keputusan dewan perwakilan daerah republik … filedengan persetujuan sidang paripurna ke-8 dewan...

22
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN JAKARTA 2013

Upload: dolien

Post on 06-Jul-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014

TENTANGPANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIATERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

JAKARTA2013

Page 2: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal
Page 3: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1159

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014

TENTANGPANDANGAN DAN PENDAPAT

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIATERHADAP

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESADEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu upaya memberikan perlindungan, keselarasan, keselamatan dan keamanan dalam menggunakan produk sesuai dengan tujuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, mengembangkan perdagangan luar negeri, dan meningkatkan daya saing produk nasional;

c. bahwa salah satu kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan; pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

d. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, dan huruf c, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugasnya telah menyusun Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

e. bahwa pandangan dan pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf d telah disampaikan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian untuk disampaikan dalam pembahasan Pembicaraan Tingkat I bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

Mengingat: 1. Pasal 22D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Page 4: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1160

Republik Indonesia Nomor 5234); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043);

4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah;

5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;

Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal 20 Desember 2013

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN.

PERTAMA : Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian sebagai bahan pembahasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah.

KEDUA : Isi dan rincian pandangan dan pendapat sebagaimana dimaksud dalam diktum PERTAMA, merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 20 Desember 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA

Page 5: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1161

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANDEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIANOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014Pandangan dan PendaPat

dewan PeRwaKIlan daeRah RePuBlIK IndonesIateRhadaP

Ruu tentang standaRdIsasI dan PenIlaIan KesesuaIan

I. Pendahuluan

A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta memperhatikan Peraturan Tata Tertib DPD RI, pada hari ini, DPD RI menyampaikan Pandangan dan Pendapat, mengenai RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

B. Kegiatan standardisasi sangat banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan bidang lainnya, khususnya di bidang industri, perdagangan, pertanian, energi, transportasi, kesehatan dan lingkungan hidup. Standardisasi sangat mendukung upaya Indonesia dalam mengembangkan perdagangan luar negeri, khususnya sektor ekspor non migas dan melindungi produk dalam negeri dari serbuan produk luar negeri, serta mencegah peredaran produk yang tidak berkualitas. Singkatnya, kegiatan standardisasi memegang peran penting untuk melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan lingkungan hidup serta jasa.

C. Dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat ini, DPD RI telah membentuk tim kerja dan telah melakukan serangkaian kegiatan Rapat Dengar Pendapat untuk mendalami substansi dan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Bahwa RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian mengutamakan pada pengaturan standar dan penilaian kesesuaian sebagai bagian dari sistem hukum nasional.

D. Sejak tahun 1989, Pemerintah membentuk Dewan Standardisasi Nasional (DSN) bertugas untuk menyatukan standar di berbagai sektor antara lain standar industri, standar pertanian dan standar perdagangan. Kemudian DSN menjadi Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 tentang Badan Standardisasi Nasional yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000 yang kemudian diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Penyatuan beberapa standar menjadi Standar Nasional Indonesia atau SNI dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (PP 102 Tahun 2000). Peraturan Pemerintah (PP) tersebut menjadi landasan hukum bagi pengembangan kelembagaan dan pelaksanaan proses perumusan, penetapan, dan penerapan SNI. Saat ini sudah terbit lebih dari 7500 SNI.

Page 6: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1162

Indonesia sudah menjadi bagian dari pelaku perdagangan bebas yang tergolong aktif, antara lain melalui:

1) Ratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO (1994);2) ASEAN Free Trade Agreement /AFTA secara parsial tahun 2002 dan secara

penuh dengan penetapan tarif 0% tahun 2010.3) Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement/IJ-EPA (berlaku efektif

2008).4) China-ASEAN Free Trade Agreement/CA-FTA (berlaku efektif 2010)5) ASEAN-Korea Free Trade Agreement/AK-AFTA (berlaku efektif 2010)6) ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement/AANZ-FTA (berlaku

efektif 2010)7) ASEAN-India Free Trade Agreement/AI-FTA (berlaku efektif 2010)8) ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015: ASEAN sebagai pasar tunggal

dan basis produksi internasional;Sehingga, globalisasi/integrasi ekonomi dan keterbukaan pasar mendorong tingkat persaingan global semakin tinggi. Akibatnya, persoalan ekonomi atau kebijakan ekonomi suatu negara/kawasan dengan cepat akan berdampak pada negara/kawasan lain. Dengan demikian, pengaruh penetapan suatu standar dan penilaian kesesuaian yang diterapkan oleh satu negara dapat berpengaruh pada komoditi perdagangan negara lain.

E. Atas dasar berbagai kepentingan dan pertimbangan yang disebutkan pada bagian pendahuluan ini, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dengan ini,menyampaikan pandangan dan pendapat atas RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

F. DPD RI menyampaikan pandangan dan pendapat ini, terutama untuk menjawab permasalahan dalam kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian saat ini yang meliputi (a) lemahnya law enforcement di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian; (b) pesatnya persaingan perdagangan global yang menuntut kepatuhan terhadap standardisasi dan penilaian kesesuaian secara internasional; serta (c) penguatan kelembagaan standardisasi dan penilaian kesesuaian yang berlaku terhadap barang, jasa, sistem, atau proses.

RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian memiliki landasan secara filosofis yakni sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum”; secara sosiologis, kepedulian dan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai pentingnya standar meningkat pesat sehingga menciptakan daya dorong bagi para pengusaha untuk memenuhi SNI; secara yuridis, pengaturan yang berkaitan dengan standardisasi tersebar dalam berbagai peraturan ‘lex specialis’ dalam berbagai peraturan perundang-undangan, sehingga hal ini mendesak untuk diintegrasikan dengan suatu undang-undang yang mengatur mengenai standardisasi dan penilaian kesesuaian secara komprehensif.

II. Pandangan dan PendaPat dPd RI teRhadaP Ruu tentang tandaRdIsasI dan PenIlaIan KesesuaIan

Setelah melakukan kajian dan pembahasan secara komprehensif terhadap RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang merupakan RUU inisiatif Pemerintah RI, maka DPD RI menyampaikan Pandangan dan Pendapat, sebagai berikut:

A. Pandangan dan PendaPat umum teRhadaP Ruu tentang standaRdIsasI dan PenIlaIan KesesuaIan

1. DPD RI berpandangan bahwa RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian merupakan interface harmonisasi kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian regional dan internasional dengan penerapannya di tingkat nasional secara lintas sektoral, sebagai konsekwensi Indonesia yang telah menjadi bagian dari kegiatan industri dan perdagangan global.

2. DPD RI mengingatkan bahwa RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian memastikan agar supaya konsumen mendapatkan manfaat dari kualifikasi suatu produk, sehingga RUU ini bila kelak disahkan menjadi UU dapat menjadi alat kontrol bagi produsen menghasilkan produk yang berstandard dan jaminan kualitas

Page 7: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1163

bagi konsumen. Keamanan produk adalah hak yang mutlak bagi konsumen untuk memutuskan pilihannya atas barang dan jasa yang dibutuhkannya.

3. DPD RI mengingatkan bahwa praktik birokrasi pendaftaran SNI suatu produk pangan masih berpotensi inefisiensi dengan praktik birokrasi pendaftaran BPOM yang seharusnya dengan terbitnya UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian kelak inefisiensi praktik birokrasi yang berkaitan dengan keamanan pangan seperti itu dapat terhindarkan dan adanya jaminan kepastian hukum baik bagi produsen maupun bagi konsumen.

4. DPD RI mengingatkan bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian sangat diperlukan di berbagai sektor kehidupan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga, standardisasi dan penilaian kesesuaian harus mampu menjangkau kebutuhan pembangunan daerah, agar komoditi/sektor keunggulan daerah dapat berdaya saing secara global.

B. tentang BaB, Pasal dan muatan mateRI Rancangan undang-undang

1. Pada bagian konsideran poin a dan poin b DPD RI berpandangan bahwa tujuan bernegara tidak hanya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum (poin a) tetapi juga melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup diperlukan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Oleh karena itu, DPD RI berpendapat bahwa konsideran poin a dan poin b memiliki makna yang selaras, sehingga dapat dijadikan satu butir a saja.

2. DPD RI berpandangan bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 1 masih memerlukan penambahan nomenklatur yang nantinya dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh antara lain nomenklatur “Panitia Teknis”. Hal ini mengingat Bagian Ketentuan Umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial di dalam suatu produk Undang-Undang.

3. DPD RI berpandangan bahwa standardisasi dan penilaian kesesuaian yang berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses atau personel, pada pelaksanaannya tidak mengatur standardisasi dan penilaian kesesuaian kompetensi personel, yang terkait dengan sistem pendidikan nasional dan keprofesian yang telah diatur oleh perundang-undangan lain. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 1 menyebut kata “personel” dan Pasal 3 butir b menyebut kata “tenaga kerja” dapat dikecualikan dalam nomenklatur kedua pasal tersebut.

4. DPD RI berpandangan dalam Pasal 1 angka 13 yang menyebut kata “Pelaku Usaha” dan angka 20 yang menyebut kata “Orang” memiliki definisi makna yang serupa. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa perlu ada penegasan dan konsistensi nomenklatur kata “Pelaku Usaha” atau kata “Orang”.

5. DPD RI berpandangan dalam Pasal 4 menyatakan bahwa Standaridisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap Barang, Jasa, Sistem, Proses atau Personel, dalam hal ini personel menyangkut juga hal yang terkait dengan pendidikan dan sertifikasi profesi, dan oleh karena Pasal 3 dinyatakan “Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya..”maka DPD RI berpendapat, pasal ini harus menjelaskan kedudukan standardisasi personel yang terkait dengan pendidikan dan sertifikasi profesi agar sesuai dengan asas huruf e: “koheren” dan selaras dengan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesidan Keprofesian (misalnya RUU Keinsinyuran).

6. DPD RI berpandangan dalam Pasal 5 ayat (1): “Pemerintah melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian” belum menormakan kedudukan Pemerintah Daerah untuk berpartisipasi aktif melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam Panitia Teknis dan Pembinaan Budaya Standard, serta Pengawasan pelaksanaan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Karena itu DPD RI berpendapat Pasal 5 ayat (1) harus memasukkan frasa “Pemerintah Daerah”. DPD RI berpandangan Pasal 5 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 yang menyebut Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (ayat 2) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden (ayat 4), yang mana sesuai Naskah Akademik halaman 2

Page 8: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1164

paragraf 2 disebutkan BSN ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997, Keppres ini berubah menjadi Keppres Nomor 166 Tahun 2000, lalu Keppres ini berubah menjadi Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. DPD RI berpendapat Pasal 5 tentang kelembagaan standardisasi dan penilaian kesesuaian bukanlah organisasi pelaksana, kelembagaan disini artinya aturan main yang mengikat Pemangku Kepentingan (Pasal 1 Angka 14), sedangkan organisasi adalah pelaksana dari aturan main. Untuk itu, DPD RI berpendapat Pasal 5 harus mempertegas norma hukum kelembagaan dan organisasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab standardisasi dan penilaian kesesuaian, dengan mencantumkan kalimat “Badan Standardisasi Nasional” sebagai judul menggantikan “Kelembagaan”. Sehingga, Pasal 5 ini merangkum secara utuh tugas, fungsi BSN beserta kelengkapan perangkat yang menjalankan tugas dan tanggung jawab BSN di bidang Akreditasi LPK (Lembaga Penilaian Kesesuaian) oleh KAN dan menjalankan tugas dan tanggung jawab BSN di bidang Standar Nasional Satuan Ukuran oleh KSNSU. Dengan demikian, Pasal 6 dan Pasal 35 ayat (1) dapat dibatalkan, dan Pasal 18 ayat 3 bunyinya menjadi: “..dapat mengajukan sertifikasi kepada Badan Standardisasi Nasional”.Oleh karena kewenangan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sudah melekat kepada BSN, maka ayat 3 kata Menteri yang dimaksud adalah Kementerian Teknis dan kata “mengkoordinasikan” dihapus.

7. DPD RI berpandangan bahwa penyusunan PNPS sebagai dokumen Perencanaan dilakukan oleh BSN bersama-sama dengan Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sehingga DPD RI berpendapat bahwa Pasal 9 ayat (3) perlu ditambahkan dengan kata “Pemerintah Daerah”.

