kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif ri | home · web viewhal ini dipertegas oleh richardson...

35
Indonesia merupakan negara kepualauan yang kaya akan sumber daya alam, dimana sumber daya tersebut merupakan suatu potensi yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata. Potensi wisata tersebut dapat berupa pemwisatawanngan alam taman, sungai, kkebun binatang, arboterum, kampus dan sebagainya baik yang berada di desa maupun di kota. Potensi objek wisata alam ini tersebar mulai dari laut, pantai dan pengunungan. Potensi kepariwisataanalam dalam suatu wilayah sering kali dimanfaatkan sebagai suatu aset yang mampu mendapatngkan penghasilan yang cukup besar, membuka peluang usaha dan kerja serta tetap dapat berfungsi menjaga kelestarian alam. Pengembangan wisata alam merupakan salah satu pemanfaatan wisata yang dilakukan untuk membuat kawasan wisata tersebut menjadi lebih baik sehingga dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Pengembangan kawasan ini dimaksudkan untuk menambah keindahan dari tempat wisata tanpa harus merusak ekosistem alam yang ada. Pengelolaan dan pemasaran yang baik adalah salah satu cara untuk mengembangan PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA 2018 V- 1 BAB V. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA Kementerian Pariwisata Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata

Upload: others

Post on 17-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Indonesia merupakan negara kepualauan yang kaya akan sumber daya alam, dimana sumber daya tersebut merupakan suatu potensi yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata. Potensi wisata tersebut dapat berupa pemwisatawanngan alam taman, sungai, kkebun binatang, arboterum, kampus dan sebagainya baik yang berada di desa maupun di kota. Potensi objek wisata alam ini tersebar mulai dari laut, pantai dan pengunungan. Potensi kepariwisataanalam dalam suatu wilayah sering kali dimanfaatkan sebagai suatu aset yang mampu mendapatngkan penghasilan yang cukup besar, membuka peluang usaha dan kerja serta tetap dapat berfungsi menjaga kelestarian alam. Pengembangan wisata alam merupakan salah satu pemanfaatan wisata yang dilakukan untuk membuat kawasan wisata tersebut menjadi lebih baik sehingga dapat menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Pengembangan kawasan ini dimaksudkan untuk menambah keindahan dari tempat wisata tanpa harus merusak ekosistem alam yang ada. Pengelolaan dan pemasaran yang baik adalah salah satu cara untuk mengembangan kawasan wisata supaya dapat leibh terkenal oleh masayrakat. Sebagian besar kota-kota di Indoneisa memanfaatkan dan mengembangkan sektor pariwisata alam sebagai daya tarik dan aset bagi pemasukan daerah.

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 1

BAB V. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

Kementerian PariwisataDeputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata

Asisten Deputi Pengembangan Infrastruktur Dan Ekosistem Pariwisata

Page 2: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

5.1. Posisi Strategis Pariwisata Indonesia

Pariwisata indonesia dapat menjadi core economu bagi pembantunan masyarakat di Indonesia. Karena Pariwisata Indoneisa memiliki banyak keuanggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.

1. Pariwisata Penghasil Devisa TerbesarTahun 2019 Industri pariwisata diproyeksikan menjadi penghasil devisa terbesar di Indonesia dengan capaian target US$ 24 Milyar. Melampaui sektor Migas, Batubara dan Minyak Kelapa Sawit. Dampak devisa yang masuk langsung dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Terbaik di RegionalPariwisata Indonesia ditargetkan menjadi yang terbaik di kawasan regional bahkan melampaui ASEAN

3. Country Branding Wonderful Indonesia4. Indonesia Incorporeted5. Indonesia sebagai Tourism Hub Country6. Alokasi sumber daya

5.2. Kebijakan Pengembangan Pariwisata

Kebijakan pariwisata merupakan sebuah produk dari proses yang sangat kompleks dan terkait dengan berbagai aspek. Kompleksitas pariwisata disebabkan oleh berbagai perubahan besar pada level lokal, nasional dan internasional. Dalam konteks perubahan besar tersebut lingkungan kebijakan pada pariwisata menjadi media yang strategis bagi pemerintah untuk memasarkan potensi wisatanya. Pada kondisi inilah kebijakan pariwisata menjadi sangat strategis dan penting dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata adalah industri yang multidimensi dan lintas

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 2

Page 3: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

sektoral. Keterlibatan semua pihak dibutuhkan karena pariwisata bukan sektor yang berdiri sendiri. Pertimbangan keterkaitan antar sektor dan penanganan pariwisata semakin rumit dalam pengembangan suatu destinasi yang terpadu.

Salah satu stakeholders yang memiliki peranan penting adalah pemahaman baik dari pemerintah dalam merencanakan dan mengimplementasikan semua perencanaan pariwisata secara konsisten dan berkelanjutan. Pemerintah tentu akan menaruh perhatian dan memastikan bahwa pembangunan pariwisata tersebut akan mampu memberikan keuntungan sekaligus menekan biaya sosial, ekonomi, dan dampak lingkungan. Di sisi lain, pelaku bisnis yang lebih berorientasi pada keuntungan tentu tidak bisa mengatur apa yang harus dilakukannya, tetapi pemerintah bisa mengatur apa yang tidak boleh mereka lakukan melalui kebijakan dan regulasi. Misalnya dengan menetapkan peraturan tata ruang, perijinan, lisensi, akreditasi, dan perundang-undangan.

Intervensi pemerintah terhadap pengembangan pariwisata dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa instrumen kebijakan yang dapat digunakan untuk mengontrol dan memberikan incentive dalam mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan, seperti; aturan pemanfaatan lahan, membatasi akses wisatawan terhadap daerah-daerah yang rawan terhadap kerusakan, melindungi budaya lokal, mengarahkan prilaku wisatawan yang berwawasan lingkungan, pembatasan dalam penggunaan energi, menghemat sumber alam yang langka, mengurangi polusi dan memeberikan incentive terhadap pembangunan infrastruktur yang juga bermanafaat bagi host seperti sistem transportasi, perlindungan terhadap ruang hijau kota dan national park.

