kemandirian ekonomi nasional
TRANSCRIPT
Kemandirian Ekonomi Nasional
A. Pendahuluan
Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat
dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan suatu bangsa mengembangkan
perekonomiannya dengan sebesar mungkin mempergunakan daya sendiri, terutama dalam
bentuk daya saing yang tinggi, untuk kemakmuran rakyatnya. Kemandirian tidak dilihat
dari keterisolasian terhadap perekonomian negara lain atau perekonomian dunia, tetapi
bagaimana dalam perekonomian yang semakin terbuka dan terintegrasi dengan
perekonomian global, daya saing dan kemamkmuran rakyat dapat terus ditingkatkan.
B. Pengalaman Membangun Kemandirian
Pengalaman Indonesia memperlihatkan pasang naiknya upaya membangun
kemandirian perekonomian nasional. Istilah kemandirian ini seringkali dipergunakan oleh
rezim pemerintahan yang telah beberapa kali berganti. Pada Masa Orde Lama kemandirian
diartikan sebagai berdikari, berdiri di atas kaki sendiri, anti-kapitalisme dan
mengedepankan peranan negara dalam banyak kegiatan ekonomi. Namun Orde Lama
berakhir dengan hiperinflasi dan kesesejahteraan rakyat yang rendah, sekalipun asset
ekonomi utama masih dapat dikatakan sepenuhnya berada di tangan pemerintah Indonesia,
karena praktis modal asing sangatlah minim, dan perekonomian sangat minim dari
pengaruh ekonomi global.
Pada masa Orde Baru kemandirian tidaklah banyak dinyatakan pada awal
pemerintahan karena perhatian utama adalah pada stabilitas ekonomi, terutama memenuhi
kebutuhan pangan dan mengendalikan inflasi. Tambahan lagi modal asing sangat
diharapkan untuk mengelola asset yang masih terpendam terutama Sumber Daya Alam
(SDA). Pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan cukup tinggi dengan stabilas
perekonomian yang terjaga. Modal asing juga semakin memasuki banyak sektor
perekonomian, sehingga beberapa kali menimbulkan protes dalam bentuk demonstrasi
mahasiswa yang menantang modal asing ini. Baru pada masa mendekati akhir Orde Baru,
slogan kemandirian perekonomian mulai kembali dikumandangkan terutama berkaitan
dengan posisi Menko Perekonomian yang dipegang oleh Ginanjar Kartasasmita.
Pada masa reformasi, kemandirian ekonomi mendapatkan suara yang keras, namun
keterbatasan pemerintah untuk mengimplementasikannya tidak banyak terealisasikan
dalam kenyataannya. Politik yang demokratis semakin keras menyuarakan kemandirian
ekonomi, tetapi semakin sulit dalam pelaksanaannya karena kekuasaan yang tersebar
menyebabkan kebijakan ekonomi tidak begitu efektif. Sekarang ini istilah kemandirian
juga masih sering disebut, tetapi pragmatisme ekonomi lebih mendominasi. Dengan
keterbatasan pemerintah yang ada kemandirian tidak lebih dari sekedar disebutkan dalam
beberapa pidato atau program pemerintah, tetapi tidak sungguh-sungguh dilaksanakan.
Perkembangan ekonomi dan peranan modal asing
C. Dominasi Modal Asing Atas Kekayaan Alam Indonesia
Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam yang sangat besar. Menyimpan
banyak sumber mineral, energy, perkebunan , hasil hutan dan hasil laut yang melimpah.
Saat ini Indonesia berada pada peringkat 6 dalam hal cadangan emas, nomor 5 dalam
produksi tembaga, berada pada urutan 5 dalam produksi bauksit, penghasil timah terbesar
di dunia setelah Cina, produsen nikel terbesar ke dua di dunia. Tambang Grasberg Papua
adalah tambang terbesar di dunia. Kesimpulannya negara ini berada dalam urutan teratas
dalam hal raw material.
Negara ini adalah produsen sumber energi terbesar. Berada pada urutan nomor 2
eksportir batubara di dunia setelah Australia, eksportir gas alam bersih LNG terbesar di
dunia, seperempatnya dikirim ke Singapura. Eksportir terbesar gas alam cair setelah Qatar
dan Malaysia.
Dalam hal komoditi perkebunan Indonesia berada pada nomor 1 dalam produksi
CPO, produsen karet terbesar di dunia, berada dalam urutan 3 dalam hal produksi kakao,
merupakan produsen kopi terbesar di dunia bersama Vietnam dan Brasil.
Akibatnya Indonesia menjadi sasaran utama investasi Internasional dalam rangka
memburu bahan mentah. Umumnya investasi internasional berasal dari negara-negara
industri maju. Tujuan utama investasi internasional di Indonesia adalah mengeruk bahan
mentah. Sangat langka investasi asing di Indonesia membangun Industri.
1. Sejarah
Investasi dalam rangka memburu bahan mentah telah berlangsung sejak
lama, sejak era kolonialisme Eropa tahun 1600-an. Seiring pejalanan waktu
investasi luar negeri tersebut semakin meluas dan intensif. Hingga tahun 1870-an
kekuasaan Kolonial Belanda hanya meliputi Jawa dan Sumatra. Wilayah-wilayah
lain hanyalah kekuasaan yang sifatnya administratif belaka. Namun sekarang
dominasi modal asing telah meliputi seluruh wilayah Nusantara hingga ke pulau
terluar dan pulau-pulau kecil jatuh ke tangan modal asing.
Pengurasan sumber daya alam pada era kolonial hanya meliputi hasil
perkebunan, timah, sedikit sumber migas, namun saat ini pengerukan yang
dilakukan kapitalisme asing telah meliputi seluruh sector, tambang, minyak, gas,
perkebunan, kehutanan, perikanan, pertanian, perbankan, keuangan dan
perdagangan. Bahan mentah utama yang diburu adalah minyak, gas, mineral,
batubara, hasil perkebunan dan hasil hutan.
Corak Investasi di Indonesia saat ini bercirikan investasi kolonial, dengan
tiga ciri utama yaitu ; Pertama, investasi menguasai tanah dalam skala yang sangat
luas. Kedua, Investasi hanya berorientasi mencari raw material untuk kebutuhan
industri di negara negara maju. Ketiga, seluruh keuntungan atas investasi dilarikan
ke luar negeri dan ditempatkan di lembaga keuangan negara negara maju.
2. Kondisi Objektif
Mineral dan Batubara : Sejauh ini jumlah izin usaha pertambangan
mencapai 10.566 izin. Dari total izin itu, sebanyak 5.940 izin di antaranya
bermasalah atau non clean and clear, yang terdiri atas 3.988 izin usaha
pertambangan operasi dan produksi mineral serta 1.952 IUP operasi dan produksi
batubara.
Minyak dan Gas : Sebanyak sejak 2002 hingga 2011, terdapat 287 wilayah
kerja migas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Data BP Migas tahun 2007
wilayah kerja migas hanya 169 unit, 200 unit wilayah kerja migas pada 2008.
Selanjutnya, bertambah lagi menjadi 228 pada 2009 dan 245 pada 2010
Kehutanan : Jumlah pemegang izin hak penguasaan hutan (HPH) saja
sampai dengan kuartal III/2011 mencapai 22,9 juta hektare dengan jumlah
pengusaha pemegang izin sebanyak 286 unit. Kini HPH disebut dengan Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan alam. Pemegang izin hutan
tanaman industri (HTI) sampai dengan kuartal III/2011 sebanyak 244 unit dengan
luas 9,9 juta ha. Sejak 2010 sampai dengan saat ini, terdapat permohonan izin HTI
sebanyak 315 unit dengan luas 18,0 juta ha.
3. Dominasi Asing
Total luas tanah/lahan di Indonesia dibawah penguasaan perusahaan-
perusahaan besar. Sekitar 42 juta hektar untuk pertambangan mineral dan batubara,
95 juta hektar untuk minyak dan gas, 32 juta hektar untuk kehutanan, 9 juta hektar
untuk perkebunan sawit. Luas keseluruhan mencapai 178 juta hektar. Sebagian
besar lahan dikontrol oleh perusahaan asing. Padahal luas daratan Indonesia 195
juta hentar.
Investasi di Indonesia didominasi oleh perusahaan asing. Sedikitnya 95%
kegiatan investasi mineral dikuasai dua perusahaan AS yaitu PT Freeport Mc
Moran, dan PT Newmont Corporation. Sebanyak 85% ekplotasi minyak dan gas
dikuasasi oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80% ekploitasi
batubara dikuasai perusahaan asing. 65%-70 % perkebunan dikuasai asing.
Sebanyak 65% perbankkan dikuasai asing.
Sebanyak 100 persen mineral diekspor, 85 persen gas diekspor, 75 persen
hasil perkebunan diekspor, untuk kebutuhan industri negara-negara maju.
4. Pengambil-Alihan Teritorial
Di Nusa Tenggara Barat PT. Newmont Nusa Tenggara menguasai 50
persen wilayah NTB dengan luas kontrak seluas 1,27 juta hektar. Di Pulau
Sumbawa salah satu wilayah NTB Newmont menguasai 770 ribu hektar, setara
dengan 50 persen lebih luas wilayah daratan pulau sumbawa seluas 1,4 juta hektar.
Sementara para bupati/walikota di tiga 5 kabupaten/kota di Pulau Sumbawa terus
memberi ijin tambang diatas lahan-lahan yang tersisa. Saat ini lebih dari 150 Izin
Usaha Pertambangan yg beroperasi di NTB baik yang sedang melakukan
eksplorasi maupun produksi.
Di Papua, Kontrak Karya (KK) Freeport seluas 2,6 juta hektar, HPH 15 juta
Hektar, HTI 1,5 juta hektar, Perkebunan 5,4 juta hektar, setara dengan 57 persen
luas daratan Papua. Belum termasuk kontak migas yang jumlahnya sangat besar,
sehingga diperkirakan Papau telah habis dibagi kepada ratusan perusahaan raksasa.
Kalimantan Timur diperkirakan seluruh wilayah daratannya seluas 19,8 juta
hektar telah dibagi-bagikan kepada modal besar. Ijin tambang mineral dan batubara
5 juta ha, Perkebunan 2,4 juta hektar, ijin hutan HPH, HTI, HTR dan lainnya
mencapai 9,7 juta (data MP3EI), belum termasuk kontrak migas, dimana Kaltim
adalah salah satu kontributor terbesar pendapatan migas negara.
Di Madura, luas kontrak migas sudah melebihi luas pulau madura sendiri,
yang diserahkan pemerintah kepada Petronas, Huski Oil, Santos, dan perusahaan
asing lainnya.
5. Perangkap Rezim Internasional
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi pendirian WTO melalui UU No 7
Tahun 1994. Seluruh kesepakatan di bawah WTO mutlak harus diikuti Indonesia.
Agenda utama WTO adalah menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tariff
maupun non tariff serta menghilangkan hambatan investasi, dan meningkatkan
komitmen dalam IPR (HAKI).
Pemerintah telah menandatangani berbagai perjanjian perdagangan bebas
FTA, seperti Asean Free Trade Agreement (AFTA), ASEAN China Free Trade
Agreement (ACFTA), Indonesia Japan Economic Comprehensive Partnership
Agreeement (IJEPA). Indonesia juga berencana menandatangani berbagai
perjanjian perdagangan bebas lainnya dengan berbagai negara dan kawasan di
dunia.
Indonesia telah menandatangani berbagai perjanjian Bilateral dalam hal
investasi yang disebut dengan Billateral Investment Treaty. Sedikitnya 67 BIT
yang ditandatangani pemerintah Indonesia. Perjanjian ini merupakan perjanjian
perlindungan investasi tingkat tinggi bagi investor.
6. Billateral Investment Treaty (BIT)
Salah rezim internasional mengontrol indonesia adalah merlalui Bilateral
Investment Treaties (BIT). Perjanjian Investasi Bilateral telah dinegosiasikan sejak
akhir 1950-an, BIT adalah perjanjian untuk promosi, perlindungan investasi.
Perjanjian BIT mencakup perlakuan yang sama terhadap investasi, kompensasi
dalam hal pengambilalihan/nasionalisasi atau gangguan pada investasi, menjamin
kebebasan transfer dana, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara negara
dengan investor dengan negara.
Sejak April 2011, Indonesia telah menandatangani 66 Perjanjian Investasi
Bilateral (Bilateral Investment treaties, BIT) dengan negara-negara mitra, 16 di
antaranya adalah Negara Anggota UE (Belgia, Luxemburg, Bulgaria, Republik
Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Hungaria, Italia, Belanda, Polandia,
Romania, Republik Slovakia, Spanyol, Swedia, dan Britania Raya).
7. Billateral Investment Treaty
Isi BIT meliputi hal-hal sebagai berikut ; (1) perlakukan tanpa diskriminasi
baik dengan perusahaan dalam negeri maupun perusahan negara lain, termasuk
keamanan fisik, penerapan pajak, dan perlakuan khusus. 2) Insentif pajak,
penghindaran pajak berganda, dan pajak yang bersifat timbal balik (3) Kompensasi
atas perampasan hak secara langsung atau tidak langsung melalui nasionalisasi,
pengambil alihan atau mengalami tindakan yang berakibat sama dengan
nasionalisasi atau pengambil alihan atau pengambil alihan aset oleh negara
(expropriation) (4). Kompensasi atau ganti rugi yang adil dan rasional atas
kerugian akibat perang atau konflik bersenjata lainnya, revolusi, negara dalam
keadaaan darurat, pemberontakan, kerusuhan atau huru hara. (Compensation for
Losses), (5) Kebebasan melakukan transfer dalam mata uang yang bebas, seperti
laba, bunga, dividen dan penghasilan lainnya; dana yang diperlukan untuk akuisisi
bahan baku atau bahan pembantu, semi-fabrikasi atau selesai produk, atau untuk
mengganti aset modal guna melindungi kesinambungan penanaman modal, dana
tambahan yang diperlukan untuk pengembangan penanaman modal, dana
pembayaran kembali pinjaman, royalti atau biaya, pendapatan perorangan, hasil
penjualan atau likuidasi dari penanaman modal, kompensasi atas kerugian dan
kompensasi atas pengambilalihan. (Transfer) (6) Jaminan atas resiko usaha dan
asuransi, (7) Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional.
8. FTA /CEPA
Free Trade Agreement, merupakan perjanjian perdagangan bebas dan
investasi. Seluruh hambatan perdagangan dan investasi dihapuskan melalui FTA.
Sevagai contoh FTA antara Indonesia AESEAN China.
Selain itu ada CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement)
merupakan salah satu rencana perjanjian Free Trade Agreement (FTA). Sebagai
contoh CEPA antara EU dan Indonesia yang sangat komprehensif dibandingkan
FTA lainnya. Investment Chapter dalam CEPA merupakan bentuk perlindungan
tingkat tinggi bagi investor. Dalam dokumen Joint Study Group antara Indonesia
EU terlihat bahwa Ruang lingkup perjanjian sangat komprehensif adalah 1) akses
pasar, 2) 3) fasilitasi perdagangan dan investasi.
Perjanjian tersebut dapat mengikat Indonesia secara hukum atau legally
9. Regulasi Nasional
Pemerintah juga telah mengesahkan UU No 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal. UU ini merupakan adopsi prinsip dasar dari WTO, BIT, dan
FTAs. UU ini sejalan dengan kepentingan perusahaan multinasional.
Dibawah UU ini pemerintah telah mengeluarkan Daftar Negatif Investasi
(DNI) sebagai strategi untuk membuka semua sektor ekonomi strategis bagi
Investasi asing, mulai dari air, energy, pangan, keuangan.
Selain itu pemerintah telah melahirkan berbagai UU dalam rangka
memfasilitasi investasi luar negeri yaitu UU Bank Indonesia, UU perbankan,
Migas, UU Minerba, UU sumber daya air, UU kehutanan. Keseluruhan UU
tersebut ditujukan dalam rangka memfasilitasi investasi asing seluruh sektor
stratgis di Indonesia.
Proses pembuatan UU Penanaman Modal, Daftar Negtif Investasi (DNI)
dilakukan dibawah perintah IMF, World Bank dan Asian Development Bank.
Semua UU yang berkaitan dengan investasi dan perdagangan di Indonesia dibuat
diatas perintah dari institusi keuangan global dan negara-negara maju.
Berdasarkan Perpres No. 36 tahun 2010 tentang DNI
10. Arbitrase Internasional
Sebaga konsekuensi atas ditandatanganinya berbagai pejanjian
internasional baik dalam bidang investasi maupun perdagangan, menyebabkan
penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara dengan swasta diselesaikan
melalui peradilan internasional.
Dibawah payung perjanjian Internasional, perusahaan multinasional
dilindungi oleh hukum internasional, yang tidak terjangkau oleh para aktivis
gerakan sosial dan pemerintahan lokal. Hukum nasional yang merupakan simbol
kedaulatan suatu negara ditanggalkan. Dengan demikian perjanjian internasional
telah mencabut kedaulatan nasional negara-negara lemah.
Pengalaman pemerintah dalam atas kekalahan Pertamina dan PLN dalam
gugatan Karaha Bodas Corporation (KBC) yang menyebabkan perusahaan negara
tersebut dirugikan triliunan rupiah sebagaimana putusan arbitrase Jenewa, dimana
PLN harus membayar US $ 261 juta.
11. Gugatan Perusahaan Asing
June 2012, Churchill Mengajukan gugatan ke International Center for
Setlement of Investment Disputes (ICSID) yang berkantor di Washington.
Perusahaan Churchill menuntut pemerintah Indonesia membayar ganti rugi senilai
US $ 2 miliar. Cadangan batubara EKCP diperkirakan senilai 1 miliar/tahun dan
diperkirakan akan dieksploitasi selama 20 tahun. Indonesia merupakan anggota
dari ICSID.
May 2011, Rafat Ali Rizvi vs Republic of Indonesia, dengan menggunakan
Indonesia-United Kingdom BIT
January 2004, Cemex Asia Holdings Ltd vs Republic of Indonesia
Chevron Perusahaan minyak terbesar AS menggugat Pemerintah Indonesia atas
penangkapan manajemen Chevron dengan tuduhan melakukan korupsi dana cost
recovery senilai Rp. 200 miliar.
KERUGIAN NEGARA DAN RAKYAT Perjanjian internasiona l dalam rangka
liberalisasi investasi dan perdagangan menyebabkan Indonesia menjadi ajang
pertarungan modal mutinasional dalam merebut sumber daya alam dan sekaligus
menguasai pasar Indonesia sebagai saluran dari produk manufaktur negara-negara
Industri. Kedaulatan negara secara sistematis digerus oleh modal asing. Posisi
pemilik modal asing telah lebih kuat dibandingkan dengan pemerintahan nasional
dan pemerintah local. Ditengah upaya negara memperjuangkan kedaulatan
nasional, menjaga pulau-pulau terluar dari wilayah NKRI, pada saat yang sama
sebagian besar lahan di Indonesia telah jatuh dalam penguasaan modal asing.
Eksploitasi kekayaan alam yang berlangsung secara ugal-ugalan telah melahirkan
diskrimasi effect yang luas terhadap social ekonomi masyarakat. Tidak adanya
industrialisasi olahan nasional menyebabkan jumlah kekayaan alam Indonesia
yang diangkut oleh modal asing tidak pernah diketahui secara pasti. Selain itu
rendahnya industrialisasi menyebabkan pengangguran di Indonesia sangat besar.
Pengerukan kekayaan alam ekstraktif telah melahirkan kerusakan lingkungan,
menurunkan daya dukung lingkungan dalam menopang pertanian yang merupakan
sumber hidup sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak penelitian membuktikan di
lokasi dimana pertambangan berlangsung, tingkat kemiskinan masyarakatnya di
wilayah tersebut sangat tinggi.
D. Kemandirian dan Daya Saing
Kemandirian dalam keadaan perekonomian yang terbuka yang terintegrasi pada
perekonomian dunia membutuhkan pengertian yang lebih sesuai. Kemandirian menjadi
lebih sesuai jika terkait dengan daya saing. Dengan daya saing yang kuat maka suatu
perekonomian dapat eksis dalam persaingan global yang semakin keras.
Daya saing Indonesia semakin bergeser kembali pada SDA. Daya saing Indonesia
secara keunggulan komparatif terletak pada CPO, batubara, dan karet. Sedangkan daya
saing produk manufaktur semakin lemah terutama menghadapi persaingan dengan produk-
produk China. Keadaan ini menjadi kurang menguntungkan bagi Indonesia karena dengan
perekonomian yang besar, Indonesia tidak hanya dapat mengandalkan pada SDA, tetapi
juga harus mengembangkan daya saing industri manufakturnya. Industri manufaktur
semestinya menjadi pencipta kesempatan kerja yang utama.
Kelemahan daya saing produk manufaktur Indonesia disebabkan karena beberapa
hambatan utama. Persaingan dengan produk-produk China sangat memukul industri dalam
negeri. Buruknya infrastruktur, seperti listrik, jalan, dan pelabuhan membuat biaya
produksi dan transportasi semakin mahal. Permasalahan kekakuan peraturan
ketenagakerjaan juga membuat industri pada karya enggan untuk melakukan investasi
yang lebih besar.
Untuk menyaingi produk-produk manufaktur China sangatlah berat. Salah satu
strategi adalah menarik investasi manufaktur China ke Indonesia sehingga Indonesia tidak
hanya menjadi pasar produk impor dari China, tetapi juga mendorong perkembangan
industri di dalam negeri dan menciptakan kesempatan kerja. Selain itu pengembangan
industri pengolahan SDA dapat juga menjadi unggulan Indonesia. Tentu saja perbaikan
infrastruktur dan peraturan sangat menentukan dalam pengembangan industri dalam
negeri.
E. Kemandirian dan pembangunan daerah
Kemandirian menjadi lemah pada saat terjadi ketimpangan secara regional.
Perkembangan ekonomi Indonesia sangat bias ke Jawa. Sumbangan Jawa terhadap PDB
mencapai sekitar 58%, Sumatra sekitar 23%, dan Kalimantan sekitar 9%. Pada umumnya
kegiatan industri dan jasa terpusat di Jawa. Ketimpangan secara regional membuat
perekonomian nasional menjadi tidak kokoh, dan rentan terhadap permasalahan social
yang berasal dari kekecewaan daerah.
Upaya untuk menyeimbangkan ketimpangan daerah ini tidaklah mudah. Alokasi
anggaran ke daerah yang mencapai sekitar sepertiga dari APBN belum dapat mengurangi
ketimpangan daerah secara berarti. Daerah-daerah yang mendapatkan alokasi bagi hasil
yang besar, seperti Riau dan Kalimantan Timur belum dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk mendorong perkembangan ekonomi daerah tersebut.
Permasalahan baru sebagai ekses desentralisasi justru menghambat pembangunan
daerah. Pemerintah daerah seringkali bukannya memfasilitasi investasi, tetapi membuat
peraturan yang justru menghambat investasi.
Bagaimanapun ketimpangan daerah ini harus dikurangi dengan membuat pusat
pertumbuhan baru di luar Jawa. Pemerintah sedang menyiapkan percepatan pembangunan
ekonomi dengan memprioritaskan pembangunan di koridor Sumatra Timur, Jawa Utara,
Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua. Namun rencana
pembangunan koridor ini kemungkinan berkembangnya baru di Sumatra Timur dan Jawa
Utara yang memang telah berkembang. Membutuhkan upaya yang lebih besar untuk
mengembangkan koridor lainnya.
F. Kesimpulan
Kemandirian perekonomian nasional semestinya dilihat secara dinamis.
Kemandirian tidak dapat dilihat dari keterisolasian perekonomian terhadap asing dan
perkonomian dunia. Pendekatannya haruslah realistas yaitu bagaimana kemandirian
dibangun dengan perekonomian yang terbuka dan semakin terintegrasi pada perekonomian
global.
Berdasarkan deskripsi diatas, terlihat bahwa kegiatan perekonomian Nasional tidak
dijalankan berdasarkan asas-asas Pancasila dan tidak merujuk pada Undang-Undang,
bahkan telah dilanggar. Pelanggaran atas asas-asas Pancasila yaitu telah melanggar sila ke
dua dan sila ke lima. Pelanggaran atas sila ke dua adalah banyaknya buruh yang
dipekerjakan dengan upah murah, bahkan pemerintah cenderung tidak dapat melindungi.
Bukan hanya merendahkan martabat manusia, akan tetapi adanya pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yaitu Hak untuk mendapatkan jaminan sosial. Pelanggaran atas sila ke
lima adalah sebagai warga negara tidak memperoleh keadilan secara ekonomis, bahkan
keuntungan banyak diperuntutkan pada pihak asing. Begitu juga pelanggaran atas Undang-
Undang yaitu melanggar Pasal 33, karena sebagai warga negara tidak memperoleh hak-
hak ekonomi yaitu hak untuk menikmati hasil kekayaan alam Indonesia.Hadirnya modal
asing di Indonesia menjadi pertanyaan besar bagi semua masyarakat Indonesia, yaitu
apakah semua keuntungan yang diperoleh oleh pemodal asing dibagi secara adil antara
investor asing tersebut dengan bangsa Indonesia. Pemerintah selalu mengatakan bahwa
adanya modal asing di Indonesia dibarengi dengan adanya transfer teknologi, transfer
kemampuan manajemen dan membuka lapangan pekerjaan. Secara Teoritis dapat
dibenarkan, akan tetapi secara de facto tidak ada kejelasan tentang hal ini.
Sumber:
- http://www.ratnasarumpaet.com/home/649-dominasi-modal-asing-atas-kekayaan-
alam-indonesia.html
- Dialog Demokrasi, The Habibie Center oleh Umar Juoro
- Soesastro Hadi, dkk. (2005). Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Di Indonesia
Dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta : Kanisius