kepala badan kebijakan fiskal negara, kepala pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun...

100

Upload: doannguyet

Post on 03-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara
Page 2: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Badan Kebijakan Fiskal

Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro

Sekretaris Badan, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara, Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan

Andriansyah, Cornelius Tjahjaprijadi , Dalyono, Endang Larasati, Evy Mulyani, Kindy Rinaldi S., Kristiyanto, Pande Putu Oka, Riznaldi

Akbar, Thomas N.P.D Keraf, Wahyu Utomo, Widiyanto, Yoopi Abimanyu,

Abdul Aziz, Achmad Budi S., Alfan Mansur, Asep Nurwanda, Bagus Raharjo, Bhayu Purnomo, Dwi Anggi Novianti, Enrico

Tarigan, Ginanjar Wibowo, Immanuel Bhekti H., Indra Budi Sucahyo, Irma Marlina, Pipin Prasetyono, Putri Rizki, Raditiyo Harya P., Vincentius

Krisna Juli

Yazid Bastomi, Bramantiyo

Aditya Widya P., Affan Hanif, Bakhtiar Rifai, Dimas Nurdy, Eta Nur K., Ika Kartika Sari, Indah Kurnia J., Ralex Arnolda, Restu

Rinayati, M. Firmansyah Arviandri, Muhammad Fajar Nugraha, Nina Hanifah, Nurul Fatimah, Rizal Augusta, Wignyo Parasian

Bramantiyo

Andi Yoga T., Puguh Fajar, Suhendi Ery S.

Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.

www.fiskal.kemenkeu.go.id

Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian

Keuangan, dengan periode publikasi triwulanan dan memuat mengenai

perkembangan kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.

Page 3: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

TINJAUAN EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

Triwulan IV 2018

Page 4: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

VISI BKF

“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”.

Page 5: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1

KATA PENGANTAR

Penurunan proyeksi ekonomi global untuk tahun 2018 dan 2019 mengindikasikan risiko global yang

telah kita antisipasi sebelumnya semakin meningkat. Di tengah dinamika tersebut, Indonesia terus

mampu menunjukkan stabilitas ekonominya. Pemerintah dan berbagai otoritas juga terus

memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga agar stabilitas terjaga dan daya saing jangka panjang

dapat tercipta. Stabilitas jangka pendek tersebut akan menjadi sebuah modal penting bagi Indonesia

yang memiliki aspirasi untuk bertransformasi menjadi negara maju di masa mendatang.

Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi IV Tahun 2018 ini mengambil Memperkokoh Fondasi

Untuk Transformasi Ekonomi ke Depan, menitikberatkan pada capaian kinerja ekonomi dan fiskal

yang baik, serta langkah-langkah yang ditempuh untuk menciptakan stabilitas dengan tetap menjaga

momentum pertumbuhan. Dalam edisi ini juga terdapat box yang mengulas hasil penyelenggaraan

IMF-World Bank Annual Meeting 2018 serta beberapa insiatif strategis Pemerintah yang baru

diluncurkan seperti Disaster Risk Financing Insurance dan Tax Expenditure. Selain itu, Bab III dari

tinjauan ini juga mengulas secara khusus strategi transformasi Indonesia untuk menjadi negara maju.

Tinjauan ini merupakan terbitan triwulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini

mengenai ekonomi makro, sektor keuangan dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang

terangkum dalam Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan

masyarakat luas dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman

tersebut, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap

kebijakan yang disusun Pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai unit

perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada PROSPERA yang telah mendukung kelancaran terbitnya

Tinjauan ini. Kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk

perbaikan ke depan.

Selamat membaca.

Desember 2018

Suahasil Nazara

Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Page 6: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

2 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 7: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................1

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................3

Abreviasi ..............................................................................................................................................5

RINGKASAN EKSEKUTIF.........................................................................................................................7

Executive summary ..............................................................................................................................9

ANALISIS PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO .................................................................................. 12

A. VOLATILITAS EKONOMI GLOBAL MASIH BERLANJUT...................................................................... 14

Prospek Pertumbuhan Global Stagnan ........................................................................................ 14

Tekanan di Sektor Keuangan Negara Berkembang Masih Berlanjut ........................................... 15

B. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2018: Momentum Pertumbuhan Domestik Berlanjut di Tengah

Dinamika Perekonomian Global ..................................................................................................... 16

C. Stabilitas Ekonomi Makro Indonesia Terjaga di Tengah Volatilitas Global ...................................... 19

Inflasi ............................................................................................................................................ 19

Suku Bunga dan Nilai Tukar .......................................................................................................... 21

Neraca Perdagangan Indonesia.................................................................................................... 23

Neraca Pembayaran Indonesia .................................................................................................... 25

D. Asesmen Sektor Makro Keuangan ................................................................................................. 29

E. Kinerja Perbankan ......................................................................................................................... 31

Aset dan sumber dana ................................................................................................................. 31

Penggunaan dana ......................................................................................................................... 33

Risiko Kredit Perbankan ............................................................................................................... 35

Kinerja Perbankan ........................................................................................................................ 36

F. Perkembangan Pasar Modal Indonesia .......................................................................................... 37

Perkembangan Aliran Modal Asing .............................................................................................. 37

Perkembangan Sektoral IHSG ...................................................................................................... 39

Perkembangan Pasar SBN ............................................................................................................ 41

Perkembangan Obligasi Korporasi ............................................................................................... 43

Boks 1. Dari Pulau Dewata Untuk Kebaikan Dunia .................................................................... 44

Boks 2. Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana di Indonesia ............................................... 48

Page 8: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

4 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

ANALISIS KINERJA APBN & KEBIJAKAN FISKAL ................................................................................... 50

A. MEMELIHARA KONSISTENSI KINERJA APBN KE ARAH LEBIH BAIK .................................................. 52

Kinerja APBN Yang Terus Membaik dengan Pengendalian Risiko Solid ....................................... 52

Pengendalian Risiko Konsisten Solid ............................................................................................ 52

Kinerja Pendapatan Negara Meningkat Tajam ............................................................................ 54

Pencapaian Penerimaan Perpajakan Konsisten dan Tren Meningkat ......................................... 55

Kinerja PNBP Tumbuh Cukup Dramatis ........................................................................................ 56

Kinerja Belanja Pemerintah Pusat Konsisten Menguat ................................................................ 56

Kinerja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Didorong Lebih Akuntabel dan Berbasis

Kinerja........................................................................................................................................... 58

Kinerja Pembiayaan Tetap Terjaga Sustainabilitasnya ................................................................. 59

B. APBN 2019: SEHAT, ADIL DAN MANDIRI ....................................................................................... 60

Boks 1. Strategi Pelebaran Ruang Fiskal dalam Memenuhi Pembiayaan Infrastruktur ........... 68

Boks 2. Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) ................................................. 71

ULASAN KHUSUS: .............................................................................................................................. 74

A. Overview ....................................................................................................................................... 76

B. Transformasi Ekonomi dan Industrialisasi di Indonesia ................................................................. 76

C. Diversifikasi dan Upgrading Produk .............................................................................................. 82

D. Komparasi dan Indikator Transformasi Struktural ......................................................................... 83

E. Strategi untuk Melangkah Maju .................................................................................................... 85

Agenda Prioritas Transformasi Struktural .................................................................................... 85

Peranan Pemerintah..................................................................................................................... 86

F. Kesimpulan ................................................................................................................................... 87

G. Referensi ...................................................................................................................................... 88

PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO .............................................................................. 90

Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro ......................................................................... 92

Data Penyerapan APBN Tahun 2017 - 2018 ............................................................................... 93

Page 9: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5

ABREVIASI

AAJI : Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia

KMK : Kredit Modal Kerja

AAUI : Asosiasi Asuransi Umum Indonesia

KPBU : Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha

AD : Alokasi Dasar KSA : Kerangka Sample Area

AFAS : ASEAN Framework Agreement on Services

KUMKM : Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah

AP : Availability Payment LDR : Loan to Deposit Ratio

APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah LIBOR : London Interbank Offered Rate

APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara

LMAN : Lembaga Manajemen Aset Negara

APBN-P : Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

AS : Amerika Serikat

NPI : Neraca Pembayaran Indonesia

ASEAN : Association of South East Asia Nations

NPL : Non-Performing Loan

BEI : Bursa Efek Indonesia OIS : Overnight Index Swap

BKF : Badan Kebijakan Fiskal OJK : Otoritas Jasa Keuangan

BLU : Badan Layanan Umum

PBI : Penerima Bantuan Iuran

BMN : Barang Milik Negara

PDB : Produk Domestik Bruto

BOPO : Belanja Operasional terhadap Pendapatan Operasional

PDRB : Pendapatan Domestik Regional Bruto

BOS : Bantuan Operasional Sekolah

Pefindo : Pemeringkat Efek Indonesia

BPD : Bank Pembangunan Daerah Pilkada : Pemilihan Kepala Daerah

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

PKH : Program Keluarga Harapan

BUSN : Bank Umum Swasta Nasional PMA : Penanaman Modal Asing

BUSND : Bank Umum Swasta Nasional Devisa PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri

CAR : Capital Adequacy Ratio PMI : Pekerja Migran Indonesia

CBB : Current Budget Balance

PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto

CDS : Credit Default Swap PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak

CHT : Cukai Hasil Tembakau PNBP SDA : Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam

CPO : Crude Palm Oil PPh : Pajak Penghasilan

DBH : Dana Bagi Hasil PPN : Pajak Pertambahan Nilai

DHE : Devisa Hasil Ekspor PPP : Public Private Partnership

DMO : Domestik Market Obligation PPP : Purchasing Power Parity

DNI : Daftar Negatif Investasi

R&D : research and development

DPK : Dana Pihak Ketiga

RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara

DPR : Dewan Perwakilan Rakyat REER : Real Effective Exchange Rate

DRFI : Disaster Risk Financing and Insurance ROA : Return On Assets

DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

RSI : Retail Sales Index

FDI : Foreign Direct Investment SBI : Sertifikat Bank Indonesia

FFR : Fed Fund Rate SBN : Surat Berharga Negara

FGD : Focus Group Discussion SBT : Saldo Bersih Tertimbang

FOB : Free on Board SDA : Sumber Daya Alam

Page 10: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

6 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

FTC : Fiscal Transparency Code

SDM : Sumber Daya Manusia

GFSM : Global Financial Stability Map SiLPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

GFSR : Global Financial Stability Report SML : Special Mention Loan

GVC : Global Value Chain

SPN : Surat Perbendaharaan Negara

HCI : Human Capital Index

SUN : Surat Utang Negara

ICOR : Incremental Capital Output Ratio The Fed : The Federal Reserve

ICP : Indonesian Crude Price THR : Tunjangan Hari Raya

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan TKDD : Transfer ke Daerah dan Dana Desa

IMF : International Monetary Fund TMF : Transaksi Modal dan Finansial

IKK : Indeks Keyakinan Konsumen

UMKM : Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

USD : United States Dollar

IPO : Initial Public Offering VAR : Vector Autoregression

JIBOR : Jakarta Interbank Offered Rate VGF : Viability Gap Fund

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional

VIX : Volatility Index

K/L : Kementerian/Lembaga

WEO : World Economic Outlook

KCBA : Kantor Cabang Bank Asing WNA : Warga Negara Asing

KI : Kredit Investasi

yoy : year-on-year

KITE : Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ytd : year-to-date

KK : Kredit Konsumsi

Page 11: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berlanjutnya volatilitas pasar keuangan dan tensi perdagangan mempengaruhi prospek

pertumbuhan ekonomi global. IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2018

dan 2019 stagnan di level yang sama dengan tahun 2017, yakni 3,7 persen. Pertumbuhan volume

perdagangan dunia juga diperkirakan terus melambat dari 5,2 persen di 2017 menjadi 4,2 persen

di 2018 dan 4,0 persen di 2019. Ini merupakan penurunan proyeksi yang disebabkan oleh adanya

peningkatan risiko dari keberlanjutan normalisasi kebijakan moneter AS yang menyebabkan

pengetatan likuiditas global, peningkatan tensi perang dagang, serta eskalasi kondisi geopolitik.

Volatilitas dan ketidakpastian global juga memberikan tekanan pada sektor keuangan di Indonesia.

Keluarnya arus modal asing terutama di pasar modal mendorong pelemahan IHSG sepanjang

tahun 2018 sebesar -8,24 persen (ytd), meskipun selama triwulan III 2018 mencatatkan kinerja

positif dengan naik sebesar 3,06 persen. Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun naik

sebesar 31 bps selama triwulan III 2018 dan naik 222 bps secara kumulatif hingga akhir Oktober

2018. Pelemahan bursa serta kenaikan imbal hasil tersebut sejalan dengan pelemahan yang

dialami oleh hampir semua perekonomian di dunia dikarenakan pengetatan likuiditas global.

Seiring dengan adanya tekanan di sektor keuangan global, mata uang negara berkembang

termasuk Rupiah mengalami depresiasi. Hingga Oktober 2018, Rupiah telah terdepresiasi sebesar

12,4 persen. Meskipun demikian, sejak November mulai nampak penguatan kepada Rupiah yang

didukung oleh fundamental ekonomi yang baik, kepercayaan investor yang terjaga, arus modal

masuk khususnya di pasar SBN, serta langkah Pemerintah dan otoritas dalam menjaga stabilitas.

Di sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia di bulan November meningkatkan BI 7 Days Repo Rate

sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen. Sementara itu, Pemerintah baru saja meluncurkan Paket

Kebijakan Ekonomi ke-16 pada tanggal 16 November 2018. Tujuan penerbitan paket ini adalah

untuk mendorong peningkatan investasi langsung serta memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Adapun paket kebijakan ini mencakup (i) Perluasan fasilitas Tax Holiday, (ii) Relaksasi Daftar

Negatif Investasi, dan (iii) Peningkatan Devisa Hasil Ekspor.

Defisit Transaksi Berjalan pada triwulan III 2018 sebesar USD8,8 miliar, atau 3,37 persen terhadap

PDB. Faktor yang mendorong pelebaran defisit tersebut antara lain defisit neraca perdagangan

barang seiring dengan peningkatan aktivitas ekonomi yang mendorong pertumbuhan impor

secara signifikan. Sementara itu, meskipun Transaksi Modal dan Finansial masih mencatatkan

surplus sebesar USD4,2 miliar, namun di tengah tingginya ketidakpastian global belum mampu

menutupi keseluruhan defisit Transaksi Berjalan Indonesia. Secara keseluruhan, Neraca

Pembayaran Indonesia pada triwulan III 2018 masih mencatatkan defisit sebesar USD4,4 miliar.

Di tengah gejolak eksternal, Indonesia tetap mampu menjaga kesehatan fundamental ekonomi

antara lain terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang stabil. Perekonomian Indonesia mampu

tumbuh 5,17 persen (yoy) pada triwulan III tahun 2018. Capaian pertumbuhan ekonomi pada

triwulan ini lebih tinggi dari triwulan III 2017 (5,06 persen). Pertumbuhan ini didukung oleh

konsumsi yang stabil, investasi yang meningkat sebesar hampir 7 persen, serta belanja

Pemerintah yang membaik. Pertumbuhan konsumsi yang tetap kuat ini didukung oleh terjaganya

laju inflasi. Secara sektoral, sektor-sektor produksi utama tumbuh relatif stabil seperti

Page 12: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

8 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

manufaktur, konstruksi, serta informasi dan komunikasi. Sedangkan secara kewilayahan, semua

kawasan di Indonesia mencatat pertumbuhan positif kecuali wilayah Bali Nusa Tenggara yang

terkendala bencana alam.

Secara umum, stabilitas ekonomi makro Indonesia terjaga di tengah volatilitas global. Laju inflasi

sampai dengan bulan Oktober 2018 tercatat sebesar 2,22 persen (ytd) atau 3,16 persen (yoy),

lebih rendah dari periode yang sama di 2017 yang sebesar 2,67 persen (ytd) atau 3,58 persen

(yoy). Sementara itu, sektor perbankan masih menunjukkan kondisi yang sehat. Kinerja

intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit

yang terus menguat, sementara Dana Pihak Ketiga mencatatkan pertumbuhan moderat. Tingkat

permodalan perbankan terjaga di level yang tinggi mengindikasikan kemampuan ekspansi kredit

lebih lanjut dan mengantisipasi potensi peningkatan risiko.

Aktivitas perekonomian yang meningkat juga tercermin dari realisasi pelaksanaan APBN 2018.

Sampai dengan Oktober, realisasi APBN menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding periode

tahun sebelumnya. Realisasi penerimaan perpajakan tumbuh 17,0 persen (yoy), antara lain

didorong oleh kuatnya konsumsi, pertumbuhan impor, dan kebijakan tarif yang efektif. Realisasi

PNBP mencapai 114,5 persen dari target, didukung antara lain oleh meningkatnya harga

komoditas. Di sisi lain, penyerapan belanja mengalami perbaikan yang menunjukkan berjalannya

fungsi APBN untuk mendorong perekonomian. Dengan kinerja pendapatan dan belanja negara

yang baik, defisit terjaga pada level 1,60 persen terhadap PDB, atau yang terendah sejak 2014.

Hal ini menunjukkan pengelolaan fiskal yang pruden dan terjaganya keberlanjutan fiskal.

Di tahun 2019, Pemerintah akan melanjutkan usaha untuk menjaga APBN agar tetap sehat,

pruden, dan produktif. Asumsi makro sebagai dasar penyusunan APBN disusun secara realistis

dengan pertumbuhan ekonomi pada tingkat 5,3 persen dan inflasi pada kisaran 3,5 persen yang

menunjukkan kesehatan fundamental yang terus berlanjut. Asumsi nilai tukar ditetapkan

sebesar Rp15.000 menyesuaikan dengan situasi dan perkembangan perekonomian terkini.

Sementara itu, besaran defisit ditetapkan 1,84 persen terhadap PDB dan keseimbangan primer

menuju arah positif menandakan pengelolaan risiko yang makin solid dan terukur. Penerimaan

perpajakan diperkirakan tumbuh 15,4 persen didukung oleh reformasi perpajakan yang terus

berlanjut. Untuk meningkatkan investasi dan daya saing, belanja masih difokuskan pada

infrastruktur, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta Tranfer ke Daerah dan Dana

Desa yang semakin mencerminkan keadilan antara pusat dan daerah.

Kondisi ekonomi Indonesia yang terus menunjukkan stabilitasnya di tengah gejolak menjadi

sebuah modal penting untuk transformasi struktural ke depan. Agar dapat menjadi negara maju,

Indonesia harus terus melakukan transformasi untuk memperkuat struktur ekonominya.

Industrialisasi dapat menjadi jalan keluar untuk mewujudkan transformasi struktural tersebut.

Meskipun demikian, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan seperti kualitas sumber

daya manusia, ketersediaan infrastruktur, penguasaan teknologi, serta karakteristik dan potensi

wilayahnya yang beragam. Untuk itu diperlukan strategi yang solid untuk menghadapi tantangan

dan mewujudkan transformasi tersebut. Ulasan khusus mengenai topik ini akan dibahas dalam

Bagian III tinjauan ini.

Page 13: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9

EXECUTIVE SUMMARY

Ongoing financial market volatility and trade tension have affected global economic growth projection.

IMF predicted that 2018 and 2019 global economic growth will be stagnant at 3.7 percent, or at the

same level as 2017. Global trade volume growth is also expected to continue declining from 5.2

percent in 2017 to 4.2 percent and 4.0 percent in 2018 and 2019, respectively. The downward

revision of global economic growth outlook is mainly caused by increasing risks from US monetary

normalization policy which has led to global liquidity tightening, intensifying trade wars, and

escalating geopolitical tension.

Global volatility and uncertainty also put pressure on financial sector in Indonesia. Foreign capital

outflow, especially in the stock market, has trigerred a weakening of Jakarta Composite Index (IHSG)

as much as -8.24 percent throughout 2018, though it has returned to a positive gain in the third

quarter 2018 (increased by 3,06 percent). Whilst on Government Securities (SBN) market, a 10-year

SBN yield has increased by 31 bps in the third quarter 2018 and, cumulatively, by 222 bps until

October 2018. The weakening stock exchange and the increasing yield are in line with the situation

experienced by almost all countries caused by global liquidity tightening.

Along with tension on global financial market, developing countries currencies, including Rupiah, have

been depreciating. Until October 2018, Rupiah has been depreciated by 12.4 percent. However, since

November, Rupiah has started to strengthen, encouraged by a healthy economic fundamental,

maintained investor confidence, ample capital inflows in SBN market, as well as positive results from

government and authorities policies in maintaining stability. On monetary policy side, Bank Indonesia

has just recently increased its 7 Days Repo Rate by 25 bps to 6.00 percent. The government has just

also launched the 16th Economic Policy Package on 16th November 2018, aiming to encourage

Foreign Direct Investment and decrease Current Account deficit. The economic policy package

consists of (i) Tax Holiday facility expansion, (ii) Negative Investment List relaxation, and (iii) Foreign

Exchange Export Proceeds enhancement.

Current Account Deficit was recorded at USD8.8 billion or 3.37 percent to GDP in the third quarter. The

widening deficit was mainly contributed by deficit in the trade balance as import demand grew

significantly to support increasing economic activities. On the other side, Capital and Financial

Account still recorded a surplus of USD4.2 billion, but was not sufficient to cover Current Account

deficit due to increasing global uncertainty. Overall, in the third quarter, Indonesia’s Balance of

Payment was still on a deficit amounted to USD4.4 billion.

In the midst of external fluctuations, Indonesia has still succeed in maintaining its healthy economic

fundamental, highlighted by a stable economic growth. Indonesia’s economy grew by 5.17 percent

(yoy) in the third quarter 2018, or higher compared to the same quarter 2017 (5.06 percent). The

growth was supported by a stable consumption, increased in investment up to almost 7 percent, and

improving government spending. The strong growth in consumption was supported by well-

maintained inflation rate. Further, main production sectors such as manufactures, construction, as

well as information and communication grew stably. From spatial perspective, all regions achieved

positive growth except for Bali Nusa Tenggara which experienced a severe natural disaster.

Page 14: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

10 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Generally, Indonesia macroeconomic stability was maintained in the midst of global volatility. As of

October 2018, inflation rate recorded at 2.22 percent (ytd) or 3.16 percent (yoy), lower than the same

period last year which was 2.67 percent (ytd) or 3.58 percent (yoy). Meanwhile, banking sector still

shows a healthy condition. Intermediation performance remains stable supported by stronger credit

disbursement despite facing liquidity tightening. Moreover, Third-Party Funds grows moderately and

Capital Adequacy Ratio remains at a high level, indicating a better credit expansion capability.

Improving economic activities are also reflected on the 2018 state budget realization performance.

Until October 2018, state budget showed better performances compared to the same period in the

previous year. Tax revenue grew by 17 percent (yoy), among others, driven by strong growth in

consumption, growing import, and effective policy on tariffs. Non Tax Revenue reached 114.5

percent realization from the target, mainly encouraged by higher commodity prices. Likewise, state

budget disbursement also improved, indicating a well-functioning state budget to support economic

growth. With a well-performed revenue and expenditure, the deficit stayed low at 1.60 percent to

GDP, or the lowest since 2014. It highlights a prudent fiscal management and fiscal sustainability.

In 2019, the government will continue to maintain a healthy, prudent, and productive state budget.

Macroeconomic assumptions, as the base for state budget formulation, are realistic, with the

assumption of growth at the level of 5.3 percent and inflation rate of 3.5 percent, indicating a

continuing healthy economic fundamentals. Exchange rate at the level of Rp15,000/USD, taking into

account the recent economic situation and development. Meanwhile, deficit is decided to remain low

at 1.84 percent of GDP and primary balance is getting closer to positive, indicating a more solid and

measured risk assessment. Taxation revenue is expected to grow by 15.4 percent, supported by

continuous tax reform. To encourage investment and improve competitiveness, government still

focuses its spending policy on infrastructure, education, health, social protection, and a fairer fiscal

transfers.

The well-maintained Indonesia’s economic stability amid global uncertainty becomes a strong

foundation for structural transformation going forward. To achieve its aspiration to become an

advanced country, Indonesia must transform itself to strengthen the economic structure. That said,

industrialization can be the way forward to achieve that structural transformation. Nonetheless,

Indonesia is still facing challenges in various aspects, such as human capital quality, infrastructure

gap, technological change, as well as diversed characteristics and potentials of regions. Thus, solid

strategies are needed to address those challenges and to fulfill the transformation vision. Special

review on this topic is discussed in Chapter III of this report.

Page 15: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 16: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

12 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

BAGIAN I

ANALISIS PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO

Page 17: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13

Page 18: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

14 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. VOLATILITAS EKONOMI GLOBAL MASIH BERLANJUT

Prospek Pertumbuhan Global Stagnan

Pertumbuhan ekonomi global hingga tahun 2018 dan 2019 diperkirakan akan tetap berada pada

level yang sama dengan tahun 2017, yakni sebesar 3,7 persen. Proyeksi pertumbuhan tahun

tahun 2018 tersebut lebih rendah 0,2 poin persentase dari proyeksi International Monetary Fund

(IMF) dalam World Economic Outlook (WEO) April 2018, sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1

(a). Penurunan outlook pertumbuhan tersebut disebabkan oleh semakin intensifnya berbagai

risiko ekonomi global yang telah diantisipasi sebelumnya, antara lain yang bersumber dari

ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan internasional dan pengetatan likuiditas akibat

normalisasi kebijakan moneter AS.

Grafik 1. (a) Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global dan (b) Proyeksi Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia

(dalam persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: WEO IMF

Secara umum, perekonomian negara maju diprediksi mengalami penurunan pertumbuhan di

tahun 2019. Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju tersebut sebagai akibat dari

adanya perang dagang antara Tiongkok dan AS. Meskipun demikian, untuk tahun 2018

pertumbuhan negara maju diperkirakan masih solid di angka 2,4 persen ditopang oleh

pertumbuhan AS yang cukup tinggi sebesar 2,9 persen antara lain karena adanya stimulus fiskal

yang kuat. Berbeda halnya dengan AS, prospek pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa

mengalami perlambatan. Kinerja perekonomian pada semester pertama 2018 yang berada di

bawah ekspektasi mendorong penurunan proyeksi pertumbuhan kawasan ini. Jerman, misalnya,

mengalami revisi -0,6 dan -0,1 percentage point untuk pertumbuhan di 2018 dan 2019, menjadi

1,9 persen karena adanya perlambatan kinerja ekspor dan produksi industri. Sementara itu,

setelah menikmati tingkat pertumbuhan yang tinggi di 2017 (1,7 persen), Jepang diprediksi

tumbuh moderat pada level 1,1 persen di tahun 2018 dan 0,9 persen di 2019.

Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang diperkirakan tetap stabil pada level 4,7

persen meskipun terdapat revisi cukup tajam untuk proyeksi 2018 dan 2019. Penurunan proyeksi

atas pertumbuhan negara berkembang terutama dipicu oleh perubahan kebijakan perdagangan

khususnya di Tiongkok, serta pengetatan likuiditas yang menghambat investasi. Walaupun

mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan, negara berkembang masih akan terus tumbuh

secara kuat dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi global, didukung oleh permintaan

3.7% 3.7%

2.4%2.1%

4.7% 4.7%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Global Negara Maju Negara Berkembang

3.0

3.63.8

2.8

2.2

5.2

4.24.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

WEO Jan WEO Apr WEO Jul WEO Oct

Page 19: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15

domestiknya yang sehat. India, ASEAN-5, dan Tiongkok misalnya, diperkirakan mencatat

pertumbuhan masing-masing sebesar 6,6 persen, 7,3 persen, dan 5,3 persen di 2018.

Tensi perdagangan yang meningkat sejak awal 2018 menggiring dunia pada perang dagang yang

menjadi ancaman besar bagi prospek pertumbuhan ekonomi global sebagai konsekuensinya.

Proyeksi pertumbuhan volume perdagangan global 2018 dan 2019 terkoreksi cukup dalam,

masing-masing sebesar 0,9 dan 0,7 poin persentase lebih rendah dibanding proyeksi WEO April

2018, menjadi 4,2 persen dan 4,0 persen. Angka tersebut menunjukkan perlambatan signifikan

pertumbuhan volume perdagangan dibanding realisasi tahun 2017 (5,2 persen). WEO IMF

Oktober 2018 menyebutkan bahwa beberapa negara mengalami perlambatan pertumbuhan

terhadap permintaan ekspor (Tiongkok, Euro Area, dan Jepang) dan penurunan pertumbuhan

volume impor (AS, Euro Area, Jepang). Kenaikan tensi perdagangan diperkirakan akan

memberikan dampak yang lebih besar di 2019.

Harga komoditas diperkirakan masih akan mengalami peningkatan di 2018 namun cenderung

tetap di tahun 2019. Peningkatan harga komoditas tahun 2018 utamanya disebabkan oleh tren

kenaikan harga minyak yang terjadi karena kenaikan permintaan, pembatasan produksi oleh

anggota OPEC dan Non OPEC (termasuk Rusia), penurunan produksi minyak Venezuela, dan

masalah geopolitik di Timur Tengah (termasuk pembatasan kuota ekspor Iran karena sanksi AS).

Sementara itu stabilitas harga komoditas tahun 2019 seiring dengan prospek pertumbuhan

ekonomi global yang cenderung stagnan.

Tekanan di Sektor Keuangan Negara Berkembang Masih Berlanjut

Dari perkembangan terkini di 2018, tekanan pada sektor keuangan masih terus berlanjut pada

beberapa negara berkembang. Hal ini disebabkan meningkatnya capital outflow pada pasar

modal sebagai dampak dari kenaikan suku bunga The Fed yang berlanjut pada bulan September

lalu. Sepanjang 2018, The Fed telah tiga kali menaikkan suku bunga sebesar 75 bps menjadi 2 –

2,25 persen. Dengan demikian, Dolar AS secara konsisten terus mengalami penguatan seiring

dengan pembalikan modal ke negara tersebut. Di sisi lain, mata uang Yen Jepang, yang umumnya

menjadi safe haven currency ketika terjadi tekanan, juga mengalami penguatan. Hal ini turut

mengindikasikan bahwa kondisi di pasar keuangan relatif masih penuh ketidakpastian.

Grafik 2. (a) Indeks Dolar AS dan (b) Indeks Nilai Tukar Negara Berkembang dan Safe Haven Index

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18

330

335

340

345

350

355

360

365

1560

1580

1600

1620

1640

1660

1680

1700

1720

1740

JPY Bloomberg Correlation-Weighted Currency

Index

MSCI Emerging Markets Currency

Index

Page 20: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

16 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Beberapa Negara berkembang mengalami tekanan lebih dalam seperti Turki dan Argentina. Real

effective term Peso Argentina dari pertengahan Februari sampai September 2018 terdepresiasi

lebih dari 40 persen, sementara tingkat inflasinya telah mencapai 40 persen pada September

2018. Sebagai respon kebijakan, Argentina telah meningkatkan 2.000 basis poin pada short term

policy rate-nya dan menaikkan beberapa kali tingkat reserve requirement. Argentina saat ini

memiliki kebijakan suku bunga acuan tertinggi, yakni 60 persen, yang dilakukan untuk mengatasi

tekanan pada mata uang dan juga inflasi. Argentina juga telah menyetujui Stand-By Agreement

dengan IMF dan akan melakukan beberapa kebijakan untuk menguatkan perekonomian, di

antaranya melalui pengurangan defisit anggaran, pengadopsian kerangka kebijakan moneter

yang lebih sederhana, penerapan kebijakan nilai tukar mengambang, serta prioritas belanja

sosial untuk melindungi kelompok masyarakat yang rentan. Sementara itu Bank Sentral Turki

sepanjang tahun 2018 telah menaikkan suku bunga acuan dua kali, dengan perubahan terakhir

per September 2018 menjadi sebesar 24 persen untuk mengatasi inflasi tinggi dan mendukung

perbaikan nilai tukar

Di sisi lain, kinerja sektor riil masih berada dalam posisi ekspansif hampir di seluruh kawasan dunia

namun dengan kecenderungan perlambatan kecepatan. Pemulihan yang terjadi pada sisi

investasi, manufaktur, serta perdagangan menjadi kunci ekonomi dunia untuk masih tetap

bertumbuh. Ditambah dengan menguatnya harga komoditas menjadikan ekspor, terutama dari

negara berkembang, terus mengalami penguatan. Namun, ada indikasi bahwa terjadi tren

perlambatan dalam beberapa waktu terakhir seperti nampak pada indikator Purchasing

Managers Index (PMI) dan Baltic Dry yang melambat. Di wilayah Euro, konsumsi dan

penambahan penciptaan pekerjaan masih meningkatkan permintaan, namun dengan tren yang

melambat dikarenakan penurunan produktivitas dan penuaan demografis. Inggris diantisipasi

akan mengalami hambatan perdagangan yang lebih besar pasca Brexit yang bersumber dari

biaya non-tarif. Di samping itu, perang dagang yang terjadi antara AS dan Tiongkok juga

berdampak pada perdagangan dunia secara keseluruhan, dimana beberapa negara mulai

melakukan proteksi terhadap beberapa komoditas. Pemberlakuan proteksi tersebut dapat

berdampak pada terganggunya global supply chain, serta penurunan produktivitas dan

kesejehtaraan dunia.

B. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III 2018: Momentum Pertumbuhan

Domestik Berlanjut di Tengah Dinamika Perekonomian Global

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2018 tumbuh 5,17 persen (yoy),

mengindikasikan perekonomian domestik masih relatif stabil di tengah kondisi ketidakpastian

global yang bersumber dari isu perang dagang Tiongkok dan Amerika Serikat (AS), serta kenaikan

suku bunga acuan Bank Sentral AS. Capaian pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini lebih tinggi

dari triwulan III 2017 (5,06 persen) meskipun sedikit lebih rendah dibanding capaian triwulan

sebelumnya (5,27 persen). Kinerja pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh pertumbuhan

konsumsi rumah tangga yang stabil, serta investasi dan pengeluaran Pemerintah yang

meningkat. Dari sisi produksi, capaian pertumbuhan positif sektor-sektor utama seperti Industri

Pengolahan, Pertanian, dan Perdagangan juga mencerminkan perekonomian domestik yang

kokoh. Secara kumulatif, kinerja perekonomian Indonesia triwulan I sampai dengan III 2018 juga

tercatat tumbuh 5,17 persen.

Page 21: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17

Sebagai komponen terbesar pembentuk PDB dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga

tumbuh 5,01 persen ditopang oleh pertumbuhan konsumsi makanan dan minuman yang mampu

tumbuh 5,21 persen, sejalan dengan tingkat harga yang stabil, terutama harga kebutuhan pokok.

Peningkatan konsumsi rumah tangga ini ditandai oleh peningkatan beberapa indikator konsumsi

seperti penjualan eceran, mobil penumpang dan motor, serta konsumsi listrik. Peningkatan

pertumbuhan impor barang konsumsi yang mencapai 35,77 persen, juga turut berkontribusi

pada masih kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga. Namun pertumbuhan konsumsi rumah

tangga di triwulan ini menurun bila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya

dimana terdapat event Ramadhan dan Idul Fitri. Kinerja konsumsi juga didukung oleh kinerja

komponen LNPRT yang tumbuh tinggi sebesar 8,54 persen. Hal ini didorong telah dimulainya

rangkaian pemilihan umum legislatif dan Presiden 2019 serta tingginya aktivitas sosial terutama

terkait bencana alam yang menjadi pendorong pertumbuhan komponen LNPRT pada triwulan

ini.

Tabel 1. Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran (persen, yoy)

Komponen

Pengeluaran (YoY)

2016 2017 2018

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Ytd Q3

Kons RT & LNPRT 4,98 5,10 5,04 5,03 5,04 5,00 5,02 4,95 4,98 4,98 5,01 5,22 5,08 5,10

Kons Pemerintah 3,43 6,21 -2,95 -4,03 -0,14 2,69 -1,92 3,48 3,81 2,14 2,71 5,21 6,28 4,92

PMTB 4,67 4,18 4,24 4,79 4,47 4,77 5,34 7,08 7,27 6,15 7,95 5,86 6,96 6,91

Ekspor -3,10 -1,50 -5,75 4,15 -1,57 8,41 2,80 17,01 8,50 9,09 6,10 7,63 7,52 7,09

Impor -5,04 -3,47 -4,13 2,72 -2,45 4,81 0,20 15,46 11,81 8,06 12,75 15,26 14,06 14,02

PDB 4,94 5,21 5,03 4,94 5,03 5,01 5,01 5,06 5,19 5,07 5,06 5,27 5,17 5,17

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Konsumsi Pemerintah juga tumbuh tinggi sebesar 6,28 persen, sejalan dengan realisasi belanja

Pemerintah Pusat yang meningkat dibandingkan realisasi belanja pada triwulan III 2017.

Peningkatan terbesar terjadi pada belanja lain-lain terkait dengan komponen dana kegiatan

tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana alam serta kenaikan dana

cadangan subsidi. Belanja pegawai juga mengalami kenaikan hingga 17,01 persen terutama

didorong oleh adanya perluasan pemberian gaji ke-13. Belanja barang juga tumbuh cukup tinggi,

yaitu sebesar 26,24 persen disebabkan oleh pengeluaran yang terkait pelaksanaan Asian Games

dan Asian Para Games serta persiapan pelaksanaan International Monetary Fund- World Bank

Annual Meetings di Bali.

Dari sisi investasi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 6,96 persen, lebih tinggi dari

triwulan II 2018. Seluruh komponen investasi tumbuh positif, dimana komponen mesin dan

perlengkapan mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 22,13 persen, sejalan dengan

peningkatan impor barang modal seperti impor mesin dan alat angkutan. Kinerja investasi

bangunan juga memberikan dorongan bagi pertumbuhan investasi seiring dengan aktivitas

pembangunan infrastruktur yang kembali normal pasca libur hari raya di triwulan II 2018. Hal ini

terkonfirmasi oleh adanya kenaikan konsumsi semen dalam negeri serta pertumbuhan sektor

konstruksi yang turut meningkat.

Namun di sisi lain, hal yang patut diwaspadai adalah penurunan realisasi penanaman modal yang

terkontraksi sebesar -1,59 (yoy) pada triwulan ini. Hal tersebut dipicu oleh kontraksi

pertumbuhan penanaman modal asing (PMA) sebesar -20,23 persen, lebih dalam dibanding

kontraksi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, penanaman modal dalam negeri (PMDN)

masih tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 30,51 persen. Dinamika perekonomian global seperti

isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta kenaikan suku bunga acuan di

Page 22: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

18 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Amerika Serikat diduga memberikan dampak terhadap realisasi penanaman modal pada triwulan

ini.

Dari sisi perdagangan internasional, defisit neraca perdagangan masih cukup dalam, dengan

pertumbuhan ekspor dan impor masing-masing sebesar 7,52 persen dan 14,06 persen. Ekspor

tumbuh terbatas, sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya, dikarenakan masih lemahnya

permintaan dari negara mitra dagang. Ekspor jasa juga tumbuh lebih rendah dari triwulan III

2017 sejalan dengan pertumbuhan wisatawan mancanegara (wisman) yang masih rendah.

Depresiasi Rupiah nampaknya belum mampu meningkatkan kinerja ekspor. Hal ini diperkirakan

karena produk ekspor Indonesia masih didominiasi oleh komoditas yang mempunyai tingkat

elastisitas permintaan yang rendah terhadap harga.

Di sisi lain, komponen impor relatif masih tumbuh tinggi sejalan dengan peningkatan aktivitas

ekonomi domestik. Depresiasi Rupiah juga belum mampu mengurangi tingginya permintaan

barang impor. Peningkatan terjadi pada seluruh komponen impor barang, baik barang konsumsi,

barang modal, maupun bahan baku. Impor jasa juga mengalami peningkatan sejalan dengan

peningkatan permintaan jasa angkutan untuk kegiatan ekspor dan impor, serta peningkatan

minat wisatawan Indonesia yang pergi ke luar negeri.

Tabel 2. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha (persen, yoy)

Lapangan Usaha 2016 2017 2018

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Ytd Q3

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,47 3,48 3,18 5,53 3,36 7,15 3,23 2,77 2,24 3,81 3,31 4,77 3,62 3,91

Pertambangan dan Penggalian 1,22 1,04 0,17 1,35 0,95 -1,22 2,12 1,84 0,08 0,69 0,87 2,60 2,68 2,05

Industri Pengolahan 4,68 4,62 4,47 3,28 4,26 4,28 3,50 4,85 4,46 4,27 4,55 3,84 4,33 4,24

Konstruksi 7,35 6,09 4,69 3,11 5,26 1,80 -2,09 4,88 2,50 1,76 7,35 5,73 5,79 6,27

Perdagangan Besar dan Eceran 6,76 5,12 4,95 4,21 5,22 5,96 6,94 6,98 7,23 6,79 4,96 5,19 5,26 5,14

Transportasi & Pergudangan 4,31 4,28 3,66 3,87 4,03 4,61 3,47 5,20 4,47 4,44 8,56 8,70 5,64 7,59

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,42 6,52 8,18 7,64 7,45 8,06 8,80 8,88 8,21 8,49 5,45 5,75 5,90 5,70

Informasi dan Komunikasi 7,58 9,31 8,93 9,62 8,88 10,48 11,06 8,82 8,99 9,81 8,52 5,93 8,98 7,80

Jasa Keuangan dan Asuransi 9,32 13,60 9,04 4,18 8,90 5,99 5,94 6,16 3,85 5,48 4,33 3,02 3,44 3,59

Jasa-jasa lainnya 5,87 5,52 4,52 3,84 4,91 4,28 3,90 4,80 6,31 4,85 5,62 6,21 6,79 6,21

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Dari sisi produksi, secara umum kinerja sektor-sektor utama seperti Industri Pengolahan,

Pertanian, dan Perdagangan tumbuh relatif stabil. Meskipun tumbuh relatif stabil, kinerja sektor

Industri Pengolahan (manufaktur) tetap menjadi perhatian dikarenakan kinerjanya yang sedikit

melambat terutama dipicu oleh kontraksi industri pengilangan migas yang sempat mengalami

gangguan produksi (unplanned shutdown) pada kilang minyak nasional. Sektor ini hanya mampu

tumbuh 4,33 persen, lebih baik dibanding kinerja pada triwulan II 2018 (3,84 persen) namun

melambat jika dibanding capaian pada triwulan III 2017 (4,85 persen). Kinerja industri

manufaktur nonmigas masih cukup stabil terutama didorong oleh industri yang memproduksi

barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods), seperti makanan dan minuman, produk

pakaian, serta kulit dan alas kaki. Di samping itu, industri produk karet dan otomotif juga mampu

tumbuh di atas rata-rata nasional. Namun demikian, beberapa industri, seperti industri kimia

dan barang elektronik, masih mengalami kontraksi akibat tingginya kebutuhan bahan baku impor

di tengah depresiasi Rupiah.

Kinerja Sektor Pertanian masih relatif stabil dengan tumbuh 3,62 persen. Hal ini didukung oleh

peningkatan produksi sayuran dan buah-buahan (hortikultura) terutama pada jenis buah

musiman yang mengalami puncak panen pada triwulan ini. Selain itu, kelompok peternakan juga

berkontribusi positif sejalan dengan peningkatan permintaan hewan kurban pada masa Hari

Raya Idul Adha. Di sisi lain, kelompok perkebunan kembali tumbuh melambat, terutama

Page 23: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19

diakibatkan oleh kinerja ekspor minyak kelapa sawit yang melambat. Perlambatan pertumbuhan

juga terjadi pada kelompok perikanan tangkap akibat aktivitas produksi nelayan yang terganggu

gelombang laut yang tinggi.

Sektor Perdagangan mencatat peningkatan pertumbuhan, yakni sebesar 5,26 persen. Kinerja

pertumbuhan sektor ini didukung oleh peningkatan pada perdagangan eceran dan perdagangan

kendaraan bermotor, serta sejalan dengan tingginya aktivitas ekspor-impor. Sektor Informasi

dan Komunikasi juga mampu tumbuh cukup tinggi sebesar 8,98 persen, meningkat jika dibanding

kinerja periode yang sama tahun lalu (8,82 persen). Kondisi tersebut terutama didorong oleh

tingginya permintaan layanan data serta peningkatan aktivitas e-commerce.

Sektor lainnya yang mencatat kinerja positif pada triwulan III ini adalah Sektor Pertambangan, dan

Sektor Konstruksi. Kinerja Sektor Pertambangan mampu tumbuh positif ditopang oleh

peningkatan aktivitas produksi dan ekspor batubara dan mineral logam (khususnya komoditas

mineral tembaga dan emas), sementara produksi di tambang migas mengalami penurunan.

Sektor Konstruksi tumbuh relatif stabil setelah aktivitas pembangunan infrastruktur nasional

kembali berjalan normal pasca libur hari raya di Q2-2018 (sejalan dengan kinerja investasi

bangunan).

Dari sisi kewilayahan, seluruh wilayah mencatat pertumbuhan positif kecuali wilayah Bali Nusa

Tenggara. Aktivitas manufaktur dan perdagangan menjadi pendorong kinerja pertumbuhan di

wilayah Jawa dan Sumatera. Pertumbuhan wilayah Maluku Papua masih relatif tinggi sebesar

6,87 persen terkait dengan ekspor mineral logam yang masih tumbuh cukup tinggi. Sementara

itu, wilayah Bali Nusa Tenggara mengalami kontraksi -0,95 persen, terutama disebabkan oleh

bencana gempa yang dialami oleh provinsi Nusa Tenggara Barat di sepanjang triwulan II 2018.

Secara struktur ekonomi, komposisi dan kontribusi masing-masing wilayah tidak banyak

mengalami perubahan, dimana wilayah Jawa dan Sumatera masih memberikan kontribusi

terbesar yakni masing-masing sebesar 58,57 persen dan 21,53 persen.

C. Stabilitas Ekonomi Makro Indonesia Terjaga di Tengah Volatilitas Global

Inflasi

Laju inflasi hingga bulan Oktober tahun 2018 masih terkendali didukung oleh inflasi harga

bergejolak (volatile food) yang menurun di triwulan III dan terjaganya komponen inti (core) serta

harga diatur oleh Pemerintah (administered prices). Laju inflasi bulan Oktober tercatat sebesar

2,22 persen (ytd) atau 3,16 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2017 pada periode

yang sama, tercatat sebesar 2,67 persen (ytd) atau 3,58 persen (yoy). Secara kumulatif, tekanan

inflasi terbesar bersumber dari inflasi volatile food sebagai akibat tingginya harga beras pada

triwulan I 2018. Tekanan inflasi ini menurun di triwulan III dan mulai kembali meningkat di

Oktober 2018. Laju inflasi administered prices juga masih terjaga meskipun mengalami sedikit

tekanan akibat kenaikan harga bensin nonsubsidi jenis Pertamax pada Oktober 2018. Sementara

itu, inflasi inti masih relatif stabil pada kisaran di bawah 3 persen meskipun mulai menunjukkan

kecenderungan meningkat. Ke depan, risiko inflasi bersumber terutama dari komponen pangan

karena faktor pergantian cuaca serta peningkatan permintaan pada masa Natal dan liburan akhir

tahun. Meskipun begitu, laju inflasi tahun 2018 hingga akhir tahun diperkirakan tetap sesuai

dengan sasaran inflasi 2018, yaitu sebesar 3,5 ± 1 persen.

Page 24: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

20 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tekanan inflasi komponen volatile food sedikit menurun di triwulan III dan mulai meningkat di

Oktober 2018. Setelah dua bulan sebelumnya mengalami deflasi secara bulanan disebabkan oleh

meningkatnya panen komoditas hortikultura serta normalisasi harga telur dan daging ayam ras,

inflasi volatile food kembali meningkat di bulan Oktober akibat kenaikan harga cabai merah dan

beras. Peningkatan tekanan inflasi komponen ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir

tahun, antara lain dipengaruhi oleh mulai masuknya musim hujan sehingga akan mengganggu

produksi dan panen komoditas hortikultura. Selain itu, harga beras mulai meningkat seiring

dengan masuknya mulai musim tanam. Namun demikian, Pemerintah telah mengantisipasi

kekurangan produksi beras domestik dengan memperkuat cadangan beras. Selain itu dalam

rangka memperbaiki kualitas data ketersediaan beras dan pemantauan produksi beras pada

pertengahan bulan Oktober, Pemerintah mengumumkan metode baru perhitungan beras

dengan metode Kerangka Sampel Area (KSA) sehingga data yang dihasilkan lebih kredibel.

Sementara itu tekanan inflasi administered price sedikit meningkat di tengah tren harga minyak

mentah dunia, namun hingga akhir tahun diperkirakan masih tetap terkendali. Inflasi komponen

administered prices di bulan Oktober tercatat sebesar 0,32 persen (mom) atau 1,60 persen (ytd)

atau 2,74 persen (ytd). Peningkatan tekanan inflasi komponen ini terutama berasal dari kenaikan

harga bensin nonsubsidi, yaitu Pertamax dan Dex series di tengah tren kenaikan harga minyak

mentah dunia. Kenaikan harga Pertamax dan Dex series terjadi di seluruh Indonesia dengan

rentang kenaikan yang berbeda-beda antar wilayah yaitu pada kisaran Rp100 hingga Rp900 per

liternya. Sementara itu, pada komponen administered prices terdapat deflasi bulanan tarif

angkutan udara yang sudah berlangsung 4 bulan berturut-turut sejak Juli 2018, seiring dengan

penurunan permintaan penerbangan di beberapa daerah. Meskipun begitu, hingga akhir tahun

inflasi administered prices diperkirakan masih terkendali dengan tidak adanya kebijakan

Pemerintah untuk penyesuaian harga BBM. Meskipun demikian, perlu diwaspadai tekanan yang

berasal dari tarif angkutan udara yang kemungkinan terjadi pada masa liburan sekolah serta

Natal.

Tekanan inflasi inti masih relatif stabil pada kisaran di bawah 3 persen, meski di tengah pelemahan

nilai tukar Rupiah. Inflasi komponen inti pada Oktober 2018 tercatat sebesar 0,29 persen (mom)

atau 2,67 persen (ytd) atau 2,94 persen (yoy). Laju inflasi inti ini mulai sedikit meningkat

terutama bersumber dari kenaikan kontrak dan sewa rumah serta upah pembantu rumah

tangga. Peningkatan tarif kontrak dan sewa rumah dipengaruhi oleh kenaikan ongkos

pemeliharaan serta harga bahan bangunan, seperti besi beton dan semen. Meskipun dalam tren

meningkat, inflasi komponen inti diperkirakan masih dapat terkendali hingga akhir tahun

dikarenakan terjaganya ekspektasi inflasi.

Page 25: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21

Grafik 3. Grafik Komponen Pembentuk Inflasi hingga Oktober2018

(persen, ytd)

Sumber:

Suku Bunga dan Nilai Tukar

Nilai tukar Rupiah selama bulan Oktober mengalami depresiasi seiring meningkatnya capital

outflow sebagai respon dari perkembangan ekonomi global. Selama bulan Oktober Rupiah

terdepresiasi sebesar 2,0 persen sehingga menambah depresiasi kumulatif tahunan 2018

menjadi 12,4 persen. Namun demikian, pergerakan Real Effective Exchange Rate (REER) Rupiah

selama bulan September dan Oktober relatif stagnan di tingkat 86.08. Dengan kondisi REER

Rupiah masih undervalued, terdapat potensi apresiasi Rupiah ke tingkat normal.

Kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) dalam FOMC akhir September serta ekspektasi

kenaikan tambahan pada bulan Desember memberikan peningkatan ekspektasi suku bunga serta

persepsi risiko investor terhadap perekonomian global dan negara berkembang. Selain itu,

terselesaikannya pembicaraan perdagangan antara AS, Kanada dan Meksiko telah mendorong

penguatan nilai tukar USD. Indeks dolar AS (DXY Index) menguat ke level 97,13 pada akhir

Oktober atau naik 2,10 persen dibanding posisi akhir September di 95,13. Beberapa risiko lain

seperti perkembangan fiskal Italia juga membuat investor lebih menghindari instrumen berisiko

dan memilih untuk berinvestasi dalam safe havens sehingga lebih mendorong permintaan USD.

Bulan Oktober merupakan bulan yang kurang bersahabat bagi investor pasar keuangan global.

Kondisi pasar saham global pada bulan Oktober menunjukan performa yang hampir seluruhnya

negatif. Index saham utama mengalami kontraksi selama bulan Oktober, antara lain Dow Jones

(5,07 persen), S&P 500 (6,94 persen), Nasdaq (9,2 persen), STI Singapura (7,3 persen), Shanghai

Index (7,7 persen) dan Nikkei Jepang (9,1 persen). Secara aggregate, Index MSCI global turun

sebesar 7,42 persen sementara MSCI Index Emerging Market mengalami koreksi sebesar 8,78

persen. Index volatilitas pasar saham (VIX Index) juga mengalami peningkatan yang cukup besar

(naik 75 persen) selama bulan Oktober. Kondisi pelemahan pasar saham global juga berimplikasi

pada pasar surat utang. Selama bulan Oktober yield US Treasury naik. Dengan berakhirnya era

akomodatif dari The Fed dan potensi penerbitan surat utang baru dari AS, yield UST

diproyeksikan akan masih meningkat.

0.620.79

0.991.09

1.30

1.90

2.18 2.131.94

2.22

-0.4

0.0

0.4

0.8

1.2

1.6

2.0

2.4

Jan-18 Feb-18 Mar-18 Apr-18 May-18 Jun-18 Jul-18 Aug-18 Sep-18 Oct-18

Inti Harga Diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum

Page 26: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

22 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 4. (a) Nilai Tukar Rupiah per USD dan (b) Kinerja Nilai Tukar terhadap USD (persen, ytd) (per 30 Oktober 2018)

(a) (b)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Dari sisi Indonesia, suku bunga utang Pemerintah dengan tenor 10 tahun mengalami kenaikan

sebesar 5,27 persen selama Oktober 2018. Yield Curve Surat Utang Pemerintah Indonesia

berdenominasi Rupiah menunjukan peningkatan walaupun secara umum masih lebih baik

dibandingkan tahun 2015. Kinerja pasar SUN selama Oktober 2018 menunjukan pergerakan yang

cukup baik dalam menarik dana investor asing. Setelah di bulan September terjadi Net Foreign

Selling, pada bulan Oktober pasar SUN mencatat Net Foreign Buying.

Pencapaian peringkat kredit Indonesia yang baik menjadi salah satu faktor cukup tingginya minat

investor asing terhadap padar keuangan Indonesia. Pergerakan Credit Default Swap (CDS) 5 tahun

Indonesia juga sedikit meningkat ke level 159,44 (per 31 Oktober 2018) dari 130,12 pada akhir

September. Walaupun secara level meningkat, perubahan CDS selama bulan September tidak

setinggi kenaikan CDS sepanjang bulan Agustus 2018. Flight to quality dari investor global telah

mendorong pasar saham maupun pasar surat utang Indonesia mengalami capital outflow pada

bulan September. Tercatat Rp6 triliun dana asing keluar dari pasar modal Indonesia sehingga

sejak Januari 2018 total capital outflow di pasar modal Indonesia mencapai Rp36 triliun. Hal yang

perlu menjadi perhatian adalah bahwa kenaikan imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah ini

akan mendorong peningkatan suku bunga lain di pasar keuangan serta mendorong biaya yang

lebih tinggi bagi penerbitan obligasi korporasi Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa insentif untuk mengurangi tekanan pada nilai

tukar Rupiah dengan membatasi impor barang konsumsi serta mendorong pemanfaatan biodiesel

B20. Dari sisi moneter, pada 15 November 2018, Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan 7-

Day Repo Rate menjadi 6,00 persen. Peningkatan suku bunga acuan secara bertahap sebesar

150 bps telah dilakukan Bank Indonesia sejak Mei 2018 sebagai langkah untuk stabilisasi nilai

tukar Rupiah dan menjaga arus modal di pasar domestik mengantisipasi tekanan eksternal.

Perkembangan kondisi global memberikan pengaruh negatif kepada pasar keuangan Indonesia.

Namun Indonesia masih memiliki kondisi fundamental ekonomi yang kuat, salah satunya

ditandai dengan cadangan devisa yang masih berada di level cukup tinggi. Per 31 Oktober 2018,

cadangan devisa Indonesia berada pada tingkat USD114,8 miliar. Selain itu, stabilitas domestik

juga terjaga dengan baik yang ditunjukan oleh pencapaian inflasi dan realisasi APBN

dibandingkan dengan periode sebelumnya.

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000

15,500

20

15

-J A J O

201

6-J A J O

20

17

-J A J O

20

18

-J A J O

Max Min

Kurs tengah BI (eop) Average Ytd

JISDOR BI30 Oktober2018 :

Average YTD30 Oktober 2018 :

Rp14.174/USD

-44.17-17.87

-15.35-13.75

-12.47-11.75

-7.35-7.08-6.41-6.35-5.82

-3.66-3.32-2.82-2.14

-0.390.01

-50 -40 -30 -20 -10 0 10

Turki

India

Indonesia

Filipina

Korea Selatan

Eropa

Malaysia

Thailand

Arab Saudi

Page 27: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23

Tantangan sektor keuangan Indonesia terkait penurunan laju pertumbuhan likuiditas pada bulan

Juli 2018 masih berlanjut di bulan Agustus 2018. Walaupun selama bulan Agustus tingkat suku

bunga acuan Bank Indonesia tidak berubah, beberapa suku bunga pasar keuangan domestik

(PUAB, Deposito, JIBOR, Suku Bunga Kredit) mengalami peningkatan. Peningkatan bisa

disebabkan karena adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia di bulan Agustus 2018

dan ekspektasi kenaikan di bulan September 2018. Walaupun selama bulan Agustus 2018 suku

bunga pasar keuangan menunjukkan tren meningkat, perkembangan penyaluran kredit masih

menunjukan pertumbuhan yang produktif. Pada bulan Agustus, pertumbuhan kredit mencapai

11,9 persen (yoy), tertinggi sejak tahun 2015. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas ekonomi riil

domestik masih cukup kuat.

Neraca Perdagangan Indonesia

Ekspor Indonesia pada bulan Oktober 2018 tercatat sebesar USD15,8 miliar atau tumbuh 3,6

persen (yoy). Laju pertumbuhan ekspor non migas yang tumbuh sebesar 4,0 persen (yoy)

tertahan oleh kontraksi pertumbuhan ekspor migas 0,4 persen (yoy), yang disebabkan oleh

penurunan volume ekspor migas (26,7 persen, yoy) di tengah perbaikan volume ekspor non

migas (13,7 persen, yoy).

Grafik 5. Pertumbuhan Ekspor Sektoral (Persen, ytd)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Secara sektoral, porsi ekspor manufaktur masih terbesar yaitu sekitar 72,3 persen dari total ekspor

namun mengalami perlambatan tumbuh 5,7 persen (ytd). Sektor pertambangan menyumbang

16,4 persen dan tumbuh 27,5 persen (ytd). Sedangkan sektor pertanian dengan porsi sekitar 2

persen masih tumbuh negatif 8,5 persen (ytd). Secara kumulatif, ekspor Indonesia hingga

Oktober 2018 mencapai USD150,9 miliar atau tumbuh sebesar 8,8 persen (ytd). Ekspor non

migas tumbuh 5,2 persen dibandingkan periode Januari-September 2017 sedangkan ekspor

migas untuk periode yang sama tumbuh sekitar 10,7 persen. Kinerja ekspor baik dari sisi pasar

maupun produk belum menunjukkan adanya perubahan. Negara tujuan utama ekspor Indonesia

masih didominasi oleh Tiongkok, Jepang, Amerika, dan India. Sementara produk ekspor masih

bertumpu pada batu bara, CPO, mesin dan peralatan listrik, kendaraan dan bagiannya, serta

produk karet dan olahannya.

-8.5%

5.7%

27.5%

9.9%

-40.0%

-20.0%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

N D

20

17

-J F M A M

J J A S O N D

20

18

-J F M A M

J J A S O

Pertanian (ytd) Manufaktur (ytd) pertambangan dll (ytd) Migas (ytd)

Page 28: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

24 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 3. Kontribusi Pertumbuhan Komponen Ekspor (ytd)

Oktober 2018 Bulanan Kumulatif

Pertumbuhan Kontribusi Pertumbuhan Kontribusi

Total Ekspor 3,6% 3,6% 8,8% 8,8%

Migas -0,4% 0,0% 9,9% 0,9%

Non Migas 4,0% 3,7% 8,7% 7,9%

-Pertanian -9,5% -0,2% -8,5% -0,2%

-Manufaktur 5,7% 4,1% 5,7% 4,3%

-Pertambangan -1,6% -0,3% 27,5% 3,8%

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dari sisi Impor, pada bulan Oktober tercatat sebesar USD17,6 miliar dan tumbuh 20,6 persen (yoy).

Pertumbuhan impor pada bulan ini menunjukkan adanya perlambatan seiring dengan pola historis

serta dampak kebijakan yang ditempuh Pemerintah dalam rangka menjaga level defisit Transaksi

Berjalan. Pertumbuhan impor non migas dan migas masing masing tercatat sebesar 18,7 persen

(yoy) dan 4,9 persen (yoy). Secara kumulatif, Januari – Oktober 2018, impor tercatat sebesar

USD156,4 miliar atau tumbuh 23,4 persen (ytd), lebih cepat dari pertumbuhan ekspor untuk

periode yang sama. Masih tingginya laju pertumbuhan impor secara kumulatif ini seiring dengan

pertumbuhan impor non migas dan migas yang masing masing tercatat tumbuh 22,6 persen

(ytd) dan 27,7 persen (ytd).

Tabel 4. Kontribusi Pertumbuhan Komponen Impor (ytd)

Oktober 2018 Bulanan Kumulatif

Pertumbuhan Kontribusi Pertumbuhan Kontribusi

Total Impor 23,7% 23,7% 23,4% 23,4%

Migas 31,8% 4,9% 27,7% 4,3%

Non Migas 22,2% 18,7% 22,6% 19,1%

Br. Konsumsi 19,3% 1,7% 25,6% 2,3%

Bhn. Baku 23,9% 18,1% 22,2% 16,9%

Br. Modal 25,7% 3,9% 27,8% 4,2%

Sumber: Badan Pusat Statistik

Menurut golongan penggunaan barang, impor kembali menunjukkan perlambatan sesuai pola

historisnya. Perlambatan terutama terjadi pada pertumbuhan impor barang konsumsi yaitu

menjadi 25,7 persen (yoy), terutama bersumber dari impor Bahan Bakar dan Pelumas (processed).

Sementara impor bahan baku dan barang modal masing-masing tumbuh 22,15 persen (yoy) dan

28,08 persen (yoy). Komoditas impor tertinggi masih didominasi oleh minyak dan gas, mesin-

mesin/pesawat mekanik, mesin/peralatan listrik, plastik dan barang dari plastik serta besi dan

baja. Negara sumber asal impor nonmigas tersebut antara lain berasal dari negara utama yaitu

Tiongkok (27,9 persen), Jepang (11,5 persen) dan Thailand (7,0 persen).

Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan barang Indonesia bulan Oktober 2018

tercatat defisit sebesar USD1,82 miliar. Defisit pada Oktober ini merupakan terbesar kedua

sepanjang tahun 2018, dan disebabkan oleh defisit baik pada neraca migas maupun non migas

Secara kumulatif, periode Januari – Oktober 2018 masih tercatat defisit sebesar USD5,51 miliar.

Dengan kontribusi surplus di neraca non migas sebesar USD5,2 miliar dan defisit neraca migas

sebesar USD10,7 miliar.

Page 29: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25

Grafik 6. Pertumbuhan Impor Menurut Penggunaan (persen, yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Dalam rangka menjaga stabilitas di tengah fluktuasi sektor keuangan global, Pemerintah

memandang perlu untuk mengendalikan defisit neraca perdagangan terutama yang bersumber

dari lonjakan impor. Untuk itu, Pemerintah menjalankan sejumlah bauran kebijakan. Pemerintah

melakukan peninjauan ulang terhadap proyek-proyek infrastruktur Pemerintah khususnya

proyek strategi nasional, implementasi penggunaan Biodiesel (B-20) untuk mengurangi impor

bahan bakar solar, serta melakukan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan terhadap barang

konsumsi impor untuk mendorong penggunaan produk domestik. Selain itu, Pemerintah terus

mendorong peningkatan ekspor Indonesia diantaranya melalui: (1) pemberlakuan layanan

Online Single Submission dan pengelolaan dampak Post-Border; (2) pemberian insentif

peningkatan daya saing ekspor dan kemudahan investasi; dan (3) perluasan pasar ekspor baru

dan mendorong perlakuan Mutual Recognition Agreement (MRA) di Negara Tujuan.

Grafik 7. Neraca Perdagangan Indonesia (juta USD)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Neraca Pembayaran Indonesia

Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III 2018 masih mencatatkan defisit USD4,4 miliar

yang didorong oleh pelebaran defisit transaksi berjalan. Defisit Transaksi Berjalan pada periode

ini yang sebesar USD8,8 miliar atau sebesar 3,37 persen terhadap PDB lebih besar dibanding

defisit triwulan II 2018. Faktor yang mendorong pelebaran defisit tersebut antara lain neraca

perdagangan barang yang mencatatkan defisit, setelah pada periode sebelumnya surplus.

25.63%

22.24%

27.75%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

N D

20

17-J F M A M

J J A S O N D

20

18-J F M A M

J J A S OPer

tum

bu

han

Br Kons (ytd) Bhn Baku (ytd) Br. Modal (ytd)

-3000.0

-2000.0

-1000.0

0.0

1000.0

2000.0

3000.0

N D

20

17

-J F M A M

J J A S O N D

20

18

-J F M A M

J J A S O

MIGAS NONMIGAS TOTAL

Page 30: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

26 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tekanan pada neraca perdagangan barang telah terlihat sejak paruh kedua tahun 2017, dan terus

berlanjut hingga triwulan III 2018. Pada periode triwulan III 2018, dengan metode FOB, nilai

ekspor dan impor masing masing sebesar USD47,7 miliar dan USD48,1 miliar, atau menghasilkan

defisit neraca perdagangan sekitar USD0,4 miliar. Harga minyak yang tinggi dan menurunnya

produksi minyak domestik telah memperbesar defisit migas, meskipun surplus non migas

mengalami peningkatan. Ekspor sektor pertambangan memberikan tambahan kontribusi

terhadap total ekspor seiring dengan tingginya harga komoditas pertambangan terutama

batubara. Sementara itu manufaktur masih mendominasi ekspor meskipun dengan kontribusi

yang menurun. Faktor yang mempengaruhi penurunan kontribusi manufaktur selain dari

peningkatan yang dialami sektor pertambangan, juga dipicu oleh rendahnya harga komoditas

sawit dan karet, yang berimbas pada turunnya harga produk olahan keduanya.

Grafik 8. Neraca Pembayaran Indonesia (miliar USD)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Kebijakan Pemerintah bersama BI dan OJK, yang diimplementasikan di Agustus dan September

2018 diharapkan dapat secara efektif menekan defisit Transaksi Berjalan di triwulan IV 2018.

Kebijakan pengendalian defisit Transaksi Berjalan, seperti pengendalian impor barang konsumsi,

implementasi B20 dan percepatan pembangunan destinasi wisata 10 Bali Baru, akan

memberikan dampak positif pada kinerja Transaksi Berjalan pada triwulan IV 2018. Pemenuhan

kebutuhan atas barang konsumsi oleh industri domestik diharapkan dapat optimal dengan

berlakunya penyesuaian tarif atas PPh Impor Barang Konsumsi. Pengurangan konsumsi bahan

bakar solar juga akan terjadi seiring dengan pelaksanaan program mandatori B20, terutama

pendistribusian bahan baku B20 yang berasal dari CPO. Sementara program destinasi wisata,

akan memberikan fokus pada empat lokasi yaitu Tanjung Lesung Banten, Mandalika NTB,

Morotai Maluku Utara, dan Tanjung Kelayang Belitung. Untuk keempat lokasi tersebut,

Pemerintah telah menetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus, yang diharapkan akan

mempercepat pembangunan industri pariwisata.

Neraca Jasa yang didominasi oleh aktivitas perdagangan jasa transportasi dan jasa perjalanan, juga

mengalami pelebaran defisit. Kinerja perdagangan internasional yang meningkat dibandingkan

dua triwulan sebelumnya dan harga minyak mentah yang tinggi, memperbesar defisit jasa

transportasi. Disamping jasa transportasi barang, pelaksanaan ibadah haji yang diselenggarakan

dalam periode ini juga menyebabkan defisit pada jasa transportasi penumpang. Jumlah

5

25

45

65

85

105

125

145

-10.0

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2015 2016 2017 2018

Trans. Modal & Finansial Transaksi Berjalan Neraca Keseluruhan Cadangan Devisa (RHS)

Page 31: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27

kunjungan wisatawan mancanegara menunjukkan adanya penambahan di pintu masuk

Palembang dan Jakarta sebagai kota lokasi event Asian Games 2018. Namun terjadi penurunan

pada dua pintu utama, Bali dan Lombok, akibat bencana gempa di Lombok. Dengan jumlah

wisman dan pengeluaran yang lebih tinggi, surplus neraca jasa perjalanan pada triwulan ini juga

mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.

Defisit Pendapatan Primer triwulan III 2018 masih relatif sama. Membaiknya kinerja perusahaan

Penanaman Modal Asing (PMA) telah memberikan tambahan dividen atas PMA yang keluar

(investor non residen). Di saat yang sama terjadi penurunan dividen atas investasi portofolio dan

pembayaran bunga utang luar negeri, baik Pemerintah maupun swasta. Sementara itu surplus

Pendapatan Sekunder mengalami peningkatan terutama bersumber dari penerimaan transfer

personal berupa remitansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan berkurangnya pembayaran

transfer lainnya seperti pembayaran iuran keanggotaan.

Kinerja Transaksi Modal dan Finansial (TMF) di triwulan III 2018 masih mampu membukukan

surplus ditopang Investasi langsung dan investasi lainnya walaupun di tengah volatilitas pasar

keuangan global yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kinerja investasi portofolio

mencatatkan defisit. Secara keseluruhan surplus TMF di triwulan II menurun dari USD4,5 miliar

di triwulan II 2018 menjadi sebesar USD4,2 miliar. Namun demikian surplus TMF di triwulan III

2018 tersebut lebih rendah jika dibandingkan surplus triwulan III 2017 yang mencapai USD 10,3

miliar, sebagai dampak dari tingginya ketidakpastian global.

Surplus investasi langsung masih cukup besar sejalan dengan tetap tingginya kegiatan investasi di

dalam negeri. Pada triwulan III 2018 investasi langsung mampu mencatatkan surplus USD3,9

miliar, sedikit membaik jika dibandingkan surplus pada triwulan II 2018 sebesar USD2,7 miliar.

Namun demikain capaian tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan capaian pada triwulan III

2017 yang mencapai USD7,4 miliar. Arus masuk investasi langsung terutama didukung oleh

perbaikan iklim investasi yang tercermin dalam kenaikan indeks daya saing menjadi peringkat 45

dari tahun sebelumnya di posisi 47. Di sisi lain, terjadi kenaikan pemberian utang kepada

perusahaan afiliasi di luar negeri khususnya di sektor manufaktur yang menyebabkan

tertahannya surplus investasi langsung di periode ini. Adapun dari sisi sektoral, manufaktur dan

perdagangan menjadi sektor utama pendorong investasi langsung khususnya kegiatan investasi

oleh perusahaan asing dari Singapura.

Di tengah tekanan dari pasar keuangan global, investasi portofolio mencatatkan defisit USD0,1

miliar berbalik arah jika dibandingkan periode triwulan III 2017 yang mencapai surplus USD4,0

miliar, dan dibandingkan kinerja triwulan I 2018 yang tercatat surplus USD0,1 miliar. Tingginya

volatilitas keuangan global mendorong investor asing untuk melakukan penjualan kepemilikan

di pasar saham. Selama triwulan III 2018 tercatat neto penjualan saham mencapai Rp1,7 triliun,

jauh lebih baik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang

mencatatkan neto penjualan bersih Rp28,1 triliun. Disisi lain dari sektor publik kembali

mencatatkan aliran masuk dana asing pada Surat Utang Negara (SUN) berdenominasi Rupiah.

Minat investor asing dalam membeli SBN Pemerintah masih cukup tinggi, tercatat neto

pembelian SBN mencapai Rp20,7 triliun, walaupun menurun jika dibandingkan periode yang

sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp48,8 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi

investor asing masih cukup baik terhadap fundamental perekonomian Indonesia.

Page 32: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

28 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Sementara itu, penarikan yang cukup besar atas pinjaman luar negeri mendorong terjadinya

surplus investasi lainnya sebesar USD0,2 miliar, turun jika dibandingkan dengan triwulan II 2018

yang surplus USD1,6 miliar, namun membaik secara signifikan jika dibandingkan triwulan III 2017

yang mencatatkan defisit USD 1,1 miliar. Pembiayaan proyek kelistrikan yang terutama termasuk

dalam proyek 35.000 MW menjadi pendorong utama penarikan utang luar negeri. Sementara

itu dari sisi Pemerintah, terjadi neto penarikan pinjaman luar negeri Pemerintah terutama dalam

bentuk pinjaman program dan pinjaman proyek dari IBRD dan ADB.

Posisi cadangan devisa per Oktober 2018 sebesar USD115,2 miliar, tergerus sekitar USD16,7 miliar,

bila dibandingkan dengan posisi Januari 2018 yang sebesar USD131,9 miliar. Penurunan cadangan

devisa disebabkan intervensi BI untuk mengurangi volatilitas nilai tukar Rupiah akibat tingginya

kebutuhan valas untuk aktivitas impor serta pembayaran utang luar negeri swasta dan

Pemerintah yang dilakukan pada periode Januari-September 2018. Namun demikian jika

dibandingkan posisi cadangan devisa September 2018 yang sebesar USD 114,8 miliar, cadangan

devisa pada bulan Oktober tersebut telah mulai meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi

fundamental ekonomi Indonesia yang masih tetap positif, penerimaan devisa migas dan

penarikan utang luar negeri (ULN) Pemerintah.

Defisit yang dibukukan oleh Neraca Pembayaran Indonesia di tahun 2018 ini mencerminkan

tekanan eksternal yang tinggi di tengah peningkatan aktivitas perekonomian Indonesia. Untuk itu,

Pemerintah berupaya untuk menjaga stabilitas antara lain dengan mengendalikan defisit

Transaksi Berjalan. Baru-baru ini, Pemerintah baru saja meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi

Jilid 16 pada 16 November 2018. Kebijakan ini untuk melengkapi berbagai langkah sebelumnya

seperti mandatori penggunaan B20, imbauan peningkatan kandungan lokal dalam proyek

infrastruktur, serta kenaikan tarif PPh impor terhadap 1.147 komoditas barang konsumsi. Paket

Kebijakan ke-16 ini mencakup tiga kebijakan, yaitu terkait (1) Perluasan fasilitas Tax Holiday, (2)

Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI), dan (3) Peningkatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) hasil

Sumber Daya Alam (SDA).

Sementara itu, dari Indikator Sustainabilitas Eksternal menunjukkan kondisi yang masih relatif

terjaga dengan baik, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Rasio Transaksi Berjalan terhadap PDB mencapai defisit 3,37 persen di triwulan III 2018, atau

secara kumulatif sebesar 2,86 persen. Nilai ini masih berada dalam batas aman.

2. Rasio Ekspor ditambah Impor Barang dan Jasa terhadap PDB mencapai 43,1 persen

mengalami kenaikan dibandingkan triwulan III 2017 yang mencapai 36,8 persen, maupun

triwulan II 2018 yang mencapai 38,7 persen.

3. Rasio Utang Luar Negeri total terhadap PDB mencapai 34,5 membaik jika dibandingkan

triwulan III 2017 yang mencapai 34,6 persen namun meningkat dibandingkan triwulan II

2018 yang mencapai 34,2 persen

4. Rasio Uang Luar Negeri total terhadap Cadangan Devisa mencapai 313,3 persen mengalami

kenaikan cukup signifikan dibandingkan triwulan III 2017 yang mencapai 266,8 persen

maupun triwulan II 2018 yang mencapai 297,5 persen.

Page 33: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29

D. Asesmen Sektor Makro Keuangan

Badan Kebijakan Fiskal mengembangkan sebuah framework asesmen keseimbangan makro

keuangan Indonesia yang mengadopsi metodologi asesmen Macro Financial Environment Tool (Ms

Muffet) yang dikembangkan oleh IMF (2014)1. Ms Muffet yang dikembangkan oleh Badan

Kebijakan Fiskal ditujukan sebagai alat analisis dan penilaian risiko dan kondisi makro-finansial

yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan di Indonesia. IMF menggunakan kerangka

asesmen Ms Muffet dalam bentuk Global Financial Stability Map (GFSM) yang digunakan oleh

IMF sebagai alat analisis dalam Global Financial Stability Report (GFSR) untuk memantau

keterkaitan antara sektor riil makroekonomi dan sektor keuangan negara-negara anggota IMF.

Secara umum, metodologi asesmen Ms Muffet dibentuk dari 69 indikator yang digabungkan

menjadi 6 indeks gabungan yang merefleksikan 4 risiko dan 2 kondisi makro-finansial antara lain

risiko makroekonomi, risiko rambatan global, risiko kredit, risiko pasar dan likuiditas, kondisi

moneter dan keuangan serta risk appetite.

Grafik 9. Hasil Asesmen Makro Keuangan Indonesia Kuarta III 2018

Sumber: Kementerian Keuangan

Secara umum, asesmen sektor makro keuangan Indonesia pada akhir triwulan III 2018

menunjukkan kondisi moneter yang lebih ketat dan minat investor/risk appetite yang lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara dari sisi risiko, terdapat

peningkatan risiko makroekonomi, risiko rambatan global, serta risiko pasar dan likuiditas di

pasar uang.

Ketatnya kondisi moneter dan keuangan pada akhir triwulan III 2018 antara lain tercermin dari

meningkatnya suku bunga pasar uang secara riil, perlambatan pertumbuhan uang beredar luas

secara riil, dan perlambatan kredit perusahaan pembiayaan. Suku bunga riil di pasar uang,

direpresentasikan oleh suku bunga PUAB O/N dikurangkan dengan inflasi, menunjukkan tren

kenaikan sejak awal tahun. Per akhir September, rata- rata suku bunga PUAB O/N berada di level

1 IMF Working Paper nomor WP/14/99

0

2

4

6

8

Sept 2017

Des 2017

Sept 2018

3. RisikoMakroekonomi

4. Risiko Rambatan Global

5. RisikoKredit

6. Risiko Pasar & Likuiditas

1. Moneter & Keuangan

2. Risk Appetite

Kondisi Lingkungan

Makro

Risiko

Page 34: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

30 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

5,63 persen sementara inflasi ada di level 2,88 persen (yoy). Pada September tahun lalu, suku

bunga PUAB O/N berada di level 3,86 persen, sementara inflasi 3,72 persen (yoy). Sementara

itu, uang beredar luas (M2) Rupiah secara riil tumbuh melambat per Agustus 2018, yaitu hanya

sebesar 2,55 persen (yoy), dibandingkan posisi Agustus 2017 yakni 7,69 persen. Survei

Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan pertumbuhan triwulanan kredit baru untuk seluruh

jenis kredit cenderung melambat pada triwulan III 2018. Hal tersebut tercermin dari Saldo Bersih

Tertimbang (SBT) permintaan kredit baru triwulan III 2018 yang turun menjadi 21,2 persen,

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 90,3 persen. Berdasarkan data Otoritas Jasa

Keuangan, pertumbuhan kredit perbankan hingga Agustus 2018 mencapai 12,12 persen (yoy)

dan sekitar 12,69 persen hingga September, atau level tertinggi sejak Maret 2015. Dari sisi

kebijakan moneter, selama triwulan III 2018 BI menaikkan suku bunga kebijakan sebanyak dua

kali masing-masing sebesar 25 bps yaitu pada Rapat Dewan Gubernur BI bulan Agustus dan

September 2018. Pada 15 November 2018, Bank Indonesia kembali menaikan suku bunga acuan

sebesar 25 bps menjadi 6 persen.

Risk appetite investor yang turun pada triwulan III 2018 tercermin dari kecilnya arus modal asing

yang masuk ke pasar SBN. Meskipun selama triwulan III 2018 tercatat net buy (di pasar SBN dan

pasar saham), tetapi sejak awal tahun hingga akhir September 2018 arus modal asing masih

tercatat keluar dari pasar modal Indonesia (pasar SBN dan pasar saham). Investor nonresiden di

kedua pasar tersebut tercatat melakukan net sell sebesar Rp36,47 triliun secara kumulatif

(sampai dengan akhir September 2018) dengan rincian net buy di pasar SBN sebesar Rp14,70

triliun dan net sell di pasar saham sebesar Rp51,17 triliun. Turunnya minat investor selama

triwulan III 2018 juga dipengaruhi oleh peningkatan volatilitas yang terjadi di pasar keuangan

baik di SBN, saham, dan nilai tukar. Volatilitas di pasar SBN diukur dari standar deviasi yield SBN

10 tahun selama 12 bulan terakhir, sementara volatilitas di nilai tukar diukur dari standar deviasi

NEER selama 12 bulan terakhir. Equity risk premium yang diukur dari spread antara imbal hasil

IHSG (yoy) dan yield obligasi tenor 1 tahun menunjukkan angka negatif 6,11 persen pada

September 2018, dibanding positif 4,27 persen pada September 2017. Dengan demikian,

investor di pasar modal lebih risk averse.

Dari sisi risiko, peningkatan risiko makroekonomi terutama bersumber dari peningkatan defisit

transaksi berjalan, perlambatan pertumbuhan produksi industri dan investasi, serta peningkatan

persepsi risiko investor. Kenaikan risiko dari sisi persepsi investor terhadap risiko Indonesia,

tercermin pada indikator CDS spread 5 tahun yang berada di level 130 bps pada akhir triwulan III

2018, lebih tinggi dari 104 bps pada September 2017. Dalam kurun waktu 2007 – saat ini, posisi

CDS spread tertinggi berada di level 709 bps, yaitu pada bulan November 2008. Sementara pada

saat taper tantrum AS tahun 2013, CDS spread tertinggi berada di level 282 bps.

Sementara itu, risiko rambatan global (inward spillover) dari AS terlihat sedikit mereda, tetapi ada

peningkatan risiko dari kawasan Uni Eropa dan Britania Raya (UK). Meskipun masih relatif tinggi,

London Interbank Offered Rate (LIBOR) and the Overnight Indexed Swap (OIS) Spread AS

menunjukkan perununan selama triwulan III 2018. Namun, implied volatility kawasan EU dan UK

menunjukkan peningkatan. Eksposur perekonomian Indonesia terhadap perekonomian global

melalui saluran perdagangan terpantau masih relatif rendah. Per September 2018, rasio ekspor

terhadap PDB berada di level 16,87 persen, sedikit lebih rendah dari 17,52 persen pada

September 2017. Rasio aset asing di perbankan Indonesia terhadap PDB tetap rendah pada level

Page 35: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31

1,84 persen pada September 2018, dibanding 1,64 persen pada Juni 2017. Nilai tukar Rupiah

mengalami pelemahan sepanjang 2018 (terdepresiasi 12,39 persen (ytd) hingga akhir Oktober

2018, terdepresiasi 3,84 persen selama triwulan III 2018), namun cadangan devisa masih di atas

standar kecukupan internasional, meskipun dalam tren penurunan.

Seiring tekanan dari global yang menyebabkan Rupiah terdepresiasi, likuiditas Rupiah di pasar

uang juga terpantau lebih ketat dan volume perdagangan pasar sekunder SBN dan saham terlihat

lebih rendah. Likuiditas di pasar sekunder untuk pasar uang sedikit mengalami pengetatan,

tercermin dari spread IDR JIBOR 3 bulan dengan SPN rate 3 bulan yang meningkat dari 65,39 bps

pada September 2017 ke 115,57 pada September 2018, demikian halnya dengan spread SIBOR

– PUAB 1 bulan. Sementara itu, likuiditas di pasar valas terlihat lebih ketat, tercermin dari

pelebaran spread bid–ask Rupiah. Rasio aset lancar terhadap kewajiban jangka pendek

perbankan turun dari 30,08 persen pada Agustus 2017 ke 26,50 persen pada Agustus 2018. Di

sisi lain, rasio kredit terhadap DPK menunjukkan tren peningkatan sepanjang 2018 sampai

dengan bulan Agustus 2018.

Namun demikian, di tengah kuatnya tekanan di pasar keuangan Indonesia pada triwulan 2018,

kualitas aset kredit perbankan relatif tetap baik dengan permodalan institusi keuangan terjaga.

NPL perbankan per Agustus 2018 berada di level 2,74 persen, turun dari Agustus 2017 yang

sebesar 3,05 persen. Dari sisi profitabilitas, ROA perbankan per Agustus 2018 berada di level

2,47 persen, tidak berubah dari Agustus 2017. Sementara itu, ROE emiten sektor keuangan yang

terdaftar di BEI berada di level 12,32 persen pada September 2018, sedikit naik dari 12,21 persen

pada September 2017. Sementara itu, CAR perbankan per Agustus 2018 berada di level 22,83,

sedikit lebih tinggi dari Agustus 2017 yang sebesar 22,34. Rasio utang korporasi terhadap PDB

sedikit meningkat dari 39,24 persen pada Agustus 2017 menjadi 44,82 persen pada Agustus

2018. ROA dan ROE korporasi (hanya perusahaan yang terdaftar di BEI) yang masing-masing

berada di level 3,36 dan 10,47 persen per September 2017 meningkat menjadi 3,53 dan 11,50

persen per September 2018. Sementara itu, rasio utang rumah tangga terhadap PDB

mencatatkan penurunan dari 13,06 persen pada September 2017 menjadi 10,21 persen pada

Agustus 2018.

E. Kinerja Perbankan

Ditengah ketidakpastian global dan berlanjutnya tekanan terhadap pasar keuangan dalam negeri

pada triwulan III, industri perbankan Indonesia masih menunjukkan kondisi yang financially sound.

Kinerja intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan

kredit yang terus menguat sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan

moderat. Tingkat permodalan perbankan terjaga di level yang tinggi mengindikasikan

kemampuan ekspansi kredit lebih lanjut dan mengantisipasi potensi peningkatan risiko

Aset dan sumber dana

Hingga triwulan III 2018, pertumbuhan aset perbankan masih relatif stabil. Aset perbankan pada

akhir September 2018 mencapai Rp7.768,9 triliun atau tumbuh 8,65 persen (yoy), sedikit

melambat apabila dibandingkan dengan posisi akhir semester I 2018 yang sebesar 8,89 persen

(yoy). Relatif stabilnya pertumbuhan aset perbankan terutama ditopang oleh kinerja penyaluran

kredit yang terjaga. Persentase aset perbankan terhadap Produk Domestik Bruto mencapai

Page 36: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

32 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

52,31 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi September 2017 yang sebesar 52,87.

Secara komposisi, porsi aset atau pangsa pasar tertinggi dimiliki oleh Bank Persero yaitu sebesar

40,3 persen, diikuti oleh Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa sebesar 39,1 persen dan

Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan porsi 8,4 persen. Sementara itu, porsi aset pada

kelompok Kantor Cabang Bank Asing (KCBA), Bank Campuran dan Bank Umum Swasta Nasional

Devisa (BUSND) secara berturut-turut sebesar 5,9 persen, 5,0 persen, dan 1,2 persen.

DPK masih menjadi sumber dana utama perbankan dengan porsi mencapai 88,16 persen hingga

akhir Agustus, sedikit lebih rendah dibanding posisi September 2017 yang sebesar 89,75 persen

terutama dipengaruhi perlambatan pertumbuhan DPK. Sampai dengan akhir September 2018,

DPK yang berada di sistem perbankan mencapai Rp5.482,49 triliun atau tumbuh sebesar 6,60

persen (yoy). Pertumbuhan DPK terus menurun jika dibandingkan akhir triwulan I dan II 2018

yang sebesar 7,66 persen dan 6,99 persen secara yoy. Terakhir, dari siaran pers Rapat Dewan

Komisioner (RDK) OJK pada akhir November 2018 menyatakan bahwa pertumbuhan DPK hingga

Oktober 2018 berbalik menguat ke level 7,60 persen (yoy).

Grafik 10. (a) Aset Perbankan dan (b) Pertumbuhan DPK (persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2017 memang terlihat bahwa perlambatan DPK

yang terjadi sepanjang tahun 2018 cukup signifikan. Hal ini turut dipengaruhi oleh base effect

2017 akibat tax amnesty yang menyebabkan pertumbuhan DPK di tahun 2017 tumbuh lebih

tinggi dari biasanya. Pada saat yang bersamaan, tahun 2017 Pemerintah juga sedang dalam

posisi ekspansif melakukan pembangunan infrastruktur. Selain itu, melemahnya pertumbuhan

DPK tahun ini juga dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga acuan BI yang pada gilirannya

mempengaruhi imbal hasil instrumen investasi lainnya. Sebagai contoh, yield SBN seri

benchmark tenor 10 tahun pada awal tahun berada di kisaran 6,47 persen, sementara pada akhir

September naik menjadi 8,07 persen. Di sisi lain, rata-rata suku bunga deposito bank umum

dengan tenor diatas 1 tahun justru turun dari 6,73 persen pada Desember 2017 menjadi 6,46

persen pada bulan September. Hal yang sama terjadi pada suku bunga tabungan maupun giro.

Dengan demikian, terdapat potensi beralihnya instrumen investasi masyarakat dari simpanan

pada perbankan ke instrumen SBN yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi. Selain berpindah

ke instrumen SBN, terdapat potensi return yang lebih tinggi yang ditawarkan oleh swasta melalui

surat utang jangka pendek (Medium Term Note/MTN), penawaran saham ke publik (Initial Public

Offering/IPO), hingga right issue. Pertumbuhan ekonomi yang sedikit melambat pada triwulan III

8.65

52.31

0

10

20

30

40

50

60

5,500

6,000

6,500

7,000

7,500

8,000

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

Okt

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

2017 2018

Aset (Triliun)Pertumbuhan (% yoy) - RHS% PDB - RHS

6.886.6

0

2

4

6

8

10

12

14

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

Sep

2017 2018

GiroTabunganSimpanan Berjangka

Page 37: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33

2018 menjadi 5,17 persen (yoy) dan revisi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 5,2 persen

menunjukkan pendapatan masyarakat belum akan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal-

hal tersebut menjelaskan mengapa pertumbuhan deposito menjadi yang paling terdampak

dibanding pertumbuhan dua komponen DPK lainnya.

Selanjutnya, catatan penting dari perkembangan DPK hingga triwulan III 2018 adalah menguatnya

pertumbuhan DPK dalam valuta asing. DPK dalam valuta asing memiliki tren pertumbuhan yang

menguat dan mencapai puncak pada bulan Juli 2018 dengan pertumbuhan 10,47 persen (yoy)

kemudian sedikit turun ke level 8,51 persen pada bulan Agustus 2018 dan kembali menguat

dengan tumbuh 10,17 persen (yoy) pada bulan September 2018. Hal ini terutama dipengaruhi

oleh perilaku masyarakat yang seiring dengan pelemahan Rupiah terdorong untuk menabung

valuta asing di perbankan dengan ekspektasi gain dari suku bunga dan pelemahan Rupiah lebih

lanjut. Di sisi lain, pertumbuhan DPK dalam Rupiah juga terus menurun dan pada September

tercatat tumbuh 6,00 persen (yoy). Komposisi DPK masih didominasi oleh simpanan berjangka

dengan porsi mencapai 44,58 persen pada akhir September 2018 diikuti oleh tabungan dan giro

masing-masing sebesar 31,45 persen dan 23,97 persen. Dengan porsi yang besar, penurunan

simpanan berjangka pada triwulan II 2018 cukup besar mempengaruhi penurunan DPK.

(a) Grafik 11. Pertumbuhan DPK Rupiah dan Valas (persen yoy) dan (b) Tabel 5. Lima Provinsi dengan DPK Terbesar

% DPK

2014 2015 2016 2017 2018

- Sept

DKI Jakarta 51,05 50,30 51,12 50,71 49,90

Jawa Timur 9,32 9,58 9,41 9,44 9,72

Jawa Barat 8,08 8,39 8,27 8,49 8,27

Jawa Tengah

4,57 4,90 4,97 4,97 5,14

Sumatera Utara

4,34 4,18 4,17 4,12 4,12

Jumlah 5 Provinsi

77,36 77,35 77,95 77,73 77,16

(a) (b)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

Secara kewilayahan, sebaran DPK masih terpusat di 5 provinsi antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur,

Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara dengan 77,16 persen dari total DPK berasal dari

provinsi-provinsi tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir komposisi DPK di lima provinsi stabil

di kisaran 77-78 persen dari total DPK di perbankan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas

perekonomian Indonesia masih berpusat di 5 provinsi tersebut.

Penggunaan dana

Berbeda dengan pertumbuhan DPK yang sedikit melambat, kondisi pertumbuhan kredit sepanjang

tahun 2018 justru menunjukkan tren peningkatan. Kredit yang disalurkan kepada pihak ketiga

bukan bank pada bulan September 2018 mencapai Rp5.120,10 triliun atau tumbuh sebesar

12,69 persen (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan hingga semester I 2018 sebesar

10,75 persen. Secara (ytd), pertumbuhan kredit sampai dengan September 2018 telah mencapai

8,07 persen atau tertinggi untuk periode yang sama sejak tahun 2015. Secara umum,

6.60

8.51

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

No

v

Dec Jan

Feb

Mar

Ap

r

May Jun

Jul

Au

g

2017 2018

Rupiah Valas

Page 38: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

34 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

meningkatnya pertumbuhan kredit terjadi seiring dengan ekspansi yang dilakukan bank pada

akhir tahun untuk kebutuhan performance bank. Selain itu, pertumbuhan kredit disumbang oleh

sektor yang terkait dengan proyek infrastruktur Pemerintah, khususnya sektor listrik yang

tumbuh 33,34 persen (yoy), khususnya pada sub sektor kelistrikan seperti pembangkitan,

transmisi, distribusi tenaga listrik dan jasa penunjang lain. Selain itu, pertumbuhan kredit

didorong oleh kredit sektor perdagangan yang tumbuh 12,31 persen (yoy), jauh diatas

pertumbuhan 3,01% (yoy) pada September 2017, khususnya perdagangan eceran. Sektor

perdagangan juga menjadi salah satu sektor produktif yang menjadi fokus penyaluran kredit

perbankan selain konstruksi.

Berdasarkan valuta, pertumbuhan kredit Rupiah pada September 2018 naik sebesar 11,08 persen

secara (yoy) atau meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 10,79 persen . Secara nominal, kredit

Rupiah hingga September 2018 sudah mencapai Rp4.316,8 triliun. Sementara itu, kredit valas

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 19,99 persen pada Agustus 2018 ke 22,22

persen secara (yoy) atau secara nominal sebesar Rp803,3 triliun. Selain didorong pelemahan

Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir,

pertumbuhan kredit dalam valas juga didorong oleh aktivitas perdagangan yang kuat serta harga

komoditas yang lebih tinggi. Hingga September 2018, ekspor secara kumulatif tercatat tumbuh

9,41 persen (yoy) sedangkan impor tumbuh 23,33 persen (yoy).

Grafik 12. (a) Pertumbuhan Kredit Perbankan (persen, yoy) dan (b) Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Valuta (persen)

(a) (b)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Berdasarkan jenis penggunaannya, porsi penyaluran kredit terbesar masih diberikan untuk Kredit

Modal Kerja (KMK) diikuti Kredit Konsumsi (KK) dan Kredit Investasi (KI) dengan porsi terhadap

total kredit masing-masing sebesar 47,34 persen, 27,91 persen, dan 24,75 persen. Pertumbuhan

kredit pada September 2018 didorong oleh penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK) yang mencapai

Rp2.423 triliun atau tumbuh 13,77 persen dari September tahun sebelumnya sebesar Rp2.130

triliun. Pertumbuhan KMK hingga akhir triwulan III 2018 juga lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhannya hingga akhir semester I 2018 sebesar 11,50 persen. Apabila dilihat

berdasarkan sektor yang diberikan KMK, dua sektor dengan porsi kumulatif lebih dari 60 persen

dari kredit modal kerja yang disalurkan oleh perbankan yaitu industri pengolahan dan

perdagangan masih konsisten menjadi motor pendorong pertumbuhan. Hingga September, KMK

yang disalurkan untuk sektor industri pengolahan tumbuh hingga 14,71 persen sedangkan untuk

sektor perdagangan tumbuh 11,66 persen. Sementara itu, Kredit Investasi (KI) hingga akhir

12.…

0

2

4

6

8

10

12

14

Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep

2017 2018

KMK KI KK Kredit

11.08

22.22

33.30

2

7

12

17

22

27

32

37

Jan

Feb

Mar

Ap

rM

eiJu

nJu

lA

ug

Sep

Oct

No

vD

ec Jan

Feb

Mar

Ap

rM

ay Jun

Jul

Au

gSe

p

2017 2018

Kredit Rp Kredit Valas Kredit

Page 39: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35

triwulan III 2018 tumbuh sebesar 11,83 persen dan Kredit Konsumsi (KK) tumbuh sebesar 11,66

persen (yoy). Kuatnya pertumbuhan kredit investasi terutama didorong oleh penyaluran kredit

pada sektor-sektor utama seperti pertanian dan kehutanan serta pengadaan listrik dan gas yang

masing-masing tumbuh 8,54 persen dan 29,30 persen (yoy).

Menurut hasil survey perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit pada

triwulan IV 2018 masih akan meningkat meskipun perbankan akan menerapkan standar

penyaluran kredit yang lebih ketat. Hal ini tercermin dari Indeks Lending Standard sebesar 17,7

persen, lebih tinggi dari 3,8 persen pada periode sebelumnya. Pengetatan penyaluran kredit

terutama akan dilakukan terhadap kredit investasi dan kredit modal kerja, yaitu pada aspek

plafon kredit, premi kredit yang berisiko dan jangka waktu pemberian kredit. Di sisi lain,

kebijakan penyaluran kredit konsumsi terindikasi masih relatif longgar, terutama pada kredit

kepemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) seiring kebijakan Bank Indonesia terkait relaksasi Loan

To Value (LTV) kredit/pembiayaan perumahan. Selain itu, beberapa kegiatan seperti pertemuan

tahunan IMF-World Bank di Bali, Asian Paralimpic Games, persiapan pemilu serentak 2019, dan

faktor musiman akhir tahun diperkirakan masih akan menjadi pendukung pertumbuhan kredit

sepanjang triwulan IV 2018.

Risiko Kredit Perbankan

Grafik 13. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan (persen)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Seiring dengan terus menguatnya pertumbuhan kredit di tengah volatilitas di pasar keuangan

domestik, profil risiko kredit perbankan yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL)

masih terjaga pada level yang manageable. NPL gross pada akhir triwulan III 2018 tercatat sebesar

2,66 persen, membaik jika dibandingkan akhir triwulan I dan II 2018 yang berturut-turut sebesar

2,75 persen dan 2,67 persen.

Indikator risiko kredit lainnya yaitu special mention loan (SML) atau kredit dalam pengawasan

khusus juga harus tetap diwaspadai mengingat penanganan yang kurang tepat akan mendorong

kredit pada kategori ini untuk menjadi NPL. Pada September 2018, SML perbankan mencapai 5,34

persen dari total kredit, menurun apabila dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 5,52 persen

dan SML pada akhir semester I 2018 yang sebesar 5,65 persen. Secara nominal, SML tumbuh

11,69 persen sampai dengan akhir September 2018, masih lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan kredit yang sebesar 12,69 persen. Perkembangan SML hingga akhir triwulan III

5.34

2.74

2.66

2

3

4

5

6

7

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep

2017 2018SML NPL

%

Page 40: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

36 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

2018 mencerminkan terjadinya peningkatan kualitas kredit perbankan seiring menurunnya

risiko.

Terkait non-perfoming loan (NPL), sektor konstruksi menjadi salah satu sektor dengan NPL

tertinggi sebesar 4,10 persen pada akhir September 2018 meskipun size kredit di sektor ini

terhitung kecil yaitu berkisar diantara 5,68 persen dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh

perbankan. Pada akhir September, kredit di sektor konstruksi tumbuh hingga 17,24 persen. NPL

di sektor pertambangan yang dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi dan bahkan sempat

diatas 8 persen terus menunjukkan tren penurunan. Pada akhir triwulan III 2018, NPL sektor

pertambangan tercatat sebesar 3,73 persen, lebih baik apabila dibandingkan dengan posisi akhir

triwulan I dan II 2018 yang sebesar 6,27 persen dan 4,34 persen. Membaiknya NPL sektor

pertambangan tidak lepas dari terus membaiknya harga komoditas, terutama batubara dan

minyak bumi hingga akhir triwulan III 2018. Membaiknya NPL sektor pertambangan sekaligus

diikuti oleh pertumbuhan kredit yang menguat dan tumbuh hingga 24,58 (yoy) setelah dalam

beberapa bulan terakhir mencatatkan pertumbuhan negatif. Sementara itu, sektor dengan porsi

kredit terbesar yaitu perdagangan masih mencatatkan NPL diatas rata-rata seluruh sektor yaitu

3,97 persen dengan tren pertumbuhan kredit yang menguat. Tercatat kredit untuk sektor

perdagangan tumbuh 12,31 persen (yoy) hingga akhir September 2018, jauh lebih tinggi

dibanding periode yang sama tahun 2017 yang sebesar 3,01 persen.

Grafik 14. Perkembangan Kredit Secara Sektoral Triwulan

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Kinerja Perbankan

Secara umum, kinerja perbankan Indonesia sampai dengan September 2018 masih terjaga yang

ditandai dengan tingkat kecukupan permodalan perbankan yang berada pada level tinggi, sehingga

cukup memadai untuk mendukung ekspansi kredit sekaligus mengantisipasi potensi peningkatan

profil risiko. Per akhir September 2018, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan naik menjadi

22,91 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan semester I 2018 sebesar 22,01 persen.

Secara komposisi, permodalan bank masih didominasi oleh modal inti (Tier 1) dengan rasio

Pertanian6.61

Pertambangan2.68

Industri Pengolahan 16.97

Perdagangan18.78

Perantara Keuangan 4.41

Rumah Tinggal8.41

Pinjaman Multiguna11.33

Konstruksi5,46

-5

0

5

10

15

20

25

30

0 1 2 3 4 5 6

Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Perdagangan

Pe

rtu

mb

uh

an K

red

it (

yoy)

Non Performing Loan (NPL)

Page 41: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37

modal inti terhadap ATMR sebesar 21,19 persen. Sementara itu, kinerja intermediasi perbankan

relatif masih moderat dengan pertumbuhan kredit yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan

DPK, sehingga mendorong Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan bulan September 2018 naik ke

94,09 persen dari 92,76 persen pada semester I 2018. Hal ini mengindikasikan adanya

pengetatan likuiditas di perbankan.

Dari sisi efisiensi perbankan, Belanja Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

perbankan mengalami penurunan dari 79,46 persen di semester I 2018 menjadi 79,13 persen pada

September 2018. Kinerja perbankan yang lebih efisien dan pertumbuhan kredit yang positif

mendorong profitabilitas perbankan tumbuh lebih besar dibandingkan semester I 2018.

Indikator ROA bulan September 2018 naik ke level 2,50 persen dari 2,43 persen pada semester

I 2018. Sejalan dengan peningkatan ROA, Net Interest Margin (NIM) perbankan juga terpantau

naik dari 5,11 persen pada akhir semester I 2018 menjadi 5,14 persen. Pada umumnya, bank

cenderung menetapkan target ROA yang tinggi melalui peningkatan NIM atau pelebaran spread

suku bunga meskipun pencapaiannya masih di bawah target. Hal ini dapat berpotensi menahan

penurunan suku bunga kredit.

Tabel 6. Rangkuman Kinerja Perbankan

Indikator Umum

Satuan 2016 2017 2018

Des Mar Jun Sept Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sept

Aset (T Rp) 6.730 6.830 7.026 7.150 7.387 7.306 7.368 7.430 7.456 7.546 7.651 7.595 7.644 7.769

DPK (T Rp) 4.837 4.917 5.046 5.143 5.289 5.229 5.255 5.293 5.317 5.337 5.399 5.379 5.400 5.482

DPK ((yoy)) (%) 9,60 10,02 10,30 11,69 9,35 8,36 8,44 7,66 8,06 6,47 6,99 6,89 6,88 6,60

Kredit (T Rp) 4.377 4.370 4.491 4.544 4.738 4.632 4.662 4.743 4.778 4.879 4.974 4.976 5.032 5.120

Kredit ((yoy)) (%) 7,87 9,24 7,75 7,86 8,24 7,40 8,22 8,54 8,94 10,26 10,75 11,34 12,12 12,69

LDR (%) 90,70 89,12 89,31 88,74 90,04 89,10 89,21 90,19 90,43 91,99 92,76 93,11 93,79 94,09

NPL (%) 2,93 3,04 2,96 2,93 2,59 2,86 2,88 2,75 2,79 2,79 2,67 2,73 2,74 2,66

CAR (%) 22,93 22,88 22,74 23,25 23,18 23,64 23,24 22,65 22,25 22,19 22,01 22,56 22,83 22,91

BOPO (%) 82,22 80,15 79,00 78,71 78,64 81,80 81,09 78,76 79,59 79,43 79,46 79,05 79,26 79,31

NIM (%) 5,63 5,38 5,35 5,33 5,32 5,19 5,00 5,07 5,07 5,09 5,11 5,12 5,14 5,14

ROA (%) 2,23 2,50 2,47 2,47 2,45 2,50 2,36 2,55 2,40 2,38 2,43 2,46 2,47 2,50

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

F. Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Perkembangan Aliran Modal Asing

IHSG selama triwulan III 2018 mencatatkan kinerja positif dengan naik sebesar 3,06 persen

dibanding triwulan sebelumnya, tetapi kemudian terkoreksi sebesar 2,42 persen selama bulan

Oktober 2018. Dengan perkembangan ini, secara kumulatif (sampai dengan akhir Oktober 2018),

IHSG melemah sebesar -8,24 persen. Sementara di pasar SBN, imbal hasil (yield) SBN tenor 10

tahun naik sebesar 31 bps selama triwulan III 2018 dan naik 43 bps selama bulan Oktober 2018,

sehingga secara kumulatif telah naik sebesar 222 bps. Setelah berturut-turut mencatatkan jual

bersih pada triwulan I dan triwulan II 2018, aliran modal asing terlihat sudah mulai kembali

masuk ke pasar modal Indonesia sepanjang Juli–Oktober 2018, yaitu sebesar Rp29 triliun. Dari

jumlah tersebut, Rp34,15 triliun merupakan aliran modal masuk bersih di pasar SBN, sementara

Page 42: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

38 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Rp5,15 triliun merupakan aliran modal asing keluar dari pasar saham. Dengan perkembangan ini,

selama 2018 secara kumulatif hingga akhir Oktober 2018, investor nonresiden di pasar modal

Indonesia masih mencatatkan jual bersih sebesar Rp26,41 triliun dengan rincian net inflow di

pasar SBN sebesar Rp28,17 triliun dan net outflow di pasar saham sebesar Rp54,58 triliun. Dalam

periode yang sama, Rupiah terdepresiasi sebesar 10,75 persen secara kumulatif.

Kenaikan yield surat utang berbagai negara dan pelemahan yang dialami oleh hampir semua bursa

saham di dunia menunjukkan bahwa sentimen utama yang menjadi sumber tekanan di pasar

keuangan masih berasal dari global, terutama dari kebijakan proteksionisme AS dan juga tensi

geopolitik global. Selain itu, dinamika pasar modal global juga tidak terlepas dari kebijakan

moneter sejumlah bank sentral seperti Bank Sentral AS (the Fed) dan Bank Sentral Eropa (ECB)

yang mempengaruhi likuiditas moneter global. Kekhawatiran investor akan menyebarnya

dampak krisis Turki dan Argentina juga turut mempengaruhi pergerakan bursa saham di seluruh

dunia.

Grafik 15. Aliran Dana Asing di Pasar Modal Selama 2018 (ytd*)

Sumber: Bloomberg, CEIC, diolah; Ket.: * s.d. akhir Oktober 2018

Perkembangan Kinerja IHSG dan Bursa Saham Global

Di pasar saham, IHSG selama Juli-Oktober 2018 sejatinya masih mencatatkan kinerja positif

dengan naik sebesar 0,56 persen di tengah aksi jual investor nonresiden sebesar selama periode

tersebut. Secara kumulatif (sampai dengan akhir Oktober 2018), IHSG mencatatkan pelemahan

sebesar -8,24 persen dengan investor nonresiden di pasar saham mencatatkan net sell sebesar

Rp54,58 triliun selama periode tersebut. Sebagian besar bursa saham di dunia juga masih

mencatatkan pelemahan dalam periode yang sama. Di kawasan Asia, pelemahan terdalam

dialami oleh indeks Shanghai Tiongkok dan Kospi Korea. Sentimen utama yang mempengaruhi

pergerakan bursa saham global selama periode tersebut berasal dari sejumlah faktor mulai dari

retorika Presiden AS Donald Trump, fluktuasi tensi perang dagang AS dengan negara mitra

seperti Tiongkok, Uni Eropa, dan Kanada, hingga krisis Turki dan Argentina serta kekhawatiran

peningkatan defisit Italia.

33.62

(21.55)

10.56

(13.45)(11.53)

(3.64)9.10

16.53

(4.94)

13.47

1.77

(10.34)

(14.93)

(10.39)(6.45)

(9.10)

0.79

(1.55)

(0.98)

(3.41)

14,730 14,903

15,203

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000

15,500 (40)

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt

trili

un

ru

pia

h

SBN Saham IDR/USD, rhs

Page 43: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39

Grafik 16. Kinerja Pasar Saham Global 2018 (persen, ytd*)

Sumber: Bloomberg, diolah; Ket.: * s.d. akhir Oktober 2018

Perkembangan Sektoral IHSG

Secara sektoral, masih positifnya kinerja IHSG sepanjang Juli–Oktober 2018 ditopang oleh sektor keuangan, infrastruktur, aneka industri, pertanian, dan manufaktur. Sebaliknya, sektor perdagangan serta konstruksi dan properti mengalami pelemahan cukup dalam selama periode tersebut.

Tabel 7. Kinerja Sektoral IHSG (persen, ytd)

Sektor Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Ytd.*

IHSG 3.93 -0.13 -6.19 -3.14 -0.18 -3.08 2.37 1.38 -0.70 -2.42 -8.24

Keuangan 2.98 1.19 -4.47 -6.00 -0.10 -5.42 3.87 4.10 -1.28 -0.23 -5.85

Barang Konsumsi 0.18 -0.92 -9.01 -5.39 1.12 -2.63 1.64 -0.37 2.78 -4.03 -15.97

Infrastruktur -1.79 -0.12 -8.92 -0.08 -4.46 2.79 -0.55 0.46 0.28 1.89 -10.51

Perdagangan 4.71 -2.91 -2.39 0.17 -1.34 -3.10 -1.81 -0.84 -3.04 -5.61 -15.32

Industri Dasar 11.51 1.51 -4.03 5.21 2.51 -3.00 1.20 5.23 -1.76 -8.11 9.25

Konstruksi dan

Properti 8.57 1.38 -7.62 -5.28 -1.85 -7.14 2.24 0.90 -5.78 -4.54 -18.55

Aneka Industri 2.29 -4.28 -8.02 -0.46 -2.52 -3.27 6.01 0.13 1.14 6.16 -3.66

Pertambangan 24.97 0.93 -7.86 -3.40 6.02 1.46 9.84 -5.91 -1.41 -6.17 15.45

Pertanian 1.91 2.35 2.02 -5.47 -4.20 -6.40 -1.03 14.01 -3.14 -2.62 -1.41

Manufaktur 2.86 -0.91 -7.72 -2.09 0.91 -2.83 2.18 1.18 1.29 -3.55 -8.80

Sumber: Bloomberg, diolah Ket.: * s.d. akhir Oktober 2018

Sektor Keuangan

Meskipun tertekan selama bulan September dan Oktober 2018, indeks sektor keuangan masih

mencatatkan kinerja positif selama Juli–Oktober 2018. Di tengah berbagai sentimen dari global,

perbankan mencatatkan peningkatkan kinerja selama triwulan III 2018. Pertumbuhan kinerja

bank besar bahkan berada di atas industri. Sebagai contoh tiga bank besar Bank BRI, Bank

Mandiri, dan Bank BNI masing-masing mencatatkan peningkatan aset, kredit, dan laba hingga

dua digit. Pada triwulan tersebut masing-masing mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar

13,89 persen (yoy), 17,11 persen (yoy) dan 13,27 persen (yoy). Bank besar lainnya, yaitu Bank

-8.24

-4.87

-11.29

-4.83

-3.71

-16.51-21.30

-17.74

-18.15

1.43

1.60

-7.28

-25 -20 -15 -10 -5 0 5

IHSG

KLCI Malaysia

STI Singapura

SET Thailand

Nikkei 225 Jepang

Hangseng Hongkong

Shanghai Tiongkok

Kospi Korea

MSCI Asia Exc. Jepang

S&P 500

DJIA

FTSE 100

Page 44: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

40 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

BCA, mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 17,2 persen (yoy) untuk periode yang sama.

Sementara rata-rata industri mencatatkan petumbuhan kredit sebesar 12,7 persen (yoy). Selain

didorong oleh peningkatan penyaluran kredit, terutama korporasi, peningkatan kinerja bank-

bank besar tersebut juga didorong oleh peningkatan fee-based income.

Sektor Barang Konsumsi

Selama triwulan III 2018, kinerja indeks sektor konsumsi juga mencatatkan pertumbuhan positif

sebesar 4,08 persen (qoq) sebelum tertekan cukup dalam selama bulan Oktober 2018. Salah satu

subsektor barang konsumsi yang memiliki kapitalisasi besar di dalam IHSG adalah subsektor

rokok. Emiten-emiten rokok masih mencatatkan peningkatan pendapatan selama triwulan 2018

meskipun marjin keuntungannya turun akibat kenaikan biaya pita cukai, PPN, dan pajak rokok.

Sebagai contoh PT Gudang Garam, emiten ini mengalami penurunan margin kotor dari 21,33

persen menjadi 19,62 persen. Pendapatan emiten ini naik 13,6 persen (yoy) pada triwulan III

2018, tetapi laba hanya naik 6,31 persen (yoy). Meskipun demikian, subsektor lainnya seperti PT

Unilever Indonesia membukukan kenaikan laba pada triwulan III 2018 sebesar 40 persen menjadi

Rp7,3 triliun dari Rp5,22 triliun pada triwulan III 2017. Selain itu, saham sektor ini juga terdorong

momentum acara berskala internasional yaitu Asian Games dan Annual Meetings IMF-World

Bank.

Sektor Infrastruktur

Indeks sektor infrastruktur naik sebesar 2,09 persen selama Juli–Oktober 2018. Namun demikian,

kinerja emiten sektor ini tidak membukukan kenaikan kinerja pada triwulan III 2018. Sebagai

contoh PT Telekomunikasi Indonesia, pada triwulan tersebut laba bersih emiten ini turun sebesar

20,59 persen dari Rp17,92 triliun pada triwulan III 2017 menjadi Rp14,23 triliun pada triwulan III

2018 akibat kenaikan beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi. Sementara

pendapatannya masih tumbuh 2,27 persen dari Rp97 triliun ke Rp99,2 triliun terutama

disumbangkan oleh layanan data, internet, dan jasa informasi teknologi. Senada dengan PT

Telekomunikasi Indonesia, PT Jasa Marga juga mengalami penurunan laba sebesar 6,88 persen

pada triwulan tersebut dibanding triwulan yang sama tahun lalu. Pendapatan PT Jasa Marga di

luar konstruksi, yaitu dari kontribusi pendapatan tol masih naik 9,4 persen (yoy) menjadi sebesar

Rp6,63 triliun. Selain kinerja emiten, sektor ini sedikit banyak juga terpengaruh isu lainnya seperti

rilis peringkat Logistics Performance Index (LPI/Indeks Performa Logistik) 2018.

Sektor Konstruksi dan Properti

Seperti triwulan sebelumnya, indeks sektor konstruksi dan properti masih mencatatkan kinerja

negatif pada triwulan III 2018 dan juga selama bulan Oktober 2018. Selain tekanan akibat

pelemahan nilai tukar Rupiah, keadaan pasar yang tidak menentu juga memicu kekhawatiran

mengenai arus kas perusahaan konstruksi, sehingga pembayaran proyek-proyek konstruksi

dapat tertunda. Walaupun demikian, emiten-emiten BUMN karya seperti PT Waskita Karya, PT

Wijaya Karya, PT Adhi Karya, dan PT PP mencatatkan peningkatan pendapatan dan laba double

digit pada triwulan III 2018 dibanding periode yang sama tahun lalu. Bahkan, keempat

perusahaan tersebut berhasil mengantongi kontrak baru senilai Rp81,17 triliun selama sembilan

bulan pertama tahun ini. Isu lainnya datang dari kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum &

Perumahan Rakyat (PUPR) yang meminta pemerintah daerah untuk terlibat dalam peningkatan

kualitas dan kuantitas tenaga kerja konstruksi di daerahnya salah satunya dengan sertifikasi. Di

Page 45: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41

tahun 2019, Kementerian PUPR menargetkan sertifikasi 170.000 tenaga kerja konstruksi dan

20.000 pelatihan jasa konstruksi.

Industri Pertambangan

Sektor pertambangan mengalami tekanan cukup besar selama periode Juli–Oktober 2018 akibat

koreksi tajam harga komoditas global terutama minyak mentah pada bulan Oktober 2018. Selama

periode triwulan III 2018, sektor ini sebenarnya mencatatkan kinerja positif. Rencana holding

industri pertambangan INALUM diharapkan mampu meningkatkan ekspor komoditas

pertambangan dan produk hilirisasinya untuk menopang nilai Rupiah dan memperkuat cadangan

devisa. Holding Industri Pertambangan sendiri resmi dibentuk pada 27 November 2017 dimana

INALUM menjadi Induk Usaha Holding dan PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., dan PT

Timah Tbk sebagai anggota Holding.

Sektor Pertanian/Perkebunan

Sektor Pertanian/Perkebunan mengalami pertumbuhan positif sebesar 7,21 persen selama

periode Juli–Oktober 2018. Hal ini dipengaruhi oleh sentimen penerapan kebijakan B20 atau

pencampuran hingga 20 persen minyak sawit di dalam bahan bakar solar. Kebijakan B20 ini akan

meningkatkan permintaan produk CPO. Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Seluruh

Indonesia (GAPKI), konsumsi CPO di dalam negeri akan meningkat dari 2,5-3 juta ton menjadi 6

juta ton dengan kebijakan ini. Sebagai informasi, Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan

Presiden (Perpres) 66/2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa

Sawit yang mewajibkan perluasan B20 per 1 September 2018. Secara fundamental perusahaan,

emiten di sektor ini masih menunjukkan penurunan kinerja. Sebagai contoh, emiten PT Astra

Agro Lestari membukukan penurunan laba sebesar 18,22 persen selama triwulan III 2018.

Sejumlah produsen kelapa sawit lainnya bahkan mencatatkan kerugian pada laporan keuangan

triwulan tersebut. Harga CPO sendiri mengalami penurunan sebesar 7,83 persen selama triwulan

tersebut.

Industri Manufaktur

Indeks sektor manufatur tercatat tumbuh positif sebesar 1,09 persen persen selama Juli–Oktober

2018. Indeks Nikkei Manufacturing PMI sejak bulan Juli–September 2018 menunjukkan level

50,5, 51,9 dan 50,7 secara berturut-turut. Level di atas 50 menunjukkan bahwa manufaktur

Indonesia masih ekspansi selama triwulan tersebut. Terkait perkembangan sektor manufaktur

ke depan, Pemerintah terus berupaya untuk menaikan nilai investasi salah satunya adalah

dengan meluncurkan peta jalan atau roadmap Making Indonesia 4.0 yang merupakan strategi

kesiapan dalam mengimplementasikan revolusi industri generasi keempat. Diharapkan hal

tersebut mampu membawa Indonesia untuk berada dalam jajaran 10 negara dengan

perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

Perkembangan Pasar SBN

Di pasar SBN, yield SBN tenor 10 tahun generik naik sebesar 31 bps selama triwulan III 2018 dan

naik 43 bps selama bulan Oktober 2018, sehingga secara kumulatif telah naik sebesar 222 bps.

Setelah berturut-turut mencatatkan jual bersih pada triwulan I dan triwulan II 2018, aliran modal

asing terlihat sudah mulai kembali masuk ke pasar modal Indonesia sepanjang Juli–Oktober

2018, yaitu sebesar Rp29 triliun. Dengan perkembangan ini, kepemilikan investor nonresiden

Page 46: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

42 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

atas SBN tercatat sebesar Rp864,32 triliun atau sebesar 36,93 persen dari total SBN yang dapat

diperdagangkan senilai Rp2.340,66 triliun per akhir Oktober 2018.

Di pasar primer, rata-rata penawaran/incoming bid yang masuk selama lelang 2018 ini sampai

dengan September 2018 tercatat sebesar Rp27,49 triliun dengan foreign incoming bids sebesar

Rp5,41 triliun (19,67 persen). Jumlah ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu.

Rata-rata penawaran/incoming bid yang masuk selama lelang 2017 untuk periode yang sama

tercatat sebesar Rp28,38 triliun dengan foreign incoming bids sebesar Rp6,07 triliun (18,00

persen). Adapun rata-rata awarded bids meningkat dari Rp11,36 triliun pada periode Januari–

September 2017 menjadi Rp12,05 triliun pada periode Januari–September 2018, dengan bid to

cover ratio menurun dari 3,36 ke 2,33. Untuk rekor tertinggi incoming bid tahun 2018 tercatat

masih pada level Rp86,2 triliun, yaitu pada lelang pertama bulan Januari 2018, sementara

incoming bid tertinggi pada 2017 berada di angka Rp58,6 triliun, yaitu pada lelang 8 Agustus

2017. Adapun untuk lelang selama bulan Oktober 2018, jumlah penawaran tertinggi yang masuk

selama bulan tersebut tercatat sebesar Rp47,55 triliun dengan yield rata-rata tertimbang yang

dimenangkan berkisar antara 5,79 persen pada SPN 3 bulan dan 9,34 persen pada SBN tenor 20

tahun. Sementara bid to cover ratio selama lelang bulan Oktober 2018 berada di kisaran 1,38

hingga 3,46.

Grafik 17. Perkembangan Yield Curve SBN 2018 (ytd)

Sumber: DJPPR dan CEIC, diolah

Selain investor nonresiden, porsi terbesar kepemilikan SBN berikutnya dimiliki oleh bank,

perusahaan asuransi, dan dana pensiun. Kepemilikan SBN oleh bank terlihat mengalami

peningkatan yang signifikan dari 23 persen pada akhir 2017 ke 27 persen pada akhir Oktober

2018. Sementara itu, kepemilikan Bank Indonesia turun dari 7 persen ke 4 persen dalam periode

yang sama. Hal ini tidak terlepas dari operasi moneter Bank Indonesia untuk mempertahankan

nilai tukar Rupiah melalui pengendalian suplai Rupiah di pasar.

Page 47: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43

Grafik 18. Kepemilikan SBN 2017 – 2018 (ytd)

(a) (b)

Sumber: DJPPR, diolah

Perkembangan Obligasi Korporasi

Aktivitas penghimpunan dana dari masyarakat melalui penerbitan surat utang oleh korporasi

tumbuh melambat selama 2018 ini. Per akhir Oktober 2018, nilai total obligasi korporasi yang

beredar mencapai Rp409,61 triliun, naik sebesar 7,84 persen secara kumulatif dari Rp379,82

triliun pada akhir 2017. Dengan kata lain, terdapat tambahan surat utang baru senilai Rp29,79

triliun selama 2018. Secara sektoral, lima besar penerbit obligasi korporasi ini masih ditempati

oleh lembaga keuangan nonbank (32,28 persen), bank (30,02 persen), telekomunikasi (6,69

persen), konstruksi bangunan (4,96 persen), dan sektor energi (4,26 persen). Hingga akhir tahun

2018 ini, diperkirakan masih akan ada penerbitan surat utang korporasi senilai Rp12,1 triliun lagi.

Sedangkan untuk tahun depan, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan jumlah

penerbitan surat utang korporasi pada 2019 akan berada di kisaran Rp130 triliun hingga Rp170

triliun.

Grafik 19. Jumlah Obligasi Korporasi yang Beredar s.d. akhir Oktober 2018 (triliun Rupiah)

Sumber: KSEI, diolah

Bank23%

BI7%

Reksadana5%

Asuransi7%

Asing40%

Dana Pensiun

9%

Perorangan3%

Lainnya6%

DESEMBER 2017

Bank27%

BI4%

Reksadana5%

Asuransi9%

Asing37%

Dana Pensiun

9%

Perorangan3%

Lainnya6%

OKTOBER 2018

LembagaKeuanganNonbank

BankTelekomunika

siKonstruksibangunan

EnergiLogam dan

pertambangan

Industri kimiadasar

Des 17 107.91 130.23 27.67 12.73 12.29 12.02 1.13

Jun 18 129.45 118.64 26.39 18.96 16.61 12.65 9.08

Okt 18 132.20 122.94 27.39 20.31 17.46 12.54 9.08

-

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

Rp

tri

liun

Page 48: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

44 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Indonesia dinilai telah sukses menjadi tuan rumah penyelenggaraan Sidang Tahunan IMF-WB

Tahun 2018 (Annual Meetings/AMs 2018) meskipun dalam suasana prihatin dikarenakan gempa

dan tsunami yang melanda Palu dan Donggala, hanya beberapa hari menjelang pelaksanaan AMs

2018. Banyak pihak memberikan apresiasi atas kesuksesan ini. Beberapa media internasional

bahkan menyebutkan bahwa AMs 2018 merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Rangkaian

kegiatan AMs 2018 dimulai pada tanggal 7 Oktober 2018 diisi dengan beberapa policy events,

eksibhisi dan kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh tuan rumah (Indonesia), IMF, Bank

Dunia, dan atau lembaga internasional lainnya. Apabila dijumlahkan, terdapat lebih dari 2000

policy events diselenggarakan selama AMs 2018.

Selain sebagai pertemuan rutin yang dihadiri oleh para Gubernur WB dan IMF dari 189 negara

anggota, rangkaian AMs 2018 juga dihadiri oleh para kepala negara/Pemerintahan dari beberapa

negara, khususnya ASEAN. Pertemuan juga dihadiri oleh delegasi dari Pemerintahan, organisasi

internasional, organisasi non-Pemerintah, pelaku bisnis, sektor swasta, akademisi dan media

massa nasional – internasional dengan total peserta lebih dari 36 ribu orang, terbesar sepanjang

sejarah AMs. Kegiatan AMs 2018 dimulai pada tanggal 7 Oktober 2018 dengan agenda

penanaman bibit terumbu karang di Pantai Nusa Dua Bali oleh Menteri Koordinator Bidang

Kemaritiman, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Managing Director IMF.

Kegiatan ini merupakan bentuk solidaritas bersama dan wujud kecintaan pada lingkungan

sekaligus menjadi bagian dari rencana pendirian Taman Terumbu Karang Nusa Dua.

AMs 2018 dibuka secara resmi pada tanggal 12 Oktober 2018 (Annual Meetings Plenary). Dalam

Plenary dimaksud Presiden Republik Indonesia berkenan menyampaikan sambutan. Dalam

sambutan tersebut, Presiden menganalogikan keadaan global saat ini dengan situasi pada film

serial Game of Thrones dimana rivalitas dan konflik tidak akan memberikan manfaat, baik bagi

yang menang maupun yang kalah. Kerjasama dan koordinasi dilandasi dengan semangat

transparansi dan saling membantu adalah hal yang perlu dikedepankan dalam menghadapi

tantangan global. Pidato Presiden RI tersebut dinilai oleh berbagai kalangan internasional

sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Rangkaian AMs 2018 telah membahas berbagai isu

global, yang juga merupakan isu prioritas nasional, antara lain:

1. Penanganan Ketidakstabilan Perekonomian Global dan Domestik

Pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan akan relatif stabil dalam waktu dekat dengan

proses yang lebih moderat setelahnya. Proyeksi pertumbuhan global tahun 2018 dan 2019

mengalami penurunan sebanyak 0,2 persen menjadi 3,7 persen yang disebabkan oleh

meningkatnya tensi perdagangan global dan pengetatan likuiditas akibat kebijakan

normalisasi moneter AS. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dicanangkan semangat new

multilateralism, yaitu kerjasama dan koordinasi yang didasarkan sikap saling menghormati,

saling menolong, dan transparan.

2. Penanganan Urbanisasi

Urbanisasi adalah fenomena global. Diperkirakan pada tahun 2050, lebih dari 75 persen

populasi dunia akan tinggal di kota-kota - meningkat dari sekitar 54 persen saat ini.

Boks 1. Dari Pulau Dewata Untuk Kebaikan Dunia

Page 49: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45

Angka ini jauh lebih besar daripada di awal 1900 ketika hanya sekitar 15 persen populasi

dunia tinggal di kota. Pada dasarnya, urbanisasi dan pertumbuhan berjalan bersama. Tidak

ada negara yang pernah mencapai status pendapatan menengah tanpa perubahan populasi

yang signifikan dari daerah pedesaan menjadi kota. Meskipun bukan satu-satunya

penggerak pertumbuhan, urbanisasi diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan di

negara-negara berkembang.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami tingkat urbanisasi tertinggi di

Kawasan Asia. Pada periode 1975 sampai dengan 2015, jumlah penduduk yang tinggal di

perkotaan meningkat sebesar 34,4 persen. Hal ini menimbulkan permasalahan sosial dan

kesehatan, antara lain akses terhadap air bersih, sanitasi, perumahan yang layak huni,

kemacetan, dan polusi.

Untuk mengelola urbanisasi, upaya yang dilakukan difokuskan pada tiga tujuan utama, yaitu

mempertemukan dan memperluas layanan dasar untuk memastikan bahwa penduduk bisa

menikmati pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi yang bermutu untuk mengurangi

ketimpangan, mengintegrasikan jaringan transportasi baik dalam kota maupun dari daerah

sekitarnya untuk menghindari konsentrasi penduduk di perkotaan dan meningkatkan

ketersediaan perumahan yang layak huni dan terjangkau. Prinsip-prinsip penanganan

urbanisasi yang diterapkan Pemerintah Indonesia dapat menjadi referensi negara-negara

lain yang membutuhkan.

3. Investasi pada Human Capital

Isu human capital merupakan salah satu agenda prioritas dalam AMs 2018. Dalam hal ini,

Bank Dunia telah menerbitkan World Development Report 2019: The Changing Nature of

Work, sebagai referensi kebijakan dalam mengatasi tantangan jangka pendek dan panjang

untuk membangun human capital termasuk melalui program perlindungan sosial,

peningkatan layanan kesehatan, perbaikan sistem dan akses pendidikan, dan mendorong

kesetaraan gender. Bank Dunia juga menerbitkan Human Capital Index (HCI) yang

diharapkan dapat menjadi referensi bagi negara-negara di dunia dalam menetapkan

kebijakan investasi pada pendidikan dan kesehatan untuk mendukung produktivitas

generasi yang akan datang. HCI mengkombinasikan komponen-komponen probabilitas

hidup hingga usia 5 tahun (survival), kualitas dan kuantitas pendidikan, dan kesehatan

termasuk isu stunting.

Indonesia menduduki rangking ke 87 dari 157 negara dengan nilai 0.53 (skala 1). Dari semua

komponen penilaian HCI, Indonesia memiliki nilai lebih baik dari kelompok negara

berpendapatan rendah-menengah (lower-middle income countries). Namun, Indonesia

masih memiliki tantangan dalam menangani isu stunting. Indonesia juga merupakan salah

satu early adaptor country dari 58 negara yang terlibat yaitu negara-negara yang secara

sukarela menjadi subyek dan obyek penelitian dan pembahasan mengenai investasi pada

human capital. Indonesia bahkan bertindak sebagai Chairman dari Community of Practice

(CoP) yang akan memimpin pembahasan program-program investasi human capital selama

satu tahun ke depan bersama dengan Bank Dunia.

Page 50: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

46 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

4. Prakarsa Bali Fintech Agenda

Kemajuan teknologi berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.

Teknologi juga merupakan alternatif menuju pembangunan inklusif. Namun faktanya

kemajuan teknologi tidak terdistribusi secara merata di berbagai negara.

Dalam rangka mengoptimalkan peluang dari teknologi, IMF, WB, BI, dan Kementerian

Keuangan telah menerbitkan Prakarsa 12 Prinsip FinTech untuk mereduksi hambatan yang

timbul dari ketimpangan akses keuangan. Prinsip ini dibangun berdasarkan perbedaan

karakteristik negara-negara dalam pemanfaatan fintech. Dalam hal ini, Pemerintah

diharapkan lebih objektif dalam perumusan kebijakannya agar dapat mendorong peran

institusi keuangan dalam perekonomian. Untuk aspek keadilan, pemain lama dan baru

dalam teknologi keuangan perlu dijaga dalam level of playing field yang sama. Pemerintah

sebagai orotitas juga perlu memberikan ruang cukup bagi inovasi untuk tumbuh dan

berkembang dengan pendekatan lite touch and safe harbour.

12 Prinsip FinTech merupakan prakarsa nyata Indonesia bersama dengan IMF dan WB

dalam menghasilkan sesuatu yang tangible sebagai hasil AMs 2018 yang disebut Bali

Initiative.

5. Strategi Penanganan Bencana (Skema Disaster Risk Financing and Insurance-DRFI)

Indonesia dan negara-negara yang potensial bencana lainnya menyepakati perlunya

strategi penanggulangan bencana yang komprehensif terutama dari aspek pembiayaannya.

Dalam hal ini, Indonesia meluncurkan Strategi Pembiayaan dan Asuransi Bencana untuk

mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh bencana dan terjamin keberlangsungan

pembangunannya.

Prioritas DRFI Indonesia meliputi perlindungan terhadap aset negara, rumah tangga dan

masyarakat, pemulihan kehidupan sosial dan usaha masyarakat, khususnya UKM,

kolaborasi peran Pemerintah pusat, Pemerintah daerah dan swasta, dan pemberdayaan

industri asuransi dalam negeri.

Skema DRFI merupakan prakarsa nyata Indonesia dalam menghasilkan sesuatu yang

tangible sebagai hasil AMs 2018.

6. Penanganan Perubahan Iklim

Konteks pembahasan dalam isu perubahan iklim adalah menciptakan peluang bisnis dan

pertumbuhan baru yang membawa perspektif kuat tentang bagaimana memprioritaskan

dan mendanai program climate –smart development. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia

telah memiliki instrumen fiskal untuk penanganan perubahan iklim, yaitu budget tagging

untuk kegiatan hijau, insentif fiskal untuk mendorong sektor swasta dalam upaya mencapai

ketahanan energi dan pangan, dan desentralisasi fiskal yang dikaitkan dengan penanganan

perubahan iklim.

7. Pengembangan Pembiayaan Shariah untuk Pembangunan Infrastruktur

Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur global adalah sebesar USD 3-4

triliun per tahun. Untuk menutup kebutuhan tersebut, diperlukan kerja sama yang erat

antara para pemangku kepentingan dan eksplorasi sumber pembiayaan yang sustainable.

Page 51: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47

Indonesia juga mengalami keterbatasan sumber pembiayaan pembangunan dimana Pemerintah

hanya mampu menyediakan 41 persen dari total biaya yang diperlukan. Untuk itu, Indonesia

melakukan beberapa inovasi guna menutup financing gap, termasuk melalui penerbitan

sovereign bond, pembiayaan shariah (sukuk), dan skema PPP. Dalam AMs 2018, Indonesia juga

memanfaatkan peluang melalui pembahasan isu pembiayaan infrastruktur dengan berbagai

pihak yaitu MIGA, IFC, JBIC, dan IsDB.

Indonesia juga meluncurkan prakarsa SDG One yang telah menghasilkan komitmen sebesar USD

2,34 miliar untuk penyiapan proyek, mitigasi risiko, pembiayaan, dan investasi. SDG One

melibatkan lembaga keuangan internasional, lembaga donor multilateral dan bilateral,

kalangan perbankan, asuransi, filantropis lokal dan internasional, dan lembaga terkait

perubahan iklim.

Dalam AMs 2018, juga telah dicapai kesepakatan mengenai Capital Package. Kesepakatan ini

terkait dengan upaya Kelompok Bank Dunia untuk meningkatkan layanan terbaik bagi

anggotanya dalam memberantas kemiskinan dan kesenjangan, negara-negara anggota

menyepakati kenaikan modal IBRD dan IFC yang dikemas dalam capital package. Dalam AMs

2018, negara-negara anggota telah menyepakati resolusi capital package untuk IBRD dan

mendorong segera tercapainya resolusi capital package untuk IFC.

Suasana Pulau Dewata yang begitu agung ditunjang dengan keramahtamahan tuan rumah

Indonesia, telah turut berkontribusi dalam membuka wawasan para delegasi hingga akhirnya

melahirkan gagasan-gagasan baru yang dapat menjadi referensi negara-negara di dunia dalam

memerangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan mewujudkan pertumbuhan inklusif.

Page 52: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

48 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Boks 2. Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menghadapi risiko tinggi akibat dampak bencana. Menurut

Bank Dunia, Indonesia termasuk 35 negara di dunia dengan risiko tinggi terjadinya korban jiwa

akibat dampak berbagai jenis bencana. Hampir seluruh wilayah di Indonesia terpapar risiko atas

sembilan bencana utama, yaitu gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung

api, kebakaran, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim dan kekeringan. Bahkan bencana di Palu

membuktikan bahwa Indonesia juga terpapar atas bencana pencairan tanah (likuifaksi).

Kerugian ekonomi, fisik, dan korban jiwa akibat gempa di masa lalu tercatat sangat tinggi. Di masa

mendatang, kerugian akibat bencana akan semakin membesar apabila tidak dilakukan upaya

mitigasi, kesiapsiagaan dan pengalihan (transfer) risiko. Sementara itu, kemampuan

Pemerintah dalam menyediakan pendanaan untuk bencana terbatas. Dalam 12 tahun terakhir,

Pemerintah menyediakan dana cadangan bencana rata-rata sebesar Rp3,1 triliun per tahun.

Sementara kerugian akibat bencana alam besar, seperti gempa dan tsunami Aceh di tahun 2004

menyebabkan kerugian mencapai Rp51,4 triliun (USD 3,4 miliar). Jurang pembiayaan tersebut

menjadi salah satu faktor risiko fiskal di Indonesia yang disebabkan oleh risiko bencana alam.

Oleh karenanya, pengembangan strategi dan skema pembiayaan alternatif dengan melibatkan

sumber pendanaan diluar APBN (risk transfer) menjadi mutlak diperlukan.

Pemerintah, melalui inisiatif Kementerian Keuangan telah menyusun Strategi Pembiayaan dan

Asuransi Risiko Bencana (Disaster Risk Financing and Insurance, atau disingkat DRFI) dalam rangka

mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh dalam menghadapi bencana dan terjaminnya

keberlangsungan pembangunan berkelanjutan. Strategi DRFI tersebut diluncurkan pada

kesempatan dialog tingkat tinggi yang dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada tanggal 10

Oktober 2018 dalam Rangkaian Annual Meeting Bank Dunia/Dana Moneter Internasional.

Kerangka strategi DRFI disusun untuk dapat memenuhi kebutuhan pendanaan yang besar,

terencana, tepat waktu dan sasaran, berkelanjutan, yang dikelola secara lebih transparan untuk

melindungi keuangan negara.

Strategi DRFI memiliki prioritas penanganan dan mitigasi bencana, diantaranya atas hal-hal

berikut: (1) Perlindungan terhadap Barang Milik Negara (BMN) dan Barang Milik Daerah (BMD)

agar pelayanan publik dapat segera pulih setelah bencana; (2) Perlindungan terhadap rumah

tangga dan masyarakat yang terkena dampak bencana, khususnya kelompok masyarakat yang

berpenghasilan rendah; (3) Pembiayaan untuk kegiatan pemulihan kehidupan sosial dan bisnis

masyarakat yang terkena dampak bencana; (4) Skema pembiayaan yang mendorong peran

Pemerintah daerah dan swasta dalam pembiayaan risiko bencana; dan (5) Pemberdayaan

industri asuransi dalam negeri dalam mitigasi dan penanganan bencana. Dalam penyusunan

strategi ini, Pemerintah menganut beberapa prinsip utama yaitu: ketepatan waktu dan besaran

dana, layering (pembagian) risiko, ketepatan penyaluran dana, dan pentingnya data dan

informasi yang akurat.

Strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana disusun dengan pendekatan menyeluruh dan

terintegrasi dengan kebijakan Manajemen Risiko Bencana yang telah ada. Dalam hal ini,

Pemerintah menerapkan lima strategi utama, yaitu:

1. Pemerintah mengembangkan kombinasi instrumen keuangan untuk pembiayaan risiko

Page 53: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49

bencana dalam rangka mendapatkan skema pembiayaan yang efisien dan efektif.

2. Pemerintah menanggung atau menyerap (retain) risiko untuk bencana dengan frekuensi

kejadian tinggi namun dengan dampak kerugian rendah sampai dengan sedang dengan

sumber APBN.

3. Pemerintah menanggung atau menyerap (retain) risiko untuk bencana dengan tingkat

kerugian sedang sampai dengan tinggi dengan instrumen Pembiayaan Kontijensi sebagai

komplementer APBN.

4. Pemerintah mengembangkan skema Pooling Fund untuk memperkuat peran APBN dalam:

(i) menanggung dan mengurangi risiko bencana; (ii) memfasilitasi pembiayaan risiko

bencana dalam semua fase, termasuk preparedness (kesiapsiagaan); dan (iii) meningkatkan

tata kelola pembiayaan risiko bencana (termasuk bantuan).

5. Pemerintah mengalihkan (transfer) risiko untuk pembiayaan bencana dengan frekuensi

yang rendah namun dengan tingkat kerugian sedang-tinggi melalui instrumen asuransi.

Dalam Strategi ini juga disusun peta jalan atau roadmap pelaksanaan strategi dalam jangka

pendek dan menengah, termasuk langkah-langkah dan penyesuaian-penyesuaian yang

dibutuhkan. Untuk periode jangka pendek (2018-2019), beberapa kebijakan dan program yang

akan dilakukan adalah:

• Implementasi Pilot Project Asuransi BMN;

• Pelaksanaan Studi Kelayakan Skema Pooling Fund

• Penguatan dan Pengembangan Instrumen Asuransi Pertanian dan Perikanan

• Eksplorasi Potensi Skema Pembiayaan Alternatif

• Edukasi dan Penguatan Kapasitas DRFI

Dalam periode jangka menengah, agenda kebijakan dan program yang akan dilakukan adalah:

• Perluasan dan Inovasi Asuransi BMN

• Pendirian Pooling Fund Pembiayaan Risiko Bencana Indonesia

• Penerbitan Instrumen Pinjaman Siaga

• Penguatan Kerangka Kebijakan Fiskal Pembiayaan Bencana di Pusat dan Daerah (Sinergi

Pemerintah Pusat dan daerah)

• Utilisasi Skema Pembiayaan Bencana Alternatif Lainnya

• Penguatan Skema Transfer Risiko melalui Instrumen Asuransi

• Penyelarasan Kebijakan DRFI dengan Kebijakan Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan

Masyarakat dalam rangka Peningkatan Efisiensi Distribusi Dana

• Sinergi dengan Pemangku Kepentingan yang Terkait

Strategi dan peta jalan tersebut diharapkan dapat memperkuat ketahanan fiskal dan intervensi

Pemerintah dalam penanggulangan dan mitigasi risiko bencana. Keberhasilan peta jalan

memerlukan komitmen bersama para pelaku kepentingan untuk melakukan sinergi dan berbagi

risiko sesuai kapasitas masing-masing baik di lingkungan Pemerintah Pusat

(Kementerian/embaga terkait), Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota Madya),

industri perbankan dan asuransi, pelaku usaha, dan masyarakat.

Page 54: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

50 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

ANALISIS KINERJA APBN &

KEBIJAKAN FISKAL

BAGIAN II

Page 55: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51

Page 56: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

52 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. MEMELIHARA KONSISTENSI KINERJA APBN KE ARAH LEBIH BAIK

Kinerja APBN Yang Terus Membaik dengan Pengendalian Risiko Solid

Realisasi APBN hingga bulan Oktober 2018 secara umum menunjukkan kinerja yang konsisten

meningkat dibanding tahun sebelumnya, baik dari sisi pendapatan dan belanja maupun

pembiayaan. Kinerja pendapatan negara meningkat signifikan baik secara nominal, prosentasi

maupun pertumbuhannya (yoy), sedangkan pada sisi belanja negara, penyerapannya menguat

baik pada belanja K/L, non K/L serta TKDD. Sementara itu kinerja pembiayaan tetap dikelola

secara pruden dan terjaga sustainabilitasnya. Secara umum kinerja APBN sampai dengan

Oktober 2018 menunjukan trend membaik dan pengendalian risikonya yang semakin solid.

Apabila kinerja APBN konsiten terus sampai akhir tahun, maka outlook defisit APBN 2018

diperkirakan akan semakin terjaga dalam batas yang aman.

Pengendalian Risiko Konsisten Solid

Keberlanjutan fiskal hingga bulan Oktober 2018 masih tetap terjaga yang antara lain tercermin

dari defisit anggaran yang lebih rendah dan keseimbangan primer menuju positif. Realisasi defisit

anggaran hingga bulan Oktober 2018 mencapai Rp237,0 triliun atau sekitar 1,60 persen PDB. Jika

dibandingkan dengan periode yang sama (31 Oktober) tahun-tahun sebelumnya, rasio defisit

APBN terhadap PDB di bulan Oktober 2018 merupakan yang terendah sejak tahun 2014. Di sisi

lain, keseimbangan primer di bulan Oktober 2018 juga menunjukkan capaian yang terus

membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu berada pada posisi negatif Rp23,8 trilliun

atau sekitar negatif 0,16 persen terhadap PDB. Realisasi negatif keseimbangan primer di bulan

Oktober 2018 tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2013, baik secara nominal

maupun persentase terhadap PDB.

Grafik 20. (a) Perkembangan Defisit dan Keseimbangan Primer Periode Oktober (% PDB)

(b) Perkembangan Defisit dan Keseimbangan Primer Periode Oktober (Rupiah)

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Membaiknya kinerja APBN di tahun 2018 antara lain terrefleksi dari realisasi Pendapatan Negara

dan Belanja Negara hingga bulan Oktober 2018 yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi

dibanding periode tahun lalu. Realisasi Pendapatan Negara dan Belanja Negara di bulan Oktober

2018 mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 20,7 persen untuk Pendapatan Negara

(1.48)

(1.94)

(2.43)

(2.11)(2.19)

(1.60)

(0.52)

(0.82)

(1.29)

(0.87) (0.85)

(0.16)

(3.00)

(2.50)

(2.00)

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

Okt-13 Okt-14 Okt-15 Okt-16 Okt-17 Okt-18

Per

sen

th

d P

DB

Defisit Keseimbangan primer

(298.3)

(115.2)

(237.0)

(23.8)

Defisit (Triliun Rp)

Keseimbangan Primer (Triliun Rp)

2018 2017

Page 57: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53

dan 11,9 persen untuk Belanja Negara, jauh lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu

dimana Pendapatan Negara tumbuh hanya 3,5 persen dan Belanja Negara tumbuh 5,6 persen.

Grafik 21. (a) Perbandingan Kinerja Pendapatan Negara dan Belanja Negara Periode Oktober dan (b) Pertumbuhan

Pendapatan Negara dan Belanja Negara Periode Oktober (% yoy)

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi APBN hingga bulan Oktober 2018 menunjukkan pertumbuhan Pendapatan Negara yang

lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan Belanja Negara. Hal ini dapat mengindikasikan

bahwa kemampuan Pendapatan Negara yang lebih handal dalam menopang kebutuhan Belanja

Negara untuk mendukung terlaksananya program prioritas nasional. Apabila pertumbuhan

pendapatan negara kosisten terus lebih tinggi hingga akhir tahun dibanding pertumbuhan

belanja negara maka outlook defisit anggaran pada akhir tahun 2018, diperkirakan akan lebih

rendah. Pada sisi lain kondisi tersebut akan mendorong likuiditas dan sustainabilitas fiskal yang

lebih terpelihara.

Sementara itu realisasi Pendapatan

Negara dan Belanja Negara sampai

dengan Oktober 2018 juga konsisten

menunjukkan tren yang membaik

dibandingkan periode tahun sebelumnya.

Realisasi Pendapatan Negara hingga

Oktober 2018 sudah mencapai 78,3

persen dari APBN 2018, lebih tinggi

dibandingkan realisasi tahun lalu yang

mencapai 70,8 persen dari target APBN-P

2017. Sementara itu, penyerapan Belanja

Negara hingga Oktober 2018 juga sudah

mencapai 77,5 persen dari pagu APBN

2018, membaik dibandingkan realisasi

tahun sebelumnya yang hanya mencapai

72,1 persen dari pagu APBN-P 2017. Membaiknya kinerja Pendapatan Negara dan penyerapan

Belanja Negara sampai dengan Oktober tahun 2018 tersebut, akan mendukung percapaian

target dan berpotensi mempersempit deviasi antara realisasi dengan target dalam APBN 2018.

1,229.0 1,537.4

1,483.9 1,720.80.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

1,600.0

1,800.0

2,000.0

Pendapatan Negara Belanja Negara

Rp

Tri

liun

2017 2018

20,7%

11,9%20.7

11.9

-15.0

-10.0

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

Okt-14 Okt-15 Okt-16 Okt-17 Okt-18

Pertumbuhan Pendapatan Negara (yoy)

Pertumbuhan Belanja Negara (yoy)

Grafik 22. Kinerja Pendapatan Negara dan Belanja Negara Periode Oktober

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

70.8

78.3

72.1

77.5

70.0

72.0

74.0

76.0

78.0

80.0

2017 2018

Per

sen

th

d A

PB

N-P

Pendapatan Negara Belanja Negara

Page 58: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

54 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 8. Kinerja APBN sampai dengan Oktober 2018 (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Pertumbuhan Pendapatan Negara yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Belanja Negara

tersebut akan memperkuat likuiditas dan sustainabilitas fiskal. Pola ini berbeda dibanding dengan

tahun sebelumnya dimana secara umum pertumbuhan Pendapatan Negara lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan Belanja Negara. Perbaikan pola pertumbuhan tersebut dapat

menjadi indikasi bahwa likuiditas keuangan yang lebih baik serta sustainabilitas fiskal tetap

terjaga, sejalan dengan upaya Pemerintah untuk mengelola APBN secara lebih kredibel dan

sustainable.

Kinerja Pendapatan Negara Meningkat Tajam

Pencapaian Pendapatan Negara dan Hibah hingga bulan Oktober 2018 meningkat signifikan.

Menguatnya kinerja pendapatan Negara terefleksi dari meningkatkan realisasi pendapatan

Negara baik secara nominal, presentase maupun pertumbuhan (yoy) serta tren yang konsisten

meningkat. Secara umum realisasi Pendapatan Negara dan Hibah sampai dengan Oktober 2018

sudah mencapai Rp1.483,9 triliun (78,3 persen dari target APBN 2018) atau tumbuh secara

signifikan sebesar 20,7 persen (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan realisasi Oktober 2017 yang

hanya mencapai Rp1.229,0 triliun (70,8 persen) atau hanya tumbuh sebesar 3,5 persen (yoy).

Peningkatan kinerja Pendapatan Negara di bulan Oktober 2018 tersebut ditopang dengan

membaiknya kinerja realisasi penerimaan perpajakan yang sudah mencapai Rp1.160,7 triliun

atau 71,7 persen dari target APBN (tumbuh 17,0 persen, yoy) dan realisasi PNBP sebesar Rp315,4

triliun atau 114,5 persen dari target APBN (tumbuh signifikan 34,5 persen, yoy). Membaiknya

kinerja Pendapatan Negara tersebut dapat mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian

domestik tetap bergerak ke arah yang lebih baik, yang antara lain didorong dengan tetap

terjaganya daya beli dan kuatnya konsumsi domestik, peningkatan layanan publik, serta

peningkatan aktifitas perdagangan internasional. Adapun faktor lain yang mempengaruhi

peningkatan pendapatan negara antara lain lebih tingginya harga minyak mentah (ICP),

depresiasi nilai tukar Rupiah, dinamika harga komoditas, dan mulai terlihat hasil dari berbagai

terobosan kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya.

APBNPReal

s.d Oktober

% thd

APBN-P

growth

(%)APBN

Real

s.d Oktober

% thd

APBN

growth

(%)

A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.736,1 1.229,0 70,8 3,5 1.894,7 1.483,9 78,3 20,7

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.733,0 1.226,2 70,8 3,4 1.893,5 1.476,1 78,0 20,4

1. Penerimaan Perpajakan 1.472,7 991,7 67,3 0,5 1.618,1 1.160,7 71,7 17,0

2. PNBP 260,2 234,5 90,1 18,0 275,4 315,4 114,5 34,5

II. Hibah 3,1 2,9 92,3 93,5 1,2 7,8 648,8 170,6

B. Belanja Negara 2.133,3 1.537,4 72,1 5,6 2.220,7 1.720,8 77,5 11,9

I. Belanja Pemerintah Pusat 1.367,0 898,5 65,7 4,8 1.454,5 1.074,4 73,9 19,6

A. Belanja K/L 798,6 511,4 64,0 6,3 847,4 586,4 69,2 14,7

B. Belanja Non K/L 568,4 387,1 68,1 2,8 607,1 488,0 80,4 26,1

II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 766,3 638,8 83,4 6,9 766,2 646,4 84,4 1,2

1 Transfer Ke Daerah 706,3 591,3 83,7 6,3 706,2 602,0 85,2 1,8

2 Dana Desa 60,0 47,5 79,2 14,6 60,0 44,4 74,0 (6,5)

C. Keseimbangan Primer (178,0) (125,2) 70,3 12,7 (87,3) (23,8) 27,2 (81,0)

D. Surplus/ Defisit Anggaran (397,2) (308,3) 77,6 15,0 (325,9) (237,0) 72,7 (23,1)

% defisit thd PDB -2,92 -2,29 -2,19 -1,60

E. Pembiayaan Anggaran 397,2 413,7 104,2 4,3 325,9 320,0 98,2 (22,7)

Kelebihan/ Kekurangan Pembiayaan 105,4 83,0

Uraian

20182017

Page 59: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55

Grafik 23. (a) Kinerja Penerimaan Perpajakan dan PNBP Periode Oktober

(b) Pertumbuhan Penerimaan Perpajakan dan PNBP periode Oktober (% yoy)

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Pencapaian Penerimaan Perpajakan Konsisten dan Tren Meningkat

Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Oktober 2018 sudah mencapai Rp1.160,7 triliun

atau sekitar 71,7 persen dari target APBN 2018. Realisasi tersebut mengalami peningkatan

sebesar 17,0 persen jika dibandingkan dengan capaian Oktober 2017 sebesar Rp991,7 triliun

atau 67,3 persen dari target APBN-P 2017. Secara umum, semua jenis pajak dan kepabeanan

cukai pada bulan Oktober 2018 mengalami pertumbuhan positif, terutama pada penerimaan

PPh migas. Jika dibandingkan dengan perode tahun sebelumnya, realisasi penerimaan PPh Migas

hingga Oktober 2018 tumbuh sebesar 28,1 persen terutama dipengaruhi oleh kenaikan ICP,

sedangkan Penerimaan PPh nonmigas tumbuh 17,0 persen. Penerimaan PPN/PPnBM juga

tumbuh sebesar 14.9% yang antara lain didorong oleh masih kuatnya konsumsi masyarakat dan

Pemerintah, serta kinerja impor. Hal ini mengindikasikan masih terjaganya daya beli dan

konsumsi domestik. Sementara itu, penerimaan kepabenanan dan cukai juga tumbuh positif

terutama didukung oleh kebijakan tarif yang efektif serta membaiknya aktivitas ekspor impor.

Grafik 24. Kinerja Penerimaan Perpajakan s.d. Oktober 2018

Sumber: Kementerian Keuangan

991.7 234.5

1,160.7

315.4

0.0

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

Penerimaan Perpajakan PNBP

Rp

Tri

liun

2017 2018

17,0%

34,5%

0.5

18.017.0

34.5

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

Growth PenerimaanPerpajakan (%)

Growth PNBP (%)

Per

sen

2017 2018

Page 60: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

56 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Kinerja PNBP Tumbuh Cukup Dramatis

Realisasi PNBP hingga bulan Oktober 2018 sudah melampaui target APBN yaitu mencapai 114,5

persen atau tumbuh signifikan 34,5 persen (YoY). Realisasi PNBP hingga bulan Oktober 2018

sebesar Rp315,4 triliun atau 114,5 persen, jauh melampaui target APBN. Realisasi PNBP

mengalami lonjakan yang tajam dibanding realisasi tahun sebelumnya, atau tumbuh 34,5 persen

(yoy). Membaiknya kinerja PNBP tersebut terutama didorong oleh penerimaan SDA di bulan

Oktober 2018 yang sudah melampaui target APBN 2018 dan mengalami pertumbuhan 72,6

persen jika dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Secara lebih rinci, hingga bulan Oktober

2018, penerimaan SDA yang bersumber dari migas sudah mencapai Rp112,2 triliun (139,6

persen dari target APBN 2018) atau tumbuh 91,4 persen, sedangkan penerimaan SDA nonmigas

mencapai Rp29,8 triliun (127,9 persen dari target APBN 2018) atau tumbuh 26,2 persen.

Peningkatan kinerja realisasi PNBP di tahun 2018 tersebut antara lain dipengaruhi dengan

meningkatnya harga ICP dan komoditas batubara. Rata-rata harga ICP sejak Januari hingga

Oktober 2018 adalah sebesar US$69 per barel, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di

tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$49 per barel.

Tabel 9. Kinerja Realisasi PNBP sampai dengan Oktober 2018 (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Kinerja Belanja Pemerintah Pusat Konsisten Menguat

Kinerja belanja Pemerintah Pusat hingga Oktober 2018 mengalami peningkatan baik dari sisi

penyerapan maupun pertumbuhan yang utamanya dipengaruhi oleh semakin membaiknya kinerja

penyerapan belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga

Oktober 2018 adalah sebesar Rp1.074,4 triliun (73,9 persen dari pagu APBN 2018), yang terdiri

dari realisasi belanja K/L sebesar 586,4 triliun (69,2 persen) dan belanja non K/L sebesar Rp488,1

triliun (80,4 persen). Jika dibandingkan dengan periode tahun sebelumnya, realisasi Belanja

Pemerintah Pusat tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 19,6 persen yang ditopang dengan

semakin membaiknya kinerja penyerapan belanja K/L dan non K/L di 2018 di mana belanja K/L

tumbuh 14,7 persen dan belanja non K/L tumbuh 26,0 persen dibandingkan realisasi di periode

tahun sebelumnya.

Secara umum, pola penyerapan belanja K/L hingga Oktober 2018 sudah membaik, atau di atas

pola alamiahnya dan lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Meskipun penyerapan

belanja modal di tahun 2018 pada periode bulan sebelumnya masih relatif lambat, namun

penyerapan sampai dengan bulan Oktober sudah mulai meningkat baik secara nominal maupun

APBNPReal

s.d Okt

% thd

APBN-P

growth

(%)APBN

Real

s.d Okt

% thd

APBN

growth

(%)

Penerimaan Negara Bukan Pajak 260,2 234,5 90,1 18,0 275,4 315,4 114,5 34,5

a. Penerimaan SDA 95,6 82,3 86,0 91,7 103,7 142,0 137,0 72,6

i. Migas 72,2 58,6 81,2 118,1 80,3 112,2 139,6 91,4

ii. Non Migas 23,4 23,7 100,9 47,5 23,3 29,8 127,9 26,2

b. Bagian Laba BUMN 41,0 41,2 100,4 19,2 44,7 42,5 95,0 3,1

c. PNBP Lainnya 85,1 75,4 88,6 (16,7) 83,8 88,3 105,4 17,2

d. Pendapatan BLU 38,5 35,7 92,5 (15,7) 43,3 42,6 98,4 19,5

2017 2018

Page 61: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 57

persentase. Belum optimalnya realisasi belanja modal antara lain dipengaruhi oleh

permasalahan administrasi seperti penundaan penagihan yang dilakukan pihak ketiga. Lebih

tingginya kinerja penyerapan belanja K/L di tahun 2018 jika dibandingkan dengan tahun

sebelumnya antara lain dipengaruhi oleh adanya percepatan pelaksanaan kegiatan melalui

lelang dini, percepatan penyaluran PBI – JKN, serta pelaksanaan beberapa agenda strategis

seperti Pilkada serentak, Asian Games dan Para Games, dan IMF-WBG annual meeting di Bali.

Grafik 25. Pola Penyerapan Belanja K/L 2018 sampai dengan Oktober 2018

Sumber: Kementerian Keuangan

Grafik 26. Kinerja Belanja 30 K/L dengan Pagu 2018 Terbesar

Sumber: Kementerian Keuangan

Page 62: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

58 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Meskipun secara rata-rata penyerapan belanja K/L sampai dengan Oktober 2018 lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya, namun kinerja belanja pada 30 K/L dengan pagu terbesar masih

belum optimal. Dari 30 K/L tersebut, masih terdapat beberapa K/L yang realisasi belanjanya

masih di bawah rata-rata belanja K/L, yaitu di bawah 69,2 persen dari pagu belanja APBN 2018.

Selain itu, K/L yang banyak berkaitan dengan pembangunan infrastruktur masih menghadapi

kendala dalam optimalisasi kinerja penyerapan belanjanya, diantaranya Kementerian

Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Pertanian, dan Kementerian PUPR.

Di sisi lain, lebih tingginya kinerja belanja non K/L utamanya dipengaruhi penyerapan belanja

subsidi 102,6 persen dan pembayaran bunga utang sebesar 89,4 persen yang jauh lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 60,8 persen

untuk subsidi dan 83,5 persen. Hingga Oktober 2018, realisasi belanja Subsidi sudah mencapai

Rp160,4 triliun atau 102,6 persen dari pagu belanja APBN 2018, sedangkan pembayaran bunga

utang sudah mencapai Rp213,2 triliun atau 89,4 persen dari pagu belanja di dalam APBN 2018.

Tingginya realisasi belanja subsidi tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga ICP,

depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS, serta adanya pembayaran sebagian kurang

subsidi tahun-tahun sebelumnya, sementara tingginya realisasi bunga utang dipengaruhi oleh

depresiasi nilai tukar Rupiah dan sedikit meningkatnya cost of borrowing seiring dengan

dinamika likuiditas yang semakin ketat. Membaiknya kinerja belanja non K/L terutama belanja

Subsidi menunjukkan komitmen Pemerintah untuk terus melindungi daya beli masyarakat miskin

dan rentan, ditengah tekanan dari perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih. Selain

itu, Pemerintah terus berkomitmen untuk terus memelihara keberlanjutan keuangan BUMN

dalam menjalankan perannya sebagai fiscal tool untuk ikut berperan dalam mengakselerasi

pembangunan infrastruktur.

Tabel 9. Kinerja Penyerapan Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Kinerja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Didorong Lebih Akuntabel

dan Berbasis Kinerja

Kinerja realisasi TKDD sampai dengan Oktober 2018 mencapai Rp646,4 triliun (84,4 persen), sedikit

lebih tinggi 1,2 persen dibanding realisasi tahun sebelumnya. Realisasi TKDD tersebut meliputi

realisasi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp602,0 triliun (85,2 persen) dan Dana Desa (DD)

sebesar Rp44,0 triliun (74,0 persen). Lebih tingginya realisasi TKDD tersebut terutama

dipengaruhi realisasi Dana Transfer Khusus (DAK Fisik dan Non Fisik) yang tumbuh 6,9 persen

APBNPReal

s.d Okt

% thd

APBN-P

growth

(%)APBN

Real

s.d Okt

% thd

APBN

growth

(%)

Belanja Pemerintah Pusat 1.367,0 898,5 65,7 4,8 1.454,5 1.074,4 73,9 19,6

1. 343,7 261,0 75,9 0,7 365,7 288,9 79,0 10,7

2. 296,2 192,1 64,8 8,1 340,1 228,3 67,1 18,8

3. 224,7 106,0 47,2 8,2 203,9 107,3 52,7 1,2

4. 219,2 183,1 83,5 16,6 238,6 213,2 89,4 16,4

5. 168,9 102,7 60,8 (16,6) 156,2 160,4 102,6 56,2

6. 5,5 2,7 49,2 254,6 1,5 0,1 6,4 (96,5)

7. 59,0 46,8 79,4 24,3 81,3 69,1 85,1 47,8

8. 49,9 4,1 8,3 3,2 67,2 7,1 10,6 72,0

Belanja Pegawai

Belanja Barang

Belanja Modal

Pembayaran Bunga Utang

Subsidi

Belanja Hibah

Bantuan Sosial

Belanja Lain-lain

2017 2018

Page 63: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 59

dibanding realisasi Oktober 2017, antara lain karena adanya perbaikan mekanisme penyaluran

dan percepatan penyaluran DAK Fisik tahap I. Pemerintah senantiasa melanjutkan upaya

penguatan kualitas desentralisasi fiskal yang antara lain dilakukan dengan peningkatan kualitas

penyaluran Dana Desa, penguatan tata kelola (good governance) di daerah dengan mendorong

penyaluran berbasis kinerja. Melalui berbagai upaya tersebut diharapkan kualitas belanja di

daerah akan semakin membaik, membaiknya kualitas pelayanan publik, meningkatnya

pemberdayaan masyarakat, serta semakin berkurangnya angka kemiskinan dan kesenjangan

antara pusat dan daerah, serta antar daerah.

Tabel 10. Kinerja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Kinerja Pembiayaan Tetap Terjaga Sustainabilitasnya

Realisasi Pembiayaan sampai dengan Oktober 2018 mencapai Rp320,0 triliun (98,2 persen target

APBN 2018) lebih rendah dibandingkan dengan realisasi Oktober 2017 yang sebesar Rp413,7

triliun (104,2%). Hal ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan SBN neto. Realisasi

Pembiayaan terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp333,7 triliun atau 83,6

persen dari target APBN 2018, yang meliputi penerbitan SBN (neto) sebesar Rp343,2 triliun dan

pinjaman (neto) sebesar negatif Rp9,5 triliun. Sementara itu realisasi pembiayaan investasi

kepada BUMN dan BLU serta Organisasi/LKI mencapai Rp14,7 triliun atau 22,4 persen dari target

APBN 2018.

Lebih rendahnya realisasi SBN Netto sampai dengan Oktober 2018, akan mendorong fleksibilitas

pembiayaan pada dua bulan terakhir akan lebih baik, sehingga ketersediaan likuiditas pembiayaan

pada akhir tahun untuk menopang peningkatan belanja negara akan lebih terjaga. Dengan

realisasi pembiayaan sebesar Rp320,0 triliun dan defisit sebesar Rp237,0 triliun maka hingga

Oktober 2018 terjadi SILPA sebesar Rp83,0 triliun, lebih rendah dari periode yang sama tahun

lalu sebesar Rp105,4 triliun. Hal ini juga mengindikasikan pengelolaan kas lebih baik sehingga

dapat meminimalisasi idle money akibat kurang sinkronnya antara kebutuhan kas dengan

pengadaan pembiayaan.

APBNPReal

s.d Okt

% thd

APBN-P

growth

(%)APBN

Real

s.d Okt

% thd

APBN

growth

(%)

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 766,3 638,8 83,4 6,9 766,2 646,4 84,4 1,2

1 Transfer ke Daerah 706,3 591,3 83,7 6,3 706,2 602,0 85,2 1,8

a. Dana Perimbangan 678,6 568,9 83,8 5,8 676,6 578,8 85,5 1,7

i. Dana Transfer Umum 494,0 436,1 88,3 6,5 490,7 436,8 89,0 0,2

ii. Dana Transfer Khusus 184,6 132,9 72,0 3,5 185,9 142,0 76,4 6,9

b. Dana Insentif Daerah 7,5 7,5 100,0 50,0 8,5 8,1 95,0 7,6

c. 20,2 14,9 73,6 10,8 21,1 15,1 71,8 1,5

2 Dana Desa 60,0 47,5 79,2 14,6 60,0 44,4 74,0 (6,5)

2018

Dana Otonomi Khusus dan

Dana Keistimewaan D.I .Y

2017

Page 64: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

60 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 11. Realisasi Pembiayaan (triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

B. APBN 2019: SEHAT, ADIL DAN MANDIRI

Pemerintah dalam tahun 2019 berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia menjadi sebuah

bangsa dengan fondasi perekonomian yang kuat, tumbuh tinggi dan berkelanjutan yang mampu

menyerap tenaga kerja secara luas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk

mewujudkan hal tersebut diperlukan dukungan dan komitmen seluruh pemangku kepentingan

untuk senantiasa bersinergi dan memberikan kontribusi terbaik. Peningkatan kesejahteraan

rakyat disertai dengan penegakan hukum yang menjadi panglima dalam mengayomi dan

melindungi keadilan masyarakat, merupakan prioritas yang harus terus diperjuangkan.

Dalam mewujudkan fondasi perekonomian yang kuat, tumbuh tinggi, dan berkelanjutan tersebut

diperlukan bauran kebijakan kebijakan moneter, fiskal, maupun sektor keuangan yang kuat dan

bersinergi. Kebijakan fiskal dalam hal ini diarahkan untuk menciptakan APBN yang sehat,

kredibel, dan berkesinambungan, baik dalam perspektif jangka pendek, menengah maupun

panjang. Sejalan dengan hal tersebut, APBN didorong untuk lebih efisien, efektif, berdaya tahan,

dan berkelanjutan. Perwujudan APBN yang sehat dan berkelanjutan akan mendorong fungsi

alokasi, distribusi, dan stabilisasi dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Di samping

itu, APBN yang sehat dan berkelanjutan akan mampu merespon dinamika perekonomian global

dan domestik, menjawab tantangan serta mendukung pencapaian target pembangunan yang

ditetapkan. Dengan demikian, arsitektur APBN tahun 2019 adalah untuk menghadirkan APBN

yang “Sehat, Adil dan Mandiri”. APBN 2019 telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

pada 31 Oktober 2018.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang merupakan wujud dari pengelolaan

keuangan negara (public finance) merupakan salah satu instrumen kebijakan ekonomi yang

penting dalam melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui APBN, Pemerintah

secara langsung dapat mengalokasikan sumber daya perekonomian nasional dengan

mengumpulkan pendapatan negara dan menyalurkannya melalui belanja negara dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik. Secara khusus, pendapatan negara

yang dikelola melalui APBN dapat diarahkan juga untuk didistribusikan kepada masyarakat

miskin atau kurang mampu, sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan masyarakat. APBN juga merupakan alat dalam melakukan stabilisasi ekonomi

APBNPReal

s.d Okt

% thd

APBN-P

growth

(%)APBN

Real

s.d Okt

% thd

APBN

growth

(%)

Pembiayaan 397,2 413,7 104,2 4,3 325,9 320,0 98,2 (22,7)

I . Pembiayaan Utang 461,3 414,7 89,9 8,5 399,2 333,7 83,6 (19,5)

a. Surat Berharga Negara (neto) 467,3 411,7 88,1 3,6 414,5 343,2 82,8 (16,6)

b. Pinjaman (neto) (6,0) 3,0 (50,1) (119,5) (15,3) (9,5) 62,1 (417,8)

I I . Pembiayaan Investasi (59,7) (3,5) 5,9 (51,7) (65,7) (14,7) 22,4 320,3

I I I . Pemberian Pinjaman (3,7) 2,2 (59,4) (14,2) (6,7) 0,8 (12,5) (61,5)

IV. Kewajiban Penjaminan (1,0) - - - (1,1) - - -

V. Pembiayaan Lainnya 0,3 0,3 113,1 (98,2) 0,2 0,2 85,5 (53,9)

2017 2018

Page 65: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 61

dengan menerapkan fiscal stance yang tepat untuk merespons dinamika perekonomian nasional

dan global.

APBN, secara konstitusi, merupakan wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan

dengan Undang-undang (UU) setiap tahun dan harus dilaksanakan secara terbuka dan

bertanggung jawab untuk peningkatan kemakmuran rakyat. Pada tanggal 16 Agustus 2018,

Presiden menyampaikan pidato kenegaraan didepan DPR-RI mengenai pengajuan RUU APBN

dan Nota Keuangan 2019. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan bahwa belanja negara

dalam APBN tahun 2019 diarahkan pada upaya penguatan program perlindungan sosial,

peningkatan kualitas sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi

birokrasi, dan penguatan desentralisasi fiskal. Jaminan perlindungan sosial akan diberikan

khususnya bagi 40 persen penduduk termiskin di Indonesia. Kualitas belanja negara akan

semakin ditingkatkan dan berfokus untuk memacu perekonomian dan menciptakan

kesejahteraan rakyat yang makin merata dan adil. Dalam mendanai belanja negara APBN Tahun

2019 tersebut, Pemerintah mengutamakan pendanaan secara mandiri melalui sumber

pendapatan negara (Pajak dan PNBP), serta pembiayaan APBN yang kredibel. Dalam

mengumpulkan pendapatan negara dalam APBN, Pemerintah menerapkan 3 (tiga) strategi

utama, yaitu: (i) mobilisasi pendapatan yang realistis dengan tetap menjaga iklim investasi, (ii)

peningkatan kualitas belanja agar lebih produktif dan efektif melalui kebijakan value for money

untuk mendukung program prioritas, serta (iii) mendorong efisiensi dan inovasi pembiayaan.

Strategi utama tersebut merupakan perwujudan dari tema kebijakan fiskal tahun 2019, yaitu

APBN untuk Mendukung Investasi dan Daya Saing melalui Pembangunan Sumber Daya Manusia.

Tabel 13. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Indikator

Outlook APBN 2018

RAPBN 2019

APBN 2019

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,2 5,3 5,3 Inflasi (% yoy) 3,5 3,5 3,5 Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) 14.294 14.400 15.000 Suku Bunga SPN (%) 5,0 5,3 5,3 Harga Minyak Mentah ICP (USD/barel) 70 70 70 Lifting Minyak ( ribu barel/hari) 775 750 775 Lifting Gas (ribu barel/hari) 1.131 1.250 1.250 Cost recovery (miliar USD) 11,3 11,3 10,22

Sumber: Kementerian Keuangan

Melalui Sidang Paripurna RI pada tanggal 31 Oktober 2018, DPR RI menetapkan UU APBN 2019.

Penetapan UU APBN tahun 2019 tersebut merupakan bukti nyata komitmen Pemerintah dan

DPR dalam mewujudkan APBN yang sehat, adil dan mandiri guna melanjutkan kehidupan

berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Proses pembahasan

RAPBN 2019 tersebut telah melewati mekanisme sesuai dengan UU MD3 dan UU Keuangan

Negara guna menjaga dan meningkatkan good governance, yang melibatkan semua komisi

terkait dan alat kelengkapan DPR (Badan Anggaran).

Dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi global dan risiko yang dihadapi, serta upaya

kebijakan yang akan ditempuh, asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) tahun 2019 ditetapkan

sebagai dasar penyusunan Postur APBN tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar

5,3 persen, tingkat inflasi ditetapkan sebesar 3,5 persen, rata-rata nilai tukar ditetapkan sebesar

Rp15.000 per dolar Amerika Serikat, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan ditetapkan sebesar

5,3 persen, rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) sebesar US$70/barel, dan lifting minyak dan

gas bumi dalam tahun 2019 sebesar 2.025 ribu barel/hari setara minyak, yang terdiri dari lifting

minyak sebesar 775 ribu barel/hari dan lifting gas sebesar 1.250 ribu barel setara minyak/hari.

Page 66: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

62 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Dari proses pembahasan ADEM Tahun 2019, perubahan yang terjadi dari RAPBN 2019 yang

diajukan adalah pada indikator nilai tukar, ICP, dan lifting minyak. Perubahan atas asumsi nilai

tukar ini disesuaikan dengan perkembangan terakhir kondisi keuangan global terakhir, terutama

akibat adanya kebijakan kenaikan tingkat suku bunga acuan the Fed yang memicu tekanan

terhadap nilai tukar di beberapa negara emerging market. APBN 2019 diharapkan menjadi lebih

responsif terhadap perkembangan ekonomi global dan kredibel. Tabel 13 memperlihatkan Hasil

Kesepakatan Asumsi dasar Ekonomi Makro APBN 2019.

Tabel 12. Postur APBN 2019 (triliun Rupiah)

APBN

2018 2019

Outlook APBN

RAPBN APBN Selisih

A. PENDAPATAN NEGARA 1.903,0 2.142,5 2.165,1 22,6

I. Pendapatan Dalam Negeri 1.897,6 2.142,1 2.164,7 22,6 1. Penerimaan Perpajakan 1.548,6 1.781,0 1.786,4 5,4 Tax Ratio (%) 11,57 12.11 12,22 2. Penerimaan Negara Bukan Perpajakan 349,2 361,1 378,3 17,2 II. Hibah 5,4 0,4 0,4 0,0 B. BELANJA NEGARA 2.217,3 2.439,7 2.461,1 21,4 I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.453,6 1.607,3 1.634,3 27,0 1. Belanja K/L 813,5 840,3 855,4 15,2 2. Belanja Non K/L 640,2 767,1 778,9 11,8 II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 763,6 832,3 826,8 (5,6) 1. Transfer ke Daerah 703,6 759,3 756,8 (2,6) 2. Dana Desa 60,0 73,0 70,0 (3,0) C. KESEIMBANGAN PRIMER (64,8) (21,7) (20,1) 1,6

D. SURPLUS/(DEFISIT0 ANGGARAN (A-B) (314,2) (297,2) (296,0) 1,2

% Surplus/(Defisit) Anggaran terhadap PDB -2,12 -1,84 -1,84 E. PEMBIAYAAN ANGGARAN 314,2 297,2 296,0 (1,2)

I. PEMBIAYAAN UTANG 387,4 359,3 359,3 (0,0) II. PEMBIAYAAN INVESTASI (65,7) (74,8) (75,9) (1,1) III. PEMBERIAN PINJAMAN (6,5) (2,3) (2,4) (0,1) IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN (1,1) 0,0 0,0 0,0 V. PEMBIAYAAN LAINNYA 0,2 15,0 15,0 0,0

Sumber: Kementerian Keuangan

Seiring dengan semangat arsitektur APBN 2019 maka tema kebijakan fiskal tahun 2019 adalah

APBN untuk mendorong investasi dan daya saing melalui penguatan kualitas SDM yang difokuskan

pada 2 (dua) hal utama, yaitu: penyehatan fiskal dan kebijakan fiskal untuk mendorong investasi

dan daya saing ekspor. Dalam konteks penyehatan fiskal ditempuh dengan mendorong agar

APBN lebih produktif dalam mendukung pencapaian target, efisien pemanfaatan sumber daya,

berdaya tahan dalam meredam ketidakpastian serta mampu mengendalikan risiko. Sedangkan

upaya untuk mendorong investasi dan daya saing ekspor ditempuh dengan melakukan

simplifikasi dan memberi kemudahan, perbaikan pelayanan publik serta pemberian dukungan

fiskal untuk investasi dan peningkatan ekspor. Strategi yang ditempuh Pemerintah, diantaranya

(i) mobilisasi pendapatan yang realistis selaras dengan kapasitas perekonomian, (ii) mendesain

belanja yang efektif dan produktif dengan penguatan value for money dengan harapan setiap

Rupiah yang dibelanjakan negara akan memberi manfaat yang nyata bagi perbaikan

kesejahteraan masyarakat sekaligus mampu menjadi stimulus bagi perekonomian, (iii) efisiensi

dan inovasi pembiayaan dengan pengembangan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif

melalui keterlibatan sektor swasta, BUMN dan BLU untuk berperan sebagai agen pembangunan

dalam mengakselerasi pencapaian target pembangunan.

Page 67: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 63

Dalam APBN 2019 ditetapkan defisit sebesar Rp296 triliun atau 1,84 persen untuk mendukung

kebijakan ekspansi fiskal yang hati-hati dan terukur. Dengan kebijakan fiskal yang ekspansif maka

APBN diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas

ekonomi. Namun dalam menetapkan defisit APBN, prinsip kehati-hatian menjadi pertimbangan

utama guna menjadikan APBN lebih kredibel dan berkesinambungan dalam jangka menegah.

Besaran defisit dalam APBN 2019 semakin turun dan merupakan besaran defisit terendah dan

untuk pertama kalinya dalam 5 tahun terakhir berada di bawah 2 persen. Penurunan besaran

defisit APBN tersebut mengakibatkan posisi keseimbangan primer pada APBN 2019 sebesar

defisit Rp20,1 triliun konsisten terus menurun dan mendekati seimbang, jauh lebih rendah dari

keseimbangan primer pada tahun 2017 sebesar defisit Rp124,4 triliun. Guna mendukung

kebijakan ekspansif tersebut, dalam APBN 2019 direncanakan pembiayaan utang sebesar

Rp359,3 triliun. Untuk menutup deficit tersebut, utang bukanlah suatu tujuan yang diinginkan

namun sebagai alat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, yang dikelola dengan prinsip

kehati-hatian.

Grafik 27. (a) Keseimbangan Primer Mendekati Rp0 dan (b) Defisit Anggaran

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Kemandirian dalam pendanaan pembangunan tahun 2019 meningkat terlihat dari pertumbuhan

penerimaan perpajakan sebesar 15,4 persen dibandingkan outlook 2018, dan peningkatan tax

ratio, sebesar 12,2 persen. Pendapatan Negara dan Hibah dalam APBN tahun 2019 ditetapkan

sebesar Rp2.165,1 triliun, yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.786,4 triliun,

PNBP sebesar Rp378,3 triliun, dan Hibah sebesar Rp0,4 triliun. Dalam mencapai target

perpajakan tahun 2019, Pemerintah tetap konsisten untuk melakukan reformasi perpajakan,

memperluas basis perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan. Beberapa langkah strategis yang

sudah ditempuh diantaranya melalui penguatan pelayanan, penegakan hukum, implementasi

Automatic Exchange of Information, serta penguatan sinergi DJP dan DJBC. Di sisi lain, kebijakan

perpajakan akan membantu dalam menjaga keberlangsungan iklim investasi dan peningkatan

daya saing dengan memberikan insentif perpajakan. Di sisi kepabeanan dan cukai, percepatan

pelayanan untuk mengurangi dwelling time, efisiensi biaya logistik, dan fasilitas kemudahan

ekspor juga menjadi sangat penting dalam meningkatkan daya saing industri nasional.

-98.6 -93.3

-142.5-125.6 -124.4

-64.8-20.1

-1.09

-0.92

-1.23

-1.01-0.92

-0.44

-0.12

-1.40

-1.20

-1.00

-0.80

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

-200.0

-180.0

-160.0

-140.0

-120.0

-100.0

-80.0

-60.0

-40.0

-20.0

0.0

per

sen

Trili

un

Rp

Keseimbangan Primer% Keseimbangan Primer thd PDB…

-211.7-226.7

-298.5

-308.3-341 -314.2 -296

-2.33 -2.25

-2.59 -2.49 -2.51

-2.12

-1.84

-3

-2.5

-2

-1.5

-1

-0.5

0

-400

-350

-300

-250

-200

-150

-100

-50

0

per

sen

Triil

iun

Rp

Defisit Anggaran

Page 68: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

64 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Untuk PNBP pada tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp378,3 triliun yang ditopang oleh adanya tren

peningkatan harga minyak dan barang tambang, peningkatan kualitas dan volume layanan PNBP

K/L, dan perbaikan pengelolaan PNBP. Setelah UU PNBP diamandemen, beberapa tindak lanjut

implementasi yang dilakukan diantaranya melalui Penyederhanaan tarif PNBP, khususnya terkait

layanan, penajaman perencanaan, pelaksanaan dan pertanggung jawaban PNBP; penguatan

pengawasan dan pemeriksaan PNBP; serta rumusan keberatan, keringanan, dan pengembalian

PNBP. Di samping itu, penggunaan teknologi yang terintegrasi dan terkoneksi akan terus

ditingkatkan dalam sistem pembayaran PNBP.

Grafik 28. (a) Tren Pendapatan Perpajakan

(b) Tax Ratio (termasuk Pend. SDA Migas + Minerba)

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Belanja Negara dalam tahun 2019 ditetapkan sebesar Rp2.461,1 triliun, yang terdiri dari Belanja

Pemerintah Pusat sebesar Rp1.634,3 triliun dan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar

Rp826,8 triliun. Pada sisi belanja Pemerintah mendorong peningkatan kualitas belanja dengan

penguatan value for money melalui i) peningkatan akurasi pengalokasian pada sektor kunci,

sehingga dengan besaran alokasi yang sama dapat menghasilkan multiplier effect yang lebih kuat

bagi perekonomian dan kesejahteraan; ii) melanjutkan efisiensi belanja yang nonprioritas; iii)

mendorong langkah proaktif K/L untuk terus mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif

dan inovatif dengan melibatkan sektor swasta, BUMN dan BLU; iv) mendorong sinergi antar K/L

dan antar program yang relevan untuk meningkatkan efektivitas program; v) mendorong

pelaksanaan anggaran berbasis hasil (result based spending); vi) mendorong inovasi program

yang berdaya guna dan berhasil guna (one for all policy).

Pembangunan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, perlindungan sosial, dan agenda

demokrasi menjadi prioritas dalam belanja negara untuk mendukung pembangunan ekonomi yang

berkualitas. Untuk itu, anggaran pendidikan terus dijaga sebesar 20 persen dari APBN yang

diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan. Kelanjutan program Indonesia

Pintar untuk 20,1 juta pelajar, perluasan program bidik misi untuk 471,8 ribu mahasiswa,

peningkatan efektivitas Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi 57 juta pelajar, dan

pembangunan/rehabilitasi sebanyak 56,1 ribu ruang kelas. Demikian pula untuk belanja

kesehatan tetap dijaga sebesar 5 persen untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan

kesehatan, serta untuk penguatan penanganan stunting. Dengan upaya konsisten dalam

1.146,9 1.240,4 1.285,0 1.343,5

1.548,5

1.781,0 1.786,4

-

200,0

400,0

600,0

800,0

1.000,0

1.200,0

1.400,0

1.600,0

1.800,0

2014 2015 2016 2017 2018Outlook

2019RAPBN

2019 APBN

(triliun rp)

PPh migas Pajak nonmigas Kepabeanan dan Cukai

14.614.3

13.7

11.6

10.8 10.7

11.6

12.2

10

11

12

13

14

15

16

per

sen

Tax Ratio

Page 69: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 65

peningkatan alokasi dan efektivitas belanja pendidikan dan kesehatan, diharapkan akan terus

mendukung perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mencapai transformasi

menjadi negara yang lebih maju.

Grafik 29. Belanja Program Proritas

(triliun Rupiah)

j

Sumber: Kementerian Keuangan

Pembiayaan pembangunan infrastruktur, selain bersumber dari APBN, juga mengutamakan

terobosan melalui pembiayaan kreatif. Di tahun 2019, alokasi anggaran infrastruktur mencapai

Rp415 triliun. Perbaikan akan terus dilakukan agar akselerasi anggaran infrastruktur dapat terus

efektif dalam menciptakan multiplier effect bagi pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah

akan terus mendorong perbaikan eksekusi proyek infrastruktur dan peningkatan koordinasi

lintas sektoral termasuk dengan Pemerintah daerah. Selain itu, keterlibatan BUMN dan swasta

tetap menjadi salah satu strategi penting termasuk dengan mendorong skema KPBU AP

(Availability Payment). Di samping itu, peranan Pemerintah daerah dalam pembangunan

infrastruktur di tahun 2019 terus meningkat yang terlihat dari alokasi anggaran infrastruktur

melalui Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang meningkat dari Rp184,1 triliun di tahun 2018

menjadi Rp196,2 triliun di tahun 2019.

Pemerintah berkomitmen untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui bantuan sosial bagi 40 persen penduduk berpenghasilan rendah serta

menciptakan strategi insiatif penanganan bencana alam. Untuk perlindungan sosial yang lebih

menyeluruh, dilakukan perluasan sasaran penerima program perlindungan sosial seperti PBI

program JKN dari 92 juta menjadi 96,8 juta, dan penyesuaian nilai bantuan bulanan per orang

dari Rp19.225 menjadi Rp23.000. Di samping itu, alokasi PKH meningkat menjadi Rp34,4 triliun

di tahun 2019 dari Rp19,3 triliun di tahun 2018, untuk mengakomodasi peningkatan nilai

manfaat menjadi dua kali lipat bagi 10 juta keluarga miskin. Adapun untuk mendukung kegiatan

rehabilitasi/rekonstruksi bencana alam, Pemerintah menciptakan inisiatif strategis untuk

optimalisasi potensi sumber pembiayaan mitigasi risiko bencana dalam kerangka Disaster Risk

Financing Insurance.

TKDD digunakan oleh Pemerintah Daerah secara efektif, efisien, dan produktif berdasarkan prinsip

value for money yang diarahkan untuk pengurangan kesenjangan antara pusat dan daerah serta

antardaerah. TKDD juga diarahkan untuk perbaikan kualitas pelayanan publik di daerah serta

penguatan kemandirian daerah dalam kerangka NKRI. Fokus utama kebijakan TKDD adalah (i)

353.4

492.5

154.7

415

59.7123.1

341.8

160

0

100

200

300

400

500

600

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018Outlook

2019 APBNPendidikan Infrastruktur Kesehatan Subsidi Energi

Page 70: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

66 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

alokasi DAK Fisik untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur layanan publik, pendidikan; (ii)

alokasi DAK Non Fisik untuk afirmasi daerah tertinggal, terluar, dan transmigrasi; (iii) peningkatan

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui alokasi DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT); dan

(iv) alokasi dana desa untuk formulasi dan afirmasi percepatan pengentasan kemiskinan, dengan

melanjutkan skema padat karya, meningkatkan porsi pemberdayaan masyarakat desa, serta

penguatan kapasitas SDM desa dan tenaga pendamping desa.

Grafik 30. Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(triliun Rupiah)

j

Sumber: Kementerian Keuangan

Salah satu terobosan yang dilakukan dalam penguatan desentralisasi fiskal adalah pengalokasian

bantuan pendanaan kelurahan sebesar Rp3 triliun dalam APBN 2019. Dana keluarahan disalurkan

sebagai bentuk dukungan kepada Pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban

penganggaran bagi kelurahan sesuai PP No 7/2018 tentang Kecamatan untuk pembangunan

sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di Kelurahan. Kebijakan ini bersifat

melengkapi tanpa mengurangi komitmen pendanaan Pemerintah daerah kepada kelurahan yang

disalurkan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana

kelurahan di tahun 2019 akan dialokasikan untuk 8.212 kelurahan pada 410 kabupaten/kota dan

dihitung berdasarkan tiga kategori kinerja pelayanan dasar publik yaitu kategori baik, perlu

ditingkatkan, dan sangat perlu ditingkatkan.

Pemerintah akan meningkatkan efektivitas Dana Desa untuk meningkatkan layanan publik,

mengentaskan kemiskinan, serta mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa. Anggaran

Dana Desa di tahun 2019 adalah sebesar Rp70 triliun atau meningkat dibanding tahun 2018

sebesar Rp60 triliun. Namun, masih terdapat beberapa tantangan di dalam efektivitas

penyaluran Dana Desa seperti kapasitas perangkat desa yang belum memadai serta pemantauan

dan evaluasi yang belum optimal. Untuk itu, arah kebijakan penyaluran Dana Desa ke depan

adalah untuk penguatan kapasitas SDM dan tenaga pendamping desa, penguatan monitoring

dan evaluasi, serta fokus kepada alokasi pada kegiatan prioritas desa, peningkatan porsi untuk

pemberdayaan masyarakat, serta mendorong peningkatan ekonomi desa.

Kebijakan fiskal yang sehat dan mandiri di dalam APBN 2019 juga tercermin dari pembiayaan utang

yang melanjutkan tren penurunan. Seiring dengan defisit yang mengecil, maka pembiayaan

anggaran di tahun 2019 juga menurun atau sebesar Rp359,3 triliun, dengan pertumbuhan

negatif 7,3 persen. Pemerintah terus menjaga pembiayaan yang pruden, di tengah tantangan

573.7623.1

710.3 742.0 763.6826.8

0

200

400

600

800

1000

2014 2015 2016 2017 2018(Outlook)

2019(APBN)

DBH DAU DAK

Dana Insentif Daerah Otsus dan Dana Keistimewaan DIY Dana Desa

Page 71: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 67

seperti kelanjutan normalisasi moneter AS serta kemungkinan berkurangnya stimulus di Eropa

dan Jepang yang akan menciptakan pengetatan likuiditas. Untuk mengantisipasi hal tersebut,

strategi pembiayaan utang Pemerintah diprioritaskan dalam denominasi Rupiah untuk

meminimalisasi risiko nilai tukar. Selain itu, potensi sumber pembiayaan dari investor domestik

akan terus dioptimalkan yang bertujuan untuk mendukung pendalaman pasar keuangan dalam

negeri.

Kebijakan pembiayaan anggaran diarahkan untuk mendukung investasi pada bidang yang menjadi

prioritas, yaituinfrastruktur, sumber daya manusia, daya saing, dan peningkatan peran Indonesia

di dunia internasional. Di dalam APBN 2019 dianggarkan Rp75,9 triliun untuk pembiayaan

investasi, atau meningkat dibanding outlook 2018 sebesar Rp65,7 triliun. Untuk mendukung

keberlanjutan akselerasi infrastruktur, Pemerintah meangalokasikan pembiayaan investasi

untuk BLU LMAN sebesar Rp22,0 triliun yang diprioritaskan untuk pembebasan lahan bagi proyek

pembangunan prioritas. Selain itu, PMN juga akan diberikan pada beberapa lembaga yang terkait

dengan infrastruktur seperti PT PLN, PT Hutama Karya, PT SMF, BLU PPDPP, BLU dan PIP. Untuk

mendukung investasi SDM, Pemerintah mengalokasikan anggaran DPPN sebesar Rp20 triliun

untuk peningkatan akses masyarakat pada pendidikan dalam rangka mendukung keberlanjutan

pengembangan pendidikan.

Grafik 31. (a) Pembiayaan dan Defisit Anggaran 2019 dan (b) Rincian Pembiayaan Investasi APBN 2019

Lembaga Triliun Rp

BLU LMAN 22,0

DPPN 20,0

PMN kepada LPEI 2,5

PMN kepada BUMN 17,8 - PT PLN 6,5 - PT Hutama Karya 10,5 - PT SMF 0,8

BLU PPDPP 5,2

BLU PIP 3,0

Organisasi/LKI/BUI 2,4

LDKPI 2,0

Dana Abadi Penelitian 1,0

TOTAL 75,9

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Penetapan APBN 2019 merupakan bukti penguatan hubungan kelembagaan antara Pemerintah

dengan DPR. Pembahasan RAPBN 2019 Pemerintah dengan DPR berjalan lancar dan masukan

dan kritik yang konstruktif dari anggota DPR menjadi poin yang sangat penting bagi Pemerintah.

DPR selalu mengingatkan bahwa dalam gejolak ekonomi global saat ini perlu dilakukan prinsip

kehati-hatian dalam penyusunan postur APBN. Selain itu, APBN harus tetap konsisten untuk

memperkuat pembangunan dan program perlindungan masyarakat miskin. Dukungan juga

diberikan oleh DPR dalam pengalokasian anggaran untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi

daerah bencana (Lombok dan Palu) sebagai bagian inisiatif strategis. Hal terpenting lainnya yang

menjadi catatan penting DPR adalah perbaikan pengelolaan subsidi agar lebih produktif dan

tepat sasaran. Anggaran subsidi di tahun 2019 adalah sebesar Rp224,3 triliun dengan fokus

kebijakan untuk subsidi yang lebih tepat sasaran dan menuju penyaluran non tunai.

255.7

380.9403

429.1

387.4359.3

2.14

2.58 2.492.67

2.191.84

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0

100

200

300

400

500

2014 2015 2016 2017 2018(Outlook)

2019(APBN)

%

Trili

un

Rp

Pembiayaan Anggaran Defisit (% PDB)

Page 72: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

68 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Pembangunan infrastruktur yang intensif dilakukan Indonesia sebagai komitmen untuk mengejar

ketertinggalan pembangunan. Hal ini ditempuh agar peningkatan kualitas pelayanan publik dan

penyediaan sarana infrastruktur dapat terpenuhi, sehingga perekonomian Indonesia menjadi

lebih berdaya saing. Untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur dibutuhkan

anggaran yang tidak sedikit. Sementara pemenuhan pendanaan infrastruktur yang bersumber

dari anggaran Pemerintah masih relatif terbatas.

Secara umum kebutuhan untuk memenuhi pembiayaan infrastruktur pada tahun 2015-2019

berkisar dalam Rp4.796,2 triliun, dengan porsi alokasi bersumber dari Pemerintah sebesar 41,3

persen. Untuk mendukung hal tersebut telah melakukan reformasi subsidi pada tahun 2015,

dan merealokasikan belanja untuk mendukung anggaran infrastruktur. Namun hal itu belum

sepenuhnya memadai sehingga perlu ditempuh terobosan kebijakan untuk meningkatkan

ruang fiskal melalui optimalisasi pendapatan, efisiensi belanja non prioritas, serta

mengembangkan skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif dengan melibatkan sektor

swasta, BUMN, dan BLU.

APBN sebagai instrumen fiskal memiliki peranan penting dalam menstimulasi perekonomian agar

tercipta pemerataan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih optimal. Untuk itu, Pemerintah perlu

menjaga agar pengelolaan APBN dapat dilakukan secara sehat dan berkelanjutan sehingga

tersedia sumber pendanaan yang sustainable dan memadai dalam mendukung akselerasi

infrastruktur.

Salah satu tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam memberikan dukungan pembangunan

infrastuktur adalah terbatasnya ruang fiskal (fiscal space). Fiscal space merupakan konsep yang

digunakan untuk mengukur fleksibilitas alokasi APBN untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang

menjadi prioritas pembangunan. Konsep ini tidak hanya berfokus pada mobilisasi domestic

resources untuk memenuhi investasi publik tetapi juga mencari sumber-sumber pendanaan

alternatif yang dapat ditempuh melalui pembiayaan.

Sebagai upaya yang dapat dilakukan Pemerintah dalam memperlebar ruang fiskal ditempuh

melalui empat strategi berikut, yaitu : (1) optimalisasi pendapatan negara dengan tetap

mempertimbangkan iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha; (2) meningkatkan kualitas

belanja negara melalui upaya efisiensi berbagai jenis belanja yang kurang produktif dan

meningkatkan anggaran infrastruktur untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas

lapangan kerja; (3) menjaga defisit anggaran pada tingkat yang aman; dan (4) mengendalikan

rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable. Bauran keempat strategi tersebut

diatas dikenal sebagai pendekatan fiscal diamond.

Peningkatan fiscal space dari sisi pendapatan dapat ditempuh, namun memiliki risiko.

Optimalisasi pendapatan negara terutama melalui peningkatan tax ratio. Untuk meningkatkan

tax ratio, diperlukan langkah-langkah strategis dan inovatif agar peningkatan rasio perpajakan

tidak berdampak reversal bagi perekonomian, utamanya bagi investasi dan bisnis. Dalam

beberapa tahun terakhir, rasio perpajakan APBN berada masih berada di kisaran 9-11 persen

terhadap PDB. Di dalam APBN 2018, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar 10,9%

terhadap PDB.

Boks 1. Strategi Pelebaran Ruang Fiskal dalam Memenuhi Pembiayaan Infrastruktur

Page 73: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 69

Beberapa upaya inovatif telah dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan rasio perpajakan

antara lain melalui tax holiday (2008-2009) dan tax amnesty (2016-2017). Program tax amnesty

dalam jangka pendek berhasil menambah penerimaan negara sebesar Rp150 triliun (sekitar 1

persen PDB) yang selanjutnya dimanfaatkan untuk mendanai pembangunan. Sementara itu,

dalam jangka panjang diharapkan program tax amnesty, disertai dengan komitmen Pemerintah

dalam program AEOI (Automatic Exchange of Information), akan berkontribusi positif terhadap

pelebaran ruang fiskal seiring dengan peningkatan kepatuhan dan jumlah wajib pajak.

PNBP dapat berpotensi menjadi buffer bagi penerimaan, utamanya penerimaan yang bersumber

dari komoditas dan BUMN. Namun, PNBP sangat responsif terhadap shock dari sisi eksternal,

sehingga belum optimal untuk mendukung pelebaran ruang fiskal Pemerintah. Rasio PNBP

terhadap PDB secara rata-rata masih sekitar 1-3 persen PDB, dengan sumber utama diperoleh

dari hasil kelolaan komoditas (minyak bumi, gas, dan minerba), laba BUMN dan BLU, serta PNBP

lainnya. Dinamika harga komoditas dunia sangat menentukan besaran penerimaan atas

beberapa jenis PNBP. Di tengah tantangan keterbatasan produksi domestik dan harga

komoditas yang relatif belum membaik, maka peningkatan fiscal space yang bersumber dari

PNBP perlu ditempuh dengan alternatif sumber penerimaan lainnya, diantaranya melalui

pengelolaan aset Pemerintah yang dilakukan oleh BLU Lembaga Manajemen Aset Negara

(LMAN) serta review atas beberapa jenis dan tarif PNBP Kementerian/Lembaga. Potensi

penerimaan dari dua sumber tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal hingga saat

ini. Dengan adanya peningkatan pengelolaan aset dan inovasi temuan sumber PNBP lainnya,

maka diharapkan kontribusi PNBP sebagai sumber pendanaan pembangunan akan dapat lebih

ditingkatkan.

Peningkatan fiscal space dari sisi belanja paling feasible dilakukan dalam jangka pendek melalui

berbagai upaya efisiensi dan penajaman belanja. Kebijakan efisiensi belanja yang dilakukan

terutama pada belanja barang. Secara definisi, belanja barang merupakan pengeluaran untuk

pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai, untuk memproduksi barang dan/atau jasa

serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat.

Belanja barang K/L cenderung mengalami peningkatan secara nominal, ditengah keterbatasan

ruang fiskal yang dimiliki Pemerintah.

Pemerintah terus mendorong K/L untuk melakukan efisiensi belanja agar tercipta kesinambungan

fiskal dalam memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur. Kebijakan efisiensi

belanja nonprioritas tersebut pada esensinya merupakan upaya Pemerintah dalam

mengedepankan konsep value for money agar manfaat positif dari belanja yang dikelola

Pemerintah dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu, kebijakan efisiensi belanja

barang terus dioptimalkan, terutama pada belanja yang kurang prioritas seperti honor kegiatan,

belanja non operasional lainnya, belanja perjalanan dinas, dan paket meeting dalam dan luar

kota.

Page 74: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

70 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Strategi efisiensi belanja barang yang dilakukan dapat ditempuh melalui dua kebijakan, yaitu flat

policy dan cap policy dengan potensi ruang fiskal sebesar 0,3 persen PDB. Flat policy merupakan

kebijakan pembatasan kenaikan persentase belanja barang sesuai dengan pertumbuhan inflasi.

Flat policy merupakan salah satu upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja barang

K/L memperhitungkan peningkatan harga barang dan jasa, yang dalam hal ini direpresentasikan

melalui besaran inflasi.Sementara itu, pendekatan cap policy mengacu pada besaran alokasi

belanja barang yang tidak lebih besar dari tahun sebelumnya. Dengan menggunakan

pendekatan flat policy, maka kebijakan efisiensi belanja barang di tahun 2018 dapat

menghasilkan potensi pelebaran ruang fiskal sekitar 0,23 persen PDB. Jika efisiensi belanja

barang dilakukan dengan pendekatan cap policy, maka potensi pelebaran ruang fiskal adalah

sekitar 0,29 persen PDB.

Dari sisi pembiayaan, Pemerintah terus mengembangkan skema pembiayaan kreatif (creative

financing) untuk menekan beban APBN. Strategi yang ditempuh dengan mendorong

keterlibatan peran BUMN dan swasta dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur.

Adanya shifting beban fiskal pendanaan dari Pemerintah kepada BUMN dan Swasta dapat

mendukung terciptanya fiscal space di dalam APBN. Terdapat beberapa opsi creative financing

yang dapat ditempuh Pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pendanaan infrastruktur,

antara lain yaitu Availability Payment (AP), Viability Gap Fund (VGF), Penjaminan oleh

Pemerintah, Rupiah Global Bond, Perpetual Bond, dan Sekuritisasi BUMN (asset dan cashflow).

Saat ini terdapat beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang telah dan berpotensi untuk

dilakukan melalui skema creative financing. Skema AP berpotensi untuk diimplementasikan di

tahun 2018 melalui piloting project untuk proyek preservasi Jalan Lintas Timur Sumatra dengan

(nilai proyek Rp20 triliun) dan pembangunan Jalan Trans Papua (nilai proyek Rp16 triliun).

Sementara itu, proyek infrastruktur yang saat ini telah memperoleh dukungan VGF antara lain

adalah proyek SPAM Umbulan dan SPAM Bandar Lampung. Di tahun 2018, Pemerintah juga

mengalokasikan penjaminan Pemerintah sebesar Rp1,13 triliun antara lain untuk penjaminan

atas percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara (Rp299

miliar), percepatan penyediaan air minum (Rp1,1 miliar), KPBU melalui Badan Usaha

penjaminan (Rp392 miliar), dan percepatan pembangunan jalan Tol Sumatera (Rp284,7 miliar).

Page 75: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 71

Boks 2. Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report)

Pada bulan Agustus 2018, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan

2016-2017 (Tax Expenditure Report 2016-2017) yang merupakan Laporan Belanja Perpajakan

pertama dalam sejarah perpajakan Indonesia. Pada laporan tersebut terdapat hasil estimasi

belanja perpajakan untuk periode tahun 2016 dan 2017. Penghitungan dilakukan untuk

berbagai jenis pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, yaitu Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Pajak Penghasilan (PPh), serta Bea Masuk

dan Cukai. Secara umum belanja pajak dapat dipahami sebagai penerimaan perpajakan yang

tidak jadi dikumpulkan atau berkurang sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda

dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system) yang diberlakukan kepada hanya

sebagian subjek dan objek pajak dengan persyaratan tertentu.

Tujuan utama dari penyusunan Laporan Belanja Perpajakan tidak dapat dipisahkan dari adanya

tuntutan peningkatan transparansi fiskal. Laporan Belanja Perpajakan juga merupakan wujud

transparansi yang dilakukan Pemerintah dalam kerangka fiskal yang ditujukan bagi stakeholders

dan masyarakat secara luas agar dapat memperoleh informasi yang lebih komprehensif.

Laporan Belanja Perpajakan sangat penting sebagai bagian dari akuntabilitas publik terhadap

instrumen kebijakan perpajakan. Hal ini akan diikuti dengan evaluasi atas efektivitas pemberian

insentif tersebut dan bagaimana kinerja dari dunia usaha setelah mendapatkan fasilitas

perpajakan tersebut. Tentu pada akhirnya dengan adanya transparansi dan akuntabilitas serta

evaluasi efektivitas kebijakan ini, akan dilakukan langkah-langkah penyempurnaan terhadap

rancangan kebijakan perpajakan ke depan.

Tersedianya Laporan Belanja Perpajakan secara komprehensif juga menjadi salah satu kriteria

transparansi fiskal sebagaimana praktik-praktik yang berlaku di dunia, yang antara lain tertuang

dalam The IMF’s Fiscal Transparency Code (FTC) 2014. Amerika Serikat adalah negara yang

pertama kali memperkenalkan konsep tax expenditure pada tahun 1960-an. Negara-negara

maju yang tergabung dalam OECD melakukan pelaporan tax expenditure pada tahun 1980-an.

Berbagai negara lainnya, termasuk negara berkembang seperti Meksiko dan Pakistan,

mengikuti langkah yang sama setelahnya.

Berdasarkan hasil estimasi, Belanja Perpajakan pada tahun 2016 adalah sebesar Rp143,6 triliun

(sekitar 1,16 persen dari PDB 2016), dan di tahun 2017 adalah sebesar Rp154,7 triliun (sekitar

1,14 persen dari PDB 2017). Jika dilihat berdasarkan tujuannya, estimasi belanja perpajakan

tahun 2016 dan 2017 adalah untuk (i) meningkatkan kesejahteraan umum, (ii) melindungi

UMKM, (iii) mendukung dunia bisnis, dan (iv) mendorong investasi. Hasil penghitungan

menunjukkan keberpihakan Pemerintah pada masyarakat umum dan UMKM. Hal ini

ditunjukkan dengan pemberian fasilitas misalnya: (1) PPN tidak terutang atas barang kebutuhan

pokok; (2) pengurangan tarif 50 persen bagi WP badan yang omsetnya dibawah Rp50 miliar;

dan (3) pembebasan PPN untuk listrik dibawah 6600 VA. Pemerintah juga mendorong investasi

dengan fasilitas seperti tax holiday dan tax allowance. Sebagai contoh, untuk mendukung dunia

bisnis, Pemerintah memberikan penurunan tarif 5 persen untuk perusahaan masuk bursa yang

memenuhi persyaratan tertentu. Hasil estimasi belanja perpajakan berdasarkan tujuannya

dapat dilihat pada tabel di bawah.

Page 76: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

72 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 14. Hasil Estimasi Belanja Perpajakan Berdasarkan Tujuan (miliar Rupiah)

Tujuan 2016 2017 Meningkatkan kesejahteraan umum 56.462 59.481 Melindungi UMKM 35.730 41.606 Mendukung dunia bisnis 30.286 32.403 Mendorong investasi 21.113 21.170 Total 143.591 154.660

Sumber: Tax Expenditure Report

Berdasarkan jenis pajak, belanja perpajakan yang terbesar adalah dari fasilitas PPN dan

PPnBM, yang mencapai lebih dari 80 persen dari total estimasi belanja perpajakan. Hal ini

berlaku baik untuk tahun 2016 maupun 2017. Angka belanja perpajakan yang besar pada PPN

menunjukkan bahwa fasilitas perpajakan lebih diarahkan untuk meningkatkan daya beli

masyarakat. Selain itu pada laporan tahap awal ini, penghitungan belanja perpajakan

difokuskan pada PPN. Hasil estimasi belanja perpajakan berdasarkan jenis pajaknya secara

rinci dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 15. Hasil Estimasi Belanja Perpajakan per Jenis Pajak (miliar Rupiah) Jenis Pajak 2016 2017

PPN dan PPnBM 114.227 125.329 Pajak Penghasilan 20.525 20.179 Bea Masuk dan Cukai 8.839 9.153

Total 143.591 154.660

Sumber: Tax Expenditure Report

Berdasarkan sektor ekonomi, semua sektor secara merata memanfaatkan fasilitas

perpajakan, terutama sektor industri manufaktur, jasa keuangan, serta pertanian dan

perikanan. Untuk multi sektor, belanja perpajakan yang besar menunjukkan bahwa fasilitas

tersebut diberikan tidak semata mata tertuju hanya untuk sektor tertentu, misalnya fasilitas

PPN tidak terutang untuk pengusaha kecil dengan omset di bawah Rp4,8 miliar Rupiah per

tahun. Hasil estimasi belanja perpajakan berdasarkan sektor secara rinci dapat dilihat pada

tabel di bawah.

Tabel 16. Hasil Estimasi Belanja Perpajakan per Sektor (miliar Rupiah) Sektor 2016 2017

Industri manufaktur 12.242 12.383 Jasa keuangan 16.216 17.631 Jasa pendidikan dan kesehatan 10.889 11.890 Jasa sosial 917 1.125 Jasa transportasi 12.045 12.854 Listrik, air, dan gas 11.994 12.392 Pertambangan dan penggalian 2.013 1.840 Pertanian dan perikanan 13.556 14.246 Multi sektor 63.709 70.300

Total 143.591 154.660

Sumber: Tax Expenditure Report

Hasil penghitungan Laporan Belanja Perpajakan berdasarkan subjek pajak menunjukkan

keberpihakan Pemerintah secara merata pada rumah tangga, UMKM maupun Badan Usaha.

Sebagai penerima insentif terbesar, fasilitas yang diberikan pada rumah tangga, misalnya

berupa fasilitas PPN tidak terutang untuk barang-barang kebutuhan pokok (seperti beras,

jagung, dan sebagainya). Selain itu, pemberian fasilitas juga diberikan kepada UMKM misalnya

PPN tidak terutang atas pengusaha kecil dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar

Rupiah dalam 1 tahun. Untuk Badan Usaha, fasilitas yang diberikan misalnya (1) PPN tidak

terutang atas jasa keuangan; (2) Penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka. Hasil estimasi

belanja perpajakan berdasarkan subjek secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah.

Page 77: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 73

Tabel 17. Hasil Estimasi Belanja Perpajakan Berdasarkan Subjek (miliar Rupiah) Subjek 2016 2017

Badan usaha 37.872 40.189 Badan usaha dan rumah tangga 13.528 12.385 UMKM 35.730 41.606 Rumah tangga 56.461 59.480 Total 143.591 154.660

Sumber: Tax Expenditure Report

Dalam rangka menjaga transparansi fiskal Pemerintah, laporan belanja perpajakan akan

diterbitkan setiap tahun. Pemerintah akan terus melakukan penyempurnaan penyusunan

Laporan Belanja Perpajakan kedepannya, baik dalam hal akurasi dan kebaruan data, maupun

cakupan aturan dan kebijakan yang dilaporkan. Oleh karena itu, dalam setiap penerbitan

Laporan Belanja Perpajakan tidak tertutup kemungkinan akan terdapat penyesuaian

perhitungan yang disebabkan adanya perubahan kebijakan, atau perubahan asumsi dan data

yang digunakan dalam perhitungan besaran belanja perpajakan. Apabila ada, perubahan-

perubahan tersebut akan disampaikan secara sistematis dan transparan, untuk menjaga

konsistensi pelaporan dari tahun ke tahun.

Page 78: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

74 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

BAGIAN III

ULASAN KHUSUS:

TRANSFORMASI EKONOMI

INDONESIA: STRATEGI MENUJU

NEGARA MAJU1

1 Asep Nurwanda, Bakhtiar Rifai, Andriansyah

Page 79: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 75

Page 80: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

76 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Overview

Perekonomian Indonesia telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam beberapa

dekade terakhir. Perbaikan struktural telah terjadi dari berbagai aspek, khususnya dari sisi tingkat

pendapatan dan indikator kesejahteraan sosial. Dari sisi pendapatan, Indonesia termasuk

sebagai salah satu dari 13 success story negara yang mampu tumbuh cepat dan stabil, yakni

tumbuh di atas 7 persen dalam periode 1966 - 1997 (Commission on Growth and Development,

2008). Sementara itu, tingkat kemiskinan pada tahun 1960-an yang mencapai 60 persen turun

menjadi sekitar 10 persen di tahun 2017. Perbaikan tersebut merupakan bukti bahwa

perekonomian Indonesia mengalami “transformasi struktural”.

Transformasi struktural merupakan fenomena ekonomi yang umumnya ditandai oleh perubahan

struktur ekonomi yang bersifat tradisional menjadi lebih modern. Transformasi struktural dapat

ditinjau dari sisi output, tenaga kerja, produk, dan aspek sosial. Dari sisi output dan tenaga kerja,

misalnya, terjadi realokasi antarsektor dari sektor ekonomi yang produktivitasnya rendah,

seperti sektor pertanian, ke sektor dengan produktivitas yang lebih tinggi seperti sektor

manufaktur dan sektor jasa. Peningkatan peran sektor manufaktur (juga dikenal sebagai

"industrialisasi") merupakan fitur utama transformasi struktural, dan diyakini sebagai prasyarat

bagi suatu perekonomian untuk menjadi negara maju.

Transformasi struktural terjadi di semua negara, namun proses dan hasilnya sangat bervariasi

bergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhi, seperti kondisi awal, faktor endowment,

serta strategi kebijakan yang diimplementasikan. Dinamika lingkungan perekonomian global juga

menjadi faktor yang mempengaruhi proses transformasi ekonomi. Tren kondisi perekonomian

global saat ini ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi. Hal tersebut

telah menggeser paradigma investasi dan perdagangan yang lebih didorong oleh efisiensi

produksi melalui rantai nilai global (Global Value Chain). Digitalisasi yang sejalan dengan

berkembangnya revolusi industri keempat (Industry 4.0) memberi peluang bagi suatu negara

untuk meningkatkan produktivitas dan potensi pertumbuhannya. Namun demikian, pada saat

yang sama, hal tersebut juga memberikan tantangan, khususnya pada negara berkembang

seperti Indonesia, berupa disrupsi pada kesempatan kerja dan proses produksi. Oleh sebab itu,

pembuat kebijakan harus mempertimbangkan kembali strategi transformasi struktural yang

ideal sesuai dengan perkembangan global tersebut.

Artikel ini bertujuan membahas kondisi transformasi ekonomi Indonesia saat ini sebagai landasan

untuk membangun visi dan strategi kebijakan yang realistis di masa depan. Pembahasan berfokus

pada hambatan yang dihadapi transformasi ekonomi Indonesia serta bagaimana strategi

mengatasi hambatan tersebut. Penilaian atas kondisi transformasi ekonomi Indonesia saat ini

akan mengacu pada hasil kajian Asian Development Bank (2013). Di samping itu, kondisi

kewilayahan Indonesia juga diulas sebagai salah satu aspek transformasi struktural.

B. Transformasi Ekonomi dan Industrialisasi di Indonesia

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, transformasi ekonomi telah membuat Indonesia

menjadi salah satu negara middle income terbesar. Perkembangan ini terlihat dari kinerja

ekonomi yang relatif meningkat dalam periode tahun 1960-an hingga saat ini. Hal ini mampu

mendorong pendapatan per kapita Indonesia meningkat dengan cepat dan mampu keluar dari

Page 81: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 77

status negara miskin menjadi negara kelas menengah pada akhir 1980-an. Pendapatan per kapita

Indonesia (dalam current USD) meningkat dari hanya sekitar USD53,5 di tahun 1967 menjadi

sebesar USD3.846,8 di tahun 20172.

Namun, proses transformasi ekonomi Indonesia tidak selalu berjalan mulus. Episode

pertumbuhan yang cepat terhambat oleh krisis ekonomi Asia pada 1997-1998 (yang

mengakibatkan twin crises di Indonesia – krisis perbankan dan krisis mata uang). Kondisi tersebut

belum sepenuhnya pulih hingga saat ini (Basri et al., 2016). Grafik 32 (a) menunjukkan rata-rata

pertumbuhan sektor ekonomi dan manufaktur sebelum dan sesudah krisis. Sebelum krisis,

pertumbuhan rata-rata mencapai 5,9 persen selama periode 1961 hingga 1997. Sementara

pertumbuhan rata-rata setelah periode krisis hingga saat ini (2000 hingga 2017) hanya mencapai

5,3 persen. Sejalan dengan kinerja nasional, sektor manufaktur sebelum periode krisis tumbuh

sebesar 9,3 persen menunjukkan sektor tersebut telah menjadi mesin pertumbuhan nasional.

Tapi kemudian setelah krisis, sektor manufaktur masih belum mampu pulih kembali ke level

sebelum krisis dengan tumbuh di bawah rata-rata nasional (4,7 persen pada periode 2000-2017).

Grafik 32. (a) Pertumbuhan PDB dan Manufaktur 1961-2017 (b) Pertumbuhan Produktivitas (persen)

(a) (b)

Sumber: BPS, GGDC (hasil perhitungan penulis)

Penurunan pertumbuhan ekonomi juga diikuti oleh penurunan pertumbuhan produktivitas di

tingkat nasional dan di semua sektor (Grafik 32 b). Namun cerita sektor manufaktur menjadi

perhatian karena perannya yang berbeda pada periode sebelum dan setelah krisis. Seperti yang

dikemukakan oleh Rodrik (2013) yang juga ditekankan oleh Felipe et al. (2014b) dan Tregenna

(2013), sektor manufaktur merupakan engine of growth dan secara empiris menciptakan

konvergensi tanpa syarat (unconditional convergence) terhadap peningkatan produktivitas

tenaga kerja dengan kemampuannya menyerap modal dan teknologi. Artinya, setiap

peningkatan kinerja sektor manufaktur dapat meningkatkan kinerja seluruh perekonomian

menuju level produktivitas Negara maju (steady state). Sebaliknya, perlambatan pertumbuhan

manufaktur juga memberikan dampak perlambatan terhadap kinerja ekonomi nasional,

sebagaimana yang terjadi periode setelah krisis.

Terlepas dari episode krisis Asia yang mengguncang perekonomian nasional, kinerja manufaktur

yang mampu tumbuh relatif tinggi telah mendorong perekonomian Indonesia untuk melalui

proses transformasi struktural. Grafik 33 (a) menunjukkan bagaimana perkembangan

2 The World Bank, Data World Development Indicators,

https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=ID

9.3

4.75.9

5.3

-15

5

25

1961 1966 1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006 2011 2016

Average Manuf Growth Average GDP GrowthManufacturing Growth GDP Growth

0

10

20

30

1972-1980 1981-1990 1991-2000 2001-2010 2011-2017

Prod Agri Prod Manuf Prod Services Prod National

Page 82: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

78 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

transformasi struktural Indonesia, dari ekonomi yang didominasi oleh sektor pertanian pada

awal 1960-an secara bertahap bergeser ke sektor manufaktur dan jasa dalam beberapa dekade.

Share sektor pertanian terhadap PDB menurun dari sekitar 50 persen di tahun 1960-an menjadi

hanya sekitar 14 persen pada 2017, sementara pada periode yang sama peranan sektor

manufaktur meningkat dari dibawah 10 persen pada 1960 meningkat menjadi sekitar 30 persen

pada awal 2000-an, namun kemudian menurun jadi sekitar 20 persen hingga saat ini. Sementara

itu, sektor jasa secara konsisten meningkat sepanjang periode yang sama dari sekitar 30 persen

menjadi sekitar 40 persen.

Grafik 33. (a) Transformasi Ekonomi (b) Transformasi Tenaga Kerja

(a) (b)

Sumber: BPS, GGDC (hasil perhitungan penulis)

Transformasi dari sisi tenaga kerja juga terjadi dalam periode tahun 1970 sampai dengan 2017,

namun dengan pola yang sedikit berbeda dibandingkan dengan transformasi dari sisi output (nilai

tambah) (Gambar 33 b). Pada awalnya, share tenaga kerja pertanian mendominasi penyerapan

tenaga kerja mencapai lebih dari 60 persen total tenaga kerja. sepanjang periode tersebut, share

tenaga kerja pertanian terus menurun hingga pada 2017 mencapai sekitar 30 persen total tenaga

kerja. Pada saat yang sama, tenaga kerja manufaktur hanya mengalami sedikit peningkatan dari

8 persen di 1970 menjadi sekitar 14 persen di 2017. Sementara itu, sektor jasa secara konsisten

menunjukkan peningkatan sehingga saat ini menjadi sektor yang menyerap hampir separuh dari

total tenaga kerja nasional. Hal ini sejalan dengan pandangan Dartanto et al. (2017). Transisi

pertanian-jasa ini juga terjadi di berbagai negara berkembang di dunia (Timmer et al., 2015) dan

khususnya pada negara berkembang di Asia (Asian Development Bank, 2013).

Grafik 34. (a) PDB per Pekerja (jutaan Rupiah, harga berlaku) (b) Tenaga Kerja di Sektor Jasa

(a) (b)

Sumber: BPS dan GGDC

Pola di atas menunjukkan bahwa kesenjangan produktivitas antarsektor menjadi lebih lebar

terutama antara sektor manufaktur dan sektor pertanian. Gambar 34 (a) menunjukkan bahwa

sektor pertanian tetap menjadi sektor dengan pendapatan per tenaga kerja yang terendah

0

10

20

30

40

50

60

19

60

19

65

19

70

19

75

19

80

198

5

19

90

19

95

20

00

20

05

20

10

20

15

Agriculture Manufacture Services

0

20

40

60

80

1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006 2011 2016Agriculture Manufacture Services

0

30

60

90

120

150

180

1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006 2011 2016

VA

/EM

P (

Cu

rren

t P

rice

)

Prod Agri Prod ManufProd Services Prod National

0

15

30

45

60

1971 1976 1981 1986 1991 1996 2001 2006 2011 2016

in M

illi

on

s P

erso

n

THR TSCFBR GSCOemp Services

Page 83: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 79

(dalam nominal) diikuti oleh pendapatan per tenaga kerja sektor jasa yang nilainya hampir sama

dengan rata-rata nasional. Meskipun terdapat peningkatan produktivitas dari transisi pertanian

ke jasa, namun pergeseran tenaga kerja terutama terjadi menuju sektor jasa yang bersifat

informal dengan produktivitas rendah, seperti jasa perdagangan serta jasa kemasyarakatan

(Grafik 34 b). Hal ini terutama terjadi diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan

keterampilan tenaga kerja pertanian yang beralih dimaksud, sehingga sektor jasa informal

menjadi tujuan yang paling feasible. Sementara itu, sektor jasa yang memiliki tingkat pendapatan

yang tinggi seperti jasa keuangan, bisnis dan real estate merupakan sektor usaha yang

membutuhkan persyaratan tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Kondisi ini

menunjukkan bahwa aspek pendidikan dan keterampilan sumber daya manusia menjadi faktor

yang mempengaruhi proses transformasi tenaga kerja ini.

Grafik 34 a juga menyoroti bahwa pendapatan sektor manufaktur per tenaga kerja selalu lebih

besar dibanding sektor pertanian dan sektor jasa, meskipun pada dasarnya tingkat produktivitas

manufaktur juga bervariasi tergantung pada jenis industri dan level teknologi yang diadaptasi.

Faktanya, hampir separuh (47 persen) nilai tambah manufaktur Indonesia dikategorikan sebagai

industri berteknologi rendah3, antara lain industri makanan, tekstil, kayu dan kertas (Gambar 1).

Hal ini berarti bahwa ada kebutuhan untuk melakukan upaya peningkatan (upgrade) dalam hal

teknologi. Terlepas dari adaptasi teknologi yang rendah, produktivitas tenaga kerja manufaktur

Indonesia masih cukup tinggi, yakni lebih dari 3 kali lipat dari pendapatan per tenaga kerja di

sektor pertanian (data 2017, Rp161 juta/pekerja manufaktur dibanding Rp49 juta/pekerja

pertanian).

Gambar 1. Jenis Industri dan Klasifikasi Teknologi

Sumber: BPS (diolah)

Dalam perspektif kewilayahan, transformasi struktural juga terjadi namun menunjukkan adanya

ketimpangan antardaerah (Gambar 2). Ditinjau dari kecepatan perubahan struktur ekonomi,

3 Klasifikasi teknologi mengikuti ISIC Rev.3 Technology Intensity Definition (OECD, dokumen online) https://www.oecd.org/sti/ind/48350231.pdf, namun dengan sedikit modifikasi dengan mendefinisikan teknologi tinggi mencakup kombinasi ‘tinggi’ dan ‘medium tinggi’.

Industri, 21.1%

Pertanian, 13.5%

Perdagangan, 13.3%

Konstruksi, 9.7%

Pertambangan, 9.6%

Transportasi, 4.3%

Jasa Keuangan, 3.9%

Lainnya, 24.6%

Struktur PDB NasionalAverage 2010-2017

Low, 47.2%

Medium, 25.1%

High, 27.7%

Share ManufakturBerdasarkan Klasifikasi Teknologi

Kimia dan FarmasiBarang logam & Elektronik

Mesin & PerlengkapanOtomotif

Kilang migas & batubaraProduk karet

Galian nonlogamLogam dasar

Makanan minumanPengolahan tembakauTekstil & pakaian jadi

Kulit & alas kakiProduk kayu

Produk kertasFurniturLainnya

Page 84: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

80 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

khususnya industrialisasi, terdapat ketimpangan yang lebar antara wilayah Jawa dan non-Jawa.

Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah rendahnya sistem logistik nasional

dalam mengintegrasikan pasar dan rantai produksi domestik (Axelsson and Palacio, 2017).

Gambar 2. Sebaran Ekonomi dari Perspektif Kewilayahan

Sumber: BPS (diolah)

Dari sisi porsi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap total PDB nasional, wilayah Jawa

menyumbang 57,8 persen dari total PDB nasional kemudian diikuti oleh Sumatera (22,6 persen).

Sementara wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan Maluku Papua meskipun

mewakili lebih dari dua pertiga luas wilayah Indonesia, namun peranannya terhadap

perekonomian hanya sekitar 20 persen dari total PDB Indonesia.

Tabel 18. Share Nilai Tambah Sektoral Berdasarkan Wilayah Pulau Share Value Added (%)

1993 2000 2010 2017 Sumatera

Pertanian 20.10 21.86 23.64 21.93 Manufaktur 19.75 19.74 20.26 20.07 Jasa 31.12 27.60 30.00 34.11

Jawa

Pertanian 14.31 12.81 8.84 7.75 Manufaktur 25.89 30.30 30.04 28.15 Jasa 47.76 46.88 47.89 51.27

Bali Nusa Tenggara

Pertanian 29.86 28.00 21.66 19.59 Manufaktur 5.62 5.80 4.97 4.43 Jasa 56.00 48.98 53.49 60.09

Kalimantan

Pertanian 17.21 15.40 11.84 12.81 Manufaktur 27.08 33.64 20.62 17.07 Jasa 32.98 22.36 23.15 29.51

Sulawesi

Pertanian 35.34 35.47 27.68 25.31 Manufaktur 9.91 11.00 10.69 11.40 Jasa 42.97 38.35 42.31 42.64

Maluku Papua

Pertanian 23.63 17.16 13.65 14.11 Manufaktur 9.29 3.65 9.42 7.98 Jasa 26.42 18.16 30.02 39.89

Sumber: BPS (diolah)

Tabel 18 menunjukkan perkembangan transformasi struktural dari masing-masing wilayah pada

periode tahun 1993 sampai dengan 2017. Pulau Jawa, sebagai wilayah yang paling dominan

berkontribusi pada perekonomian nasional, relatif mengalami transformasi struktural yang ideal

dimana share sektor pertanian mengalami penurunan hingga mencapai 7 persen diikuti dengan

peningkatan pada sektor manufaktur yang sempat mencapai share 30 persen total PDRB. Pada

wilayah Sumatera dan Kalimantan, industrialisasi sempat terjadi (sektor manufaktur mencapai

4,8% 4,7%7,8%

4,8%

Pertumbuhan danDistribusi PDRB,rata-rata2011-2017,YoYSumber:BPS

JAWA:57,8%thd PDBIndustri pengolahan,perdagangan,

konstruksi

SUMATERA:22,6% thd PDBPertanian,Industri pengolahan,

pertambangan

KALIMANTAN:8,5%thd PDBPertambangan,Industri,Pertanian

SULAWESI:5,7%thd PDBPertanian,konstruksi,perdagangan

MALUKU-PAPUA:2,4%thd PDBPertambangan,pertanian,dan administrasi

pemerintahan

BALI&NUSRA:3,0%thd PDBPertanian,pariwisata,perdagangan

5,5%5,9%

Page 85: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 81

lebih dari 20 persen total PDRB pada tahun 2010), namun jika ditinjau lebih dalam dua wilayah

tersebut sangat bertumpu pada industri berbasis komoditas pertambangan sehingga kinerjanya

sangat fluktuatif mengikuti pergerakan harga komoditas global. Sementara itu, peranan sektor

manufaktur pada tiga wilayah lainnya (Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, dan Maluku Papua) relatif

sangat kecil (masih single digit) menandakan bahwa wilayah tersebut belum terindustrialisasi.

Grafik 35 (a) mengindikasikan bahwa dalam periode 1993 hingga 2017 industrialisasi terjadi di

pulau Jawa dengan share yang pernah mencapai 30 persen total PDRB pulau Jawa. Sementara itu,

di wilayah non-Jawa meskipun peranan manufaktur hanya sempat menyentuh sedikit di atas 20

persen, namun kembali menurun menjadi hanya sekitar 15 persen pada 2017. Kondisi inilah yang

seringkali diasosiasikan dengan terjadinya deindustrialisasi prematur, yakni terjadi penurunan

peran manufaktur sebelum industri mencapai tahapan industrialisasi yang belum cukup tinggi.

Grafik 35. (a) Share Nilai Tambah Sektor Manufaktur (b) Share Tenaga Kerja Manufaktur

(dalam persen)

(a) (b)

Sumber: BPS (diolah)

Namun demikian, jika melihat perkembangan penyerapan tenaga kerja manufaktur, secara umum

masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan (Grafik 35 b). Tenaga kerja manufaktur di

Jawa telah mencapai 17 persen sementara di luar Jawa masih belum melampaui 10 persen

dengan tren yang sama-sama meningkat. Hal ini setidaknya mengindikasikan dua hal: Pertama,

industrialisasi tetap berjalan meskipun sangat lambat; Kedua, penyerapan tenaga kerja di

wilayah non-Jawa khususnya pada tiga wilayah yakni Sulawesi, Bali Nusa Tenggara dan Maluku

Papua pada dasarnya belum mencapai tahapan industrialisasi dan mengindikasikan inter-

sectoral gini yang cukup tinggi.

Kondisi tren transformasi industri yang menunjukkan kesenjangan antarwilayah tersebut

memberikan peluang untuk melanjutkan visi industrialisasi dengan fokus membangun basis

industri dan lapangan kerja terutama di daerah yang belum terindustrialisasi. Namun demikian,

strategi pengembangan baik itu jenis industri maupun level teknologi perlu memperhatikan dan

menyesuaikan kondisi awal dan karakteristik wilayah masing-masing. Untuk wilayah Jawa, proses

industrialisasi telah memasuki tahapan yang cukup tinggi sehingga dapat difokuskan untuk

dilakukan upgrade menuju industri yang menerapkan teknologi tinggi. Sementara itu, pada

wilayah-wilayah yang belum terindustrialisasi seperti Sulawesi, Bali Nusa Tenggara, dan Maluku

Papua, upaya industrialisasi dapat dimulai dengan mengembangkan industri-industri dengan

teknologi sederhana (rendah) berbasis sumber daya alam. Meskipun strategi pengembangan

industri baru pada masing-masing wilayah berbeda-beda namun pada dasarnya objektif

10

15

20

25

30

35

1993 1997 2001 2005 2009 2013 2017

Java Non-Java

0

5

10

15

20

1990 1995 2002 2007 2012 2017

Jawa Non-Jawa

Page 86: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

82 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

industrialisasi tersebut sejalan, yakni untuk membuka lapangan kerja baru guna memenuhi

kebutuhan pasar domestik serta mencari segmen pasar yang khas (niche market) untuk didorong

sebagai produk unggulan ekspor.

C. Diversifikasi dan Upgrading Produk

Proses transformasi struktural dan industrialisasi umumnya diikuti dengan proses diversifikasi

produk hasil industri. Indonesia secara umum telah menunjukkan proses diversifikasi yang cukup

signifikan terlihat dari perubahan jenis-jenis produk ekspor dalam periode lima dekade terakhir

(Gambar 3). Di tahun 1970, produk ekspor Indonesia hampir seluruhnya merupakan produk

primer seperti minyak mentah, hasil perkebunan (terutama karet dan kopi), serta kayu

gelondongan. Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, produk ekspor Indonesia sudah

lebih beragam, bahkan Indonesia telah mampu meng-ekspor produk otomotif dan barang logam

(termasuk perhiasan).

Gambar 3. Komoditas Ekspor Indonesia 1970 dan 2016

Sumber: the Observatory of Economic Complexity, https://atlas.media.mit.edu

Meski demikian, komponen ekspor juga belum terlepas dari kontribusi ekspor komoditas seperti

batubara, minyak dan gas, serta crude palm oil (CPO) yang masih cukup dominan. Hal inilah yang

menjadi perhatian Felipe et al. (2014a) yang menunjukkan bahwa produk Indonesia masih

didominasi oleh produk low-core yang berasal dari sumber daya alam yang diyakini akan

mengalami penurunan alamiah.

Terdapat indikasi proses diversifikasi mengalami stagnasi bahkan kemunduran akibat dua hal yakni

twin crises di 97/98 dan commodity boom yang terjadi sejak awal tahun 2000-an. Dampak dari

twin crises yang menghantam industri nasional juga mengganggu proses pengembangan dan

transfer teknologi sehingga hanya industri tertentu yang mampu bertahan, terutama yang

memiliki basis ekspor dan tidak bergantung pada impor bahan baku. Sementara itu, commodity

boom meskipun berdampak positif terhadap peningkatan nilai nominal ekspor nasional namun

menyisakan dampak yang buruk (namun tidak nampak) terhadap proses diversifikasi industri

akibat adanya gejala ‘dutch disease’. Gejala dutch disease bersumber dari adanya income

windfall devisa hasil ekspor yang meningkat karena kenaikan harga komoditas global. Hal ini

menyebabkan nilai mata uang domestik mengalami apresiasi sehingga mengurangi daya saing

ekspor sektor lainnya akibat biaya produksi domestik yang relatif menjadi lebih mahal.

Dengan kondisi commodity boom yang diyakini telah berlalu dengan ditandai harga komoditas

yang relatif stabil, maka terdapat peluang bagi industri nasional untuk melanjutkan proses

diversifikasi yang disertai dengan upaya upgrading produk dan proses produksi. Hal ini diperlukan

Page 87: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 83

untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah dengan membangun link ke global value chain, yakni aktivitas rantai produksi

yang menghubungkan produsen domestik dan pasar global dengan proses produksi yang

terfragmentasi dalam aktivitas-aktivitas yang terspesialisasi. GVC dan digitalisasi merupakan tren

paradigma perdagangan dan investasi global saat ini.

