keringanan puasa bagi penerbang di bulan ramadhan...

80
KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN (Analisis Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh: AFRIZAL NURDIN NIM : 106043101280 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2010 M

Upload: dinhngoc

Post on 02-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

i

KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN

(Analisis Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

AFRIZAL NURDIN

NIM : 106043101280

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2010 M

Page 2: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

ii

KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN

(ANALISIS FATWA MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Afrizal Nurdin

NIM : 106043101280

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA

NIP : 194512301967122001

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2010 M

Page 3: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Keringanan Puasa Bagi Penerbang Di Bulan Ramadhan

(Analisis Fatwa MUI Bagi Penerbang)” telah diujikan dalam sidang munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22

Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab

dan Hukum (Perbandingan Mazhab Fiqh).

Jakarta, 22 Desember 2010

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, MA ( )

NIP. 195703121985031003

Sekretaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si ( )

NIP. 197412132003121002

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, MA ( )

NIP. 194512301967122001

Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( )

NIP. 195505051982031012

Penguji II : Dr. Hasanudin, M.Ag ( )

NIP. 196103041955031001

Page 4: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 10 Muharram 1432 H

16 Desember 2010 M

Penulis

Page 5: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt.

Dialah sumber tempat bersandar, dan sumber kenikmatan hidup yang tanpa batas,

Rahman dan Rahim tetap menghiasi asma-Nya, sehingga penulis diberikan kekuatan

fisik dan psikis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:

KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG (Analisis Fatwa MUI Tentang

Puasa Bagi Penerbang).

Salawat beserta salam tetap tercurahkan atas penghulu umat Islam Nabi

Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah

membuka pintu keimanan yang bertauhidkan kebenaran, kearipan hidup manusia dan

pencerahan atas kegelapan manusia serta uswatun hasanah yang dijadikan sebuah

pembelajaran bagi muslim dan muslimah hingga akhir zaman.

Dibalik terselesaikan skripsi ini, tentunya banyak kendala dan cobaan yang

penulis hadapi dalam proses pembuatannya terutama cobaan mental yang terasa

begitu berat ditengah ekonomi yang begitu kurang. Akan tetapi, dengan penuh

keyakinan dan ketabahan penulis mampu melewati segala persoalan tersebut.

Pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis untuk memberikan ucapan

terima kasih kepada:

Page 6: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

vi

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma., SH.,

MA., MM., beserta seluruh staf jajarannya yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu yang telah memberikan bimbingan serta arahan, baik secara langsung

maupun tidak langsung selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Dr. H.

Muhammad Taufiki, M.Ag., dan Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si selaku

sekretaris jurusan yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis baik

secara langsung maupun tidak langsung.

3. Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA pembimbing skripsi yang telah

banyak memberikan bantuan baik dari segi arahan, waktu, tenaga, dan pikirannya

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Pimpinan dan karyawan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan pimpinan, staf, karyawan perpustakaan Fakultas Syariah Dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan

studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis

memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan kepada penulis selama

menjalani masa pendidikan berlangsung. Semoga ilmu yang diberikan menjadi

ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.

Page 7: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

vii

6. Yang tercinta dan terkasih Ayahanda Rab’in dan Ibunda Heny Heryantini atas

cinta dan kasih sayangnya kepada ananda dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan yang tak terhingga yang telah membimbing ananda selama ini

menuntut ilmu dan mengajarkan arti kehidupan. Sebagai seorang anak, ananda

belum bisa membalas jasa, cinta dan kasih sayang yang bapa dan mamah berikan

kepada ananda, yang bisa ananda berikan adalah Do’a yang tulus dan ikhlas yang

ananda panjatkan kepada Allah SWT, semoga bapa dan mamah senantiasa

dilindunginya, diberikan kesehatan dan kesabaraan serta balasan yang terbaik

atas semua kasih dan sayang yang bapa dan mamah berikan, dan selalu

dilimpahkan Rahmat dan Inayah-nya. Amiin.

7. Kakak tercinta, Deni Saefudin dan Melia Sapta serta adikku Rany Novianty dan

Oki Herdiman dan keponakanku Fauzan Adli Habibi yang tidak pernah bosan

selalu memberikan nasehatnya serta memotivasi penulis untuk dapat dengan

segera menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT memberikan balasan yang

setimpal, dimudahkan rizkinya dan diberikan kesehatan selalu. Amiin.

8. Kepada yang terkasih Husnul Khotimah yang telah sabar manunggu, menemani

penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini dan membantu dalam penulisannya.

9. Sahabat Penulis Bang Ilham, Bang Alex, Bang Jae, Bang Abdi, Bang Mamet,

Ripal, Dillah, Anis, Evi, Kucay dan abang-abangan yang lain yang tidak bisa

dsebutkan satu persatu Dan kawan-kawan PMF dan PMH 2006. Terima kasih

atas segala dukungannya “U Are’ll My Best Friend”

Page 8: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

viii

Semoga segala partisipasi, dukungan dan motivasi serta do’a kepada penulis

dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda. Harapan penulis

semoga skripsi ini dapat berguna bagi wacana keilmuan dan ke-Islaman. Akhirnya

kepada-Nyalah segala urusan akan kembali dan kepada-Nyalah kita memohon

hidayah dan taufiq serta ampunan.

Jakarta : 10 Muharram 1432 H

16 Desember 2010 M

Penulis

Page 9: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 8

E. Metode Penelitian .................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan .............................................................. 11

BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG PUASA RAMADHAN ... 13

A. Pengertian Puasa ...................................................................... 13

B. Hukum dan Hikmah Puasa ...................................................... 16

C. Rukun dan Syarat Puasa ......................................................... 24

BAB III : TINJAUAN MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG . 34

A. Pengertian Fatwa ................................................................... 34

B. Kedudukan Fatwa .................................................................. 38

C. Peranan MUI Dalam Menetapkan Fatwa .............................. 40

Page 10: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

x

BAB IV : KAJIAN TERHADAP FATWA MUI TENTANG PUASA

BAGI PENERBANG ................................................................. 48

A. Problematika Penerbang Dalam Menjalankan Tugas Pada

Saat Berpuasa di Bulan Ramadhan ........................................ 48

B. Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang ........................... 51

C. Analisa Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang ............. 56

BAB V : PENUTUP ................................................................................... 65

A. Kesimpulan ............................................................................. 65

B. Saran-Saran ............................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 68

LAMPIRAN .......................................................................................................... 71

Page 11: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah hak setiap warga negara Indonesia. Setiap warga negara

diperbolehkan untuk memeluk suatu agama yang diyakininya dan negara

menjamin kebebasan memeluk agama tersebut. Hal ini tercantum dalam UUD

1945 pasal 29.

Agama merupakan anugerah Tuhan bagi manusia sebagai pedoman

untuk menjalani hidup di dunia. Dengan adanya agama, manusia mempunyai

pegangan dalam setiap tindakannya di dunia ini. Begitu besar peran agama dalam

kehidupan, sehingga manusia tidak bisa hidup tanpa agama. Karena agama sudah

menjadi kebutuhan.

Seseorang yang memeluk suatu agama dituntut untuk melaksanakan

kewajiban yang ada dalam agama tersebut. Setiap agama mempunyai ritual yang

disebut ibadah. Ini adalah sarana manusia berhubungan dengan Tuhan.

Di samping itu sebagai sebuah keyakinan, agama juga merupakan gejala

sosial. Artinya, agama yang dianut melahirkan berbagai perilaku sosial, yakni

perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan bersama.

Page 12: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

2

Kadang-kadang perilaku tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Norma-

norma dan nilai-nilai agama diduga sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial.1

Salah satu fungsi agama adalah sebagai penyelemat. Keselematan yang

meliputi bidang yang luas adalah keselematan yang diajarkan oleh agama.

keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan

yang meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan

itu agama mengajarkan para penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah

sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.2

Salah satu bentuk ibadah dalam agama adalah berpuasa. Berpuasa

berarti tidak makan dan minum untuk waktu tertentu. Puasa juga berarti tidak

melakukan hal-hal yang dilarang agama dalam batas waktu yang ditentukan.

Puasa atau siyam dalam istilah Islam, adalah menahan diri dari segala

perbuatan yang membatalkan, seperti makan, minum dan senggama, sejak terbit

fajar sampai terbenam matahari, dengan niat dan persyaratan tertentu.3

Hal tersebut dijelaskan di dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 183

1 Mastuhu, Metode Penelitian Agama; Teori Dan Praktik, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006),h. 127 2 Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajagafindo Persada, 2005), h. 261

3 Muhammad Baqir Al Habsyi, Fiqh Praktis; Menurut Al-Qur‟an, As Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan: 1999), Cet. Ke 1, h. 341

Page 13: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

3

Artinya: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

bertakwa”. (QS. Al Baqarah (2): 183)

Puasa dalam Islam, terbagi atas dua bagian: wajib dan sunnah. Adapun

yang wajib adalah: (1) puasa Ramadhan. (2) puasa kafarat, sebagai mengganti

pelanggaran tertentu pada waktu berpuasa Ramadhan atau ketika sedang

melaksanakan ibadah haji. (3) puasa nadzar. Namun Ulama Hanafi berbeda

pendapat tentang puasa nadzar, baik nadzar, untuk berpuasa pada hari tertentu,

seperti kamis, maupun nadzar untuk berpuasa pada suatu hari atau bulan tanpa

menentukannya (hari apa atau bulan apa).4

Sedangkan puasa sunnah, misalnya puasa enam hari bulan syawal, puasa

hari senin dan kamis dan sebagainya.

Dalam Ihya „Ulumuddin, sebagaimana yang dikutip oleh Sukardi, Imam

Ghazali menyebutkan enam cara menahan diri pada waktu puasa. Pertama,

menahan pandangan dan tidak mengumbarnya pada hal-hal yang menyibukan

hati, sehingga lupa kepada Allah. Kedua, menjaga lidah dari ucapan yang sia-sia,

berbohong, mengumpat, memfitnah, bertengkar dan membiasakan diam, serta

menyibukan lidah dengan zikir kepada Allah. Ketiga, menahan pendengaran dari

hal-hal yang dibenci agama. Keempat, menahan seluruh anggota tubuh yang lain

dari dosa – perut dari makanan haram, tangan dari menganiaya orang lain atau

mengambil yang bukan hak, kaki dari menginjak-injak hak orang lain. Kelima,

4 Abdurrahman Al Jaziri, Puasa Menurut Empat Imam Mazhab, (Jakarta: Lentera

Basritama, 2001), Cet. Ke 3, h. 10

Page 14: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

4

menahan diri untuk tidak makan berlebih-lebihan, walaupun dengan makanan

halal. Keenam, sesudah berbuka, hendaklah hatinya selalu berada di antara cemas

dan harap; ia tidak boleh terlalu takut bahwa puasanya tidak diterima Allah, dan

juga tidak terlalu yakin bahwa puasanya sudah sempurna.5

Puasa Ramadhan termasuk rukun Islam yang keempat, dari lima rukun

Islam yang ada. Rukun Islam yang pertama ialah membaca kalimat syahadat,

yakni ikrar tentang keesaan Tuhan dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Yang

kedua, melaksanakan salat lima waktu sehari semalam. Ketiga, membayar zakat

kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak. Kemudian, yang terakhir,

menunaikan ibadah haji bila mampu.

Karena termasuk rukun Islam, maka puasa Ramadhan sifatnya wajib

dilaksanakan oleh semua umat Islam yang sudah dewasa. Patokan dewasa ini

biasanya sama dengan akil balig atau matang secara seksual. Kondisi akil balig

secara alamiah ditandai peristiwa datang bulan bagi perempuan atau mimpi basah

pada laki-laki.

Dengan demikian, anak-anak yang belum akil balig tidak wajib

menjalankan puasa Ramadhan. Kalaupun ada anak-anak yang berpuasa, sifatnya

baru sebatas latihan. Karena latihan, boleh saja tidak dilakukan sehari penuh.

Misalnya puasa sampai jam 12 siang atau saat adzan zuhur tiba. Ini biasa disebut

5 Sukardi K.D., Puasa Bersama Sufi, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), Cet. 1, h,

1920

Page 15: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

5

puasa mbedug di kalangan masyarakat Jawa. Maksudnya, puasa sampai bedug di

masjid ditabuh bertalu-talu, sebagai pertanda waktu salat zuhur tiba.

Orang dewasa yang sedang sakit, sudah uzur (jompo), atau tengah

melakukan perjalanan jauh (musafir) juga diperbolehkan tidak menjalankan

puasa Ramadhan. Dalam konteks inilah jika Majelis Ulama Indonesia (MUI)

baru-baru ini memfatwakan bahwa pilot pesawat terbang yang sedang bertugas

boleh tidak puasa.

Selain sering bepergian jauh, seorang pilot juga bertanggung jawab atas

nyawa puluhan atau ratusan penumpangnya. Jika pilot berpuasa, yang salah satu

efeknya mengantuk, dipandang bisa membahayakan para penumpang. Fatwa

bagi para pilot ini, jika mengikuti kaidah analogi atau qiyas dalam hukum Islam,

tentunya berlaku pula bagi para sopir bus, truk, dan sarana transportasi jarak jauh

lainnya.

Ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusui juga diizinkan tidak berpuasa.

Malahan perempuan yang sedang datang bulan tidak boleh menjalankan puasa

Ramadhan.

Akan tetapi, orang-orang dewasa muslim yang tidak berpuasa tadi,

wajib menggantinya pada hari lain bagi yang mampu secara fisik. Sementara

bagi yang fisiknya memang tidak mampu lagi, diharuskan membayar denda

(fidyah) pengganti puasa. Ini misalnya bagi mereka yang uzur atau sakit jangka

panjang. Denda pengganti puasa ini biasanya diberikan oleh yang bersangkutan

Page 16: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

6

berupa makanan berbuka puasa (takjil) yang dibagikan kepada para jamaah di

masjid-masjid.

Dalam hal ini, berkenaan dengan kebolehannya tidak berpuasa bagi

musafir ulama mazhab menambahkan satu syarat lagi, yaitu perjalanan itu harus

berangkat sebelum terbitnya fajar, sampai menempuh jarak dibolehkannya

melakukan shalat qashar. Namun bila perjalanan itu berangkat setelah terbitnya

fajar, maka diharamkan untuk berbuka. Dan kalau berbuka, maka ia harus meng-

qadha‟ (menggantinya) tapi tidak perlu membayar kifarah. Imam Syafi‟i

menambahkan satu syarat lagi, yaitu: bukan seorang musafir yang sudah biasa

melakukan perjalanan, seperti seorang yang mencari penyewa. Kalau bagi orang

yang kerjanya memang selalu mengadakan perjalanan, ia tidak mempunyai hak

untuk berbuka. Berbuka dalam perjalanan menurut mereka adalah rukhshah

(keringanan), bukan keharusan. Maka bagi seorang musafir juga memenuhi

syarat-syarat tersebut, ia berhak memilih. Kalau suka, boleh berpuasa, dan kalau

tidak, boleh dibuka. Hanya kita harus mengetahui bahwa Imam Hanafi

mempunyai pendapat lain, yaitu: bahwa sholat qashar dalam perjalanan itu

merupakan suatu keharusan bukan merupakan rukhshah.

Imam Imamiyah kalau seorang musafir yang sudah memenuhi syarat-

syarat melakukan shalat qashar, lalu ia berpuasa, maka puasanya tidak diterima,

dan kalau berpuasa itu harus meng-qadha‟, tapi tidak perlu membayar kifarah.

Ketetapan ini berlaku, kelau perjalanan itu berangkat sebelum matahari

tergelincir (condong ke barat), tetapi kalau berangkat waktu zawal (matahari

Page 17: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

7

tergelincir) atau sesudahnya, maka ia harus tetap berpuasa, dan kalau berbuka,

dia harus membayar kifarah, seperti seorang yang sengaja membuka. Bila

seorang musafir telah sampai kedaerahnya atau ketempat tinggalnya yang akan

ditempatinya selama sepuluh hari sebelum zawal, dan tidak melakukan sesuatu

yang membatalkan puasanya, maka ia wajib meneruskan puasanya, dan bila

berbuka, maka hukumnya seperti seorang yang berbuka dengan sengaja, yaitu

membayar kifarah.6

Berkenaan dengan hal di atas, maka penulis tertarik untuk

membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Keringanan Puasa Bagi

Penerbang Di Bulan Ramadhan (Analisis Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi

Penerbang (PILOT)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Secara substantif, pembahasan mengenai fatwa MUI sangat luas

cakupannya. Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam kajian

ini, maka penulis membatasi kepada fatwa yang dikeluarkan olah MUI pusat

tentang puasa bagi penerbang sekitar pembahasan tentang problematika

penerbang dalam menjalankan tugasnya pada saat berpuasa di bulan Ramadhan

dan fatwa MUI. Berkenaan dengan ini, dikarenakan banyaknya fatwa yang

dikeluarkan oleh komisi fatwa yang berada ditingkat daerah dan sebagainya.

6 Jawad Mighniyah, Terjemah Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera Basritama, 1996),

h. 158-159

Page 18: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

8

Melihat dari pembatasan diatas, maka penulis mengambil rumusan-

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa problematika penerbang dalam menjalankan tugasnya pada saat

berpuasa di bulan Ramadhan ?

2. Bagaimanakah fatwa MUI tentang puasa bagi penerbang ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Dari perumusan dan pembatasan masalah di atas, maka tujuan dari

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Agar dapat mengetahui apa problematika penerbang dalam menjalankan

tugasnya pada saat berpuasa.

2. Agar dapat mengetahui bagaimana dasar hukum MUI dalam menetapkan

fatwa tentang puasa bagi penerbang.

Penulis berharap, dengan penulisan skripsi ini mampu memberi

manfaat, yaitu menambah wawasan, khususnya penulis dan pada umunya

pembaca, masyarakat dan tokoh masyarakat. Selain itu juga, penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak-pihak terkait.

D. Kajian Terdahulu (Review Study)

Setelah dilakukan evaluasi terhadap beberapa judul skripsi, tesis

maupun disertasi yang erat kaitannya dengan pembahasan yang akan dijadikan

pokok pembahasan dalam skripsi ini, ditemukan beberapa judul skripsi yang

membahas tentang puasa. Salah satunya adalah skripsi yang ditulis oleh

Page 19: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

9

Rahmat Hidayat, yang berjudul “Nilai-nilai Edukatif Yang Terkandung

Dalam Ibadah Puasa”. Rahmat Hidayat mengatakan bahwa ibadah puasa

mempunyai nilai pendidikan apabila ibadah puasa itu dilakukan dengan benar

berdasarkan ketentuan hukum syara‟ dan benar-benar mengharap ridlo dari

Allah SWT. Karena apabila ibadah puasa tidak berdasar hukum syara‟ hanya

mendapatkan lapar dan dahaga saja tanpa ada nilai-nilai positif yang berarti

yang didapatnya. Dalam skripsi ini menerangkan bahwa hikmah puasa yang

berkaitan dengan pendidikan dapat terungkap secara ilmiah dan dapat

memberikan kontribusi positif dalam mengembangkan pendidikan.

Sedangkan skripsi yang ditulis oleh Ramadani yang berjudul “Makna

Puasa Di Kalangan Narapidana Muslim Dan Kristen (Studi Kasus Di

Lembaga Permasyarakatan (LP) Tangerang)”. dalam skripsi ini menerangkan

perbedaan makna puasa dari kalangan narapidana muslim dan kristen. Dari

pernyataan narapidana umat muslim berpuasa di dalam penjara lebih baik datau

lebih khusyu‟ dibanding saat pelaksanaan ibadah puasa mereka saat berada di

luar penjara. Sedangkan narapidana Kristen berpuasa untuk mendekatakan diri

kepada Tuhan Yesus dan usaha untuk menjauhkan keberadaan setan yang

mengganggu manusia.

Dari sekian banyak skripsi yang membahas tentang puasa tidak ada

yang membahas langsung dan sesuai yang akan penulis teliti yang lebih fokus

pada menganalisis fatwa MUI tentang puasa bagi penerbang.

Page 20: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

10

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah metode

penelitian kualitatif, perundang-undangan dan normatif yaitu penelitian

kepustakaan (library research) berdasarkan data sekunder. Penelitian

kualitatif dilakukan terhadap banyaknya studi dokumenter yang ada,

sehingga penulis mengedepankan penelitian ini terhadap kualitas isi dari

segi jenis data.

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan,

yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai

literatur. Kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk

kata-kata, bukan angka.7

2. Teknik Pengolahan Data

Dalam rangka mengumpulkan, mengolah dan menyajikan bahan-

bahan yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data dengan cara

sebagai berikut :

a) Studi Pustaka (library research)

Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan dengan

skripsi ini yaitu dari literatur-literatur, buku-buku perpustakaan,

tulisan-tulisan sebagai dasar teori dalam pembahasan masalah.

7 Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung: Pusaka Setia, 2002), h. 51

Page 21: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

11

b) Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan cara

mengumpulkan data-data atau literatur yang terdapat di dalam

buku dan materi yang bersangkutan dengan hal yang akan

dibahas, kemudian dilakukan analisis yang dituangkan dalam

pembahasan masalah, selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dan

diberikan saran-saran untuk perbaikan.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan Buku

Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas

Syariah dan Hukum 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan memberikan arah serta gambaran materi

yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

Bab I Merupakan Pendahuluan Yang Terdiri Enam Sub Bab Yang

Membahas Tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan

Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Kajian

Terdahulu, Metode Penelitian Dan Sistematika Penulisan.

Bab II Ketentuan Umum Puasa Menurut Hukum Islam. Adapun Fokus

Kajiannya Adalah Pengertian, Hukum Dan Hikmah, Syarat Dan

Page 22: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

12

Rukun Puasa, Dan Orang-Orang Yang Dibolehkan Berbuka

Puasa.

Bab III Berisikan Tinjauan Umum Tentang Fatwa Yang Mencakup Kepada

Pengertian Fatwa, Kedudukan Fatwa Dan Peranan MUI Dalam

Menetapkan Fatwa.

Bab IV Kajian Terhadap Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang

(PILOT) Bab Ini Terdiri Dari Problematika Dari Penerbang, Fatwa

MUI, Dan Menganalisa Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang.

Bab V Penutup: Kesimpulan Dan Saran-Saran.

Page 23: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

13

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG PUASA RAMADHAN

A. Pengertian Puasa

Puasa dalam bahasa Arab disebut shiyam atau shaum, yang artinya

menahan dari segala sesuatu.1 baik perbuatan maupun perkataan, seperti

manahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan

sebagainya.2

Dalam agama Islam, puasa diartikan sebagai menahan diri dari sesuatu

yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam

matahari dengan niat dan beberapa syarat. Ada juga yang mendefinisikan puasa,

yaitu menahan hawa nafsu dari makan, minum dan hubungan seksual sejak dari

terbit fajar sampai terbenam matahari.3

Menurut Yusuf al-Qardhawi puasa adalah meninggalkan dan menahan.

Dengan kata lain, menahan dan meninggalkan sesuatu yang mubah (halal),

seperti nafsu perut dan nafsu sex dengan nilai mendekatkan diri kepada Allah

SWT. adapun makna puasa secara terminologi adalah menahan diri dengan

sengaja dari makan, minum, bersetubuh dan segala sesuatu yang berada dalam

hukum bersetubuh selama sehari penuh yakni sejak dari terbit fajar sampai

1 Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif,

1997), cet 4. h. 804 2 H. Baihaqi, AK., Fiqh Ibadah, (Bandung: M28, 1996), cet. ke-1, h. 119

3 Hasan Kamil al-Mathawi, fiqh al-Ibadat ala Mazhab al-Imam Malik r.a, (Kairo:

Maktabah an-Nahdhah al-Misriyah, 1978), h. 247

Page 24: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

14

terbenam matahari dengan niat menjalankan perintah Allah dan mendekatkan diri

(taqarrub) kepadanya.4

Dalil yang menunjukan bahwa puasa adalah menahan diri dari dua nafsu

tersebut adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah 187

Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur

dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan

kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya

kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni

kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah

mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan

makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang

hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai

(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang

kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah

kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya

kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”(Q.S al-Baqarah (2): 18)

4 Yusuf Qardhawi, Fiqh Shiyam “Puasa Menurut Al-Qur‟an Dan Sunnah”, (Jakarta:

Islamuna Pres, 2004), Cet. Ke 2, h. 2

Page 25: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

15

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa puasa adalah

menahan diri dari syahwat dan memisahkannya dari segala kebiasaan untuk

mengimbangi kekuatan syahwat, supaya bersedialah dia buat mencari

kenikmatan dan kebahagian agar dia dapat menerima segala sesuatu yang

menyuburkan kehidupan yang abadi dan menekan keinginan yang keras dari

hawa nafsu, serta menahan diri dari keinginan makan dan minum yang bertujuan

untuk membangkitkan perasaan kepada orang-orang miskin dan orang-orang

yang hidup kelaparan dan menahan anggota badan agar tidak sampai jatuh pada

hukum-hukum tabiat yang dapat memelaratkan diri sendiri di dunia dan akhirat.

Sedangkan pengertian puasa menurut Imam Mazhab adalah:5

a. Menurut Mazhab Hanafi: pengertian puasa adalah menahan diri dari sesuatu

yang tertentu yaitu makan, minum, jima‟, dan sesuatu yang membatalkan

puasa dengan persyaratan tertentu, yaitu niat.

b. Menurut Mazhab Maliki: puasa adalah menahan diri dari hawa nafsu yang

ditimbulkan perut dan kemaluan, atau sesuatu yang mempunyai kedudukan

yang sama dengan ke dua jenis hawa nafsu tersebut, karena mentaati Allah

diseluruh waktu siang dengan berniat sebelum fajar atau diwaktu fajar

selama dia tidak haidh, nifas dan bukan pada hari raya.

5Abu Sari‟ Muhammad Abdul Hadi, Shaum Dan I‟tikaf (Perbandingan Antar Madzhab

Berdasarkan Dalil-Dalil Shahih), Jakarta: Al-Amanah, 1993. Cet ke 1, hal 2-3

Page 26: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

16

c. Menurut Mazhab Syafi‟i: puasa adalah menahan diri (mencegah diri) dari

mulai terbit fajar sampai maghrib dengan niat dari sebelum fajar dari hal-hal

yang membatalkan puasa dengan cara tertentu.

d. Menurut Mazhab Hambali: puasa adalah menahan diri (mencegah diri) dari

hal-hal yang membatalkan puasa yaitu segala sesuatu yang masuk kedalam

perut, tenggorokan dan otak melalui mulut, termasuk didalamnya adalah

jima‟ dan hal-hal yang mendorong untuk melakukan jima‟ seperti bercumbu

jika sampai keluarnya mani sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.6

Dari definisi tersebut berkaitan dengan waktu imsak (menahan diri dari

perkara-perkara yang membatalkan puasa) menurut Imam Mazhab mereka

sependapat bahwa akhir waktunya adalah terbenamnya matahari, berdasarkan

firman Allah:

… . . .

Artinya: “…Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam...”

(Q.S. al-Baqarah (2): 187)

B. Hukum dan Hikmah Puasa

1. Hukum Puasa

Berpuasa pada bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, yang

berarti bahwa berpuasa itu adalah suatu kewajiban agama, yang ikut

6Abu Sari‟ Muhammad Abdul Hadi, Shaum Dan I‟tikaf (Perbandingan Antar

Madzhab Berdasarkan Dalil-Dalil Shahih), h. 3

Page 27: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

17

menentukan ke-Islaman seseorang.7 Puasa wajib hanya dilakukan sekali dalam

setahun, yakni sebulan penuh selama bulan Ramadhan. Dia adalah Fardhu „Ain

dan termaktub dalam Al-Qur‟an.8 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-

Baqarah ayat 183:

Artinya: “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar

kamu bertakwa” (Q.S. al-Baqarah: 183)

Ayat tersebut dengan tegas menyatakan tentang kewajiban berpuasa di

bulan Ramadhan, yaitu satu-satunya bulan yang tersebut namanya dalam al-

Qur‟an

’ شبد ح أ ال إى اال اهلل ا حذا سسه اهلل: ث اإل سال عي خس

(سا اىجخبس سي احذ ). ، حح اىجذ، ط سضب اىضمبح ازبء9

Artinya: “Agama Islam itu dibangun atas lima, yaitu : Pengakuan tiada Tuhan

kecuali Allah dan bahwa Muhammad Rasul Allah, mendirikan shalat,

mengeluarkan zakat, menunaikan haji dan berpuasa bulan

Ramadhan” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)

Menurut Prof. Quraish Shihab didalam tafsir Al-Misbah, ayat yang

memuat perintah wajib puasa tersebut, tidak memberikan penjelasan dengan

7Darajat Zakiah, Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, (Jakarta: Ruhama

1995),Cet 5, Hal 13

8 Saiful Rahim, Puasa “Siapa Yang Boleh Meninggalkannya”, (Jakarta: Antar Kota,

1998), Cet. Ke 2, h. 23

9 Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Kairo: T.tp, 1490), Juz 1, cet 2, h 19

Page 28: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

18

tegas siapa yang mewajibkannya. Gaya bahasa “Diwajibkan atas kamu”

menurut Quraish Shihab menandakan bahwa puasa begitu penting bagi

manusia. Bahkan, jika manusia mengetahui rahasia dibalik puasa, mereka akan

mewajibkan puasa atas dirinya sendiri. Dan pada kenyataannya, umat-umat

terdahulu banyak yang berpuasa berdasarkan kewajiban yang dibuat oleh

tokoh-tokoh dan pemuka agama mereka.10

Bila seorang Muslim percaya bahwa Al-Qur‟an adalah firman Allah,

maka segala isi Al-Qur‟an yang berisi perintah seperti yang terdapat dalam

surat Al-Baqarah ayat 183 dan diiringi dengan Hadist yang diriwayatkan oleh

Al-Bukhari dan Muslim serta Ibnu Umar tersebut yang menyatakan bahwa

puasa adalah salah satu dari rukun Islam. Maka tidak ada alasan bagi seorang

Muslim untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan.

2. Hikmah Puasa

Setiap kewajiban yang turun kepada manusia dari Allah SWT. Melalui

Rasul-Nya menyimpan suatu hikmah. Manusia memang dengan sendirinya

dapat memahami manfaat dan hikmah yang ada dalam suatu ibadah tersebut.

Tetapi tidak berarti bahwa hikmah dan manfaat suatu ibadah dapat diketahui

10

Yuzni A. Ghazaly, Puasa Sepanjang Tahun Bersama Nabi, (Jakarta: Alifbata,

2006), Cet.1, Hal 9

Page 29: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

19

oleh semua hambanya melainkan diketahui oleh orang yang tahu dan tidak

diketahui oleh orang yang bodoh. kecuali oleh Allah SWT.11

Salah satu hakikat ibadah puasa ialah sifatnya yang pribadi, bahkan

merupakan rahasia antara seorang manusia dengan Tuhannya. Dan segi

kerahasiaan itu merupakan letak dan sumber hikmahnya, yang kerahasiaan itu

sendiri terkait erat dengan makna keikhlasan dan ketulusan. Antara puasa yang

sejati dan puasa yang palsu hanyalah dibedakan oleh, misalnya seteguk air yang

dicuri minum oleh seseorang ketika ia berada sendirian.

Puasa benar-benar merupakan latihan dan ujian kesadaran akan adanya

Tuhan Yang Maha Hadir dan yang mutlak tidak pernah lengah sedikitpun

dalam pengawasannya terhadap segala tingkah laku hamba-hambanya.12

Ibadah puasa merupakan pengabdian tertinggi dan terpanjang yang

dilakuakan seorang mukmin untuk memperoleh ridha Allah SWT, dengan

mengharamkan perbuatan-perbuatan yang biasanya dihalalkan oleh Allah SWT

kepada mereka di siang hari.13

11

Yusuf Qardhawi, Fiqh Puasa, (Surakarta: Era Intermedia, 1998), h. 23. 12

Nurcholish Madjid, Dialog Ramadhan Bersama Caknur, (Jakarta: Paramadina,

2000), Cet. Pertama, h. 8.

13

Nogarsyah Moede, Hikmah Puasa Bagi Umat Islam Menurut Al-Qur‟an Dan

Hadits, (Bandung: Marjan, 1990), Cet. Pertama, h.185.

Page 30: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

20

Pada umumnya hikmah puasa, tepatnya dibulan Ramadhan Allah telah

melatih dan mendidik setiap individu mu‟min atau mu‟minah agar menjaga

dirinya tetap suci dari debu-debu dosa. Hal ini ditegaskan oleh baginda Rasul:14

ع أث سيخ ع أث ششح سض اهلل ع ع اىج طي اهلل عي سي قبه

قب ىيخ اىقذس إبب احزسبثب غفشى ب رقذ رج ، طب سضب

(سا اىجخبس )ابب احزسبثب غفشى برقذ رج 15

Artinya: “Diriwayatkan dari abi salamah dari abu hurairah r.a dari nabi saw

bersabda siapa saja yang mendirikan laylatul qadr dengan penuh

keimanan dan kesadaran, maka diampuni dosa-dosanya yang

terdahulu, dan siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan

dengan penuh keimanan dan kesadaran, maka diampuni dosa-

dosanya yang terdahulu” (H.R al-Bukhari)

1. Puasa bila ditinjau dari tazkiyatunnafsi sebagai berikut:

a. Puasa Ramadhan mendidik jiwa agar bisa dan dapat menguasai jiwa

atau diri, Sehingga mudah menjalankan kebaikan-kebaikan yang kita

kehendaki dengan jalan mematuhi perintah-perintahnya, menjauhi

segala larangannya dan melatih diri untuk menyempurnakan

peribadatan kepada Allah semata.16

b. Mendidik nafsu agar tidak senantiasa dimanjakan, bahkan dapat pula

nafsu kita batasi sebagaimana mestinya, dan sebagaimana yang

diperintahkan olehnya. Allah SWT menganugerahkan nafsu kepada

14

Sairudin. Dkk, Tuntunan Ibadah Puasa Lengkap, (Surabaya: Indah, 1995), Cet 1,

h. 146.

15

Bukhari, Shahih al- Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, T.th), Juz 3, h. 33

16

Yusuf Qardhawi, Fiqh Puasa, (Solo: Citra Islam Press, T.th), h 19.

Page 31: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

21

setiap manusia. Dengan nafsu, manusia menjadi maju. Dengan nafsu,

manusia bisa melahirkan sejumlah prestasi. Tapi, dengan nafsu pula

manusia bisa lebih jahat dan lebih kejam dari binatang.17

c. Mendidik jiwa untuk memegang amanah dengan sebaik-baiknya

dengan tidak menipu diri sendiri karena menyadari bahwa Allah swt

mengetahui segala-galanya, yang nyata atau yang tidak nyata.18

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 108.

. . .

Artinya: “Mereka bisa bersembunyi dari manusia tetapi mereka tidak

bisa bersembunyi dari Allah.” (Q.S. An-Nisa: 108)

d. Mengubah kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan mendidik

kesabaran dan ketabahan. Sabar dalam haus dan lapar bekerja sebagai

biasa lama mencari rizki Allah. Sabar dan tabah mendengar dan

menerima ucapan-ucapan yang mungkin menyinggung perasaan dan

lain sebagainya.19

e. Memelihara kejujuran

f. Mendidik jiwa manusia dengan menanamkan perasaan takut dan takwa

kepada Allah SWT.

17 Moede, Hikmah Puasa Bagi Umat Islam Menurut Al-Qur‟an Dan Hadits, h. 187

18

Latihief Rousydiy, Puasa Hukum Dan Hikmahnya Berdasarkan Sunnah

Rasulullah SAW, (Medan: Rimbow, 1993), cet ke 3, h. 33

19

Latihief Rousydiy, Puasa Hukum Dan Hikmahnya Berdasarkan Sunnah

Rasulullah SAW, h. 35

Page 32: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

22

g. Sebagai tanda terima kasih kepada Allah SWT atas nikmat

pemberiannya yang tidak terbatas banyaknya dan tidak ternilai

harganya. Seseorang akan merasakan nikmat kenyang jika ia pernah

merasakan lapar dan dahaga. Hal itu akan selalu mendorongnya untuk

senantiasa mensyukuri nikmat Allah.

2. Puasa ditinjau dari segi kelanggengan hidup ijtima’i (sosial)

Suatu realita yang tidak bisa dibantah, kita tidak bisa hidup

sendirian di dunia ini. Keberadaan kita pasti memerlukan bantuan orang

lain, dan hajat akan bantuan orang lain ini menyebabkan kita harus

membina hubungan atau relasi dengan orang lain, karena kita ini sengaja

diturunkan oleh Allah SWT. ke tengah-tengah umat manusia dengan

membawa misi sosial, hanyalah untuk memperbaiki umat manusia. Karena

itu Islam banyak memiliki ajaran di bidang sosial kemasyarakatan yang

membawa kaum muslimin menjadi makhluk sosial yang baik.20

Untuk lebih jelasnya berikut hikmah puasa ditinjau dari segi

kelanggengan hidup ijtima‟i (sosial) sebagai berikut:

a. Mendidik manusia memiliki rasa cinta belas kasih dan penyantun

dalam dirinya, dan dari pendidikan puasa itu akan lahir manusia-

manusia yang lembut hatinya lagi baik jiwanya.

20Sairudin dkk, Tuntunan Ibadah, h. 152

Page 33: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

23

b. Menanamkan rasa persatuan dan kesatuan pada setiap anggota

masyarakat. Karena dalam puasa semua manusia dengan berbagai

tingkatan dan kedudukannya merasakan lapar dahaga yang sama tanpa

ada keistimewaan dan perbedaan.21

c. Berguna untuk perbaikan pergaulan. Orang yang berpusa dapat

menimbang rasa kepada fakir miskin yang banyak menderita kelaparan

dan kekurangan materi. Dengan demikian akan timbulah rasa suka

menolong kepada orang-orang yang menderita.

d. Dalam bulam Ramadhan akan terpancar persamaan derajat yang akan

dirasakan umat Islam ketika menjelang berbuka puasa. Suasana

menjelang berbuka yang mengesankan itu, tidak ada perbedaan antara

keluarga miskin dan keluarga kaya, semuanya sedang lapar dan sedang

menunggu waktu berbuka.22

3. Puasa ditinjau dari kesehatan.

Dari sudut kesehatan puasa juga membina kesehatan jasmani dan

rohani, apabila dikerjakan sesuai dengan tuntunan Kitab Allah dan Sunnah

Rasul. Sabda Rasulullah SAW :

طا رظحا

21 Abdullah Nasih Ulwan, Puasa Ramadhan dan Segala Ketentuannya,(Bogor:

Pustaka Litera Antarnusa, 1987), h. 71

22

Daradjat, Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, h. 51

Page 34: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

24

Artinya: “Berpuasalah kamu niscaya akan menjadi sehat” (H.R. Ibnu

Sunniy dan Abu Nu‟aim).

Disamping itu dokter-dokter sering menyatakan, bahwa puasa satu

bulan dalam satu tahun dapat melenyapkan sisa-sisa makanan yang

mengendap di dalam tubuh. Bagaimana besarnya pengaruh puasa kepada

kesehatan jasmani dan rohani.23

C. Rukun Dan Syarat Puasa

1. Rukun puasa

Adalah menahan diri dengan disertai niat dari dua macam syahwat

perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya adalah menahan diri dari segala

sesuatu yang membatalkannya.

a. Menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa, dari terbit

fajar hingga terbenamnya matahari.

Adapun yang membatalkan puasa antara lain ialah makan dan

minum meskipun sedikit tapi dilakukan dengan sengaja, dan hal-hal lain

yang hukumnya disamakan dengan makan. Secara definitif, hal-hal lain

yang yang membatalkan puasa itu ialah setiap benda yang masuk ke dalam

tubuh lewat lobang yang terbuka yang dilakukan dengan sengaja dan sadar

kalau ia sedang berpuasa.24

23

Latihief Rousydiy, Puasa Hukum Dan Hikmahnya Berdasarkan Sunnah Rasulullah

SAW, h. 30

24

Anas Tohir Sjamsuddin, Terjemahan Kifayatul Akhyar 1, Surabaya, PT Bina

Ilmu,1997.h.414

Page 35: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

25

b. Niat

Yang dimaksud niat adalah mengatakan keinginannya dalam hati

untuk berpuasa, dan tidak harus diucapkan dalam lisan. Pendapat ulama

tentang kapan niat itu dilakukan dan bangaimana caranya. Ada bermacam-

macam, yang penting adalah hatinya sudah mantap bahwa besok ia akan

puasa tanpa ragu-ragu. Kapan kemantapan hati itu dirasakan, apakah pada

awal malam atau pada waktu akan sahur, atau diantara keduanya, tidak

menjadi soal yang penting dianggap telah berniat akan puasa Ramadhan

besok. Rasulullah saw bersabda:

حذ ثب اىحذ عجذ اهلل ث اىضثش قبه حذ ثب سفب قبه حذثب ح سعذ

األظبس قبه اخجش حذ ث اثشا اىز أ سع عيقخ ث قبص

اىيث قه سعذ عش ث اىخطبة سض اهلل ع عي اىجش قبه

اب األعبه ثبىبد اب ىنو : سعذ سسه اهلل طي اهلل عي سي

(سا اىجخبس )اشئ ب 25

Artinya: “Diceritakan kepada Hamidi Abdillah bin Zubair berkata telah

diceritakan kepada kami Yahya bin Sa‟id al-Anshari dan at-Timi

bahwasannya Ulqamah bin Waqas al-Laisi telah mendengar

berkata saya telah mendengar Umar bin Khattab r.a di atas

mimbar berkata: saya telah mendengar Rasulullah saw

berkata:“Setiap pekerjaan harus dengan niat dan setiap orang

yang bekerja akan mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya”

(H.R al-Bukhari)

25

Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, T.th), Jilid 1, h. 6

Page 36: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

26

2. Syarat-syarat Sah Puasa

Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa

diantaranya:26

a. Islam

Menurut jumhur ulama Islam merupakan syarat sah puasa,

sedangkan menurut Mazhab Hanafi, Islam merupakan syarat wajib puasa.

