css kelainan refraksi

27
Clinical Science Session KELAINAN REFRAKSI Oleh : Todia Pediatama 1301-1214- 0011 Fajar Senoaji 1301-1214- 0017 Faris Mufid Madyaputra 1301-1214- 0600 Nur Muhammad Faiz Habibullah 1301-1214- 0015 Preceptor : Dr. Bambang Setiohadji, dr., Sp.M(K)., MM. Erna Tjahjaningtyas, dr., Sp.M.

Upload: fajar-senoaji

Post on 19-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

kelainan refraksi

TRANSCRIPT

Page 1: CSS Kelainan Refraksi

Clinical Science Session

KELAINAN REFRAKSI

Oleh :

Todia Pediatama 1301-1214-0011

Fajar Senoaji 1301-1214-0017

Faris Mufid Madyaputra 1301-1214-0600

Nur Muhammad Faiz Habibullah 1301-1214-0015

Preceptor :

Dr. Bambang Setiohadji, dr., Sp.M(K)., MM.

Erna Tjahjaningtyas, dr., Sp.M.

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT MATA CICENDO

Page 2: CSS Kelainan Refraksi

2015

I. PENDAHULUAN

Mata merupakan salah pancaindera manusia yang memegang peranan penting.

Mata bekerja seperti kamera, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan kecil

dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang dan kerucut di retina,

yang diteruskan melalui saraf optik nervus kedua, ke korteks serebri pusat

penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang tegak.

Sistem refraksi mata terdiri dari media refraksi yaitu kornea, humor akueus,

lensa, badan kaca (vitreous humor). Media refraksi ini berguna untuk membiaskan

cahaya agar tepat di retina. Apabila terdapat kekeruhan/ganguan pada media refraksi

akan menyebabkan gangguan penglihatan.

Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung guna menambah

kekuatan refraksi mata yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Pada keadaan normal,

obyek yang datang dari jarak lebih dari 5 meter berupa cahaya parallel dan pada posisi

tenang, gambar akan difokuskan pada retina (fovea sentralis). Pada obyek dengan

jarak kurang dari 5 meter, cahaya akan menyebar (divergen dan dengan mata tidak

berakomodasi gambar akan difokuskan di belakang retina yang menyebabkan gambar

buram. Agar gambar tepat jatuh di retina, lensa mata harus lebih cembung dan ini

yang disebut dengan proses akomodasi.

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada

retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan

tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat di depan atau di belakang bintik kuning

dan dapat pula tidak terletak pada satu titik yang tajam.

Page 3: CSS Kelainan Refraksi

Gambar 1 Proses Akomodasi MataII. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSI

Mata yang normal, disebut sebagai mata emetrop. Sedangkan mata yang

mengalami kelainan refraksi disebut sebagai ametrop.

1. Emetrop

Emetrop adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi, cahaya sejajar dibiaskan

tepat di retina tanpa bantuan akomodasi, media refraksi tidak keruh, dan mempunyaio

penglihatan normal (visus 6/6).

2. Ametrop

Ametrop adalah kondisi mata dimana cahaya sejajar yang datang tidak

difokuskan tepat ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa

akomodasi. Sinar sejajar yang datang dapat difokuskan di depan atau di belakang

retina.

Obyek > 5m, tanpa akomodasi

Obyek < 5m, tanpa akomodasi

Obyek < 5m, dengan akomodasi

Page 4: CSS Kelainan Refraksi

Gambar 2 Kelainan Refraksi

A. MYOPIA

Myopia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana pada keadaan istirahat

atau tanpa akomodasi, sinar sejajar difokuskan di depan retina.

Gambar 3 Myopia

Etiologi

Page 5: CSS Kelainan Refraksi

Penyebab terjadinya kelainan refraksi miopia dapat dibagi menjadi 2 yaitu

yang disebabkan oleh sistem optik yang terlalu kuat (miopia refraktif) dan yang

disebabkan oleh jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang (miopia aksial).

Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan

kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih

panjang karena:

Konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang

Kelemahan dari lapisan sklera bola mata, disertai dengan tekanan yang tinggi

Kelainan sistem optik penyebabnya dapat terletak pada :

Kornea yang terlalu cembung, misalnya pada kelainan kongenital (keratokonus

dan keratoglobus) maupun didapat (keratektasia akibat menderita keratitis

sehingga kornea menjadi lemah, dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea

menonjol di depan).

