kehidupan sosial keluarga nelayan

Upload: eka-nur-safitri

Post on 12-Jul-2015

740 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kehidupan Sosial Keluarga NelayanA.Pendahuluan PENGERTIAN NELAYAN

Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukin di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya. 2002). Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi., yaitu sebagai berikut : Dari segi mata pencaharian. Nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir. Atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka. Dari segi cara hidup. Komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak. Seperti saat berlayar. Membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar desa. Dari segi ketrampilan. Meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang diturunkan oleh orang tua. Bukan yang dipelajari secara professional.

Dari bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat. Sedangkan yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya mengunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu, kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka. (Sastrawidjaya. 2002). Dilihat dari teknologi peralatan tangkap yang digunakan, nelayan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern mengunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Ukuran modernitas bukan semata-mata karena pengunaan motor untuk mengerakkan perahu, melainkan juga besar kecilnya motor yang digunakan serta tingkat eksploitasi dari alat tangkap yang digunakan. Perbedaan modernitas teknologi alat tangkap juga akan berpengaruh pada kemampuan jelajah operasional mereka (Imron, 2003:68). Pada umumnya dalam pengusahaan perikanan laut terdapat tiga jenis nelayan, yaitu; nelayan pengusaha, nelayan campuran dan nelayan penuh. Nelayan pengusaha yaitu pemilik

modal yang memusatkan penanaman modalnya dalam operasi penangkapan ikan. Nelayan campuran yaitu seseorang nelayan yang juga melakukan pekerjaan yang lain di samping pekejaan pokoknya sebagai nelayan. Sedangkan nelayan penuh ialah golongan nelayan yang hidup sebagai penangkap ikan di laut dan dengan memakai peralatan lama atau tradisional Namun demikian apabila sebagian besar pendapatan seseorang berasal dari perikanan (darat dan laut) ia disebut sebagai nelayan. (Mubyarto, 2002:18). Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan di laut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai nelayan merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut. Persoalan dari arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru mengedepankan jika seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Dengan pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit nelayan tadisional memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi nelayan. (Kusnadi, 2002:3) B.Kehidupan nelayan saat ini Sungguh miris nasib nelayan yang puluhan tahun terlantar sejak negeri ini merdeka dari penjajahan. Ditambah isu mutakhir soal perubahan iklim, nasib mereka pun semakin tidak jelas. Semua orang tahu itu, nelayan adalah kelompok yang paling terakhir diingat saat membicarakan dampak perubahan iklim. Padahal, mereka adalah pekerja lapangan yang berhadapan langsung dengan alam dan bertaruh nyawa menghadapi perubahan iklim. Beberapa tahun terakhir, pola musim semakin tak tentu. Hampir semua nelayan mengalami kesulitan memprediksinya dan tak tahu lagi kapan mereka memutuskan untuk melaut. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memang telah menginformasikan prakiraan cuaca maritim di situsnya. Info tersebut meliputi tinggi gelombang, arah dan kecepatan arus, arah dan kecepatan angin, serta kondisi awan dan peta potensi daerah tangkapan. Fakta yang terjadi ialah kehidupan nelayan tetap tak beranjak dari garis kemiskinan. Lebih dari itu, resiko yang lain adalah nelayan dapat tersangkut kasus hukum dengan negara tetangga akibat ketidaktahuan saat melaut. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mengalami kekerasan, disiksa hingga tewas, dalam kasus baru-baru ini, yakni penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan Malaysia. Sikap pemerintah?.Tidak ada reaksi yang berarti. Di negara kepulauan yang kini bernama Indonesia, hidup dua kelompok masyarakat yang saling membutuhkan petani dan nelayan. Petani di lahan pertanian yang subur di lereng dan kaki gunung api asyik dengan bajak dan cangkulnya. Setelah itu mereka menanam padi, memberi pupuk, dan menyiangi tanaman padinya dari rumput-rumput liar, tidak lupa memberikan air secukupnya. Seluruh rangkaian kegiatan itu, mulai dari menanam sampai mendapatkan hasil, memerlukan modal yang cukup besar.

Sementara itu, saudaranya, yang hidup sebagai nelayan di pantai dan laut berjuang matimatian melawan arus dan gelombang laut yang sedang mengganas. Nelayan yang di darat menjemur ikan yang tidak laku dijual untuk menjadi ikan asin. Ada juga yang mengolah udang menjadi belacan atau terasi. Kegiatan yang dilakukan nelayan relatif tidak memerlukan modal usaha yang besar. Paling paling modal untuk mendapatkan minyak solar untuk mesin kapalnya. Dua macam kehidupan tersebut tampak bertolak belakang. Petani di darat, meskipun tidak terlalu kaya, hidupnya tenteram. Sambil menunggu panen atau menunggu masa tanam berikutnya, banyak waktu luang untuk mencari penghasilan tambahan. Sementara itu, nelayan di pesisir terus berjuang untuk hidup dengan kemiskinan yang selalu melilit. Pergi melaut dilakukan setiap hari. Jika tidak melaut maka berarti tidak ada penghasilan. Sebagai bangsa bahari, kelompok masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan itu seharusnya tidak miskin dan tidak perlu berjuang mati-matian demi menyangga hidup. Laut luas yang menempati dua pertiga wilayah negara kepulauan ini menjanjikan sumber daya alam yang melimpah. Namun, belum pernah ada ceritanya nelayan memberi makan ikan di laut lepas, sekaligus belum pernah ada ceritanya bahwa nelayan itu hidupnya cukup. Untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka pun sulit sehingga banyak anak nelayan yang putus sekolah di tingkat sekolah dasar. Keterpurukan kehidupan nelayan menjadi semakin parah akhir-akhir ini. Ketika harga minyak naik, kehidupan nelayan semakin terjepit. Tak ada uang untuk beli minyak, tak ada perahu motor yang melaut. Tak ada perahu motor yang melaut, berarti tak ada makanan yang mengganjal nelayan dan keluarganya. Memang, nasib baik tidak pernah berpihak kepada nelayan. Sejalan dengan naiknya harga minyak, ombak pun naik dan angin pun bertambah kuat. Nelayan tidak bisa melaut lagi. Lebih ironis lagi, para calon anggota legislatif dan calon kepala daerah dalam bualannya tidak pernah mengatakan, Apabila saya terpilih, saya akan meningkatkan taraf hidup nelayan. Sekalipun sekadar bualan kampanye, nelayan tidak pernah dibohongi, apalagi diwujudkan dalam bentuk aksi yang positif. Itulah nasib nelayan yang selalu miskin terlilit utang bak anak ayam mati di lumbung padi. Ribuan tahun sudah bangsa bahari ini tinggal di Nusantara. Lima puluh tahun sudah kita menyatakan diri sebagai negara kepulauan. Namun, setelah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang, kita tidak menyadari bahwa di dalam tubuh kita mengalir darah bahari. Berapa banyak masyarakat kita yang menyadari akan kebahariannya. Berapa banyak orang yang mengaku terpelajar, calon dan pemimpin bangsa, tahu apa dan mengapa setiap tanggal 14 Desember disebut dan (seyogianya) diperingati sebagai Hari Nusantara ? C.Peranan Pemerintah

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama 11 Kementerian lain sepakat meluncurkan program peningkatan kehidupan nelayan. Program ini bahkan sudah ditetapkan dalam Keppres No. 10 tahun 2011 tanggal 15 April 2011 tentang Tim Koordinasi, Peningkatan dan Perluasan Program Pro Rakyat. Program ini segera diimplementasikan pada tahun ini dan diharapkan dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, nelayan bisa terbebas dari persoalan kemiskinan. Banyak nelayan yang ada di pesisir kehidupannya sangat miskin dan sampai saat ini belum ada treatment untuk membantu mereka. KKP bersama 11 Kementerian lain mencoba meningkatkan kehidupan nelayan dengan memberi berbagai bantuan langsung, kata Menteri Perikanan dan Kelautan, Fadel Muhammad, di Jakarta belum lama ini. Menurut Fadel, dari 73.067 desa di Indonesia, sebanyak 38.258 desa termasuk desa miskin. Dari jumlah desa miskin ini, 10.640 desa berada di pesisir. Jumlah nelayan miskin di pesisir tercatat 7,87 juta orang atau sebanyak 25,14 persen darijumlah penduduk miskin nasional sebanyak 31,02 juta orang. Nelayan miskin umumnya tersebar di 816 pelabuhan perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Karena itu, pemerintah akan melakukan intervensi langsung dalam meningkatkan kehidupan nelayan yang berbasis pada Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Program ini akan dilaksanakan di 100 PPI pada tahun 2011 dan 400 PPI pada tahun 2012, kata Fadel. Alokasi anggaran peningkatan kehidupan nelayan pada tahun 2011 sebesar Rp 127,8 miliar. Pada tahun 2012 anggaran untuk program ini ditargetkan bisa mencapai Rp 1,17 triliun. Program intervensi langsung kepada mnelayan akan dilakukan melalui tiga sasaran, yaitu individu nelayan, kelompok nelayan, dan sarana prasarana PPI. Kegiatan intervensi langsung kepada individu nelayan akan dilakukan melalui pemberian sertifikat hak atas tanah nelayan sebanyak 2.935 bidang dengan anggaran Rp 1,47 miliar. Perlindungan/asuransi nelayan kepada 2.800 orang dengan anggaran 7,97 miliar.

Daftar Pustaka Kusnadi, 2006. Konflik Sosial Nelayan, Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam. Penerbit LKiS: Yogyakarta. Kusnadi, 2007. Jaminan Sosial Nelayan. Penerbit LKiS: Yogyakarta. Kusnadi, 2008. Akar Kemiskinan Nelayan. Penerbit LKiS: Yogyakarta. Satria, Arif, 2009. Ekologi Politik Nelayan. Penerbit LKiS: Yogyakarta. Tim Pemberdayaan Masyarakat Pesisir PSKP Jember, 2007. Strategi Hidup Masyarakat Nelayan. Penerbit LKiS: Yogyakarta. Tugas Terstruktur

Pengantar Ilmu Ekonomi

Kehidupan Sosial Keluarga Nelayan

Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Hartoyo Notonegoro Shinta Praningtyas H1G011009 H1G011013

Tri Wahyuni S. H1G011027 Zakiah Yasmin Eka Nur Safitri H1H011025 H1H011035

Donna Mustika H1G011001

Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Jenderal Soedirman 2011