Pemilihan terhadap instrumen kebijakan akan sangat menentukan apabila didasarkan kepada kajian yang utuh terhadap tujuan yang ingin dicapai dengan cara seefisien mungkin, tidak didasarkan pada kajian yang parsial dan tidak menyeluruh. Hal terpenting juga perlu didasari oleh moral dan kemauan politik yang baik. Isu-isu yang berkembang saat ini

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 3

Page 4: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

mengenai perencanaan pariwisata hanya lebih menekankan aspek teknis saja padahal sebenarnya merupakan masalah politik yang menyangkut regulasi terhadap semua komponen pariwisata yang ada dalam rangka menuju pariwisata berkelanjutan.

Peran policy maker adalah sangat penting dalam menentukan kebijakan pariwisata yang akan diambil untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan. Untuk itu perlu adanya pemahaman bagi policy maker tentang konsep perencanaan pariwisata yang baik. Berbagai kasus di Indonesia pada umumnya perencanaan menjadi sangat penting sebagai pedoman dalam pembangunan ke depan. Tanpa adanya perencanaan yang komprehensif niscaya pembangunan pariwisata dapat dilakukan dengan berkesinambungan. Selama ini perencanaan pembangunan masih tertuang secara parsial dalam setiap sektor sub kegiatan. Pembangunan pariwisata berkelanjutan juga diadopsi sebagai visi pembangunan pariwisata setiap daerah. Akan tetapi dalam perkembanganya regulasi maupun indikator formal dan holistik yang dapat diadopsi dan dijadikan pedoman dalam menilai keberhasilan pembangunan tidak tersedia dengan legkap. Kebijakan pariwisata berkelanjutan belum dapat diimplementasikan secara konkrit dalam penngembangan pariwisata di semua daerah di Indonesia.

5.2.1. Pemerintah Dan Kebijakan Pariwisata

Kebijakan pariwisata umumnya dipwisatawanng sebagai bagian dari kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi berhubungan dengan struktur dan pertumbuhan ekonomi yang biasanya diwujudkan dalam perencanaan pariwisata. Beberapa faktor kunci yang menjadi perhatian kebijakan ekonomi misalnya ketenagakerjaan, investasi dan keuangan, industri, dan perdagangan (Gee, 2000: 28).

Lebih lanjut Gee (2000:28) menjelaskan bahwa formulasi kebijakan pariwisata merupakan tanggung jawab penting yang harus dilakukan oleh pemerintah yang ingin mengembangkan atau mempertahankan pariwisata sebagai bagian yang integral dalam perekonomian. Gee (1997:

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 4

Page 5: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

286) lebih tegas dijelaskan kebijakan umumnya mengacu pada rencana, keseluruhan tingkat tinggi yang mencakup tujuan dan prosedur. Untuk itu kebijakan publik, memperhitungkan hasil akhir yang diinginkan dari pemerintah dan metode untuk mencapai hasil tersebut. Kebijakan mewujudkan tujuan dan strategi yang telah diadopsi pemerintah sehubungan dengan pariwisata, pembangunan ekonomi, pekerjaan, hubungan politik, atau, kombinasi dari ketiganya. Karenanya keterlibatan sektor public sangat penting dalam penentuan kebijakan pariwisata.

Menurut Gun and Var (2002: 106 ) menyebutkan ruang lingkup kebijakan pariwisata nasional telah menjadi alat promosi untuk menarik kunjungan wisatawan. Kebijakan yang dibuat semua untuk usaha peningkatan citra destinasi wisata. Dalam dekade terakhir kerjasama dan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan swasta semakin kuat. Kebijakan pengembangan pariwisata perlu dilaksanakan oleh sektor swasta serta sektor publik. Untuk itu sinergi antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat sangat diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata.

Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu yang konstruktif tentang kebijakan pariwisata. Hal ini merupakan peluang dan sekaligus kewajiban untuk membuat, mengimplementasikan dan memelihara dengan baik sebuah kebijakan yang dibuat. Hal yang paling penting adalah koordinasi dengan sektor swasta dan pemerintah untuk menghindari kekhawatiran terhadap kesejahteraan publik (Gun and Var (2002: 117 ). Menurut Richter & Richter (Michael Hall, 2000;25) hampir secara universal pemerintah di dunia menerima pariwisata yang memiliki dampak postif, sehingga kebijakan pariwisata di buat untuk memperluas industri pariwisata.

Salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan isentif keuangan untuk menarik investasi masuk. Isentif ini dapat berupa hibah atau pinjaman yang diberikan untuk proyek-proyek dengan kreteria tertentu. Menurut Theobald (2005), berbagai insentif yang tersedia di bidang pariwisata, dan ini mungkin secara luas

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 5

Page 6: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

diklasifikasikan sebagai berikut insentif keuangan; pengurangan biaya modal; pengurangan biaya operasi, dan investasi keamanan.

Menurut Mill and Morrison (dalam Michael Hall, 2000:27) ada lima bidang utama keterlibatan sektor publik dalam pariwisata yaitu koordinasi, perencanaan, perundang-undangan dan peraturan, kewirausahaan dan stimulasi. Koordinasi; pariwisata yang terdiri dari berbagai macam sektor sering menimbulkan konflik kepentingan, maka koordinasi dalam pemanfaatan sumber daya sangat penting. Selain itu penyeimbangan berbagai peran dalam proses pengembangan pariwisata menjadi tanggung jawab pemerintah. Perencanaan; perencanaan pariwisata terjadi dalam bentuk pengembangan, infrastruktur, promosi dan pemasaran, struktur (organisasi yang berbeda-beda) dan skala (internasional, nasional, local dan sektoral). Perencanaan pariwisata harus berjalan seiring dengan kebijakan pariwisata. Tetapi dalam pembentukan kebaijakan, perencanaan merupakan proses politik yang hasilnya bisa menjadi dominasi bagi kepentingan dan nilai berbagai pihak. Peraturan dan perundang-undangan; pemerintah mempunyai kekuasaan hukum dan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan industry pariwisata. Keterlibatan pemerintah mulai dari kebijakan paspor dan visa, pemanfaatan lahan, tenaga kerja, upah dan lainnya. Stimulasi; pemerintah dapat melakukan stimulasi pariwisata melalui insentif secara financial seperti pinjaman berbungan rendah (Theobald, 2005). Membiayai penelitian pariwisata, menstimulasi pariwisata melalui pemasaran, promosi, dan pelayanan pada pengunjung. Menurut Mildleton (Michael Hall, 2000: 34), pemasaran merupakan fungsi dominan dalam kebijakan penyelenggaraan pariwisata.

Pariwisata berkelanjutan, pariwisata sex, keselamatan perjalanan, pariwisata kesehatan merupakan beberapa faktor yang melibatkan peraturan, perencanaan, kebijakan publik yang terkait dengan pariwisata. Masalah Pariwisata berkelanjutan menjadi suatu kebijakan yang terus akan berkembang searah dengan peningkatan dampak dari pariwisata dunia masa depan akibat pembangunan fasilitas dan tekanan fisik lingkungan (Edgell, Allen, Smith and

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 6

Page 7: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Swansonz, 2008; 69, 332). Dijelaskan pula bahwa pariwisata berkelanjutan akan tetap menjadi isu perencanaan dan kebijakan pada tingkat internasional, regional dan nasional.

5.2.2. Pengembangan Destinasi Pariwisata

Menurut Holloway (2009: 6-7) bahwa pariwisata adalah aktivitas dari pemanfatan waktu luang atau leisure, dan keluar negara untuk mencari sesuatu yang berbeda dari kebiasaan sehari-hari dan memberikan dampak ekonomi pada masyarakat lokal. Lebih jauh Beech J & Simon C. (2006 :4) berusaha memberikan definisi pariwisata secara lebih akademis, bahwa the activities of persons traveling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business or other purposes. Di lihat dari apa yang diuraikan oleh Beech J & Simon C (2006 :4), tampaknya kegiatan pariwisata sangat dekat dengan dinamisnya kehidupan manusia yang di satu sisi didasari oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu untuk liburan.

Destinasi merupakan suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan seseorang dibandingkan dengan tempat lainnya yang dilalui selama perjalanannya (misalnya daerah transit). Suatu tempat akan memiliki batas-batas tertentu baik secara aktual maupun hukum. Menurut Ricardson dan Fluker (2004: 48) destinasi pariwisata didefinisikan sebagai: ”A significant place visited on a trip, with some form of actual or perceived boundary. The basic geographic unit for the production of tourism statitistics” (Ricardson dan Fluker, 2004: 48).

Destinasi dapat dibagi menjadi „destination area‟ yang oleh WTO didefinisikan sebagai berikut: “Part of destination. A homogeneous tourism region or a group of local government administrative regions” (WTO in Ricardson dan Fluker, 2004: 48). Dalam mendiskusikan destinasi pariwisata, kita juga harus mempertimbangkan istilah „region‟ yang didefinisikan sebagai

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 7

Page 8: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

berikut: “(1) A grouping of countries, usually in a common geographic area, (2) An area within a country, usually a tourism destination area” (Ricardson dan Fluker, 2004).

Destinasi berjalan menurut siklus evolusi yang terdiri dari tahapan pengenalan (introduction), pertumbuhan (growth), pendewasaan (maturity), penurunan (decline), dan/atau peremajaan (rejuvenation)(Butler (1993). Tujuan utama dari penggunaan model siklus hidup destinasi (destination lifecycle model) yaitu sebagai alat untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata. Hal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle model) yaitu sebagai berikut.

Pengembangan destinasi pariwisata memerlukan teknik perencanaan yang baik dan tepat. Teknik pengembangan harus menggabungkan beberapa aspek penunjang kesuksesan pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah aspek aksesibilitas (transportasi dan saluran pemasaran), karakteristik infrastruktur pariwisata, tingkat interaksi sosial, keterkaitan/kompatibilitas dengan sektor lain, daya tahan akan dampak pariwisata, tingkat resistensi komunitas lokal, dan seterusnya. Prinsip perancangan kawasan alam merupakan dasar-dasar penataan kawasan memasukan aspek yang perlu dipertimbangkan dan komponen penataan kawasan tersebut. Gunn and Var, (2002) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu :1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) Menjamin kepuasan pengunjung, 4) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangan.

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 8

“A model that characterises each stage in the lifecycle of a destination (and destination areas and resort area) including introduction, growth, maturity, and decline and/or rejuvenation” (Richardson dan Fluker, 2004: 51).

Page 9: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Penataan kawasan wisata alam mencakup penetapan peruntukan lahan yang terbagi menjadi tiga, yaitu : 1) zona preservasi, 2) zona konservasi, 3) zona pemanfaatan. Menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural atau perubahan budaya dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Sedangkan menurut Wayne Attoe (1979), yang dapat dikonservasi adalah lingkungan alam (seperti daerah pantai, hutan, lereng pegunungan dan lokasi arkeologi), kawasan kota dan perdesaan, skyline dan pemwisatawanngan koridor wilayah, bagian depan suatu gedung (fasade) dan bangunan serta unsur dari bangunan.

McHarg (1971) dalam memilih daerah-daerah yang secara intrinsik cocok bagi konservasi, maka ada beberapa faktor yang ditentukan yaitu : bentuk –tampilan yang bernilai sejarah, hutan dan rawa- rawa yang berkualitas tinggi, bentuk-tampilan pantai teluk, sungai -sungai, habitat binatang liar, bentuk tampilan geologi dan fisiografi yang unik, tampilan perairan berpemwisatawanngan bagus serta bentuk-bentuk langka yang berkaitan ekologis. Menurut Bovy M, Lawson (1977), pengembangan kawasan wisata alam harus mengikuti prinsip-prinsip pengembangan dan perencanaan pemanfatan kawasan terdiri dari subsistem tata ruang atau pendaerahan (zoning) yaitu: 1). Peruntukan fasilitas umum, bangunan permanen, rekreasi, pariwisata dan fasilitas olahraga. 2). Peruntukan fasilitas tidak permanen, kemah, memancing, dan sebagainya. 3). Tidak diperbolehkan adanya pembangunan jalan kendaraan umum. Diperuntukan jalan setapak, pendakian, olahraga berkuda & gardu pwisatawanng. 4). Tidak ada akses jalan masuk dan

5.2.3. Pengembangan Pariwisata Sebagai Kebijakan Publik

Sebelum berbicara tentang kebijakan pariwisata, maka akan dibahas terlenih dahulu kebijakan publik. Definisi yang menjelaskan mengenai kebijakan sampai saat ini sangat beragam. Istilah kebijakan

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 9

Page 10: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

seringkali diartikan dengan keputusan pemerintah karena hanya pemerintahlah yang memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk menagrahkan masyarakat dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Carl F 1969 (dalam Agustino, 2008) menjelaskan bahwa kebijakan merupakan serangkaian kegiatan/tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah agar dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Sedangkan Dye (1978, seperti dikutip oleh Abidin, 2002:20) menyebutkan kebijakan adalah sebuah pilihan dari pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Ahli lain Gerston (1992 dalam Bram Sarjana, 2006: 12:5) menjelaskan kebijakan publik sebagai “ attempts to resolve public issue, questions that most people believe should be decided by officials at the appropriate level of government national, state or local. Dari pernyataan ini menunjukkan bahwa kebijakan adalah upaya yang diputuskan oleh pejabat pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memecahkan masalah masyarakat.

Kebijakan mencakup keterkaitan antara kehendak, tindakan, dan hasil. Pada kehendak, kebijakan terefleksikan pada sikap pemerintah. Pada tingkat tindakan, kebijakan terefleksikan pada perilaku pemerintah, dan pada level hasil yaitu yang benar-benar dilakukan pemerintah (Heywood, 1997:382). Pada defenisi lain kebijakan juga dimaknai sebagai satu manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan, sehingga dapat dijadikan basis penyusunan basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan (Parson, 2001:15).

Kebijakan dapat dikatakan berhasil dengan baik ditentukan oleh sumberdaya manusia, institusi, dan organisasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan rekayasa ulang. Menurut Person (1995), dalam model proses suatu penetapan kebijakan dapat dikaji dari input dan output. Faktor-faktor input terdiri dari persepsi, organisasi, tuntutan, dukungan dan keluhan. Unsur kebijakan antara lain adalah regulasi, distribusi, redistribusi, kapitalisasi dan nilai-nilai etika. Outputnya antara lain adalah aplikasi, penegakan hukum,

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 10

Page 11: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

interpretasi, evaluasi, legitimasi, modifikasi, penyesuaian, dan penarikan diri atau pengingkaran.

Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas (Dunn: 2003).

Dalam melakukan analisis kebijakan, perlu kiranya dipahami lingkungan kebijakan. Lingkungan kebijakan merupakan konteks spesifik di mana peristiwa-peristiwa di sekitar isu-isu kebijakan terjadi (Dunn, 2003:133). Proses perumusan kebijakan dapat dipwisatawanng sebagai sebuah hubungan antarorganisasi (interorganizational relations) (Evan1980 (dalam Abidin 2002:158). Lebih lanjut dijelaskan bahwa intansi pemerintah merupakan suatu organisasi yang berada dalam lingkup wawasan yang lebih luas, dan merupakan salah satu elemen dari sistem nasional dan internasional.

5.3. Permasalahan Pengembangan Pembangunan Pariwisata

Upaya memperkuat peran dan posisi sektor pariwisata sebagai pilar strategis pembangunan nasional kedepan, serta mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang berdaya saing dan berkelanjutan, tidak dapat dipungkiri masih dihadpkan pada permasalahan dan tantangan yang menuntut langkah dan upaya yang taktis dan terpadu dalam mengatasinya. Hasil Lapangan didapatkan permasalahan yang timbul dalam pengembangan Pariwisata dapat dirangkum sebagai berikut :

a. Kesiapan masyarakat di Sektoral Destinasi Pariwisata Masih Belum Optimal. Pembangunan pariwisata tidak terlepas dari

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 11

Page 12: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

kesiapan dan dukungan masyarakat di destinasi pariwisata. Banyak yang sudah dikenal wisatawan dan menjadi destinasi wisata, namun tidak mampu berkembang baik dan cenderung stagnan karena masih terbatasnya dukungan dan kesiapan masyarakat sekitar.

b. Perkembangan dan kesiapan destinasi pariwisata yang masih terkosentrasi di wilayah Jawa dan Bali. Wilayah-wilayah potensial lainnya seperti Sumatera (al: Toba dan Nias), Kalimantan (al: Tanjung Puting dan Derawan), Sulawesi (al: TorajaWakatobi), Maluku (al:: Ambon, Morotai, Ternate), Papua (al : Biak, Asmat, Cartenz) serta NTB (al :Tambora), dan NTT (al : Komodo, Kelimutu) cenderung masih tertinggal jauh perkembangannya, karena faktor infrastruktur dan ketersediaan fasilitas pendukung wisata. Investasi di bidang pariwisata relatif masih belum tumbuh di wilayah-wilayah potensial tersebut.

c. Iklim yang kurang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan. Pemahaman terhadap nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat dan wilayah setempat seringkali memunculkan iklim yang kurang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan. Unsur-unsur SAPTA PESONA Pariwisata (aman, tertib, bersih, nyaman, indah, ramah dan kenangan) belum sepenuhnya terwujud di destinasi-destinasi pariwisata, sehingga kondisi tersebut cenderung menciptakan persepsi yang kurang positif bagi wisatawan, karena merasa tidak nyaman dan aman dalam melakukan kunjungan wisatanya.

d. Sifat sektoral : Masih ada daerah yang muara kerja bukan kolektif kolegial atau masih mengedepanan ego sektoral (kewilayahan, dinas, kelompok) sehingga pengembangan kepariwisataan masih terhambat, padahal periwisata sendiri tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa ada dukungan dari berbagai sektor yang mendukung. Contoh lain : Masih ada obyek Pariwisata yang masih bersifat sektoral seperti jalan menuju tempat wisata masih milik perhutani, sehingga pemerintah daerah terhambat untuk melakukan

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 12

Page 13: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

perbaikan infrastruktur yang ada karena terhambat ego sektoral yang ada.

e. Batas Wialayah obyek wisata : Perlu kerjasama dan koordinasi yang intenst dan berkesinambungan antar daerah tentang obyek wisata yang berbatasan seperti : wisata coban sewo (kab. Malang) dengan obyek yang sama di Kab Lumajang namun nama berbeda Tumpak Sewu, Gunung bromo (Kab. Pasuruan, Kab Promolinggo, kab. Malang dan Kab. Lumajang), Kawah Ijen (Kab. Banyuwangi dan Bondowoso), Wisata Merapi (Kab. Boyolali, Kab. Sleman dan Kab Magelang), Wisata Dieng (Kab Wonosobo dangan Kab. Banjarnegara)

5.4. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Indek Pariwisata Indonesia 2018 Di Wilayah Kajian

A. Atraksi Wisata Daerah KajianKepariwisataan di wilayah kajian digolongkan menjadi empat hal

diantaranya: Wisata Budaya, Wisata Alam, dan Wisata Buatan, Wisata kuliner, dan wisata religi. Adapun hasil yang diperoleh sementara hasil lapangan dari atraksi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.1 Tabel Atraksi wisata Daerah KajianNo Atraksi Wisata Prosentase1 Wisata Alam 1002 Wisata Budaya 713 Wisata Buatan 864 Wisata Kuliner 865 Wisata Religi 71Sumber : Data lapang-sekunder (diolah) 2018

Dari tabel di atas semua daerah kajian yang ada memiliki wisata alam, namun tidak semua daerah memiliki wisata budaya, religi maupun wisata buatan dan kuliner. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali kekayaan alam. Mulai dari hutan, laut, gunung, sampai danau. Hingga saat ini kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia telah banyak yang dikelola menjadi wisata alam. Wisata Alam pada wilayah kajian masih menjadi tempat destinasi wisatawan setiap daerah seperti :

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 13

Page 14: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Kepulawan Raja Ampat (Papua), Pulau Komodo (Kepulawan Nusa Tenggara), Gunung Rinjani (Pulau Lombok), Kepulauan Belitung, Gunung Bromo (Jawa Timur), Kawah Ijen (Jawa Timur), Taman Laut Bunaken (Sulawesi Utara), Pantai Dreamland (Bali), Danau Toba (Sumatera Utara).

Selain Mengwisatawanlkan wisata alam, seiring dengan bergesernya waktu Daerah juga mengembangkan wisata buatan yang tidak kalah menjadi wisatawanlan masing-masing daerah untuk berlomba-lomba menaik wisatawan. Adapun wisata buatan wilayah kajian IPI 2018 diantaranya : Taman Mini Indonesia Indah (Jakarta), Dunia Fantasi (Jakarta), Trans Studio (Bandung), Jatim Park 1,2,3 (Kota Batu), Museum Angkut dan Desa Apung (Kota Batu), the Jungle (Bogor), Kampung Gajah Wonderland (Bandung), Eco Green Park (Bandung).

B. Aksesibilitas Wisata Daerah KajianAksesibilitas wisata pada kajian ini dilihat dari prasarana transportasi, sarana transportasi, dan sistem transportasi. Adapun hasil yang diperoleh sementara hasil lapangan dari aksesibilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.2 Tabel aksesibiltas wisata Daerah KajianNo Atraksi Wisata Prosentase1 Prasarana Transportasi

a. Pelabuhan Laut 43b. Bandara 14c. Stasiun KA 28d. Terminal 100

2 Sarana Transportasi a. Angkutan Jalan 100b. Sungai 14c. Danau 57d. Penyebrangan 29e. Laut 1

3 Sistem Transportasi

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 14

Page 15: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

No Atraksi Wisata Prosentase

a. Informasi Rute jadwal 43b. Kemudahan Reservasi 57

Sumber : Data lapang-sekunder (diolah) 2018

Dari tabel di atas semua daerah kajian prasaran transportasi yang dilihat dari pelabuhan, Bandara, stasiun KA dan Terminar diperoleh tidak semua daerah memiliki Bandara, pelabuhan laut dan stasiun KA, nilai prosentase terendah ada pada Bandara 14% artinya hanya sedikit daerah kajian memiliki Bandara sehingga untuk menuju daerah tersebut bisa dilakukan dengan jalan darat, laut. Dari sisi sarana transportasi didapatkan nilai prosentase yang terendah adalah sarana laut artinya hanya sedikit daerah yang dapat ditempuh melalui jalur laut. Sedangkan sistem transportasi diperoleh tidak semua daerah kajian memiliki informasi rute yang terjadwal serta reservasi yang ada masih diasumsikan tidak mudah. Pengembangan di Indonesia tak hanya membutuhkan pembangunan infrastruktur fisik berupa pelabuhan wisata. Namun, pengembangan wisata tersebut juga perlu mengikutsertakan manajemen sumber daya manusia lokal, kontrol oleh pemerintah daerah, dan strategi pemasaran ke pasar mancanegara.

C. Amenitas Wisata Daerah KajianAmenitas wilayah kajian ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : Prasarana umum, Fasilitas Umum dan Fasilitas Pariwisata. Adapun hasil yang diperoleh sementara hasil lapangan dari amenitas wilayah kajian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.3 Tabel Menitas wisata Daerah KajianNo Amenitas Prosentase1 Prasarana Umum

a. Listrik 100b. Air 100

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 15

Page 16: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

No Amenitas Prosentase

c. Telekomunikasi 100d. Pengolahan limbah

(tempat sampah)100

2 Fasilitas Umum Kondisia. Keamanan (pos

polisi/satpam)Baik

b. Keuangan Perbankan Baikc. Kebersihan (tempat

sampah)Baik

d. Lahan Parkir Cukupe. Tempat Ibadah Cukup

3 Fasilitas Pariwisataa. Akomodasi 86b. TIC 43c. Polisi Pariwisata 0d. Toko Cenderamata 86e. Pasar Modern 100f. Pusat kerajinan 86

Sumber : Data lapang-sekunder (diolah) 2018

Dari tabel di atas semua daerah kajian memiliki prasaran umum yang lengkap seperti listrik, air, telekomunikasi, dan pengelolaan limbah. Namun kalau dilihat dari kondisi yang ada tidak semunya memiliki kondisi yang baik seperti listrik daerah yang kadang masih sering padam, telekomunikasi (signal) yang tidak maksimal (kadang ada dan tidak) serta temat sampah masih perlu diperbaiki baik dari sisi daya tampung ataupun keindahannya. Selanjutnya dilihat dari sisi fasilitas umum yang ada semua daerah kajian sudah memiliki kantor polisi, lembaga keuangan serta kebersihan katagori baik namun lahan parkir dan tempat ibadah di daerah kajian secara rata-rata masih dalam katagori cukup.

Dari sisi Fasilitas pariwisata yang ada semua daerah kajian memiliki pasar modern, namun semua daerah kajian juga tidak memiliki polisi pariwisata. Keberadaan Tourism Information Centre, toko cendramata dan pusat kerajinan juga sudah ada namun tidak semua daerah kajian memiliki hotel bermerk atau berbintang.

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 16

Page 17: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Hasil Lapangan IPI 2018 TIC dapat berperan aktif sebagai sarana informasi, sebagai sarana promosi pariwisata, sebagai sarana penyebaran wisatawan, sebagai mitra usaha jasa pariwisata.

D. Pemberdayaan Masyarakat Faktor yang dilihat item Pemberdayaan Masyarakat pada kajian ini adalah Keberadaan Kelompom Sadar Wisata, dan Desa Wisata di wilayah Kajian. Adapun hasil yang diperoleh sementara hasil lapangan dari pemberdayaan masyrakat dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.4 Tabel pemberdayaan masyarakat wisata Daerah KajianNo

Pemberdayaan Masyarakat Prosentase

1 Pokdarwis (Kelompok sadar wisata)

86

2 Desa wisata 71Sumber : Data lapang-sekunder (diolah) 2018

Dari hasil lapangan diperoleh hampir semua daerah kajian memiliki Pokdarwis (86%) dan Desa wisata (71%) namun bila dilihat dari kondisi dan pengamatan lapangan ternyata masih banyak pokdarwis yang tidak aktif dan tidak memiliki program dalam pengembagan pariwisata daerah demikian halnya dengan desa wisata masih perlu sentuhan lebih untuk lebih memperkenalkannya melalui promosi yang berkesinambungan.

Hasil wawancara lapangan survey IPI 2018 : Keberadaan Kelompok Sadar Wisata sebagai kelembagaan di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak dalam mendukung terciptanya iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona dalam

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 17

Page 18: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan manfaatkannya bagi kesejahteraan masyarakat sekitar, namun dalam pengembangannya perlu sentuhan dan koordinasi yang lebih harmonis antara pengelola Pokdarwis dan pmerindah daerah khususnya Dinas Pariwisata.

E. Penunjang PariwisataPenunjang Pariwisata yang dilihat dalam kajian ini adalah keberadaan PHRI, ASITA dan kepemilikan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah. Adapun hasil yang diperoleh sementara hasil lapangan dari penunjang pariwisata dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.5 Tabel Penunjang wisata Daerah KajianNo Penunjang Prosentase1 PHRI 862 ASITA 573 Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata87

Sumber : Data lapang-sekunder (diolah) 2018

Dari hasil lapangan diperoleh semua daerah kajian memiliki PHRI (86%) dan ASITA (57%). Selain itu rata-rata semua daerah kajian sudah memiliki Rencana induk Pengembangan Pariwisata Daerah yang masih berlaku sehingga pengembangan pariwisata yang ada terus berjalan sesuai dengan perencanaan yang di jadwalkan. Hasil wawancara IPI 2018 keberadaan PHRI sangat dibutuhkan karena PHRI memiliki peran dalam Membina dan mengembangkan badan-badan usaha yang bergerak dibidang perhotelan, restoran, jasa boga, jasa pangan dan lembaga pendidikan pariwisata. Turut serta mengembangkan potensi kepariwisataan nasional. 

5.5. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Nasional

Kebijakan pariwisata merupakan kerangka yang terfokus pada isu-isu yang dihadapi dan mempertemukan secara efektif keinginan atau

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 18

Page 19: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

kebutuhan masyarakat dengan rencana, pengembangan, produk pelayanan, serta tujuan dan sasaran berkelanjutan bagi pertumbuhan pariwisata dimasa yang akan datang (Edgell, dkk, 2008).

Pariwisata menjadi salah satu sumber pendapatan yang dapat menguntungkan Negara atau daerah karena dengan adanya pariwisata akan membantu berbagai sektor di Indonesia seperti sektor ekonomi dan politik, dalam bidang pariwisata, kebijakan arah pembangunan ditunjukan untuk:

1. Peningkatkan jumlah wisatawan mancanegara dan nusantara

2. Promosi tujuan pariwisata

3. Perbaikan dan peningkatan kualitas saran dan prasarana pendukung pariwisata

4. Peningkatkan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan, dan

5. Peningkatkan kualitas dan kuantitas SDM dibidang pariwisata.

5.6. Kebijakan Pengembangan Wilayah Kajian

Sektor pariwisata diharapkan terus berkembang dan menjadi salah satu prioritas tertinggi didunia dan penciptaan lapangan kerja. Kepariwisataan di daerah kajian perlu dibangun dan dikembangkan untuk menompang devisa daerah. Badan Promosi Pariwisata daerah merekomendasikan empat hal yang mendukung pengembangan pariwisata, diantaranya:

1. Kegiatan promosi yang difokuskan kepada sumber pasar wisatawan (pasar keluarga, komunitas dan sekolah) dan pwisatawanuan wisata serta peta wisata belanja,

2. Pengembangan produk wisat dengan adanya penyelengaraan event bulan belanja dan kuliner (berkerjasama dengan pusat belanja,

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 19

Page 20: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

restoran, hotel, dan biro perjalanan), pembentukan ruang pariwisata baru sera atraksi wisata malam,

3. Untuk saran dan prasrana dilakukan perbaikan kuaitas toilet umum, dan pengwisatawanan jariangan internet, dan

4. Terkait peluang usaha perlu adanya pengembangan produk souvernir yang mencerminkan karakteristik daerah dan penyedian layanan transportasi dari hotel ke objek wisata.

Kepariwisataan di wilayah kajian digolongkan menjadi empat hal, Kepariwisata tersebut diantaranya: Wisata Budaya, Wisata Alam, dan Wisata Buatan, Wisata kuliner, dan wisata religi.

5.7. Strategi Pengembangan Wilayah Kajian 5.7.1. Strategi dan Sasaran Pengembangan PAriwisata

Pengembangan pariwisata untuk daerah yang kurang maksimal pada wilayah kajian mengakibatkan berkurangnya minat dan motivasi kunjungan wisata baik wisAtawan asing maupun domestik. Perlu adanya strategi pengembangan pariwisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisata pada daerah kajian. Pengembangan pariwisata yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata wilayah kajian adalah melalui strategi dan sasaran sebagai berikut ;

Tabel 5.6 Stategi dan Sasaran Pengembangan Pariwisata

No Ketarangan Indikator

1 Strategi

a. Meningkatkan sumber daya pariwisata yang berwawasan dan berkelanjutan,

b. Meningkatkan kualitas pelayan pariwisata, c. Mewujudkan pembinaan dan pengawasan

daya tarik objek wisata yang berkelanjutan, d. Mewujudkan rencana pembangunan

pariwisata, dan e. Mengoptimalkan kinerja Sumber Daya

Manusia di bidang pariwisata. 2 Sasaran a. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi

masyarakat terhadap pelestarian lingkungan

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 20

Page 21: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

No Ketarangan Indikator

pariwisata,

b. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya pariwisata,

c. Meningkatkan pengelolaan dan pengembangan pariwisata berbasis domestik sesuai dengan prinsip-prinsip pembanguana pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan,

d. Meningkatnya sarana dan prasaran pariwisata

e. Tersedianya kawasan pariwisata untuk kebutuhan masyarakat.

Sumber : Data Sekunder (lapangan) diolah 2018

5.7.2. Tahapan Pengembangan Destinasi Pariwisata Wilayah Kajian

Dalam penentuan strategi pengembangan pariwisata, tahapan yang perlu diperhatian adaalah 1) Tahap perintisan, 2) Tahap Pengembangan, 3) Tahap Pemantapan dan 4) Tahap revitasliasi. Adapun penjelasan masing-masing tahapan dan kriterianya adalah :

Gambar 5.1 Tahapan Pengembangan Strategi Pariwisata

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 21

Page 22: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Tabel 5.7 Perencanaan Pariwisata Kabupaten/Kota

Perencanaan Pariwisata No Kabupaten/Kota

Taha

p Pe

rintis

an

1 Kabupaten Tulungagung2 Kota Surabaya3 Kota Semarang4 Kabupaten Bone5 Kabupaten Gowa6 Kabupaten Bolaang Mongondow7 Kabupaten Minahasa Utara8 Kota Bitung9 Kabupaten Barito Selatan

10 Kabupaten Barito Utara11 Kabupaten Sambas12 Kabupaten Bengkayang13 Kabupaten Ketapang14 Kabupaten Sumba Timur15 Kota Batam16 Kabupaten Barito Kuala17 Kabupaten Hulu Sungai Selatan18 Kota Tidore Kepulauan19 Kabupaten Pulau Morotai20 Kabupaten Gunung Kidul21 Kabupaten Sorong22 Kabupaten Ogan Komering Ilir23 Kabupaten Jayapura24 Kota Jayapura25 Kabupaten Majene26 Kabupaten Lahat27 Kota Samarinda28 Kabupaten Kutai Kertanegara29 Kabupaten Probolinggo30 Kabupaten Lampung Selatan31 Kabupaten Lampung Barat32 Kabupaten Mamuju33 Kabupaten Tanjung Jabung Timur34 Kabupaten Langkat35 Kabupaten Sangatta36 Kabupaten Wakatobi37 Kota Pekanbaru38 Kabupaten Bengkalis39 Kabupaten Pandeglang

Ta ha p Pe 1 Kabupaten Gowa

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 22

Page 23: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Perencanaan Pariwisata No Kabupaten/Kota

mba

ngun

an

2 Kabupaten Bone3 Kota Manado4 Kabupaten Sumba Barat5 Kabupaten Hulu Sungai Selatan6 Kota Gorontalo7 Kota Tidore Kepulauan8 Kabupaten Pulau Morotai9 Kabupaten Belitung

10 Kabupaten Bantul11 Kabupaten Sleman12 Kabupaten Sorong13 Kota Sorong14 Kabupaten Raja Ampat15 Kota Palembang16 Kabupaten Lahat17 Kabupaten Jayapura18 Kota Jayapura19 Kabupaten Majene20 Kabupaten Ogan Komering Ilir21 Kabupaten Probolinggo22 Kabupaten Bandung23 Kota Bandung24 Kabupaten Lampung Selatan25 Kabupaten Lampung Barat26 Kabupaten Mamuju27 Kabupaten Tanjung Jabung Timur28 Kabupaten Langkat29 Kota Bengkulu30 Kota Pekanbaru31 Kabupaten Bengkalis32 Kabupaten Kebumen33 Kabupaten Pandeglang34 Kabupaten Garut

Taha

p Pe

man

tapa

n

1 Kota Surabaya2 Kota Semarang3 Kabupaten Lombok Barat4 Kota Mataram5 Kota Makassar6 Kabupaten Gowa7 Kota Surakarta8 Kota Jakarta Barat

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 23

Page 24: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Perencanaan Pariwisata No Kabupaten/Kota

9 Kota Jakarta Timur10 Kota Jakarta Selatan11 Kota Jakarta Utara12 Kota Jakarta Pusat13 Kabupaten Kepulauan Seribu14 Kabupaten Berau15 Kota Tanjung Pinang16 Kota Gorontalo17 Kabupaten Gianyar18 Kabupaten Bangli19 Kabupaten Belitung20 Kabupaten Bantul21 Kabupaten Sleman22 Kabupaten Raja Ampat23 Kota Palembang24 Kota Lahat25 Kota Denpasar26 Kabupaten Badung27 Kota Balikpapan28 Kabupaten Banyuwangi29 Kabupaten Bandung30 Kota Bandung31 Kota Bandar Lampung32 Kabupaten Magelang33 Kota Bengkulu34 Kabupaten Tanjung Jabung Timur35 Kabupaten Langkat36 Kota Batu37 Kabupaten Malang38 Kabupaten Buton39 Kabupaten Sukabumi40 Kabupaten Bogor41 Kota Bogor42 Kota Pekanbaru43 Kabupaten Bengkalis44 Kabupaten Pandeglang

Taha

p Re

vita

lisas

i 1 Kota Semarang2 Kota Makassar3 Kota Yogyakarta4 Kota Surakarta5 Kota Palu

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 24

Page 25: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Perencanaan Pariwisata No Kabupaten/Kota

6 Kabupaten Kepulauan Seribu7 Kota Jakarta Utara8 Kota Jakarta Timur9 Kabupaten Karimun

10 Kota Tidore Kepulauan11 Kabupaten Pulau Morotai12 Kabupaten Raja Ampat13 Kabupaten Ogan Komering Ilir14 Kota Palembang15 Kabupaten Lahat16 Kabupaten Jepara17 Kota Samarinda18 Kabupaten Banyuwangi19 Kota Bandar Lampung20 Kabupaten Lampung Barat21 Kabupaten Magelang22 Kota Bengkulu23 Kota Medan24 Kabupaten Langkat25 Kabupaten Sukabumi26 Kabupaten Bogor27 Kota Bogor28 Kota Pekanbaru29 Kabupaten Bengkalis30 Kabupaten Kebumen31 Kabupaten Pandeglang

Selanjutnya untuk daerah pada lokasi kajian dan kebijakan dan kebutuhan yang ada pada lokasi kajian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5.8 Tahapan Perintisan Pengembangan Pariwisata

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 25

Page 26: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Tabel 5.9 Tahapan Pembangunan Pengembangan Pariwisata

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 26

Page 27: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Tabel 5.10 Tahapan Pemantapan Pengembangan Pariwisata

Tabel 5.11 Tahapan Revitalisasi Pengembangan Pariwisata

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 27

Page 28: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

Dalam pembangunan objek wisata juga sangat dibutuhkan Studi kelayakan agar tahapan yang akan dilakukan, proses dan hasil akhir pengembangan benar benar dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hasi. Adapun kelayakan yang dapat dlakukan dalam Pengembangan Obyek Wisata adalah :

1. Kelayakan Sosial Ekonomi Regional : Studi kelayakan ini dilakukan untuk melihat apakah investasi yang ditanamkan untuk membangun suatu objek wisata juga akan memilki dampak sosial ekonomi secara regional, dapat menciptakan lapangan pekerjaan, dapat meningkatkan devisa dan sebagainya.

2. Layak Teknis : Pembangunan objek wisata harus dapat dipertanggung-jawabkan secara teknis dengan melihat daya dukung yang ada. Tidaklah perlu memaksakan diri untuk membangun suatu objek wisata apabila daya dukung oleh wisata tersebut rendah. Daya tarik suatu objek wisata akan berkurang atau bahkan hilang bila objek wisata tersebut membahayakan keselamatan para wisatawan.

3. Layak Lingkungan : Analisis dampak lingkungan dapat dipergunakan sebagai acuan kegiatan pembangunan suatu objek

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 28

Page 29: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI | Home · Web viewHal ini dipertegas oleh Richardson dan Fluker (2004: 51) yang dimaksud dengan siklus hidup destinasi (destination lifecycle

wisata. Pembangunan objek wisata yang mengakibatkan rusaknya lingkungan harus dihentikan pembangunannya. Pembangunan objek wisata buaknlah untuk merusak lingkungan tetapi sekedar memanfaatkan sumber daya alam untuk kebaikan manusia dan untukmeningkatkan kulitas hidup manusia sehingga menjadi keseimbangan, keselarasan dan keserasian

PENYUSUNAN INDEK PARIWISATA INDONESIA2018 V- 29