kementerian keuangan dan 4 s.d. … · kesepakatan dagang as dan tiongkok memicu perpindahan dana...

6
Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1 DAN 4 s.d. 10 November 2019 KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL I. Pasar Global Pasar Saham. Wall Street pekan lalu kembali ditutup menguat, dengan indeks Dow Jones menguat 333,59 poin atau 1,22 persen ke level 27.681,19, sedangkan indeks S&P 500 menguat 26,7 poin atau 0,85 persen ke level 3.093,08, dan indeks Nasdaq pada minggu lalu juga menguat 88,91 poin atau 1,06 persen ke level 8.475,31. Menguatnya bursa saham AS pada pekan lalu ditopang oleh perkembangan positif perundingan dagang AS-Tiongkok, rilis data perekonomian domestic AS, dan kinerja emiten besar di bursa saham AS. Para investor melihat adanya tanda-tanda positif bahwa kesepakatan pedagangan tahap pertama antara AS dan Tiongkok akan segera diteken. Hal tersebut didukung oleh pernyataan juru bicara Departemen Perdagangan Tiongkok, Gao Feng, yang menyatakan bahwa kedua negara telah sepakat membatalkan kenaikan tarif impor yang sempat diberlakukan kedua negara sebelumnya. Lebih lanjut, Gao Feng menyebut bahwa kedua negara harus membatalkan tarif tambahan dengan proporsi yang sama dan di waktu yang bersamaan. Pernyataan tersebut juga dikonfirmasi oleh juru bicara Gedung Putih yang menyatakan bahwa kesepakatan antara kedua negara akan segera tercapai. Kesepakatan tahap pertama ini sangat diharapkan oleh para investor agar segera terwujud selambatnya akhir November ini. Optimisme investor terkait kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik dananya di pasar obligasi dan mengalihkannya di pasar saham. Langkah tersebut menyebabkan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun meningkat lebih dari 15 basis poin, atau menjadi yang tertinggi sejak President Donald Trump terpilih pada tahun 2016. Selain itu, data ISM non-manufaktur PMI Index bulan Oktober yang dirilis pekan lalu naik menjadi 54,7, atau di atas proyeksi para analis yang sebesar 53,5. Sentimen positif lain yang menopang bursa saham AS pada pekan lalu adalah positifnya kinerja keuangan sejumlah emiten besar di bursa. Pada triwulan III 2019, sebanyak 74 persen dari emiten yang tercatat di indeks S&P 500 mencatat Indikator 8 November 2019 Perubahan (%) WoW YoY Ytd T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,91 (1,34) (3,14) (4,06) Yen 109,26 (0,99) 4,22 0,39 GBP 0,78 (1,28) (2,26) 0,14 Real 4,17 (4,41) (10,82) (7,56) Rubel 63,81 (0,45) 4,62 8,48 Rupiah 14.014,00 0,18 3,61 2,61 Rupee 71,29 (0,68) 2,35 (2,17) Yuan 7,00 0,58 (0,89) (1,71) KRW 1.157,40 0,70 (3,64) (3,72) SGD 1,36 (0,10) 1,21 0,29 Ringgit 4,13 0,73 0,70 (0,03) Baht 30,38 (0,70) 7,60 6,66 Peso 50,49 0,54 3,96 3,97 T2 ----- Pasar Modal ------ DJIA 27.681,24 1,22 6,39 18,66 S&P500 3.093,08 0,85 10,54 23,39 FTSE 100 7.359,38 0,78 (4,44) 9,38 DAX 13.228,56 2,06 (0,40) 25,28 KOSPI 2.137,23 1,76 (15,05) 4,71 Brazil IBrX 867,56 0,16 (10,67) (0,11) Nikkei 23.391,87 2,37 (1,56) 16,87 SENSEX 40.323,61 0,39 14,36 11,80 JCI 6.177,99 (0,47) (4,55) (0,27) Hangseng 27.651,14 2,03 (13,92) 6,99 Shanghai 2.964,19 0,20 (14,69) 18,86 STI 3.264,30 1,08 (7,30) 6,37 FTSE KLCI 1.609,73 1,03 (11,63) (4,78) SET 1.637,85 2,85 (9,97) 4,73 PSEi 8.065,76 1,11 (8,56) 8,03 T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,37 (5) n/a (152) Yield 10 th, (FR78) 6,97 (3) n/a (72) T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 62,51 1,33 0,37 13,14 CPO 2.526,00 4,29 2,47 26,05 Gold 1.459,00 (3,65) 9,94 13,76 Coal 66,80 (0,67) (37,42) (34,54) Nickel 16.190,00 (3,49) 29,83 51,45 T5 ------ Rilis Data ------ Retail Sales Australia Sep : 0,2 Agt : 0,4 Manufacturing PMI Jerman Okt : 42,1 Sep : 41,7 Construction PMI Inggris Okt: 44,2 Sep : 43,3 Interest rate Australia Nov : 0,75 Okt : 0,75 Inggris Nov : 0,75 Okt : 0,75 ISM Non manufacturing PMI AS Okt : 54,7 Sep : 52,6 Service PMI Inggris Okt : 50,0 Sep : 49,5 Highlight Minggu Ini Bursa saham Wall Street kembali menguat pekan lalu dipengaruhi oleh perkembangan positif perundingan dagang AS-Tiongkok, rilis data ISM Non-Manufacturing PMI AS, dan kinerja emiten besar di bursa saham AS mencatat kinerja keuangan diatas ekspektasi pada Q3 2019. Indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 1,15 persen pekan lalu ke level 98,35 sementara yield US Treasury tenor 10 tahun naik sekitar 23 bps ke level 1,94 persen dalam sepekan seiring optimisme tercapainya kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang mendorong pelaku pasar beralih membeli aset keuangan yang lebih berisiko. Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent kontrak berjangka terpantau menguat 1,33 persen dalam sepekan ke level US$62,51 per barel dipicu oleh sinyal penyelesaian perselisihan dagang tahap pertama AS–Tiongkok yang diharapkan mendorong kenaikan permintaan minyak global dan ekspektasi penurunan produksi minyak AS seiring berlanjutnya penurunan jumlah rig minyak yang beroperasi. Dari pasar keuangan domestik, IHSG melemah sebesar 0,47 persen secara mingguan ke level 6.177,99 dengan investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp2,57 triliun dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark turun 4-17 bps pekan lalu, sementara nilai tukar rupiah menguat 0,18 persen terhadap dollar AS di level Rp14.014. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada Q3 2019 yang membaik menggambarkan ketahanan eksternal yang terjaga terutama di dukung oleh naiknya surplus perdagangan barang sebagai dampak strategi pengendalian impor migas, serta peningkatan surplus transaksi modal dan finansial yang menggambarkan prospek perekonomian dan pasar keuangan Indonesia yang stabil. Gambar 1. Pasar Saham Global

Upload: others

Post on 05-Mar-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 1

DAN 4 s.d. 10 November 2019

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

I. Pasar Global

Pasar Saham. Wall Street pekan lalu kembali ditutup menguat, dengan indeks Dow Jones menguat 333,59 poin atau 1,22 persen ke level 27.681,19, sedangkan indeks S&P 500 menguat 26,7 poin atau 0,85 persen ke level 3.093,08, dan indeks Nasdaq pada minggu lalu juga menguat 88,91 poin atau 1,06 persen ke level 8.475,31. Menguatnya bursa saham AS pada pekan lalu ditopang oleh perkembangan positif perundingan dagang AS-Tiongkok, rilis data perekonomian domestic AS, dan kinerja emiten besar di bursa saham AS.

Para investor melihat adanya tanda-tanda positif bahwa kesepakatan pedagangan tahap pertama antara AS dan Tiongkok akan segera diteken. Hal tersebut didukung oleh pernyataan juru bicara Departemen Perdagangan Tiongkok, Gao Feng, yang menyatakan bahwa kedua negara telah sepakat membatalkan kenaikan tarif impor yang sempat diberlakukan kedua negara sebelumnya. Lebih lanjut, Gao Feng menyebut bahwa kedua negara harus membatalkan tarif tambahan dengan proporsi yang sama dan di waktu yang bersamaan. Pernyataan tersebut juga dikonfirmasi oleh juru bicara Gedung Putih yang menyatakan bahwa kesepakatan antara kedua negara akan segera tercapai.

Kesepakatan tahap pertama ini sangat diharapkan oleh para investor agar segera terwujud selambatnya akhir November ini. Optimisme investor terkait kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik dananya di pasar obligasi dan mengalihkannya di pasar saham. Langkah tersebut menyebabkan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun meningkat lebih dari 15 basis poin, atau menjadi yang tertinggi sejak President Donald Trump terpilih pada tahun 2016. Selain itu, data ISM non-manufaktur PMI Index bulan Oktober yang dirilis pekan lalu naik menjadi 54,7, atau di atas proyeksi para analis yang sebesar 53,5.

Sentimen positif lain yang menopang bursa saham AS pada pekan lalu adalah positifnya kinerja keuangan sejumlah emiten besar di bursa. Pada triwulan III 2019, sebanyak 74 persen dari emiten yang tercatat di indeks S&P 500 mencatat

Indikator 8 November 2019

Perubahan (%)

WoW YoY Ytd

T1 ---- Nilai Tukar/USD ---- Euro 0,91 (1,34) (3,14) (4,06) Yen 109,26 (0,99) 4,22 0,39

GBP 0,78 (1,28) (2,26) 0,14 Real 4,17 (4,41) (10,82) (7,56)

Rubel 63,81 (0,45) 4,62 8,48 Rupiah 14.014,00 0,18 3,61 2,61 Rupee 71,29 (0,68) 2,35 (2,17) Yuan 7,00 0,58 (0,89) (1,71) KRW 1.157,40 0,70 (3,64) (3,72) SGD 1,36 (0,10) 1,21 0,29

Ringgit 4,13 0,73 0,70 (0,03) Baht 30,38 (0,70) 7,60 6,66 Peso 50,49 0,54 3,96 3,97

T2 ----- Pasar Modal ------

DJIA 27.681,24 1,22 6,39 18,66 S&P500 3.093,08 0,85 10,54 23,39

FTSE 100 7.359,38 0,78 (4,44) 9,38 DAX 13.228,56 2,06 (0,40) 25,28

KOSPI 2.137,23 1,76 (15,05) 4,71 Brazil IBrX 867,56 0,16 (10,67) (0,11)

Nikkei 23.391,87 2,37 (1,56) 16,87 SENSEX 40.323,61 0,39 14,36 11,80

JCI 6.177,99 (0,47) (4,55) (0,27) Hangseng 27.651,14 2,03 (13,92) 6,99 Shanghai 2.964,19 0,20 (14,69) 18,86

STI 3.264,30 1,08 (7,30) 6,37 FTSE KLCI 1.609,73 1,03 (11,63) (4,78)

SET 1.637,85 2,85 (9,97) 4,73 PSEi 8.065,76 1,11 (8,56) 8,03

T3 ------ Surat Berharga Negara ------ Yield 5 th, (FR 77) 6,37 (5) n/a (152) Yield 10 th, (FR78) 6,97 (3) n/a (72)

T4 ------ Komoditas ------ Brent Oil 62,51 1,33 0,37 13,14

CPO 2.526,00 4,29 2,47 26,05 Gold 1.459,00 (3,65) 9,94 13,76 Coal 66,80 (0,67) (37,42) (34,54)

Nickel 16.190,00 (3,49) 29,83 51,45 T5 ------ Rilis Data ------

Retail Sales Australia Sep : 0,2 Agt : 0,4 Manufacturing PMI Jerman Okt : 42,1 Sep : 41,7

Construction PMI Inggris Okt: 44,2 Sep : 43,3 Interest rate Australia Nov : 0,75 Okt : 0,75

Inggris Nov : 0,75 Okt : 0,75 ISM Non

manufacturing PMI AS

Okt : 54,7 Sep : 52,6 Service PMI Inggris Okt : 50,0 Sep : 49,5

Highlight Minggu Ini

Bursa saham Wall Street kembali menguat pekan lalu dipengaruhi oleh perkembangan positif perundingan dagang AS-Tiongkok, rilis data ISM Non-Manufacturing PMI AS, dan kinerja emiten besar di bursa saham AS mencatat kinerja keuangan diatas ekspektasi pada Q3 2019.

Indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 1,15 persen pekan lalu ke level 98,35 sementara yield US Treasury tenor 10 tahun naik sekitar 23 bps ke level 1,94 persen dalam sepekan seiring optimisme tercapainya kesepakatan perdagangan AS-Tiongkok yang mendorong pelaku pasar beralih membeli aset keuangan yang lebih berisiko.

Dari pasar komoditas, harga minyak mentah jenis Brent kontrak berjangka terpantau menguat 1,33 persen dalam sepekan ke level US$62,51 per barel dipicu oleh sinyal penyelesaian perselisihan dagang tahap pertama AS–Tiongkok yang diharapkan mendorong kenaikan permintaan minyak global dan ekspektasi penurunan produksi minyak AS seiring berlanjutnya penurunan jumlah rig minyak yang beroperasi.

Dari pasar keuangan domestik, IHSG melemah sebesar 0,47 persen secara mingguan ke level 6.177,99 dengan investor nonresiden mencatatkan jual bersih Rp2,57 triliun dalam sepekan, imbal hasil SBN seri benchmark turun 4-17 bps pekan lalu, sementara nilai tukar rupiah menguat 0,18 persen terhadap dollar AS di level Rp14.014.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada Q3 2019 yang membaik menggambarkan ketahanan eksternal yang terjaga terutama di dukung oleh naiknya surplus perdagangan barang sebagai dampak strategi pengendalian impor migas, serta peningkatan surplus transaksi modal dan finansial yang menggambarkan prospek perekonomian dan pasar keuangan Indonesia yang stabil.

Gambar 1. Pasar Saham Global

Page 2: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

tidak memberikan penjelasan yang memadai

Gambar 4. Slope US Yield curve dan Resesi

Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun naik 23 bps

ke level 1,94 pada hari Jumat (8/11)

kinerja keuangan di atas ekspektasi. Dua emiten yang mencatatkan kenaikan kinerja keuangan di atas ekspektasi adalah Boeing Co. dan Adobe Inc. Faktor fundamental tersebut mendorong bursa saham Wall Street terus menguat.

Dari kawasan Eropa, bursa saham FTSE 100 Inggris dan bursa saham DAX Jerman ditutup menguat dalam sepekan. Menguatnya mayoritas bursa saham di kawasan Eropa juga didorong oleh optimisme pasar terhadap perundingan dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, AS dan Tiongkok. Selain itu, merespon rencana Presiden Donald Trump untuk mengenakan tambahan tarif impor terhadap barang-barang dari Uni Eropa, Presiden Komisi Uni Eropa Jean-Claude Juncker menyatakan bahwa hingga saat ini tidak ada kenaikan tarif impor terhadap barang otomotif dari negara Uni Eropa yang masuk ke AS. Pernyataan ini membuat bursa saham di kawasan Eropa menguat. Pada pekan lalu, FTSE 100 Inggris menguat 0,78 persen ke level 7.359,38 dan bursa saham DAX Jerman juga menguat 2,06 persen ke level 13.228,56.

Menguatnya bursa saham di Inggris juga didukung oleh kenaikan harga saham-saham unggulan atau blue chips. Pada pekan lalu, harga saham RSA Insurance Group, perusahaan asuransi multinasional, sempat melonjak 3,98 persen. Selain itu, kenaikan harga saham juga dialami oleh Persimmon, perusahaan pengembang perumahan, dan NMC Health, perusahaan yang bergerak di bidang layanan kesehatan, yang masing-masing mengalami kenaikan sebesar 3,78 dan 2,69 persen. Dari bursa saham Jerman, kenaikan harga saham Wirecard, perusahaan penyedia layanan internet, sebesar 3,03 persen menjadi salah satu penopang menguatnya bursa saham minggu lalu. Selain itu, pernyataan Presiden Komisi Uni Eropa terkait tidak adanya pengenaan tarif impor otomotif yang diberlakukan oleh pemerintah AS ke Uni Eropa mendorong penguatan harga saham perusahaan pemasok komponen otomotif, Continental, sebesar 2,13 persen pada pekan lalu. Kenaikan harga saham sejumlah emiten blue chips tersebut turut menopang kenaikan bursa saham DAX Jerman pada pekan lalu.

Dari kawasan Asia, mayoritas indeks saham di kawasan Asia kembali ditutup menguat dalam sepekan. Mayoritas bursa saham di kawasan Asia menguat dalam pekan lalu. Bursa saham Hangseng Hongkong menguat 2,03 persen ke level 27.651,14, bursa saham STI Singapura juga menguat selama sepekan sebesar 1,08 persen ke level 3.264,3, indeks Nikkei Jepang menguat 2,37 persen ke level 23.391,87, indeks Shanghai Tiongkok menguat tipis sebesar 0,20 persen ke level 2.964,19, dan indeks KOSPI Korea menguat sebesar 1,76 persen ke level 2.137,23. Sementara itu, IHSG justru melemah sebesar 0,47 persen ke level 6.177,99.

Menguatnya mayoritas bursa saham Asia pada pekan lalu didorong oleh optimisme perundingan dagang antara Tiongkok dan AS. Sejumlah bursa saham di Asia memandang optimis bahwa kesepakatan pihak pertama kedua negara akan segera tercapai. Normalnya hubungan dagang antara Tiongkok dan AS diharapkan dapat memberikan stimulus bagi perekonomian kawasan Asia yang saat ini melambat akibat adanya perang dagang.

Pasar Uang. Indeks dolar AS naik ke level 98,35 pada akhir perdagangan pekan lalu (8/11) atau menguat sebesar 1,15 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 97,24 pada akhir pekan sebelumnya (1/11). Indeks dolar AS menguat ke level tertinggi selama tiga minggu di tengah ketidakpastian kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok. Dari laporan Reuters, Sabtu (9/11), Presiden AS Donald Trump mengkonfirmasi bahwa dirinya berencana untuk menandatangani kesepakatan perdagangan dengan Tiongkok namun belum memutuskan apakah pihaknya akan menurunkan tarif. Komentar tersebut muncul sehari setelah pejabat AS dan Tiongkok dilaporkan setuju untuk menurunkan tarif barang satu sama lain dalam kesepakatan perdagangan tahap pertama. Perundingan kedua negara tersebut mengalami kemunduran karena menghadapi oposisi internal yang sengit di Gedung Putih. Gagasan tentang penurunan tarif bukan merupakan bagian dari kesepakatan antara Wakil Perdana Menteri China Liu He dan Presiden Donald Trump. Selain itu, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang bergerak lebih tinggi turut menjadi penyebab menguatnya dolar AS. Di sisi lain, mata uang Poundsterling melemah sehari setelah Bank of England mempertahankan suku bunga utamanya pada level 0,75 persen dan memangkas perkiraan pertumbuhan ekonominya di tengah ketidakpastian

Gambar 3. The Fed diprediksi tidak akan memangkas

suku bunga hingga akhir tahun

Page 3: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 6. Harga hard commodities: selain tembaga

dan nikel, harga hard commodities menguat secara

mingguan

Gambar 5. Harga minyak mentah Brent dan WTI

menguat, sementara harga acuan batubara ICE

Newcastle melemah secara mingguan

masa depan Brexit. Sementara mata uang Euro terus diperdagangkan lebih rendah setelah perkiraan dari Komisi Eropa yang menurunkan ekspektasi pertumbuhan ekonomi atau segala jenis stimulus di kawasan tersebut.

Pasar Obligasi. Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu (8/11) ditutup di level 1,94 persen atau naik tajam sekitar 23 bps dibandingkan penutupan pekan sebelumnya sekaligus merupakan level tertinggi dalam lebih dari tiga bulan terakhir. Optimisme berakhirnya perang dagang AS-Tiongkok menjadi pendorong utama kenaikan imbal hasil US Treasury sekaligus menunjukkan bahwa pelaku pasar keuangan AS kini lebih optimis menghadapi kondisi perekonomian AS dan global. Pekan lalu beredar pernyataan dari otoritas Tiongkok bahwa baik AS maupun Tiongkok telah menerima dan menyepakati kesepakatan perdagangan tahap pertama sekaligus menyepakati apabila kesepakatan ini ditandatangani maka kedua belah pihak akan secara simultan menurunkan tarif dengan laju yang proporsional. Meskipun dikabarkan bahwa posisi Gedung Putih terbelah menyikapi kesepakatan ini dan Presiden AS Donald Trump belum mengambil keputusan, optimisme meredanya perang dagang cukup kuat sehingga mendorong pelaku pasar untuk kembali membeli aset-aset yang lebih berisiko seperti saham dan valas. Pelaku pasar juga mencermati laporan JP Morgan yang menunjukkan indeks PMI Manufaktur Global yang sedikit menguat pada bulan Oktober ke level 49,8 dari 49,7 pada bulan September. Meskipun masih berada pada zona kontraksi dalam enam bulan berturut-turut, kenaikan indeks tersebut pada tiga bulan terakhir dari Agustus hingga Oktober 2019 memberikan sinyal bahwa tingkat terlemah aktivitas manufaktur mungkin telah terjadi pada bulan Juli lalu. Dari 32 negara yang disurvei oleh JP Morgan, 13 negara menunjukkan posisi ekspansi termasuk diantaranya Tiongkok, AS, Brazil dan Prancis.

Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu berbalik menguat setelah pelemahan yang terjadi pada pekan sebelumnya. Pada penutupan hari Jumat (8/11), harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global tercatat di level US$62,51 per barel atau naik 1,33 persen dalam sepekan dari posisi US$61,69 per barel pada Jumat (1/11). Faktor utama yang mendorong penguatan harga minyak berasal dari ekspektasi kenaikan permintaan minyak seiring dengan sinyal penyelesaian perselisihan dagang AS-Tiongkok serta ekspektasi turunnya produksi minyak AS. Pekan lalu, jumlah rig minyak dan gas AS kembali turun untuk kesebelas kalinya dalam 12 pekan terakhir ke level 817, turun sebanyak 250 unit dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Khusus untuk rig minyak yang aktif turun sebanyak 7 unit ke level 684 dibandingkan pekan sebelumnya. Penurunan rig minyak AS yang terus terjadi membentuk ekspektasi bahwa produksi minyak mentah AS akan terus turun sekaligus mematahkan proyeksi Energy Information Administration (EIA) dan International Energy Agency (IEA) bahwa produksi minyak AS akan tetap meningkat meskipun harga minyak di level rendah seperti sekarang ini. Namun demikian, laju harga minyak sedikit tertahan oleh kenaikan cadangan minyak AS. EIA AS melaporkan pada Rabu (6/11) bahwa untuk pekan yang berakhir pada 1 November 2019 cadangan minyak AS naik 7,9 juta barel, jauh diatas perkiraan analis untuk kenaikan 1,5 juta barel. Tekanan terhadap harga minyak pekan lalu juga berasal dari perkiraan IMF bahwa perekonomian zona Euro akan lebih melambat dari perkiraan sebelumnya karena kontraksi sektor manufaktur diperkirakan akan membawa dampak ke sektor jasa sebagai dampak perang dagang. Dari sisi pasokan, negara-negara OPEC dan sekutunya termasuk Rusia akan membahas masa depan kebijakan pemangkasan produksi dalam pertemuan di Viena pada 5 dan 6 Desember mendatang. Sebagai catatan, saat ini OPEC dan sekutunya masih melaksanakan kebijakan pemotongan produksi sebesar 1,2 juta barel yang akan berlaku hingga Maret 2020 mendatang.

Harga komoditas batubara pekan lalu kembali melemah dibandingkan dengan harga pada pekan sebelumnya. Harga batubara ICE Newcastle pada pekan lalu ditutup melemah 0,67 persen ke level US$66,8 per metriks ton dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya. Secara umum harga batubara masih mengalami pelemahan sebesar 34,54 persen secara ytd.

Kembali melemahnya harga batubara global dipengaruhi oleh turunnya permintaan, terutama dari Tiongkok. Sebagai negara konsumen batubara terbesar di dunia, permintaan batubara Tiongkok turun sebesar 18 persen pada bulan lalu menyebabkan persediaan global mengalami kenaikan. Pada bulan November 2019, impor batubara yang dilakukan oleh Tiongkok diperkirakan hanya sebesar 13,76 juta ton. Kekhawatiran lain adalah Tiongkok bakal mengurangi impor batubara di sisa akhir tahun ini karena sudah melampaui target impornya. Hal tersebut memicu melemahnya harga batubara. Menjelang

Gambar 7. Harga soft commodities: harga gandum, kopi

dan CPO menguat, sementara harga jagung, kedelai, dan

kakao melemah secara mingguan

Page 4: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

dimulainya musim dingin, permintaan batubara global belum menunjukkan tanda-tanda akan meningkat. Dalam dua pekan terakhir harga batubara dalam dua pekan terakhir masih cenderung flat dan melemah sebagai tanda konsolidasi menjelang dimulainya musim dingin di mana permintaan batubara cenderung naik.

Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu kembali menguat sebesar 4,29 persen sekaligus merupakan penguatan dalam enam pekan berturut-turut. Harga CPO pekan lalu ditutup naik ke level 2.526 Ringgit/ton pada Jumat (8/11) dari penutupan pekan sebelumnya di level 2.422 Ringgit/ton. Sentimen positif di pasar sawit muncul karena pasar merespons optimisme terhadap kenaikan permintaan sawit Indonesia dan Malaysia untuk biodiesel, perlambatan pertumbuhan produksi, dan peningkatan impor oleh pembeli utama Tiongkok. Pemerintah Indonesia berniat menaikkan penggunaan biodiesel sebesar 45 persen pada 2020, sedangkan Malaysia baru akan merealisasikan penggunaan biodiesel B20 pada tahun depan. Kondisi tersebut akan menyebabkan pasokan CPO di pasar global mengalami penurunan dan berpotensi menaikkan harga. Kenaikan harga CPO juga didorong oleh keadaan iklim yang saat ini masih dalam musim kemarau. Kemarau panjang dapat menghambat produksi CPO sehingga supply akan menurun. Disisi lain, permintaan CPO diprediksi akan meningkat terkait dengan beberapa negara di Asia yang sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Secara historis, permintaan tinggi komoditas CPO akan terjadi sepanjang musim dingin di negara-negara Asia khususnya Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, dan India.

II. Pasar Keuangan Domestik

IHSG tercatat turun 0,47 persen secara mingguan ke level 6.177,99 dan diperdagangkan di kisaran 6.119,42 – 6.274,29 pekan lalu. Investor nonresiden mencatatkan jual bersih pada empat dari lima hari perdagangan dengan total mencapai Rp2,57 triliun sepanjang pekan lalu dan tercatat jual bersih sebesar Rp2,78 triliun mtd dan tercatat beli bersih sebesar Rp45,36 triliun secara ytd. Nilai rata-rata transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau turun ke ke level Rp8,49 triliun dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp9,59 triliun.

Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark pada Jumat (8/11) bergerak turun dibandingkan posisi Jumat (1/11) dengan penurunan antara 4 hingga 17 bps. Berdasarkan data setelmen BI tanggal 7 November 2019, kepemilikan investor nonresiden naik Rp8,41 triliun (0,79 persen) dibandingkan posisi Jumat (1/11) dari Rp1.060,36 triliun (39,1 persen) ke Rp1.068,78 triliun (39,09 persen). Kepemilikan nonresiden naik Rp172,52 triliun (19,65 persen) ytd dan naik Rp10,30 triliun (0,97 persen) mtd. Dengan demikian, investor asing telah mencatatkan beli bersih secara mingguan dalam 11 pekan berturut-turut dengan total kenaikan kepemilikan asing terhadap SBN tradable dalam periode tersebut mencapai Rp63,82 triliun.

Nilai tukar rupiah menguat sebesar 0,18 persen secara mingguan, secara mtd rupiah menguat sebesar 0,19 persen dan menguat sebesar 2,68 persen secara ytd, berada di level Rp14.014 per US$ pada akhir perdagangan hari Jumat (8/11). Namun demikian, tekanan terhadap nilai tukar rupiah relatif meningkat selama sepekan, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang Rp43 sampai Rp68 per US$, lebih tinggi dibanding spread Rp3 sampai Rp85 per US$ pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, rupiah diperdagangkan di kisaran 13.970 – 14.045 per US$. Secara ytd, rata-rata penutupan harian rupiah berada di level Rp14.159 per US$.

III. Perekonomian Internasional

Dari kawasan AS, Indeks ISM Non-Manufacturing AS, tercatat lebih tinggi dari ekspektasi yaitu sebesar 54,7 pada bulan Oktober, jauh lebih baik dari yang diharapkan 53,5 dan 52,6 sebelumnya. Berita tersebut membuat investor menyarankan Federal Reserve AS agar menahan diri dari pemotongan suku bunga lebih lanjut.

Dari kawasan Eropa, Aktivitas manufaktur di zona Eropa kembali berkontraksi tajam terpengaruh perang dagang dan ketidakpastian Brexit. Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur bulan Oktober tercatat di level 45,9, nyaris mendekati angka terendah dalam tujuh tahun terakhir yakni 45,7. PMI

Gambar 9. Tekanan terhadap rupiah lebih rendah dibanding

pekan sebelumnya

Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah

terapresiasi, IHSG melemah, dan yield SBN seri benchmark turun

Gambar 10. Mata uang Singapura, Thailand, dan India

terdepresiasi sementara mata uang Indonesia, Malaysia,

Filipina, dan Tiongkok mengalami apresiasi terhadap

dollar AS secara mingguan

Page 5: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 5

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 12. Selain Perancis, aktivitas manufaktur di Zona

Euro mengalami kontraksi

Gambar 13. Reserve Bank Australia memutuskan untuk

mempertahankan suku bunga di level 0,75 persen pada

November 2019

Manufaktur untuk beberapa negara di Eropa pada bulan Oktober juga masih mengalami konstraksi seperti Spanyol (46,8), Italia (47,7), dan Jerman (42,1). Hanya Perancis yang PMI-nya mengalami ekspansi sebesar 50,7.

Dari kawasan Asia Pasifik, Reserve Bank Australia (RBA) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pada level 0,75 persen. RBA menilai perekonomian Australia telah "sedikit berubah" dalam beberapa bulan terakhir. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan dari adanya sedikit peningkatan pengangguran dan peningkatan inflasi yang moderat. RBA diperkirakan akan sekali lagi memangkas perkiraan kuartalan untuk pertumbuhan PDB dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini yang sedang berekspansi rendah dalam satu dekade hanya sebesar 1,4 persen. RBA memperkirakan pertumbuhan PDB sekitar 2,25 persen tahun ini, secara bertahap meningkat hingga 3 persen pada 2021.

IV. Perekonomian Domestik

Ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen pada Q3-2019. Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan pertumbuhan 5,01 persen pada periode Juli-September. Pada kuartal sebelumnya, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen yoy. Secara triwulanan, non-musiman disesuaikan, produk domestik bruto meningkat 3,06 persen. Seperti banyak negara tetangganya di Asia, Indonesia telah dilanda perlambatan ekonomi global, dengan ekspor yang menyusut dan konsumsi domestik yang melemah. Bank sentral telah memotong suku bunga empat kali sejak Juli dan diperkirakan akan kembali melakukan pelonggaran kebijakan moneter dalam beberapa bulan mendatang.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2019 tercatat sebesar 126,7 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2019 sebesar 124,3 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2019 terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.

Survei Konsumen Bank Indonesia pada Oktober 2019 mengindikasikan optimisme konsumen tetap terjaga. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2019 yang tetap berada dalam zona optimis (di atas 100) yakni sebesar 118,4, meskipun lebih rendah dibandingkan IKK pada bulan sebelumnya sebesar 121,8. Konsumen yang tetap optimis ditopang oleh persepsi yang tetap positif terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ke depan. Hal itu tercermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) yang berada dalam zona positif, meskipun mengalami pelemahan.

Hasil survei penjualan eceran bulan September 2019 menunjukkan perlambatan meskipun masih tumbuh positif. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) September 2019 yang tumbuh 0,7 persen yoy, lebih rendah dibandingkan dengan IPR Agustus 2019 sebesar 1,1 persen yoy. Penjualan eceran tetap tumbuh positif ditopang oleh penjualan pada kelompok suku cadang dan aksesori, dan kelompok perlengkapan rumah tangga lainnya. Selanjutnya, penjualan eceran untuk bulan Oktober diperkirakan akan meningkat seiring dengan IPR Oktober 2019 yang diprakirakan tumbuh sebesar 2,9 persen yoy akibat meningkatnya penjualan pada kelompok suku cadang dan aksesori, kelompok peralatan informasi & komunikasi, dan kelompok makanan, minuman dan tembakau.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal ketiga 2019 tercatat defisit US$46 juta. Angka ini membaik dibandingkan defisit kuartal kedua yang mencapai US$2 miliar. Kondisi tersebut ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan yang membaik, serta surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat. Defisit neraca transaksi berjalan membaik juga didukung oleh menurunnya defisit neraca perdagangan migas di tengah surplus neraca perdagangan nonmigas yang stabil. Surplus transaksi modal dan finansial meningkat, mencerminkan masih tingginya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik. Surplus transaksi modal dan finansial mencapai US$7,6 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan surplus kuartal sebelumnya, yaitu US$6,5 miliar.

Gambar 13. Inflasi Tiongkok bulan Maret 2019 tumbuh 2,3

persen yoy atau yang tertinggi dalam 5 bulan

Gambar 11. Indeks ISM Non-Manufacturing AS tercatat

lebih tinggi dari ekspektasi yaitu sebesar 54,7 pada

Oktober 2019

Page 6: KEMENTERIAN KEUANGAN DAN 4 s.d. … · kesepakatan dagang AS dan Tiongkok memicu perpindahan dana dari pasar obligasi ke pasar saham di AS. Pada pekan lalu, para investor menarik

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 6

KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL

pertanian. Bank Indonesia mencatat bahwa salah satu yang mendorong tingginya arus masuk investasi langsung pada Q3 2019 adalah transaksi penjualan ruas jalan tol kepada investor yang berasal dari Hongkong.

Terakhir, surplus portfolio investment yang naik dari US$4,56 miliar pada Q2 menjadi US$4,81 miliar pada Q3 2019 terutama didukung oleh masuknya investor asing pada instrumen surat utang yang diterbitkan oleh korporasi. Di sisi lain, obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah tetap menarik bagi investor karena imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan negara-negara peers dan didukung oleh nilai tukar yang stabil sepanjang Q3. Bank Indonesia melaporkan pembelian obligasi Pemerintah pada Q3 2019 mencapai US$2,6 miliar, lebih tinggi dari US$1,6 miliar pada Q2 maupun US$2,0 miliar pada Q3 2018. Namun demikian, seiring prospek pertumbuhan yang melambat, investor asing bergerak melakukan net sell dari pasar saham. Tercatat, penjualan bersih investor asing dari pasar saham mencapai US$1,2 miliar, lebih tinggi dibandingkan jual bersih sebesar US$0,1 miliar pada Q2 2019. Hal ini menyebabkan IHSG melemah hingga 2,98 persen sepanjang Q3.

Keseluruhan uraian diatas menunjukkan bahwa secara umum stabilitas eksternal perekonomian Indonesia tetap terjaga di tengah ketidakpastian global. Neraca perdagangan Indonesia pada Q3 2019 mengindikasikan adanya perkembangan yang positif terutama dari stabilnya aktivitas perdagangan non migas serta turunnya impor migas sebagai dampak pengendalian impor, meskipun secara umum baik aktivitas ekspor dan impor melambat seiring dengan perlambatan aktivitas perekonomian global. Dari perkembangan investasi langsung, terlihat bahwa arus investasi investor asing tetap masuk di tengah ketidakpastian global. Hal ini menekankan bahwa investor melihat prospek perekonomian Indonesia ke depan yang masih positif. Terakhir, tingginya arus modal masuk pada investasi portofolio menggambarkan bahwa stabilitas ekonomi dan pasar keuangan domestik terjaga serta didukung oleh imbal hasil investasi yang tetap menarik.

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir Sumber Data: Bloomberg, Reuters,

CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan,

IMF dan World Bank telah

menutup Spring Meeting

yang diselenggarakan

sepanjang minggu lalu. Para

pembuat kebijakan

menyampaikan pesan

mengenai kekhawatiran

yang bercampur dengan

optimisme prospek ekonomi

ke depan. Para Menteri

Keuangan dunia mengakhiri

pembicaraan di Washington

DC yang memadukan

kekhawatiran terhadap

keadaan ekonomi dunia

yang bergerak melambat

saat ini dengan keyakinan

akan segera pulih.

Pergeseran tren yang

menjauh dari pengetatan

kebijakan moneter oleh

bank sentral, kebijakan

stimulus baru-baru ini di

Tiongkok dan meredanya

ketegangan perdagangan

menjadi harapan bahwa

perlambatan ekonomi akan

berlangsung tidak terlalu

lama meskipun tidak ada

yang memperkirakan

momentum booming baru.

Rally pasar saham yang kini

terjadi cukup mengundang

optimisme tentang prospek

pertumbuhan untuk berbalik

"menguat." Direktur

Pelaksana IMF Christine

Lagarde tetap

memperingatkan dunia

berada pada "saat yang

Tajuk Minggu Ini:

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Q3 2019: Terjaganya Ketahanan Eksternal

Sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya oleh para analis dan Bank Indonesia, rilis data NPI Q3 2019 menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding Q2 2019. Defisit NPI turun dari US$1,98 miliar pada Q2 menjadi hanya US$46 juta pada Q3, sementara defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) turun dari US$8,15 miliar atau 2,93 persen PDB pada Q2 menjadi US$7,67 miliar atau 2,66 persen PDB.

Dari perkembangan NPI Q3, setidaknya terdapat tiga hal utama yang menjadi catatan penting. Pertama, turunnya CAD didukung oleh naiknya surplus perdagangan barang internasional dari US$483 juta pada Q2 menjadi US$1,26 miliar pada Q3. Kenaikan surplus ini tidak lepas dari penurunan defisit neraca migas yang sebesar US$809 juta, jauh lebih tinggi dibandingkan penurunan surplus neraca non migas yang sebesar US$366 juta. Selain harga impor yang lebih rendah, turunnya defisit neraca dagang migas tidak lepas dari berbagai upaya yang ditempuh oleh Pemerintah untuk mengendalikan impor migas, diantaranya melalui penerapan program B20 dan optimalisasi penyerapan produksi kilang minyak domestik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri oleh Pertamina.

Pemerintah menargetkan penurunan impor solar sebesar 6,4 juta kiloliter pada tahun ini dengan devisa yang dihemat mencapai US$3 miliar. Secara kumulatif hingga Q3 2019, impor migas turun hingga 25,66 persen yoy. Kesuksesan implementasi program B20 akan dilanjutkan dengan program B30 mulai awal 2020 dan Pemerintah mengharapkan penerapannya akan mampu mengurangi impor solar hingga 9 juta kiloliter senilai Rp70 triliun.

Namun demikian, harus dicatat bahwa secara kumulatif hingga Q3 2019, surplus neraca perdagangan migas yang secara kumulatif mencapai US$8,76 miliar turun hingga 20,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 sebesar US$11,07 miliar. Perkembangan ini menunjukkan bahwa perlambatan aktivitas perdagangan dunia sebagaimana telah diperkirakan oleh IMF berdampak pada aktivitas perdagangan Indonesia. Dari sisi ekspor, lemahnya aktivitas perekonomian dunia telah menekan permintaan ekspor Indonesia, dan di saat bersamaan harga komoditas bergerak ke level yang lebih rendah. Sepanjang periode Q1 hingga Q3 2019, ekspor Indonesia secara akumulasi melambat 8,95 persen yoy. Di sisi lain, aktivitas perekonomian domestik yang melambat serta kebijakan Pemerintah untuk mengendalikan impor migas membuat nilai impor turun sebesar 8,41 persen yoy sepanjang Q1 hingga Q3 2019.

Kedua, terjadi surplus investasi langsung yang lebih rendah pada Q3 2019 namun secara kumulatif Q1 hingga Q3 2019 jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Surplus investasi langsung pada Q3 mencapai US$4,81 miliar atau turun 11,44 persen dibandingkan US$5,42 miliar pada Q2. Namun, apabila dilihat secara kumulatif dalam periode Q1 hingga Q3 2019 terlihat kenaikan surplus yang mencapai 37,71 persen dari US$11,67 miliar pada 2018 menjadi US$16,07 miliar pada 2019. Selain karena arus investasi keluar yang lebih rendah, lebih tingginya surplus pada investasi langsung terutama didukung oleh investasi asing pada sektor-sektor terbesar seperti manufaktur, perdagangan dan

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Ronald Yusuf, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Risyaf Fahreza , Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho, Soni Rita Br Purba. Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada

kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Gambar 14. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia