kelompok 3_swamedikasi untuk obat acne

59
TUGAS PELAYANAN KEFARMASIAN Swamedikasi untuk Obat AcneDisusun oleh: Desylva Fauziyatul Ula 260112150007 Yeni Nur Cahyani 260112150008 Rahmah Pravitasari 260112150009 Arwa 260112150059 Annisa Noor Insany 260112150060 Terry Terrawati 260112150061 Lia Lestari 260112150062 Susanti 260112150063 Ivo Ovia Airin 260112150064 Maretha Vien Hapsari 260112150065 PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Upload: lialestari

Post on 04-Jan-2016

438 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

pengobatan jerawat, swamedikasi, pengobatan sendiri

TRANSCRIPT

Page 1: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

TUGAS PELAYANAN KEFARMASIAN

“Swamedikasi untuk Obat Acne”

Disusun oleh:

Desylva Fauziyatul Ula 260112150007

Yeni Nur Cahyani 260112150008

Rahmah Pravitasari 260112150009

Arwa 260112150059

Annisa Noor Insany 260112150060

Terry Terrawati 260112150061

Lia Lestari 260112150062

Susanti 260112150063

Ivo Ovia Airin 260112150064

Maretha Vien Hapsari 260112150065

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2015

Page 2: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa karena berkat dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah Pelayanan Farmasi yang berjudul “Swamedikasi untuk

Obat Acne”.

Makalah ini disusun berdasarkan hasil diskusi yang telah dilaksanakan

dan merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Pelayanan Farmasi. Makalah

ini disusun dengan maksud menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

swamedikasi untuk obat acne, meliputi patofisiologi, gejala, pengobatan, contoh

kasus swamedikasi dan peran apoteker dalam pengobatan acne.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan

makalah dan kemajuan penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Jatinangor, September 2015

Penulis

ii

Page 3: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................ 3

1.4 Kegunaan Penulisan................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 4

2.1 Pendahuluan............................................................................... 4

2.2 Definisi....................................................................................... 4

2.3 Epidemiologi.............................................................................. 4

2.4 Faktor Risiko dan Penyebab...................................................... 5

2.5 Patogenesis................................................................................. 7

2.6 Manifestasi Klinis...................................................................... 8

2.7 Klasifikasi Acne......................................................................... 8

2.8 Diagnosis.................................................................................... 10

2.9 Pengobatan................................................................................. 10

2.9.1 Terapi Farmakologi Acne................................................ 10

2.9.2 Terapi Herbal Acne.......................................................... 15

2.9.3 Terapi Nonfarmakologi Acne.......................................... 15

2.9.4 Swamedikasi untuk Acne................................................. 17

BAB III STUDI KASUS.............................................................................. 20

BAB IV KESIMPULAN............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 32

iii

Page 4: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengetahuan tentang obat yang benar merupakan suatu hal yang penting.

Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan karena obat

diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik upaya preventif, promotif,

kuratif dan rehabilitatif, dengan pengetahuan yang benar, masyarakat akan dapat

memperolah manfaat maksimal dari obat dan dapat meminimalkan segala hal

yang tidak diinginkan dari pemakaian suatu obat (BPOM RI, 2008).

Masyarakat mutlak memerlukan informasi obat yang jelas dan dapat

dipercaya agar penentuan jenis dan jumlah obat yang diperlukan berdasarkan

kerasionalan karena jarang sekali masyarakat yang mengetahui tentang gejala

penyakit serta obat yang cocok. Masyarakat seringkali mendapatkan informasi

obat melalui iklan, baik dari media cetak maupun media elektronik, dan itu

merupakan jenis informasi yang paling berkesan, mudah dimengerti serta bersifat

komersial. Akan tetapi, tidak semua informasi tentang obat yang dibutuhkan

masyarakat tersampaikan melalui iklan, ketidaksempurnaan ini salah satunya

adalah ketiadaan informasi mengenai kandungan bahan aktif sehingga masyarakat

akan kehilangan informasi yang sangat penting yaitu jenis obat yang dibutuhkan

untuk mengatasi gejala penyakitnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008).

Salah satu penyakit kulit yang sering dijumpai secara global pada remaja

dan dewasa muda adalah acne vulgaris atau dengan kata lain yang lebih sering

dikenal sebagai jerawat. Survei dikawasan asia tenggara terdapat 40-80% kasus

jerawat (acne vulgaris), sedangkan di Indonesia catatan kelompok dermatologi

kosmetika Indonesia, menunjukkan 60% penderita acne vulgaris pada tahun 2006,

dan 80% pada tahun 2007. Berdasarkan kasus di tahun 2007, penderita yang

terbanyak adalah remaja dan dewasa yang berusia antara 11-30 tahun sehingga

beberapa tahun belakangan ini para ahli dermatologi di Indonesia mempelajari

patogenesis terjadinya penyakit tersebut (Herawati, 2011).

1

Page 5: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Penelitian yang dilakukan oleh Febryeri (2012) menunjukkan bahwa hasil

survei pendahuluan dari 25 mahasiswa perempuan, sebanyak 19 orang mengalami

acne vulgaris dan melakukan tindakan swamedikasi acne vulgaris. Menurut

Kartajaya (2011), swamedikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya

seseorang untuk mengobati dirinya sendiri. Swamedikasi adalah pengobatan

untuk masalah kesehatan yang secara umum terjadi meggunakan obat yang dapat

digunakan tanpa pengawasan dari tenaga kesehatan, serta aman dan efektif untuk

penggunaan sendiri.

Untuk melakukan swamedikasi dengan benar, masyarakat perlu

mengetahui informasi yang jelas dan terpecaya mengenai obat-obat yang

digunakan. Apabila swamedikasi tidak dilakukan dengan benar maka dapat

berisiko munculnya keluhan lain karena penggunaan obat yang tidak tepat.

Swamedikasi yang tidak tepat diantaranya ditimbulkan oleh salah mengenali

gejala yang muncul, salah memilih obat, salah cara penggunaan, salah dosis, dan

keterlambatan dalam mencari nasihat/saran tenaga kesehatan bila keluhan

berlanjut. Selain itu, juga ada potensi risiko melakukan swamedikasi misal efek

samping yang jarang muncul namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis

tidak tepat, dan pilihan terapi yang salah (BPOM RI, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasi beberapa

masalah, yaitu:

1. Bagaimana patofisiologi dan gejala penyakit acne vulgaris?

2. Pengobatan apa saja yang bisa diberikan untuk penyakit acne vulgaris?

3. Obat-obatan apa saja yang sering digunakan oleh masyarakat untuk

penyakit acne vulgaris?

4. Bagaimana peran serta apoteker sebagai tenaga kesehatan dalam rangka

pengobatan penyakit acne vulgaris yang baik dan benar?

2

Page 6: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui patofisiologi dan gejala penyakit acne vulgaris

2. Mengetahui pengobatan yang bisa diberikan untuk penyakit acne vulgaris

3. Mengidentifikasi obat-obatan yang sering digunakan oleh masyarakat

untuk penyakit acne vulgaris

4. Mengetahui peran serta apoteker sebagai tenaga kesehatan dalam rangka

pengobatan penyakit acne vulgaris yang baik dan benar

1.4 Kegunaan Penulisan

Hasil dari diskusi yang dirangkum dalam makalah ini diharapkan dapat

menjadi masukan dan tambahan wawasan bagi masyarakat pada umumnya

sebagai konsumen produk farmasi agar mengetahui bagaimana pengobatan

swamedikasi penyakit jerawat yang baik dan benar. Serta bagi apoteker khususnya

sebagai tenaga kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang

paripurna terutama dalam hal swamedikasi beberapa penyakit ringan yang sering

terjadi di masyarakat.

3

Page 7: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Acne merupakan salah satu masalah kulit yang sering dijumpai di

masyarakat dan bersifat kronis serta kambuh–kambuhan. Walaupun bukan

merupakan suatu penyakit yang mengancam nyawa, namun acne dapat

menyebabkan masalah psikologi yang berbeda-beda, mulai dari perasaan

rendah diri hingga stress. Selain itu tidak jarang pula dapat terjadi scar

pada wajah yang permanen. Tidak kurang dari 15- 30% penderita acne

memerlukan perawatan medis karena keparahan dan kondisi klinisnya, 2-

7% di antaranya mengalami scar post acne yang bertahan lama (Zouboulis

dkk., 2005).

2.2 Definisi

Acne vulgaris merupakan suatu peradangan kronis dari folikel

pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista dan pustul

pada daerah-daerah predileksi yaitu muka, bahu, lengan bagian atas, dada,

dan punggung (Zaenglein dkk., 2008).

2.3 Epidemiologi

Kligman mengatakan bahwa tidak ada seorangpun (artinya 100%)

yang sama sekali tidak pernah menderita acne (Wasitaatmadja, 2007). Di

Amerika Serikat saja, tercatat lebih dari 17 juta penduduk yang menderita

acne setiap tahunnya, di mana 75 hingga 95% di antaranya adalah usia

remaja (Baumann dan Keri, 2009). Pada suatu studi prevalensi acne yang

dilakukan di kota Palembang, dari 5204 sampel berusia 14-21 tahun,

didapatkan bahwa usia terbanyak adalah 15-16 tahun (Suryadi, 2008).

Sedangkan berdasarkan sebuah penelitian retrospektif di Taiwan,

didapatkan data kejadian acne sebesar 83 % pada laki-laki dan 87 % pada

perempuan. Acne derajat ringan seringkali dijumpai saat lahir, yang

4

Page 8: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

kemungkinan disebabkan karena stimulasi folikuler oleh androgen adrenal,

dan dapat berlanjut hingga periode neonatal. Namun, pada mayoritas

kasus, acne menjadi masalah yang signifikan sejak usia pubertas. Kasus

terbanyak dijumpai pada pertengahan hingga akhir remaja. Setelah itu,

insidennya menurun perlahan. Namun, pada wanita, acne dapat menetap

hingga dekade ketiga bahkan lebih (Zaenglein dkk., 2008).

2.4 Faktor Risiko dan Penyebab

Faktor risiko dan penyebab acne sangat banyak yaitu multifaktorial

antara lain:

1. Sebum

Merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne.

2. Genetik

Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar

glandula sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas acne,

kemungkinan besar anaknya akan menderita acne.

3. Usia

Umumnya insiden terjadi pada sekitar umur 14 – 17 tahun pada wanita, 16 – 19

tahun pada pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan

papul dan jarang terlihat lesi beradang penderita (Djuanda, Hamzah dan

Aisyah, 1999).

4. Jenis kelamin

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan acne vulgaris

(Nami, 2009).

5. Kebersihan wajah

Meningkatkan perilaku kebersihan diri dapat mengurangi kejadian acne vulgaris

pada remaja (Nami, 2009).

6. Psikis

Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan

eksaserbasi acne. Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi acne nya

5

Page 9: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

secara mekanis, sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul

lesi yang beradang yang baru (Goggin et al, 1999).

7. Hormon endokrin:

a) Androgen. Konsentrasi testosteron dalam plasma penderita acne pria tidak

berbeda dengan yang tidak menderita acne. Berbeda dengan wanita, pada

testosteron plasma sangat meningkat pada penderita acne (Pochi,

Frorstrom & Lim James, 2006).

b) Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap

produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang

berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek

menurunkan produksi sebum.

c) Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek

terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama

siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat

menyebabkan acne premenstrual.

8. Diet

Pada penderita yang makan banyak karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat

dipastikan akan terjadi perubahan pada pengeluaran sebum atau komposisinya

karena kelenjar lemak bukan alat pengeluaran lemak yang kita makan.

9. Iklim

Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya acne bertambah hebat pada

musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas.

Bertambah hebatnya acne pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV

melainkan oleh banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan

panas tersebut.

10. Bakteri

Mikroba yang terlibat pada terbentuknya acne adalah Corynebacterium acnes,

Staphilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale.

11. Kosmetika

Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti, bedak dasar (foundation),

pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari (sunscreen), dan krem

6

Page 10: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

malam secara terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu

bentuk acne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa

lesi papulopustular pada pipi dan dagu.

2.5 Patogenesis

Patogenesis acne vulgaris sangat kompleks dipengaruhi banyak

faktor dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting

yang berhubungan dengan terjadinya acne:

1. Kelenjar minyak menjadi besar yaitu hipertropi dengan peningkatan

penghasilan sebum.

2. Hiperkeratosis (kulit menjadi tebal) menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang

cepat dan mengisi ruang folikel polisebaceous dan membentuk plug (epitelium

folikular).

3. Pertumbuhan kuman, Propionibacterium acnes yang cepat (folikel

polisebaceous) yang tersumbat akan memerangkap nutrien dan sebum serta

menggalakkan pertumbuhan kuman.

4. Inflamasi (radang) akibat hasil sampingan kuman Propionibacterium acnes.

Propionibacteria merupakan bakteri gram positif, non motil, sel

berbentuk batang yang pleomorfik, yang memfermentasi gula untuk

menghasilkan asam propionat sebagai produk akhir pada proses

metabolismenya. Propionibacteria acnes merupakan mikroorganisme penghuni

predominan pada area kulit orang dewasa yang kaya akan kelenjar sebasea.

Patogenisitas Propionibacteria diduga disebabkan karena adanya dua hal, yaitu

:

1. Produksi enzim eksoseluler dan produk ekstraseluler bioaktif lainnya,

seperti protease, lipase, lecithinase, hyaluronat lipase, neuramidase,

phospatase, phospolipase, proteinase, dan RNase.

2. Interaksi mikroorganisme dengan sistem imun manusia.

Pada saat pubertas, jumlah P. acnes pada wajah dan pipi penderita acne

meningkat drastis, dan saat dewasa akan menunjukkan jumlah yang

konstan. Penelitian tentang DNA P.acnes yang dilakukan oleh Miura dkk.,

7

Page 11: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

menemukan bahwa pada penderita acne berusia 10-14 tahun didapatkan

jumlah P.acnes di hidung dan dahi yang lebih tinggi secara signifikan

daripada non acne. Namun pada penderita acne berusia lebih dari 15

tahun, tidak didapatkan perbedaan jumlah P.acnes yang signifikan (Miura

dkk., 2010). Berdasarkan observasi yang dilakukan selama ini, diduga P.

acnes berperan secara tidak langsung dalam patogenesis acne dengan

merangsang komedo dan menghasilkan substansi–substansi yang

menyebabkan terjadinya ruptur komedo, sehingga memulai respon

inflamasi.

2.6 Manifestasi klinis

Lesi utama acne adalah mikrokomedo, atau mikrokomedone, yaitu

pelebaran folikel rambut yang mengandung sebum dan P. acnes.

Sedangkan lesi acne lainnya dapat berupa papul, pustul, nodul, dan kista

pada daerah predileksi acne yaitu pada wajah, bahu, dada, punggung, dan

lengan atas. Komedo yang tetap berada di bawah permukaan kulit tampak

sebagai komedo white head, sedangkan komedo yang bagian ujungnya

terbuka pada permukaan kulit disebut komedo black head karena secara

klinis tampak berwarna hitam pada epidermis (Baumann dan Keri, 2009 ;

Sukanto dkk., 2005).

Scar dapat merupakan komplikasi dari acne, baik acne non-

inflamasi maupun inflamasi. Ada empat tipe scar karena acne, yaitu : scar

icepick, rolling, boxcar, dan hipertropik. Scar icepick adalah scar yang

dalam dan sempit, dengan bagian terluasnya berada pada permukaan kulit

dan semakin meruncing menuju satu titik ke dalam dermis. Scar rolling

adalah scar yang dangkal, luas, dan tampak memiliki undulasi. Scar

boxcar adalah scar yang luas dan berbatas tegas. Tidak seperti scar

icepick, lebar permukaan dan dasar scar boxcar adalah sama. Pada

beberapa kejadian yang jarang, terutama pada truncus, scar yang terbentuk

dapat berupa scar hipertropik (Zaenglein dkk., 2008).

8

Page 12: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

2.7 Klasifikasi acne

Selama ini, tidak terdapat standar internasional untuk

pengelompokan dan sistem grading acne. Hal ini tidak jarang

menimbulkan kesulitan dalam pengelompokan acne. Saat ini, terdapat

lebih dari 20 metode berbeda yang digunakan untuk mengklasifikasikan

tingkat keparahan acne.

Klasifikasi acne yang paling ‘tua’ adalah klasifikasi oleh Pillsburry

pada tahun 1956, yang mengelompokkan acne menjadi 4 skala

berdasarkan perkiraan jumlah dan tipe lesi, serta luas keterlibatan kulit

(Barratt dkk., 2009). Klasifikasi lainnya oleh Plewig dan Kligman, yang

mengelompokkan acne vulgaris menjadi :

1. Acne komedonal

a. Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah

b. Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah

c. Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah

d. Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah

2. Acne papulopustul

a. Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah

b. Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah

c. Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah

d. Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah

3. Acne konglobata

Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 yang mengelompokkan

acne menjadi tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 (Wasitaatmadja, 2010)

Selain itu, di bawah ini juga termasuk dalam perbedaan jenis jerawat:

9

Page 13: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

1. Jerawat pada bayi yang baru lahir (newborn acne): Jerawat jenis ini menyerang

sekitar 20 persen bayi yang baru lahir dan tergolong jerawat ringan.

2. Jerawat pada bayi (infantile acne): Bayi berumur 3–6 bulan juga ditumbuhi

jerawat, dan akan tumbuh kembali pada saat ia beranjak remaja.

3. Jerawat vulgaris (acne vulgaris): Jerawat jenis ini adalah yang paling umum

terjadi pada remaja dan kaum muda yang beranjak dewasa, sekitar 12 – 24

tahun.

4. Jerawat konglobata (cystic acne): Jerawat jenis ini terjadi pada kaum pria muda,

tergolong serius namun jarang terjadi.

2.8 Diagnosis

Diagnosis acne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi

pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan komedo, baik komedo terbuka maupun

komedo tertutup. Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis

acne vulgaris. Selain itu, dapat pula ditemukan papul, pustul, nodul, dan

kista pada daerah – daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar

lemak. Secara umum, pemeriksaan laboratorium bukan merupakan

indikasi untuk penderita acne vulgaris, kecuali jika dicurigai adanya

hiperandrogenism (Zaenglein dkk., 2008).

2.9 Pengobatan

2.9.1 Terapi farmakologi acne

Penanganan untuk jerawat bergantung pada tipe luka dan tingkat

keparahan.

Mild Acne biasanya ditangani dengan retinoid topikal saja atau antimikroba

topikal, asam salisilat, dan asam azalea

Moderate acne dapat ditangani dengan retinoid topikal dengan kombinasi

dengan antibiotik oral dan jika diperlukan menggunakan benzoil peroksida.

Severe acne ditangani oleh isotretinoin oral.

10

Page 14: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Berikut adalah alogaritma untuk penanganan acne:

(Wells et al., 2009)

Farmakoterapi Topikal (Wells et al., 2009):

1. Benzoil Peroksida

Benzoil peroksida dapat digunakan untuk menangani inflamasi akibat jerawat

yang merupakan antibakteri non-antibiotik dengan bekerja secara bakteriostatik

melawan P.acnes. Benzoil peroksida bekerja dengan membebaskan radikal

bebas oksigen yang akan mengoksidasi protein bakteri. Sediaan benzoil

peroksida dapat berupa losion, krim, sabun gel dengan berbagai macam

11

Page 15: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

konsentrasi mulai dari 1 hingga 10%. Konsentrasi 10% tidak lebih efektif

namun lebih mengiritasi. Untuk mengurangi iritasi formulasi yang dibuat

biasanya sekitar 2,5% kadar rendah dan ditingkatkan baik kadar ataupun

frekuensi pemakaian. Pasien sebaiknya diberikan edukasi terkait penggunaan,

sebagai contoh, untuk kulit kering penggunaannya tidak boleh lebih dari dua

kali sehari untuk meminimalisir iritasi, sementara untuk kulit yang lembab dan

lebih sensitif digunakan 30 menit sebelum mandi. Efek samping pemakaian

obat ini adalah kering, iritasi, kontak alergi.

2. Tretinoin

Tretinoin (retinoid: vitamin A topikal) adalah agen komedolitik yang

meningkatkan permeabilitas sel dan dinding folikel serta menurunkan

tegangan permukaan sel sehingga menghilangkan komedo dan menghambat

pembentukan komedo yang baru. Tretinoin tersedia dalam 0,05% larutan

(mengiritasi), 0,01 % dan 0,025% gel, serta 0,025% 0,05% dan 0,1% krim

(sedikit mengiritasi). Krim 0,025% direkomendasikan untuk mild acne pada

kulit sensitif dan tidak berminyak. Gel 0,01% juga direkomendasikan untuk

moderate acne pada kulit yang mudah teriritasi dan berminyak, serta gel

0,025% untuk moderate acne pada kulit non sensitif dan berminyak. Pasien

harus diedukasi terkait pemakaian seperti untuk kulit kering digunakan 30

menit setelah mandi untuk meminimalisir timbulnya iritasi. Efek samping yang

dapat ditimbulkan adalah iritasi kulit, eritema, peningkatan sensitifitas terhadap

paparan matahari, angin dan berbagai iritan lain.

3. Adapalene

Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid dengan aktifitas sebagai

komedolitik, keratolitik, dan aktivitas antiinflamasi. Tersedia sebagai gel 0,1%,

krim, dan larutan alkohol serta gel 0.3%. Adapalene diindikasikan untuk mild

acne hingga moderate acne.

4. Tazarotene

Tazarotene adalah retinoid asetalenik sintetis yang diubah menjadi bentuk aktif

asam tazarotenik setelah pemakaian topikal. Biasanya digunakan untuk

menangani mild acne hingga moderate acne dan memiliki sifat komedolitik,

12

Page 16: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

keratolitik, dan aktivtas antiinflamasi. Tersedia dalam gel atau krim 0.05% dan

0.1%.

5. Eritromisin

Eritomisisn pada konsentrasi 1% hinga 4% dengan atau tanpa zink efektif

melawan inflamasi jerawat. Produk kombinasi zink dapat meningkatkan

penetrasi dari eritromisin kedalam unit pilosebaseous. Formulasi topikal

eritromisin tersedia dalam bentuk gel, losion, larutan, dan disposable pads

yang biasanya digunakan dua kali sehari. Untuk mengurangi resistensi P.acnes

digunakan terapi kombinasi dengan benzoil peroksida.

6. Klindamisin

Klindamisin menghambat P.acnes dan merupakan komedolitik serta memiliki

aktivitas antiinflamasi. sediaan tersedia gel, larutan, losion, dan foam dengan

konsentrasi 1% hingga 2% dan biasanya digunakan dua kali sehari. Kombinasi

dengan benzoil peroksida akan meningkatkan efikasi.

7. Asam azalea

Asam azalea memiliki aktivitas antiinflamasi, antibakteri serta agen

komedolitik. Asam azalea digunakan pada mild acne hingga moderate acne.

Asam azalea juga digunakan untuk post inflamasi hiperpegmentasi karena

memiliki sifat mencerahkan kulit. Tersedia dalam krim 20% dan gel 15% yang

sering digunakan sebanyak dua kali sehari pada kulit kering.

8. Asam salisilat, sulfur, dan Resorsinol

Asam salisilat, sulfur, dan Resorsinol adalah second-line terapi topikal yang

memiliki sifat keratolitik dan agen antibakteri yang ringan. Asam salisilat

bersifat sebagai komedolitik dan antiinflamasi. Keratolitik lebih tidak

mengiritasi dibandingkan dengan benzoil peroksida dan tretinoin . Namun

aktivitasnya tidak lebih baik sebagai komedolitik.

Farmakoterpai Sistemik (Wells et al., 2009):

1. Isotretinoin

Isotretinoin (Accutane) menurunkan produksi kelenjar sebasea, merubah

komposisi sebum dan menghambat pertumbuhan bakeri P.acnes di folikel serta

menghambat inflamasi dan merubah pola keratinisasi di dalam folikel.

13

Page 17: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Pengobatan ini dilakukan untuk severe acne atau jerawat yang cukup parah,

dan dapat digunakan pada pasien yang gagal dalam terapi konvensional atau

pada penderita jerawat kambuh kronik.

Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg/kg BB/ hari. Obat ini termasuk

teratogenik sehingga kontrasepsi harus diberikan satu bulan sebelum terapi

pada pasien wanita dan dilanjutkan selama terapi sampai 3 bulan setelah terapi

selesai.

Antibakteri Oral (Wells et al., 2009):

1. Eritromisin

Eritromisin memiliki efikasi yang sama dengan tetrasiklin, tetapi menginduksi

resistensi bakteri lebih besar dibandingkan dengan tetrasiklin. Eritromisin

dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan antibiotik sistemik, tetapi

tidak memiliki toleransi terhadap tetrasiklin. Dosis lazimnya adalah 1 g/hari

diminum saat makan untuk menghindari intoleransi gastrointestinal

2. Azitromisin

Merupakan antibiotik yang aman dan merupakan alternatif untuk mengatasi

moderate acne hingga severe acne.

3. Tetrasiklin

Tetrasiklin menghambat pertumbuhan P.acnes dengan mengurangi jumlah

keratin pada kelenjar sebasea dan memiliki aktivitas antiinflamasi dengan

menghambat kemotaksis, fagositosis, aktifasi komplemen, dan imunitas yang

dimediai oleh sel. Efek samping yang dapat timbul yaitu hepatotoksis, infeksi

silang oleh kandidiasis serta gigi kecoklatan pada bayi serta menghambat

pertumbuhan skeletal pada fetus.

4. Trimethoprim-Sulfamethoxazole

Trimethoprim-Sulfamethoxazole merupakan second-line terapi yang digunakan

pada pasien yang tidak toleran terhadap tetrasiklin dan eritromisin atau apabila

kedua antibitotik tersebut resisten. Dosis lazim Trimethoprim-

Sulfamethoxazole adalah 800mg sulfomethoxazole dan 160 mg trimethoprim

dua kali sehari.

5. Klindamisin

14

Page 18: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Klindamisin jarang digunakan akibat efek samping berupa diare dan risiko

pseudomembran mukolitis

Kontraseptif oral (Wells et al., 2009)

Kontraseptif oral mengandung estrogen dan progestin yang digunakan sebagai

terapi alternatif untuk moderate acne pada wanita. Kontraseptif oral yang kini

disetujui FDA untuk indikasi ini meliputi, norgestimat dengan etinil estradiol, dan

noretindron asetat dengan etinil estradiol.

2.9.2 Terapi Herbal Acne

Dibawah ini merupakan tanaman-tanaman yang dapat digunakan

sebagai pengobatan herbal untuk jerawat:

15

Page 19: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

2.9.3 Terapi Nonfarmakologi Acne

Adapun terapi non farmakologi yang dapat disarankan kepada

pasien adalah sebagai berikut:

1. Pasien harus diyakinkan bahwa jerawat bukanlah merupakan penyakit karena

kebersihan yang buruk.

2. Direkomendasikan untuk membersihkan daerah yang terkena jerawat dua

sampai tiga kali sehari. Dapat menggunakan sabun antibakteri atau pembersih

ringan untuk mengurangi keparahan kondisi kulit. Tidak membiarkan

keringat terlalu lama kontak dengan kulit, tetapi harus dicuci sesegera

mungkin.

3. Mencuci wajah secara berlebihan tidak perlu dilakukan sebab tidak membuka

atau membersihkan pori dan mungkin berdampak pada iritasi kulit.

4. Pasien harus disarankan untuk menghindari gaya rambut yang rambut

tersebut terus menyentuh wajah, dan untuk keramas secara teratur.

5. Jangan menggosok jerawat dengan kuat karena akan memperburuk jerawat

dan hindari "picking" yang dapat menyebabkan trauma, infeksi sekunder dan

jaringan parut. Expressors komedo (blackhead removers) dapat digunakan

untuk membersihan jerawat dan komedo dengan memaparkan kulit dengan

uap terlebih dahulu.

6. Sinar matahari alami dianggap membantu dalam mengurangi jerawat, tetapi

over exposure harus dihindari.

7. Meskipun bakteri jerawat dapat dibunuh oleh cahaya, dan jerawat membaik

setelah paparan sinar matahari, pasien harus diberitahu bahwa penggunaan

lampu matahari harus dihindari karena risiko karsinogenesis.

8. Hindari paparan bahan kimia minyak bumi dan debu batubara.

9. Pasien harus menghindari kosmetik berminyak dan menggunakan pelembab

berbasis air. Mereka juga harus menghindari menggunakan hairspray.

Disarankan untuk menghindari penggunaan make-up yang berat dan

16

Page 20: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

menggunakan make-up yang diberi label "non-comedogenic", "bebas minyak"

atau "acne-friendly ".

10. Pembatasan diet (baik makanan tertentu atau kelas makanan) belum terbukti

bermanfaat dalam pengobatan jerawat.

11. Tidak ada bukti bahwa makanan berlemak dan cokelat menyebabkan jerawat.

12. Hindari makanan manis, kopi, dan minuman berkarbonasi dan hentikan

merokok.

13. Tubuh yang sehat, diet seimbang dengan konsumsi banyak air, dan olahraga

teratur serta tidur yang cukup.

14. Memakai pakaian katun lembut untuk mengurangi rasa gatal dan iritasi

jerawat di punggung dan pundak. Juga, mandi segera setelah latihan.

15. Gunakan sarung bantal yang bersih setiap malam sampai kondisi membaik.

16. Terapi herbal telah digunakan untuk mengobati jerawat. Meskipun produk ini

tampaknya ditoleransi dengan baik, namun data masih terbatas mengenai

keamanan dan kemanjuran.

2.9.4 Swamedikasi untuk acne

Berikut ini adalah tips untuk menangani dan menghindari

munculnya jerawat:

1. Bersihkan wajah dengan produk kulit alami setiap pagi dan malam untuk

menghilangkan sel-sel mati dan membuka pori-pori yang tersumbat.

2. Jangan menyentuh jerawat dengan menggunakan tangan.

3. Jangan menggunakan make-up berbasis minyak. Gunakan produk berbasis air

untuk menghindari penyumbatan pori-pori.

4. Makan makanan yang sehat dengan memperbanyak konsumsi buah dan

sayur, serta banyak minum air putih.

5. Olahraga teratur dan tidur yang cukup sangat penting untuk kulit yang sehat.

6. Mengurangi tingkat stres jika mungkin, karena stres dapat menyebabkan

peningkatan jerawat.

7. Hindari konsumsi makanan manis, makanan beryodium, kopi, minuman

berkarbonasi.

17

Page 21: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

8. Kenakan pakaian katun lembut agar menghindari terjadinya gatal dan iritasi

jerawat di punggung dan bahu.

9. Gunakan sarung bantal bersih.

10. Jika menggunakan terapi farmakologi, maka dapat menggunakan algoritma

penanganan acne untuk memilih pengobatan yang tepat.

11. Selain terapi farmakologi menggunakan obat konvensional, bisa juga

dilakukan pengobatan acne melalui pengobatan herbal. Berikut ini adalah

beberapa contoh cara pengobatan dan penanganan acne menggunakan herbal:

a. Belimbing Wuluh ( Averhoa bilimbi)

Cara 1:

Bahan: 3 buah belimbing wuluh dan garam secukupnya.

Cara membuat: Buah belimbing diparut kemudian kedua bahan tersebut

dicampur secara merata

Cara menggunakan: Digunakan sebagai bedak pada bagian wajah yang

berjerawat

Cara 2:

Buah belimbing wuluh secukupnya dicuci lalu ditumbuk halus, diremas

dengan air garam seperlunya, untuk menggosok muka yang berjerawat.

Lakukan 3 kali sehari (Nadra, 2011).

b. Bawang Putih

- Untuk mengatasi jerawat yang sedang memerah

Parut atau haluskan satu siung bawang putih dan campur dengan madu

secukupnya. Sebelum berangkat tidur, oleskan dan diamkan beberapa

menit pada daerah wajah yang berjerawat. Lakukan secara rutin hingga

terbebas dari jerawat.

- Perawatan untuk mempercepat keringnya jerawat

Caranya, kupas dan cucilah bawang putih, kemudian potonglah menjadi

dua bagian. Olesi jerawat dengan potongan bawang putih tersebut

(Surtiningsih, 2005).

c. Mentimun

18

Page 22: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Siapkan mentimun segar, iris tipis. Tempelkan irisan mentimun di bagian

kulit wajah yang berjerawat selama 15-20 menit. Basuh wajah dengan air

mineral dan ulangi 3-4 kali sehari sampai jerawat menghilang

(Surtiningsih, 2005).

d. Masker untuk menghilangkan jerawat

Bahan: - ½ buah apel

- ½ buah jeruk lemon yang diperas airnya

- Beberapa tangkai seledri

Cara membuat masker: Blender apel dan beberapa tangkai seledri, lalu

tambahkan perasan air jeruk lemon. Oleskan masker tersebut pada jerawat.

Diamkan hingga mengering. Lalu bilas bersih. Seledri bermanfaat untuk

membantu mengurangi pembengkakan jerawat (Surtiningsih, 2005).

e. Perawatan untuk mengatasi bekas jerawat

Cuka apel (Apple cider vinegar) dapat digunakan untuk mengatasi bekas

jerawat lama. Karena kondisi kulit setiap orang berbeda, sebelum

mencobanya ke wajah, coba dulu sedikit pada bagian leher untuk

mengetahui reaksi kulit anda. Jika kulit anda tidak menunjukan reaksi

alergi, lakukan perawatan dengan cara berikut: Celupkan kapas ke dalam

cuka apel lalu oleskan ke wajah. Hindari daerah sekitar mata. Diamkan

selama 30 menit. Bilas dengan air dingin (Surtiningsih, 2005).

19

Page 23: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

BAB III

STUDI KASUS

S.R adalah remaja berusia 16 tahun yang masih duduk di bangku SMA dan ingin

bekerja sebagai penasihat kemah musim panas namun memiliki masalah pada

persyaratan fisik pekerjaan tersebut sehingga ia berobat ke klinik. Perawat

menemukan jerawat dan menanyakan apakah itu mengganggu bagi dirinya. S.R

menjawab bahwa jerawat tersebut sangat mengganggu sejak 3 tahun yang lalu.

Dia menceritakan bahwa jerawat tersebut tumbuh bertahap, memiliki bermacam-

macam tingkat keparahan, memburuk ketika menstruasi dan tidak pernah berhasil

dihilangkan. Dia mengatakan bahwa foto dirinya pada buku tahunan

mengecewakan (karena ada jerawat) dan merasa rendah diri karena hal tersebut.

Dia mencoba obat (yang dijual bebas; OTC) yakni benzoil peroksida (BP) 5%

dalam bentuk gel dan ia gunakan sebanyak ia mencuci muka dengan produk

pembersih (pencuci muka) namun tidak ada perkembangan. S.R kemudian

mengikuti saran ibunya untuk mengurangi kunsumsi coklat dan gorengan namun

hasilnya tetap nihil. Dia memiliki nilai PAP yang normal dan tes well-woman 3

bulan terakhir. Dia diberi obat norgestimate/etinil estradiol namun tidak

dikonsumsi karena takut akan menambah keparahan jerawatnya dan menaikkan

berat badannya. Berhubungan dengan tes yang diikuti, siklus menstruasi hasilnya

normal dan review sistem endokrin hasilnya negatif. Dia tidak mengonsumsi obat

apapun dan mengaku tidak memiliki alergi. Hasil fisik menunjukkan bahwa dia

memiliki 15 komedo yang terbuka dan tertutup, 10 papula, dan 5 pustula pada

setengah bagian wajah termasuk dahi, pipi dan dagu. Tidak ada nodul atau kista.

ANALISIS

SUBJECTIVE :

Jerawat mengganggu S.R sejak 3 tahun yang lalu. Jerawat tersebut tumbuh

bertahap, memiliki bermacam-macam tingkat keparahan, memburuk ketika

menstruasi dan tidak pernah berhasil dihilangkan. Jerawat membuat ia menjadi

rendah diri dan kurang percaya diri. Pernah mencoba obat BP gel 5% namun tidak

20

Page 24: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

berhasil. Sudah mengurangi konsumsi coklat dan gorengan juga tidak berhasil.

Mengaku tidak memiliki alergi.

OBJECTIVE :

Nilai PAP normal dan tes well-woman juga normal. Siklus menstruasi normal.

Hasil fisik menunjukkan pada setengah bagian wajah termasuk dahi, pipi dan

dagu terdapat 15 komedo yang terbuka dan tertutup, 10 papula, dan 5 pustula.

Tidak ada nodul atau kista.

ASSESSMENT :

S.R diberi obat norgestimate/etinil estradiol sebagai obat kontrasepsi oral

mengobati indikasi jerawat (acne), namun tidak dikonsumsi karena ketakutan

akan kenaikan berat badan dan memperparah acne.

PLAN :

Pilihan Pengobatan

Kunci untuk kesuksesan pengobatan jerawat adalah rencana yang

efektif, pengelolaan, dan terjangkau dengan pasien. Hal ini sangat penting

untuk praremaja dan remaja, yang memiliki kesulitan memenuhi rencana

jangka panjang. Pilihan pengobatan yang dapat dilakukan untuk acne

vulgaris termasuk agen topikal, antibiotik sistemik, agen hormonal, dan

isotretinoin (Strauss et al., 2007).

1. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal menargetkan jerawat ringan sampai sedang, yang

mencakup bentuk inflamasi dan non inflamasi. Menurut Pedoman

American Academy of Dermatology, pengobatan topikal yang efektif,

antara lain:

a. Retinoid

b. BP

c. Kombinasi BP dengan klindamisin atau eritromisin.

21

Page 25: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Antibiotik topikal merupakan pengobatan yang efektif tetapi seperti

antibiotik sistemik yang berhubungan dengan terjadinya resistensi. Pilihan

yang kurang efektif termasuk asam salisilat, azelaic acid, sulfur,

resorsinol, sodium sulfacetamide, aluminium klorida, dan zinc. Aplikasi

bersama dari beberapa agen topikal bisa efektif, namun beberapa agen

topikal tidak bisa diterapkan secara bersamaan kecuali kompatibel.

Beberapa penjelasan mengenai pengobatan topikal dapat dilihat di bawah

ini.

BP oxidizes dan sinar matahari merusak retinoid topikal. Namun, hal ini tidak

benar untuk adapalene (retinoid topikal generasi kedua) atau formulasi

mikrosfer tretinoin.

Produk dengan klindamisin topikal atau oral kontraindikasi pada pasien dengan

riwayat enteritis regional, kolitis ulserativa, atau kolitis terkait antibiotik.

Retinoid topikal (tretinoin, adapalene, dan tazarotene) mengembalikan

deskuamasi abnormal dan mengganggu pembentukan microcomedone.

Retinoid topikal saja diindikasikan untuk jerawat non inflamasi.

Adapalene merupakan alternatif yang kurang mengiritasi untuk tretinoin

topikal.

Tazarotene, retinoid lini kedua teratogen (kehamilan kategori x) dan dilarang

untuk digunakan pada wanita yang berpotensial child-bearing (Bershad, 2008).

Benzoil peroksida, agen bakterisida topikal tersedia dalam berbagai formulasi

dan konsentrasi merupakan inhibitor poten dari P. acnes dan keratolitik lemah.

Sifat oksidatornya dapat memutihkan rambut dan kain berwarna.

Antibakteri topikal lain adalah dapsone (Aczone®).

Antibiotik topikal memberikan manfaat efek samping yang minimal. Namun,

karena potensi resisten untuk P. acnes, mereka lebih berguna bila digunakan

dalam kombinasi dengan BP, karena BP telah terbukti untuk meminimalkan

resistensi antibiotik.

2. Pengobatan Sistemik

22

Page 26: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Antibiotik sistemik diindikasikan untuk kasus sedang sampai berat

dan bentuk pengobatan resisten jerawat inflamasi. Antibiotik yang paling

sering diresepkan untuk jerawat antara lain :

a. Tetrasiklin

b. Eritromisin

c. Klindamisin

d. Doksisiklin

e. Minosiklin

Antibiotik sistemik semakin terkait dengan resistensi bakteri.

Pedoman pengobatan menunjukkan bahwa minosiklin lebih efektif

daripada doksisiklin. Keduanya lebih mujarab dibandingkan tetrasiklin.

Eritromisin oral harus digunakan hanya ketika tetrasiklin tidak dapat

digunakan, seperti pada kehamilan atau dengan alergi. Ketika antibiotik

lainnya tidak dapat digunakan, trimethoprim-sulfamethoxazole bisa

menjadi alternatif yang efektif. Penggunaan antibiotik oral (misalnya,

tetrasiklin, doksisiklin, eritromisin, azitromisin) biasanya terkait dengan

iritasi gastrointestinal. Penggunaan jangka panjang antibiotik oral juga

dapat menyebabkan kandidiasis vaginal pada wanita. Doksisiklin

cenderung lebih menginduksi reaksi fotosensitivitas daripada antibiotik

lainnya yang diresepkan pada umumnya. Minosiklin lebih menginduksi

reaksi hipersensitivitas daripada doksisiklin, walaupun ini jarang terjadi.

Penggunaan jangka panjang dari minosiklin dapat menyebabkan

hiperpigmentasi kulit.

3. Agen Hormonal

Agen hormonal merupakan alternatif untuk wanita dengan jerawat

dan termasuk kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan

spironolactone anti-androgen dan cyproterone asetat oral. Terapi

hormonal mengurangi produksi sebum yang disebabkan oleh stimulasi

berlebih androgenik dan penurunan respon androgen kelenjar sebaceous.

Jangka pendek dosis rendah terapi kortikosteroid oral dapat memberikan

23

Page 27: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

manfaat sementara untuk jerawat inflamasi parah dan adrenal

hyperandrogenism.

4. Isotretinoin

Isotretinoin diindikasikan untuk reserve recalcitrant nodular acne

dan pada beberapa pasien dengan treatment-resistant acne yang dihasilkan

dalam physical scarring. Isotretinoin adalah satu-satunya agen sistemik

yang memiliki aksi anti-inflamasi, menghambat produksi sebum, dan

dampak deskuamasi folikular. Seseorang yang menggunakan pengobatan

isotretinoin telah dilaporkan mengalami gangguan mood, depresi,

keinginan bunuh diri, dan upaya bunuh diri, tapi tidak ada penyebab yang

telah ditetapkan. Karena isotretinoin adalah teratogen, pasien wanita

potensial child-bearing dapat diobati dengan isotretinoin hanya jika

mereka berpartisipasi dalam program pencegahan dan manajemen

kehamilan yang disetujui yang dikenal sebagai iPLEDGETM. Pasien pria

dan wanita yang keduanya menerima isotretinoin harus mendaftar dengan

program ini. Program iPLEDGE adalah program manajemen risiko

berbasis komputer yang dirancang untuk menghilangkan paparan janin

untuk isotretinoin melalui program distribusi khusus yang disetujui oleh

US Food and Drug Administration (FDA). Tujuan program ini adalah

untuk memastikan bahwa tidak ada pasien wanita mulai terapi isotretinoin

jika hamil atau menjadi hamil saat menerima terapi isotretinoin (Jones,

2007).

Pengobatan lain meliputi suntikan kortikosteroid intralesional. Data

terbatas mengenai penggunaan chemical peels, penghilangan komedo, dan

agen herbal, dan pembatasan diet.

Decision Point: Apa Rencana Pengobatan yang tepat untuk pasien tersebut?

Karena pasien memiliki lesi inflamasi dan non inflamasi, pendekatan

lini pertama yang bijaksana akan menargetkan kedua jenis. Pasien sudah

mencoba BP over-the-counter tanpa perbaikan, meningkatkan BP dari 5%

24

Page 28: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

sampai 10% ternyata tidak dapat mengobati jerawat inflamasi dan dapat

mengeringkan kulit serta mengiritasi kulit. Beberapa penjelasan mengenai

rencana pengobatan antara lain :

a. Retinoid topikal memainkan peran penting dalam pengobatan jerawat ringan

sampai sedang dengan mencegah pembentukan microcomedone dan

menghambat inflamasi. Namun, salah satu kelemahan dari retinoid topikal

adalah eksaserbasi jerawat dalam minggu pertama administrasi yang mungkin

tidak bisa diterima seorang gadis 16 tahun.

b. Antibiotik topikal klindamisin dan eritromisin diindikasikan untuk jerawat

inflamasi dan bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Keduanya

tersedia sebagai agen tunggal atau dalam produk kombinasi. Klindamisin

tersedia dalam kombinasi tetap dengan tretinoin atau BP (0,25% tretinoin /

1,2% klindamisin, 5% BP / 1% klindamisin, 2,5% BP / 1,2% klindamisin).

Eritromisin tersedia dalam kombinasi tetap dengan 5% BP. Antibiotik topikal

tersebut lebih efektif sebagai produk kombinasi daripada sebagai agen tunggal.

Hal terpenting, penambahan BP meminimalkan resistensi antibiotik.

c. Rekomendasi Global Alliance to Improve Outcomes in Acne menganjurkan

serangan bersama pada lebih dari satu faktor patogen. Tidak ada agen topikal

tunggal yang menargetkan beberapa mekanisme patogen.

d. Retinoid topikal adalah pengobatan pilihan untuk jerawat comedonal ringan.

Untuk jerawat sedang, menambahkan retinoid topikal untuk produk kombinasi

BP/antibiotik topikal mempercepat clearance lesi inflamasi. Antibiotik oral

dikombinasikan dengan retinoid topikal yang sesuai untuk jerawat sedang

sampai berat.

e. Perawatan sistemik seperti antibiotik oral akan mengurangi papulopustular

acne tapi mungkin bukan terapi lini pertama yang paling tepat untuk

dipertimbangkan dengan tidak adanya nodul, cysts, atau scarring. Tetrasiklin

oral tidak ideal untuk pasien karena jika dia menerima kontrasepsi oral, terapi

antibiotik oral yang kemungkinan dapat mengganggu efektivitas kontrasepsi.

Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik oral, terutama

potensi kandidiasis vaginal, dapat menjadi masalah pada wanita.

25

Page 29: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Seleksi Pengobatan

Mengingat keparahan jerawat pasien adalah sedang, pengobatan

farmakologi yang paling tepat baginya yaitu retinoid topikal dengan

produk kombinasi BP dengan klindamisin atau eritromisin topikal. Produk

kombinasi gel BP / eritromisin harus dilarutkan dengan 70% etil alkohol

sebelum dikeluarkan, disimpan dalam lemari es, dan dibuang setelah 3

bulan. Akses pendingin akan menjadi masalah bagi pasien ini selama

musim panas dan kemungkinan akan memiliki efek negatif pada

kepatuhan. Sebagai hasilnya, gel BP / eritromisin tidak ideal untuknya.

Efek samping yang paling umum dari retinoid dan BP topikal adalah iritasi

kulit, eritema, pengelupasan, dan kekeringan. Pilihan yang tepat dari

retinoid dan BP yang mengandung pengobatan dapat membantu untuk

meminimalkan efek ini. Adapalene gel 0,1% dalam kombinasi dengan

BP / klindamisin dilaporkan memiliki iritasi kumulatif terendah. Oleh

karena itu, rejimen farmakologis yang ideal yaitu :

a. Adapalene gel 0,1% setiap hari saat tidur yang diaplikasikan seukuran

kacang.

b. Produk kombinasi tetap BP 5% dan klindamisin 1%.

Produk kombinasi ini dapat disimpan pada suhu kamar dan kombinasi

tersebut tidak memerlukan rekonstitusi. Rejimen ini memperlakukan

beberapa faktor patogen acne vulgaris secara bersamaan, dapat menurunkan

insiden resisten P. acnes, dan sangat efektif untuk jerawat ringan sampai

sedang. Kombinasi BP 5% dan 1% klindamisin dapat digunakan pagi hari dan

saat tidur. Pada pagi hari, pasien harus mencuci muka dan menerapkan

kombinasi BP 5% dan klindamisin 1% setelah kulit dibilas dengan air hangat

dan dikeringkan. Kosmetik nonmedicated dapat diterapkan 1 jam kemudian.

Awalnya, BP / klindamisin harus digunakan dua kali sehari namun dapat

dikurangi menjadi satu kali sehari jika terjadi iritasi kulit. Selain itu,

menyederhanakan rejimen juga meningkatkan kepatuhan dari pasien. Dalam

uji klinis dari jerawat ringan sampai sedang, efektivitas topikal 5% BP dan

26

Page 30: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

1% klindamisin sekali atau dua kali sehari dalam pengurangan jumlah lesi

inflamasi melampaui BP dan klindamisin yang diaplikasikan sendiri atau

tretinoin yang ditambah klindamisin.

c. Pasien juga memiliki kandidat pengobatan yaitu terapi hormonal.

FDA telah menyetujui dua kontrasepsi oral untuk pengobatan jerawat

yaitu norgestimat-etinil estradiol, dan noretindron asetat-etinil estradiol. Ini

mengatur androgen dengan mencegah kenaikan progesteron cyclical.

Kontrasepsi oral ini dapat diadministrasikan malam hari pada waktu tidur.

Dengan izin pasien, alasan untuk menggunakan kontrasepsi oral dapat

dijelaskan kepada orang tua. Menulis indikasi medis tertentu pada resep dapat

meminimalkan potensi ketidaknyamanan pasien di apotek.

d. Penggunaan pembersih kulit yang lembut dengan pH sedikit asam dan

surfaktan nonionik (misalnya, Neutrogena® atau mirip cairan pembersih

wajah) dan menghindari sabun alkali karena dapat meningkatkan tingkat P.

Acnes.

e. Direkomendasikan penggunaan pelembab

Penggunaan pelembab direkomendasikan karena peningkatan hidrasi

kulit dapat meningkatkan penetrasi agen topikal. Paparan sinar matahari harus

diminimalkan, pasien harus disarankan untuk menghindari tanning bed, untuk

menggunakan produk tabir surya dengan rating SPF 15 atau lebih tinggi, dan

memakai topi bertepi lebar.

f. Merekomendasikan untuk menghilangkan prasangka mitos tentang jerawat.

Beberapa mitos mungkin menyalahkan remaja dan memperburuk

dampak psikososial. Dampak psikososial jerawat tidak boleh diabaikan

karena adanya dampak psikososial jerawat yang ringan bisa jadi parah.

KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI

Sebelum seorang Apoteker memberikan informasi obat untuk pasien yang

melakukan pengobatan secara swamedikasi atau pengobatan melalui resep dokter,

maka apoteker harus bertanya dan memastikan beberapa informasi terkait dengan

pasien:

27

Page 31: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

a. Pasien yang akan mendapatkan obat adalah benar pasien perempuan berinisial

S.R berumur 16 tahun.

b. Gejala yang dialami pasien adalah jerawat yang mengganggu pada wajah

selama 3 tahun ke belakang, yang akan memburuk saat menstruasi. Apoteker

dapat melihat pada setengah bagian wajah pasien (termasuk dahi, pipi, dagu)

terdapat 15 komedo yang tebuka atau tertutup, 10 papula, dan 5 pustula. Tidak

ada nodula atau kista pada wajah.

c. Apoteker harus mengetahui tindakan yang sudah dilakukan pasien. Pasien telah

melakukan swamedikasi dengan menggunakan gel yang mengandung 5%

benzoil peroksida (BP), serta menggunakan berbagai produk pembersih muka.

d. Apoteker harus mengetahui efek yang terjadi setelah pasien melakukan

tindakan untuk mengatasi jerawatnya. Tindakan yang sudah dilakukan pasien

ternyata tidak dapat membersihkan jerawat secara sempurna.

Selanjutnya, informasi obat yang harus diberikan kepada pasien

terkait swamedikasi yang baru untuk mengatasi jerawatnya adalah:

a. Nama obat dan kekuatannya.

1. Adapalene gel 0,1% (retinoid topikal).

2. Krim yang mengandung kombinasi Benzoil Peroksida (BP) 5% dan

Klindamisin 1%.

b. Indikasi dan aturan pakai.

1. Adapalene gel 0,1%: untuk mengatasi komedo. Digunakan 1 kali sehari

sebelum tidur.

2. Krim yang mengandung kombinasi Benzoil Peroksida (BP) 5% dan

Klindamisin 1%: untuk membunuh bakteri penyebab jerawat

(Propionibacterium acnes) dan mengurangi inflamasi/pembengkakan pada

jerawat. Digunakan 2 kali sehari (saat pagi hari sebelum beraktivitas dan

saat sebelum tidur).

c. Cara penggunaan.

Setelah pasien mencuci muka di pagi hari dengan menggunakan air hangat,

wajah dikeringkan, kemudian digunakan krim kombinasi BP 5% dan

klindamisin 1%. Kosmetik dapat digunakan 1 jam setelah penggunaan krim.

28

Page 32: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Kemudian sebelum pasien tidur, pasien perlu menggunakan gel adapelen 0,1%

dan krim BP/klindamisin. Penggunaan gel adapelene tidak melebihi ukuran

kacang (hanya digunakan pada bagian jerawat).

d. Lama penggunaan obat.

Obat dapat digunakan selama 2 minggu hingga 8 minggu (McKeage &

Keating, 2008).

e. Hal yang harus dilakukan jika lupa menggunakan obat.

Pasien tidak perlu menggunakan obat jika waktu penggunaan obat yang kedua

sudah dekat. Pasien dapat menggunakan obatnya dalam keadaan wajah bersih

dari debu dan kosmetik.

f. Mekanisme kerja obat.

1. Gel adapelen 0,1%: mencegah pembentukan mikrokomedo dengan cara

menormalisasi pori-pori yang tersumbat, sehingga menghindari

terbentuknya lesi baru. Gel ini juga dapat menghambat terjadinya inflamasi

(Baldwin, 2006).

2. Krim BP/klindamisin: menghambat inflamasi jerawat, serta menghambat

sintesis protein bakteri sehingga bakteri akan terbunuh sempurna.

Kombinasi BP dan klindamisin dapat menghindari terjadinya resistensi

antibiotik (Berson et al., 2003).

g. Efek pada gaya hidup.

Pasien tetap diperbolehkan mengkonsumsi coklat, makanan yang digoreng, dan

makanan dengan kadar gula tinggi, karena makanan-makanan tersebut tidak

memiliki bukti hubungan yang jelas dengan munculnya jerawat.

h. Cara Penyimpanan obat.

Kedua obat dapat disimpan pada suhu ruangan.

i. Efek samping yang akan dialami.

Efek samping yang dapat timbul saat menggunakan obat retinoid topikal (gel

adapelene 0,1%) adalah iritasi kulit, kemerah-merahan, kulit kering dan

mengelupas (Roebuck, 2006). Namun karena penggunaannya dikombinasikan

dengan krim BP/klindamisin, maka efek iritasi yang terjadi lebih rendah

(Dosik, Gilbert, and Arsonnaud, 2006). Jika pasien mengalami iritasi yang

29

Page 33: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

sangat mengganggu akibat penggunaan krim BP/klindmisin, maka pasien dapat

menggunakan krim tersebut 1 kali sehari.

j. Interaksi antara obat dan makanan.

Gel dan krim yang digunakan pasien dapat berinteraksi secara moderate

dengan isotretinoin (obat jerawat yang digunakan secara sistemik). Interaksi

yang terjadi berupa meningkatnya risiko iritasi kulit.

k. Informasi tambahan lainnya.

1. Pasien dianjurkan untuk membersihkan wajahnya 2 kali sehari dengan

pembersih yang ringan. Pasien tidak boleh menggosok wajahnya dengan

kuat atau menggunakan pencuci muka yang mengandung scrub. Pembersih

muka yang dianjurkan adalah pembersih muka dengan pH sedikit asam dan

mengandung surfaktan nonionik (pembersih muka cair seperti

Neutrogena®). Sabun yang bersifat basa dianjurkan untuk dihindari

penggunaannya karena dapat meningkatkan jumlah bakteri penyebab

jerawat (Roebuck, 2006).

2. Pasien diperbolehkan menggunakan pelembab untuk meningkatkan

penetrasi gel adepelen 0,1% seiring dengan peningkatan hidrasi kulit

(Roebuck, 2006).

3. Pasien disarankan untuk menghindari paparan sinar matahari secara

langsung. Pasien dapat menggunakan tabir surya dengan SPF 15 atau lebih,

atau dapat memakai topi yang lebar untuk menghalangi paparan sinar

matahari. Hal ini dilakukan untuk menghindari peningkatan munculnya efek

samping obat akibat paparan sinar matahari.

4. Pada minggu pertama pemakaian, jerawat pasien akan memburuk atau tejadi

eksaserbasi, namun jerawat akan membaik setelah 2 minggu penggunaan

obat.

5. Pengobatan jerawat akan semakin efektif dengan meningkatnya

kepercayaan diri pasien (Tan, 2004).

6. Pasien dapat menggunakan terapi hormon (norgestimate-etinil estradiol)

untuk mengurangi produksi sebum (minyak) pada muka dengan cara

30

Page 34: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

meregulasi hormon androgen. Namun penggunaan ini harus dikonsultasikan

terlebih dahulu dengan dokter (Poulin, 2005).

31

Page 35: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

BAB IV

KESIMPULAN

Acne vulgaris dapat disebabkan oleh hipertropi kelenjar minyak,

hiperkeratosis, pertumbuhan kuman, dan inflamasi (radang) akibat hasil

sampingan kuman Propionibacterium acnes. Gejala acne vulgaris dapat

berupa gatal atau sakit, ditemukan komedo, papul, pustul, nodul, dan kista

pada daerah-daerah predileksi yang mempunyai banyak kelenjar minyak.

Pengobatan yang dapat diberikan untuk penyakit acne vulgaris

meliputi terapi farmakologi, herbal, dan nonfarmakologi. Obat-obatan

yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mengobati penyakit acne

vulgaris, antara lain menggunakan obat topikal, sistemik, antibakteri oral,

dan kontrasepsi oral, serta pengobatan herbal, seperti menggunakan

belimbing wuluh (Averhoa bilimbi), bawang putih, mentimun, masker

apel, perasan jeruk lemon, dan seledri, serta cuka apel. Peran serta

apoteker sebagai tenaga kesehatan dalam rangka pengobatan penyakit

acne vulgaris yang baik dan benar dapat dilakukan dengan melakukan

seleksi pengobatan yang tepat, serta komunikasi, informasi, dan edukasi

mengenai pengobatan penyakit acne vulgaris yang baik dan benar.

32

Page 36: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

33

Page 37: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

DAFTAR PUSTAKA

Archer, Pamela. 2006. The Complete Guide to Acne Prevention, Treatment, and

Remedies. Another eBookWholesaler Publication.

Baldwin, H.E. 2006. Tricks for improving compliance with acne

therapy. Dermatologic Therap.19: 224–236.

Barratt, H., Hamilton, F., Car, J., Lyons, C., Layton, A., Majeed, A. 2009.

Outcome measures in acne vulgaris: systematic review. British Journal of

Dermatology, 160:132-6.

Baumann L., Keri, J. 2009. Acne (Type 1 sensitive skin). In: Baumann, L.

Cosmetic Dermatology. 2nd Ed. New York: McGraw-Hill. p. 121-7.

Berson, D.S., Chalker, D.K., Harper, J.C., Leyden, J.J., Shalita, A.R., & Webster,

G.F. 2003. Current concepts in the treatment of acne: Report from a clinical

roundtable. Cutis, 72 (1 Suppl.), 5–13.

BPOM RI. 2008. Pengetahuan Tentang Obat: Perlunya Pendekatan dari Perspektif

Masyarakat, Infopom, Vol.9, 4. Hal 1, http.//perpustakaan.pom.go.id/

Koleksi lainnya/ Buletin InfoPOM/ 0604.pdf .

BPOM RI. 2014. Menuju swamedikasi yang aman. Info-POM.Vol.15 No.1.

Depkes. 2007. Kompendia Obat Bebas, Edisi 2, Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan, Jakarta. Hal: 93-96.

Dosik, J.S., Gilbert, R.D., & Arsonnaud, S. 2006. Cumulative irritancy

comparison of topical retinoid and antimicrobial combination

therapies. SKINmed. 5: 219–223.

Herawati, F. & Presley. 2011. Obat jerawat (Acne). Tersedia online di

http://piolk.ubaya.ac.id/index2.php?

menu=services&a=detail&id=36&year=2012&judul=Siaran%20Radio

[diakses pada tanggal 25 September 2015].

Kapoor, Shweta and Saraf, Swarnlata. 2011. Topical Herbal Therapies an

Alternative and Complementary Choice to Combat Acne. Research Journal

of Medicine Plant.

Kartajaya, H. 2011. Self Medication. PT MarkPlus Indonesia. Jakarta Selatan.

34

Page 38: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

Lela Cahya Febryery. 2012. Skripsi. Evaluasi Hubungan Tingkat Pengetahuan

Mahasiswa Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Terhadap

Tindakan Swamedikasi Acne Vulgaris. Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

McKeage, K., & Keating, G.M. 2008. Clindamycin/benzoyl peroxide gel

(BenzaClin®): A review of its use in the management of acne. American

Journal of Clinical Dermatology. 9: 193–204.

Ministry of Health Malaysia. 2012. Clinical Practice Guidelines Management of

Acne.

Miura, Y., Ishige, I., Soejima, N., Suzuki, Y., Uchida, K., Kawana, S., Eishi, Y.

2010. Quantitative PCR of Propionibacterium acnes DNA in samples

aspirated from sebaceous follicles on the normal skin of subjects with or

without acne. J Mes Dent Sci, 57:65-74.

Nadra, Djamaludin. 2011. 1001 Pengobatan Tradisional Herbal. JAL publishing,

Jakarta.

Nelson Mandela Metropolitan University. Evidence-based Pharmacy Practice

(EBPP). Drug Utilization Research Unit, Department of Pharmacy.

Poulin, Y. 2005. Practical approach to the hormonal treatment of acne. Journal of

Cutaneous Medicine and Surgery. 8(Suppl. 4): 16–21.

Roebuck, H.L. 2006. Acne: Intervene early. The Nurse Practitioner. 31: 24–43.

Selway, J. 2010. Case Review in Adolescent Acne: Multifactorial Considerations

to Optimizing Management. Dermatology Nursing. 22 (1).

ST James’s Hospital. 2008. Management of Acne Vulgaris. National Medicines

Information Centre. 14(1).

Sukanto, H., Martodihardjo, S., Zulkarnain, I. 2005. Akne Vulgaris. Dalam:

Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Edisi 3. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. p.115-8.

Surtiningsih. 2005. Cantik dengan Bahan Alami. PT. Elex Media Komputindo,

Jakarta.

Suryadi, R.M. 2008. Kejadian dan faktor resiko acne vulgaris. Tersedia online di

http://www.mediamedika.net/modules.php?

35

Page 39: Kelompok 3_Swamedikasi Untuk Obat Acne

name=Jurnal&file=index&a1=jurnal&a2 =338&sort=&recstart [diakses

pada tanggal 26 September 2015].

Tan, J.K. 2004. Psychosocial impact of acne vulgaris: Evaluating the

evidence. Skin Therapy Letter. 9: 1–3, 9.

Wasitaatmadja, S.M. 2007. Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam:

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., editor. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.

253-63.

Wasitaatmadja, S.M. 2010. Acne: Clinical sign, classification and grading.

Dalam : Makalah National Symposium and workshop in cosmetoc

dermatology: Acne new concepts and challenges. Jakarta.

Wells, Barbara G., J. T. DiPiro, T.L. Schwinghammer, C.V. DiPiro. 2009.

Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. New York: McGraw Hill.

Zaenglein, A.L., Graber, E.M., Thiboutot, D.M., Strauss, J.S. 2008. Acne Vulgaris

and Acneiform Eruptions. In : Wolff, K., Goldsmith, L.A., Katz, S.I.,

Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell D.J., editors. Fitzpatrick’s Dermatology

In General Medicine. 7th. Ed. New York: McGraw-Hill. P. 690-702.

Zouboulis, C.C., Eady, A., Philpott, M., Goldsmith, L.A., Orfanos, C., Cunlife,

W.C., Rosenfield, R. 2005. What is the pathogenesis of acne?. Exp

Dermatol 14: 143-52.

36