Lensa yang terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada luksasi lensa

atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung.

Cairan mata, dimana pada seseorang yang menderita diabetes melitus yang tidak

terkontrol dengan baik menyebabkan tingginya kadar gula dalam humor aqueous,

akibatnya indeks bias cairan meninggi pula.

Epidemiologi

Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa 1 dari 10 anak-anak yang berusia

antara 5-17 tahun menderita miopi, dan penelitiian serupa di Brazil, didapatkan bahwa

1 dari 8 pelajar menderita miopi. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa insidensi

miopi sebagian besar terjadi pada usia sekolah.

Ras juga mempengaruhi terjadinya miopi. Angka yang tinggi didapatkan

dengan gambaran degeneratif pada beberapa ras seperti Cina, Jepang, Arab, dan

Yahudi, dan jarang ditemukan pada ras kulit hitam. Variasi ini mungkin lebih

berhubungan dengan faktor hereditas dibandingkan dengan kebiasaan. Jenis kelamin

mempengaruhi angka kejadian miopi, dimana wanita lebih tinggi dibanding pria.

Patofisiologi

Terjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun

kombinasi keduanya.

Page 6: CSS Kelainan Refraksi

1. Faktor genetik

Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya

miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya

miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran antero-

posterior bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan jatuh

pada fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia

yang menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada

mata.

2. Faktor lingkungan

Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting

dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada

otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot

silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang

jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari

banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di

depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot

tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.

3. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan

Miopi terjadi tidak hanya akibat faktor genetik atau faktor lingkungan saja, tetapi

dapat juga merupakan kombinasi keduanya. Miopi lebih sering terjadi pada orang-

orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan dari beberapa penelitian

diduga bahwa pekerjaan yang membutuhkan pandangan dengan jarak dekat

menyebabkan eksaserbasi dari faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi

terjadinya miopi. Tingginya pengaruh faktor keturunan dibuktikan dengan adanya

angka kejadian yang berbeda-beda pada satu populasi pada saat yang sama akibat

perbedaan faktor genetik. Adanya perubahan kebiasaan, kerja dengan

menggunakan komputer dan membaca pada jarak dekat, menyebabkan

peningkatan insidensi miopi.

Klasifikasi

Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingginya tingkat dioptri dan

gambaran klinis.

Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:

1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri

Page 7: CSS Kelainan Refraksi

2. Miopi sedang = 3-6 dioptri

3. Miopi berat = 6-9 dioptri

4. Miopi sangat berat = > 10 dioptri

Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :

1. Miopia simpleks/stasioner/fisiologik :

Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti. Miopi ini

akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga usia 20

tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari –5D atau –6D.

2. Miopia progresif :

Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat

ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu

masih remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar

dioptri dapat diperoleh melebihi 6 dioptri. Kelainan ini juga dapat meningkat

rata-rata lebih dari 4 dioptri per tahun.

3. Miopi Maligna

Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi progresif

dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena kelainan ini

disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi likuifaksi dan

bagian mata yang lain.

Miopia simplek Miopia progresif Miopia maligna

Onset Muda – 20 tahun Sejak lahir,

ditemukan pada

semua usia

Sama dengan

miopia progresif

Pola Naik sedikit lalu

berhenti

Bertambah terus

(+/- 4D/tahun)

Lebih berat dari

miopia progresif

Besar Dioptri <5 atau 6 D > 6 D > 6D

Gejala Klinik

Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala

objektif :

Page 8: CSS Kelainan Refraksi

Gejala subjektif terdiri dari :

1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena

membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.

2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi

vitreus.

3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala

asthenophia).

4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole.

Gejala objektif terdiri dari :

1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.

2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.

3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.

4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.

Komplikasi

Komplikasi terutama terjadi pada miopi tinggi, yaitu:

1. Strabismus

2. Corpus vitreus menjadi lebih cair, degenerasi likuifaksi

3. Degenerasi retina

Terapi

Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah dan

bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.

1. Koreksi non bedah :

Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :

Kaca Mata

Lensa kontak

Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan

kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.

Page 9: CSS Kelainan Refraksi

Gambar 4 Koreksi Myopia

2. Koreksi dengan bedah :

Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea.

Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti :

Keratotomi radial (RK)

Keratotomi radial dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea

sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat.

Bagian kornea yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah

kornea menjadi rata. Ratanya kornea bagian tengah akan memberikan

suatu pengurangan indeks bias kornea sehingga dapat mengganti lensa

kacamata negatif.

Efek samping yang dapat terjadi pada RK :

i. Penglihatan yang tidak stabil

ii. Koreksi lebih atau kurang

Keratektomi fotorefraktif (PRK)

PRK mempergunakan sinar eximer untuk membentuk permukaan

kornea. Sinar akan memecah molekul kornea dan lamanya penyinaran

menyebabkan pemecahan sejumlah sel permukaan kornea.

Efek samping yang dapat terjadi pada PRK :

i. Nyeri.

ii. Melemahkan struktur mata secara permanen.

iii. Kemungkinan menimbulkan jaringan parut besar.

Page 10: CSS Kelainan Refraksi

Laser assisted In situ interlamellar keratomilieusis (LASIK)

LASIK merupakan suatu gabungan antara teknologi lama dan baru,

yang pada dasarnya menggunakan prinsip keratomileusis dan

automated lamellar keratektomi (ALK).

Prognosis

Prognosis pada pasien myopia simpleks atau stationer, setelah melewati usia

pubertas, myopia akan berjalan konstan. Sedangkan pada myopia progresif, myopia

akan terus meningkat dan komplikasi mungkin terjadi.

B. HYPERMETROPIA

Hipermetropia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana tanpa akomodasi,

sinar-sinar sejajar yang jatuh di kornea akan difokuskan di belakang retina. Untuk

sinar-sinar yang berjarak kurang dari 5 m, akan difokuskan lebih jauh di belakang

retina.

Etiologi

- Aksial : hipermetropia dapat terjadi bila diameter bola mata lebih pendek dari

normal

- Kurvatura: ukuran dari bola mata adalah normal, tetapi terdapat penurunan dari

kurvatura kornea atau lensa, sehingga bayangan difokuskan di belakang lensa.

- Penurunan indeks refraksi

- Perubahan lokasi lensa

Gambar 5. Hipermetropia

Page 11: CSS Kelainan Refraksi

Klasifikasi

a. Hipermetropia laten, adalah hipermetropia yang tidak dapat terdeteksi tanpa

pemberian siklopegik, karena dapat diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.

Makin muda seseorang, makin besar komponen hipermetropia laten. Makin

tua seseorang, akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia

laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi

hipermetropia absolut.

b. Hipermetropia manifest, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi tanpa

pemberian siklopegik (untuk memparalise proses akomodasi) dan koreksi

terbaik didapatkan dengan lensa positif yang terbesar. Hipermetropia ini

dibagi menjadi:

- Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi

dengan akomodasi yang kuat atau pemberian kacamata positif.

- Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan

akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.

c. Hipermetropia total, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi setelah

akomodasi dilumpuhkan dengan obat sikloplegik.

Gejala Klinik

Gejala yang ditemukan pada penderita hipermetropia adalah penglihatan dekat dan

penglihatan jauh yang kabur (terutama pada penderita dengan hipermetropia yang

tinggi). Pasien hipermetropia sering mengeluh mata yang lelah dan sakit karena terus

menerus melakukan akomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang

terletak di belakang macula agar terletak tepat di macula lutea. Keadaan ini disebut

astenopia akomodasi. Akibat terus menerus berakomodasi maka bola mata bersama-

sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat esotrofia atau juling ke

dalam. Mata hipermetropia sering memperlihatkan gejala ambliopia akibat mata tanpa

akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan

kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah

satu mata. Mata ambliopia sering bergulir ke arah temporal atau eksoforia.

Komplikasi

Page 12: CSS Kelainan Refraksi

Glaukoma sudut tertutup karena sudut bilik mata depan dangkal akibat

hipertrofi otot silier pada badan silier

Strabismus konvergen akibat akomodasi terus menerus

Terapi

Terapi yang dilakukan pada pasien dengan hipermetropia adalah dengan

memberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan ketajaman penglihatan

maksimal. Hal ini dilakukan untuk memberikan istirahat pada mata dengan baik

sesudah dikoreksi. Bila terdapat juling ke dalam atau esotrofia, maka diberikan

kacamata koreksi hipermetropi total. Namun, bila terdapat bakat juling keluar atau

esoforia, maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.

