keratitis mikosis di india-revisi
DESCRIPTION
jurnalTRANSCRIPT
Keratitis Mikosis di India : sebuah penelitian retrospektif lima
tahun
PICO
Problem :Keratitis mikosis sulit untuk di terapi dengan banyaknya factor predisposisi yang ada.
Intervention : -
Compare :Membandingkan jumlah kasus keratitis yang dipelajari (berdasarkan factor predisposisi) dengan jumlah kasus yang positif keratitis jamur.
Outcome :Diagnosis tepat dan dini pada keratitis mikosis.
Pencarian Bukti Ilmiah:
Kata kunci : corneal infections, fungal keratitis, mycotic keratitis, Fusarium spp., Aspergillus spp.
Limitasi : 13 Juli 2009 – 18 November 2009
Dipilih artikel berjudul:
Mycotic keratitis in india: a five-year retrospective study
Oleh:
Ragini Tilak, Abhisek Singh, Om Prakash Singh Maurya, Abhishek Chandra, Vijai Tilak, Anil Kumar Gulati
Dimuat dalam:
The Journal of Infection in Developing Countries 2010;4(3);171-174
1
ABSTRAK
Mikosis Keratitis di India : Studi Retrospektif lima tahun.
Tujuan : Untuk menentukan agen penyebab dari keratitis mikosis dan untuk mengidentifikasi factor – factor predisposisi dari keratitis mikosis.
Metode : Kerokan kornea dari 90 pasien ulkus kornea dengan suspect infeksi jamur sebagai etiologinya. Dilakukan pemeriksaan langsung menggunakan 10% KOH, kultur dan pewarnaan gram.
Hasil : Studi ini meliputi 90 subyek dengan ulkus kornea, berdasarkan kecurigaan klinis, diantaranya 41 kasus didiagnosis dengan keratitis mikosis dilaboratorium. Di antara 41 kasus, budaya menunjukkan pertumbuhan jamur hanya dalam 36 kasus sedangkan sisanya lima kasus positif hanya dengan kalium (KOH) persiapan hidroksida. Laki – laki lebih sering terkena dan sebagian besar pada kelompok usia 31 – 40 tahun. Aspergillus flavus adalah jamur yang paling umum terisolasi diikuti oleh Fusarium solani.
Kesimpulan : Diagnosis cepat dan institusi awal terapi anti jamur diperlukan untuk mencegah morbiditas ocular dan kebutaan. Meskipun kultur membantu dalam diagnosis pasti dan identifikasi, deteksi mikroskopis langsung dari struktur jamur pada kerokan kornea atau biopsy menghasilkan dugaan cepat diagnosis.
DEFINISI OPERASIONAL
Lesi satelit Suatu lesi sentral yang besar yang dikelilingi oleh dua atau lebih lesi serupa tetapi lebih kecil, menunjukkan asal lesi dan penyebaran darinya, seperti yang dijumpai pada infeksi jamur.
Lactophenol Larutan phenol dan asam laktat didalam gliserol dan air
Perforasi Pembuatan lubang; pelubangan; lubang kecilKultur (biologi) rekayasa untuk mempercepat
pertumbuhan jaringan lewat media tumbuh yang diatur kondisinya.
Keratitis mikosis Infeksi jamur pada kornea
2
METODE
Sebuah analisis retrospektif dilakukan dari semua pasien dengan hasil kultur keratitis jamur dilihat selama periode lima tahun dari Januari 2004 sampai Desember 2008. Sebanyak 90 klinis diduga kasus kerokan kornea dilibatkan dalam penelitian ini.
Kriteria Inklusi :
Dilakukan pada semua pasien yang terbukti dengan kultur terdapat keratitis jamur Riwayat rinci dari penyakit ini dilakukan pada semua pasien dengan referensi khusus
untuk pekerjaan, trauma, obat untuk mata dan intervensi bedah, imunosupresi, dan penggunaan kosmetik atau terapi lensa kontak.
Kriteria Eksklusi :
-
HASIL
Dari 90 kasus ulkus kornea yang dipelajari, infeksi mikosis di amati pada 41 pasien. Mayoritas pada laki – laki ( laki – laki 30 dan perempuan 11). Kelompok usia yang paling umum terkena adalah 31 – 40 tahun (baik laki – laki
maupun perempuan). Angka kejadian tinggi pada keratitis mikosis terjadi pada bulan April – Juli bertepatan
dengan musim panen di daerah ini. Di antara jamur berfilamen yang di identifikasi, sebagian besar berhialin. Dari 36 kasus kultur positif, agen yang paling sering diisolasi adalah Aspergillus
flavus Trauma menjadi factor predisposisi yang paling umum dalam studi ini, seperti yang
diamati dalam 17 kasus.
3
DISKUSI
Keratitis mikosis telah menjadi masalah serius diophthalmogi sejak ditemukan pada
tahun 1879. Dalam studi ini, mayoritas keratitis mikosis disebabkan jamur filamen, yaitu
spesies Aspergillus dan Fusarium. Spesies Aspergillus adalah yang paling umum diisolasi
pada keratitis jamur sebagaimana yang dilaporkan oleh Chander et al. Namun, spesies
fusarium diketahui menjadi penyebab paling umum dari keratitis jamur di India selatan
(Madurai dan Tamilnadu) oleh Barathi et al. (2002, 2003) dan Srinivasan et al. (1997).
Gopinathan et al meriview epidemiologi dari 1.352 pasien dengan kultur pasti keratitis
mikosis dilihat selama periode 10 tahun di sebuah rumah sakit mata perawatan di India
selatan. Pria secara signifikan lebih sering terkena dibanding wanita (rasio 2,5:1), dan 64%
pasien dalam kelompok usia 16 sampai 49 tahun.
Trauma okular merupakan factor predisposisi infeksi pada 54% pasien; trauma
muncul secara signifikan lebih sering pada mereka yang bekerja di luar daripada mereka yang
di dalam ruangan. Trauma oleh material tanaman/sayur2an diyakini menjadi faktor risiko
spesifik untuk infeksi jamur pada kornea dalam pasien studi ini. Ulkus kornea jamur dapat
dilaporkan pada usia berapa pun dan dalam penelitian ini, usia pasien bervariasi 12-76 tahun.
Namun, kelompok usia yang paling rentan adalah 31 sampai 40 tahun. Selain itu, ulkus
kornea jamur ditemukan lebih umum pada pria dibandingkan pada wanita. Trauma kornea
telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang paling umum untuk keratitis mikosis, yang juga
merupakan kasus dalam penelitian – penelitian sekarang ini. Material tanaman dilaporkan
menjadi agen trauma yang paling sering dalam penelitian kita (17 kasus). Faktor-faktor risiko
predisposisi yang kronis yaitu penggunaan antibiotik / topikal kortikosteroid ada pada
sembilan kasus. Enam kasus memberikan sejarah operasi katarak. Pada studi saat ini, riwayat
penggunaan lensa kontak tidak ditemukan dalam kasus manapun (Tabel 2).
4
Tabel 1. Agen etiologi keratitis mikosis
Jamur berfilamen Jumlah
Aspergillus flavus 10
Aspergillus fumigatus 3
Aspergillus terreus 2
Aspergillus niger 2
Fusarium solani 7
Penicillium species 1
Alternaria alternata 3
Acremonium species 1
Scedosporium species 1
Bipolaris spicifera 2
Cladophialophora carrionii 1
Curvularia lunata 2
Candida albicans 1
Tabel 2
Faktor predisposisi Jumlah Kasus
Jumlah kasus yang
diteliti
Jumlah kasus positif
untuk jamur
Riwayat trauma kornea 17 17
Topikal antibiotik/steroid 9 4
Bedah (katarak) 6 6
Penggunaan jamu 0 0
Penggunaan lensa kontak 0 0
Kondisi lokal/sistemik lainnya * 0 0
Tidak ada riwayat yang signifikan 9 9
*Glaukoma, diabetes, anemia, dll
5
Mikosis keratitis dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi kejadian tertinggi
ditemukan pada individu antara usia 20 dan 45 tahun. Dalam penelitian kami juga
menemukan bahwa kelompok usia yang paling terkena dampak adalah 31 sampai 40 tahun.
