pembentukan panitia khusus hak angket dewan...

81
PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (Analisis Yuridis Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib ) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RADEN RAMANDA KRISHNA BOMANTARA R. NIM: 1113048000072 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H / 2019 M

Upload: others

Post on 18-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

(Analisis Yuridis Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib )

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RADEN RAMANDA KRISHNA BOMANTARA R.

NIM: 1113048000072

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2019 M

Page 2: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

i

PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

(Analisis Yuridis Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat RI

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib )

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RADEN RAMANDA KRISHNA BOMANTARA R.

NIM: 1113048000072

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H / 2019 M

Page 3: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya
Page 4: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya
Page 5: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya
Page 6: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

v

ABSTRAK

RADEN RAMANDA KRISHNA BOMANTARA, NIM 1113048000072,

PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN

RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI, Program Studi

Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1440 H/2019 M. vii + 59 halaman

+ 8 halaman daftar pustaka.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembentukan Panitia Khusus

Hak Angket dan legalitas pembentukannya seperti yang diatur dalam Peraturan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.

Mekanisme pembentukan Panitia Khusus Hak Angket, yang diatur didalam pasal

171 Ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2014 bahwa Panitia Khusus hak angket terdiri atas semua unsur fraksi, namun dalam

kenyataannya panitia khusus hak angket hanya terdiri 7 fraksi yaitu Fraksi PDIP (Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan), Fraksi Golkar (Golongan Karya), Fraksi Gerindra

(Gerakan Indonesia Raya), Fraksi PAN (Partai Amanat Nasional), Fraksi PPP (Partai

Persatuan Pembangunan), Fraksi Nasdem (Nasional Demokrat), Fraksi Hanura (Hati

Nurani Rakyat), dan ada 3 fraksi yang tidak ikut di dalam pansus hak angket yaitu Fraksi

Demokrat, Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Fraksi PKB (Partai Kebangkitan

Bangsa), sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan bagaimana legalitas dari panitia

khusus hak angket.

Metode penelitian menggunakan jenis penelitian yang digunakan yaitu kualitatif,

dengan pendekatan penelitian normatif-yuridis, dimana mengacu pada norma-norma

hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan

pengadilan, serta terdapat norma-norma hukum yang ada pada masyarakat. Pendekatan

yang digunakan adalah perundang-undangan dengan meneliti tahapan pembentukan

Panitia Khusus Hak Angket yang telah diatur dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib. Adapun analisis data yang dipakai adalah analisis komparatif.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dalam Pasal 169-177 Peraturan DPR Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Tata Tertib, terdapat enam tahapan pelaksanaan dalam

pembentukan Panitia Khusus Hak Angket. Pada tahap pelaksanaan kedua, yaitu

pembentukan panitia angket yang harus terdiri dari semua unsur fraksi, ternyata tidak

terpenuhi, maka pengabaian tahapan prosedur pembentukan Pansus Hak Angket secara

langsung merupakan pengabaian legalitas, maka dapat dikatakan pembentukan Pansus

Hak Angket terhadap KPK mengandung cacat hukum. Pernyataan tersebut didasari

dengan tidak adanya alasan hukum yang dapat digunakan sebagai dasar dalam

pengabaian ketentuan pembentukan pansus hak angket. Sekalipun terdapat konsep

kebijaksaan bebas (bestuurzorg) dan diskresi yang mengandaikan adanya wewenang

untuk mengambil tindakan atas inisiatif sendiri, namun keduanya tidak digunakan dalam

tataran eksekutif sebagai pelakasana pemerintahan, bukan pada legislatif.

Kata Kunci : Hak Angket, Legalitas, KPK, Dewan Perwakilan Rakyat.

Pembimbing Skripsi : Dr. Moch. Ali Wafa, S.H., S.Ag., M.Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1976 sampai Tahun 2019

Page 7: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Allhamdulilahirabbil’aalamin, peneliti menyampaikan segala puji dan syukur kehadirat

Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat, taufiq, dan hidayahNya kepada kita semua.

Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada baginda Nabi dan Rasul kita

Muhammad SAW, kepada segenap keluarganya, sahabat serta umatnya sepanjang zaman,

yang Insya Allah kita ada di dalamnya.

Atas rahmat dan karunia Allah SWT, peneliti beryukur mampu menyelesaikan penelitian

skripsi ini dengan judul “Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan

Rakyat Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi”, sebagai salah satu persyaratan yang

diwajibkan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

dukungan, nasihat, dan motivasi yang peneliti dapatkan dari berbagai pihak di sekitar

peneliti. Oleh karenanya, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Prodi Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr.Moch.Ali Wafa, S.H., S.Ag., M.Ag. Pembimbing skripsi yang telah bersedia

meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam membimbing peneliti dalam penulisan

skripsi ini.

Page 8: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya
Page 9: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ..............................iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................iv

ABSTRAK .........................................................................................................v

KATA PENGANTAR .......................................................................................vi

DAFTAR ISI .....................................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ..................5

1. Identifikasi Masalah .............................................................5

2. Pembatasan Masalah ............................................................6

3. Perumusan Masalah ..............................................................6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................7

D. Metode Penelitan .......................................................................7

E. Sistematika Penelitian ...............................................................10

BAB II NEGARA HUKUM DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN ..........12

A. Kerangka Konseptual ................................................................12

B. Teori Negara Hukum.................................................................15

C. Teori Pembagian/Pemisahan Kekuasaan ..................................17

D. Fungsi Legislatif dalam UUD 1945 ..........................................19

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu........................................22

BAB III DESKRIPSI PANITIA KHUSUS HAK ANGKET ....................25

A. Dasar Hukum Hak Angket ........................................................25

B. Sejarah Hukum Hak Angket .....................................................27

Page 10: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

ix

C. Deskripsi Kasus Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket

Terhadap KPK ...........................................................................35

BAB IV PROSEDUR DAN LEGALITAS PANITIA KHUSUS HAK

ANGKET.........................................................................................43

A. Prosedur Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket ................43

B. Legalitas Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket ................49

C. Keabsahan Panitia Khusus Hak Angket ....................................54

BAB V PENUTUP .......................................................................................62

A. Kesimpulan ...............................................................................62

B. Rekomendasi .............................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................64

Page 11: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep pembatasan kekuasaan merupakan hal yang biasa dianut oleh

negara-negara berkembang saat ini. Apalagi bila negara tersebut

sebelumnya mengalami pola kekuasaan absolut, maka pembatasan

kekuasaan menjadi kemutlakan yang harus digunakan. Tidak terkecuali

dengan Indonesia. Dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan, bahwa

Indonesia adalah negara hukum.

Indonesia dengan demikian termasuk negara menganut paham

constitutiuonal state yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi.1

Bersamaan dengan itu, Indonesia juga menganut sistem pemerintahan

presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya Bab dalam UUD

Negara Republik Indonesia 1945 yang mengatur skema presidensial.

Terlihat dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, Kemudian pada Bab V

tentang Kementrian Negara yang terdiri atas Pasal 17, mengatur ketentuan

mengenai pemerintahan negara di bawah tanggungjawab presiden dan

wakil presiden. Bahkan, pada Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18, 18A

dan 18B dapat pula termasuk domain pemerintahan eksekutif. Ciri paling

kuat dari sistem pemerintahan presidensial adalah domain kekuasaan

presiden lebih luas. Menurut Denny Indrayana, sistem presidensial

mengandaikan bahwa seorang presiden tidak dapat diberhentikan oleh

lembaga legislatif, namun begitu, bukan berarti domain kekuasaan

presiden dengan sendirinya mutlak.2 Sebagai penganut paham

constitutional state, dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945

ditegaskan baik secara tersirat maupun tersurat berkenaan kewenangan

1Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Pers,

2010), h. 281.

2 Sri Soemantri, dkk, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia: 30

Tahun Kembali ke Undang – Undang Dasar 1945, cet I, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h.

281.

Page 12: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

2

lembaga lain untuk melakukan pengawasan terhadap presiden. Lembaga

tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat. DPR RI menjadi salah satu

pilar utama demokrasi modern di Indonesia. Prinsip pemerintahan

demokratis modern adalah lembaga – lembaga kekuasaan negara

mendapatkan kekuasaan dari rakyat, dipilih melalui pemilihan yang bebas,

serta menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan rakyat. Posisi

strategis yang paling pokok sebagai pemegang kekuasaan legislatif adalah

DPR RI berperan sebagai penyeimbang lembaga eksekutif melalui

mekanisme checks and balances.3

Terdapat tiga fungsi utama DPR dan diatur dalam Pasal 20A Ayat (1)

UUD Negara Republik Indonesia 1945, yaitu fungsi legislasi, pengawasan,

dan anggaran.Fungsi legislasi adalah fungsi membentuk undang – undang

yang dibahas dengan presiden untuk mendapat persetujuan

bersama.Fungsi anggaran adalah fungsi menyusun dan menetapkan

anggaran pendapatan dan belanja negara bersama presiden dengan

memperhatikan pertimbangan DPD. Fungsi pengawasan adalah fungsi

adalah fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaanUndang –

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang – undang,

dan peraturan pelaksanaannya4.Pada hakikatnya ketiga fungsi DPR

memilikihubunganerat dan ketiga fungsi itu selalu bersentuhan dengan

fungsi yang lainnya.

Selain ketiga fungsi di atas, secara konstitusional diatur dalam Pasal

20A Ayat (2) dan diperjelas di dalam Pasal 64 Ayat (2), (3), dan (4)

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib, DPR memiliki hak yang melekat kepadanya

guna memperkuat kewenangannya dan membantu dalam pelaksanaan

tugas dan fungsinya, ketiga hak itu adalah Hak Interpelasi, Hak Angket,

dan Hak menyatakan pendapat. Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk

3Mahkamah Kehormatan Dewan, Dinamika dan Tantangan Kinerja Lembaga

Perwakilan, cet.I. (Jakarta : Mahkamah Kehormatan Dewan, 2017), h.1 4Dasim Budimansyah & Dikdik Baehaqi, DPR Dewan Perwakilan Rakyat, (Bandung:

Genesindo, 2010), h.2

Page 13: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

3

meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah

yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR

untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang –

undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting,

strategis, dan berdampak luas pada kehidupan berbangsa, dan bernegara

yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang – undangan. Hak

menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

Pertama, Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa

yang terjadi di tanah air atau di dunia Internasional; Kedua, Tindak lanjut

pelaksanaan hak interpelasi, hak angket; atau Ketiga, Dugaan bahwa

Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum, baik

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana

berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan atau Presiden dan/atau Wakil

Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau Wakil

Presiden.

Dalam menjalankan tugas – tugasnya, DPR menjalankan fungsinya

dengan menggunakan kewenangan yang dimilikinya, di dalam Undang –

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan tentang

tugas-tugas DPR yaitu mengawasi jalannya kinerja pemerintahan dengan

menggunakan hak maupun kewajibannya.5 Salah satu hak yang dimiliki

oleh DPR dalam menjalankan fungsinya yaitu fungsi pengawasan adalah

hak angket atau hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap

pelaksanaan suatu undang – undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang

berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan

peraturan perundang – undangan.

Sejak beberapa tahun belakang, terdapat beberapa kasus yang

menyangkut penggunaan hak angket, contohnya kasus penyelenggaraan

5Max Boboy, DPR RI dalam Perspektif dan Sejarah Tata Negara , cet.I. (Jakarta :

Pustaka Sinar Harapan, 1994),h.71

Page 14: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

4

ibadah haji pada tahun 2008, kasus jaringan pengamanan sektor keuangan

terkait dengan Bank Century pada Tahun 2009, kasus Mafia Gayus

Tambunan pada tahun 2011. Pada awal Tahun 2017, Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia memutuskan untuk membentuk panitia khusus

hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan adanya

indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang

dilakukan oleh KPK. Tentu hal ini menimbulkan pandangan pro dan

kontra. Bagi mereka yang setuju beralasan bahwa Komisi Pemberantasan

Korupsi merupakan lembaga yang dibentuk undang-undang, dan

menjalankan akan undang-undang terkait pemberantasan tindak pidana

korupsi, sehingga jika dikaitkan dengan tujuan hak angket yaitu untuk

mengawasi jalannya undang-undang, tentu mememiliki relevansi yang

logis. Namun lain hal bagi masyarakat yang tidak setuju, hak angket yang

dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, justru

merupakan tindakan yang dapat menghambat penangan kasus korupsi.

Hak angket tetap dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia walaupun terdapat polemik di masyarakat, dan seiring

berjalannya waktu bahwa Mahkamah Konstitusi pun memberikan sebuah

putusan yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017,

yang dalam putusan itu menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan

Korupsi merupakan objek hak angket. Hak angket yang dilayangkan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, terlebih dahulu melalui

mekanisme pembentukan Panitia Khusus Hak Angket, yang diatur

didalam pasal 171 A Ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 bahwa Panitia Khusus hak

angket terdiri atas semua unsur fraksi, namun dalam kenyataannya panitia

khusus hak angket hanya terdiri 7 fraksi yaitu Fraksi PDIP (Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan), Fraksi Golkar (Golongan Karya),

Fraksi Gerindra (Gerakan Indonesia Raya), Fraksi PAN (Partai Amanat

Nasional), Fraksi PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Fraksi Nasdem

(Nasional Demokrat), Fraksi Hanura (Hati Nurani Rakyat), dan ada 3

Page 15: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

5

fraksi yang tidak ikut di dalam pansus hak angket yaitu Fraksi Demokrat,

Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Fraksi PKB (Partai Kebangkitan

Bangsa).

Padahal, dalam konsepsi negara hukum, legalitas merupakan landasan

dasar dalam penyelenggaraan negara. Dalam artian bahwa adanya

ketentuan dalam pembentukan Panitia Khusus Hak Angket merupakan

norma tertulis yang harus ditaati termasuk dalam pembentukan Panitia

Khusus Hak Angket yang mengacu pada ketentuan Peraturan DPR Nomor

1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Karenanya jika kemudian ketentuan

tersebut tidak diindahkan, maka akan muncul pertanyaan besar bahwa

bagaimana legalitas Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK?

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan aktual yang telah

diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam skripsi

dengan judul “PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI (ANALISIS YURIDIS

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB )”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti

mengidentifikasikan beberapa masalah dari penelitian ini sebagai

berikut:

a. Mekanisme pembentukan panitia khusus hak angket Dewan

Perwakilan Rakyat

b. Pelanggaran dalam pembentukan panitia khusus hak angket Dewan

Perwakilan Rakyat yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan

Korupsi.

c. Legalitas panitia khusus hak angket Dewan Perwakilan Rakyat

terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

Page 16: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

6

d. Pasal yang bertentangan dengan pembentukan panitia khusus hak

angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Komisi Pemberantasan

Korupsi

2. Pembatasan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan yang timbul dalam

penelitian ini dan yang telah diidentifikasi oleh peneliti, maka dalam

penelitian ini peneliti akan membahas ruang lingkup penulisan skripsi

ini hanyaberkenaan dengan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) dalam fungsi pengawasan yang hanya dalam lingkup hak

angket DPR RI. Peneliti membatasi masalah penelitian pada

pembentukan panitia khusus hak angket yang terdapat di dalam

peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Khususnya pasal yang mengatur

tentang panitia khusus hak angket.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah

yang telah dijabarkan sebelumnya, yaitu adanya pelanggaran dalam

pembentukan panitia khusus hak angket Dewan Perwakilan Rakyat

yaitu hanya terdiri dari 7 fraksi dan karena tidak sesuai dengan pasal

171 Ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana mekanisme pembentukan panitia khusus hak angket

yang diatur di dalam peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib?

b. Bagaimana legalitas panitia khusus hak angket terhadap Komisi

Pemberantasan Korupsi berdasarkan peraturan Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata

Tertib?

Page 17: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang ditulis

diatas, maka tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui mekanisme pembentukan panitia khusus hak

angket yang diatur di dalam peraturan Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

b. Untuk mengetahui legalitas panitia khusus hak angket terhadap

komisi pemberantasan korupsi berdasarkan peraturan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih

pemikiran dan menambah wawasan akademisi yang menyangkut

tentang penggunaan hak angket oleh DPR RI

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk badan

atau lembaga hukum dalam menganalisis kebijakan dalam

pembentukan panitia khusus hak angket DPR RI. Di samping itu

bermanfaat untuk bahan masukan yang beredukatif dalam

menganalisis kejadian hukum di Indonesia.

3. Metode Penelitan

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

adalah normatif yuridis,Pendekatan normatif yuridis tersebut

mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

Page 18: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

8

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan

serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.6

Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak

membutuhkan populasi dan sampel karena jenis penilitian ini

menekankan pada pada aspek pemahaman suatu norma hukum

yang terdapat di dalam perundang-undangan serta norma-norma

yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan yang menjadi

penelitiannya sebagai sumber data. Maksudnya adalah data dan

informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya melalui

pemaparan deskriptif analitik tanpa harus menggunakan angka,

sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam

siatuasi alami.

b. Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

adalah normatif yuridis,Pendekatan normatif yuridis tersebut

mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan

serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.7

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni

yurudis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah

Pendekatan Perundang-undangan (statue approach) yakni

pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi8, dan

Pendekatan Konsep (conceptual approach) yang merujuk pada

doktrin-doktrin hukum yang ada9. Dalam hal ini, objek normaif

yuridis terletak di dalam Pasal 171 Ayat (2) Peraturan Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib.

6Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Sinar Grafika,2010),cet.2, h. 105.

7Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,… h. 105.

8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 137.

9Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 178.

Page 19: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

9

c. Sumber Data dan Bahan Hukum

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain:

a. Data Primer, yaitu bahan hukum primer merupakan bahan hukum

yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-

bahan hukum primer terdiri atas perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan dan putusan-putusan hakim.10

Bahan hukum primer

yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pasal 171 A Ayat (2)

peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor

1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.

b. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari buku-buku yang berkenaan dengan Hukum Tata

Negara, Lembaga Legislatif, Skripsi Hukum Tata Negara, dan

jurnal atau materi-materi hukum yang mendukung tulisan ini.

c. Bahan hukum tersier yang digunakan merupakan bahan atau

rujukan yang berupa petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap

bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum,

ensklopedia, berita hukum, blog mengenai hukum dan lain-lain.

d. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data penelitian, penelitian ini menggunakan

studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari

referensi untuk mendukung materi penelitian ini melalui berbagai

literatur seperti buku, bahan ajar, pekuliahan, artikel, jurnal, skripsi,

tesis dan Undang-Undang di berbagai perpustakaan serta universitas.

e. Subjek Penelitian

Adapun pihak-pihak yang menjadi subjek dalam penelitian ini

adalah pihak Subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme

yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,… h. 181.

Page 20: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

10

pengumpulan data penelitian. Dalam penelitian ini, subjek penelitian

adalah Panitia Khusus Hak Angket.

f. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian kualitatif pada penelitian ini, teknik pengolahan

data disusun dalam bentuk tabel untuk kemudahan penyusunan dan

perhitungan di dalam data penelitian.

g. Teknik Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini diawali dengan

mengumpulkan berbagai dokumen peraturan perundang-undangan

serta bahan hukum lainnya yang berhubungan dengan judul dalam

skripsi ini. kemudian dari hasil tersebut, dikaji isi (content), baik

terkait kata-kata (word), makna (meaning), simbol, ide, tema-tema dan

berbagai pesan lain yang dimaksudkan dalam isi peraturan

perundang-undang tersebut.

Secara detail langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan

analisis tersebut adalah : Pertama, semua bahan hukum yang

diperoleh melalui normatif disistematisir dan diklasifikasikan menurut

objek bahasanya. Kedua, setelah disistematisir dan diklasifikasikan

kemudian dilakukan eksplikasi, yang diuraikan dan dijelaskan objek

yang diteliti berdasarkan teori. Ketiga, bahan yang dilakukan evaluasi,

yakni dinilai dengan menggunakan ukuran ketentuan hukum maupun

teori hukum yang berlaku

4. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan sistematika penelitian yang sesuai

dengan Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017, dengan

sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab. Masing-masing bab

terdiri dari beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang

diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

Page 21: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

11

Agar dapat memberikan penjelasan menyeluruh mengenai isi

skripsi ini, oleh karena itu dibuatlah sistematika penulisan skripsi yang

terangkum sebagai berikut:

BAB I, Pendahuluan. Bab ini membahas mengenai Latar

Belakang Masalah, dilanjutkan dengan Identifikasi Masalah,

Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.

BAB II, Negara Hukum dan Pembagian kekuasaan, Bab ini

membahas mengenai Kerangka Konseptual, Kerangka Teoritis,

Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat

Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Tinjauan (Review)

Studi Terdahulu.

BAB III, Keabsahan Pembentukan dan Legalitas Panitia

Khusus Hak Angket. Pada bab ini membahas tentang pembentukan

panitia khusus hak angket dan legalitas pembentukan panitia khusus

hak angket.

BAB IV, Prosedur dan Legalitas Panitia Khusus Hak Angket

Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Komisi Pemerantasan

Korupsi. Bab ini merupakan bab analisis mengenai pembentukan

panitia khusus hak angket dengan peraturan DPR Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib.

BAB V, Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan

rekomendasi. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi

ini, untuk itu peneliti menarik beberapa kesimpulan dari hasil

penelitian, di samping itu peneliti menengahkan beberapa saran yang

dianggap perlu.

Page 22: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

12

BAB II

NEGARA HUKUM DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN

A. Kerangka Konseptual

1. Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah

salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

yang merupakan lembaga perwakilan rakyat. DPR terdiri dari anggota

partai politik peserta pemilihan umum. Partai politik sendiri dimaknai

sekumupulan orang yang bersatu untuk memperjuangkan kepentingan

nasional melalui usaha bersama mereka berdasarkan pada prinsip-

prinsip tertentu yang mereka semua sepakati. Gagasan hadirnya partai

politik mengasumsikan bahwa rakyat harus diikut sertakan dalam

proses politik maka partai politik telah lahir, dan berkembang menjadi

penghubung penting antara rakyat dan pemerintah.1

Proses kehendak rakyat dengan partai politik sebagai

penghubungnya untuk diwujudkan (output) oleh pemerintah,

mengandaikan terjadinya kerja-kerja sistem politik antara infrastruktur

dan suprastruktur. Infrastruktur diartikan sebagai suatu lembaga pada

masyarakat yang terdiri atas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau

organisasi masyarakat, Partai Politik, media masaa, interest group,

tokoh politik dan lain-lain yang bergerak secara independen.

Infrastuktur politik dengan demikian adalah sesuatu yang berhubungan

dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam aktivitasnya

dapat mempengaruhi, baik langsung atau tidak langsung lembaga-

lembaga negara dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya masing-

masing. Artinya, posisi partai politik dalam format infrastruktur politik

menempatkannya sebagai penyerap aspirasi keinginan masyarakat

(input) untuk kemudian dituangkan dalam unit-unit sistem politik

1Efriza, Eksistensi Partai Politik Dalam Presepsi Publik, Politica Vol. 10 No. 1 Mei 2019,

h. 20.

Page 23: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

13

berupa keputusan atau decision seperti Undang-Undang, pengawasan

terhadap presiden, tuntutan elemen masyarakat terhadap presiden dan

lain sebagainya.

2. Pansus Hak Angket

Pansus Hak Angket adalah panitia khusus yang dibentuk oleh DPR

untuk melaksanakan Hak Angket yang diajukan oleh DPR. Pansus

bertujuan untuk melakukan penyelidikan, kemudian memutuskan

bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan pemerintah

yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam

pembahasan ini, Pansus hak angket yang dimaksud adalah pansus yang

yang menjalankan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Alasan yang melatar belakangi DPR RI melakukan Hak Angket

terhadap KPK didasarkan pada empat aspek yaitu aspek kelembagaan,

kewenangan, tata kelola anggaan dan tata kelola sumber daya manusia.

Pada aspek kelembagaan, KPK sebagai lembaga negara tidak disebut

dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, melainkan dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Pada aspek kewenangan, tugas dan wewenang

KPK menghilangkan mekanisme checks and balances dalam integrated

justice system. Pada aspek anggaran, Anngaran APBN untuk KPK tidak

relevan dengan besarnya uang negara yang diselamatkan oleh KPK.

Sementara pada aspek sumber daya manusia, manajemen SDM di KPK

mempunyai permasalahan secara regulasi. Selain itu, Komisi III juga

menyorot tentang tata kelola dokumentasi di dalam proses hukum

penindakan dugaan korupsi seperti pembocoran BAP, sprindik dan

surat cekal. Maka pada Jumat 28 April 2017, sidang Paripurna DPR

menyetujui usulan hak angket yang ditujukan kepada KPK.

Beberapa pengusul pansus hak angket KPK antara lain: Masinton

Pasaribu dan Eddy Wijaya Kusuma dari Fraksi PDIP. Nawafie Saleh,

Adies Kadir, Ahmad Zacky Siradj, Syaiful Bahri Ruray, Angun

Page 24: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

14

Gunandjar, Anton Sihombing, Noor Achmad, Endang Srikarti, Ridwan

Bae, M.N Purnamasidi, masing-masing dari fraksi Golkar, Desmond

Junaidi Mahesa dari fraksi Gerindra. Rohani Vanath dari fraksi Partai

Kebangkitan Bangsa. Daeng Muhammad dari fraksi Partai Amanat

Nasional. Fahri Hamzah dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Asrul

Sani dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Taufiqulhadi dan

Ahmad Sahroni dari fraksi Nasdem. Dossy Iskandar Prasetyo, Dadang

Rusdiana, Djoni Rolindrawan, Samsudin Siregar, H.M. Farid Al Fauzi,

Ferry Kase, dan Frans Agung Mula Putra dari fraksi Hanura.2

3. Komisi Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang

dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan

memberantas korupsi di Indonesia. KPK didirikan didasarkan pada

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Karenanya, KPK

memiliki kewenangan ekstra (superbody) dibanding dengan lembaga

negara lain.

Adapun dasar pembentukan KPK adalah terjadinya delegitimasi

lembaga negara yang telah ada. Hal ini disebabkan karena terbuktinya

asumsi yang menyatakan bahwa terjadi korupsi yang mengakar dan

sulit untuk diberantas. Lembaga Kepolisian dan Kejaksaan kehilangan

kepercayaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dimana dinilai

gagal dalam memberantas korupsi. Dalam rangka mengembalikan

kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum maka pemerintah

membentuk KPK sebagai sebuah lembaga negara baru yang diharapkan

dapat mengembalikan citra penegakan hukum di Indonesia.

KPK merupakan salah satu lembaga negara penunjang yang

dibentuk pada era reformasi. Hanya saja, beban kerja yang diamanatkan

padanya terlalu besar sehingga perlu kiranya pencantuman lembaga

penunjang KPK di dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945.

2Nasional.kompas.com, diakses pada 18 Agustus 2019 pada pukul 14:12 Wib.

Page 25: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

15

B. Teori Negara Hukum

Aristoteles berpendapat bahwa yang dimaksud dengan negara

hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan

bagi seluruh warga negara. Dengan adanya keadilan dalam masyarakat,

maka akan tercapai kebahagiaan. Untuk itu, harus ditanamkan norma-

norma susila pada rakyat agar mereka menjadi warga yang baik, dan

peraturan-peraturan hukum juga harus mencerminkan keadilan.

Menurutnya, yang memerintah dalam negara sebenarnya bukan manusia

tetapi pikiran yang adil, yang terpancar dari kesadaran etik yang tinggi

untuk menjadikan kehidupan masyarakat sebagai suatu kehidupan yang

baik.Pikiran yang adil ini kemudian tertuang dalam bentuk peraturan

hukum, sedangkan penguasa dalam negara hanya memegang hukum dan

keseimbangan saja.3

Gagasan ini diadopsi Aristoteles oleh Plato yang dikenal sebagai

guru dari Aristoteles. Menurut Plato, pada karyanya yang berjudul Nomoi,

penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada

pengaturan hukum yang baik.4 Ajaran Plato dan Aristoteles ini

mengandung filsafat yang menyinggung angan-angan atau cita-cita

manusia yaitu untuk mengejar kebenaran, kesusilaan, keindahan dan

keadilan. Merujuk pada munculnya gagasan ini, dapat ditelisik sebagai

antitesa atau reaksi atas tujuan negara yang menimbulkan kekuasaan yang

otoriter/absolut. Golongan liberal dalam konteks ini berusaha membatasi

kekuasaan raja yang absolut dan menegakkan kebebasan dari setiap warga

untuk mencari kemakmuran sebagai cermin atas adanya sifat

individualistis dari paham liberal.

Dari prespektif historis, perkembangan pemikiran filsafat hukum

dan kenegaraan telah berkembang sejak 1800 SM, atau lebih tepatnya

pada masa Yunani Kuno. Gagasan ini kemudian tumbuh dan berkembang

3Moh. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,

(Jakarta: Pusat Studi HTN, FH UI, 1976), h. 75. 4Budiono Kusumahamidjojo, Filsafat Hukum: Problematika Ketertiban yang Adil, (Jakarta:

Grasindo, 2004), h. 37.

Page 26: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

16

dalam tradisi Romawi, namun praktek negara hukum terjadi di Romawi

sementara tradisi Yunani Kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan

hukum.5

Hanya saja, pada saat awal munculnya pembahasan negara hukum,

konsep dimaksud masih ditujukan sebagai upaya perjuangan dalam rangka

menentang kekuasaan raja yang begitu absolut. Demikian, cakrawala

pemahaman tentang negara hukum ketika itu masih terbatas pada upaya

mengendalikan pergerakan kekuasaan raja yang begitu besar. Pada masa

itu, kekuasaan suatu negara selalu bertumpu pada raja, sehingga kemudian

sangat rentan melahirkan kesewenang-wenangan.

Menurut klasifikasinya, negara hukum memiliki dua tipe pokok

yaitu: Pertama, Tipe Eropa Kontinental yang berdasarkan pada kedaulatan

hukum yang berintikan Rechtstaat (negara hukum), Kedua, Tipe Anglo

Saxon yang berintikan The Rule of Law.Rechtstaat adalah sebuah konsep

dalam pemikiran hukum Eropa Kontinental yang dipinjam dari hukum

Jerman, yang dapat diterjemahkan sebagai legal state, state of law, state of

justice atau state of rights. Frederich Julius Stahl mengungkapkan

setidaknya terdapat empat unsur dari rechtstaat yaitu:

1. Jaminan terhadap hak asasi manusia;

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan;

4. Adanya peradilan administrasi negara yang berdiri sendiri atau

independendent.6

Sementara istilah the rule of law menurut A.V. Decey harus

memenuhi tiga unsur utama yaitu:

1. Supremasi aturan-aturan hukum atau supremacy of the law, yaitu tidak

adanya kekuasaan sewenang-wenang dalam arti bahwa seseorang

hanya boleh dihukum apabila melanggar hukum;

5Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di

Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1994), h. 11. 6Maleha Soemarsono, Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara,

Jurnal Hukum dan Pembangunan, No.2, April-Juni 2007, h. 307.

Page 27: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

17

2. Kedudukan yang sama di hadapan hukum atau equality before the

law. Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat;

3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (Di negara lain

dengan UUD ) serta keputusan-keputusan pengadilan.

Kedua sistem hukum tersebut pada prinsipnya mengarah pada satu

pemahaman dan permaknaan utama, yaitu negara yang memandang

hukum sebagai sarana efektif dalam menata kehidupan berbangsa dan

bernegara. Namun demikian, terdapat perbedaan yang sangat nyata antara

keduanya. Rechtstaat misalnya, mengandung ciri pokok seperti

perlindungan terhadap hak asasi manusia, adanya pemisahan atau

pembagian kekuasaan lembaga negara dalam rangka menjamin

pelaksanaan kekuasaan negara, serta adanya peradilan administrasi.

Adapun the rule of law pada prinsipnya mengandung ciri pokok

seperti adanya supremasi hukum, adanya persamaan kedudukan di

hadapan hukum serta adanya jaminan perlindungan hak asasi manusia.

Maka begitu, perbedaan nyata keduanya adalah negara hukum yang

menganut rechtstaat mementingkan peradilan administrasi sebagai salah

satu pembedanya. Sementara negara hukum yang menganut the rule of

law, menempatkan pentingnya persamaan di hadapan hukum.7

C. Teori Pembagian/Pemisahan Kekuasaan

Teori pemisahan kekuasaan merupakan kelanjutan pembahasan

dari doktrin negara hukum. seperti penjelasan sebelumnya, salah satu

unsur terpenuhinya negara hukum adalah dengan adanya pemisahan

kekuasaan. Berkenaan dengan itu, teori ini pertama kali berkembang

melalui apa yang dikemukakan dua pemikir besar dari Inggris dan Prancis,

yaitu John Locke dan Montesquieu. Konsep pemisahan kekuasaan yang

dikemukakan oleh dua pemikir besar tersebut kemudian dikenal dengan

trias politica.

7Haposan Siallagan, Penerapan Prinsip Negara Hukum, Sosiohumaniora Vol. 18 No. 2 Juli

2016, h. 132.

Page 28: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

18

Menurut John Locke, kekuasaan itu dibagi dalam tiga kekuasaan

yaitu:

1. Kekuasaan legislatif, bertugas untuk membuat peraturan dan undang-

undang.

2. Kekuasaan eksekutif, bertugas untuk melaksanakan undang-undang

yang di dalamnya termasuk kekuasaan untuk mengadili.

3. Kekuasaan federatif, tugasnya meliputi segala tindakan untuk menjaga

keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti

membuat aliansi dan sebagainya.8

Konsep John Locke kemudian dikembangkan oleh Montesquei

dengan memasukkan kekuasaan pengadilan atau yudikatif sebagai

kekuasaan yang berdiri sendiri. Maka itu, konsep pemisahan kekuasaan

menurut Montesquei yaitu:

1. Kekuasaan legislatif yang bertugas untuk membuat undang-undang.

2. Kekuasaan eksekutif yang bertugas untuk menyelenggarakan undang-

undang.

3. Kekuasaan yudikatif, yang bertugas untuk mengadili atas pelanggaran

undang-undang.

Menurutnya, setiap pemerintahan tiga jenis kekuasaan itu mesti

terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas (functie) maupun

mengenai alat perlengkapan (organ) yang melakukannya. Ajaran ini tidak

membenarkan adanya campur tangan atau pengaruh-pengaruh antara satu

dengan lainnya.9.Namun, menurut Jimly Asshidiqie, konsep organ negara

dan lembaga negara memiliki makna yang sangat luas, sehingga sesuai

perkembangan tata negara saat ini, lembaga negara dan organ negara tidak

dapat dipersempit hanya pada pengertian ketiga cabang kekuasaan seperti

yang dimaksud Montesquieu. Hal senada juga disampaikan oleh Miriam

Budiardjoyang menyatakan bahwa abad ke-20 dalam negara yang sedang

berkembang, kehidupan ekonomi dan sosial telah menjadi demikian

8Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2002), h. 150.

9Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta:

Pusat Studi Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas UI, 1983), h. 141.

Page 29: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

19

kompleksnya serta badan eksekutif mengatur hampir semua aspek

kehidupan masyarakat. Karena itu, trias politika dalam arti pemisahan

kekuasaan tidak dapat dipertahankan lagi.10

Dengan begitu, dimungkinkan

adanya suatu lembaga negara yang baru yang menjalankan fungsi yang

bersifat campuran, dan masing-masing bersifat independen (independent

bodies) atau quasi independent.11

Di Indonesia UUD NRI 1945 dijadikan aras dasar dalam bernegara

yang di dalamnya mengatur fungsi-fungsi kekuasaan. Menurut Sri

Soemantri, pada umumnya konstitusi sebagai hukum dasar berisi tiga hal

pokok:

1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga

negara;

2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat

fundamental;

3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang

juga bersifat fundamental.12

Maka di sini dapat disimpulkan, UUD NRI 1945 merupakan

penegasan konsep negara hukum. Sebagai acuan dasar, UUD NRI 1945

haruslah menganut prinsip pemisahan kekuasaan yang tidak rigid. Dengan

begitu, konsep negara hukum dan pemisahan kekuasaan merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan.

D. Fungsi Legislatif dalam UUD 1945

Berkaitan dengan konsep pemisahan kekuasaan, dalam literatur

hukum tata negara, sistem pemerintahan secara umum dibagi menjadi dua,

yaitu sistem pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan

parlementer. Negara yang menganut sistem parelementer dapat

dikategorikan di dalamnya tidak terdapat ajaran pemisahan kekuasaan

yang diterapkan secara murni. Salah satu ciri khas sistem parlementer

10

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik,… h. 282. 11

Jimly Asshidiqqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 20. 12

Sumbodo Tikok, Hukum Tata Negara, (Bandung:Eresco,1992), h. 116.

Page 30: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

20

adalah cabang eksekutif tergantung dukungan secara langsung dari

parlemen. Karenanya, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara

eksekutif dan legislative.Sebaliknya, negara yang menerapkan doktrin

pemisahan kekuasaan dalam konstitusinya disebut sistem pemerintahan

presidensil. Dalam sistem pemerintahan presidensil, hubungan antara

presiden dan DPR saling melakukan kontrol dan berkesinambungan (check

and balances),13

dengan kata lain sistem pemerintahan parlementer adalah

didasarkan atas asas defusion of power sementara presidensiil didasarkan

separation of power.

Menurut beberapa pakar, sistem pemerintahan Indonesia tidak

murni presidensiil, tetapi secara konstitusional atau UUD 1945

sebelumnya adalah sistem presidensiil. UUD 1945 dalam penjelasannya

menyebutkan, kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan

ini tidak bisa dibubarkan.14

Ditambah lagi, Pasal 20A UUD 1945

menyebutkan, DPR merupakan lembaga tinggi negara yang bertugas

menjalankan fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

Maka begitu, adanya fungsi pengawasan DPR terhadap eksekutif secara

praktis memberi makna bergesernya ajaran pemisahan kekuasaan secara

murni. Bila kembali pada semangat awal dari ajaran pemisahan kekuasaan,

maka antar lembaga negara tidak boleh saling mengintervensi.

Dalam menjalankan fungsinya, sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 20A Ayat (2) UUD 1945, DPR mempunyai hak interplasi, hak

angket, dan hak menyatakan pendapat. Munculnya fungsi pengawasan

dalam tubuh DPR bertujuan untuk mengimbangi kekuasaan eksekutif yang

sejatinya telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kekuasaan

eksekutif yang pada asalnya hanya sebagai pelaksana undang-undang telah

mengalami perubahan pada tatanan praksis.

13

Sulardi, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, (Malang: Setara Pers,2012), h.

1. 14

Hananto Widodo, Politik Hukuk Hak Interplasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, Jurnal Rechts Vinding, Vol.1, No. 3, Desember 2012, h. 421.

Page 31: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

21

Dalam pelaksanaan undang-undang, eksekutif seringkali

mengalami kendala dalam prakteknya, sebab seringkali apa yang tertulis

dalam undang-undang berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan. Oleh

karena itu, untuk mengatasi persoalan yang terjadi, eksekutif kemudian

dilengkapi dengan kewenangan diskresi. Andai saja setiap tindakan harus

didasarkan pada undang-undang, maka banyak persoalan kemasyarakatan

yang tidak dapat terlayani dengan baik. Terlebih lagi, dalam konteks

negara kesejahteraan pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas

yang didasarkan pada kewenangan yang sah untuk menyelenggarakan

kepentingan umum.15

Sementara di cabang kekuasaan legislatif, tidak ditemukan literatur

yang memberi peluang terjadinya diskresi. Disekresi jamaknya hanya

digunakan oleh cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif yang dalam hal

ini adalah hakim. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan Pasal 1 Undang -

Undang Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan bahwa

diskresi dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh

pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan

untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan

pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan

pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya

stagnansi pemerintahan. Penggalan pejabat pemerintahan sebagai pihak

yang diberikan kewenangan diskresi di atas merujuk pada makna

penyelenggara pemerintahan yang bertanggungjawab secara langsung

kepada rakyat dalam merealisasikan kesejahteraan umum.16

Hak angket merupakan salah satu hak yang melekat secara

kelembagaan. Dalam ketentuan Pasal 77 ayat 3 Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2009 Tentang MPR,DPR, DPD dan DPRD (MD3) menyebutkan,

hak angket adalah hak DPR untuk melaksanakan penyelidikan terhadap

pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang

15

Morrisan, Hukum Tata Negara Era Reformasi, (Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2005), h. 114. 16

Hukumonline.com, Arti, Tujuan, Lingkup dan Contoh Diskresi, diakses pada 18 Agustus

2019 pukul 12:23 Wib.

Page 32: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

22

berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan.

Berpegang pada ketentuan ini, hak angket ditujukan untuk

menyelidiki pelaksanaan suatu undang - undang dan/atau kebijakan

pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan. Pengaturan demikian tidak mesti ditafsirkan dengan

kemungkinan telah terjadi pelanggaran hukum. Namun, segala temuan itu

bukan dalam rangka melakukan tindakan hukum sebagai proses pro

justitia, melainkan untuk melakukan tindakan ketatanegaraaan terhadap

presiden/wakil presiden misalnya untuk dimintakan pertanggungjawaban,

atau untuk merumuskan kebijakan, misalnya menciptakan atau mengubah

undang-undang. Sementara jika ditemukan pelanggaran seperti

pelanggaran tindak pidana, dapat diteruskan pada instansi penegak hukum.

Menurut Naswar, dalam salah satu karya tulisnya menegaskan,

kesalahan ketatanegaraan yang pernah terjadi dalam praktek realisasi hak

angket, adalah kasus penyelidikan Bank Century. Dalam kasus ini,

penyelidikan DPR ditujukan untuk mengungkap dugaan telah terjadi

perbuatan pidana atas kebijakan fasilitas pembiayaan jangka pendek dan

penyertaan modal sementara sebesar Rp. 6 Triliyun pada Bank Century.

Dalam pandangannya, hal seperti ini biarkanlah menjadi urusan instansi

penegak hukum, penggunaan hak angket oleh DPR dilakukan untuk

menyelidiki Komisi Pemberantasan Korupsi. Untuk menilai apakah

pelaksanaan prosedur pembentukan hak angket terhadap KPK telah sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan, akan diulas pada pembahasan

selanjutnya.

E. Tinjauan ( Review ) Kajian Terdahulu

Dalam skirpsi ini, peneliti akan memaparkan beberapa penelitian

terdahulu yang mempunyai kemiripan dengan apa yang peneliti teliti

antara lain:

Page 33: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

23

1. Redy Herlambang17

, Skripsi ini membahas tentang fungsi pengawasan

berupa hak angket yang dimiliki oleh DPR. Dalam penelitiannya,

penulis menganggap hak angket secara normatif dimiliki oleh DPR.

Namun begitu, haruslah tetap memperhatikan subjek dan objek dari

hak angket. Karena itu, hasil penelitiannya menegaskan bahwa

penggunaan hak tersebut lazimnya digunakan kepada pemerintah,

sehingga menjadi suatu kesalahan ketika hak tersebut dialamatkan

kepada KPK yang merupakan lembaga yudikatif dan bergerak secara

independent. Upaya tersebut sungguh telah menggiring proses

penegakan hukum ke dalam lanskap politik. Perbedaan mendasar

dalam penelitian ini adalah fokus bahasan peneliti lebih pada

ketentuan teknis pembentukan panitia khusus hak angket berikut

dengan legalitasnya, bukan pada aspek kelembagaannya.

2. Bagir Manan18

, Buku ini memberi penjelasan terkait garis-garis besar

posisi dan struktur lembaga DPR, DPD dan MPR yang diatur dalam

UUD NRI 1945 pasca amandemen, serta memberikan perbedaan yang

spesifik mengenai posisi lembaga-lembaga tersebut sebelum

amandemen. Berkenaan dengan lembaga DPR, beliau menyebutkan

bahwa posisi DPR memiliki kewenangan yang lebih kuat dibanding

sebelum amandemen. DPR memiliki fungsi pengawasan berikut

dengan turunannya berupa penyelenggaraan hak angket sebagai

instrumen melakukan pengawasan. Perbedaan penelitian peneliti

terhadap buku ini terletak pada spesifikasi yang lebih fokus pada

mekanisme pembentukan hak angket dengan peraturan perundang-

undangan turunan dari UUD NRI 1945. Artinya, buku ini kurang lebih

hanya membahas secara garis besar tupoksi dari DPR berikut dengan

instrumen turunannya seperti hak angket dan hak budget, sementara

penelitian ini lebih mengarah pada ketentuan administratif terkait

pelaksanaan hak angket tersebut berikut dengan objek yang diangket.

17 Redy Herlambang, Kewenangan DPR dalam Mengajukan Hak Angket Terhadap KPK

dalam Perspektif HTN, ( Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2018) 18

Bagir Manan, DPR, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, (FH-UII Press, 2003)

Page 34: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

24

3. Subardjo19

, Dalam jurnal ini poin pembahasan yang dibahas adalah

tentang mekanisme pengajuan hak angket yang mengacu pada

ketentuan peraturan perundang-undangangan. Hanya saja, fokus

pembahasannya lebih kepada aspek kelembagaan dimana menurutnya,

KPK bukanlah lembaga yang dapat diangket sebab berada di luar garis

eksekutif. Adapun skripsi ini, peneliti lebih fokus pada mekanisme

pelaksanaan pembentukan panitia khusus hak angket.

19

Subardjo, Penggunaan Hak Angket oleh DPR RI dalam Mengawasi Kebijakan Pemerintah, (Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, 2016)

Page 35: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

25

BAB III

DESKRIPSI PANITIA KHUSUS HAK ANGKET

A. Dasar Hukum Hak Angket

Angket didefenisikan sebagai examination into facts or principle,

research or a request for information or a systemic investigation often a

matter of public interest. Upaya menguji fakta-fakta atau prinsip-prinsip,

penelitian, atau sebuah permintaan publik. Angket dengan demikian

adalah upaya yang dilakukan untuk mengungkap kebenaran dan digunakan

untuk menangani masalah publik.International Parlemen Union

merumuskan bahwa:1

The Review, monitoring, and supervision of goverment and public

agencies, including the implementation including the implementation of

policy and legislation. This defenition focuses on the porpuse and nature

of oversight activies rather than on the procedural stages in which they

take place. It covers to work parliementary commitees and plenary

sittings, as well as hearing during the parliamentary stage of bills and

budgetary cycle.

Berdasarkan rumusan ini, dapat dimaknai bahwa hak angket adalah

kegiatan mereview, memonitoring dan mensupervisi Pemerintah dan

badan-badan publik yang termasuk di dalamnya menerapkan kebijakan

peraturan dan perundang-undangan. Hak angket yang melekat pada DPR

RI tidak lain dimaksudkan sebagai wujud keterwakilan publik di dalam

parlemen.

Dasar hukum hak angket terdapat dalam Pasal 20A UUD 1945 yang

menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai fungsi

legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Sementara pada ayat

selanjutnya menegaskan bahwa dalam melaksanakan fungsinya, selain hak

yang diatur dalam Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang Dasar ini,

1Sudiman Sidabukke, Pro Kontra Hak Angket KPK: Bunga Rampai Pemikiran Dalam

Diskusi Akademik Nasional di Fakultas Hukum Universitas Surabaya 20 Juli 2017, (Surabaya:

Laboraturium Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Surabaya, 2017), h. 134.

Page 36: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

26

Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interplasi, hak angket dan hak

menyatakan pendapat.2 Secara keseluruhan, hak, baik sebagai anggota

maupun badan, dimaksudkan agar fungsi DPR RI sebagai lembaga dapat

dijalankan.3 Di sini, hak menempati posisi sebagai instrumen untuk

menjalankan fungsi.

Ketentuan turunan Pasal 20A UUD 1945 terkait dengan hak angket,

adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Dalam Pasal

79 Ayat (3) menyebutkan:

“Hak Angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak

DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-

undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal

penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat,

berbangsa dan bernegara yang diduga bertentang dengan peraturan

perundang-undangan”.

Pasal 79 Ayat (3) di atas dapat ditarik tiga kesimpulan bahwa hak

angket dapat diterapkan apabila: pertama, berkaitan dengan pelaksanaan

undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah; kedua, berkaitan dengan

hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat,

berbangsa dan bernegara; dan ketiga, diduga bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan.4

2May Lim Charity, Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 03, September

2017, h. 246. Perhatikan juga penjelasan Masnur Marzuki yang menyatakan bahwa sifat fungsi

dan tugas pengawasan DPR mencakup dua hal: pertama, pengawasan yang bersifat institusional.

Kedua, pengawasan yang bersifat individual. Pengawasan yang bersifat institusional adalah dalam

kerangka tugas dan fungsi kelembagaan DPR dalam lingkup cabang kekuasaan legislatif.

Pengawasan yang bersifat personal dalam kerangka hak yang melekat pada anggota DPR sebagai

wakil rakyat. Lihat, Masnur Marzuki, Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia:Prospek dan

Tantangan, Law Review, Vol. XIV No. 1 Juli 2014, h. 78. 3Philipus M. Hadjon, Dkk., Pengantar Hukum Aministrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2011), h. 82. 4Dasep Muhammad Firdaus, Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR RI) Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Asy-Syar’ah Vol.20 No. 2 Desember

2018, h. 194.

Page 37: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

27

Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 79 Ayat (3) di atas menyebutkan,

Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat

berupa kebijakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara,

Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga

pemerintahan non-kementrian. Frasa yang terdapat dalam “hak DPR untuk

melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang

dan/atau kebijakan Pemerintah”, menunjukkan lembaga negara yang

menjadi objek dari hak angket adalah Pemerintah. Khususnya kata

“Pemerintah” yang menggunakan “P” (huruf besar).5 Di lingkungan

akademis, penggunaan P besar dimaksudkan sebagai Pemerintah dalam

arti yang menjalankan pemerintahan (eksekutif).

Penggunaan kata “penyelidikan” Pasal di atas, merujuk pada sinonim

enquete, inquiry dan juga investigation. Penggunaan “penyelidikan”

berkaitan dengan hak angket berbeda dengan istilah penyelidikan dalam

rangka penegakan hukum pidana (pro justiticia) yang dalam padanan

bahasa Belanda opsporing. Penyelidikan yang dimaksud adalah upaya

untuk menguji fakta-fakta atau prinsip-prinsip, penelitian atau sebuah

permintaan informasi atau sebuah investigasi yang sistematik terkait

dengan kepentingan publik, namun tidak langsung berkaitan dengan

penegakan hukum.6

Ketentuan turunan dari Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2014

Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU

MD3), adalah Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Aturan ini hadir sebagai

rujukan formal dalam pelaksanaan Hak Angket oleh DPR.

B. Sejarah Hukum Hak Angket

5Mei Susanto, Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi, Integritas Vol. 4

No. 2 Desember 2018, h. 101. 6Mei Susanto, Hak Angket Sebagai Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat: Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017, Jurnal Yudisial

Vol. 11 No. 3 Desember 2018, h. 392-393.

Page 38: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

28

Pelaksanaan hak angket seperti yang berlaku saat ini merupakan

rentetan panjang dari sejarah masa lalu. Diadopsinya konsep hak angket

dalam ketatanegaraan Indonesia menjadi indikator bahwa negara ini

mengikuti perkembangan ketatanegaraan yang terjadi. Merujuk pada

sejarahnya, hak angket pertama kali digunakan oleh Parlemen Inggris pada

tahun 1376. Hal ini bermula dari right investigate and cahstise the abuse

of administration (hak untuk menyelidiki dan menghukum

penyelewengan-penyelewengan dalam administrasi pemerintahan) atau

dalam perkembangan saat ini dikenal dengan sebutan right of

impeachment (hak untuk menuntut seorang pejabat karena melakukan

pelanggaran jabatan).

Inggris sebagai negara penganut sistem parlementer menempatkan

kekuasaan negara pada parlemen, maka tujuan hak angket di sini

merupakan bentuk penyelidikan pelanggaran yang dilakukan pemerintah

dengan hasil akhir penjatuhan sanksi dalam bentuk pemecatan terhadap

pejabat pemerintah, artinya pemerintah dalam sistem parlementer tunduk

pada kekuasaan parlemen. Kasus ini berujung pada pemecatan beberapa

pejabat istana karena melakukan penyelewengan keuangan.

Dalam sistem parlementer, hak angket juga dikenal dengan

parliamentary investigation dan dapat berujung pada jatuhnya

pemerintahan dengan dikeluarkannya (motion of no confidence)oleh

parlemen kepada pemerintah.7 Sekarang, hak angket di Inggris dilakukan

oleh sebuah komisi khusus yang bertugas menyelidiki kegiatan pemerintah

dan administrasi.8 Skema sistem pemerintahan parlementer memang

dikenal dengan adanya pengawasan eksekutif oleh legislatif sehingga

kekuasaan parlemen lebih besar. Sistem ini menggambarkan keadaan

dimana lembaga eksekutif bertanggungjawab kepada lembaga legislatif

7Ikaputri Reffaldi, Memperkuat Legalitas Hak Angket DPR Atas KPK, Jurnal

Rechtsvinding online, h. 1. 8Arifin Sari Surunganlan Tambunan, Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Menurut UUD 1945: Suatu Studi Analisis Mengenai Pengaturannya Tahun 1966-1997, (Jakarta:

Sekolah Tinggi Hukum Militer, 1998), h. 158.

Page 39: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

29

sehingga membuat lembaga eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif

melalui mosi tidak percaya.9

Pada posisi demikian, hak angket dalam konteks negara penganut

sistem pemerintahan parlementer adalah suatu kewajaran. Dengan begitu,

Inggris tidak dapat dijadikan paramater rujukan penggunaan hak angket

bagi negara presidensil. Negara penganut sistem pemerintahan presidensil

yang menggunakan hak angket untuk pertama kalinya adalah Amerika.

Hadirnya Amerika Serikat sebagai negara presidensil yang menggunakan

hak angket, rupanya menjadi kiblat negara-negara di dunia. Amerika

Serikat memperlihatkan praktik ketatanegaraan yang memberikan Kongres

fungsi pengawasan sebagai implied power dari fungsi legislasi dan fungsi

anggaran, meski fungsi pengawasan ini tidak dicantumkan secara eksplisit

di dalam konstitusinya. Hak ini dikenal dengan sebutan congressional

oversight (CO). Praktik ini dapat ditemukan pada kasus Watergateyang

menyebabkan Presiden Richard terkenaimpeach.10

Pelaksanaan hak angket di Amerika Serikat benar-benar disasarkan

pada kebijakan pemerintah yang diduga terindikasi penyimpangan hukum.

Seperti dalam kasus watergate, merupakan contoh efektinya hak angket

berjalan di Amerika Serikat. Komite Hukum Kongres Amerika berhasil

melakukan penyelidikan terhadap Presiden Nixon pada saat itu. Hasil

temuan angket di AS memiliki daya ikat yang kuat karena penegak hukum

memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti temuan angket apabila

diindikasikan adanya penyimpangan hukum. Yang membuat semakin

menarik adalah komposisi Panitia Angket yang bukan hanya terdiri dari

anggota kongres namun sebagian besar berasal dari perorangan

independen yang dikenal sebagai orang berintegritas dan memiliki

kecakapan dan latar belakang bidang hukum terutama dengan objek

angket.11

9I.K. Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, (Bandung:P.T Refika Aditama, 2011), h. 88.

10Ikaputri Reffaldi, Memperkuat Legalitas Hak Angket DPR Atas KPK, h. 6.

11Fitria, Penguatan Fungsi Pengawasan DPR Melalui Perubahan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1954 tentang Hak Angket, Jurnal Cita Hukum Vol. 1 No. 1 Juni 2014, h. 85.

Page 40: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

30

Di Indonesia sendiri, sejarah hak angket dalam kacamata beberapa

peneliti biasanya akan dibagi menjadi dua: pertama, hak angket sebelum

amandemen UUD 1945; dan kedua, hak angket setelah amandemen.

Sebelum amandemen UUD 1945, hak angket diatur dalam Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1945 Tentang Penetapan Hak Angket Dewan

Perwakilan Rakyat yang merupakan amanah dari Pasal 70 Undang-

Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS). Pasal tersebut

menerangkan: Dewan Perwakilan Rakjat mempunjai hak menjelidiki

(enquete), menurut aturan-aturan jang ditetapkan dengan undang-undang.

Berdasarkan pasal ini, DPR memiliki kewenangan menggunakan hak

angket dimana ketentuan lanjutannya akan diatur oleh undang-undang.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 ini dibentuk pada saat indonesia

masih menganut sistem demokrasi parlementer.12

Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1954 terdiri dari 30 Pasal yang jika

diperinci maka pengaturannya meliputi: pertama, minimal anggota

pengusul angket; kedua, perumusan objek hak angket yang akan diteliti;

ketiga, komposisi anggota panitia angket; keempat, hak menghadirkan

saksi untuk memberi keterangan kepada DPR; dan kelima, ketentuan

tentang keterangan saksi yang tidak dapat dijadikan bukti di

pengadilan.Menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 8/PUU-

VIII/2010, Undang - Undang ini dibatalkan sehingga tidak berlaku lagi.13

Pasca amandemen, ketentuan hak angket kemudian diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan dan Kedudukan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-

Undang ini merupakan amanah langsung dari Pasal 20A UUD 1945.

Karenanya, secara hirarkis undang-undang ini berbeda dengan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1954 yang berdasar pada Undang-Undang Dasar

Sementara. Hal ini pula yang menjadi alasan Mahkamah Konstitusi

12

Bagir Manan, Membedah UUD 1945, (Malang: UB Press, 2012), h. 86. 13

Novianto M Hantoro, Urgensi Pembentukan Undang-Undang Hak Angket DPR RI, Jurnal

Negara Hukum, Vol. 8 No. 2 November 2017, h. 178.

Page 41: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

31

membatalkan pemberlakuannya. Menurut Mahkamah, Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1954 bertentangan dengan UUD 1945 (pasca

amandemen) karena landasan konstitusional yang mendasari pembentukan

Undang-Undang ini adalah UUDS 1950 yang menggunakan sistem

pemerintahan parlementer, sementara UUD 1945 menggunakan sistem

pemerintahan presidensial.Di samping itu, terdapat asas lex posteriori

derogat legi priori (peraturan atau undang-undang yang terbaru

mengesampingkan peraturan atau undang-undang yang lama). Artinya,

kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 mengesampingkan

keberlakuan UU No. 6 Tahun 1954.

Implementasi Undang - Undang ini dapat dirujuk pada kasus hak

angket yang diajukan DPR untuk menyelidiki penjualan dua tanker milik

pertamina pada masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri.

Kasus ini terjadi pada tahun 2005 ketika adanya laporan Komisi

Pengawasan Persaingan Usaha yang memunculkan indikasi

persekongkolan berbagai pihak terhadap penjualan 2 buah VLCC

Pertamina yang merugikan negara sebesar US$ 20 juta. Untuk

mengklarifikasi semua persoalan tersebut kemudian diusulkan untuk

melakukan penyelidikan terhadap pihak terkait yang bertanggungjawab

terhadap keputusan penjualan VLCC antara lain Komisaris dan Direksi

Pertamina. Sebanyak 23 anggota DPR dari 10 fraksi mengajukan hak

angket terhadap penjualan tanker milik Pertamina. Dalam kasus ini, hak

angket diajukan untuk mengetahui bagaimana proses penjualan dua tanker

VLCC milik pertamina tersebut serta apa implikasinya. Untuk mendapat

informasi seputar kasus itu, pihak DPR akan memanggil pihak Goldman

Sachs, Frontline Ltd, dan juga Komisi Pengawasan Persaingan Usaha. Ia

menegaskan, pemanggilan pihak-pihak seperti disebutkan di atas tetap

diperlukan meski sudah ada putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

yang membatalkan putusan KPPU dalam kasus penjualan dua tanker

VLCC Pertamina.

Page 42: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

32

Sayangnya, dalam undang-undang ini tidak secara rigid mengatur

mengenai mekanisme penerapan hak angket. Karena itu, sebelum

dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1954 tetap berlaku dan menjadi acuan dalam penerapan hak angket. Dari

sini dianggap terjadi dualisme hukum yang digunakan dalam menjalankan

kewenangan penerapan hak angket.14

Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2003 kemudian diganti dengan

Undang - Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Alasan

pertimbangan mengapa Undang - Undang ini diganti adalah dalam rangka

peningkatan peran dan tanggungjawab lembaga permusyawaratan rakyat,

lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah sesuai dengan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Undang - Undang ini, hak angket diatur pada Pasal 177 sampai

dengan Pasal 183. Pasal-pasal tersebut rinciannya mengatur: pertama,

jumlah minimal pengusul hak angket dan komposisi pengusul; kedua,

syarat mengusulkan hak angket; ketiga, syarat usul hak angket; keempat,

komposisi panitia hak angket; kelima, hak subpoena DPR; keenam,

kewajiban setiap instansi/lembaga memenuhi permintaan keterangan DPR;

ketujuh, tenggat waktu pelaksanaan tugas panitia angket; kedelapan,

keputusan terhadap laporan hak angket; kesembilan, ketentuan lanjutan

melalui peraturan DPR tentang tata tertib.

Undang - Undang ini dijadikan dasar DPR untuk melakukan angket

terhadap kasus Bank Century. Kasus ini mendapat respon hangat setelah

Bank Century mendapat kucuran dana Rp. 6.7 Triliun dari Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS). Faktanya, dana penjaminan itu ternyata tidak

sampai kepada nasabah yang dirugikan oleh Bank Century. Pada saat itu,

LPS diketuai oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk kemudian

14

Sulkaris S. Lepa Ratu, Hakikat Hak Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia, Skripsi Universitas 17 Agustus 1945, Surbaya, 2016,h. 86.

Page 43: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

33

mengambil alih penangan Bank Century sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan

yang merupakan lembaga dengan fungsi menjamin simpanan nasabah dan

turut aktif menjaga stabilitas sistem perbankan. Kasus ini dianggap

merugikan keuangan negara dan tidak jelas pengelolaan dan

penggunannya.15

Panitia khusus hak angket DPR yang diketuai oleh Idrus Marham

mengatakan ingin melihat apakah ada pelanggaran hukum dalam

penyelamatan bank itu dan siapa yang bertanggung jawab. Beberapa

anggota pansus tidak bisa menerima alasan bahwa jatuhnya Bank Century

memiliki efek domino. Bank Century terlalu kecil sehingga bisa

mempengaruhi sistem keuangan dan ekonomi Indonesia secara umum.

Pansus juga berpengangan pada hasil audit BPK yang pada kesimpulannya

menyebut ada sembilan kejanggalan dalam penyelamatan Bank Century.

Salah satunya adalah mencuatnya fakta terdapat dana sebesar US$ 18 juta

yang berasal dari talangan pemerintah, ditransfer ke beberapa rekening

nasabah Bank Century yang berinisial BS yang diyakini sebagai Boedi

Sampoerna. Karena itu, belakangan muncul isu menggerakkan Pansus ke

arah wacana pemakzulan Wakil Presiden Boediono dan pemecatan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.16

Sayangnya, hingga saat ini,

status kasus Bank Century tidak pernah mendapat kejelasan.

Menurut Hamdan Zoelva, Undang - Undang Nomor 27 Tahun 2009

berbeda dengan ketentuan sebelumnya. Terutama ketentuan akan adanya

kepastian hukum terhadap hasil hak angket. Perbedaannya terletak dengan

hadirnya Mahkamah Konstitusi dalam proses impeachment Presiden oleh

MPR, sehingga hasil hak angket tidak dapat langsung diarahkan terhadap

memorandum kepada Presiden tetapi dilanjutkan dengan penggunaan hak

untuk menyatakan pendapat, dimana hak menyatakan pendapat ini

15

Desti Widyaningsih, Status Hukum Dana Bailout Lembaga Penjamin Simpanan Dalam

Prespektif Hukum Keuangan Negara (Studi Kasus Dana Bailout Bank Century), Skripsi Fakultas

Hukum Universitas Jenderal Sudirman 2011, h. 14-15. 16

Bbc.com, Menguak Skandal Bank Century, diakses pada 13 Juli 2019 pukul 2:35 Wib.

Page 44: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

34

kemudian diuji oleh Mahkamah Konstitusi lalu dikembalikan lagi ke DPR.

Dari sini DPR mengusulkan diadakannya Sidang Istimewa kepada MPR

untuk meminta pertanggung jawaban terhadap Presiden.17

Namun karena tuntutan perkembangan zaman, Undang - Undang

Nomor 27 Tahun 2009 ini kemudian diganti dengan Undang - Undang

Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah. Hak angket diatur dalam Pasal 78 Ayat (1) sampai Ayat

(4). Sementara ketentuan mengenai pelaksanaan hak angket diatur dalam

Pasal 199 sampai dengan Pasal 209. Hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal

tersebut antara lain:

a. Syarat jumlah minimal pengusul dan komposisi pengusul hak

angket;

b. Syarat dokumen mengusulkan hak angket;

c. Syarat usul hak angket diterima dalam keputusan DPR;

d. Metode pelaksanaan usulan;

e. Konsekuensi putusan diterima atau ditolak;

f. Komposisi dan penetapan panitia angket;

g. Hak subpoena DPR;

h. Kewajiban warga negara atau orang asing yang bertempat tinggal

di Indonesia berkaitan dengan panitia angket;

i. Pemanggilan paksa;

j. Pendanaan pelaksanaan bantuan Kepolisian Negara RI;

k. Sanksi penyanderaan

l. Jangka waktu pelaksanaan tugas panitia angket

m. Keputusan DPR terhadap hasil laporan panitia angket;

n. Jangka waktu pimpinan DPR dalam menyampaikan keputusan

DPR terhadap hasil laporan panitia angket kepada Presiden.

17

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden: Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden

Menurut UUD 1945, (Jakarta: Konstitusi, 2005),h. 123.

Page 45: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

35

Penelitian ini kurang lebihnya akan berfokus pada pembahasan

pelaksanaan usul hak angket di internal DPR dengan mengacu pada

peraturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 serta aturan

pelaksananya yaitu Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata

Tertib.

Sebagai kesimpulan, merujuk pada rentetan sejarah, hak angket

digunakan baik pada negara penganut sistem pemerintahan parlementer

maupun presidensil. Skema yang nampak dalam perjalanan sejarahnya,

hak angket selalu ditujukan kepada pemerintah. Sepertinya, konsep checks

and ballances meskipun tidak tertulis pada masing-masing konstitusi

negara, sebenarnya telah menjadi alur pikir para perumusnya. Di Indonesia

sendiri, pengadopsian hak angket merupakan konsekuensi adaptasi

perkembangan ketatanegaraan. Hanya saja, timbul permasalahan sebab

seringnya terjadi kekaburan makna hak angket sehingga menggiring

perdebatan akademis di dalamnya. Perdebatan tersebut muncul,

salahsatunya, karena objek dari hak angket yang menyasar KPK. Defenisi

yang disebutkan dalam UU MD3 sungguh memberi peluan

multiinterpretasi sehingga sebagian kalangan menganggap KPK bukanlah

bagian dari rumpun eksekutif, sementara yang lain beranggapan KPK

sebagai bagian dari pemerintahan. Karena itulah untuk menjawab

keragaman pandangan ini, telah dilakukan uji materi terhadap UU MD3

antara lain perkara Nomor 36/PUU-XV/2017, perkara Nomor 37/PUU-

XV/2017, dan perkara Nomor 40/PUU-XV/2017.18

Saran penulis,

sebaiknya rumusan mengenai hak angket dapat ditinjau kembali dengan

memberi pembatasan makna agar tidak bermakna kabur.

C. Deskripsi Kasus Pembentukan Panitia Hak Angket DPR Terhadap

KPK

Pada Jumat 28 April 2017, Sidang Paripurna DPR RI telah menyetujui

usulan hak angket yang ditujukan kepada KPK. Usulan penggunaan hak

18

Novianto M Hantoro, Urgensi Pembentukan Undang-Undang Hak Angke DPR RI,

Negara Hukum Vol. 8 No. 2 November 2017, h. 178.

Page 46: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

36

angket tersebut pada awalnya muncul dalam rapat dengar Komisi III DPR

RI bersama KPK. Dalam rapat dengar pendapat tersebut, Komisi III DPR

mendesak KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S

Haryani, anggota DPR yang menjadi tersangka pemberian keterangan

palsu dalam kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik

(KTP Elektronik).19

Pada awalnya usulan hak angket terhadap KPK telah ditandatangani

oleh 26 anggota DPR RI dari delapan fraksi, yaitu Fraksi Partai Golongan

Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia

Raya, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai

Nasional Demokrat, dan Partai Hati Nurani Rakyat. Usul tersebut

kemudian diserahkan kepada Pimpinan DPR. Dalam sidang paripurna

penutupan masa sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, mengetuk

persetujuan usulan hak angket KPK meski saat itu masih ada sejumlah

fraksi yang menyuarakan penolakan bahkan keluar dari ruang sidang.20

Alasan yang melatarbelakangi DPR RI melakukan hak angket terhadap

KPK didasarkan pada empat aspek yaitu:21

aspek kelembagaan,

kewenangan, tata kelola anggaran, dan tata kelola sumber daya manusia.

Pertama, pada aspek kelembagaan. Menurut pengusul:22

(1) KPK

sebagai lembaga negara tidak disebut dalam UUD 1945 melainkan dalam

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak

19

Bbc.com, Diwarnai Aksi Protes, DPR Setujui Hak Angket KPK, diakses pada 18 Agustus

12:53 Wib. 20

Arfianto Purbolaksono, Dkk., Meninjau Ulang Hak Angket KPK, Jurnal Update Indonesia

Vol. X No. 5 Juni 2017, h. 6-7.

21

Dasep Muhammad Firdaus, Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Terhadap Komisis Pemberantasan Korupsi, Asy-Syari’ah Vol. 20 No. 2 Desember 2018, h. 196-

198. 22

Pengusul tersebut antara lain: Masinton Pasaribu dan Eddy Wijaya Kusuma dari Fraksi

PDIP. Nawafie Saleh, Adies Kadir, Ahmad Zacky Siradj, Syaiful Bahri Ruray, Angun Gunandjar,

Anton Siho,bing, Noor Achmad, Endang Srikarti, Ridwan Bae, M.N Purnamasidi, masing-masing

dari fraksi Golkar, Desmond Junaidi Mahesa dari fraksi Gerindra. Rohani Vanath dari fraksi Partai

Kebangkitan Bangsa. Daeng Muhammad dari fraksi Partai Amanat Nasional. Fahri Hamzah dari

fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Asrul Sani dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan.

Taufiqulhadi dan Ahmad Sahroni dari fraksi Nasdem. Dossy Iskandar Prasetyo, Dadang Rusdiana,

Djoni Rolindrawan, Samsudin Siregar, H.M. Farid Al Fauzi, Ferry Kase, dan Frans Agung Mula

Putra dari fraksi Hanura.

Page 47: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

37

Pidana Korupsi. (2) KPK sebagai trigger mechanism berarti mendorong

atau menstimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-

lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efekif dan efisien. KPK

belum berhasil mendorong dan memicu pemberdayaan lembaga penegak

hukum lainnya. (3) KPK bukan badan peradilan namun badan yang

melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan dalam arti luas yaitu

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Kedua, aspek kewenangan. Menurut pengusul: (1) tugas dan wewenang

KPK menghilangkan mekanisme checks and balances dalam integrated

criminal justice system.Integrated criminal justice system adalah keadaan

dimana terjalinnya hubungan yang bersifat fungsional dan instansional

yaitu kordinasi di antara sub sistem satu dengan lainnya menurut fungsi

dan kewenangannya masing-masing sebagaimana fungsi dan kewenangan

yang diatur dalam hukum acara pidana yang berlaku. Dengan demikian,

integrated criminal justice system meliputi proses penyidikan, penuntutan,

pemeriksaan di persidangan hingga pada pelaksanaan putusan hakim.23

Namun setelah hadirnya KPK berikut dengan tugas dan wewenangnya,

rupanya dianggap merusak integrasi sistem yang sudah ada sehingga

menyebabkan ketidakharmonisan atau kesenjangan hubungan fungsional

antara subsistem peradilan pidana dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi. Ketidaksepakatan antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK

menyangkut kewenangan penyidikan rupanya mengganggu kelancaran

tugas sistem perdilan pidana sebab ketiga lembaga tersebut merupakan

subsistem yang selayaknya berhubungan erat satu sama lain.24

(2).Praktik tebang pilih dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.

KPK dianggap sebagai lembaga yang tebang pilih dalam pemberantasan

korupsi. Menurut Fraksi PAN Teguh Juwarno, KPK memberikan

perlakuan berbeda terhadap tersangka kasus dugaan korupsi. Dalam

23

Jevons Bawekes, Integrated Criminal Justice System Terhadap Sistem Peradilan Tindak

Pidana Perikanan, Lex Crimen Vol. II No. 7 November 2013, h. 96. 24

Santi Laura Siagian, Dkk., Implikasi Pluralisme Kewenangan Penyidikan Dalam

Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro Law Journal Vol. 5 No. 3 2016, h. 1.

Page 48: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

38

memperlekaukan dua tersangka korupsi yaitu Wa Ode Nurhayati dan

Angelina Sondakh, KPK melakukan pembedaan. Angelina Sondakh

ditawari hukuman lebih ringan jika bersedia menjadi justice colaborator

sedangkan Wa Ode Nurhayati tidak. Sementara, Wa Ode kooperatif

terhadap penyidik dan memiliki banyak informasi dan data untuk

mengungkap kasus dugaan korupsi.25

Sementara menurut Fahri Hamzah,

KPK terlihat rajin dalam menangkap sejumlah kepada daerah yang terlibat

kasus korupsi. Namun ketika sebuah kasus diduga melibatkan pejabat

kepolisian, dalam hal ini Tito Karnavian, KPK seakan tidak berani.

Demikian ini menurutnya KPK telah melakukan tebang pilih kasus.26

(3) pelaksanaan tugas kordinasi, supervisi, dan monitoring. Berkaitan

dengan pelaksanaan tugas KPK ini terdapat dua permasalahan yaitu

pertama, fungsi kordinasi dan supervisi KPK belum maksimal. Kedua,

KPK belum berhasil menyusun jaringan kerja yang kuat dan

memperlakukan institusi yang sudah ada menjadi (counterpartner) yang

kondusif bagi pemberantasan korupsi. (4) keberhasilan KPK dibandingkan

dengan instansi lainnya lebih karena kewenangan penyadapan yang tidak

dimiliki oleh lembaga yang lainnya dan dukungan anggaran. (5) tugas

pencegahan belum dilaksanakan secara efektif. Untuk menyelaraskan

keorganisasian dan ketatalaksanaan di KPK, pelaksanaan pencegahan dan

penindakan harus dilakukan secara bersinergi.Pada konteks ini, KPK

dinilai tidak memiliki proporsi dan strategi yang tepat dalam melakukan

pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini diakui pula oleh

Mantan Ketua KPK Abraham Samad berkaitan dengan strategi yang

keliru.

Buktinya adalah lemahnya pencegahan dibanding penindakan dimana

sikap KPK yang terlalu eksesif dan lebih mengutamakan penindakan.

Misalnya dalam Laporan Tahunan KPK tahun 2013 KPK melaporkan

pagu anggaran untuk penindakan adalah Rp. 61,215,391,000, sedangkan

25

Republika.co.id, Bukti KPK Tebang Pilih Soal Kasus, diakses pada 18 Agustus 2019

pukul 03:22 Wib. 26

Indopos.co.id, diakses pada 18 Agustus 2019 pada 03:54 Wib

Page 49: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

39

pencegahan sebanyak Rp. 44,463,353,000. Karena itu, penindakan agresif

yang dilakukan KPK tidaklah memberikan dampak yang signifikan dan

berarti bagi pengurangan korupsi dan perubahan prilaku korup para

birokrat dan pejabat publik.27

Ketiga, aspek anggaran. Menurut pengusul: (1) seluruh kebutuhan dana

operasional KPK disediakan anggarannya dalam DIPA KPK yang

bersumber dari APBN. Dalam melakukan pemberantasan korupsi, KPK

mendapat anggaran yang lebih besar dari penyidik korupsi lainnya. KPK

menggunakan anggaran dari APBN dengan pagu senilai Rp 76 juta dan

hibah dalam bentuk jasa pada tahun 2015 sebesar USD 5.152.109, AUD

1.300.000, dan EUR 7.950.000.

Namun, besaran uang negara yang dapat diselamatkan pada tahun 2016

sebesar Rp. 164 Miliar dan nilai suap sebesar 532.406.843.397.00. Ini

menunjukkan bahwa anggaran yang dikeluarkan untuk KPK dan

besarannya uang negara yang diselamatkan oleh KPK tidak proporsional.

(2) KPK dalam mengadakan input yang dibutuhkan KPK telah sesuai

dengan prinsip value for money untuk kriteria ekonomi. Hal ini

dikarenakan pengadaan input tersebut telah melalui proses lelang selesai

dengan peraturan berlaku, sedangkan pengukuran kriteria efesiensi KPK

diukur dengan rasio antara output yang dihasilakan dengan input yang

dihasilkan.

Dalam menggunakan skema prespektif keuangan untuk meningkatkan

kinerja, seharusnya KPK tidak menjadikan faktor ketersediaan anggaran

sebagai indikator kinerjanya, tetapi sebaliknya KPK harus

mempertimbangkan primsip money follow function dalam pengelolaan

aspek finansial. Prinsip tersebut terdiri dari kriteria ekonomi, efesiensi, dan

efektivitas, sehingga setiap rupiah anggaran yang dikeluarkan oleh KPK

dapat diketahui dampaknya terhadap pencapaian kinerja KPK dan

memastikan input yang didapatkan merupakan input yang paling

ekonomis. (3) mengacu pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat KPK

27

Dpr.go.id, diakses pada 18 Agustus 2019 Pada 04:12 Wib.

Page 50: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

40

Tahun 2016, tercatat ada indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan terkait dengan penerimaan Negara Bukan Pajak yaitu

pendapatan Jasa Giro terlambat disetor sebanyak Rp. 1.864.453.581.00

yang dalam hal ini Sekjen KPK selaku KPA belum mengajukan kepada

pihak bank perihal mekanisme pelimpahan otomatis jasa giro ke Kasa

Negara dan sudah disetor pada 6 April 2017. Selain itu, permasalahan

signifikan lainnya terkait belanja barang dengan total Rp. 308.205.500.00

yang terdiri dari kurang pungut PPH, kelebihan bayar, pemborosan

konsumsi saksi, pertanggungjawaban yang tidak akuntabel, serta kelebihan

pembayaran sewa ruangan.

Keempat, Aspek Sumber Daya Manusia. Menurut Pengusul: (1)

manajemen SDM KPK mempunyai permasalahan secara regulasi. Dalam

proses pengangkatan penyidik internal, KPK dianggap melakukan

kebijakan eksklusif. Selain itu, pada 2018, sistem rotasi SDM di KPK juga

dianggap bermasalah. Dalam kasus ini, internal pengawai KPK

menganggap rotasi beberapa jabatan eselon II dan III tidak adil, tidak

transparan dan melanggar Peraturan KPK RI No. 7 Tahun 2013 Tentang

Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik dan Pedoman Prilaku KPK.28

(2) indikator intergritas zero tolerance tidak tercapai.Zero tolerance

yang dimaksud adalah sebuah kebijakan yang memberikan hukuman ketat

bagi para pelanggar suatu aturan, dengan tujuan menyingkirkan para

pelanggar tanpa pandang bulu. KPK dianggap tidak menerapkan indikator

zero tolerance dengan dibuktikan terdapat beberapa pegawai KPK yang

mendapat sanksi kode etik. Dalam prespektif pembelajaran dan

pertumbuhan, seluruh indikator kinerja dapat tercapai bahkan melebihi

100% kecuali pembangunan gedung KPK. Meskipun dalam penetapan

indikator integritas yang zero tolerance tidak tercapai karena selalu ada

pegawai KPK yang mendapatkan sanksi karena melanggar kode etik. (3)

indikator pengelolaan pegawai hanya fokus pada satu unsur area

28

Kabar24.com, Empat Isu Kisruh Internal KPK dan Perlunya Perbaikan Manajemen SDM,

Diakses pada 18 Agustus 2019 Pukul 14:12 Wib.

Page 51: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

41

kompetensi. Hal penting yang ditekankan mengenai manajemen sumber

daya manusia di KPK adalah keharusan pimpinan KPK untuk berkordinasi

dengan pimpinan instansi asal pegawai yang dipekerjakan di KPK. Dalam

implementasinya, terdapat beberapa permasalahan antara lain indikator

pengelolaan sumber daya manusia yang ditetapkan oleh KPK hanya satu

unsur saja yaitu kompetensi sesuai fokus area.

Dengan begitu, konsekuensi dari diterimanya usulan angket adalah

pembentukan Panitia Khusus Angket yang kemudian diputuskan dalam

keputusan DPR dan diserahkan kepada Presiden. Dalam perjalanannya,

beberapa fraksi tiba-tiba menyatakan menolak usulan hak angket.

Beberapa di antara fraksi yang menolak antara lain: PKB, Demokrat, dan

PKS.

Di tengah proses penggunaan hak angket tersebut, Forum Kajian

Hukum dan Konstitusi (FKHK) melakukan pengujian norma yang terdapat

dalam Pasal 79 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang

merupakan dasar hukum dilakukannya hak angket terhadap KPK. Pasal

tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 4 Ayat (1)

dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.29

Menurut Pemohon, menempatkan

KPK menjadi subjek hak angket bertentangan dengan prinsip negara

hukum Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 dan jaminan kepastian hukum Pasal

28D Ayat (1) UUD 1945. Sebab pada perkembangannya, cabang

kekuasaan negara tidak hanya berhenti pada konsepsi trias politica John

Locke dan Montesqieu. Konsepsi Negara modern tidak lagi terpaku pada

konsep kekuasaan tersebut, namun berkembang untuk menguatkan

mekanisme checks and balances.

Sebaliknya, DPR berpandangan bahwa KPK adalah lembaga yang

masuk dalam bagian kekuasaan eksekutif sebab menjalankan kewenangan

dalam rangka melaksanakan perintah langsung undang-undang, serta kata

“Pemerintah” dimaknai dalam arti luas yaitu seluruh pelaksana undang-

undang yang menyelenggarakan pemerintahan. Artinya, ada permasalahan

29

Hukumonline.com, diakses pada 19 Agustus 2019 Pukul 02:42 Wib

Page 52: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

42

permaknaan objek angket dalam Pasal 79 Ayat (3): Pelaksanaan Suatu

Undang-Undang dan/atau kebijakan Pemerintah. Menurut Mahkamah

Konstitusi dalam Putusannya No. 36/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa

permohonan Pemohon tidak dapat diterima sehingga akibat hukum yang

timbul adalah hak angket terhadap KPK adalah sah.30

Namun sejatinya, permasalahan tidak berhenti di situ. Dalam proses

pembentukan panitia angket, terdapat polemik dalam pembentukan dan

komposisi struktur panitia angket yang tidak mengacu pada Peraturan DPR

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Berkenaan dengan pembahasan

ini, akan dibahas pada bab selanjutnya untuk kemudian dilakukan analisis.

30

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 Tentang Pengujian Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah.

Page 53: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

43

BAB IV

PROSEDUR PEMBENTUKAN DAN LEGALITAS PANITIA KHUSUS

HAK ANGKET

A. Prosedur Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket

Pada bagian ini, peneliti akan menguraikan secara cermat

bagaimana mekanisme pembentukan Panitia Khusus Hak Angket dengan

mengacu pada hirarki perundang-undang berikut dengan aturan

pelaksananya. Dengan begitu, di samping pembahasan materi hak angket,

juga dipaparkan berkenaan dengan administrasinya.

Pembahasan yang lalu telah dipaparkan bahwa dasar hukum hak

angket merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Selain itu,

sebagai aturan pelaksananya, terdapat Peraturan DPR Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib.Dalam diskursus hirarki perundang-undangan,

Peraturan DPR tidak terdapat dalam hirarki perundang-undangan

sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 7 Undang - Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

UUD 1945 menjadi norma dasar (basic norm) sebagaimana

menurut Kalsen dinamakan (Staatsgrundgesetz), maka konsekuensinya

UUD 1945 mengesampingkan semua peraturan yang lebih rendah (lex

superiori derogat legi inferiori). Selain itu, materi muatan dari UUD 1945

menjadi sumber dalam pembentukan segala perundang-undangan sehingga

Page 54: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

44

Ketetapan MPR hingga Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak boleh

bertentangan dengan di atasnya.1

Ketentuan berkenaan dengan eksistensi Peraturan DPR diatur

dalam Pasal 8 Ayat (1). Demikian, kekuatan hukum selain tujuh peraturan

di atas, dikenal ada pula ada peraturan-peraturan lain yang termasuk dalam

jenis peraturan perundang-undangan, yaitu: peraturan yang ditetapkan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan

atau lembaga, atau komsisi yang setingkat yang dibentuk dengan undang-

undang atau pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Kemudian, menurut Pasal 8 Ayat (2), peraturan perundang-undangan

tersebut diakui keberadannya dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Menurut peneliti, eksistensi perundang-undangan yang termuat

dalam Pasal 8 Ayat (2), berada di bawah hirarki perundang-undangan yang

tercantum dalam Pasal 7 Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, termasuk di

dalamnya Peraturan DPR. Pandangan ini berangkat dari konsep isi

peraturan atau dalam pengistilahan dikenal dengan skema umum-abstrak.

Lazimnya, hirarki perundang-undangan yang lebih tinggi memuat aturan

yang umum sehingga mengikat masyarakat secara keseluruhan, serta

abstrak yang berarti norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang

yang tidak ada batasnya.2 Undang - Undang sebagai norma hukum

tertinggi setelah UUD dan TAP MPR, menempati bagian konsep umum-

abstrak agar daya berlakunya dapat menjangkau secara menyeluruh dan

tidak spesifik.

1Zaka Firma Aditya dan M Reza Winata, Rekonstruksi Hirarki Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia, Negara Hukum Vol.9 No. 1 Juni 2018, h. 80. 2Maria Farida, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar dan Cara Pembentukannya,

(Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 12.

Page 55: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

45

Tidak demikian dengan Peraturan DPR yang daya berlakunya

melihat pada kualitas tertentu, yaitu para anggota DPR saja. Norma yang

diatur oleh DPR sejatinya secara adressat-nya merujuk pemberlakuan

hanya kepada sekelompok anggota DPR, sehingga tidak berlaku secara

umum. Dengan begitu, eksistensi Peraturan DPR dijamin melalui dua cara:

pertama, pencantumannya di dalam Pasal 8A Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan; kedua, karena itu iamengambil bagian sebagai “aturan

pelaksana” dan “aturan delegasi” sehingga Peraturan DPR juga dapat

dimasukkan ke dalam hirarki perundang-undangan dalam Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan. Sebagai penjelas, aturan pelaksana menurut Bagir

Manan dapat bersumber dari delegasi atau kewenangan mandiri.

Sementara aturan delegasi, bersumber pada undang-undang induk (parent

act/primary legislation) dan tidak boleh melampaui muatan delegasi.3

Karenanya dalam konsideran pertimbangan Peraturan DPR Nomor

1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib menyebutkan bahwa Peraturan DPR ini

mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sehingga perlu

membentuk Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Tentang Tata Tertib, maka itu berarti Peraturan DPR di sini menempati

posisi sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang yang disebutkan.

Baik kapasitasnya sebagai aturan pelaksana, tetap memiliki daya

ikat namun terbatas pada adressat tertentu yang melihat pada kualitas,

yaitu sebagai anggota DPR. Demikian ditegaskan dalam Pasal 8A Ayat

(2), bahwa peraturan tersebut diakui keberadannya dan mempunyai

kekuatan hukum tetap. Sebagai aturan yang mengikat, ketentuan yang

3A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang

Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu PELITA I-PELITA IV, Disertasi Fakultas Hukum

Universitas Indonesia 1990, h. 370.

Page 56: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

46

ditegaskan dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 Tentang

pelaksanaan hak angket juga harus dijadikan pedoman.

Mengenai pelaksanaan angket DPR, disebutkan pada Pasal 169-177

Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 yang jika diurai sebagai berikut:

pertama, syarat pengusul. Dalam melakukan pengusulan, setidaknya

terdiri dari dua puluh lima orang Anggota dan lebih dari satu fraksi. Syarat

pengusulan ini sama dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2014 Tentang MD3. Pengajuan wajib disertai dengan dokumen

yang memuat materi kebijakan atau implementasi undang-undang yang

akan diselidiki beserta alasan penyelidikan. Setelah diajukan oleh minimal

25 orang anggota DPR, kemudian perwakilan mengusulkan angket kepada

Pimpinan DPR untuk kemudian ditindaklanjuti dengan Rapat Paripurna

yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR. Badan

Musyawarah mengambil peran untuk menjadwalkan Rapat Paripurna serta

memberikan kesempatan kepada pengusul untuk menjelaskan alasan

pengusulan secara ringkas.

Kedua,persetujuan rapat Paripurna DPR. Usul hak angket DPR

dapat diteruskan bila mendapat persetujuan rapat Paripurna DPR yang

dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota dan keputusan

diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota

yang hadir. Sementara bila usul belum disetujui oleh rapat paripurna DPR,

maka pengusul memiliki hak untuk menarik ataupun mengubah usulannya.

Untuk perubahan usulan sendiri, harus ditandatangani oleh semua

pengusul kemudian disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis.

Setelah disetujui dalam Rapat Paripurna, langkah selanjutnya DPR

membentuk panitia angket yang merupakan panitia khusus untuk tahap

pelaksanaan dimana keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi.

Sementara sebaliknya, jika DPR menolak usul hak angket, maka usul

tersebut tidak dapat diajukan kembali. Penegasan keanggotaan yang

mengharuskan terdiri dari semua unsur mengandaikan agar dalam

Page 57: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

47

pembentukan panitia khusus tidak dapat terlaksana bila semua unsur fraksi

tidak mengirimkan perwakilannya.

Ketiga, pengesahan panitia hak angket. Dalam hal setelah

pembentukan panitia angket, komposisi panitia angket kemudian

ditetapkan dengan keputusan DPR dan diumumkan dalam Berita Negara4.

Di dalam keputusan tersebut mencakup penentuan biaya panitia angket.

Kemudian, keputusan DPR ini disampaikan kepada Presiden.

Keempat, hak sobpoena. Hak Subpoena pada dasarnya berasal dari

bahasa latin yang artinya “dibawah hukuman”, adalah perintah dari

Pengadilan (dalam konteks ini berarti parlemen) kepada seseorang untuk

hadir di muka sidang. Penolakan untuk hadir dikenakan sanksi hukuman,

karena telah dianggap telah melakukan penghinaan terhadap Pengadilan.5

Hak subpoena sendiri menjadi perdabatan dalam dunia akademis terlebih

karena menyerupai proses hukum di pengadilan. Padahal, produk

keputusan hak angket merupakan produk politik karena dianggap tidak

memiliki daya ikat secara yuridis bagi penegak hukum. Hak subpoena

terejawantah dalam Peraturan DPR untuk keperluan penyelidikan, panitia

angket dapat meminta keterangan dari Pemerintah, saksi, pakar, organisasi

profesi atau pihak terkait lainnya. Selain itu, dalam melaksanakan tugas,

panitia angket dapat memanggil warga negara Indonesia atau orang asing

yang bertempat tinggal di Indonesia untuk dimintai keterangan. Bila

kemudian warga negara Indonesia dan orang asing tersebut tidak

memenuhi panggilan sebanyak tiga kali bertutur-turut tanpa alasan yang

sah, panitia angket dapat memanggil secara paksa dengan bantuan

4Berita Negara merupakan media pengumuman yang menjadi kelanjutan dari Javasche

Courant. Berita Negara dengan demikian merupakan warisan Belanda yang terus menerus

dipertahankan sesuai dengan Pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Javasche

Courant memuat berbagai macam pengumuman yaitu: Staatsbladen, Gouvernementsbesluiten,

Mededeelingen van Verschillenden Aard, Officiela Advententien, Bijovogels. Bedanya, Berita

Negara yang kita kenal sekarang memuat hanya satu bagian dari Javasce Courant, yaitu hanya

pada Gouvernementsbesluiten yang mana berisi tentang keputusan atau peraturan Gubernur

Jendral. Lihat, Kuneng Mulyadi, Apa dan Bagaimana Berita Negara Republik Indonesia, Jurnal

Hukum dan Pembangunan Vol. 12 No. 5 1982, h. 441. 5Fitria, Penguatan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Melalui Perubahan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1954 Tentang Hak Angket, Jurnal Cita Hukum Vol. II No. 1

Juni 2014, h. 79.

Page 58: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

48

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sementara itu, penyanderaan dapat

dilakukan paling lama lima belas hari oleh aparat yang berwajib.

Kelima, jenjang waktu pelaksanaan hak angket. Panitia angket

melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling

lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket. Dalam rentan

waktu enam puluh hari, panitia khusus melakukan beberapa tindakan

dengan tujuan untuk mengungkap fakta bahwa telah terjadi ketidakpatuhan

pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan. Maka itu, Panitia

Khusus dapat melakukan beberapa panggilan kepada beberapa pihak

terkait untuk dimintai keterangannya.

Keenam, keputusan DPR terhadap hasil panitia hak angket.

Pengambilan keputusan tentang laporan panitia angket didahului dengan

laporan hasil panitia angket dan pendapat akhir fraksi. Hasil temuan

panitia khusus hak angket dalam rentan waktu enam puluh hari kemudian

disampaikan di Forum DPR. Dalam posisi demikian, DPR memiliki dua

opsi keputusan: (a) Apabila rapat paripurna DPR memutuskan bahwa

pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang

berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bertentangan dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak

menyatakan pendapat. (b) apabila rapat rapat paripurna DPR

memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan

Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak

luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara tidak

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, usul hak

angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat

diajukan kembali.

Keputusan tersebut baik dinyatakan bertentangan atau tidak, harus

mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih

dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota dan keputusan diambil dengan

persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota yang hadir. Hasil

Page 59: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

49

keputusan tersebut kemudian disampaikan oleh pimpinan DPR kepada

Presiden paling lama tujuh hari sejak keputusan diambil dalam rapat

paripurna DPR.

Demikian dapat disimpulkan, bahwa dalam pembentukan panitia

khusus hak angket memiliki prosedur yang harus ditaati sebagai acuan

dalam ketatanegaraan. Namun begitu, sekalipun telah ditegaskan dalam

prosedur pembentukannya, tidak begitu saja dapat dilaksanakan oleh DPR.

Kasus pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK misalnya, dapat

dinilai sebagai pengabaian prosedur yang dilakukan oleh DPR. Lantas

bagaimana legalitas pembentukan panitia khusus tersebut? Hal ini akan

diulas pada pembahasan selanjutnya.

B. Legalitas Pembentukan Panitia Khusus Hak Angket

Penggunaan istilah legalitas seringkali disandingkan dengan

pembahasan hukum pidana baik dalam bentuk formil maupun materil.

Demikian ini menjadi wajar sebab bila berkaca pada sejarah munculnya

istilah tersebut. Di Romawi, sejarah pembentukan dan pemberlakuan asas

legalitas tidak dapat dipisahkan dari posisi hukum di dalam negara.

Hukum pidana di Eropa kala itu mengacu pada hukum tidak tertulis berupa

hukum adat.6 Hukum adat menghendaki kekuasaan penuh atas hukum

berada di tangan seorang penguasa yaitu raja. Sekalipun terdapat hakim

yang diangkat oleh raja, ternyata dalam setiap putusannya banyak dijumpai

kesewenang-wenangan baik dalam menentukan perbuatan mana yang

terlarang dan perbuatan mana yang tidak terlarang, begitu juga jenis

hukuman yang dapat dijatuhkan ketika seorang melanggar.7

Pola ini kemudian direspon oleh Beccaria dengan mengatakan

bahwa undang-undang pidana itu dibentuk berdasarkan asas-asas yang

bersifat lebih rasional yaitu yang di satu pihak dapat membatasi hak-hak

penguasa untuk menjatuhkan hukuman-hukuman, berdasarkan pemikiran

6P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di

Indonesia, (Bandung: Citra Aditya, 1997), h. 181. 7Hwian Christianto, Pembaharuan Makna Asas Legalitas, Jurnal Hukum dan Pembangunan

Vol. 39 No.3 Juli-September 2009, h. 348.

Page 60: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

50

bahwa kebebasan pribadi warga negara itu sejauh mungkin harus

dihormati yaitu terutama dalam undang-undang pidana, suatu ketentuan

pidana yang telah ada terlebih dahulu harus merupakan suatu syarat mutlak

untuk dipakai sebagai dasar bagi hakim dalam menjatuhkan suatu

hukuman. Pandangan Beccarian ini kemudian tertuang dalam Code Penal

1791. Ini pula yang menjadi pemikiran awal yang sangat penting bagi

terbentuknya rumusan Pasal 1A Ayat (1) KUHP.

Makna legalitas kemudian berkembang memasuki ranah

ketatanegaraan. Ini berawal dari kondisi pemerintahan yang absolut

monarkhi di awal abad ke-XIII yang menggunakan kekuasaan otoriter dan

sewenang-wenang. Berikutnya muncul pemikiran perlindungan hukum

atas kepentingan rakyat dipikirkan oleh Jean Jacques Rousseau dengan

meletakkan dasar hubungan antara pihak yang memerintah dan yang

diperintah. Pemikirannya dikenal dengan du contract sosial, yang

menegaskan hubungan penyerahan hak dari sekelompok individu yang

tergabung dalam masyarakat kepada beberapa orang untuk mengatur

kepentingan dan jaminan ketertiban. Kekuasaan seorang penguasa bukan

lagi bersumber dari Dewa ataupun hubungan darah keturunan, melainkan

karena penyerahan kekuasaan dari rakyat. Pemikiran ini kemudian

dipertajam dengan munculnya konsep trias politica Motesquieu dan John

Locke.8

Pada fase ini, perdebatan yang muncul di permukaan adalah

bagaimana mekanisme kekuasaan diselenggarakan. Berdasar pada

pengalaman yang lalu, kekuasaan absolut memiliki kecenderungan besar

untuk disalahgunakan sehingga perlu diberi batasan, maka di saat

bersamaan, muncul pula gagasan pembatasan kekuasaan melalui instrumen

hukum atau undang-undang.9Legalitas dengan demikian, bukan hanya

8Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana: Dua Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), h. 38. 9Gagasan penyelenggaraan kekuasaan sebenarnya telah dirintis oleh Plato. Menurutnya,

penyelenggaraan kekuasaan yang baik dilaksanakan melalui dua pendekatan: personal dan sistem.

Pada awalnya Plato lebih menyukai pendekatan personal sebab dilakukan dengan paternalistik,

yakni dengan para penguasa bertindak sebagai ayah yang arif dalam tindakannya. Namun,

Page 61: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

51

terbatas pada konsep hukum pidana, namun juga pada konsep administrasi

negara. Menurut Indroharto, legalitas dalam kacamata ketatanegaraan

berarti tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan

perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam aparat

pemerintahan itu tidak akan memiliki wewenang yang dapat

mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum,10

atau dengan

kata lain dikenal dengan istilah Wetmatigheid van bestuur. Asas ini

mengandung arti setiap tindakan pemerintah itu harus memiliki dasar

hukum dalam suatu perundang-undangan.

Dari prespektif hukum positif, asas ini bisa ditarik dari Pasal 1

angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara yang menyebutkan: Badan atau Pejabat Tata Usaha

Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan

pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas legalitas kembali ditegaskan dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa

penyelenggaraan administrasi pemerintahan berdasarkan pada asas

legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dan asas umum

pemerintahan yang baik.11

Pada posisi demikian, legalitas menjadi hal yang penting dalam

penyelenggaraan administrasi negara. Dalam hal ini, Peraturan DPR

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib merupakan dasar hukum dari

pelaksanaan pembentukan panitia khusus hak angket. Peraturan DPR ini

menempati sebagai aturan pelaksana atau lebih kepada bentuk pelaksanaan

teknis dan administratis yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 17

pandangan ini direvisi terutama menjelang akhir hayatnya. Ia mengemukakan bahwa

penyelenggaraan kekuasaan yang baik dengan pendekatan sistem. Pendekatan sistem

menyandarkan pada hukum. Lihat, Arfan Faiz Muhlizi, Reformulasi Diskresi Dalam Penataan

Hukum Administrasi (Reformulation Of Discretion In The Arrangement Administrattive Law),

Jurnal Rechtsvinding Vol. 1 No.1 Januari-April 2012, h. 94. 10

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,

(Jakarta: Sinar Harapan, 1993), h. 83. 11

Hukumonline.com, Makna Asas Legalitas dalam Hukum Administrasi Negara, diakses

pada 3 Agustus 2019 pukul 14:23 Wib.

Page 62: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

52

Tahun 2014 Tentang MD3. Dalam konsideran Peraturan DPR tersebut

menyebutkan bahwa Peraturan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, sehingga perlu membentuk Peraturan Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia Tentang Tata Tertib.

Dari kacamata Hukum Administrasi Negara, Peraturan DPR

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib disebut administratif atau

pelaksana sebab memiliki posisi atributif. Kewenangan atributif adalah

kewenangan badan atau pejabat administratif pemerintahan—dalam arti

luas—yang diperoleh secara langsung dari peraturan perundang-undangan,

yaitusuatu atribusi menunjuk kepada kewenangan asli atribusi yang

merupakan wewenang untuk membuat keputusan (belsuit) yang langsung

bersumber kepada undang-undang dalam arti materil.Yang dapat

membentuk wewenang adalah organ negara yang berwenang berdasarkan

peraturan perundang-undangan.12

DPR pada konteks ini memiliki fungsi pengawasan seperti yang

dijamin dalam Pasal 20A UUD NRI 1945 berikut dengan peraturan

perundang-undangan turunannya. Dalam menjalankan fungsi pengawasan,

DPR memiliki hak, salahsatunya adalah hak angket. Di sini, Hak bertujuan

sebagai instrumen dalam menjalankan Fungsi.13

Realisasi atas

penyelenggaraan hak angket merupakan perintah langsung oleh UUD NRI

1945 dengan begitu DPR memiliki kewenangan atributif. Dalam hal teknis

penyelenggaraan hak angket itu, dibutuhkan peraturan pelaksana yaitu

Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Hanya saja,

perlu ditegaskan, wewenang atributif ini diperoleh melalui delegated

legislator sebab Peraturan DPR ini berdasar pada ketentuan “undang-

12

Tri Cahya Indra Permana dalam Sufriadi, Tanggung Jawab Jabatan dan Tanggung Jawab

Pribadi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, Jurnal Yuridis Vol. I No. I Juni

2014, h. 61. 13

Philipus M. Hadjon, Dkk., Pengantar Hukum Aministrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2011), h. 82.

Page 63: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

53

undang” yang dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 Tentang MD3. Maka begitu, legalitas dari hak angket ditentukan

dalam aturan penyelenggara ini. Sekalipun hanya sebagai aturan

pelaksana, paraturan ini tetap mengikat dengan catatan hanya pada

addressat sebagai anggota DPR.

Namun, jika merujuk pada pengejawantahan pelaksanaan panitia

hak angket yang dilakukan DPR terhadap KPK, terlihat terdapat

pengabaian ketentuan sebagaimana yang digariskan dalam Peraturan DPR

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.Pada Selasa 30 Mei 2017,

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui rapat paripurna

telah resmi membentuk Panitia Khusus Hak Angket Komisi

Pemberantasan Korupsi. Pansus Hak Angket KPK tersebut tetap dibentuk

meskipun usulan Hak Angket terhadap KPK mendapat banyak penolakan,

termasuk beberapa fraksi di DPR sendiri. Dalam proses pembentukan

Pansus Hak Angket KPK, pada awalnya hanya lima fraksi yang

menempatkan perwakilan dalam pansus tersebut. Kelima fraksi tersebut

adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Fraksi

Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Nasional Demokrat

(Nasdem), Fraksi Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Fraksi Partai

Golongan Karya (Golkar).14

Sementara itu, terdapat lima fraksi yang hingga nama-nama panitia

angket diumumkan secara resmi oleh Wakil Ketua DPR belum

menyerahkan nama perwakilan. Lima fraksi tersebut adalah Fraksi

Demokrat, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Gerindra, Fraksi Partai

Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.Namun dalam

perkembangannya, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan

Fraksi Amanat Nasional (PAN) yang semula menolak mengirimkan wakil,

berbalik arah dan akhirnya memutuskan mengirim perwakilan ke dalam

Pansus. Sehingga, anggota Pansus Hak Angket KPK ini berasal dari tujuh

fraksi dengan total perwakilan sebanyak 23 orang anggota. Pansus Hak

14

Www. DetikNews.Com, diakses pada 8 Agustus 2019 pukul 13:14 Wib.

Page 64: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

54

Angket KPK ini kemudian dipimpin oleh Agun Gunandjar Sudarsa dari

Fraksi Golkar yang terpilih sebagai Ketua Pansus Hak Angket KPK

melalui rapat perdana tertutup.15

Berkaca pada deskripsi pembentukan Pansus Hak Angket KPK di

atas, dengan jelas DPR tidak mengikuti rule yang telah menjadi legalitas

sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 171 Ayat (2) Peraturan DPR

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib yang berbunyi: “Dalam hal

DPR menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

DPR membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket yang

keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi.” Secara hirarkis, aturan

ini juga disebut persis dengan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 Tentang MD3.

Menurut Fahri Hamzah, pembentukan Pansus Hak Angket KPK

tetap sah meski ada fraksi yang menolak mengirim perwakilan. Sebab

seharusnya semua fraksi wajib mengirim perwakilannya karena sudah

menjadi keputusan rapat paripurna. Lebih lanjut menurutnya, jika hanya

karena satu fraksi Pansus Hak Angket ini dibatalkan, hal itu akan

menyebabkan kinerja DPR tidak efektif.16

Demikian, menengahi ini,

bagaimana menentukan status pembentukan panitia khusus hak angket

tersebut? Mengenai ini akan diulas pada pembahasan selanjutnya untuk

kemudian dianalisis.

C. Keabsahan Panitia Khusus Hak Angket

Pasca amandemen UUD NRI 1945, terjadi perubahan besar dalam

ketatanegaraan Indonesia. Setidaknya terdapat 7 lembaga negara yang

hadir dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia yaitu: MPR, DPR,

DPD, Presiden, BPK, MA, dan MK. Bila dipadankan dengan konsep trias

politica, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dapat

15

Www.Theindonesianinstitute.com, Mengawal Pansus Hak Angket KPK,. Diakses pada 8

Agustus 2019 pukul 14:06 Wib 16

Www.Theindonesianinstitute.com, Mengawal Pansus Hak Angket KPK,. Diakses pada 8

Agustus 2019 pukul 14:36 Wib

Page 65: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

55

diklasifikasikan dalam rumpun kekuasaan legislatif. Hal ini dengan

melihat domainnya sebagai pembuat undang-undang. Hanya saja, selain

memiliki fungsi tersebut, DPR juga memiliki fungsi pengawasan dengan

ketentuan turunan berupa hak angket. Demikian ditegaskan dalam Pasal

20A UUD NRI 1945.

Fungsi pengawasan yang dimiliki DPR merupakan konsekuensi

dari dianutnya prinsip checks and balances yang mementingkan hubungan

antara lembaga negara mengikuti pola horizontal. Antara lembaga-

lembaga negara yang ada memiliki hubungan saling mengawasi sehingga

tidak ada lagi yang lebih tinggi. Hal ini dilakukan demi menghindari

pemusatan kekuasaan yang dapat mengarah pada kesewenang-wenangan,

maka perlu diadakan pembagian kekuasaan negara sebagaimana teori yang

diperkenalkan Montesquie yang membagi kekuasaan negara menjadi

kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Agar tiga bidang kekuasaan

tersebut dapat saling mengontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan

perlu diterapkan prinsip checks and balances.

Sebagai penjelas dari ketentuan Pasal 20A UUD NRI 1945,

kemudian dibentuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Pada Pasal 79 Ayat (3) undang-undang ini memberi penjelasan bahwa

yang dimaksud hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan

terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah

yang berkaitan dengan hal penting, strategis dan berdampak luas pada

kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan. Frasa “hak DPR untuk melakukan

penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau

kebijakan Pemerintah” menunjukkan bahwa objek dari hak angket adalah

Page 66: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

56

Pemerintah. Khususnya kata “Pemerintah” yang menggunakan huruf “P”

(huruf besar/kapital).17

Ketentuan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

adalah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.

Peraturan DPR pada posisi ini sebagai aturan pelaksana, sebab memiliki

adressat yang lebih sempit yaitu hanya pada kualitas sebagai anggota DPR

RI. Namun begitu, Peraturan DPR RI tetap memiliki kekuatan mengikat

yang harus dipatuhi dalam menyelenggarakan hak angket yang ditujukan

kepada anggota DPR RI. Berkenaan dengan pembentukan Panitia Khusus

Hak Angket, diatur dalam Pasal 169-177 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun

2014 Tentang Tata Tertib. Namun pada dasarnya, tidak terdapat perbedaan

antara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 dengan Peraturan DPR RI

Nomor 1 Tahun 2014, bekaitan dengan prosedur pembentukan Panitia

Khusus Hak Angket. Hasil pengamatan peneliti, Kedua peraturan tersebut

setidaknya mengatur ketentuan yang sama yaitu:

1. Syarat jumlah minimal pengusul dan komposisi pengusul hak angket

paling sedikit dua puluh lima orang anggota DPR dan lebih dari satu

fraksi;

2. Syarat dokumen pengusulan hak angket memuat materi kebijakan

dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, serta

alasan penyelidikan;

3. Syarat usul hak angket diterima dalam keputusan DPR apabila

mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih

dari satu per dua jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan

persetujuan lebih dari satu per dua jumlah anggota DPR yang hadir;

4. Metode pelaksanaan usulan;

5. Konsekuensi putusan diterima maka DPR membentuk pantia khusus

yang dimana panitia angket yang keanggotaannya terdiri atas semua

17

Mei Susanto, Hak Angket Sebagai Fungsi Pengawasan Dewa Perwakilan Rakyat: Kajian

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XY/2017, H. 392-393.

Page 67: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

57

unsur fraksi DPR. Sedangkan apabila DPR menolak usul hak angket

maka usul tersebut tidak dapat diajukan kembali;

6. Komposisi dan penetapan panitia angket yang keanggotaannya terdiri

atas semua unsur fraksi DPR. Panitia angket kemudian ditetapkan

dengan keputusan DPR dan diumumkan dalam Berita Negara.

Keputusan DPR tersebut juga mencakup penentuan biaya panitia

angket lalu kemudian disampaikan kepada Presiden;

7. Hak subpoena yaitu panitia angket dalam melakukan penyelidikan,

selain meminta keterangan dari Pemerintah, dapat meminta

keterangan dari saksi, pakar, organisasi profesi, dan/atau pihak terkait

lainnya;

8. Jangka waktu pelaksanaan angket yaitu paling lama 60 hari sejak

dibentuknya panitia angket;

9. Keputusan DPR terhadap hasil laporan panitia angket. Apabila

dinyatakan laporan panitia angket diterima, maka DPR dapat

menggunakan hak menyatakan pendapat.

Meskipun Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata

Tertib merupakan aturan pelakana yang bersifat yang bersifat atributif,

rupanya dari segi ketentuan prosedur pembentukan panitia khusus hak

angket memiliki kesamaan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014. Maka begitu, kekuatan mengikat yang dimilikinya juga berlapis

sehingga menjadi rujukan adimistratif pembentukan panitia khusus hak

angket. Alasan mendasar ketentuan tersebut menjadi rujukan dasar yang

tidak boleh dinafikan, karena manifestasi dari penegasan negara hukum

sebagaimana ditegaskan dalam UUD NRI 1945, mengandaikan hukum

sebagai panglima tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Frederich

Julius Stahl mengungkapkan bahwa unsur dari rechstaat adalah

pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.18

18

Mahela Sumarsono, Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan Negara,

h. 307.

Page 68: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

58

Ketentuan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata

Tertib menjadi batu uji penelitian ini terhadap kasus pembentukan Panitia

Khusus Hak Angket Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Usulan

hak angket pada awalnya muncul dalam rapat dengar pendapat Komisi III

DPR RI bersama KPK. Dalam rapat tersebut, Komisi III DPR mendesak

KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani,

anggota DPR yang menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam

kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik.19

Usulan tersebut terwujud dengan penandatanganan 26 anggota

DPR RI dari delapan fraksi, yaitu fraksi Partai Golongan Karya, Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai

Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Hati Nurani

Rakyat.20

Dalam sidang paripurna penutupan masa sidang, Wakil Ketua

DPR Fahri Hamzah mengetuk persetujuan usulan angket KPK. Dengan

diterimanya usulan angket, maka DPR kemudian membentuk Panitia

Khusus Angket yang terdiri tujuh fraksi sementara tiga fraksi menolak ikut

dalam panitia khusus angket.

Berkaca pada deskripsi kasus Angket KPK di atas, pada tahap

pengusulan, DPR mengikuti prosedur administratif Peraturan DPR Nomor

1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib, yang mengatur tentang syarat

pengusul. Bahwa jumlah pengusul angket terhadap KPK melebihi jumlah

syarat minimal yaitu dua puluh enam anggota DPR RI. Demikian juga

dokumen penyertaan memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan

undang-undang yang akan diselidiki, serta alasan penyelidikan; telah

dilampirkan. Hingga pada tahap pengambilan keputusan tersebut DPR

dihadiri lebih dari satu per dua jumlah anggota serta satu per dua jumlah

anggota hadir dalam sidang. Sebagai konsekuensi diterimanya usul angket

KPK, adalah DPR membentuk panitia khusus hak angket.

19

Bbc.com, Diwarnai Aksi Protes, DPR Setujui Hak Angket KPK, diakses pada 18 Agustus

Pukul 12:53 Wib. 20

Arfianto Purbolakso, Dkk., Meninjau Ulang Hak Angket KPK, h. 6-7.

Page 69: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

59

Namun pada tahap pembentukan panitia khusus hak angket,

terdapat pengabaian ketentuan pada klausul keharusan struktur panitia hak

angket terhadap KPK yang terdiri dari seluruh unsur fraksi yang ada di

DPR. Bahwa di dalam struktur panitia tersebut terdapat beberapa partai

yang tidak mengutus anggotanya ke dalam struktur kepanitiaan hak

angket. Pada posisi demikian menjadi polemik terutama bila

memperhatikan ketentuan prosedur Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib. Sebab, sifat imperatif keharusan struktur panitia

tersebut terdiri dari semua unsur fraksi, dapat diberlakukan pada fraksi

yang tidak setuju dengan adanya usulan angket, ataukah memang

dimaksudkan menjadi sarana fraksi yang tidak setuju untuk tidak

terlaksananya hak angket.

Dengan kata lain, penggunaan kata “semua” pada pasal tersebut

menimbulkan presepsi pemahaman yang berbeda. Ketentuan itu menjadi

keharusan bagi setiap fraksi untuk mengirim perwakilannya ke dalam

struktur panitia khusus hak angket, atau, setiap fraksi dapat menolak untuk

mengirim perwakilannya disebabkan karena tidak setuju dengan

dibentuknya panitia khusus tersebut.

Melihat polemik yang terjadi berkenaan pembentukan panitia

khusus hak angket KPK, Pasal 171 A Ayat (2) Peraturan DPR jelas

menjadi legalitas prosedural dalam proses pembentukan Panitia Khusus

Hak Angket, terlebih secara hirarkis Peraturan DPR tersebut menempati

pelaksanaan kewenangan atributif yang dijamin dalam UUD 1945 dan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MD3. Mekanisme

demikian ini yang seharusnya menjadi preskripsi acuan pembentukannya.

Hanya saja, bila mengacu pada teks ketentuan tersebut, memiliki

permaknaan yang sarat multitafsir.

Namun, terlepas dari beragamnya penafsiran yang muncul, tidak

menghilangkan esensi kata “semua” yang menjadi syarat keharusan

keanggotaan panitia khusus terdiri atas semua fraksi. Karena itu, secara

tegas dapat dikatakan, panitia khusus hak angket terhadap KPK, harus

Page 70: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

60

terdiri dari seluruh unsur fraksi yang ada yaitu sepuluh fraksi yang ada di

DPR.Bila kemudian hal ini tidak tercapai, maka panitia khusus hak angket

terhadap KPK tersebut dapat dinilai cacat hukum sebab tidak

mengindahkan ketentuan Pasal 171 A Ayat (2) Peraturan DPR RI Nomor 1

Tahun 2004 Tentang Tata Tertib.

Pada posisi ini, penulis berbeda pandangan dengan mekanisme

pelaksanaan bestuurzorg yang menginginkan “kebijaksanaan bebas”, yaitu

wewenang untuk mengambil tindakan atas inisiatif sendiri guna

menyelesaikan suatu masalah genting atau mendesak dan belum ada

ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan (freies ermessen).21

Di

tempat yang sama, penulis juga tidak sependapat dengan asas diskresi

(pouvoir discretionnaire). Asas ini mengandaikan dalam mengelola

negara, penyelenggara negara bukan hanya berkewajiban untuk baik dan

bersih dalam penyelenggaraan tugasnya mengelola negara, tapi lebih dari

itu, adalah kewajiban memenuhi tercapainya masyarakat yang dan

makmur. Pemerintah yang baik dan bersih bukanlah tujuan, melainkan

sarana untuk mencapai tujuan. Pemerintah yang bersih tidak akan bernilai

apapun apabila tujuan ini tidak tercapai.22

Pelaksanaan kebijaksanaan bebas/asas diskresi, lazimnya

digunakan oleh eksekutif yang pada tataran praktisnya, sering menemukan

kejadian yang belum dirinci oleh ketentuan perundang-undangan,

sementara pada saat bersamaan dituntut untuk mencapai tujuan negara

yang sejahtera. Karena itu, terhadap legislatif, dalam literatur

ketatanegaraan tidak ditemukan praktiknya secara rigid dalam

menggunakan diskresi. Selain itu, peneliti berpandangan bahwa pemberian

keluasan pelaksanaan diskresi hanya akan berujung pada terjadinya pola

kesewenang-wenangan.

21

Marbun S.F, Eksistensi Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak

Dalam Menjelmakan Pemerintahan Yang Baik dan Bersih di Indonesia, Disertasi Universitas

Padjadjaran Bandung, 2001, h. 23. 22

Arfan Faiz Muhlizi, Reformulasi Diskresi Dalam Penataan Hukum Adminstrasi

(Reformulation Of Discretion In The Arrangement Administrative Law), Jurnal Rechtsvinding Vol.

1 No. 1 Januari 2012, h. 97.

Page 71: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

61

Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus

memiliki legitimasi yaitu kewenangan diberikan. Dengan demikian,

kewenangan tersebut pada dasarnya tidak terdapat kebebasan dalam arti

yang seluas-luasnya atau bebas tanpa batas dalam suatu negara hukum.

Artinya, sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-

undangan. Konsekuensi dari tidak diikutinya prosedur pembentukan

panitia khusus Hak Angket adalah pembentukan pansus tersebut

mengandung cacat hukum. Cacat hukum sendiri dapat diartikan suatu

perjanjian, kebijakan atau prosedur yang tidak sesuai dengan hukum yang

berlaku. Dalam defenisi meurut Jean Rivero dan Waline, cacat hukum

yang terjadi dalam pembentukan panitia khusus hak angket KPK adalah

penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang

seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi

menggunakan prosedur lain agar terlaksana (abuse of procedure).

Untuk menguji apakah tindakan tersebut benar keluar dari

kewenangan prosedural, dapat ditempuh melalui administrative

rechtspraak atau dikenal peradilan administrasi yang dalam sistem hukum

Indonesia disebut Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Penyelesaian

melalui cara ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam pengujian tersebut, hasilnya

meliputi dua aspek yakni untuk perlindungan hukum terhadap masyarakat

pencari keadilan dan pengkoreksian terhadap tindakan yang keluar dari

kewenangan prosedural.

Sampai di sini dapat disimpulkan, sekalipun wacana modern yang

memberikan tempat bagi negara untuk melakukan tindakan yang bertujuan

untuk kepentingan masyarakat umum, tetap tidak tepat bila melakukan

pengabaian terhadap legalitas hukum yang berlaku. Dalam hal DPR dalam

pembentukan panitia khusus hak angket terhadap KPK adalah cacat

hukum. Namun begitu, untuk menilai tindakan tersebut, dapat diuji melalui

mekanisme Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 72: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah pembahasan tentang pembentukan Panitia Khusus Hak

Angket KPK, maka dalam hal ini beberapa point yang dapat penulis

simpulkan yaitu:

1. Mekanisme pembentukan panitia khusus hak angket KPK, diatur

dalam Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

sekaligus menjadi acuan administratif dalam pelaksanaan hak angket.

Pada Pasal 169-177 merunut beberapa prosedur pembentukan panitia

khusus hak angket. Tahapan prosedur tersebut didahului ketentuan

syarat pengusul yang terdiri dari dua puluh lima orang dan lebih dari

satu fraksi. Dalam mengusulkan pengusul wajib menyertakan

dokumen kebijakan dan implementasi undang-undang yang akan

diselidiki. Badan Musyawarah kemudian menjadwalkan Rapat

Paripurna sebagai forum pengusul menjelaskan alasannya. Bila usulan

diterima setidaknya lebih dari ½ jumlah anggota maka selanjutnya

DPR membentuk panitia angket yang terdiri dari semua unsur fraksi.

2. Hanya saja, pada prosedur pembentukan Panitia Khusus angket

terhadap KPK, DPR tidak memenuhi standar struktur kepanitian yang

seharusnya terdiri dari semua unsur fraksi. Berangkat dari poin ini,

bahwa tidak terpenuhinya seluruh unsur fraksi dalam struktur

kepanitiaan panitia khusus angket terhadap KPK, maka dikatakan

legalitas pembentukannya tidak sah sehingga statusnya sebagai cacat

hukum. Namun untuk menguji apakah tindakan tersebut cacat hukum

prosedural, dapat diuji melalui administrative rechtspraak atau

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagaimana telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua

Page 73: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

63

Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata

Usaha Negara

B. Rekomendasi

1. DPR memiliki fungsi pengawasan yang dapat digunakan. Turunan

fungsi pengawasan adalah hak angket. Namun karena domain DPR

sebagai sarana agregasi kepentingan politik, maka hak angket

sejatinya ditujukan kepada eksekutif. Demikian juga literatur

ketatanegaraan hanya mencontohkan eksekutif sebagai objek angket.

Sementara itu, perkembangan cabang kekuasaan tidak lagi terbatas

pada trias politica yang hanya menyertakan eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. KPK sendiri merupakan lembaga quasi yang tidak lagi

terkodifikasi di dalam trias politica. Hal ini agar terciptanya

mekanisme checks and ballance dalam bernegara. Namun dengan

ditetapkannya pembentukan panitia angket terhadap KPK

mengandaikan bahwa DPR tidak mengikuti konsep perkembangan

ketatanegaraan.

2. Selain itu, dalam melaksanakan hak angket, terdapat ketentuan

administratif sebagai prosedur acuan. Hal ini tercantum dalam

Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib. Hanya saja,

pada prosedur pembentukan panitia yang menekankan keharusan

terdiri dari semua unsur partai, rupanya tidak terpenuhi. Karenanya,

pembentukan panitia angket terhadap KPK dikatakan tidak sah.

3. Saran peneliti, DPR seharusnya tidak mendahulukan kepentingan

politis dalam melaksanakan fungsinya. Selain itu, dengan tidak

diindahkannya ketentuan administratif pembentukan panitia angket

terhadap KPK, mendeskripsikan bahwa sebenarnya sumber kekacauan

pelaksanaan kenegaraan bukanlah dari lapisan masyarakat, melainkan

dari penyelenggara negara itu sendiri. DPR seharusnya tidak

melakukan tindakan abuse of power yang dapat melunturkan

kepercayaan masyarakat terhadap negara.

Page 74: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

64

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Zaka Firma dan Winata, M Reza, Rekonstruksi Hirarki Peraturan

Perundang-Undangan di Indonesia, Negara Hukum Vol.9 No. 1 Juni

2018.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum,Jakarta:SinarGrafika,2010.

Asshiddiqie, Jimly, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan

Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: Ichtiar Baru, 1994.

_______________, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet II, Jakarta: Rajawali

Pers, 2010.

_______________, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Attamimi, A. Hamid S., Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai

Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu

PELITA I-PELITA IV, Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia

1990.

Bawekes, Jevons, Integrated Criminal Justice System Terhadap Sistem Peradilan

Tindak Pidana Perikanan, Lex Crimen Vol. II No. 7 November 2013.

Bbc.com, Diwarnai Aksi Protes, DPR Setujui Hak Angket KPK, diakses pada 18

Agustus 12:53 Wib.

Page 75: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

65

Bbc.com, Menguak Skandal Bank Century, diakses pada 13 Juli 2019 pukul 2:35

Wib.

Boboy, Max, DPR RI dalam Perspektif dan Sejarah Tata Negara , cet.I., Jakarta :

Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2008.

Budimansyah, Dasim & Baehaqi, Dikdik, DPR Dewan Perwakilan Rakyat,

Bandung: Genesindo, 2010.

Charity, May Lim, Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, Jurnal Legislasi

Indonesia, Vol. 14, No. 03, September 2017.

Christianto, Hwian, Pembaharuan Makna Asas Legalitas, Jurnal Hukum dan

Pembangunan Vol. 39 No.3 Juli-September 2009.

Dpr.go.id, diakses pada 18 Agustus 2019 Pada 04:12 Wib.

Efriza, Eksistensi Partai Politik Dalam Presepsi Publik, Politica Vol. 10 No. 1

Mei 2019.

Farida, Maria, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar dan Cara Pembentukannya,

Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Firdaus, Dasep Muhammad, Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR RI) Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),

Asy-Syar’ah Vol.20 No. 2 Desember 2018.

Page 76: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

66

Fitria, Penguatan Fungsi Pengawasan DPR Melalui Perubahan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1954 tentang Hak Angket, Jurnal Cita Hukum Vol. 1 No.

1 Juni 2014.

Hadi, Sofyan danMichael, Tomy, Principles of Defense (Rechtmatigheid) In

Decision Standing of State Administration, Jurnal Cita Hukum Vol. 5 No.

2 2017..

Hadjon, Philipus M., Dkk., Pengantar Hukum Aministrasi Indonesia, Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 2011.

Hantoro, Novianto M, Urgensi Pembentukan Undang-Undang Hak Angke DPR

RI, Negara Hukum Vol. 8 No. 2 November 2017.

Hukumonline.com, Arti, Tujuan, Lingkup dan Contoh Diskresi, diakses pada 18

Agustus 2019 pukul 12:23 Wib.

Hukumonline.com, diakses pada 19 Agustus 2019 Pukul 02:42 Wib

Hukumonline.Com, Giliran DPR Persoalkan Penjualan Tanker Raksasa

Pertamina, Diakses pada 13 Juli 2019 Pukul 22.32 Wib.

Hukumonline.com, Hak Menyatakan Pendapat Bukan Hak Anggota DPR, Diakses

pada 18 Juli 2019 pukul 6:57 Wib.

Hukumonline.com, Makna Asas Legalitas dalam Hukum Administrasi Negara,

diakses pada 3 Agustus 2019 pukul 14:23 Wib.

Indopos.co.id, diakses pada 18 Agustus 2019 pada 03:54 Wib

Page 77: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

67

Indrayana, Denny, Indonesia Constitutional Reform 1999-2000; An Evaluation Of

Constitutional Making in Transition, Jakarta: Kompas BookPublishing,

2008.

Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Jakarta: Sinar Harapan, 1993.

Kabar24.com, Empat Isu Kisruh Internal KPK dan Perlunya Perbaikan

Manajemen SDM, Diakses pada 18 Agustus 2019 Pukul 14:12 Wib.

Kanang, Abdul Rahman, Diskursus Pembatasan Kekuasaan Presiden Dalam

Sistem Presidensial Menurut UUD 1945, Al-Daulah Vol. 7 No. 1 Juni

2018.

Koesnardi, Moh. DanIbrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara

Indonesia, Jakarta: Pusat Studi HTN, FH UI, 1976.

Konsideran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Kusuma, Yopy Perdana, Propaganda Hak Angket DPR Terhadap KPK (Analisis

Propaganda dan Komunikasi Politik), Jurnal Lontar Vol. 5 No 1`Januari-

Juni 2017.

Kusumahamidjojo, Budiono, Filsafat Hukum: Problematika Ketertiban yang Adil,

Jakarta: Grasindo, 2004.

Lamintang, P.A.F, Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku

di Indonesia, Bandung: Citra Aditya, 1997..

Page 78: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

68

Mahkamah Kehormatan Dewan, Dinamika dan Tantangan Kinerja Lembaga

Perwakilan, cet.I. Jakarta : Mahkamah Kehormatan Dewan, 2017.

Manan, Bagir, Membedah UUD 1945, Malang: UB Press, 2012.

Marzuki, Masnur, Fungsi Pengawasan Parlemen Indonesia:Prospek dan

Tantangan, Law Review, Vol. XIV No. 1 Juli 2014.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Ed. Revisi, Jakarta: Kencana

Prenadamedia, 2005.

Morrisan, Hukum Tata Negara Era Reformasi, Jakarta: Ramdina Prakarsa, 2005.

Muhlizi, Arfan Faiz, Reformulasi Diskresi Dalam Penataan Hukum Administrasi

(Reformulation Of Discretion In The Arrangement Administrattive Law),

Jurnal Rechtsvinding Vol. 1 No.1 Januari-April 2012.

Muhlizi, Arfan Faiz, Reformulasi Diskresi Dalam Penataan Hukum Adminstrasi

(Reformulation Of Discretion In The Arrangement Administrative Law),

Jurnal Rechtsvinding Vol. 1 No. 1 Januari 2012.

Mulyadi, Kuneng, Apa dan Bagaimana Berita Negara Republik Indonesia, Jurnal

Hukum dan Pembangunan Vol. 12 No. 5 1982.

Nasional.kompas.com, diakses pada 18 Agustus 2019 pada pukul 14:12 Wib.

Naswar, Hak Angket Dalam Konstelasi Ketatanegaraan Indonesia, Jurnal

Konstitusi, Vol. 1, No. 1, November 2012.

Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib

Page 79: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

69

Purbolaksono, Arfianto, Dkk., Meninjau Ulang Hak Angket KPK, Jurnal Update

Indonesia Vol. X No. 5 Juni 2017.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 Tentang Pengujian

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah.

Ratu, Sulkaris S. Lepa, Hakikat Hak Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Skripsi Universitas 17

Agustus 1945, Surbaya, 2016.

Reffaldi, Ikaputri, Memperkuat Legalitas Hak Angket DPR Atas KPK, Jurnal

Rechtsvinding online.

Reffaldi, Ikaputri, Memperkuat Legalitas Hak Angket DPR Atas KPK.

Republika.co.id, Bukti KPK Tebang Pilih Soal Kasus, diakses pada 18 Agustus

2019 pukul 03:22 Wib.

S.F, Marbun, Eksistensi Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang

Layak Dalam Menjelmakan Pemerintahan Yang Baik dan Bersih di

Indonesia, Disertasi Universitas Padjadjaran Bandung, 2001.

Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana: Dua

Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983.

Siagian, Santi Laura, Dkk., Implikasi Pluralisme Kewenangan Penyidikan Dalam

Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi, Diponegoro Law Journal Vol. 5 No.

3 2016..

Page 80: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

70

Siallagan, Haposan, Penerapan Prinsip Negara Hukum, Sosiohumaniora Vol. 18

No. 2 Juli 2016.

Sidabukke, Sudiman, Pro Kontra Hak Angket KPK: Bunga Rampai Pemikiran

Dalam Diskusi Akademik Nasional di Fakultas Hukum Universitas

Surabaya 20 Juli 2017, Surabaya: Laboraturium Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum Universitas Surabaya, 2017.

Soemantri, Sri, dkk, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik

Indonesia: 30 Tahun Kembali ke Undang – Undang Dasar 1945, cet I,

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Soemarsono, Maleha, Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori Tujuan

Negara, Jurnal Hukum dan Pembangunan, No.2, April-Juni 2007.

Sufriadi, Tanggung Jawab Jabatan dan Tanggung Jawab Pribadi Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan di Indonesia, Jurnal Yuridis Vol. I No. I

Juni 2014.

Sugiyono, MetodePenelitian Kualitatif, Kuantitatif,dan R&D, Bandung:

Alfabeta,2005.

Sulardi, Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Malang: Setara

Pers,2012.

Susanto, Mei, Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi, Integritas

Vol. 4 No. 2 Desember 2018.

Syafiie, I.K., Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung:P.T Refika Aditama, 2011.

Page 81: PEMBENTUKAN PANITIA KHUSUS HAK ANGKET DEWAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47989/1/RADEN RAMANDA KRISHNA...presidensial. Ini semakin dipertegas dengan banyaknya

71

Tambunan, Arifin Sari Surunganlan, Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia Menurut UUD 1945: Suatu Studi Analisis Mengenai

Pengaturannya Tahun 1966-1997, Jakarta: Sekolah Tinggi Hukum Militer,

1998.

Tikok, Sumbodo, Hukum Tata Negara, Bandung:Eresco,1992.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Widodo, Hananto, Politik Hukuk Hak Interplasi Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia, Jurnal Rechts Vinding, Vol.1, No. 3, Desember 2012.

Widyaningsih, Desti, Status Hukum Dana Bailout Lembaga Penjamin Simpanan

Dalam Prespektif Hukum Keuangan Negara (Studi Kasus Dana Bailout

Bank Century), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman

2011.

Www. DetikNews.Com, diakses pada 8 Agustus 2019 pukul 13:14 Wib.

Www.Detik.Com, DPR Ajukan Hak Angket Penjualan Kapal Tanker Pertamina,

Diakses pada 13 Juli 2019 Pukul 22.07 Wib.

Www.Theindonesianinstitute.com, Mengawal Pansus Hak Angket KPK,. Diakses

pada 8 Agustus 2019 pukul 14:06 Wib

Zoelva, Hamdan, Impeachment Presiden: Alasan Tindak Pidana Pemberhentian

Presiden Menurut UUD 1945, Jakarta: Konstitusi, 2005