kejang demam kompleks

24
REFLEKSI KASUS Kejang Demam Kompleks Nama :Paldi No. Stambuk :G 501 09 079 Pembimbing :dr. Amsyar Praja, Sp.A DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA 1

Upload: echa-aditya

Post on 14-Jul-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fs

TRANSCRIPT

Page 1: Kejang Demam Kompleks

REFLEKSI KASUS

Kejang Demam Kompleks

Nama :Paldi

No. Stambuk :G 501 09 079

Pembimbing :dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2014

1

Page 2: Kejang Demam Kompleks

PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.

Kejang demam terdiri dari kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks. Kejang demam kompleks terjadi rata-rata 25 – 50 % dari seluruh kasus

kejang demam. Kejang demam kompleks berhubungan dengan peningkatan risiko

kejang demam berulang, kejang demam dengan status epileptikus dan epilepsi.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala

klinisnya, infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya

abnormalitas struktur otak. (1)

Sekitar 30% pasien kejang demam hanya mengalami 1 kali episode kejang,

sementara sisanya mengalami lebih dari 1 kali episode kejang. Onset usia

penderita kejang demam adalah dari usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan puncak

insidensi terjadi pada usia 18 sampai 24 bulan. (2,6)

Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15

menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali

pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks.

(2)

Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut,

mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap

berulangnya kejang demam.(2)

2

Page 3: Kejang Demam Kompleks

Prognosis kejang demam kompleks lebih buruk jika dibandingkan dengan

kejang demam sederhana. Suatu penelitian menunjukkan adanya gangguan

memori pada anak berumur kurang dari 1 tahun. Risiko menjadi epilepsi

meningkat 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. (3)

Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai kejang demam kompleks pada

pasien anak yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.

3

Page 4: Kejang Demam Kompleks

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. F

Umur : 4 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal masuk / waktu : 9 April 2014/ 21.20

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat penyakit sekarang:

Keluhan kejang dirasakan sejak pagi hari. Kejang dialami sebanyak 2 kali

dirumah dengan jedah waktu kurang lebih 1 jam untuk kejang yang kedua. Kejang

berlangsung selama ±15 menit. Saat kejang tangan mengepal dan mata ke atas.

Setelah kejang pasien langsung sadar. Pada saat di UGD pasien mengalami kejang

kembali sebanyak 2 kali dengan durasi ± 2 menit. Sebelumnya pasien mengalami

demam yang dirasakan sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

dirasakan semakin meningkat. Sudah diberikan obat penurun panas namun

panasnya tidak turun. Mimisan tidak ada, beringus tidak ada gusi berdarah tidak

ada, ada sakit menelan. Batuk tidak ada, sesak tidak ada. Muntah tidak ada, nafsu

makan baik. BAB biasa dengan frekuensi 1 kali/hari. BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami kejang serupa saat berumur ± 2 tahun. Pernah

menderita cacar air saat usia ± 3 tahun.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak terdapat penyakit serupa pada keluarga pasien

4

Page 5: Kejang Demam Kompleks

Kemampuan dan Kepandaian anak:

Pasien sudah bisa membalikkan badannya sejak usia 6 bulan, duduk 9 bulan,

berjalan 16 bulan, bicara dengan jelas saat usia 1 tahun 3 bulan. Saat ini tidak

mengalami keterlambatan perkembangan.

Anamnesis Makanan:

ASI eksklusif diberikan dari lahir sampai umur 2 tahun, dilanjutkan dengan

pemberian susu formula. Saat ini anak makan makanan keluarga.

Riwayat kehamilan dan persalinan :

Pasien lahir normal di rumah sakit ditolong bidan, lahir cukup bulan, berat

badan lahir 2,8 kg, panjang badan tidak diketahui.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi dasar lengkap

Riwayat Alergi :

Tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Kompos mentis

2. Pengukuran

Tanda vital : TD : 110/60

Nadi : 124 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 40°C

Respirasi : 52 kali/menit

Berat badan : 17 kg

Tinggi badan : 109 cm

Status gizi : Gizi baik

5

Page 6: Kejang Demam Kompleks

3. Kulit : Warna : Sawo matang

Efloresensi : tidak ada

Pigmentasi : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Turgor : < 2 detik

Kepala: Bentuk : Normocephal

Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal

Tonsil : Tonsil T2-T1 hiperemis

Faring tidak hiperemis

Mata : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : pucat (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Reflek cahaya : (+/+)

Refleks kornea : (+/+)

Pupil : Bulat, isokor

Exophthalmus : (-/-)

Cekung : (-/-)

Telinga : Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Pernapasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bibir : kering (-)

Gigi : tidak ada karies

Gusi : tidak berdarah

Lidah : tidak tremor

tidak kotor

tepi tidak kemerahan

6

Page 7: Kejang Demam Kompleks

4. Leher :

Pembesaran kelenjar leher : -/-

Trakea : tidak ada deviasi trakea

Kaku kuduk : -

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris bilateral

Dispnea : tidak ada

Retraksi : tidak ada

Palpasi : Vokal fremitus: simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler (+/+)

Suara Napas Tambahan : Rhonchi (-/-) Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula

sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra

Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra

Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular

Bising : -

6. Abdomen :

Inspeksi : kesan datar

Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

Perkusi : Bunyi : timpani

Asites : (-)

Palpasi : Nyeri tekan : (-)

Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

7

Page 8: Kejang Demam Kompleks

Ginjal : tidak teraba

7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada

8. Genitalia : tidak ada kelainan

9. Otot-otot : hipotrofi (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 9 April 2014

Hasil Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 12,9 12-18 g/dl

Leukosit 12.157 5-10 ribu/ul

Eritrosit 4,48 3,8-8,5 Juta/ul

Hematokrit 38 35-52 %

Trombosit 325 150-450 Ribu/ul

RESUME

Pasien anak perempuan umur 4 tahun 7 bulan masuk dengan keluhan kejang

sejak pagi hari. Kejang dialami sebanyak 2 kali dirumah dengan jedah waktu

kurang lebih 1 jam untuk kejang yang kedua. Kejang berlangsung selama ±15

menit. Saat kejang tangan mengepal dan mata ke atas. Setelah kejang pasien

langsung sadar. Pada saat di UGD pasien mengalami kejang kembali sebanyak 2

kali dengan durasi 2 menit. Sebelumnya pasien mengalami demam yang dirasakan

sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan semakin

meningkat. Sudah diberikan obat penurun panas namun panasnya tidak turun.

Pasien juga mengeluhkan sakit menelan. BAB biasa. BAK lancar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tampak

sakit berat, gizi baik. Tanda-tanda vital : tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 124

8

Page 9: Kejang Demam Kompleks

kali/menit, reguler, kuat angkat, suhu 40°C, dan respirasi 52 kali/menit. Pada

pemeriksaan tonsil T2/T1 tidak hiperemis.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan leukosit.

DIAGNOSA

Kejang demam kompleks + Tonsilitis

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin (kontrol)

2. Lumbal pungsi

TERAPI

IVFD Ringer laktat 21 tetes per menit

Inj. Ceftriaxone 400 mg/12 jam/iv

Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)

Diazepam rektal 10 mg (jika kejang)

9

Page 10: Kejang Demam Kompleks

FOLLOW UP

Tanggal 10/4/2014

S : Panas (+), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (+), nyeri pada persendian

kaki kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 100 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 37,8°C

Respirasi : 30 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks + tonsilitis

P:

IVFD Ringer laktat 21 tetes per menit

Inj. Ceftriaxone 400 mg/12 jam/iv

Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml, 4 x 180 mg (1½ cth)

Diazepam rektal 10 mg (kalau kejang)

Tanggal 11/4/2014

S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki

kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 90/50 mmHg

Nadi : 120 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,9°C

Respirasi : 30 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

10

Page 11: Kejang Demam Kompleks

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks + tonsilitis

P:

IVFD Ringer laktat 14 tetes per menit

Inj. Ceftriaxone 400 mg/12 jam/iv

Diazepam rektal 10 mg (jika kejang)

Tanggal 12/4/2014

S : Panas (-), kejang (-), beringus (-) sakit menelan (-), nyeri pada persendian kaki

kiri (-)

O: Tanda vital : Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 96 kali/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,5°C

Respirasi : 32 kali/menit

Kulit : tidak ada kelainan

Kepala : tidak ada kelainan

Leher : Tonsil T2/T1 tidak hiperemis

Dada : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

Genitalia : tidak ada kelainan

Otot : dalam batas normal

A: kejang demam kompleks

P: Pasien pulang dan melakukan rawat jalan

11

Page 12: Kejang Demam Kompleks

DISKUSI

Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.2

Kejang demam tidak menunjukkan adanya abnormalitas pada

elektroensefalografi (EEG) serta biasanya dapat sembuh secara sempurna. Selain

adanya faktor genetika, kejang demam jarang berkembang menjadi epilepsi

(Kejang demam yang disebabkan keadaan ekstrakranial harus dipisahkan dari

keadaan intrakranial, sehingga perlu dilakukan pungsi lumbal pada pasien yang

mengalami demam, khususnya pada pasien berusia di bawah 18 bulan dengan

kejang demam pertama kali meskipun tidak ada tanda spesifik meningitis (2) (4)

Berdasarkan Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam

didefinisikan sebagai suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara

umur 6 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tapi tidak terbukti

adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.6

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut:

1. Kejang lama > 15 menit. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih

dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan

kejang anak tidak sadar.

2. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

12

Page 13: Kejang Demam Kompleks

Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam

sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam

(epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari

pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang

demam sederhana adalah sebagai berikut:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun

2. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas merupakan

pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy triggered off by

fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata sangat banyak

pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi demam,

sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut harus

menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan

anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami

kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam

yang membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat.(3)

13

Page 14: Kejang Demam Kompleks

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa kejang demam yang

dialami pasien pada kasus ini adalah kejang demam kompleks karena kejang yang

berulang pada satu periode (24 jam). Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan

adanya pembesaran tonsil namun tidak hiperemis yang menandakan adanya

infeksi saluran pernapasan atas. Selain itu pada pemeriksaan laboratorium pula

ditemukan leukosit yang meningkat yang menandakan adanya infeksi bakteri.

Menurut Soetomenggolo (1999) ada 3 (tiga) hal yang perlu dikerjakan pada

proses tata laksana kejang demam, yaitu:

1. Pengobatan Fase Akut

Pada waktu pasien sedang mengalami kejang, semua pakaian yang ketat

harus dibuka dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah

terjadinya aspirasi. Jalan napas harus bebas agar oksigen terjamin. Pengisapan

lendir dilakukan secara teratur, diberikan oksigen, kalau perlu dilakukan

intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,

pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

pemberian kompres dan antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kgBB 4 kali

sehari atau ibuprofen 20 mg/kgBB 4 kali sehari). Diazepam (0,3 mg/kgBB

IV, BB<10 kg dosis 5 mg rektal, BB>10 kg dosis 10 mg rektal) adalah pilihan

utama dengan pemberian secara intravena atau intrarektal karena memiliki

masa kerja yang singkat

2. Profilaksis Intermitten

14

Page 15: Kejang Demam Kompleks

Pengobatan profilaksis intermiten dengan antikonvulsan segera diberikan

pada pasien demam dengan suhu rektal lebih dari 380C. Terapi intermitten

harus dapat masuk dan bekerja pada otak. Diazepam oral efektif mencegah

timbulnya kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya

lebih baik karena penyerapannya yang cepat. Diazepam intermittent dapat

diberikan per-oral maupun rektal. Dosis rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk

pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg, serta 10 mg untuk pasien

dengan berat lebih dari 10 kg. Diazepam oral dapat diberikan dengan dosis

0,5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien

menunjukkan suhu 38,5 .(2)

3. Profilaksis Terus Menerus

Pemberian fenobarital 4-5 mg/kgBB/hari menunjukkan hasil yang

bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Obat lain yang dapat

digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat yang

memiliki efek sama bahkan lebih baik dibandingkan dengan fenobarbital,

meskipun memiliki efek samping hepatotoksik. Dosis asam valproat adalah

15-40 mg/kgBB. Profilaksis terus menerus dapat berguna untuk mencegah

berulangnya kejang demam berat yang dapat berpotensi menyebabkan

kerusakan otak di kemudian hari namun tidak dapat mencegah terjadinya

epilepsi. Indikasi profilaksis terus menerus adalah:

15

Page 16: Kejang Demam Kompleks

1) Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan

2) Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung

3) Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan

neurologis sementara atau menetap

4) Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi

pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel

dalam satu episode demam

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah

kejang berakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. (2) (5)

Untuk mencari penyebab dari kejang dapat dilakukan dengan pemeriksaan

cairan serebrospinal untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis.2

Prognosis pada kasus kejang demam kompleks adalah adanya kemungkinan

gangguan memori bila kejang demam kompleks terjadi pada anak berumur kurang

dari 1 tahun. Pada penelitian juga didapatkan adanya gangguan pada hipokampus

pada kejang demam yang berlangsung lama. Mortalitas jangka panjang tidak

meningkat pada kejang demam, namun terdapat sedikit peningkatan mortalitas 2

tahun setelah kejang demam kompleks. Risiko menjadi epilepsy meningkat

sampai 7% atau 2-10 kali lipat lebih sering dibandingkan populasi umum. Faktor

risiko terjadinya epilepsy dikemudian hari adalah kejang demam kompleks,

ditambah riwayat keluarga dengan epilepsy, dan adanya kelainan neurologis.(3)

16

Page 17: Kejang Demam Kompleks

Prognosis pada pasien ini adalah dubia dikarenakan kejang demam yang

terjadi adalah kejang demam kompleks yang berkaitan dengan risiko seperti

diatas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK: Churchill

Livingstone, 2007.

2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan

Penerbit IDAI, 2008.

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Seminar Dokter Umum Peningkatan

Kualitas Pelayanan Kesehatan Anak Pada Tingkat Pelayanan Primer.

Jakarta: 2013.

4. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4

No. 2. Jakarta, September 2002.

5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II.

Jakarta, 2011.

6. Pusponegoro, Hardiono. Konsensus penatalaksanaan kejang demam.

Ikatan dokter anak Indonesia. 2006

17