kemampuan mahasiswa dalam menguasai bentuk
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bahasa adalah alat komunikasi yang mutlak di kehidupan kita. Menurut Wibowo,
Walija (1990 : 4) mengungkapkan bahwa definisi bahasa adalah komunikasi yang paling
lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud dan pendapat kepada orang
lain. Dengan bahasa kita dapat menyampaikan hal yang kita inginkan kepada lawan bicara
begitupun juga sebaliknya. Oleh karena itu, agar kita dapat memahami maksud dari lawan
bicara, kita harus mengerti bahasa yang ia gunakan. Disinilah terasa sekali betapa
pentingnya bahasa untuk dapat saling memahami orang-orang yang ‘berbeda’ dengan kita.
Mempelajari bahasa adalah hal yang harus diprioritaskan. Karena dengan bahasa kita
dapat menjalin hubungan dengan siapapun, dan darimana pun asal mereka. Jika kita ingin
berkomunikasi dengan baik kepada orang Inggris, maka kita harus mempelajari bahasa
Inggris. Jika kita ingi memahami suku Ainu, maka paling tidak kita harus mengerti terlebih
dahulu mengenai bahasa mereka.
Namun, mempelajari bahasa asing tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Bagi kita bangsa Indonesia yang sebagian bahasa pertamanya (B1) adalah bahasa
Indonesia, perlu adanya pembelajaran mulai dari nol untuk mempelajari bahasa kedua (B2).
Ditambah lagi jika bahasa tersebut berbeda dengan bahasa pertama kita, mulai dari struktur
gramatikalnya, perubahannya, pembentukan katanya, hingga penulisannya.
Kini pembelajaran bahasa asing sudah menjadi kewajiban bagi siswa khususnya
mulai dari tingkat menengah atas. Bahasa asing yang diajarkan yaitu mulai dari bahasa
Arab, bahasa Prancis, bahasa Jerman, bahasa Jepang, bahasa Mandarin (Cina), dan bahasa
1 | P a g e
asing lainnya. Sejauh ini bahasa asing yang paling banyak diminati siswa dan dipelajari di
sebagian besar Sekolah Menengah Tingkat Atas di Indonesia adalah bahasa Jepang.
Bahasa Jepang sebagai bahasa asing yang paling diminati dipengaruhi oleh hubungan
Indonesia-Jepang. Sebagian besar produk-produk yang beredar di In
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berikut ini adalah identifikasi masalah berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan
penulis:
1. Bagaimanakah kemampuan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta jurusan bahasa
Jepang dalam menguasai pola kalimat ~te moraimasu, ~te agemasu dan ~te kuremasu?
2. Dapatkah Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta jurusan Bahasa Jepang tingkat 1
semester 1 memposisikan masing-masing pola tersebut ke dalam kalimat yang sesuai?
3. Kesulitan apa saja yang dialami mahasiswa dalam mempelajari pola ini?
C. BATASAN MASALAH
1. Penelitian ini hanya dibatasi pada kemampuan mahasiswa dalam menguasai pola
kalimat ~te agemasu, ~te moraimasu, ~te kuremasu (yari morai).
2. Penelitian ini meneliti Mahasiswa tingkat 1 (semester 1) pendidikan bahasa Jepang
Universitas Negeri Jakarta.
3. Penelitian ini meneliti kemampuan menguasai yang ada di dalam buku Minna No
Nihongo 1 bab 24.
D. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam menguasai bentuk yari morai?
2. Mampukah siswa memposisikan masing-masing pola tersebut ke dalam kalimat yang
sesuai?
2 | P a g e
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Kemampuan mahasiswa dalam menguasai bentuk yari morau.
2. Kemampuan mahasiswa dalam memposisikan masing-masing pola tersebut ke dalam
kalimat yang sesuai.
3. Kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam mempelajari bentuk yari morau.
4. Upaya yang dilakukan mahasiswa untuk mengatasi masalah tersebut.
F. LINGKUP PENELITIAN
Kemampuan mahasiwa Tingkat 1 jurusan pendidikan bahasa Jepang Universitas
Negeri Jakarta dalam mencocokkan pola kalimat untuk mengetahui kemampuan mahasiswa
dalam menguasai bentuk yarimorai (pola kalimat ~te agemasu, ~ te moraimasu, dan ~te
kuremasu) ke dalam kalimat sesuai dengan materi yang diajarkan pada bab 24 buku Minna
No Nihongo.
G. WAKTU DAN TEMPAT
Waktu penelitian ini dilakukan pada semester satu (semester ganjil) dari bulan Maret
sampai dengan bulan Juni. Tempat penelitian ini adalah di Universitas Negeri Jakarta
Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang.
MINGGU KE-
BULAN
MARET APRIL MEI JUNI
1 Membuat angket mengenai bentuk
Konsultasi dengan pembimbing mengenai instrument penilaian.
Pengolahan data
Menulis laporan bab II
2 Menulis laporan bab III
3 | P a g e
yari morau.
Konsultasi
3
Melakukan pendekatan kepada sampel dan menjelaskan secara teknis mengenai penelitian ini.
Mencari tempat yang akan digunakan untuk tes.
Menulis laporan bab IV
4Pemberian tes dan pengisian angket
Menulis laporan Bab 1
Menulis laporan bab V
H. KEGUNAAN PENELITIAN
Bagi peneliti
Untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai pola kalimat ~te agemasu, ~te
moraimasu dan ~te kuremasu.
Bagi tenaga pengajar
Sebagai bahan pertimbangan agar dapat meningkatkan pengajaran bahasa Jepang
khusunya pada pola kalimat ~te agemasu, ~ te moraimasu, dan ~te kuremasu.
Untuk mengetahui kemampuan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta jurusan
Pendidikan Bahasa Jepang tingkat ! dalam menguasai pola kalimat ~te agemasu, ~
te moraimasu, dan ~te kuremasu.
Bagi mahasiswa
Agar dapat mengkaji lebih dalam mengenai pola kalimat yari-morai.
Bagi jurusan bahasa Jepang
4 | P a g e
Sebagai refensi tambahan yang mengkaji secara mendalam mengenai pola kalimat
~te agemasu, ~ te moraimasu, dan ~te kuremasu beserta kemampuan mahasiswa.
Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan refensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. DESKRIPSI TEORITIS
1. Hakikat analisis kesalahan
2. Hakikat bentuk
3. Hakikat yari morai
B. PENELITIAN YANG RELEVAN
1. Dian Bayu Firmasyah (2008) dalam skripsinya yang berjudul “analisis kontrastif antara
verba ~te agemasu ~te kuremasu ~te moraimasu dengan konstruksi verba ~me dan
~di”. Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menganalisis dan mengkontraskan
diatesis aktif-pasif bahasa Indonesia dengan verba Te Ageru, Te Kureru, Te Morau
sebagai voice dalam bahasa Jepang.
5 | P a g e
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan secara lebih mendalam tentang
persamaan dan perbedaan kedua konstruksi verba tersebut ditinjau dari segi aturan
pemakaian dan makna yang dikandungnya.
Dari hasil penelitian dapat ditemukan bahwa konstruksi verba ~te agemasu dapat
dipadankan kedalam konstruksi verba aktif me- dan me-/-kan karena adanya kemiripan
dari segi struktur gramatikal antara konstruksi verba ~te agemasu dengan kalimat aktif
bahasa Jepang (noudoutai) dan kalimat aktif bahasa Indonesia, terutama dari segi
pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut serta penempatan shiten (S)-nya.
Konstruksi verba ~te kureremasu dapat dipadankan kedalam konstruksi verba
aktif me- dan me-/-kan serta konstruksi pasif di- dan verba Ø (verba zero) karena
konstruksi verba ~te kuremasu mempunyai struktur gramatikal yang menggabungkan
sifat kalimat aktif bahasa Jepang (noudoutai) dan kalimat pasif bahasa Jepang
(judoutai).
Sedangkan konstruksi verba ~te moraimasu dapat dipadankan kedalam konstruksi
verba pasif di- karena adanya kemiripan dari segi struktur gramatikal antara konstruksi
verba ~te moraimasu dengan kalimat pasif bahasa Jepang (judoutai) dan kalimat pasif
bahasa Indonesia, terutama dari segi pelaku dan penderita dalam kegiatan tersebut serta
penempatan shiten (S)-nya
2. Analisis Kesalahan Pengunaan Ungkapan “Yari-Morai” dan Pemerolehannya pada
Pembelajar Bahasa Jepang (Semester V- TA 2010/2011 Prodi Bahasa Jepang –
Universitas Widyatama) oleh Uning kuraesin.
C. KONSEP
Bentuk yari-morai pada dasarnya tidak begitu sulit untuk dipelajari. Namun karena
seringnya pembicara tertukar dalam penggunaan pola kalimat tersebut dikarenakan
6 | P a g e
kesalahan dalam melihat sudut pandang si pemberi dan penerima, maka pola kalimat ini
terasa sulit. Terlebih lagi dikarenakan pola kalimat ini merupakan pola kalimat yang sering
sekali digunakan pada percakapan sehari-hari bagi orang Jepang.
Untuk itu penelitian mengenai kemapuan mahasiswa dalam menguasai pola kalimat
ini dirasa perlu agar nantinya mahasiswa dapat memperoleh paparan mengenai pola
kalimat ini secara lebih mendalam.
1. ~te agemasu
Kata kerja bentuk ~te agemasu menunjukkan hal memberikan kebaikan kepada lawan
bicara dari perbuatan menurut kebaikan hati si pembicara.
わたしは木村さんに本を貸してあげました。Saya meminjamkan buku kepada Sdri. Kimura.
Dalam hal ini, apabila yang melakukan perbuatan itu adalah si pembicara sendiri, maka
dapat memberikan kesan sombong, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan pada waktu
berbicara dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya. Bntuk ini dipakai diantara
orang-orang yang sangat akrab. Untuk perbuatan yang bisa membuat orang yang tidak
begitu akrab dengan kita merasa berutang budi, atau menawarkan pertolongan kepada
lawan bicara yang kurang akrab, dipakai Kata kerja (bentuk ます)ましょうか.
2. ~te moraimasu
Bentuk ini mengandung makana rasa terima kasih pihak yang menerima perbuatan.
わたしは山田さんに図書館の電話番号をおしえてもらいました。Saya diberitahu nomor telepon gedung perpustakaan oleh Sdr. Yamada.
3. ~te kuremasu
7 | P a g e
Seperti halnya dengan kata kerja bentuk てもらいます, ini juga mengandung makana
rasa terimakasih orang yang menerima perbuatan, tetapi kalau kata kerja bentuk てもら
います menunjukkan bahwa subjeknya yang merupakan penerima perbuatan, maka
disini kata kerja bentuk て く れ ま す subjeknya adalah orang yang melakukan
perbuatan itu, dan ada indikasi bahwa perbuatan itu dilakukan atas prakarsa pelakunya
sendiri. Disamping itu, karena umumnya yang menerima perbuatan itu adalah orang
yang berbicara , maka dalam hal ini わたしに yang menyatakan penerima biasanya
dihilangkan.
D. RUMUSAN HIPOTESIS
Hipotesis Kerja (HK) : Terdapat kesalahan pada mahasiswa dalam menguasai bentuk
yarimorai.
Hipotesis nol (HO) : Tidak terdapat kesalahan pada mahasiswa dalam menguasai
bentuk yarimorai.
E. DEFINISI ISTILAH
1. Bunpou
Bunpou adalah tata bahasa (kenji matsura, 2005: 88). Tata bahasa adalah ilmu yang
mempelajari kaidah-kaidah yang mengatur penggunaan bahasa. Ilmu ini merupakan
bagian dari bidang ilmu yang mempelajari bahasa yaitu linguistik.
2. Kanji
Kanji (漢字 ?), secara harfiah berarti "aksara dari Han", adalah aksara Tionghoa yang
digunakan dalam bahasa Jepang. Kanji adalah salah satu dari empat set aksara yang
digunakan dalam tulisan modern Jepang selain kana (katakana, hiragana) dan romaji
8 | P a g e
Kanji dulunya juga disebut mana ( 真 名 ?) atau shinji ( 真 字 ?) untuk
membedakannya dari kana. Aksara kanji dipakai untuk melambangkan konsep atau ide
(kata benda, akar kata kerja, akarkata sifat, dan kata keterangan). Sementara itu,
hiragana (zaman dulu katakana) umumnya dipakai sebagai okurigana untuk
menuliskan infleksi kata kerja dan kata-kata yang akar katanya ditulis dengan kanji,
atau kata-kata asli bahasa Jepang. Selain itu, hiragana dipakai menulis kata-kata yang
sulit ditulis dan diingat bila ditulis dalam aksara kanji. Kecuali kata pungut, aksara kanji
dipakai untuk menulis hampir semua kosakata yang berasal dari bahasa
Tionghoamaupun bahasa Jepang.
3. Hiragana
Hiragana (ひらがな、平仮名 ) adalah suatu cara penulisan bahasa Jepang dan
mewakili sebutan sukukata. Pada masa silam, ia juga dikenali sebagai onna de (女手)
atau 'tulisan wanita' karena biasa digunakan oleh kaum wanita. Kaum lelaki pada masa
itu menulis menggunakan tulisan Kanji dan Katakana. Hiragana mula digunakan secara
luas pada abad ke-10 Masehi.
4. Katakana
Katakana adalah salah satu daripada tiga cara penulisan bahasa Jepang. Katakana
biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah
diserap ke dalam bahasa Jepang ( 外 来 語 /gairaigo)selain itu juga digunakan untuk
menuliskan onomatope dan kata-kata asli bahasa Jepang, hal ini hanya bersifat
penegasan saja.
5. Onomatopei
Onomatope (dari Bahasa Yunani ονοματοποιία) adalah kata atau sekelompok kata yang
menirukan bunyi-bunyi dari sumber yang digambarkannya. Konsep ini berupa sintesis
9 | P a g e
dari kata Yunani όνομα (onoma = nama) dan ποιέω (poieō, = "saya buat" atau "saya
lakukan") sehingga artinya adalah "pembuatan nama" atau "menamai sebagaimana
bunyinya". Bunyi-bunyi ini mecakup antara lain suara hewan, suara-suara lain, tetapi
juga suara-suara manusia yang bukan merupakan kata, seperti suara orang tertawa.
6. Gairaigo
Kosakata dari bahasa asing dalam bahasa Jepang atau gairaigo (外来語?, kata dari
bahasa asing) adalah kata serapan dari bahasa asing dalam bahasa Jepang, terutama dari
bahasa-bahasa Eropa Barat dan tidak termasuk kosakata dari bahasa Cina. Kata serapan
tersebut sudah lazim dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti halnya kosakata asli
bahasa Jepang.
Dalam bahasa Jepang, kata-kata dari bahasa asing mudah dikenali karena ditulis
dalam aksara katakana. Oleh karena itu, gairaigo juga disebut katakana-go (kata
katakana). Di antara kata-kata dari bahasa asing misalnya: miruku ( ミ ル ク ?,
susu) dan nōto ( ノ ー ト ?, buku catatan)dari bahasa Inggris: milk dan note. Kata-kata
dari bahasa asing sering sudah berbeda makna dari bahasa asalnya,
misalnya: arubaito ( ア ル バ イ ト ?, kerja paruh waktu) dari bahasa
Jerman: Arbeit (bekerja), abekku ( ア ベ ッ ク ?, pasangan muda dan belum
menikah) dari bahasa Perancis: avec (dengan).
7. Okurigana
Okurigana ( 送 り 仮 名 , secara harfiah "huruf yang menyertai") adalah
akhiran kana di belakang akar kanji pada bahasa Jepang. Okuriganadigunakan untuk
menunjukkan bacaan kanji yang diinginkan. Okurigana juga dipakai untuk
menuliskan infleksi (misal infleksi bentuk negatif). Pada penggunaan
10 | P a g e
modern, okurigana hampir selalu ditulis dengan hiragana. Katakana dulunya juga
umum digunakan untuk okurigana.
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Analisis
Menurut Dwi Prastowo Darminto dan Rifka Julianty (2002;52) kata analisis diartikan
sebagai penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu
sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan.
2. Kesalahan
Kesalahan kata memerlukan makna yang berbeda dan penggunaan relatif terhadap
bagaimana konseptual diterapkan. Arti konkrit dari bahasa Latin kata "kesalahan"
adalah "pengembara" atau "menyimpang". Tidak seperti ilusi, kesalahan atau kesalahan
terkadang bisa dihilangkan melalui pengetahuan (mengetahui yang satu ini melihat
fatamorgana dan bukan pada air sebenarnya tidak membuat fatamorgana
menghilang). Misalnya, orang yang menggunakan terlalu banyak bahan dalam resep
dan memiliki produk gagal dapat mempelajari jumlah yang tepat untuk menggunakan
dan menghindari mengulangi kesalahan. Namun, beberapa kesalahan dapat terjadi
bahkan ketika individu memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan tugas
dengan benar.
Menurut KBBI (kamus besar Bahasa Indonesia), Kesalahan adalah kekeliruan
atau kealpaan.
3. Bentuk
4. Yari-morai
11 | P a g e
berawal dari kebiasaan masyarakat Jepang yang suka member sesuatu atau kado atau
perbuatan kepada orang lain apabila ada suatu peristiwa atau kegiatan, da;lam bahasa
Jepang muncullah suatu ungkapan aksi “memberi” atau “menerima”. Konsep
“member” dan “menerima” yang menggunakan verba ageru/yaru, moraudan kureru.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Prosedur analisis kesalahan berbahasa terdiri atas empat langkah, yaitu identifikasi,
deskripsi, penjelasan, dan kuantifikasi. Tiga langkah pertama saling berkaitan dan
langkah terakhir bersifat statistik.
12 | P a g e
A. Identifikasi Kesalahan.
Dalam mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang dibuat oleh pembelajar,
tidak selalu apa yang terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil
transkripsi wacana lisan)menunjukkan kesalalahan. Ada bentuk dalam bahasa
antara pembelajaran yang sempurna, dalam arti sesuai dengan aturan dalam bahasa
sasaran, tetapi ternyata bentuk tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
pembicara. Misalnya, seorang pembelajar mengatakan “My uncle had beautiful
houses”. Bentuk ini sempurna, betul, tidak ada penyimpangan ejaan atau gramatika.
Namun, ketikan lihat konteks pembicaraan, yang sebenarnya dimaksudkan adalah
“Paman saya mempunyai sebuah rumah yang bagus”. Dia tidak bermaksud
mengatakan bahwa pamannya mempunyai banyak rumah. Boleh jadi dia tidak
ingat bentuk-bentuk jamak dan tunggal untuk kata yang berarti rumah. Pikirannya
kacau pla dengan adanya penjamakan yang tidak teratur
seperti housesdan children. Dalam keraguan ini, dia memilih salah satu bentuk dan
kebetulan benar secara gramatikal walaupun secara semantik tidak.
Jadi, pada tahap identifikasi kesalahan, yang penting adalah melakukan
interpretasi terhadap yang dimaksud oleh pembelajar. Interpretasi itu dapat
dilakukan dengan melihat konteks munculnya wacana itu atau dengan melakukan
dialog dengan pembelajar. Konteks itu dapat pula dilihat secara kecil yang
meliputi sebagian dari kalimat-kalimat yang mendahului atau mengikuti kalimat
atau frasa yang sedang dianalisis itu, atau dengan melihat isi keseluruhan wacana
itu. Bisa jadi dalam kasus pembelajar yang belum menguasai suatu struktur dengan
sempurna itu menguji hipotesisnya (tentang bentuk yang betul). Dari sekian
ujiannya itu, satu bentuk benar dan bentuk-bentuk yang lain salah.
B. Deskripsi Kesalahan
13 | P a g e
Kegiatan utama dalam melaukan deskripsi kesalahan adalah membandingkan
wacana pembelajar dengan rekonstruksi yang sahih. Pada tahap ini, langkah yang
diikuti mirip dengan analisis kontarstif. Dari perbandingan kedua bentuk itu
(bentuk dari bahasa anatara pembelajar dan bentuk yang sempurna dalam bahasa
sasaran yang dimaksud pembelajar dapat ditemukan pola-pola kesilapan.
Tujuan utama langkah ini adalah memberikan keterangna tentang kesilapan
itu s ecara linguistik. Oleh karena itu, dalam membuat perbandingan dan deskripsi,
perlulah diterapkan suatu model tata bahasa tertentu yang dipakai membuat
deskripsi itu, misalnya Tata Bahasa Struktural atau Tata Bahasa Transformasi
Generatif. Adapun pola-pola kesalahan itu dapat diklasifikasikan menurut tataran
dan jenis perubahan dari bentuk dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Tataran
bahasa bisa meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis.
C. Penjelasan Kesalahan
Tahap deskripsi kesalahan menekankan proses kesalahan dari segi linguistik,
se dangkan tahap penjelasan memeberikan deskripsi tentang mengapa kesilapan itu
terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Dengan kata lain, pada tahap ini kita mencari
sumber kesalahan itu dan proses terjadinya kesalahan dari sumbernya sampai
dengan kemunculannya dalam bahasa sumber.
D. Kuantifikasi Kesalahan
Kuantifikasi kesalahan dilakukan dengan menghitung kemunculan masing-
masing kesalahan berbahasa dan kemudian bisa pula dihitung persentase kesalahan
berbahasa itu. Langkah terakhir ini tidak wajib dikerjakan, tetapi diperlukan dalam
menarik kesimpulan dalam melakukan perbandingan. Perbandingan dapat
dilakukan antara frekuensi jenis kesalahan dalam satu kasus (sampel) atau
14 | P a g e
membandingkan dengan sampel lain. Oleh karena itu, langkah ini berkaitan erat
dengan langkah deskripsi kesalahan.
Ada pakar pengajaran bahasa mengemukan bahwa Anakes mempunyai
langkah-langkah yang meliputi:
(1) pengumpulan data,
(2) pengidentifikasian kesalahan,
(3) penjelasan kesalahan,
(4) pengklasifikasian kesalahan,
(5) pengevaluasian kesalahan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode penelitian
ini dibagi menjadi dua yaitu metode kuantitatif deskriptif dan kualitatif deskriptif.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Metode
kuantitatif deskriptif merupakan metode yang menggambarkan dan
mengungkapkan keadaan yang sebenarnya.
B. POPULASI DAN SAMPEL
1. Populasi
Populasi adalah kelompok besar yang menjadi lingkup penelitian. Populasi dari
penelitian ini adalah Mahasiswa jurusan Bahasa Jepang tingkat 1 di Universitas
Negeri Jakarta.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh anggota
populasi. Sampel pada penelitian ini adalah 1 kelas yang berjumlah 20 orang
mahasiswa tingkat 1 jurusan pendidikan bahasa Jepang Universitas Negeri Jakarta.
C. VARIABEL-VARIABEL
15 | P a g e
Dalam penelitian ini terdapat satu variabel yaitu:
1. Analisis kesalahan pemakaian bentuk yarimorai.
D. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tes dan angket. Adapun
instrumen penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan dari pribadinya atau hal-hal yang ia
ketahui (Arikunto, 2006:151).
Sebelum mengadakan penelitian, peneliti terlebih dahulu mencari sampel yaitu
mahasiswa tingkat 1 semester 1 yang telah mempelajari bentuk yari morai untuk
mengisi angket. Angket tersebut menanyakan pendapat mahasiswa mengenai
tingkat kesulitan dan kesalahan yang mereka alami tentang pola kalimat tersebut.
Jika hasilnya lebih 60% siswa mengalami kesalahan dan kesulitan terhadap
penelitian ini, maka akan dilakukan penelitian terhadap pola kalimat ini.
2. Tes
Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2006:150). Tes ini
digunakan untuk melihat sejauhmana kesalahan dan kesulitan siswa dalam
memahami bentuk yari-morai. Tes ini berjenis soal pilihan ganda yang berisi 18
soal, benar salah 6 soal, dan mencocokkan 6 soal. Sehingga jumlah keseluruhannya
adalah 30 soal.
16 | P a g e
E. TEKNIK ANALISIS
1. Untuk pengolahan data yang berbentuk tes peneliti terlebih dahulu menetapkan
skor untuk tiap-tiap bagian, menjumlahkan seluruh skor siswa yang masih
merupakan skor mentah, lalu diberikan nilai dengan cara:
2. Untuk pengolahan data angket, peneliti mengolah data berdasarkan frekuensi
sampel yang mengisi jawaban dari angket tersebut. Kemudian data tersebut diolah
sehingga dapat disimpulkan apakah menurut mahasiswa pola kalimat ini sulit atau
tidak.
17 | P a g e
( skor mentah: skor maksimal) x 100