di Malaysia, dan informasi lainnya yang diperlukan.
• Walaupun tidak sebanyak menerima TKIB sebagaimana
Tanjungpinang, Satgas PTKIB Batam dan Tanjungbalai Karimun
tetap memberikan pelayanan sebagaimana mestinya kepada
TKIB, yang pada umumnya bukan deportan tetapi TKIB yang
dipulangkan oleh majikan atau melalui Perwakilan RI Johor
Bahru atau Singapura.
Sebagai daerah transit, Satgas TKIB Batam mengusulkan agar
Pusat bertanggung jawab terhadap penanganan TKIB dari luar
Provinsi Kepulauan Riau, sedang APBD untuk penanganan
penduduk lokal. Mengingat bahwa pemulangan TKIB hampir
terjadi setiap waktu, maka dapat diusulkan anggarannya
melalui SKPD dengan komposisi 70% berasal dari APBN dan
30% dari APBD. Untuk itu, diperlukan adanya petunjuk dari
Menko Kesra kepada Pemerintah Daerah mengenai hal ini.
• Sebagai daerah asal TKI dan daerah transit menuju Sarawak,
Malaysia, Satgas PTKIB Kalimantan Barat di Pontianak serta
Posko TKIB Entikong dan Balaikarangan banyak menerima
TKIB baik yang berasal dari Kalimantan Barat (Sambas,
Pontianak, Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, dan Kota
Pontianak) maupun dari Jawa, Sulawesi, NTB dan NTT. Posko
TKIB Entikong menangani TKI asal Kalimantan Barat, sedang
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 57
Posko TKIB Balaikarangan menangani TKIB dari luar
Kalimantan Barat yang pemulangan ke daerah asalnya
memerlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah asal.
Pemulangan TKIB ke daerah asal merupakan alternatif terakhir,
karena jika pada kenyataanya tenaga TKIB dibutuhkan, mereka
bisa kembali bekerja di Sarawak setelah mengurus dokumen
ketenagakerjaan.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui konsep Border
Development Center (BDC) telah mengambil langkah ke depan
dengan membangun Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah
Entikong, guna meningkatkan kualitas dan kemampuan TKI
untuk memenuhi kebutuhan konsumen pengguna jasa. Letak
BLK yang berdekatan dengan negara tujuan TKI, diharapkan
cepat mendapatkan informasi tentang kebutuhan pasar tenaga
kerja serta persyaratan kualifikasi yang diperlukan, yang akan
dipenuhi melalui pelatihan untuk menciptakan tenaga kerja
yang siap pakai.
Di daerah perbatasan juga akan dibangun Kantor Pelayanan
Administrasi dan Hukum bagi TKI, sehingga permasalahan
administrasi dan hukum yang dihadapi para TKI dapat segera
diatasi. Dalam kawasan BDC juga akan dibangun perumahan
tenaga kerja untuk menampung TKI yang bekerja pergi pulang
yaitu siang bekerja di Serawak, sore harinya kembali ke tempat
tinggal mereka. Dengan demikian mereka tidak terpisah dari
keluarga sehingga persoalan sosial dapat diperkecil.
• Nunukan merupakan pintu masuk resmi yang terdekat ke
wilayah Sabah, Malaysia, akan tetapi masih banyak terdapat
jalan-jalan tikus di sepanjang perbatasan Kabupaten Nunukan
dengan Malaysia, yang dapat ditempuh melalui jalan darat
maupun laut. Kondisi ini juga membuka peluang keluar
masuknya TKI non-prossedural dan bahkan TKI ilegal yang
rentan menjadi TKIB. Para pencari kerja tersebut masuk ke
Malaysia melalui Tawau, yang ditempuh sekitar satu jam
perjalanan dengan ferry cepat dari Nunukan.
Perjalanan dari Nunukan tidak dikenai biaya fiskal, dan banyak
agency pekerja di Tawau yang manjual jasa mencarikan
pekerjaan sebagai pembantu, baby sitter, sopir atau pekerja
perkebunan dengan imbalan 20% dari gaji per bulan. Bekerja
sebagai pembantu di Tawau, menerima gaji minimal RM 1.000
atau sekitar Rp 2,8 juta sebulan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 58
Banyak TKI yang telah lama tinggal di Sabah terutama mereka
yang bekerja di perkebunan setempat, yang kemudian
berkeluarga dan beranak pinak. Anak-anak TKI ini banyak yang
status kewarganegaraannya tidak jelas karena hanya
mempunyai surat keterangan lahir dari rumah sakit. Mereka ini
tidak bisa masuk ke sekolah negeri Malaysia, sehingga
beberapa LSM asing seperti HUMANA (Borneo Child Aid
Society) tergerak memberikan pendidikan secara informal.
Salah satu LSM yang berasal dari Indonesia adalah Forum
Peduli Pendidikan Anak Indonesia (FPPAI) yang berdiri awal
tahun 2007, dan telah membuka SD Budi Luhur 1,2, dan 3 di
Keningau, Sabah. SD ini sekarang telah mempunyai 360 murid
dari suku Toraja, Bugis, Jawa dan Timor, dan sehari-hari
dikelola oleh 10 orang guru yang dibiayai dari sumbangan
murid. Kegiatan LSM FPPAI ini semakin memperkuat upaya
pendidikan anak-anak TKI yang dilakukan oleh Pemerintah
dengan mengirim 109 guru Indonesia ke Sabah dan upaya
pendirian Sekolah Indonesia di Kota Kinabalu.
Di samping yang telah dilakukan oleh Pondok Pesantren
Hidayatullah di Nunukan, Pondok Pesantren Al Furqon di Pulau
Sebatik, dan Sekolah Katholik Gabriele di Nunukan yang
memberikan pendidikan sekaligus menampung anak-anak TKI,
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga berniat mendirikan
sekolah terpadu SD-SMP Satu Atap di Nunukan yang dilengkapi
dengan asrama sehingga anak-anak TKI di Sabah dapat
mengenyam pendidikan Wajar 9 Tahun. LSM Asah Pena Kaltim
juga akan mengupayakan pendidikan kesetaraan di Nunukan
untuk anak-anak TKI yang ada di Sabah, Malaysia.