Studi mikologi pada kasus klinis yang diduga keratitis mikosis mengungkapkan bahwa jamur
didapatkan pada pemeriksaan mikroskop dan kultur dalam 41 kasus dan lima kasus tidak
menghasilkan jamur apapun meskipun pemeriksaan mikroskop langsung menunjukkan
positif.
Alasannya mungkin jamur yang ada tidak terdapat di semua area ulkus dan oleh
karena itu setiap kerokan dari ulkus kornea dapat tidak mengandung jamur. Keratitis mikosis
diterapi dengan obat-obatan atau tindakan operasi. Meskipun terdapat kemajuan dalam
diagnosis dan pengobatan infeksi jamur pada kornea, beberapa pasien memerlukan intervensi
bedah karena kegagalan terapi medis.
Terapi medis terdiri dari langkah-langkah spesifik dan penggunaan agen antijamur
yang spesifik. Natamycin topikal (5%) atau amfoterisin B 0,15% biasanya dipilih sebagai
terapi lini pertama untuk infeksi superfisial, walaupun ada atau tidak adanya hifa septate atau
sel ragi yang terlihat pada pemeriksaan mikroskop langsung. Keberadaan lesi yang mendalam
memerlukan penambahan dari beberapa bentuk terapi sistemik. Keratitis mikosis biasanya
merespon perlahan-lahan selama periode berminggu-minggu terhadap terapi antijamur,
tanda-tanda klinis perbaikan harus benar-benar dicatat. Jika infeksi kornea berkembang
meskipun terapi antijamur kuat, intervensi bedah mungkin diperlukan. Dalam penelitian
sekarang ini, segera setelah diagnosis keratitis jamur dibuat oleh preparat kalium hidroksida,
pengobatan antijamur dimulai. Kebanyakan (36 dari 41) pasien menanggapi pengobatan.
Lima pasien yang tersisa timbul suatu komplikasi (perforasi kornea). Keratoplasty dilakukan
dan hasilnya memuaskan.
Kesimpulannya, elemen kunci dalam diagnosis keratitis mikotik adalah kecurigaan klinis
oleh dokter mata. Ulkus kornea jamur adalah umum di India karena iklim tropis dan agraria
besar populasi yang berisiko. Berbagai macam faktor terlibat, seperti trauma dan penggunaan
antibiotik topikal dan kortikosteroid. Namun, karena komplikasi potensial yang serius dari
keratitis mikosis, penting untuk mengetahui etiologi yang tepat dari ulkus kornea untuk
memberikan terapi yang tepat pada waktunya.
6
Anatomi
Kornea
Kornea merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening dan berbentuk
kaca arloji terletak di dataran depan bola mata.
Akibat kejernihan kornea maka sinar dapat diteruskan atau dibiaskan ke dalam bola mata.
Kornea merupakan komponen utama sistem optik mata di mana 70 % pembiasan sinar
dilakukannya. Untuk fungsinya ini kornea harus mempunyai permukaan yang licin.
Permukaan ini akan lebih licin bila terdapat film air mata di depan kornea. Sinar yang masuk
ke dalam bola mata dibiaskan oleh kornea untuk difokuskan pada makula lutea Kornea tidak
mempunyai pembuluh darah. Bila terjadi perubahan, walaupun kecil, pada permukaan kornea
akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan berkurangnya tajam penglihatan secara
nyata. Turunnya tajam penglihatan dapan terjadi akibat edema kornea, infiltrasi sel radang ke
dalam kornea, vaskularisasi dan terbentuknya jaringan parut pada kornea.
Tebal kornea di bagian sentral 0.5 mm yang terdiri atas 5 lapis, yaitu : Epitel, terdiri
atas 5 lapis sel dengan 3 tipe sel, yaitu :
sel epitel gepeng, sel sayap, dan sel basal atau sel kuboid. Sel basal
melekat erat dengan membran basal kornea. Sel basal dan membran
basal epitel kornea mempunyai daya regenerasi.
Membran Bowman, yang merupakan bagian stroma kornea dan
membentuk membran tipis yang homogen. Membran Bowman tidak
mempunyai daya regenerasi.
Stroma, merupakan bagian kornea yang paling tebal atau 90% daripada
tebalnya kornea. Stroma terdiri atas sel stroma atau keratosit dan serat
kolagen yang tersusun sangat teratur.
Stroma kornea tidak mempunyai daya regenerasi. Bila terjadi kerusakan
stroma, maka akan membentuk jaringan parut yang keruh pada kornea.
Membran Descemet, lapisan elastik kornea yang bersifat transparan.
Endotel, terdiri atas satu lapis sel gepeng heksagonal.
Kornea tidak mempunyai pembuluh darah atau avaskular, akan tetapi sangat kaya
dengan serabut sensorik. Saraf sensorik ini berasal dari saraf siliar yang merupakan cabang
oftalmik saraf trigeminus.
Bilik mata depan, iris dan badan kaca
7
Bilik mata depan berisi cairan mata dengan batas depan bagian belakang kornea dan
batas belakang iris dan lensa depan. Di bagian perifer terdapat sudut bilik mata yang
memegang peranan dalam pengeluaran cairan mata. Cairan mata di sudut bilik mata akan
mengalir ke luar melalui kanal Schlemm menuju pembuluh darah balik episklera. Iris
merupakan bagian dari uvea anterior dan melekat di bagian perifer dengan badan siliar.
Stroma yang terletak di bagian depan tidak mempunyai epitel sedang di bagian belakang
terdapat epitel yang berpigmen sehingga memberikan warna pada iris. Stroma iris banyak
mengandung pembuluh darah yaitu arteri sirkular iridis minor dan mayor. Kedua pembuluh
darah ini dihubung-kan oleh arteri radial iris.
Pada iris terdapat celah yang disebut pupil. Pupil berperan dalam mengatur jumlah
sinar masuk ke dalam mata, dengan membesar atau midriasil di tempat gelap dan mengecil
atau miosis bila penerangan terlalu keras dan silau. Pupil dipersarafi oleh saraae ke III simpatis
pada m.dilatator pupil untuk melebarkan pupil dan saraf ke III parasimpatis pada m. sfingter
pupil untuk mengecilkan pupil. Iris dipersarafi juga oleh saraf ke V untuk fungsi
sensibelnya sehingga bila meradang akan memberikan rasa sakit.
Badan siliar merupakan jaringan berbentuk segitiga yang terletak me-lekat pada sklera, dan
berhubungan erat dengan uvea posterior di sebelah belakang da iris di sebelah depan. Pada
badan siliar terdapat 3 otot badan siliar yang berperan dalam akomodasi. Otot tersebut
adalah radiar m. sirkular dan m. meridioner. Pada badan siliar juga terdapat pembuluh darah
pleksus siliar yang memberikan pendarahan pada iris, kornea, dan badan siliar. Pada badan
siliar, pembuluh darah ini terutama memberikan darah pada jonjot siliar yang akan
menghasilkkan cairan mata. Cairan mata ini akan memberikan metabolisme pada lensa dan
kornea sebelah belakang
FISIOLOGI
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler, dan
deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh
"pompa" bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawarepitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
8
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi. Penguapan air dari film air raataprakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari
stroma kornea superfisial untuk mempcrtahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel
utuh, dan substan-si larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui
kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus.
RESISTENSI KORNEA TERHADAP INFEKSI
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea.
Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskuler dan membran Bowman raudah
terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur.
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) adalah bakteri patogen kornea sejati; patogen lain
memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (mis., defisiensi imun) agar dapat
menimbulkan infeksi.
Moraxella liquefaciens, yang terutama terdapat pada peminum alkohol (sebagai akibat
kehabisan piridoksin), adalah contoh klasik oportunisme bakteri, dan dalam tahun-tahun
belakangan ini sejumlah oportunis kornea baru telah ditemukan. Di antaranya adalah Serratia
marcescens, kompleks Mycobacterium fortuitum-chelonei, Streptococcus viridans.
Staphylococcus epidermidis, dan berbagai organisme coliform dan Proteus, selain virus dan
jamur.
Kortikosteroid lokal atau sistemik akan mengubah reaksi imun hospes dengan berbagai
cara dan memung-kinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur.
