keputusan dewan perwakilan daerah republik … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap...

14
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/DPD RI/III/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN J A K A R T A 2013

Upload: vutu

Post on 07-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 60/DPD RI/III/2012-2013

TENTANGPANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

TERHADAPRANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANGKEPERAWATAN

J A K A R T A2013

Page 2: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan
Page 3: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

305

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 60 /DPD RI/III/2012-2013

TENTANGPANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

TERHADAPRANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANGKEPERAWATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat sebagai bagian dari pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. bahwa salah satu faktor penentu dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan adalah tersedianya tenaga keperawatan yang bermutu dan berkualitas;

c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan, keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi;

d. bahwa praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, sertifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

e. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;

f. bahwa Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai kewenangannya telah merumuskan Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan;

g. bahwa Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan kewenangannya telah merumuskan Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan;

h. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g di atas, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan;

Page 4: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

306

Mengingat : 1. Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Nomor 123 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5043);

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5243);

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Tahun 2007-2009;

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-11Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Masa Sidang III Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 28 Maret 2013

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN.

PERTAMA : Pandangan dan Pendapat tertulis Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Keperawatan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai bahan pembahasan antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Pemerintah.

KEDUA : Isi dan rincian Pandangan dan Pendapat sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, disusun dalam naskah terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal, 28 Maret 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

PIMPINAN

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA

Page 5: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

307

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

LAMPIRANKEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

NOMOR 60 /DPD RI/III/2012-2013PANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIATERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANGTENTANG

KEPERAWATAN

I. PENDAHULUAN Hak atas kesehatan merupakan hak asasi manusia yang mendasar dan dijamin secara

konstitusional. Ketentuan Pasal 28H UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Secara yuridis konstitusional tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan sehingga dapat hidup sejahtera lahir batin. Dengan demikian, kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan sebagai bagian dari pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan tersebut adalah tenaga keperawatan. Peran tenaga keperawatan dalam layanan kesehatan sangat strategis karena 40% - 75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan sebagaimana tertuang dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keperawatan yang menjadi Inisiatif Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Tahun 2012. Pelayanan keperawatan mempersyaratkan adanya pelayanan keperawatan yang profesional yang hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memenuhi standar tertentu, memiliki pendidikan khusus, dan memperhatikan kaidah etik serta moral sehingga pelayanan yang diberikan bermutu, memuaskan, dan sekaligus memberikan pelindungan bagi masyarakat. Keperawatan sebagai profesi diharuskan memiliki (i) body of knowledge tertentu, (ii) wadah profesi, (iii) standar dan etika profesi, (iv) akuntabilitas, (v) otonomi, dan (vi) kemanusiaan.

Keberadaan perawat sebagai profesi dalam perkembangannya masih mendapatkan sejumlah tantangan dan hambatan. Pertama, masih ditemukan pengkriminalan terhadap tenaga keperawatan yang melakukan tindakan medis dalam kondisi darurat, terutama pada saat tidak ditemukan tenaga kesehatan lainnya (dokter). Kedua, masih ditemukan keluhan publik menyangkut mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat di fasilitas layanan kesehatan. Ketiga, minimnya kualitas daya saing perawat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara ASEAN dalam penyediaan tenaga keperawatan yang profesional dan sanggup bekerja di luar negeri. Keempat, belum optimalnya dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan peran perawat sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan pelayanan.

Selama ini pengaturan mengenai tenaga keperawatan tersebar telah dituangkan di berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain (i) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, (ii) Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dan (iii) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK 02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut tidak cukup kuat untuk mengatur secara komprehensif tentang perawat, terutama yang berkaitan dengan sistem pendidikan, kompetensi dan registrasi, organisasi

Page 6: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

308

profesi, hak dan kewajiban perawat, pendelegasian wewenang dan penugasan khusus, peran pemerintah daerah, pelindungan terhadap masyarakat, dan pelindungan terhadap profesi perawat.

Berbagai permasalahan tersebut melatarbelakangi DPD RI untuk mengajukan RUU Keperawatan sebagai inisiatif DPD RI pada Masa Sidang II Tahun Sidang 2012–2013 melalui Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 Tentang Rancangan Undang-Undang Keperawatan. Naskah RUU Keperawatan yang disusun oleh DPD RI, secara resmi telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melalui surat Pimpinan DPD RI Nomor HM.310/18/DPD RI/I/2013 tanggal 22 Januari 2013.

Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan dari DPRRI setelah dibuat persandingan dengan RUU Tentang Keperawatan yang disusun oleh DPDRI, sebagian besar secara substansi memiliki kesamaan.

Berkenaan dengan itu, sesuai dengan kewenangan yang diamanatkan oleh Pasal 22D UUD 1945, DPD RI memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap Rancangan Undang-Undang Keperawatan RUU dengan merujuk pada Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan.

II. LANDASAN YURIDIS1. Pasal 22D Undang-Undang Dasar 19452. Pasal 224 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

3. Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan.

III. TUJUAN PANDANGAN DAN PENDAPAT1. Pandangan dan pendapat ini merupakan rumusan yang disusun berdasarkan pada

Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan.

2. Pandangan dan pendapat ini dimaksudkan memperkuat urgensinya RUU Tentang Keperawatan dan dukungan DPDRI untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan di DPR RI.

IV. METODE KERJA1. Pencermatan terhadap Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 tentang

Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan.2. Pencermatan terhadap Rancangan Undang-Undang Keperawatan usulan DPR RI.

V. PANDANGAN DAN PENDAPATPandangan dan pendapat DPD RI Terhadap RUU Keperawatan dapat disampaikan

sebagai berikut:A. PANDANGAN

1. Konsiderans MenimbangKonsiderans menimbang di dalam suatu undang-undang harus mencerminkan

aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis secara komprehensif sehingga dapat menjadi rujukan pada materi muatan pasal-pasal selanjutnya di dalam naskah undang-undang tersebut.

Di dalam lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 (UU 12 tahun 2011) tentang Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa landasan pembentukan peraturan perundang-undangan didasari dengan landasan filosofis, sosilogis, dan yuridis, yang disusun secara berurutan. Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita hukum serta falsafah bangsa yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, sedangkan landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, dan atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Konsiderans menimbang pada RUU Keperawatan DPR menyatakan bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional sebagaimana tercantum

Page 7: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

309

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai landasan filosofis penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Landasan sosiologis menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan keperawatan dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki etika dan moral tinggi, sertifikat, registrasi, dan lisensi. Sementara itu, landasan yuridis menyatakan bahwa pengaturan mengenai keperawatan masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan yang belum memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada perawat serta masyarakat.

Pertimbangan sosiologis mengenai kebutuhan adanya undang-undang tentang keperawatan seharusnya mengedepankan (i) dinamika kebutuhan layanan kesehatan yang berkualitas yang dibutuhkan masyarakat, (ii) perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, serta (iii) globalisasi sehingga perlu adanya pengadaan profesi perawat yang dikembangkan secara profesional, bermutu dan berintegritas. Berdasarkan hal-hal tersebut, RUU tentang Keperawatan ini sangat penting.

2. Ketentuan Umum Butir 98 Lampiran II UU 12 Tahun 2011 mengatur bahwa ketentuan umum berisi

mengenai definisi atau pengertian, singkatan atau akronim, dan pengertian umum. Rancangan Undang-Undang Keperawatan DPR RI menguraikan 19 (sembilan belas) pengertian yang berkaitan langsung dengan keperawatan yang terhimpun dalam Bab I Pasal I Ketentuan Umum.

Pendefinisian istilah atau pengertian yang diungkapkan dalam Bab I Pasal 1 tersebut masih belum menggambarkan secara jelas spesifikasi bidang keperawatan, seperti terlihat pada Pasal 1 butir (1) yang mendefinisikan keperawatan sebagai segala aspek yang berkaitan dengan perawat. Begitu juga dengan butir (5) yang mendefinisikan praktik keperawatan sebagai wujud nyata dari Pelayanan Keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. Pendefinisian yang terdapat pada RUU Keperawatan DPR RI cukup singkat, namun perlu diperjelas, supaya tidak mengambang.

3. Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Pendidikan keperawatan tidak bisa lepas dari sistem pendidikan nasional yang

mempunyai klasifikasi, standardisasi pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara berkelanjutan.

Klasifikasi pendidikan keperawatan, standardisasi pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara berkelanjutan itu memerlukan pengaturan yang detail dalam suatu bab tersendiri karena ketiga hal tersebut sangat terkait, khususnya dalam rangka meningkatkan kompetensi perawat. Pendidikan keperawatan yang berkualitas, selain menjamin kesehatan masyarakat, juga dapat memenuhi permintaan tenaga keperawatan di luar negeri.

Rancangan Undang-Undang Keperawatan DPR RI yang mengatur Pendidikan Keperawatan (Bab III) belum sepenuhnya menjelaskan secara detail dan sistematis mengenai klasifikasi, standardisasi pendidikan, serta pendidikan dan pelatihan yang dilakukan secara berkelanjutan.

4. Kompetensi dan RegistrasiKompetensi dan registrasi perawat diatur dalam Bab IV RUU Keperawatan

DPR RI dan DPD RI. Bahasan RUU versi DPR menambahkan judul pembahasan tentang lisensi yang sebenarnya merupakan perubahan istilah, bukan substansi, terhadap perawat yang sudah teregistrasi.

Bahasan Bab IV DPR memiliki jumlah pasal yang lebih banyak dengan pembahasan mengenai kompetensi, registrasi, dan lisensi. Akan tetapi, pembahasan itu belum diperinci dalam bentuk subbab tersendiri sehingga menyulitkan pencermatan dan membutuhkan pengamatan ekstra untuk memahami pembahasan Bab IV tersebut.

Dalam bab yang sama dibahas perawat asing dan perawat Indonesia lulusan luar negeri. Perawat asing hanya dapat melakukan praktik keperawatan di fasilitas layanan kesehatan. Perawat asing juga diharuskan untuk memiliki surat tanda registrasi (STR) yang berlaku sementara setelah proses evaluasi dilakukan sebagai prasyarat untuk mendapatkan izin praktik, sedangkan bagi perawat Indonesia lulusan luar negeri, diwajibkan melakukan proses evaluasi sebelum mendapatkan STR sebagai prasyarat terbitnya surat izin praktek keperawatan (SIPP).

Pembahasan mengenai perawat asing dijelaskan dalam Pasal 24 s.d. Pasal 29 RUU Keperawatan DPR RI. Sementara itu, pembahasan mengenai perawat Indonesia lulusan luar negeri hanya dijelaskan dalam Pasal 29 RUU tersebut.

Page 8: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

310

5. Penyelenggaraan Praktik KeperawatanPraktik keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan oleh perawat melalui penerapan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kekurangan kemauan menuju pada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.

Praktik keperawatan dilakukan melalui kegiatan (i) asuhan keperawatan; (ii) upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan; (iii) tindakan berdasarkan potensi dan kebutuhan klien; (iv) tindakan keperawatan komplementer; (v) dan tindakan medis sesuai dengan permintaan tertulis tenaga medis. Setiap tindakan tersebut hendaknya tercermin secara jelas dan detail dalam RUU Keperawatan agar tidak terjadi salah penafsiran yang dapat merugikan perawat dan masyarakat.

Berdasarkan penelaahan yang dilakukan terhadap RUU Keperawatan DPR RI, terlihat belum terperinci secara sistematis terkait tugas atau klasifikasi kegiatan yang dilakukan oleh perawat. Seperti yang terlihat pada Pasal 30 ayat (1) s.d. ayat (5) yang tidak memerinci jenis tempat praktik perawat, jenis kegiatan yang dapat dilakukan perawat, standar pelayanan keperawatan, dan jenis kebutuhan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat.

Selain itu, perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan diharapkan mampu melakukan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan. Upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian dari asuhan keperawatan yang memerlukan disiplin ilmu tersendiri yang perlu diatur. Pengaturan itu sangat penting dilakukan dalam sebuah aturan yang jelas karena perawat merupakan sebuah profesi yang menuntut landasan hukum yang pasti dan kuat. Perawat sebagai sebuah profesi memiliki tanggung jawab kepada masyarakat dalam konteks upaya mempromosikan bagaimana masyarakat dapat mempraktikan perilaku hidup sehat, tindakan pencegahan agar tidak timbul penyakit, ataupun hal-hal lain yang memperkuat kapasitas masyarakat di dalam konteks pemberdayaan kesehatan.

Hasil telaah yang dilakukan terhadap RUU Keperawatan DPR RI juga belum ditemukan pengaturan yang jelas mengenai upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai bagian dari tindakan profesional, sudah selayaknya tindakan-tindakan tersebut diatur dengan jelas dalam sebuah peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepastian hukum dan untuk memberikan pelindungan kepada masyarakat.

6. Penugasan KhususFakta bahwa Indonesia memiliki karakteristik dan kompleksitas menyangkut

geografis serta demografis tersendiri, terkait dalam hal itu layanan kesehatan yang diberikan perawat menuntut adanya ketentuan mengenai penugasan khusus bagi perawat, khususnya di daerah terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, daerah yang tidak diminati, dan daerah rawan bencana atau daerah yang mengalami bencana dan konflik sosial. Hal itu di dalam draft RUU tentang Keperawatan telah diatur dalam Pasal 33 s.d. Pasal 36.

Pada Pasal 33 ayat (1) ditegaskan bahwa perawat dapat melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf d “… untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan perseorangan dan masyarakat di daerah terpencil….” Berdasarkan pasal itu tampak bahwa peran perawat melakukan penugasan khusus di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan seterusnya merupakan peran tambahan yang tidak wajib (fakultatif) karena menggunakan norma dapat. Selain itu, tidak tampak kewenangan pro aktif pemerintah daerah di dalam pasal itu. Pasal 34 ayat (1) menyangkut penugasan khusus ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan usulan pemerintah daerah, tetapi tidak tersirat adanya pro aktif pemerintah daerah dalam konteks penugasan khusus tersebut.

7. Peranan Konsil Keperawatan Salah satu pranata yang paling strategis di dalam pengaturan mengenai

keperawatan adalah Lembaga Konsil Keperawatan. Di dalam RUU Keperawatan usulan DPR RI pada Bab IX mulai Pasal 55 s.d. Pasal 60 diatur mengenai Konsil Keperawatan. Pada bab tersebut tidak diatur secara komprehensif kewenangan Konsil Keperawatan, misalnya, tidak diatur kewenangan Konsil Keperawatan dalam pengesahan standar pendidikan profesi keperawatan yang dibuat oleh kolegium. Pasal 58 ayat (1) huruf f menegaskan bahwa Konsil Keperawatan berwenang menetapkan dan memberikan sanksi disiplin, tetapi tidak ada kriteria umum pelanggaran seperti apa yang dapat dikenai sanksi disiplin dan jenis sanksi yang dapat dijatuhkan.

Page 9: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

311

8. Peran Pemerintah DaerahPemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengembangkan kualitas

pelayanan keperawatan demi terpenuhinya hak kesehatan masyarakat. Untuk itu, Pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan kompetensi perawat melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dengan menyusun program pelatihan keperawatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.

Di dalam draft RUU Keperawatan DPR RI, peran pemerintah daerah dirumuskan secara umum pada Pasal 61 bersama-sama dengan pelaku lainnya dan bukan merupakan bab tersendiri. Pasal tersebut berbunyi:

“Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan Indonesia, Organisasi Profesi Perawat membina dan mengembangkan praktik keperawatan dengan fungsi dan tugas masing-masing.”

Dengan demikian, peran pemerintah daerah tidak bisa terlihat dengan jelas terhadap praktik keperawatan secara lebih spesifik dan strategis. Padahal, peran pemerintah daerah sangat signifikan dalam era otonomi daerah.

B. PENDAPAT1. Konsiderans Menimbang

Dewan Perwakilan Daerah RI berpendapat perlunya merumuskan narasi konsiderans menimbang tentang pertimbangan sosiologis yang menegaskan bahwa undang-undang tentang keperawatan diperlukan untuk memastikan kebutuhan masyarakat atas layanan kesehatan berkualitas terpenuhi, antisipasi dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana tercantum dalam naskah RUU Keperawatan yang disusun oleh DPD RI konsiderans menimbang huruf c yang narasinya sebagai berikut:

“Bahwa praktik keperawatan sebagai inti dari pelayanan keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tuntutan globalisasi demi terselenggaranya pelayanan keperawatan yang berkualitas dan terjangkau.”

2. Ketentuan UmumHasil telaah terhadap Pasal 1 UU Keperawatan DPR RI terlihat mempunyai

kemiripan, baik dalam hal tata letak, definisi, maupun penjelasan definisi yang diuraikan. Tata letak butir 15-20 tentang organisasi profesi, kolegium keperawatan, konsil keperawatan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah yang persis sama dengan RUU Keperawatan versi DPD RI. Definisi fasilitas kesehatan dan Kolegium Keperawatan identik dengan versi DPD RI, sedangkan definisi perawat, asuhan keperawatan, uji kompetensi perawat, surat tanda registrasi, registrasi, surat izin praktek perawat, dan Konsil Keperawatan hanya memiliki perbedaan pada satu atau dua suku kata saja.

Dengan demikian, DPD RI berpendapat bahwa defenisi dalam Pasal 1 Ketentuan Umum RUU Keperawatan DPD RI lebih lengkap dan komprehensif yang mencerminkan layanan profesional yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan disertai sasaran yang jelas, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta apa yang hendak dicapai. Dengan rumusan demikian, peluang multitafsir dapat dihindari serta terdapat pemahaman komprehensif terhadap makna keperawatan itu sendiri, walaupun pada kenyataannya terdapat kemiripan definisi, susunan, dan penambahan beberapa suku kata. Narasinya yang ditawarkan DPD RI terhadap Pasal 1 ketentuan umum, antara lain sebagai berikut:

a. Definisi perawat Keperawatan adalah suatu pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psikososio-spiritual yang menyeluruh ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit, yang mencakup seluruh rentang kehidupan manusia.

b. Definisi Praktik Keperawatan Praktik Keperawatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Perawat melalui penerapan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada

Page 10: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

312

kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.c. Definisi Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien dalam rangka memandirikan klien untuk merawat dirinya dengan rangkaian kegiatan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

d. Definisi Konsil KeperawatanKonsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya disebut Konsil adalah badan otonom, mandiri, dan non-struktural yang bersifat independen.

e. Definisi Uji KompetensiUji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap perawat sesuai dengan standar kompetensi perawat.

f. Definisi RegistrasiRegistrasi adalah pencatatan resmi oleh Konsil Keperawatan Indonesia terhadap perawat yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Perawat serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.

g. Definisi Surat Tanda RegistrasiSurat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada Perawat yang telah diregistrasi dan berwenang melakukan pelayanan kesehatan.

h. Definisi Surat Izin Praktek Perawat dan Surat Izin Praktek Perawat Mandiri Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Perawat yang akan melaksanakan praktik keperawatan di sarana kesehatan setelah memenuhi persyaratan.Surat Izin Praktik Perawat Mandiri yang selanjutnya disingkat SIPPM adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Perawat yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan yang dikelola secara mandiri setelah memenuhi persyaratan.

3. Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Dewan Perwakilan Daerah RI berpendapat bahwa RUU Keperawatan DPR

RI yang menjelaskan pendidikan dan pelatihan keperawatan (Bab III) belum mencerminkan secara jelas karakteristik pendidikan keperawatan yang mengacu pada sistem pendidikan nasional, seperti tidak adanya penjelasan pasal mengenai standar pendidikan profesi perawat yang disusun oleh konsil. Di samping itu, pembahasan pasal demi pasal di dalam Bab III tersebut tidak tersistematis. Dengan demikian, DPD RI mengusulkan agar DPR RI mengadopsi Bab III tentang Pendidikan dan Pelatihan RUU Keperawatan DPD RI seluruhnya.

4. Kompetensi dan RegistrasiSama halnya dengan pembahasan sebelumnya tentang pendidikan dan

pelatihan. Meskipun jumlah pasal yang disampaikan cukup banyak, pembahasan mengenai kompetensi, registrasi, dan lisensi tidak diperinci dalam bentuk subbab tersendiri sehingga menyulitkan untuk dicermati karena membutuhkan pengamatan ekstra untuk memahami pembahasan Bab IV tersebut. Di samping itu, pembahasan mengenai perawat asing dan perawat Indonesia lulusan luar negeri yang mendapatkan perlakuan sama menunjukkan kurangnya pelindungan yang diberikan terhadap perawat Indonesia yang lulusan luar negeri.

Terhadap dua hal tersebut, DPD RI berpendapat bahwa RUU Keperawatan DPR RI perlu mengadopsi seluruh pasal dan Bab IV RUU Keperawatan DPD RI sebagaimana terlampir.

5. Penyelenggaraan Praktik KeperawatanDewan Perwakilan Daerah RI berpendapat bahwa pengaturan mengenai praktik

keperawatan yang didalam RUU Keperawatan DPR RI belum cukup komprehensif, seperti terlihat pada tidak adanya penjelasan yang sistematis mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh perawat dalam menyelenggarakan praktik keperawatan. Seharusnya, penjelasan mengenai asuhan keperawatan; upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan; tindakan berdasarkan potensi dan kebutuhan klien; tindakan keperawatan komplementer; dan tindakan medis sesuai dengan permintaan tertulis tenaga medis dijelaskan secara detail dalam RUU Keperawatan agar tidak terjadi salah penafsiran yang dapat merugikan perawat dan masyarakat.

Di samping itu, pengaturan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan dalam pasal yang terperinci mengindikasikan bahwa profesi perawat tidak dapat dilepaskan dari masyarakat yang layanannya tidak terbatas hanya pada rumah sakit dan puskesmas dalam rangka memastikan hak masyarakat atas kesehatan terpenuhi. Hal itu mendorong

Page 11: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

313

perlunya pengaturan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan sebagaimana tercantum dalam naskah RUU tentang Keperawatan DPD RI, khususnya pada Pasal 27 yang narasinya sebagai berikut:

Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang melakukan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan meliputi kegiatan:a. pendidikan dan penyuluhan kesehatan;b. pelatihan dan pembimbingan;c. peningkatan partisipasi masyarakat melalui kegiatan memotivasi

masyarakat untuk membentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat; d. pembentukan, pengembangan, dan pemantau kader-kader kesehatan di

masyarakat; e. pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kader dalam pelaksanaan

pelayanan kesehatan/ keperawatan; danf. pengadaan musyawarah bersama perangkat desa, termasuk tokoh

masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

Berdasarkan hal-hal yang disampaikan di atas, DPD RI mengusulkan agar RUU Keperawatan DPR RI mengadopsi Bab V RUU Keperawatan DPD RI karena RUU Keperawatan DPD RI lebih detail dan sistematis dalam menjelaskan penyelenggaraan praktik keperawatan.

6. Penugasan KhususDewan Perwakilan Daerah RI berpendapat bahwa RUU Keperawatan usulan

DPR RI belum mencerminkan bahwa penugasan khusus terhadap perawat menuntut peran aktif pemerintah daerah dan bukan diletakkan pada peran tambahan perawat yang sifatnya fakultatif (normanya dapat). Hal itu disebabkan pemerintah daerahlah yang memahami kebutuhan daerahnya serta yang memiliki otoritas untuk mengatur pemenuhan kebutuhan daerah. Selain itu, RUU tentang Keperawatan DPR RI meletakkan peran pemerintah daerah hanya sekadar memberikan usulan menyangkut penugasan khusus kepada Pemerintah. Sementara itu, konsep otonomi daerah yang berlaku dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa peran pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik, termasuk kesehatan, diperlukan pengaturan untuk memenuhi kebutuhan daerah tertinggal, perbatasan, terpencil, dan hal-hal lain yang spesifik mendesak, khususnya terkait dengan distribusi tenaga perawat dengan instrumen penugasan khusus yang disertai pembinaan, pelatihan, dan pemberian tunjangan khusus untuk itu.

Berdasarkan hal di atas, Dewan Perwakilan Daerah RI mengusulkan rumusan narasi berikut sebagaimana tercantum dalam Bab V tentang Tugas Khusus yang dimulai dari Pasal 31 sampai Pasal 33.

Pasal 31(1) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota berwenang menugasi perawat

melaksanakan tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat di daerah terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, daerah rawan bencana atau mengalami bencana, konflik social, dan desa/kelurahan yang tidak mempunyai dokter.

(2) Perawat dalam melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat, kompetensi, dan kewenangan.

(3) Untuk melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah mengeluarkan keputusan yang menetapkan kewenangan khusus bagi parawat dengan pertimbangan konsil.

Pasal 32(1) Perawat yang ditugasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 berhak atas

pelatihan, pembinaan, dan tunjangan khusus di luar gaji yang diterima dari pemerintah daerah yang member tugas.

(2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab memenuhi hak perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Selain pelatihan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab menyediakan sarana pelayanan kesehatan, alat kesehatan, obat-obatan, dan fasilitas lainnya sesuai dengan standar yang berlaku.

Page 12: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

314

Pasal 33(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah

daerah harus menempatkan perawat dengan pendidikan minimal diploma III keperawatan.

(2) Dalam hal tidak terdapat tenaga perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan perawat dengan pendidikan di bawah Diploma Keperawatan yang telah mengikuti pelatihan

7. Peranan Konsil KeperawatanDewan Perwakilan Daerah RI berpendapat bahwa Konsil Keperawatan

merupakan kelembagaan strategis yang penting, khususnya dalam memastikan kegiatan keperawatan yang harus dilaksanakan secara profesional, bermutu, dan terstandardisasi dengan dasar keilmuan dan landasan etik yang kuat sekaligus pengawasan dan penegakan disiplin. Rancangan Undang-Undang DPR RI tentang Keperawatan belum mengatur secara komprehensif dan memadai menyangkut peran dan wewenang Konsil Keperawatan, termasuk penerapan sanksi oleh Konsil Keperawatan, sedangkan RUU tentang Keperawatan usulan DPD RI memuat dengan jelas dan detail mengenai peran dan kewenangan Konsil Keperawatan dengan narasi sebagai berikut:

Pasal 43Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, pengawasan dan pembinaan Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan.

Pasal 44(1) Konsil mempunyai tugas:

a. melakukan registrasi perawat;b. mengesahkan standar pendidikan profesi perawat;c. membentuk peraturan Konsil;d. membina, mengembangkan, dan mengawasi praktik keperawatan.

(2) Standar pendidikan profesi Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dan diusulkan oleh Kolegium Keperawatan.

Pasal 45(1) Dalam menjalankan tugas konsil mempunyai wewenang:

a. menyetujui atau menolak permohonan registrasi perawatb. menetapkan ada tidaknya kesalahan penerapan disiplin ilmu

keperawatan yang dilakukan perawat dan menetapkan sanksi;c. mengesahkan standar pendidikan profesi keperawatan yang dibuat

oleh kolegium; dand. menetapkan kebijakan penyelenggaraan program pendidikan profesi

keperawatan berdasarkan rekomendasi organisasi profesi.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dijatuhkan dalam hal:a. perawat yang berpraktik di sarana kesehatan yang tidak memiliki STR;b. perawat menyelenggarakan praktik keperawatan tidak sesuai dengan

kewenangan yang telah ditentukan; danc. perawat yang melakukan pelanggaran Kode Etik Keperawatan.

(3) Pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan oleh organisasi profesi.

(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:a. teguran atau peringatan;b. penundaan STR;c. pencabutan STR Sementara; ataud. pencabutan STR.

(5) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan sesuai dengan tingkat pelanggaran atau kesalahan perawat dalam melaksanakan Praktik.

Page 13: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

315

8. Peran Pemerintah DaerahDewan Perwakilan Daerah RI berpendapat bahwa draft RUU tentang

Keperawatan usulan DPR RI belum terlihat secara jelas peran pemerintah daerah, Sedangkan dengan adanya otonomi daerah, peran pemerintah daerah sangat penting dalam pengaturan, pelatihan, dan pendidikan keperawatan. Dewan Perwakilan Daerah RI mengusulkan kepada DPR RI agar mengadopsi pengaturan tentang peran Pemerintah Daerah sebagaimana yang tercantum dalam Bab IX Pasal 59 s.d. Pasal 61 RUU Keperawatan DPD RI. Berikut redaksi yang ditawarkan oleh RUU Keperawatan DPD RI tentang Pemerintah Daerah:

Pasal 59(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk mengembangan kualitas

pelayan keperawatan demi terpenuhinya hak kesehatan masyarakat daerah.

(2) Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan kompetensi perawat melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.

Pasal 60Pemerintah harus menyusun program pelatihan keperawatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.

Pasal 61Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk menempatkan dan mendayagunakan perawatan secara proporsional sesuai dengan proyeksi kebutuhan.

VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASIA. Simpulan

Berdasarkan pandangan dan pendapat di atas, disimpulkan bahwa Rancangan Undang-Undang Keperawatan DPR RI masih perlu disempurnakan, terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut:a. Aspek sosiologis dalam konsiderans menimbangb. Bab I tentang Ketentuan Umumc. Bab III tentang Pendidikan dan Pelatihan Keperawatand. Bab IV tentang Kompetensi dan Registrasie. Bab V tentang Penyelenggaraan Praktik Keperawatan, khususnya pengaturan

mengenai jenis-jenis kegiatan keperawatan seperti pengaturan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat dalam hal kesehatan.

f. Bab VI tentang Penugasan Khususg. Bab IX tentang Peranan Konsil Keperawatanh. Bab X tentang Peran Pemerintah Daerah

B. Rekomendasi Dewan Perwakilan Daerah RI merekomendasikan kepada DPR RI agar

menyesuaikan Rancangan Undang-Undang Keperawatan DPR RI tersebut dengan Rancangan Undang-Undang Keperawatan DPD RI berdasarkan Keputusan DPD RI Nomor 36/DPD RI/II/2012-2013 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan dan yang telah diserahkan kepada DPR RI melalui surat Pimpinan DPD RI Nomor HM.310/18/DPD RI/I/2013 tanggal 22 Januari 2013.

Page 14: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … · tidak boleh terdapat hambatan apapun bagi setiap orang untuk mengakses layanan kesehatan ... tenaga keperawatan yang melakukan tindakan

316

VII. PENUTUPDemikian Pandangan dan Pendapat DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang

tentang Keperawatan. Pandangan dan Pendapat ini dimaksudkan untuk menjadi pertimbangan DPR RI dalam melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang dimaksud.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 28 Maret 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

PIMPINAN

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBAWakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA