kesehatan gigi dan mulut menggunakan metode braille ... · kesehatan gigi dan mulut pada kelompok...
TRANSCRIPT
Universitas Sumatera Utara
Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id
Fakultas Kedokteran Gigi Skripsi Sarjana
2017
Perbedaan Efektivitas Penyuluhan
Kesehatan Gigi dan Mulut
Menggunakan Metode Braille
Dibandingkan Audio Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan OHI-S pada Anak
Tunanetra (Buta Total) di Yayasan
Karya Murni dan Yapentra
Javer, Desmund Roy
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1640
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT MENGGUNAKAN METODE BRAILLE
DIBANDINGKAN AUDIO TERHADAP TINGKAT
PENGETAHUAN DAN OHI-S PADA ANAK
TUNANETRA (BUTA TOTAL) DI
YAYASAN KARYA MURNI
DAN YAPENTRA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
DESMUND ROY JAVER
NIM: 130600162
Pembimbing :
RIKA MAYASARI ALAMSYAH,drg.,M.Kes
SISKA ELLA NATASSA MTD,drg
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi
Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat
Tahun 2017
Desmund Roy Javer
Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Menggunakan
Metode Braille Dibandingkan Audio Terhadap Tingkat Pengetahuan dan OHI-S Pada
Anak Tunanetra (Buta Total) Di Yayasan Karya Murni dan Yapentra.
viii + 45 Halaman
Anak tunanetra adalah individu yang mengalami gangguan penglihatan. Anak
yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah anak buta total. Umumnya, mereka
tidak mampu mempertahankan kebersihan mulut dengan baik, karena memiliki
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut yang rendah. Penelitian ini bertujuan
mengetahui perbedaan efektivitas tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan
OHI-S sebelum dan seminggu setelah mengikuti penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut dengan metode tulisan Braille dibandingkan dengan audio. Jenis penelitian
adalah analitik dengan desain eksperimental dengan rancangan pre dan post test
control group design. Subjek penelitian berjumlah 64 orang yang dibagi menjadi 2
kelompok dan diambil secara purposive. Skor pengetahuan dan skor OHI-S diambil
sebelum dan seminggu setelah penyuluhan. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas
tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut dan OHI-S sebelum dan seminggu
setelah penyuluhan digunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan
skor pengetahuan yang signifikan pada kelompok audio sebelum penyuluhan sebesar
4,25±1,16 dan meningkat menjadi 11,5±0,71 seminggu setelah penyuluhan
(p=0,000). Pada kelompok Braille sebelum penyuluhan sebesar 4,65±1,33 dan
seminggu setelah penyuluhan meningkat menjadi 11,15±0,80 (p=0,000). Skor OHIS
yang signifikan pada kelompok audio sebelum penyuluhan sebesar 3,35±0,61 dan
menurun menjadi 1,70±0,57 seminggu setelah penyuluhan (p=0,000). Pada kelompok
Braille ,skor OHI-S sebelum penyuluhan sebesar 3,45±0,58 dan menurun menjadi
Universitas Sumatera Utara
menurun menjadi 1,89±0,47 seminggu setelah penyuluhan (p=0,000). Uji statistik
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara penyuluhan metode audio dan Braille
terhadap selisih rerata skor pengetahuan (p=0,039), tetapi tidak signifikan terhadap
selisih rerata skor OHI-S (p=0,420). Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan
menggunakan metode audio lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan
menurunkan skor OHI-S pada anak tunanetra (buta total) dibandingkan metode
Braille.
Daftar Rujukan : 35 (2003-2017)
Kata kunci: tingkat pengetahuan, OHI-S, metode audio, metode Braille
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji
Medan, September 2017
Pembimbing : Tanda tangan
1. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes ………………………
NIP :19810516 2005 01 2003
2. Siska Ella Natasha Mtd, drg ………………………
NIP : 19871129 2012 12 2002
Universitas Sumatera Utara
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 11 September 2017
TIM PENGUJI
KETUA : Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes
ANGGOTA : 1. Gema Nazri Yanti, drg., M.Kes
2. Simson Damanik, drg., M.Kes
3. Siska Ella Natassa Mtd, drg
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut Menggunakan
Metode Braille Dibandingkan Audio Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan OHI-S
Pada Anak Tunanetra (Buta Total) Di Yayasan Karya Murni Dan Yapentra” yang
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan
kepada orang tua penulis yaitu Javer Mariannan dan Anita serta adikku tercinta
Cassendra, Taniesha dan Patricia atas perhatian, kasih sayang, doa, serta dukungan
baik moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis.
Dalam skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan
saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp.RKG selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
2. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M. Kes selaku Ketua Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat dan dosen pembimbing
yang memberikan masukan dan bantuan sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
3. Siska Ella Natassa Mtd, drg., selaku dosen pembimbing yang memberikan
masukan dan bantuan sehingga skripsi ini berjalan dengan lancar.
4. Gema Nazri Yanti, drg., M. Kes dan Simson Damanik, drg., M. Kes selaku
dosen penguji atas keluangan waktu, saran, dukungan, bantuan, motivasi dan
bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Prof. Sutomo Kasiman, Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
penelitian dibidang kesehatan universitas sumatera utara yang telah memberikan
persetujuan perlaksanaan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
iii
6. Sr.Vincensia, selaku Ketua Yayasan Karya Murni serta Jabes Silaen, S.Pd
selaku direktur Yayasan Tunanetra Medan (YAPENTRA) yang memberi sokongan
dan dukungan selama melakukan penelitian ini.
7. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu
Kesehatan Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat atas bantuan yang diberikan
sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.
8. Sahabat- sahabat penulis terutama Reevanash, Low Pey Shem, Raviarasan,
Puteri Syafura dan Nanthini serta teman-teman stambuk 2013 yang tidak dapat
disebutkan satu per satu atas bantuan, doa, semangat dan dukungannya yang
diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian dan penulisan laporan hasil
ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan
masyarakat.
Medan , 11 Sept 2017
Penulis,
(Desmund Roy)
NIM : 130600162
Universitas Sumatera Utara
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
1.4 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... .. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tunanetra ....................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi Tunanetra ............................................................... 6
2.1.3 Batasan dan Karateristik Tunanetra ......................................... 6
2.2 Proses Adopsi Perilaku................................................................ 8
2.3 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut ................................... 9
2.4 Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Anak Tunanetra .. 11
2.5 Indeks Pengukuran Oral Hygiene Simplified(OHIS) .................. 12
2.6 Metode Tulisan Braille ................................................................ 17
2.7 Metode Audio .............................................................................. 18
2.8 Kerangka Konsep ........................................................................ 19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................ 21
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ...................................... 21
3.2.1 Tempat Penelitian..................................................................... 21
3.2.2 Waktu Penelitian....................................................................... 21
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 21
3.3.1 Populasi Penelitian.................................................................... 21
3.3.2 SampelPenelitian...................................................................... 21 3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi......................................................... 22
Universitas Sumatera Utara
v
3.4.1 Kriteria Inklusi.......................................................................... 22
3.4.2 Kriteria Ekslusi......................................................................... 22
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.............................. 22
3.5.1 Variabel Perlakuan.................................................................... 22
3.5.2 Variabel Efek ............................................................................ 22
3.5.3 Definisi Operasional Variabel ................................................. 22
3.6 Prosedur Penelitian ..................................................................... 25
3.7 Pengolahan dan Analisis Data ..................................................... 26
3.8 Etika Penelitian ............................................................................ 26
3.9 Alur Penelitian ............................................................................. 27
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden……………………………………….. 29
4.2 Persentase Pengetahuan Responden……………………………. 29
4.3 Persentase Kategori Responden………………………………... 32
4.4 Skor Pengetahuan dan Skor OHI-S Sebelum Penyuluhan……... 32
4.5 Skor Pengetahuan Sebelum dan Seminggu Setelah Penyuluhan. 33
4.6 Skor OHI-S Sebelum dan Seminggu Setelah Penyuluhan……... 34
4.7 Persentase Kategori OHI-S Responden………………………... 35
BAB 5 PEMBAHASAN…………………………………………………… 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 42
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
2. Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian Setelah Penjelasan
(Informed Consent)
3. Lembar Kuesioner
4. Lembar Hasil Pemeriksaan
5. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian
6. Output Analisa Data
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Gambaran kalkulus supragingiva pada bagian anterior gigi ...................... 13
2. Gigi Indeks Oral Hygiene Indeks Simplified (OHIS) ................................ 14
3. Metode skoring indeks debris .................................................................... 14
4. Metode skoring indeks kalkulus................................................................. 15
5. Huruf Braille.............................................................................................. 17
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Indeks Debris................................................................................. 14
2. Kriteria Indeks Kalkulus............................................................................. 15
3. Persentase Karakteristik Responden........................................................... 29
4. Persentase Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah
Penyuluhan.................................................................................................. 31
5. Persentase Kategori Pengetahuan............................................................... 32
6. Rerata Skor Pengetahuan dan Skor OHI-S Sebelum Penyuluhan
Dengan Metode Braille dan Audio............................................................. 33
7. Rerata Nilai Skor Pengetahuan Sebelum dan Seminggu Setelah
Penyuluhan Dengan Metode Braille dan Audio........................................ . 33
8. Selisih Rata-Rata Skor Pengetahuan Sebelum dan Seminggu
Setelah Penyuluhan Dengan Metode Braille dan Audio............................ 34
9. Rerata Nilai Skor OHIS Sebelum dan Seminggu Setelah
Penyuluhan Dengan Metode Braille dan Audio......................................... 34
10. Selisih Rata-Rata Skor OHIS Sebelum dan Seminggu Setelah
Penyuluhan Dengan Metode Braille dan Audio........................................ . 35
11. Persentase Kategori OHIS.......................................................................... 36
12. Distribusi Skor Debris dan Skor Kalkulus Di Yayasan Karya Murni….... 36
13. Distribusi Skor Debris dan Skor Kalkulus Di Yapentra............................. 37
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai
saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal.1
Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 285 juta orang tunanetra di
seluruh dunia dimana 39 juta mengalami buta total dan 246 juta mengalami
penglihatan yang kurang (low vision).2 Jumlah penderita kecacatan di Indonesia oleh
WHO diperkirakan berkisar antara 5-9%, yang berarti 7 hingga 11 juta dari seluruh
populasi Indonesia, tetapi data yang tepat masih belum ada.3 Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyebutkan bahwa prevalensi kebutaan di Indonesia
sebesar 0,9% dan persentase low vision adalah 4,8%. 4
Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen penting dari kesehatan
umum karena tidak hanya mempengaruhi estetis dan komunikasi tetapi juga memiliki
pengaruh biologi, psikologi, dan hubungan sosial.5 Anak dengan kebutuhan khusus
yaitu anak tunanetra (buta total) memiliki tingkat kesehatan dan kebersihan gigi dan
mulut yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok normal.6 Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yalcinkaya mengenai pengetahuan
kesehatan gigi dan mulut pada kelompok tunanetra yang menyatakan bahwa sebagian
besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang kurang sebesar 57,1%.7 Tingkat
pengetahuan anak kebutuhan khusus yang rendah dan terbatas dalam menjaga
kesehatan gigi dan mulut khususnya anak tunanetra akan mendukung peningkatan
terjadinya kebersihan mulut yang buruk dan menjadi karies.8 Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Solanki J yang menyatakan bahwa skor rata-rata oral
hygiene pada kelompok anak tunanetra lebih buruk dibandingkan anak normal yaitu
sebesar 0,40 dan 0,23. Hal ini disebabkan karena 90,2% dari anak tunanetra
membersihkan gigi mereka sekali sehari dimana seharusnya 2 kali sehari.9
Keterbatasan tersebut menjadi salah satu hambatan bagi penderita tunanetra untuk
Universitas Sumatera Utara
2
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut yang nantinya akan
menentukan sikap dan tindakan dalam menjaga kebersihan rongga mulut.8
Penelitian oleh Reddy KVKK dan Sharma A menunjukkan prevalensi karies
pada anak tunanetra lebih besar dibandingkan anak normal masing-masing 40% dan
11,5%.10 Berdasarkan hasil penelitian Solanki J, dari 704 anak yang diperiksa, 354
anak tunanetra dan 350 anak normal menunjukkan prevalensi karies 60% pada anak
tunanetra dan 31,5% pada anak normal.8 Hal ini disebabkan anak tunanetra kesulitan
menjaga kesehatan rongga mulut sehingga mempunyai angka karies yang lebih tinggi
dibandingkan anak normal. Oleh karena itu, anak tunanetra membutuhkan pendidikan
kesehatan mulut untuk mencegah terjadinya karies yang disebabkan oleh
penumpukan plak di rongga mulut. Plak dinyatakan sebagai faktor penyebab utama
terjadinya karies dan penyakit periodontal, karena plak mengandung bakteri patogen
yang produk metabolitnya menempel pada permukaan gigi dan gingiva.11
Walaupun dengan keterbatasan, anak-anak tunanetra masih memiliki
kemampuan memahami cara menjaga kebersihan rongga mulut tetapi mereka sering
diabaikan karena tidak dapat mengenali kelainan pada rongga mulut dengan sendiri.
Oleh karena itu, diperlukan intervensi untuk mendidik anak-anak tunanetra tentang
pemeliharaan kesehatan rongga mulut diantaranya menggunakan huruf Braille dan
audio.12
Braille merupakan sistem penulisan taktil yang digunakan oleh penderita
tunanetra. Secara tradisional, huruf ini ditulis dengan timbulan pada kertas.13
Penderita tunanetra mengenal dan mudah memahami tulisan Braille karena
mempunyai kebiasaan membaca tulisan Braille. Hal tersebut membuat edukasi
kesehatan rongga mulut menjadi lebih mudah diterima dengan menggunakan tulisan
Braille dalam bentuk leaflet edukatif sehingga efektif dalam mendukung keberhasilan
penelitian ini.14
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elsa Rahma Dia yang
menyatakan bahwa penuturan dari orang tua si anak kepada peneliti bahwasanya anak
mengalami ketunanetraan sejak lahir yang mana anak hanya mampu melihat dan
membedakan cahaya terang dan gelap saja dimana sehingga untuk melakukan
aktivitas membaca dan menulis hanya menggunakan tulisan Braille.15
Universitas Sumatera Utara
3
Selain tulisan Braille, penderita tunanetra bisa mendapatkan pengetahuan
tentang kesehatan gigi dan mulut secara audio. Media audio merupakan media yang
praktis digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bila dilihat dari segi produksi
merupakan suatu cara yang ekonomis untuk memberikan informasi tertentu atau isi
pengajaran yang dapat digunakan secara individu atau kelompok terutamanya anak
tunanetra. Heinich mengungkapkan karakteristik media audio dimana merupakan
pengajaran yang murah, menyajikan pesan yang lebih menarik dan dapat digunakan
berbagai tempat.16
Hasil penelitian oleh Agnintia D, et al, pada anak tunanetra
menunjukkan terjadinya penurunan skor oral hygiene index simplified (OHI-S)
sebelum dan setelah penyuluhan kesehatan gigi dan mulut melalui metode audio
masing-masing adalah 2,3 dan 1.0.6 Hallahan dan Kauffman mengemukakan bahwa
mendengarkan rekaman suara lebih banyak memperoleh informasi dan lebih efisien
dibandingkan dengan membaca huruf Braille atau buku-buku bertulisan besar.16
Hal
ini didukung oleh penelitian Ganapathi AK, et al., di India dimana skor rata-rata
tingkat pengetahuan anak tunanetra pada kelompok audio lebih baik dibandingkan
kelompok Braille dengan skor rata-rata kelompok audio sebanyak 11,88 yaitu 84,8%
dengan kelompok Braille sebanyak 6,27 yaitu 44,7% dengan peningkatan sebanyak
41%.5
Penelitian tentang pendidikan kesehatan mulut anak tunanetra sangat jarang
dilakukan, maka penulis tertarik meneliti perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan
gigi dan mulut menggunakan metode Braille dibandingkan audio terhadap tingkat
pengetahuan dan OHI-S pada anak tunanetra (buta total) di Yayasan Karya Murni dan
Yapentra.
1.2 Rumusan masalah
Apakah ada perbedaan efektivitas penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
menggunakan metode Braille dibandingkan audio terhadap tingkat pengetahuan dan
OHI-S pada anak tunanetra (buta total) di Yayasan Karya Murni dan Yapentra?
Universitas Sumatera Utara
4
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan umum:
Untuk mengetahui perbedaan efektivitas tingkat pengetahuan kesehatan gigi
dan mulut dan OHI-S sebelum dan seminggu setelah mengikuti penyuluhan
kesehatan gigi dengan metode tulisan Braille dibandingkan audio di Yayasan Karya
Murni dan Yapentra.
Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui rata-rata skor pengetahuan dan OHI-S sebelum, dan
seminggu setelah penyuluhan metode tulisan Braille.
2. Untuk mengetahui rata-rata skor pengetahuan dan OHI-S sebelum, dan
seminggu setelah penyuluhan dengan metode audio.
3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan dan OHI-S sebelum, dan
seminggu setelah penyuluhan dengan metode audio dan Braille.
4. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas metode Braille dan audio setelah
penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
1.4 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan OHI-S sebelum dan setelah
penyuluhan pada kelompok metode Braille dan audio.
2. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan dan OHI-S antara kelompok
metode Braille dan audio.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi penderita tunanetra, dapat meningkatkan kualitas kesehatan gigi
mulut dan untuk memenuhi hak mereka dalam mendapatkan fasilitas dan pelayanan
kesehatan yang sama dengan orang lain.
2. Bagi penulis, mengetahui metode yang sesuai dan yang lebih efektif
digunakan dalam penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak tunanetra.
3. Bidang keilmuan, khususnya Kedokteran gigi untuk mencegah terjadinya
peningkatan masalah kesehatan gigi mulut pada anak tunanetra.
Universitas Sumatera Utara
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tunanetra
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan
dikenal dengan anak tunanetra. Anak tunanetra adalah individu dimana kedua indera
penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari. Anak tunanetra adalah anak yang tidak saja buta, tetapi mencakup juga
mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam hal belajar. Jadi, anak-anak yang
termasuk dengan kondisi penglihatan ‘setengah melihat’, ‘low vision’, atau rabun
adalah bagian dari kelompok anak tunanetra.18
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi
berupa berikut: 18
a. Ketajaman penglihatan kurang dari ketajaman yang dimiliki orang normal.
b. Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
c. Posisi mata sulit dikendalikan oleh saraf otak.
d. Terjadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
Dari kondisi-kondisi di atas, pada umumnya, yang digunakan sebagai patokan
apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat
ketajaman penglihatannya. Suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card dapat
digunakan untuk mengetahui ketunanetraan. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan
tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Ini berarti, berdasarkan tes
anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal dapat
dibaca pada jarak 21 meter.18
2.1.1 Klasifikasi Tunanetra
Berdasarkan tingkat penglihatan, tunanetra dapat dibagi menjadi dua bagian
besar yaitu:19
Universitas Sumatera Utara
6
a. Tunanetra golongan buta total, dimana terbagi lagi menjadi tiga kelompok
yakni;
(i) mereka yang sama sekali tidak memiliki persepsi visual.
(ii) mereka yang hanya memiliki persepsi cahaya.
(iii) mereka yang memiliki persepsi sumber cahaya.
b. Tunanetra golongan kurang melihat yang terbagi lagi menjadi tiga
kelompok yakni;
(i) mereka yang memiliki persepsi benda-benda yang berukuran besar
sehingga mereka masih membutuhkan sistem Braille.
(ii) mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran sedang dimana
ada diantara mereka yang membutuhkan sistem Braille dan ada juga yang dapat
menggunakan huruf dan tanda visual yang diperbesar.
(iii) mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran kecil dimana
mereka pada umumnya mampu menggunakan huruf dan tanda visual sebagai media
baca dan pengajaran.19
2.1.2 Batasan dan Karakteristik Tunanetra
Tunanetra adalah suatu kondisi dimana indra penglihatan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Tunanetra memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai
aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi,
membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan
penglihatan.20
Akibat dari tunanetra, pengenalan dunia luar anak, tidak dapat diperoleh
secara lengkap dan utuh, sehingga perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung
terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya. Indera penglihatan adalah
salah satu indera penting dalam menerima informasi dari luar. Penerimaan rangsang
hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain diluar indera
penglihatannya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif erat kaitannya dengan
kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, juga dengan kemampuan indera
penglihatan. 20
Universitas Sumatera Utara
7
Dari segi motorik, pada anak tunanetra mungkin fungsi sistem
neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung
sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. Pada saat
berjalan, kita jumpai bahwa anak tunanetra sering tampak kaku, tegang, lamban, atau
pelan, disertai dengan perasaan was-was dan penuh kehati-hatian. Begitu juga pula
pada saat anak menggunakan tangannya untuk melakukan sesuatu aktivitas tertentu
yang belum terbiasa, serta gerakan-gerakan tubuh yang kurang harmonis.20
Dari segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal
pada umumnya, dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang
rendah. Menurut Kirley, berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-
Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45-160,
dengan distribusi 12,5% memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ
diatas 120 dan 50% dengan IQ antara 80-120.20
Perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh proses belajar yang dilakukan
anak sejak kecil, melalui imitasi maupun perlakuan yang dilakukan oleh lingkungan.
Dari segi perkembangan emosi, dapat diasumsikan bahwa perkembangan emosi anak
tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak normal
penglihatannya. Gangguan ini disebabkan terutama oleh keterbatasan kemampuan
anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra
mungkin akan mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun ia tidak dapat
melakukan pengamatan lingkungan secara tepat. Akibatnya, pola emosi yang
ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
dirinya maupun lingkungan.20
Bagi anak tunanetra, menguasai perilaku ini bukanlah hal yang mudah. Dari
segi sosial, hambatan tersebut terutama muncul akibat langsung maupun tidak
langsung dari tunanetra. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan
yang luas dan baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap penolakan dari
masyarakat serta keterbatasan untuk belajar pola-pola perilaku yang diterima melalui
proses imitasi dan identifikasi bisa menyebabkan perkembangan sosial yang
terhambat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perkembangan sosial anak
Universitas Sumatera Utara
8
tunanetra sangat bergantung pada penerimaan dan perlakuan lingkungan terhadap
dirinya, terutama lingkungan keluarga.20
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elsa
Rahma Dia, yang menyatakan bahwa penuturan dari orang tua si anak kepada peneliti
bahwasanya anak mengalami ketunanetraan sejak lahir yang mana anak hanya
mampu melihat dan membedakan cahaya terang dan gelap saja dimana sehingga
untuk melakukan aktivitas membaca dan menulis anak hanya menggunakan tulisan
Braille.15
2.2 Proses Adopsi Perilaku
Dari penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
bertahan lebih lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Penelitian mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berututan, yakni:21
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui timulus (objek) terlebih dahulu. Misalnya menggosok gigi dapat
menghilangkan plak gigi, dan dapat mencegah radang gusi serta karies gigi.
b. Interest, yakni orang muai tertarik kepada stimulus. Pada tahapan ini, orang
mulai mengetahui lebih lanjut mengenai manfaat menggosok gigi sehingga orang
tersebut akan mencari informasi lebih lanjut pada orang lain yang dianggap tahu,
membaca atau mendengarkan dari berbagai sumber.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Pada tahap ini orang
tersebut mulai menilai dengan berbagai sudut misalnya kemempuan membeli sikat
gigi, pasta gigi atau melihat orang lain yang rajin menggosok gigi.
d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. Pada tahap ini orang
tersebut mulai mencoba menggosok gigi. Dengan mempertimbangkan untung dan
ruginya. Ia akan melajutkan menggosok gigi jika merasa mulutnya nyaman, gigi
bersih dan menambah rasa percaya diri. Namun jika menggosok gigi membuat ngilu,
maka kegiatan menggosok gigi ini tidak akan dilanjutkan atau berhenti sementara.
Universitas Sumatera Utara
9
e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Pada tahap ini, orang yakin dan telah
menerima bahwa informasi baru berupa menggosok gigi memberi keuntungan bagi
dirinya sehingga menggosok gigi menjadi kebutuhan.21
Namun, dari sebuah penelitian menyimpulkan bahwa perubahan perilaku
tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat lebih lama (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka
tidak akan berlangsung lama.21
2.3 Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut
Pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan (overt behaviour). Menurut penelitian Notoatmodjo, ternyata
perilaku yang dilandasi pengetahuan akan lebih kekal dibandingkan yang tanpa
dilandasi pengetahuan. Rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan merupakan
faktor predisposisi dari perilaku kesehatan yang mengarah kepada timbulnya
penyakit. Pengetahuan ini erat pula kaitannya dengan sikap seseorang tentang
penyakit dan upaya pencegahannya. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun
secara terencana yaitu proses pendidikan.22
Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu:22
1. Tahu, merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, misalnya
mengingat kembali suatu objek atau rangsangan tertentu. Contohnya mengingat
kembali fungsi gigi selain untuk mengunyah adalah untuk berbicara dan estetika.
Contoh lain akibat iklan pasta gigi berfluoride yang mengakibatkan seseorang
maupun anak kebutuhan khusus seperti anak tunanetra tertarik melalui indera
pendengaran dan menjadi tahu bahwa untuk memperoleh gigi bersih seperti yang
terdapat dalam iklan diperlukan pasta gigi berfluoride.
Universitas Sumatera Utara
10
2. Memahami, adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar informasi
yang diketahui. Contohnya, mampu menjelaskan teknik sikat gigi yang benar yaitu
secara gerakan bulat-bulat.
3. Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Contohnya, anak kebutuhan khusus
yaitu anak tunanetra harus memilih sikat gigi yang benar yaitu kecil dan berbulu
sedang untuk menyikat gigi dari sejumlah model sikat gigi yang ada, setelah diberi
penjelasan dengan contoh.
4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut.
Contohnya, mampu menjabarkan fungsi-fungsi struktur rongga mulut seperti fungsi
gigi, jumlah gigi, dan jaringan lunak.
5. Sintesis, suatu kemampuan seseorang untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Contohnya, anak tunanetra ini mampu
menggabungkan diet makanan yang sehat untuk gigi, menyikat gigi pagi setelah
sarapan dan malam sebelum tidur, lama menyikat serta mengambil tindakan yang
tepat bila ada kelainan gigi untuk usaha mencegah penyakit gigi.
6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek tertentu. Contohnya, mampu menilai kondisi kesehatan gusi dan gigi anak
tunanetra pada saat tertentu dengan mengadakan kunjungan minimal 3 bulan
sekali.22
Materi untuk pengetahuan kesehatan gigi dan mulut adalah;23-24
1. Penyebab utama gigi berlubang adalah plak.
2. Sikat gigi harus minimal 2 kali sehari.
3. Waktu sikat gigi yang benar adalah setelah sarapan pagi dan sebelum tidur
malam.
4. Lama menyikat gigi minimal 2-3 menit.
5. Sikat gigi harus menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride.
6. Ukuran sikat gigi harus berukuran kecil.
7. Gunakan bulu sikat gigi yang sedang.
Universitas Sumatera Utara
11
8. Gunakan pasta gigi sebesar biji kacang.
9. Lima langkah untuk menyikat gigi yang benar:
a. Tempatkan sikat gigi pada tepi gusi gigi.
b. Gerakan sikat gigi dengan bulat- bulat secara perlahan.
c. Sikat permukaan luar, permukaan dalam dan permukaan mengunyah
semua gigi.
d. Untuk permukaan mengunyah lakukan gerakan maju mundur pendek.
e. Sikat lidah menggunakan sikat gigi.
10. Makanan yang baik untuk gigi adalah buah-buahan, sayur-sayuran, dan
susu.
11. Makanan yang merusak gigi adalah permen, es krim, kue, coklat, biskuit
dan makanan yang mengandung gula tinggi.
12. Kita harus memeriksa gigi ke dokter gigi minimal 3 bulan sekali.
2.4 Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Pada Anak Tunanetra
Penekanan upaya promotif dan preventif sebagai penerapan prinsip
‘paradigma sehat’ merupakan konsep yang dicanangkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dalam rangka Indonesia Sehat tahun 2010. Upaya ini seharusnya
diterapkan oleh setiap penduduk Indonesia secara holistik melalui penyuluhan
kesehatan khususnya kesehatan gigi.25
Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut adalah
suatu upaya atau kegiatan untuk menyampaikan pesan mengenai kesehatan gigi
kepada masyarakat, kelompok atau individu maupun anak kebutuhan khusus dengan
harapan mereka dapat memperoleh pengetahuan kesehatan gigi yang lebih baik.14
Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut bagi penderita tunanetra harus mencakup
bahwa sikat gigi harus 2 kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum
tidur, lama menyikat minimal 1 menit dengan menggunakan bulu sikat gigi sedang,
pengunaan pasta gigi yang berfluoride, teknik sikat gigi yang benar, makanan yang
baik dan buruk untuk gigi serta pekara yang penting yaitu kunjungan berkala minimal
3 bulan sekali.26-27
Pesanan ini berbeda dan menyulitkan bagi penderita tunanetra
yang memiliki keterbatasan melihat baik sekedar untuk menonton televisi maupun
Universitas Sumatera Utara
12
membaca media cetak. Penderita tunanetra biasanya kurang memperhatikan
kesehatan gigi dan mengabaikan perawatan gigi. Masalah yang kemudian timbul dari
edukasi kesehatan rongga mulut bagi penderita tunanetra adalah edukasi secara Audio
tanpa adanya visualisasi yang sesuai dinilai kurang efektif.14
Penderita tunanetra mempunyai keterbatasan dalam indra penglihatan.
Mereka memerlukan media pembelajaran yang khusus. Salah satu media
pembelajaran khusus tersebut adalah tulisan Braille. Penderita tunanetra sangat
mengenal dan mudah memahami tulisan Braille karena pola kebiasaan membaca
dengan tulisan Braille dan metode audio dan Braille diharapkan akan mendukung
keberhasilan dan tujuan edukasi gigi dan mulut bagi penderita tunanetra.14
2.5 Indeks Pengukuran Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S)
Tingkat oral higiene seseorang dilihat dari keberadaan plak dan kalkulus pada
gigi. Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan
mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Plak terbagi atas plak
supragingival dan plak subgingival. Plak supragingival berada pada atau koronal dari
tepi gingiva, sedangkan plak subgingival berada apikal dari tepi gingiva.28
Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang
tidak melakukan prosedur oral higiene. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah
bervariasi antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah
oral higiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran
saliva. Jenis bakteri yang terdapat dalam plak adalah bakteri jenis Streptococcus dan
Laktobacillus. Bakteri dalam plak yang diakui sebagai penyebab utama karies adalah
Streptococcus mutans, oleh karena mempunyai sifat asidogenik.28
Kalkulus adalah massa terkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli
maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri atas plak bakteri yang telah mengalami
mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya, kalkulus dapat dibedakan atas
kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus berperan dalam
mempertahankan dan memperparah penyakit periodontal dengan jalan menahan plak
Universitas Sumatera Utara
13
sehingga berkontak rapat ke gingiva dan menciptakan daerah dimana penyingkiran
plak sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin.28-29
Gambar 2.1 Kalkulus supragingiva30
Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu
kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Untuk mendapatkan data tentang
tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan indeks pengukuran kebersihan
mulut. Indeks-indeks pengukuran kebersihan mulut yang ada adalah Oral Hygiene
Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Greene & Vermillion,
indeks plak O’Leary, indeks plak Loe & Silness dan indeks Plaque Formation Rate
(PFRI). Pada penelitian ini indeks kebersihan mulut yang dipilih adalah Oral Hygiene
Index Simplified (OHI-S) dari Greene & Vermillion. Indeks ini merupakan indeks
yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian-
penelitian epidemiologis. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36,
31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36
dan 46 permukaan lingualnya. Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks
Debris dan Indeks Kalkulus.28
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2.2 Enam buah gigi dan permukaan yang
ditentukan skor (OHI-S)30
Tabel 1. Kriteria Indeks Debris28-29
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai debris atau stein
1 Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan
gigi
3 Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Gambar 2.3 Metode skoring untuk debris30
Universitas Sumatera Utara
15
Tabel 2. Kriteria Indeks Kalkulus28-29
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai kalkulus
1
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
2
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flex-flex kalkulus subgingiva
di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
3
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-
duanya
Gambar 2.4 Metode skoring untuk kalkulus30
Indeks oral higiene (OHI-S) adalah indeks oral debris (ODI) ditambahkan
dengan indeks kalkulus (CI).30
OHI-S = ODIS + CIS
Universitas Sumatera Utara
16
Tingkat kebersihan oral debris dapat digolongkan sebagai berikut :
Baik : 0,0 – 0,6
Sedang : 0,7 – 1,8
Jelek : 1,9 – 3,0
Tingkat kebersihan oral higiene dapat digolongkan sebagai berikut :
Baik : 0,0 – 1,2
Sedang : 1,3 – 3,0
Jelek : 3,1 – 6,0
2.6 Metode Tulisan Braille
Munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh
orang buta berawal dari seorang bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles.
Mereka menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk
memberikan pesan ataupun perintah kepada temannya dalam kondisi gelap malam.
Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang
tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan
tulisan malam. Demi menyesuaikan kebutuhan penderita tunanetra, Loius Braille
mengadakan uji coba garis dan titk timbul kepada beberapa kawan tunanetra. Pada
kenyataanya, jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis
sehingga pada akhirnya huruf-huruf Braille hanya menggunakan kombinasi antara
titik dan ruang kosong.34
Secara umum, Braille merupakan metode bacaan dan sistem
tulisan taktil utama bagi penderita tunanetra untuk mengakses informasi dan
pendidikan secara mandiri. Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan
seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, di mana
tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan dua titik. Keenam titik
tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi.
Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan huruf abjad, tanda
baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya.31
Ukuran huruf Braille
yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0,5mm serta spasi horizontal
dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2,5mm.33
Universitas Sumatera Utara
17
Tulisan Braille dibaca dengan cara diraba dengan ujung jari atau bagian kulit
yang paling peka. Menggunakan sedikit sekali tekanan pada saat mereka titik-titik
Braille ; menggunakan teknik membaca dengan dua tangan yaitu tangan kiri untuk
mencari permulaan baris berikutnya, sedangkan tangan kanan untuk menyelesaikan
membaca baris sebelumnya; menggunakan sekurang-kurangnya empat jari.34
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru telah memperkenalkan huruf
Braille kepada anak tunanetra dengan metode ceramah dan perabaan. Terdapat
kelebihan sistem tulisan Braille yaitu dapat meningkatkan efektifitas dan kecepatan
menulis penderita tunanetra dan dapat dilakukan melalui singkatan yang disesuaikan
dengan ejaan yang disempurnakan dan di sisi lain kekurangannya adalah masih
lambat dan banyak melakukan kesalahan dalam menulis dan membaca Braille dan
waktu yang dibutuhkan anak dalam menulis dan membaca cukup lama. Keutamaan
media ini adalah untuk membantu anak dalam mengenal huruf dengan lebih baik,
yang menekankan pada kesehatan gigi dan mulut yang mencakup teknik sikat gigi,
waktu dan frekuensi menyikat gigi, pasta gigi yang digunakan, makanan yang baik
dan buruk untuk gigi, dan jadwal kunjungan ke dokter gigi sebagai pencegahan
terjadinya penyakit gigi dan mulut pada anak tunanetra.26-32
Gambar 3. Huruf Braille yang digunakan oleh penderita
tunanetra34
Universitas Sumatera Utara
18
2.7 Metode Audio
Ketidakmampuan dalam melihat menyebabkan penderita tunanetra
mengalami hambatan memperoleh informasi pada proses pembelajaran. Salah satu
media yang diharapkan dapat mendukung anak tunanetra adalah media Audio, yaitu
materi yang disampaikan dalam bentuk suara yang dibuat agar mudah diingat tanpa
mengurangi esensi dari materi tersebut.35
Media audio tersebut dapat meningkatkan
motivasi dan hasil pembelajaran anak disebabkan suara yang bermuatan materi
pelajaran dapat membuat materi dapat lebih mudah dipahami dan disimpan dalam
memori jangka panjang. Media ini diharapkan akan mengoptimalkan indera yang
masih berfungsi yaitu indera pendengaran tetapi tidak mengabaikan peran guru
sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran karena ketika seorang anak
mengalami tunanetra, maka pengalaman harus diperoleh dengan mempergunakan
indera yang masih berfungsi, khususnya perabaan dan pendengaran.35
Menurut
penelitian Juang, mendengarkan bahan bacaan dalam bentuk rekaman menjadi
sumber belajar yang efisien dan dapat meningkatkan kemampuan membaca dan
menulis, meskipun beberapa kekurangan ditemukan dalam penelitian tersebut yaitu,
(a) Anak masih perlu adaptasi yang lebih lama untuk mendengarkan media
kaset rekaman.
(b) Anak masih memerlukan konsentrasi untuk mendengarkan media kaset
rekaman.
(c) Sesuai dengan karakteristik anak tunanetra yaitu sikap blindism sering
muncul pada saat pembelajaran, anak sering menggoyang – goyangkan anggota
badan , sehingga kurang konsentrasi pada saat pembelajaran.
Meskipun begitu, metode audio memiliki kelebihan yaitu;
(a) Keberhasilan anak dalam meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman karena ditunjang oleh media yang menarik.
(b) Anak merasa lebih mudah memahami isi bacaan dengan mendengarkan
audio pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena anak dapat belajar sambil
mendengarkan cerita dan dapat diputar ulang.
Universitas Sumatera Utara
19
(c) Anak lebih senang melakukan aktifitas dengan mendengarkan audio
seperti teknik menyikat gigi yang diajarkan oleh peneliti.16
Universitas Sumatera Utara
20
2.8 Kerangka Konsep
Siswa/i anak
Tunanetra
Yayasan Karya
Murni dan
Yapentra
(Buta Total)
Pre-test (Sebelum)
Skor Pengetahuan
(Kuesioner)
OHIS
Pengetahuan kesehatan
gigi dan mulut:
-Penyebab gigi
berlubang
-Waktu dan frekuensi
menyikat gigi
-Pasta gigi dan bulu
sikat baik digunakan
-Teknik menyikat gigi
-Makanan yang baik dan
buruk untuk gigi
-Kunjungan berkala ke
dokter gigi
Penyuluhan dengan
menggunakan
tulisan Braille
Penyuluhan dengan
menggunakan audio
Post-test ( Sesudah)
Skor Pengetahuan
(Kuesioner)
OHIS
Pengetahuan kesehatan
gigi dan mulut:
-Penyebab gigi berlubang
-Waktu dan frekuensi
menyikat gigi
-Pasta gigi dan bulu sikat
baik digunakan
-Teknik menyikat gigi
-Makanan yang baik dan
buruk untuk gigi
-Kunjungan berkala ke
dokter gigi
Universitas Sumatera Utara
21
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan desain penelitian
eksperimental pre and post test group design.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan d i Yayasan Karya Murni Medan Johor, Jalan Karya
Wisata dan di Yayasan Pendidikan Tunanetra (YAPENTRA), Jalan Lubuk Pakam-
Medan
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 11 bulan di mulai pada
September 2016 sampai Agustus 2017 yaitu mulai dari pembuatan proposal
penelitian sampai dengan pembuatan laporan akhir.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah anak tunanetra di Yayasan Karya Murni dan Yayasan
Pendidikan Tunanetra (Yapentra) yang berjumlah 116 orang yaitu masing-masing 48
dan 68 anak.
3.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.
Purposive sampling menurut Sugiyono, adalah teknik untuk menentukan sampel
penelitian dengan beberapa pertimbangan tertentu yang bertujuan agar data yang
diperoleh nantinya bisa lebih representatif. Sebanyak 64 orang anak yang memenuhi
Universitas Sumatera Utara
22
kriteria inklusi dan eksklusi dari 116 orang anak dari dua buah panti digunakan
sebagai sampel yaitu sebanyak 24 orang anak dari Yayasan Karya Murni dimana 12
anak dengan metode Braille dan 12 anak dengan metode audio sedangkan 40 orang
anak dari Yapentra dimana 20 anak dengan metode Braille dan 20 anak dengan
metode audio.
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Sampel berusia antara 11-17 tahun.
2. Sampel diklasifikasikan sebagai penderita buta total.
3. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
1. Pengguna piranti ortodonti cekat.
2. Penderita penyakit sistemik yang mempengaruhi kesehatan rongga mulut
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, dll
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.5.1 Variabel Perlakuan
Metode penyuluhan dengan menggunakan tulisan Braille dan audio
3.5.2 Variabel Efek
Tingkat pengetahuan dan OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified)
3.5.3 Definisi Operasional Variabel
1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut merupakan tindakan memberi
informasi tentang cara-cara menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut.
2. Metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut menggunakan tulisan Braille
dengan cara anak tunanetra meraba, mengenali dan membaca huruf Braille melalui
Universitas Sumatera Utara
23
kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi pada lembar kertas untuk mengerti
penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut.
3. Metode penyuluhan kesehatan gigi dan mulut menggunakan audio cara
anak tunanetra mendengar dan menerima penyuluhan dan instruksi kontrol plak dari
peneliti.
4. Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui dan dimengerti anak
tunanetra tentang kesehatan gigi dan mulut diukur dengan kuesioner sebelum dan
setelah dilakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang mencakup materi:
a. Penyebab gigi berlubang adalah plak
b. Sikat gigi harus minimal 2 kali sehari
c. Waktu sikat gigi yang benar adalah setelah sarapan pagi dan
sebelum tidur malam.
d. Lama menyikat gigi minimal 2-3 menit
e. Pasta gigi yang baik digunakan haruslah befluoride
f. Ukuran dan bulu sikat gigi anak harus berukuran kecil dan sedang
g. Gunakan pasta gigi sebesar biji kacang untuk anak
h Teknik dan gerakan sikat gigi adalah secara bulat-bulat
i. Makanan yang baik dan buruk untuk gigi
j. Kunjungan berkala ke dokter gigi 3 bulan sekali
Pengetahuan kesehatan gigi dan mulut diukur melalui kuesioner dengan 12
pertanyaan. Jika jawaban benar diberi skor 1 dan jika jawaban salah diberi skor 0,
sehingga nilai tertinggi adalah 12. Apabila skor jawaban responden benar 75%- 100%
dari seluruh pertanyaan maka dikategorikan baik. Apabila skor jawaban responden
benar 40%- 74% dari seluruh pertanyaan maka dikategorikan sedang. Apabila skor
jawaban responden benar < 40% dari seluruh pertanyaan maka dikategorikan buruk.
Kategori pengetahuan:
- Baik jika skor 9-12
- Sedang jika skor 5-8
- Buruk jika skor <4
Universitas Sumatera Utara
24
5. Oral higiene adalah status kebersihan rongga mulut yang diukur dengan
indeks OHI-S yang terdiri atas indeks debris dan indeks kalkulus menurut Green and
Vermillion. Pemeriksaan OHI-S dilakukan pada enam gigi yang ditentukan yaitu gigi
11, 16, 26, 36, 31, dan 46 dengan bantuan kaca mulut, dan sonde.
Teknik menyikat gigi yang benar adalah;
a. Tempatkan sikat gigi pada tepi gusi gigi.
b. Gerakan sikat gigi dengan bulat- bulat secara perlahan.
c. Sikat permukaan luar, permukaan dalam dan permukaan mengunyah
semua gigi.
d. Untuk permukaan mengunyah lakukan gerakan maju mundur pendek.
e. Sikat lidah menggunakan sikat gigi.
a. Indeks Debris
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai debris atau stein
1 Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi
3 Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi
1. Gigi yang diperiksa adalah yang telah erupsi sempurna. Jika gigi yang dipilih untuk
diperiksa tidak ada, maka yang diperiksa gigi tetangga atau gigi yang bersebelahan.
2. Jumlah gigi yang diperiksa adalah 6 buah gigi tertentu dengan permukaan yang
diperiksa tertentu pula.
Bukal Labial Bukal
6 1 6
6 1 6
Lingual Labial Lingual
Universitas Sumatera Utara
25
DIS = Jumlah skor
Jumlah gigi yang diperiksa
b. Indeks Kalkulus
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai kalkulus
1
Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
2
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flex-flex kalkulus subgingiva
di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
3
Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-
duanya
CIS = Jumlah skor
Jumlah gigi yang diperiksa
Gigi yang diperiksa untuk menghitung indeks kalkulus adalah sama dengan
indeks debris. Indeks Oral Hygiene Simplified adalah indeks Oral Debris Simplified
ditambah dengan Indeks Calculus Simplified.
OHI-S = DIS + CIS
Tingkat kebersihan Skor debris Skor oral higiene
Baik 0,0 – 0,6 0,0 – 1,2
Sedang 0,7 – 1,8 1,3 – 3,0
Buruk 1,9 – 3,0 3,1 – 6,0
Universitas Sumatera Utara
26
3.6 Prosedur Penelitian
1. Subjek anak diberi penjelasan mengenai prosedur penelitian dan mengisi
Informed Consent. Subjek dibagi dalam 2 kelompok yaitu sebanyak 24 orang anak
dari Yayasan Karya Murni dimana 12 anak dengan metode Braille dan 12 anak
dengan metode audio sedangkan 40 orang anak dari Yapentra dimana 20 anak
dengan metode Braille dan 20 anak dengan metode audio.
2. Kedua kelompok diletakkan dalam ruangan secara terpisah. Kedua
kelompok diinstruksikan mengisi kuesioner untuk mengukur pengetahuan tentang
kesehatan gigi dan mulut. (baseline atau pre-test)
3. Kemudian dilakukan pengukuran oral higiene menggunakan indek OHI-S
dari Green and Vermillion dengan bantuan sonde half-moon dan kaca mulut sebelum
penyuluhan. (baseline atau pre-test)
4. Pengukuran skor OHI-S untuk indeks debris diperiksa dan diukur terlebih
dahulu dan skor yang paling tinggi (skor 3) sampai ke skor paling rendah (skor 0).
5. Pengukuran skor OHI-S untuk indeks kalkulus diperiksa dan diukur
berdasarkan perluasannya pada permukaan gigi tertentu yang dapat dilihat dengan
mata kasar dan diukur dari skor paling tinggi (skor 3) sampai skor terendah (skor 0).
6. Setelah itu penyuluhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan sesuai dengan
kelompok masing-masing yaitu kelompok Braille dengan membaca tulisan Braille
sementara kelompok audio dengan pemutaran audio selama kurang lebih 3 menit.
7. Selama seminggu, anak-anak tetap diberikan penyuluhan kesehatan gigi
dan mulut oleh para gurunya.
8. Seminggu setelah dilakukan penyuluhan, kedua kelompok diinstruksikan
mengisi kuesioner untuk mengukur pengetahuan kemudian dilakukan pengukuran
skor OHI-S (post-test)
Universitas Sumatera Utara
27
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara komputerasi yaitu data diolah
menggunakan komputer untuk dianalisis dengan uji statistik.
a. Univariat: untuk menghitung rata-rata skor pengetahuan dan OHI-S
sebelum dan setelah penyuluhan dengan metode tulisan Braille maupun metode
audio.
b. Bivariat: uji t berpasangan untuk menghitung rerata selisih skor
pengetahuan dan penurunan OHI-S sebelum dan setelah menggunakan metode tulisan
Braille dan audio serta uji t tidak berpasangan untuk menghitung perbedaan kategori
pengetahuan dan OHI-S antara metode tulisan Braille dan audio.
3.8 Etika Penelitian
Etika penelitian ini mencakup:
1. Ethical Clearance
Ethical Clearance diperoleh dengan mengajukan surat permohonan izin
penelitian pada komisi etik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Informed Consent
Surat persetujuan penelitian diberikan kepada responden tujuannya adalah
agar subjek penelitian mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia
maka harus menandatangani yang diajukan peneliti.
Universitas Sumatera Utara
28
3.9 Alur Penelitian
Yapentra Yayasan Karya Murni
Dibagi menjadi 2
kelompok Braille dan
audio
Dibagi menjadi 2
kelompok Braille dan
audio
Subjek penelitian diinstruksikan
mengisi kuesioner tentang
kesehatan gigi dan mullut dan
pengukur OHI-S dilakukan
sebelum perlakuan dengan
bantuan tenaga peneliti, kaca
mulut, dan sonde half moon
(baseline)
Subjek penelitian diinstruksikan
mengisi kuesioner tentang
kesehatan gigi dan mullut dan
pengukur OHI-S dilakukan
sebelum perlakuan dengan
bantuan tenaga peneliti, kaca
mulut, dan sonde half moon
(baseline)
Subjek diberi penyuluhan
tentang kesehatan gigi dan
mulut dengan membaca tulisan
Braille selama seminggu oleh
guru sekolahnya
Subjek diberi penyuluhan
tentang kesehatan gigi dan
mulut dengan pemutaran audio
selama seminggu oleh guru
sekolahnya
Pengukuran skor pengetahuan
melalui kuesioner dan
pengukuran OHI-S dilakukan
setelah seminggu penyuluhan
dilakukan. (post-test)
Braille Audio
Pengukuran skor pengetahuan
melalui kuesioner dan
pengukuran OHI-S dilakukan
setelah seminggu penyuluhan
dilakukan. (post-test)
Universitas Sumatera Utara
29
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, sebagian besar responden berusia 15-17 tahun yaitu
60,94% dan yang berusia 11-14 tahun adalah 39,06%. Sebagian besar responden
adalah perempuan yaitu 53,13% sedangkan laki-laki sebanyak 46,87%.
Tabel 3. Persentase karakteristik responden di Yayasan Karya Murni dan Yapentra.
Karakteristik
responden
n %
Usia (tahun)
11-14 25 39,06
15-17 39 60,94
Total 64 100
Jenis kelamin
Perempuan 34 53,13
Laki-laki 30 46,87
Total 64 100
4.2 Persentase Pengetahuan Responden Sebelum dan Seminggu Setelah
Penyuluhan Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut
Pengetahuan mengenai penyebab gigi berlubang mengalami peningkatan
paling tinggi dengan metode audio dan Braille pada sebelum penyuluhan dan
seminggu setelah penyuluhan. Persentase yang menjawab benar pada sebelum
penyuluhan yaitu 3,12% meningkat menjadi 96,88% seminggu setelah penyuluhan
dengan metode audio sementara persentase yang menjawab benar dengan metode
Braille pada sebelum penyuluhan adalah 3,12% dan meningkat menjadi 90,63%
seminggu setelah penyuluhan. Pengetahuan mengenai banyak pasta gigi mengalami
peningkatan kedua paling tinggi dengan metode audio pada sebelum penyuluhan
yaitu dari 6,25% meningkat menjadi 100% seminggu setelah penyuluhan. Tidak
Universitas Sumatera Utara
30
terdapat perubahan pada pengetahuan mengenai makanan yang merusak dan tidak
merusak gigi yaitu masing-masing 96,88% dan 100% sebelum dan seminggu setelah
penyuluhan dengan metode audio.
Pengetahuan mengenai waktu melakukan kunjungan ke dokter gigi
mengalami peningkatan paling tinggi dengan metode Braille yaitu dari 15,63%
meningkat menjadi 90,63% sebelum dan seminggu setelah penyuluhan sementara
peningkatan jawaban responden juga dapat dilihat pada pengetahuan mengenai pasta
gigi yang baik yaitu dari 15,63% meningkat menjadi 87,50% sebelum dan seminggu
setelah penyuluhan. Tidak terdapat penurunan persentase pengetahuan dari jawaban
responden pada seluruh pertanyaan pada kedua metode penyuluhan.
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 4. Persentase pengetahuan responden sebelum dan setelah penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan mulut di Yayasan
Karya Murni dan Yapentra
Pengetahuan
Audio Braille
Jawaban Benar Jawaban Benar
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Penyebab gigi berlubang 1 3,12 31 96,88 1 3,12 29 90,63
Jumlah menyikat gigi dalam sehari 13 40,62 32 100 15 46,88 31 96,88
Waktu yang tepat untuk menyikat gigi 4 12,50 32 100 11 34,38 31 96,88
Lama menyikat gigi 3 9,37 31 96,88 9 28,13 30 93,75
Pasta gigi yang baik 4 12,50 28 87,50 5 15,63 28 87,50
Sikat gigi yang harus digunakan 18 56,25 27 84,38 16 50 25 78,13
Bulu sikat yang harus digunakan 4 12,50 26 81,25 3 9,38 22 68,75
Banyak pasta gigi yang digunakan 2 6,25 32 100 13 40,63 28 87,50
Bagian sikat gigi yang benar 13 40,63 32 100 27 84,38 31 96,88
Makanan yang tidak merusak gigi 32 100 32 100 26 81,25 30 93,75
Makanan yang merusak gigi 31 96,88 31 96,88 25 78,13 31 96,88
Waktu melakukan kunjungan ke dokter
gigi 14 43,75 31 96,88 5 15,63 29 90,63
Universitas Sumatera Utara
32
4.3 Persentase Kategori Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah
Penyuluhan
Berdasarkan tabel 5, hasil penelitian menunjukkan sebelum penyuluhan,
responden kelompok audio dan Braille, tidak ada yang memiliki pengetahuan baik.
Seminggu setelah penyuluhan, 100% responden dari kedua kelompok memiliki
pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut yang baik.
Tabel 5. Distribusi kategori pengetahuan responden di Yayasan Karya Murni dan
Yapentra
Kategori
Pengetahuan
Yayasan Karya Murni dan Yapentra
Audio Braille
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Baik 0 0 32 100 0 0 32 100
Sedang 9 28,13 0 0 13 40,62 0 0
Buruk 23 71,87 0 0 19 59,38 0 0
Total 32 100 32 100 32 100 32 100
4.4 Skor Pengetahuan dan OHI-S Sebelum Penyuluhan Dengan Metode
Braille dan Audio (Baseline)
Pada kelompok penyuluhan metode Braille dan audio, rerata skor
pengetahuan sebelum penyuluhan (baseline) masing-masing sebesar 4,65±1,33 dan
4,25±1,16. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
kedua kelompok tersebut. (p=0,199) Skor OHI-S kedua kelompok sebelum
penyuluhan masing-masing sebesar 3,45±0,58 dan 3,35±0,61. Hasil uji statistik
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.(p=0,496)
Universitas Sumatera Utara
33
Tabel 6. Skor pengetahuan dan skor OHI-S sebelum penyuluhan dengan
metode Braille dan audio
Kelompok
n
Rerata Skor
Pengetahuan
(Baseline)
Hasil Uji
Statistik
Rerata OHI-S
(Baseline)
Hasil
Uji
Statistik
Metode
Braile
32 4,65±1,33
p=0,199
3,45±0,58
p=0,496 Metode
Audio
32 4,25±1,16 3,35±0,61
4.5 Skor Pengetahuan Sebelum dan Seminggu Setelah Penyuluhan
Dengan Metode Braille dan Audio
Pada kelompok penyuluhan metode Braille, rerata skor pengetahuan sebelum
penyuluhan (baseline) adalah 4,65±1,33 dan seminggu setelah penyuluhan meningkat
menjadi 11,15±0,80 sedangkan rerata skor pengetahuan sebelum penyuluhan
(baseline) adalah 4,25±1,16 dan seminggu setelah penyuluhan meningkat menjadi
11,50±0,71 dengan metode audio. Uji statistik pada kedua kelompok penyuluhan
menunjukkan hasil yang signifikan. (p=0,000)
Tabel 7. Skor pengetahuan sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan metode
Braille dan audio
Kelompok
n
Rerata Skor Pengetahuan
( x ±SD)
Hasil Uji
Statistik Sebelum Seminggu
Setelah
Metode Braille 32 4,65±1,33 11,15±0,80 p=0,000
Metode Audio 32 4,25±1,16 11,50±0,71 p=0,000
Selisih rerata skor pengetahuan sebelum dan seminggu setelah penyuluhan
pada kelompok metode Braille adalah 6,50±1,48 sedangkan pada kelompok metode
Universitas Sumatera Utara
34
audio adalah 7,25±1,36 . Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih
rerata skor pengetahuan yang signifikan antara kelompok metode Braille dan metode
audio (p=0,039)
Tabel 8. Selisih rata-rata skor pengetahuan sebelum dan seminggu setelah
penyuluhan dengan metode Braille dan audio
Kelompok
n Selisih Rerata Skor Pengetahuan
Sebelum dan Seminggu Setelah
Penyuluhan
Hasil Uji
Statistik
Metode
Braille
32
6,50±1,48
p=0,039 Metode
Audio
32
7,25±1,36
4.6 Skor OHI-S Sebelum dan Seminggu Setelah Penyuluhan Dengan
Metode Braille dan Audio
Pada kelompok penyuluhan metode Braille, rerata skor OHI-S sebelum
penyuluhan adalah 3,45±0,58 dan seminggu setelah penyuluhan menurun menjadi
1,89±0,47. (p=0,000) sedangkan rerata skor OHI-S sebelum penyuluhan adalah
3,35±0,61 dan seminggu setelah penyuluhan menurun menjadi 1,70±0,57 dengan
metode audio (p=0,000). Uji statistik pada kedua kelompok penyuluhan menunjukkan
hasil yang signifikan.(p=0,000)
Tabel 9. Rerata nilai OHI-S sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan
metode Braille dan audio
Kelompok
n
Rerata OHI-S
( x ±SD)
Hasil Uji
Statistik Sebelum Seminggu
Setelah
Metode Braille 32 3,45±0,58 1,89±0,47 p=0,000
Universitas Sumatera Utara
35
Metode Audio 32 3,35±0,61 1,70±0,57 p=0,000
Selisih rerata skor OHI-S sebelum dan seminggu setelah penyuluhan pada
kelompok metode Braille adalah 1,56±0,24 sedangkan selisih rerata skor OHI-S
sebelum dan seminggu setelah penyuluhan pada kelompok metode audio adalah
1,64±0,56 . Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih rerata skor
OHI-S yang tidak signifikan antara kelompok metode Braille dan metode audio
(p=0,420)
Tabel 10. Selisih skor OHI-S sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan
metode braille dan audio
Kelompok
n Selisih Skor OHI-S Sebelum dan
Seminggu Setelah Penyuluhan
Hasil Uji
Statistik
Metode
Braille
32
1,56±0,24
p=0,420 Metode
Audio
32
1,64±0,56
4.7 Persentase Kategori OHI-S Responden Sebelum dan Setelah
Penyuluhan
Berdasarkan tabel 11, hasil penelitian menunjukkan sebelum penyuluhan,
responden kelompok audio dan Braille, tidak ada yang memiliki OHI-S yang baik.
Seminggu setelah penyuluhan, 21,87% dan 9,37% responden masing-masing dari
kelompok audio dan Braille memiliki kategori OHI-S yang baik sedangkan 78,13%
dan 90,63% responden masing-masing dari kelompok audio dan Braille memiliki
OHI-S dalam kategori sedang.
Universitas Sumatera Utara
36
Tabel 11. Distribusi kategori OHI-S responden di Yayasan Karya Murni dan
Yapentra.
Kategori
OHI-S
Yayasan Karya Murni dan Yapentra
Audio Braille
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
n % n % n % n %
Baik 0 0 7 21,87 0 0 3 9,37
Sedang 7 21,87 25 78,13 6 18,75 29 90,63
Buruk 25 78,13 0 0 26 81,25 0 0
Total 32 100 32 100 32 100 32 100
Tabel 12. Distribusi Skor Debris dan Skor Kalkulus Di Yayasan Karya Murni
No.
Yayasan Karya Murni
Audio Braille
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
1 1,83 0,66 0,16 0,66 1,50 2,00 0,16 2,00
2 2,16 2,50 0,33 2,50 2,16 2,00 0,33 2,00
3 1,16 2,16 0,16 2,16 1,66 1,00 0,33 1,00
4 1,83 2,50 0,33 2,50 2,00 1,16 0,33 1,16
5 1,33 2,33 0,50 2,33 1,66 0,66 0,16 0,66
6 2,00 2,83 0,50 2,83 1,16 1,50 0,16 1,50
7 1,50 1,66 0,33 1,66 2,16 1,16 0,33 1,16
8 1,33 1,16 0,33 1,16 2,00 2,33 0,50 2,33
9 0,83 1,33 0,16 1,33 2,00 1,83 0,50 1,83
10 1.00 1,50 0,16 1,50 2,33 1,66 0,33 1,66
11 1,50 1,33 0,16 1,33 2,00 2,66 0,50 2,66
12 1,16 1,16 0,16 1,16 2,33 2,00 0,50 2,00
Rata-
rata 1,51
±0,40
1,76
±0,68
0,27
±0,13
1,76
±0,68
1,91
±0,35
1,66
±0,58
0,34
±0,13
1,66
±0,58
Universitas Sumatera Utara
37
Tabel 13. Distribusi Skor Debris dan Skor Kalkulus Di Yapentra
No.
YAPENTRA
Audio Braille
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
Skor
debris
Skor
kalkulus
1 2,16 1,16 0,16 1,16 2,00 1,16 0,33 1,16
2 1,83 1,33 0,33 1,33 1,66 1,66 0,16 1,66
3 1,83 1,66 0,16 1,66 1,66 0,83 0,33 0,83
4 2,16 1,16 0,33 1,16 1,50 1,30 0,16 1,30
5 2,00 1,33 0,00 1,33 2,33 2,00 0,50 2,00
6 2,16 1,16 0,16 1,16 1,50 2,16 0,16 2,16
7 2,33 1,33 0,33 1,33 1,66 1,50 0,33 1,50
8 2,16 1,66 0,66 1,66 1,83 1,66 0,33 1,66
9 2,00 1,50 0,33 1,50 1,66 1,66 0,00 1,66
10 2,16 1,33 0,50 1,33 2,33 1,33 0,50 1,33
11 2,16 1,33 0,00 1,33 1,83 1,66 0,33 1,66
12 2,00 1,00 0,33 1,00 1,50 1,00 0,50 1,00
13 2,00 1,33 0,50 1,33 1,83 1,33 0,33 1,33
14 2,00 1,00 0,66 1,00 2,00 1,16 0,50 1,16
15 1,83 0,83 0,00 0,83 1,66 2,33 0,16 2,33
16 2,00 1,83 0,66 1,83 2,16 1,33 0,66 1,33
17 2,16 1,16 0,00 1,16 2,33 1,50 0,33 1,50
18 2,16 0,50 0,50 0,50 2,16 1,66 0,33 1,66
19 2,50 1,16 0,00 1,16 2,00 1,50 0,50 1,50
20 2,50 1,16 0,66 1,16 1,50 1,83 0,33 1,83
Rata
-rata
2,11
±0,19
1,25
±0,30
0,31
±0,25
1,25
±0,30
1,86
±0,29
1,53
±0,37
0,34
±0,16
1,53
±0,37
Universitas Sumatera Utara
38
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan dari
sebelum dan seminggu setelah penyuluhan pada seluruh pertanyaan yang diberikan.
Pengetahuan mengenai penyebab gigi berlubang mengalami peningkatan paling
tinggi dengan metode audio dan Braille pada sebelum penyuluhan dan seminggu
setelah penyuluhan. Persentase yang menjawab benar pada sebelum penyuluhan yaitu
3,12% meningkat menjadi 96,88% seminggu setelah penyuluhan dengan metode
audio sementara persentase yang menjawab benar dengan metode Braille pada
sebelum penyuluhan adalah 3,12% dan meningkat menjadi 90,63% seminggu setelah
penyuluhan. Kategori pengetahuan responden dengan metode audio berada pada
kategori buruk yaitu 71,87% sedangkan dengan metode Braille sebanyak 59,38%
sebelum dilakukan penyuluhan. Seminggu setelah penyuluhan, kategori pengetahuan
meningkat menjadi baik yaitu 100% pada kedua metode. Hal ini didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh AK Ganapathi, dimana tingkat pengetahuan pada
kelompok audio berada pada kategori buruk sebelum penyuluhan yaitu sebesar
32,14% dan meningkat menjadi baik sebesar 85,71% setelah dilakukan penyuluhan.5
Metode audio dan metode Braille memiliki kemampuan yang hampir sama untuk
digunakan sebagai media penyuluhan tetapi menurut Hallahan dan Kaufman bahwa
mendengarkan rekaman suara lebih banyak memperoleh informasi dan lebih efisien
pada anak tunanetra dibandingkan dengan membaca huruf Braille.16
Hal ini karena
audio mampu menstimulus perhatian sasaran sehingga informasi pengetahuan yang
diberikan lebih cepat ditangkap oleh responden.
Audio penyuluhan yang berisi materi tentang kesehatan gigi dan mulut
merupakan media yang lebih efektif dibandingkan membaca huruf Braille sebagai
faktor peningkatan tingkat pengetahuan dan penurunan skor OHI-S responden karena
pada penelitian ini, nilai rata-rata skor pengetahuan dan skor OHI-S sebelum
penyuluhan dengan metode audio adalah 4,25±1,16 lalu mengalami peningkatan
Universitas Sumatera Utara
39
menjadi 11,50±0,71 seminggu setelah penyuluhan sedangkan skor OHI-S adalah
3,35±0,61 dan menurun menjadi 1,70±0,57 seminggu setelah penyuluhan. Uji
statistik menunjukkan terdapat perbedaan skor pengetahuan dan skor OHI-S yang
signifikan (p<0,000). Pada penelitian yang sama oleh AK Ganapathi, terjadi
penurunan nilai rata-rata skor plak kelompok audio yaitu sebanyak 0,94±1,05
dibandingkan dengan kelompok Braille yaitu hanya 0,38±0,84.5 Menurut Ishartiwi
yang menyatakan bahwa media rekaman suara yaitu audio lebih efektif terhadap hasil
belajar anak tunanetra dibanding dengan media Braille.16
Uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan selisih skor pengetahuan yang
signifikan antara sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan metode audio
yaitu 7,25±1,36 sedangkan dengan metode Braille adalah 6,50±1,48 (p=0,039). Hal
ini mungkin dikarenakan anak tunanetra memiliki tingkat sensitivitas yang lebih baik
pada indera pendengaran daripada indera perabaan yang membantu anak lebih
mengingatkan pemahaman dalam belajar sehingga menjadi efektif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat penurunan selisih skor OHI-S, yaitu 1,64±0,56 pada
sebelum dan seminggu setelah penyuluhan dengan metode audio sedangkan
1,56±0,24 dengan metode Braille. Uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan (p=0,420). Secara statistik, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Aruna K yang mengatakan bahwa terdapat penurunan skor plak yang
signifikan sebelum penyuluhan melalui audio yaitu 3,02±0,90 dan setelah penyuluhan
menjadi 2,07±0,63 dengan (p<0,001).5 Hal ini karena anak tunanetra kurang bisa
mengaplikasikan gerakan sikat gigi yang benar dan memiliki keterbatasan visual.
Universitas Sumatera Utara
40
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Rata-rata skor pengetahuan sebelum penyuluhan dengan metode Braille dan
audio pada anak tunanetra adalah 4,65±1,33 dan 4,25±1,16 dan seminggu setelah
penyuluhan menjadi 11,50±0,71 dan 6,50±1,48.
2. Rata-rata skor OHI-S sebelum penyuluhan dengan metode Braille dan audio
pada anak tunanetra adalah 3,45±0,58 dan 3,35±0,61 dan seminggu setelah
penyuluhan menjadi 1,89±0,47 dan 1,70±0,57.
3. Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor pengetahuan sebelum dan
seminggu setelah penyuluhan pada kelompok metode Braille dan audio yaitu
p=0,000. Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata skor OHI-S sebelum dan
seminggu setelah penyuluhan pada kelompok metode Braille dan audio yaitu
p=0,000.
4. Terdapat perbedaan selisih rerata skor pengetahuan yang signifikan antara
kelompok metode Braille dan audio yaitu p=0,039. Tidak terdapat perbedaan selisih
rerata skor OHI-S yang signifikan antara kelompok meode Braille dan audio yaitu
p=0,420.
5. Persentase kategori pengetahuan dan OHI-S responden menunjukkan tidak ada
yang memiliki pengetahuan baik sebelum penyuluhan sedangkan meningkat menjadi
baik seminggu setelah penyuluhan.
6. Penyuluhan dengan metode audio lebih efektif dibandingkan metode Braille
dalam meningkatkan tingkat pengetahuan dan penurunan skor OHI-S pada anak
tunanetra (buta total).
Universitas Sumatera Utara
41
6.2 Saran
1. Untuk anak tunanetra dapat diharapkan membentuk kebiasaan serta
ketrampilan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka.
2. Untuk para guru-guru diharapkan agar memberikan penyuluhan kesehatan
gigi dan mulut secara reguler agar dapat meningkatkan pengetahuan dan perilaku
anak tunanetra.
3. Bagi orang tua dapat mengawasi pemeliharaan gigi anak tunanetra agar
lebih baik.
4. Bagi para dokter gigi diharapkan agar mengontrol kesehatan gigi dan
mulut anak tunanetra dengan mengadakan bakti sosial secara reguler.
Universitas Sumatera Utara
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah, Nandiyah. Bagaimana Mengajar Anak Tunanetra (di Sekolah
Inklusi) Magistra, No. 82, 2012
2. Kadkhoda Z. Rezaei A. Effect of visually impairment education on the
improvement of oral hygiene and reduction of periodontitis prevalence. Int J
of Medical Dent 2014; 4: 7-11
3. Paradipta. Penanganan kesehatan gigi dan mulut pada anak yang menderita
cacat mental. 2009. http://paradipta.blogspot.com/2009/03/penanganan-
kesehatan-gigi-dan-mulut.html . ( 22 Januari 2017 )
4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan
republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2008.
5. Aruna KG. Srinivas N. Effectiveness of various sensory input methods in
dental health education among blind children- A comparative study. Journal
of Clinical and Diagnostic Research 2015; 9(10): 75-7
6. Agnintia, Rachmawati. Quality Self Care And Home Care’’ Solusi Kesehatan
Gigi Dan Mulut Anak Tunanetra Di SDLB A-YKAB Surakarta. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012
7. Yalchinkaya S. Improvement of oral health knowledge in a group of visually
impaired students. J Oral Health Prev Dent 2006; 4(4): 1-11
8. Betrix E, Marimbun. Hubungan tingkat pengetahuan tentang kesehatan gigi
dan mulut dengan status karies gigi pada penyandang tunanetra. Jurnal e-GiGi
2016; 4(2): 177-82
9. Solanki J. Sarika G. Comparison of dental caries and oral hygiene status
among blind school children and normal children, Jodphur City Rajasthan,
India; Universal Research Journal of Dentistry 2014; 4: 22-5
Universitas Sumatera Utara
43
10. Reddy KVKK, Sharma A. Prevalence of oral health status in visually
impaired children. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2011; 29(1): 25-7.
11. Asha N. Parveen RK. A comparative evaluation of oral hygiene using braille
and audio instructions among institutionalized visually impaired children aged
between 6 years and 20 years. Int Soc Prev Community Dent 2015; 5:1-7
12. Hanifah H, Grahita A. Efektivitas konsumsi buah apel (PYRUS MALUS)
jenis fuji teehadap skor plak gigi dan ph saliva. Medali Jurnal 2013; 2(1): 1-12
13. Brahmanna C. Uloopi KS. Impact of verbal,braille text, and tactile oral
hygiene awareness instructions on oral health status of visually impaired
children. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry
2016; 34: 43-7
14. Rahmawati K. Perbedaan tingkat pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak
tunanetra usia 7-11 tahun antara penyuluhan metode leaflet braille dan
metode audio. Tesis: Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi, 2013; 1-7
15. Elsa Rahma D. Efektivitas penggunaan tulisan singkat Braille dalam
meningkatkan kecepatan menulis bagi anak tunanetra. Jurnal Iimiah
Pendidikan Khusus 2012; 1(3) : 228-239
16. Ishartiwi. Optimalisasi pembelajaran penyandang gangguan penglihatan
dengan program kaset audio. Jurnal Ilmiah Guru ‘COPE’ 2002; 1(4) : 1-5
17. Hebbal M, Ankola AV. Development of a new technique (ATP) for training
visually impaired children in oral hygiene maintenance. Euro Arch of Paed
Dent 2012; 13: 244-47
18. Somantri T S. Psikologi anak luar biasa. Jakarta: Refika Aditama, 2006: 65-
85
19. Theresia. Perbandingan oral hygiene dan pengetahuan antara kelompok satu
kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
pada penderita tunanetra usia 12-19 tahun di Medan. Skripsi. Kota Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, 2010
20. Fasti Rola. Peran keluarga pada anak penyandang tunanetra. Tesis. Kota
Medan : Fakultas Psikologi USU, 2010
Universitas Sumatera Utara
44
21. Notoadmodjo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rinneka Cipta;
2003. Hal. 121-122.
22. Budiharto. Pengantar ilmu perilaku kesehatan dan pendidikan kesehatan gigi.
Jakarta: ECG, 2010 : 2, 7, 18
23. Kementrian Kesehatan RI. Upaya kesehatan gigi dan mulut. Indonesia:
Kementrian Kesehatan RI. 2015.
24. Smile Smarts, An oral health curriculum for preschool-grade 8. American
Dental Association 2005. 1-29
25. Hestieyonini H. Pemanfaatan multimedia sebagai media penyuluhan
kesehatan gigi. Indonesian Journal of Dentistry 2007; 14(3) : 177-80
26. Anton R. Diah M. Measurement of tooth brushing frequency, time of day,
duration of adults and children in Jakarta, Indonesia. Journal of Dentistry
Indonesia 2015; 21(3) : 87-90
27. Cynthia C. Jakobus R. Plaque index between blind and deaf children after
dental health education. Majalah Kedokteran Gigi 2011; 44(1) : 39-42
28. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan : USU Press,
2008: 29-35
29. Dalimunthe SH. Periodonsia, Edisi revisi. Medan, 2008: 54-57, 118-125
30. Marya CM. A Textbook Of Public Health Dentistry. 1st ed., India: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2011 : 189-192
31. Wikipedia. Braille. 2007. https://id.wikipedia.org/wiki/Braille. (5 Maret 2017)
32. Dr.Daniela D. Students with visual impairments: braille reading rate.
International Journal Of Cognitive Research In Science Engineering, And
Education 2015; 3(1): 1-7
33. Rani S. Meningkatkan kemampuan mengenal huruf Braille melalui media
kartu huruf anak tunanetra. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus 2012; 1(3) : 332-
43
34. Dwiki A. The Braille Alphabet.
http://banjarwangi.com/blog/2015/09/17/braille-cara-orang-buta-membaca-
tulisan. (4 Desember 2016)
Universitas Sumatera Utara
45
35. Hidayati F,dkk. Pengembangan media audio characteristics of organism songs
education (CHOSEN) pada pembelajaran IPA biologi di SMPLB-A
(tunanetra). Unnes Journal of Biology Education 2014; 3(2) : 156-63
Universitas Sumatera Utara
46
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Saya yang bernama Desmund Roy / 130600162 adalah mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan sebagai satu
kegiatan dalam memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya akan mengadakan penelitian
dengan judul ‘Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Gigi Dan Mulut
Menggunakan Metode Braille Dibandingkan Audio Terhadap Tingkat Pengetahuan
Dan OHI-S Pada Anak Tunanetra (Buta Total) Di Yayasan Karya Murni Dan
Yapentra’.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan OHI-S
pada anak tunanetra. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan anak tunanetra
untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Penelitian yang saya lakukan,
dilaksanakan dengan kuesioner dan pemeriksaan rongga mulut.
Dalam penelitian ini saya akan memeriksa skor plak siswa/i dengan
menggunakan sonde dan kaca mulut dengan melihat 6 gigi menurut Green dan
Vermillion untuk mengetahui OHI-S yaitu kebersihan mulut. Penelitian ini tidak
membahayakan dan tidak memiliki efek samping.
Jika siswa/i bersedia, silakan menandatangani persetujuan ini sebagai bukti
kesukarelawan siswa/i. Identitas pribadi sebagai partisipan akan dirahsiakan dan
semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.
Demikian, atas perhatian dan kesediaan siswa/i menjadi partisipan dalam
penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti,
(Desmund Roy Javer)
Universitas Sumatera Utara
47
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Setelah membaca semua keterangan dan penjelasan secara lengkap sebagai
subjek penelitian yang berjudul: “Perbedaan Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Gigi
Dan Mulut Menggunakan Metode Braille Dibandingkan Audio Terhadap Tingkat
Pengetahuan Dan OHI-S Pada Anak Tunanetra (Buta Total) Di Yayasan Karya Murni
Dan Yapentra ”, saya dengan sadar dan tanpa paksaan bersedia berpatisipasi dalam
penelitian ini, dengan catatan apabila suatu ketika dirugikan dalam bentuk apapun,
saya berhak membatalkan persetujuan ini.
Mahasiswa Peneliti, Medan, ........................2017
Peserta Peneliti
.............................. ( )
( Desmund Roy )
NIM: 130600162
Universitas Sumatera Utara
48
Lampiran 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/
KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
KUESIONER PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN
GIGI DAN MULUT MENGGUNAKAN METODE BRAILLE
DIBANDINGKAN AUDIO TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN
OHI-S PADA ANAK TUNANETRA (BUTA TOTAL) DI YAYASAN KARYA
MURNI DAN YAPENTRA
Kolom
dibawah
ini
jangan diisi
A. No. Responden : A
Nama :
Umur :
B. Jenis Kelamin : 1. Laki laki B
2. Perempuan
C. Metode Penyuluhan
Braille
Audio
Pre-test Post-test
Universitas Sumatera Utara
49
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah
satu jawaban yang dianggap paling benar dengan cara
melingkari. (O).
Kode:
0.Salah
Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut
1.Betul
1.Apakah penyebab gigi berlubang?
A. Ulat
B. Plak P1
C. Kuman
D. Permen
2. Berapa kali sehari adik harus menyikat gigi?
A. Tidak tentu
B. 1 kali sehari P2
C. 2 kali sehari
D. tidak tahu
3. Kapan saja waktu menyikat gigi dalam sehari?
A. Sesudah sarapan dan saat mandi sore P3
B. Saat mandi pagi dan saat mandi sore
C. Pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur
D. tidak tahu
Universitas Sumatera Utara
50
4. Berapa lama waktu menyikat gigi?
A. Tidak tentu
B. 1 menit P4
C. 2-3 menit
D. tidak tahu
5. Apakah kandungan yang baik pada pasta gigi?
A. Fluoride
B. Mint P5
C. Rasa apel
D. tidak tahu
6. Apakah ukuran sikat gigi yang digunakan anak-anak?
A. Besar
B. Sedang P6
C. Kecil
D. tidak tahu
7. Jenis bulu sikat gigi yang digunakan adalah?
A. Keras
B. Sedang P7
C. Halus
D. tidak tahu
Universitas Sumatera Utara
51
8. Banyaknya pasta gigi yang digunakan adalah?
A. Tidak tentu
B. Sebesar biji kacang P8
C. Sepanjang bulu sikat
D. tidak tahu
9. Bagian gigi mana saja yang disikat?
A. Bagian permukaan dalam gigi
B. Bagian permukaan depan gigi P9
C. Seluruh permukaan gigi yaitu bagian depan, bagian
dalam dan dataran pengunyahan
D. tidak tahu
10. Apakah makanan yang baik untuk gigi?
A. Es krim, biskuit, kue bolu P10
B. Buah-buahan, sayur-sayuran
C. Gorengan ( pisang goreng, bakwan, tahu isi)
D. tidak tahu
11. Apakah makanan yang tidak baik untuk gigi?
A. Nasi, jagung, tempe
B. Coklat, permen, gulali P11
C. Telur, tahu
D. tidak tahu
Universitas Sumatera Utara
52
12. Kapan saja adik harus memeriksa gigi ke dokter gigi?
A. Tidak tentu P12
B. Setiap 1 bulan sekali
C. Setiap 3 bulan sekali
D. tidak tahu
Kategori :
9 – 12 : Baik
5 – 8 : Sedang
< 4 : Buruk
.
TERIMA KASIH
Universitas Sumatera Utara
53
Lampiran 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/
KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
PERBEDAAN EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN
MULUT MENGGUNAKAN METODE BRAILLE DIBANDINGKAN AUDIO
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN OHI-S PADA ANAK
TUNANETRA (BUTA TOTAL) DI YAYASAN KARYA MURNI DAN
YAPENTRA
Pre-test Post-test No.Kartu
:
Tanggal :
Nama
Pemeriksa:
Nama responden:
Umur :
A.Jenis kelamin : a. Laki-laki A
b. Perempuan
B.Kelompok : a. Metode Braille B
b. Metode Audio
Pemeriksaan klinis
1. Pemeriksaan OHIS (Green and Vermillion)
(a) Indeks Debris
Universitas Sumatera Utara
54
Skor Debris = jumlah skor permukaan
=
jumlah gigi yang
diperiksa
=
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai debris atau stein
1 Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Debris lunak menutupu lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan
gigi
3 Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
(b) Indeks Kalkulus
Skor Kalkulus = jumlah skor permukaan
=
jumlah gigi yang
diperiksa
=
16 11 26
46 31 36
16 11 26
46 31 36
Universitas Sumatera Utara
55
Skor Kriteria
0 Tidak dijumpai kalkulus
1 Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3
permukaan gigi
2 Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih 1/3 tetapi belum
melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flex-flex kalkulus subgingiva
di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya
3 Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-
duanya
(c) OHI-S = Skor Debris + Skor Kalkulus = + =
Skor OHI-S adalah jumlah skor indeks kalkulus dan indeks debris dengan kriteria
sebagai berikut:
0,0 – 1,2 = Baik
1,3 – 3,0 = Sedang
3,1 – 6,0 = Buruk
Universitas Sumatera Utara