8. DPD RI berpandangan dalam Pasal 12 RUU ini bahwa, keanggotaan Panitia Teknis juga harus melibatkan unsur Pemerintah Daerah (termasuk KADINDA dan BUMD), dikarenakan pelaku usaha utamanya UKM dan konsumen adalah subyek yang langsung berhubungan dengan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu DPD RI berpendapat perlu adanya kebijakan yang tegas yang berpihak kepada UKM dalam hal perumusan SNI sehingga tidak akan merugikan UKM.

9. DPD RI berpandangan bahwa Jajak Pendapat yang dilakukan BSN atas rancangan SNI yang dirumuskan oleh Panitia Teknis, perlu diuraikan tahapan dan mekanisme jajak pendapat yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). Untuk pengaturan lebih lanjut mengenai jajak pendapat ini dapat didelegasikan pengaturannya dengan Peraturan Kepala BSN.

10. DPD RI berpandangan Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 berpotensi bertentangan dengan RUU Perdagangan tentang Standardisasi barang dan jasa bahwa. Ketentuan ini pada RUU Perdagangan barang dan jasa yang diperdagangkan di dalam negeri wajib memenuhi SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib. Kata “wajib” berarti bahwa ketika pelaku usaha memperdagangkan barang dan jasa tidak disertai dengan tanda SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib, maka pelaku usaha akan kena sanksi. Jika hal ini terjadi, maka yang paling dirugikan adalah pelaku usaha dari UKM. Sedangakan pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyatakan SNI diterapkan secara sukarela atau wajib. Oleh sebab itu DPD RI berpendapat bahwa, RUU ini perlu diharmonisasi dengan RUU Perdagangan dalam melakukan standardisasi untuk pemenuhan SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib bagi UKM. DPD RI berpendapat bahwa Pasal 17 harus ada tambahan ayat (2) butir a definisi SNI sukarela dan butir b definisi SNI wajib. Oleh karena itu penerapan SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib, perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menjelaskan kedudukan SNI wajib dan SNI sukarela.

11. Pasal 22 ayat 2 dan ayat 3, DPD RI berpandangan dan berpendapat tidak ada perbedaan norma hukum dari makna kedua ayat tersebut, sehingga kedua ayat terebut dijadikan satu ayat (2) saja.

12. DPD RI berpandangan dan berpendapat Pasal 28 harus melibatkan Pemerintah Daerah, karenanya, perlu ditambahkan kata “Pemerintah Daerah” setelah kata “Pengembangan Standardisasi”.

13. DPD RI berpandangan Pasal 43 bahwa, ketentuan mengenai tata cara penggunaan Tanda Kesesuaian diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala lembaga Pemerintah nonKementerian, mengingat, pelaksanaan dari standardisasi juga melibatkan Pemerintah Daerah dan lembaga Pemerintah nonKementerian tidak menjangkau hingga Pemerintah Daerah, oleh karena itu DPD RI berpendapat pasal ini perlu dinyatakan kewenangan Pemerintah Daerah.

Page 9: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1165

14. DPD RI berpandangan Pasal 44 ayat (2) bahwa hasil uji petik kesesuaian terhadap SNI disampaikan kepada KAN dan Pemerintah Daerah sebagai instansi pembina yang bertanggung jawab melakukan pengawasan pasar sebagai masukan untuk tindak lanjut yang diperlukan. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa Pasal 44 ini memiliki norma hukum BAB VII Pembinaan dan Pengawasan.

15. DPD RI berpandangan BAB V Pasal 46 yang memuat ketentuan tentang mengembangkan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta Akreditasi LPK dilakukan kerja sama secara nasional dan internasional, tidak menormakan subyek, pihak-pihak yang melakukan kerjasama, dan pendelegasian peraturan turunan dari Pasal 46, termasuk peraturan yang mefasilitasi kelembagaan LPK di daerah. Oleh karena itu DPD RI berpendapat pemerintah dan pemerintah daerah perlu memfasilitasi akses akreditasi LPK secara nasional dengan prinsip kebersamaan dan keterbukaan, jelas siapa subyeknya dan jelas pihak-pihak yang bekerja sama.

16. DPD RI berpendapat bahwa pada BAB VI Pasal 47 ayat (2), perlu ditambahkan huruf e: “melapor adanya penyalahgunaan/pemalsuan tanda SNI dan tanda kesesuaian yang dilakukan pelaku usaha yang menggunakan sistem elektronik dalam transaksi perdagangan melalui wilayah elektronik (internet) didasarkan atas kepercayaan antara pelaku usaha/penjual dan pembeli, sehingga rawan kriminalisasi. Oleh karena itu DPD RI mengingatkan perlunya Pemerintah membuat kebijakan yang terkait dengan pengawasan tanda SNI dan tanda Kesesuaian melalui sistem elektronik, sehingga menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha dan keamanan produk bagi pengguna dalam rangka meningkatkan daya saing global.

17. DPD RI berpendapat BAB VII Pasal 49 perlu ditambahkan ayat (3) terkait dengan pengawasan terhadap Barang yang menggunakan Tanda SNI dan Tanda Kesesuaian yang beredar, seharusnya masyarakat dilibatkan dalam pengawasan tersebut. Jika pengawasan hanya terdiri dari unsur eksekutif, dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan dan saling lempar tanggung jawab. Dalam konteks negara demokrasi, masyarakat adalah pemegang kedaulatan utama, sehingga hal yang wajar jika masyarakat ikut dilibatkan dalam proses pengawasan terhadap Barang dan/atau jawa yang diberlakukan SNI wajib.

18. DPD RI berpendapat Pasal 53, Pasal 54, Pasal 58 sanksi yang diterapkan tidak sejalan dengan pada pasal-pasal yang dirujuknya yakni Pasal 22 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3). Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa perlu penegasan sinkronisasi antara Pasal 53, Pasal 54, Pasal 58 dengan pasal-pasal dirujuknya.

19. DPD RI berpendapat BAB VIII Pasal 61 ayat (3) huruf a dihilangkan kata “dan/atau” menjadi “dan” mengingat kepatuhan kepada Standardisasi adalah menyangkut faktor keamanan pengguna dan konsumen serta menjamin kepastian hukum bagi pengusaha.

20. DPD RI berpandangan BAB IX Pasal 62 bahwa, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, agar selaras dengan perundang-undangan yang ada sudah dan akan terbit perlu diubah menjadi: “..dinyatakan harus ada penyelarasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, agar tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini”. Oleh karena itu DPD RI berpendapat agar Badan Standardisasi Nasional dapat melakukan fungsinya dalam penetapan Standar Nasional Indonesia sekaligus melakukan koordinasi pengawasan pelaksanaan SNI bersama kementerian terkait dan Pemerintah Daerah.

III. KesImPulan

a. Bahwa setelah melakukan kajian dan analisis terhadap substansi RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, maka, DPD RI dengan ini menyatakan, bahwa RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang merupakan RUU usul inisiatif Pemerintah RI, untuk dapat diteruskan ke tahapan pembahasan selanjutnya dengan mentaati peraturan tentang pembentukan perundang-undangan dengan mempertimbangkan secara seksama atas Pandangan dan Pendapat yang telah disampaikan oleh DPD RI.

b. Hal-hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah adanya potensi potensi tumpang tindih RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam penerapannya dengan Peraturan Pemerintah di bawah Kementerian Perindustrian dan perundang-undangan seperti RUU Perdagangan di bawah kewenangan

Page 10: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1166

Kementerian Perdagangan dan bidang-bidang sektoral pertanian. Mengingat, jangkauan dari RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini yang mencakup penetapan SNI yang disesuaikan dengan beragam standar internasional, Sertifikasi Proses dan Produk, pengujian dan inspeksi, standar nasional satuan ukuran, kalibrasi dan bahan Acuan, tentunya melibatkan kelembagaan standardisasi dan penilaian kesesuaian yang cukup kompleks.

c. Demikian Pandangan dan Pendapat DPD RI tentang RUU tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini disampaikan. Adapun produk perundang-undangan yang mengatur tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian yang diusulkan nantinya harus merujuk kepada norma yang terdapat dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bila telah disahkan menjadi undang-undang.

Jakarta, 20 Desember 2013

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

Ketua,

H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA

Wakil Ketua,

GKR. HEMAS

Wakil Ketua,

DR. LAODE IDA

Page 11: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1167

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RUU STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DARI PEMERINTAH

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

1. RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR… TAHUN…TENTANG

STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

RANCANGANUNDANG-UNDANG

REPUBLIK INDONESIANOMOR… TAHUN…

TENTANG STANDARDISASI DAN

PENILAIAN KESESUAIAN2. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,DENGAN RAHMAT TUHAN

YANG MAHA ESAPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara

bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum;

b. bahwa dalam rangka melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan, dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup diperlukan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

c. bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang ada belum selaras sebagai landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta visi kedepan dalam pelaksanaan perdagangan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN

KESESUAIAN.

Bagian KonsideranPada bagian konsideran poin a dan poin b DPD RI berpandangan bahwa tujuan bernegara tidak hanya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum (poin a) tetapi juga melindungi kepentingan negara, keselamatan, keamanan dan kesehatan warga negara serta perlindungan flora, fauna, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup diperlukan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Oleh karena itu, DPD RI berpendapat bahwa konsideran poin a dan poin b memiliki makna yang selaras, sehingga dapat dijadikan satu butir a saja.

Menimbang: a. a. bahwa kehidupan

berbangsa dan bernegara bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum;

b. bahwa Standardisasi dan Penilaian K e s e s u a i a n merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efisiensi produksi, m e m p e r l a n c a r t r a n s a k s i p e r d a g a n g a n , m e w u j u d k a n persaingan usaha yang sehat dan transparan;

c. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian yang ada belum selaras sebagai landasan hukum bagi p e n y e l e n g g a r a a n kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta visi kedepan dalam p e l a k s a n a a n perdagangan;

d. bahwa berdasarkan p e r t i m b a n g a n s e b a g a i m a n a dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;

Page 12: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1168

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Standardisasi adalah proses merumuskan,

menetapkan, menerapkan, dan memelihara Standar.

2. Penilaian Kesesuaian adalah kegiatan untuk menilai bahwa Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel telah memenuhi persyaratan acuan.

3. Standar adalah dokumen resmi yang berisi spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus oleh semua Pemangku Kepentingan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

4. Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat BSN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Standardisasi.

5. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga nonstruktural yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Akreditasi LPK.

6. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh KAN, yang menyatakan bahwa suatu lembaga, institusi atau laboratorium memiliki kompetensi serta berhak melaksanakan Penilaian Kesesuaian.

8. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan Penilaian Kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel yang telah memenuhi SNI.

9. Tanda SNI adalah tanda Sertifikasi yang dibubuhkan pada Barang dan/atau kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan SNI.

10. Tanda kesesuaian adalah tanda Sertifikasi selain tanda SNI yang ditetapkan Pemerintah atau ditetapkan berdasarkan perjanjian saling pengakuan antar subyek hukum internasional yang ditetapkan.

11. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan atau tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

12. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

13. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri atau bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

14. Pemangku Kepentingan adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, terdiri dari unsur konsumen, Pelaku Usaha, asosiasi, pakar, cendekiawan dan Instansi Pemerintah.

DPD RI berpandangan bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 1 masih memerlukan penambahan nomenklatur yang nantinya dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh antara lain nomenklatur “Panitia Teknis”. Hal ini mengingat Bagian Ketentuan Umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial di dalam suatu produk Undang-Undang.

Page 13: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1169

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

15. Lembaga Penilaian Kesesuaian yang selanjutnya disingkat LPK adalah lembaga yang melakukan kegiatan Penilaian Kesesuaian.

16. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.

17. Program Nasional Perumusan Standar yang selanjutnya disingkat PNPS adalah kumpulan usulan rancangan SNI dari Instansi Pemerintah yang akan dirumuskan.

18. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Repulik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

19. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

20. Orang adalah orang perseorangan dan badan hukum.

Pasal 2Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dilaksanakan berdasarkan asas:

a. manfaat; b. konsensus dan tidak memihak; c. transparansi dan keterbukaan; d. efektif dan relevan; e. koheren; f. dimensi pembangunan; dan g. kompeten dan tertelusur.

Pasal 4Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel.

Pasal 17(1) Penerapan SNI dilakukan dengan cara

menerapkan persyaratan SNI terhadap Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel.

(2) Penerapan SNI dilaksanakan secara sukarela atau wajib.

(3) Penerapan SNI dibuktikan melalui pemilikan sertifikat dan/atau pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian.

DPD RI berpandangan bahwa standardisasi dan penilaian kesesuaian yang berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses atau personel, pada pelaksanaannya tidak mengatur standardisasi dan penilaian kesesuaian kompetensi personel, yang terkait dengan sistem pendidikan nasional dan keprofesian yang telah diatur oleh perundang-undangan lain. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum dalam Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 1 menyebut kata “personel” dan Pasal 3 butir b menyebut kata “tenaga kerja” dapat dikecualikan dalam nomenklatur kedua pasal tersebut.

Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Standardisasi adalah proses merumuskan,

menetapkan, menerapkan, dan memelihara Standar.

2. Penilaian Kesesuaian adalah kegiatan untuk menilai bahwa Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel telah memenuhi persyaratan acuan.

3. Standar adalah dokumen resmi yang berisi spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus oleh semua Pemangku Kepentingan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

4. Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat BSN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Standardisasi.

DPD RI berpandangan dalam Pasal 1 angka 13 yang menyebut kata “Pelaku Usaha” dan angka 20 yang menyebut kata “Orang” memiliki definisi makna yang serupa. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa perlu ada penegasan dan konsistensi nomenklatur kata “Pelaku Usaha” atau kata “Orang”.

Page 14: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1170

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

5. Komite Akreditasi Nasional yang selanjutnya disingkat KAN adalah lembaga nonstruktural yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Akreditasi LPK.

6. Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah Standar yang ditetapkan oleh BSN dan berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh KAN, yang menyatakan bahwa suatu lembaga, institusi atau laboratorium memiliki kompetensi serta berhak melaksanakan Penilaian Kesesuaian.

8. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan Penilaian Kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel yang telah memenuhi SNI.

9. Tanda SNI adalah tanda Sertifikasi yang dibubuhkan pada Barang dan/atau kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan SNI.

10. Tanda kesesuaian adalah tanda Sertifikasi selain tanda SNI yang ditetapkan Pemerintah atau ditetapkan berdasarkan perjanjian saling pengakuan antar subyek hukum internasional yang ditetapkan.

11. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan atau tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

12. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

13. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri atau bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

14. Pemangku Kepentingan adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, terdiri dari unsur konsumen, Pelaku Usaha, asosiasi, pakar, cendekiawan dan Instansi Pemerintah.

15. Lembaga Penilaian Kesesuaian yang selanjutnya disingkat LPK adalah lembaga yang melakukan kegiatan Penilaian Kesesuaian.

16. Instansi Pemerintah adalah kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.

17. Program Nasional Perumusan Standar yang selanjutnya disingkat PNPS adalah kumpulan usulan rancangan SNI dari Instansi Pemerintah yang akan dirumuskan.

18. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Repulik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

19. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

20. Orang adalah orang perseorangan dan badan hukum.

Page 15: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1171

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 3Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan:

a. meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan, kepastian usaha, dan kemampuan Pelaku Usaha, serta memacu kemampuan inovasi teknologi;

b. meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, dan

c. meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan di dalam negeri dan dengan dunia internasional.

Pasal 4 Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel.

DPD RI berpandangan dalam Pasal 4 menyatakan bahwa Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian berlaku terhadap Barang, Jasa, Sistem, Proses atau Personel, dalam hal ini personel menyangkut juga hal yang terkait dengan pendidikan dan sertifikasi profesi, dan oleh karena Pasal 3 dinyatakan “Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian bertujuan untuk meningkatkan perlindungan kepada konsumen, Pelaku Usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya..”maka DPD RI berpendapat, pasal ini harus menjelaskan kedudukan standardisasi personel yang terkait dengan pendidikan dan sertifikasi profesi agar sesuai dengan asas huruf e: “koheren” dan selaras dengan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesidan Keprofesian (misalnya RUU Keinsinyuran).

Pasal 5(1) Pemerintah melaksanakan tugas dan

tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

(2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh BSN.

(3) BSN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang mengoordinasikan.

(4) Pembentukan BSN ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Pasal 6(1) Pemerintah melaksanakan tugas dan

tanggung jawab di bidang Akreditasi LPK.(2) Tugas dan tanggung jawab di bidang

Akreditasi LPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KAN.

(3) KAN berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Presiden.

(4) KAN dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan BSN.

(5) Pembentukan KAN ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

DPD RI berpandangan dalam Pasal 5 ayat (1): “Pemerintah melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian” belum menormakan kedudukan Pemerintah Daerah untuk berpartisipasi aktif melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam Panitia Teknis dan Pembinaan Budaya Standard, serta Pengawasan pelaksanaan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Karena itu DPD RI berpendapat Pasal 5 ayat (1) harus memasukkan frasa “Pemerintah Daerah”. DPD RI berpandangan Pasal 5 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 yang menyebut Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (ayat 2) yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden (ayat 4), yang mana sesuai Naskah Akademik halaman 2 paragraf 2 disebutkan BSN ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997, Keppres ini berubah menjadi Keppres Nomor 166 Tahun 2000, lalu Keppres ini berubah menjadi Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Page 16: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1172

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 18(1) SNI diterapkan secara sukarela oleh Pelaku

Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Jika Pelaku Usaha belum mampu menerapkan SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kewenangannya.

(3) Jika Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah telah mampu menerapkan SNI, Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan sertifikasi kepada LPK yang telah diakreditasi oleh KAN.

(4) LPK yang telah diakreditasi oleh KAN memberikan sertifikat kepada Pemangku Kepentingan yang telah memenuhi SNI.

Pasal 35(1) Kegiatan Penilaian Kesesuaian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dilakukan oleh LPK yang telah diakreditasi oleh KAN.

(2) Dalam hal terdapat perjanjian internasional saling pengakuan dengan KAN, kegiatan penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh LPK di luar negeri yang telah diakreditasi oleh lembaga akreditasi di negara tersebut.

(3) Dalam hal Indonesia menjadi anggota organisasi internasional kegiatan penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh LPK yang diakui oleh organisasi tersebut.

(4) LPK yang menjalankan kegiatan di Indonesia wajib berbadan hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DPD RI berpendapat Pasal 5 tentang kelembagaan standardisasi dan penilaian kesesuaian bukanlah organisasi pelaksana, kelembagaan disini artinya aturan main yang mengikat Pemangku Kepentingan (Pasal 1 Angka 14), sedangkan organisasi adalah pelaksana dari aturan main. Untuk itu, DPD RI berpendapat Pasal 5 harus mempertegas norma hukum kelembagaan dan organisasi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab standardisasi dan penilaian kesesuaian, dengan mencantumkan kalimat “Badan Standardisasi Nasional” sebagai judul menggantikan “Kelembagaan”. Sehingga, Pasal 5 ini merangkum secara utuh tugas, fungsi BSN beserta kelengkapan perangkat yang menjalankan tugas dan tanggung jawab BSN di bidang Akreditasi LPK (Lembaga Penilaian Kesesuaian) oleh KAN dan menjalankan tugas dan tanggung jawab BSN di bidang Standar Nasional Satuan Ukuran oleh KSNSU. Dengan demikian, Pasal 6 dan Pasal 35 ayat (1) dapat dibatalkan, dan Pasal 18 ayat 3 bunyinya menjadi: “..dapat mengajukan sertifikasi kepada Badan Standardisasi Nasional”.Oleh karena kewenangan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sudah melekat kepada BSN, maka ayat 3 kata Menteri yang dimaksud adalah Kementerian Teknis dan kata “mengkoordinasikan” dihapus.

Pasal 5(1) Pemerintah daerah

melaksanakan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

(2) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian s e b a g a i m a n a dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh BSN.

(3) BSN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri.

(4) Pembentukan BSN ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Pasal 9(1) Perencanaan perumusan SNI disusun

dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disusun dengan memperhatikan: a. kebijakan nasional Standardisasi;b. perlindungan konsumen; c. kebutuhan pasar; d. perkembangan Standardisasi

internasional; e. kesepakatan regional dan

internasional; f. kemampuan ilmu pengetahuan dan

teknologi; g. kondisi flora, fauna, dan lingkungan

hidup; h. kemampuan dan kebutuhan industri

dalam negeri. (3) Penyusunan PNPS dilakukan oleh BSN

bersama-sama dengan Instansi Pemerintah.(4) PNPS disusun untuk jangka waktu 1 (satu)

tahun.(5) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) ditetapkan oleh BSN sebagai acuan kegiatan perumusan SNI.

DPD RI berpandangan bahwa penyusunan PNPS sebagai dokumen Perencanaan dilakukan oleh BSN bersama-sama dengan Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, sehingga DPD RI berpendapat bahwa Pasal 9 ayat (3) perlu ditambahkan dengan kata “Pemerintah Daerah”.

Page 17: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1173

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 12(1) Perumusan SNI dilaksanakan oleh Panitia

Teknis.(2) Hasil perumusan SNI sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berupa rancangan SNI.

(3) Keanggotaan Panitia Teknis terdiri atas unsur:

a. Pemerintah; b. Pelaku Usaha;c. konsumen; dan d. pakar atau akademisi.

(4) Pembentukan dan ruang lingkup serta susunan keanggotaan Panitia Teknis ditetapkan oleh Kepala BSN.

DPD RI berpandangan dalam Pasal 12 RUU ini bahwa, keanggotaan Panitia Teknis juga harus melibatkan unsur Pemerintah Daerah (termasuk KADINDA dan BUMD), dikarenakan pelaku usaha utamanya UKM dan konsumen adalah subyek yang langsung berhubungan dengan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu DPD RI berpendapat perlu adanya kebijakan yang tegas yang berpihak kepada UKM dalam hal perumusan SNI sehingga tidak akan merugikan UKM.

Pasal 13(1) BSN melakukan jajak pendapat atas

rancangan SNI yang dirumuskan oleh Panitia Teknis.

(2) Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap rancangan SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Panitia Teknis.

DPD RI berpandangan bahwa Jajak Pendapat yang dilakukan BSN atas rancangan SNI yang dirumuskan oleh Panitia Teknis, perlu diuraikan tahapan dan mekanisme jajak pendapat yang dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2). Untuk pengaturan lebih lanjut mengenai jajak pendapat ini dapat didelegasikan pengaturannya dengan Peraturan Kepala BSN.

Pasal 17(1) Penerapan SNI dilakukan dengan cara

menerapkan persyaratan SNI terhadap Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel.

(2) Penerapan SNI dilaksanakan secara sukarela atau wajib.

(3) Penerapan SNI dibuktikan melalui pemilikan sertifikat dan/atau pembubuhan tanda SNI dan/atau tanda kesesuaian.

Pasal 18(1) SNI diterapkan secara sukarela oleh Pelaku

Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah.

(2) Jika Pelaku Usaha belum mampu menerapkan SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kewenangannya.

(3) Jika Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah telah mampu menerapkan SNI, Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan sertifikasi kepada LPK yang telah diakreditasi oleh KAN.

(4) LPK yang telah diakreditasi oleh KAN memberikan sertifikat kepada Pemangku Kepentingan yang telah memenuhi SNI.

Pasal 19(1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan

sertifikat wajib membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada Barang.

(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:

a. membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada Barang di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; atau

b. membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya.

(3) Dalam hal Pelaku Usaha yang menerapkan SNI secara sukarela yang memiliki sertifikat dan telah berakhir masa berlaku, dicabut, atau dibekukan sertifikatnya, dilarang membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada Barang.

(4) Dalam hal Pelaku Usaha melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pelaku Usaha dikenai sanksi administratif.

DPD RI berpandangan Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 berpotensi bertentangan dengan RUU Perdagangan tentang Standardisasi barang dan jasa bahwa. Ketentuan ini pada RUU Perdagangan barang dan jasa yang diperdagangkan di dalam negeri wajib memenuhi SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib. Kata “wajib” berarti bahwa ketika pelaku usaha memperdagangkan barang dan jasa tidak disertai dengan tanda SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib, maka pelaku usaha akan kena sanksi. Jika hal ini terjadi, maka yang paling dirugikan adalah pelaku usaha dari UKM. Sedangakan pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1) RUU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyatakan SNI diterapkan secara sukarela atau wajib. Oleh sebab itu DPD RI berpendapat bahwa, RUU ini perlu diharmonisasi dengan RUU Perdagangan dalam melakukan standardisasi untuk pemenuhan SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib bagi UKM. DPD RI berpendapat bahwa Pasal 17 harus ada tambahan ayat (2) butir a definisi SNI sukarela dan butir b definisi SNI wajib. Oleh karena itu penerapan SNI atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib, perlu diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk menjelaskan kedudukan SNI wajib dan SNI sukarela.

Page 18: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1174

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 22(1) Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/

atau Pemerintah Daerah wajib memiliki sertifikat terhadap SNI yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21 ayat (1). (2) Dalam hal Pelaku Usaha tidak memiliki

sertifikat atau memiliki sertifikat namun habis masa berlakunya, dicabut, atau dibekukan, Pelaku Usaha dilarang:

a. memperdagangkan atau mengedarkan Barang;

b. memberikan Jasa; dan/atauc. mengoperasikan proses atau sistem,

yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

(3) Pelaku Usaha yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang: a. memperdagangkan atau mengedarkan

Barang; b. memberikan Jasa; dan/atauc. mengoperasikan proses atau sistem,

yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

(4) Setiap orang yang mengimpor barang dilarang memperdagangkan atau mengedarkan barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

Pasal 22 ayat 2 dan ayat 3, DPD RI berpandangan dan berpendapat tidak ada perbedaan norma hukum dari makna kedua ayat tersebut, sehingga kedua ayat terebut dijadikan satu ayat (2) saja.

Pasal 22(1) Pelaku Usaha, Instansi

Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah wajib memiliki sertifikat terhadap SNI yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21 ayat (1). (2) Dalam hal Pelaku

Usaha tidak memiliki sertifikat atau memiliki sertifikat namun habis masa berlakunya, dicabut, atau dibekukan, Pelaku Usaha dilarang:

a. memperdagangkan atau mengedarkan Barang;

b. memberikan Jasa; dan/atau

c. m e n g o p e r a s i k a n proses atau sistem, yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI

(3) Setiap orang yang mengimpor barang dilarang memperdagangkan atau mengedarkan barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

Pasal 28Dalam rangka perencanaan, perumusan, penerapan dan pemeliharaan SNI, BSN dan/atau Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dapat melakukan kegiatan Penelitian dan Pengembangan Standardisasi.

DPD RI berpandangan dan berpendapat Pasal 28 harus melibatkan Pemerintah Daerah, karenanya, perlu ditambahkan kata “Pemerintah Daerah” setelah kata “Pengembangan Standardisasi”.

Pasal 43(1) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan

Tanda SNI diatur dengan Peraturan Kepala BSN.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penggunaan Tanda Kesesuaian diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala lembaga pemerintah non kementerian.

DPD RI berpandangan Pasal 43 bahwa, ketentuan mengenai tata cara penggunaan Tanda Kesesuaian diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala lembaga Pemerintah nonKementerian, mengingat, pelaksanaan dari standardisasi juga melibatkan Pemerintah Daerah dan lembaga Pemerintah nonKementerian tidak menjangkau hingga Pemerintah Daerah, oleh karena itu DPD RI berpendapat pasal ini perlu dinyatakan kewenangan Pemerintah Daerah.

Pasal 44(1) Dalam rangka efektivitas penerapan SNI,

BSN dapat melakukan uji petik kesesuaian terhadap SNI berkoordinasi dengan Instansi Pemerintah terkait.

(2) Hasil uji petik kesesuaian terhadap SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KAN, instansi pembina dan Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab melakukan pengawasan pasar sebagai masukan untuk tindak lanjut yang diperlukan.

DPD RI berpandangan Pasal 44 ayat (2) bahwa hasil uji petik kesesuaian terhadap SNI disampaikan kepada KAN dan Pemerintah Daerah sebagai instansi pembina yang bertanggung jawab melakukan pengawasan pasar sebagai masukan untuk tindak lanjut yang diperlukan. Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa Pasal 44 ini memiliki norma hukum BAB VII Pembinaan dan Pengawasan.

Page 19: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1175

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 46Untuk mengembangkan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta Akreditasi LPK dilakukan kerja sama secara nasional dan internasional.

DPD RI berpandangan BAB V Pasal 46 yang memuat ketentuan tentang mengembangkan kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta Akreditasi LPK dilakukan kerja sama secara nasional dan internasional, tidak menormakan subyek, pihak-pihak yang melakukan kerjasama, dan pendelegasian peraturan turunan dari Pasal 46, termasuk peraturan yang mefasilitasi kelembagaan LPK di daerah. Oleh karena itu DPD RI berpendapat pemerintah dan pemerintah daerah perlu memfasilitasi akses akreditasi LPK secara nasional dengan prinsip kebersamaan dan keterbukaan, jelas siapa subyeknya dan jelas pihak-pihak yang bekerja sama.

Pasal 47(1) Masyarakat berperan serta dalam kegiatan

Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

(2) Peran serta masyarakat dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. mengusulkan dan memberi masukan dalam proses perumusan SNI;

b. mencari dan mendapatkan informasi untuk menerapkan SNI;

c. membangun budaya standar; dan d. melaporkan adanya:

1. penyalahgunaan dan/atau pemalsuan dokumen SNI, Sertifikat Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel; atau

2. penggunaan tanpa hak Tanda SNI/Tanda Kesesuaian; dan/atau

3. pembubuhan Tanda SNI/Tanda Kesesuaian yang tidak sesuai dengan Sertifikat pada Barang kemasan yang beredar di pasar,

kepada Instansi Pemerintah Pemerintah Daerah, aparat penegak hukum dan/atau institusi terkait.

DPD RI berpendapat bahwa pada BAB VI Pasal 47 ayat (2), perlu ditambahkan huruf e: “melapor adanya penyalahgunaan/pemalsuan tanda SNI dan tanda kesesuaian yang dilakukan pelaku usaha yang menggunakan sistem elektronik dalam transaksi perdagangan melalui wilayah elektronik (internet) didasarkan atas kepercayaan antara pelaku usaha/penjual dan pembeli”, sehingga rawan kriminalisasi. Oleh karena itu DPD RI mengingatkan perlunya Pemerintah membuat kebijakan yang terkait dengan pengawasan tanda SNI dan tanda Kesesuaian melalui sistem elektronik, sehingga menjamin kepastian hukum bagi pelaku usaha dan keamanan produk bagi pengguna dalam rangka meningkatkan daya saing global.

Pasal 47(1) Masyarakat berperan

serta dalam kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

(2) Peran serta masyarakat dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. mengusulkan dan memberi masukan dalam proses perumusan SNI;

b. mencari dan m e n d a p a t k a n informasi untuk menerapkan SNI;

c. membangun budaya standar; dan

d. melaporkan adanya: 1. p e n y a l a h g u n a a n

dan/atau pemalsuan dokumen SNI, Sertifikat Barang, Jasa, sistem, proses, atau personel; atau

2. penggunaan tanpa hak Tanda SNI/Tanda Kesesuaian; dan/atau

3. pembubuhan Tanda SNI/Tanda Kesesuaian yang tidak sesuai dengan Sertifikat pada Barang kemasan yang beredar di pasar,

kepada Instansi Pemerintah Pemerintah Daerah, aparat penegak hukum dan/atau institusi terkait.

Page 20: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1176

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 49(1) Pengawasan terhadap Barang dan/atau

Jasa yang diberlakukan SNI wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib berkoordinasi untuk melakukan pengawasan terhadap Barang yang menggunakan Tanda SNI dan Tanda Kesesuaian yang beredar.

DPD RI berpendapat BAB VII Pasal 49 perlu ditambahkan ayat (3) terkait dengan pengawasan terhadap Barang yang menggunakan Tanda SNI dan Tanda Kesesuaian yang beredar, seharusnya masyarakat dilibatkan dalam pengawasan tersebut. Jika pengawasan hanya terdiri dari unsur eksekutif, dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan dan saling lempar tanggung jawab. Dalam konteks negara demokrasi, masyarakat adalah pemegang kedaulatan utama, sehingga hal yang wajar jika masyarakat ikut dilibatkan dalam proses pengawasan terhadap Barang dan/atau jawa yang diberlakukan SNI wajib.

Pasal 22(1) Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, dan/

atau Pemerintah Daerah wajib memiliki sertifikat terhadap SNI yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

(2) Dalam hal Pelaku Usaha tidak memiliki sertifikat atau memiliki sertifikat namun habis masa berlakunya, dicabut, atau dibekukan, Pelaku Usaha dilarang: a. memperdagangkan atau mengedarkan

Barang; b. memberikan Jasa; dan/atauc. mengoperasikan proses atau sistem,

yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI

(3) Pelaku Usaha yang memiliki sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:a. memperdagangkan atau mengedarkan

Barang; b. memberikan Jasa; dan/atauc. mengoperasikan proses atau sistem,

yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

(4) Setiap orang yang mengimpor barang dilarang memperdagangkan atau mengedarkan barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

Pasal 36(1) LPK yang tidak diakreditasi oleh KAN

dilarang menerbitkan sertifikat berlogo KAN. (2) LPK yang telah diakreditasi oleh KAN

dilarang menerbitkan sertifikat untuk Pelaku Usaha, Instansi Pemerintah, atau Pemerintah Daerah yang Barang, Jasa, sistem, proses, atau personelnya tidak sesuai SNI.

(3) LPK yang telah diakreditasi oleh KAN dilarang menerbitkan sertifikat diluar ruang lingkup Akreditasinya.

(4) Setiap orang dilarang memalsukan atau membuat palsu sertifikat Akreditasi.

Pasal 53Setiap orang yang dengan sengaja tidak memiliki sertifikat memperdagangkan atau mengedarkan Barang, memberikan Jasa, dan/atau mengoperasikan proses atau sistem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

DPD RI berpendapat Pasal 53, Pasal 54, Pasal 58 sanksi yang diterapkan tidak sejalan dengan pada pasal-pasal yang dirujuknya yakni Pasal 22 ayat (2), Pasal 22 ayat (3), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2) dan Pasal 36 ayat (3). Karenanya, DPD RI berpendapat bahwa perlu penegasan sinkronisasi antara Pasal 53, Pasal 54, Pasal 58 dengan pasal-pasal dirujuknya.

Page 21: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1177

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Pasal 58Setiap orang yang dengan sengaja:

a. menerbitkan sertifikat berlogo KAN ke Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1);

b. menerbitkan sertifikat kepada Pelaku Usaha yang produknya tidak sesuai dengan SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2); atau

c. menerbitkan sertifikat di luar ruang lingkup atau kompetensi Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 61(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 50 sampai Pasal 59 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana penjara dan pidana denda dikenakan terhadap pemilik dan atau pengurusnya.

(2) Pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi, diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai Pasal 59.

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh korporasi diberikan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan/ataub. pencabutan status badan hukum.

DPD RI berpendapat BAB VIII Pasal 61 ayat (3) huruf a dihilangkan kata “dan/atau” menjadi “dan” mengingat kepatuhan kepada Standardisasi adalah menyangkut faktor keamanan pengguna dan konsumen serta menjamin kepastian hukum bagi pengusaha.

Pasal 61(1) Dalam hal tindak

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai Pasal 59 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana penjara dan pidana denda dikenakan terhadap pemilik dan atau pengurusnya.

(2) Pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi, diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai Pasal 59.

(3) Tindak pidana s e b a g a i m a n a dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh korporasi diberikan pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; dan

b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 62Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

DPD RI berpandangan BAB IX Pasal 62 bahwa, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, agar selaras dengan perundang-undangan yang ada sudah dan akan terbit perlu diubah menjadi: “..dinyatakan harus ada penyelarasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, agar tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini”. Oleh karena itu DPD RI berpendapat agar Badan Standardisasi Nasional dapat melakukan fungsinya dalam penetapan Standar Nasional Indonesia sekaligus melakukan koordinasi pengawasan pelaksanaan SNI bersama kementerian terkait dan Pemerintah Daerah.

Pasal 62Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dinyatakan dinyatakan harus ada penyelarasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, agar tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.

Page 22: KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK … fileDengan Persetujuan Sidang Paripurna ke-8 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang II Tahun Sidang 2013-2014 Tanggal

1178

NoNaskah RUU Standardisasi dan Penilaian

Kesesuaian Pemerintah

Tanggapan DPD RI Usulan Perubahan

Disahkan di Jakartapada tanggal … 20…PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

. Diundangkan di Jakartapada tanggal …, … 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd. AMIR SYAMSUDDINLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …