keratitis fix

19
KERATITIS 1. DEFINISI Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi seluler dan kongesti siliar. 2. EPIDEMIOLOGI Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya 3. PATOFISIOLOGI Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya 1

Upload: fitki-klosehollic-josa-pamungkas

Post on 25-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Keratitis Fix

TRANSCRIPT

Page 1: Keratitis Fix

KERATITIS

1. DEFINISI

Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea, infiltrasi

seluler dan kongesti siliar.

2. EPIDEMIOLOGI

Frekuensi keratitis  di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus kelainan

mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,9-20,7 per 100.000

orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di

Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian

keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,

pemakaian lensa kontak dan perawatan  lensa kontak yang buruk,  penggunaan lensa kontak

yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena

penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui

penyebabnya

3. PATOFISIOLOGI

Terdapat beberapa kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya inflamasi

pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry eyes), penggunaan

lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan penggunaan preparat

imunosupresif topical maupun sistemik. Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari

mikroba dan pengaruh lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki

beberapa mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks berkedip,

fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang membentuk barrier

terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi secara cepat dan lengkap.

Epitel merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam

kornea. Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan lapisan bowman

menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme yang bervariasi, termasuk

bakteri, amoeba dan jamur. Streptokokus pneumonia merupakan pathogen kornea bakterial,

patogen-patogen yang lain membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang

immunocompromised untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.Ketika patogen

1

Page 2: Keratitis Fix

telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea superfisial, beberapa rantai kejadian

tipikal akan terjadi, yaitu:

Lesi pada kornea

Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan

membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea

Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan

berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

Patogen akan menginvasi seluruh kornea.

Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement

yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran

descement yang intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan

humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan

indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala

penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.

2

Page 3: Keratitis Fix

4. KLASIFIKASI

Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:

1. Menurut penyebabnya :

a. Keratitis bakterial

Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :

Streptokokus pneumonia

Pseudomonas aeroginosa

Streptokokus hemolitikus

Moraxella liquefaciens

Klebsiella pneumoniae

b. Keratitis viral

Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :

Herpes simpleks

Herpes zoster

Variola (jarang)

Vacinia (jarang)

c. Keratitis jamur

Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :

Candida

Aspergilin

Nocardia

Cephalosporum

d. Keratitis lagoftalmus

Keratitis yang terjadi akibat adanya lagoftalmus dimana kelopak mata tidak

dapat menutup dengan sempurna sehingga mata terpapar dan terjadi kekeringan pada

kornea dan konjungtiva yang memudahkan terjadinya infeksi. Dapat dikarenakan

parese Nervus VII.

e. Keratitis neuroparalitik akibat kerusakan Nervus V

Keratitis neuroparalitik merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus,

sehingga terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.

3

Page 4: Keratitis Fix

Gangguan saraf ke-5 ini dapat terjadi akibat Herpes zoster, tumor fosa posterior

kranium dan keadaan lainnya. Pada keadaan anestesi kornea kehilangan daya

pertahanannya terhadap iritasi dari luar. Hal ini dapat menyebabkan kornea mudah

terjadi infeksi sehingga mengakibatkan terbentuknya ulkus kornea.

f. Keratokonjungtivitis Sicca

Suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Kelainan ini

terjadi pada penyakit yang mengakibatkan:

a. Defisiensi komponen lemak air mata, misalnya blefaritis menahun

b. Defisiensi kelenjar air mata, misalnya sindrom Sjorgen, alakrimal kongenital, obat

diuretik, atropin, dan usia tua.

c. Defisiensi komponen musin: defisiensi vitamin A, trauma kimia, sindrom Stevens

Johnson.

d. Penguapan yang berlebihan, misalnya pada keratitis neuroparalitik, hidup di padang

gurun, keratitis lagoftalmus.

e. Karena parut pada kornea.

2. Menurut tempatnya :

a. Keratitis superfisial

Keratitis epitelial

Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan keratitis serta

pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan yang terlibat

(misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan pada epitel sangat

bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi kecil-kecil, pembentukan

filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesi-lesi ini juga bervariasi pada

lokasinya di kornea. Semua variasi ini mempunyai makna diagnostik yang penting

Keratitis subepitelial

Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (misal infiltrat subepitelial

pada keratokonjungtivitis epidemika, yang disebabkan adenovirus 8 dan 19).

Umunya lesi ini dapat diamati dengan mata telanjang namun dapat juga dikenali

pada pemeriksaan biomikroskopik terhadap keratitis epitelia.

Keratitis stromal

4

Page 5: Keratitis Fix

Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang

menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan kornea,

pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat berakibat perforasi;

dan vaskularisasi.

b. Keratitis profunda

Keratitis interstitial

Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam, yaitu

keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Terjadi akibat

alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.

