keutamaan dan kewajiban mendidik serta tugas pendidik menurut kitab ihya ulumuddin
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum War. Wab
Alhamdulillah puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehinnga penulis bisa menyelesaikan
Makalah yang berjudul, “KEUTAMAAN DAN KEWAJIBAN MENDIDIK
SERTA TUGAS PENDIDIK MENURUT KITAB IHYA ULUMUDDIN ”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas tengah smester genap mata
kuliah Agama islam VI.
Dalam pembahasan Makalah ini penulis mencoba memaparkan berbagai
hal tentang pendidikan dimana seorang guru atau yang lebih dikenal sebagai
pendidik melaksanakan tugasnya dengan tidak hanya mengajar yang merupak
pentransferan ilmu saja, akan tetapi guru juga mendidik anak sehingga akan
terlahir para generasi penerus yang unggul dalam ilmu pengetahuan setra
berprilaku yang sesuai dengan syareat islam. Penulis juga memaparkan tugas-
tugas para pendidik yang tertera dalam kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam Al-
Ghazali.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan baik ide maupun saran sehingga penggarapan makalah ini
bisa berjalan lancar serta selesai tepat waktu. Secara husus penulis sampaikan
ucapan terimakasih kepada Bpk, Drs. Akhwan Nuri selaku dosen mata kuliah
Agama VI, yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan dalam
penyelesaian makalah ini, semuga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT dan
memperoleh balasan berlipat ganda, Amin.
Penulis menyadari bahwa tak ada sesuatu yang sempurna, bagitu juga
dengan karya tulis ini yang masih banyak kekurangan, maka dari itu penulis
mengharap kitik dan saran sehinga penulis bisa menyempurnakan karya ilmiah ini
di kesempatan yang akan datang. Wabillahi taufik walhidayah,
Wassalamualaikum Wr.Wb
Malang, 02 Mei 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sektor penting yang harus di perhatikan oleh setiap
segmen masarakat Indonesia, terlebih-lebih pendidikan memiliki peranan penting
dalam membentuk pola pikir serta prilaku anak bangsa. Ketika berbica masalah
pendidikan maka beberapa komponen haruslah di perhatikan diantaranya Sitem
pendidikan, pendidik, murid, orang tua/keluarga, masarakat dan sekolah.
Pentingnya komponen diatas membutuhkan kesinambungan agar terlahir
pendidikan yang bagus, barkaitan dengan itu perlu di sadari bahwa pendidikan di
Indonesia masih jauh dari kesempurnaan dan sistem pendidikan yang berkembang
selama ini mau tak mau harus dipertanyakan dan diperiksa dan diteliti kembali
secara lebih teliti. Seperti kata Prof. Nyoman Dantes, Rektor IKIPN Singaraja,
terdapat sesuatu yang memang menyimpang dalam sistem pendidikan yang
berkembang belakangan ini. Salah satunya adalah adanya ketidakharmonisan
antara tiga komponen pendidikan, yakni keluarga, masyarakat dan sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal. ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang bernama
makro pedagogik, yakni keterkaitan seluruh komponen kehidupan dalam aktivitas
pendidikan. Adapun peranan guru yang telah ada belum mencerminkan Undang-
undang No.20 tahun 2003 yaitu guru disebutkan sebagai pendidik, bukan sebagai
pengajar. Yang artinya guru bukan hanya mentransfer ilmu kepada anak akan
tetapi haruslah mampu mendidik yaitu mengajar serta memberikan nilai-nilai agar
anak didiknya menjadi siswa yang handal dalam ilmu pengetahuan dan memiliki
kepribadian yang baik dan tidak menyimpang dari norma yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keutamaan Mendidik atau Mengajar.
Pendidik Islam ialah individu yang melaksanakan tindakan mendidik
secara Islami dalam satu situasi pendidikan Islam untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Pendidik ini merupakan faktor human kedua sesudah terdidik.
Walaupun pandangan dari paham teacher centered pada umumnya, tidak diterima,
tetapi pendidik mempunyai peranan yang amat penting di dalam proses
pendidikan. Dikatakan demikian karena tanpa pendidik, pendidikan tak dapat
berlangsung.
Imam Al-Ghazali seorang ahli pendidik Islam juga memandang bahwa pendidik
mempunyai kedudukan utama dan sangat penting. Beliau mengemukakan
keutamaan dan kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadits
dan atsar.
Nabi saw. bersabda : "Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk
diajarkannya kepada manusia, maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang
siddiq (orang yang selalu benar, membenarkan Nabi, seperti Abu Bakar Siddiq)."
Nabi Isa as. bersabda : "Barang siapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka
orang itu disebut "orang besar" di segala penjuru langit."
Nabi saw. bersabda : "Sebaik-baiknya pemberian dan hadiah ialah kata-kata
bernikmat. Engkau dengar lalu engkau simpan baik-baik. Kemudian engkau
bawakan kepada saudaramu muslim, engkau ajari dia. Perbuatan yang demikian
sama dengan ibadah setahun."
Nabi Muhammad saw. bersabda pula : "Bahwasanya Allah swt, malaikat-
malaikat-Nya, isi langit dan bumi hingga semut yang ada di dalam lubang dan
ikan di dalam laut, semuanya berdo'a kebajikan kepada orang yang mengajarkan
manusia."
Nabi saw. bersabda : "Tiadalah seorang muslim memberi faedah kepada
saudaranya, yang lebih utama daripada kabar yang baik yang disampaikannya,
kemudian disampaikan pula kepada orang lain."
Nabi saw. bersabda : "Sepatah kata kebajikan yang didengar oleh seorang
muslim lalu diajarkannya dan diamalkannya adalah lebih baik baginya daripada
ibadah setahun."
Pada suatu hari Rasulullah keluar berjalan-jalan, lalu beliau melihat dua majelis.
Majelis yang satu berdo'a kepada Allah dengan sepenuh hati. Sedangkan majelis
yang satunya lagi mengajar manusia. Maka nabi saw. bersabda : "Adapun mereka
itu memohon kepada Allah swt, jika dikehendaki-Nya maka dikabulkan-Nya, jika
tidak maka ditolak-Nya. Sedangkan mereka yang satu majelis lagi, mengajarkan
manusia dan aku ini diutus untuk mengajar. Kemudian nabi saw menoleh ke
majelis orang mengajar, lalu duduk bersama mereka."
Nabi Muhammad saw.bersabda : "Rahmat Allah kepada khalifah-khalifajku."
Para sahabat bertanya : "Siapa khalifah-khalifahku itu wahai Rasulullah ?"
Rasulullah menjawab : "Mereka yang menghidupkan sunnahku dan mengajarkan
kepada hamba Allah."
Umar ra. berkata : "Barang siapa mengajarkan suatu hadits, lalu diamalkan
orang, maka baginya pahala sebanyak pahala yang diperoleh orang yang
mengamalkannya."
Ibnu Abbas ra. berkata : "Orang yang mengajar kebajikan kepada orang banyak,
diminta ampunkan dosanya oleh segala sesuatu termasuk oleh ikan di dalam
laut."
Imam Al-Ghazali juga mengemukakan tentang mulianya pekerjaan mengajar,
beliau berkata :
"Seorang alim yang mengamalkan apa yang telah diketahuinya, dinamakan
seorang besar di semua kerajaan langit. Dia seperti matahari yang menerangi
alam-alam yang lain, dia mempunyai cahaya dalam dirinya, dan dia seperti
minyak wangi yang mewangikan orang lain, karena ia memang wangi. Barang
siapa yang memiliki pekerjaan mengajar, ia telah memilih pekerjaan yang besar
dan penting. Maka dari itu, hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan
kewajiban-kewajibannya."
"Mulia dan tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang dikerjakan. Pandai
emas lebih mulia dari penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas satu
logam yang amat mulia, dan penyamak mengolah kulit kerbau.
Guru mengolah manusia yang dianggap makhluk yang paling mulia dari seluruh
makhluk Allah. Oleh karenanya pekerjaan mengajar amat mulia, karena
mengolah manusia tersebut. Bukan itu saja keutamannya, guru mengolah bagian
yang mulia dari antara anggota-anggota manusia, yaitu akal dan jiwa dalam
rangka menyempurnakan, memurnikan, dan membawanya mendekati Allah
semata."
Pandangan Al-Ghazali dalam bidang mengajar ini sangat berpengaruh terhadap
para mubaligh serta merangsang mereka melakukan pekerjaan mengajar. Karena
itu muncullah mereka yang terkenal dan mau mengajar tanpa mengharapkan
imbalan materi, gaji, ataupun honor.
Dengan adanya seruan dari Allah dan perintah untuk melaksanakan pekerjaan
sebagai pendidik/pengajar ini maka umat Islam umumnya menyambut gembira.
Karena itu kita saksikan mereka tunaikan pekerjaan itu dengan penuh
kesungguhan walaupun mungkin imbalannya (gaji) terbatas atau tidak seberapa
jika dibandingkan dengan pekerjaan lain yang gajinya lebih tinggi ataupun jika
dibandingkan dengan kebutuhan hidup mereka.
B. Kewajiban Mendidik atau Mengajar
Begitu pentingnya mendidik dalam mengajar sehingga Allah berfirman
dalam Qs. Al-Jumu’ah:2) yang maknanya sbb:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rosul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan kepada mereka kitab-kitab dan hikmah (Sunah),(QS: Al Jumu’ah :2)
Makna mendidik dan mengajar sering dipahami keliru dalam lingkungan
pendidikan. Mendidik dan mengajar sering diartikan sama adalah proses transfer
ilmu dari seorang guru terhadap anak didiknya. Pengertiaan seperti ini akan
berdampak pada tugas guru dan kualitas lulusan yang dihasilkan, guru terkadang
sudah merasa sudah melakukan tugas sebagai pendidik padahal kegiatan yang
dilakukannya baru sebatas mengajar.
Tidak seluruh pendidikan adalah pembelajaran, sebaliknya tidak semua
pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara mendidik dan mengajar sangat
tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik adalah mendidik.
Dengan kata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar sebagai sarana
untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan.
Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi sehingga
materi yang disampaikan dapat meningkatkan wawasan keilmuwan, tumbuhnya
keterampilan dan menghasilkan peru bahan sikap mental/kepribadian, sesuai
dengan nilai-nilai absolut (sesuai syariat) dan nilai-nilai nisbi yang berlaku di
lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah kegiatan mendidik.
Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi anak
didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan
dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia pada semua usia.
Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak pintar menghitung,
tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala tindakannya, maka
kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum mendidik.
Tidak setiap guru mampu mendidik walaupun ia pandai mengajar, untuk menjadi
pendidik guru tidak cukup menguasai materi dan keterampilan mengajar saja,
tetapi perlu memahami dasar-dasar agama dan norma-norma dalam masyarakat,
sehingga guru dalam pembelajaran mampu menghubungkan materi yang
disampaikannya dengan sikap dan keperibadiaan yang harus tumbuh sesuai
dengan ajaran agama dan norma-norma dalam masyarakat. Guru yang demikian
dapat juga dikatakan pendidik yang berdakwa berbasis pendidikan, hal ini sesuai
dengan yang diharapkan Allah SWT, sebagaimana tersirat dalam Surat Al
Jumu’ah ayat 2.
Dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, kerap kali guru merasa jenuh
dan bosan apalagi jika usaha keras yang dilakukannya tidak membuahkan hasil
yang diharapkan, hasil belajar siswa kurang baik dan keperibadiaan siswapun
tidak mencerminkan akhlak yang mulia. Apa yang salah dalam diri guru, sebagai
langkah untuk mengantisipasi hal tersebut guru dapat menjadikan modal berikut
dalam pembelajaran; (1). Rasa kasih sayang yang tulus dari pendidik pada anak
didik. (2). Keikhlasan untuk membantu, membimbing dan mengarahkan anak
didik untuk menjadi dirinya sendiri. (3).Keteladanan dalam arti selalu tampil
dalam pikiran, perasaan, sikap dan perilaku sesuai dengan syari’at, dalam arti satu
antara perkataan dan perbuatan.
Untuk menjadi pendidik yang profesional guru di haruskan memiliki kompetensi
keperibadiaan, keprofesionalan, pedagogik dan sosial, dengan rincian sebagai
berikut:
A. Kompetensi Keperibadiaan ; Beriman dan bertaqwa, Berakhlaq mulia, Arif dan
bijaksana, Mantap, Berwibawa, Stabil, Dewasa, Jujur, Teladan, Obyektif menilai
kinerja diri sendiri, Mengembangkan diri secara mandiri & berkelanjutan
B. Kompetensi Keprofesionalan ; Menguasai materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuia dengan standar isi program satuan pendidikan,mata
pelajaran,mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampuh
serta mengusai konsep-konsep dan metode disiplin keilmuwan, teknologi atau
seni yang relevan.
C. Kompetensi Pedagogik; Pemahaman wawasan atau landasan Pendidikan,
Pemahaman terhadap peserta didik, Pengembangan Kurikulum/Silabus,
Perencanaan Pembelajaran, Pelaksanaan Pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, Pemanfaatan teknologi pembelajaran, Evaluasi hasil belajar ,
Pengembangan potensi peserta didik.
D. Kompetensi Sosial; Berkomunikasi lisan dan tulisan atau isyarat,menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, , Bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan
pendidikan dan serta orangtua dan masyarakat, Menerapkan prinsip-prinsip
persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan Dengan modal profesional dan
pendekataan da’awi , Insya Allah guru akan menjadi pendidik yang mampu
menghantarkan anak didiknya menjadi Insan yang cerdas dan sholeh.
C. Tugas Pendidik Menurut Kitab Ihya Ulumuddin.
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang paling utama dari seorang pendidik
adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawkan hati
manusia untuk bertaqarrub kepada Allah. Sehingga inti dari pengajaran adalah
pembinaan mental dan pembersihan jiwa. Dengan harapan akan membuahkan
perbaikan moral dan taqwa bagi diri individu atau kesalehan individual yang
akhirnya akan menyebar di tengah-tengah manusia atau terbentuknya kesalehan
sosial. Sehingga pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada usaha
mendekatkan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia
untuk mencapai tujuan hidupnya .
Oleh karena itu, Al-Ghazali memberikan tempat terhormat terhadap profesi
mengajar. Ia banyak mengutip teks Al-Qur’an dan al-Hadis untuk memperkuat
argumentasinya bahwa profesi pendidik merupakan tugas paling utama dan mulia.
Al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulumuddin mengungkakan:
جنس األرض على موجود وأشرف ونفوسهم البشر قلوب فى متصرف والمعلم
وتجليته بتكميله مشتغل والمعلم قلبه اإلنسان جواهر من جزء وأشرف اإلنس
الله عبادة وجه من العلم فتعليم وجل عز الله من القرب إلى وسياقته وتطهيره
قد تعالى الله فإن تعالى الله خالغة أجل من وهو تعالى الله خالفة وجه ومن تعالى
هو ثم خزائنه ألنفس كالخازن فهو صفاته أخص هو الذي العلم العالم قلب على فتح
واسطة العبد كون من أجل رتبة فأي إليه محتاج كل على منه األنفاق فى له مأذون
الجنة . إلى وسياقهم زلفى تعالى الله إلى تقربهم فى خلقه ويبن سبحانه ربه بين
المأوى
Pendidik itu mengurus tentang hati dan jiwa manusia. Sedangkan makhluk
(Allah) yang paling utama di atas bumi adalah manusia. Bagian manusia yang
paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki,
membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada
SWT. Mengajarkan ilmu itu di satu sisi adalah ibadah kepada Allah Ta,ala. Dan di
sisi lain merupakan tugas kekhalifahaan Allah. Sebab Allah telah membukakan
hati seorang alim untuk menerima suatu pengetahuan yang mana ilmu itu adalah
sifat-sifat-Nya yang palinh khusus/stimewa. Maka ia adalah seperti penjaga bagi
gudang-Nya yang paling elok. Kemudian ia diberi izin untuk membelanjakannya
dari padanya kepada setiap orang yang membutuhkannya. Maka derajat mana
yang lebih tinggi dari seorang hamba yang menjadi perantara antara Tuhannya
yang Maha Suci dengan makhluk-Nya dalam mendekatkan mereka kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya, dan menggiring mereka menuju surga sebagai tempat
tinggal.
عن الناس النفوس يب وتهذ العلم إفادة األربع النبوة بعد الصناعة هذاه فأشرف
المرد وهو المسعدة المحمودة األخالق إلى وإرشادهم المهلكة المذمومة األخالق
بالتعليم
Yang mulia dari pekerjaan-pekerjaan yang empat ini adalah memfaidahkan ilmu
dan membersihkan jiwa manusia dari perangai tercela dan membinasakan, lalu
menunjukkan mereka kepada perangai (akhlak) yang terpuji dan menjadikan
bahagia, itulah yang dimaksud pengajaran.
Ayat yang menjelaskan tugas mengajar, antara lain QS al-Imran 104:
المنكر عن وينهون بالمعروف ويأمرون الخير إلى يدعون أمة منكم …ولتكن
(Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan ummat menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar)
Untuk menjelaskan keutamaan belajar dan mengajar, teks al-Qur’an yang
dijadikan landasan antara lain QS. Al-Taubah ayat 122:
إليهم رجعوا إذا قومهم ولينذروا الدين فى ليتفقهوا طآئفة منهم فرقة كل من نفر فلو
يحذرون لعلهم
(Maka mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka dapat menjaga dirinya)
Posisi pendidik yang sangat mulia itu sebagai konsekuensi atas posisi strategis
pendidik di tengah komunitas masyarakat. Al-Ghazali pun bersepakat bahwa
profesi pendidik harus mendapatkan perhatian serius. Bagi Al-Ghazali,
kredibilitas seorang pendidik harus mendapat perhatian utama sebelum melakukan
aktifitasnya sebagai pendidik. Hal ini tersirat dari ungkapannya: “aku ingin
memperbaiki diriku, juga orang lain, tetapi aku tidak tahu apakah aku akan sampai
pada keinginanku atau ajal dahulu menjemputku sebelum tujuanku itu tercapai.
Namun, aku yakin tidak ada daya dan keuatan kecuali karena Allah, yang Maha
Tinggi, Maha Perkasa, dan semua itu bukan hasil jerih payahku, tetapi karena-Nya
semata; dan bahwa bukan aku yang melakukannya, tetapi Dialah yang
melakukannya melalui diriku. Maka aku memohon kepada-Nya, pertama, untuk
memperbaiki diriku, kemudian menjadikan diriku sebagai wahana pembaharuan;
untuk membimbingku, kemudian menjadikan diriku sebagai wahan pemberi
petunjuk; untuk memperlihatkan kepadaku kebenaran sebagai kebenaran; dan
memberi kekuatan kepadaku untuk mengikutinya; dan untuk memperlihatkan
kepadaku kebathilan sebagai kebathilan, dan memberiku kekuatan untuk
menjauhinya”.
Disamping itu, Al-Ghazali memberikan batasan yang ketat bagi profesi
pendidikan sebagai prasyarat yang harus dipenuhi:
1. Pendidik harus mepunyai sifat kasih sayang terhadap anak didik serta
mampu memperlakukan mereka sebagai mana anak sendiri. Sifat kasih
sayang pendidik pada akhirnya akan melahirkan kekraban, percaya diri
dan ketentraman belajar. Suasana yang kondusif inilah yang
mempermudah proses transformasi dan transfer ilmu pengetahuan.
Rasulullah Saw. bersabda:
لولده الولد مثل لكم أنا إنما
(Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya)
1. Pendidikan melakukan aktifitas karena Allah SWT. artinya, pendidik tidak
melakukan komersialisasi dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah
sarana transfer ilmu pengetahuan yang merupakan kewajiban bagi setiap
orang yang berilmu.
2. Pendidik harus mampu memberi nasehat yang baik kepada anak didik.
Nasehat ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Seperti, pendidik harus
mengarahkan murid dalam tahapan-tahapan belajar. Nasehat itu juga bisa
berbentuk warning orientasi belajar, yaitu untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
3. Pendidik harus mampu mengarahkan anak didik kepada hal-hal yang
positif dan mencegah mereka melakukan aktifitas yang destruktif. Segala
bentuk nasehat ini dilakukan dengan cara yang halus dan tidak melukai
perasaan. Hal ini untuk menjaga kestabilan emosi mereka dalam kerangka
proses belajar.
4. Pendidik seyogyanya tidak memburuk-burukkan ilmu-ilmu yang diluar
keahliannya dikalangan muridnya. Pendidik harus mampu menumbuhkan
kegairahan murid terhadap ilmu yang dipelajarinya tanpa menimbulkan
sikap apriori terhadap disiplin ilmu yang lain. Hal ini diperlukan untuk
menghindarkan anak didik terjebak pada sikap fanatik terhadap suatu
disiplin ilmu dan melalaikan yang lain.
5. Mengenali tingkah nalar dan intelektualitas anak didik. Hal ini
diperlakukan sebagai acuan untuk menentukan kadar ilmu pengetahuan
yang akan diberikan. Pendidik harus memahami perbedaan individu anak
didik, sehingga dapat diidentifikasi kemampuan khususnya. Dalam
konteks ini pendidik dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan
“bahasa” mereka agar proses belajar dapat berjalan dengan baik dan tepat
sasaran. Rasulullah Saw. bersabda:
عقولهم قدر على ونكلمهم منازلهم الناس أنزل أن أمرنا األنبيآء معاشر نحن
(Kami golongan para Nabi diperintah untuk menenmpatkan mereka pada
kedudukan mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka)
بعضهم على فتنة كان إال عقولهم تبلغه ال بحديث قوما يحدث أحد ما
(Tidaklah seseorang itu berbicara kepada suatu akaum dengan suatu pembicaraan
di mana akal mereka tidak samapai kepadanya melainkan pembicaraan itu
menjadi fitnah atas sebagaian mereka)
1. Pendidik harus mampu mengidentifikasikan kelompok anak didik usia dini
dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat
diberi materi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang ‘berat’ dan melelahkan.
2. Pendidik harus mengamalkan ilmunya sehingga mampu memberikan
teladan kepada anak didiknya. Perilakunya juga harus sesuai kapasitas
keilmuannya. Oleh karena itu dikatakan pengertian itu:
مثله وتأتى خلق عن عظيم * التنه فعلت إذ عارعليك
(Janganlah kamu melaranag dari suatau perangai sedangkan kamu melakukannya,
cela besarlah atasmu apabila kamau melakaukannya)
أنفسكم وتنسون بالبر الناس أتأمرون
Apakah kamu menyuruh manusia untuk bebrbuat kebajikan sedangkan kamu
melupakan dirimu? (Al-Baqarah : 44)
Dari ungkapan-ungkapan tentang profesi pendidik dan berbagai criteria pendidik
menurut pendapatnya Al-Ghazali, dapat diformulasikan bahwa profil pendidik
agama Islam, pada intinya terkait dengar aspek personal yang menyangkut pribadi
guru itu sendiri, aspek profesional menyangkut peran profesi guru sebagai tenaga
professional serta aspek sosial yang menyangkut kepedulian seorang pendidik
terhadap masalah-masalah sosial dilingkungan sekitarnya. Maka dapat ditarik
asumsi bahwa guru pendidikan Islam akan berhasil menjalankan tugas
kependidikannya apabila dia memiliki kompetensi personal dan kompetensi
profesional serta kompetensi sosial yang memadai. Namun, tiap tiap dati
kompetensi tersebut harus diikuti dengan kata ‘religius’, karena akan
menunjukkan komitmen pendidik dengan ajaran agama Islam sebagai kriteria
utama, sehingga segala masalah pendidikan dihadapi, dipertimbangkan, dan
dipecahkan serta ditempatkan dalam perspektif Islam.
1. Kompetensi personal-religus, yaitu kompetensi yang menyangkut
kemampuan dasar kepribadian agamais, artinya, pada dirinya melekat
nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta
didiknya. Misalnya nilai kejujuran, keadilan, musyawarah kedisiplinan,
dan nilai-nilai yang lain yang berkaitan dengan akhlak al-karimah
sehingga guru mampu menjadi uswatun hasanah atau suri teladan,
sehingga terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai)
antara pendidik dan peserta didik baik langsung maupun tidak langsung,
atau setidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.
2. Kompetensi sosial-religius, yaitu kompetensi yang menyangkut
kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial yang selaras dengan ajran
agama Islam, seperti sikap tolong menolong, gotong royong, toleransi, dan
sebagainya untuk selanjutnya diciptakan dalam suasana pendidikan Islam
dalam rangka transinternalisasi sosial atau pemindahan nilai-nilai sosial
antara pendidik dan peserta didik
3. Kompetensi professional-religius, yaitu kemampuan yang menyangkut
kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara professional, dalam arti
Menguasai ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang keahliannya dan
wawasan pengembangannya serta siap mengembangkan profesi yang
berkesinambungan agar ilmu dan keahliannya tidak cepat tua atau out of
date, sehingga dalam menghadapi permasalahanmapu membuat keputusan
atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan
berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Dari uraian di atas tampak bahwa berat tugas dan tanggung jawab seorang
pendidik. Jika kita amati, barang kali jarang dijumpai seorang pendidik yang
dapat memenuhi kriterian tersebut. Oleh karena itu, perlu pembinaan,
penggemblengan penyaringan, terhadap calon pendidik. Jalan yang paling dekat
adalah lewat lembaga pendidikan Islam, khusunya yang mengarah pada profesi
pendidik.akan tetapi lembaga pendidikan kita tampaknya lebih berkiblat pada
ilmu-ilmu atau teori-teori yang datangnya dari barat, seperti karya Thorndike,
Maslow, John Dewey, dan lain-lain. Padahal kalau kita perhatikan teori-teori yang
mereka kemukakan kurang berkaitan dengan pembentukan akhlak, nilai-nilai
agama, hanya mengutamakan intelektual semata. Akibatnya para pendidik kita
pun kurang memperhatikan pembentukan akhlak dalam proses belajar mengajar.
Sehingga wajar apabila dewasa ini terjadi kerusakan akhlak.
Memang tidak ada salahnya kita kenal tokoh-tokoh pendidik Barat dan
memperaktikkan teori-teori yang mereka kemukanakan dalam pendidikan. Yang
salah adalah melupakan karya-karya dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, seperti
Al-Ghazali dan lainnya. Padahal tokoh-tokoh tersebut tidak kalah kualitasnya
dengan tokoh-tokoh pendidikan Barat. Lebih jauh dari itu, para tokoh-tokoh
pendidikan Islam, memperhatikan pembentukan kesempurnaan manusia sesuai
dengan tugas dan fungsinya sebagai abdillah dan khalifah di bumi, sehingga tidak
mengutamakan intelektual semata dengan mengesampingkan aspek moral, atau
sebaliknya. Yakni disamping menggunakan pendekatan spiritualitas dan moral,
juga tidak mengabaikan pendekatan intelektualitas dan rasionalitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam pengaplikasian
pendidikan dan pengajaran sangatlah di anjurkan bagi para pendidik untuk selalu
rela hati mengjarkan ilmunya kepada peseta didik, Karena islam menganjurkan
bahkan mewajibkan bagi setiap orang yang berilmu untuk senantiasa mengajarkan
ilmunya, dan dengan mengjarkan ilmunya maka akan bertambah pula ilmu yang
mengajarkan.
. Tugas guru dalam mendidik haruslah mampu memenuhi beberapa criteria yaitu:
1. Pendidik harus mampu mengidentifikasikan kelompok anak didik usia dini
dan secara khusus memberikan materi ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan perkembangan kejiwaannya. Kelompok usia dini ini lebih tepat
diberi materi ilmu praktis, tanpa argumentasi yang ‘berat’ dan melelahkan.
2. Pendidik harus mengamalkan ilmunya sehingga mampu memberikan
teladan kepada anak didiknya. Perilakunya juga harus sesuai kapasitas
keilmuannya.
Seorang pendidik juga harus memiliki beberapa kompetensi diantaranya;
1. Kompetensi personal-religus.
2. Kompetensi sosial-religius.
3. Kompetensi professional-religius.