ketentuan hukum sebagai acuan dalam …

164
1 KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM PELAKSANAAN PRAKTIK PERAWAT LEGAL PROVISION AS A REFERENCE IN THE IMPLEMENTATION OF NURSE PRACTICE DONALD NARANTI LARENGGAM NIM : P0907211728 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

1

KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM

PELAKSANAAN PRAKTIK PERAWAT

LEGAL PROVISION AS A REFERENCE IN THE

IMPLEMENTATION OF NURSE PRACTICE

DONALD NARANTI LARENGGAM

NIM : P0907211728

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

2

KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM

PELAKSANAAN PRAKTIK PERAWAT

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi

Hukum Kesehatan

Disusun dan diajukan oleh :

DONALD NARANTI LARENGGAM

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 3: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

3

ABSTRAK

DONALD NARANTI LARENGGAM. Ketentuan Hukum Sebagai Acuan Dalam

Pelaksanaan Praktik Perawat (dibimbing oleh : Achmad Ruslan dan Harustiati

A Moein).

Penelitian ini bertujuan : (1) Mengetahui Sejauh mana Ketentuan Hukum

sebagai acuan dalam Pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan

Talaud, (2) Mengetahui Penerapan Sanksi Administrasi dalam pelaksanaan

praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud. (3) Mengetahui Substansi

hukum, Sosialisasi, Penegak hukum, Fasilitas dan warga masyarakat

menghambat ketentuan hukum sebagai acuan dalam Pelaksanaan praktik

perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Untuk mencapai tujuan penelitian, Penelitian ini dilakukan di Kabupaten

Kepulauan Talaud dengan sampel perawat 68 orang yang diambil secara

acak sederhana (Simple Random Sampling). Metode Penelitian yang

digunakan adalah Normatif Empiris (sosiolegal) terhadap ketentuan hukum

sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik perawat.

Hasil penelitian menunjukkan Ketentuan Hukum sebagai acuan dalam

pelaksanaan praktik perawat pengaturannya telah ada, baik dari segi

perizinan maupun kewenangannya, tetapi belum sepenuhnya menjadi acuan

yang baik bagi perawat dalam menjalankan tugas/praktiknya terutama di

daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan seperti di Kabupaten Kepulauan

Talaud yang terbatas dalam hal sumber daya manusia kesehatan,

transportasi, fasilitas dan ekonomi masyarakat. Penerapan sanksi

administrasi dalam pelaksanaan praktik perawat yang tidak sesuai ketentuan

hukum di Kabupaten Kepulauan Talaud, belum dilaksanakan secara tegas

oleh penegak hukum administrasi (pimpinan), hal itu terlihat dari tindakan

sanksi yang diberikan kepada perawat yang melanggar ketentuan hukum

praktik perawat belum maksimal. Pelaksanaan ketentuan hukum sebagai

acuan dalam pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud

belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, karena terdapat faktor yang

menghambatnya, seperti : Substansi Hukum yang belum jelas dan sesuai

kondisi khusus di daerah DTPK, sosialisasi belum maksimal, penegak hukum

belum tegas, fasilitas belum memadai, keadaan masyarakat yang kurang

mendukung.

Page 4: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

4

ABSTRACT

DONALD NARANTI LARENGGAM. Legal Provision as a Reference in the

Implementation of Nurse Practice (Supervised by: Achmad Ruslan and

Harustiati A. Moein).

The study aims to find out : (1) to what extent legal provision has

been used as a reference in the implementation of nurse practice in Talaud

Island district; (2) the application of administration sanction in the

implementation; and (3) whether legal substance, socialization, legal officers,

and citizens become obstacles in the implementation.

The research was conducted in Talaud Island district with 68 nurces

as samples. They were selected by using the simple random sampling. The

method used was the normative empirical (sociolegal) method.

The results reveal that there has been an arrangement of the use

legal provision as a reference in the implementation of nurse practice. both in

terms of licensing as well as authority. However, it has not been a good

reference for nurses in carrying out their tasks/practice especially in

underdeveloped regions, border areas, and island regions where there are

limitations in terms of health human resource, transportation, facilities, and

economy. Furthermore, administrative sanctions have not been firmly applied

by the leaders in the implementation of nurse practice. Several factors

become the obstacles in the implementation. The legal substance is not clear,

and it is not appropriately adjusted to yhe special conditions of

underdeveloped regions, border areas, and island regions. The socialitation is

not maximum, the legal officers are not firm, facilities are not adequate, and

the condition of community is not really supportive.

Keywords : legal provision, reference, nurses

Page 5: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

5

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA ....................................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................ vii

ABSTRAC ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................. 11

C. Tujuan Penelitian .................................................... 11

D. Kegunaan Penelitian ............................................... 12

E. Keaslian Penelitian ................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUTAKA

A. Hukum dan Perundang-Undangan ......................... 15

B. Pelayanan Kesehatan dan Rujukan ....................... 25

C. Keperawatan ...................... .................................... 31

D. Izin dan Kewenangan ............................................. 40

E. Kesadaran, Ketaatan, Efektivitas Hukum Dan Penegakan Sanksi Administrasi ……………………

45

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum …………………………………………………

51

G. Malpraktik Perawat ................................................. 53

H. Kerangka Berpikir ................................................... 56

I. Definisi Operasional ................................................ 59

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ....................................................... 62

B. Lokasi dan Jenis Data Penelitian ............................ 62

C. Populasi dan Sampel .............................................. 63

D. Teknik Pengumpulan Data ..................................... 64

E. Analisis Data ........................................................... 64

Page 6: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAAN

A. Ketentuan Hukum Sebagai Acuan Dalam Praktik

Perawat ...................................................................

65

1. Pengaturan Hukum Perizinan Praktik Perawat .. 71

2. Pengaturan Hukum Kewenangan Praktik

Perawat ..............................................................

82

B. Penerapan Sanksi Administrasi .............................. 114

1. Teguran Lisan .................................................... 117

2. Teguran Tertulis ................................................. 118

3. Pencabutan Izin Sementara atau Tetap ............ 120

C. Faktor-Faktor yang Menghambat Ketentuan

Hukum Sebagai Acuan Dalam Praktik Perawat ....

126

1. Substansi ........................................................... 127

2. Sosialisasi .......................................................... 132

3. Penegak Hukum ................................................ 134

4. Fasilitas .............................................................. 138

5. Masyarakat ........................................................ 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................. 142

B. Saran ...................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 145

LAMPIRAN

Page 7: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

7

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Karakteristik Responden Perawat Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013 …...

68

2. Karakteristik Responden (Perawat) Menurut Tempat Kerja di

Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013 ……………….......

69

3. Penjatuhan sanksi kepada perawat oleh pimpinan di

Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013……………………

118

4. Penanganan laporan kesalahan praktik perawat oleh

pimpinan di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013………

121

5. Sosialisasi Ketentuan Hukum Praktik Perawat di Kabupaten

Kepulauan Talaud Than 2013 ……………………………….......

133

6. Pengawasan Pimpinan Terhadap Praktik Perawat di

Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013……………………

135

7. Keadaan Fasilitas Pendukung Pelaksanaan Praktik Perawat

di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013 …………………

138

8. Alasan Pasien/keluarga pasien (masyarakat) tidak mau

dirujuk oleh perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun

2013………………………………………………………………....

140

Page 8: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

8

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor halaman

1. Standart Kompetensi Perawat Indonesia Menurut PPNI

Tahun 2005 ………………………………………………………...

151

2. Surat Rekomendasi Penelitian Dari Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Kepulauan Talaud …………………………………..

153

3. Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian

Dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulaun Talaud…

154

Page 9: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

9

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Donald Naranti Larenggam

Nomor Mahasiswa : P0907211728

Program Studi : S2 Hukum Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari

terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini

hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 2013

Yang Menyatakan

Donald Naranti Larenggam

Page 10: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

10

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena berkat dan bimbingan-Nya, maka Tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

memperoleh gelar Magister di bidang Ilmu Hukum pada Program Studi

Hukum Kesehatan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Penulis

sadari tesis ini belum sempurna, karena itu saran dan masukkan dari

berbagai pihak sangat diharapkan, demi kesempurnaan tesis ini.

Selama dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis banyak

mendapat bimbingan, arahan dan bantuan dari semua pihak. Untuk itu,

penulis dengan tulus ikhlas menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H.,M.H, Selaku Pembimbing I dan Dr.

Harustiati A. Moein, S.H.,M.H. sebagai Pembimbing II yang banyak

membimbing, memberi petunjuk, arahan kepada penulis dalam

penyelesaian tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. Abdul Kadir, Ph.D.,Sp.THT, KL (K), MARS, dan Prof. Dr. Abdul

Razak, S.H, M.H., serta Dr. Hamzah Halim, S.H, M.H., masing-masing

sebagai komisi penguji, telah banyak memberikan masukkan, petunjuk dan

saran untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Prof. Dr. dr. Idrus Patrusi, Sp.PJK, selaku Rektor Universitas Hasanuddin

bersama Pembantu dekan dan staf telah memberikan kesempatan bagi

penulis untuk mengikuti pendidikan di Unhas Makassar

Page 11: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

11

4. Prof. Dr. Ir. Mursalim, selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas

Hasanuddin bersama staf, yang telah memberikan kesempatan penulis

untuk mengikuti pendidikan di S2 ini.

5. Prof. Dr. Aswanto, S.H, M.Si, DFM, selaku Dekan bersama Pembantu

Dekan dan Prof. Dr. Marthen Arie, S.H.,M.H. selaku ketua Program

Magister hukum bersama seluruh staf pengajar/dosen dan pegawai di

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu,

dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menempuh pendidikan S2 hukum Unhas Makassar.

Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada :

1. Menteri Kesehatan RI. dan Wakil Menteri bersama Dirjen dan Kepala

BPPSDMK, serta staf kementerian kesehatan RI. yang telah membantu

dalam penyediaan dana tugas belajar penulis selama menempuh

pendidikan di fakultas hukum Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara bersama staf yang telah

membantu penulis untuk tugas belajar di fakultas hukum Unhas Makassar.

3. Bupati Kepulauan Talaud dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

Kepulauan Talaud, serta staf yang telah memberikan kesempatan bagi

penulis untuk tugas belajar di S2 Hukum Unhas Makassar.

4. Orang Tua penulis yang telah mendoakan, memotivasi dan membantu

penulis dalam mencapai keberhasilan selama pendidikan ini. Demikian

pula, kakak-kakak dan adik-adik, serta saudara-saudaraku yang telah

mendukung penulis selama melanjutkan studi S2 Hukum Unhas ini.

Page 12: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

12

5. Secara khusus ucapan terima kasih dan sambil mempersembahkan Tesis

ini kepada istri tercinta dan kukasihi : Sopiah Melda Amelia Awaeh dan

Anak-anak tersayang dan kukasihi : Athalia Larenggam, Bill Awaeh

Larenggam dan Gil Maholeh Larenggam yang penuh kesabaran,

pengharapan dan kesetiaan berdoa dan menopang penulis selama

mengikuti pendidikan di S2 hukum kesehatan Unhas.

6. Teman-teman kelas Hukum Kesehatan (Reguler dan Non Reguler) dan

Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu – persatu yang telah

membantu penulis baik materil maupun moril, selama penulis menempuh

pendidikan di S2 Unhas.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan llmu pengetahuan

hukum khususnya hukum kesehatan bidang keperawatan demi pelayanan

kesehatan masyarakat yang lebih baik. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa

senantiasa memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada kita semua!.

Makassar, 2013

Penulis

Donald Naranti Larenggam

Page 13: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan asas legalitas sebagai salah satu unsur Negara formal,

fungsi undang-undang sangatlah penting dan strategis serta sangat

menonjol. Asas legalitas merupakan prinsip utama dalam setiap negara

hukum, hal ini mempunyai arti bahwa setiap penyelenggaraan kenegaraan

dan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan

oleh undang-undang. Undang-Undang menjadi jantung segala aktivitas

pemerintah, sebab tanpa undang-undang pemerintah tidak boleh melakukan

suatu perbuatan (tindakan). Dasar keabsahan segenap tindakan pemerintah

adalah undang-undang sesuai dengan asas legalitas. Memang tujuan asas

legalitas adalah untuk menciptakan kepastian hukum supaya penguasa tidak

bertindak sewenang-wenang1

Seperti diketahui hukum merupakan salah satu norma sosial yang

ditujukan untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat.

Dengan demikian hukum harus secara seimbang melindungi kepentingan-

kepentingan yang ada ditengah masyarakat. Bagi para pembuat peraturan

perundang-undangan hukum yang mereka buat haruslah memperhatikan

1

Sibuea H.P, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-asas Umum

Pemerintahan Yang Baik, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Page 14: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

14

kepentingan-kepentingan yang ada dan dapat bekerja serta berfungsi sesuai

dengan apa yang diharapkan2

Terkait dengan pengaturan kepentingan masyarakat diatas,

menurut3, Fungsi Hukum diantaranya adalah sebagai a tool of social control

dan a tool of social engenering. Fungsi hukum sebagai a tool of sosial control

dimaksudkan untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap

merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau

tindakan yang dilakukan oleh hukum, jika terjadi penyimpangan, sedangkan

fungsi hukum sebagai a tool of social engneering adalah fungsi hukum

sebagai alat pengubah masyarakat. Apabila fungsi hukum dapat berjalan

dengan baik, maka niscaya tujuan hukum pun dapat terwujud. Dalam

perkembangannya, tujuan hukum dalam masyarakat mengalami kemajuan.

diantaranya adalah sebagai ketertiban. Sebagai alat pengatur tata tertib

hubungan masyarakat hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk

kehidupan4 . Hal itu berarti, bahwa hukum dapat menjadi acuan/pedoman

dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam bidang kesehatan.

Sinkron dengan hal tersebut, Sebagai wujud pengaturan hukum

dalam bidang kesehatan adalah dibentuknya berbagai peraturan dan

perundang-undangan di bidang kesehatan. Aturan hukum tersebut,

diantaranya adalah sebagai pengaturan tentang pelaksanaan tugas dan

kewenangan tenaga kesehatan. Peraturan dan perundang-undangan

2 Soewondo S.S., 2006, Dokter Asing dan Pelayanan Kesehatan Indonesia : Suatu Tinjauan

Yuridis, Makasasar : PUKAP-Indonesia.

3 Ali A, 2002 (a), Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) Jakarta : PT

Toko Gunung Agung Tbk.

4 Asikin Z, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Page 15: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

15

tersebut dibuat dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan melindungi

tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya, sehingga dapat

dicapai suatu rasa keadilan masyarakat, kepastian hukum dan kemanfaatan

bagi seluruh rakyatnya.

Ketentuan hukum tentang pelaksanaan tugas dan kewenangan

tenaga kesehatan tersebut adalah dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun

2009 tentang Kesehatan pada pasal 23 ayat (1) secara tegas telah

menyatakan bahwa : “Tenaga Kesehatan berwenang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan”.5 Tenaga kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan RI. Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 2

ayat (1-8) adalah terdiri atas : Tenaga medis meliputi; dokter dan dokter gigi,

Tenaga keperawatan, meliputi; perawat dan bidan, Tenaga farmasi meliputi ;

apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker, Tenaga gizi meliputi; Nutrision

dan dietisien,serta lainnya. 6

Perawat sebagai salah satu tenaga keperawatan hampir terdapat

pada semua sarana kesehatan yang ada, baik di kota atau di pedesaan

sekalipun. Hal tersebut, dipertegas oleh pernyataan Direktur Jenderal Bina

Upaya Kesehatan Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia pada temu

media di Jakarta tanggal 6 mei 2011 yang mengatakan bahwa perawat di

Indonesia jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan tenaga

5 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

6 Peraturan Pemerintah RI. Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Page 16: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

16

kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan baik di Puskesmas, maupun di Rumah Sakit.7

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan

dan lindungan hukum yang jelas. Perawat harus mengetahui berbagai

konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan, karena tehadap

putusan dan tindakan professional yang dilakukan perawat memiliki

akuntabilitas terhadap putusan dan tindakan professional yang dilakukan8.

Pelaksanaan tugas dan kewenangan perawat mulai diatur dalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu : pasal 23 ayat (3),

dikatakan : “Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat

wajib memiliki izin dari Pemerintah. 9 Selanjutnya secara khusus tenaga

perawat dalam melaksanakan tugasnya diatur dengan Peraturan Menteri

Kesehatan RI. Nomor : HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Dalam Permenkes tersebut dikatakan bahwa perawat dalam

melaksanakan praktik harus memiliki Surat Tanda Registrasi dan memiliki

Surat Izin Praktik Perawat (kecuali yang bertugas di Institusi Pemerintah).10

Untuk ketentuan tentang registrasi sebagaimana dalam Permenkes Nomor :

1796 tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, pasal 2 ayat (1),

7Kementerian Kesehatan RI. BPPSDMK, 2011. Perawat Mendominasi Tenaga Kesehatan

(One Line), (http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?

8 Mindyarini, 2011, Standart Profesional Dalam Praktik Keperawatan, FIK-UI, Artikel.

Available : http//regional.kompasiana.com/2011/05/12/

9UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. op.cit. hlm 155

10Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.02.02/Menkes/148 /I/2010

tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat.

Page 17: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

17

menyatakan “Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan

pekerjaannya wajib memiliki STR”. 11

Pelaksanaan praktik perawat juga ditegaskan pada permenkes No.

HK.02.02/Menkes/148/I/2010, yaitu : pasal 8 dan 9 yang menyatakan bahwa

perawat dalam melaksanakan praktik pelayanan kesehatan harus sesuai

dengan kewenangan yang dimilikinya, yaitu : melaksanakan asuhan

keperawatan, upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan

masyarakat, serta tindakan keperawatan komplementer. Juga perawat dapat

memberikan obat bebas dan atau obat bebas terbatas. 12

Untuk menjamin tindakan perawat di tempat dan atau daerah tanpa

tenaga kesehatan lainnya, pemerintah berdasarkan Permenkes Nomor:

HK.02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Perawat pada pasal 10 menegaskan bahwa : Dalam keadaan darurat untuk

penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat

kejadian perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar

kewenangannya. Perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak

memiliki dokter dalam rangka melasanakan tugas pemerintah, dapat

melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya, dan harus

mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk

dirujuk.13

11

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1796/Menkes/ PER/VIII/2011

tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.

12Permnkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 loc. cit

13Permnkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Ibid.

Page 18: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

18

Apabila dokter atau dokter gigi terbatas pada saat pelayanan

kesehatan, maka dapat dilakukan pelimpahan kewenangan kepada perawat.

dengan syarat sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh

perawat bersangkutan dan dilakukan dengan cara tertulis. Hal tersebut diatur

dalam Permenkes RI. Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 tentang Izin Praktik

dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran pasal 23 ayat (1), (2), dan (3).

Aturan tentang penyelenggaraan praktik perawat yang sudah ada,

diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman yang baik bagi perawat

dalam pelaksanaan praktiknya. kenyataan yang terjadi, ternyata tidak

sepenuhnya sesuai dengan harapan. Disana-sini masih di dapatkan berbagai

penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya. Perawat masih saja

melakukan kesalahan/kealpaan atau malpraktik, baik sengaja maupun tidak.

Terjadinya kesalahan/kealpaan dimaksud, sangat dipengaruhi oleh berbagai

hal yang dapat menghambat pelaksanaanya.

Realitas pelanggaran dalam pelaksanaan praktik perawat, seperti :

menurut Bangka Pos (2009), berdasarkan catatan Persatuan Perawat

Nasional Indonesia Bangka Belitung dari 300 Perawat di Kota Pangkal

Pinang belum satupun yang memiliki SIK dan SIPP. Begitu juga dalam

Tribowo, 2009 dikatakan bahwa di salah satu daerah di Jawa tengah, banyak

perawat-perawat yang membuka praktek mandiri, namun setelah ditelusuri

lebih lanjut mereka tidak memiliki SIPP.14

Berkaitan dengan program Registrasi bagi tenaga kesehatan untuk

mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR), belum ada data pasti tentang

14

Triwibowo, C. 2010. Hukum Keperawatan, Panduan Hukum dan Etika Keperawatan, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta. hlm 62.

Page 19: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

19

perawat yang tidak lulus uji kompetensi, karena baru dimulai pada tahun

2011. Sebagai bahan perbandingan pada tahun 2010, berdasarkan berita

dari Jakarta, Kompas pada Sabtu, 28 Agustus 2010, terdapat 27 persen

dokter tidak lulus uji kompetensi dari 27.000 dokter yang mengikuti uji

kompetensi tersebut dan perlu mengikuti ujian ulang.15 Kemungkinan hal

tersebut juga dapat dialami oleh perawat, apalagi mereka yang tidak pernah

mengikuti pendidikan dan latihan teknis fungsional keperawatan.

Penyelenggaraan praktik perawat khususnya dalam tindakan

keperawatannya, Berdasarkan Survei Depkes & WHO, 2005 : perawat di

praktek swasta : (1) melakukan diagnosa medis (92.6%); (2) tulis resep

(93.1%); (3) memberikan pengobatan (97.1%); (4) melakukan pre-natal

periksa (70.1%) dan tindakan postnatal16. Penelitian FKM UI dalam Rivai

(2008), di 2 (dua) Puskesmas kota dan desa ditemukan 92% perawat

melakukan diagnosis medis dan 93% membuat resep.17 Begitu juga dalam

Penulusuran di media on line Pada tahun 2011 terdapat 6 dugaan kasus

malpraktek perawat, tetapi sebut saja terdapat di Wawurejo Kabupaten tegal,

terdapat 5 orang meninggal dunia karena dugaan malpraktik oleh perawat.18

Berbagai faktor dapat saja berpengaruh atau menjadi hambatan

terhadap pelaksanaan hukum. Begitu juga dalam pelaksanaan aturan praktik

perawat, tentu ada isu dan kemungkinan faktor yang sama dapat

15

Kompas, 2011. 27 Persen Dokter Tidak Lulus Uji Komptensi (One Line),(http://haelth.

kompas.com/, diakses 30 Desember 2011.

16 PP PPNI, 2012, Naskah Akademik Undang-Undang Keperawatan,

ppnimks.files.wordpress.com/.../ruu-keperawatan-problematika.pdf

17 Triwibowo, C. op. cit. hlm. 60

18 Administrator, 2011. Dugaan Malpraktek, 5 Nyawa Melayang, (On Line).

(http://epaper.radartegal.com/ , diakses 16 Desember 2011).

Page 20: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

20

menghambat pelaksanaannya. Misalnya : Untuk faktor pengaturan hukum,

rumusan dan relevansi aturan pelaksanaan praktik perawat, ada kebutuhan

tenaga keperawatan yang belum terakomodir di dalamnya. Sehingga

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) saat ini terus mendesak

Pemerintah dan DPR, untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-

Undang Praktik Keperawatan menjadi Undang-Undang.

Diantara beberapa alasan PPNI, yaitu: Penyelesaian masalah

kesehatan masyarakat di pedesaan telah memerlukan intervensi medis,

tetapi kompetensi perawat yang ditempatkan di pedesaan terbatas pada

intervensi keperawatan, Tidak jelasnya pengaturan kewenangan dan metode

pelimpahan wewenang di Puskesmas, Kontroversi kewajiban Perawat

menolong Gawat Darurat (di pidana) disisi lain tidak boleh menyimpan obat,

dan lain sebagainya.19

Kemungkinan Faktor berpengaruh berikutnya adalah kurangnya

penegakan hukum dari pihak pemerintah dan organisasi profesi terhadap

para perawat yang ada. Hal ini juga terkait dengan faktor sarana atau

fasilitas. Terungkap pada dua orang responden yang bertugas di Puskesmas

Melonguane Kabupaten Kepulauan Talaud, bahwa selama ini belum pernah

ada sosialisasi, pengawasan dan atau penindakan terkait aturan praktik

keperawatan. Masyarakat, juga sangat mempengaruhi pelaksanaan praktik

perawat yang tidak sesuai dengan aturan. Menurut20, alasan masyarakat

memanfaatkan pelayanan pengobatan pada praktik perawat di Kota

19

PP PNI, Op. Cit.

20 Ahmad A.K, 2012, Aspek Hukum Pelaksanaan Tindakan Medik Oleh Perawat Di Kota

Makassar, (Tesis) : Program Pasca Sarjana Unhas, Makassar.hlm 145.

Page 21: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

21

Makassar, meliputi : Faktor ekonomi (relatif terjangkau oleh masyarakat

miskin), lebih mudah diakses, penilaian masyarakat; gangguan kesehatan

masih ringan, masyarakat percaya perawat mampu menyembuhkan

penyakitnya.

Hal lain juga adalah sosialisasi peraturan perundang-undangan

sangat berperan penting. Awalnya memang Kesadaran hukum masyarakat

merupakan hasil optimal dari keseluruhan proses sosialisasi hukum. Untuk

sampai pada tahap tahu hukum dalam kapasitas pengertian dan aneka

ragam pemahaman sudah banyak dan meluas dikalangan masyarakat.

Tetapi untuk tahu peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini

sebagai hukum positif yang mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan

negara masih belum banyak, terlebih lagi warga masyarakat yang sampai

pada tahap paham materi perundang-undangan masih langka.21.

Pelaksanaan praktik keperawatan oleh perawat yang tidak sesuai

dengan peraturan dan perundang-undangan jelas akan sangat merugikan

pihak penerima layanan dan perawat itu sendiri. Apabila ada yang komplein

atau malah mempersoalkan secara hukum, akan berakibat hukum terhadap

perawat itu sendiri. Salah satu contoh adalah Misran, seorang perawat yang

di pidana dengan isi vonis PN Tenggarong tersebut : (1)“Terbukti secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana karena membuka praktik

kefarmasian tanpa disertai keahlian dan kewenangan yang melanggar pasal

82 ayat 1 huruf b juncto pasal 63 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992

21

Martini, 2007, Hubungan Karakteristik Perawat, Sikap, Beban Kerja, Ketersediaan Fasilitas

Dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Di Rawat Inap BPRSUD Salatiga, (Tesis) Semarang

: Universitas Diponegoro. hlm. 69.

Page 22: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

22

tentang Kesehatan, (2) “Dijatuhi pidana penjara 3 bulan potong masa

tahanan, ditambah denda Rp 2 juta dengan subsider 1 bulan kurungan22.

Dewasa ini potensi untuk mempersoalkan segala sesuatu yang

dianggap tidak sesuai dengan yang diharapkan atau lebih-lebih secara nyata

melanggar aturan, kemungkinannya sangat besar. Seiring dengan kemajuan

Ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebebasan perss. Masyarakat menjadi

lebih aktif dan kritis dalam menanggapi berbagai persoalan yang terjadi,

termasuk dalam hal pelayanan kesehatan oleh tenaga perawat. Perawat

dalam praktiknya apabila terjadi kesalahan, sangat besar kemungkinan

dibeberkan lewat media massa atau dilaporkan sampai ke ranah hukum

karena melakukan malpraktik keperawatan (secara pidana, perdata dan atau

administrasi).

Demi terjaminnya pelaksanaan tugas praktik perawat ke depan,

diperlukan evaluasi terhadap pengaturan hukum dan hal-hal terkait.

Landasan hukum berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan

kebijakan dalam penyelenggaraan praktik keperawatan dengan realitas yang

terjadi dalam manifestasinya untuk menjadi suatu ketentuan hukum praktik

perawat yang menjadi acuan dalam pelaksanaan praktik perawat di daerah

tertinggal, perbatasan dan kepulauan yang sarat dengan komplikasi

permasalahan di bidang kesehatan, perlu pengkajian yang lebih mendalam

dan komprehensif.

22

PPNI Kota Bontang, 2011, Perjuangan Perawat Misran (1), (http://ppnibontang.blogspot.com/) diakses tgl : 24/4/2013.

Page 23: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

23

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Sejauh manakah Ketentuan Hukum menjadi acuan dalam Pelaksanaan

praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud?

2. Bagaimanakah Penerapan sanksi administrasi dalam pelaksanaan

praktik perawat yang tidak sesuai ketentuan hukum praktik perawat di

Kabupaten Kepulauan Talaud?

