kelarutan.docx n sfbk

50
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA PERCOBAAN I KELARUTAN Disusun Oleh: NAMA : N. Keu-Keu Widya Utami (10060313021) Asep Hema (10060313022) Delia Mauliandani (10060313023) Wiewied Dwi Ariestiawati (10060313024) Nanda Auzia (10060313025) Pany Febriyani (10060313027) Shifana Tri Armyta (10060313029) SHIFT : A (08.30 - 12.00) KELOMPOK : 4 ASISTEN : Siti Aminah, S.Farm TANGGAL PRAKTIKUM : 07 Oktober 2014 TANGGAL PENYERAHAN : 14 Oktober 2014

Upload: nandamusa

Post on 04-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

bhuwyuhjsxhnbbfjnbcijsafiubhwljuf

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKAPERCOBAAN IKELARUTAN

Disusun Oleh:NAMA: N. Keu-Keu Widya Utami (10060313021)Asep Hema (10060313022)Delia Mauliandani (10060313023)Wiewied Dwi Ariestiawati (10060313024)Nanda Auzia (10060313025)Pany Febriyani (10060313027)Shifana Tri Armyta (10060313029)SHIFT: A (08.30 - 12.00)KELOMPOK: 4ASISTEN: Siti Aminah, S.FarmTANGGAL PRAKTIKUM: 07 Oktober 2014TANGGAL PENYERAHAN: 14 Oktober 2014

LABORATORIUM FARMASI UNIT EPROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG2014

KELARUTAN

1.1TUJUAN PERCOBAAN1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif2. Menentukan usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat

2.1DASAR TEORIKelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekular homogen. (Martin, 2008 : 559)Kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharmacopeia dan National Formulary, definisi kelarutan obata adalah jumlah ml pelarut dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Sebagai contoh, kelarutan asam borat dalam U.S. Pharmacopeia dikatakan sebagai: 1 gram asam borat larut dalam 18mL air, dalam 18mL alkohol, dan dalam 4mL gliserin. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalita, molarita dan persentase. (Martin, 2008 : 560)Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). (Martin, 2008 : 558) Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. (Martin, 2008 : 559)

Tabel Istilah Kelarutan Istilah KelarutanBagian pelarut yang dibutuhkan untuk 1 bagian zat terlarut

Sangat mudah larutKurang dari 1 bagian

Mudah larut1 sampai 10 bagian

Larut10 sampai 30 bagian

Agak sukar larut30 sampai 100 bagian

Sukar larut100 sampai 1000 bagian

Sangat sukar larut1000 sampai 10000

Praktis tidak larutLebih dari 10000 bagian

(Martin, 2008 : 560)Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu:1. pHZat aktif yang digunakan dalam sediaan farmasi pada umumnya bersifat asam dan basa lemah. Kelarutan suatu zat asam atau basa lemah sangat dipengaruhi pH. Untuk menjamin suatu larutan homogen yang jernih dan keefektifan terapi maksimumnya, maka pembuatan sediaan farmasi harus disesuaikan dengan pH optimumnya.Kelarutan asam-asam lemah akan meningkat dengan meningkatnya pH larutan, karena berbentuk garam yang mudah larut. Sedangkan kelarutan basa-basa lemah akan brtambah dengan menurunnya pH larutan.Hubungan antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah, digambarkan melalui persamaan berikut:HApadat HA larutHAlar + H2O H3O- + AUntuk asam lemah : [ pHp = pKa + log ( ) ]untuk basa lemah :[ pHp = pKa pKb + log ( ) ]Dimana, masing-masing adalah :pHp : Harga pH terendah/ tertinggi dan pada pH tersebut asam atau basa lemah masih dapat larut. Dibawah atau diatas pH tersebut, zat akan mengendap sebagai asam atau basa lemah yang tidak terdisosiasi.So : Kelarutan molar fraksi yang tidak terdisosiasi.S : Konsentrasi molar zat dalamlarutan baik dalam bentuk terionisasi (A) atau tidak terionisasi (HA)(Martin, 1993)2. SuhuKenaikan temperature akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui penyerpan panas/kalor (reaksi endotermik), dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor(reaksi eksotermik).Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung pada suhu larutan, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal mengikuti persamaan Vant Hoff, yaitu sebagai berikut:[ - log = x ( ]Dimana, masingmasing adalah := kelarutan ideal dalam fraksi molT = suhu mutlak larutanTo = titik leleh zat dalam suhu mutlakHf = panas peleburanR = konstanta gasPersamaan diatas tidak berlaku pada kondisi dimana T>TO, yang berat suhu larutan diatas titik leleh zat terlarut, karena pada kondisi tersebut zat terlarut akan tercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan.(Martin, 1993)3. Jenis Pelarut dan Konstanta DielektrikPolaritas pelarut sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat . Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, hal ini disebabkan tetapan dielektrik pelarut polar yang tinggi sehingga dapat dengan mudah melarutkan zat-zat yang memiliki tetapan dielektrik yang hampir sama/ mendekati. Sedangkan zat yang bersifat nonpolar sukar larut didalamnya.Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme, sebagai berikut:1. Mengurangi gaya tarik antara ion berlawanana dalam kristal2. Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik3. Membentuk ikatan hidrogen dengan zat trelarutPelarut nonpolar memiliki konstanta dielektrik yang rendah, sehingga dapat melarutkan zat-zat yang besifat nonpolar. Pelarut nonpolar melarutkan zat-zat nonpolar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi antaraksi dipol.Besarnnya konstanta dielektrik pelarut dapat diatur dengan menambahkan pelarut lain. Konstanta dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari konstanta dielektrik masing-masing pelarut setelah dikalikan dengan presentase volume masing-masing komponen pelarut.Fenomena dimana suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campur daripada pelarut tunggalnya dikenal dengan fenomena dengan fenomena co-solvency. Pelarut-pelarut yang umum digunakan dalam bidang farmasi sebagai pelarut campur(cosolvent) terutama dalam pembuatan eliksir adalah air, etanol, gliserin dan propilan glikol.(Martin, 1993)4. Bentuk dan ukuran Partikel Zat Terlarut Ukuran partikel dapat mempengaruhi kelarutan , karena semakin kecil partikel, rasio antara luas permukaan dan volume meningkat. Meningkatnya luas permukaan memungkinkan interaksi antara solut dan solvent lebih besar. Pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan digambarkan dalam persamaan berikut.log S/(So ) = (2..V)/(2,303.R.T.r)Dengan demikian semakin besar ukuran molekul, maka semakin berkurang kelarutan suatu senyawa. Walaupun demikian pengaruh ukuran partikel terhadap kelarutan tidak akan terlihat dengan jelas, kecuali bila ukuran partikel obat direduksi menjadi ukuran mikro.(Martin, 1993)5. Adanya zat lainPenambahan zat lain yang mempengaruhi kelarutan diantaranya adalah ion sejenis dan penambahan surfaktan. Ion sejenis akan memurunkan kelarutan senyawa elektrolit yang non polar, karena mempengarui harga ksp. Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang mengendung gugus polar dan non polar. Pada konsentrasi rendah dalam suatu larutan akan berada pada permukaan / antarmuka larutan dan memberikan efek menurunkan tegangan permukaan. Pada konsentrasi diatas KMK akan membentuk misel yang berperan dalam solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar adalah suatu pelarut spontan yang terjadi pada molekul zat yang sukar larut air melelui interaksi yang irreversible dengan misel pada surfaktan sehingga membentuk suatu larutan yang strabil secara termodinamika.(Martin, 1993)

