kelakuan reservoir cbm sebelum mencapai puncak … 20090403.pdfmethane akan mengalir mengikuti hukum...
TRANSCRIPT
JTM Vol. XVI No.4/2009
249
KELAKUAN RESERVOIR CBM SEBELUM MENCAPAI PUNCAK
PRODUKSI GAS
Neni Yuliana1, Pudjo Sukarno1, Amega Yasutra1
Sari
Dalam memproduksikan gas pada CBM, pertama kali gas harus didesorpsi (dilepaskan) dari permukaan coal. Untuk dapat
melepaskan gas dari permukaan coal, tekanan reservoir harus duturunkan hingga mencapai tekanan desorpsi yaitu tekanan
terbesar dimana metana mulai terlepas dari coal. Oleh karena reservoir CBM rekahannya dipenuhi air, maka untuk awal
produksi dilakukan proses dewatering yaitu produksi air secara besar-besaran untuk menurunkan tekanan reservoir dan
melepaskan metana dari coal. Seiring dengan dilakukannya dewatering, produksi gas akan meningkat hingga akhirnya
mencapai puncak produksi,mencapai kestabilan, dan pada akhirnya produksi gas akan menurun. Korelasi untuk
menentukan waktu terjadinya produksi gas maksimum (t peak) amat penting karena pembentukan IPR dan perencanaan laju
produksi gas optimum baru dapat dilakukan setelah produksi gas mencapai puncaknya. Selain itu, apabila waktu pucak
terbentunya gas diketahui, maka volume air yang harus diproduksikan dapat diketahui sehingga dapat memberikan input
yang penting bagi desain pengolahan air formasi di permukaan. Penentuan korelasi untuk menentukan waktu produksi gas
maksimum pada reservoir CBM dilakukan dengan melakukan simulasi menggunakan software Computer Modelling Group.
Model reservoir CBM dibangun dari model CBM dari CMG dengan data reservoir dari lapangan Cedar Hill. Dengan
berbagai sensitivity, model reservoir CBM disimulasi untuk mengetahui waktu terproduksinya gas secara maksimum. Dari
hasil simulasi tersebut, dibangun korelasi untuk menentukan waktu produksi gas maksimum dengan menggunakan software
XL Stat.
Kata Kunci: coalbed methane, dewatering, t peak
Abstract In producing gas on CBM, firstly gas must be desorbed from coal surface. In order to desorb gas from coal surface,
reservoir pressure must be lowered until it reached desorption pressure. Desorption pressure is the highest pressure where
methane starts to be released from coal. Because fracture of CBM reservoir filled with water, production of large amount of
water (dewatering) in the beginning of production must be done to decrease pressure so that methane can be released from
coal. Along with dewatering process, gas production will be increased until it reach peak production, obtain stability, and at
the end gas production will decrease. Correlation to determine time when gas production reaches its peak (t peak) is very
important because formation of IPR and optimum production gas rate planning can only be done after t peak is reached.
Furthermore, if t peak is known, volume of water which has to be produced can be predicted so that it can used as an
important input in designing surface facilities. The determination of t peak correlation on CBM reservoir was done by
carrying out simulation using Computer Modelling Group software. CBM reservoir model was built from CBM model from
CMG with reservoir data from Cedar Hill field. With much sensitivity, simulation on CBM reservoir model was done in
order to get t peak values. From the simulation result, correlation to determine t peak was executed by using XL Stat
software.
Keywords: coalbed methane, dewatering, t peak
1)
Program Studi Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung.
Email : [email protected]
I. PENDAHULUAN
Coalbed methane (CBM) adalah gas bumi dengan
komponen dominan metana yang terbentuk secara
alamiah dalam proses pembentukan batubara
(coalification) dalam kondisi terperangkap dan
terserap dalam batubara. Terdapat tiga tahapan
proses dalam produksi gas metana dari reservoir
CBM. Pertama adalah desorpsi metana dari
micropore coal. Terjadinya desorpsi dimungkinkan
dengan penurunan tekanan reservoir melalui proses
dewatering. Kedua, ketika tekanan reservoir turun
hingga mencapai tekanan desorpsi, metana akan
berdifusi dalam matriks hingga methane mencapai
rekahan. Kemudian, setelah mencapai rekahan,
methane akan mengalir mengikuti hukum Darcy
hingga mencapai lubang sumur. Proses produksi
gas metana ditunjukkan di Gambar 1.
Seiring dengan menurunnya tekanan reservoir,
produksi gas akan meningkat hingga mencapai
puncaknya hingga mencapai kestabilan. Setelah itu,
produksi gas akan menurun. Produksi gas diawal
produksi disertai dengan produksi air yang besar
hingga akhirnya produksi air menurun drastis
ketika produksi gas mencapai maksimum. Skema
produksi reservoir CBM dapat dilihat di Gambar 2.
Pada umumnya produksi reservoir CBM dilakukan
dengan menggunakan constraint laju produksi air.
Selain dipengaruhi oleh laju produksi air tersebut,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai produksi
gas maksimum dipengaruhi oleh berbagai variabel
antara lain luas area, ketebalan, permeabilitas
fracture, porositas matriks dan fracture, volume
Langmuir, serta tekanan reservoir. Berbagai
variable tersebut nantinya akan disensitivity untuk
melihat pengaruhnya terhadap tercapainya t peak.
1.1 Langmuir Adsorption Isotherm
Adsorpsi isotherm adalah suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan batubara untuk menyerap
methana pada tekanan tertentu dalam keadaan
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
250
temperatur tetap. Informasi ini dibutuhkan untuk
memprediksi metana yang akan dilepas akibat
penurunan tekanan selama produksi. Kapasitas
penyerapan batubara ini tergantung pada beberapa
hal antara lain kualitas batubara, temperature,
moisture content matriks batubara, dan tekanan
Pada tekanan rendah, kapasitas penyerapan
bertambah hampir linier dengan tekanan. Karena
tekanan terus bertambah, kemampuan batubara
untuk menyerap metana berkurang, hingga
mencapai suatu tekanan tertentu dimana sangat
sedikit tambahan gas yang dapat diserap. Semakin
tinggi kualitas batubara, dengan area permukaan
yang lebih besar, makin tinggi kapasi
penyerapan batubara.
Ada beberapa teori Sorption Isotherm yang telah
dimodelkan diantaranya teori Langmuir, teori
Henry, dan teori Freundlichs. Diantara teori
tersebut yang paling sering digunakan dalam CBM
adalah teori Langmuir Sorption.
Langmuir Sorption memiliki variabel
tekanan Langmuir (PL) dan volume Langmuir (V
yang didapatkan melalui percobaan
isotherm di laboratorium. Asumsi-asumsi yang
digunakan pada penurunan persamaan Langmuir
Isotherm:
Persamaan ini memiliki variabel-variabel tekanan
Bentuk umum Kurva Langmuir ditunjukkan pada
Gambar 3.
1.2 Rangking Batubara Rangking sebagai pengukuran pembentukan
batubara diberikan pada Tabel 1.
dibedakan menjadi kelas lignitic, subbituminous,
bituminous dan anthracitic dan di sub
kelompokkan lebih jauh menjadi 13 kelompok.
Batubara dari kelas bituminous adalah yang paling
sering dicari setelah proses coalbed methane karena
kebanyakan propertinya optimum pada rangking
ini. Secara spesifik, batubara hvAb yang m
lvb adalah yang terbaik. Lebih banyak gas yang
tercipta pada point ini pada saat proses maturation
dan kapasiti penyimpanan telah dijadikan lebih
baik. Dan juga, properti physical dan mechanical
dari batubara sebagai batu reservoir adalah
optimum.
Properti fisik yang sering mencapai titik maximum
dan minimum pada level bituminous yang lebih
tinggi dengan system cleat yang lebih baik dan
kecenderungan untuk pecah. Di atas tingkat
bituminous, pergantian pada struktur kimia pada
anthracite menciptakan penurunan permeabilitas.
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
temperatur tetap. Informasi ini dibutuhkan untuk
memprediksi metana yang akan dilepas akibat
si. Kapasitas
penyerapan batubara ini tergantung pada beberapa
, temperature,
moisture content matriks batubara, dan tekanan.
Pada tekanan rendah, kapasitas penyerapan
bertambah hampir linier dengan tekanan. Karena
terus bertambah, kemampuan batubara
untuk menyerap metana berkurang, hingga
mencapai suatu tekanan tertentu dimana sangat
sedikit tambahan gas yang dapat diserap. Semakin
tinggi kualitas batubara, dengan area permukaan
yang lebih besar, makin tinggi kapasitas
Ada beberapa teori Sorption Isotherm yang telah
dimodelkan diantaranya teori Langmuir, teori
Henry, dan teori Freundlichs. Diantara teori
tersebut yang paling sering digunakan dalam CBM
memiliki variabel-variabel
) dan volume Langmuir (VL)
yang didapatkan melalui percobaan adsorbtion
asumsi yang
digunakan pada penurunan persamaan Langmuir
variabel tekanan
(1)
itunjukkan pada
Rangking sebagai pengukuran pembentukan
1. Batubara
dibedakan menjadi kelas lignitic, subbituminous,
anthracitic dan di sub-
kelompokkan lebih jauh menjadi 13 kelompok.
Batubara dari kelas bituminous adalah yang paling
sering dicari setelah proses coalbed methane karena
kebanyakan propertinya optimum pada rangking
ini. Secara spesifik, batubara hvAb yang melalui
lvb adalah yang terbaik. Lebih banyak gas yang
tercipta pada point ini pada saat proses maturation
dan kapasiti penyimpanan telah dijadikan lebih
baik. Dan juga, properti physical dan mechanical
dari batubara sebagai batu reservoir adalah
sering mencapai titik maximum
dan minimum pada level bituminous yang lebih
tinggi dengan system cleat yang lebih baik dan
kecenderungan untuk pecah. Di atas tingkat
bituminous, pergantian pada struktur kimia pada
enurunan permeabilitas.
II. PENGEMBANGAN MODEL
2.1 Model Reservoir
Model yang digunakan dalam penelitian ini
mengunakan model standar dalam CMG yaitu
model gmsmo014. Model tersebut kemudian
dimodifikasi kembali gridnya dan berbagai
variabelnya menggunakan data dari Lapangan
Cedar Hill. Model berbentuk kubus yang kemudian
dibagi menjadi 5 lapisan dan memiliki satu buah
sumur produksi di bagian tengah seperti ya
ditunjukkan pada Gambar 5.
Asumsi yang digunakan untuk model ini adalah
sebagai berikut:
� Reservoir CBM terdiri dari lima lapisan.
� Reservoir homogen dan isothermal
� Rekahan terjenuhi air 100%
� Aliran fluida laminar.
� Faktor Skin = 0
� Batuannya berjenis low volatile
bituminous
Model ini kemudian di validasi agar sesuai dengan
kondisi sebenarnya dengan men
persamaan Cooper dan Seidle King.
III. DATA RESERVOIR Data reservoir yang digunakan dalam percobaan ini
hampir sama dengan data model reservoir standar
yang tersedia di CMG. Hanya saja untuk
temperature reservoir, kedalaman, variabel
Langmuir, dan tekanan awal reservoir
menggunakan data reservoir yang telah ada yaitu
dari lapangan Cedar Hill. Data-data yang berasal
dari data model standar adalah sifat fisik batu bara
seperti permeabilitas, porositas, kompressibilitas,
jarak rekahan dan data saturasi fluida seperti S
dan Sgc. Selain itu sifat fisik fluida yaitu air,
methana dan CO2 juga didasarkan pada data yang
telah ada pada simulator. Data sifat fisik batuan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Mengingat bahwa reservoir CBM umumnya
merupakan reservoir dengan jenis
maka dalam model terdapat dua jenis tipe batuan.
Batuan tipe 1 mewakili matriks dan batuan tipe 2
mewakili rekahan. Kurva permeabilitas relatif dari
batuan reservoir tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 6
dan Gambar 7, sedangkan untuk tipe 2 dapat dilihat
pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Selanjutnya data geometri reservoir adalah pada
Tabel 3.
IV. VALIDASI MODEL Model yang digunakan pada simulasi ini akan
divalidasikan terlebih dahulu. Tujuannya adalah
untuk memastikan model reservoir yang dibuat
dapat mewakili reservoir CBM yang telah ada.
Model yang digunakan dalam penelitian ini
mengunakan model standar dalam CMG yaitu
model gmsmo014. Model tersebut kemudian
dimodifikasi kembali gridnya dan berbagai
data dari Lapangan
Cedar Hill. Model berbentuk kubus yang kemudian
dibagi menjadi 5 lapisan dan memiliki satu buah
sumur produksi di bagian tengah seperti yang
Asumsi yang digunakan untuk model ini adalah
oir CBM terdiri dari lima lapisan.
Reservoir homogen dan isothermal
Rekahan terjenuhi air 100%
Batuannya berjenis low volatile
Model ini kemudian di validasi agar sesuai dengan
kondisi sebenarnya dengan menggunakan
persamaan Cooper dan Seidle King.
Data reservoir yang digunakan dalam percobaan ini
hampir sama dengan data model reservoir standar
yang tersedia di CMG. Hanya saja untuk
temperature reservoir, kedalaman, variabel
tekanan awal reservoir
menggunakan data reservoir yang telah ada yaitu
data yang berasal
dari data model standar adalah sifat fisik batu bara
seperti permeabilitas, porositas, kompressibilitas,
fluida seperti Swc,
. Selain itu sifat fisik fluida yaitu air,
juga didasarkan pada data yang
Data sifat fisik batuan
Mengingat bahwa reservoir CBM umumnya
merupakan reservoir dengan jenis dual porosity,
maka dalam model terdapat dua jenis tipe batuan.
Batuan tipe 1 mewakili matriks dan batuan tipe 2
mewakili rekahan. Kurva permeabilitas relatif dari
1 dapat dilihat pada Gambar 6
dan Gambar 7, sedangkan untuk tipe 2 dapat dilihat
voir adalah pada
Model yang digunakan pada simulasi ini akan
u. Tujuannya adalah
untuk memastikan model reservoir yang dibuat
dapat mewakili reservoir CBM yang telah ada.
Ada dua persamaan yang dapat digunakan untuk
memvalidasi model reservoir CBM yaitu yang
pertama adalah persamaan Cooper.
Sehingga bisa didapatkan plot penurunan tekanan
terhadap recovery fact, RF (Gp/G).
Selain itu digunakan juga persamaan Seidle King.
dimana
Dengan Psc, Zsc dan Tsc masing-masing adalah
tekanan, faktor kompresibilitas dan temperature
pada kondisi standar. Sedangkan A merupakan
fraksi Ash dan ρ adalah densitas batubara bruto.
Hasil validasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasilnya menunjukkan hasil yang sangat
mendekati, sehingga dapat disimpulkan bahwa
model yang digunakan valid dan sesuai denga
kondisi reservoir yang sudah ada.
V. METODE PENELITIAN Setelah model reservoir dibuat dan divalidasi,
selanjutnya dilakukan studi sensitivity pada
berbagai parameter, antara lain:
� Area
80 s.d 18 acre
� Ketebalan reservoir
30 s.d 6 ft
• Porositas Matriks
0.1 s.d 0.001
• Porositas Fracture
0.02 s.d 0.001
• Permeabilitas Fracture
10 s.d 4 mD
• Volume Langmuir
550 s.d 350 scf/ton
Di studi ini saya mengasumsikan bahwa batuan
berjenis low volatile bituminous dengan
PL=360 psia dan Maximum VL=700 scf/ton.
• Pr
2000
VI. HASIL SENSITIVITY Hasil dari berbagai sensitivity yang telah d
dapat ditunjukan pada Gambar 11 sampai
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
Ada dua persamaan yang dapat digunakan untuk
memvalidasi model reservoir CBM yaitu yang
(2)
sa didapatkan plot penurunan tekanan
Selain itu digunakan juga persamaan Seidle King.
(3)
(4)
masing adalah
tekanan, faktor kompresibilitas dan temperature
disi standar. Sedangkan A merupakan
adalah densitas batubara bruto.
i dapat dilihat pada Gambar 10.
Hasilnya menunjukkan hasil yang sangat
mendekati, sehingga dapat disimpulkan bahwa
model yang digunakan valid dan sesuai dengan
Setelah model reservoir dibuat dan divalidasi,
selanjutnya dilakukan studi sensitivity pada
Di studi ini saya mengasumsikan bahwa batuan
berjenis low volatile bituminous dengan
PL=360 psia dan Maximum VL=700 scf/ton.
1000
psia
Hasil dari berbagai sensitivity yang telah dilakukan
dapat ditunjukan pada Gambar 11 sampai 18.
Rekapitulasi dari sensitivity terseb
pada Tabel 4 di Lampiran
VII. ANALISA HASIL SENSITIVITYDari berbagai hasil sensitivity dapat disimpulkan
sebagai berikut:
• Meningkatnya area, ketebalan reservoir,
porositas fracture dan matriks mengakibatkan
semakin besarnya volume reservoir dan volume
gas yang terkandung didalamnya sehingga t
peak menjadi semakin besar.
• Meningkatnya permeabilitas fracture
mempermudah aliran gas sehingga t peak
menurun seiring dengan peningkatan k fracture
• Semakin besar tekanan reservoir, semakin
tinggi tekanan reservoir yang harus diturunkan
agar gas terproduksi. Sehingga semakin besar
tekanan reservoir, semakin tinggi pula harga t
peak.
• Semakin kecil harga Vl pada tekanan yang
sama, semakin besar pressure drop yang harus
dihasilkan agar gas terproduksi. Sehingga
semakin kecil Vl, semakin tinggi pula harga t
peak.
VIII. PENGEMBANGAN PERSAMAAN
Untuk membangun persamaan digunakan software
XL Stat. Dengan memasukkan berbagai variable
serta hasil simulasi kedalam XL Stat, diperoleh
korelasi t peak sebagai berikut:
Untuk memvalidasi persamaan tersebut dilakukan
simulasi untuk berbagai variable yang berbeda
kemudian nilai t peak nya dibandingkan. Variabel
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Area=80 acre, h=6 ft, Por Mat=0.1, Por Frac=0.02,
kf=7, Vl=600 scf/ton, Pr=2000 psia, qw= 1000 bpd
Hasil Validasi adalah sebagai berikut:
T peak simulator=297 days
Tpeak prediksi = 310
Error= 4.33 %
Maka dapat disimpulkan bahwa persamaan t peak
yang dihasilkan valid.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan 1. Dalam proses dewatering CBM, terdapat rat
optimum untuk qw, yaitu laju dimana t peak
tidak akan menurun seiring dengan
penambahan qw.
( ) ( )
r
3 2 3 2
2 2
2 2 2
5003 (0.46 ) (1.075 ) (0.13 )
21.35 2783 (31.24 )
(18 ) (18.51 ) (2.28 P) (8.05 10 )
(1.4 10 ) (9.08 10 )
(2345 ) (54898 )
(1.74 ) (1.74 10 )
(6.05 10
w
m f f
L L w
m f
f L
t peak Q A h
V V Q
A h
k V
φ φ
φ φ
− −
−
= − × + × − ×
+ × + × − ×
− × − × + × + × ×
+ × × + × ×
+ × + ×
+ × + × ×
− × 6 2)r
P− ×
Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
251
Rekapitulasi dari sensitivity tersebut ditunjukkan
ANALISA HASIL SENSITIVITY Dari berbagai hasil sensitivity dapat disimpulkan
Meningkatnya area, ketebalan reservoir,
porositas fracture dan matriks mengakibatkan
emakin besarnya volume reservoir dan volume
gas yang terkandung didalamnya sehingga t
Meningkatnya permeabilitas fracture
mempermudah aliran gas sehingga t peak
menurun seiring dengan peningkatan k fracture.
n reservoir, semakin
tinggi tekanan reservoir yang harus diturunkan
agar gas terproduksi. Sehingga semakin besar
tekanan reservoir, semakin tinggi pula harga t
Semakin kecil harga Vl pada tekanan yang
sama, semakin besar pressure drop yang harus
silkan agar gas terproduksi. Sehingga
semakin kecil Vl, semakin tinggi pula harga t
PENGEMBANGAN PERSAMAAN
Untuk membangun persamaan digunakan software
XL Stat. Dengan memasukkan berbagai variable
serta hasil simulasi kedalam XL Stat, diperoleh
Untuk memvalidasi persamaan tersebut dilakukan
simulasi untuk berbagai variable yang berbeda
kemudian nilai t peak nya dibandingkan. Variabel
nakan adalah sebagai berikut:
Area=80 acre, h=6 ft, Por Mat=0.1, Por Frac=0.02,
kf=7, Vl=600 scf/ton, Pr=2000 psia, qw= 1000 bpd
Hasil Validasi adalah sebagai berikut:
bahwa persamaan t peak
DAN SARAN
Dalam proses dewatering CBM, terdapat rat
u dimana t peak
un seiring dengan
4 2
r
3 2 3 2
5003 (0.46 ) (1.075 ) (0.13 )
21.35 2783 (31.24 )
(18 ) (18.51 ) (2.28 P) (8.05 10 )
(1.4 10 ) (9.08 10 )
m f f
L L w
t peak Q A h
k
V V Q
A h
−
= − × + × − ×
+ × + × − ×
− × − × + × + × ×
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
252
2. Persamaan t peak untuk batuan low volatile
bituminous adalah:
9.2 Saran Perlu dilakukan sensitivity dengan model lapangan
yang lebih besar sehingga sensitivity data qw lebih
beragam sehingga dapat dihasilkan persamaan yang
lebih mewakili.
DAFTAR SIMBOL
C = jumlah gas yang teradsorbsi, scf/ton
T peak = waktu terbentuknya gas puncak, days
VL = konstanta volume Langmuir, scf/ton
PL = konstanta tekanan Langmuir, psia
P = tekanan, psia
fa = kandungan debu (fraksi)
fm = moisture Content (fraksi)
Psc = tekanan pada kondisi standar, 14.7 Psi
Zsc = faktor kompresibilitas gas pada kondisi
standar, 0.997042
Tsc = teperatur pada kondisi standard, 520R
(60.33 F, 15.74C)
Sw = rata-rata saturasi air reservoir
a = fraksi debu
RF = Faktor perolehan, Recovery factor
ρ = densitas batubara bruto
pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
pr = tekanan reservoir, psi
pi = tekanan reservoir awal, psi
Sw = saturasi air, fraksi
Swi = saturasi air awal, fraksi
µw = viskositas air, cp
cw = kompresibilitas air, psi-1
SG = specific gravity, graksi
k = permeabilitas absolut batuan, mD
kr = permeabilitas relatif batuan, fraksi
h = ketebalan reservoir, ft
Φ = porositas batuan, fraksi
A = luas area reservoir, acre
rw = jari-jari sumur, ft
DAFTAR PUSTAKA 1. Roger, R.E., 1994. Coalbed Methane:
Principles and Practice. Mississippi State
University, PTR Prentice Hall.
2. Arsyadanie, R., 2008. IPR Sumur pada
Reservoir CBM, Petroleum Engineering
Department, Bandung Institute of Technology.
3. Ertekin, T., 2006. Engineering of Coalbed
Methane Reservoir, ITB Persentation,
Bandung.
4. Clarkson, C. R., 2008. Case Study: Production
Data and Pressure Transient Analysis of
Horseshoe Canyon CBM Wells. SPE 114485.
5. Schlachter, G., 2007 Using Wireline
Formation Evaluation Tools To Characterize
Coalbed Methane Formations. SPE 111213.
6. Thungsuntonkhun, W., and Engler, T.W.,
2001. Well Deliverability of Undersaturated
Coalbed Reservoir. SPE 71068.
7. Gerami, S., Darvish, Pooladi M., Morad, K.,
Mattar, L., 2007. Type Curves for Dry CBM
Reservoirs with Equilibrium Desorption
dipresentasikan pada Petroleum Society’s 8th
Canadian International Petroleum Conference,
Calgary, Alberta, Canada.
( ) ( )4 2
r
3 2 3 2
2 2
2 2 2
5003 (0.46 ) (1.075 ) (0.13 )
21.35 2783 (31.24 )
(18 ) (18.51 ) (2.28 P) (8.05 10 )
(1.4 10 ) (9.08 10 )
(2345 ) (54898 )
(1.74 ) (1.74 10 )
(6.05 10
w
m f f
L L w
m f
f L
t peak Q A h
k
V V Q
A h
k V
φ φ
φ φ
−
− −
−
= − × + × − ×
+ × + × − ×
− × − × + × + × ×
+ × × + × ×
+ × + ×
+ × + × ×
− × 6 2)r
P− ×
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
253
Tabel 1. Peringkat Batubara ASTM
Class
Group Abbreviatio
n
Meta-
Anthracite ma
Anthracite an
Anthracitic Semianthracite sa
Bituminous
Low volatile lvb
Medium
volatile mvb
High volatile A hvAb
High volatile B hvBb
High volatie C hvCb
Subbitumino
us
Subbituminous
A subA
Subbituminous
B subB
Subbituminous
C subC
Liginite Lignite A ligA
Lignite B ligB
Tabel 2. Data Sifat Fisik Batuan Reservoir
Parameter Dimensi Nilai
Porositas Matriks fraksi 0.0025
Porositas rekahan fraksi 0.001
Permeabilitas
Matriks
mD 0.0001
Permeabilitas
rekahan
mD 4
Cf matriks psi-1 1 x 10-6
Cf rekahan psi-1 1 x 10-6
Skin - 0
Tabel 3. Data Geometri Reservoir
Parameter Dimensi Nilai
A Acre 80
rw ft 0.25
Tebal Reservoir ft 30
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
254
Gambar 1. Mekanisme Produksi Metana
Gambar 2. Skema Produksi Reservoir CBM
Gambar 3. Kurva Langmuir
Desorption From Internal
Surfaces
Flow Through
the Matrix
Flow in the NaturalFracture Network
JA
F0
06
70
.CD
R
Natural FractureNetwork
Stage 1 Stage 2 Stage 3
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
255
Gambar 5. Model Reservoir CBM
Gambar 6. Kurva kr terhadap Sw batuan tipe 1
Gambar 7 Kurva kr terhadap Sl batuan tipe 1
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
256
Gambar 8 Kurva kr terhadap Sg batuan tipe 2
Gambar 9 Kurva kr terhadap Sw batuan tipe 2
Gambar 10. Validasi Cedar Hill
0
500
1000
1500
2000
0 0.5 1 1.5
P (
psia
)
Gp/G
Validasi Cedar Hill
Cooper
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
257
Gambar 11. Sensitivity Qw
Gambar 12. Sensitivity Area
Gambar 13. Sensitivity ketebalan
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
258
Gambar 14. Sensitivity Porositas Matriks
Gambar 15. Sensitivity Porositas Fracture
Gambar 16. Sensitivity Permeabilitas Fracture
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
259
Gambar 17. Sensitivity Volume Langmuir
Gambar 18. Sensitivity Tekanan Reservoir
Neni Yuliana, Pudjo Sukarno, Amega Yasutra
260
Tabel 4 Rekapitulasi Sensitivity
qw A h
Por
Mat
Por
Frac kf VL Pr qg max t peak
1 5 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 892180 2800
2 100 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 128.0591
3 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
4 300 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 103.024
5 350 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 102.3547
6 400 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 102.3547
7 500 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 103.0503
8 1000 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 102.3547
9 5000 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 102.3547
10 10000 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.27E+06 102.3547
11 200 18 30 0.0025 0.001 4 550 1562 804812 31
12 200 34 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1020370 48.68863
13 200 54 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1171830 73.49571
14 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
15 200 80 6 0.0025 0.001 4 550 1562 255079 102.6216
16 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
17 200 80 75 0.0025 0.001 4 550 1562 3220170 145.7603
18 200 80 100 0.0025 0.001 4 550 1562 4209800 178.1218
19 200 80 30 0.001 0.001 4 550 1562 1269320 102.4554
20 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1275250 104.4279
21 200 80 30 0.01 0.001 4 550 1562 1299240 107.4439
22 200 80 30 0.05 0.001 4 550 1562 1385570 112.2753
23 200 80 30 0.1 0.001 4 550 1562 1430490 131.5888
24 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1275250 104.4279
25 200 80 30 0.0025 0.005 4 550 1562 832572 206.452
26 200 80 30 0.0025 0.01 4 550 1562 667889 350.5
27 200 80 30 0.0025 0.015 4 550 1562 566479 517
28 200 80 30 0.0025 0.02 4 550 1562 495015 639
29 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
30 200 80 30 0.0025 0.001 6 550 1562 1.71E+06 76.04884
31 200 80 30 0.0025 0.001 8 550 1562 2.07E+06 66.60187
32 200 80 30 0.0025 0.001 10 550 1562 2.39E+06 63.79533
33 200 80 30 0.0025 0.001 4 350 1562 172437 670
34 200 80 30 0.0025 0.001 4 420 1562 352215 274
35 200 80 30 0.0025 0.001 4 500 1562 788835 152
36 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
37 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1000 1.29E+06 101.8228
38 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1562 1.28E+06 104.4279
39 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 1800 1.27E+06 106.1258
40 200 80 30 0.0025 0.001 4 550 2000 1.27E+06 106.6582
Kelakuan Reservoir CBM Sebelum Mencapai Puncak Produksi Gas
261