kembali eratkan solidaritas asia-afrika

16
1 Edisi No. 1/Juni/2014 Jendela BERBAGI PENGETAHUAN, MEMPERLUAS KEMITRAAN Edisi No. 4/April/2016 Budir's Note ............................. 02 Menggali Potensi Perikanan Enam Dasa Warsa .................... 03 Belajar Otomotif Di Indonesia, Dengan Berbagi Ilmu ................................ 10 Membangun Keramahan Di Perbatasan... 12 Mengubah Sampah Menjadi Indah .......... 14 Apa Kata Mereka ...................................... 16 Mengapa Tidak? ........................................ 04 Berpikir Layaknya Entrepreneur Sejati ..... 06 Bersama Berantas Korupsi Lintas Benua .. 08 Indonesia-Palau Jalin Persahabatan T epat enam puluh satu tahun yang lalu, pada bulan April 1955, Indonesia bersama-sama dengan Burma (Myanmar), India, Pakistan, dan Ceylon (Sri Lanka) telah menyelenggarakan KTT Asia- Afrika Pertama di Bandung. Konperensi Asia-Afrika (KAA) menjadi forum untuk mendeklarasikan solidaritas antar negara- negara Selatan, dimana pada waktu itu sebagian besar masih berada di bawah jajahan bangsa lain. Berdasarkan hasil KAA, pada tahun 1961, Indonesia bersama India, Burma, dan Mesir kembali menginisiasikan pendirian Non Aligned Movement atau Gerakan Non Blok. Dari sedikit uraian di atas, nampak jelas bahwa persaudaraan antara Indonesia dan negara-negara Asia-Afrika telah dibangun sejak lama. Bahkan, jika ditelaah lebih jauh lagi, negara-negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah negara-negara yang berasal dari Asia dan Afrika. Negara- negara dari kedua benua terbesar di dunia tersebut dapat dikatakan sebagai sahabat lama Indonesia. Dengan persahabatan KEMBALI ERATKAN SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA yang terjalin dari berbagai kesamaan baik dari aspek historis maupun budaya, tidak heran jika kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan para sahabat lama ini terus berjalan hingga saat ini. Memanfaatkan momentum Peringatan HUT KAA ke-60 pada tahun 2015, Indonesia kembali membuat komitmen untuk meningkatkan solidaritas dengan sahabat- sahabat dari kedua benua tadi melalui Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS). Sahabat-sahabat lama Indonesia menjadi prioritas pemberian program-program peningkatan kapasitas Indonesia. Indonesia juga kembali menggaungkan dukungan untuk Palestina yang hingga saat ini masih belum terbebas dari belenggu penjajahan. Sejalan dengan komitmen KAA, beberapa program peningkatan kapasitas untuk para negara sahabat di Asia dan Afrika telah diseleng- garakan oleh Pemri. Indonesia telah menggandeng mereka untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang perikanan, pemberantasan korupsi, ekono- mi kreatif, perhotelan, hingga otomotif. Ary Adiati

Upload: vuongtu

Post on 12-Jan-2017

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

1Edisi No. 1/Juni/2014 Jendela

BerBagi pengetahuan, memperluas kemitraan

Edisi No. 4/April/2016

• Budir's Note ............................. 02• Menggali Potensi Perikanan Enam Dasa Warsa .................... 03• Belajar Otomotif Di Indonesia,

Dengan Berbagi Ilmu ................................ 10• Membangun Keramahan Di Perbatasan... 12• Mengubah Sampah Menjadi Indah .......... 14• Apa Kata Mereka ...................................... 16

Mengapa Tidak? ........................................ 04• Berpikir Layaknya Entrepreneur Sejati ..... 06• Bersama Berantas Korupsi Lintas Benua .. 08• Indonesia-Palau Jalin Persahabatan

Tepat enam puluh satu tahun yang lalu, pada bulan April 1955, Indonesia bersama-sama dengan Burma (Myanmar), India, Pakistan, dan Ceylon (Sri Lanka) telah menyelenggarakan KTT Asia-

Afrika Pertama di Bandung. Konperensi Asia-Afrika (KAA) menjadi forum untuk mendeklarasikan solidaritas antar negara-negara Selatan, dimana pada waktu itu sebagian besar masih berada di bawah jajahan bangsa lain. Berdasarkan hasil KAA, pada tahun 1961, Indonesia bersama India, Burma, dan Mesir kembali menginisiasikan pendirian Non Aligned Movement atau Gerakan Non Blok.

Dari sedikit uraian di atas, nampak jelas bahwa persaudaraan antara Indonesia dan negara-negara Asia-Afrika telah dibangun sejak lama. Bahkan, jika ditelaah lebih jauh lagi, negara-negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia adalah negara-negara yang berasal dari Asia dan Afrika. Negara-negara dari kedua benua terbesar di dunia tersebut dapat dikatakan sebagai sahabat lama Indonesia. Dengan persahabatan

KEMBALI ERATKAN SOLIDARITAS ASIA-AFRIKA

yang terjalin dari berbagai kesamaan baik dari aspek historis maupun budaya, tidak heran jika kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan para sahabat lama ini terus berjalan hingga saat ini.

Memanfaatkan momentum Peringatan HUT KAA ke-60 pada tahun 2015, Indonesia kembali membuat komitmen untuk meningkatkan solidaritas dengan sahabat-

sahabat dari kedua benua tadi melalui Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS). Sahabat-sahabat

lama Indonesia menjadi prioritas pemberian program-program peningkatan kapasitas Indonesia. Indonesia juga kembali menggaungkan dukungan untuk Palestina yang hingga saat ini masih belum terbebas dari belenggu penjajahan.

Sejalan dengan komitmen KAA, beberapa program peningkatan kapasitas untuk para negara

sahabat di Asia dan Afrika telah dise leng-garakan oleh Pemri. Indonesia telah meng gandeng mereka untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang per ikanan, pemberantasan korupsi, eko no-mi kreatif, perhotelan, hingga otomotif.

Ary Adiati

Pembina: Dirjen IDP - Esti AndayaniPenanggung Jawab: Direktur KST - Siti Nugraha Mauludiah

Pimpinan Redaksi : M. Aji SuryaDewan Redaksi: Victor S. Hardjono, Nunung Nurwulan, Sigit Witjaksono, Rumondang Sumartiani

Penyunting/Editor: Ary AdiatiDesain Grafis: Evan Pujonggo, Nur Jannah; Fotografer: Rizqi Adri M, Etty U. Wulandari

Sekretariat/Umum: Rudiyanto, Neti Rahmi

Budir’s Note

Pada saat saya diminta untuk menjadi pembicara dalam forum koordinasi dengan pemda ataupun pada saat saya berkunjung ke daerah, biasanya para peserta forum atau para pejabat pemda yang

menerima kunjungan saya berpikiran bahwa saya adalah direktur yang menangani bantuan teknis bagi negara kita. Bahkan tidak jarang, setelah saya menyampaikan paparan dengan panjang lebar mengenai apa yang dikerjakan oleh Dit. KST, pertanyaan yang dilontarkan masih sekitar bagaimana caranya bisa mendapatkan bantuan dari negara lain –Duh!

Tapi saya mencoba untuk mak-lum. Sejak kita merdeka, kita sudah ter biasa menerima bantuan dari negara-negara maju atau yang lebih maju dari kita. Konsep kita sebagai negara pemberi masih asing.

Saya selalu mencari cara agar dapat memberikan jawaban untuk pertanyaan seperti itu dengan menjelaskan prosedur penerimaan bantuan yang sudah baku dan jelas peraturannya. Saya juga selalu menyelipkan pesan-pesan agar bantuan yang diterima betul-betul bermanfaat bagi kita. Saya tekankan bahwa tidak sedikit pemberi bantuan yang menjadikan kita pasar produk/teknologi/pakar mereka dalam pemberian bantuannya. Sering terjadi dalam penerimaan bantuan, manfaatnya lebih besar dirasakan oleh negara pemberi dibandingkan oleh negara penerima.

Tetapi, saya selalu kembalikan pembahasan ke arah semula: mensosialisasikan program-program Dit. KST, dimana Indonesia sebagai negara pemberi. Saya berusaha agar para pejabat pemda bisa melihat manfaat yang besar bagi kita sebagai pihak yang memberikan bantuan (tangan di atas, bukan tangan di bawah).

Dan pada saat konsep kita sebagai negara pemberi masuk, selalu ada pertanyaan lanjutan yang disampaikan kepada saya: “Ngapain sih kita memberikan bantuan, padahal

kita juga masih memerlukan bantuan.” Jawaban normatif untuk pertanyaan itu yang

biasa saya sampaikan adalah: kita memberikan bantuan karena dimandatkan konstitusi. Pembukaan Dasar UUD

1945, pada alinea ke empat, ada bagian yang menyebutkan: “......dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.....”, ini jelas mene-gaskan mandat agar bangsa In do nesia turut serta dalam upaya men ciptakan kesejahteraan inter nasional.

Jawaban normatif lainnya: kita sebagai negara berpenghasilan

menengah berkewajiban membantu negara yang masih miskin dan ber-

kembang. Analoginya seperti dalam kehidupan sosial/bertetangga. Kalau ada teman

atau tetangga yang masih memerlukan bantuan kita, maka seyogyanya sebagai anggota masyarakat yang

baik, kita perlu membantu mereka. Begitu juga dalam tatanan sosial/bertetangga pada level global.

Tetapi jawaban yang biasanya lebih bisa “didengar” adalah ketika saya menjelaskan manfaat dari pemberian bantuan a.l:

Mendekatkan hubungan dengan negara penerima. Meningkatkan citra Indonesia di mata negara penerima. Berpotensi membuka pasar produk dan investasi Indonesia di negara penerima. Memperluas ekspose regional maupun internasional dari para tenaga ahli Indonesia.

Konsep memberi memang masih belum sepopuler konsep menerima. Diperlukan revolusi mental bangsa Indonesia agar bisa merubah kebiasaan dari negara penerima menjadi negara pemberi (hal ini dilontarkan oleh Mantan Menlu Dr, Hasan Wirayudha dalam salah satu FGD tentang Kerjasama Selatan-Selatan di Kemlu).

Saya setuju 100%, Pak Hasan. Bangsa Indonesia perlu revolusi mental.

susunan redaksi

REvOLuSI MENTAL

3Edisi No. 4/April/2016 Jendela 3

Banyak hal bisa terjadi dalam rentang waktu 60 tahun. Setidaknya dua generasi bisa terlahirkan dalam kurun waktu enam dasawarsa. Elton John mendambakan dunia yang tak lagi butuh senjata jika ia mencapai usia 60 tahun

dalam lirik lagu “Sixty Years On”. Dalam 60 tahun pula, berpuluh-puluh negara di Asia dan Afrika telah lahir setelah memerdekakan diri dari tuan-tuan kolonial mereka. Bisa dibilang, kemerdekaan bangsa-bangsa ini juga tak lepas dari peran Indonesia yang memimpin berjalannya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tahun 1955 sebagai ajang untuk melawan imperialisme.

Pada tahun 2015, telah dilaksanakan Peringatan ke-60 Tahun KAA di Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan 109 negara Asia, Afrika, dan Pasifik. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia berkomitmen untuk tururt serta meningkatkan kapasitas bangsa-bangsa Asia Afrika, salah satunya di bidang perikanan. Hal ini sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi negara maritim. Sebagai implementasi langsung dari komitmen yang disampaikan para pemimpin bangsa pada Peringatan ke-60 Tahun KAA tersebut, Indonesia menginisiasi pelaksanaan suatu program peningkatan kapasitas di bidang perikanan berjudul “International Workshop on Community Based Freshwater Aquaculture for Pacific and African Countries” yang dilaksanakan di

Sukabumi pada tanggal 8-16 November 2015. Sebanyak 32 peserta dari Angola, Burundi,

Ethiopia, Fiji, Indonesia, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Namibia, Rwanda, Sudan, Tanzania, dan Vanuatu dilatih dalam pelatihan yang dilaksanakan di Balai Besar Pengem-bangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Selama 9 hari, mereka belajar mengenai berbagai hal terkait budidaya air tawar termasuk budidaya ikan lele, nila, patin, pengelolaan jaring apung, dan pemberdayaan masyarakat. Mereka tentu-nya juga berkesempatan untuk mengunjungi Museum KAA Bandung, dimana beberapa peserta merasakan nuansa nos tal-gia perjuangan para pemimpin negara mereka ter dahulu.

“Dulu tahun 1955 Sudan belum punya bendera. Sekarang saya disini mewakili Sudan yang sudah punya bendera,” ucap peserta asal Sudan, Waleed Suliman. Peserta asal Kenya, Isaiah Okello, kagum melihat betapa gigihnya pelaku perikanan di Indonesia. “Waktu kami ke Cirata, kami lihat betapa danau disana dikelola dengan baik dan masyarakat dapat berdagang ikan. Indonesians can really make something out of nothing,” demikian ujarnya. Berbeda pula pendapat peserta asal Vanuatu, Janiengco Vusilai, seorang petani ikan, “Saya hanya seorang petani desa. Tapi disini saya diperlakukan sangat baik, sama seperti yang lain”. Ia menambahkan, “Di Vanuatu semua ikan nila berwarna hitam, tidak ada yang warna merah seperti di Sukabumi. Saya baru pertama kali lihat ikan nila merah.”

Dari pelatihan ini, kami dapat memahami bahwa masih sedemikian banyaknya potensi yang bisa dikembangkan untuk menguatkan kerja sama antara Asia, Afrika, dan Pasifik. Banyak pula pangsa pasar asset maritim Indonesia yang bisa diekspor ke Afrika dan Pasifik seperti bibit ikan, palet ikan, dan teknologi jaring apung. Kerja sama teknik lah yang dapat menjembatani peluang-peluang tersebut, dan ke depannya upaya penguatan kerja sama pembangunan dengan Afrika dan Pasifik akan terus digali dan digencarkan.

Rizqi Adri Muhammad

Pada Peringatan ke-60 Tahun KAA di Jakarta, Indonesia mengususng tema peningkatan Kerja Sama Selatan-Selatan antar bangsa Asia dan Afrika di berbagai bidang pembangunan. Selaras dengan visi Indonesia untuk menjadi negara maritim, bidang perikanan menjadi isu kerja sama yang sangat penting. Indonesia kemudian mengundang peserta dari 13 negara Asia-Afrika untuk berbagi ilmu secara langsung dengan para ahli perikanan di Sukabumi.

MENggALI POTENSI PERIKANAN ENAM DASA WARSA

4

Pertanian, perikanan, demokrasi, atau disaster risk management adalah bidang-bidang akan akan langsung muncul dalam benak kita ketika seseorang manyakan mengenai kapasitas unggulan yang dimiliki Indonesia. Tidak

banyak yang mengetahui bahwa Indonesia juga memiliki kapasitas di bidang otomotif, khusunya modifikasi kendaraan. Salah satu produsen sepeda motor terbesar di Indonesia ialah PT Triangle Motorindo sebagai agen tunggal pemegang merk VIAR dengan kapasitas produksi hingga 1000 unit per hari.