• Pare-pare dengan pelabuhan Nusantaranya, dan letaknya yang
strategis di Selat Makassar, membuat kota pantai ini menjadi
pusat pemberangkatan TKI dari wilayah Sulawesi: Selatan,
Tengah, Barat, dan Tenggara. Lalu lintas laut melalui Pare-pare
cukup ramai karena setiap minggu ada 11 kapal yang melayani
jalur Parepare-Nunukan, termasuk tiga kapal PELNI, yakni KM.
Leuser, KM. Tidar dan KM. Binaiya. Setiap tahun, jumlah
penumpang ke Nunukan rata-rata 200.000 penumpang.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 59
Pada tahun 2004, Pemerintah memulai langkah untuk memper-
siapkan Pare-pare menjadi pintu masuk penempatan TKI ke
Sabah, Malaysia Timur, dan menjadikan Kota Pare-pare
sebagai Pusat Pelayanan Penempatan dan Pemulangan (P4)
TKI Malaysia Timur, khususnya Sabah. Guna merealisasikan
rencana ini, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
meminta agar semua calon TKI yang akan ditempatkan ke
Sabah, menggunakan fasilitas yang telah tersedia di Pare-pare.
Di hamparan lahan berbukit seluas 6 ha, telah dibangun tempat
penampungan TKI dengan kapasitas sekitar 400 orang,
bangunan perkantoran dan rencananya bangunan Balai Latihan
Kerja. Di tempat ini, para calon TKI lebih dulu dilatih sesuai
dengan keahlian yang dibutuhkan untuk kemudian ditempatkan
sesuai dengan job order dari pengguna TKI. Dengan demikian,
selain mendapat perlindungan hukum, para TKI dapat
menikmati dengan utuh penghasilannya di Malaysia.
Untuk pengurusan dokumen yang diperlukan TKI, Pare-pare
telah memiliki layanan satu atap bagi para calon TKI dengan
prosedur yang mudah dan murah. Pare-pare juga telah
mempunyai RSU Makkasau yang telah memiliki persyaratan
cukup untuk menjadi Rumah Sakit Pusat Medical Chek Up
(MCU) bagi TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri.
Dengan sarana dan prasarana yang ada seperti Laboratorium,
radiologi, dan pemeriksaan fisioterapi serta dukungan 375 tim
medis, 11 dokter spesialis dan 11 keahlian, RSU Makkasau siap
memberikan pelayanan secara pofesional. RSU Makkasau perlu
menyurat ke Departemen Kesehatan untuk mendapat akredi-
tasi sebagai RSUP MCU bagi TKI di Kawasan Timur Indonesia.
• Tanjungpriok adalah pelabuhan utama yang berada di Ibukota
RI sehingga menjadi jendela bagi masyarakat yang
menunjukkan penanganan TKIB secara bermartabat dan
selamat yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan
lembaga masyarakat yang peduli. Departemen Sosial yang
bertugas memberikan bantuan sosial kepada pekerja migran
bermasalah, kemudian membentuk Satgas/Posko Pemulangan
Pekerja Migran Bermasalah dan Keluarganya di Tanjungpriok,
yang beranggotakan dinas/instansi terkait termasuk LSM dan
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 60
Masalah pendataan termasuk komunikasi data antar Satgas
PTKIB di daerah entry point dengan Satgas PTKIB Tanjungpriok
dan dengan Satgas PTKIB daerah transit/asal, dinilai agak
terhambat karena ketiadaan alat komunikasi di Posko PTKIB
Tanjungpriok. Petunjuk teknis pendataan yang hanya
didasarkan pada wawancara tanpa dilengkapi dengan data
biometrik, dirasakan kurang akurat sehingga seringkali daerah
asal TKIB menjadi tidak jelas dan dengan demikian
menyulitkan penyiapan moda transportasinya, dan dalam
berkomunikasi dengan aparat di daerah asalnya.
• Pelabuhan Tanjungemas di Semarang, Jawa Tengah, tidak
tentu disinggahi setiap kapal PELNI yang datang dari Jakarta,
sehingga TKIB asal Jawa Tengah sering harus turun di
Pelabuhan Tanjungpriok Jakarta untuk kemudian dipulangkan
menggunakan Bus DAMRI ke daerah asalnya. Kondisi ini
menyebabkan TKIB yang daerah asalnya di bagian barat Jawa
Tengah dan jauh dari Semarang tidak lapor ke Satgas TKIB
Tanjungemas Semarang. Sementara manifes TKIB yang
bersangkutan tidak ditembuskan ke Satgas PTKIB Semarang,
sehingga data tentang pemulangan TKIB sampai ke daerah
asalnya menjadi tidak jelas dan akurat.
• Pelabuhan Tanjungperak menjadi tujuan pemulangan TKIB asal
Jawa Timur. Setelah didata ulang dan diberikan pengarahan
oleh aparat Satgas PTKIB Tanjungperak, serta istirahat dan
makan, TKIB kemudian diantarkan ke terminal bus untuk
diberangkatkan ke daerah asalnya masing-masing. Kepada
TKIB diberikan uang saku sekedarnya (Rp 25.000) sebagai
bekal perjalanan sampai ke tempat tinggalnya. Perlakuan
Satgas PTKIB Jawa Timur seperti ini mungkin perlu
dipertimbangkan untuk diberlakukan secara nasional.
• Sementara itu, Pelabuhan Lembar, Mataram, Nusa Tenggara
Barat, sebetulnya banyak menerima TKIB yang berasal dari
NTB. Namun sejauh ini masih belum terkomunikasikan dengan
baik dengan Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas PTKIB lainnya.
• Terkait dengan kebijakan Pemerintah Malaysia untuk memusat-
kan pemulangan deportan TKIB dari Semenanjung Malaysia
melalui Johor Bahru, telah menambah beban kerja Perwakilan
RI di Johor Bahru.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 61
Sehubungan dengan itu, diperlukan adanya penguatan baik
personil maupun sumber daya lainnya sehingga tambahan
beban tugas yang terjadi tidak mengganggu kinerja Citizen
Service yang telah dirintis oleh Departemen Luar Negeri untuk
dibentuk di Perwakilan RI dalam memberikan pelayanan dan
perlindungan kepada WNI termasuk TKI di luar negeri.
Perwakilan RI Johor Bahru melaporkan bahwa Malaysia sangat
tergantung kepada pekerja migran, yang memerlukan 400-450
ribu pekerja asing di semua sektor. Johor Bahru sendiri tahun
2008 memerlukan sekitar 800 ribu pekerja asing untuk
membangun Wilayah Pembangunan (Ekonomi) Iskandar di
bagian selatan kawasan tersebut yang luasnya tiga kali lipat
luas Singapura.
• Masalah TKIB juga membebani Perwakilan RI di Kuala Lumpur
yang menangani sekitar seribu kasus TKIB setiap tahunnya.
Walaupun sudah ada Undang-undang No. 39 Tahun 2004
tentang PPTKLN, Perpres No. 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI,
dan MoU RI-Malaysia tahun 2006 tentang Kesejahteraan dan
Perlindungan TKI sektor informal di Malaysia, namun imple-
mentasinya masih tersendat, terbukti kehadiran TKI ilegal
masih marak, banyak gaji TKI tidak dibayar, masih ada tindak
kekerasan terhadap TKI, dan paspor TKI masih dipegang
majikan atau agen di Malaysia. Sementara di Indonesia
penyiapan TKI untuk pembantu rumah tangga tidak dilakukan
dengan baik. Mereka direkrut dari kampung dan langsung
dikirim ke Malaysia untuk bekerja pada majikan yang
berpenghasilan menengah ke atas.
Dengan kompetensi kerja yang tidak memenuhi standar
tersebut, menyebabkan TKI rawan terhadap tindak kekerasan,
karena para majikan di Malaysia telah membayar mahal untuk
mendatangkan TKI, yaitu sebesar 5.000-6.000 RM (ringgit
Malaysia) atau Rp 13,5-16,2 juta kepada agen di Malaysia.
Status TKI yang ilegal juga mendorong majikan Malaysia untuk
memberi gaji yang rendah, termasuk tak membayar upah TKI.
Jika TKI yang bersangkutan meminta haknya, malah diancam
dilaporkan kepada polisi atau imigrasi, dan petugas Rela.
Padahal, sesuai Undang-Undang Perburuhan Malaysia, diberla-
kukan larangan bagi warga di negara itu untuk menampung
atau mempekerjakan pekerja asing ilegal.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 62
Sanksinya adalah denda berkisar RM 10.000-15.000. Namun,
implementasi undang-undang tersebut dapat dikatakan masih
nihil. Majikan dan aparat penegak hukum di negara itu
berkolusi dengan mengorbankan TKI ilegal. Malaysia telah
menerapkan standar ganda terhadap pendatang ilegal, di satu
sisi, mereka memberlakukan aturan yang melarang pengguna-
an pekerja ilegal, tetapi di sisi lain Malaysia tetap membiarkan
pekerja asing ilegal masuk dan bekerja di negara itu.
Kelonggaran aturan itu dimungkinkan karena dengan meng-
gunakan pekerja asing ilegal, upah buruh dapat ditekan lebih
murah tetapi produktivitas perusahaan tetap tinggi. Jika tidak
dibutuhkan lagi, pekerja itu dapat dipulangkan setiap saat ke
negara asal tanpa membayar upah. Hal itulah yang
menyebabkan TKI ilegal semakin banyak di Malaysia. Para
majikan itu telah memanfaatkan berbagai ketidakberesan yang
terjadi dalam pengiriman TKI ke Malaysia.
Keberadaan TKI di Malaysia telah memberi kontribusi besar
dalam pembangunan ekonomi Malaysia, yang telah membuat
negeri itu menjadi produsen minyak sawit dan karet terbesar di
dunia. Ketika tahun 2004 dan 2005 terjadi pemulangan TKI
secara besar-besaran, perkebunan kelapa sawit di Lembah
Kelang, menderita kerugian sekitar US$ 1,5 juta per hari
karena tidak ada pekerja untuk membersihkan lahan, memetik,
mengangkut, dan mengolah tandan buah sawit segar.
Kehadiran pembantu rumah tangga dari Indonesia juga telah
membuat sebagian besar ibu rumah tangga Malaysia dapat
kembali bekerja dengan mendapat penghasilan sekitar RM
10.000 per bulan. Pembelanjaan uang tersebut telah memberi
efek domino yang besar bagi pergerakan ekonomi di Malaysia.
G. Koordinasi Pelaksanaan Tugas Sewaktu-waktu
Berbagai koordinasi yang diadakan oleh instansi sektoral
dalam rangka peningkatan pelayanan dan perlindungan kepada
TKI Bermasalah, antara lain adalah:
• Dalam rangka mereformasi sistem penempatan dan
perlindungan TKI, Presiden pada tanggal 2 Agustus 2006
mengeluarkan Inpres No. 6 Tahun 2006 yang menugaskan
kepada 14 instansi pemerintahan mulai dari Menteri
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 63
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamananan; Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian; para Menteri; Kepala
Kepolisian Negara RI, hingga para Gubernur, Bupati/Walikota,
untuk melaksanakan instruksi Presiden tersebut. Inpres ini
merupakan sebuah dokumen kebijakan yang sangat penting
untuk dijadikan titik tolak bagi terobosan efektif penataan
migrasi dan perlindungan buruh migran Indonesia.
Inpres tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan
Perlindungan TKI, meliputi:
1) Kebijakan penempatan TKI (sasaran waktu Oktober
2006): (a) Penyederhanaan dan desentralisasi pelayanan
penempatan TKI (b) Peningkatan kualitas dan kuantitas
calon TKI (c) Pelayanan TKI di embarkasi dan debarkasi
dengan Sistem One Roof Services.
2) Kebijakan perlindungan TKI (sasaran waktu Juli 2007):
(a) Advokasi dan pembelaan TKI (b) Penguatan fungsi
Perwakilan RI dalam perlindungan TKI.
3) Kebijakan pemberantasan calo/sponsor TKI (sasaran
waktu Desember 2006): (a) Pemberantasan praktek per-
caloan/sponsor TKI di daerah (b) Pemberantasan tindakan
premanisme dan percaloan terhadap TKI di embarkasi/
debarkasi.
4) Kebijakan tentang lembaga penempatan TKI (sasaran
waktu Desember 2006) yaitu tentang Peningkatan
profesionalitas Lembaga Penempatan TKI.
5) Kebijakan tentang dukungan lembaga perbankan (sasaran
waktu Desember 2006): (a) Fasilitasi kredit untuk calon
TKI (b) pengelolaan remitansi TKI.
Tim Inpres No. 6 Tahun 2006 pada akhir tahun 2007 sedang
melakukan evaluasi pelaksanaan Inpres dan akan
menyampaikan hasilnya kepada Satgas TK-PTKIB sebagai
bahan masukan penyempurnaan Juklak dan SOP penanganan
TKI Bermasalah.
• Sekretariat Wakil Presiden RI dalam rangka memberikan
dukungan teknis kepada Wakil Presiden berkenaan dengan
masalah ketenagakerjaan, telah melakukan pemantauan ke
beberapa daerah dan memperoleh gambaran tentang tenaga
kerja Indonesia sebagai berikut:
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 64
1) Tingkat pendidikan calon TKI rendah.
2) Keterampilan tidak sesuai dengan permintaan pasar kerja.
3) Kurangnya dukungan pelatihan dan permodalan untuk
sektor informal.
4) Sarana dan prasarana serta sumber daya manusia di Balai
Latihan Kerja tidak memadai.
5) Balai Latihan Kerja kurang didukung dengan pelatihan
berbasis kompetensi.
6) Hampir seluruh Balai Latihan Kerja penggunaannya di
bawah kapasitas.
7) Banyak instansi melaksanakan pelatihan tetapi koordinasi
lemah.
8) Tim Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (TPTKD) atau
Dewan Tenaga Kerja Daerah (DTKD) belum optimal,
umumnya baru pada tahap menyusun perencanaan.
9) Rendahnya pendidikan calon TKI untuk sektor informal
(keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tidak membatasi
tingkat pendidikan calon TKI).
10) Kurangnya dukungan pelatihan bagi calon TKI khususnya
bagi perempuan sebagai penata laksana rumah tangga
(PLRT), karena tidak tersedianya pelatihan PLRT di
Sulawesi Selatan kemudian dilaksanakan di Jakrta,
dengan biaya lebih besar.
11) Kurangnya dukungan permodalan (beberapa Pemerintah
Daerah telah menyediakan dana bergulir namun sangat
terbatas).
12) Hanya sekitar 10% lulus tes untuk magang ke Jepang
terutama karena alasan kesehatan (Jateng, Jatim,
Jembrana).
13) Tidak tersedia dana pemulangan untuk TKI deportasi yang
sakit atau stress. Daerah entry point bersedia membantu
namun mohon didukung pembiayaan dari daerah asal dan
Pusat.
14) Tempat penampungan TKI deportasi tidak memadai,
khususnya untuk TKI perempuan, demikian pula
pelayanan kesehatan di pelabuhan, terutama untuk TKI
yang membawa bayi atau anak-anak.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 65
15) Pelabuhan pemulangan dan pemberangkatan TKI kurang
didukung dengan prasarana yang memadai, seperti
misalnya di Nunukan, pintu keluar masuk penumpang
antar pulau dan dari luar negeri (Malaysia) tidak dipisah
sehingga sulit dipantau.
16) Adanya TKI ilegal berangkat melalui jalan tikus di daerah
perbatasan.
17) Sebagian besar calon TKI terikat dengan rentenir.
18) Di Nunukan, Batam, Tanjungpinang, TKI dari Malaysia
ditunggu calo yang menguruskan dokumen baru.
19) Pada waktu pemulangan dari Malaysia, tidak tersedia
informasi untuk TKI yang diperlukan apabila ingin kembali
menjadi TKI (persyaratan, alamat kantor yang dapat
dihubungi, dan lain-lain).
Berbagai permasalahan tersebut telah dibahas dengan lintas
sektor untuk mendapat jalan keluar yang sebaik-baknya. Salah
satu masalah yang dibahas intensif adalah fasilitas Askeskin
yang berdasarkan hasil pemantauan ke Jawa Timur, ternyata
TKI ilegal yang dideportasi dari Malaysia dan membutuhkan
pelayanan kesehatan, kesulitan mendapat dukungan
pembiayaan karena keterbatasan APBD. Sekretariat Wapres
kemudian menyurati Departemen Kesehatan dan telah
direspon melalui Surat Sekretaris Jenderal Departemen
Kesehatan No. JP.01.SJ.X.0361 tanggal 9 Juli 2007 yang
secara garis besar menyampaikan:
1) Program Jaminan Pemeliharaaan Kesehatan Bagi
Masyarakat Miskin (Askeskin) secara nasional dimulai
tahun 2005 yang dikelola oleh PT. Askes (Persero)
meliputi jaminan pelayanan kesehatan dasar dan
pelayanan kesehatan rujukan.
2) Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak
mampu, pada tahun 2005 mencakup 36 juta jiwa, tahun
2006 mencakup 60 juta jiwa, dan tahun 2007 mencakup
76,4 juta jiwa.
3) Penetapan masyarakat miskin adalah kewenangan Bupati/
Walikota yang dituangkan dalam Surat Keputusan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 66
4) Pada saat masyarakat miskin memerlukan pelayanan
kesehatan harus menggunakan kartu Askeskin, atau
identitas miskin lainnya dalam bentuk Surat Keterangan
Tidak Mampu (SKTM).
Berdasarkan petunjuk Sekretaris Jenderal Departemen
Kesehatan sebagaimana tersebut di atas, maka TKI ilegal yang
dideportasi dapat menggunakan Askeskin untuk memperoleh
pelayanan kesehatan dengan dilengkapi identitas miskin dalam
bentuk Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari
Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
• Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen
Sosial cq. Direktorat Bantuan Sosial Korban Tindak Kekerasan
dan Pekerja Migran (Dit. BS KTKPM), menginisiasi pembahasan
dalam rangka pembagian tugas antara kementerian/lembaga
yang menangani Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Pekerja Migran
(PM), dan TKI Bermasalah atau PM Bermasalah.
Hal tersebut diangggap penting untuk dibahas dan disepakati
bersama dalam rangka menyikapi Keputusan Presiden No. 106
Tahun 2004 tentang Tim Koordinasi Pemulangan TKI
Bermasalah dan Keluarganya dari Malaysia; Peraturan
Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia; Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian
Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun
2007; Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI);
Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI; dan
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia No. 82/HUK/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial.
Dalam rangka penyelenggaraan bantuan sosial pekerja migran
(BSPM), Departemen Sosial berkomitmen bahwa (a) BSPM
merupakan kebutuhan strategis dalam memenuhi hak-hak
dasar yang telah diatur dalam konvensi internasional dan
Undang-undang tentang HAM (b) sebagaimana diatur dalam
Undang-undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 67
Perlindungan TKI di Luar Negeri, bahwa kewenangan di bidang
sosial meliputi masa pra-penempatan, selama dan purna
penempatan mencakup layanan informasi dan advokasi sosial,
perlindungan sosial, rehabilitasi psikososial serta pember-
dayaan dan rujukan (c) semakin meningkatnya kasus-kasus
perdagangan orang dengan modus pengiriman pekerja migran
yang kemudian berakhir dengan pendeportasian pekerja
migran dari berbagai negara yang memerlukan penanganan
lintas sektor secara terpadu.
Nilai strategis koordinasi lintas sektoral yang terpadu adalah:
(a) terwujudnya kesepahaman persepsi bagi seluruh
kementerian/lembaga, organisasi sosial, organisasi masya-
rakat, dan kelembagaan masyarakat lainnya bahwa pekerja
migran sejak masa pra, selama dan purna penempatan
menjadi tanggung jawab bersama, terutama yang berkaitan
dengan pemberdayaan pekerja migran, penyediaan pelayanan
satu atap, dan perlindungan kepada pekerja migran termasuk
kepada keluarganya (b) meminimalkan overlapping dan
memaksimalkan sinergitas berbagai satuan kebijakan,
program dan kegiatan sehingga bantuan sosial dapat disajikan
secara utuh, mendasar dan menyeluruh (c) koordinasi sektoral
yang terpadu merupakan mandat Keppres No. 106 Tahun
2004 dan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2006 (d)
terwujudnya efisiensi dan efektivitas pelayanan terbaik untuk
pekerja migran dan keluarganya.
Bantuan sosial bagi pekerja migran termasuk kepada mereka
yang bermasalah merupakan kewenangan Departemen Sosial,
yang dalam penyelenggaraannya memerlukan dukungan lintas
sektor, organisasi sosial, organisasi masyarakat, dan kelem-
bagaan masyarakat lainnya. Bantuan sosial berupa bantuan
transportasi dan permakanan pada fase pemulangan pekerja
migran bermasalah yang dideportasi sebagaimana yang
dilaksanakan saat ini, hanyalah sebagian kecil dari
kewenangan Departemen Sosial secara keseluruhan.
Departemen Sosial mengusulkan adanya pembagian tugas
dalam rangka pemberian bantuan sosial kepada pekerja
migran secara sinergis, sebagai berikut:
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 68
Tahapan Kegiatan Penanggung
Jawab
1. Pra Penempatan
• Ijin Penempatan 1. Pengurusan SIP
2. Sosialisasi UU/Hak & kewajiban
BNP2TKI.
Depnakertrans.
• Rekrutmen 1. Perekrutan dan seleksi.
2. Penyuluhan sosial, mental spi-
ritual dan vokasional
BNP2TKI.
Depsos.
• Kompetensi 1. Pendidikan dan latihan kerja
2. Mental dan spiritual
3. BLK
4. Uji kompetensi
BNP2TKI.
Depsos.
Depnakertrans.
BNSP.
• Kesehatan 1. Kesehatan dan psikologi.
2. Medical check-up.
BNP2TKI.
Depkes.
• Dokumen 1. Pengurusan dokumen.
2. Pengawasan
BNP2TKI.
Depnakertrans.
• Pembekalan 1. Pembekalan pemberangkatan
2. Pengenalan job order & kontrak
3. Imunisasi.
BNP2TKI.
Depnakertrans.
Depkes.
• Asuransi 1. Pengurusan asuransi
2. Penjelasan asuransi
BNP2TKI.
Depnakertrans.
• Pemberangkatan 1. Transportasi.
2. Penampungan.
3. Pendampingan sosial, advokasi
BNP2TKI.
BNP2TKI.
Depsos.
• Data sebaran PM 1. Pendataan
2. Pemetaan sebaran PM
BNP2TKI.
BNP2TKI.
• Kesiapan Keluarga Penyulunan sosial keluarga yang
ditinggalkan PM.
Depsos.
2. Penempatan
• Pendataan PM 1. Pengiriman data PM ke Perwa-
kilan RI.
2. Pendataan PM di luar negeri
BNP2TKI.
Perwakilan RI.
• Komunikasi PM 1. Monitor penempatan sesuai
perjanjian kerja.
2. Memfasilitasi kontak dengan
keluarga
Perwakilan RI.
Perwakilan RI.
• Remitansi 1. Moda pengiriman remitansi
2. Monitoring pengiriman
remitansi.
Perwakilan RI.
BNP2TKI.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 69
Tahapan Kegiatan Penanggung
Jawab
• PM Bermasalah 1. Perlindungan dan pemulangan
PM Bermasalah ke Indonesia.
2. Perlindungan dan pemulangan
PM Bermasalah ke daerah asal.
3. Rehabilitasi sosial dan pendam-
pingan PM Bermasalah
Perwakilan RI.
BNP2TKI, Depsos,
Depkes, POLRI.
BNP2TKI, Depsos,
Depkes.
• Keluarga PM 1. Bimbingan sosial keluarga.
2. Jaminan sosial bagi keluarga.
3. Pemberdayaan sosial keluarga
(diklat keterampilan, usaha eko-
nomi produktif, permodalan)
Depsos.
Akkessos, Jam-
sostek.
Depsos.
3. Purna Penempatan
• Perselisihan 1. Advokasi dan bantuan hukum di
luar negeri.
2. Advokasi dan bantuan hukum
dalam negeri.
Perwakilan RI.
BNP2TKI, Depsos.
• Pemulangan 1. Memfasilitasi pemulangan TKI
dan TKI Bermasalah.
2. Memfasilitasi pemulangan PM
dan PM Bermasalah
3. Memfasilitasi kesehatan PM
BNP2TKI.
Depsos.
Depkes.
• Rehabilitasi 1. Rehabilitasi sosial dan pendam-
pingan TKI Bermasalah.
2. Rehabilitasi sosial dan pendam-
pingan PM Bermasalah.
BNP2TKI, Asuran-
si, Depkes.
Depsos, Depkes.
• Reintegrasi 1. Reunifikasi keluarga.
2. Advokasi sosial keluarga untuk
reintegrasi PM Bermasalah.
BNP2TKI.
Depsos.
• Kompetensi 1. Pemberdayaan TKI Purna dan
keluarganya.
2. Pemberdayaan PM Bermasalah
dan keluarganya.
BNP2TKI.
Depsos.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 70
Prosedur tetap yang mengatur pembagian tugas dan
tanggung jawab dalam memberikan pembinaan dan pelayanan
kepada pekerja migran termasuk mereka yang bermasalah dan
keluarganya, perlu ditetapkan oleh Presiden sehingga diperoleh
kejelasan kewenangan dan kesatuan gerak langkah para pelaku
guna menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pekerja
migran dan keluarganya yang didengung-dengungkan sebagai
“pahlawan devisa”. Sehubungan dangan itu, perlu disepakati
bersama oleh kementerian/lembaga tentang “kelompok sasaran
pelayanan”, melalui pendefinisian secara rinci tentang TKI dan PM
sehingga tidak terjadi tumpang tindih pelayanan, dan yang
terpenting adalah tidak terjadi TKI/PM Bermasalah yang tidak
mendapat pelayanan dan bantuan karena kementerian/lembaga
merasa bukan tanggungjawabnya.
H. Evaluasi dan Rekomendasi
Berdasarkan pada hal-hal tersebut di atas, dapat disimpulkan
beberapa hal:
1. Koordinasi Penganggaran dinilai kurang efektif karena hanya
berhasil menampung beberapa kegiatan khususnya dalam
mendukung operasional Satgas TK-PTKIB Pusat dan Satgas
PTKIB daerah, dengan jumlah yang tidak mencukupi.
Sebagai dampak kebijakan Pemerintah Malaysia untuk
memusatkan deportasi TKI dari Semenanjung di Johor Bahru
dan kemudian mengirimkannya ke entry point terdekat yaitu
ke Tanjungpinang, telah menyebabkan tambahan beban
kerja yang berat tidak saja di Satgas PTKIB Tanjungpinang,
tetapi juga di Perwakilan RI di Johor Bahru. Kondisi ini
memerlukan perhatian Satgas TK-PTKIB Pusat dalam rangka
penguatan operasional Satgas PTKIB Daerah yang beban
kerjanya besar, yaitu: Satgas PTKIB Tanjungpinang,
Entikong, Nunukan, dan Tanjungpriok, serta Satgas
Pelayanan dan Perlindungan WNI di Johor Bahru, Kuala
Lumpur, Kuching dan Tawau.
Tahun 2008 penganggaran untuk mendukung operasional
Satgas PTKIB Daerah juga tidak tertampung dalam DIPA
kementerian/lembaga yang pernah dan di-propose untuk
mengalokasikan kebutuhan biaya operasional Satgas PTKIB
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 71
Daerah tersebut, seperti Ditjen Pemerintahan Umum, Depar-
temen Dalam Negeri; BNP2TKI; atau Depsos. Satgas TK-
PTKIB Pusat perlu mengkoordinasikan dan memperjuangkan
biaya operasional Satgas PTKIB Daerah dalam APBN-P tahun
2008.
Untuk tahun 2009, perlu dikoordinasikan juga pengalokasian
biaya operasional Satgas PTKIB Daerah agar dapat masuk
dalam DIPA Kementerian/Lembaga yang paling kompeten
yaitu Depsos, BNP2TKI dan Depnakertrans, demikian pula
dengan APBD, perlu diarahkan agar mendukung biaya
operasional Satgas PTKIB daerah dalam proporsi tertentu.
2. Dengan adanya perubahan organisasi kementerian/lembaga
dan berdasarkan evaluasi keaktifan anggota TK-PTKIB dan
dalam Satgas TK-PTKIB, susunan organisasi TK-PTKIB dan
Satgas TK-PTKIB perlu disempurnakan. Namun sebelumnya
perlu dipertimbangkan penugasan dari BNP2TKI dan Ditjen
Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial yang
berkepentingan mengurusi TKI dan Pekerja Migran. Perlu
dikaji lebih mendalam, apakah keberadaan BNP2TKI dan
Departemen Sosial, kewenangannya sudah cukup untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM.
Jika dirasakan telah cukup, maka keberadaan TK-PTKIB dan
Satgasnya sebagai sebuah organisasi ad hoc yang dibentuk
dengan Keppres No. 106 Tahun 2004 dapat diakhiri.
3. Koordinasi Kebijakan Penanganan TKIB sejauh ini dinilai
belum cukup untuk mengatasi masalah karena belum banyak
menyentuh permasalahan yang menurut berbagai pemikiran
pakar menyatakan bahwa masalah TKIB sebagian besar
berada di dalam negeri, seperti kemudahan memperoleh KTP
dengan data dipalsukan, kurangnya pengawasan lintas batas
khususnya yang melalui pelabuhan tradisionil dan jalan-jalan
tikus, lemahnya penyiapan calon TKI (pendidikan, keteram-
pilan, bahasa), mahalnya biaya untuk berangkat bekerja ke
luar negeri, praktek-praktek percaloan dan lain sebagainya
yang telah disikapi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan
Inpres No. 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 72
Upaya peningkatan pengiriman TKI legal formal ke luar
negeri tanpa dibarengi dengan peningkatan pengawasan
lintas batas pelabuhan tradisionil dan jalur-jalur tikus serta
upaya pemberdayaan calon TKI dan pembukaan kesempatan
kerja di pedesaan, diperkirakan tidak akan membuahkan
hasil yang maksimal. Program penanggulangan kemiskinan
dan pembukaan kesempatan kerja di pedesaan melalui
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
masih memerlukan sosialisasi yang lebih meluas khususnya
kepada TKIB bahwa mereka kini mempunyai peluang untuk
mendapatkan pekerjaan di desa asalnya, sehingga tidak
perlu memaksakan mencari kerja di luar negeri, terlebih
dengan persiapan yang tidak memadai.
4. Koordinasi pemulangan TKIB sejak tahun 2006 lebih banyak
melibatkan peran Departemen Sosial khususnya untuk
pemulangan dan permakanan TKIB dari daerah entry point
ke provinsi asal TKIB. Biaya pemulangan dan permakanan
TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota asal di provinsi
yang bersangkutan, dibiayai oleh dana dekonstrasi
Departemen Sosial yang disalurkan ke SKPD yang
membidangi masalah sosial di provinsi.
Untuk pemulangan TKIB deportan dari luar negeri, sejauh ini
menjadi tanggungjawab Pemerintah Malaysia untuk
mengirimnya ke daerah entry point terdekat di wilayah
Indonesia. Perwakilan RI mendukung dengan mengklarifikasi
bahwa deportan yang bersangkutan memang benar orang
Indonesia. Bagi TKIB non-deportan, Perwakilan RI telah
memberikan pelayanan dan perlindungan yang optimal
kepada WNI yang bersangkutan.
Untuk tahun 2008, dana dekonsentrasi Departemen Sosial di
provinsi tidak lagi mengalokasikan biaya pemulangan dan
permakanan TKIB dari provinsi asal ke kabupaten/kota
asalnya di provinsi yang bersangkutan. Departemen Sosial
mengharapkan adanya partisipasi APBD untuk biaya
pemulangan TKIB dari provinsi ke daerah asalnya.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 73
5. Koordinasi pemberdayaan TKIB dimotori oleh Departemen
Sosial melalui pemberian bantuan sosial berupa sosialisasi,
need assessment kebutuhan pengembangan usaha,
pelatihan, pendampingan sosial, bantuan stimulan serta
supervisi, monitoring dan evaluasi, yang dilakukan sendiri
oleh Departemen Sosial melalui SKPD bidang sosial, atau
bekerjasama dengan BNP2TKI, Depnakertrans dan lembaga
sosial setempat.
Sementara untuk pemberdayaan Calon TKI, Depnakertrans
dan BNP2TKI sejauh ini masih mengarahkan terutama pada
calon TKI legal formal. Untuk Departemen Sosial, program
pemberdayaan pada tahap pra penempatan berupa
sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi calon
pekerja migran (TKI), serta pemberian pinjaman modal
untuk pemberangkatan yang disalurkan melalui bank.
Sentra Pelayanan dan Penempatan TKI Kawasan Timur
Indonesia (SP2TKI-KTI) yang telah diresmikan oleh Presiden
RI tahun 2004 di Pare-pare, merupakan suatu model
pemberdayaan calon TKI yang perlu terus dikembangkan
oleh Pemerintah Pusat dan diperluas ke daerah-daerah
transit lainnya (Medan, Tanjungpinang, Entikong, Nunukan).
6. Koordinasi pemantauan dan evaluasi sejauh ini berjalan
cukup baik dengan memanfaatkan sistem komunikasi
(telepon, faksimil) dan sistem informasi (internet), sehingga
berbagai permasalahan yang mendesak dapat segera diambil
tindakan secara koordinatif. Namun untuk menyelesaikan
masalah secara komprehensif, monitoring dan evaluasi
secara langsung masih diperlukan, untuk mengatasi
keterbatasan informasi dan komunikasi serta memperdalam
penggalian masalah sehingga solusi yang dirumuskan
mampu menjadi pengungkit bagi penyelesaian masalah
secara keseluruhan.
7. Koordinasi pelaksanaan tugas sewaktu-waktu dilaksanakan
dengan mengoptimalkan berbagai sumber daya yang ada,
karena seringkali di luar perencanaan yang ada.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 74
Berdasarkan pada kesimpulan tersebut di atas, dalam rangka
meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada TKI/PM dan
atau TKIB/PMB, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:
a. Perlunya pembagian tugas yang jelas bagi kementerian/
lembaga yang berwenang menangani TKI dan atau Pekerja
Migran, melalui Prosedur Tetap (Protap) atau Standar
Operasional Prosedur (SOP) tentang penanganan TKI atau
Pekerja Migran, baik di dalam maupun di luar negeri, sejak
pra, selama dan purna penempatan, termasuk mereka yang
bermasalah.
b. Satgas TK-PTKIB Pusat (Kementerian Koordinator Bidang
Kesra) mengkoordinasikan pengajuan dana operasional
Satgas TKIB tahun anggaran 2008 yang belum tertampung
di kementerian/lembaga pusat maupun SKPD di daerah yang
bersangkutan, melalui mekanisme APBN-P Tahun 2008.
Untuk tahun anggaran selanjutnya, dana operasional Satgas
PTKIB Daerah dialokasikan di Departemen Sosial dan
didukung oleh APBD secara proporsional. Untuk itu
diperlukan adanya surat dari Menko Kesra kepada Menteri
Sosial serta Pemda provinsi dan kabupaten/kota terkait, agar
mengalokasikan dana operasional Satgas PTKIB dalam APBN
dan APBD setempat.
c. Askeskin sebagai sumber pembiayaan pelayanan kesehatan
bagi TKIB yang telah berjalan selama ini, perlu diupayakan
agar tetap dapat dipergunakan oleh TKIB. Untuk itu
diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari
Menteri Kesehatan tentang mekanisme administratif yang
harus dilakukan agar TKIB di daerah entry point dan daerah
transit dapat mengakses Askeskin untuk dukungan
pelayanan kesehatan bagi dirinya.
d. Perlu peningkatan koordinasi Satgas TKIB daerah perbatasan
dengan Pemerintah Malaysia setempat berkaitan dengan
kerjasama penanganan TKIB, dengan fasilitator dari
Departemen Luar Negeri dan Perwakilan RI yang
bersangkutan.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 75
e. Perlu perluasan dan peningkatan pelayanan Citizen Services
(Pelayanan Warga) di seluruh Perwakilan RI di Malaysia
(Kuala Lumpur, Penang, Johor Bahru, Kuching, Kota
Kinabalu, Tawau dan lain-lain).
f. Perlu peningkatan kualitas dan kuantitas shelter untuk
pemulihan TKIB khususnya di daerah entry point yang
banyak menerima pemulangan TKIB seperti Tanjungpinang,
Entikong, dan Nunukan.
g. Perlu pembangunan Sentra Pelayanan, Penempatan dan
Pemberdayaan TKI di daerah-daerah sumber dan daerah
transit pemberangkatan TKI ke luar negeri seperti Medan,
Tanjungpinang, Entikong, Nunukan, Pare-pare, Mataram dan
lain-lain.
h. Peningkatan implementasi Undang-undang No. 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam rangka
pelayanan kepada TKIB agar berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
i. Pengembangan sistem dan peningkatan implementasi
pendataan TKI yang terintegrasi di dalam dan luar negeri,
dan antar daerah, melalui aplikasi sistem biometrik dalam
rangka peningkatan sekuritas identitas TKI.
j. Peningkatan kesempatan kerja di dalam negeri melalui
program transmigrasi, perkebunan, dan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
k. Meningkatkan partisipasi kelembagaan masyarakat, Bintara
Pembina Desa (Babinsa), Pemolisian Masyarakat (Polmas),
dan Satuan Polisi Pamong Praja dalam pengawasan
pelabuhan-pelabuhan tradisional di daerah perbatasan.
l. Perlu kerjasama dengan kelembagaan masyarakat, pihak
swasta dan lembaga pemerintah pusat dan daerah dalam
sosialisasi dan advokasi cara-cara bermigrasi yang aman
dalam mencari kerja di luar negeri.
Kinerja TK-PTKIB Tahun 2007
Satgas TK-PTKIB Pusat 76
IV. PENUTUP
Demikian laporan kinerja TK-PTKIB ini disusun dalam rangka
pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana diarahkan dalam
Keputusan Presiden RI No. 106 Tahun 2004 yaitu agar pemulangan
TKIB dari Malaysia dapat dilaksanakan secara bermartabat dan
dengan menjunjung tinggi HAM, serta TKIB dapat dibina dan
diberdayakan sehingga dapat menjadi TKI berkualitas dan memenuhi
persyaratan.
Selain sebagai laporan pelaksanaan Program Kerja TK-PTKIB
Tahun 2007, laporan kinerja ini dimaksudkan sebagai bahan evaluasi
agar tindak lanjut pemulangan TKIB dan penempatan TKI sesuai
dengan persyaratan, dapat berlangsung lebih baik dan bermanfaat
bagi tenaga kerja Indonesia.
Kepada seluruh unsur TK-PTKIB dan unit teknis yang tergabung
dalam Satgas TK-PTKIB Pusat dan Daerah yang telah bekerja ekstra
keras dalam memberikan pelayanan terbaik dalam pemulangan TKIB
dan penempatan TKI sesuai dengan persyaratan, kami sampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya, dengan
harapan agar tahun 2008 dapat lebih baik lagi bekerja.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa berkenan menerima amal
pekerjaan kita dan memberikan kekuatan dan petunjuk-Nya dalam
penugasan selanjutnya.
Jakarta, Desember 2007
Deputi Menko Kesra
Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan,
selaku Ketua Tim Koordinasi
Pelaksanaan dan Pemantauan Satgas TK-PTKIB.