Hasil kajian BKF (2017) menunjukkan bahwa GVC bisa mendorong produktivitas dengan

peningkatan efisiensi produksi. Secara umum, terdapat sektor-sektor industri yang memiliki

keunggulan komparatif untuk didorong semakin memanfaatkan GVC, seperti: industri makanan,

tekstil, produk kayu, kimia, dan industri logam dasar. Selain itu, analisis terkait kompleksitas

produk dan product space menunjukkan bahwa industri di Indonesia memiliki kapasitas dan

kapabilitas untuk memproduksi dan mengekspor jenis-jenis produk ‘low hanging fruit’ terutama

pada kelompok industri tekstil, elektronik sederhana, dan bahan konstruksi serta produk rumah

tangga. Namun demikian, hambatan utama yang menghalangi diversifikasi produk antara lain

kondisi logistik yang buruk, kesenjangan infrastruktur, serta proses birokrasi perijinan yang

kurang bersahabat terhadap investasi baru.

D. Komparasi dan Indikator Transformasi Struktural

Grafik 36. Share Sektor Manufaktur dan GDP Per Kapita 5 Negara ASEAN

Sumber: BPS, World Development Indicator, GGDC (diolah)

Transformasi struktural merupakan fenomena ekonomi yang berlaku secara global. Artinya,

seluruh negara di dunia mengalami proses yang sama meskipun dengan hasil yang berbeda-

beda. Grafik 36 menunjukkan kondisi transformasi industri pada lima negara di ASEAN

(Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan Vietnam) dalam kurun waktu 1990 sampai dengan

2017. Secara umum, setiap negara mengalami fenomena penurunan share manufaktur. Namun

demikian, level pendapatan (GDP per capita) dari masing-masing negara menunjukkan level yang

berbeda. Tingkat pendapatan negara yang share manufakturnya pernah lebih besar dari 30

persen seperti Thailand (36,6 persen di 2007) dan Malaysia (31,0 persen di 2001) cenderung

lebih besar (ceteris paribus). Sementara Indonesia yang sempat mencapai share manufaktur

tertinggi di tahun 2001 (29,1 persen) level pendapatannya masih berada cukup jauh lebih rendah

dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Sebagai perbandingan, pendapatan per kapita

1990

19971998

2001

2009

20102017

1990 1997

2000

20092017

1991

19972008

2017

19901997

2010

2017

1990

19972000

20022009

20102017

10

15

20

25

30

35

40

7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5

Man

ufa

ctu

rin

g V

alu

e A

dd

ed (

% o

f G

DP

)

Log GDP Per Capita, PPP (Constant 2011 International $)

Vietnam

Phillipines

Indonesia Thailand

Malaysia

Page 88: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

84 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Indonesia di tahun 2017 sama dengan pendapatan per kapita Malaysia di tahun 1991 atau sama

dengan pendapatan per kapita Thailand di tahun 2004.

Upaya mencapai level industrialisasi yang tinggi saja tidak cukup untuk memastikan suatu negara

mencapai status negara maju. Beberapa hal lain diperlukan untuk mendukung cita-cita suatu

perekonomian menjadi negara maju, antara lain: peranan tenaga kerja manufaktur,

infrastruktur, kondisi sektor keuangan, kualitas pendidikan, dan kemampuan adaptasi teknologi.

Asian Development Bank (2013) memberikan penjelasan indikator transformasi struktural dan

angka acuan untuk mencapai negara maju (Tabel 19). Meskipun tingginya angka pada indikator

tersebut tidak dapat menjanjikan suatu perekonomian mencapai status ekonomi maju, namun

hal ini dapat menjadi acuan untuk mencapai transformasi ekonomi yang ideal bagi Indonesia.

Berkaca pada indikator-indkator tersebut, tiga faktor utama yang perlu menjadi perhatian para

pembuat kebijakan di masa yang akan datang yakni: penyediaan infrastruktur, peningkatan

kualitas sumber daya manusia, serta peningkatan adaptasi teknologi.

Tabel 19. Indikator Acuan Transformasi Struktural

Indikator Benchmark

(A)

Indonesia

Data 2017 Selisih (gap)

Nilai (B)

% relatif thd Acuan (C) = (B/A)

Nilai Selisih (B – A)

% Selisih (1 – C)

Share tenaga kerja manufaktur (% total tenaga kerja) 18,00 14,05 78,05% -3,95 21,95%

Kerapatan jalan per kapita (km/1000 jiwa) 17,04 2,06 12,08% -14,98 87,92%

Pendidikan (rata-rata lama sekolah) 9,85 8,10 82,23% -1,75 17,77%

Share nilai tambah sektor manufaktur berteknologi tinggi (% total nilai tambah manufaktur)

52,39 28,43 54,27% -23,96 45,73%

Share tenaga kerja manufaktur berteknologi tinggi (% total tenaga kerja manufaktur)

49,39 8,91 18,04% -40,48 81,96%

Sumber: Kriteria Acuan berdasarkan Asia’s Economic Transformation: Where to, How, and How Fast? (Asian Development Bank, 2013), Data Indonesia diolah dari berbagai publikasi BPS.

Secara umum, seluruh indikator yang terdapat dalam Tabel 19 menunjukkan adanya nilai selisih

(gap) negatif, artinya Indonesia masih harus mengejar gap pada indikator-indikator tersebut guna

memperbesar peluang menjadi negara maju. Gap yang sangat lebar terutama terjadi pada

indikator infrastruktur (di-proxy dengan indikator kerapatan jalan per kapita). Tingkat kerapatan

jalan per kapita Indonesia di tahun 2017 hanya sekitar 2 km/1000 jiwa, jauh di bawah angka

acuan yang mencapai 17 km/1000 jiwa, artinya kondisi Indonesia saat ini baru mencapai 12

persen kondisi negara maju dan perlu mengejar ketertinggalan sekitar 88 persen penyediaan

infrastruktur jalan. Selain itu, share sektor manufaktur yang menggunakan teknologi tinggi baik

dari sisi nilai tambah maupun tenaga kerja juga masih relatif rendah, yakni masing-masing

sebesar 28,4 persen dan 8,9 persen. Kondisi tersebut masih jauh dibanding angka acuan yang

berada pada kisaran 50 persen.

Upaya pembangunan infrastruktur pada dasarnya telah menjadi fokus perhatian penganggaran

dalam beberapa tahun terakhir. Tidak kurang dari 245 proyek dan 2 program telah dimasukkan

dalam daftar proyek strategis nasional untuk diselesaikan hingga akhir tahun 2019. Namun

demikian, hal ini tentu belum memadai jika melihat gap infrastruktur yang cukup besar.

Penyediaan infrastruktur diyakini perlu terus menjadi fokus pembangunan dalam beberapa

dekade ke depan terutama dalam upaya memfasilitasi strategi pengembangan industri yang

sesuai dengan karakteristik masing-masing wilayah.

Page 89: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 85

Sejalan dengan infrastruktur, faktor adaptasi dan transfer teknologi juga menjadi hal mendasar

yang perlu ditingkatkan, khususnya dalam upaya menghasilkan produk yang lebih kompleks dan

bernilai tambah tinggi. Peningkatan pesat dari globalisasi dan digitalisasi menjadi peluang untuk

dapat mendorong penggunaan teknologi sebagai bagian dari pengembangan seluruh sektor

ekonomi, termasuk pada sektor manufaktur. Peningkatan Foreign Direct Investment (FDI) dan

akses terhadap global value chain dapat menjadi salah satu saluran alternatif dalam

meningkatkan proses transfer teknologi. Di sisi lain, profil demografi Indonesia yang akan

dipenuhi oleh kelompok generasi muda produktif dan kreatif juga dapat mendukung proses

adaptasi teknologi dengan lebih cepat.

Sementara itu, indikator kualitas human capital (yang di-proxy dengan variabel rata-rata lama

sekolah) relatif baik dan sudah mendekati level acuan. Secara umum, bahkan rata-rata lama

sekolah di Indonesia sudah lebih dari cukup untuk dapat didorong masuk ke sektor manufaktur.

Hal yang perlu ditingkatkan adalah pendidikan karakter dan mentalitas sumber daya manusia

yang dibutuhkan oleh industri, seperti integritas, kemauan bekerja keras, ketepatan waktu, dan

jiwa profesionalitas. Proses link and match antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan industri

juga menjadi hal yang mutlak diperlukan untuk mendukung SDM produktif dan kompetitif.

E. Strategi untuk Melangkah Maju

Tidak ada yang bisa memprediksi secara pasti apa yang akan terjadi pada Indonesia di masa depan.

Namun, para pendiri bangsa Indonesia dalam konstitusi telah menuliskan cita-cita menjadi

negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Kondisi transformasi ekonomi saat

ini serta gambaran profil demografi di masa depan dapat menjadi landasan dalam merancang

strategi kebijakan di masa depan.

Diskusi pada bagian sebelumnya menggambarkan perlunya upaya kebijakan untuk kembali

mendorong ekonomi Indonesia melalui industrialisasi sebagai engine of growth. Upaya untuk

mengurangi gap pada indikator transformasi struktural dapat menjadi petunjuk bagaimana

merancang strategi kebijakan untuk masa depan. Adapun langkah untuk menyusun strategi

kebijakan tersebut perlu ditinjau dari bagaimana prioritas transformasi struktural ke depan dan

peran apa yang harus dijalankan Pemerintah dalam mendukung transformasi struktural yang

ideal.

Agenda Prioritas Transformasi Struktural

Sesuai dengan karakteristik umum negara berkembang seperti Indonesia, sektor pertanian

menjadi sektor utama penyerapan tenaga kerja di tengah share sektor pertanian terhadap total

ekonomi yang semakin menyusut. Di Indonesia sendiri, saat ini sektor pertanian masih mencakup

sekitar 30 persen total tenaga kerja nasional dengan kue ekonomi yang hanya tinggal sekitar 14

persen. Hal ini mendorong pendapatan per tenaga kerja pertanian semakin rendah relatif

terhadap keseluruhan ekonomi. Untuk itu, upaya realokasi tenaga kerja pertanian sangat

diperlukan melalui penciptaan lapangan kerja manufaktur yang dapat dijangkau dengan

kemampuan sederhana. Pada saat yang sama, sektor pertanian sendiri perlu terus dimodernisasi

dengan upaya mekanisasi dan digitalisasi sehingga output pertanian tetap dapat meningkat

meskipun porsi tenaga kerjanya berkurang. Lebih jauh, peningkatan koneksi langsung (link)

terhadap rantai pasok juga diperlukan untuk mendorong efisiensi produksi.

Page 90: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

86 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Pada akhirnya, industrialisasi menjadi hal yang mutlak diperlukan karena hal inilah yang

memberikan tambahan produktivitas dan mampu menjadi motor penggerak pertumbuhan

keseluruhan ekonomi sebagaimana hasil kajian empiris yang dilakukan oleh Rodrik (2012). Di

samping hal tersebut, analisis dari Felipe et al. (2014b) juga menunjukkan bahwa belum ada

negara yang mencapai status negara maju yang tanpa melalui proses industrialisasi. Negara-

negara yang masuk ke dalam kategori negara maju saat ini, pada suatu titik dalam empat dekade

terakhir, pernah mengalami industrialisasi dengan share manufaktur terhadap PDB yang tinggi

di atas 20 persen serta share tenaga kerja manufaktur yang melebihi 18 persen. Hal tersebut

menyiratkan pentingnya visi dan strategi untuk terus mendorong industrialisasi, termasuk

dengan melakukan diversifikasi dan upgrading (peningkatan kompleksitas) produk.

Adapun pengembangan industri perlu difokuskan pada upaya diversifikasi industri yang

mempertimbangkan dimensi produk, kewilayahan, serta adaptasi teknologi. Pengembangan

industri terutama diarahkan pada jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif khususnya

industri yang berbasis sumber daya alam. Analisis product space menunjukkan bahwa dengan

kemampuan dasar dan kapasitas teknologi yang dimiliki saat ini, masih terdapat jenis produk-

produk yang terjangkau (low hanging fruit) namun belum terlalu dikembangkan.

Dari sisi kewilayahan, penyebaran lokasi pengembangan industri diperlukan guna mendorong

pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Lokasi pengembangan industri perlu dirancang

menyesuaikan karakteristik masing-masing wilayah Indonesia. Pulau Jawa, misalnya, memiliki

peluang untuk meningkat pada jenis-jenis industri yang lebih kompleks dengan teknologi tinggi,

sementara wilayah lain yang belum terindustrialisasi perlu memulai dari jenis industri yang

sederhana (teknologi rendah).

Selain mendorong modernisasi pertanian dan industrialisasi, pengembangan sektor jasa yang lebih

produktif juga diperlukan. Saat ini, sektor jasa secara kumulatif telah menjadi sumber pekerjaan

terbesar dengan porsinya yang mencapai 48 persen tenaga kerja nasional. Isu utama yang harus

diperbaiki dari sektor jasa (sebagaimana juga terjadi pada sektor pertanian) adalah tingginya

kelompok usaha informal (informality). Kelompok usaha tersebut cenderung rendah

produktivitasnya dan cukup rentan terhadap gejolak karena mayoritas sulit untuk mendapatkan

akses dukungan Pemerintah, baik dari aspek ketenagakerjaan, kesehatan, dan kredit.

Kemudahan akses menuju usaha formal, termasuk aturan tenaga kerja yang lebih fleksibel

diperlukan guna mengurangi kelompok usaha informal. Lebih jauh, beberapa kelompok usaha

jasa yang cukup punya peluang untuk mendorong produktivitas dan menyerap angkatan kerja

antara lain kelompok ekonomi kreatif dan pariwisata4.

Peranan Pemerintah

Peranan Pemerintah sangat diperlukan dalam upaya mengurai masalah dan mengatasi kegagalan

pasar. Berkenaan dengan proses transformasi struktural di Indonesia, kondisi industrialisasi yang

relatif melambat sejak era setelah krisis menyiratkan pesan bahwa kebijakan Pemerintah yang

diterapkan hingga saat ini masih belum mampu membuahkan hasil yang memadai. Hal ini

tercermin pada upaya diversifikasi produk yang belum optimal karena masih didominasi produk

4 Kelompok usaha ekonomi kreatif dan pariwisata tidak memiliki klasifikasi khusus dalam PDB (menyebar dalam beberapa sektor, terutama sektor jasa), namun berbagai publikasi BPS menunjukkan adanya tren peningkatan kontribusi terhadap ekonomi nasional.

Page 91: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 87

komoditas yang berasal dari sumber daya alam sebagaimana ditunjukkan oleh Felipe et al.

(2014a). Untuk itu, diperlukan keterlibatan yang besar dari Pemerintah dengan menerapkan

kebijakan industri modern yang dapat memfasilitasi pengembangan sektor-sektor baru dan

penciptaan produk ekspor baru. Dari diskusi sebelumnya, terdapat tiga faktor utama yang perlu

menjadi perhatian para pembuat kebijakan yakni: penyediaan infrastruktur, peningkatan kualitas

human capital, serta peningkatan adaptasi teknologi.

Pada faktor pertama (penyediaan infrastruktur), peranan Pemerintah sangatlah sentral karena

sulit bagi negara untuk mengharapkan partisipasi swasta dalam menyediakan infrastruktur,

meskipun cukup memungkinkan untuk jenis infrastruktur tertentu dengan mekanisme public

private partnership (PPP). Dengan kebutuhan penyediaan infrastruktur yang besar, diperlukan

seleksi jenis kebutuhan infrastruktur yang dapat mendukung proses industrialisasi, terutama

yang terkait dengan sistem logistik, penyediaan listrik, akses jaringan telekomunikasi dan

internet, serta sarana dan prasarana di kawasan industri.

Sejalan dengan dukungan penyediaan infrastruktur, Pemerintah perlu juga fokus untuk

mendukung terciptanya iklim investasi yang kondusif. Pada dasarnya, hal ini memang telah dan

sedang menjadi fokus perbaikan sebagaimana ditunjukkan dalam beberapa paket kebijakan

ekonomi yang telah diterbitkan. Meski demikian, kemudahan berusaha perlu terus didorong

dengan berbagai upaya simplifikasi perijinan dan birokrasi guna menarik minat investasi

terutama FDI yang memiliki peran penting dalam global value chain dan proses transfer

teknologi. Di samping itu, diperlukan juga upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro guna

memberikan kepastian usaha kepada para pelaku usaha.

Dari aspek peningkatan kualitas sumber daya manusia, Pemerintah perlu mengatasi permasalahan

umum di pasar tenaga kerja. Hal ini termasuk mengatasi isu mengenai aturan tenaga kerja yang

kurang fleksibel, seperti upah minimum regional, aturan perlindungan kerja, serta aturan

pesangon yang kaku sehingga menghambat pengusaha mengembangkan industrinya. Selain itu,

Pemerintah juga perlu terus memfasilitasi link and match antara dunia pendidikan dengan

kebutuhan industri.

Pemerintah juga perlu kembali meninjau sistem dukungan insentif bagi pelaku industri. Sejauh ini

insentif fiskal lebih banyak diberikan untuk menarik investasi besar. Hal ini tetap dapat dilakukan,

namun mengingat struktur industri Indonesia yang lebih banyak diisi industri kecil dan

menengah, maka perlu dirancang sistem insentif yang mampu mendorong industri kecil dan

menengah untuk dapat ‘naik kelas’ menjadi industri besar dalam jangka waktu tertentu. Selain

itu, terdapat juga peluang untuk memanfaatkan alokasi transfer dana desa yang dikucurkan

Pemerintah pusat setiap tahunnya untuk dapat mendorong terciptanya industrialisasi pada desa.

Guna mendukung keberhasilan industri kecil dan industri di desa tersebut diperlukan pembinaan

(coaching) dan pendampingan dari institusi terkait guna mampu mencapai target tertentu

hingga menjadi industri yang mandiri.

F. Kesimpulan

Transformasi struktural melalui proses industrialisasi telah mendorong perkembangan

perekonomian Indonesia secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Namun demikian,

proses transformasi ini mengalami hambatan terutama akibat krisis ekonomi Asia pada 1997-

Page 92: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

88 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

1998 dan mengakibatkan kondisi yang belum sepenuhnya pulih hingga saat ini. Data

mengindikasikan bahwa terjadi penurunan share manufaktur dari sisi nilai tambah (output) dan

seringkali diasosiasikan dengan terjadinya deindustrialisasi prematur, meskipun dari sisi

penyerapan tenaga kerja manufaktur belum mengindikasikan adanya penurunan.

Karakteristik wilayah Indonesia yang beragam perlu menjadi pertimbangan dalam mendukung

proses transformasi struktural. Dari sisi kewilayahan, terjadi gap yang cukup besar terutama

antara pulau Jawa dan Non-Jawa. Pulau Jawa relatif mengalami transformasi struktural yang

ideal dengan tingkat adopsi teknologi menengah tinggi di sektor manufaktur yang cukup besar.

Sementara pada wilayah Non-Jawa, proses industrialisasi relatif masih belum terjadi dimana

wilayah tersebut masih bertumpu pada sektor-sektor terkait dengan komoditas yang fluktuatif

terhadap pergerakan harga komoditas global serta tingkat penggunaan teknologi pada sektor

manufaktur yang relatif masih sederhana (teknologi rendah). Kondisi tersebut menjadi

tantangan sekaligus juga peluang untuk mendorong proses industrialisasi khususnya di wilayah

luar Jawa untuk mendukung proses transformasi ekonomi Indonesia.

Upaya industrialisasi juga perlu diikuti oleh perbaikan beberapa indikator yang dapat mendukung

transformasi struktural yang ideal, seperti kondisi infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, dan

kemampuan adaptasi teknologi. Namun demikian, masih terdapat gap pada seluruh indikator

tersebut, yang mengindikasikan bahwa perjalanan transformasi ekonomi Indonesia masih jauh

dari ideal untuk mencapai visi negara maju.

Pada akhirnya, industrialisasi mutlak diperlukan untuk mencapai transformasi struktural yang

ideal. Adapun pengembangan industrialisasi perlu difokuskan pada upaya diversifikasi industri

yang mempertimbangkan dimensi produk, kewilayahan, serta adaptasi teknologi. Kondisi

transformasi ekonomi saat ini serta gambaran profil demografi di masa depan dapat menjadi

landasan dalam merancang strategi kebijakan di masa depan. Peranan Pemerintah sangat

sentral dalam mengurai masalah dan mengatasi kegagalan pasar, terutama dalam hal

memfasilitasi pengembangan sektor baru dan penciptaan produk ekspor baru. Upaya strategis

yang perlu dilakukan untuk mencapai transformasi struktural yang ideal, antara lain: melanjutkan

fokus pembangunan infrastrukur, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta

mendorong penyerapan teknologi.

G. Referensi

ASIAN DEVELOPMENT BANK 2013. Asia’s Economic Transformation: Where to, How, and How

Fast? - Key Indicators for Asia and the Pacific 2013 Special Chapter. Mandaluyong City,

Philippines: Asian Development Bank.

AXELSSON, T. & PALACIO, A. 2017. Transforming Indonesia: Structural change in a regional

perspective 1968-2010. Lund Papers in Economic History, 164.

BADAN KEBIJAKAN FISKAL 2017. The Fiscal Policy Direction to Support Global Value Chain and

Economic Growth. Jakarta, Indonesia: Badan Kebijakan Fiskal.

BADAN PUSAT STATISTIK. Badan Pusat Statistik [Online]. Available: http://www.bps.go.id

[Accessed 2018].

BASRI, M. C., RAHARDJA, S. & FITRANIA, S. N. 2016. Not a Trap, But Slow Transition? Indonesia's

Pursuit to High Income Status. Asian Economic Papers, 15, 1-22.

Page 93: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 89

CHENERY, H. B., ROBINSON, S., SYRQUIN, M. & FEDER, S. 1986. Industrialization and growth,

Oxford University Press New York.

COMMISSION ON GROWTH AND DEVELOPMENT 2008. The Growth Report : Strategies for

Sustained Growth and Inclusive Development. Washington, DC: World Bank.

DARTANTO, T., YUAN, E. Z. W. & SOFIYANDI, Y. 2017. Two Decades of Structural Transformation

and Dynamics of Income Equality in Indonesia. ADBI Working Paper, 783.

FELIPE, J., KUMAR, U. & ABDON, A. 2014a. How rich countries became rich and why poor

countries remain poor: It's the economic structure…duh! Japan and the World Economy, 29,

46-58.

FELIPE, J., MEHTA, A. & RHEE, C. 2014b. Manufacturing Matters...but It’s the Jobs That Count.

Asian Development Bank.

GOLLIN, D. 2014. The Lewis Model: A 60-Year Retrospective. Journal of Economic Perspectives,

28, 71-88.

HAUSMANN, R. & KLINGER, B. 2006. Structural Transformation and Patterns of Comparative

Advantage in the Product Space. Center for International Development at Harvard University.

KUZNETS, S. 1973. Modern Economic Growth: Findings and Reflections. American Economic

Review, 63, 247-58.

LEWIS, W. A. J. T. M. S. 1954. Economic development with unlimited supplies of labour. 22, 139-

191.

MCMILLAN, M., RODRIK, D. & VERDUZCO-GALLO, Í. 2014. Globalization, Structural Change, and

Productivity Growth, with an Update on Africa. World Development, 63, 11-32.

NARJOKO, D. 2014. Did Better Firms Enter the Indonesian Manufacturing Sector after the 1997–

98 Crisis? Bulletin of Indonesian Economic Studies, 50, 371-391.

RODRIK, D. 2013. Unconditional Convergence in Manufacturing *. The Quarterly Journal of

Economics, 128, 165-204.

RODRIK, D. 2014. The Past, Present, and Future of Economic Growth. Challenge, 57, 5-39.

SUMNER, A. 2017. The Developer’s Dilemma: The Inequality Dynamics of Structural

Transformation and Inclusive Growth. London: Working Paper.

SZIRMAI, A. & VERSPAGEN, B. 2015. Manufacturing and economic growth in developing

countries, 1950–2005. Structural Change and Economic Dynamics, 34, 46-59.

THE WORLD BANK. Data World Development Indicators [Online]. Available:

https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=ID [Accessed 1 November

2018].

TIMMER, M., DE VRIES, G. & DE VRIES, K. 2015. Patterns of structural Change in Developing

Countries. In: TRIBE, J. W. M. (ed.) Routledge Handbook of Industry and Development.

Routledge.

TODARO, M. P. & SMITH, S. C. 2015. Economic Development, New Jersey, Pearson Education,

Inc.

TREGENNA, F. 2013. Deindustrialization and reindustrialization. Pathways to Industrialization in

the Twenty-First Century: New Challenges and Emerging Paradigms. Oxford.

https://data.worldbank.org/products/wdi.

Page 94: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

90 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

LAMPIRAN

PERKEMBANGAN INDIKATOR

EKONOMI MAKRO

Page 95: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 91

Page 96: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

92 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro

Ind

ikator

20

14

20

15

20

16

2017 2018

Dec

Jan

Feb

Mar

Ap

r M

ay Ju

n Ju

l A

ug

Sep

Okt

Pertu

mb

uh

an Eko

nom

i

G

row

th ( p

ersen)

5,0

1

4,8

8

5,0

3

5,0

7

5,0

6

5,1

7

5,17

N

om

inal (triliu

n)

10

.56

9,7

1

11

.52

6,3

3

12

.40

6,7

7

13

.588,80

3.50

6,59

3.6

86,21

3.8

35

,61

Inflasi ( p

ersen

) 8

,38

8

,36

3

,35

3

,61

3,2

5

3,18

3,4

0

3,41

3,2

3

3,12

3

,18

3

,20

2

,88

3,1

6

IH

K

11

9

12

2,9

9

12

6,7

1

13

1,28

13

2,10

132,32

13

2,58

132,71

13

2,99

13

3,77

1

34,1

4

13

4,07

13

3,83

134,2

0

Co

re

4,9

3

3,9

5

3,0

7

2,9

5

2,69

2,5

8

2,67

2,6

9

2,75

2,7

2

2,8

7

2,9

0

2,8

2

2,94

Ad

min

istrative Price

17

,57

0

,39

0

,21

8

,70

5,8

2

5,29

5,1

1

4.04

3,6

1

2,88

2

,11

2

,55

2

,40

2,7

4

Vo

latile Foo

d

10,88

4,8

4

5,92

0,7

1

2,62

3,1

0

4,06

5,0

8

4,33

4,6

0

5,36

4,9

7

3,75

4,4

8

Nilai Tu

kar (Rp

/US$

1)

Rata-rata

12

.43

8

13

.30

8

13

.41

7

13

.557

13.3

80

13.590

13.7

58

13.803

14.1

60

14

.04

9

14

.41

5

14.5

60

14.8

69

15.17

9

End

Of P

eriod

1

2.4

40

1

3.4

36

1

3.4

36

1

3.5

48

13.413

13.7

07

13.756

13.8

77

13.951

1

4.4

04

1

4.4

13

1

4.711

1

4.929

15.2

27

Suku

Bu

nga ( p

ersen)

BI-7

days R

ep

o R

ate

4,7

5

4,2

5

4,25

4,2

5

4,25

4,2

5

4,75

5,2

5

5,2

5

5,5

0

5,7

5

5,75

Kredit K

on

sum

si (eop

) 1

3,5

8

13

,88

1

3,5

9

12

,66

12,6

4

12,60

12,4

8

12,40

12,3

4

12,3

0

12

,20

11,9

6

11,9

0

Kredit M

od

al Kerja (eo

p)

12

,79

1

2,4

6

11

,36

1

0,6

8

10,72

10,6

9

10,59

10,5

3

10,51

1

0,49

1

0,5

5

10,48

10

,59

Kredit In

vestasi (eo

p)

12

,36

1

2,1

2

11

,21

1

0,5

6

10,51

10,4

3

10,38

10,3

0

10,29

1

0,35

1

0,3

6

10,37

10

,54

Harga M

inyak (U

S$/barel)

Rata-rata (IC

P)

59

,6

35

,5

51

,1

60

,90

65,6

61,6

61,9

67,4

72,5

70,4

7

0,7

69,4

7

4,9

77,6

WTI

53

,27

3

7,0

5

3,7

6

0,4

2

64,73

61,6

4

64,94

68,5

7

67,04

7

4,15

6

8,7

6

69,80

73

,25

6

5,31

Bren

t 5

5,7

6

35

,8

55

,4

66

,82

68,8

3

64,46

69,1

3

74,87

77,1

3

78,6

0

73

,07

77,1

5

82,9

5

73,8

6

SUN

dan

Saham

Ob

ligasi Yield

(5

YR)

7,7

0

8,8

2

7,5

8

5,9

6

5,78

6,0

5

5,94

6,5

1

6,83

7,5

7

7,6

7

7,9

8

8,0

5

8,35

Yield

(1

0YR

) 7

,80

8

,75

7

,97

6

,32

6,2

7

6,63

6,6

8

6,92

6,9

9

7,80

7

,77

8

,20

8

,12

8,5

4

Saham

IH

SG

5.2

27

5

.60

6

5.2

97

6

.35

6

6.60

6

6.59

7

6.18

9

5.99

5

5.98

4

5.7

99

5

.93

6

6.01

8

5.97

7

5.8

32

NFB

SU

N,

Saham

, SB

I -28.31

4

5.35

3

5.00

9

1.01

6

35.392

-31.88

5

-4.361

-23.83

6

-17.976

-12.74

4

9.88

5

14.975

-5.9

19

13.465

Perb

ankan

( persen

)

C

AR

1

9,4

0

21

,16

2

2,6

9

23

,18

23,6

4

23,24

22,6

5

22,25

22,1

9

22,0

1

22

,56

22,8

3

22,9

1

LD

R

89

,42

9

1,9

5

90

,7

90

,04

89,1

0

89,21

90,1

9

90,43

91,9

9

92,7

6

93

,11

93,7

9

94,0

9

N

PL

2,2

2

,49

2

,93

2

,60

2,9

0

2,90

2,7

5

2,79

2,7

9

2,70

2

,70

2

,70

P

ertum

bu

han

Kred

it 1

1,5

6

10

,12

7

,83

8

,20

7,4

5

8,25

8,4

9

8,90

10,2

3

10,6

5

11

,19

11,9

1

12,4

3

Page 97: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

Triwulan IV 2018 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 93

Data P

en

yera

pan

AP

BN

Tahu

n 2

01

7 - 2

01

8

U

raian

20

17 2018

APB

NP

Realisasi

s.d. 31 O

kt

% th

d

APB

NP

APB

N

Realisasi

s.d. 31 O

kt

% th

d APB

N

A. Pen

dapatan Negara d

an Hib

ah

1.7

36,0

6 1

.239

,03

71

,37 1.894,72

1.483,86 78,32

I. P

enerim

aan D

alam N

egeri 1

.73

2,9

5

1.2

36

,16

7

1,3

3

1.8

93,5

2

1.4

76,1

0

77,96

1

. Pen

erimaan

Perp

ajakan

1.4

72

,71

1

.00

1,6

6

68

,01

1

.618

,10

1

.160

,66

7

1,73

a. P

ajak Dalam

Negeri

1.4

36

,73

9

70

,69

6

7,5

6

1.5

79,4

0

1.1

22,7

3

71,09

b. P

ajak Perd

agangan

Intern

asion

al

35

,98

3

0,9

7

86

,08

3

8,70

37,93

9

8,00

2. P

enerim

aan N

egara Bu

kan P

ajak 2

60

,24

2

34

,50

9

0,11

27

5,4

3

31

5,4

4

11

4,5

3

II. H

ibah

3

,11

2

,87

9

2,3

2

1,2

0

7,7

7

648

,83

B. B

elanja N

egara 2

.133

,30

1.5

37,3

6 7

2,06

2.220,66 1.720,85

77,49

I Belan

ja Pem

erintah

Pu

sat 1

.36

6,9

6

89

8,5

2

65

,73

1

.454

,49

1

.074

,43

7

3,87

1. B

elanja K

/L 7

98

,59

5

11

,29

6

4,0

2

847

,44

5

86,3

7

69,19

2

. Belan

ja No

n K/L

56

8,3

7

38

7,2

3

68

,13

6

07,0

6

488

,06

8

0,40

II. Tran

sfer Ke Daerah

Dan

Dan

a Desa

76

6,3

4

63

8,8

4

83

,36

7

66,1

6

646

,42

8

4,37

1. Tran

sfer ke Daerah

7

06

,34

5

91

,31

8

3,72

70

6,1

6

60

1,9

9

85

,25

2. D

ana D

esa 6

0,0

0

47

,52

7

9,2

0

60,00

4

4,43

74,05

C. Keseim

ban

gan P

rimer

(17

8,0

4)

(11

5,2

2)

64

,72

(87

,33)

(23,7

6) 2

7,21

D. Su

rplu

s/Defisit A

nggaran

(A - B

) (3

97

,24

) (2

98

,33

)

(325,94

) 2

36,9

9

% Su

rplu

s / (Defisit) A

nggaran

thd

PD

B

(2,9

2)

(2,2

1)

(2,19

) (1,60

)

E. Pemb

iayaan

39

7,2

4 4

13

,74

10

4,1

5 325,94

320,01 98,18

I. P

emb

iayaan U

tang

46

1,3

4

41

4,7

2

89

,89

3

99,2

2

333

,72

8

3,59

II. P

emb

iayaan In

vestasi (5

9,7

3)

(3,5

0)

5,8

6

(65,6

5) (14

,71)

22,41

III. Pem

berian

Pin

jaman

(3

,67

) 2

,18

-5

9,3

9

(6,69)

0,8

4

-12,53

IV. K

ewajib

an P

enjam

inan

(1

,01

) -

0,0

0

(1,12)

- 0

,00

V. P

emb

iayaan Lain

nya

0,3

0

0,3

4

11

3,1

0

0,1

8

0,1

6

85,46

Page 98: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara

94 Triwulan IV 2018| Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

[ Halaman ini sengaja dikosongkan ]

Page 99: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara
Page 100: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Negara, Kepala Pusat ... · intermediasi tetap stabil meskipun terjadi sedikit pengetatan likuiditas seiring dengan kredit yang terus menguat, sementara