Dengan demikian tidak diwajibkan atas orang kafir. Menurut Madzhab

Hanafi, orang kafir tidak dikenai kewajiban yang berkenaan dengan

cabang-cabang syari‟at, yang merupakan ibadah. Sedangkan menurut

jumhur ulama oang kafir ketika mereka dalam keadaan kekafiran dikenai

kewajiban yang berkaitan dengan cabang-cabang syari‟at.

Sama halnya dengan orang murtad, juga tidak dituntut berpuasa,

tetapi bila ia masuk masuk Islam kembali, ia wajib mengqada puasa yang

tinggal selama masa murtadnya itu, sebab ia telah terikat dengan kewajiban

itu pada masa Islamnya yang pertama, dan kewajiban tersebut tidak gugur

karena murtad, sama dengan berbagai hak lain yang terkait dengan

dirinya.27

26

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2000), Cet.

Ke-33, h. 227-229 27

Wahbah Al-Zuhaily, Puasa Dan Itikaf Kajian Berbagai Mazhab,(Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 1996), h 187

Page 37: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

27

b. Baligh (sampai umur)

Anak kecil tidak diwajibkan puasa, karena mereka tidak dikenai

khitab taklify; mereka tidak berhak puasa. Hal ini berdasarkan hadits Nabi

saw :

: ع عب ئشخ سض اهلل عب قبىذ ا سس ه اهلل طي اهلل عي سي قبه

ع اىد حز فق ، ع اىظج حز ذسك ، : سفع اىقي ع ثالس

28(سا اىجخب س ). ع اىبئ حز سزقظ

Artinya: “Dari „Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “pena

diangkat dari tiga orang yaitu : orang gila sampai ia sembuh,

kanak-kanak sampai ia baligh dan orang yang sedang tidur

sampai ia bangun” (H.R al-Bukhari)

Akan tetapi, puasa yang dilakukan oleh anak kecil yang

mumayyiz, hukumnya sah, seperti halnya shalat.

Wali anak tersebut menurut Madzhab Syafi‟i, Hanafi, dan

Hambali, wajib menyuruhnya berpuasa ketika ia berusia tujuh tahun. Dan

jika anak kecil itu tidak mau berpuasa, walinya wajib memukulnya ketika

ia berusia sepuluh tahun.29

Hal itu dimaksudkan agar dia menjadi terbiasa

dengan puasa, seperti halnya shalat. Kecuali, jika puasa dirasakan berat

oleh anak tersebut, berarti dia belum mampu berpuasa. Karena terkadang

seorang anak mampu melakukan shalat, tetapi belum tentu mampu

melakukan puasa.

28 Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, T.th), Jilid 3h. 272

29

Wahbah Al-Zuhaily, Puasa Dan Itikaf Kajian Berbagai Mazhab, h. 189

Page 38: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

28

c. Berakal

Orang yang akalnya hilang tidak dikenai kewajiban berpuasa.

Dengan demikian, puasa yang dilakukan orang gila, orang pingsan, dan

orang mabuk tidak sah. Sebab mereka tidak berkemungkinan untuk

melakukan niat.

Disamping itu, orang gila tidak pula wajib mengqadanya setelah

sembuh, sebab orang gila tidak termasuk mukallaf. Akan tetapi orang yang

pingsan setelah siuman kembali ia wajib mengqada puasa yang tertinggal

selama sakitnya itu.30

Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw yang

diriwayatkan, Ashhabus Sunan, dari „Aisyah ra, bahwa Rasulullah SAW

bersabda :

: ع عب ئشخ سض اهلل عب قبىذ ا سس ه اهلل طي اهلل عي سي قبه

ع اىد حز فق ، ع اىظج حز ذسك ، : سفع اىقي ع ثالس

31(سا اىجخب س ). ع اىبئ حز سزقظ

Artinya: “Dari „Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “pena

diangkat dari tiga orang yaitu : orang gila sampai ia sembuh,

kanak-kanak sampai ia baligh dan orang yang sedang tidur

sampai ia bangun” (H.R al-Bukhari)

d. Suci Dari Haidh, Nifas dan Wiladah

Wanita yang sedang haidh, nifas dan sedang bersalin (wiladah)

juga termasuk yang membatalkan puasa apabila haidh datang kepada

30 Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos Wacana, 1998), h. 187

31

Bukhari, Shahih al-Bukhari, h. 272

Page 39: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

29

seorang wanita maka ibadah puasa yang dilakukannya menjadi rusak,

meskipun keluarnya darah terjadi hanya beberapa saat sebelum

terbenamnya matahari (hampir saatnya berbuka).32

Meskipun darah yang

keluar itu banyak atau sedikit, baik anak itu yang lahir sempurna, ataupun

yang dilahirkan itu segumpal darah atau daging, tetapi berkewajiban

mengqadha (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya. Hal ini

didasarkan pada hadits Nabi saw :

إ اىس خ اىحق اىزأ ر مثشا عي خال ف اىشأ ، قبه اث اىضبد

فب دذ اىسي ثذا ارجب عب رىل أ اىحب ئض رقض اىظب

33(سا اىجخب س ). ال رقض اىظالح

Artinya: Abu Zinad berkata; “Sesungguhnya sunah-sunah Nabi dan

sesuatu yang dibenarkan agama banyak yang diperselisihkan

antara yang satu dengan yang lain. Oleh sebab itu tidak ada

jalan lain bagi umat Islam kecuali ikut satu hal yang disepakati

para ulama, yaitu bahwa orang haidh wajib mengqadha puasa,

tetapi tidak wajib mengqadha shalat” (HR. Bukhari)

e. Tamyiz

Tamyiz yaitu dapat membedakan antara yang baik dan yang tidak

baik. Orang yang belum mumayyiz bila berniat berpuasa, tidaklah sah

puasanya, karena puasa itu suatu ibadah yang mempunyai syarat wajib,

syarat sah, dan rukun, yang kesemuanya itu hanya dapat dilakukan oleh

orang yang bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk (tamyiz).

32Ali Yahya, Yas‟alunaka: Tanya Jawab Lengkap Tentang Agama Dan Kehidupan,

(Jakarta: Lentera, 2006), h 37

33

Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid 2, h.294

Page 40: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

30

f. Berpuasa Pada Waktunya

Yaitu berpuasa di waktu yang dapat dipergunakan untuk berpuasa.

Karena tidak sah pula jika dikerjakan di waktu-waktu yang tidak

dibenarkan berpuasa, seperti hari raya “Idul Fitri,” “Idul Adha”, dan hari-

hari tasyriq.34

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits dibawah ini:

1. Puasa Pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Para ulama Islam sependapat haram berpuasa pada hari raya

Islam, baik puasa fardhu atau sunnah.Nabi saw bersabda :

ع عش سض اهلل ع ا سسه اهلل طي اهلل عي سي ع طب

ز اى اب اىفطش ففطش م طبن صاب اال ضح

35(سا اثداد )فزأ مي ىح سنن

Artinya: “Umar r.a berkata: Sesungguhnya Rasul melarang berpuasa

pada dua hari ini, adapun hari raya fitri, karena berbuka dari

puasa Ramadhanmu. Adapun hari raya adha adalah karena

harus memakan sembelihan kurbanmu” (H.R Abu Daud)

2. Puasa Pada Hari-hari Tasyriq

Tidak boleh berpuasa pada hari-hari Tasyriq, yaitu tiga hari

sesudah hari Raya Adha. Berdasarkan hadits Nabi :

34Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul Ahyar

(Kelengkapan Orang Shalih) Bagian Pertama. Penerjemah Syarifuddin Anwar Dan Mishbah

Musthafa, (Surabaya: CV. Bina Iman, 1994), h. 469

35

Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Kairo: Darul Hadis, 1988), Juz 2, h.336

Page 41: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

31

ع ثشش ث سح ا سسه اهلل طي اهلل عي سي خطت اب اىزششق

سا اث )فقبه الذخو اىدخ اال فس سيخ ا ز االب امو ششة

36(بخ

Artinya: “Busyri bin Suhaim menceritakan sesungguhnya Rasulullah saw

khutbah pada hari-hari tasyri, Rasul bersabda “Tidak akan

masuk surga kecuali orang-orang muslim dan sesungguhnya

pada hari-hari ini yaitu hari-hari makan dan minum.” (H.R Ibnu

Majah)

D. Orang-orang Yang Dibolehkan Berbuka Puasa

Faktor-faktor atau halangan yang menyebabkan orang yang sedang

puasa boleh berbuka, di antaranya :

1. Penyakit, apabila orang yang berpuasa sedang sakit, dan ia takut akan

bertambah berat penyakitnya, terlambat sembuhnya atau terjadi kesulitan

besar, maka ia boleh berbuka (tidak puasa), lalu ia sanggup mengganti

(mengqadha) puasa setelah ia sembuh pada hari lain setelah bulan Ramadhan

maka ia tidak membayar fidyah. Namun jika penyakitnya tidak akan sembuh

dan ia tidak sanggup mengganti (mengqadha) puasanya pada hari lain maka

ia hanya membayar dengan fidyah saja.Lain halnya karena gila, apabila

orang yang sedang berpuasa terserang penyakit gila, maka ia tidak wajib

berpuasa dan puasanya tidak sah, serta tidak diqadha.37

36 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Darul Fikr, T.th), juz 1, h. 548

37

Daradjat, Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, h. 72-73.

Page 42: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

32

Ketika seorang dalam keadaan puasa dan penyakit gila itu datang

pada waktu siang hari maka batallah puasanya dan tidak diwajibkan baginya

untuk di qadha.

2. Perempuan hamil atau sedang menyusui anak, apabila ia khawatir akan

membahayakan dirinya atau anak susuannya, atau salah satunya, maka ia

boleh berbuka, dan ia wajib mengqadha puasa itu dan tidak perlu membayar

fidyah.38

Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 185:

Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),

Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang

ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”(Q.S al-

Baqarah(2): 185)

3. Musafir, yang jauh perjalanannya sama dengan jarak yang dibolehkan

mengqashar shalat, dan ia berangkat sebelum terbit fajar. Namun demikian

disunnatkan untuk berpuasa, walaupun berat. Sebagaimana hadis Nabi:

ع عبئشخ سض اهلل عب صج اىج طي اهلل عي سي أ حضح ث

عش األسي قبه ىيج طي اهلل عي سي أأط ف اىسفش ، مب مثش

(سا اىجخبس )اىظب ، فقبه إ شئذ فظ ، إ شئذ فأفطش 39

38 Abdullah Bin Baaz, Kumpulan Fatwa Puasa, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003), Cet .

Pertama, h. 93

39

Bukhari, Shahih al-Bukhari, h 43

Page 43: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

33

Artinya: “Aisyah, isteri Nabi Muhammad saw., meriwayatkan bahwa

Hamzah bin „Amr Al-Aslami bertanya kepada Nabi Muhammad

saw. : apakah saya puasa dalam perjalanan (musafir) ? Hamzah

banyak melakukan puasa. Nabi Muhammad saw. Menjawab :

“jika engkau mau puasa, boleh puasa. Tapi jika engkau tidak

puasa, boleh tidak puasa”. (HR. Imam al-Bukhari)

4. Haidh dan nifas, Apabila bulan Ramadhan datang diwaktu seseorang yang

sedang haidh dan nifas maka tidaklah dibolehkan mereka berpuasa hingga

mereka bersih dari kedua keadaan itu. Jika ia melakukan puasa maka

batallah puasanya itu. Bilamana wanita itu bersih dari darah haidh dan nifas

pada malam hari sebelum fadjar maka hendaklah mereka berniat pada

malam hari itu dan mandi.40

Sebagaimana yang ada di dalam hadis:

ع أث سعذ سض اهلل ع قبه قبه اىج طي اهلل عي سي أىس إرا

41(سا اىجخبس )حبضذ ى رظو ى رظ

Artinya: “Diriwayatkan dari abi said r.a berkata: Nabi bersabda bukankah

sebaiknya apabila perempuan dalam keadaan haidh maka

hendaklah tidak melaksanakan salat dan puasa” (H.R al-Bukhari)

5. Lapar dan haus yang amat sangat, sehingga orang tidak sanggup melanjutkan

puasanya ia boleh berbuka, jika ada sesuatu untuk dimakan atau

diminumnya, maka puasa yang batal itu nanti wajib diqadha.

6. Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak mampu berpuasa sepanjang

tahun, maka ia dibolehkan tidak berpuasa dan ia wajib membayar fidyah,

memberi makan seorang miskin tiap hari.

40El-Bahayi El-Choli, Puasa, Penerjemah: Fuad Mohd Achruddin, (Jakarta: Mohd.

Tawfiq Oweida, T.Th), Cet. Kedua, h. 40-41

41

Bukhari, shahih al-Bukhari, h. 45

Page 44: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

34

BAB III

TINJAUAN FATWA MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG

A. Pengertian Fatwa

Secara etimologi fatwa berasal dari bahasa Arab dari kata aftâ,

jamaknya fatâwâ yang mempunyai arti petuah, nasihat, dan jawaban pertanyaan

hukum. Secara terminologis fatwa berarti pendapat mengenai suatu hukum dalam

Islam yang merupakan tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang

diajukan oleh peminta fatwa dan jawaban tersebut tidak mempunyai daya ikat

bagi si peminta fatwa baik si peminta fatwa tersebut perorangan, lembaga,

maupun masyarakat luas.1

Dalam buku fatwa MUNAS VII MUI 2005, disebutkan bahwa fatwa

adalah penjelasan tentang hukum atau ajaran Islam mengenai permasalahan yang

dihadapi atau ditanyakan oleh masyarakat serta merupakan pedoman dalam

melaksanakan ajaran agamanya.2

Menurut Ibnu Manzhur kata fatwa ini merupakan bentuk masdhar dari

kata fata, yaftu, fatwa, yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan.

Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa disebut mufti, karena orang tersebut

mempunyai kekuatan untuk memberikan penjelasan dan jawaban terhadap

1Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1994).cet III.h.6 2Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUNAS VII MUI 2005, Cet III, h. 5.

Page 45: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

35

permasalahan yang dihadapinya.3 Fatwa juga bisa diartikan sebagai nasihat yang

datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih

rendah dari padanya. Baik tingkatan umur ataupun ilmu yang dimilikinya.4

Inti dari pengertian fatwa merupakan jawaban atau penjelasan atas suatu

pertanyaan atau kasus yang sedang dihadapi, dan dapat dijadikan pedoman atau

dasar sesuai dengan keyakinan ajaran agamanya masing-masing.

Dari pengertian-pengertian fatwa di atas, dapat dijumpai adanya pihak

yang meminta fatwa (mustafi) dan ada pihak yang memberi fatwa (mufti). Pihak

yang meminta fatwa (mustafi) bisa bersifat pribadi, lembaga atau kelompok

masyarakat, ataupum pemerintah dan bahkan dari kalangan MUI sendiri.

Sedangkan pemberi fatwa (mufti) adalah pihak yang mengeluarkan fatwa yang

dilakukan oleh seorang mujtahid atau faqih yang telah memenuhi persyaratan-

persyaratan tertentu dalam mengeluarkan fatwa. Fatwa tersebut bersifat petuah,

nasehat dan tidak harus diikuti oleh peminta fatwa, karena fatwa tersebut tidak

mempunyai daya ikat dan sanksi bagi yang melanggarnya.

Seorang mufti (orang yang memberikan fatwa) harus mengetahui

hukum Islam secara mendalam berikut dalil-dalilnya. Ia tidak dibenarkan

berfatwa hanya dengan dugaan-dugaan semata tanpa didasari pada dalil.

3 Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. (Jakarta: PT Pramudya

Advertising, 2008).h. 19

4 M. Abdul Mujib.dkk, Kamus Istilah Fiqh. (Jakarta: Pustaka Firdaus,2002).cet.

11.h.77

Page 46: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

36

Tegasnya, setiap yang menyatakan suatu hukum haruslah menunjukkan dalilnya

baik dari Al-qur‟an, Hadits Nabi, maupun dalil hukum lainnya.5

Dari pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa fatwa bukanlah

keputusan hukum yang dibuat dengan mudah dan seenak diri sendiri atau

membuat-buat hukum tanpa dasar (al-tahakum). Fatwa senantiasa terkait dengan

siapa yang berwenang memberi fatwa senantiasa terkait dengan siapa yang

berwenang memberi fatwa, dan metode pembuatan fatwa (al-istinbath).6

Fatwa merupakan salah satu metode dalam Al-Qur‟an dan As-sunnah

dalam menerangkan hukum-hukum syara, ajaran serta arahan. Kadang-kadang

penjelasan itu diberikan tanpa adanya pertanyaan atau perintah fatwa, dan cara

inilah yang paling dominan terdapat dalam Al-Qur‟an, baik mengenai persoalan

hukum maupun nasihat pengajaran.7

Namun dengan perkembangan zaman sekarang ini, terkadang muncullah

persoalan-persoalan baru yang membutuhkan jawaban hukum terhadap masalah

tersebut. Dalam Al-Qur‟an pun terdapat adanya pertanyaan dan permintaan fatwa

dengan menggunakan perkataan (mereka bertanya kepadamu), dan bentuk

perkataan seperti ini banyak terdapat dalam Al-Qur‟an, diantara bentuk

pertanyaan tersebut adalah seperti firman Allah SWT:

5Yusuf al-qardhawy, Al-Fatwa bainal Indhibath wat Tasayyub (Terj), (Jakarta, Pustaka

Al-Kautsar, 1996), hal. 32. 6MB. Hooker, Islam Mazhab Indonesia: Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial, (Jakarta:

Terauk, 2002),h. 16 7Yusuf Qardawi, Fatwa Antara Ketelitian dan Kecerobohan, (Jakarta: Gema Insani

Press 1997).h.5

Page 47: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

37

1. Qs. al-Baqarah : 189

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan

sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)

haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari

belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang

bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan

bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

2. Qs. al-Baqarah : 219

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tantang khamar dan judi. Katakanlah:

“pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa‟at bagi

manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa‟atnya”. Dan

mereka bertanya kepadamu apa yang meraka nafkahkan. Katakanlah:

“yang lebih dari dari keperluan.”demikianlah Allah menerangkan

ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.

3. Qs. An-Nisa: 176

Page 48: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

38

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:

"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah

Fatwa di samping memberikan solusi terhadap pertanyaan yang

diajukan juga berfungsi sebagai alat dalam merespon perkembangan

permasalahan yang bersifat kotemporer. Dalam hal ini fatwa bisa memberikan

kepastian dalam memberikan status hukum pada suatu masalah yang muncul.

Tanpa adanya fatwa, suatu permasalaham boleh jadi tidak dapat terpecahkan

yang akhirnya membuat umat bisa mengalami kebingungan.

B. Kedudukan Fatwa

Dalam kehidupan di masyarakat fatwa menduduki fungsi yang sebagai

amar ma‟ruf nahi munkar, karena ia menyampaikan pesan-pesan agama yang

harus dikerjakan atau harus ditinggalkan oleh umat. Oleh karena itu, hukum

berfatwa menurut asalnya adalah fardhu kifayah. Bila dalam suatu wilayah hanya

ada seorang mufti yang ditanya tentang suatu masalah hukum yang sudah terjadi

dan akan luput seandainya ia tidak segera berfatwa, maka hukum berfatwa atas

mufti tersebut adalah fardhu „ain. Namun, bila ada mujtahid lain yang

kualitasnya sama atau lebih baik atau masalah yang ditanyakan kepadanya

bukanlah masalah yang mendesak untuk segera dipecahkan, maka hukum

berfatwa bagi mufti tersebut adalah fardhu kifayah.8

8Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2001), Cet. II, h.

434-435

Page 49: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

39

Fatwa dinyatakan sebagai jawaban atas suatu pertanyaan mengenai

ketetapan hukum berdasarkan hasil Ijtihad tentang suatu persoalan yang belum

jelas hukumnya. Fatwa merupakan satu dari sekian lembaga dalam hukum Islam

untuk memberikan jawaban dan penyelesaian terhadap masalah-masalah yang

dihadapi umat.

Fatwa menempati kedudukan penting dalam hukum Islam, karena ia

merupakan pendapat yang dikemukakan oleh ahli hukum Islam tentang

kedudukan hukum suatu masalah baru yang muncul di kalangan masyarakat.

Ketika muncul suatu masalah baru yang belum ada ketentuan hukumnya secara

eksplisit (tegas), baik dalam Al-Qur‟an, As-Sunnah, Ijma‟ maupun pendapat-

pendapat fuqaha terdahulu, maka fatwa merupakan satu-satunya institusi

normatif yang berkompeten menjawab atau menetapkan kedudukan hukum

masalah tersebut.

Seorang yang mengeluarkan fatwa disebut mufti, keberadaan mufti

menggantikan kedudukan Nabi saw dalam menyampaikan hukum-hukum

syariah, mengajar manusia, dan memberi peringatan kepada mereka agar sadar

dan berhati-hati. Disamping menyampaikan apa yang diriwayatkan Nabi, mufti

juga menggantikan kedudukan beliau dalam memutuskan hukum-hukum yang

digali dari dalil-dalil hukum melalui analisis Ijtihadnya.

Ringkasnya, mufti berkedudukan sebagai pemberi penjelasan tentang

hukum syara yang harus diketahui dan diamalkan oleh umat. Orang pertama

yang menjabat sebagai mufti adalah Rosulullah, beliau memberikan fatwa

Page 50: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

40

terhadap segala permasalahan yang timbul atau terjadi berdasarkan wahyu dari

Allah yang diturunkan kepadanya.9

Kedudukan mufti sama dengan hakim, yaitu menggali hukum atau

mencetuskan hukum kepada umat. Namun fatwa yang dikeluarkan bukanlah

peraturan atau undang-undang yang harus diikuti, fatwa hanyalah nasehat, petuah

atau jawaban pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hukum, tiada sanksi

bagi yang menghianatinya.

C. Peranan MUI Dalam Menetapkan Fatwa

Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang didirikan pada tahun 1975

merupakan wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim.

Organisai ini di bentuk dengan tujuan untuk mengamalkan ajaran Islam dan ikut

serta mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur dalam

Negara Republik Indonesia.10

Sesuai dengan namanya, maka tugas Komisi Fatwa MUI adalah

memberikan nasehat-nasehat berupa fatwa yang berkaitan dengan masalah-

masalah keagamaan dan kemasyakaratan terutama yang berhubungan dengan

pembangunan nasional. Komisi Fatwa dan Hukum dibentuk sejak pertama kali

MUI didirikan yaitu pada tanggal 26 Juli 1975 (17 Rajab 1395). Tugas

9A. Rahman Riotongga, dkk. “Ensiklopedi Hukum Islam”. (Jakarta: PT Ictiar Baru,

1996).h.434-435 10

Majlis Ulama Indonesia, Muqaddimah Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah

Tangga MUI, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1986), hal. 26.

Page 51: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

41

memberikan fatwa bukanlah pekerjaan mudah yang dapat dilakukan oleh setiap

orang karena kelak akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Hal ini

mengingat tujuan dari pemberian fatwa itu adalah menjelaskan hukum-hukum

Allah kepada masyarakat yang akan mempedomani dan mengamalkannya. Maka

tidak mengherankan jika hampir seluruh kitab ushul fiqh membicarakan masalah

ifta‟ dan menetapkan sejulah persyaratan yang harus dipenuhi oleh orang yang

akan mengeluarkan fatwa. Seorang mufti harus memahami hukum Islam secara

mendalam beserta dalil-dalilnya baik dari al-Quran, hadist maupun dalil hukum

lainnya.

Oleh karena itu, kiranya dapat dimaklumi apabila ada kesan bahwa

komisi fatwa kurang produktif atau agak lamban dalam merespon persoalan yang

muncul di tengah-tengah masyarakat. Sebab untuk mengeluarkan sebuah fatwa,

selain keharusan menggali dalil-dalil hukumnya, Komisi Fatwa juga harus

memperhatikan situasi dan kondisi, sehingga fatwa tersebut benar-benar

membawa kemaslahatan bagi masyarakat dan sejalan dengan tujuan pensyariatan

hukum Islam (maqasid at-tasyri‟), yaitu al-masalih al-„ammah atau

kemaslahatan umum yang disepakati oleh para ulama.11

11

Sambutan Ketua Komisi Fatwa dan Hukum KH. Ibrahim Hosen dalam Himpunan

Fatwa-Fatwa MUI, (Jakarta : Sekretariat MUI, 1997).

Page 52: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

42

Keberadaan MUI di Indonesia memiliki peranan yang sangat kuat untuk

menentukan hukum khususnya dalam hukum Islam selain itu MUI juga

memiliki beberapa peranan,12

antara lain:

1. Sebagai ahli waris tugas para Nabi (warasatul anbiya‟)

MUI berperan sebagai ahli waris tugas-tugas para Nabi, yaitu

menyebarkan ajaran agama Islam serta memperjuangkan terwujudnya suatu

kehidupan sehari-hari secara arif dan bijaksana berdasarkan Islam. Sebagai

pewaris para Nabi, MUI menjalankan fungsi kenabian (an-Nabuwwah) yakni

memperjuangkan perubahan kehidupan agar berjalan sesuai agama Islam,

walaupun dengan konsekuensi akan menerima kritik, tekanan, dan ancaman

karena perjuangannya bertentangan dengan sebagai tradisi, budaya dan

peradaban manusia.13

2. Sebagai pemberi fatwa (mufti)

MUI berperan sebagai pemberi fatwa bagi umat Islam baik diminta

ataupun tidak diminta. Sebagai lembaga pemberi fatwa MUI mengakomodasi

dan menyalurkan aspirasi umat Islam Indonesia yang sangat beragam aliran

paham dan pemikiran serta organisasi keagamaannya.

12

Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, (Sekretariat MUI,

2005) h. 24-25

13

Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, h. 24

Page 53: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

43

3. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (ra‟iy wa khadim al-ummah )

MUI berperan sebagai pelayan umat, yaitu melayani umat dan bangsa

dalam memenuhi harapan, aspirasi dan tuntutan mereka. Dalam kaitan ini MUI

senantiasa berikhtiar memenuhi permintaan umat, baik langsung atau tidak

langsung akan bimbingan dan fatwa kegamaan. Begitu pula, MUI berusaha

selalu tampil di depan dalam membela dan memperjuagkan aspirasi umat dan

bangsa dalam hubungannya dengan pemerintah.14

4. Sebagai penegak amar ma‟ruf nahi munkar

MUI berperan sebagai wahana penegak amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu

dengan menegaskan kebenaran dan kebatilan sebagai kebatilan dengan penuh

hikamg dan istiqamah. Dengan demikian, MUI juga merupakan wadah

penghidmatan bagi pejuang dakwah yang senantiasa berubah dan memperbaiki

keadaan masyarakat dan bangsa dari kondisi yang tidak sejalan dengan ajaran

Islam menjadi masyarakat dan bangsa yang berkualitas (khairu ummah).

5. Sebagai pelopor gerakan al-tajdid wa al-islah

MUI berperan sebagai pelopor gerakan al-tajdid, yaitu gerakan

pembaharuan pemikiran Islam. Dan gerakan al-islah yaitu MUI sebagai juru

damai terhadap perbedaan yang terjadi di kalangan umat. Apabila terjadi

perbedaan pendapat di kalangan umat Islam maka MUI dapat menempuh jalan

al-jam‟u wa al-taufiq (kompromi dan persesuaian) dan dengan jalan tarjih

14

Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005, h. 25

Page 54: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

44

(mencari hukum yang lebih kuat). Dengan demikian diharapkan tetap terpelihara

semangat persaudaraan di kalangan umat Islam Indonesia.15

Dalam melakukan ijtihad untuk menetapkan sebuah fatwa hukum, maka

MUI berpedoman pada pedoman fatwa ulama Indonesia yang ditetapkan dalam

surat keputusan MUI No : U-596/MUI/X/1997. Dalam surat keputusan tersebut,

terdapat tiga bagian proses utama dalam menentukan fatwa, yaitu dasar-dasar

umum penetapan fatwa, teknik dan kewenangan organisasi dalam penetapan

fatwa.

Dasar-dasar umum penetapan fatwa MUI ditetapkan dalam 2 ayat (ayat

1 dan 2) pada ayat 1 dikatakan bahwa setiap fatwa didasari pada adillat al-ahkam

yang paling kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Dalam ayat berikutnya

(ayat 2) dijelaskan bahwa dasar-dasar fatwa adalah al-Qur‟an, Hadits, Ijma,

Qiyas, dan dalil-dalil hukum lainnya.16

Sedangkan prosedur penetapan fatwa dilakukan sebagai berikut :

a. Setiap masalah yang disampaikan kepada Komisi hendaklah terlebih dahulu

dipelajari dengan seksama oleh para anggota Komisi atau Tim Khusus

sekurang-kurangnya seminggu sebelum disidangkan.

b. Mengenai masaslah yang telah jelas hukumnya (Qat‟i ) hendaklah komisi

menyampaikan sebagai adanya dan fatwa menjadi gugut setelah diketahui

ada nass-nya dari Al-Qur‟an dan as-Sunnah.

15

Sekretariat MUI, Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005,h. 25 16

Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Jakarta: Dirjen BPIH

Depag RI, 2003, h. 1

Page 55: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

45

c. Dalam masalah yang terjadi khilafiyyah di kalangan mazhab, maka yang

difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan fiqh muqaram

(perbandingan) dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqh muqaram

yang berhubungan dengan pen-tarjih-an Kewenangan MUI adalah fatwa

tentang : a). Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan

menyangkut umat Islam Indonesia secara nasional, b). Masalah-masalah

keagamaan yang bersifat umum di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke

daerah lain.17

Selain itu metode yang dipergunakan oleh Komisi Fatwa MUI dalam

proses penetapan fatwa dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu Pendekatan

Nash Qath‟i, Pendekatan Qauli dan Pendekatan Manhaji.

1) Pendekatan Nash Qoth‟i dilakukan dengan berpegang kepada nash al-Qur‟an

atau Hadits untuk sesuatu masalah apabila masalah yang ditetapkan terdapat

dalam nash al-Qur‟an ataupun Hadits secara jelas. Sedangkan apabila tidak

terdapat dalam nash al-Qur‟an maupun Hadits maka penjawaban dilakukan

dengan pendekatan Qauli dan Manhaji.

2) Pendekatan Qauli adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa dengan

mendasarkannya pada pendapat para Imam Mazhab dalam kitab-kitab fiqh

terkemuka (al-kutub al-mu‟tabarah). Pendekatan Qauli dilakukan apabila

jawaban dapat dicukupi oleh pendapat dalam kitab-kitab fiqih terkemuka (al-

kutub al-mu‟tabarah) dan hanya terdapat satu pendapat (qaul), kecuali jika

17

Depag. RI., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 6-7

Page 56: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

46

pendapat (qaul) yang ada dianggap tidak cocok lagi untuk dipegangi karena

sangat sulit untuk dilaksanakan (ta‟assur atau ta‟adzdzur al-„amal atau

shu‟ubah al-„amal) , atau karena alasan hukumnya („illah) berubah. Dalam

kondisi seperti ini perlu dilakukan telaah ulang (i‟adatun nazhar),

sebagaimana yang dilakukan oleh ulama terdahulu. Karena itu mereka tidak

terpaku terhadap pendapat ulama terdahulu yang telah ada bila pendapat

tersebut sudah tidak memadai lagi untuk didijadikan pedoman. Apabila

jawaban permasalahan tersebut tidak dapat dicukupi oleh nash qoth‟i dan

juga tidak dapat dicukupi oleh pendapat yang ada dalam kitab-kitab fiqih

terkemuka (al-kutub al-mu‟tabarah), maka proses penetapan fatwa

dilakukan melalui pendekatan manhaji.

3) Pendekatan Manhaji adalah pendekatan dalam proses penetapan fatwa

dengan mempergunakan kaidah-kaidah pokok (al-qowaid al-ushuliyah) dan

metodologi yang dikembangkan oleh imam mazhab dalam merumuskan

hukum suatu masalah. Pendekatan manhaji dilakukan melalui ijtihad secara

kolektif (ijtihad jama‟i), dengan menggunakan metode: mempertemukan

pendapat yang berbeda (al-Jam‟u wat taufiq), memilih pendapat yang lebih

akurat dalilnya (tarjihi), menganalogikan permasalahan yang muncul dengan

permasalahan yang telah ditetapkan hukumnya dalam kitab-kitab fiqh

(ilhaqi) dan istinbathi.

Membiarkan masyarakat untuk memilih sendiri pendapat para ulama

yang ada sangatlah berbahaya, karena hal itu berarti membiarkan masyarakat

Page 57: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

47

untuk memilih salah satu pendapat (qaul) ulama tanpa menggunakan prosedur,

batasan dan patokan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban lembaga fatwa yang

memiliki kompetensi untuk memilih pendapat (qaul) yang rajih (lebih kuat dalil

dan argumentasinya) untuk dijadikan pedoman bagi masyarakat. Ketika satu

masalah atau satu kasus belum ada pendapat (qaul) yang menjelaskan secara

persis dalam kitab fiqh terdahulu (al-kutub al-mu‟tabarah) namun terdapat

padanannya dari masalah tersebut, maka penjawabannya dilakukan melalui

metode ilhaqi, yaitu menyamakan suatu masalah yang terjadi dengan kasus

padanannya dalam al-kutub al-mu‟tabarah.

Secara umum penetapan fatwa di MUI selalu memperhatikan pula

kemaslahatan umum (mashalih „ammah) dan intisari ajaran agama (maqashid al-

syari‟ah). Sehingga fatwa yang dikeluarkan oleh MUI benar-benar bisa

menjawab permasalahan yang dihadapi umat dan benar-benar dapat menjadi

alternatif pilihan umat untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan

kehidupannya.

Page 58: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

48

BAB IV

KAJIAN TERHADAP FATWA MUI TENTANG PUASA BAGI PENERBANG

A. Problematika Penerbang Dalam Menjalankan Tugas Pada Saat Berpuasa di

Bulan Ramadhan

Ibadah puasa merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh seluruh umat

Islam. Tetapi, didalam dunia penerbangan yaitu bagi penerbang (pilot) ibadah

puasa merupakan suatu dilema. Penerbang (pilot) adalah awak/kru pesawat yang

sedang bertugas menerbangkan pesawat. Pada satu sisi, puasa merupakan

kewajiban yang harus dijalani oleh umatnya. Tetapi, disisi lain, berpuasa dari

segi medis dapat mengakibatkan tubuh kekurangan zat yang dibutuhkan untuk

menghasilkan energi. Hal ini dapat berakibat fatal, karena apabila seorang

penerbang kekurangan energi pada saat melaksanakan tugas, maka akan

mengakibatkan sesuatu hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya incident atau

bahkan accident.1

Dan juga karena berpuasa sedikit banyak mengurangi performa seorang

penerbang dalam hal konsentrasi, berpikir mengambil keputusan, penglihatan,

menimbulkan rasa kantuk. Sehingga tidak dipungkiri akan terjadi degradasi

kemampuan buat seorang penerbang yang memerlukan konsentrasi ekstra pada

fase-fase tertentu misalnya take off, descent, approach, landing, engine

1Dislambangjaau, “Pengaruh Dalam Penerbangan”. diakses pada 26 september 2010

dari http://www.tni-au.mil.id/pustaka/pengaruh-dalam-penerbangan

Page 59: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

49

failure/kegagalan mesin atau kondisi-kondisi abnormal lainnya. Hal ini bisa

terjadi sewaktu-waktu, kapan saja dalam setiap detik fase penerbangan. Pada fase

inilah sebagai awak pesawat benar-benar dituntut selalu dalam kondisi yang fit

dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam beribadah puasa Ramadhan disunnahkan untuk makan sahur

sebelum waktu imsak tiba yaitu sekitar jam 3-4 pagi. Dalam segi medis hal ini

menyebabkan pada pagi hari perut penuh berisi makanan, dan lebih banyak darah

berkumpul dibagian perut yang berguna untuk mencerna makanan. Akibatnya

darah yang mengalir ke otak relatif jumlahnya berkurang, sehingga akan

memudahkan terjadinya tekanan darah menurun didalam pembuluh arteri otak,

sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.

Selanjutnya hal yang perlu diperhatikan dalam tubuh seseorang yang

berpuasa yaitu masalah kadar gula darah yang rendah. Dalam dunia medis,

berpuasa diartikan bahwa kita tidak memasukan makanan atau minuman ke

dalam tubuh untuk jangka waktu 8 sampai dengan 12 jam. Dengan berpuasa,

maka tubuh akan kekurangan beberapa zat penting yang dapat mengganggu kerja

tubuh. Salah satu zat itu adalah glukosa atau zat gula. Zat gula merupakan

sumber energi yang diperlukan oleh tubuh. Zat gula ini diperoleh dari makanan

yang mengandung gula atau karbohidrat. Dalam keadaan berpuasa, tubuh akan

kekurangan glukosa dan tubuh melalui otak akan mencoba mencari glicogen

didalam bagian tubuh lainnya. Glycogen adalah suatu molekul yang merupakan

bentuk energi yang dibuat dan disimpan terutama di dalam liver / hati dan

Page 60: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

50

muscles / otot. Setelah makanan masuk kedalam tubuh, kadar / level glukosa

akan meningkat. Selanjutnya, insulin akan merangsang enzimes dan glukosa ini

kemudian ditambahkan ke glicogen. Pada proses ini liver / hati akan menyerap

glukosa lebih banyak daripada yang harus dilepas. Setelah makanan dicerna,

kadar gula dalam tubuh mulai turun dan insulin yang dihasilkan akan berkurang

sehingga memaksa tubuh untuk menyerap cadangan glicogen.2

Dalam keadaan berpuasa, kadar / level glukosa tidak akan naik

dikarenakan tidak ada asupan makanan kedalam tubuh. Oleh karena itu, ketika

energi dibutuhkan, tubuh akan mencarinya melalui cadangan glicogen yang

selanjutnya akan dirubah menjadi glukosa yang merupakan sumber energi bagi

tubuh. Semakin lama berpuasa, maka kadar gula darah akan menurun dibawah

normal dan ini akan memicu kerusakan glicogen. Akibatnya keadaan gula darah

yang rendah ini dapat merasakan gejala-gejalanya berupa rasa lemah lekas capai,

pening, perasaan seperti mau pingsan, lapar, berkeringat, jantung berdebar,

tekanan darah berubah, perasaan mudah tersinggung, dan kemampuan berfikir

relatif agak terganggu serta mengalami kemunduran berkonsentrasi atau rasa

kantuk yang hebat.

Berdasarkan penjelasan diatas bahwa adanya pengaruh puasa Ramadhan

yang mengakibatkan berkurangnya daya konsentrasi pada penerbang dalam

menerbangkan pesawat terbang yang dapat menyebabkan kecelakaan. Dengan

2Dislambangjaau, http://www.tni-au.mil.id/pustaka/pengaruh-dalam-penerbangan

Page 61: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

51

mempertimbangkan efek – efek tersebut diatas, maka perlu diambil suatu

kebijakan yang dapat dijadikan suatu pedoman bagi awak pesawat dalam

melaksanakan tugasnya. Sehingga, tindakan yang diambil oleh awak pesawat

tidak menyalahi aturan, baik itu aturan agama, organisasi, maupun aturan –

aturan lainnya. Kebijakan yang diambil diharapkan dapat memenuhi tuntutan

semua pihak dengan mengedepankan keselamatan dan keamanan operator,

penumpang, maupun material.

B. Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang (PILOT)

Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUNAS MUI) adalah

forum permusyawarahan organisasi di kalangan para ulama, zuama‟ dan

cendekiawan muslim Indonesia yang diadakan secara rutin sekali dalam lima

tahun. Musyawarah ini secara ideal diharapkan mampu merangkai dimensi-

dimensi penting kehidupan sebuah organisasi, yaitu dimensi kemajuan

(progress), kesinambungan (continuity) dan dimensi perubahan (change).

MUNAS MUI juga bermakna sebagai forum refleksi atas apa-apa yang telah

dikerjakan oleh seluruh jajaran kepengurusan MUI baik di pusat maupun di

daerah, sejauh mana para pengurus telah melaksanakan amanah-amanah

organisasi yang dibebankan di pundak mereka.3

3Sekretariat Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Keputusan MUNAS VI 2005,

Sekretariat MUI, 2005.

Page 62: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

52

Salah satu hasil keputusan yang dicapai dalam MUNAS VIII MUI 2010

adalah fatwa tentang puasa bagi penerbang (PILOT). Adapun dasar penetapan isi

fatwa tersebut sebagai berikut:

1. Dasar penetapan fatwa tentang puasa bagi penerbang (PILOT).

Dalam membahas puasa bagi penerbang (PILOT), MUI menimbang

bahwa: sebagian masyarakat muncul pandangan mengenai adanya pengaruh

puasa Ramadhan pada berkurangnnya daya konsentrasi penerbang dalam

menerbangkan pesawat terbang yang bisa menyebabkan kecelakaan pesawat, dari

permasalahan tersebut muncul pertanyaan, yang antara lain dari Kementrian

Perhubungan RI dan PT Garuda Indonesia, mengenai hukum puasa bagi

penerbang (PILOT) dan kemungkinan melarang pilot untuk berpuasa saat

bertugas, oleh karena itu atas dasar pertimbangan tersebut, Musyawarah Nasional

VIII MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum Puasa bagi

penerbang (PILOT) untuk dapat dijadikan pedoman masyarakat.

MUI mendasarkan fatwa tentang puasa bagi penerbang (PILOT)

a. Firman Allah SWT, antara lain:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

bertakwa” (Q.S. al-Baqarah [2] : 183)

Page 63: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

53

Artinya: “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam

perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa)

sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan

wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak

berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.

barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka

Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika

kamu Mengetahui” (Q.S. al-Baqarah [2] : 184)

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan

yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk

bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan

pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa

di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka

hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau

dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya

berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari

yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak

menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan

bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-

Page 64: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

54

Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”(Q.S. al-

Baqarah [2] : 185)

Artinya: “Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu

kesempitan...” (Q.S. al-Hajj [22] : 78)

Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. al-Baqarah [2] : 195)

b. Hadis Nabi antara lain:

ع عب ئشخ سض اهلل عب صج اىج طي اهلل عي سي أ حضح ث عش

اىأل سي قبه ىيج طي اهلل عي سي أط ف اىسفش ؟ مب مثش اىظب

4(سا اىجخبس )شئذ فظ إ شئذ فأفطش إ: فقبه

Artinya: Aisyah, isteri Nabi Muhammad saw., meriwayatkan bahwa Hamzah

bin „Amr Al-Aslami bertanya kepada Nabi Muhammad saw. : apakah

saya puasa dalam perjalanan (musafir) ? Hamzah banyak melakukan

puasa. Nabi Muhammad saw. Menjawab : “jika engkau mau puasa,

boleh puasa. Tapi jika engkau tidak puasa, boleh tidak puasa”. (HR.

Imam al-Bukhari)

قبه أخجش خبثش ث عجذ اهلل أ سسه اهلل طي اهلل عي سي ش ثشخو ف

ظو شدشح شش عي اىبء قبه ب ثبه طب حجن زا قبىا ب سسه اهلل طبئ

4 Bukhari, Shahih al-Bukhari, h 43

Page 65: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

55

قبه إ ىس اىجش أ رظا ف اىسفش عين ثش خظخ اهلل اىز سخض

(سا اىسبئ ). ىن فبقجيب

Artinya: Muhammad bin Abdurrahman mengatakan : “Jabin bin Abdullah

mengatakan kepada saya : bahwa Rasulullah saw. Melintas dan

bertemu dengan seorang lelaki yang sedang bernaung di bawah

sebuah pohon, yang (kepalanya) disirami dengan air. Rasulullah saw.

Bersabda : mengapa teman ini ? para sahabat mengatakan : “ya

Rasulullah ! ia puasa”. Rasulullah saw. Bersabda : “Bukanlah suatu

kebaikankamu puasa ketika dalam perjalanan (musafir). Hendaklah

kamu gunakan rukhshah (keringanan) yang telah diberikan Allah

kepada kamu. Karena itu terimalah pemberian Allah itu”. (HR. Al-

Nasai)

ال ضشس ال ضشا س

Artinya: “tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula

membahayakan orang lain”. (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

c. Qaidah :

5اىشقخ رديت اىزسش

Artinya: “Kesulitan dapat menarik kemudahan”

2. Kriteria puasa bagi penerbang berdasarkan fatwa MUI

Dengan berdasarkan konsideran tersebut di atas, MUI memutuskan

fatwa tentang puasa bagi penerbang sebagai berikut:6

Ketentuan Umum :

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :

5Abdul Wahab Khalaf, „Ilmu Ushul al-Fiqh, (T.tp, Darul Qolam, 1956), h. 209

6 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa Nomor 04/ MUNAS-VIII/MUI/2010, (Jakarta:

Sekretariat MUI, 2010), h. 4

Page 66: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

56

1. Penerbang (PILOT) adalah awak/kru pesawat yang sedang bertugas

menerbangkan pesawat.

2. Musafir tetap adalah seseorang yang melakukan perjalanan secara terus

menerus.

3. Musafir tidak tetap adalah seseorang yang melakukan perjalanan temporal.

Ketentuan Hukum :

1. Penerbang (PILOT) boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai

rukhshah safar (keringanan karena bepergian); dengan ketentuan:

a. Penerbang yang berstatus musafir tetap dapat mengganti dengan

membayar fidyah;

b. Penerbang yang berstatus musafir tidak tetap wajib mengganti puasa di

hari lain.

2. Membuat peraturan yang melarang seseorang berpuasa Ramadhan

hukumnya haram karena bertentangan dengan syariat Islam.

C. Analisa Fatwa MUI Tentang Puasa Bagi Penerbang (PILOT)

Perkembangan atau pertumbuhan yang dinamis secara terus menerus

melahirkan berbagai peristiwa baru yang tidak ditunjukkan ketentuan hukumnya

secara spesifik dan pasti dalam al-Qur‟an. Kondisi demikian melahirkan

kesenjangan antara nash al-Qur‟an dengan peristiwa-peristiwa yang terlahir

sebagai produk dari dinamika peradaban manusia tersebut, yakni

berkesudahannya nash dan tidak berkesudahannya peristiwa-peristiwa baru.

Page 67: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

57

Tidak setiap orang atau kelompok masyarakat mampu untuk

mengembangkan daya pikirnya untuk melakukan ijtihad.7 Terhadap kelompok

masyarakat ini, ulama dan masyarakat yang memiliki pemahaman yang lebih

terhadap agama harus mampu membimbing dan mengarahkan umatnya kejalan

kebenaran.

Dalam konteks inilah kita memahami bahwa sesungguhnya fatwa

memiliki peran yang cukup signifikan sebagai media atau instrumen untuk

menjadi arahan bagaimana sikap dan perilaku yang harus ditunjukan oleh umat

Islam. Dalam hal ini Majelis Ulama Indonesia adalah sebuah lembaga yang

berperan untuk memberikan fatwa terhadap setiap permasalahan yang terjadi

baik diminta ataupun tidak.8

Pada penjelasan sebelumnya penulis telah kemukakan keputusan fatwa

MUI yang menetapkan Fatwa tentang keringanan berpuasa bagi penerbang (PILOT)

yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2010 dalam Musyawarah Nasional

Majelis Ulama Indonesia ke-VIII yang isinya sebagai berikut:

1. Penerbang (PILOT) boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan sebagai rukhshah

safar (keringanan karena berpergian) dengan ketentuan:

a. Penerbang yang berstatus musafir tetap dapat mengganti dengan membayar

fidyah.

7 Nasrun Rusli. Konsep Ijtihad Al-Syaujani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum

Islam Di Indonesia, (T.tp), h. 87 8 Depag R.I, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, h. 266.

Page 68: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

58

b. Penerbang yang berstatus musafir tidak tetap wajib mengganti puasa di hari

lain.

2. Membuat peraturan yang melarang seseorang berpuasa Ramadhan hukumnya

haram karena bertentangan dengan syaria‟at Islam.

Dasar pertimbangan MUI dalam mengeluarkan fatwa ini adalah ayat al-

Qur‟an antara lain: pada al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 183 menerangkan

tentang kewajiban berpuasa Ramadhan bagi umat muslim, dalam ayat 184-185

menerangkan tentang keringanan berpuasa bagi orang sakit dan musafir untuk

berbuka puasa Ramadhan dengan menggantinya pada hari lain serta membayar

fidyah. Dalam al-Qur‟an al-Hajj ayat 78 menerangkan bahwa Allah tidak

menjadikan umatnya dalam agama suatu kesempitan. Juga dalam al-Qur‟an surat

al-Baqarah ayat 195 menerangkan bahwa Allah memerintahkan kepada umatnya

untuk berbuat baik.

Sedangkan yang menjadi dasar pertimbangan MUI dalam mengeluarkan

fatwa berdasarkan hadis antara lain: Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh

Imam al-Bukhari yang menerangkan bahwa diperbolehkannya bagi musafir

untuk tidak berpuasa. Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh al-Nasai yang

menerangkan bahwa Rasulullah bersabda agar menggunakan rukhshah

(keringanan) dari Allah ketika dalam perjalanan (musafir). Serta ijma‟ para

ulama dan kaidah fiqh yang digunakan yaitu kesulitan dapat menarik kemudahan.

Juga memperhatikan pendapat Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu‟ Juz 6

halaman 261 yang menerangkan tentang kondisi orang yang boleh berbuka puasa

Page 69: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

59

Ramadhan bagi musafir.9 dan pendapat peserta Musyawarah Nasional VIII MUI

pada tanggal 26 Juli 2010.

Pada dasarnya puasa pada bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi umat

Islam. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT di dalam al-Qur‟an surat al-

Baqarah ayat 183.

Dalam ayat tersebut Allah Ta‟ala berfirman untuk menyuruh umatnya

berpuasa. Puasa artinya menahan diri dari makan, minum, dan berjima disertai

dengan niat yang ikhlas karena Allah Yang Maha Mulia dan Agung, dan puasa

juga mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan diri

dari percampuran dengan keburukan, dan akhlak yang rendah. Allah menuturkan

bahwa sebagaimana dia mewajibkan puasa kepada umat Islam, Dia pun telah

mewajibkan kepada orang-orang sebelumnya yang dapat dijadikan teladan. Maka

hendaklah puasa itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan lebih sempurna

daripada yang dilakukan oleh orang terdahulu.10

Dalam hal ini penerbang (PILOT) adalah awak/kru pesawat yang sedang

bertugas menerbangkan pesawat dan disebut juga sebagai musafir. Berkenaan

dengan musafir di dalam puasa Ramadhan Allah SWT memberikan rukhshah

(keringanan) untuk berbuka puasa dengan menggantinya pada hari-hari lain.

Berdasarkan firman Allah swt pada al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 184.

9Zakariya Ali Yusuf , al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzab, (mesir: T.tp, T.th ), Juz 6, h.

261 10

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Penerjemah Syihabuddin, Cet 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 1999) h. 286-287.

Page 70: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

60

Dalam ayat 184 menjelaskan bahwa orang yang sakit dan yang

berpergian tidak perlu berpuasa, namun boleh berbuka dan mengqadha dengan

cara mengulanginya pada hari-hari lain. Adapun orang yang sehat dan berada

ditempat bila dia mau, maka berpuasalah dan bila tidak mau maka berbukalah,

namun dia harus memberi makan kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari ia

berbuka. Berpuasa lebih baik daripada memberi makan.11

Dalam ayat tersebut Allah menetapkan kewajiban berpuasa Ramadhan

kepada orang yang berada di tempat dan sehat. Allah memberi kemurahan untuk

berbuka kepada orang yang sakit dan berpergian. Dan Allah menetapkan bagi

orang tua yang tidak sanggup berpuasa untuk memberi makan. Seseorang itu

diberikan kemudahan agama untuk memilih hendak terus berpuasa atau berbuka

di kala musafir apabila saja dia telah bersiap untuk mulai perjalanan sekalipun

masih berada di perkampungan asalnya. Berikut ini dua hadis rujukan MUI

dalam menetapkan fatwa diantaranya, adalah:

ع عب ئشخ سض اهلل عب صج اىج طي اهلل عي سي أ حضح ث عش

اىأل سي قبه ىيج طي اهلل عي سي أط ف اىسفش ؟ مب مثش اىظب

(سا اىجخبس )شئذ فظ إ شئذ فأفطش إ: فقبه 12

Artinya: Aisyah, isteri Nabi Muhammad saw., meriwayatkan bahwa Hamzah bin

„Amr Al-Aslami bertanya kepada Nabi Muhammad saw. : apakah saya

puasa dalam perjalanan (musafir) ? Hamzah banyak melakukan puasa.

11

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

287-288 12

Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Darul Fikr, T.th), Juz 2, h. 43

Page 71: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

61

Nabi Muhammad saw. Menjawab : “jika engkau mau puasa, boleh

puasa. Tapi jika engkau tidak puasa, boleh tidak puasa”. (HR. Imam

Bukhari)

قبه أخجش خبثش ث عجذ اهلل أ سسه اهلل طي اهلل عي سي ش ثشخو ف

ظو شدشح شش عي اىبء قبه ب ثبه طب حجن زا قبىا ب سسه اهلل طبئ قبه

إ ىس اىجش أ رظا ف اىسفش عين ثش خظخ اهلل اىز سخض ىن

(سا اىسبئ ). فبقجيب

Artinya: Muhammad bin Abdurrahman mengatakan : “Jabir bin Abdullah

mengatakan kepada saya : Bahwa Rasulullah saw. Melintas dan

bertemu dengan seorang lelaki yang sedang bernaung di bawah

sebuah pohon, yang (kepalanya) disirami dengan air. Rasulullah saw.

Bersabda : mengapa teman ini ? para sahabat mengatakan : “ya

Rasulullah ! ia puasa”. Rasulullah saw. Bersabda : “Bukanlah suatu

kebaikankamu puasa ketika dalam perjalanan (musafir). Hendaklah

kamu gunakan rukhshah (keringanan) yang telah diberikan Allah

kepada kamu. Karena itu terimalah pemberian Allah itu”. (HR. Al-

Nasai)

Kedua hadis tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang akan

menjalani suatu berpergian dibolehkan untuk menggunakan rukhshah yang telah

diberikan Allah dengan tidak puasa.

Dalam perkara lain yang perlu dipertimbangkan dalam keadaan

berpuasa dan kaitannya dengan musafir dalam bulan Ramadhan ini ialah amanah

yang dipikul atau tanggung-jawab yang dipegang. Khususnya ditujukan kepada

para penerbang (PILOT) yang tugasnya dalam keadaan musafir melibatkan

amanah serta tanggung-jawab yang besar. Amanah yang mereka pegang itu

Page 72: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

62

sangatlah besar keutamaannya di sisi Islam dan umat manusia umumnya dan

mengenai amanah ini.

Apabila kerjanya seseorang itu melibatkan amanah serta tanggung-

jawab yang berat dalam keadaan musafir, maka sebaiknya dia menerima serta

mengamalkan kemudahan-kemudahan hukum agama yang ada agar dia dapat

melaksanakan amanah dan tanggungannya dengan sempurna dan pada waktu

yang sama menepati perintah-perintah agama. Tidak dibenarkan dalam Islam

untuk memaksakan melakukan sesuatu diluar kemampuannya. Allah SWT

berfirman:

Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam

kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. al-Baqarah [2] : 195)

Dalam usaha kita menunaikan ibadah puasa, Allah SWT telah

memberikan kemudahan hukum untuk memilih terus berpuasa atau berbuka.

Maka dari itu, hendaklah kita mengamalkan sepenuhnya kemudahan ini agar

tidak terabai amanah atau tanggung-jawab yang dipikulnya. Dalam syari'at Islam

tidak pernah memberatkan umatnya dengan sesuatu ibadah yang diluar

kemampuan dirinya maupun sesuatu yang memberikan akibat negatif kepada

umat secara umumnya.

Page 73: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

63

Maka dari itu dilihat dari tugas seorang penerbang (PILOT) yang

mempunyai tanggung jawab besar terhadap penumpangnya dan dengan

berpuasanya di bulan Ramadhan mempunyai pengaruh negatif dalam

menjalankan tugasnya, maka dianjurkan untuk menggunakan keringanan yang

diberikan oleh Allah SWT. Karena ajaran Islam akan memberikan kefahaman

bahwa Islam mengamalkan konsep terbuka lagi toleran dalam hal-hal ibadah dan

juga dalam hal-hal amanah pula Islam memberikan sikap tegas. Maka dari itu

Islam lebih mengutamakan untuk tidak mengabaikan amanah dan tanggung

jawab terhadap orang lain.

Mengenai dalam hal mengqadha puasanya pada hari-hari yang lain itu

berlaku bagi orang yang mampu. Namun apabila telah berusaha, dan ternyata

tidak memungkinkan karena kemampuannya. Maka pilihan yang terakhir yaitu

dengan membayar fidyah saja. Salah satunya yaitu bagi seorang penerbang

(PILOT). Hal ini dkarenakan penerbang mempunyai tanggung jawab yang besar

dan memerlukan konsentrasi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Tetapi,

tidak semua penerbang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa, hanya para

penerbang yang sedang melaksanakan tugas terbang yang boleh meninggalkan

ibadah puasa. Fatwa MUI juga menyebutkan bahwa para penerbang yang tidak

berpuasa pada bulan Ramadhan wajib menggantinya dengan Fidyah apabila

penerbang tersebut harus menjalankan misinya setiap hari. Namun, apabila

penerbang tidak melaksanakan misinya setiap hari, hanya sewaktu–waktu dalam

Page 74: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

64

bulan Ramadhan, maka penerbang tersebut wajib mengganti waktu puasanya di

lain hari.

sDemikian jelaslah mengapa MUI mengeluarkan fatwa tentang puasa bagi

penerbang untuk dijadikan pedoman bagi awak pesawat dalam melaksanakan

tugasnya. Sehingga, tindakan yang diambil oleh awak pesawat tidak menyalahi

aturan, baik itu aturan agama, organisasi, maupun aturan–aturan lainnya.

Sehingga dengan dikeluarkannya fatwa tersebut diharapkan dapat memenuhi

tuntutan semua pihak dengan mengedepankan keselamatan dan keamanan

operator, penumpang, maupun material.

Page 75: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan

dalam skripsi ini, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Peranan MUI dalam dalam menetapkan fatwa memliki Dasar-dasar umum

yang ditetapkan dalam 2 ayat (ayat 1 dan 2) pada ayat 1 dikatakan bahwa

setiap fatwa didasari pada adillat al-ahkam yang paling kuat dan membawa

kemaslahatan bagi umat. Dalam ayat berikutnya (ayat 2) dijelaskan bahwa

dasar-dasar fatwa adalah al-Qur‟an, Hadits, Ijma, Qiyas, dan dalil-dalil

hukum lainnya. Secara umum penetapan fatwa di MUI selalu

memperhatikan pula kemaslahatan umum (mashalih „ammah) dan intisari

ajaran agama (maqashid al-syari‟ah). Sehingga fatwa yang dikeluarkan

oleh MUI benar-benar bisa menjawab permasalahan yang dihadapi umat

dan benar-benar dapat menjadi alternatif pilihan umat untuk dijadikan

pedoman dalam menjalankan kehidupannya.

2. Bahwa berpuasa mempunyai beberapa manfaat tetapi juga mempunyai

beberapa efek samping, dari segi keselamatan penerbangan, yang dapat

membahayakan penerbangan. Beberapa efek samping dari berpuasa dapat

menyebabkan penurunan kadar gula darah dalam tubuh dan penurunan

tekanan darah pembuluh arteri otak yang dapat menyebabkan awak

pesawat mengalami grey out, black out dan bahkan pingsan. Dengan

Page 76: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

66

mempertimbangkan efek – efek samping tersebut, diharapkan awak

pesawat dapat mengetahui kemampuannya dalam melaksanakan tugas

penerbangan.

3. Sesuai dengan ajaran Islam maka bagi setiap orang Islam yang berakal dan

baligh, diwajibkan melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan akan

tetapi terdapat pengecualian diberikan bagi mereka yang tidak dapat

melakukan ibadah puasa seperti orang sakit, karena tua, dan musafir. Maka,

bagi seorang penerbang yang pekerjaannya memerlukan kondisi fisik serta

psikis yang baik juga mengandung resiko atau bahaya maka, diperboleh

tidak berpuasa di bulan Ramadhan saat melaksanakan tugas.

B. Saran-saran

1. Walaupun MUI merupakan lembaga Independen, namun azas Amar

Ma‟ruf Nahi Munkar yang dijadikan pedoman bagi seluruh Ulama, MUI

harus berupaya keras untuk mempengaruhi pemerintah atau lembaga-

lembaga lainnya untuk tidak mengambil keputusan melarang seseorang

untuk berpuasa di bulan Ramadhan. karena hal tersebut hukumnya haram

dan bertentangan dengan syariat Islam.

2. Dianjurkan bagi seorang penerbang (PILOT) apabila tidak mampu

berpuasa di bulan Ramadhan dalam menjalankan tugasnya maka

gunakanlah rukhsah (keringanan) yang diberikan oleh Allah untuk tidak

berpuasa Ramadhan dalam menjalankan tugasnya. Karena seorang

penerbagn dikatakan sebagai musafir.

Page 77: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

67

3. Terakhir, penulis menyarankan kepada kaum muslimin dan khususnya bagi

penulis sendiri, janganlah terlalu cepat mengambil keputusan untuk

membuat peraturan yang melarang seseorang untuk berpuasa di bulan

Ramadhan. Karena hal tersebut hukumnya adalah haram dan

bertentangan dengan syari‟at Islam. Oleh karena itu, sebelum mengambil

keputusan tersebut sebaiknya tanyakan dahulu kepada instansi pemerintah

terkait atau lembaga yang lebih memahami persoalan agama, salah

satunya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Page 78: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

68

DAFTAR PUSTAKA

al-Qur‟an al-karim

AK, H. Baihaqi. Fiqh Ibadah. Bandung: M28, 1996.

A. Ghazaly, Yuzni. Puasa Sepanjang Tahun Bersama Nabi. Jakarta: Alifbata, 2006.

Al-Zuhaily, Wahbah. Puasa Dan Itikaf Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 1996.

Amin, Ma‟ruf. Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: PT Pramudya

Advertising, 2008.

A. Rahman Riotongga, dkk. “Ensiklopedi Hukum Islam”. Jakarta: PT Ictiar Baru,

1996.

al-Qardhawy, Yusuf. Al-Fatwa Bainal Indhibath Wat Tasayyub (Terj). Jakarta,

Pustaka Al-Kautsar, 1996.

Ar-Rifa‟i Muhammad, Nasib. Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Penerjemah Syihabuddin. Cet 1. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Al Habsyi Muhammad, Baqir. Fiqh Praktis; Menurut Al-Qur‟an, As Sunnah, dan

Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan, 1999. Cet. Ke 1.

Al Jaziri, Abdurrahman. Puasa Menurut Empat Imam Mazhab. Jakarta: Lentera

Basritama, 2001. Cet. Ke 3.

Baaz Abdullah, Bin. Kumpulan Fatwa Puasa. Jakarta: Khairul Bayan, 2003. Cet .

Pertama.

Danim, Sudarman. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pusaka Setia, 2002.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1994.cet III.

Daradjat, Zakiah. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental. Jakarta , Ruahama, 1995.

Depag. RI. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Dirjen BPIH Depag

RI, 2003.

Page 79: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

69

El-Choli, El-Bahayi. Puasa, Penerjemah: Fuad Mohd Achruddin. Jakarta: Mohd.

Tawfiq Oweida, T.Th. Cet. Kedua.

http://www.tni-au.mil.id/pustaka/pengaruh-dalam-penerbangan. diakses pada tanggal

26 september 2010

Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Alhusaini, Kifayatul Ahyar

(Kelengkapan Orang Shalih) Bagian Pertama. Penerjemah Syarifuddin

Anwar Dan Mishbah Musthafa. Surabaya: CV. Bina Iman, 1994.

Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Rajagafindo Persada, 2005.

Kamil al-Mathawi, Hasan. Fiqh Al-Ibadat Ala Mazhab Al-Imam Malik r.a. Kairo:

Maktabah An-Nahdhah Al-Misriyah, 1978.

Muhammad Abdul Hadi, Abu Sari‟. Shaum Dan I‟tikaf “Perbandingan Antar

Madzhab Berdasarkan Dalil-Dalil Shahih”. Jakarta: Al-Amanah, 1993.

Majelis Ulama Indonesia. Fatwa MUNAS VII MUI 2005. Cet III.

Majlis Ulama Indonesia. Muqaddimah Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga

MUI. Jakarta: Sekretariat MUI, 1986.

Madjid, Nurcholish. Dialog Ramadhan Bersama Caknur. Jakarta: Paramadina, 2000.

Moede, Nogarsyah. Hikmah Puasa Bagi Umat Islam Menurut Al-Qur‟an Dan Hadits.

Bandung: Marjan, 1990.

Mighniyah, Jawad. Terjemah Fiqh Lima Madzhab. Jakarta: Lentera Basritama, 1996.

M. Abdul Mujib.dkk. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus,2002. cet. 11.

MB. Hooker. Islam Madzhab Indonesia: Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial. Jakarta:

Terauk, 2002.

Mastuhu. Metode Penelitian Agama; Teori Dan Praktik. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006.

Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana, 1998.

Nasrun Rusli. Konsep Ijtihad Al-Syaujani, Relevensinya Bagi Pembahasan Hukum

Islam Di Indonesia

Page 80: KERINGANAN PUASA BAGI PENERBANG DI BULAN RAMADHAN ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3460/1/AFRIZAL... · studi kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga

70

Qardhawi, Yusuf. Fiqh Shiyam “Puasa Menurut Al-Qur‟an Dan Sunnah”. Jakarta:

Islamuna Pres, 2004.

Qardhawi, Yusuf. Fiqh Puasa. Surakarta: Era Intermedia, 1998.

Qardhawi, Yusuf. Fiqh Puasa. Solo: Citra Islam Press, T.th

Qardhawi, Yusuf. Fatwa antara Ketelitian dan Kecerobohan. Jakarta: Gema Insani

Press 1997.

Rahim, Saiful. Puasa “Siapa Yang Boleh Meninggalkannya”. Jakarta: Antar Kota,

1998.

Rousydiy, Lathief. Puasa Hukum dan Hikmahnya Berdasarkan Sunnah Rasulullah

SAW. Medan: Rimbow, 1993.

Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam., Bandung: PT Sinar Baru Algensindo, 2000. Cet. Ke-

33.

Sairudin. Dkk. Tuntunan Ibadah Puasa Lengkap. Surabaya: Indah, 1995.

Sjamsuddin Anas, Tohir. Terjemahan Kifayatul Akhyar 1, Surabaya: PT Bina Ilmu,

1997.

Sukardi K.D. Puasa Bersama Sufi. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001. Cet. 1.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh 2. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 2001. Cet. II.

Sambutan Ketua Komisi Fatwa dan hukum KH. Ibrahim Hosen dalam Himpunan

Fatwa- Fatwa MUI. Jakarta : Sekretariat MUI, 1997.

Sekretariat MUI. Himpunan Keputusan Munas VII MUI 2005. Sekretariat MUI, 2005.

Sekretariat Majelis Ulama Indonesia. Himpunan Keputusan MUNAS VI 2005.

Sekretariat MUI, 2005.

Ulwan Adullah, Nasih. Puasa Ramadhan dan Segala Ketentuannya. Bogor: Pustaka

Litera Antarnusa, 1987.

Yahya, Ali. Yas‟alunaka: Tanya Jawab Lengkap Tentang Agama Dan Kehidupan.

Jakarta: Lentera, 2006.

Zakiah, Darajat. Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental. Jakarta: Ruhama, 1995.