keragaan produksi ternak domba prolifik
TRANSCRIPT
MATERI DAN METODE
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Stasiun Pemuliaan Ternak. Cicadas, Gunung Puteri,
28 km dari Bagor kearah Jakarta, dengan rataan suhu udara 33' C dan rataan
curah hujan 31 12 mm per tahun. Sarana yang tersedia adalah satu buah
kandang berukuran 8x30 mZ, dan dua buah kandang berukuran 8 x 15 m2,
dengan luas lahan 5.8 Ha, dengan fegetasi rumput gajah. Ternak
dikelornpokkan ke dalam ruang kandang berukuran 3x3 m2 dengan kepadatan
ternak 6-8 ekor per ruang. Sqak bulan Agustus 1990, lokasi ternak dipindahkan
ke Stasiun Penelitian Ternak Bogor, dengan rataan suhu udara 25" C dan rataan
curah hujan 4230 mm per tahun. Hal ini dilakukan karena sulitnya pengontrolan
ternak, adanya kendala jarak, serta sulitnya jalan masuk ke dalam lokasi
penditian, yang berakibat seringnya terjadi ketelfambatan penyediaan pakan
tambahan. Pada lokasi Bogor, fasilitas yang tersedia relatif sama dengan Iokasi
Cicadas, dengan tuas kebun 1.8 Ha dengan vegetasi rumput raja dan lokasinya
sangat mudah dicapai, sehingga keterlambatan penyediaan pakan tambahan
dapat dikatakan tidak pernah terjadi.
Temak
Ternak domba yang diamati pada penetitian ini bemsal dari Garut (Jawa
Barat), Semarang (Jawa Tengah) dan Grati (Jawa Timur), dikumpulkan pada
25
tahun 1981 di Stasiun Pemuiiaan Ternak Cicadas, Bogor, kemudian ternak-ternak
ini dipindahkan ke Bogor pada tahun t 990.
Sejak tahun 1 983, perkawinan diarahkan untuk pernbentukan galur
prolifikasi, dengan menggunakan pejantanpejantan dari Garut. Bradford et a/.
(1991) mengklasifikasikan ternak-ternak ini kedalam kelompok genotipe
berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
FecJ'FecJ' (prolifikasi rendeh): induk-induk yang tidak pernah mempunyai
catatan menghasilkan "corpus lutwrn" (CL) atau jurnlah anak sekelahiran (JAS)
> 2. Pada jumlah pengamatan 23 kali, rataan CL atau JAS I 1.7.
F ~ C J ~ F ~ ~ J ' (proliflkssi medium): induk-induk yang minimum mempunyai satu
kali pengamatan menghasifkan CL atau JAS = 3, atau mempunyai frekuensi
catatan CL atau JAS=2 yang tinggi. Pada jumlah pengarnatan 23 kaii, rataan CL
atau JAS s 1.7.
FecJFFec.JF Iproltflkasi tinggl): induk-induk yang minimum mempunyai satu kaJi
pengamatan menghasiikan CL atau JAS = 4.
Kelompok ternak berdasarkan gaiur ini sering pula disebut sebagai
kelompok prolifikasi tinggi (FecJFFec8), sedang (FecJFFecJ+), dan rendah
(Fd+FecJ*). Pencatatan jumlah CL dilakukan dengan teknik "taparoskopi"
secara periodik pacta hari ke 3 - 10 setelah induk menampakkan birahi.
Berdasarkan kriteria tersebut di atas ternak dikelompokkan kedalam masing-
masing kelompok genotipe, untuk kemudian dikawinkan dalam masing-masing
kelompoknya.
26
Perkawinan ternak:
Sebelum tahun 1983 perkawinan ternak dilakukan secara kontinyu, untuk
mendapatkan sefang beranak 8 bulan, dengan demikian kelahiran ternak tersebar
dad bulan Januari sampai bulan Desember. Mulai pada tahun 1983, untuk
rnemudahkan pengumpulan data, dilakukan penyerentakan birahi dengan
rnenggunakan spons intra vaginal Chronogesf atau Repromap, yang dirnasukkan
ke dalam saluran vagina dan dibiarkan setama 14 hari. Pengecekan birahi
dimulai pada hari pencabutan spons. Ternak betina yang menunjukkan birahi
dapat diketahui dengan mempergunakan pejantan vasektomi. Setelah birahi
terdeteksi, ternak dikawinkan dengan pejantan yang telah ditetapkan, 3-1 0 hari
kemudian dilakukan pencatatan jurnlah CL dengan teknik laparoskopi untuk
mendapatkan angka laju ovulasi (LO). Setelah dilakukan perkawinan secara
individual selama dua rninggu, pejantan ditinggal di datam masing-masing
kandang selama dua minggu lagi untuk memberi kesempatan kawin bagi ternak-
ternak yang kembali birahi ataupun yang belum kawin. Ternak betina dijaga agar
tetap berada didalam kelompok yang sama seperti pada saat perkawinan sampai
beranak dan menyapih anaknya, ha1 ini dimaksudkan agar identifikasi nomor
pejantan tidak tertukar. Pada saat perkawinan ditakukan pencatatan nomor
betina, nomor pejantan, tanggal kawin, dan bobot kawin (BK).
Untuk menghindari terjadinya perkawinan sekerabat {inbreeding)
perkawinan dilakukan dengan rnernperhatikan catatan tetua baik dari betina
maupun pejantan. Daftar perkawinan dibuat dengan mempergunakan paket
27
komputer "R:BASEW, dengan program ini betina-betina yang mempunyai tetua
yang sama dengan pejantan yang akan rnengawininya dapat dengan mudah
dideteksi, dengan demikian penempatan pejantan dapat dipertimbangkan kembali
agar tidak terjadi perkawinan sekerabat.
Sebelum dikawinkan ternak dicukur, dipotong kukunya dan diberi obat
cacing, ha1 yang sama dilakukan kembali pada saat kelahiran.
Kelahiran Anak
Pada saat kelahiran, induk dan anaknya dimasukkan kedalam sekat 1 x
1 m2, dan dibiarkan selama satu sampai tiga hari agar induk dan anak dapat
sding mengenal. Dalam kurun waktu tersebut, anak yang dilahirkan diidentifikasi
(diberi kalung nomor), dicatat polawarna tubuh, tipe telinga dan jenis kelaminnya,
serta ditimbang berat lahir individu yang kemudian dijumlahkan dengan bobot
lahir individu saudara sekelahirannya menjadi bobot lahir total (8L), dan dicatat
juga berat induk (BB). lnformasi lain yang dicatat adalah jumlah anak lahir hidup
(JAS) dan juga jumlah anak yang mati untuk mendapatkan daya hidup anak
(DHA). Ternak yang baru lahir diberi nomor identifikasi 5 digit, dua digit pertama
menunjukkan tahun lahirnya, sdanjutnya merupakan nomor urut kelahirannya.
Sebagai contoh individu dengan nomor 96001 adalah ternak yang lahir pada
tahun 1996 dengan urutan lahir pertama Selanjutnya anak ditimbang setiap dua
minggu sekall, sampai urnur sapih dan dicaiat bobot sapih individu dan jumlah
h b o t sapih sekelahiran dalam satu induk dinamakan bobot sapih total (BS).
Pada saat di sapih ternak-ternak ini diberi obat cacing.
Tatalaksana Pemelharaan
Di lokasi Stasiun Pemuliaan Ternak di Cicadas, 1 9 8 7 -1 989, ternak diberi
pakan konsentrat sebanyak 0-300 g/ekor/hari, dengan kualitas yang berbeda-
b?da (kisaran protein kasar 10-1 3%) tergantung dari ketersediaan dana pada saat
itu. Hal ini kemudian tercermin pada hasil penditian dari waktu ke waktu.
Hijauan rumput gajah diberikan sebanyak 2-3 kg/ekor/hari. Peningkatan jumlah
pakan penguat dilakukan pada saat rnengawinkan betina, dan saat akan beranak
sampai masa penyapihan (90 hari seteiah kelahiran), pada saat-saat demikian
jumlah pakan penguat yang diberikan adalah 400-500 g/ekor/hari.
Di tokasi Bogor. 1990-1 993, ternak mendapatkan hijauan rumput raja yang
telah dirajang, jumlah hijauan yang diberikan adalah 3 4 kglekorlhari, sedangkan
konsentrat komersial "GT 03" yang mengandung 16% protein kasar dan 68 %
TDN diberikan sebanyak 2.2 YO dari total berat badan betina di dalam
k~?lornpoknya. Perubahan jumlah konsentrat yang diberikan dilakokan pada saat
kebuntingan mencapai minggu ke 14, yaitu dengan meningkatkan sebanyak 110
gr/ekor/hari, berdasarkan asumsi induk akan turnbuh paling tidak sebanyak 5 kg
ssimpai dengan beranak. Pada minggu ke 4 setelah kelahiran, jumlah pakan
kc~nsentrat induk ditingkatkan menjadi 2.5% dari b ra t badan. Haf ini dilakukan
urituk meningkatkan kondisi tubuh induk agar produksi susu tetap terjaga. Pada
saat itu anak domt>a mulai diperkenalkan dengan konsentrat dengan jurnlah
pemberian 2.5% berat badan.
Data
Data yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari catatan produksi
mutai dari tahun 1987 sampai tahun 1993; dari lokasi Stasiun Pemuliaan Ternak
lokasi Cicadas, Kabupaten Bogor (1 981 -1 989) dan Stasiun Bogor (1 990-1 993).
Data tersebut meliputi data produktivitas induk mulai saat dikawinkan sampai
menyapih anak (90 hari setelah kelahiran), yang meliputi: laju owlasi (LO) yang
diamati dengan cara menghitung jumlah "corpus luteurn" dari kedua buah indung
telur dengan menggunakan teknik taparoskopi pada ternak-ternak betina sekitar
3-10 hari setelah siklus birahi dan Jumlah anak sekefahiran (JAS). Dari kedua
pengarnatan tadi dapat dilakukan perhitungan terhadap daya hidup embryo
(DHE). Daya hidup embryo (DHE) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah
anak yang lahir dibagi dengan jumlah "corpus luteum" dari kedua indung telur
yang dicatat pada masa perkawinan dikalikan dengan 100 persen, dan hanya
terbatas pada induk-induk dengan laju owlasi febih besar dari satu. Hal ini
disebabkan pada ternak dengan LO satu buah tidak diketahui apakah pada saat
ternak melontarkan sel tdur terjadi pembuahan atau tidak, sedangkan pada
ternak-ternak dengan LO lebih dari satu, tedadinya pembuahan terlihat dari
adanya kelahiran anak (Bojenane et at., 1991). Apabila pengamatan dapat
dilakukan sejak awal terjadinya konsepsi, hasilnya akan lebih menarik karena
induk-induk dengan LO satu buah dapat diikut sertakan dalam pengamatan.
30
Namun karena terbatasnya sarana yang digunakan, perhitungan DHE hanya
dilakukan berdasarkan pada hasil akhir dari kebuntingan yaitu pada saat beranak,
sehingga tidak dapat dicatat berapa jurnlah sel telur yang terbuang karena tidak
terbuahi.
Pada saat kelahiran dicatat bobot liter saat tahir (EL), kemudian dicatat
pula daya hidup anak sampai dengan umur sapih (90 hari); bobot liter saat sapih
(6s) dan juga diamati bobot badan saat kawin (BK) dan saat beranak (BB).
Karena dalam perjalanan dari wak-hi ke wakfu terjadi perbedaan tingkat
manajemen (MNJ), maka ha1 ini juga merupakan sesuatu yang perlu diamati.
Bradford et a/. (1991) mengelompokkan kondisi ketersediaan pakan di Stasiun
Cicadas menjadi dua kelompok yaitu kelompok kondisi pakan baik (tahun 1983.
1984, 1987, t 989 dan 1990) d m kondisi pakan buruk (tahun 1985, 1986, dan
1988). Selanjutnya kondisi ini disebut sebagai manajernen sedang (MNJ-2) dan
manajemen rendah (MNJ-1) secara berturut-turut, setelah kelompok ternak ini
dipindahkan ke Bogor pada bulan Agustus 1990 dimana ternak tersebut sampai
saat ini berada, manajemen yang diterapkan disebut sebagai manajemen tinggi
(MNJ-3). fnduk-induk terus dipeii hara sampai terjadi kegagalan kebuntingan
selama dua periode produksi, pada kejadian tersebut induk segera dikeluarkan.
Dengan demikian dilakukan juga pengamatan terhadap pengalaman beranak
(paritas).
Data dianalisa dengan analisis ragam untuk pengamatan yang tidak sama
menggunakan prosedur general linear model paket SAS (1 987). Peubah yang
diamati dan faktor-faktor yang mernpengaruhinya adalah sebagai berikut
I . Laju Ovulasi (LO): LO dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor - faktor Iingkungan atau interaksi keduanya (Bradford dan lnounu,
1996; Gunn, 1983; Gunn dan Doney, 1979 dan Land, 1977). Selain
itu Gunn dan Doney (1975) melaporkan bahwa LO mempunyai
hubungan yang positif dengan kondisi fisik badan dan tirigkat pakan
saat akan dikawinkan. Umur induk dilaporkan mempengaruhi LO
(Quirke, 1 978).
2. Daya Hidup Embrio (DHE): Gun dan Doney (1973) melaporkan
adanya interaksi antara pakan dan kondisi fisik menjelang kawin
terhadap LO dan mortalitas embrio. Bradford (1979) melaporkan
adanya pengaruh genoiipe induk terhadap kematian embrio.
Selanjutnya Edey (1969) melaporkan adanya pengaruh umur induk
terhadap kematian prenatal. Tingkat mortalitas embrio dilaporkan
tidak ada hubungannya dengan bobot badan induk (Gumming,
1 972).
3. Jumlah Anak Sekelahiran (JAS): JAS dipengaruhi oleh faktor
genetik dan faktor lingkungan serta interaksinya (Bradford dan
Inounu, 1996; Gunn, 1983; Gunn dan Doney, 1979; Land, 1977;
32
Piper eta/.. 1985). Coop (f 966) melaporkan adanya pengaruh dari
tingkat pakan terhadap JAS, disamping itu dilaporkan pula adanya
hubungan yang erat antara JAS dengan bobot badan induk. Fahmy
(1989) dan tniguez ef at. ((1991) mefaporkan adanya pengaruh
paritas terhadap JAS. Sedangkan Reese ei a/. (1 990) melaporkan
adanya hubungan antara pertambattan bobot badan induk sejak
dikawinkan hingga saat beranak dengan jurnlah kelahiran anak
kembar.
4. Bobot Lahir (EL): Smeaton el a/. (1983) melaporkan adanya
pengaruh tingkat pakan dengan bobot lahir. Sitarus dan lnounu
(1 983) melaporkan adanya pengaruh umur induk terhadap bobot
lahir.
5. Daya Hidup Anak (DHA): Purser dan Young (1959) melaporkan
adanya pengaruh paritas terhadap DUA, lnounu ef a/. (1 986)
melaporkan adanya hubungan antara JAS dengan DHA.
6. mbot Sapih (BS): Kualtas dan kuantitas pakan yang disuplai
dilaporkan rnempengaruhi bobot sapih (Smeaton et a!., 3383).
Umur induk mempengaruhi BS (Hohenboken dan Cochran, 1976).
7. Bobot Sadan Setefah Sapih (saat kawin dan beranak): Secara
umum dilaporkan hhwa h b o t badan dipengaruhi oleh faktor
genetik dari tetuanya, faktor induk ("maternal influence"), umur dan
juga tipe kelahiran (Hafez, 1969b).
33
Rangkuman secara keseluruhan dari peubah yang diarnati serta faMor
yang rnempengaruhinya ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Model dan peubah yang digunakan.
Keterangan: x adalah peubah yang ikut serta didalam mode!; 'G=Genotipe: FecJ+FecJ+=l l ; FecJFFecJ+=22; FecJFFecJF=33; 'M=Manajemen: rendah=l ; sedang=2; tinggi=3; 3P=Paritas (1.2. 3, 4 dan 2 5); 48=Bobot badan saat kawin; '=saat sapih); 'PKB=Pertambahan bobot badan induk (Kawin-beranak); 'n-Jumlah pengamatan.
Peubah tidak bebas
Laju Ovulasi (LO):
Daya Hidup Embryo (DHE):
J. Anak Sekelahiran (JAS):
Bobot Lahir Total (BL):
Daya Hidup Anak (DHA):
Bobot Sapih Total (BS):
Bobot Kawin (BK):
Bobot Beranak (BB):
RipltabSICtas, Herltabllitas, Korelasl FcanotipEk dan Oenelk
Peubah bebas
G" M2' p) QxM MxP B4) PKB5) nB
x x x x x x"' - 1 938
x x x x x x 770
x x x x x x 1437
x x x x x x 1437
x x x x x x 1437
x x x x x x 1224
x x x x x xb) 1228
x x x x x 1228
Perhitungan nilai ripitabilitas (r) untuk LO, DHE, JAS, BL. DHA, BS, BK
dan BB dihitung dengan kornponenkomponen ragam sesuai dengan petunjuk
Van Vleck (1982). Rurnus untuk rnenduga nilai ripitabilitas addah sebagai
berikut: r = ( V , + V a / ( v A + V s + v d
Keterangan: r= ripitabilitas;
VA= komponen peragarn antar induk;
V,= komponen peragam antar pejantan;
Vw= komponen peragam antar induk dalam
pejantan.
SE (r) = {[2(1 -r)* (1 + (k,-1 )fl/[k, (k,-1 )(n-1 )I)'"
Keterangan: k,-rataan jumlah an* tiap induk;
n-jumlah induk;
Perhitungan nilai heritabititas (h2) untuk LO, DHE, JAS, BL, DHA. BS, BK
dan BB dihitung dengan komponen-komponen ragarn sesuai dengan petunjuk
Van Vleck (1982). Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai heritabilitas
adalah sebagai berikut:
h2 = 4 Vs/(Vs + VD + Vw)
Keterangan: h2= heritabilitas;
V,= komponen peragam antar pejantan;
VD= komponen peragam antar induk;
Vw= komponen peragam antar induk daiarn pejantan.
SE (hZ) = {4(Vw + V, + VJX[Var(Vs)l1?;
Var(V,)= 2/152((Ms~/(dfa+2)+(Md2/(dfd+2));
Keterangan: k,= rataan jumlah anak tiap pejantan;
MS,=nilai kuadrat tengah pejantan;
MS,=nitai kuadrat tengah induk;
df==derajat bebas pejantan;
dfd=derajat bebas induk;
35
Model yang digunakan untuk menduga kornponen peragam terlihat pada
Tabel 4, perhitungan diiakukan dengan menggunakan prosedur "VARCOMP'
paket SAS (t 987).
Tabel 4. Peubah yang digunakan untuk menduga komponen peragam.
Keterangan: x: peubah yang diikut sertakan dalam model; Tslhun (1 = I 983, 2-1984. ....... 11 =I 993); TKL= tipe kelahiran (1.2.23); JAS=jumlah anak sekelahiran (1,2,3,4*); Ldaju owlasi (2,3,4.5,6); Paritas (1.2.3,4,25); bobot kawin (BK) 1: BKc21; 2: 215BKc26; 3: BK226 kg; 0: jumtah ternak; N: jumlah catatan;
Korelasi fenotipik dari BL (bobot saat fahir), BS (bobot saat sapih). BK
(bobot saat kawin) dan €36 (bobot saat beranak) diestimasi dengan analisa
35
Model yang digunakan untuk menduga kornponen peragam terlihat pada
Tabel 4, perhitungan diiakukan dengan menggunakan prosedur "VARCOMP'
paket SAS (t 987).
Tabel 4. Peubah yang digunakan untuk menduga komponen peragam.
Keterangan: x: peubah yang diikut sertakan dalam model; Tslhun (1 = I 983, 2-1984. ....... 11 =I 993); TKL= tipe kelahiran (1.2.23); JAS=jumlah anak sekelahiran (1,2,3,4*); Laju owlasi (2,3,4.5,6); Paritas (1.2.3,4,25); bobot kawin (BK) 1: BKc21; 2: 215BKc26; 3: BK226 kg; 0: jumtah ternak; N: jumlah catatan;
Korelasi fenotipik dari BL (bobot saat fahir), BS (bobot saat sapih). BK
(bobot saat kawin) dan €36 (bobot saat beranak) diestimasi dengan analisa
36
saudara tiri seinduk. Untuk menentukan peragam antara sifat-sifat, kornponen
peragam diestimasi dengan menggunakan analisis peragam, andisys of
covariance (Grossman dan Gall, 1968). Data BL, BS, BK dan BB terlebih dahulu
dikoreksi terhadap tahun kelahiran, paritas induk dan tipe pembesaran (Ti). Hal
ini dilakukan untuk rnenghilangkan bias yang disebabkan oleh lingkungan pakan,
manajemen, dan juga lingkungan induk. Model linier digunakan untuk
mendapatkan rataan kuadrat terkecil, least-squares means (LSM) yang akan
digunakan untuk mendapatkan faktor koreksi.
BBtj, = + Ti + Pi, + Thik + eiikl
keterangan:
BE&,, -- pengamatan Bobot badan ke I tahun ke i, paritas ke j dan tipe
pembesaran ke k.
p = Rataan umum bobot badan yang diamati;
Ti - pengaruh tetap dari tahun (i=lsSl, ..., 1992);
P, = Pengaruh tetap dari paritas induk (j=1. ...., 5);
Tb,, = Pengaruh tetap dari tipe pembesaran (k=3, ..., 7 0);
k tipe kelahiran - tipe pembesaran
37
E~~~ = galat acak;
Faktor koreksi perkalian untuk tahun terhadap bobot badan didapat dari
nisbah antara nilai LSM yang dijadikan standar dengan nifai LSM pada tahun
yang akan dikoreksi. Dengan jalan yang sama didapatkan faktor koreksi untuk
paritas dan tipe pembesaran anak. Hal ini dilakukan untuk menghiiangkan bias
yang disebabkan oteh lingkungan pakan, rnanajemen dan juga Bngkungan induk
(Subandriyo, 1990). Data terkoreksi kernudian digunakan untuk mendapatkan
peragam yang dipertukan.
Model peragam saudara tiri seinduk yang dianalsa dengan "analysis of
covariance" adaiah:
4 i j k = & + Gti + Diij + Etijk ;
keterangan:
t = sifat X atau Y;
i = 1.2. 3. kelas genotipe ternak;
j = I , 2. ..., D,; induk dalam kelas genotipe;
k = 1, 2. .... ni, keturunan seinduk dalam kelas genotipe;
q,,, = sifat ke t yang diukur dalam keturunan ke k, dari induk ke j dalam
kelompok keias genotipe ke i;
p, = rataan umum untuk setiap sifat bobot badan;
G,, = pengaruh tetap dari kelas genotipe ke i;
Dt, = pengaruh acak dari induk ke j;
E,,,, = galat acak untuk semua keturunan;
38
Tabel 5. Analisis Peragarn Saudara tin seinduk.
Sumber db Rataan Nitai harapan RHK Hasil Kali (RHK)
Kelas (G) Cl-1 RHK, %xv + ~ 2 % ~ + k3 UCXY
lnduk (D) d-G3 RHK, ~ W X V + kt Qmrv
Keturunan/D/G N-d RHK, ~w
Total N-1 RKK,
Keterangan: g=Jurnlah kelas genotipe; dJumlah induk ; N=Jurnlah keturunan. k, dan kprataan tertimbang lurnlah anak per induk; k,=rataan tertirnbang jumlah anak per genotipe. k,=ll(d-g)@- &(Xin2i{ni); k2=t I ( p I ) ~ i ( & n : { n ~ - ~ & n 2 ~ ~ } ; k,=l/(g-l)(N-E;nZJN).
Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa kornponen peragarn antar induk (am)
dan komponen peragam keturunan seinduk (0-1 untuk sifat X dan Y dapat
diduga sebagai berikut:
h oD, = (RHK,-RHKd/k,
dan
fro, = RHKw
Estirnasi kornponen peragam antar induk (o,,) dan komponen peragam
keturunan seinduk (ow) untuk sifat x dan y dengan rnetoda restricted maximum-
likelihood (REML) dihitung dengan manipulasi atjabar dari estimasi kornponen
peragarn seperti disarankan oleh Hohenboken (1 985). Kornponen peragarn antar
induk (a,,) dan kornponen peragarn keturunan seinduk (om) dihitung sebagai
beri kut:
gm = (dDZ - a, - dDv)~
dan
h * = (2WZ - PWx - @w)!2
Dengan Z sarna dengan (X + Y), dan X dan Y adalah dua sifat yang berkorelasi,
n dan @,, egy, gwz. &\(yX, dan ew adalah komponen peragam yang
dihitung dengan metoda REML pada model linier yang digunakan untuk teknik
saudara tiri seinduk.
Peragam fenotipik antara dua sifat (COVm) adalah jumlah dari peragam
genotipik (COV,,,) dan peragam lingkungan (COVE,,) antara kedua sifat tersebut
(Hazel et al.. 1943):
cov,, = cov,, + cov,,,
Peragam genetik aditif menerangkan peragam nitai pernuliaan untuk kedua
karakter, sementara peragam lingkungan menggambarkan peragam deviasi
lingkungan (Grossman dan Gail, 1968).
Pada kondisi perkawinan acak dan dengan asumsi korelasi lingkungan
antara saudara tiri diabaikan, peragarn fenotipik (COV-), peragam genotipik
(COV,,,) dan peragam lingkungan (COVw) dapat dilihat daiam sebuah
persarnaan sebagai berikut:
cov,, = 4 a,,;
cov,, = om,-3 a,,,;
dan
cov,, = a,, + cr,,,
Komponen peragam dan ragam digunakan dalam pendugaan hubungan
40
fenotipik, genetik dan lingkungan.
formula yang digunakan untuk menghitung korelasi ini adalah sebagai
berikut:
Korelasi Fenotipik (rJ:
r, COV, J(V, x Ve)lR;
Selanjutnya formula ini dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
Korelasi Fenotipik (r,):
rp = + + (&wy + ddy))1/2
Untuk korelasi genetik pendugaan dilakukan berdasarkan regresi antara
sifat-sifat pada anak dengan tetuanya (induk). Hazel (1943) menyarankan untuk
menggunakan rataan dari regresi resiprokal (b) antara sifat-sifat pada anak (I,
atau J,) dengan sifat pada tetua (I, dan J,) untuk sifat-sifat 1 dan J:
Metode Analisis Ekonomi
Lingkungan yang sesuai bagi seekor ternak sangat mendukung bagi ternak
tersebut untuk berprestasi sesuai dengan kemampuan genetiknya. Untuk
membuat lingkungan yang sesuai bagi ternak tersebut diperlukan biaya. Hal ini
perlu diperhitungkan, sehingga ternak tersebut dapat dikategorikan sebagai ternak
unggul baik dari segi biologis maupun ekonomis. Analisis ekonomi ditakukan
terhadap tiga tipe kelahiran dan tiga tingkat manajemen dalam hat analisis biaya
produksi dan penerimaan usaha yang didekati dengan marjin kotor, nisbah
penerimaan dan biaya, serta titik impas produksi dan harga.
Tabel 6. Rataan jumlah konsumsi hijauan dan pakan tambahan pada tiga tipe kelahiran dan tingkat manajemen berbeda selama satu periode produksi (8 bulan).
Ternak-ternak dalarn penelitian ini telah tumbuh dan berproduksi dalam
kondisi lingkungan yang berbeda dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh
kondisi keuangan dan juga kondisi lingkungan lapangan peroobaan itu sendiri.
Pada musim kemarau yang panjang ternak (terpaksa) diberi makan dengan
hijauan seadanya sepanjang tidak beracun. Seperti tetah disebutkan di atas
secara umurn kondisi manajemen pakan ini dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu: (1) kondisi manajemen rendah; (2) kondisi manajemen sedang; dan (3)
kondisi manajemen tinggi.
Dalarn masing-masing kondisi manajemen tersebut ternak dikelompokkan
-
Manajemen
MNJ-1 Hijauan (kg)
Tambahan (kg)
MNJ-2 Hijauan (kg)
Tambahan (kg)
MNJ-3 Hijauan (kg)
Tambahan (kg)
Tipe kelahiran
Tunggal Kembar Tripfet
71 0 707 740 0 0 0
751 757 798 25.09 48.78 51 -08
836 840 845 33.69 87.36 89.46
42
dalam tiga sub-kelompok berdasarkan tip kelahiran: kelahiran tunggal, kembar
dan triplet. Perhitungan berdasarkan genotipe dilakukan dengan memperhatikan
persentase distribusi tipe kelahiran pada masingmasing genotipe.
Peubah yang diamati rneliputi jumlah-anak lahir, bobot lahir total per induk,
konsumsi pakan, bobot sapih total per induk dan periambahan bobof badan induk
sejak kawin sampai dengan beranak (PKB). Penimbangan anak dilakukan satu
kali dalam dua minggu, dicatat pula data mengenai tingkat kematian anak sampai
dengan umur sapih.
Dari parameter biologis tersebut di atas, dihikrng estimasi keuntungan
usaha ternak domba berdasarkan masing-masing tipe kelahiran dan tingkat
manajemen. Data input fisik seperti upah tenaga kerja, harga per unit pakan
berupa rumput dan konsentrat dan biaya penyusutan kandang diperoleh dari
wawancara dengan pengusaha peternakan domba di Kabupaten Bogor. Data
output fisik berupa penjualan anak per kg bobot badan hidup ternak domba
dihitung sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Harga induk ternak domba
sebagai modal awal usaha diperoleh berdasarkan h&il survei pasar di Kabupaten
Garut.
Analisis ekonomi dilakukan untuk melihat kelayakan dari hubungan input-
output, yang memberikan gambaran tentang suatu proses produksi, dan evaluasi
keragaan ekonomik usaha tersebut pada masa yang akan datang. Perhitungan
ini didasarkan kepada lama pemeliharaan anak sampai dengan umur sapih (90
hari). Ekberapa pendekatan ekonomi yang digunakan addah analisis usaha tani
43
parsial yang meliputi analisis anggaran parsial, analisis rnarjin kotor, analisis titik
impas biaya dan produksi (Amir dan Knipscheer, 1989).
Anggaran parsial dan keuntungan parsial merupakan suatu tabulasi
keuntungan dan kerugian yang diperkirakan dengan adanya suatu perubahan
cara perneliharaan ternak, seperti perubahan manajemen dan pemberian pakan.
Cara ini rnerupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan dan mengevaluasi
totaf rnanfaat dan biaya dari suatu sistern usaha.
Anatisis marjin kotor atau Gross-margin merupakan suatu teknik kalkulasi
yang dapat digunakan oleh peternak dalam mengantisipasi keuntungan usaha
maupun pemifihan sistem usaha atternatif. Marjin kotor adalah perbedaan antara
penerimaan kotor dari suatu usaha dengan biaya variabef, yang juga merupakan
suatu perkiraan penerimaan diatas biaya variabel dari suatu jenis kegiatan usaha.
Keuntungan dari analisis Wrjin kotor adalah rnudah untuk digunakan
dalarn membuat daftar urut (rangking) manfaat berbagai cara atau teknik dalam
suatu sitem usaha.
Dalam analisis anggaran parsiat, seldu ada beberapa faktor utarna yang
rnempengaruhi neraca keuntungan dan kerugian, untuk ikt diperlukan suatu cara
untuk menentukan suatu tingkat dimana keuntungan dan kerugian seimbang.
Cara tersebut adalah analisis titik irnpas (breakeven), yang dapat diterapkan
untuk biaya dan produksi.
44
Kuantitas bobot badan anak sampai dengan umur 3 bulan, Y, merupakan
suatu fungsi produksi yang dapat berubah secara berkesinambungan
berdasarkan faktor-faktor biologis yang berpengaruh dalam proses produksi.
Fungsi produksi tersebut dinyatakan oieh suatu besaran sifat-sifat biologis dari
masingmasing tipe kelahiran dan tingkat manajemen. Secara matematis fungsi
produksi tersebut dapat dinyaiakan sebagai berikut:
Y = a + bX, + cX, + dX,;
keterangan:
Y = total bobot sapih anak sampai dengan umur 3 bulan (kg)
a.b,c,d=nilai koefisien
X I = umur induk saat beranak (tahun)
x2 = konsumsi pakan tarnbahan (kghari)
x3 = pertambahan bobot badan induk (kawin-beranak, kg)
Paket komputasi prosedur "Regression" SAS (1987) digunakan dalam
analisis data dan untuk memilih peubah yang terlibat dalam fungsi produksi
dilakukan dengan cara stepwise.
Beberapa batasan yang dlgunakan dalam analisis ekonomi:
Komponen Siaya Prrrdukst
1. Bibit betina: Bibit betina yang digunakan pada saat permulaan
produksi diasumsikan dibeli dengan harga Rp. 4000kg bobot hidup
45
dengan bobot awal sebesar 20 kg, sedangkan skala usaha
pembibitan yang digunakan adalah $20 ekor ktina. Periode
produksi yang digunakan dalam perhitungan adalah selama 8
bulan, yaitu terdiri dari periode induk bunting (5 bulan) dan periode
beranak sampai dengan penyapihan (3 bulan).
2. Pejantan: Nisbah kelamin pejantan dan betina unkrk perkawinan
adaiah 1 dibanding 20, pejantan diasurnsikan dibeli dengan harga
Rp. 4.285/kg bobot hidup, dengan bobot awal sebesar 35 kg.
3. Kandang:tuas kandang untuk satu ekor betina dewasa dengan
satu, dua dan tiga ekor anak masing-masing memerlukan kandang
seluas 1.70; 1.85; 2.00 m2, sedangkan kandang untuk pejantan
ditetapkan seluas 1.2 m2/ekor, dengan nilai biaya pembuatan senilai
Rp. 1 5.000/m2.
4. Alat perajang rumput: Nilai Aiat perajang rumput yang digunakan
adalah Rp. 5000.000,- per buah, dan unluk itu digunakan sebuah
alat perajang rumput dengan kapasitas 3 ton per jam.
5. Peralatan kandang: Peralatan kandang yang diperlukan adalah
ember plastik untuk tempat minum . sapu lidi untuk pembersih
kandang dan arit. Rata-rata per ekor per periode produksi (8 buian)
diperlukan biaya Rp. 700,-
6. Hijauan: Hijauan yang diberikan berupa rurnput raja, yang
diasumsikan dibdi dengan harga Rp. 20/kg, rurnput diberikan
sebanyak t 2% dari bobot badan.
7. Pakan tarnbahan: Pakan tambahan diberikan tergantung pada
tingkat rnanajemen yang diterapkan. Jumlah pakan tambahan yang
diberikan untuk masing-masing tingkat rnanajernen terlihat pada
Tabel 6. Harga pakan tambahan yang digunakan adalah sebesar
Rp. 300.-/kg.
8. Obat-obatan: Pada saat akan dikawinkan ternak diberi obat cacing
dan diulang kernbali pada saat akan rnenyapih anak. Selain itu
diperiukan juga Jodium Tinctur dan kapas untuk merawat anak
yang baru tahir. Dana yang disediakan untuk obat-obatan ini adalah
Rp. 1.000,- per induk per periode.
9. Tenaga kerja: Tenaga kerja yang dipertukan untuk mernelihara
setiap 120 ekor induk adalah satu orang, dengan upah pokok
sebesar Rp. 150.000,-/bulan. Upah tarnbahan diberikan pada saat
ternak beranak sarnpai disapih sebesar 15%. 20% dan 25% dari
upah pokok, masing-rnasing untuk induk-induk kelahiran tunggal,
kembar dan triplet. Untuk setiap perbaikan tingkat manajemen
kearah manajemen yang lebih baik, upah ditingkatkan lagi sebesar
5% dari upah pokok.
Komponen Penetimaan:
1. Nilai anak sapihan: Untuk kepentingan perhitungan analisis biaya
47
dan penerimaan, ternak sapihan diasumsikan dijual dengan harga
Rp. 5.000, -kg bobot badan.
2. Un$ur penerimaan lain adalah dari nilai akhir aset berupa pejantan
dan betina serta kandang dan alat perajang rumput.
Komponen Nilal Akhir Aset
1. Induk: Umur ekonomis ternak betina ditetapkan selama lima tahun
periode produksi (setetah mengalami f7 kali beranak) dengan nilai
akhir sebesar Rp 4.000,-/kg bobot hidup.
2. Pejantan: Umur ekonomis pejantan ditetapkan selama 2 tahun
periode produksi, dengan nil4 akhir sebesar Rp 4.500, -kg bobot
hidup.
3. Alat perajang rumput: Umur ekonomis atat perajang rumput selama
lima tahun dengan nilai akhir sebesar 10% dari nilai awal.
4. Kandang: Umur ekonomis kandang ditetapkan selama lima tahun
dengan nilai akhir sebesar 20% dari nilai awd.
Rangkuman asurnsi biaya dan penerimaan tertera pada Tabel 7, nilai-nilai
ini diperoleh dari hasil wawancara dengan peternak di daerah Garut, peternak
komersil di daerah Gadog dan dari publikasi Soedjana dan Suparyanto (1992).
48
Tabel 7. Asumsi biaya dan penerimaan.
No.
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Satuan
Rphg bobot hidup
Rp/kg bobot hidup
~p/rn'
Rp/unit/t20 ekor induk
Rp/uniVekor/8 bulan
R~ /kg
Uraian
Biaya
Bibit betina
Pejantan
Kandang
AIat perajang rumput
Peralatan Kandang
Hijauan
Nilai
4.000.-
4.285,-
15.000,-
5.000.000,-
700,-
20,-
300.-
1.050,-
150.000,-
5.000.-
4.000,-
4.500.-
500.000.-
1.500.- ?
7.
8.
9.
II
'1.
IH.
1.
2.
3.
4.
Pakan Tambahan
0 bat* batan
Tenaga Ke j a
Penerirnaan
Nilai Anak Sapihan
Nilai Akhir Aset
lnduk
Pejantan
Alat Perajang rumput
Kandang
R P ~ S
RpluniVekorlB bulan
Rp/orang/'i 20 ekor induk/bulan
Rpkg bobot hidup
Rphg bobot hidup/5 tahun
Rp/kg bobot hidup/2 tahun
Rp/unit/5 tahun
Rp/rn2/5 tahun