Untuk mengembangkan pasar otomotif Indonesia sekaligus berbagi keahlian di bidang otomotif, Kemlu kemudian menggandeng PT Triangle Motorindo dan Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja, Semarang, guna menyelenggarakan International Workshop on Automotive Technician for Pacific Countries pada tanggal 9-16 November

Jendela Edisi No. 4/April/2016

2015 di Semarang, Jawa Tengah. Kegiatan ini diikuti oleh 7 (tujuh) peserta yang berasal dari Fiji (3 peserta), Kepulauan Solomon (2 peserta) dan Papua Nugini (2 peserta).

Di wilayah Pasifik, sama halnya dengan sebagian besar wilayah di Indonesia, mayoritas masyarakatnya juga bertempat tinggal di daerah pedesaan. Karena itu, pembangunan pedesaan perlu dilakukan demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat desa. Salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan pedesaan ialah melalui penyediaan sarana dan prasarana insfrstruktur untuk memberdayakan masyarakat. Jaringan infrastruktur menjadi sangat penting, terutama transportasi dan jaringan lainnya yang mendukung konektivitas sehingga masyarakat pedesaan dapat lebih mudah memobilisasi pemasaran produk perikanan dan pertaniannya.

Perkembangan mobilisasi dan transportasi sangat terkait dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia,

Dalam upaya membantu masyarakat pedesaan di Pasifik Selatan, Indonesia berbagi keahlian di bidang permesinan. Banyak yang belum mengetahui bahwa modifikasi kendaraan roda 2 (dua) menjadi roda 3 (tiga) dengan design khusus sesuai kebutuhan adalah salah satu keahlian yang dimiliki para pakar otomotif Indonesia. Keahlian memodifikasi motor untuk dijadikan sebagai alat angkut dipandang perlu untuk membantu masyarakat Pasifik di pedesaan guna memudahkan transportasi dan peningkatan ekonominya.

BELAJAR OTOMOTIF DI INDONESIA, MENgAPA TIDAK?

5

manajemen kearsipan, pemerintahan dan pemberantasan korupsi, pengiriman tenaga ahli perikanan ke Nauru dan Palau, serta program kunjungan wartawan.

Pelatihan dilaksanakan di salah satu fasilitas Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja di Semarang. Dalam pelatihan ini, peserta lebih banyak berada di luar ruangan. Namun demikian, teriknya sinar matahari ternyata tidak menyurutkan semangat saudara-saudara kita dari Pasifik untuk belajar. Selain mengutak-atik kendaraan, para peserta juga diperbolehkan mengendarai melakukan uji coba beberapa kendaraan VIAR Motor di lingkungan tempat pelatihan.

Wakil peserta dari Kepulauan Solomon dan Fiji menyampaikan respon positif dan mengucapkan terima kasih kepada Pemri atas diselenggarakannya pelatihan ini. “Indonesia ternyata sudah jauh lebih berkembang daripada apa yang saya bayangkan selama ini. Saya sangat terkesan dengan hospitality yang diberikan masyarakat Indonesia,” ungkap Nokali Patrick, peserta dari Kepulauan Solomon. Shamal Narayan, peserta asal Fiji menambahkan bahwa program yang didapatkan sangat berguna bagi dirinya dan negaranya serta berjanji akan membagi ilmu yang didapat kepada koleganya di Fiji. Yang bersangkutan berharap program serupa dapat terus diberikan oleh Indonesia kepada negara-negara Pasifik.

Platihan otomotif ini merupakan salah satu upaya memperkuat diplomasi RI di kawasan Pasifik Selatan. Upaya ini juga sejalan dengan pemenuhan komitmen Indonesia untuk mengalokasikan USD 20 juta untuk bantuan capacity building bagi negara-negara Pasifik, termasuk negara-negara MSG untuk 5 (lima) tahun kedepan (2015 – 2019) seperti yang telah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan Pacific Islands Development Forum (PIDF) bulan Juni 2014.

“Saya berharap para peserta dapat menyebar luaskan pengetahuan mereka serta menggunakan segala wawasan yang didapat selama pelatihan sekembalinya ke negara masing-masing,” kata Duta Besar Sudirman Haseng.

Selama menjalani pelatihan, peserta mendapatkan pengajaran di kelas baik secara teori maupun praktek langsung di bengkel otomotif. Materi yang diajarkan antara lain tentang tune-up engine, pemeliharaan sistem bahan bakar, pemeliharaan rem, pemeliharaan penerangan, dan pemeliharaan rantai.

Diakhir workshop peserta juga akan mengadakan kunjungan budaya ke pusat oleh-oleh kota Semarang, kampung batik, dan menyempatkan diri untuk berkunjung ke kuil Sam Poo Kong, Semarang. Melalui workshop ini, diharapkan peserta memperoleh pengalaman negara lain dalam mengatasi permasalahan transportasi barang dan meningkatkan mobilitas ekonomi masyarakat di negara-negara Pasifik terutama di wilayah pedesaan.

Neti Rahmi

yang dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang transportasi. Dalam upaya membantu masyarakat pedesaan di negara-negara Pasifik Selatan, Indonesia bertukar pengalaman dan keahlian di bidang permesinan, kelistrikan dan konstruksi modifikasi kendaraan roda 2 (dua) menjadi kendaraan roda 3 (tiga) dengan design khusus sesuai kebutuhan berbagai jenis aktivitas. Keahlian memodifikasi motor untuk dijadikan sebagai alat angkut dipandang perlu untuk membantu masyarakat Pasifik di pedesaan guna memudahkan transportasi dan peningkatan ekonominya.

“Saya meyakini bahwa program ini akan mendorong munculnya ide-ide kreatif masyarakat Pasifik Selatan dan mempercepat peningkatan transportasi serta geliat ekonomi UKM di negara asal para peserta,” tutur Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, dalam sambutan penutupan wokrshop dimaksud pada tanggal 16 November 2015.

Corporate Manager PT. Triangle Motorindo, Deden

Gunawan mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Luar Negeri yang telah memberikan kesempatan kepada VIAR Motor sebagai salah satu narasumber untuk mendedikasikan keahliannya dalam menyiapkan sumber daya manusia dalam pengembangan industri otomotif pada pelaksanaan program capacity building.

“Ke depan, kami berharap dengan adanya kegiatan ini dapat membuka jalan untuk terjalinnya kerjasama antara VIAR Motor dengan negara-negara lain, bahkan jika memungkinkan dapat membuka peluang impor produk kami ke wilayah Pasifik,” ujar Deden Gunawan.

Pelatihan ini merupakan salah satu dari 7 (tujuh) program capacity building yang resmi dibuka oleh Menteri Luar Negeri RI pada tanggal 9 November 2015 di kantor Kementerian Luar Negeri. Selain pelatihan tersebut di atas, terdapat pula pelatihan di bidang budidaya ikan air tawar, kewirausahaan, pariwisata untuk warga perbatasan,

Edisi No. 4/April/2016 Jendela

Sebagian orang mungkin pernah mempertanyakan mengapa di setiap gerai kopi ternama dengan logo bulat bernuansa hijau selalu memiliki dua macam kursi. Namun, banyak juga orang yang tidak mengamati bahwa di setiap kafe yang

sudah merambah secara internasional tersebut akan selalu ditemukan kombinasi antara tempat duduk yang nyaman, seperti sofa atau kursi malas, dengan bangku yang lebih keras.

Kemudian, di satu sisi, sebagian orang yang mengetahui hal ini pun mempertanyakan alasan adanya kombinasi dua jenis kursi tersebut. Karena, jika memang tujuannya membuat suatu tempat singgah yang nyaman, akan lebih baik jika seluruh kursi yang ada diganti dengan sofa. Atau jika memang ingin membuat suatu gerai dengan kapasitas lebih besar dan biaya operasional yang lebih murah,

6

akan lebih tepat untuk menggunakan jenis bangku yang lebih sederhana seluruhnya. Di sisi lain, ada pula sebagian orang yang meskipun mengetahui tentang dua macam bangku ini, cenderung tidak acuh. Bagi mereka, yang penting hanya bagaimana mendapatkan kopi yang enak dan tempat yang nyaman. Pemikiran seperti ini lah yang tidak dimiliki seorang entrepreneur sejati.

Jadi apa sih yang ada di benak seorang entrepreneur? Dari observasi permasalahan sofa dan bangku di atas sudah dapat dibayangkan. Seandainya gerai kopi tersebut menggunakan bangku kayu, tentunya tidak akan menarik mayoritas pembeli kopi saat ini yang memanfaatkan kafe sebagai tempat untuk duduk nyaman dan bercengkerama.

Namun demikian, ternyata ide mengubah seluruh tempat duduk menjadi sofa bukanlah ide yang baik juga untuk bisnis.

BERPIKIR LAyAKNyA ENTREPRENEuR SEJATIDi dunia bisnis Indonesia, siapa yang tidak pernah mendengar tentang sosok Ir. Ciputra? Beliau terkenal sebagai pengusaha properti yang sukses, antara lain pada Jaya Group, Metropolitan Group, dan Ciputra Group. Dengan kepiawaiannya berbisnis, Ir. Ciputra menjadi sosok yang patut diteladani oleh para entrepreneur muda, tidak hanya di Indonesia namun juga di manca negara. Untuk itu, kali ini Direktorat Kerja Sama Teknik (Dit. KST) menggandeng Ciputra University menyelenggarakan pelatihan entrepreneurship bagi pelaku bisnis Indonesia dan Fiji. Dalam pelatihan ini, para peserta bukan hanya dilatih untuk menjalankan bisnis, namun juga bagaimana berpikir layaknya entrepreneur sejati.

Jendela Edisi No. 4/April/2016

Bayangkan apabila kafe sudah penuh dan seluruh pembeli kopi terlalu nyaman duduk di sofa. Apalagi sofa memakan lebih banyak tempat dibandingkan bangku, jadi wajar kafe semacam itu akan cepat penuh. Tentunya jika kafe penuh pelanggan yang berniat membeli kopi akan memilih tempat lain. Apabila kemudian ada seorang pelanggan mendatangi gerai kopi ternama yang menggunakan kombinasi sofa dan kursi tersebut untuk mencari kenyamanan, ia beruntung jika ia menemukan kursi yang nyaman untuk diduduki. Namun jika seluruh sofa sudah penuh, apakah ia akan berpikir untuk mencari gerai kopi lain saja? Atau memilih duduk di bangku kayu dan mengorbankan kenyamanannya?

Bisa dipastikan sebagian besar pelanggan kafe yang mengalami hal tersebut akan tetap membeli kopi dan duduk di bangku kayu. Mereka yang mencari kenyamanan akan memilih menunggu dan berharap sofa yang saat ini penuh, dalam beberapa menit ke depan akan tersedia. Tidak nyaman memang duduk di bangku kayu. Akan tetapi, hal ini baik untuk bisnis karena pelanggan cenderung untuk duduk lebih sebentar di bangku kayu dibandingkan sofa. Pelanggan tersebut tentunya akan pergi sambil berharap bahwa suatu waktu ketika datang kembali ke kafe tersebut akan menemukan sofa kosong untuk diduduki.

Contoh di atas merupakan salah satu hal yang diajarkan dalam program Entrepreneurship Boot Camp yang diselenggarakan atas kerja sama Kementerian Luar Negeri dan Ciputra Foundation.

Ciputra Foundation, merupakan institusi yang didirikan oleh Ir. Ciputra, salah satu entrepreneur kenamaan Indonesia, dengan berawal dari mimpi menghasilkan empat juta entrepreneur baru di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dari pesisir pantai hingga ke gunung, desa hingga kota. Putra putri petani, nelayan, guru, pegawai negeri sipil, maupun pekerja swasta, seluruhnya menjadi entrepreneur.

Dengan pengalaman mumpuni di dunia bisnis selama lebih dari 50 tahun, Ir. Ciputra kini mengedepankan pendidikan berbasis entrepreneur. Program Entrepreneurship Boot Camp menjadi salah satu program unggulan untuk mendorong para pengusaha Indonesia berkembang menjadi entrepreneur.

Entrepreneurship Boot Camp hasil kerja sama Ciputra dan Kementerian Luar Negeri sudah dimulai sejak bulan November 2015. Hingga saat ini, program tersebut sudah menyelenggarakan dua lokakarya dan mentoring berkelanjutan selama lima bulan. Proses inkubasi bisnis ini akan dimonitor secara terus menerus setidaknya dalam periode waktu 6 (enam) bulan.

Sebanyak 38 (tiga puluh delapan) peserta dari Fiji dan Indonesia aktif dilibatkan dalam program yang masih akan berlanjut hingga tiga atau empat bulan mendatang. Program tersebut diharapkan akan mencetak entrepreneur-entrepreneur yang tangguh, kreatif, dan inovatif.

Ir. Ciputra sendiri sempat memberikan kelas motivasi

kepada para peserta secara langsung. Beliau bercerita bagaimana dirinya memulai bisnis dari skala kecil dengan mengandalkan modal orang lain. Namun saat ini beliau memiliki beberapa anak perusahaan di bawah Ciputra Group, dengan total aset senilai 1,5 milyar USD.

Cerita hidup Ir. Ciputra tersebut kemudian meng ins pi rasi para peserta untuk menetapkan target pengembangan bisnis mereka. “Program (Entrepreneurship Boot Camp) ini me mo-tivasi saya untuk mengembangkan bisnis dengan ide baru yang saya sendiri pikir tidak akan pernah berani saya ambil”, ujar Mr. Junior Saladuadua Bali, peserta program dari Fiji.

“Dalam tiga bulan ke depan, saya ditargetkan untuk mengembangkan bisnis saya sepuluh kali lipat!” cerita Zaki Falimbany, salah satu peserta termuda dari Indonesia. Saat ini dia sedang menjalankan tiga line bisnis berbeda. Bisnis tersebut diharapkan berkembang dan menciptakan berbagai lapangan pekerjaan baru di Indonesia. Dari 10 (sepuluh) pegawai yang dipekerjakan, Zaki diharapkan dapat membuka 90 (sembilan puluh) lapangan pekerjaan tambahan dalam line bisnisnya selama tahun 2016.

“Kalau tidak dari segi sumber daya manusianya, ya dari tingkat revenue yang diperoleh,” tutur Dr. Ivan Sandjaja, mentor dan pengajar program, ketika berbicara mengenai target yang ditetapkan kepada para peserta.

Tidak hanya pengembangan bisnis secara individu, program juga berhasil mendorong pengembangan bisnis kerja sama antara Fiji dan Indonesia. Elizabeth Ann Morriss, salah satu peserta dari Fiji, menyatakan minatnya untuk mengembangkan bisnis floris yang dimiliki dengan mengimpor produk-produk dari Indonesia. “Saya akan kembali lagi pada bulan Oktober untuk melihat Trade Expo di Jakarta. Indonesia memiliki banyak hal yang akan membantu pengembangan bisnis saya di Fiji,” ujarnya optimis.

Saat ini para peserta sedang menggeluti bisnisnya masing-masing untuk mengejar target yang telah diberikan. Seluruh peserta akan melaporkan perkembangan bisnisnya dalam lokakarya fase ketiga pada pertengahan tahun 2016. Targetnya, mereka sudah berubah dari pola pikir pengusaha menjadi seorang entrepreneur.

Bagi Ciputra, tidak semua pengusaha adalah entrepreneur. Menjadi entrepreneur bukan hanya sekedar menjalankan bisnis, namun juga harus mampu berpikir keatif dan inovatif dalam mengembangkan bisnis tersebut ke tingkat yang lebih tinggi.

Konsep pengusaha bukan entrepreneur juga melahirkan berbagai konsep entrepreneur lainnya. Untuk para pegawai negeri sipil misalnya terdapat istilah government entrepreneurship. Dengan demikian, yang menjadikan seseorang entrepreneur adalah pola pikirnya bukan profesinya.

Bagaimana dengan Anda, sudahkah Anda berpikir layaknya seorang entrepreneur?

Evan Pujonggo

7Edisi No. 4/April/2016 Jendela

8

Indonesia pada masanya pernah terjerat dalam praktik korupsi yang sedemikian parahnya dan sistematik hingga nyaris menyebabkan lumpuhnya negara ketika dihantam Krisis Moneter 1997. Selain melumpuhkan sektor finansial negara, krisis moneter kala itu

mengungkap borok praktik korupsi selama 32 tahun masa Orde Baru. Selanjutnya periode Reformasi-pun bergulir hingga didirikannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda depan pemberantasan korupsi di Indonesia. Berdirinya KPK juga membuka jalan kolaborasi dengan unsur organisasi masyarakat terkemuka seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII).

Sekian tahun berjalan, upaya bersama antara KPK dengan berbagai pihak di Indonesia dalam memberantas korupsi kian mendapat sorotan dari publik dan media. Tidak hanya di Indonesia, kabar mengenai kiprah Indonesia dalam memberantas korupsi terdengar hingga ke mancanegara. Berbagai permintaan bantuan teknis pun disampaikan kepada pemerintah Indonesia untuk dapat membagikan praktik terbaik pemberantasan korupsi Indonesia kepada negara-negara maju maupun berkembang.

Menjawab banyaknya permintaan bantuan teknis tersebut. Direktorat KST Kemlu bekerja sama dengan KPK, ICW, TII, dan USAID Indonesia melaksanakan pengiriman tenaga ahli bidang pemberantasan korupsi ke Tunisia dalam International Workshop on Corruption Eradication for Africa and Middle East Countries pada tanggal 26-27 November 2015. Tenaga ahli yang dikirimkan adalah Pimpinan KPK, Zulkarnain, Direktur Gratifikasi KPK, peneliti hukum ICW, dan program manager TII. Tunisia

“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely,” demikian disebutkan John Acton saat menyerukan protes kepada kekuasaan absolut Vatikan pada tahun 1887. Kalimat ini seolah menjadi suatu ramalan yang terwujud sendiri dan melambangkan keniscayaan adanya korupsi pada kekuasaan dalam bentuk apapun, baik pada level individu, organisasi, maupun negara. Meskipun begitu, upaya pemberantasan korupsi terus berjalan dan melibatkan dukungan dari banyak pihak.

BERSAMA BERANTAS KORuPSI LINTAS BENuA

Jendela Edisi No. 4/April/2016

dipilih karena adanya keinginan yang kuat dari pemerintah Tunisia untuk merumuskan Undang-Undang Anti Korupsi dan adanya peran badan anti-korupsi Instance National de la Lutte Contre la Corruption (INLUCC) yang aktif berperan dalam pengentasan korupsi di Tunisia. Selain itu, pakar anti-korupsi dari Aljazair, Ethiopia, Libya, dan Mesir juga dilibatkan dalam workshop.

Para peserta workshop terkesan dengan upaya yang dilakukan oleh KPK sebagai lembaga anti-korupsi yang independen dan imparsial. Perhatian yang besar juga ditujukan kepada narasumber dari ICW, yang menjelaskan mengenai peran ICW dalam memberikan pendidikan anti-korupsi sejak dini dengan adanya program “Cek

9

Sekolahku” untuk melayani pengaduan masyarakat terkait proses persekolahan. Guna memberikan perspektif yang berimbang, pakar dari TII menyampaikan berbagai hambatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia antara lain upaya pelemahan terhadap KPK. Dijelaskan oleh pakar TII bahwa KPK menjadi kuat karena dukungan dari berbagai elemen masyarakat, sehingga dukungan publik sangat menentukan awet tidaknya upaya pemberantasan korupsi.

Workshop yang berlangsung selama dua hari tersebut juga menjembatani berbagai pertukaran pengalaman mengenai praktik korupsi di kawasan Afrika dan Timur Tengah. Pakar dari Jaksa Penuntut Umum Mesir, misalnya, menyampaikan gerakan anti-korupsi di Mesir lebih banyak difokuskan pada praktik korupsi pada level institusi negara. Sedangkan gerakan ormas dalam pemberantasan korupsi

nyaris tidak berkembang di Mesir. Berbeda pula di Libya, yang saat ini kondisinya dipersulit dengan adanya dua kubu pemerintahan dan dua kubu parlemen. Terdapat pula tiga badan anti-korupsi di Libya yang memiliki afiliasi pemerintahan yang berbeda, sehingga diperlukan upaya penyamaan persepi di Libya yang terus-menerus.

Tunisia sebagai tuan rumah menyatakan keseriusannya untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam pemberantasan korupsi dimana INLUCC berencana untuk mengajukan MoU Kerja Sama institusional dengan KPK. INLUCC saat ini mendapat dukungan dari European Union dan Council of Europe untuk menyusun Undang-Undang organik untuk pemberantasan korupsi di Tunisia dan berharap dapat

belajar dari berbagai pengalaman KPK dan ormas terkait di Indonesia.

Kerja sama internasional dalam gerakan anti-korupsi menjadi penting dalam mendukung perkembangan ekonomi. Hal ini ditegaskan pula oleh Ketua INLUCC Tunisia, Samir Annabi, “Pemberantasan korupsi merupakan syarat utama bagi terciptanya kemajuan ekonomi di Tunisia yang relatif stagnan sejak terjadinya Revolusi Jasmin pada tahun 2011,” ucapnya. Damaw Asfaw, Team Leader Federal Ethics and Anti Corruption Comission Ethiopia menambahkan “Kami di Ethiopia perlu belajar dari workshop seperti ini. Semoga pada tahun-tahun selanjutnya Indonesia dapat pula datang ke Ethiopia untuk berbagi ilmu anti-korupsi,” ungkapnya.

Memang upaya anti-korupsi di Indonesia masih mengalami banyak tantangan. Namun hal ini tidak lantas

membatasi pentingnya sharing of knowledge and experience antara Indonesia dengan negara sahabat dalam konteks penguatan anti-korupsi di dalam negeri maupun perluasan jaringan anti-korupsi secara global. Kinerja institusi-institusi negara yang transparan dan bebas korupsi juga menjadi landasan timbulnya kepercayaan investor dalam melaksanakan kerja sama ekonomi. Dalam konteks itulah, kerja sama teknik dalam bidang good governance maupun pemberantasan korupsi menjadi penting untuk terus dilaksanakan tidak hanya untuk mendukung pemerintahan yang bersih namun juga untuk memperkuat solidaritas antara negara berkembang.

Rizqi Adri Muhammad

Edisi No. 4/April/2016 Jendela

10 Jendela Edisi No. 4/April/2016

Berangkat dari keprihatinan terhadap minimnya pemanfaatan produk kelapa di negaranya, Pemerintah Palau meminta Pemerintah Indonesia untuk membantu memberikan pelatihan di bidang kerajinan dengan

memanfaatkan komoditas kelapa. Atas dasar ini, Direktorat Kerja Sama Teknik (Dit. KST) mencoba mendesain kegiatan yang dapat mengakomodasi permintaan tersebut.

Bekerja sama dengan Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) di Yogyakarta, Dit. KST telah menerjunkan 2 (dua) orang tenaga ahli, Siswanto dan Harnandito, guna memberikan pelatihan capacity building di bidang kerajinan tempurung kelapa di Koror, Palau. Pelatihan yang dikoordinasikan oleh Museum Nasional Belau ini sukses diselenggarakan dan diikuti oleh 20 orang peserta selama 5 (lima) hari berturut-turut sejak tanggal 23-27 November 2015.

“Pelatihan ini merupakan prakarsa Indonesia dalam upayanya meningkatkan kerja sama bilateral dengan Palau. Besarnya kuantitas tempurung kelapa yang melimpah di Palau dan belum mendapat perhatian khusus untuk dieksploitasi menjadi perhatian Pemri dalam membantu masyarakat Palau,” ujar Wakepri Manila, Ade Petranto.

Selama pelatihan para peserta mendapatkan pengetahuan dan teknik dasar pembuatan aneka kerajinan dari bahan tempurung kelapa baik dalam bentuk laminasi yang menggunakan potongan ataupun serpihan tempurung kelapa dan bahan tempurung kelapa utuh. Para peserta berhasil menyelesaikan proyek mereka dengan membuat pigura, alas gelas (coaster), dan baki dari potongan dan serpihan tempurung kelapa. Sedangkan dari bahan tempurung kelapa utuh mereka berhasil membuat berbagai perlengkapan rumah

tangga seperti sendok sayur, teko, pot bunga, tempat permen, dan pajangan.

Mereka tampak bangga mempresentasikan karyanya kepada sesama peserta, tenaga ahli yang mengajar, maupun sejumlah warga yang datang menyaksikan pelatihan di bengkel kerja milik Museum Nasional. Setelah kami telisik ternyata sebagian besar kerajinan dari tempurung kelapa yang dijual di toko suvenir setempat berasal dari Filipina, dan bahkan diduga berasal dari Bali. Tak heran mereka bangga

Palau bukan merupakan negara yang familiar di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Begitu pula Indonesia bagi masyarakat Palau. Lalu mengapa Pemerintah Indonesia mengirimkan pakar kerajinan ke negara yang mungkin namanya saja belum pernah terdengar oleh masyarakat Indonesia? Testimoni dari para peserta pelatihan tempurung kelapa di Palau menjadi jawabannya.

INDONESIA-PALAu JALIN PERSAHABATAN DENgAN BERBAgI ILMu

11Edisi No. 4/April/2016 Jendela

luar biasa pada peningkatan kapasitas mereka dalam waktu yang relatif singkat.

Di akhir pelatihan, para tenaga ahli Indonesia mengaku kagum terhadap sejumlah karya para peserta dan menyampaikan bahwa seluruh peserta mampu menyerap berbagai teknik yang diberikan selama pelatihan. Keduanya juga memberikan apresiasi atas upaya dan semangat peserta dalam mengikuti pelatihan. Namun demikian, peserta diharapkan mampu memperhalus karyanya sehingga menjadi lebih layak jual, mengingat tujuan akhir pelatihan adalah agar peserta mampu menghasilkan produk dari tempurung kelapa yang dapat bermanfaat secara ekonomi.

Masing-masing peserta pelatihan kerajinan tempurung kelapa memiliki kesan tersendiri terhadap pelatihan tersebut. Salah seorang peserta, Nana Bruce, dengan yakin menyatakan bahwa sebelumnya ia merasa tidak melihat penting keberadaan tumpukan limbah tempurung kelapa yang melimpah di sekitar tempat tinggalnya. “Pelatihan ini membuka mata saya akan berbagai ide pembuatan produk

berbahan dasar tempurung kelapa,” ujar nenek yang masih aktif bekerja ini.

Bebeda lagi dengan Scott Weers, seniman setempat, yang mengaku bahwa pelatihan ini telah membuka wawasannya tentang keberadaan Indonesia, negeri tetangga Palau di kawasan. “Terus terang, saya tidak menyangka Pemerintah Indonesia telah mau berbagi ilmu dan membuka wawasannya bagi kami. Setelah mengikuti pelatihan ini, saya merasa sangat ingin mengenal lebih dekat negara Indonesia dan penduduknya. Saya benar-benar berharap masyarakat Palau dapat berkesempatan memperoleh tambahan pelatihan lainnya dari Pemri serta kelak berkesempatan untuk berkunjung ke Indonesia,” ucapnya.

Ketika tiba waktunya pelatihan ini ditutup, suasana haru sempat menyelimuti para peserta. Scott Bruce, salah seorang peserta yang mengungkapkan pesan kesannya selama pelatihan menyatakan bahwa pelatihan tidak hanya mem bawa peningkatan kapasitas bagi warga di Palau, namun juga per sahabatan dan rasa persaudaraan dengan teman-teman dari Indonesia. “Sulit bagi saya berpisah dengan teman-teman baru dari Indonesia. Sejak awal, saya dan peserta lain sudah merasa sangat diterima oleh kawan-kawan dari In donesia,” ujarnya haru. Hal ini memberikan nuansa yang berbeda dari berbagai pelatihan yang pernah diikutinya selama ini.

Di Palau sendiri, pemberitaan mengenai adanya kegiatan pelatihan kerajinan tempurung kelapa ini mendapat perhatian khalayak ramai. Dua media cetak yang terbit di Palau, Tia Belau dan Island Times, masing-masing menerbitkan tulisan mengenai jalannya pelatihan ini. Keduanya memuat informasi dasar tentang pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Pemberitaan ini kemudian memperluas penyebaran informasi pelatihan kepada sejumlah warga umum yang kemudian tertarik mendatangi tempat pelaksaan kegiatan di Museum.

Meski tidak dapat mengikuti pelatihan namun kehadiran mereka dapat dimanfaatkan dengan baik untuk memberikan informasi tentang Indonesia secara umum maupun pelatihan kerajinan tempurung kelapa. Beberapa di antaranya menyatakan tertarik untuk berkunjung ke Indonesia atau berminat mengikuti berbagai pelatihan yang akan dilaksanakan oleh Dit. KST.

Palau merupakan salah satu negara di wilayah Pasifik yang merupakan sasaran pemberian bantuan kapasitas Indonesia. Hingga November 2015, Indonesia telah mengadakan sekitar 150 pelatihan untuk negara-negara Pasifik di berbagai bidang. Namun demikian, program pelatihan yang diberikan ternyata tidak hanya mampu meningkatkan kapasitas masyarakat setempat, namun juga menjadi alat yang cukup ampuh bagi Indonesia dalam menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan warga di belahan dunia lainnya.

Etty Wulandari

12 Jendela Edisi No. 4/April/2016

“My name is Fidelis Maren!!” teriaknya lantang diikuti gelak tawa seantero ruangan. Fidelis menunduk malu, tidak sadar kalau posisi microphone terlalu dekat dengan mulutnya.

“Saya datang dari provinsi Sandaun, PNG. Saya pernah bekerja sebagai staf cleaning service di salah satu rumah sakit di Sandaun. Sekarang saya masih mencari pekerjaan,” lanjut Fidelis, kini dengan lebih percaya diri. Mungkin karena sebelumnya pemandu acara telah memberi isyarat kepada Fidelis untuk berbicara dalam Tok Pisin saja. Bahasa yang umum digunakan oleh warga PNG, dan dimengerti oleh mayoritas warga Jayapura khususnya mereka yang tinggal di wilayah perbatasan kedua negara.

Sehari sebelumnya Fidelis dan tujuh rekannya datang ke Jayapura dengan menggunakan mobil dinas Kantor Pengelola Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri, Pemprov Papua. Mereka dijemput di pos perbatasan Skouw, distrik Muara Tami, Jayapura yang merupakan pintu gerbang perbatasan dengan wilayah Wutung, Provinsi Sandaun, PNG. Dalam bahasa Tok Pisin, Sandaun artinya “Matahari Tenggelam”, diambil dari bahasa Inggris: Sundown.

Ketika mendengar istilah perbatasan, jangan membayangkan wilayah terpencil dengan fasilitas serba minim cenderung memperihatinkan serta pos militer yang suram. Sebaliknya, Skouw sebagai salah satu teras terdepan Indonesia kini terus bersolek. Jalan raya selebar kurang lebih enam meter dengan aspal mulus terbentang hingga ke kota

Daerah perbatasan yang merupakan gerbang masuk dan keluarnya warga Indonesia maupun warga asing justru seringkali luput dari upaya peningkatan kapasitas. Padahal, di wilayah perbatasan inilah Indonesia dapat membangun kesan pertama bagi mereka yang baru saja menginjakkan kaki di Indonesia. Melihat hal ini, Direktorat Kerja Sama Teknik (Dit. KST) kemudian mengajak para warga di provinsi paling timur Indonesia dan warga Papua New Guinea (PNG) untuk bersama-sama meningkatkan kapasitas di bidang perhotelan dalam rangka memajukan daerah perbatasan.

MEMBANguN KERAMAHAN DI PERBATASAN

13Edisi No. 4/April/2016 Jendela

Jayapura, memangkas jarak tempuh menjadi kurang dari dua jam. Tidak ada lubang berisi genangan air yang seringkali dijumpai di jalan-jalan ibukota. Yang lebih menarik, terdapat pasar rakyat dengan deretan kios permanen beratap kerucut menyerupai Honai –salah satu rumah adat Papua—menggeliatkan perekonomian wilayah perbatasan. Konon, setiap hari lebih dari 500 warga PNG datang untuk berbelanja atau menjual hasil buminya dan kemudian ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Barang yang dijual pun cukup lengkap dan beragam. Mulai dari peralatan dapur hingga tangki air dan genset dapat ditemukan di pasar yang berjarak kurang lebih 300 meter dari pintu perbatasan ini.

Jelas terlihat bahwa keberadaan pasar ini tidak hanya sangat bermanfaat bagi warga perbatasan kedua negara, namun juga memiliki nilai strategis dan berpotensi untuk mendorong peningkatan nilai ekspor produk Indonesia ke PNG. Fidelis pun takjub. Ternyata situasi riil di Skouw melebihi ekspektasinya. “Disini lebih ramai daripada di Wutung,” Kata Fidelis sambil melihat-lihat salah satu kios yang menjual sepatu. Ketika saya tanya apakah dia akan membeli sepatu itu atau tidak, dia bilang ingin mencari sepatu di kota saja. Dia terlihat bersemangat, rupanya itu pertama kalinya dia mengunjungi kota Jayapura.

Lantas apa yang dilakukan Fidelis di Jayapura? Tentunya bukan cuma untuk membeli sepatu baru. Lebih dari itu, Fidelis beserta 19 orang lainnya yang terdiri dari 7 warga PNG dan 12 WNI adalah peserta program pelatihan di bidang perhotelan yang berlangsung pada tanggal 12 – 19 November 2015 di SMK 1 Jayapura. Kegiatan ini diadakan dalam rangka peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) dan ke-10 New Asian-African Strategic Partnership (NAASP).

Dalam kegiatan yang diadakan oleh Dit. KST, Direktorat Kerja Sama Intrakawasan Asia Pasifik dan Afrika, dan Kantor Pengelola Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Pemprov Papua ini, Fidelis dan rekan-rekannya mendapatkan materi pelatihan mengenai room reservation, room cleaning, dan room service. Peserta juga mengunjungi salah satu hotel bintang empat di kota Jayapura guna memperkaya pengalaman dan pemahaman mereka terkait praktik perhotelan. Disamping itu, peserta juga mendapat materi mengenai pentingnya menjaga kebersihan diri dan menjaga perilaku, dua hal yang paling mendasar jika ingin bekerja di sektor hospitality. Terkadang mereka terlihat saling mengingatkan hal-hal yang bagi kita mungkin terdengar sangat sederhana. Misalnya untuk mandi sebelum mengikuti kelas, tersenyum dan menyapa atau sekedar mengucapkan kata permisi. Di hari terakhir pelatihan, Fidelis dan peserta lainnya diajak berkeliling Jayapura. Melihat danau Sentani, menikmati indahnya pemandangan dan segarnya udara dari bukit McArthur, dan tentu saja mengunjungi Mall kota Jayapura dimana Fidelis akhirnya bertemu dengan sepatu barunya.

Bidang perhotelan sendiri dipilih untuk menjawab

meningkatnya permintaan tenaga bidang perhotelan di Jayapura dan Vanimo. Elisabeth Paksoal, Kepala SMK 1 Jayapura mengatakan bahwa lulusan bidang perhotelan memiliki daya serap 100%. Beberapa hotel di Jayapura bahkan telah memesan sejumlah siswa yang masih menempuh pendidikan untuk nantinya setelah lulus dapat langsung bekerja. “Kami juga tengah menindaklanjuti kunjungan pemerintah Provinsi Sandaun, PNG. Mereka meminta agar sekolah kami dapat melatih lebih banyak siswanya, salah satu bidang yang diminta adalah bidang perhotelan,” terangnya.

Hal ini dipertegas oleh Susanna Wanggai, Kepala Kantor Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri, Pemprov Papua. Beliau menyampaikan bahwa bidang perhotelan memang memiliki potensi yang cukup besar. Namun demikian, terdapat banyak sektor potensial lainnya seperti perbengkelan, tata rias, pengolahan makanan berbasis UMKM untuk kaum perempuan, dan kerajinan tangan. “Sektor-sektor ini merupakan kebutuhan riil di wilayah perbatasan, sehingga dengan pelaksaan pelatihan di bidang-bidang tersebut, kita dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan ekonomi wilayah perbatasan,” jelas Susanna.

Pelatihan di bidang perhotelan kali ini memang khusus diperuntukkan bagi warga wilayah perbatasan Indonesia-PNG sebagai bentuk dukungan bagi kebijakan pemerintah. Pembangunan wilayah perbatasan sebagai wajah terdepan Indonesia adalah salah satu prioritas pemerintahan Jokowi. Tidak hanya infrastruktur, pembangunan ekonomi, sosial dan budaya juga harus sejalan. Hal inilah yang disampaikan oleh Duta Besar Sudirman Haseng, Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika dalam laporan kegiatan pada malam penutupan pelatihan. “Kegiatan ini merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk mendorong pembangunan ekonomi melalui pemberdayaan komunitas warga perbatasan dengan membuka peluang dan kesempatan kerja” terangnya.

Dalam sambutan penutupannya, Duta Besar Andreas Sitepu (Duta Besar Indonesia untuk PNG periode 2012-2015) menekankan bahwa sebagai negara yang berbatasan langsung, merupakan kewajiban kedua negara untuk dapat saling mendukung pengembangan ekonomi masing-masing dan hidup berdampingan secara damai.

Suara tabuhan Tifa menandakan berakhirnya kegiatan “International Training on Tourism for Border Community”. Acara kemudian dilanjutkan dengan bernyanyi bersama dan menari melingkar sambil bergandengan. Seluruh peserta tertawa girang. Mereka mendapat teman baru, keluarga baru. Bekal pengetahuan dan sertifikat tanda bukti telah mengikuti pelatihan juga memberi harapan baru bagi Fidelis dan rekan-rekannya. Harapan untuk memperbaiki keadaan ekonomi untuk kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan keluarganya, dan mungkin mewujudkan mimpi-mimpi yang lebih besar.

Nur Jannah

14 Jendela Edisi No. 4/April/2016

Gemerlap cahaya lampu memantul ke benda yang sebagian besar terbuat dari kerang. Tujuh orang peserta yang berasal dari Fiji, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini memandangi dengan kagum berbagai

kerajinan yang terpampang di tengah ruang pameran CV Multi Dimensi, Indonesia, mulai dari guci-guci besar, meja, kursi, bahkan bedug raksasa, hingga patung manusia.

Kunjungan ke tempat pameran tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Internship for the Alumni of the International Training on Seashell Crafting for Melanesian Spearhead Group (MSG) Countries yang diselenggarakan Direktorat Kerja Sama Teknik tanggal 1 - 7 Desember 2015 di Pulau Pramuka dan Cirebon, Jawa Barat. Sesuai judulnya, peserta kegiatan ini adalah alumni dari pelatihan pengolahan kerajinan kerang yang

sebelumnya telah diadakan di 3 (tiga) negara yaitu Fiji, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon pada periode bulan Agustus – September 2015 lalu, dimana Indonesia mengirimkan seorang tenaga ahli kerajinan kerang ke negara-negara tersebut.

Bagi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang terkenal akan hasil laut yang melimpah, limbah laut menjadi suatu permasalahan tersendiri. Cangkang-cangkang kerang yang tidak dapat dimanfaatkan akhirnya menumpuk begitu saja dan menjadi sampah yang mengganggu pemandangan. Oleh karena itulah, keahlian untuk mengolah sampah-sampah hasil laut sangat diperlukan oleh saudara-saudara Melanesia kita.

Melihat kebutuhan ini, Indonesia sebagai sesama negara maritim tergerak untuk mengajak negara-negara Pasifik Selatan berbagi ilmu dan keahlian di bidang

Bagi negara-negara di kawasan Pasifik Selatan yang terkenal akan hasil laut yang melimpah, limbah laut menjadi suatu permasalahan tersendiri. Cangkang-cangkang kerang yang tidak dapat dimanfaatkan akhirnya menumpuk begitu saja dan menjadi sampah yang mengganggu pemandangan. Oleh karena itulah, keahlian untuk mengolah sampah-sampah hasil laut sangat diperlukan oleh saudara-saudara Melanesia kita.

MENguBAH SAMPAH MENJADI INDAH

15Edisi No. 4/April/2016 Jendela

pengolahan cangkang kerang. Dalam penyelenggaraan program ini, Dit. KST Kemlu bekerja sama dengan Citra Handicraft, mitra Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Diharapkan dari pelatihan tersebut, semakin banyak muncul UKM yang dapat berkreasi dengan berbagai limbah kerang yang dapatdiubah menjadi beragam bentuk sehingga menjadi produk bernilai ekonomis.

Selain itu, kegiatan pelatihan pengolahan kerajinan kerang ini juga dapat menjadi ajang mempromosikan mesin dan produk buatan lokal Indonesia. Pada bulan Februari 2015, Menlu RI, Ibu Retno LP Marsudi telah menyumbangkan seperangkat mesin alat kerajinan kerang buatan industri lokal Indonesia kepada Fiji, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

“Program ini merupakan bagian dari komitmen Pemri bagi negara-negara Melanesian Spearhead Group

(MSG), khususnya dalam mendukung pengembangan ekonomi skala kecil dan menengah di wilayah tersebut,” Ungkap Direktur Kerja Sama Teknik, Siti Nugraha Mauludiah.

Dalam pelatihan ini, peserta mendapatkan pengajaran melalui praktek langsung dengan melakukan teknik pengenalan berbagai jenis kulit kerang, teknik pencucian, teknik pewarnaan, simulasi penggunaan mesin penghalus dan gerinda, teknik penggunaan perekatan kerang dengan obat kimia, serta teknik pengemasan dan pemasaran hasil akhir produk kerajinan kerang.

Kegiatan pelatihan berlangsung di Pulau Pramuka selama 7 (tujuh) hari dan diakhiri dengan jalan-jalan mengamati perkembangan sektor pariwisata di Pulau Pramuka serta menikmati keindahan alam

bawah lautnya serta acara field visit para peserta pelatihan ke CV. Multi Dimensi. CV Multi Dimensi adalah perusahaan berskala besar yang bergerak dalam bidang pembuatan kerajinan kekerangan dan telah mengekspor produknya ke mancanegara. Para peserta dapat melihat langsung peluang usaha dari produk kerang dimaksud.

Salah satu peserta asal Fiji, Samuela Cabe Q.menyatakan ketertarikannya yang besar terhadap peluang bisnis yang mungkin muncul di bidang pengolahan limbah kerang di negaranya. “Saya jadi begitu semangat mendalami bisnis kerang ini. Saya bermimpi suastu saat bisa menjadi pengusaha mebel seperti ini,“ katanya. Samuela merupakan peserta terbaik dalam pelatihan ini. Samuela juga dilibatkan sebagai trainer pada kegiatan pelatihan lanjutan bidang kerajinan hasil kerang yang diselenggarakan oleh KBRI Suva di Nadi pada tanggal 7-14 Desember 2015.

Neti Rahmi

ApA KAtA MereKA?

Direktorat kerjasama teknik,Direktorat jenDeral informasi Dan Diplomasi publikjl. taman pejambon 6, jakarta, telp 021-3849350, fax 021-3813087Email [email protected]

“Inilah hasil karya saya selama pelatihan!

Saya senang sekali bisa belajar membuat kerajinan dari tempurung

kelapa seperti ini. Ternyata tempurung kelapa bisA diubah menjadi benda-

benda yang berguna dan bahkan bisa dijual lagi.”

Tobias Warbau (Palau), peserta Dispatch Expert On Coconut

Product Development For Palau, Koror, 23-27 November 2015.

“Saya sangat senang

dapat mendengarkan pengalaman dari seorang entrepreneur ternama

seperti Ir. CIputra secara langsung. Di samping itu, di sini saya juga belajar bagaimana membuat sebuah business plan yang efektif dan efisien dari

para ahli.”

Christine Pickering (Fiji), peserta “Entrepreneurship Boot Camp”, Jakarta, 8-12

November 2015.

“Dalam hal pem budi-

dayaan ikan, ternyata teknik yang digunakan

di Indonesia tidak jauh berbeda dengan yang kami gunakan di

Kenya. Jadi pelatihan ini bermanfaat sekali untuk kami. Saya harap kami bisa belajar lebih lama lagi

di Sukabumi.”

Charles (Kenya), peserta International Workshop on Community Based Freshwater

Aquaculture for Pacific and African Countries,

Sukabumi, 8-16 November 2015.