Cara Meningkatkan KelarutanKelarutan suatu zat (solut) dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, antara lain:1. Pembentukan KompleksGaya antar molekuler yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya van der waals dari dispersi, dipolar dan tipe dipolar diinduksi. Ikatan hidrogen memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler dan kovalen koordinat penting dalam beberapa kompleks logam. Salah satu faktor yang penting dalam pembentukan kompleks molekuler adalah persyaratan ruang. Jika pendekatan dan asosiasi yang dekat dari molekul donor dan molekul akseptor dihalangi oleh faktor ruang, kompleks akan atau mungkin berbentuk ikatan hidrogen dan pengaruh lain harus dipertimbangkan. Polietilen glikol, polistirena, karboksimetil-selulosa dan polimer sejenis yang mengandung oksigen nukleofilik dapat berbentuk kompleks dengan berbagai obat. Semakin stabil kompleks organik molekuler yang terbentuk, makin besar reservoir obat yang tersedia untuk pelepasan. Suatu kompleks yang stabil menghasilkan laju pelepasan awal yang lambat dan membutuhkan waktu yang lama untuk pelepasan sempurna (Martin, 1993).Cara ini membuat pentingnya pembuatan kompleks molekuler. Dibawah kompleks ini diartikan senyawa yang antara lain terbentuk melalui jembatan hidrogen atau gaya dipol-dipol, juga melalui antar aksi hidrofob antar bahan obat yang berlainan seperti juga bahan obat dan bahan pembantu yang dipilih. Pembentukan kompleks sering dikaitkan dengan suatu perubahan sifat yang lebih penting dari bahan obat, seperti ketetapan dan daya resorbsinya, sehingga dalam setiap kasus diperlukan suatu pengujian yang cermat dan cocok. Pembentukan kompleks sekarang banyak dijumpai penggunaannya untuk perbaikan kelarutan, akan tetapi dalam kasus lain juga dapat menyebabkan suatu perlambatan kelarutan.2. Penambahan KosolvenKosolven adalah pelarut yang ditambahkan dalam suatu sistem untuk membantu melarutkan atau meningkatkan stabilitas dari suatu zat, cara ini disebut kosolvensi. Cara ini cukup potensial dan sederhana dibanding beberapa cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan dan stabilitas suatu bahan. Penggunaan kosolven dapat mempengaruhi polaritas sistem, yang dapat ditunjukkan dengan pengubahan tetapan dielektrikanya.Kosolven seperti etanol, propilen glikol, polietilen glikol dan glikofural telah rutin digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair. Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan obat hingga beberapa kali lipat, namun bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil, bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan solut dalam larutan berair. Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap solven (air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan mengurangi iritasi jaringan pada tempat administrasi obat.(Martin, 1993)3. Penambahan SurfaktanSurfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara cairan akan menurunkan tegangan antarmuka.Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama. Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang jernih dan stabil secara termodinamika.Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi :A. Surfaktan AnionikSurfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion negatif bertindak sebagai surfaktan misalnya Natrium lauril sulfat.B. Surfaktan KationikSurfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion postif bertindak sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil morfolium etosulfat.C. Surfaktan AmfoterSurfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil aminopropiona, Imidazolinum betaine.D. Surfaktan NonionikSurfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak berionisasi, misalnya : tween dan span.(Martin, 1993).

Dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa.(Martin, 1993)

TitrasiTitrasi (Analisa Volumetri) adalah analisa yang berdasarkan pengukuran volume. Dalam analisa volumetri dilakukan pengukuran volume larutan zat standar yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sevolume tepat larutan cuplikan. (larutan zat yang ditentukan). Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya.(Suwarsa, 2008)Berdasarkan pengertian titrasi, maka titrasi asam basa merupakan metode penentuan kadar larutan asam dengan zat peniter (titrant) suatu larutan asam, dengan reaksi umum yang terjadi :Asam + Basa Garam + AirTitrasi asam-basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi. Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). (Suwarsa, 2008)Indikator ialah suatu asam atau basa organik lemah yang menunjukkan warna yang sangat berbeda antara bentuk terionisasi dan bentuk terionisasinya. Bentuk ini berkaitan dengan pH larutan yang melarutkan indikator tersebut. Contoh indikator yang sering digunakan adalah kertas lakmus, metil merah, Fenolftalein, dan lain-lain. Fenolftalein tidak berwarna dalam larutan asam dan larutan netral, tetapi pink kemerahan dalam larutan basa, mempunyai trayek pH 8,3-10,00. (Suwarsa, 2008)Titrasi Asam Basa melibatkan Asam maupun Basa sebagai titer ataupun titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya titrant ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekivalen ( secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan [H+] = [OH-] sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekivalen. (Raymon Chang, 2005)

Monografi zat1. Asam Salisilat (Dirjen POM, 1979)Merupakan serbuk hablur hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform. (Anonim, 1979)Struktur asam salisilat :

2. Air Suling (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: Aqua destillataRM/BM: H2O/18,02Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasaPenyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan: Medium disolusi3. Fenolftalein (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: PhenolftaleinNama lain : FenolftaleinRM/BM: C20H14O4/318,32Pemerian: Serbuk hablur putih, putih atau kekuninganKelarutan: Sukar larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan : Sebagai larutan indikator.4. Natrium hidroksida (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: Natrii hydroxydumNama lain: Natrium hidroksidaRM/BM: NaOH/40,00Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur atau keping, kering, rapuh dan mudah meleleh basah, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap CO2.Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air dan etanol (95%).Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan: Larutan baku5. Alkohol (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: AethanolumNama lain: Etanol, AlkoholPemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa oanas, mudah terbakarKelarutan: Sangat mudah larut dalam air , kloroform P dan eter PKegunaan: Zat tambahan6. Propilenglikol (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: PropilenglikolPemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak berbauKelarutan: Dapat campur dengan air dan dengan etanol P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P dan dalam minyak lemakPenyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan: Zat tambahan7. Tween 80 (Dirjen POM, 1995)Nama resmi: Polysorbatum-80Nama lain: Polisorbat-80Pemerian : Cairan kental seperti minyak, jernih, kuning, bau asam lemak, khasKelarutan: Mudah larut dalam air, dalam etanol P, dalam etil asetat P dan dalam metanol P, sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapatKegunaan: Zat tambahan

3.1 ALAT DAN BAHANALATBAHAN

Batang pengadukAlkohol

BuretAsam salisilat

Cawan petriAquadest

CorongIndikator fenolftalein

Inkubator sheaker (lab. sheaker)NaOH

Kertas saringPropilenglikol

Labu erlenmeyerSurfaktan (Tween 80)

Labu ukur

Pipet tetes

Statip dan Klem

4.1 PROSEDUR PERCOBAANA. Pengaruh Pelarut Campur (kosolven) Terhadap Kelarutan suatu ZatDi buat pelarut campur dengan komposisi sebagai berikut:NoSolven (% v/v)Kosolven (% v/v)

AirAlkoholPropilenglikol

1.30020

2.302,517,5

3.30515

4.307,512,5

5.301010

6.30155

7.3017,52,5

8.30200

Di ambil 50mL campuran pelarut kemudian dilarutkan 1gram asam salisilat kedalam masing-masing campuran larutan tersebut

Larutan dikocok menggunakan pengocok orbital (lab.sheaker) selama 1jam

Jika terdapat endapan yang terlarut selama pengocokan tersebut maka perlu ditambahkan sejumlah tertentu asam salisilat sampai kondisi kembali jenuh

Larutan disaring, lalu ditentukan kadar asam salisilat terlarut dengan menggunakan titrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein dengan pentiter NaOH 0,1N

Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konstanta dielektrik campuran pelarut tersebut

B. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kelarutan suatu ZatDi buat larutan seri yang mengandung Tween 80 dengan konsentrasi sebagai berikut:( 00,20,40,60,81,02,04,06,08,0) g Tween 80ad. 100mL Air

Kemudian ditambahkan 1 gram asam salisilat kedalam setiap komposisi pelarut

Larutan dikocok menggunakan pengocok orbital (lab.sheaker) selama 1 jam

Jika terdapat endapan yang terlarut selama pengocokan tersebut maka perlu ditambahkan sejumlah tertentu asam salisilat sampai kondisi kembali jenuh

Larutan disaring, lalu ditentukan kadar asam salisilat terlarut dengan menggunakan titrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein dengan pentiter NaOH 0,1N

Dibuat kurva antara kelarutan asam salisilat dengan konsentrasi surfaktan, serta ditentukan KMK (Konsentrasi Misel Kritis) Tween 80

C. Pengaruh pH Terhadap Kelarutan suatu ZatDibuat 100mL larutan dapar fosfat dengan pH 4. 5. 6, 7 dan 8

Diambil 25mL dari setiap larutan kemudian ditambahkan 0,5gram asam salisilat kedalamnya

Larutan dikocok menggunakan pengocok orbital (lab.sheaker) selama 1 jam

Jika terdapat endapan yang terlarut selama pengocokan tersebut maka perlu ditambahkan sejumlah tertentu asam salisilat sampai kondisi kembali jenuh

Larutan disaring, lalu ditentukan kadar asam salisilat terlarut dengan menggunakan titrasi asam basa menggunakan indikator fenolftalein dengan pentiter NaOH 0,1N

Dibuat kurva antara konsentrasi zat yang diperoleh dengan pH larutan

5.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATAA. Perhitungan Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N di dalam 1000 mLN = x gram = = = 4 gramJadi, NaOH yang ditimbang yaitu 4 gram untuk membuat larutan NaOH 0,1 N di dalam 1000 mLB. Perhitungan Konstanta Dielektrik (KD) Pelarut CampurKD Air = 80,5KD Etanol + 25,7KD Propilenglikol (PG) = 501. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 0 + 10 = 34,152. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 0,64 + 8,75 = 33,543. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 1,285 + 7,5 = 32,934. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 1,93 + 6,25 = 32,335. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 2,57 + 5 = 31,726. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 3,85 + 2,5 = 30,57. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 4,49 + 1,25 = 29,898. KD = (% air x KD air) + (% etanol x KD etanol) + (% PG x KD PG) = ( x 80,5 ) + ( x 25.7 ) + ( x 50) = 24,15 + 5,14 + 0 = 29,29

C. Volume Titrasi yang Digunakan Pada KosolvenNOVolume Titrasi (mL)

118

216

319,9

423,8

525,5

633,5

744

848,3

D. Volume Titrasi yang Digunakan Pada Surfaktan (Tween)NOVolume Titrasi (mL)

12,9

24,5

34,8

45

55,8

65,5

710,3

810,5

910,6

1014

E. Volume Titrasi yang Digunakan Pada pHPhVolume Titrasi (mL)

524,5

622,2

714,6

813,2

913,4

F. Perhitungan volume NaOH yang sebenarnya (kosolven)

Volume NaOH

1. 18mL = 45mL2. 16mL = 40mL3. 19,9mL = 49,75mL4. 23,8mL = 59,5mL5. 25,5mL = 63,75mL6. 33,5mL = 83,75mL7. 44mL = 110mL8. 48,3mL = 120,75mLG. Perhitungan volume NaOH yang sebenarnya (Surfaktan)1. 2,9mL = 14,5mL2. 4,5 mL = 22,5mL3. 4,8mL = 24mL4. 5mL = 25mL5. 5,8mL = 29mL6. 5,75mL= 28,7mL7. 10,3mL= 51,5mL8. 10,5mL= 52,5mL9. mL= 53mL10. 14mL = 70mLH. Perhitungan volume NaOH yang sebenarnya (pH)1. 24,5mL = 30,625mL2. 22,2mL = 27,75mL3. 14,6mL = 18,25mL4. 13,2mL = 16,5mL5. 13,4mL = 16,75MlI. Perhitungan Normalitas Asam salisilat (kosolven)

VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat

1. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 45 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,09 N2. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 40 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,08 N3. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 49,75 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,0995 N

4. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 59,5 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,119 N5. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 49,75 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,0995 N6. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 63,75 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,1275 N7. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 83,75 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,1675 N8. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 110 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,22 N9. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 120,75 mL x 0,1 N = 50 mL x N N = = 0,2415 NJ. Perhitungan Normalitas Asam salisilat (Surfaktan)1. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 14,5 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,0145 N

2. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 22,5 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,0225 N3. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 24 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,024 N4. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 25 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,025 N5. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 29 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,029 N6. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 27,5 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,0275 N7. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 51,5 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,0515 N8. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 52,5 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,052 N

9. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 53 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,053 N10. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 70 mL x 0,1 N = 100 mL x N N = = 0,07 NK. Perhitungan Normalitas Asam salisilat (pH)1. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 30,625 mL x 0,1 N = 25 mL x N N = = 0,1225 N2. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 27,75 mL x 0,1 N = 25 mL x N N = = 0,111 N3. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 18,25 mL x 0,1 N = 25 mL x N N = = 0,073 N4. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 16,5 mL x 0,1 N = 25 mL x N N = = 0,066 N

5. VNaOH x NNaOH = VAsam salisilat x NAsam salisilat 16,75 mL x 0,1 N = 25 mL x N N = = 0,067 N

6.1 PEMBAHASANPada praktikum ini dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh pelarut campur (co-solven), penambahan surfaktan dan pH terhadap kelarutan suatu zat. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekular homogen. (Martin, 2008 : 559)Percobaan pertama dilakukan pengaruh pelarut campur (co-solven) terhadap kelarutan suatu zat. Pelarut campur dibuat dengan komposisi masing-masing yang berbeda yaitu air, alkohol, dan propilenglikol sebanyak 8 seri. Hal ini bertujuan untuk membandingkan pelarut campur mana yang dapat lebih meningkatkan kelarutan suatu zat. Zat yang digunakan disini yaitu asam salisilat.Kemudian sample asam salisilat di larutkan ke dalam pelarut campuran tersebut dan di lakukan pengocokan dengan menggunakan pengocok orbital (lab. Sheaker) selama 1 jam. Hal ini bertujuan agar semua komposisi tersebut dapat terkocok dengan kecepatan yang sama dan konstan. Jika tidak ada endapan terlarut (bening) maka perlu ditambahkan sebagian asam salisilat sampai kondisi kembali jenuh. Larutan harus kembali kedalam keadaan jenuh hal ini bertujuan agar mengetahui kemampuan maksimal yang dapat di larutkan oleh pelarut (solven) tersebut. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). (Martin, 2008 : 558)Setelah itu larutan di saring dengan menggunakan kertas saring, hal ini bertujuan untuk memisahkan antara asam salisilat yang terlarut dengan asam salisilat yang tidak terlarut. Setelah itu dilakukan titrasi pembakuan terhadap larutan baku sekunder NaOH 0,1 N. Titrasi ini dilakukan menggunakan prinsip asam basa yaitu titrasi terhadap asam (asam salisilat) dengan larutan yang berasal dari basa (NaOH) dengan menggunakan indikator fenolftalein. Reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi. Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). (Suwarsa, 2008)Indikator fenolftalein dipilih karena memiliki rentang pH yaitu berkisar 8,0-10,0 yang berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekivalen. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi asam salisilat yang terlarut di dalamnya.Dari percobaan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat di peroleh hasil yaitu semakin banyak alkohol yang terkandung di dalam pelarut campur maka semakin besar volume titrasi NaOH yang di butuhkan sehingga konsentrasi asam salisilat semakin tinggi. Volume NaOH yang digunakan menggambarkan konsentrasi asam salisilat yang terkandung di dalamnya. Hal ini menunjukan bahwa konstanta dielektrik yang dimiliki oleh alkohol semakin mendekati konstanta dielektrik yang di miliki oleh asam salisilat. Karena pada prinsipnya pelarut campur lebih mudah melarutkan zat-zat yang memiliki konstanta dielektrik hampir sama atau mendekati. (Martin, 2008 : 558) Konstanta dielektrik pelarut berbanding lurus dengan konstanta dielektrik zat terlarut. Sehingga apabila konstanta dielektrik yang dimiliki oleh pelarut semakin mendekati konstanta dielektrik zat terlarut maka akan menaikan kelarutan suatu zat telarut. Menurut Farmakope Edisi III asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform. Struktur asam salisilat sebagai berikut:

Dari rumus struktur di atas, terlihat bahwa asam salisilat memiliki gugus polar dan gugus nonpolar. Gugus polar dari asam salisilat adalah gugus OH dan gugus nonpolarpada asam salisilat adalah gugus cincin benzen. Struktur tersebut menyebabkan asam salisilat sukar larut pada sebagian pelarut polar dan sebagian pada pelarut non polar. Namun, karena memiliki gugus polar dan non polar sekaligus dalam satu gugus, asam salisilat sukar larut dengan sempurna pada pelarut polar saja atau pelarut non polar saja. Asam salisilat sukar larut pada air yang merupakan pelarut polar dan benzena yang merupakan pelarut non polar tetapi mudah larut pada etanol dan eter yang merupakan pelarut semipolar. (Anonim, 1979) Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik sedangkan pelarut non polar akan melarutkan zat-zat yang non polar juga.Banyaknya volume titran (NaOH) dipengaruhi oleh kelarutan dari asam salisilat tersebut. Pada percobaan ini asam salisilat lebih cepat larut dalam alkohol yang terkandung pada campuran seri no.8. Karena alkohol yang terkandung di dalam campuran tersebut lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya. Sehingga jika kandungannya pada pelarut campur lebih banyak maka asam salisilat yang terlarut pun semakin banyak dan ikatannya semakin kuat. Kemudian pada saat di titrasi dengan NaOH ikatan akan sulit dipisahkan dan dibutuhkan volume NaOH yang lebih banyak. Sebaliknya apabila kandungan alkohol lebih sedikit maka volume NaOH yang dibutuhkan pun sedikit karena asam salisilat yang terkandung di dalam pelarut tersebut lebih sedikit.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa apabila konstanta dielektrik yang dimiliki oleh pelarut semakin mendekati konstanta dielektrik zat terlarut maka akan menaikan kelarutan suatu zat telarut. Pada titik pertama menuju titik kedua terjadi penurunan konsentrasi asam salisilat. Hal ini seharusnya tidak terjadi, karena semakin banyak alkohol yang terkandung di dalam pelarut campur maka semakin besar volume titrasi NaOH yang di butuhkan sehingga konsentrasi asam salisilat semakin tinggi. Faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu : kurang tepat dalam menentukan titik akhir titrasi dan kurang teliti pada saat melakukan titrasi.Percobaan kedua dilakukan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat. Surfaktan merupakan molekul ampifilik yang tersusun dari bagian polar (hidrofilik) dan bagian non polar (hidrofobik). Surfaktan yang digunakan pada percobaan ini yaitu Tween 80. Surfaktan dapat meningkatkan kelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi. Dapat dilihat dari hasil pengamatan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan kedalam larutan asam salisilat maka semakin besar juga volume NaOH pada saat dilakukan titrasi asam basa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan maka semakin tinggi juga kelarutan asam salisilat. Konsentrasi surfaktan dalam jumlah yang rendah dalam suatu larutan akan bekerja di permukaan atau antarmuka larutan dan memberikan efek penurunan tegangan permukaan asam salisilat (non polar) dengan air (polar). (Martin, 1993) Sedangkan konsentrasi surfaktan dalam jumlah tinggi akan membentuk misel sehingga kelarutannya meningkat. Misel adalah suatu agregat yang mengandung monomer-monomer surfaktan yang berperan dalam proses solubilisasi miselar. Misel tersebut akan terselubung di dalam pelarut polar dengan pelarut polar dan pelarut non polar dengan pelarut non polar. (Shargelet al., 1999)

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan (Tween 80) maka semakin tinggi juga kelarutan asam salisilat. Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti konsentrasinya menjadi konstan. Hal ini menunjukkan surfaktan tersebut telah menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam salisilat sampai pada titik KMK. Pada titik ini surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan berlebih membentuk misel.Percobaan ketiga dilakukan pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat. Disediakan larutan dapar fosfat dengan pH 5,6,7,8 dan 9. Larutan dapar fosfat atau larutan buffer atau larutan penyangga ditambahkan untuk membuat larutan berada dalam keadaan dengan kondisi pH tertentu yang akan bereaksi jika di tambahkan asam kuat atau basa kuat, sebab larutan dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau basa (Martin, 1990)Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh pH, hal ini terjadi karena reaksi asam basa yang terjadi membuat asam salisilat berikatan dengan basa membentuk molekul garam dan air. Asam salisilat dapat terionisasi sehingga menjadi mudah larut. (Martin, 2008)Asam salisilat akan banyak larut jika direaksikan dengan senyawa basa hal ini terjadi karena senyawa asam yang bereaksi dengan senyawa basa akan membentuk garam yang mudah larut begitu pula dengan NaOH yang bersifat basa akan mudah larut jika di reaksikan dengan senyawa yang bersifat asam. Hal ini terjadi karena kelarutan asam-asam lemah akan meningkat dengan meningkatnya pH larutan, karena berbentuk garam yang mudah larut. Sedangkan kelarutan basa-basa lemah akan brtambah dengan menurunnya pH larutan.Jika pH turun maka kelarutan akan semakin meningkat karena jika pH tinggi maka menyebabkan konsentrasi OH- juga tinggi hal ini akan menyebabkan kesetimbangan akan bergeser kekiri sehingga kelarutannya akan semakin rendah. Kenaikan setiap pH atau pH yang semakin basa dalam setiap sampel mengakibatkan volume pentiter yang di perlukan dalam jumlah yang sedikit hal ini terjadi karena pentiter yang di gunakan adalah NaOH yang bersifat basa sehingga akan semakin mudah mencapai titik ekivalennya dalam arti jumlah pentiter juga akan lebih sedikit terpakai, tetapi dalam percobaan yang dilakukan pentiter yang dibutuhkan malah semakin banyak hal ini terjadi karena kesalahan yang dilakukan tidak tepat saat proses titrasi atau saat menambahkan zat oleh praktikan.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa semakin meningkatnya pH maka tingkat kelarutannya semakin rendah sebaliknya semakin menurunnya pH maka tingkat kelarutannya semakin tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang pada umumnya. Seharusnya semakin meningkatnya pH maka tingkat kelarutannya semakin tinggi sebaliknya semakin menurunnya pH maka tingkat kelarutannya semakin rendah. Faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu : kurang tepat dalam menentukan titik akhir titrasi dan kurang teliti pada saat melakukan titrasi dan bisa jadi yang tertitrasi itu adalah pH nya sendiri karena basa dengan basa tidak dapat bereaksi membentuk garam.

7.1 KESIMPULAN1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu :- pH- Suhu- Jenis Pelarut dan Konstanta Dielektrik- Bentuk dan Ukuran Partikel Zat Terlarut- Adanya Zat Lain2. Dari percobaan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat di peroleh hasil yaitu semakin banyak alkohol yang terkandung di dalam pelarut campur maka semakin besar volume titrasi NaOH yang di butuhkan sehingga konsentrasi asam salisilat semakin tinggi. Hal ini menunjukan bahwa konstanta dielektrik yang dimiliki oleh alkohol semakin mendekati konstanta dielektrik yang di miliki oleh asam salisilat. 3. Dari percobaan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang dimasukan kedalam larutan asam salisilat maka semakin besar juga volume NaOH pada saat dilakukan titrasi asam basa. Konsentrasi surfaktan dalam jumlah yang rendah dalam suatu larutan akan bekerja di permukaan atau antarmuka larutan dan memberikan efek penurunan tegangan permukaan asam salisilat (non polar) dengan air (polar). Sedangkan konsentrasi surfaktan dalam jumlah tinggi akan membentuk misel sehingga kelarutannya meningkat.4.Dari percobaan pengaruh pH terhadap kelarutan suatu zat semakin meningkatnya pH maka tingkat kelarutannya semakin tinggi sebaliknya semakin menurunnya pH maka tingkat kelarutannya semakin rendah.5. Faktor-faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu : kurang tepat dalam menentukan titik akhir titrasi dan kurang teliti pada saat melakukan titrasi dan bisa jadi yang tertitrasi itu adalah pH nya sendiri karena basa dengan basa tidak dapat bereaksi membentuk garam.

8.1 DAFTAR PUSTAKA1. Alfred, Martin. 1993. Farmasi Fisika. Jakarta: Universitas Indonesia Press.2. Alfred, Martin. 2008. farmasi fisika dasar-dasar farmasi fisik dalam ilmu farmasetik Edisi ketiga Jilid 2.Jakarta:UI Press.3. Anonim, 1979. Farmakope Indonesia Edisi kedua. Jakarta: Departemen kesehatan republik indonesia.4. Chang,Raymond.2005.kimia dasar: konsep-konsep inti jilid 1. Jakarta: Erlangga5. Departemen kesehatan republik indonesia, farmakope indonesia edisi ketiga. Jakarta: Direktorat jendral pengawasan obat dan makanan;19956. Suwarsa Saefudin.2008.catatan kuliah kimia.Bandung:ITB