3. Bagaimanakah substansi hukum, sosialisasi, petugas menegakkan,

fasilitas dan masyarakat mempengaruhi ketentuan hukum sebagai

acuan dalam Pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan

Talaud?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sejauh mana Ketentuan Hukum sebagai acuan dalam

Pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud

2. Mengetahui Penerapan sanksi administrasi dalam pelaksanaan praktik

perawat yang tidak sesuai ketentuan hukum praktik perawat di

Kabupaten Kepulauan Talaud

3. Mengetahui substansi hukum, Sosialisasi, petugas menegakkan,

Fasilitas dan masyarakat mempengaruhi ketentuan hukum sebagai

acuan dalam Pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan

Talaud.

Page 24: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

24

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teori

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan Ilmu Hukum Kesehatan (khususnya hukum

keperawatan) dalam rangka pengaturan pelaksanaan praktik perawat

bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Disamping itu juga, akan

menjadi bagian pengalaman dan menambah wawasan penulis tentang

hukum keperawatan tersebut.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini kiranya dapat memberikan masukan dan saran kepada

pengambil kebijakan di bidang kesehatan dalam penyusunan

kebijakan tentang izin dan kewenangan, serta kompetensi tenaga

perawat dimasa mendatang. Khusus bagi tenaga perawat dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam pelayanan

kesehatan agar lebih professional dan sesuai aturan. kepada praktisi

hukum (Jaksa, Hakim, Pengacara) dalam menangani persoalan

tentang malpraktik keperawatan harus lebih arif dan bijaksana, agar

tidak berdampak buruk bagi pelayanan kesehatan masyarakat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti tentang penelitian

yang sudah dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Judul : Aspek Hukum Pelaksanaan Tindakan Medik Oleh Perawat Di Kota

Makassar pada Tahun 2012. Penelitian dilakukan oleh Abdul Kadir Ahmad

Page 25: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

25

(Tesis Pada Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin). Penelitian

tersebut membahas tentang Aspek Hukum pelaksanaan tindakan medik

oleh perawat dan Alasan masyarakat memanfaatkan pengobatan praktik

perawat23.

Perbedaan dalam penelitian ini adalah : Membahas tentang ketentuan

hukum sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik perawat, penerapan

sanksi administrasi dalam pelaksanaan praktik perawat, serta faktor yang

menghambat ketentuan hukum sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik

perawat di Kabupaten kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara.

2. Judul : Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Perawat Yang Melakukan

Tindakan Medik Dalam Rangka Menjalankan Tugas Pemerintah Terutama

Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

2052/Menkes/PER/X/2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran (Study Kasus Di Puskesmas Kota Palu). Penelitian dilakukan

oleh Edita Diana Tallupadang. Tesis pada Program Pasca Sarjana

Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Tahun 2012. Penelitian

tersebut membahas tentang ketentuan perlindungan hukum dan

pertanggungjawaban hukum perawat dalam menjalankan tugas

pemerintah dikaitkan dengan Permenkes No. 2052/Menkes/PER/X/ 2011

tentang Izin Praktik Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran24

23

Ahmad A.K, 2012, Aspek Hukum Pelaksanaan Tindakan Medik Oleh Perawat Di Kota Makassar pada Tahun 2012, Tesis : (Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin), Makassar Tahun 2012.

24 Tallupadang, E.D, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Perawat Yang Melakukan

Tindakan Medik Dalam Rangka Menjalankan Tugas Pemerintah Terutama Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Study Kasus Di Puskesmas Kota Palu), (http://eprints.unika.ac.id/694/1/10.93.0062_

Edita_Diana_Tallupadang.pdf), (up date : 25/4/2013).

Page 26: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

26

Perbedaan dengan penelitian ini : Tidak sebatas tindakan medis saja

berdasarkan Permenkes No. 2052/Menkes/PER/X/ 2011 tentang Izin

Praktik Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, tetapi tentang

pengaturan hukum (Izin dan Kewenangan Perawat) dalam pelaksanaan

praktik perawat, penerapan sanksi administrasi dan faktor yang

menghambat ketentuan hukum sebagai acuan dalam praktik perawat.

Page 27: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Dan Perundang-Undangan

1. Kaidah Hukum dan Legalitas Hukum

Kaidah Hukum lazimnya diartikan sebagai peraturan hidup yang

menentukan bagaimana manusia seyogyanya berperilaku, bersikap

di dalam masyarakat agar kepentingan orang lain terlindungi 25 .

Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, meskipun

dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Olehnya itu pertanyaan

tentang hukum, senantiasa merupakan pertanyaan yang jawabannya

tidak mungkin satu. Berbagai kesulitan untuk merumuskan hukum,

tidak berarti kita tidak perlu mendefinisikan hukum26.

Defenisi Hukum menurut 27 adalah sebagai suatu entitas dalam

kehidupan sosial yang dibentuk untuk menjadi standar penilaian

terhadap tingkah laku atau perbuatan subjek hukum (orang dan

badan hukum) dari aspek lawful dan anlawful atau legal dan illegal

untuk mewujudkan suatu nilai-nilai kehidupan tertentu yang menjadi

ratio legisnya.

25

Azikin Z, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. hlm 26-27.

26 Ali A, 2002, (a) Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) Jakarta : PT

Toko Gunung Agung Tbk

27 Ruslan A, 2010, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia, Yogyakarta : Rangkang Education.

Page 28: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

28

Sedangkan kaidah hukum, menurut28 cirri-cirinya adalah :

1. Sumbernya dari masyarakat yang diawali oleh suatu otoritas

tertinggi dan terorganisir.

2. Sanksinya bersifat eksternal, dalam wujud gantirugi perdata,

denda, kurungan penjara sampai hukuman mati.

3. Isinya ditujukan mutlak pada sikap lahir.

4. Bertujuan untuk ketertiban masyarakat.

5. Daya kerjanya mengharmoniskan hak dan kewajiban.

Di dalam Negara Hukum dapat diciptakan peraturan perundang-

undangan dan peraturan kebijakan sebagai sarana untuk melakukan

perubahan sosial atau sebagai sarana pembangunan guna mencapai

tujuan Negara. Peraturan perundang-undangan berdasarkan asas

legalitas, sedangkan peraturan kebijakan dibentuk berdasarkan asas

diskresi hukum yang melengkapi asas legalitas29.

Dalam hukum Administrasi Negara legalitas berarti setiap perbuatan

atau keputusan administrasi Negara harus berdasarkan ketentuan

undang-undang. Apabila dengan alasan “keadaan darurat”, maka

harus dapat dibuktikan dan apabila tidak terbukti maka perbuatan

tersebut dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)30.

28

Ali A. (a) Op.Cit. hlm 42.

29 Razak A, 2005, Peraturan Kebijakan Sebagai Instrumen Pemerintahan, JUrnal Ilmu

Hukum Amanna Gappa-Volume 13 No. 2 Juni 2005

30 Masriani Y.T., 2011, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.

Page 29: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

29

Menurut Carl Joachim Fredrich dalam 31, menyatakan bahwa legalitas

memiliki perbedaan dengan legitimasi. Legalitas Hukum berdasar

pada kesesuaiannya dengan hukum positif, sedangkan legitimasinya

bersandar pada kebenaran.

2. Hukum Sebagai Acuan Perilaku

Telah dikatakan sebelumnya, bahwa Kaidah Hukum lazimnya

diartikan sebagai peraturan hidup yang menentukan bagaimana

manusia seyogyanya berperilaku, bersikap di dalam masyarakat agar

kepentingan orang lain terlindungi32. Kata seyogyanya berperilaku,

bersikap mengandung makna bagaimana seharusnya seseorang

berperilaku, bersikap. Itu dapat berarti bahwa hukum itu sebagai

penuntun/pembimbing bagi seseorang untuk bersikap dan

berperilaku.

Hukum Menurut Harold J.B dan William G (1972) adalah merupakan

pedoman tingkah laku sebagai perwujudan ideal dari kebudayaan

manusia yang bersifat abstrak33. Kata pedoman menurut34 berarti

alat untuk menunjukkan arah, hal (pokok) yg menjadi dasar

(pegangan, petunjuk, dsb) untuk menentukan atau melaksanakan

sesuatu.

31

Ilyas A, 2010 (b), Berbagai Konsep Tentang Hukum Sebagai Suatu Konsep, Jurnal Ilmu

Hukum ammana gappa. Vol.18 Nomor 2, Juni 2010.

32 Azikin Z, Op. Cit. hlm. 26-27.

33 Endang Kusuma Astuti, 2010, Analisis Hukum Interaksi Dokter Dengan Pasien Dalam

Pelayanan Medis, JUrnal Ilmu Hukum Amanna Gappa – Volume 18 No. 2, Juni 2010. hlm. 260.

34 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2012, Edisi Revisi (one Line).

(http://kbbi.web.id/pedoman. diakses : 11 mei 2013.

Page 30: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

30

Kata acuan menurut35 berarti : cetakan (kue, peluru). sedangkan

dalam bahasa Inggris acuan sama reference. Referense juga dapat

berarti rekomendasi atau pedoman. Berdasarkan pengertian-

pengertian diatas, maka kaidah hukum dapat dikatakan juga sebagai

pedoman atau acuan seseorang dalam melakukan sesuatu

(berperilaku) yang sepantasnya untuk dapat melindungi kepentingan

orang lain dan dirinya sendiri. Hal itupun sesuai dengan tujuan hukum

menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan yang baik36.

3. Peraturan Perundang-Undangan

Secara teoritis, konsep perundang-undangan inhernt atau tidak dapat

dilepaskan eksistensinya dengan sejumlah aspek hukum yang

memungkinkan perundang-undangan dapat berdimensi fungsional

terutama mewujudkan nilai atau tujuan hukum (kepastian,

kemanfaatan dan keadilan). Demikian beberapa aspek hukum

tersebut, dapat menjiwai setiap produk perundang-undangan baik

dari segi the procedure of law dan the content of law. Selain itu,

aspek-aspek hukum tersebut, menjadi unsur kognitif teori peundang-

undangan.37.

Undang-Undang (gezets) adalah dasar dan batas bagi kegiatan

pemerintahan, yang menjamin tuntutan-tuntutan negara berdasar

35

Ibid.

36 Marzuki P.M, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

37 Ruslan A, 2010, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia, Yogyakarta : Rangkang Education.

Page 31: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

31

atas hukum, yang menghendaki dapat diperkirakannya akibat dari

suatu aturan hukum dan adanya kepastian hukum. Sedangkan

Peraturan perundang-undangan dilihat dari peristilahan merupakan

terjemahan dari weetelijke regeling. Kata weeteijk berarti sesuai

dengan wet. Kata wet pada umumnya diterjemahkan dengan

undang-undang dan bukan dengan undang, sehubungan dengan

kata dasar undang-undang, maka terjemahan weetelijke regeling

ialah peraturan perundang-undangan.38

Peraturan perundang-undangan menurut D.W.P. Ruiter terdapat 3

Unsur, yaitu :

1) Norma Hukum (rechtsnormen).

Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

mengandung salah satu sifat-sifat sebagai berikut : a. Perintah

(gebod), b. larangan (verbod), c. Pengizinan (teostemming), dan

d. Pembebasan (vrijstelling).

2) Berlaku ke luar (naar buitn werken); Maksudnya norma hanya

tertuju kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamanya

maupun antara rakyat dan pemerintah.

3) Bersifat umum dalam arti luas (algemeenheid in ruimezing) ;

orang biasanya membedakan kategori norma antara yang

umum dan individual, dan antara yang abstrak dan konkrit.39

38

Yuliandri, 2010, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. hlm 25.

39 Ruslan A,Op.Cit. hlm 37-38.

Page 32: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

32

Menurut 40 , Norma hukum yang masuk dalam kategori atau

kualifikasi Peraturan Perundang-Undangan adalah norma

hukum yang memenuhi secara integral Sembilan karakteristik

dasar sebagai berikut :

1) Mengatur perilaku para subjek hukum yang bersifat

imperatif dalam pengertian perintah untuk melakukan

sesuatu yang lazim disebut kewajiban atau perintah untuk

tidak melakukan sesuatu yang lazim disebut larangan

disertai ancaman sanksi (perdata dan/atau pidana dan/atau

administratif), serta yang bersifat fakultatif;

2) Berlaku ke dalam dan keluar dalam rangka pemenuhan hak

asasi manusia;

3) Bersifat mengikat (mengikat umum atau impersonal dari

subjeknya);

4) Objek yang diaturnya bersifat abstrak dan/atau konkrit;

5) Melembagakan suatu tatanan nilai-nilai hukum tertentu yang

bersifat intrinsik;

6) Menentukan atau memastikan segi waktu keberlakuannya,

yaitu bersifat terus menerus atau untuk waktu tertentu saja

tapi tidak einmaghlig;

7) Menentukan atau memastikan segi tempat keberlakuannya,

yaitu bersifat teritoriastik;

8) Menentukan atau memastikan mekanisme atau prosedur

pembentukannya sesuai dengan dasar pembentukannya

Page 33: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

33

yang di dalamnya memuat pula organ

pelaksana/penegaknya; dan

9) Menentukan dan memastikan dasar validitas

pembentukannya dari norma hukum yang membentuknya

(aspek hirarkis), serta dana penegakannya41.

4. Fungsi Hukum/Perundang-Undangan

Fungsi hukum itu sendiri, menurut Ali A (2002) terdiri dari :

1. sebagai a tool of social control; fungsi hukum untuk menetapkan

tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan

terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau tindakan yang

dilakukan oleh hukum, jika terjadi penyimpangan.

2. sebagai a tool of social engineering; adalah fungsi hukum sebagai

alat pengubah masyarakat.

3. sebagai symbol; fungsi hukum yang mencakupi proses-proses

dimana seseorang menerjemahkan atau menggambarkan suatu

istilah yang sederhana tentang perhubungan sosial serta

fenomena-fenomena lainnya yang timbul dari interaksi dengan

orang lain.

4. sebagai a political instrument; hukum sebagai alat politik.Hukum

tidak mungkin dipisahkan dari politik.

5. sebagai integrator; hukum berfungsi sebagai mekanisme integrasi

terhadap kepentingan warga masyarakat, berlaku baik baik pada

saat konflik maupun sesudah konflik42.

41

Ruslan A, Ibid. hlm 40-41

Page 34: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

34

Fungsi peraturan perundang-undangan menurut Bagir Manan

dalam, 43 ada dua kelompok utama fungsi peraturan perundang-

undangan, yaitu :

1. Fungsi Internal :

a) Fungsi penciptaan hukum (rechtschepping), yaitu : melahirkan

sistem kaidah hukum yang berlaku umum dilakukan atau terjadi

melalui beberapa cara diantaranya : melalui keputusan hakim

(yurisprudensi), kebiasaan dalam paktik kehidupan masyarakat

atau Negara, peraturan perundang-undangan, doktrin dll.

b) Fungsi Pembaharuan hukum, yaitu : Mengganti peraturan

perundang-undangan yang sudah ada.

c) Fungsi Integrasi, yaitu : Pembaharuan sistem hukum nasional

adalah dalam rangka mengintegrasikan berbagai sistem hukum

(Barat, adat, agama dan nasional), dalam satu tatanan yang

harmonis satu sama lain.

d) Fungsi Kepastian hukum, yaitu : peraturan perundang-

undangan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi

daripada hukum kebiasaan dan hukum adat atau hukum

yurisprudensi.

2. Fungsi Eksternal;

a) Fungsi Perubahan, yaitu sebagai sarana rekayasa sosial (law as

a tool of social engineering) adalah peraturan perundang-

42

Loc. cit.

43 Ruslan A, Op. Cit. hlm 57-61.

Page 35: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

35

undangan diciptakan atau dibentuk untuk mendorong

perubahan masyarakat dibidang ekonomi, sosial maupun

budaya.

b) Fungsi Stabilisasi, yaitu : Peraturan perundang-undangan di

bidang pidana, di bidang ketertiban dan keamanan merupakan

kaidah-kaidah yang terutama bertujuan menjamin stabilitas

masyarakat.

c) Fungsi kemudahan, yaitu : sebagai sebagai sarana untuk

mengatur berbagai kemudahan (fasilitas) peraturan yang berisi

insentif seperti keringanan pajak dll.

5. Kekuatan Berlakunya Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang telah memiliki kekuatan mengikat sejak

diundangkannya di dalam lembaran Negara. Tetapi lain lagi dengan

kekuatan berlakunya undang-undang, karena yang dimaksudkan

adalah berlakunya undang-undang secara operasional. Sudikno

Mertokusumo dalam,44 mengemukakan adanya 3 macam kekuatan

berlakunya suatu undang-undang :

a) Kekuatan berlaku yuridis (juristiche Geltung), setiap undang-

undang secara langsung memiliki kekuatan berlaku secara yuridis

jika seluruh persyaratan formal untuk terbentuknya suatu undang-

undang, telah terpenuhi.

b) Kekuatan berlaku sosiologis (seziologische Geltung), berlakunya

undang-undang itu telah merupakan kenyataan di dalam

44

Ali A, (a) Op. Cit. hlm 114-115.

Page 36: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

36

masyarakat. Lebih lanjut kekuatan berlakunya undang-undang

dalam masyarakat ada 2 acam :

(1) Teori kekuatan (machttheorie), bahwa berlaku secara

sosiologis, jika dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas

diterima atau tidak oleh warga masyarakat.

(2) Teori pengakuan (anerkennungstheorie), bahwa berlaku secara

sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga masyarakat.

c) Kekuatan berlaku filosofis (filosofische Geltung), Undang-undang

barulah mempunyai kekuatan berlaku secara filosofis, jika kaidah

hukum yang tercantum di dalam undang-undang itu sesuai dengan

cita-cita hukum (rectsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi

(uberpositiven werte) di Indonesia adalah Pancasila, serta cita-cita

menuju masyarakat adil dan makmur.

6. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan

Untuk hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia saat ini

berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dikatakan bahwa :

Pasal 7 (1) Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peratuan Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peratura Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hirarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Page 37: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

37

Pasal 8 (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain seagaimana

dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.45

B. Pelayanan Kesehatan dan Rujukan

1. Upaya Pelayanan Kesehatan

Pengertian pelayanan kesehatan banyak macamnya. Menjabarkan

pendapat levey dan Loomba (1973), maka yang dimaksud dengan

pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Syarat pokok

pelayanan kesehatan yang baik, yaitu :

1. Tersedia dan berkesinambungan; Artinya semua jenis

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak

45

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Page 38: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

38

sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah

pada setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar; Artinya pelayanan kesehatan tidak

bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.

3. Mudah di capai; Artinya pelayanan kesehatan dicapai oleh

masyarakat. Ketercapaian maksudnya adalah dari sudut lokasi.

4. Mudah di jangkau; Artinya pelayanan kesehatan muda

dijangkau dari sudut biaya.

5. Bermutu; Artinya tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan

yang diselenggarakan, memuaskan pemakai jasa dan sesuai

dengan kode etik, serta standart yang telah ditetapkan.46

Pelayanan kesehatan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan pasal 53 mengatakan bahwa :

(1).pelayanan kesehatan perorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan dan keluarga,

(3) pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien disbanding kepentingan lainnya.47

2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat

yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan

kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.

46

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Binarupa Aksara. Jakarta. hlm. 38-39

47 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. op.cit hlm 168

Page 39: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

39

Fasilitas pelayanan kesehatan berupa Rumah Sakit, Puskesmas dan

Jaringannya, serta klinik/praktek Mandiri. dalam rangka pelayanan

kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan rumah sakit umum

(kelas: A, B, C, D) dan rumah sakit khusus (Kelas : A, B, dan C).

diklasifikasikan berdasarkan fasilitas kemampuan pelayanan rumah

sakit.48

Fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat lainnya adalah bentuk

rawat jalan klinik mandiri, terdiri dari klinik mandiri sederhana, seperti

praktek dokter umum, dokter spesialis, bidan dan klinik mandiri

institusi, seperti praktek berkelompok, poliklinik, BKIA, puskesmas.49

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab satu atau sebagian wilayan

kecamatan. Puskesmas dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya dibantu oleh jaringannya, yaitu : Puskesmas Pembantu,

Puskesmas Keliling dan Poskesdes.50

3. Azas Rujukan

Mekanisme hubungan kerja yang memadukan satu strata pelayanan

dengan strata pelayanan kesehatan lain salah satu diantaranya

dikenal dengan nama system rujukan (referral System). Adapun yang

dimaksud dengan system rujukan di Indonesia (SK. Menkes RI. No.

48

UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. op.cit hlm 86-148.

49 Azwar, A. Op. Cit. hlm 77

50 Soegato, B. Kebijakan Dasar Puskesmas (Kepmenkes No. 128 tahun 2004), (One Line)

(https://docs.google.com/, diakses 30/12/2011). hlm 8

Page 40: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

40

32 Tahun 1972) ialah suatu system penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal

balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara

vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit

yang lebih mampu atau secara horisontal dalam arti antar unit-unit

yang setingkat kemampuannya. Macam system rujukan di Indonesia

ada 2, yaitu :

1. Rujukan kesehatan : rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya

pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan

(berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat). Rujukan ini

terdiri atas rujukan teknologi, sarana dan operasional.

2. Rujukan Medik : terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan

penyakit serta pemulihan kesehatan. Pada dasarnya berlaku untuk

pelayanan kedokteran. Rujukan ini terdiri dari rujukan penderita,

pengetahuan dan bahan-bahan pemeriksaan 51 . Untuk pelayanan

kedokteran jalur rujukannya adalah Rumah Sakit. Sedangkan untuk

pelayanan kesehatan masyarakat jalur rujukannya adalah pelbagai

kantor kesehatan.52

3. Gawat Darurat Dan Kebutuhan

Kegawatan Medik atau Gawat darurat dalam terminology hukum

disebut keadaan darurat. Istilah keadaan darurat menurut

51

Azwar Op. cit., hlm 42-43

52 Azwar Op. cit., hlm 121

Page 41: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

41

langemeyer (effendi, 1978) hanya dipakai untuk kejadian-kejadian

dimana sifat melawan hukumnya yang hapus. Keadaan darurat

merupakan alasan penghapus pidana bagi perbuatan melawan

hukum (pasal 48 KUHP). Sehubungan dengan keadaan darurat ini di

Amerika Serikat di kenal dengan beberapa hukum kedokteran yang

disebut (Maryanti, 1988) :

a. Liability Act

Tergolong perangkat hukum yang ketat. Dikenal ketentuan

bahwa bila seorang dokter telah bersedia menerima seorang

pasien, maka ia sepenuhnya memikul tanggung jawab. Hal yang

demikian juga berlaku dalam keadaan darurat, ketika pasien

berada dalam keadaan tidak sadar.

b. Good Samaritan Law

Dalam keadaan darurat, hukum ini menggariskan bahwa

tanggung jawab dokter tidak bisa dipaksakan. Artinya undang-

undang ini memberikan imunitas kepada dokter dari tuntutan

malpraktik mengingat dokter bekerja dalam situasi kegawatan

medik, dimana tempat kejadian tidak tersedia fasilitas dan waktu

yang cukup untuk berpikir dan berkonsultasi dengan teman

sejawatnya.

c. Medico Legal Consideration

Kumpulan ketentuan sangat rumit dan masuk dalam bidang

teknis kedokteran. Tujuannya adalah untuk melindungi dokter

dari malpraktik yang tidak dapat dihindarkan. Jadi bukan karena

Page 42: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

42

kealpaan, tetapi karena ilmu kedokterannya sendiri memang

belum dapat menjamin keberhasilan suatu praktik53

Emergensi adalah suatu kombinasi kejadian yang tak terduga yang

menuntut penanganan langsung dan segera. Emergensi

menunjukkan kepada suatu keadaan di mana pasien secara tiba-tiba

atau tak terduga menghadapi ancaman bahaya maut, sehingga

memerlukan tindakan segera untuk menyelamatkan jiwa atau

kerusakan permanen anggota tubuh.54

Sedangkan Kegawatan psikiatrik memerlukan intervensi segera untuk

mencegah kematian atau bahaya berat bagi pasien atau orang lain

dan biasanya terjadi dalam beberapa detik atau menit (jarang, dalam

jam), dan bukan dalam hari atau minggu. baik elemen waktu dan

beratnya adalah terkait.55

Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat

disebut dengan nama unit gawat darurat (Emergency Unit).

Keberadaan unit gawat darurat tersebut dapat beraneka macam.

Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam Rumah

Sakit. Pengertian gawat darurat yang dianut oleh anggota

masyarakat memang berbeda dengan petugas kesehatan. Oleh

anggota masyarakat, setiap gangguan kesehatan yang dialaminya

53

Indar H, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Lembaga Penerbitan Unhas (Lephas), Makassar.

54 Guwandi, J. 1993, Malpraktek Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta. hlm 23-24

55 Kusuma, W. 1997. Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek, Profesional Books, Jakarta-

Indonesia. hlm 56

Page 43: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

43

dapat saja diartikan sebagai keadaan darurat, dan karena itu

mendatangi UGD untuk meminta pertolongan.56

Untuk Teori kebutuhan (necessity) mengajarkan bahwa sudah

merupakan kebutuhan manusia untuk dapat menyelamatkan dirinya

dari kematian atau dari penyakitnya . Pembenaran tindakan

emergensi sesuai teori kebutuhan ini dapat dibenarkan jika hal

tersebut merupakan yang terbaik buat pasiennya. pengertian yang

terbaik dari pandangan klien bukan dari pandangan dokter/tenaga

kesehatan.57

C. Keperawatan

1. Falsafah dan Pengertian

Falsafah keperawatan berdasarkan lokakarya Nasional bulan januari

1983 dalam Ibrahim (1988) adalah :

Perawatan merupakan bantuan, diberikan karena adanya

kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta

kurangnya kemauan mencapai kemampuan melaksanakan

kegiatan hidup sehari-hari.

Kegiatan dilakukan dalam upaya penyembuhan, pemulihan, serta

pemeliharaan kesehatan dengan menekankan pada upaya

56

Azwar op.cit hlm 79

57 Fuady, M. 2005. Sumpah Hipocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter). PT. Citra Aditya

Bakti. Bandung.

Page 44: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

44

pelayanan utama (PHC) sesuai dengan wewenang, tanggung

jawab dan etika keperawatan58.

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional

yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan

berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

biopsiko-sosial spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada indivdu,

keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat ; yang mencakup

seluruh proses kehidupan59.

Defenisi Perawat menurut Elis dan Hartley (1980) adalah orang yang

mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka

dan usia lanjut. Sedangkan berdasakan Permenkes Nomor:

HK.02.02/Menkes/148/I/2010 pasal 1, ayat (1) : “Perawat adalah

seorang yang telah lulus pendidikan perawat di dalam maupun diluar

negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan60.

2. Fungsi Perawat

Dalam praktek keperawatan fungsi perawat terdiri dari :

Fungsi Independen; dalam fungsi ini tindakan perawat tidak

memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri

berdasarkan kiat keperawatan.

58

Priharjo R, 2008, Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 2, Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

59 Taadi. 2010 Hukum Kesehatan : Pengantar Menuju Perawat Profesional, Jakarta : Buku

Kedokteran, EGC.

60 Permnkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010. op.cit. hlm 1

Page 45: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

45

Fungsi Interdependen; tindakan perawat berdasar pada kerja

sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan.

Fungsi Dependen ; dalam fungsi ini perawat bertindak membantu

dokter dalam memberikan pelayanan medik61.

3. Kompetensi, Profesi Dan Standar Kompetensi perawat

a. Kompetensi dan Profesi

Menurut finch dan Crunkilton dalam Mulyasa (2004) bahwa yang

dimaksud dengan kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu

tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk

menunjang keberhasilan.62

Kompetensi berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat (10), kompetensi

kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek

pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan

standart yang diperlukan.63

Kompetensi dibedakan dalam 2 tipe, yaitu :

1. Berkaitan dengan Soft Competency adalah kemampuan untuk

mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia, serta

membangun interaksi dengan orang lain. Contoh : Leadership,

Komunikasi hubungan interpersonal.

61

Ibid. hlm 31-33.

62 Junaidi, W. 2011. Pengertian Kompetensi (One Line), (http://wawan-

junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html, diakses 17/12/ 2011). hlm 1

63Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Page 46: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

46

2. Berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis pekerjaan,

contoh : Dokter mendiagnosa penyakit, kegiatan keperawatan.

Kompetensi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : pelatihan

pengembangan karir, imbalan berdasarkan kompetensi,

pengukuran kinerja dan evaluasi. Karena kompetensi mengukur

standart kinerja sesorang dan menunjukkan tampilan kompetennya

sesorang bekerja, secara otomatis dengan adanya kompetensi,

maka akan meningkatkan profesionalisme kinerja seseorang.64

Profesi menurut winsley (1964) adalah suatu pekerjaan yang

membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangkan

teori yang sistematis guna menghadapi banyak tantangan baru,

memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta

memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.65

Sedangkan professional adalah orang yang menyandang suatu

jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan ketrampilan

dari pelakunya. Melihat pengertian diatas, setiap orang harus

bekerja secara professional dan untuk professional seseorang

mutlak memiliki kompetensi.66

64

Yulia. 2011. Meningkatkan Profesionalisme PNS Kesehatan Melalui Diklat Berbasis Kompetensi (One Line), (http://www.bppsdmk.depkes.go.id/, diakses 17/12/ 2011).

65 Nuradik. 2010. Kedudukan Profesi Keperawatan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di

Indonesia (One Line), (http://nurad1k.blogspot.com/, diakses 25/12/2011)

66 Yulia ibid.,

Page 47: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

47

b. Standar Kompetensi Perawat

Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati,

sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan

seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan,

keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan

atau tugas dengan standar kinerja (performance) yang ditetapkan.

Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang

diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja di bidang

pelayanan keperawatan67.

4. Jenis Pendidikan Keperawatan

Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada Undang-

undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dengan demikian jenis pendidikan keperawatan di Indonesia

mencakup pendidikan vokasi, akademik dan profesi;

a. Pendidikan Vokasi adalah jenis pendidikan diploma sesuai

jenjangnya untuk memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang

diakui oleh pemerintah Republik Indonesia.

b. Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program

sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan terutama pada

penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

c. Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program

sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki

67

PPNI, 2005, Standar Kompetensi Perawat Indonesia, (Avalaible : http://www.inna-

ppni.or.id).

Page 48: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

48

pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Sedangkan

jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan

diploma, sarjana, magister, spesialis dan doctor68.

5. Asuhan Keperawatan

Definisi Asuhan keperawatan dalam Ali Z (2002), yaitu :

a. Merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktek

keperawatan yang diberikan secara langsung pada pasien di

berbagai tatanan kesehatan.

b. Dilaksanakan berdasarkan kaidah – kaidah keperawatan sebagai

profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berdasarkan

kebutuhan obyektif untuk mengatasi masalah yang dihadapi

pasien.

c. Merupakan inti pelayanan keperawatan yang berupaya untuk

membantu mencapai kebutuhan dasar melaui tindakan

keperawatan, menggunakan kiat ilmu keperawatan dalam

melakukan tindakan, memanfaatkan potensi dari berbagai

sumber69.

Tahapan – tahapan dalam proses asuhan keperawatan (Nursalam,

2002), yaitu :

a. Pengkajian : Menurut Iyer 1996 tahap pengkajian merupakan dasar

utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

68

PPNI. Op. cit. hlm .8-9.

69 Martini. Op. Cit. hlm 26.

Page 49: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

49

kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat,

lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting.

b.Diagnosa keperawatan : Menurut Gordon 1976 diagnosa

keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial

dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu

dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan

keperawatan.

c.Perencanaan keperawatan : Merupakan langkah penentuan

diagnosis keperawatan, penetapan sasaran dan tujuan, penetapan

kriteria evaluasi, dan dirumuskan intervensi keperawatan

berdasarkan pada masalah yang ditemukan. Dalam perencanaan

strategi dikembangkan untuk mencegah, membatasi, atau

memperbaiki masalah yang ditemukan .

d. Implementasi : Merupakan pelaksanaan dari rencana keperawatan

yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

pasien secara optimal. Implementasi juga meliputi pencatatan

perawatan pasien dalam dokumen yang telah disepakati. Dokumen

ini dapat digunakan sebagai alat bukti apabila ternyata timbul

masalah hukum terkait dengan pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh rumah sakit umumnya dan perawat khususnya.

e.Evaluasi Merupakan proses terakhir keperawatan yang menentukan

tingkat keberhasilan keperawatan sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak70.

70

Martini. Op. Cit. hlm 27

Page 50: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

50

6. Registrasi Keperawatan

Registrasi Berasal dari bahasa Inggris ‘registration’ yang memiliki arti

daftar. Registrasi merupakan proses melakukan pengisian sejumlah hal atau

memenuhi persyaratan dari suatu objek yang nantinya dibutuhkan untuk

mengikuti suatu kegiatan.

Nurachman (2000) mengatakan bahwa Registrasi keperawatan

merupakan proses administrasi yang harus ditempuh oleh seseorang

yang ingin melakukan pelayanan keperawatan kepada orang lain

sesuai dengan kemampuan atau kompetensi yang dimilikinya.

Kompetensi ini tidak dapat diterapkan apabila belum divalidasi dan

diverifikasi oleh badan yang berwenang71.

Untuk registrasi tenaga kesehatan, termasuk perawat telah diatur

dalam Permenkes Nomor 1796/ Menkes/ PER/ VIII/2011 tentang

Registrasi Tenaga Kesehatan. Permenkes tersebut intinya mengatur :

Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya

wajib memiliki STR.

Untuk memperoleh STR, tenaga kesehatan harus memiliki ijazah

dan sertifikat kompetensi.

Ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud diatas,

diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian

program pendidikan dan uji kompetensi72.

71

Triwibowo. Op. cit. hlm 56.

72 Permenkes No. 1796/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan. Loc. cit.

Page 51: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

51

7. Penyelenggaraan Praktik Perawat

Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan dan harapan dapat

diselenggarakan pada semua sarana/tatanan pelayanan kesehatan,

baik di rumah sakit umum maupun khusus, Puskesmas, praktik

keperawatan di rumah (home care), praktik keperawatan

berkelompok/bersama (nursing home, klinik bersama), dan praktik

keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan yang

mobile/ambulatory. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan

memperhatikan keterjangkauan masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan/asuhan keperawatan dalam konteks pelayanan

kesehatan73.

Perawat dalam menyelenggarakan praktiknya harus berdasarkan

pada Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor : HK.02.02/Menkes/

148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat 74 .

Intinya kewenangan perawat adalah pada asuhan keperawatan,

perawatan komplementer dan pemberian obat bebas dan obat bebas

terbatas, serta diluar kewenangan dalam keadaan darurat.

Sebagai bahan perbandingan dengan Kewenangan Perawat, maka

Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 Tentang Praktik Kedokteran, maka wewenang dokter sesuai

dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki adalah :

a. Mewawancarai pasien;

b. Memeriksa fisik dan mental pasien;

73 PPNI. Loc. cit.

74 Permenkes RI. No.: HK.02.02/Menkes/ 148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Perawat. Loc. cit.

Page 52: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

52

c. Menentukan pemeriksaan penunjang;

d. Menegakkan diagnosis;

e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;

f. Melakukan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi;

g. Menulis resep obat dan alat kesehatan;

h. Menerbitkan surat keterangan dokter dan dokter gigi;

i. Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan

j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik

di daerah terpencil yang tidak ada apotek75

D. Izin dan Kewenangan

1. Izin

Utrecht memberikan pengertian Vergunning sebagai berikut :

Bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu

perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja

diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit,

maka perbuatan administrasi Negara bersifat suatu izin (vergunning),

sedangkan menurut Sjachran Basah, Izin adalah perbuatan hukum

administrasi Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan

peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan76.

75

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

76 Sutedi A, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta : Sinar Grafika

Page 53: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

53

Ada beberapa istilah yang merupakan bagian dari izin :

1. Lisensi : secara umum pengertiannya adalah membei izin,

misalnya member izin menggunakan nama.

2. Konsesi : dalam kamus bahasa mengandung pengertian

kelonggaran atau kemudahan setelah melewati proses diplomasi

atau diskusi.

3. Dispensasi : W.K. Prins mengatakan bahwa Dispensasi adalah

tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan

perundang-undangan menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal

istimewa (relaxatio legis). menurut Ateng Syafrudin dispensasi

bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara

normal tidak diizinkan77.

Tujuan dan fungsi pemberian izin secara umum adalah untuk

pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu

dimana ketentuannya berisi pedoman –pedoman yang harus

dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat

yang berwenang. Sesuai dengan sifatnya yang merupakan bagian

dari ketetapan , izin selalu dibuat dalam format tertulis, secara

umum memuat : kewenangan lembaga, pencantuman alamat,

substansi dalam dictum, persyaratan, penggunaan alasan dan

penambahan substansi lainnya78.

77

Ibid. hlm. 177-178.

78 Ibid. hlm. 200-204.

Page 54: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

54

Sedangkan tujuan perizinan, Spelt dan ten Berge (1993:4-5)

dalam,79 menguraikan tujuan izin sebagai berikut :

1) Keinginan Mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-

aktivitas tertentu (misalnya mendirikan bangunan, izin HO, dll.)

2) Mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin

penerbangan, izin usaha industry, izin-izin lingkungan dll.).

3) Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin

membongkar pada monument-moumen dll.)

4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di

daerah padat penduduk).

5) Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-

aktivitas (izin berdasarkan “drank en horeawet”, dimana

pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya izin

bertransmigrasi, dll.).

2. Kewenangan

Menurut Prayudi dalam 80 , ada perbedaan antara pengertian

kewenangan (Authority, gezag) dan wewenang (Competence,

bevoegdheid). Kewenangan adalah :

Apa yang disebut “kekuasaan formal”, yaitu kekuasaan yang

berasal dari kekuasaan legislative (diberi oleh Undang-Undang)

atau dari kekuasaan eksekutif administratif.

Kewenangan biasanya terdiri ada beberapa wewenang

79

Razak A. op.cit. hlm. 185.

80 Anggriani J, 2012, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Graha Ilmu. hlm. 87-88

Page 55: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

55

Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang

tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan.

Contohnya : kewenangan di bidang kehakiman atau kekuasaan

mengadili yang disebut kompetensi mengadili/yurisdiksi.

Sedangkan yang dimaksud wewenang adalah :

Kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.

Contohnya : wewenang menandatangani/menerbitkan surat-surat

izin dari seorang pejabat atas nama menteri, sedangkan

kewenangannya tetap ditangan menteri (biasa disebut delegasi

wewenang).

Pengertian wewenang dalam arti luas adalah suatu kemampuan

untuk menimbulkan akibat-akibat hukum dan juga untuk berbuat atau

melakukan sesuatu. Sedangkan Menurut Ateng Syafrudin (Makalah

Orasi Ilmiah, 1983) wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan

sesuatu tindakan hukum publik. Misalnya : menandatangani/

menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama

menteri/Gubernur/Kepala Daerah, sedangkan kewenangan tetap

berada di tangan menteri/Gubernur/Kepala Daerah, dalam hal ini

terdapat pendelegasian wewenang. Jadi, di dalam kewenangan

terdapat wewenang-wewenang (rechtsvoegheden)81.

Menurut Philipus Hajon dkk., (2009;130), Kewenangan membuat

keputusan hanya dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu dengan

Atribusi dan Delegasi. Atribusi adalah wewenang yang melekat pada

81

Hijaz K, 2010, Implementasi Penyelenggaraan Kewenangan Pemerintah Daerah di

Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum ammana gappa-Volume 18 Nomor 1, Maret 2010.

Page 56: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

56

suatu jabatan, sedangkan delegasi adalah pemindahan atau

pengalihan suatu kewenangan yang ada. Juga ada yang disebut

Mandat82.

Sedangkan dalam Anggraini J (2012;89-91), sumber kewenangan

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Atribusi

Menurut Rosjidi Ranggawidjadja (1998;18) Atribusi adalah

pemberian kewenangan kepada Badan/Lembaga/Pejabat Negara

tertentu yang diberikan oleh pembentuk Undang-Undang Dasar

maupun pembentuk Undang-Undang. Dalam hal ini berupa

penciptaan wewenang baru untuk dan atas nama yang diberi

wewenang tesebut.

2) Delegasi

Menurut Indroharto (1999;91) Delegasi adalah pelimpahan suatu

wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan TUN yang

telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif

kepada badan atau pejabat TUN lainnya, atau ringkasnya

delegasi aalah pemindahan atau pengalihan suatu wewenang

dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah.

3) Sub Delegasi

Sub delegasi adalah pelimpahan atau pengalihan kewenangan

dan tanggungjawab kepada badan pemerintah lain. Contoh dari

82

Hadjon, P.M dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to the

Indonesian Administrative Law, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. hlm 130

Page 57: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

57

Depdagri dilimpahkan kepada Gubenur, dari Gubernur

dilimpahkan lagi kepada Kepala Dinas.

4) Mandat atau Pemberian Kuasa (Mandaatsverening)

Philipus Hadjon, Indroharto (1999;92) Mandat tidak ada sama

sekali suatu pemberian wewenang baru atau pelimpahan

wewenang dari badan atau pejabat TUN yang satu kepada yang

lain, sehingga tidak terjadi perubahan mengenai distribusi

kewenangan yan telah ada. Mandat merupakan bentuk

pelimpahan kekuasaan, tetapi tidak sama dengan delegasi,

karena Mandataris dalam melaksanakan kekuasaannya tidak

bertindak atas namanya sendiri, tetapi atas nama si pemberi

kuasa dan yang bertanggung jawab adalah si pemberi kuasa83

E. Kesadaran, Ketaatan, Efektivitas Hukum Dan Penegakan Sanksi

Administrasi

1. Kesadaran, Ketaatan dan Efektivitas Hukum

Kesadaran Hukum menurut Krabbe dalam 84 adalah merupakan

kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang

hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan. Kesadaran

hukum ada dua macam, yaitu : Kesadaran Hukum positif adalah

kesadaran hukum yang digunakan dengan maksud baik, dan

kesadaran hukum negatif adalah kesadaran hukum yang digunakan

dengan maksud buruk.

83

Anggriani J. Op. cit. hlm 89-91. 84

Ali A (b), Op.cit. hlm 298-299.

Page 58: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

58

Sedangkan ketaatan hukum adalah pola pikir dan perilaku yang

sejalan dengan kehendak hukum (tunduk pada hukum) terlepas

apakah setuju atau tidak dengan kehendak hukum tersebut. Derajat

ketaatan sendiri terdiri : compliance, identificiation dan internalization.

Kesadaran hukum, ketaatan hukum dan efektifitas hukum adalah tiga

unsur yang saling berhubungan. Kesadaran hukum dan ketaatan

hukum menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan hukum dan

perundang-undangan dimasyarakat. Suatu aturan hukum atau

perundang-undangan dianggap tidak efektif berlakunya adalah : jika

sebagian besar warga masyarakat tidak menaatinya, dan jika

ketaatan sebagian besar warga masyarakat hanya ketaatan yang

bersifat compliance atau identification85

2. Penegakan Hukum Administrasi

Penegakan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia86, berasal dari

kata “tegak” yang mengandung arti : berdiri, lurus arah keatas, dalam

arti kiasan tetap teguh, tetap tak berubah, (se) pendiri, setinggi orang

berdiri. Sementara penegakan sendiri bermakna perbuatan (hal dan

sebagainya) menegakkan.

Suharto dalam R Abdussalam menyebutkan bahwa penegakan

hukum adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan aparat

penegak hukum baik tindakan pencegahan maupun penindakan

dalam menerapkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku guna

85

Ali A (b), Op.cit. hlm 349.

86 WJs Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1976, hlm 1031.

Page 59: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

59

menciptakan suasana aman, damai dan tertib demi kepastian hukum

dalam masyarakat87

Dalam bidang hukum administrasi Negara, menurut P Nicolai dkk.,

dalam88, sarana penegakan Hukum Administrasi Negara berisi : (1)

Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan

ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan

secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang

meletakkan kewajiban kepada individu, (2) Penerapan sanksi

pemerintahan. Apa yang dikemukakan Nicolai, hampir senada denga

ten Berge, seperti dikutip Philipus M Hadjon, yang menyebutkan

bahwa instrumen penegakan hukum Administrasi Negara meliputi

pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan

langkah preventif untuk melaksanakan kepatuhan, sedangkan

penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan

kepatuhan.

Untuk jelasnya tentang kedua sarana penegakan Hukum Administrasi

Negara, dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Pengawasan

Pengawasan menurut Sujamto (1986;19-20) dalam 89 adalah :

segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai

kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau

kegiatan apakah telah sesuai dengan semestinya atau tidak.

87

Machmud S, Op. Cit. hlm 292.

88 HR. Ridwan, 2010, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT Rajagrafindo Persada,

Jakarta.

89 Anggriani J, 2012, Hukum Administrasi Negara, Graha Ilmu : Yogyakarta.

Page 60: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

60

Tujuan pengawasan dalam hal ini adalah :

1) Sebagai suatu tindakan pencegahan, agar tidak terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan .

2) Untuk mengetahui terjadinya pelanggaran-pelanggaran

terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh

administrasi Negara. Untuk itulah dipekerjakan pegawai-

pegawai yang bertugas sebagai pengawas.

Paulus E Lotulung dalam90 mengemukakan beberapa macam

pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara, bahwa ditinjau

dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontol

itu terhadap badan/organ yang dikontrol, dibedakan atas jenis

kontrol intern; berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh

badan yang secara organisatoris/struktural masih termasuk

dalam lingkungan pemerintah sendiri. Dan kontrol ekstern;

pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga

yang secara organisatoris/struktural berada diluar pemerintah.

b) Penerapan Sanksi

Dalam Hukum Administrasi Negara, penggunaan sanksi

administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan,

dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum Administrasi

Negara tertulis dan tidak tertulis91.

90

HR. Ridwan Op. Cit. hlm. 296. 91

HR. Ridwan Op. Cit. hlm. 298

Page 61: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

61

Sanksi administrasi merupakan bagian penutup yang penting

dalam peraturan hukum administrasi Negara. Sanksi digunakan

atau dimaksudkan agar kewajiban – kewajiban dan larangan-

larangan bagi masyarakat yang dituangkan dalam peraturan

hukum administrasi dapat dipatuhi oleh masyarakat. Pengertian

sanksi administrative menurut Van Wijk/W Konijenbelt adalah

merupakan sarana –sarana kekuatan menurut hukum publik yang

dapat diterapkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara

sebagai reaksi terhadap mereka yang tidak menaati norma-

norma hukum TUN. Fungsi dari sanksi administratif adalah

sebagai alat pemaksa agar larangan-larangan dan kewajiban-

kewajiban yang telah ditentukan dalam peraturan-peraturan itu

ditaati oleh warga masyarakat92.

Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum

administrasi, yaitu :

1) Paksaan Pemerintah (bestuursdwang)

Berdasarkan UU Hukum administrasi Belanda, paksaan

pemerintah adalah tindakan nyata yang dilakukan oleh organ

pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan,

mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada

keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang

dilakukan yang bertentagan dengan kewajiban-kewajiban yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

92

Anggriani J, Op.Cit. hlm.185-186.

Page 62: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

62

2) Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin,

subsidi, pembayaran, dan sebagainya).

Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan berarti

meniadakan hak-hak yang terdapat dalam keputusan itu oleh

organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke

belakang, yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi

sebelum keputusan itu dibuat.

3) Pengenaan uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom).

Dalam Hukum Administrasi Negara, pengenaan uang paksa ini

dapat dikenakan kepada seseorang atau warga Negara yang

tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan

oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan paksaan

pemerintahan.

4) Pengenaan denda administratif (administratieva boete).

Menurut P. de Haan dkk, berbeda dengan pengenaan uang

paksa administrasi yang ditujukan untuk mendapatkan situasi

konkret yang sesuai dengan norma, yang ditujukan untuk

menambah hukuman yang pasti, terutama denda administrasi

yang terdapat dalam hukum pajak93.

93

HR. Ridwan Op. Cit. hlm. 303-317

Page 63: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

63

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak

pada kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-

kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum sebagai

suatu proses, pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang

menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah

hukum. Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada

ketidakserasian antara “tritunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku. Penegakan

hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan,

walaupun dalam kenyataan di Indonesia adalah demikian94.

Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Menurut Soerjono Soekanto (2012), Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Hukumnya Sendiri

Di dalam tulisan ini, maka yang diartikan dengan undang-undang dalam

arti materil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat

oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Gangguan terhadap

penegakan hukum yang berasal dari undang-undang mungkin

disebabkan, karena :

Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang

94

Soerjono Soekanto,2012 (b), Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Page 64: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

64

belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan

untuk menerapkan undang-undang

ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.

2. Faktor Penegak Hukum

Ruang lingkup istilah “penegak hukum” adalah luas sekali, karena

mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung

berkecimpung di bidang penegakan hukum. Secara sosiologis, maka

setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

(role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu di dalam struktur

kemasyarakatan (tinggi, sedang, rendah). Seseorang yang mempunyai

kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role

occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat

atau tidak berbuat. Kewajiban adalah beban atau tugas .

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin

penegakan hukum akan belangsung dengan lancar. Sarana atau

fasilitas tersebut, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan

terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan

yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka

mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

Page 65: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

65

4. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat, bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut

tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum

tersebut. Di dalam bagian ini, secara garis besar perihal pendapat-

pendapat masyarakat mengenai hukum yang sangat mempengaruhi

kepatuhan hukumnya.

5. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan, karena dalam pembahasannya

diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari

kebudayaan spiritual atau non material. Sebagai suatu sistem, maka

hukum mencakup struktur, substansi dan kebudayaan. Kebudayaan

hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum

yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak

mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang

dianggap buruk (sehingga dihindari)95.

G. Malpraktik Perawat

Malpraktek atau Malpraktik terdiri dari suku kata mal dan praktik atau

praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti : buruk. Praktik (Kamus

Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) berarti menjalankan

perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan (profesi).

95

Ibid. hlm. 11, 18, 19,37, 45, 59

Page 66: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

66

Jadi malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak

lege artis, tidak tepat.96

Menurut Black’s Law Dictionary, menyebutkan : “Malpraktik adalah

setiap sikap tindak yang salah, kurang ketrampilan dalam ukuran yang tidak

wajar. Kegagalan untuk memberikan pelayanan professional dan

melakukannya pada ukuran tingkat ketrampilan dan kepandaian yang wajar

oleh teman sejawat rat-rata dari profesinya di dalam masyarakat, sehingga

mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima layanan yang

memercayai mereka, termasuk di dalamnya adalah sikap tindak profesi yang

salah, kurang ketrampilan yang tidak wajar, menyalahi kewajiban profesi atau

hukum, praktik yang sangat buruk, illegal, atau sikap tindak amoral.97

Dalam taadi, 2010 dikatakan bahwa Malpraktik terdiri dari 3 bentuk,

yaitu : Malpraktik Kriminal, Malpraktik Sipil dan Malpraktik Administrasi.98

(a). Malpraktik Kriminal

Dinyatakan malpraktik criminal (criminal malpractice) jika perbuatan

tersebut memenuhi unsur aduan pidana (batin, alasan pemaaf,

hubungan batin dengan perbuatan). Dalam kriminal malpraktik dapat

berupa kesengajaan (intentional), kecerobohan (rekessness) atau

kealpaan (negligence).99

Sedangkan menurut Guwandi, 1993, dalam arti kriminal, kelalaian

menunjukkan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius,

96

Hanafiah, J. dan Amir, A. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi 4, Buku Kedokteran. EGC. Jakarta. hlm 96

97 Yunanto, A. dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset. Yogyakarta.

98 Taadi op. cit hlm 60-62

99 Taadi ibid.,

Page 67: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

67

karena sifat yang sangat sembarangan atau sikap yang sangat acuh-tak

acuh terhadap kemungkinan timbulnya risiko yang bisa menyebabkan

orang lain terluka atau mati, sehingga bertanggungjawab terhadap

tuntutan kriminal oleh Negara.100

(b). Malpraktik Sipil.

Dikategorikan Malpraktik Sipil, jika petugas melakukan kewajibannya

(cacat janji/prestasi). Yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana

yang telah disepakati. Sofian dahlan dalam taadi, 2010. menyebutkan

beberapa tindakan yang dapat dikategorikan civil malpraktek antara lain :

1) Tidak melakukan (negative act) apa yang menurut kesepakatannya

dilakukan

2) Melakukan (positive act) apa yang menurut kesepakatannya wajib

dilakukan tetapi terlambat.

3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak harus

dilakukan.101

(c). Malpraktik Administrasi

Menurut Sofyan Dahlan (1999) disebut Malpraktik Administratif, jika

petugas melanggar hukum administrasi negara. Contoh tindakan

administrasi malpraktik :

1) Menjalankan praktik tanpa izin

100 Guwandi, J. 1993, Malpraktek Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta. hlm.7

101 Taadi ibid.,

Page 68: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

68

2) Melakukan tindakan diluar lisensi atau izin yang dimiliki.

3) Melakukan praktik dengan menggunakan izin yang kadaluarsa.102.

H. Kerangka Berpikir

Asas legalitas merupakan prinsip utama dalam setiap negara hukum,

hal ini mempunyai arti bahwa setiap penyelenggaraan kenegaraan dan

pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan

oleh undang-undang. Sehingga dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan

tenaga kesehatan, temasuk perawat harus berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Peran ketentuan hukum pada setiap pelaksanaan

praktik perawat adalah sebagai sosial cotrol dan alat pengubah perilaku

dalam tindakan perawat, sehinga menjadikan perawat profesional dan

terhindar dari tuduhan, serta laporan malpraktik.

Praktik Keperawatan oleh perawat utamanya didasarkan pada

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 23 ayat (1) dan (3), bahwa

setiap tenaga kesehatan diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan

kesehatan masyarakat, dan wajib memliki izin dari pemerintah. Ketentuan

tentang izin praktik dan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat (pasal 8,9,10 ayat (1),(2),(3), dan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1769 Tahun 2011

tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Pasal 2 ayat (1), serta Permenkes RI.

Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011. Ketentuan Praktik Keperawatan oleh

102

Taadi ibid.,

Page 69: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

69

Perawat berdasarkan ketiga Peraturan Menteri Kesehatan RI. diatas, yaitu :

Pada Praktik Mandiri, Perawat harus memiliki Surat Izin Praktik Perawat

(SIPP) dan Surat Tanda Registrasi (STR), sedangkan pada Praktik di Institusi

Pemerintah Perawat Harus memiliki STR saja.

Pelaksanaan praktik keperawatan oleh perawat dalam Peraturan

Menteri Kesehatan sebagaimana tersebut diatas, adalah melakukan Asuhan

Keperawatan. Juga perawat dibolehkan melakukan praktik diluar

kewenangannya dengan syarat: untuk penyelamatan nyawa paien pada saat

dokternya sedang tidak berada di tempat saat kejadian. Juga apabila perawat

yang bertugas di daerah tanpa dokter dengan mempertimbangkan

Kompetensi, kedaruratan, dan kemungkinan untuk dirujuk. Juga tentang

pelimpahan kewenangan oleh dokter kepada perawat diatur dalam

Permenkes RI. Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran pasal 23 ayat (1), (2), dan (3).

Berdasarkan kenyataan yang ada, Meskipun telah diatur tentang

praktik perawat, masih saja terjadi pelanggaran oleh perawat. Sehingga

ketentuan hukum dimaksud, belum menjadi acuan dalam pelaksanaan praktik

perawat. Juga penegakan sanksi administrasi belum maksimal sebagai alat

pemaksa dan pemberi efek jera. Hal tersebut disebakan karena substansi

hukum itu sendiri, Sosialisasi hukum, Penegak hukum, fasilitas dan

masyarakat. Untuk pelaksanaan peraturan perundangan diatas. Apabila

Ketentuan praktik perawat sebagai acuan yang responsif dalam pelaksanaan

praktik perawat dengan penerapan sanksi yang maksimal, serta faktor

penghambat dapat dihindari, maka akan menghasilkan pelaksanaan praktik

perawat yang optimal.

Page 70: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

70

KERANGKA BERPIKIR :

X1

XY

X2

Y1

X3

KETENTUAN HUKUM

SEBAGAI ACUAN

DALAM PELAKSANAAN

PRAKTIK PERAWAT:

UU 29/2004

UU 36/2009

UU 44/2009

PP 32/1996

Permenkes : HK.02.02/148

/2010

Permenkes 2052/2011

Permenkes 1796/2011

Kepmenkes 1239/2001

Teori Perundang-

undangan

Teori Penegakan Hukum

Administrasi

Teori Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Penegakan

Hukum

Ketentuan Hukum Sebagai

Acuan Praktik Perawat

1. Pengaturan Hukum Izin

Praktik Perawat

2. Pengaturan Hukum

Kewenangan Praktik

Perawat

Terwujudnya

Pelaksanaan

Tugas Praktik

Perawat Yang

Optimal

Faktor - Faktor Yang Mem-

pengaruhi :

1. Substansi Hukum

2. Sosialisasi

3. Penegak Hukum

4. Fasilitas

5. Masyarakat

Penerapan Sanksi

Administrasi :

Teguran Lisan

Teguran Tertulis

Pencabutan Izin Sementara/ tetap

Page 71: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

71

I. Defenisi Operasional

1. Ketentuan Hukum adalah aturan tentang pola pikir, perilaku dan

tindakan seseorang terhadap sesuatu objek/situasi yang dibuat dan

ditetapkan oleh pemerintah/pihak yang berkuasa untuk dilaksanakan

dan apabila tidak diindahkan akan mendapatkan sanksi sesuai yang

telah ditentukan.

2. Pengaturan Hukum Izin Praktik Perawat adalah suatu bentuk

pengaturan pemberian izin praktik perawat dalam peraturan

perundang-undangan dan peraturan kebijakan oleh lembaga/institusi

yang diberi kewenangan untuk itu.

3. Pengaturan Hukum kewenangan praktik perawat adalah suatu bentuk

pengaturan pemberian kewenangan praktik perawat dalam peraturan

perundang-undangan dan peraturan kebijakan oleh lembaga/institusi

yang diberi kewenangan untuk itu.

4. Acuan pelaksanaan paktik perawat adalah suatu alat untuk

mengupayakan pelaksanaan praktik perawat yang berkualitas dan

sesuai ketentuan hukum baik dari aspek perizinan maupun dalam

kewenangan tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukannya.

5. Penerapan sanksi administrasi adalah suatu upaya menerapkan

ketentuan hukum sanksi administrasi bagi perawat yang melanggar

ketentuan hukum praktik perawat dan atau ketentuan terkait lainnya,

oleh pejabat administrasi Negara khususnya pimpinan perawat.

Page 72: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

72

6. Sanksi administrasi adalah merupakan sarana kekuatan menurut

peraturan perundang-undangan atau peraturan kebijakan yang dapat

diterapkan oleh pemerintah (pimpinan) sebagai reaksi terhadap

mereka yang tidak menaati noma-norma hukum tata usaha Negara.

7. Faktor yang menghambat praktik perawat adalah berbagai hal yang

menjadikan pelaksanaan hukum praktik perawat tidak dapat atau

kurang berlangsung sebagaimana mestinya.

8. Praktik perawat Yang Optimal adalah praktik perawat yang sejalan

dengan ketentuan hukum dan memenuhi berbagai standar pelayanan

kesehatan yang tersedia, guna menjamin hak dan kewajiban pasien

atau pihak lain dalam proses peningkatan, pencegahan,

penyembuhan dan pemulihan penyakit pasien/masyarakat.

9. Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan

kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan secara

perorangan dan atau berkelompok.

10. Surat Tanda Registrasi (STR) adalah bukti tertulis yang diberikan

oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki

sertifikat kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.

11. Praktik Mandiri Perawat adalah praktik yang dilakukan oleh perawat

itu sendiri baik perorangan maupun kelompok.

12. Praktik Perawat di Institusi Pemerintah adalah praktik yang dilakukan

oleh perawat itu sendiri pada institusi/sarana kesehatan pemerintah

pada semua strata dan tingkatan.

Page 73: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

73

13. Tempat Tanpa dokter adalah tempat dimana perawat sedang

melaksanakan prakteknya ada dokter, tetapi oleh satu dan lain hal

tidak berada di tempat tersebut.

14. Daerah Tanpa dokter adalah suatu daerah dimana perawat

melaksanakan praktiknya tidak ada tenaga dokter yang ditugaskan

berdasarkan peraturan yang berlaku.

15. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis.

16. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik

di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

17. Dokter adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi

spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di

dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh pemerintah RI. sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

Page 74: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

74

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Empiris. Adapun maksudnya, yaitu : untuk mengkaji kesesuaian ketentuan

hukum yang mengatur tentang Praktik perawat sebagai acuan dalam

pelaksanaan praktik perawat pada daerah tertentu, seperti : Daerah

Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan yang masih terbatas dalam hal

sumber daya dan akses wilayah yang sulit terhadap pelayanan kebutuhan

masyarakat, termasuk bidang kesehatan.

B. Lokasi dan Jenis Data Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini

adalah di Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara. Jenis data

yang diambil adalah data primer, yaitu : pada perawat yang terdapat di

sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di seluruh wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud. Diamping data primer, terdapat

data sekunder yang merupakan acuan dalam pembahasan objek dalam

penelitian ini.

Alasan pemilihan Daerah tersebut sebagai lokasi penelitian, karena

merupakan salah satu daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan di

Indonesia yang secara geografisnya terdiri dari pulau-pulau, sehingga

terdapat berbagai kendala dalam hal akses pelayanan kesehatan baik

sarana, maupun tenaga dan penataan administrasinya. Dengan demikian

Page 75: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

75

dapat menggambarkan keadaan yang lebih konprehensif dari permasalahan

praktik keperawatan yang sebenarnya.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh perawat yang

melaksanakan pelayanan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Talaud

Propinsi Sulawesi Utara, yaitu : berjumlah 274 Orang.

2. Sampel

Sampel adalah contoh dari suatu populasi atau sub populasi yang

cukup besar jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi

atau sub-populasi. Untuk meneliti suatu populasi yang besar

jumlahnya terkadang tidak memungkinkan karena adanya

keterbatasan-keterbatasan tertentu, misalnya: dana, waktu, tenaga,

maka untuk melakukan generalisasi dibutuhkan sampel yang dapat

mewakili populasi.103

Menurut Suharsimi Arikunto (2005) memberikan pendapat sebagai

berikut : “..jika peneliti memiliki beberapa ratus subjek dalam populasi,

maka mareka dapat menentukan kurang lebih 25 – 30% dari jumlah

tersebut104Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah berjumlah

103

Fajar, M. dan Achmad, Y. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

104

Suharsimi Arikunto, 2005, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, hlm 117

Page 76: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

76

25% (persen) x 274 = 68 orang perawat yang melaksanakan

tugas/praktik keperawatan di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara

acak sederhana (Simple Random Sampling).

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan

jenis data yang diambil, yaitu :. Pengumpulan data primernnya dikumpulkan

melalui teknik Wawancara terhadap responden perawat yang merupakan

sampel penelitian. Sedangkan pengumpulan data sekundernya dilakukan

dengan cara studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum yang ada.

E. Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka dilanjutkan dengan pengolahan data,

yaitu mengelola data sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum

tersebut tersusun secara runtut, sistematis, sehingga akan memudahkan

peneliti melakukan analisis. Analisis data dalam penelitian ini adalah bersifat

deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif-kuantitatif.

Page 77: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

77

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ketentuan Hukum Sebagai Acuan dalam Pelaksanaan Praktik Perawat

Hukum dibuat untuk memberikan perlindungan kepada setiap

manusia. Filosofi perlindungan yang diberikan hukum adalah memberikan

hak dan kewajiban secara seimbang antara satu subjek hukum dan subjek

hukum lainnya. Subjek hukum Negara yang dilaksanakan oleh pejabat

administrasi Negara dalam menjalankan hak-hak Negara senantiasa

memperhatikan hak-hak warganya, sehingga tidak menimbulkan

kesewenang-wenangan105.

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berwenang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat. Tenaga perawat

dalam menjalankan tugas profesinya, diikat oleh suatu peraturan

perundang-undangan yang dapat memberikan pegangan atau acuan

dalam menjalankan aktivitas (memberi pelayanan kesehatan). Perawat,

jika tidak didukung oleh ketentuan hukum berupa peraturan perundang-

undangan dan peraturan kebijakan yang menekankan pada perlindungan

hukum masyarakat dan perawat itu sendiri, maka profesi perawat akan

melakukan kesalahan-kesalahan fatal dan cenderung tidak terkontrol.

Sebagai acuan perawat dalam rangka implemetasi tugas dan

kewenangannya, maka diperlukan pengaturan praktiknya. Pengaturan itu,

105 Razak A, 2012, Peraturan Kebijakan (Beleidsregels), Republik Institute dengan

Rangkang Education Yogyakarta. hlm 161.

Page 78: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

78

akan menjadi dasar hukum dan acuan perawat untuk menjalankan tugas

kewenangannya.

Semua pengaturan hukum baik peraturan perundang-undangan

mestinya berdasarkan landasan pemikiran dari berbagai aspek kehidupan

yang ada. Menurut Ruslan A, dalam Teori Three Pillars of Quality of Legal

Product untuk perancangan peraturan perundang-undangan bahwa

landasan pemikiran perancangan peraturan perundang-undangan adalah

landasan filosofis, yuridis, sosiologis dan politis. Landasan sosiologis

merupakan landasan yang terdiri atas fakta-fakta yang merupakan tuntutan

kebutuhan masyarakat yang mendorong perlunya pembentukan peraturan

perundang-undangan (Perda), yaitu : ada sesuatu yang pada dasarnya

dibutuhkan oleh masyarakat sehingga perlu pengaturan106.

Mengacuh pada hal tersebut, maka dalam pembahasan ketentuan

hukum sebagai acuan pelaksanaan praktik perawat ini, akan lebih

bermakna dan komprehensif apabila di dukung oleh fakta-fakta di daerah

yang lebih kompleks permasalahan terhadap akses dan pemberian

pelayanan kesehatannya. Sebelum mengkaji lebih jauh tentang

pengaturan hukum praktik perawat, maka perlu dikemukakan tentang

karakteristik umum lokasi dan sampel yang menjadi objek dalam penelitian

ini. Hal ini dimaksudkan, agar lebih memberikan landasan bagi

pembahasan tentang pengaturan hukum praktik perawat, dimana terdapat

keadaan khusus di daerah yang perlu pertimbangan dan penyesuaian

ketentuan hukum praktik perawat. Untuk jelasnya, karakteristik umum

responden adalah sebagai berikut :

106

Ruslan A. Op. Cit. hlm 134.

Page 79: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

79

Karakteristik Umum Responden

Secara umum karakteristik responden akan dilihat dari beberapa

aspek yang terkait erat dengan tujuan penelitian. Responden yang

diambil adalah Perawat yang bekerja di seluruh wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara.

Kabupaten Kepulauan Talaud berdasarkan Keputusan Menteri

Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI. No. 001/KEP/M-

PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal

adalah salah satu daerah tertinggal di Indonesia, Peraturan Presiden RI.

No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, 4

daerah kepulauan Talaud di tempatkan sebagai daerah terluar RI.

Secara Nasional Kabupaten Kepulauan Talaud adalah daerah yang

berbatasan laut dengan Negara Piliphina. Sehingga dalam berbagai

tindak lanjut kebijakan pemerintah khususnya bidang kesehatan,

Kabupaten Kepulauan Talaud menjadi prioritas dalam program

pembangunan kesehatan sebagai salah satu daerah Tertinggal,

Perbatasan dan Kepulauan di Indonesia.

Penelitian dilakukan pada sejumlah 68 Responden dari 274 orang

Perawat yang tersebar pada seluruh unit kerja bidang kesehatan di

Kabupaten Kepulauan Talaud. Untuk jelasnya karakteristik responden

(Perawat) dapat dilihat pada tabel dan uraian berikutnya.

Page 80: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

80

Tabel 1. Karakteristik Responden Perawat Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013

No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

S1+ Ners

S1

DIV

DIII

SPK

3

5

3

37

20

3/68x100= 4,41

5/68x100= 7,36

3/68x100= 4,41

37/68x100= 54,41

20/68x100= 29,41

Jumlah 68 100

Sumber : data primer.

Berdasarkan tabel 1. diatas, ternyata dasar pendidikan perawat di

Kabupaten Kepulauan Talaud masih didominasi oleh perawat

vokasional, yaitu : DIII sejumlah 54,41% responden dan SPK sejumlah

29,41%. Masih relatif banyak perawat lulusan SPK menjadikan hal yang

dilematis dalam praktik perawat dan menjadi pekerjaan rumah bagi

Pemerintah untuk meningkatkan pendidikan perawat, sehingga

memberikan dampak pada peningkatan pelayanan kesehatan

masyarakat dan perawat dapat terhindar dari berbagai tuntutan hukum

yang merugikan perawat tersebut. Tingkat Pendidikan perawat sangat

penting, karena menurut WHO selain pembiayaan, delapan puluh

persen (80%) keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh

sumber daya manusia (SDM)107.

Disamping karakteristik responden (perawat) dilihat dari tingkat

pendidikannya, maka aspek tempat kerja perawat juga dapat

107 Agus34derajat, 2012, Untung Ruginya Bisnis Pendidikan di PT, (Avalaible :

12/4/2012 jam 11.50 wita), http://agus34derajat.wordpress.com/2012/11/25/untung-ruginya-bisnis-pendidikan-di-pt/

Page 81: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

81

memberikan gambaran tentang tujuan penelitian secara umum. Tempat

kerja akan dpat menggambarkan keadaan sarana prasarana dan akses

rujukan, sumber daya manusia kesehatan yang belum cukup dan

keadaan ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Jelasnya karakteristik

tersebut, terdapat pada tabel 2. berikut :

Tabel 2. Karakteristik Responden (Perawat) Menurut Tempat Kerja Di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013

No Tempat Kerja Frekuensi Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Dinas Kesehatan

Rumah Sakit

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Poskesdes

Praktik Mandiri

1

19

39

5

2

2

1/68x100= 1,47

19/68x100= 27,94

39/68x100= 57,35

5/68x100= 7,36

2/68x100= 2,94

2/68x100= 2,94

Jumlah 68 100

Sumber : Data Primer

Ket. : Unit kerja tempat praktik perawat terdiri dari : 7 unit di Perkotaan (Dinkes 1, RSUD 1, Puskesmas 2, Pustu 1, Poskesdes 1, Praktik Mandiri 1), 12 di Pedesaan (Puskesmas 7, Pustu 3, Poskesdes 1, Praktik Mandiri 1), 5 Unit di DTPK (RSB 1, Puskesmas 3, Pustu 1), sedangkan Puskesmas/ Pustu/ Poskesdes/Praktik Mandiri/ Dinkes Yang Rawat Jalan adalah 17 unit dan Rumah Sakit/Puskesmas adalah 7 Unit.

Hasil Penelitian pada tabel 2 diatas, ternyata sebagian besar

perawat bekerja di Puskesmas dan jaringannya (Pustu dan Poskesdes),

yaitu 46 (67,65%), Sedangkan di Rumah Sakit 19 (27,94%) dan 3

(4,41%) lainnya (Praktik Mandiri dan Dinas Kesehatan).

Page 82: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

82

Perawat sebagian besar bertugas di Puskesmas dan jaringannya,

memberikan gambaran bahwa tantangan dan resiko terhadap

pelayanan kesehatan masyarakat tidak sesuai ketentuan semakin

besar. Puskesmas dan jaringannya lebih banyak berada di daerah

pedesaan, terpencil dan kepulauan yang sering kurang dari segi

fasilitas dan sumber daya manusia (dokter), akses ke tempat rujukan,

serta keadaan daya beli masyarakat dan adanya budaya pengobatan

alternatif lainnya.

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa pengaturan hukum perawat

diperlukan sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik perawat. Hal

tersebut, sejalan yang dikatakan Hermien Hadiati Koeswadji dalam108

bahwa dalam Ilmu Pengetahuan, diantaranya hukum dapat diartikan

sebagai Undang-Undang dan /atau peraturan mengenai tingkah laku

(tertulis) yang dibuat oleh penguasa. Hukum dalam arti sebagai undang-

undang dan/atau peraturan mengenai tingkah laku inilah lazimnya

disebut sebagai hukum objektif, yaitu berupa rangkaian peraturan yang

mengatur tentang macam-macam perbuatan yang boleh dilakukan dan

dilarang, siapa yang melakukannya, serta sanksi apa yang dijatuhkan

atas pelanggaran peraturan tersebut. Untuk pengkajian tentang

pengaturan praktik perawat, akan dilihat pada segi pengaturan hukum

perizinan dan pengaturan hukum kewenangannya.

108

Machmud, S, 2012, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi dokter yang di duga melakukan Medikal Malpraktik, Karya Putra Darwati Bandung.

Page 83: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

83

1. Pengaturan Hukum Perizinan Praktik Perawat

Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan

dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat

berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan

izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau

diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang

bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan109.

Perawat merupakan suatu profesi di bidang kesehatan yang

melaksanakan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, juga

harus memiliki izin dari pemerintah. Hal tersebut dilakukan dalam

rangka mengatur dan mengendalikan pelaksanaan tugasnya, agar tidak

terjadi kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri dan atau orang lain

yang dilayani, serta terkait dengan pelaksanaan tugasnya. Pengaturan

perizinan praktik perawat tersebar pada beberapa peraturan perudang-

undangan yang berlaku. Perawat sebelum dapat melaksanakan

kewenangannya wajib memenuhi hal-hal yang diatur dalam ketentuan

perizinan praktik perawat, sebagai berikut :

1) Undang-Undang Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada

pasal 23 ayat (1), (3) dan (5), bahwa tenaga kesehatan berwenang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan wajib memiliki izin dari

pemerintah yang diatur dalam peraturan pemerintah.

2) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, pasal

13 ayat (3), bahwa Tenaga Kesehatan tertentu yang bekerja di

109

Sutedi A, Op. Cit. hlm 168

Page 84: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

84

Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. (Dalam penjelasan, salah satu tenaga

kesehatan tertentu adalah tenaga Perawat).

3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1992 tentang Tenaga

Kesehatan pada pasal 2, 3 dan 4 ayat (1), (3), Bahwa salah satu

tenaga kesehatan adalah perawat dan wajib memiliki ijazah. Tenaga

kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah memiliki

ijin dari menteri.

4) Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/148/I/ 2010

Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat pasal 2 ayat (1),

(2) dan (3), bahwa Perawat dapat menjalankan praktik pada fasilitas

pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan diluar praktik

mandiri dan/atau praktik mandiri. Perawat yang menjalankan praktik

mandiri berpendidikan minimal Diploma III (DIII) Keperawatan. Pasal

3 ayat (1), (2), bahwa Perawat menjalankan praktik wajib memiliki

SIPP, kecuali bagi Perawat praktik pada fasilitas pelayanan

kesehatan diluar praktik mandiri. Pasal 4 ayat (1), bahwa SIPP

dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,SIPP berlaku

selama STR masih berlaku.

5) Peraturan Menteri Kesehatan No. 1796/MENKES/PER/VIII/2011

Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan pasal 2 ayat (1), (2), bahwa

tenaga kesehatan bekerja wajib memiliki STR, untuk memperolehnya

harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.

Berdasarkan ketentuan hukum praktik perawat yang telah diuraikan

diatas, ringkasnya bahwa perawat sebelum melaksanakan praktiknya

Page 85: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

85

harus memiliki Ijazah perawat, Lulus Ujian Kompetensi dan atau telah

memiliki Surat Tanda Registrasi dan bagi yang melakukan Praktik

Mandiri wajib memiliki Surat Izin Praktik Perawat dari Pemerintah

Daerah Setempat. Jika hal-hal diatas tidak dipenuhi, tetapi perawat dan

atau orang lain melakukan pekerjaan/praktik perawat dapa dianggap

sebagai malpraktik.

Ketentuan hukum yang dibuat diharapkan berfungsi menjadi acuan

yang baik dalam praktik perawat, tetapi kenyataanya tidak sesuai

harapan. Terbukti, meskipun telah ada pengaturan tentang praktik

perawat sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, tetapi dilapangan

masih saja terjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum dimaksud.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata masih sebagian besar perawat

yang melaksanakan praktiknya belum memiliki STR dan/SIPP (60,29%),

Sedangkan yang memiliki STR dan/SIPP (39,71%). Hal tersebut

menunjukkan bahwa pelaksanaan ketentuan hukum praktik perawat

khususnya pada segi perizinan belum sepenuhnya dilakukan oleh

perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud.

Menurut110 Hak atas derajat kesehatan yang optimal sebagai HAM

eksis sebagai hak yang dijamin dan dilindungi oleh sistem hukum

Indonesia. Untuk lebih terjamin dan terlindunginya derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat tersebut, maka diperlukan norma hukum

yang jelas dan mampu mengakomodir kepentingan kesehatan

masyarakat sampai ke pelosok desa sekalipun.

110

Titon S.K, 2007, Hak Atas Derajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM Di Indonesia, P.T. Alumni, Bandung. hlm . 456.

Page 86: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

86

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ternyata ada beberapa

hal tentang perizinan perawat yang masih belum memadai

pengaturannya, apalagi pada praktik perawat di daerah yang penuh

keterbatasan dalam hal sumber daya kesehatan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan. Substansi Pengaturan hukum yang dimaksud

adalah sebagai berikut :

Permenkes HK. 02.02/148/2010 pasal 2 ayat (3) dikatakan bahwa

Perawat yang menjalankan praktik mandiri, berpendidikan minimal

Diploma III (DIII) Keperawatan atau perawat lulusan SPK kebawah

tidak diperbolehkan.

Salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

menurut I.C. Van Der Vlies adalah asas materilnya, yaitu : asas

perlakuan yang sama dalam hukum (het recht

gelijkkeheidsbeginsel) 111 Perlakuan yang tidak sama atau adanya

dikotomi pada pemberian izin perawat diatas, nampaknya

diskriminatif dan tidak berdasar dan tidak sesuai dengan asas hukum

dimaksud. Mengacuh pada UU No. 20 Tahun 2003 pasal 15, 18, 19

bahwa pendidikan itu ada kejuruan, vokasional, profesi, dan terdiri

dari pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Disana tidak ada

pendidikan untuk kejuruan mandiri dan tidak mandiri.

Mestinya baik praktik mandiri maupun praktik diluar praktik mandiri

konsisten bahwa hanya DIII ke ataslah yang berhak menjalankan

praktik keperawatan. tetapi jika SPK dan lainnya diperkenankan

111

Ruslan A, Op. Cit. hlm 124.

Page 87: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

87

untuk menjalankan praktik diluar praktik mandiri, maka merekapun

berhak untuk praktik mandiri. Karena dalam pekerjaan keduanya

sama-sama memiliki kompetensi untuk tugas dan tanggung jawabnya

sebagai perawat. Hal tersebut juga dapat diberikan alasan bahwa

umumnya perawat yang lulusan SPK adalah perawat yang sudah

lulusan lama/senior atau lebih berpengalaman. Bagi yang Pegawai

Negeri Sipil umumnya telah banyak mengikuti berbagai pelatihan

teknis fungsional keperawatan. Jika alasannya, karena di Praktik

mandiri tidak ada yang mengawasinya, maka meskipun di praktik luar

mandiri, misalnya : di Puskesmas pembantu umumnya perawat

hanya sendirian sebagai petugasnya. Perawat dimaksud, terkadang

hanya lulusan SPK saja, tetapi bertanggung jawab pada semua

pelayanan di Puskesmas Pembantu tersebut.

Pada daerah yang tidak ada dokter dan terpencil, banyak perawat

lulusan SPK yang melakukan pertolongan dan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat. Perbandingan data perawat tahun 2011 di

Kabupaten Kepulauan Talaud berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu :

lulusan SPK 41,8%, DIII Keperawatan 52,73%, S1 Keperawatan

2,57% dan Ners 2,89%. Sinkron dengan tersebut, pada penelitian ini

didapatkan data perawat DIII sejumlah 54,41% responden dan SPK

sejumlah 29,41%. Hal itu menunjukkan bahwa masih banya perawat

yang berpotensi melanggar hukum, jika pengaturannya seperti

dimaksud pada pasal 2 ayat (3) Permenkes 148/2010 diatas.

Ketentuan hukum harus adil dan bermoral, karena salah satu tujuan

dibuatnya hukum adalah keadilan. Itupun sejalan dikatakan Dworkin

Page 88: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

88

dalam 112 yang menentukan bahwa suatu aturan itu merupakan

aturan hukum atau bukan adalah isi aturan itu, yaitu adakah aturan

itu memancarkan prinsip moral atau tidak.

Transisi perawat mendapatkan atau memperpanjang STR dan SIPP

belum sepenuhnya jelas, baik dari segi lamanya kepengurusan dan

toleransi waktu dan sanksi hukum terhadap aparat yang lalai dalam

mengeluarkan STR dan SIPP dimaksud.

Saat ini seringkali perawat telah mengurus STR (telah memasukkan

berkas) ke pihak yang berwenang, tetapi sering terlambat pemberian

izinnya. Akibat keterlambatan itu, perawat dapat dirugikan dan

menerima konsekwensi hukumnya. Maksudnya, ketika terjadi

sesuatu permasalahan dalam pelaksanaan praktiknya dan belum

memiliki STR atau SIPP, maka perawat tentunya akan dikatakan

melanggar peraturan atau dapat dikatakan sebagai malpraktik.

Sejalan dikatakan Taadi, disebut Malpraktik Administratif, jika

petugas melanggar hukum administrasi Negara salah satu contohnya

adalah tindakan administrasi malpraktik, yaitu menjalankan praktik

tanpa izin.113

Pengaturan hukum tentang perizinan perawat, tidak pernah

dijelaskan tentang transisi pengurusan dan atau ada toleransi waktu

berlakunya. Mestinya perlu pengaturan tentang STR atau SIPP

sementara dalam pengurusan perawat masih dapat melaksanakan

tugas/praktiknya sampai dikeluarkan oleh pihak yang berwenang. Di

112

Marzuki P, Op.Cit. hlm 67 113

Taadi, Op.Cit. hlm 62

Page 89: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

89

lain pihak, para pejabat yang berwenang memproses pengurusan hal

tersebut tidak ada sanksinya. Sehingga kembali lagi, bahwa perawat

yang disalahkan.

Fakta dilapangan, Transisi perawat mendapatkan atau

memperpanjang STR dan SIPP belum sepenuhnya jelas, yaitu :

pada penelitian yang dilakukan, ternyata terdapat 7 (10,29%) dari 68

responden yang menyatakan sudah mengurus STR, tetapi belum ada

realisasinya.

Keadaan yang terjadi sebagaimana dimaksud, sebenarnya

cenderung pada masalah pelayanan publik. Pelayanan Publik di

dalam lampiran 3 Kepmenpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 paragraf I,

butir C adalah diartikan sebagai segala kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum

maupun sebagai pelaksanaan ketentuan perundang-undangan 114 .

Instansi pemerintah dimaksud, berarti pihak yang berwenang

mengeluarkan izin, yaitu para aparat birokrat yang ada di jajaran

pemerintahan baik di Pusat, daerah Provinsi maupun

Kabupaten/Kota. Sehingga dalam hal pengurusan izin pada praktik

perawat, pihak yang berwenang adalah aparat yang ada di jajaran

Kesehatan baik Pusat maupun daerah.

Aparat pemerintah dalam mengeluarkan izin berupa STR dan SIPP

mestinya memperhatikan asas-asas umum penyelenggaraan umum

yang baik. Menurut Crince Le Roy, diantaranya adalah kepastian

114

Sutedi A, Op.Cit. hlm 18.

Page 90: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

90

hukum (principle of legal security), asas keadilan atau kewajaran115.

Pemerintah sebaiknya dapat memberikan kepastian hukum dan

keadilan tentang status praktik perawat melalui pemberian izin secara

cepat dan proporsional. Begitu juga, pasal 3 Undang-Undang No. 28

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (selanjutnya disebut UU KKN)

menyebutkan asas-asas yang menjadi landasan penyelenggaraan

publik, diantaranya adalah asas tertib penyelenggaraan Negara dan

asas profesionalitas 116 . Hal itu berarti, aparat yang berwenang

mengeluarkan STR dan SIPP harus tertib dan profesional dari segi

waktu dan penanganan administrasinya, mulai dari penerimaan

sampai dikeluarkannya.

Pelayanan STR dan SIPP kepada perawat itu sangat penting dan

perlu perhatian, sehingga pelayanannya harus baik. Apabila

dibiarkan, maka akan berdampak pada menurunnya pelayanan

kesehatan masyarakat sebagai suatu sub sistem pelayanan

masyarakat. Suatu sistem pelayanan masyarakat, kiranya dapat

dikatakan baik, apabila memenuhi 7 unsur, diantaranya : adanya

prosedur kerja yang praktis dan tidak berbelit-belit dan kejelasan

batas waktu penyelesaian suatu izin/pelayanan 117 Ketidakjelasan

dalam segi waktu dan proses penanganan pemberian izin (STR dan

115

Sibuea, H.P. Op. Cit hlm 158.

116 Sutedi A, Op.Cit. hlm . 18

117 Ibid,. hlm 35.

Page 91: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

91

SIPP) pada praktik perawat diatas, dapat dikatakan sebagai

pelayanan pemerintahan yang kualitasnya belum baik.

Kelemahan pengaturan hukum yang ada, yaitu belum adanya batas

minimal dalam pemeberian izin. Menurut Sutedi, beberapa peraturan

perundang-undangan Indonesia telah mengatur tugas dan tanggung

jawab publik, namun tidak ada satu peraturan perundang-undangan

tertentu secara khusus mengatur mengenai pelayanan publik yang

berisi ketentuan minimum yang harus dipatuhi dan dipenuhi oleh

instansi pelayanan publik118.

Bertolak dari uraian diatas, maka waktu minimal dan sanksi tentang

keterlambatan pengurusan izin dalam sebuah aturan terkadang harus

ada, termasuk pada pengaturan praktik perawat. Hal itu perlu, untuk

memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat, termasuk

perawat. Disamping itu, sebagai motivasi kesadaran bagi aparat

tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan izin bagi

praktik perawat.

Pengaturan tentang Praktik mandiri perawat belum dilakukan

pembatasan tentang jumlah tempat dan daerah bagi perawat untuk

boleh berpraktik.

Jumlah tempat dan atau daerah penting, agar dapat dijamin kualitas

pelayanan kesehatan masyarakat oleh perawat. Hal itu perlu

dilakukan pengaturan, sehingga perawat dapat fokus dan tidak terjadi

118

Ibid,. hlm 20.

Page 92: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

92

kesalahpahaman antara perawat satu dengan perawat lain, perawat

dengan pasien atau tenaga kesehatan yang lainnya.

Perawat yang rangkap tugas bidan atau profesi lainnya dan/atau

sebaliknya, perlu diperjelas pengaturan perizinannya.

Dilapangan ternyata banyak terdapat bidan yang juga lulusan

perawat atau sebaliknya. Jika tidak dilakukan pengaturan, bisa saja ia

melakukan praktik rangkap, yaitu sebagai bidan dan sebagai perawat

sehingga tidak jelas keprofesiannya. Dalam PP No. 32 Tahun 1996

tentang Tenaga kesehatan bahkan dalam UU No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan sebagai rujukan maksud profesi kesehatan diatas,

tidak pernah dijelaskan tentang dapat dimungkinkan praktik rangkap

jabatan seperti dimaksud. Jika ada, maka dapat berdampak pada

pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak optimal. Selain itu, dari

segi administrasi profesi dan pertanggung jawaban etika dan

hukumnya, akan terjadi ketidakpastian. Sehingga perlu dilakukan

pengaturan tentang jabatan rangkap perawat sebagaimana

dikemukakan diatas.

Beberapa hal diatas, merupakan permasalahan yang perlu

pengaturan lagi dalam ketentuan hukum praktik perawat, agar

pelaksanaan tugas perawat dapat optimal dan hak masyarakat untuk

memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

terwujud. Pengaturan hukum praktik perawat mestinya dapat menjamin

masyarakat dan perawat sebagai tenaga kesehatan dalam hal

memperoleh dan memberikan hak atas derajat kesehatan masyarakat

yang optimal sebagai Hak Asasi Manusia (HAM) yang berkeadilan,

Page 93: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

93

bermanfaat dan penuh kepastian. Hal itupun, telah diamanatkan dalam

kosntitusi kita, yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun

1945 pada :

Pasal 28H ayat (1) : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan keseatan dan fasilitas umum yang layak. Apabila hal-hal yang dikemukakan diatas, belum dilakukan

penyesuaian pengaturannya, maka ketentuan perawat tidak menjadi

acuan atau pedoman yang baik dalam praktik perawat. Ketentuan

dimaksud, akan menambah permasalahan baru dalam kaitan

penyelenggaraan praktik perawat. Sejalan dengan itu, menurut Gerald

Turkel (dalam Ahmad Ali, 1998), bahwa hukum bukan saja sekadar

dapat tidak efektif, tetapi juga sering menimbulkan masalah baru atau

memperumit masalah yang sudah ada119.

Perawat dalam hal terjadi penertiban oleh pemerintah ataupun terjadi

kesalahan praktiknya, dapat diproses secara hukum. Padahal dalam

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 27 ayat

(1) dikatakan bahwa Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan

dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan

profesinya. Ketika itu terjadi, maka akan terjadi kemandekan dalam

pelayanan. Secara psikologi perawat akan merasa takut melakukan

tindakan pertolongan bagi pasien/masyarakat saat sakit, meskipun

dalam keadaan darurat atau di tempat tanpa dokter. Misalnya : pada

119

Ahmad A.K., Op. Cit. hlm 46.

Page 94: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

94

saat perawat Misran dikatakan bersalah dalam persidangan, karena

memberikan obat label merah pada pasien di daerah yang tanpa dokter,

gaungnya telah kemana-mana dan memberikan respon perlawanan

oleh perawat. Jika hal itu berlaku, maka masyarakatlah yang akan

dirugikan juga.

2. Pengaturan Hukum Kewenangan Praktik Perawat

Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, yaitu

kekuasaan yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh Undang-

Undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif, Kewenangan

biasanya terdiri ada beberapa wewenang dan Kewenangan adalah

kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan

terhadap sesuatu bidang pemerintahan. Sedangkan yang dimaksud

wewenang adalah :Kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum

publik120.

Perawat adalah merupakan tenaga kesehatan profesional yang

mempunyai kekuasaan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan

di bidang keperawatan sesuai kompetensi dan standar profesinya.

Untuk penerapan praktik perawat tersebut perlu ketetapan (legislasi)

yang mengatur hak dan kewajiban perawat yang terkait dengan

pekerjaan profesi. Legislasi dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan hukum bagi masyarakat dan perawat121.

120

Anggriani J, Op. Cit. hlm 87-88

121 Praptianingsih S, Op. Cit. hlm 215

Page 95: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

95

Berbagai pengaturan hukum praktik perawat telah dibuat oleh pihak

yang berwenang, tetapi seringkali belum dapat menjadi acuan yang baik

dalam implementasi tugas praktik perawat. Masih terdapat hal-hal yang

perlu pengaturan lagi sesuai keadaan yang ada di daerah tertentu.

Setelah gambaran singkat tentang lokasi penelitian dan karakteristik

umum responden diatas, maka perlu dilakukan pengkajian lanjut

tentang pengaturan praktik perawat yang telah ada terhadap fakta di

lapangan. Hal itu diperlukan, untuk melihat apakah pengaturan yang

ada mampu menjadi acuan pelaksanaan praktik perawat sampai di

seluruh pelosok pedesaan yang ada di Indonesia, atau masih diperlukan

pengaturan yang mempertimbangkan keadaan tertentu seperti di

Kabuapten Kepulauan Talaud sebagai Daerah tertinggal, Perbatasan

dan Kepulauan. Apalagi saat ini Perawat melalui PPNI terus mendesak

untuk segera disahkan Undang-Undang Keperawatan dengan alasan

diantaranya pengaturan yang ada belum sepenuhnya memberikan

perlindungan hukum bagi perawat utamanya mereka yang bertugas di

daerah tepencil dan terisolir.

Pengaturan hukum praktik perawat dalam peraturan perundang-

undangan dan peraturan kebijakan adalah sebagai berikut :

1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Pasal 73 ayat (2) dan (3), bahwa setiap orang dilarang memberikan

pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah

yang bersangkutan adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki

tanda registrasi dan/atau surat izin praktik, kecuali bagi tenaga

Page 96: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

96

kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-

undangan (salah satunya perawat).

2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 23

ayat (1), (2), bahwa Tenaga Kesehatan berwenang untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sesuai dengan bidang

keahlian yang dimiliki. pasal 24 ayat (1), dan harus memenuhi

ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan

kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional.

3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit pasal

13 : bahwa Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit

harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan

rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika

profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan

pasien.

4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/ 2010

Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat pada Bab III

Penyelenggaraan Praktik pasal 8 ayat (1-7), bahwa Praktik

keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan

tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga, ditujukan kepada

individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Praktik keperawatan

dilaksanakan melalui kegiatan :Asuhan keperawatan; meliputi

pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi keperawatan. Perawat dalam

menjalankan asuhan keperawatan dapat memberikan obat bebas

dan atau obat bebas terbatas.Pasal 10 ayat (1) bahwa Dalam

Page 97: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

97

keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan

tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan

pelayanan kesehatan diluar kewenangan. Ayat (2-7) : Bagi perawat

yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam

rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan

kesehatan diluar kewenangan, dan harus mempertimbangkan

kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.

Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau

kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan

kabupaten/kota. Jika telah terdapat dokter, kewenangan perawat

dimaksud tidak berlaku. Pasal 12, bahwa Perawat dalam

menjalankan praktik wajib membantu program pemerintah dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

5) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011

Tentang Izin Praktik & Pelaksanaan Praktik Kedokteran Pasal 23 ayat

(1-3), bahwa Dokter atau Dokter Gigi dapat memberikan pelimpahan

suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat,

bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis, hanya

dapat dilakukan dalam keadaan dimana terdapat kebutuhan

pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter atau dokter gigi di

fasilitas pelayanan tersebut dengan ketentuan ; (a) termasuk dalam

kemampuan dan ketrampilan yang telah dimiliki oleh penerima

pelimpahan ; (b) tetap dibawah pengawasan pemberi pelimpahan, (c)

pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab sepanjang

pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; (d)

Page 98: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

98

tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar

pelaksanaan tindakan; dan (e) tidak bersifat terus menerus.

6) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

94/KEP/M.PAN/11/2001 pasal 5, bahwa Unsur-dan sub unsur

kegiatan perawat yang dinilai angka kreditnya terdiri dari :

Pendidikan, Pelayanan keperawatan (Askep, pelayanan

keperawatan, tugas jaga dan siaga, tugas khusus), Pengabdian pada

masyarakat, pengembangan profesi dan penunjang pelayanan

keperawatan.

7) Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1239/Menkes/SK/XI/ 2001

Tentang Registrasi dan Praktek Perawat pasal 15, bahwa Perawat

dalam melaksanakan praktek keperawatan berwenang untuk :

Melaksanakan asuhan keperawatan dengan tindakan meliputi:

intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan

konseling kesehatan, dilaksanakan sesuai standar asuhan

keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Pelayanan

tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan

tertulis dokter.

Pasal 17, bahwa Perawat dalam melakukan praktik keperawatan

harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan

pendidikan dan pengalaman serta berkewajiban mematuhi standar

profesi. Pasal 18, bahwa Perawat dalam menjalankan praktek harus

membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat. Pasal 20 ayat (1), (2), bahwa Dalam

keadaan darurat mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat

Page 99: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

99

berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar

kewenangan, ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Berdasarkan ketentuan hukum praktik perawat yang telah diuraikan

diatas, bahwa perawat setelah memenuhi persyaratan administrasi

sebagaimana yang telah uraikan sebelumnya, dapat melakukan

praktiknya. Pengaturan kewenangan diatas, Intinya bahwa perawat

dalam pelaksanaan paktiknya, melakukan asuhan keperawatan,

melaksanakan tindakan medis yang dilimpahkan oleh dokter,

melaksanakan tindakan diluar kewenangannya disaat tidak ada dokter

ditempat kejadian dalam rangka penyelamatan nyawa

seseorang/pasien, melaksanakan tindakan diluar kewenangannya di

daerah yang tidak memiliki dokter dan melaksanakan tugas dalam

rangka membantu program pemerintah untuk meningkatkan derajat

kesehatan. Jika hal-hal diatas tidak dipenuhi dan atau dilanggar oleh

perawat dan atau orang lain melakukan pekerjaan perawat tersebut,

dianggap sebagai malpraktik.

Ketentuan hukum perawat yang telah dibuat dan menjadi dasar

kewenangan praktik perawat bertujuan : agar masyarakat dan perawat

terlindungi dalam pelaksanaan praktiknya. Apalagi, Sebelumnya telah

dikatakan bahwa menurut Kurnia T.S., Hak atas derajat kesehatan yang

optimal sebagai HAM eksis sebagai hak yang dijamin dan dilindungi

oleh sistem hukum Indonesia122. Itu berarti, pengaturan hukum praktik

perawat semata-mata dapat menjamin hak masyarakat untuk

122

Kurnia, T.S., Op.Cit. hlm 456.

Page 100: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

100

mendapatkan pelayanan kesehatan pada semua lapisan masyarakat di

mana saja ia berada dan hidup di wilayan hukum Indonesia.

Menurut H.L.A. Hart, secara konseptual salah satu fungsi hukum

adalah untuk menentukan dan menegaskan macam kelakuan tertentu

sebagai sesuatu yang boleh dilakukan dan dilarang dilakukan, tanpa

memperhatikan kehendak mereka yang dikenakan pembatasan tadi123.

Bentuk tindakan perawat adalah merupakan suatu tindakan yang

dilakukan oleh perawat dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya. Tindakan yang dilakukan sejatinya harus sesuai

dengan kompetensi dan standar profesi perawat yang telah diatur

dengan ketentuan hukum perawat atau terkait lainnya. Tetapi

pelaksanaan suatu ketentuan hukum seringkali tidak sejalan seperti apa

yang tercantum dalam ketentuan hukum tersebut. Ketentuan hukum

praktik perawat yang sudah dibuat, tentunya tidak secara otomatis

dapat dilaksankan. Berbagai kendala yang dapat menghambat

pelaksanaan hukum, pasti akan ditemui oleh perawat setiap saat dan

pada situasi apapun.

Meskipun telah ada ketentuan hukum kewenangan praktik perawat

dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan

diatas, tetapi masih saja ditemukan pelanggaran-pelanggaran praktik

perawat. Terbukti, pada penelitian ini ditemukan : pada umumnya

perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud (76,47%) melaksanakan

tindakan praktiknya tidak sesuai dengan ketentuan hukum praktik

perawat yang berlaku, hanya 23,53% saja yang melakukan praktik

123

Soewondo S.S. Op. Cit. hlm 6

Page 101: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

101

perawat yang sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Tindakan Tidak

sesuai Ketentuan, Yaitu : Membuat anamnesa medis, therapy dan resep

obat keras, meracik obat, memasang infus sendiri, jahit luka kecil

sampai besar, melakukan pertolongan persalinan, memasang alat KB

(tanpa sertifikat), melakukan pemeriksaan laboratorium (tanpa

sertifikat), tidak membuat laporan asuhan keperawatan, melakukan

semua jenjang asuhan keperawatan pada pasien dan lain sebagainya.

Tindakan sesuai ketentuan : Melaksanakan Asuhan Keperawatan,

Melakukan tindakan medis sesuai ketentuan (keadaan darurat saat

tidak ada dokter ditempat/ di daerah tidak ada perawat).

Perawat melakukan kesalahan dalam praktiknya diatas, bukan

semata-mata kesengajaan atau kelalaiannya saja, tetapi lebih pada

situasi yang menuntut dia melakukan tindakan pelayanan kesehatan

dan belum dapat diakomodir permasalahan tersebut oleh peraturan

perundang-undangan dan peraturan kebijakan yang ada. Diantara

permasalahan yang dihadapi perawat dalam pelayanan kesehatan di

Kabupaten Kepulauan Talaud dapat dilihat pada bagian berikutnya.

Menurut Indar (2010), dalam perspektif etika dan hukum kesehatan,

terjadinya suatu malpraktik atas dasar suatu tindakan atau tanpa

memberikan tindakan akan berkaitan dengan unsur kesengajaan atau

kelalaian dalam pemberian tindakan keperawatan. secara yuridis formal

kejadian seperti itu akan melahirkan tuntutan hukum dari pasien dan

atau keluarganya terhadap perawat berdasarkan perbuatan melanggar

Page 102: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

102

hukum124. Hal itu berarti pelanggaran praktik perawat diatas, terancam

dapat dikatakan sebagai malpraktik perawat meskipun suatu keadaan

yang tidak dapat dapat dihindarkan oleh perawat.

Setelah dilakukan kajian, ternyata ada beberapa hal penting dan

mestinya diatur dalam ketentuan hukum praktik perawat, tetapi

kenyataannya tidak ada pengaturan hukumnya. Hal-hal itu sangat

berkontribusi dalam pelanggaran praktik perawat. Selain itu, juga

terdapat hal-hal yang sudah ada pengaturan hukumnya, tetapi belum

jelas substansinya. Untuk lebih lengkapnya kajian dimaksud adalah

sebagai berikut :

1) Perawat yang melakukan pengobatan di puskesmas yang ada

dokternya, tetapi dokternya tidak ada ditempat, sedangkan pasien

yang dilayani secara medis tidak dalam keadaan darurat.

Ketentuan hukum praktik perawat yang ada tidak mengatur tentang

keadaan diatas, padahal terjadi setiap hari pada masyarakat dan

merupakan kebutuhan mendasar. Dilain pihak perawat akan

disalahkan, karena tidak memiliki kewenangan untuk melayani

pasien. Terhadap keadaan tersebut, berdasarkan hasil penelitian

ternyata terdapat praktik perawat melakukan pengobatan di

puskesmas yang ada dokternya tetapi tidak di tempat (diluar daerah

dll), baik pasien Rawat Jalan, Rawat Inap dan Gawat Darurat

42(61,76%).

124

Indar H, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Lembaga Penerbitan Unhas (Lephas), Makassar.

Page 103: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

103

Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1239/Menkes/SK/XI/ 2001

Tentang Registrasi dan Praktek Perawat pasal 15 yang mengatur

tentang kewenangan perawat, belum disesuaikan terhadap

permasalahan pelayanan sebagaimana dimaksud diatas.

Selanjutnya, kewenangan perawat dalam Permenkes tersebut,

disempurnakan dengan Permenkes HK. 02.02/148/2010 pasal 10

ayat (1) dikatakan :

Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, perawat dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.

Pasal diatas hanya membolehkan perawat melakukan tindakan jika

dalam keadaan darurat menyelamatkan nyawa pasien (Pasien sudah

sekarat). Padahal pelayanan pengobatan oleh perawat diatas, bukan

saja pasien dalam keadaan darurat saja, tetapi semua pasien yang

datang berobat baik pasien yang sakit ringan seperti flu, pilek atau

gatal-gatal bahkan yang berat dilayani dan dilakukan tindakan

perawatan dan medis oleh perawat. Sehingga redaksi pada pasal 10

ayat (1) diatas tidak tepat dengan keadaan yang terjadi.

Masih pada permenkes HK.02.02/148/2010 pasal 10 ayat (2), (4) dan

(5) dikatakan :

Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Page 104: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

104

Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter, kewenangan perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku. Maksud ketiga ayat tersebut, hanya pada daerah yang tidak ada

dokter yang ditetapkan oleh pemerintah, perawat dapat

melaksanakan kewenangan diluar asuhan keperawatan. Padahal

situasi diatas, perawat melakukan pelayanan pasien (Sakit ringan,

sedang dan berat) diluar kewenangannya atau melakukan

pengobatan. Itu berarti perawat dianggap melakukan pelanggaran

atau dapat dituduh malpraktik. Padahal jika perawat tidak melayani,

maka perawat juga akan disalahkan oleh pimpinan dan terutama oleh

masyarakat.

Perlu dikemukakan pula, bahwa dokter yang di tempatkan di daerah

terpencil umumnya adalah dokter Pegawai Tidak Tetap yang berasal

dari luar daerah asal, sehingga banyak kali mereka izin untuk ke

kampungnya atau ke mana saja dan itu memakan waktu berminggu-

minggu bahkan sampai bulannya. Belum lagi ada masalah seperti

sakit, kepengurusan perpanjangan kontrak, terlambat datang

bertugas sesuai penempatan (TMT) yang membuat kekosongan

puskesmas dari tenaga dokter, dan lain sebagainya. Sehingga

daerah itu tidak bisa dikatakan tidak ada dokternya, karena

menyatakan tidak ada dokter apabila ada surat penetapan dari

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten setempat.

Page 105: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

105

Masih pada Permenkes HK.02.02/148/2010, pada pasal 10 ayat (3)

dikatakan :

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk. Pembatasan pelayanan keperawatan di daerah yang tidak ada

dokternya dengan pertimbangan pada kompetensi, tingkat

kedaruratan, serta kemungkinan untuk dirujuk menjadi polemik dalam

penerapannya, karena menjadi tidak jelas. Ketidakjelasan itu dapat

diuraikan sebagai berikut :

Kompetensi : Jika mengacu pada Kompetensi berdasarkan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

pasal 1 ayat (10), maka kompetensi adalah kemampuan kerja

setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan

dan sikap kerja yang sesuai dengan standart yang diperlukan,

jelas aspek pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai standart

masih belum dapat dikatakan memadai seperti dokter. Karena

sering perawat melakukannya berdasarkan pengalaman yang ia

dapat melalui praktiknya bersama dokter yang lain atau pelatihan-

pelatihan dan lain sebagainya. Jadi jelas kata mempertimbangkan

kompetensi pada ayat (3) tidak tepat rumusannya, jika

memberikan kemungkinan mengatasi permasalahan tidak ada

dokter ditempat sesuai dengan permasalahan yang telah

dikemukakan diatas.

Tingkat Kedaruratan : Tingkat kedaruratan yang dimaksud disini

sangat ambigu dan multi tafsir, karena tidak tegas dikatakan

Page 106: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

106

misalnya : Darurat tingkat tinggi/akhir atau apa yang dijelaskan

dengan istilah kesehatan. Tetapi disini hanya dikatakan

mempertimbangkan tingkat kedaruratan, maksudnya tingkat

kedaruratan yang mana? Jika acuhannya pada pasal 10 ayat (1)

yaitu darurat untuk menyelamatkan nyawa seseorang/pasien atau

seperti yang dikatakan dalam125 bahwa Emergensi menunjukkan

kepada suatu keadaan di mana pasien secara tiba-tiba atau tak

terduga menghadapi ancaman bahaya maut, sehingga

memerlukan tindakan segera untuk menyelamatkan jiwa atau

kerusakan permanen anggota tubuh. Sedangkan pasien

kejiwaaan: menurut 126 Kegawatan psikiatrik memerlukan

intervensi segera untuk mencegah kematian atau bahaya berat

bagi pasien atau orang lain dan biasanya terjadi dalam beberapa

detik atau menit (jarang, dalam jam), dan bukan dalam hari atau

minggu, baik elemen waktu dan beratnya adalah terkait. Hal itu

jelas bahwa perawat dapat ditiadakan dari tuntutan hukum, jika

hanya melayani pasien yang sudah gawat/hampir mati, Bukan

semua pasien seperti yang dilakukan oleh perawat dalam point 1

tabel 5 diatas. Sehingga perawat lagi-lagi diperhadapkan pada

persoalan dilematis, antara menolong atau tidak. Disatu sisi tidak

menolong akan merasa bersalah dan takut di marah pimpinan atau

malah diamuk massa/masyarakat, disisi lain membahayakan

125

Guwandi J. Op.Cit. hlm 23-24

126 Kusuma W, Op. Cit. hlm 56

Page 107: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

107

perawat jika terjadi sesuatu setelah melakukan tindakan pelayanan

bagi pasien yang dimaksud.

Kemungkinan Untuk Dirujuk : Kata kemungkinan untuk dirujuk

ini menjadi ambigu dan multi tafsir, karena bersifat relatif. System

rujukan di Indonesia (SK. Menkes RI. No. 32 Tahun 1972) ialah

suatu system penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang

melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap

satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam

arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih

mampu atau secara horisontal dalam arti antar unit-unit yang

setingkat kemampuannya. Macam system rujukan di Indonesia

ada 2, yaitu : 1) Rujukan kesehatan dan 2) Rujukan Medik :

terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta

pemulihan kesehatan127. Sedangkan dalam Permenkes RI. No 001

Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Perorangan pasal 3 dikatakan bahwa Sistem rujukan pelayanan

kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan

yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan

kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

Sinkron dengan permasalahan pengobatan oleh perawat diatas,

berarti adalah rujukan medis dan atau perorangan. Pada kondisi

masyarakat yang ada di Daerah Tertinggal Perbatasan dan

Kepulauan seperti di Kabupaten Kepulauan Talaud yang sangat

terkendala dengan akses dan transportasi menjadi sesuatu yang

127

Azwar, Op. Cit. hlm 42-43

Page 108: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

108

mahal dan terkadang tidak mungkin disaat kondisi tertentu. Yang

dimaksud mahal dan tidak adalah terlalu besarnya biaya yang

akan dikeluarkan apabila hanya karena sakit batuk, luka dengan 1-

3 jahitan mau mencari tempat/pusat rujukan yang mempunyai

dokter. Sedangkan terkadang tidak mungkin, yaitu di daerah

kepulauan yang tidak ada dokter, jika merujuk pasien pasti

memerlukan perjalanan melintasi laut, padahal tidak ada kapal

yang datang (kapal besar jadwalnya 1-2 minggu datang ke pulau),

dan jika memakai kapal motor laut masyarakat nelayan tidak

mungkin karena dimasa angin dan gelombang yang kencang dan

besar, maka siapakah yang dapat melakukan pengobatan pada

pasien yang datang ke Puskesmas? tentunya perawat yang mau

tidak dan terpaksa melakukannya.

Peraturan terbaru tentang rujukan kesehatan adalah Permenkes

No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan

Kesehatan pasal 11, dikatakan:

Pasal 11 (1) Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk

pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.

(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis.

Pasal 12 (1) Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien

dan/atau keluarganya. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

setelah pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.

Page 109: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

109

Pasal 11 ayat (2) diatas setidaknya telah memberikan kejelasan

tentang boleh tidaknya pasien dirujuk, yaitu dengan alasan tidak

dapat ditranportasikan atas alasan medis, sumber daya atau

geografis, meskipun pada pasal 12 ayat (1) yang mengharuskan

persetujuan dari pasien/atau keluarganya harus diperluas lagi

dengan tambahan “kecuali pasien yang memerlukan penanganan

cepat dan pasien dalam keadaan tidak sadar dan tidak mempunyai

keluarga di tempat, maka dapat dilakukan dengan persetujuan

orang lain yang dipercaya. Sehingga lebih jelas lagi.

Berkenaan dengan pengaturan pada pasal 11 dan 12 Permenkes

No. 001 tahun 2012 diatas, maka sebaiknya kata kemungkinan

untuk dirujuk tersebut dapat diikuti dengan penjelasan dan

ketegasan yang mengakomodir permasalahan diatas atau yang

sama halnya diatur pada permenkes tersebut.

Pembahasan pasal 10 ayat (3) diatas, hanya pada masing-masing/

berdiri sendiri saja sudah menjadi hal yang tidak mungkin dipenuhi

oleh perawat dalam menjalankan pengobatan ketika tidak ada

dokter di tempat, apalagi ketiga hal tersebut menjadi gabungan

pertimbangan dari suatu tindakan medis yang akan dilakukan oleh

perawat. rasanya menjadi mustahil. Misalnya saja, dalam hal

rujukan mungkin tidak bisa sehingga perawat dapat melakukan

tindakan medis, tetapi bagaimana ternyata secara tertulis dia

hanya lulusan SPK yang tidak mempunyai kompetensi untuk itu?

ditambah juga mungkin belum pada tingkat darurat yang segera

dalam waktu 5-15 menit tidak di tolong pasien itu akan meninggal.

Page 110: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

110

Ketika hal diatas dijadikan patokan, maka kemungkinan akan

banyak puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Pos Kesehatan

Desa yang Notabene tidak mempunyai dokter dan hanya perawat

dan bidan saja, akan menelantarkan pasiennya. Akhirnya pada

keadaan demikian masyarakatlah yang menjadi tumbalnya, akibat

dari persoalan hukum yang tidak dapat mengakomodir setiap

permasalahan yang terjadi di masyarakat. Padahal hukum dibuat

untuk memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi

manusia, sehingga dapat dicapai ketertiban, kesejahteraan dan

keadilan.

Penetapan Daerah (Kecamatan/Desa) Tanpa Dokter

Hal yang penting juga adalah tentang penetapan kecamatan atau

desa yang tidak ada dokter oleh Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten sebagaimana dimaksud pada permenkes

HK.02.02/148/2010 pasal 10 ayat (4) dan (5). Jika daerah

dimaksud ternyata ada dokternya, tetapi tidak ada di tempat dan

tidak dilaporkan oleh Kepala Puskesmas/Pustu/Polindes kepada

Kepala Dinas Kesehatan, maka menambah kesalahan bagi

perawat dalam pelaksanaan praktik diluar kewenangannya.

Selama ini di Kabupaten Kepulauan Talaud tidak dibuat penetapan

daerah yang dimaksud oleh Kepala Dinas Kesehatan. Jangankan

daerah yang dokternya ada dan sering keluar daerah, daerah yang

nota bene tidak ada dokterpun tidak pernah dibuat surat

penetapan dimaksud. Artinya : bahwa Perawat di Kabupaten

Kepulauan Talaud melakukan praktik diluar kewenangan dengan

Page 111: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

111

inisiatifnya sendiri. Padahal dalam Permenkes No.

HK.02.02/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan praktik

perawat pasal 9 dikatakan : Perawat dalam melakukan praktik

harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki.

Keputusan Kepala Dinas Kesehatan untuk penetapan suatu

wilayah kecamatan atau desa/kelurahan sebagai daerah tanpa

dokter adalah persyaratan untuk perawat dapat menjalankan

tugasnya yang tidak sesuai kewenangan. Jadi bukan merupakan

kewenangan. Persyaratan tersebut adalah dalam rangka

meneguhkan kewenangan delegasi pada perawat sebagaimana

dikatakan dalam pasal 10 Permenkes No. Hk.02.02/148/2010

pasal 10 ayat (2). Sejalan dengan itu dikatakan Indroharto

(1999,91) delegasi adalah pelimpahan suatu wewenang yang telah

ada oleh badan atau jabatan TUN yang telah memperoleh suatu

wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau

pejabat TUN lainnya128

Tidak adanya surat penetapan tersebut, disebabkan oleh kelalaian

pimpinan baik di Puskesmas/Pustu/Polindes maupun di Kepala

Dinas di Kabupaten itu sendiri. Tetapi kondisi daerah yang sulit,

dapat juga berkontribusi pada tidak adanya penetapan daerah

dimaksud, karena sering kepala dinas tidak mengetahui bahwa di

Puskesmas atau Puskesmas Pembantu sudah tidak ada

dokternya. Misalnya : dokter sudah selesai kontraknya, tetapi

belum melapor dan lain sebagainya. Mestinya penetapan tersebut,

128

Anggraini J., Op.Cit. hlm 90.

Page 112: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

112

dapat dibuat oleh unit kerja seperti Puskesmas atau paling tidak

ada kalimat memberikan pelimpahan kewenangan kepada unit

kerja yang dibawahnya. Nampaknya penetapan oleh Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten menjadi tidak relevan, karena kondisi

wilayah yang sulit tersebut.

2) Perawat Melakukan Pertolongan Persalinan dan KB dan Perawat

Melakukan Pemeriksaan Laboratorium.

Berdasarkan Undang-Undang No. 29 Thn 2004 Tentang Praktik

Kedokteran bahwa tindakan pertolongan persalinan, KB dan

Penentuan pemeriksaan penunjang juga dapat menjadi kewenangan

dokter. Selain dokter, Permenkes Nomor : 1464/2010 pasal 10, 12

dan 13, dikatakan bahwa persalinan dan KB juga adalah merupakan

kewenangan Bidan, Untuk Pemeriksaan Laboratorium berdasarkan

Permenkes No. 37 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat dan Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 370/Menkes/SK/III/2007 tentang standar Profesi

Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan, tenaga laboratorium hanya

dokter dan analis kesehatan, dan tidak diperbolehkan rangkap

jabatan.

Kenyataan dilapangan, Pertolongan persalinan dan pelayanan KB

oleh perawat sering dilakukan oleh perawat pada Puskesmas yang

ada dokter, tetapi saat itu dokter dan bidan tidak ada di tempat

(sama halnya pada pembahasan point 1 diatas). Berdasarkan

penelitian terdapat Perawat Melakukan Pertolongan Persalinan dan

KB 44 (64,71%) Responden.

Page 113: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

113

Masalah persalinan dan KB yang ditangani oleh perawat ini, ketika

tidak ada dokter di tempat atau di daerah itu, tetapi ternyata ada

Bidan dan mungkin bidan berhalangan, Apakah bidan dapat

melimpahkan kewenangannya pada perawat? hal itupun belum

diperjelas dalam aturan kewenangan perawat maupun bidan, padahal

hal itu sering juga terjadi.

Untuk pemeriksaan laboratorium oleh perawat sama sekali belum

dijelaskan, apakah diperbolehkan perawat melakukan tindakan

dimaksud. Itupun belum jelas pengaturannya. Padahal hasil

penelitian terhadap perawat menunjukkan Perawat Melakukan

Pemeriksaan Laboratorium 31 (45,59%). Mestinya hal itu dilakukan

pengaturan, agar perawat dan atau pimpinan yang memberikan

perintah dapat mengerti tentang batas-batas kewenangan masing-

masing tenaga kesehatan. Jangan sampai tejadi sesuatu hal

dikemudian hari sebagai akibat kesalahan praktik, maka perawat

sendiri yang menanggungnya.

3) Perawat Melakukan Tugas & Fungsi sesuai Penugasan Pimpinan

(diluar Kewenangan Perawat).

Pemberian tugas diluar kewenangan tersebut, umumnya di

Puskesmas. Dari 49 (100%) responden di Puskesmas, terdapat 36

(73,47%) melaksanakan tugas rangkap jabatan. Jabatan sering

dirangkap oleh perawat utamanya di Puskesmas adalah : Juru

Imunisasi, Petugas P2-TB Paru dan Kusta, Petugas Laboratorium,

Petugas Gudang Obat dan Apotik, Petugas Gizi, Petugas KIA/KB,

dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu pula, dikatakan Rosalia

Page 114: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

114

Sciartino (1985) bahwa peran ganda perawat di Puskesmas, yakni

menjalankan tugas-tugas pengobatan dan perawatan. Fenomena

peran ganda tersebut terus berlangsung ; telah lebih dari 20 tahun129.

Setelah ditelusuri pada ketentuan kewenangan perawat, hanya pada

Pasal 12 ayat (4) Permenkes Nomor :. HK.02.02/MENKES/148/I/

2010 yang redaksinya mendekati maksud dari penugasan rangkap

yang diberikan oleh para pimpinan puskesmas, karena Permenkes

No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas juga tidak

diatur tentang penugasan rangkap jabatan perawat dimaksud.

Pada pasal 12 ayat (4), dikatakan : Perawat dalam menjalankan

praktik wajib membantu program pemerintah dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Maksud dari pasal 12 ayat (4) diatas

merupakan kalimat yang tidak tepat dan jelas rumusannya, karena

yang dimaksud dengan membantu program pemerintah dalam

meningkatkan derajat kesehatan tersebut harus dipertegas lagi untuk

menunjuk pada program –program tertentu dan dalam keadaan

tertentu, serta dengan syarat dan mekanisme yang jelas pula.

Sehingga perawatpun dalam menjalankan tugasnya memperoleh

kepastian hukumnya. Jangan sampai terjadi kasus, misalnya : salah

pemberian obat, atau salah penyuntikan Vaksin dan lain sebagainya,

Perawat disalahkan karena tidak ada dasar hukumnya, tetapi

melakukan tindakan diluar kewenangan dan bukan kompetensinya.

4) Beberapa hal lain juga yang masih perlu disesuaikan dengan

pengaturan praktik perawat adalah :

129

Ahmad A.K, Op. Cit. hlm 82.

Page 115: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

115

Bagaimanakah mekanisme pemberian kewenangan dari dokter

kepada perawat, dari bidan kepada perawat atau sebaliknya dan

atau dari profesi lain kepada perawat dan sebaliknya, baik secara

tertulis maupun tidak tertulis atau dengan memakai fasilitas

komunikasi elektronik.

Pemberian kewenangan dari dokter kepada perawat memang

telah diatur pada Permenkes No. 2052/Menkes/PER/X/2011

Tentang Izin Praktik & Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Dalam pemberian kewenangan yang dimaksud, dilihat dari teori

tentang kewenangan adalah merupakan kategori Mandat.

Mandat adalah merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan, tetapi

tidak sama dengan delegasi, karena Mandataris dalam

melaksanakan kekuasaannya tidak bertindak atas namanya

sendiri, tetapi atas nama si pemberi kuasa dan yang bertanggung

jawab adalah si pemberi kuasa 130 . Jika dipelajari, pemberian

kewenangan kepada perawat dalam Permenkes No.

2052/Menkes/PER/X/2011 Tentang Izin Praktik & Pelaksanaan

Praktik Kedokteran Pasal 23 adalah masih dalam waktu dan

situasi dokter berada dekat dengan perawat saat pelayanan,

karena dikatakan kewenangan tersebut tidak terus menerus dan

masih dalam kemampuan perawat. Sehingga hal tersebut masih

mengandung kelemahan, yaitu bagaimanakah dengan

pemberian kewenangan jarak jauh dan tidak terus menerus?

bagaimanakah jika permasalahan/kasusnya jauh dan tidak dalam

130

Anggriani J. Op. cit. hlm 89-91.

Page 116: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

116

kemampuan perawat menurut aturan kewenangan yang ada? Hal

tersebut diatas, perlu diperjelas lagi dalam pengaturannya.

Demikian pula dengan pemberian kewenangan antar perawat

dan tenaga bidan, serta tenaga kesehatan lainnya, belum ada

pengaturan yang jelas. Padahal keadaan itu terus berlangsung di

pelayanan kesehatan.

Khusus pemberian kewenangan kepada perawat dalam

penelitian umumnya memberikan perintah secara lisan dan atau

menggunakan komunikasi elektronik (khusus daerah yang

memiliki jaringan komunikasi elektronik) sejumlah 89,47 %. yang

menyatakan dokter memberikan perintah dengan sms dan telpon

seluler. Komunikasi elektronik adalah merupakan konsekwensi

dari akibat melajunya arus globalisasi terutama kemajuan dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga perubahan-

perubahan tersebut melahirkan berbagai bentuk nilai baru yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat yang sangat berbeda

dengan nilai-nilai yang berlaku sebelumnya. Kondisi seperti ini

membuat masyarakat harus mengadakan perubahan hukum

sesuai dengan tuntutan zaman131.

Menurut penulis, pemakaian komunikasi elektronik dalam rangka

pelayanan kesehatan termasuk pemberian kewenangan tindakan

kepada perawat oleh dokter atau tenaga kesehatan lain atau

sebaliknya, dapat diakomodir kedepannya. Keuntungan adanya

komunikasi elektronik tidak bisa disangkal lagi, yaitu

131

Manan A, 2009, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Jakarta : Kenana Prenada Media. hal 76

Page 117: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

117

mempercepat dan mempermudah informasi sampai kepada

tujuannya. Hal yang sama juga berlaku pada bidang kesehatan,

terutama dalam hal penanganan pasien oleh tenaga kesehatan.

Faktanya hampir semua perawat dan dokter yang memiliki alat

komunikasi telpon seluler pasti menggunakan untuk penanganan

pasien, sebagaimana dikemukakan diatas.

Selama ini penggunaan media elektronik berupa telpon belum

dapat diakomodir pada pengaturan hukum kesehatan. Sebagian

besar kuatir pada masalah kekuatan hukum pembuktiannya, jika

terjadi sengketa. Sebenarnya saat ini secara hukum sudah dapat

diterima pembuktian melalui media elektronik. Hal itu diatur

dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi elektronik pasal 44 item B, bahwa informasi

elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti lain dalam

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Sehingga dapat menjadi suatu alat komunikasi dalam pemberian

perintah/kewenangan dalam pelayanan kesehatan. Apalagi saat

ini rancangan KUHAP yang baru sementara dibahas di DPR RI.

pada pasal 175 ayat (1) item c, bahwa salah satu alat bukti yang

sah adalah bukti elektronik.

Pemberian obat oleh perawat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan tentang kefarmasian dan pemberian obat,

dalam Permenkes HK.02.02/MENKES/148/I/ 2010 pasal 8 ayat

(7) dibatasi pada obat bebas dan obat bebas terbatas, tetapi

dilain pihak Permenkes Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang

Page 118: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

118

Obat Wajib Apotek dan Permenkes 919/Menkes/PER/X/1993

tentang Kriteria Obat yang Dapat diserahkan Tanpa Resep oleh

Apoteker atau tenaga farmasi dan Peraturan Pemerintah No. 51

Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 22

memberikan kewenangan kepada dokter untuk meracik dan

menyerahkan obat ketika bertugas di daerah terpencil. Itu artinya

terjadi suatu diskriminasi dalam mengatur pelayanan pengobatan

disuatu tempat tertentu, yaitu dokter dan apoteker mendapat

kewenangan khusus, tetapi perawat tidak diberikan toleransi atau

pengecualian sama halnya dokter dan apoteker. Apalagi pasal

108 ayat (1) sebagian dibatalkan, yaitu tentang pembatasan

tenaga kesehatan yang memberikan obat pada saat keadaan

darurat, dan penjelasan pasal 108 ayat (1) UU No. 36 Tahun

2009 tentang kesehatan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi

dengan putusan MK. No. 12/PUU-VIII/2010.

Padahal tercatat yang ada dipelosok pedesaan umumnya

petugas kesehatan adalah perawat. Itu dapat dibuktikan dengan

responden penelitian yang diambil dalam penelitian ini,

seluruhnya adalah perawat yang bertugas di Pustu dan

Poskesdes (hanya seorang diri sebagai tenaga kesehatan di

desanya).

Keadaan yang telah dikemukakan sebelumnya, umumnya adalah

merupakan keadaan diluar jangkauan perawat untuk tidak

melakukannya atau merupakan keadaan darurat. Dalam teori Good

Samaritan Law, dalam keadaan darurat, hukum ini menggariskan

Page 119: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

119

bahwa tanggung jawab dokter/tenaga kesehatan (termasuk perawat)

tidak bisa dipaksakan. Artinya teori ini memberikan imunitas kepada

perawat dari tuntutan malpraktik mengingat perawat bekerja dalam

situasi darurat, dimana tempat kejadian tidak tersedia fasilitas dan waktu

yang cukup untuk berpikir dan berkonsultasi dengan teman sejawatnya.

Sehingga pemahaman tentang kedaruratan medis, tidak terlalu

disempitkan maknanya hanya pada keadaan pasien saja yang hampir

mati, tetapi lebih pada keadaan tidak ada tenaga dokter/bidan, sarana,

waktu, tenaga kesehatan yang ada perlu melakukan pelayanan kepada

masyarakat yang membutuhkan.

Maksud dari masyarakat membutuhkan, bahwa saat itu masyarakat

sudah menderita dengan penyakitnya, meskipun itu hanya penyakit

influenza, batuk atau tergores dengan pisau saja yang notabene bukan

merupakan keadaan darurat secara medis. Tetapi daruratnya pada

keadaan; dimana hanya karena batuk atau luka relatif kecil harus

menyeberang jauh ke di tempat ada dokter padahal semata-mata

tempat itu ada puskesmas. Belum lagi desakan pasien yang harus

dilayani saat itu, karena sejak zaman dulupun masyarakat tahu bahwa

perawatlah yang melakukan pelayanan kepada mereka.

Sejalan dengan itu, dalam Ahmad A.K. dikatakan bahwa

implementasi task shifting dalam bentuk pelaksanaan tindakan medik

oleh perawat di daerah terpencil telah lama berlangsung di Indonesia

dan setidaknya pernah diatur dalam UU Tenaga Kesehatan Tahun

1963. Apalagi berdasarkan rekomendasi dan resolusi bebagai badan

kesehatan Internasional, bahwa pengalihan sebagian tugas (task

Page 120: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

120

shifting) yang secara konvensional merupakan tugas medis kepada

tenaga kesehatan non medis132.

Keadaan dimaksud, sesuai dengan yang dikatakan Azwar bahwa

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik diantaranya, yaitu:

Tersedia dan berkesinambungan; Artinya semua jenis pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta

keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan,

mudah di capai; Artinya pelayanan kesehatan dicapai oleh masyarakat.

Ketercapaian maksudnya adalah dari sudut lokasi, mudah di jangkau;

Artinya pelayanan kesehatan muda dijangkau dari sudut biaya133.

Sejalan dengan hal diatas, Teori kebutuhan (necessity) mengajarkan

bahwa sudah merupakan kebutuhan manusia untuk dapat

menyelamatkan dirinya dari kematian atau dari penyakitnya.

Pembenaran tindakan emergensi sesuai teori kebutuhan ini dapat

dibenarkan jika hal tersebut merupakan yang terbaik buat pasiennya.

pengertian yang terbaik dari pandangan klien bukan dari pandangan

dokter/tenaga kesehatan134.

Beberapa hal yang diuraikan diatas, sebenarnya saat ini dipersoalkan

oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Mereka mengingikan agar

pengaturan praktik perawat kewenangannya juga diberikan tindakan

medis terbatas, pertolongan persalinan dan KB, dan lain sebagainya.

Bahkan Saat ini Perawat terus berupaya agar Rancangan Undang-

132

Ahmad A.K. Op.Cit., hlm 136.

133 Azwar, A. Op. Cit. hlm 38-39

134 Fuady, M. 2005. Sumpah Hipocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter). PT. Citra Aditya

Bakti. Bandung.

Page 121: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

121

Undang tentang praktik keperawatan segera di sahkan menjadi

Undang-Undang. Dalam rancangan Undang – Undang tersebut pasal 4

dicantumkan tentang kewenangan perawat diantaranya adalah

melakukan pengobatan medis terbatas, persalinan normal, KB, tetapi

semua itu perlu dipertegas pengaturannya secara jelas dan tegas batas-

batasnya seandainya disahkan.

Kewenangan perawat itupun masih menjadi polemik dalam

pembahasan RUU tentang keperawatan, seperti dikatakan Poempida

(Anggota DPR RI) bahwa RUU Keperawatan yang sedang dibahas

memang masih jauh dari sempurna, saya dan rekan-rekan di komisi IX

tengah berusaha untuk memberikan defenisi yang jelas tentang profesi

perawat, pengembangan profesionalisme perawat, pendidikan

keperawatan, wewenang dan tanggung jawab seorang perawat dan

juga sanksi bagi para perawat yang melakukan malpraktik. Dengan

demikian profesi perawat akan terlindungi demi hukum dan tidak akan

dihadapkan kepada masalah dilematis, karena batasan-batasan

tanggung jawab dan wewenangnya pun terjabarkan dengan baik135.

Diakui memang pengaturan hukum tentang kewenangan perawat

yang khusus memang belum ada, semuanya mengacuh pada Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009, Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 dan

Undang-Undang No. 44 Tahun 2009. Umumnya hanya diatur oleh

peraturan menteri kesehatan yang notabene merupakan peraturan

135

Poempida, 2012, Sikap Kemenkes Yang Kontra RUU Keperawatan Adalah Sikap Yang Tidak Pro Kepentingan Rakyat (Available : 12/4/2012. jam 11.56 wita) (http://poempida.com/)

Page 122: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

122

perundang-undangan paling bawah tingkatannya, dan keputusan

menteri kesehatan yang hanya sebagai peraturan kebijakan saja.

Aturan tentang praktik perawat mestinya tidak menjadi sub ordinat

dari peraturan perundang-undangan terkait lain yang dapat

mendegradasi kewenangan perawat, ketika terjadi permasalahan dan

kebuntuan penafsiran hukumnya. Menurut136 acapkali hukum yang telah

dikodifikasikan dalam suatu undang-undang yang kemudian berlaku

sebagai hukum positif terdapat konflik norm hukum (conflict of norms)

atau pertentangan dengan undang-undang lain. Dalam menghadapi

konflik norma itu, maka penegak hukum harus mempergunakan asas-

asas hukum yang universal. Salah satu asas hukum dipakai dalam

menyelesaikan konflik norma hukum adalah Lex superior derogate legi

inferiori, yaitu : Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi

mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih

rendah. Sesuai asas hukum diatas, Jika terjadi konflik norma hukum

perawat dengan hukum lainnya, maka ketentuan hukum perawat

dikesampingkan. Keadaan ini, jelas akan merugikan pihak perawat.

Jadi menurut penulis, mestinya pengaturan tentang kewenangan

perawat diatur dalam bentuk Undang-Undang. Apakah itu dalam bentuk

Undang-Undang Keperawatan atau Undang – Undang tenaga

Kesehatan. Sehingga dapat memberikan kekuatan keberlakuan hukum

secara yuridis. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 7, bahwa Undang-

Undang secara hirarkhis menempati urutan ke 3 setelah UUD 1945 dan

136

Azikin Z, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rajagrafindo, Jakarta. hlm. 100,102.

Page 123: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

123

Tap MPR. Adanya posisi pengaturan izin dan kewenangan perawat

dalam undang-undang, akan memberikan kepastian dan perlindungan

hukum bagi perawat atau masyarakat yang dilayaninya.

Pengaturan tentang tenaga perawat dalam undang-undang inipun,

sebenarnya telah diisyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2009 Tentang Kesehatan pasal 21 ayat (3) dikatakan : Ketentuan

mengenai tenaga kesehatan diatur dengan undang-undang. dalam

penjelasannya : pengaturan tenaga kesehatan di dalam undang-undang

adalah tenaga kesehatan diluar tenaga medis. Diluar tenaga medis,

berarti salah satunya adalah tenaga perawat.

Pengaturan praktik perawat mestinya mempertimbangkan keadaan-

keadaan yang jauh dan adanya keterbatasan jangkauan pelayanan

kesehatan yang komprehensif. Menurut137 , tindakan seseorang yang

mempunyai relevansi dengan hukum itulah yang diatur oleh hukum.

Tindakan yang mempunyai relevansi dengan hukum adalah tindakan

yang mempunyai kaitan dengan adanya hak dan kewajiban subjek

hukum. Pelaksanaan praktik perawat, pengaturannya telah dibuat

ketentuan hukum praktik perawat yang memberikan kewenangan

bertindak bagi para perawat dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya sebagai salah satu profesi penyelenggara pelayanan

kesehatan masyarakat di Indonesia sebagaimana dikatakan dalam

peraturan perundang-undangan terkait.

137

Marzuki. P.M., 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke-4 2012, Jakarta.

Page 124: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

124

Ketentuan hukum perawat telah dikemukakan sebelumnya, intinya

bahwa perawat sebelum melakukan tindakan praktiknya, harus memiliki

izin dari pemerintah. Selanjutnya, setelah mendapat izin Perawat

diperbolehkan melaksanakan tindakan kewenangannya, yaitu asuhan

keperawatan dan tindakan diluar kewenangan pada saat tertentu, serta

tindakan lainnya. Untuk dilaksanakan dengan baik oleh perawat, maka

ketentuan hukum praktik perawat khususnya hal-hal yang telah

dikemukakan diatas, perlu diperjelas dan disesuaikan dengan keadaan

setempat yang khusus, seperti di daerah tertinggal perbatasan dan

kepulauan Kabupaten Kepulauan Talaud, agar bermanfaat, memberikan

keadilan dan kepastian hukum.

Penyesuaian aturan dimaksud, bukan untuk menggiring pada hal

yang negatif tetapi kearah pengaturan praktik perawat yang

memberikan keadilan, kemanfaatan dan kepastian sebagaimana

dikemukakan diatas. Jangan sampai pengaturan yang ada bukan

menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru dalam hal

pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu bisa saja terjadi, karena

menurut Gerald Turkel (dalam Ahmad Ali, 1998), sebagaimana

disebutkan sebelumnya bahwa hukum bukan saja sekadar dapat tidak

efektif, tetapi juga sering menimbulkan masalah baru atau memperumit

masalah yang sudah ada138.

Menurut Lon L Fuller, bahwa tujuan pembentuk peraturan perundang-

undangan akan berhasil apabila ia sampai pada tingkat tertentu

138

Ahmad A.K., Op. Cit. hlm 46.

Page 125: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

125

memperhatikan delapan asas yang harus dipenuhi oleh hukum dan

apabila itu tidak di penuhi, maka gagallah hukum disebut sebagai

hukum. Diantara delapan asas tersebut adalah peraturan-peraturan

harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti dan harus ada

kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaannya sehari-hari139. Ketika

hukum tidak mampu menangkap perkembangan dan situasi terkini

dalam masyarakat, maka hukum tersebut bukannya mengatasi masalah

tetapi menimbulkan masalah baru dalam masyarakat. Secara otomatis

masyarakat akan merasa tidak terlindungi oleh hukum yang ada.

Berkaitan dengan fungsi hukum untuk memfasilitasi fenomena yang

berkembang dalam masyarakat (Nonet & Selznick, 1990:161-162),

mengetengahkan teori mereka tentang tiga modalitas atau keadaan

dasar hukum dalam masyarakat, yaitu : Hukum Represif, Otonom dan

Responsif. Hukum Responsif telah menjadi perhatian yang sangat besar

dan terus menerus dari teori hukum modern yang menginginkan

pembuatan hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan

sosial, memperhitungkan secara lebih lengkap dan lebih cerdas tentang

fakta sosial yang menjadi dasar dan tujuan penerapan/pelaksanaan

hukum140. Jika ketentuan hukum praktik perawat dalam pengaturannya

bersifat responsif, maka hukum tersebut akan menjadi acuan yang baik

dalam pelaksanaan praktik perawat.

139 Ilyas A, 2010, Berbagai Konsep Tentang Hukum Sebagai Suatu Sistem, Jurnal Amanna

Gappa Volume 18 Nomor 2, Juni 2010.

140 Razak A, Op. Cit. hlm 72,74

Page 126: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

126

B. Penerapan Sanksi Administrasi

Penerapan Hukum tidak lain adalah menerapkan peraturan hukum

yang masih umum pada suatu peristiwa yang konkret terjadi 141 . Sanksi

merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan,

bahkan J.B.J.M. ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari

penegakan Hukum Administrasi Negara142.

Menurut J.J. Oosternbrink : Sanksi administrasi adalah sanksi yang

muncul dari hubungan antara Pemerintah-Warga Negara dan yang

dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga, yaitu tanpa perantara kekuasaan

peradilan, tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi

sendiri. Ketika warga Negara melalaikan kewajiban yang timbul dalam

hubungan adminstrasi, maka pihak lawan (yaitu pemerintah) dapat

mengenakan sanksi tanpa perantaraan hakim.

Hal itu berarti sanksi dapat dilaksanakan oleh pimpinan unit kerja

sebagai pejabat administrasi Negara yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan yang ada. Pada pelaksanaan praktik perawat,

penerapan sanksi administrasi biasanya juga merupakan bagian dari

pengawasan, sehingga pengaturannya juga hampir bersamaan dengan

pengaturan penjatuhan sanksi administrasi. Terkait dengan sanksi boleh

dilaksanakan oleh pimpinan unit kerja, maka pembahasan ini akan

difokuskan pada pembahasan tentang sanksi administrasi bagi perawat yang

melakukan kesalahan dalam pelaksanaan praktiknya.

141

Zainal Asikin, Op. Cit. hlm 91.

142 Ibid,. hlm 298

Page 127: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

127

Sanksi biasanya terdapat pada bagian akhir suatu peraturan. Secara

umum dikenal beberapa macam sanksi hukum administrasi, yaitu :

paksaan pemerintahan (Bestuursdwang), penarikan kembali keputusan

yang menguntungkan, pengenaan uang paksa oleh pemerintah

(dwangsom) dan Pengenaan denda administrasi 143 Berdasarkan

penelusuran yang dilakukan penulis pada ketentuan hukum terkait

pelaksanaan tugas tenaga perawat, maka bentuk dan jenis sanksi

administrasi bagi perawat yang melanggar aturan hukum adalah sebagai

berikut :

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 188,

mengatur bahwa Menteri dapat memberikan tindakan administratif

melalui Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota kepada tenaga

kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar

ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, Berupa

peringatan tertulis, pencabutan izin sementara dan atau izin tetap.

Peraturan Pemerintah No. 32 Thn 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Pasal 32 dan 33 dikatakan Bahwa Menteri melakukan pengawasan

terhadap tugas profesi tenaga kesehatan dan dapat mengambil

tindakan disiplin terhadap pelanggaran standart profesi tenaga

kesehatan melalui Teguran, pencabutan ijin untuk melakukan upaya

kesehatan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Permenkes RI. No.HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat; pada pasal 13 dan 14 diatur

143

Ridwan HR, Op. Cit. hlm 289,303

Page 128: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

128

bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan

dan pengawasan dengan mengikutsertakan organisasi profesi

sehingga dapat memberikan tindakan administrasi kepada perawat

yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan

praktik perawat melalui : a. teguran lisan, b. teguran tertulis; atau

pencabutan SIPP.

Keputusan Menkes No. 1239/Menkes/SK/IX/2001 tentang Registrasi

dan Praktik Perawat pada pasal 37 ayat (1) dan (2) diuraikan bahwa

apabila perawat melanggar ketentuan tentang izin dan

kewenangannya, maka perawat dapat diberikan sanksi administrasi :

a) untuk pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 (tiga

bulan), b) untuk pelangaran sedang, pencabutan izin selama-

lamanya 6 (enam) bulan, c) untuk pelanggaran berat, pencabutan izin

selama-lamanya 1 (satu) tahun. Penetapan pelanggaran dimaksud,

didasarkan pada motif pelanggaran dan situasi setempat.

Mengacuh pada peraturan perundang-undangan dan peraturan

kebijakan terkait pelaksanaan tugas tenaga kesehatan (termasuk perawat)

sebagaimana telah diuraikan diatas, maka bentuk dan jenis sanksi

administrasi bagi perawat yang melakukan pelanggaran ketentuan hukum

perawat, dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

a) Teguran lisan

b) Teguran tertulis

c) Pencabutan izin sementara atau izin tetap. Pencabutan izin sementara

dapat selama 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu) tahun.

Page 129: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

129

Penerapan sanksi bagi perawat yang melakukan pelanggaran hukum

praktik perawat di KabupatenKepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara,

selengkapnya diuraikan sebagai berikut :

1. Teguran Lisan

Teguran dalam kamus hukum oleh Yan Pramadya Puspa, bahasa

Belandanya disebut Aanmaning atau dalam bahasa Inggris disebut

Exhortation atau Bailiff’s Warning yang berarti peringatan (surat). sama

halnya dalam HIR pasal 196 menyebut surat peringatan144 Sehingga

teguran lisan sama halnya dengan peringatan lisan. Teguran lisan

dalam peraturan terkait praktik perawat sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya, tidak dijelaskan secara detail. Tetapi dalam beberapa

peraturan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Kepala Badan

Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010 tentang Ketentuan

Pelaksanaan PP No.53 Tahun 2010 Teguran Lisan adalah termasuk

dalam sanksi Ringan.

Penerapan sanksi kepada perawat yang melakukan kesalahan

praktiknya oleh pimpinannya di Kabupaten Kepulauan Talaud secara

umum dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

144

Puspa, Y.P, 2008, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa : Belanda – Indonesia – Inggris, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang.

Page 130: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

130

Tabel 3. Penjatuhan sanksi kepada perawat oleh pimpinan di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013

No. Jenis Sanksi Jum lah

Ket.

1.

2.

3.

4.

Teguran Lisan

Teguran Tertulis

Pencabutan Izin Sementara

Pencabutan Izin Tetap

2

0

0

0

2 responden

diberikan sanksi

lisan kasusnya

telah sampai ke

kepolisian.

Jumlah 2

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 3 diatas, ternyata hanya 2 responden perawat yang

diberikan sanksi secara lisan. Itupun kasusnya telah sampai ke pihak

kepolisian. Penerapan sanksi teguran lisan bagi perawat hanya 2

responden tersebut diatas, bukan berarti hanya 2 kasus saja yang

terjadi dalam pelaksanaan praktik perawat di Kabupaten Kepulauan

Talaud, tetapi karena kurangnya pengawasan dan ketegasan dari

pimpinan perawat itu sendiri. Untuk lebih jelasnya kajian sanksi

teguran lisan ini akan diuraikan pada bagian berikutnya setelah sanksi

Pencabutan izin tetap/sementara perawat.

2. Teguran Tertulis

Di Belanda, Undang-Undang selalu mensyaratkan bahwa “terkecuali

dalam keadaan yang mendesak” suatu peringatan tertulis harus

mendahului pelaksanaan nyata dari bestuursdang. Yurisprudensi

Hakim – AROB menharuskan beberapa syarat bagi peringatan

Page 131: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

131

tertulis/perintah tertulis, yaitu : a. Peringatan itu tidak dapat diadakan

secara tanpa ikatan. b. harus memuat perintah yang jelas. c. Harus

memuat ketentuan perundang-undangan mana yang dilanggar. d.

harus ditentukan suatu jangka waktu perintah harus dilaksanakan. e.

perintah harus ditujukan kepada yang berkepentingan. f. Eksplisit atau

mplisit harus nyata bahwa biaya-biaya dalam hal tata usaha Negara

harus bertindak, akan dibebankan pada pelanggar 145 . Sama halnya

dengan Teguran lisan, teguran tertulis juga dalam berbagai peraturan

sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah merupakan sanksi ringan.

Sanksi teguran tertulis ini biasanya dengan surat tertulis kepada pihak

pelanggarnya.

Penerapan sanksi Teguran tertulis bagi perawat yang melakukan

kesalahan di Kabupaten Kepulauan Talaud, mengacu pada tabel 3.

bagian teguran lisan sebelumnya, ternyata tidak pernah dilakukan

oleh pimpinan kepada perawat. Tidak adanya teguran tertulis bagi

perawat, bukan berarti tidak ada kesalahan/pelanggaran perawat,

tetapi pengawasan dan ketegasan pimpinan masih jauh dari yang

diharapkan. Pimpinan masih ragu-ragu terhadap tindakan yang akan

diambilnya. Untuk lebih jelasnya kajian sanksi teguran tertulis ini akan

diuraikan sekaligus pada bagian berikutnya setelah sanksi Pencabutan

izin tetap/sementara perawat.

145

Anggraini J, Op. Cit. hlm. 255

Page 132: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

132

3. Pencabutan Izin Sementara atau Tetap

Sanksi pencabutan izin sementara atau tetap, dilihat dari jenisnya

dilihat dari jenisnya adalah tergolong pada sanksi penarikan kembali

Keputusan Tata Usaha Negara yang menguntungkan. Hal itu sesuai

dengan yang dikatakan146 bahwa Penarikan kembali keputusan yang

menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam

keputusan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi

yang berlaku ke belakang (regressieve sancties), yaitu sanksi yang

mengembalikan pada situasi sebelum keputusan itu dibuat. Ditinjau

dari segi sasarannya, termasuk dalam sanksi reparatoir (diartikan

sebagai reaksi atas pelanggaran norma yang ditujukan untuk

mengembalikan pada kondisi semula atau menempatkan pada situasi

yang sesuai dengan hukum, dengan kata lain, mengembalikan pada

keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran.

Penerapan sanksi pencabutan izin sementara atau tetap bagi perawat

yang melakukan kesalahan praktiknya di Kabupaten Kepulauan Talaud,

tidak pernah dilakukan oleh pimpinan. Tidak adanya sanksi pencabutan

STR dan/SIPP bagi perawat, bukan berarti tidak ada

kesalahan/pelanggaran perawat, tetapi sama halnya dengan sanksi

teguran tertuli, yaitu pengawasan dan ketegasan pimpinan masih jauh

dari yang diharapkan.

146

HR Ridwan, Op. Cit. hlm .311

Page 133: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

133

Untuk mengkaji lebih jauh lagi tentang penerapan sanksi administrasi

bagi perawat yang melakukan kesalahan praktiknya, perlu dilihat

perbandingan penanganan kasus oleh pimpinan terhadap laporan tentang

kesalahan praktik perawat. Jelasnya hal dimaksud, pada tabel 4 berikut :

Tabel 4. Penanganan laporan kesalahan praktik perawat oleh pimpinan di

Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013.

No. Penanganan Laporan kesalahan praktik perawat oleh pimpinan

Jum lah

Persentase

1.

2.

3.

Tidak Sampai ke Pimpinan

Sampai ke Pimpinan/ tidak di

Proses dan tidak di Beri Sanksi

Sampai ke pimpinan ( 2 kasus

sampai ke pihak kepolisian) Sanksi

Ringan : lisan

8

8

2

8/18x100 =44,44

8/18x100 =44,44

3/18x100 =11,12

Jumlah 18 18/18x100= 100

Sumber : data Primer.

Mengacuh hasil penelitian pada tabel 4 diatas, dari 18 responden

bermasalah/mendapat komplein dari pasien atau keluarganya, ternyata

terdapat : 8 responden (44,44%) menyatakan masalah tidak diketahui

pimpinan, 8 responden (44,44%) menyatakan sampai ke pimpinan tetapi

tidak diproses dan diberikan sanksi dan 2 responden (11,12%)

menyatakan masalahnya diberikan sanksi berupa teguran lisan,

meskipun permasalahan itu sudah diproses sampai ke pihak kepolisian.

Adapun 2 responden (11,12%) yang dilaporkan tersebut,

permasalahannya, yaitu : adanya kesalahan pemberian obat yang sudah

lewat tanggal kadaluarsanya. Untuk 18 (88,88%) kesalahan perawat dalam

Page 134: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

134

praktik dikomplein oleh pasien dan keluarganya yang tidak diproses dan

diberikan sanksi adalah berupa : kesalahan pemberian obat, lama

pemberian obat, lama menjahit luka, lama melakukan pemasangan infus,

lama memberikan pelayanan.

Dilihat pada jumlah persentase permasalahan yang diproses dan

diberikan sanksi administrasi bagi perawat yang bermasalah atau

dikomplein oleh pasien dan atau keluarga hanya 2 kasus (11,12%),

nampaknya masih jauh dari harapan. Sebenarnya semua permasalahan

yang ada, terutama yang dilaporkan harus diproses dan diberikan sanksi

administrasi sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan,

serta peraturan kebijakan yang terkait. Begitupun, ditinjau dari aspek

pemberian sanksi pada pelanggaran praktik perawat, sanksi lisan pada 2

responden perawat oleh pimpinan yang notabene kasusnya sudah sampai

pada pihak kepolisian menjadi tidak relevan dan proporsional. Menurut

penulis, mestinya diberikan sanksi administrasi yang tertulis, pencabutan

izin sementara atau lainnya, setelah diperiksa/diproses sesuai ketentuan

hukum yang ada.

Selain penanganan terhadap laporan kasus yang ditangani pimpinan

terhadap kesalahan praktik perawat, maka penerapan sanksi administrasi

akan dilihat dari segi penanganan praktik perawat yang belum memiliki

STR dan/SIPP. Tindakan sanksi terhadap pelanggaran izin perawat,

berdasarkan penelitian pada 68 responden (perawat), ternyata ada 41

responden (60,29 %) menyatakan belum memiliki STR dan/SIPP dan

tidak pernah dipanggil atau diproses dan diberikan sanksi (baik teguran

lisan, tertulis ataupun lainnya). Sebenarnya hal itu melanggar ketentuan

Page 135: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

135

hukum administrasi, karena menurut 147 disebut Malpraktik Administratif,

jika petugas melanggar hukum administrasi Negara salah satu contohnya

adalah tindakan administrasi malpraktik, yaitu menjalankan praktik tanpa

izin. Hal itupun dikatakan dalam UU No. 36 Tahun 2009 pasal 34 ayat (2)

bahwa Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang

mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin

melakukan pekerjaan profesi. Begitu juga dalam UU No. 44 Tahun 2009

tentang Rumah sakit pasal 13 ayat (2) Tenaga kesehatan tertentu yang

bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Jika dilihat, jenis dan bentuk sanksi administrasi diatas, hanya

pemberian sanksi setelah diberikan izin saja. Tetapi bagaimanakah

dengan yang belum mempunyai izin dan atau izinnya sudah kadaluarsa

melaksanakan praktik keperawatan, apakah tidak akan diberikan sanksi

administrasi? atau apakah sanksinya hanya pada peringatan tertulis saja?

Hal itu nampaknya perlu dikoreksi pada pengaturan hukum tentang sanksi.

Sanksi administrasi mestinya dapat diberikan kepada yang tidak maupun

telah memiliki izin praktik keperawatan. Hal itupun dikatakan

dalam148.bahwa ketika warga Negara melalaikan kewajiban yang timbul

dalam hubungan hukum administrasi, maka pihak lawan (yaitu :

pemerintah) dapat mengenakan sanksi tanpa perantaraan hakim.

Menurut penulis, mestinya sanksi administrasi terhadap perawat yang

melakukan praktiknya tanpa STR atau SIPP/SIK dapat diberikan oleh

147

Taadi, Op.Cit. hlm 62

148 Ridwan HR, Op. Cit. hlm 299.

Page 136: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

136

pimpinan, berupa penghentian aktivitas praktiknya ataupun diberikan

denda setelah peringatan tertulis. Hal itu dimaksudkan, agar perawat tidak

langsung dituntut secara pidana seperti orang yang benar-benar tidak

memiliki ijazah perawat, karena sanksi pidana merupakan benteng

terakhir, jika upaya hukum lain tidak bisa menyelesaikannya. Pemberian

sanksi administrasi bagi perawat yang tidak atau belum memiliki STR

dan/atau SIPP, sebenarnya menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan Pasal 188, dapat diberikan sanksi administrasi, meskipun pada

pengaturan sanksinya tidak nyata.

Pengaturan pada pasal 188 UU/36 yang mengatakan bahwa Menteri

dapat memberikan tindakan administratif melalui Kepala Dinas Provinsi

dan Kabupaten/Kota kepada tenaga kesehatan atau fasilitas pelayanan

kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini, diantaranya adalah menjawab pasal 23 ayat (3) UU 36/2009

yang mengatakan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan

wajib memiliki izin dari pemerintah. Sehingga sanksi administrasi bagi

perawat yang tidak memiliki STR dan SIPP dapat diberikan, seperti

Penghentian aktivitas praktiknya sampai administrasi tersebut dapat

dipenuhi oleh perawat bersangkutan.

Terkait tindakan sanksi yang dapat diberikan pada perawat

melanggar ketentuan hukum praktik perawat, sebenarnya bagi perawat

yang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat juga mengacuh pada Peraturan

Pemerintah Nomor. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

sepanjang hal itu berkenaan dengan yang diatur dalam PP dimaksud. Hal

yang dapat dijadikan dasar terhadap penerapan sanksi administrasi bagi

Page 137: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

137

perawat yang melanggar ketentuan hukum utamanya diatur dalam pasal 3

item 4 dikatakan setiap PNS wajib : menaati segala ketentuan peraturan

perundang-undangan, item 14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya

kepada masyarakat, juga pasal Pasal 4 dikatakan Setiap PNS dilarang: 1.

menyalahgunakan wewenang. Tindaklanjut PP 53/2010 adalah melalui

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun 2010

tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.53 Tahun 2010.

Sanksi administrasi bagi PNS yang melanggar kewajiban dan

larangan pada PP 53/2010 termasuk bentuk dan prosedurnya, secara

lengkap ada pada peraturan Kepala BKN No 21/2010. Sehingga menurut

penulis aturan tersebut dapat diharmonisasikan dengan peraturan lain

tentang sanksi bagi perawat yang menyalahi ketentuan hukum yang ada.

Intinya ketentuan sanksi dalam PP 53/2010 dan peraturan pelaksanaannya

dimaksud, hanya berlaku pada Perawat PNS saja. Bagi Perawat bukan

PNS, sepenuhnya mengacuh pada ketentuan hukum perawat yang telah

dikemukakan sebelumnya.

Lepas dari ketentuan sanksi terkait PNS dan bukan, jika Merujuk

pada tidak diberikannya sanksi pada perawat yang tidak memiliki Surat

Tanda Registrasi dan/atau Surat Izin Praktik Perawat dan tidak

diprosesnya laporan/komplein pasien terhadap perawat atas pelayanan

kesehatan yang diberikan, serta tidak proporsional dan relevannya sanksi

administrasi yang diberikan pada perawat melakukan kesalahan

praktiknya, maka tindakan sanksi administrasi terhadap perawat di

Kabupaten Kepulauan Talaud dapat dikatakan belum sepenuhnya

dilakukan secara optimal.

Page 138: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

138

Menurut Eleanora F.N., tugas sanksi adalah merupakan alat

pemaksa atau pendorong atau jaminan agar norma hukum ditaati oleh

setiap orang dan merupakan akibat hukum bagi seseorang yang

melanggar norma hukum. Sehingga sanksi dapat sekaligus merupakan

alat preventif, dalam hal telah terjadi sesuatu pelanggaran norma akan

menjadi alat represif149.

Sinkron dengan hal dimaksud, Pemberian sanksi yang belum optimal

pada perawat, tentu akan berpengaruh pada kepatuhan terhadap

ketentuan hukum praktik perawat. Perawat akan terus melakukan

kesalahan dan mengabaikan ketentuan hukum yang ada. Sikap perawat

demikian, akan menjerumuskan perawat tersebut pada kesalahan yang

berat dan fatal. Perawat dapat dituntut secara perdata dan pidana, karena

melakukan malpraktik. Hal itu berarti, ketentuan hukum praktik perawat

tidak akan menjadi acuan yang baik dalam praktik perawat.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketentuan Hukum Sebagai Acuan

Dalam Pelaksanaan Praktik Perawat

Menurut Soerjono Soekanto, masalah pokok penegakan hukum

sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negative

dan positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-

149

Eleanora FN, Op.Cit. hlm 202.

Page 139: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

139

faktor tersebut adalah : faktor hukumnya sendiri, penegak hukum, sarana

atau fasilitas, masyarakat dan kebudayaan150.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam pelaksanaan ketentuan

hukum praktik perawat sebagai sub sistem hukum dalam bidang kesehatan,

tentu akan dipengaruhi oleh hal-hal yang diuraikan sebelumnya. Namun pada

pembahasan saat ini, faktor-faktor yang mempengaruhi ketentuan hukum

praktik perawat sebagai acuan dalam pelaksanaan praktiknya, akan dilihat

dari segi negatif atau yang menghambat pelaksanaan hukum dimaksud.

Faktor-faktor yang mempengaruhi secara negatif (menghambat) dalam

pelaksanaan praktik perawat tersebut, uraiannya pada bagian berikut.

1. Substansi Hukum

Menurut Friedman (1987) substansi hukum adalah merupakan salah

satu unsur dalam sistem hukum yang ada. Substansi dimaksud adalah

keseluruhan aturan hukum (termasuk asas hukum dan norma hukum),

baik yang tertulis maupun tidak tertulis151. Pengaturan hukum praktik

perawat (perizinan dan kewenangan tindakan) ternyata telah ada dalam

bebagai peraturan perundang-undangan, seperti : Undang-Undang

Nomor 29 tahun 2004, 36 Tahun 2009, UU No. 44 Tahun 2009,

Peraturan Pemeintah nomor 32 tahun 1996, Permenkes No.

HK.02.02/Menkes/148/I/2010, Permenkes No. 1796/2011, Permenkes

2052/ 2011 dan peraturan kebijakan seperti : Keputusan Menpan No.

94/Kep/M.PAN/11/2001, Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 dan

150

Soekanto S (b), Op.Cit. hlm 8.

151 Ahmad Ali, (b), Op. Cit. hlm 226.

Page 140: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

140

lain-lain terkait, tetapi belum seutuhnya dapat memberikan jaminan

kepada perawat dalam melaksanakan tugasnya, terutama pada situasi

yang menjadi dilematis bagi perawat, karena belum diatur secara jelas

beberapa hal sehubungan dengan perizinan dan kewenangan praktik

perawat, seperti :

Pengaturan hukum pada Permenkes No. HK.02.02/148/2010 pasal 2

ayat (3) bahwa hanya perawat lulusan DIII ke atas yang boleh praktik

mandiri, sedangkan SPK/SPR tidak dibolehkan. Kecuali praktik di luar

praktik mandiri. Padahal baik praktik mandiri dan diluar mandiri, sama

saja kompetensi yang ada dan perlu dijalankannya.

Pembahasan tentang pasal diatas, telah diuraikan sebelumnya.

Namun kali ini akan dibahas tentang kata praktik mandiri. Batasan

praktik mandiri pada pasal diatas belum terlalu jelas. Menurut

Nursalam, Model praktik perawat terdiri atas : Praktik keperawatan

Rumah Sakit, Rumah, berkelompok dan individual152. Model praktik

keperawatan rumah, berkelompok dan individual dimaksud,

sepertinya praktik keperawatan mandiri. Mandiri menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, yaitu : dalam keadaan dapat berdiri sendiri;

tidak bergantung pd orang lain. Sehingga pada praktik keperawatan

berkelompok jumlah perawatnya lebih dari satu orang, tidak bisa

digolongkan praktik mandiri.

Berdasarkan hal tersebut, perlu diuraikan lagi tentang batasan praktik

mandiri dan diluar mandiri pada Permenkes No. Hk.02.02/148/2010.

152

Nursalam, 2011, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 3, Penerbit Salemba Medika (http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-MANAJEMEN-2011.pdf)

Page 141: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

141

Mengingat pada berbagai peraturan terkait kesehatan, tidak

dijelaskan hal itu.

Perawat melakukan praktik pengobatan di puskesmas baik rawat

jalan, rawat inap, ketika dokter tidak berada ditempat padahal secara

tertulis yuridis formal ada dokter. Pengaturan yang ada seakan tidak

memberikan ruang bagi perawat melakukan tindakan diluar tugasnya

melakukan pengobatan/praktik diluar kewenangannya, meskipun

kondisi sosialnya perawat terdesak untuk melakukan pelayanan

kesehatan berupa pengobatan. Beberapa hal yang tidak jelas dalam

Permenkes HK.02.02/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan

Praktik Perawat khususnya pasal 10 ayat (2), (4) dan (5), yaitu :

perawat dapat melaksanakan praktik diluar kewenangannya dengan

mempertimbangkan kompetensi, kedaruratan, kemungkinan untuk

dirujuk dan penetapan daerah tanpa dokter oleh Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota.

Kata diluar kewenangannya dan mempertimbangkan kompetensi,

seakan-akan menjadi berlawanan. Kewenangan yang diberikan

seyogyanya adalah berdasarkan pertimbangan kompetensi standar

yang dimilikinya. Sehingga diluar kewenangan sebenarnya menunjuk

pada luar kompetensi yang standar dimilikinya.

Hal lain yang tidak menentu bagi adalah Perawat di daerah terpencil

tidak ada dokter dan bidan melakukan pertolongan persalinan.

Ketentuan kewenangan perawat yang ada tidak memungkinkan hal

tersebut, tetapi kondisi sosial masyarakat di daerah yang tidak ada

tenaga berkompeten kecuali perawat yang umumnya berada di desa-

Page 142: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

142

desa yang sulit kondisi wilayahnya, seperti di Kabupaten Kepulauan

Talaud adalah menjadi sesuatu yang wajib dilakukan oleh perawat

dimaksud. Ulasan lebih lengkap pada bagian pengaturan hukum

kewenangan perawat sebelumnya.

Kata wajib membantu program pemerintah dalam meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat pada Permenkes RI No.

Hk.02.02/148/2010 pasal 12 ayat (3) dan Kepmenkes RI No.

1239/2001 pasal 18, sepertinya kata yang sangat luas dan tidak jelas.

Ketidakjelasan yang dimaksud, jika dihubungkan dengan

kewenangan dan wewenang perawat. Kata membantu berarti

memberikan bantuan kepada seseorang untuk suatu hal tertentu,

sedangkan program pemerintah meningkatkan derajat kesehatan

sangat banyak, Seperti program-program di Puskesmas; KIA/KB,

Imunisasi, Laboratorium, Apotek, bantuan bencana alam dan lain-

lainnya. Berarti membantu program pemerintah dapat saja dikatakan

memberikan bantuan pada semua program pemerintah di bidang

kesehatan untuk peningkatan serajat kesehatan masyarakat.

Tafsiran kata sebagaimana dikemukakan diatas, nampaknya berlaku

pada setiap puskesmas dan jaringannya. kenyataannya, di semua

puskesmas perawat melakukan tugas rangkap jabatan yang belum

tentu sesuai kompetensi dan kewenangannya. fakta tersebut, telah

dikemukakan pada uraian pengaturan hukum kewenangan perawat.

Perawat diberikan tanggung jawab pemegang program di

puskesmas, tetapi tidak jelas kewenangannya dalam ketentuan

hukum perawat, seperti sebagai petugas apotik, Jurim, Laboratorium,

Page 143: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

143

dan lain sebagainya. Kondisi ini tidak terelakkan oleh perawat

utamanya di Puskesmas dan jaringannya, karena sebagai tenaga

perawat Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Tidak Tetap dan

sejenisnya di bawah perintah pimpinannya. Perawat secara

kedinasan, wajib mematuhi perintah pimpinan.

Kata “membantu program pemerintah” sebenarnya bukan menunjuk

pada suatu pemberian kewenangan secara luas. Kata dimaksud

menjadi bertentangan dengan kewenangan yang dimaksud pada

pasal sebelumnya. Mestinya kalimat dalam pasal dimaksud, dapat

saja ditambahkan dengan memberikan penjelasan yang sinkron dan

logis dengan pasal yang mengatur kewenangan perawat pada pasal

sebelumnya, disertai syarat dan mekanisme pemberian kewenangan

atau tugas dimaksud dalam kata membantu program pemerintah.

Sehingga perawat dapat memperoleh jaminan dan perlindungan

hukum dalam tugas yang diperintahkan kepadanya.

Secara lengkapnya, hal-hal yang belum jelas dan disesuaikan

pengaturan hukum (substansi) pada ketentuan hukum praktik perawat

telah diuraikan secara gamblang pada bagian pengaturan hukum izin

dan kewenangan praktik perawat. Substansi hukum dalam pengaturan

ketentuan hukum praktik perawat akan menjadi jaminan perlindungan

hukum bagi perawat dan pasien dalam proses pelayanan kesehatan

masyarakat yang berkualitas, sampai di pelosok daerah sekalipun.

Kepastian hukum dan keadilan bagi perawat sangat penting untuk

diperhatikan dalam pembuatan pengaturan praktik perawat. Sehingga

perlu ada penyesuaian dan kejelasannya terhadap kondisi yang

Page 144: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

144

dilematis diatas. Jangan sampai akan terulang peristiwa perawat misran

yang dipidana, karena melakukan pengobatan di daerah terpencil.

Jika substansi hukum sebagaimana diuraikan diperjelas dan

dilakukan penyesuaian terhadap keadaan yang ada, niscaya ketentuan

hukum tidak akan menjadi acuan praktik perawat yang baik. Ketentuan

hukum dimaksud, malahan akan menambah kerumitan dan

permasalahan baru dalam implementasinya.

2. Sosialisasi

Kesadaran Hukum masyarakat merupakan hasil optimal dari

keseluruhan proses sosialisasi hukum 153 . Begitu juga dikatakan 154 ,

Salah satu faktor yang mempengaruhi ketaatan hukum adalah

Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

Intinya bahwa untuk mendapatkan kesadaran dan ketaatan hukum

masyarakat yang baik, harus dilakukan sosialisasi hukum terhadap

target/sasaran hukum secara optimal.

Dalam rangka menilai apakah perilaku hukum perawat terhadap

pelaksanaan ketentuan hukum praktik perawat berjalan dengan baik,

maka mengacuh dari apa yang dikatakan 155 , bahwa faktor yang

mempengaruhi perilaku hukum pertama-tama, komunikasi hukum

(communication of the law) dan pengetahuan hukum (knowledge of the

law) sangatlah penting. Aneh bila dikatakan bahwa menaati atau tidak

menaati aturan, menggunakan aturan atau menghindari aturan, tanpa

153

Mantiri T, Op. Cit. hlm 69 154

Ali A, (b). Op. Cit. hlm 376 155

Ali A, (b), Op Cit. hlm 163

Page 145: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

145

kita mengetahui sebelumnya tentang aturan yang sebenarnya. Dengan

kata lain aturan harus dikomunikasikan kepada kita, dan kita harus

memperoleh pengetahuan tentang isi aturan itu.

Untuk menilai faktor sosialisasi hukum dalam pelaksanaan ketentuan

hukum praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud berjalan, maka

akan dlihat pada bagaimana sosialisasi dan pengetahuan ketentuan

hukum perawat terhadap perawat itu sendiri. Jelasnya hasil penelitian

terhadap sosialisasi hukum, dapat dilihat pada kedua tabel 7 berikut :

Tabel 5. Sosialisasi Ketentuan Hukum Praktik Perawat di Kabupaten

Kepulauan Talaud Than 2013

No. Sosialisasi ketentuan hukum perawat

jumlah Persentase

1.

2.

Belum Pernah

Pernah

59

9

59/68x100= 86,76

9/68x100= 13,24

Jumlah 68 68/68x100=100

Sumber : data primer.

Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5 diatas, yaitu

sebagian besar (86,76%) responden menyatakan belum pernah

dilakukan sosialisasi tentang ketentuan hukum praktik perawat.

Selanjutnya, untuk lebih memastikan apakah sosialisasi tentang hukum

praktik perawat belum dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Talaud,

maka ditanyakan tentang ketentuan hukum praktik perawat kepada 68

responden, ternyata semuanya (100%) menyatakan tidak tahu tentang

ketentuan hukum praktik perawat, hal itu jelas bahwa sosialisasi hukum

tentang ketentuan hukum perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud

Page 146: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

146

belum dilaksanakan secara baik dan optimal, bahkan masih jauh dari

harapan.

Menurut penulis, hasil sosialisasi yang kurang optimal tersebut, jelas

dapat menghambat pelaksanaan ketentuan hukum praktik perawat oleh

perawat secara baik dan optimal. Sinkron yang dikatakan156 Sosialisasi

merupakan suatu cara/mekanisme dalam proses pengendalian sosial

yang perlu dilakukan untuk menunjang fungsi hukum sebagai sosial

kontrol, agar hukum dapat mengendalikan pola tingkah laku manusia

tersebut sadar terlebih dahulu akan tahu betapa pentingnya suatu

aturan hukum.

3. Penegak Hukum

Faktor yang banyak memengaruhi efektivitas suatu perundang-

undangan, adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran,

wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam

menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun

dalam menegakkan perundang-undangan tersebut157.

Penegak hukum adalah merupakan bagian penting dalam suatu sistem

hukum. Menurut158, bahwa faktor petugas memainkan peranan penting

dalam berfungsinya hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas

petugas kurang baik, maka menjadi bermasalah.

156

Eleanora F.N, 2011, Hukum Sebagai Norma Sosial Dalam Masyarakat, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Vol. 19 Nomor 2, Juni 2011. hlm 201

157 Ali A, (b), Op. Cit. hlm 379

158 Soekanto S, (a), Op. Cit. hlm 17

Page 147: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

147

Selanjutnya, untuk kontribusi penegak hukum dalam berfungsinya

ketentuan hukum praktik perawat kali ini dipakai pada ukuran

penegakan hukum administrasi oleh pimpinan di daerah penelitian.

Jelasnya peran penegak hukum dalam berfungsi atau tidak

berfungsinya hukum praktik perawat dapat diuraikan berikut :

Tabel 6. Pengawasan Pimpinan Terhadap Praktik Perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013.

No Pengawasan oleh pimpinan Jumlah Persentase

1.

2.

Melaksanakan Pengawasan

Tidak Melaksanakan Pengawasan

39

29

39/68x100=57,35

29/68x100=42,65

Jumlah 68 68/68x100=100

Sumber : data Primer.

Berdasarkan table 6. diatas, ternyata masih banyak pimpinan yang

tidak melakukan pengawasan (42,65%) terhadap praktik perawat.

Adanya pimpinan yang tidak melakukan pengawasan, akan

memberikan peluang pada terjadinya pelanggaran/kesalahan yang

akan dilakukan oleh perawat terhadap ketentuan hukum praktik

perawat.

Selain variabel pengawasan, peran penegak hukum akan dilihat pada

bagaimana pimpinan memproses dan melakukan penerapan sanksi

administrasi terhadap perawat yang melakukan pelanggaran. Telah

dikemukakan sebelumnya bahwa tidak dilakukan proses pemeriksaan

dan atau penjatuhan sanksi pada perawat yang tidak memilki STR

dan/atau SIPP adalah menandakan lemahnya peran pimpinan selaku

Page 148: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

148

penegak hukum dalam menegakkan ketentuan hukum praktik perawat

yang ada. Demikian juga, pada bagian penerapan sanksi administrasi

telah dikemukakan sebelumnya, bahwa dari 18 responden

bermasalah/mendapat komplein dari pasien atau keluarganya, ternyata

terdapat : 8 responden (44,44%) menyatakan masalah tidak diketahui

pimpinan, 8 responden (44,44%) menyatakan sampai ke pimpinan

tetapi tidak diproses dan diberikan sanksi dan 2 responden (11,12%)

menyatakan masalahnya diberikan sanksi berupa teguran lisan,

meskipun permasalahan itu sudah diproses sampai ke pihak kepolisian.

Hanya 2 responden yang diproses dan diberikan sanksi, dari 18

klaim/laporan pasien dan keluarganya menandakan tidak

profesionalnya pimpinan dalam menegakkan hukum yang ada.

Berdasarkan hal diatas, penegak hukum yang ada sebenarnya belum

sepenuhnya dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

dengan baik. Penegak hukum mestinya dalam berbagai situsi harus

mampu melakukan penindakan dan pencegahan terhadap berbagai

permasalahan baik yang diprakarsai oleh petugas atau masyarakat159.

Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum mempunyai kedudukan

(status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi

tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi,

sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya

merupakan suatu wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-

159

Soekanto S, (b) Op.Cit. hlm 30-33

Page 149: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

149

kewajiban tertentu, hak tersebut merupakan peranan (role)160 Dalam

hal praktik perawat, maka pimpinan adalah merupakan status yang

penting dan mempunyai peranan dalam melaksanakan dan

menegakkan hukum yang ada. Pimpinan diharapkan mampu

memainkan peranannya sesuai kewenangan yang diberikan

berdasarkan ketentuan hukum yang ada. Pimpinan seharusnya dapat

melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaksanaan

praktik perawat yang menyimpang, agar perawat dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab.

Banyaknya pimpinan yang belum melakukan pengawasan pada praktik

perawat dan tidak maksimalnya penerapan sanksi administrasi bagi

perawat, menunjukkan lemahnya pimpinan dalam menegakkan hukum

perawat yang telah ada. Mestinya pimpinan mampu melakukan langkah

pencegahan dan penindakan dengan cara memproses dan

memberikan sanksi terhadap semua kasus yang ditemuinya sendiri

melalui pengawasan ataupun yang dilaporkan masyarakat. Jika hal itu

dapat dilaksanakan, maka ketentuan hukum yang ada dapat diikuti oleh

perawat atau menjadi acuan dalam setiap pelaksanaan

tugas/praktiknya.

160

Soekanto S,(b) Op. Cit. hlm 19-20.

Page 150: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

150

4. Fasilitas

Secara sederhana fasilitas dapat dirumuskan sebagai saranan untuk

mencapai tujuan. Ruang lingkupnya adalah terutama sarana fisik yang

berfungsi sebagai faktor pendukung161.

Demikian juga pada pelaksanaan ketentuan hukum praktik perawat,

fasilitas/sarana prasarana memegang peranan penting untuk mencapai

tujuan pelayanan kesehatan pasien/masyarakat yang optimal sesuai

kompetensi dan standar profesi yang di miliki.

Untuk melihat bagaimana keadaan fasilitas pelayanan praktik perawat

dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Keadaan Fasilitas Pendukung Pelaksanaan Praktik Perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013

No. Keadaan fasilitas kesehatan Frekuensi Persentase

1.

2.

Belum Memadai

Sudah Memadai

49

19

49/68x100=72,06

19/68x100=27,94

Jumlah 68 68/68x100=100

Sumber : data Primer.

Hasil penelitian pada tabel 7. diatas, ditemukan 72% responden yang

menyatakan bahwa fasilitas penunjang pelaksanaan tugas

kewenangan perawat belum memadai sehingga pelayanan kesehatan

di bidang perawatan belum berjalan dengan baik. Sebaliknya hanya

27,94% yang menyatakan fasilitas sudah cukup memadai untuk

menunjang pelaksanaan praktik perawat.

161

Soekanto S, (a)., Op.Cit. hlm 17

Page 151: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

151

Diantara fasilitas yang dikatakan belum cukup memadai tersebut, yaitu:

Persediaan Oksigen, Instrumen minor, bahan habis pakai seperti :

Infus, kassa dan kapas, penghisap lendir, Obat, Inkubator, Air Bersih,

Penerangan, Ruang Perawatan, Alat Transportasi dan lain-lain.

Fasilitas kurang mendukung dalam praktik perawat sebagaimana

disebutkan diatas, jelas akan menghambat tindakan perawat dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya. Hal itu sejalan dikatakan

dalam162 , bahwa kerapkali suatu peraturan sudah diperlukan, tetapi

fasilitas yang mendukung pelaksanaan peraturan tersebut belum

tersedia. Peraturan diadakan sebenarnya untuk memperlancar proses,

tetapi fasilitas tidak cukup, sehingga yang terjadi justru kemacetan-

kemacetan. Dengan demikian, ketentuan hukum praktik perawat yang

ada tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya atau idak lagi menjadi acuan

yang baik dalam praktik perawat tersebut.

5. Masyarakat

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap berfungsinya hukum

adalah warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan

tersebut. Berbicara mengenai warga masyarakat, maka hal ini sedikit

banyak menyangkut masalah derajat kepatuhan hukum masyarakat163.

Untuk melihat faktor masyarakat dapat menghambat ketentuan hukum

sebagai acuan praktik perawat adalah melalui indikator perawat

melakukan rujukan kepada pasien.

162

Ruslan A, Op.Cit. hlm 73

163 Soekanto, S, (a), Op.Cit. hlm 9,18

Page 152: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

152

Pada penelitian ini didapatkan hasil, yaitu : dari 68 responden yang

ditanyakan, menyatakan pernah melakukan rujukan kepada pasien.

Tetapi dari 68 responden yang menyatakan pernah merujuk tersebut,

ternyata 28 (41,18%) responden menyatakan masyarakat (pasien dan

atau keluarganya) menolak untuk dirujuk. Alasan pasien/keluarga

pasien yang menolak untuk dirujuk oleh perawat, jelasnya akan

diuraikan seperti pada tabel 8 berikut :

Tabel 8 Alasan Pasien/keluarga pasien (masyarakat) tidak mau dirujuk oleh perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2013.

No. Alasan Pasien/Keluarga tidak Mau dirujuk oleh perawat

Jumlah Persentase

1.

2.

3.

4.

Biaya Kurang (Ekonomi)

Biaya Kurang (ekonomi) + Sulit

Transportasi

Pelayanan Di RS kurang Baik

Pasrah Saja

17

7

3

1

17/28x100=60,71

7/28x100=25

3/28x100=10,71

1/28x100=3,58

Jumlah 28 28/29x100=100

Sumber : data primer

Hasil penelitian pada tabel 8 diatas, ternyata alasan pasien/keluarga

pasien menolak untuk dirujuk menurut responden perawat adalah

sebagai berikut : kurang biaya sejumlah 17 (60,71%), Kurang biaya &

sulit Transportasi sejumlah 7 responden (25%), Pelayanan di rumah

sakit kurang baik sejumlah 3 (10,71%) dan pasrah saja sejumlah 1

responden (3,58%). Hasil penelitian bahwa perawat merujuk pasien

karena sudah bukan kewenangannya, tetapi ditolak oleh masyarakat

dengan alasan diantaranya : kurang biaya, transport yang tidak tersedia

dan mahal oleh karena medan sulit dan jauh dari pusat rujukan

Page 153: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

153

memberikan makna ekonomi pada kepatuhan masyarakat. Jika pasien

dan keluarganya memiliki biaya yang relatif cukup, maka anjuran

perawat untuk dirujuk pasien tersebut, dapat mereka terima. Hal itupun

sesuai dengan penelitian oleh Ahmad K (2012) di kota Makassar bahwa

alasan masyarakat memanfaatkan pelayanan pengobatan pada praktik

perawat meliputi : faktor ekonomi, aksesibilitas, persepsi terhadap

masalah kesehatan dan persepsi masyarakat terhadap perawat164

Sinkron dengan alasan ekonomi tersebut, menurut Menurut 165 ,

Singkatnya analisis ekonomi terhadap hukum menyimpulkan bahwa

berapa yang harus dibayar untuk memperoleh sesuatu atau tidak

memperoleh sesuatu. Begitupun Menurut166, bahwa sebenarnya jenis

ketaatan yang paling mendasar sehingga seseorang menaati dan atau

tidak menaati hukum adalah kepentingan. Menurutnya teori ketaatan

oleh H.C. kelman dan Leopold Pospisil sebenarnya lebih tepat

dinamakan jenis-jenis kepentingan, dan faktor ekonomi sangat

mempengaruhi ketaatan seseorang, termasuk di dalamnya, keputusan

seseorang yang bertalian dengan faktor biaya atau pengorbanan, serta

keuntungan, jika ia menaati hukum. Sehingga keadaan seperti

diuraikan sebelumnya, membuat ketentuan hukum praktik perawat tidak

dapat dilaksanakan dengan baik atau tidak menjadi acuan dalam

pelaksanaan praktik perawat dimaksud.

164

Ahmad A. K. Op. Cit hlm 144-145.

165 Johnny Ibrahim, 2009, Peran Hukum Ekonomi Dalam Mengatasi Krisis Sosial-Ekonomi,

Jurnal Ilmu Hkum Amanna Gappa-Vol. 17 No. 4 Desember 2009.

166 Ali A, (b), Op. Cit. hlm 349-350

Page 154: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

154

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ketentuan Hukum sebagai acuan dalam pelaksanaan praktik perawat

pengaturannya telah ada, baik dari segi perizinan maupun

kewenangannya, tetapi belum sepenuhnya menjadi acuan yang baik

bagi perawat dalam menjalankan tugas/praktiknya terutama di daerah

tertinggal, perbatasan dan kepulauan seperti di Kabupaten Kepulauan

Talaud yang terbatas dalam hal sumber daya manusia kesehatan,

transportasi, fasilitas dan ekonomi masyarakat.

2. Penerapan sanksi administrasi terhadap praktik perawat yang tidak

sesuai ketentuan hukum di Kabupaten Kepulauan Talaud, belum

dilaksanakan secara tegas oleh penegak hukum administrasi

(pimpinan), karena tindakan sanksi yang diberikan kepada perawat

hanya teguran lisan saja. Mestinya dapat diberikan sanksi lebih dari

teguran lisan, seperti : teguran tertulis atau pencabutan izin

sementara/tetap terhadap kasus-kasus pelanggaran ketentuan hukum

praktik perawat yang terjadi.

3. Pelaksanaan ketentuan hukum sebagai acuan dalam pelaksanaan

praktik perawat di Kabupaten Kepulauan Talaud belum sepenuhnya

terlaksana dengan baik, karena terdapat faktor yang mempengaruhi

secara negatif (menghambatnya), seperti : Substansi Hukum yang

belum jelas dan sesuai kondisi khusus di daerah DTPK, sosialisasi

Page 155: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

155

belum maksimal, penegak hukum belum tegas, fasilitas belum

memadai, keadaan masyarakat yang kurang mendukung.

B. Saran

1. Untuk lebih mengoptimalkan ketentuan hukum sebagai acuan dalam

pelaksanaan praktik perawat yang tepat dan benar, perlu dilakukan

penyesuaian ketentuan hukum praktik perawat terhadap situasi nyata

dilapangan yang tidak terelakkan dan menjadi kebutuhan masyarakat

dan perawat itu sendiri, baik dari segi pemberian izin maupun

kewenangannya.

2. Agar dapat mengendalikan dan memberikan efek jera, serta

menimbulkan kesadaran bersama untuk pentingnya pelaksanaan

praktik keperawatan sesuai ketentuan hukum yang ada, maka

diperlukan pimpinan yang memiliki kompetensi dan ketegasan dalam

pengawasan dan penerapan sanksi administrasi secara konsekwen

dan berkeadilan.

3. Perlu upaya dan kiat-kiat dari pimpinan unit kerja dan organisasi

profesi melalui perhatian dan sosialisasi yang optimal tentang

ketentuan hukum praktik perawat kepada perawat dan pimpinannya,

serta masyarakat. Perlu memberikan fasilitas yang cukup dan menjadi

kebutuhan perawat dalam pelaksanaan praktiknya, serta

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan perawat. Juga

meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan terkait langsung

dengan tugas perawat, seperti dokter, tenaga farmasi/apoteker dan

lainnya di unit kerja kesehatan mulai dari rumah sakit sampai ke

Page 156: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

156

puskesmas pembantu dan Pos Kesehatan Desa Sekalipun, agar

perawat tidak menjadi kambing hitam dalam setiap pelayanan

kesehatan yang melanggar kewenangannya.

Page 157: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

157

DAFTAR PUSTAKA

Ali A, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) Jakarta : PT Toko Gunung Agung Tbk.

Ali A, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Anggriani J, 2012, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Asikin Z, 2012, Pengantar Ilmu Hukum, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta : Binarupa Aksara

Fajar, M. dan Achmad, Y. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Fuady, M. 2005. Sumpah Hipocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter). Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Guwandi, J. 1993, Malpraktek Medik, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hadjon, P.M dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Hanafiah, J. dan Amir, A. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi 4, Jakarta : Buku Kedokteran. EGC.

HR. Ridwan, 2010, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Indar H, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Lembaga Penerbitan Unhas (Lephas), Makassar.

Kusuma, W. 1997. Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek, Profesional Books, Jakarta-Indonesia.

Machmud, S, 2012, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum bagi dokter yang di duga melakukan Medikal Malpraktik, Karya Putra Darwati Bandung.

Mantiri T, 2011, Dampak Penyuluhan Hukum Terhadap Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.

Marzuki. P.M., 2012, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke-4 2012, Jakarta.

Masriani Y.T., 2011, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika.

Page 158: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

158

Praptianingsih S, 2006, Kedudukan Hukum Prawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Priharjo R, 2008, Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Puspa, Y.P, 2008, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa : Belanda – Indonesia – Inggris, Penerbit Aneka Ilmu, Semarang

Razak A, 2012, Peraturan Kebijakan (Beleidsregels), Republik Institute dengan Rangkang Education Yogyakarta.

Ruslan A, 2010, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Yogyakarta : Rangkang Education.

Soewondo S.S., 2006, Dokter Asing dan Pelayanan Kesehatan Di Indonesia : Suatu Tinjauan Yuridis, Makassar : PUKAP Indonesia.

Sibuea H.P, 2010, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan & Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Soekanto S, 1987, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta : Penerbit CV. Rajawali.

Soekanto S, 2012, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Penerbit Radjagrafindo Persada.

Subag. Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud, 2013, Data Tenaga Kesehatan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2012.

Subag. Kepegawaian Rumah Sakit Umum Daerah Talaud, 2013, Data Kepegawaian Rumah Sakit Umum Daerah Talaud Tahun 2012.

Suharsimi Arikunto, 2005, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Rineke Cipta, Jakarta.

Sujamto, 1996, Aspek-Aspek Pengawasan Di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika

Sutedi A, 2011, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta : Sinar Grafika.

Taadi. 2010 Hukum Kesehatan : Pengantar Menuju Perawat Profesional, Jakarta : Buku Kedokteran, EGC.

WJs Poerwadarminta,1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.

Triwibowo, C. 2010. Hukum Keperawatan, Panduan Hukum dan Etika Keperawatan, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.

Yuliandri, 2010, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Page 159: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

159

Yunanto, A. dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik, Andi Offset. Yogyakarta.

JURNAL, MAKALAH, DISERTASI DAN TESIS

Administrator, 2011. Dugaan Malpraktek, 5 Nyawa Melayang, (On Line). (http://epaper.radartegal.com/).

Agus34derajat, 2012, Untung Ruginya Bisnis Pendidikan di PT, (Avalaible : 12/4/2012), http://agus34derajat.wordpress.com/2012/11/25/untung-ruginya-bisnis-pendidikan-di-pt/

Ahmad A.K, 2012, Aspek Hukum Pelaksanaan Tindakan Medik Oleh Perawat Di Kota Makassar, (Tesis) : Program Pasca Sarjana Unhas, Makassar.

Astuti E.K, 2010, Analisis Hukum Interaksi Dokter Dengan Pasien Dalam Pelayanan Medis, Jurnal Ilmu Hukum ammana gappa-Volume 18 Nomor 2, Juni 2010.

Eleanora F.N, 2011, Hukum Sebagai Norma Sosial Dalam Masyarakat, Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa Vol. 19 Nomor 2, Juni 2011.

Hijaz K, 2010, Implementasi Penyelenggaraan Kewenangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum ammana gappa-Volume 18 Nomor 1, Maret 2010.

Ilyas A, 2010, Berbagai Konsep Tentang Hukum Sebagai Suatu Konsep, Jurnal Ilmu Hukum ammana gappa. Vol.18 Nomor 2, Juni 2010.

Johnny Ibrahim, 2009, Peran Hukum Ekonomi Dalam Mengatasi Krisis Sosial-Ekonomi, Jurnal Ilmu Hkum Amanna Gappa-Vol. 17 No. 4 Desember 2009.

Junaidi, W. 2011. Pengertian Kompetensi (One Line), (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/07/pengertian-kompetensi.html, diakses 17/12/ 2011). hal 1

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2012, Edisi Revisi (one Line). (http://kbbi.web.id/pedoman. diakses : 11 mei 2013.

Kementerian Kesehatan RI. BPPSDMK, 2011. Perawat Mendominasi Tenaga Kesehatan (One Line), (http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php)

Kementerian Kesehatan. BPPSDMK, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1796/Menkes/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, (One Line), (www.bppsdmk,depkes.go,id, diakses 17 Desember 2011).

Martini, 2007, Hubungan Karakteristik Perawat, Sikap, Beban Kerja, Ketersediaan Fasilitas Dengan Pendokumentasian Asuhan

Page 160: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

160

Keperawatan Di Rawat Inap BPRSUD Salatiga, (Tesis) Semarang : Universitas Diponegoro.

Mindyarini, 2011, Standart Profesional Dalam Praktik Keperawatan, FIK-UI, Artikel. Available : http//regional.kompasiana.com/2011/05/12/ .

Nuradik. 2010. Kedudukan Profesi Keperawatan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia (One Line), (http://nurad1k.blogspot.com/, diakses 25/12/2011)

Nurhidayah R.E, 2005, Sistem Pengembangan Karir Perawat, Jurnal : Volume 1 Tahun 2005. Universitas sumatera Utara, Available : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../ruf-mei2005-%20(4).pd..

Nursalam, 2011, Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional, Edisi 3, Penerbit Salemba Medika (http://ners.unair.ac.id/materikuliah/BUKU-MANAJEMEN-2011.pdf)

Poempida, 2012, Sikap Kemenkes Yang Kontra RUU Keperawatan Adalah Sikap Yang Tidak Pro Kepentingan Rakyat (Available : 12/4/2012. jam 11.56 wita) (http://poempida.com/)

PP PPNI, 2012, Naskah Akademik Undang-Undang Keperawatan, ppnimks.files.wordpress.com/.../ruu-keperawatan-problematika.pdf

PPNI, 2005, Standar Kompetensi Perawat Indonesia, (Avalaible : http://www.inna-ppni.or.id).

PPNI Kota Bontang, 2011, Perjuangan Perawat Misran (1), (http://ppnibontang.blogspot.com/) diakses tgl : 24/4/2013.

Razak A, 2005, Peraturan Kebijakan Sebagai Instrumen Pemerintahan, JUrnal Ilmu Hukum Amanna Gappa-Volume 13 No. 2 Juni 2005.

Soegato, B. Kebijakan Dasar Puskesmas (Kepmenkes No. 128 tahun 2004), (One Line) (https://docs.google.com/, diakses 30/12/2011).

Tallupadang, E.D, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Perawat Yang Melakukan Tindakan Medik Dalam Rangka Menjalankan Tugas Pemerintah Terutama Dikaitkan Dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran (Study Kasus Di Puskesmas Kota Palu), (Tesis) Program Pasca Sarjana Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang Tahun 2012, (http://eprints.unika.ac.id/694/1/10.93.0062_Edita_Diana_Tallupadang.pdf), (up date : 25/4/2013).

Wikipedia Bahasa Indonesia, Sosialisasi (Up date : 2012 Okt). Available : http://id.wikipedia.org/wiki/sosialisasi

Yulia. 2011. Meningkatkan Profesionalisme PNS Kesehatan Melalui Diklat Berbasis Kompetensi (One Line), (http://www.bppsdmk.depkes.go.id/, diakses 17/12/ 2011).

Page 161: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

161

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-VIII/2010.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan;

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;

Peraturan Presiden RI. No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek

Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat diserahkan Tanpa Resep oleh Apoteker atau tenaga farmasi

Peraturan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas;

Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;

Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor : 1464/Menkes/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan

Permenkes Nomor 1796/ Menkes/ PER/ VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.

Permenkes RI. Nomor 2052/Menkes/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Permenkes RI. No 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan.

Page 162: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

162

Permenkes No. 37 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat;

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/KEP/M.PAN/11/2001 Tentang Jabatan Fungsional Perawat dan Angka Kreditnya.

Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktek Perawat.

Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal RI. No. 001/KEP/M-PDT/I/2005 tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 370/Menkes/SK/III/2007 tentang standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan.

Rancangan Undang-Undang Keperawatan Tahun 2013

Rancangan KUHAP.Tahun 2013

Page 163: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

163

Lampiran 1 :

STANDART KOMPETENSI PERAWAT INDONESIA

MENURUT PPNI TAHUN 2005

B. Ranah dan Unit Kompetensi Perawat

1. Ranah Utama Kompetensi Perawat

Kompetensi perawat dikelompokkan menjadi 3 ranah utama yaitu;

a. Praktik Professional, etis, legal dan peka budaya

1) Bertanggung gugat terhadap praktik profesional

2) Melaksanakan praktik keperawatan ( SECARA ETIS DAN PEKA

BUDAYA)

3) Melaksanakan praktik secara legal

b. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.

1) Menerapkan prinsip-prinsip pokok dalam pemberian dan

manajemen asuhan keperawatan

2) Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan

keperawatan

3) Melakukan pengkajian keperawatan

4) Menyusun rencana keperawatan

5) Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana

6) Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan

7) Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal

dalam pemberian pelayanan

Page 164: KETENTUAN HUKUM SEBAGAI ACUAN DALAM …

164

8) Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman

9) Menggunakan hubungan interprofesional dalam pelayanan

keperawatan/pelayanan kesehatan

10) Menggunakan delegasi dan supervisi dalam pelayanan asuhan

keperawatan

c. Pengembangan professional

1) Melaksanakan peningkatan professional dalam praktik

keperawatan

2) Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan

asuhan keperawatan

3) Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab

profesi (http://www.inna-ppni.or.id)