Keratitis sklerotikans

Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi, berbatas

tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis. Kadang-kadang

mengenai seluruh limbus. Kornea terlihat putih menyerupai sklera. Diduga terjadi

karena perubahan susunan serat kolagen yang menetap.

Keratitis disiformis

Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis

memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan kornea.

Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap virus Herpes

simpleks.

Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis lainnya:

1. Keratitis pungtata superfisial

Keratitis pungtata superfisial memberikan gambaran infiltrat halus bertitik-

titik pada permukaan kornea, memberikan hasil positif pada tes fluorescein.

Etiologinya adalah sindrom dry eye, blefaritis, keratopati, lagoftalmus, keracunan

obat topikal (neomycin, tobramycin), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan

pemakaian lensa kontak.

2. Keratitis numularis atau dimmer

Keratitis numularis merupakan bentuk keratitis dengan ditemukannya infiltrat

yang bundar berkelompok dan tepinya berbatas tegas sehingga memberikan

gambaran halo. Keratitis ini berjalan lambat dan sering ditemukan pada petani

sawah.

5

Page 6: Keratitis Fix

3. Keratokonjungtivitis epidemika

Keratitis ini terjadi akibat peradangan kornea dan konjungtiva yang

disebabkan oleh reaksi alergi adenovirus tipe 8. Penyakit ini dapat timbul sebagai

suatu epidemik.

4. Keratitis marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus

akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat menyebabkan ulkus

kornea.

5. Keratokonjungtivitis flikten

Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi imun yang

mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.

Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan degenerasi hialin. Terjadi

pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.

6. Keratokonjungtivitis vernal

Merupakan penyakit rekuren, dengan peradangan tarsus dan konjungtiva

bilateral. Penyebab belum diketahui, namun terutama terjadi pada musim panas

mengenai anak sebelum berumur 14 tahun. Mengenai kelopak atas dan

konjungtiva pada daerah limbus berupa hipertrofi papil yang kadang-kadang

berbentuk Cobble stone.

7. Gonore

Kuman diplokokus gonore menyebabkan konjungtivitis purulenta yang akut

disertai blefarospasme. Adanya blefarospasme menyebabkan sekret yang purulen

dan penuh dengan gonokok tertumpuk di bawah konjungtiva palpebra superior,

ditambah lagi gonokok mempunyai enzim proteolitik dan hidupnya intra seluler,

sehingga dapat menimbulkan kerusakan kornea yang hebat tanpa harus didahului

dengan kerusakan epitel. Ulkus yang dibentuk dalam dan dapat menimbulkan

perforasi yang juga dapat berakhir dengan kebutaan.

8. Ulkus Mooren

Etiologinya belum diketahui, tetapi diduga autoimun. Ulkus ini termasuk

ulkus marginal. Pada 60-80% kasus unilateral dan ditandai ekstravasasi limbus

6

Page 7: Keratitis Fix

dan kornea perifer, yang sakit dan progresif, yang sering berakibat kerusakan

mata.

5. GEJALA KLINIS

Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi

benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia)

serta sulit membuka mata (blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata

karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea

superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit

diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai

media untuk  refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke

mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi

terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh

kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang

disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata

namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang  banyak kecuali pada ulkus

kornea yang  purulen.

6. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil

pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat

penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering

kambuh, namun  erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-

penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh

pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi

bagi penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin

terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit

ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.

Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda

yang  kita temukan merupakan proses yang  masih aktif atau merupakan kerusakan dari

struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan

sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan

kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan

7

Page 8: Keratitis Fix

dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada

kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda

yang  ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan penyakit dan respon

terhadap pengobatan.

Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada pasien

yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan dengan melihat

tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial, perubahan epitel bervariasi

secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament

maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa

infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula

dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan

kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan

flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat

dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan

kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi yang

terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya

dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari

defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan bentuknya:

No. Jenis keratitis Bentuk keratitis1. Keratitis stafilokok Erosi kecil-kecil terputus fluorescin; terutama

sepertiga bawah kornea2. Keratitis herpetik Khas dendritik (kadang-kadang bulat atau

lonjong) dengan edema dan degenerasi3. Keratitis varicella-

zosterLebih difus dari lesi HSK; kadang-kadang linear (pseudosendrit)

4. Keratitis adenovirus Erosi kecil-kecil terpulas fluorecein; difus namun paling mencolok di daerah pupil

5. Keratitis sindrom Sjorgen

Epitel rusak dan erosi kecil-kecil, pleomorfik, terpulas fluorescein; filament epithelial dan mukosa khas; terutama belahan bawah kornea

6. Keratitis terpapar akibat lagoftalmus atau eksoftalmus

Erosi kecil-kecil tidak teratur, terpulas fluorescein; terutama di belahan bawah kornea

7. Keratokonjungtuvitis vernal

Lesi mirip-sinsisium, yang keruh dan berbercak-bercak kelabu, paling mencolok di daerah pupil atas. Kadang-kadang membentuk bercak epithelium opak

8. Keratitis trofik-sekuele HS, HZ dan destruksi

Edema epitel berbercak-bercak; difus namun terutama di fissure palpebrae, pukul 9-3

8

Page 9: Keratitis Fix

ganglion gaseri9. Keratitis karena obat-

terutama antibiotika spectrum luas

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein dengan edema seluler berbintik-bintik; lingkaran epitel

10. Keratitis superficial punctata (SPK)

Focus sel-sel epithelial sembab, bulat atau lonjong; menimbul bila penyakit aktif

11. Keratokonjungtivitis limbic superior

Erosi kecil-kecil terpulas fluorescein di sepertiga atas kornea; filament selama eksaserbasi; hiperemi bulbar, limbus berkeratin menebal, mikropanus

12. Keratitis rubeola, rubella dan parotitis epidemika

Lesi tipe virus seperti pada SPK; di daerah pupil

13. Trachoma Erosi epitel kecil-kecil terpulas fluorescein pada sepertiga atas kornea

14. Keratitis defisiensi vitamin A

Kekeruhan berbintik kelabu sel-sel epitel akibat keratinisasi partial; berhubungan dengan bintik-bintik bitot

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea dilakukan

selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian selanjutnya akan tetapi hal

tersebut tidak begitu signifikan dalam penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit

keratitis pungtata superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit

lamp untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat dilakukan tapi

hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan diagnosis maupun penanganan

penyakit.

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan keratitis  adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan

reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat

penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan.

Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi:

rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian

besar pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.Debridement epitel kornea

selain berperan untuk pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar

epitelial sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk

mengurangi subepithelial "ghost" opacity  yang sering mengikuti keratitis dendritik.

9

Page 10: Keratitis Fix

Diharapkan debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial jika

penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat berkurang.

Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai dengan

etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri

gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram

negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga

diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran

dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol.

Selain itu obat yang  dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.  Namun selain terapi

berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar

dapat memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi

air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung

metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas,

dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes

kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah

terbentuknya  jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti

fotobia namun pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan

karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari

keratitis tersebut adalah virus.

Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus terus diawasi dan

terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk waktu lama dapat memperpanjang

perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma

terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat

infeksi bakteri juga steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan

kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti

dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan bahwa NSAID dapat

mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga mengatasi peradangannya seperti halnya

kortikostroid namun lebih aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan

katarak ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.

Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala, supaya dapat

melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan palpebra, khususnya pada

kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris

10

Page 11: Keratitis Fix

sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan

akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.

Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat

midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu misalnya

KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan bila telah terjadi kelumpuhan

otot akomodasi maka akan normal kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin

juga memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin

(2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam

20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan

trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan efek maksimal dicapai

setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini sering dipakai untuk melebarkan

pupil pada pemeriksaan fundus okuli.

Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat ditambahkan lem

cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma. Bila tindakan tersebut gagal, harus

dilakukan flap konjungtiva; bahkan bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya

dianjurkan bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap

konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik lamellar.

Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien keratitis.

Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik dan juga dapat

terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak terlalu sering terpapar sinar

matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis vernal yang

biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien

tersebut memang telah memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang

mengucek matanya karena dapat memperberat lesi yang telah ada.Pada keratitis dengan

etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah

transmisi penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,

membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue.

9. KOMPLIKASI & PROGNOSIS

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat

sembuh tanpa jaringan parut, Bila peradangan dalam, penyembuhan berakhir dengan

pembentukan jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, leukoma, leukoma adherens

dan stafiloma kornea.

11

Page 12: Keratitis Fix

Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat dilihat

dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.

Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa

menggunakan kaca pembesar.

Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak yang

agak jauh sekalipun.

Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan kornea,

terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea (sinekia

anterior).

Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi, maka

pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut kornea yang

disertai dengan sinekia anterior.

Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat

membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam mata

dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan

endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat menonjol keluar melalui

perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi, tekanan intraokular menurun.

12

Page 13: Keratitis Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005. hal 147-

158

2. Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology Sixteenth

Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153

3. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan.

Blackwell Science. 2003.

4. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal

89 – 100.

5. Sherwood L. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208. Thomson

Higher Education. United States od America.2007

13