C. PRESBIOPI

Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan punctum

proksimum mata menjadi jauh, sehingga pekerjaan dengan jarak penglihatan dekat

sulit untuk dilakukan. Proses ini merupakan suatu keadaan fisiologis.

Patogenesis

Sejalan dengan proses penuaan, lensa akan terus menerus mengalami

pengerasan sedikit demi sedikit. Dimulai dari nukleus, akibatnya lensa sulit untuk

berakomodasi pada saat penglihatan dekat dengan tujuan untuk menambah daya

biasnya. Dengan demikian daya akomodasi lensa akan berkurang akibat proses

sklerosis ini. Ditambah lagi dengan berkurangnya daya kontraksi dari otot siliaris

sehingga menyebabkan pengendoran dari zonula zinii menjadi tidak sempurna.

Gejala klinik

Penderita presbiopi akan memberikan keluhan sulit mengerjakan pekerjaan

dengan melihat dekat terutama malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih

terang untuk membaca, dan beberapa keluhan setelah membaca seperti mata lelah,

berair, dan sering terasa pedas.

Terapi

Page 13: CSS Kelainan Refraksi

Di Indonesia, presbiopi biasanya mulai terjadi pada umur 40 tahun. Untuk

memperbaikinya diperlukan kacamata sferis positif (S+) yang besarnya tergantung

dari umurnya, yaitu :

+ 1,00 D untuk usia 40 yahun

+ 1,50 D untuk usia 45 tahun

+ 2,00 D untuk usia 50 tahun

+ 2,50 D untuk usia 55 tahun

+ 3,00 D untuk usia 60 tahun

Penambahan kekuatan lensa untuk membaca juga disesuaikan dengan

kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca sehingga angka – angka di atas

tidak merupakan angka yang tetap. Penambahan maksimal kekuatan lensa yang

diberikan pada pasien presbiopia adalah +3.0, hal ini karena pada keadaan ini mata

tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang

dilihat terletak pada titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar

dan bayangan akan difokuskan tepat pada retina.

D. ASTIGMATISMA

Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi dimana terdapat beberapa

perbedaan derajat refraksi pada beberapa meridian sehingga sinar sejajar yang datang

difokuskan pada beberapa fokus yang berbeda. Berkas sinar tidak difokuskan pada

satu titik akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea (90%) dan kelainan

kelengkungan permukaan lensa (10%). Pada mata astigmatisma, kelengkungan jari-

jari pada satu meridian kornea akan lebih panjang daripada jari-jari meridian yang

tegak lurus padanya.

Gambar 6 AstigmatismaEtiologi

Penyebab astigmatisma secara garis besar :

Page 14: CSS Kelainan Refraksi

1. Kelainan kornea

Perubahan lengkung pada kornea dengan atau tanpa pemendekan atau

pemanjangan diameter anteroposterior bola mata. Hal ini dapat terjadi secara

kongenital atau akuisita akibat kecelakaan, peradangan kornea ataupun

operasi.

2. Kelainan lensa : Kekeruhan lensa biasanya katarak insipien atau imatur.

3. Pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian.

4. Astigmatisma disebabkan karena pembiasan mata yang tidak sama pada

berbagai sumbu penglihatan mata,.

5. Keadaan dimana mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu (misal 90

6. derajat) dibanding sumbu lainnya (180 derajat).

7. UJmumnya akibat kornea berbentuk lonjong (oval) seperti telur, makin

lonjong bentuk kornea makin tingggi asigatisme mata.

8. Astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir.

9. Astigmatisma biasanya berjalan bersama dengan miopia dn hipermetropia dan

tidak banyak terjadi perubahan selama hidup,

10. Pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga

astigmatisma menjadi astigmatism againts the rule (astigmatisma tidak lazim).

Klasifikasi

Bentuk−bentuk astigmatisma:

1. Astigmatisma tidak lazim

Suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisma regular dimana koreksi dengan

silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat ) atau dengan

silinder positif sumbu horizotal (30-150 derajat). Keadaan ini terjadi akibat

kelengkungan kornea pada bagian meridian horzontal lebih kuat dibandingkan

kelengkungan kornea vertikal. Keadaaan ini sering ditemukan ada usia lanjut

karena kornea menjadi menjadi lebih sferis kembali.

2. Astigmatisma lazim

Suatu keadaan kelainan refraksi regular dimana koreksi silinder negatif

dengan sumbu (horizontal 135-145 derajat). Keadaan ini lazim didapatkan pada

anak atau orang muda dan bayi baru lahir akibat dari perkembanan normal dari

serabut-serabut kornea.

Page 15: CSS Kelainan Refraksi

Bentuk-bentuk astigmatisma yang lain:

1. Astigmatisma reguler

Suatu astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau

berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian

berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma reguler dengan bentuk

yang teratur, dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

2. Astigmatisma irreguler

Suatu astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling tegak lurus.

Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian

yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi lebih irreguler. Astigmatisme

irreguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma, distrofi atau akibat kelainan

pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

Berdasarkan letak pembiasan tipe astigmatisma reguler dibagi atas :

Astigmatisma miopia simpleks

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia

Astigmatisma miopia compositium

Kedua meridian berupa miopia

Astigmatisma hipermetropia simpleks

Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkn meridian yang lain emetropia

Astigmatisma Hipermetropia compositium

Keua meridian berupa hipermetropia

Astgmatisma mixtus

Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain hipermetropia

Page 16: CSS Kelainan Refraksi

Gambar 7 Bentuk Astigmatisma

Patofisiologi

Pada mata normal permukaan kornea yang melengkung teratur akan

memfokuskan sinar pada satu titik, sedangkan pada astigmatisma pembiasan sinar

tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma akan dibiaskan tidak sama

pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.

Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedangkan sebagia sinar

difokuskan dibelakang retina, akibatnya penglihatan akan terganggu.

Pemeriksaan Astigmatisma

Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu

Snellen, pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam penglihatan

diakibatkan oleh kelainan refraksi. Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan

bertambah baik maka kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetroipia atau

astigmatisma), lakukan tes fogging bila dengan lensa cekung atau cembung tidak

memberikan perbaikan pada ketajaman penglihatan.

Setelah pemberian lensa foging penderita disuruh melihat gambaran kipas dan

ditanyakan garis manakah dari kipas yan dilihatnya paling jelas garis yang paling jelas

ini menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus dikoreksi dengan

pemberian lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan pada meridian ini. Dengan

lensa silinder ini kita dapat mempersatukan fokus. Kemudian berikan lensa silindris

Page 17: CSS Kelainan Refraksi

didepan mata, geser sumbu sedikit-sedikit, bila penglihatan bertambah tajam maka

sumbu silinder teleh dapat ditentukan, naikkan perlahan-lahan kekuatan lensa silinder.

Penglihatan terjelas lensa silinder yang dipasang menunjukkan lensa silinder

yang akan dipakai.

Pemeriksaan astigmatisma yang lain :

1. Test Fogging

Uji peeriksaan astigmatisma dengan memakai prinsip mengistirahatkan

akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat pasien

disuruh melihat astigmatisma dial (juring astigmat). Bila garis vertikal yang

terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi baik pada retina sehingga

diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa silinder negatif

dengan sumbu 180 derajat.

2. Uji celah stenoptik

Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan

untuk:

(1) mengetahui adanya astigmatisma, penglihatan akan bertambah bila letak

sumbu celah sesuai dengan sumbu astigmat yang terdapat,

(2) Melihat sumbu koreksi astigmatisma, penglihatan akan bertambah bila

sumbunya mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki sumbu

astigmatisma dilakukan dengan menggeser summbu celah stenopik berbeda

dengan sumbu silinder dipasang, bila terdapat perbaikan penglihatan maka

mata ini menunjukkan sumbu astigmatisme belum tepat, (3) untuk mengetahui

besarnya astigmatisma, dilakukan hal yang sama dengan sumbu celah berhenti

pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini ditaruh lensa positif atau negatif

yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian sumbu stenopik diputar 90

derajat dari sumbu pertama. Ditaruh lensa positif aau negatif yang

memberikan ketajaman maksimal. Perbedaan antara kedua kekuatan lensa

sferis yang dipasangkan merupakan besarnya astigmatisma kornea tersebut.

3. Uji silinder silang

Dua lensa silinder yang sama akan tetapi dengan kekuatan berlawanan dan

diletakkan dengan sumbu saling tegak lurus (silinser silang jackson). Ekivalen

sferisnya adalah nihil. Lensa silinser silang terdiri atas silinder -0.25 (-0.50)

dan silinder +0.25 (+5.00) yang sumbunya saling tegak lurus. Lensa ini

digunakan untuk

Page 18: CSS Kelainan Refraksi

(1) melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat

pasien sudah cukup atau telah penuh, pada mata ini dipasang silinder silang

yagn sumbunya sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa silinder

silang diputar 90 derajat ditanakan apakah penglihatan membaik atau

menurang. Bila membaik berarti pada kedudukan kedua lensa silinder

mengakibatkan perbaikan penglihatan. Bla silinder itu dalam kedudukan lensa

silinder positif maka untuk koreksi pasien diperlukan pemasangan tambahan

lensa silinder positif.

(2) melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan

sudah sesuai.

Pemeriksaan astigmatisme, dengan menggunakan cakram placido yaitu alat

yang memproyeksikan seri lingkaran konsentris pada permukaan kornea. Dengan alat

ini dapat dilihat kelengkungan kornea yang reguler (konsentris) dan yang ireguler.

Pemeriksaan lain untuk astigmatisma adalah kipas astigmatisma, yaitu garis berwarna

hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular, dengan dasar yang putih,

dipergunakan untuk pemeriksaan subjektif yang menggambarkan ada dan besarnya

kelainan refraksi astigmatisma.

Gejala Klinik

Penderita dengan astigmatisme dapat memerikan keluhan :

Melihat jauh kabur sedangkan melihat dekat lebih baik

Melihat ganda dengan satu atau kedua mata

Sakit kepala

Mata tegang dan pegal

Astigmatisma tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering

mengakibatkan ambliopia

Terapi

Penatalaksanaan pasien dengan astigmatisma antara lain koreksi dengan

kacamata atau kontak lens yang sesuai. Untuk koreksi astigmatisma dapat

dipergunakan lensa silindris yang sering dikombinasikan dengan lensa sferis. Kontak

lens yang keras dapat mengatasi kelainan astigmatisma dengan memperbaiki

kelengkungan kornea yang rusak.

Page 19: CSS Kelainan Refraksi

E. ANISOMETROPIA

Anisometropia adalah suatu kondisi dimana kedua mata memiliki kekuatan

refraktif yang sangat berbeda yaitu lebih atau sama dengan 1D. Anisometrop

diklasifikasikan sebagai astigmatisma campuran, hipermetropik campuran, miopi

campuran, campuran atau antimetropic, astigmatisma simpel, hipermetropi simpel,

miopi simpel, dan vertikal.

Meskipun perkembangan dari anisometropia seringkali genetis, tetapi

mekanismenya belum diketahui secara pasti. Anisometrop seringkali terjadi

berhubungan dengan anomali binokuler dan mengikuti kerjadian strabismus. Patologi

okular uinilateral juga menujukkan berhubungan dengan anisometropia. Patologi

retina juga berhubungan dengan anisometropia. Pendarahan pada vitreos

menyebabkan deregulasi dari pertumbuhan okular, menurut Strasma dkk melaporkan

kasus mielinisasi serabut saraf unilateral yang berhubungan dengan anisometrop

karena miopia yang berat pada mata tersebut. Anisometrop pada bayi-bayi preterm

diperkirakan berhubungan dengan patologi retinal. Anisometrop ini juga bisa didapat

pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.

2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General Opthalmology. 17th edition.

New York : Mc Graw Hill. 2007.

3. Khurana AK. Compreshive Ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age

International. 2007.

4. Fowler JH, Dopp P, Salyani A. Ophthalmology. New York: MCQQE. 2002.

5. Moore BD, Ausburger AR, Ciner EB, et al. Optometric Clinical Practice

Guideline Care of The Patient with Hyperopia. St. Louis: American Optometric

Association Consensus: 1997.