kelainan refraksi

28
MIOPIA DEFINISI Miopia atau penglihatan dekat (nearsighted) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan didepan retina. Pada miopia didapatkan bayangan kabur pada penglihatan jauh sedangkan penglihatan dekat lebih jelas dan penderita menjadi melihat terlalu dekat. Gambar 1. Refraksi cahaya dan penglihatan pada mata miopi 1

Upload: des-dearaini

Post on 06-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fisiologi dan patologi pada refraksi

TRANSCRIPT

MIOPIA

MIOPIADEFINISIMiopia atau penglihatan dekat (nearsighted) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan didepan retina. Pada miopia didapatkan bayangan kabur pada penglihatan jauh sedangkan penglihatan dekat lebih jelas dan penderita menjadi melihat terlalu dekat. Gambar 1. Refraksi cahaya dan penglihatan pada mata miopi

Sumber: http://www.emedicine.com/:

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kelainan refraksi miopia dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang disebabkan oleh sistem optik yang terlalu kuat (miopia refraktif) dan yang disebabkan oleh jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang (miopia aksial). Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih panjang karena:

Konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang

Kelemahan dari lapisan sklera bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggiKelainan sistem optik penyebabnya dapat terletak pada : Kornea yang terlalu cembung, misalnya pada kelainan kongenital (keratokonus dan keratoglobus) maupun didapat (keratektasia akibat menderita keratitis sehingga kornea menjadi lemah, dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea menonjol di depan).

Lensa yang terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada luksasi lensa atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung.

Cairan mata, dimana pada seseorang yang menderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkan tingginya kadar gula dalam humor aqueous, akibatnya indeks bias cairan meninggi pula.

EPIDEMIOLOGI

Penelitian di Australia, Menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak yang berusia 4-12 tahun menderita miopi. Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak-anak yang berusia antara 5-17 tahun menderita miopi, dan penelitiian serupa di Brazil, didapatkan bahwa 1 dari 8 pelajar menderita miopi. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa insidensi miopi sebagian besar terjadi pada usia sekolah.

Ras juga mempengaruhi terjadinya miopi. Angka yang tinggi didapatkan dengan gambaran degeneratif pada beberapa ras seperti Cina, Jepang, Arab, dan Yahudi, dan jarang ditemukan pada ras kulit hitam. Variasi ini mungkin lebih berhubungan dengan faktor hereditas dibandingkan dengan kebiasaan. Jenis kelamin mempengaruhi angka kejadian miopi, dimana wanita lebih tinggi dibanding pria.PATOFISIOLOGITerjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun kombinasi keduanya.

1. Faktor genetik

Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran antero-posterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan jatuh pada fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia yang menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata.2. Faktor lingkunganSelain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.3. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan

Miopi terjadi tidak hanya akibat faktor genetik atau faktor lingkungan saja, tetapi dapat juga merupakan kombinasi keduanya. Miopi lebih sering terjadi pada orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan dari beberapa penelitian diduga bahwa pekerjaan yang membutuhkan pandangan dengan jarak dekat menyebabkan eksaserbasi dari faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi terjadinya miopi. Tingginya pengaruh faktor keturunan dibuktikan dengan adanya angka kejadian yang berbeda-beda pada satu populasi pada saat yang sama akibat perbedaan faktor genetik. Adanya perubahan kebiasaan, kerja dengan menggunakan komputer dan membaca pada jarak dekat, menyebabkan peningkatan insidensi miopi.KLASIFIKASIMiopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingginya tingkat dioptri dan gambaran klinis.

Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:

1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri

2. Miopi sedang = 3-6 dioptri

3. Miopi berat = 6-9 dioptri

4. Miopi sangat berat = > 10 dioptri

Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :

1. Miopia simpleks/stasioner/fisiologik :

Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti. Miopi ini akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga usia 20 tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari 5D atau 6D.

2. Miopia progresif :

Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu masih remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar dioptri dapat diperoleh melebihi 6 dioptri. Kelainan ini juga dapat meningkat rata-rata lebih dari 4 dioptri per tahun.

3. Miopi Maligna

Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi progresif dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena kelainan ini disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi likuifaksi dan bagian mata yang lain.

GEJALA KLINIKGejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala objektif :

Gejala subjektif terdiri dari :

1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.

2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi vitreus.

3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala asthenophia).

4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole. Gejala objektif terdiri dari :

1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.

3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.

4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.KOMPLIKASIKomplikasi terutama terjadi pada miopi tinggi, yaitu:

1. Strabismus

2. Corpus vitreus menjadi lebih cair, degenerasi likuifaksi 3. Degenerasi retina

Gambar 2. Degenerasi retina

Sumberhttp://www.eyecenter.com/TERAPI

Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah dan bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.1. Koreksi non bedah :

Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

Kaca Mata

Lensa kontakLensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

Gambar 3. Koreksi pada Mata Miopi

Sumber: http://www.eyecenter.com.ph/2. Koreksi dengan bedah :

Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti :

Keratotomi radial (RK)

Keratotomi radial dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat. Bagian kornea yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah kornea menjadi rata. Ratanya kornea bagian tengah akan memberikan suatu pengurangan indeks bias kornea sehingga dapat mengganti lensa kacamata negatif.

Efek samping yang dapat terjadi pada RK :

i. Penglihatan yang tidak stabil

ii. Koreksi lebih atau kurang

Gambar 4. Keratotomi Radial (RK)

Sumber: http://www.emedicine.com/ Keratektomi fotorefraktif (PRK)

PRK mempergunakan sinar eximer untuk membentuk permukaan kornea. Sinar akan memecah molekul kornea dan lamanya penyinaran menyebabkan pemecahan sejumlah sel permukaan kornea.

Efek samping yang dapat terjadi pada PRK :

i. Nyeri.

ii. Melemahkan struktur mata secara permanen.

iii. Kemungkinan menimbulkan jaringan parut besar.

Laser assisted In situ interlamellar keratomilieusis (LASIK)

LASIK merupakan suatu gabungan antara teknologi lama dan baru, yang pada dasarnya menggunakan prinsip keratomileusis dan automated lamellar keratektomi (ALK).

HIPERMETROPIA

DEFINISI

Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi difokuskan dibelakang retina.

Gambar 5. Refraksi cahaya pada mata hipermetropia

ETIOLOGI

1. Hipermetrop aksial

Hipermetrop disebabkan sumbu mata terlalu pendek. Hal ini dapat bersifat congenital seperti mikrotafmi, ataupun akuisita akibat retinitis sentralis ataupun ablasio retina yang mengakibatkan jarak lensa ke retina terlalu pendek

2. Hipermetrop pembiasan

Hipermetrop disebabkan daya bias yang kurang. Penyebabnya antara lain pada:

Kornea: lengkung kornea kurang dari normal (aplanatio cornea)

Lensa: Sklerosis, sehingga tidak secembung semula, ataupun afakia

Cairan mata: Pada penderita diabetes, karena pengobatan yang berlebihan sehingga humor akueus yang mengisi bilik mata mengandung kadar gula rendah dan daya bias berkurang

KLASIFIKASI

Klasifikasi hipermetropi berdasarkan klinis :

1.Hipermetropi manifes

Ditentukan dengan lensa sferis positif terbesar yang menghasilkan visus sebaik-baiknya. Pemeriksaan dilakukan tanpa siklopegi. Dibedakan menjadi hipetmetropi manifest absolut dan fakultatif, dimana hipetmetropi manifest absolut merupakan hipetropi yang tak dapat diatasi dengan akomodasi, sedangkan hipermetropi manifest fakultatif masih dapat diatasi dengan akomodasi

2.Hipetmetropi total

Merupakan seluruh derajat hipermetropi yang didapatkan setelah akomodasi dilenyapkan misalnya setelah pemberian siklopegi

3Hipermetropi laten

Merupakan selisih antara hipetropi total dan manifes, menunjukkan kekuatan tonus dari mm.siliaris

GEJALA KLINIK

Gejala pada hipermetropi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala objektif :

Gejala subjektif terdiri dari :

Penglihatan dekat kabur, kecuali pada hipermetrop tinggi atau pada usia tua, penglihatan jauh juga terganggu

Asthenophia akomodatif dengan gejala sakit sekitar mata, sakit kepala, konjungtiva merah, lakrimasi, fotofobi ringan, mata terasa panas dan berat, mengantuk. Gejala biasanya timbul setelah melakukan pekerjaan dekat seperti menulis, membaca, dan sebagainya

Gejala objektif terdiri dari :

Bilik mata depan dangkal karena akomodasi terus menerus sehingga menimbulkan hipertrofi otot siliaris yang disertai terdorongnya iris ke depan

Pupil miosis karena berakomodasi.

Pseudopapilitis (pseudoneuritis) karena hiperemis papil N.II akibat akomodasi terus menerus sehingga seolah-olah meradang

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat ditemukan antara lain:

Glaukoma sudut tertutup karena sudut bilik mata depan dangkal

Strabismus konvergen akibat akomodasi terus menerus

TERAPI

Terapi dilakukan dengan koreksimenggunakan lensa spheris positif terbesar yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat tanpa kelelahan. Secara umum tidak diperlukan lensa spheris positif pada hipermetropi ringan, tidak ada astenopia akomodatif, dan tidak ada strabismus.ASTIGMATISMA

DEFINISI

Astigmatisma merupakan suatu kelainan refraksi dimana didapatkan bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian sehingga sinar sejajar yang datang difokuskan pada macam-macam fokus pula. Berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan konea (90 %) dan kelainan kelengkungan permukaan lensa (10 %). Pada mata astigmatisme, lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari meridian yang tegak lurus padanya.

Gambar 6. Refraksi cahaya pada mata astigmatismaETIOLOGI

Penyebab astigmatisma secara garis besar :

1. Kelainan kornea

Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anteroposterior bola mata. Bisa kongenital atau akuisita akibat kecelakaan, peradangan kornea ataupun operasi. Astigmatisma konea harus diperiksa dengan tes placido, dimana gambaran kornea terlihat tak teratur.

2. Kelainan lensa

Kekeruhan lensa biasanya katarak insipien atau imatur.

Selain hal-hal diatas, terdapat penyebab astigmatisma yang lain diantaranya:

pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian

astigmatisma disebabkan karena pembiasan mata yang tidak sama pada berbagai sumbu penglihatan mata

keadaan dimana mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu (misal 90 derajat) dibanding sumbu lainnya (180 derajat)

umumnya akibat kornea berbentuk lonjong (oval) seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tingggi astigmatisma mata

astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir

astigmatisma biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama hidup

pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga astigmatisma menjadi astigmatism againts the rule (astigmatisma tidak lazim).

KLASIFIKASI

Berdasarkan keteraturan meridiannya, astigmatisma terbagi atas:

1. Astigmatisma reguler

Suatu astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisme reguler dengan bentuk yang teratur, dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

2. Astigmatisma irreguler

Suatu astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling tegak lurus. Pada astigmatisma ireguler, kekuatan pembiasan meridian-meridian utamanya selalu berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi lebih irreguler. Astigmatisma irreguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma, distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Pada tes placido terdapat gambaran yang irreguler.

Astigmatisma reguler berdasarkan letak pembiasan dibagi atas :

Astigmatisma miopia simpleks

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia

Contoh : C-2.00 X 90

Astigmatisma miopia compositium

Kedua meridian berupa miopia

Contoh : CS-1.50 C-1.00 X 60

Astigmatisma hipermetropia simpleks

Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkn meridian yang lain emetropia

Contoh : C+2.00 X 45

Astigmatisma Hipermetropia compositium

Kedua meridian berupa hipermetropia

Contoh : S+3.00 C+2.000 X 30

Astigmatisma mixtus

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain hipermetropia

Contoh : S+2.00 C-5.00 X 180

Gambar 7. Macam-macam Astigmatisma RegulerBerdasarkan letak meridian utamanya, astigmatisma reguler dibagi atas:

Astigmatism with the rule

Pada Astigmatism with the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20 derajat meridian vertikal. Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang muda dan bayi baru lahir akibat dari perkembangan normal serabut-serabut kornea.

Astigmatism against the rule

Pada Astigmatism against the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20 derajat meridian horizontal. Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea pada bagian meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertikal. Keadaaan ini sering ditemukan pada usia lanjut karena kornea menjadi lebih sferis kembali.

Astigmatisma oblik

Merupakan astigmatisma regular dengan meridian-meridian utamanya tidak terletak dalam 20 derajat horizontal atau vertikal.

PATOFISIOLOGI

Pada mata normal permukaan kornea yang melengkung teratur akan memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisme pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisme dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedangkan sebagian sinar difokuskan dibelakang retina, akibatnya penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan melihat melalui gelas dengan air yang bening, bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar, kurus atau terlalu lebar dan kabur.

PEMERIKSAAN ASTIGMATISMA

Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen, pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi. Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan bertambah baik maka kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetropia atau astigmatisme), lakukan tes fogging bila dengan lensa cekung atau cembung tidak memberikan perbaikan pada ketajaman penglihatan.

Setelah pemberian lensa foging penderita disuruh melihat gambaran kipas dan ditanyakan garis manakah dari kipas yang dilihatnya paling jelas garis yang paling jelas ini menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus dikoreksi dengan pemberian lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan pada meridian ini. Dengan lensa silinder ini kita dapat mempersatukan fokus. Kemudian berikan lensa silindris didepan mata, geser sumbu sedikit-sedikit, bila penglihatan bertambah tajam maka sumbu silinder telah dapat ditentukan, naikkan perlahan-lahan kekuatan lensa silinder. Penglihatan terjelas lensa silinder yang dipasang menunjukkan lensa silinder yang akan dipakai.

Pemeriksaan astigmatisma yang lain :

1. Test Fogging

Uji pemeriksaan astigmatisma dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatisma dial (juring astigmat). Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negatif dengan sumbu 180 derajat.

2. Uji celah stenoptik

Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan untuk:

(1) mengetahui adanya astigmat, penglihatan akan bertambah bila letak sumbu celah sesuai dengan sumbu astigmat yang terdapat,

(2) Melihat sumbu koreksi astigmat, penglihatan akan bertambah bila sumbunya mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki sumbu astigmat dilakukan dengan menggeser summbu celah stenopik berbeda dengan sumbu silinder dipasang, bila terdapat perbaikan penglihatan maka mata ini menunjukkan sumbu astigmatisme belum tepat, (3) untuk mengetahui besarnya astigmat, dilakukan hal yang sama dengan sumbu celah berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini ditaruh lensa positif atau negatif yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian sumbu stenopik diputar 90 derajat dari sumbu pertama. Ditaruh lensa positif aau negatif yang memberikan ketajaman maksimal. Perbedaan antara kedua kekuatan lensa sferis yang dipasangkan merupakan besarnya astigmatisma kornea tersebut.

3. Uji silinder silang

Dua lensa silinder yang sama akan tetapi dengan kekuatan berlawanan dan diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinser silang jackson). Ekivalen sferisnya adalah nihil. Lensa silinser silang terdiri atas silinder -0.25 (-0.50) dan silinder +0.25 (+5.00) yang sumbunya saling tegak lurus. Lensa ini digunakan untuk

(1) melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien sudah cukup atau telah penuh, pada mata ini dipasang silinder silang yagn sumbunya sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar 90 derajat ditanakan apakah penglihatan membaik atau menurang. Bila membaik berarti pada kedudukan kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bila silinder itu dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan pemasangan tambahan lensa silinder positif.

(2) melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan sudah sesuai.

Untuk memeriksa astigmatisma dapat juga menggunakan cakram plasido yang memproyeksikan seri lingkaran konsentris pada permukaan kornea. Dengan alat ini dapat dilihat kelengkungan kornea reguler, irreguler dan adanya astigmatisma kornea

TERAPI

Penatalaksanaan pada penderita astigmatisma adalah dengan menggunakan kacamata silindris yang sering dikombinasikan dengan lensa spheris. Karena otak mampu beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kesalahan astigmatisma yang tidak dikoreksi, maka kacamata baru yang memperbaiki kesalahan dapat menyebabkan disorientasi temporer terutama adanya bayangan yang tampak miring.PRESBIOPIADEFINISIPresbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan punctum proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah terjadi gangguan akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia merupakan suatu keadaan yang fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi pada setiap mata.ETIOLOGI

Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu menurunnya daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak dapat mengendur secara sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi karena lensa mata elastisitasnya berkurang pada usia lanjut akibat proses sklerosis yang terjadi pada lensa mata.GEJALA KLINIK

Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di atas 40 tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil), serta mata menjadi cepat lelah.

Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia yaitu mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantukTERAPI

Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya usia pasien biasanya adalah : +1.0 D untuk usia 40 tahun

+1.5 D untuk usia 45 tahun

+2.0 D untuk usia 50 tahun +2.5 D untuk usia 55 tahun

+3.0 D untuk usia 60 tahunPenambahan kekuatan lensa untuk membaca juga disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca sehingga angka angka di atas tidak merupakan angka yang tetap. Penambahan maksimal kekuatan lensa yang diberikan pada pasien presbiopia adalah +3.0, hal ini karena pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dilihat terletak pada titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar dan bayangan akan difokuskan tepat pada retina.

Lensa sferis plus dapat digunakan dalam beberapa cara :

1. Kacamata baca

Kacamata ini mempunyai memiliki koreksi dekat di seluruh bukaan kacamata, sehingga baik untuk membaca namun membuat benda - benda jauh kabur.2. Kacamata bifokal

Kacamata ini memiliki 2 lensa di mana bagian atasnya tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh dan dibiarkan terbuka.

3. Kacamata trifokal

Kacamata ini memperbaiki penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah.

4. Lensa Progresif

Lensa progresif juga mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif bukan bertingkat.

DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.1999.2. Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R. Oftalmologi Umum.Edisi 14. Jakarta. Arcan-Hipokrates.1996.

3. Bradford C. Basic ophthalmology. 8th Edition. San Fransisco- American Academy of Ophthalmology. 2004.

4. Bashour M, Benchimol. Myopia, radial keratotomy. Last updated 10 june 2005. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di: http://www.emedicine.com/5. Merck Manual Home Edition. Refractive Disorders. (Diambil tanggal:25 April 2006). Tersedia di: http://www.emedicine.com/6. Edward. Lasiks. Last updated 5 September 2005. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di: http://www.emedicine.com/7. Myopia. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di: http://www.eyecenter.com/

SHAPE \* MERGEFORMAT

Ast. M.Simplex Simplex

Ast. H. Simplex

Ast. M Compositium

Ast. H Compositium

Ast. Mixtus

PAGE 9