keteran gan pemerintahberkas.dpr.go.id/armus/file/lampiran/leg_1-20191028...2019/10/28 · dang...
TRANSCRIPT
" KETERAN GAN PEMERINTAH ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERADILAN AGAMA PADA
RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TANGGAl 28 JANUARI 1989
DI
J A K ART A ,
KETERANGAN PEMERINTAH ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TEN TANG PERADlLAN AGAMA
PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKlLAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 28 JANUARI 1989
i'issalamu' alaikum wr. wb.
S~udara Pimpinan dan para' Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat.
Syukur alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT ycing atas berkat, rahmat, dan karu~ia-:-NyaJ kita semua dapat berkumpu1 pada sida~g yang mulia ini.
Kemudian perkenankanlah kami atas nama P.emerintah menyampaikan ucapan terima kasih atas ,kesempatan yang diberikan kepada Pemerintah guna menyampaikan keterangannya, sehubungan dengan telah disampaikan~ya rancangan undang-undang tentang Peradilan Agama kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat Bapak Presiden Nomor R-06/PU/XII/l.988 ·tangga1 3 Desember 1988
untuk dihahasdalam sidang Dewan Perwakilan Rakyat guna mendapat persetujuan.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.
Rancangan undang-undang ini ,dibuat sebagai pelaksanaan pasal 10 ayat (1) dan pasal 12 'Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok 'Kekuasaan Kehakiman,untuk menggantikan.tiga buah peraturan .p-erundang-undangan yang selama ini mengatur Peradi1an Agama di Indonesia, yaitu ;
8 .. Staatsblad tahun 1882 Nomor 152 jo Staatsbladtahun 1937 Nomor' 116 dan 610 tentang Peradi1an.Agama di Jawa dan Madu-ra;
2
b. Staatsb1ad tahun 1937 . Nomor 638 dan 639 tentang Kerapatan' Qadii dan Kerapatan Qadii Besar untuk sebagian Kali~ntan Se-Iatan; I
c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah di luar Jawa dan Madura.
Pasal 24 ayst '(1') Undang-Undang Dasar 1945 te1ah menent~kan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukanoleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Sebagai :pe-1aksanaan dari ketentuan tersebut, pasal 10 ayat (1) Undang~un
dang Nemer 14 tahun 1970 te1ah menetapkan bahwa Kekuasaa~ K~ha-
kiman dilaksanakan oleh Peradilan Umum, Peradi1an Agama, dilan Militer dan Peradi1an Tata Usaha Negara.
Pera-
Sementara itu pasa! 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 telah menentukan bahwa Susunari dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu diatur dengan undang-undang. Ketentuan ini dipertegas oleh pasal 12 Undang~undang Nomor 14 tahun 1970'yang menetapkan bahwa Susunan, Kekuasaan ser~a Acara dar! Badan-badan'Peradilan seperti tersebut da1am pasa1 10 ayat (1) diatur da1am undang~undang tersendiri.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat.
Peradilan Agama sebagai l~mbaga penegak hukum dan pelaksana kekuasaan kehakiman telah tumbuh dan berkembang di Indonesia atas kehendak ~angsa Indonesia. sendiri' sejak berabad-abad yang l~lu', je.uh s,ebelumpemerinteh ko1onia1 menginjakkan kakinya di bumi nusantara ini. 'Peradilan Agama telah berdiri ka~ena kebutuhan hukum masyarakat dan bangsa Indonesia yang ,beraga~ Islam~
Oleh karenli itu ~aka 8tb1'. 1882. Nomor 152 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belandli sebe1:la~ya hanyameresmikan. s.aja lembaga Peradilan Agama yang .. te1ah ada sebelumnya dan seka1igus dapat di
pahami bahwa Peradilan Agama sebagai lembaga'penegak hukum tidaklah mungkin ·dibiarkan· terus berjal~n sendiri tanpa diat·ur· secars resmi oleh pemeri~tah/penguasa.
3
Dalam perkembangan selanjutnya Pemerintah Belanda kemudian mem-,..
batasi kewen.angannya yaitu dengan mengeluarkan masalah waris da-
rl kewenangan Peradilan Agama di JaW8 dan Madura melalui Stbl.
1937 Nomor 116 dan melengkapinya dengan Peradilan Tingkat Ban
ding yaitu dibentuknya.Mahkamah Islam Tinggi dengan Stbl. 1937 Nomor 610~
Demikian pula untuk wilayah Kalinlantan Selatan dengan Stbl*
1937 Nomor 638 dan 639.
Setelah Indonesia memperoleh kem,{~rdekaan penuh dan bebas
dari cengkeraman penjajah~ maka berdasarkan Undang-undang Daru
rat Nomor 1 tahun 1951 untuk memenuhi. kebutuhan hukum dari umat
Islam di daerah-daerah lainnya d~~tetapkanlah Peraturan Pemerin
tah Nomor 45 tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/
Mahkaluah Syar t iyah di luar Jawa dan i'1.adura.
Saudara Pimpinan dan para li..nggota Dewan P€::rwakilan Rakyat
yang terhormat.
Keberadaan Peradilan P;gama di Indonesia yang telah diper
kuat dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1970'.dan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang P'erkawinan bukanlah karena Islam dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia,sebab di dalam negara te
publik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan" lJndang-Undang
Dasar 1945 tidak dikenal ukuran mayoritas - minoritas. Ke.hadir
an Peradilan Agama adalah karena diper:lukan oleh. kebutuh2ul bu
kum tmlat ~slam di Indonesia, sebagaimana halnya dinegara te
tangga kita yang aia penganut Islamnya seperti di, Singapura,
Phi 1 ip ina j Srilanka ~ Brunai Darus salam dan t-falays ia .
Oleh karena itu maka kehadiran Peradilan Agatha di In<1onesia hendaklah diterima dengan lapang dada' oleh golongan peng~~nut
agama lainnya dan kehadirannya semata-UlAta kehendak sejara.h d~n tidak akan mengganggu kepentingan penganut agama lainnya. Di si
nilah hakikat dari kehidupan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai golongan'. penganut agama yang berbeda yang telah tt;=r
patrikan dalam lambang negara kita Bhi.nneka Tunggal Ika.
4
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, telah kits ketahui bersama bahwa selama ini Peradi1an J?-gama diat;:ur dalam 3 bush peraturan perundang-undangan yang berbeda,' dua bua'h di antaranya produk pemerintah Ko1onia1, .. yaitu 8tb1. 1882 Nomor 152 jo 5tbl. 1937 Nomor 1116 dan 610 untuk Jaws dan Madura dan Stbl. 1937 Nomor 638 dan 639 untuk sebagi~n Kalimanta~ Selatan. sedang untuk daerah 1ainnya diatur da1am Peraturan Pemerintah No-
, mar 45 tahun 1957 sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Daru'rat Nemor 1 tahun 1951.
Sebagai akil?at dari ketiga peraturan yang, berbeda tersebut maka Peradilan Agama di Indonesia salama ini tidak seragam baik namanya, wewenangnya maupun susunan~ya. Selain itu berdasarkan peraturan perundang-undanga~ warisan pemerintah Kolonial tersebut Peradilan Agama adalah peradilan ,semu karena dia tidak dapat melaksanakan. keputusannya sendiri.
Kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan Mahkamah Agung dalam mass 8 tahun terakhir in1 adalah berusaha memacu Pe'radilan Agama agar sede'rajat kedudukannya dengan lingkungan peradilan lainnya sesuai dengan kehendak Undang-undang Nomor 14 tahun 1970. B.'erbagai usaha telah dilakukan antara lain melalui kegiatan rapat kerja, penataran, lokakarya dan pembinaanteknis hukum lainnya yang semuanya di.1andasi se~entara in1 dengan SKB
,Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama yang ditandatangani pada tanggal 7 Januari 1983.
S~lain itu langkah terobosan lain yang telah dilakukan ol&h: Mahkamah Agung adalah memperlakukan acara kasasi perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum terhadap perkara-perkar,a yang berasal dari pengadi1an dalam 1ingkUtlgan Peradilan,Agama dengan ,mengeluarkan Peraturan' Mahkamah Agung Nomor 1 tahun ,1917 yang', mulai berlaku tangga1 1 Januari 1978.
5
SKB Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama serta Peraturan Mahkamah Agung tersebut di atas adalah kebijaksanaan sementara yang bersifat darurat dan rancangan.undang-undang inilah yang diharapkan dapat segers, mengakhiri keadaan yang bersifat sementara tersebut.
Saudara Pimpina~ dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat.
Usaha menyiapkan ·rancangan undang-undang tentang Peradilan Agama ini sebenarnya telahdimu1ai sejak tahun 1971, berdasarkan ketentuan pasal 1 Instruksi Presiden Namor 15 tahun 1970 tentang Tata Cara Me~persiapkan Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah. Menteri Agama pada saat itu te1ah menyampaikan pokok-pokok materi dan urgensi dari rancangan undang-undang tentang Peradila~ Agama kepada Bapak Presiden. Sebagai jawaban atas surat.Menteri Agama tersebut, Menteri Kehakiman telah memberikan pertimbangan bahwa proses penyaropaian rancangan undang-undang ten tang Peradilan Agama sebaiknya menunggu selesainya persiapan ranca.ng~n undang-undang tentang Peradi1an Umum dan rancangan undang-undang tentang Mahkamah Agung.
A1hamdu1illah usaha untuk m~mpersipkan rancangan undang-undang ten tang Peradilan Agama ini telah dapat dimulai kemba1i pa~ da tahun 1982 setelah adanya kesepakatan antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Agama.dan Menter! Kehakima~ yang direa1isir de-
.ngan diangkatnya Team Interdepartemental yang anggota-anggotanya terdiri dari unsur-unsur a. Mahkamah Agung b. Departemen Kehakiman c. Departemen Agama d. Perguruan Tinggi Umum (Universitas Indonesia) e. Fakultas Syartiyah lAIN Syarif Hiqayatullah Jakarta. Usaha tT:.empersiapkan .·rB:ncangan tindang-~ndang tentang Peradilan Agama kemudian' diperkuat dengan· izin prakarsa dari Bapak Presiclen sebagaimnha tertuang da,lam surat Menteri/Sekretaris Negara Republik Indonesia tanggal 13 September 1983 Nomor
6
B-2736/M Sesneg/9/1983 dan surat Menteri/Sekretaris Negara Repub1ik Indonesia t,angga1 29 Pebruari 1984 Nomor R.ll/M Sesneg/ 2/1984 dalam rangka memenuhi keten·t~an pasa1 1 Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 1970.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.
Sebagaimana telah dimakluTfli '. bahwa dalam rangka pe1aksanaan Undang-undang Nomor 14 tahun 1970, undang-undang tentang Mahkamah Agung dan ttndang-undang tentang Peradilan Umum telah di-. sahkan dan diundangkan menjadi Undang-undartg Nomor 14 tahun 1985 dan Undang-undang N9mor 2 tahun 1986. Demikian pula undang - undang tentang Peradilan Tata Dsaha Negara telah disahkan'dan diundangkan menjndi Undang"u:lc.'!ng Nomor 6 tahun 1986. 01eh kar~na itu maka kiranya tepatlah saatnya apabiia sekarang ini kita memulai pembahasan rancangan u~dang-undang tentang Peradilan Agama, dalam sidang yang mulia ini.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yangterhormat.
Semula pemerintah merencanakan mempersiapkan pengajuan dua rftl1cangan undang-undang, yaitu rancangan undang-un9.ang tent.ang Susunan dan Kekuasaan Peradilan Agama dan rancangan undang-undang tentang Acara.Peradilan Agama. Namu:n oleh karena undang-undang tentang Peradilan Tats Usaha Negara juga sekaligus meri.g!a~ur tentang acaranya, dan di samping itu hukum acara perdata pada Peradilan Umum yang sesuai dengan kehendak Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 masih dalam penyusunan, maka untuk kesederhanaan perundang-undangan. kedu.a ranc-angan undang-undang tentang Sus-q.nan dan Kekuasaan Per8,dilan Age.ma dan rancangan undang-undang tentang Acara Peradilan Agama kemudian digabung menjadi satu. Hengingat bahwa hukum acara Peradil~n Agama pada 'prinsipnya sanm dengan hukum acara perdata yang berla~u pada Peradilan Um~, ditambah dengan hukum acara y~ng khusus bagi Peradilan Agc;tma yang karena sifat dal?-.hukun:t materiilnyatidak sama dengan hukum acara Peradilan Umum, maka terdapat peneg~san 4alam pasal 54 rancangan undang-undang ini yangmenyatakan.bahwahukum acara
7
perdata pada pengadilan dalam lingkungan 'Peradilan Umum berlaku bagi pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama, kecuali yang secara khusus diatur· da1am rancangan' undang-Uildang ini'.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.
Dalam masB: akhir Repelit:l IV ini pemerintah ingin menuntaskan pelaksanaan GBHN sebagaimana telah dijabarkan dalam' Repelita IV Bab 27 tentang Hukum, yaitu menyempurnakan Peradilan Agama melalu,i usaha dapat disetujui dan disahkannya r,ancangan undang-undang yang ~ekarang telah berada di tangan para anggottl Devlan yang terhormat. Lehth daripada itu maka usaha penyemp11rnaan Peradilan Agama ini adalah untuk memperkuat kerangka L:3.ndasan kekuasaan kehakiman, untuk siap tinggal 1andas pada Ri.~pelita VI sebagaimana kita cita-citakan bersama.
Saudara Pimpinan dan para Anggota Dewan yang terhormat.
Perkenankan1ah kami menyampaikan 'beberapa materi dalam RUD ini ya.ng kami anggap penting 'sebagai berikut :'
1. Kedudukan Peradilan Agama
Peradilan .Agama seba~~ai salah satu pe1aksana kekuasaan kehakiroan, merupakan lingl~ungan peradilan yang berdiri sendiri, terpisah da1;"i Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Dsaha Negara, sesuai deng~n .ketentuan pasal 10 Undang-undang Nomor 14 tahUn ,1970. Karena itu maka dalam rancangan undang-undang ,ten tang Peradilan Agama in1 ketentuan yang meng.qtur kc "'p""g;:k:.it"Ut'~gan Peradilan Agama pada Peradilan Umum, yang selama ini ditentukan dalam Stbl. 1882 No-
'mor 152 jo 8tb1. 1937 Nomor 116 dan 610, Stb1. 1937 Nomor 638 dan 639 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957, dihilangkan. Demikian pula·ketentuan yang tercantum dalam pasal 63 ayat (2) Undang-undang' Nomor. 1 tahun 1974 .. tentang Perka'Vlinan yang mengatur pengukuhan keputusan Peradilan Aga~. oleh Peradilan 'ulnum secara tega~ dinyat~kan tidak be~laku oleh pasal 107 rancangan u~dang-undang ini.
8
Peradilan Agama ~ebagaimanahalnya Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara b~rpuncak pada Mahkamah Agung· sebagai Pengad~lan Negara Tertinggi. Yang melakukan pengawasanatas perbuatan Peradi1an Agama di bidang teknis hanyalah Mahkamah Agung. Pengadilan Agama s~ja
jar dan sederajat dengan lingkung'an peradilan lainnya J tidak saling tergantung dan tidak saling mengawasi satu sarna lain. 01eh karena itu maka dalam rancangan undang,;,ul~dang ini diatur tentang Juru Sita pada Peradilan Agama sehingga nanti-, nya Pengadilan Agama dapat melaksanakan sendiri keputusannya secara penuh.
Dalam rancangan undang-undang ini ditentukan tugas juru sita antara lain : s. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua 8i
dang; b. Menyampaikan pengumuman, teguran dan lain-lain; c. Melakukan peny~taan .atas perintah Ketua' p'engadilan dan
membuat berita acara.
2. .Wewenang Peradilan Agama
Wewenang Peradilan Agama adalah ~emeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan 'perkar'a-perkara antara orangorang yang beragama Islam di'bidang :
a. Perkawi~an (yaitu mas~lah NTCR serta segala akibatnya se
b~gaima..1'}a telah diatur dalam Undang-undang. Nomor 1 tahun . ~'.
1974 tentang Perkawinan);
b .. Kewarisan, was.is.t dan hibah yang dilakukan ber.dasarkan hu
kum Islam;
c. Wakaf dan shadaqah.
Pada masa sekarang ini terdapat perbedaan kewenangan mengadili antara Pengadilan Agama di', Jawa dan Kalimantan Selatan dengan ~~ngadila~ Agama di lu~r Jawa dan Kalimantan Se
latan.
9'
Sebagaimana te1ah dikemukakan bahwa berdasarkan, 5tb1. 1937 Nemer 116 ~eradi1an Agama d,i Jawa dan Madura dikurangi kewenangannya dari masalah waris. Demikian'pula Peradilan Agama di Kalimantan Se1atan yang disebut,Kerapatan Qad1i berdasarkan 5tbl. 1937 Nemor '638. Dalam rancangan 'undangundang ini Pengadilan Agama di Jawa dan Kalimantan Se1atan kewenangannya ditingkatkan dan, disamakan dengan Pengadilan Agama di daerah-daerah lainnya meliputi ketiga hal tersebut di atas.
Pe1aksana,an kew~nangan tentang kewarisan di wilayah PeraturRn Pernerintah Nomor 45 tahun 1957 yang karena pengaruh theorie receptie yang tercantum dalam pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nemer 45,tahun 1957 'sering menimbulkan perbedaan penafsi~an antara Peradilan.Agama dan Peradilan Um~, o1eh Keputusan Rapat Kerja Teknis Gabungan antara Mahkamah Agung dengan Ketua Pengadilari Tinggi dari semua 1ingkungan peradi1an ~i Yogyakarta pada tanggal 21 sampai dengan 23 Maret 1985 telah dap,at diakhiri. Keputusan Rapat Kerja tersebut te1ah menetapkan 'bahwa perkara ,waris dari mereka yang betagama Islam d1 wilayah Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1957 adalahmenjadi kewenangan Peradilan Aga
rna.
3. Susunan dan Tempat Kedudukan, P,engadi1an
Susunan p'eradi1an Agama dalam rencangan undang-~ndang
ini diatur sama denga~ P~radilan Umum. 'Lembaga Juru Sita yang'se1ama 1n1 tidak dimiliki o1eh Peradilan Agama, da1am rangka meningkatkan kemandirian Peradilan Agama sesuai deng'~n kehendak Undang-undang Nomor 14 tahun 1970, dalam rancangan unda~g-undang ini diatur. Dengan ,adanya j abatan juru sita ini diharapkan Pe~~dilan Agama di 'masa yang akan ,datang akan menja~i. perad'ilan yang" penuh dan dapat melaksanakan keputusannya sendiri tanpa memerlukan fiat eksekusi
dari Peradilan Umum.
10
Demikian Juga j aba t'an'··Wakil Ke'tu8 seb.agai."_~nsur pimp inan, yang dalam ketiga peraturan perunda1?-g-t.1I.1.dat1gan. yang mengatur Peradilart Agama selama ini tidak diatur"t dalam rartcangan undang"~undang ini melalui pasal 10 ay~t (1) dan (2) ditegaskan kedudukannya '.
Tempat kedudykan Pengadilan Agama menur~t pasal 4 ayat (1) rancangan undang-undang ini a,da1ah di kotamadya atau di ibukota kabupa.ten yang wilayah huktunny:a me1iptiti 'k6tamadya atau kabupaten yang bersangkutan. Namun tidak dikesampingkan kemungkinan adanya lebih dari satu Pengadilan Agama dalam aatu kabupaten yang daerahnya sangat luas sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 4 ayat (1) tersebut. Sebagai contoh adalah beberapa kabupaten di Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Demikian pula di Jawa seperti Kabupaten Gresik yang m~mpunyai dua Pen8adilan Agama yaitu Pengadilan Agama Gresik dan Pengadilan Agama Bawean.
SementarB: it1:l dalam pasal 4 ayat (2) rancangan undangundang ini ditentukan bahwa ~~ngadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wi
layah propinsi yang bersangkutan. Sekarang ini telah berdiri 18Pengadi~an Tinggi Agama, yaitu : Banda Aceh, Me dan , Padang, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,. Surabaya, Pontianak, 'Banjarmasin, Palangkaraya" Samarinda" Ujung Pandang, Manado, Ambon, Mataram,' dan Jayapura. Peng~dilan Tinggi Agama Yogyakarta sek~rang i~i sedang diproses persetujuan pembentukannya ~.leh Menpan sedang P~ngadilan
Tinggi Agama Bandar Lampung dan Jambi,telah diset~jui oleh p~hak Mahkamah Agung dan sudahdipersiapkan us~l persetujuan pembentukannya ke pihak Menpan. Apabila rancangan undang-undang ini telah disahkan maka Pengadilan Tinggi.A.gama yanglainnya seyogyanya dibe'htuk de'ngan undang-undang 'seauai dengan ketentuan pasal 8 rancangan
undang-undang ini.
, 1
4. Kedudukan Hakim
Dalam rancangan undang-undang ini dipertegas bahwa hakim dalam lingkungan Peradilan Agama a'dalah 'pegawai negeri. Hal ini sesuai dengan Undang~undang Nomor 8, tahun '1914 ten
tang Pokok-pokok Kepegawaian yang menyatakan bahwa hakim pa
da Pengadilan Aga~a dan Pengadilan ~inggi Agama adalah pegawai negeri dan bahwa hanya Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung adalah pejabat negara.
Dalam kedudukan sebagai pegawai negeri seorang hakim adalah abdi negara dan abdi masyarakat, sedangkan dalam ke
dudukannya sebagai penegak hukum dan keadilan ia adalah abdi hukum dan pemutus'keadilan sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Pasal 27 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 menegaskan bahwa ha.kim sebagai penegak hukum dan keadi1an wajib mengga-. li, mengikuti dan memahami ni1ai-nilai hukum'yang hidup da-lam masyarakat.
Karena di samping kedudukanrtya sebagai pegawai negeri juga melaksanakan fungsirya ~ebagai hakim, maka pengangkatan dan pemberhentian hakim dalam lingkungan Peradilan Agama dilakukan oleh Presiden selaku Kepal~ Negara sebagaimana ditentukan da1am pasal 15 ayat (1) 'RUU ini. Namun demikian ketentuan ini tidaklah,dimaksudkan untuk menjadikan hakim pada Pengadilan Agama dan Pengadi1an Tinggi Agama sebagai pejabat negara dan ketentuan ini, lebih bertuj~~n.untuk menjaga tabat danwibawa hakim itu sendiri.
5. Hukum Acara
mar-.,
Sebagaim~na telah dikemukakan di atas bahwa me1alui pasal 54, RUU ini menyatakan 'ber1.akunya acara perdata' pada pe,ngadi1an dalam 1iIl:gkungan Peradilan Umtun pads pengadilan dslam lingkungan Peradilah Agama, kecuali ,meng.enai hal-hal yang diatur secara. khusus dalam, RUU ini~
_---------------------------------T- ~-
( ...
12 -'" '
Pemerintah berpen~apat bahwa acara yang berlaku pada Peradilan Agama selama ini pada prinsipnya tidak berbeda dengan acara perdata yang berlaku pada Peradilan Umum. Bahkan mulai tahun 1962 oleh pemerintah telah d:Lpel;."intahkan . kepada
f!~;~jJha~im di Pengadilan Aga~ untuk mempedomani HIR dan RBg :me'9'.S~~a1. hal-11-a1 yang belum dJ.atur dalam peraturan perundang
.,.;iff+<:i\in,~~nJ~Jin tentaJ;lg Peradilan Agama maupun dalam kitab-kitab : ~'; ~'.~' ,\ " .
;'Figh iy:~ng menjAdi pedoman Peradila.n Agama. , , ~,' -.')
",.\.'\") ,
\A:dapun hal':-hal yang perlu diatur secara khusus dalam RUU'1.hi'·· adalah masalah yang tidak dikenal atau 'berbeda p~ngaturannya dengan acara yang berlaku pads Peradilan Umum, yaitu :
a. Pemeriksaan s~ngketa perkawinan yang mengatur tentang ce-.. ,.-(
rai talak dan cerai gugat;;s;~i."'· , ,- '\
'Proses perceraian dengan 'bitl!~(diatur secara khusus dalam --1(\;';\
RUU ini J selain karena ,'. ,1,~emb'~8~ill>~rceraian 'tersebut tidak dikenal di Pera'dilan Ym~~~ :ruga dimaksudkan untuk lebih
J~\j, menyemp~rnak~n acara\perceraian g.~ngan talak yang diatur
. , c b ' ,
dalam PP Nomor 9 . tahun ~,~~~~;~>~~~' dirasakanbelum membe-ikan kes~patan kep.ada pl1tal):o iateri yang aksn dicerai un-, ..., ... " ' .... Y.j .,,' •
,~, -tuk membela hakpya melalui forum P~F'adilan Agama. , .. I~:!.. .. ~ ..
Demikian pula ha~~ya pengaturan wewenang'relatif dalam PP Nomor 9tahun 19.7.5 baik dalam· hal cerai talak rnaupun' cerai gugat,kurang mencerminkan adanya perlindungan terhadap pihak isteri sebagaikaUm'yang lemah. PP Nomor 9 tahun 1975 meneptukan bahwa suamiyang akan menjatuhkan talak terhadap is'terinya permohonannya di.ajukanke PengFldil ... '~~;jAgama yang mewilayahi tempat tingg~l pemohon/ suami (pasa,l<i14) • sementara gugatan perce~aian oleh isteri diajukan ke Pengadilan Agama yang mewilayahi,tempat tinggal tergugat/suami (pasal 20). Dalam RUU ini ketentuan tersebut di balik, yaitu permohona~ membuka .sidang penyaksian ikrar talak oleh suam-i diajukan ke Pengadilan Agama,yang mewi-layahi tempat tinggal termohon/isteri, sedang' gugatan
13
perceraian 'diajukan oleh isteri kePengadilan Agama yang
roe\vilayahi tempat tinggal penggugat/isteri, kecuali apa
bila si isteri telah meninggalkan tempat kediaman be:rsama tanpa izin suami baik dalam hal cerai, talak', maupun ce
rai gugat (pasal 66 ayat (2) dan pasal 73 ayat (1) RUU).
Selain itu untyk menjarilin terlaksananya ketentuan seba
gaimana diatur dalam pasal 39 .ayat (1) Undang-undangNo
mor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, bahwa perceraian ha
nya dapat dilakukan di depan sidang pengadil.an, maka we
wenang untuk memberikan bukti p'erceraian dalam RUU ini
diberikan kepada Pengadilan Agama, tidak lagi kepada KUA
Kecamatan sebagaimana diatlJT dalam PP Nomor 9 tahun 1975.
b. Li'an
Salah satu alasan perceraian yang diat:ur dalam pasal 39
ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan pasal 19' PP
Nomor 9 tahun 1975 adalah salah satu pihak suami/isteri berbuat zina .. Dalam praktek di Pengadilan Agama perce
raian dengan alasan ini tidak,pernah terjadi karena be
Ium diatur acaranya, sementara dalam hukuro Islam yang
bersumber dari AI-Qur'an sendiri sudah diatur yaitu dalam, bentuk li'an yang mengakibatkan terjadinya percerai
an yang tidak memungkinkan mereka menikah kembali.
Selain itu Ii'an juga berfungsi untuk menyangkal kesahan
anak yang dikandung oleh-, isteri oleh suaminya.
c. Biaya Perkara
Untuk ketertiban dan keseragaman pe~entuan besarnya biaya
perkara pada Peradilan Agama, RtTU ini memberikan kewenang
an pengaturannya kepada Menteri Agama.
Sementara itu sebagai pedoman das'ar bagi Peradilan Aga
rna, ketentuan tentang prinsip-prinsip beracara,yang diatur
da1am Undang-undang Nomor 14- tabun 1970 juga di(:antumkan da
lam RUU ini.
J
, .. ~. ,~, .. ~ ~. I.;: .....
.14
6. Administrasi Per;~dil~n:Agama
Mengingat~uasnya lingkup tugas< danberatriya beban;'pekerjaan yang harus d~laksanakan oleh pengadilan, 1flaka dalam r~ngka efisiens'i dan tertib administrasi pada Peradilan Agama di
adakan pemisahan antara administrasi perkara dan admini5tra-5i umUPl.
Hal ini sangat penting, karepa bukan saj~ menyangkut, aspek ketertiban, dalam penyelenggaraan administrasi baik di bidang perkara maupun administrasi umum (kepegawaian, gaji, kepangkatan, pera~a~an kantor dan lain-lain), tapi juga akan mempengaruhi kelancaran tugas penyelenggaraan peradilan itu sendiri.' Administrasi perkara ditangani oleh Panitera beserta jajarannya yakni Wakil Panitera, Panitera Muda dan/atau Panitera Pengganti.'Sedang administrasi umum ditangani oleh Sekretaris beserta jajarannya yaitu Wakil Sekretaris dan Stafnya. Walaupun tugas-tugas tersebut dibedakan menurut jenis dan di-
- ,
pisahkan penanganannya, namun dalam rangka 'kordinasi dan- efi-siensi, pertanggungan jawab ,tetap dibebankan pada seorang pejabat yaitu Panitera yang merangkap sebagai Sekretaris.
Saudara Pimpinan dan ,para Anggota Dewan yang terhormat.
Demikianlah beberapa materi yang kam~ anggap penting dari rancangan undang-undang tentang Peradilan Agama ini; mudah mudahan dapat memb.erik,n gambar~ti.seca_ra garis besar mengenai is1 dari rancangan undang-undang tersebut~ Demikian juga mengenai usaha perubahan dan penyempurnaannya j ika dibandingk:an dengan ke,tiga P,~:r;~tul:~n peru,ndang-undangaJ;l yang mengatur Peradilan Agama selama ini.
Dengan disetujui dan disahkannya rancangan undang-t;:g.dang tentang Peradila~Agama ini menJa41urtdang-undang, t!laka9~r[email protected]_n P,eradilan Ag;ama " se·bagai ,,'akibatdari -politik('hukump·~~rintah Kolonial .dahulu l dan akan tercapai cita-cita. realisasi dan berhasflnya p41sa124 dan 25 Undang-
4 ., " •
Undang Dasar'194S' yangm.erupakan Bab Kekuasaan Kehakiman di
Indonesia. Dan dengan itu sekaligus tercapailah pula gagasan wawasan nusantara di bidang hukum, khususnya bida.ng peradi18.n (kekuasaan kehakiman)·.
Harapan kita adalah bahwa dertgan disetujuinya, rancangan undang-undang tentang Peradilan'Agama di penghujung Pelita IV
ini menjadi undang~undang, maka aksn tercapaila~ salah'satu usaha kita untuk mewujutlkan eita-eita pembangunan nasional dlilam Repelita IV tni, yaitu untuk lebih memantapkan 'kedudukan dan peranan badan-badan peradilan termasuk Peradilan Agama, yang akan turut menciptakan kondisi yang lebih man tap .sehingga setiap anggota masyarakat dapat m~nikmati suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan.
Upaya penegakan h~kum dan mewujudkan keadilan merupakan masalah yang sangat utama dalam rangka terwujudnya eita - eita kemf.n;deka~n, yaitu ma~yaraka't yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perspekti£ itu.lah kita harus melihat lahirnya undang-'undang tentang Peradilan Agama ini.
Akhir kata.'atas nama Pemerintah'kami sampaikan penghargaan kepada Saudara Pimpinan dan para Anggota Dew~n yang terhormat atas perhatian dan kessJarannya untuk mengikuti keterangan Pemerintah ini.
Semoga Tuhan ~ang Mahs Esa ~ember~ahi kita semua .
. Wassala~u' alaikum wr. wb.
Januari 1989
,