FISIOLOGI GEJALA
9
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyak-an lesi kornea, superfisial maupun
dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisial), menimbulkan
rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela
bagi mata dan mem-biaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak me-ngaburkan
penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kon-traksi iris beradang yang sakit. Dilatasi
pembuluh iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea.
Fotofobia, yang berat pada keba-nyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes
karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.
Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya me-nyertai penyakit kornea, umumnya
tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.
INVESTIGASI PENYAKIT KORNEA Gejala & Tanda
Dokter memeriksa kornea di bawah cahaya yang me-madai. Pemeriksaan sering lebih mudah
derigan menetes-kan anestetika lokal. Pemulasan fluorescein dapat memperjelas lesi epitel
superfisial yang tidak mungkin terlihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop
(slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia,. dapat dipakai
kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat
menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel
terlihat dengan cara ini.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma kenyataannya. benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang paling umum
pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes
simpleks sering kambuh, namun karenaerosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak,
penyakit-penya-kit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan
pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes
simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, se-perti
diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pemeriksaan Laboratorium
10
Untuk memilih terapi yang tepat untuk penyakit kornea, terutama ulkus bernanah, bantuan
laboratorium sangat penting. Ulkus bakteri dan fungi, misalnya, memerlukan obat yang sama
sekali berbeda. Karena penundaan dalam menetapkan organisme itu dapat sangat
mempengaruhi hasil akhir pada penglihatan, kerokan dari ulkus harus dipulas dengan pulasan
Gram maupun Giemsa dan organisme penyebabnya ditetapkan, jika mungkin saat pasien
masih menunggu. Kultur untuk bakteri dan fungi harus dilakukan pada saat itu juga, karena
pengenalan organisme itu sangat penting. Terapi yang cocok dapat segera diberikan. Terapi
jangan ditunda jika organisme tidak dapat ditetapkan pada sediaan hapus dengan pemulasan.
Radang Kornea
Keratitis
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang
akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis
yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau intersitisial. Keratitis superfisial
akan memberikan kelainan pada uji fluoresein dan kelainan pada uji plasido. Akibat
terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata
akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi
siliar. Keratitis selain disebabkan oleh infeksi dapat juga diakibatkan beberapa faktor lainnya
seperti mata yang kering, keracunan obat, alergi ataupun konjungtivitin kronis. Pengobatan
umumnya ditujukan pada penyebabnya disertai dengan pemberian atropin atau midriatika
untuk mengistirahatkan mata selain me-ngurangi rasa sakit dan gejala peradangan. Mata
dibebat untuk mencegah infeksi sekunder. Bila setelah 3 hari pengobatan tidak terjadi
perbaikan sebaiknya pasien dirujuk pada ahli mata
Klasifikasi
Pembagian menurut kausanya
a. Keratitis bakteri
b. Keratitis virus
c. Keratitis jamur
d. Keratitis alergi
e. Keratitis defisiensi vitamin A
f. Keratitis neuroparalitik
g. Keratitis yang tidak diketahui penyebabnya
11
Pembagian menurut tempatnya
1. Keratitis superficial :
• Keratitis superficial nonulseratif
• Keratitis superficial ulseratif
2. Keratitis profunda :
• Keratitis profunda nonulseratif
• Keratitis profunda ulseratif
Keratitis Jamur
Biasanya dimulai dengan suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan
bagian tumbuh-tumbuhan. Jamur yang dapat mengakibatkan keratitis adalah Fusarium,
Cephalocepharium, dan Curvularia. Pada masa sekarang infeksi jamur bertambah dengan
pesat dan dianggap sebagai akibat sampingan pemakaian antibiotik dan kortikosteroid yang
tidak cepat.
Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan
mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat yang
berhifa dan satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel
dengan plaque tampak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque, gambaran satelit pada
kornea, dan lipatan Descemet.
Sebaiknya diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa. Sebaiknya pasien dengan infeksi
jamur dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun saat antijamur
lain seperti miconazole, amfoterisin, nistatin dan Iain-lain. Diberikan Sikloplegik disertai
obat oral antiglaukoma bila timbul peningkatan tekanan intraokular. Bila tidak berhasil
diatasi maka dapat dilakukan keratoplasti. Penyulit yang dapat terjadi adalah endoftalmitis.
Insiden jamur keratitis telah meningkat selama 30 tahun terakhir. Terjadinya
peningkatan ini jamur keratitis adalah hasil dari penggunaan sering topikal kortikosteroid dan
agen antibakteri dalam mengobati pasien dengan keratitis, kenaikan jumlah pasien yang
immunocompromised, dan teknik diagnostik laboratorium yang lebih baik yang membantu
dalam diagnosis
12
Etiologi
Species Aspergillus adalah yang paling umum jamur keratitis mengisolasi di seluruh dunia.
Rangkaian besar jamur keratitis dari India melaporkan bahwa spesies Aspergillus adalah
mengisolasi paling umum (27-64%), diikuti oleh Fusarium (6-32%) dan Penicillium (2-29%)
spesies. Lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada wanita.
Etiologinya secara ringkas dapat dibedakan :
1. Jamur berfilamen (filamentous fungi); bersifat multiseluler dengan cabang – cabang
hifa.
a. Jamur bersepta : Fusarium spp, Acremonium spp, Aspergillus spp,
Cladosporium spp, Penicillium spp, Paecilomyces spp, Phialophora spp,
Curvularia spp, Altenaria spp.
b. Jamur tidak bersepta : Mucor spp, Rhizopus spp, Absidia spp.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Crytococcus spp,
Rodotolura spp.
3. Jamur difasik
Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang pada media perbiakan membentuk
miselium: Blastomices spp, Coccidiodidies spp, Histoplasma spp, Sporothrix spp.
Penyebab keratitis di berbagai negara:
Di Indonesia penyebabnya Aspergillus karena di Indonesia beriklim tropis dengan mata
pencaharian sebagian besar sebagai petani. Aspergillus sering ditemukan pada tanah
dan tanaman vegetative. Sehingga di Indonesia penyebab keratitis adalah Aspergillus
karena petani sering berinteraksi dengan tanah dan tanaman vegetative.
Di India Aspergillus karena India daerah beriklim tropis dan Aspergillus biasanya
terdapat pada tanah dan tanaman. Msyarakat di India mata pencaharian sering di daerah
berinteraksi dengan tanah seperti sawah sehingga memungkinkan terjadinya keratitis
jamur akibat trauma tanaman atau dari tanah
Di Amerika Selatan Fusarium karena Fusarium juga disebabkan oleh penggunaan lensa
kontak dimana di Ameriksa Selatan banyak menggunakan lensa kontak sehingga
sebagian besar keratitis jamur disebabkan Fusarium.
Di Amerika Utara Candida karena Candida tidak berhubungan dengan keadaan
geografis. Di Amerika Utara Candida disebabkan karena pemakaian kontak lens.
13
Pengobatan herbal merupakan faktor predisposisi terjadinya keratitis jamur karena pada pada
oarang-orang dahulu di daerah pengobatan banyak menggunakan obat-obat herbal yang
berasalah dari tanaman. Mereka memberikan pengobatan herbal dengan langsung
memberikan obat-obatan pada mata sehingga memungkinkan kontaminasi bakteri atau jamur
yang menyebakan terjadinya keratitis.
Patofisiologi
Organisme dapat menembus membran utuh Descemet dan mendapatkan akses ke ruang
anterior atau posterior segmen. Mycotoxins dan enzim proteolitik menambah
kerusakanjaringan. Fungi tidak dapat menembus epitel kornea utuh dan tidak masuk kornea
dari pembuluh episcleral limbal.
Manifestasi Klinis Keratitis Jamur
Gejala subjektif :
Sensasi benda asing
Rasa sakit pada mata
Penglihatan kabur
Mata merah
Air mata berlebih dan sekret berlebih.
Fotofobia
Gejala objektif:
Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama.
Lesi satelit.
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di
bawah endotel utuh.
Plak endotel.
Hypopyon, kadang-kadang rekuren.
Formasi cincin sekeliling ulkus.
Lesi kornea yang indolen.
lesi satelit
14
Hipopion
Formasi cincin
Pemeriksaan Fisik
•Konjungtiva injeksi
• Injeksi siliar
•Defek epitel
•Infiltrasi stroma
• Hipopion
Lesi satelit
Perbedaan gambaran klinis Aspergillus, Fusarium, dan Candida
Aspergillus Fusarium Candida
15
Gejala
subjektif
Nyeri pada mata, mata merah silau, sensasi benda asing, berair
Gejala
objektif
Kornea edem, keruh, terdapat endotel plaque,
lesi satelit, hipopion
Kornea keruh,
hipopion, lesi berwarna
putih kekuningan
Pemeriksaan
lab
Terapi
•Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
•Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole, Miconazole, fluconazol,
itraconazole, econazole, dan clotrimazole
Pada jurnal mengapa menggunakan Natamycin:
16
Karena Natamycin adalah pengobatan standar keratitis jamur di pada negara-negara yang telah ditetapkan oleh FDA (Food Drugs and Adminstration. Sehingga pada jurnal digunakan Natamycin karena standar yang dipakai di banyak Negara terutama Negara berkembang.
Natamycin dari golongan poliene yang berdaya anti fungi dengan mengikat pada dinding sel fungi dan mengganggu permeabilitas membran jamur sehingga terjadi ketidakseimbangan intraseluler. Polyene dengan molekul kecil seperti Natamycin menyebabkan lisis permanen pada membran jamur. Natamycin aktif terhadap Candida, Aspergillus, dan Fusarium.
Anti-fungi utama yang sering digunakan untuk pada kasus keratomikosis adalah :1. Golongan polyene (misalnya amphoterisin B, natamisin, dan nistatin).Obat ini bekerja dengan terikat pada ergosterol dinding sel fungi dan efektif pada bentuk filamen maupun ragi. Walaupun jumlah polyene yang masuk ke dalam jaringan mata sangat sedikit, akan tetapi amphoterisin B tetap merupakan drug of choice untuk infeksi Candida dan juga efektif pada beberapa fungi berfilamen. Dosis tiap 30 menit untuk 24 jam pertama, setiap jam pada 24 jam kedua, dan secara perlahan-lahan dikurangi berdasarkan respon gejala. Natamisin merupakan obat berspektrum luas pada fungi berfilamen khususnya pada Fusarium sp. dan pada pemakaian topikal, kadarnya dalam jaringan mata lebih banyak daripada amphoterisin B.
2. Golongan azol (misalnya clotrimazol, miconazol, econazol, dan ketoconazol).Obat ini pada dosis rendah bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol dan pada dosis yang lebih tinggi, bekerja dengan menghancurkan dinding sel fungi. Flukonazol dan ketokonazol diabsorbsi dengan baik pada pemberian per oral dan mempunyai kadar yang cukup baik di bilik mata depan dan kornea sehingga pemberiannya harus dipertimbangkan pada keratomikosis profunda. Dosis ketokonazol untuk orang dewasa adalah 200 – 400 mg/hari, yang dapat ditingkatkan hingga 800 mg/hari. Untuk keratomikosis profunda, terapi ini harus dipertahankan selama 12 minggu. Efek samping yang dapat timbul berupa ginekomastia, oligospermia, dan penurunan libio. Hal ini dilaporkan terjadi pada 5 – 15 % pasien yang dengan dosis 400 mg/hari dalam jangka waktu yang lama.
3. Golongan pirimidin (misalnya flusitosin). Flusitosin dikonversi menjadi analog thimidin yang menghambat sintesis thimidin fungal. Biasa diberikan bersama golongan azol atau amphoterisin B karena efek kerjanya yang sinergis. Selain itu, pada pemberian tunggal, biasanya terjadi resistensi
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FK UI; 2004.
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung seto; 2004.
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran.
Edisi kedua. Jakarta: sagung Seto; 2002.
4. Vaughn D, Asbury T. General ophthalmology. 14th edition. Apleton and Lange; 2000
5. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke 6. Jakarta: Abadi Tegal; 1993
6. Corneal anatomy. Diunduh dari www.ilmukesehatan-trikhidupsehat.blogspot.com
7. Keratitis jamur. Diunduh dari www.ophthalmology.blogspot.com
8. Keratitis mikosis. Diunduh dari www.jurnaldevelopmentcountries.com
18