kegiatan belajar i -...

66

Upload: others

Post on 13-Oct-2019

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah
Page 2: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

KEGIATAN BELAJAR I

TAFSIR, TAKWIL, TERJEMAH, AYAT-AYAT MUHKAMAT DAN MUTASYABIHAT

A. INDIKATOR KOMPETENSI

1.1.1. Menjelaskan Konsep Tafsir, takwil, tarjamah, ayat-ayat muhkamat danmutasyabihat.

1.2.1. Menganalisis Penerapan Tafsir, takwil, terjamah, ayat-ayat muhkamat danmutasyabihat

B. URAIAN MATERI PELAJARAN

1. Tafsir

Menurut bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-

tafsiir yang berarti menjelaskan. Pengertian tafsir menurut bahasa juga

bermakna al-idhah (menjelaskan),al-bayan(menerangkan), al-kasyf

(mengungkapkan).

Sedangkan secara terminologi terdapat beberapa pendapat, salah satunya

menurut Dr. Shubhis Shaleh yang mendifinisikan tafsir sebagai berikut :

د صلى هللا علیھ و سلم و بیان فھم كتاب هللا علم یعرف بھ ل على نبیھ محم المنز

معانیھ و استخراج أحكامھ و حكمھ Artinya:Sebuah disiplin yang digunakan untuk memahami kitabullah yangditurunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan makna-maknanya sertamenggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

Definisi lain tentang tafsir dikemukakan oleh Ali al-Shabuniy bahwa

tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Qur’an dari segi

pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan

manusia. Pendapat lain senada disampaikan oleh al-Kilabi bahwa tafsir

Page 3: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

adalah menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan

apa yang dikehendaki dengan nashnya atau dengan isyaratnya atau

tujuannya. Demikian juga menurut Syekh al-Jazairi tafsir pada hakikatnya

adalah menjelaskan lafadz yang sukar dipahami oleh pendengar dengan

mengemukakan lafadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau

dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.

Al Qur’an diturunkan adalah sebagai petunjuk dari Allah Swt sebagai

pencipta bagi segenap manusia; petunjuk hidup di dunia dan petunjuk

untuk mendapat keselamatan dan kebahagiaan di akherat. Petunjuk

tersebut penting dipahami dan dijelaskan kepada manusia. Untuk

menjelaskan isi kandungan al Qur’an dibutuhkan sebuah alat yang disebut

ilmu tafsir, di mana merupakan perangkat yang diperlukan dalam

memahami ayat-ayat pada setiap surat dalam al-Qur’an.

Dalam melakukan penafsiran al Qur’an seorang mufassir dituntut

untuk menjelaskan maksud yang terkandung dari suatu ayat atau

beberapa ayat atau surat di dalam al Qur’an. Maksud dari suatu ayat atau

surat tersebut dapat dipahami dari susunan bahasanya dan lafadz-lafadz

yang digunakannya serta seluk beluk yang berhubungan dengan ayat atau

surat tersebut, yaitu; kapan, di mana, ada peristiwa apa ketika ayat itu

turun, berkenaan dengan apa dan siapa, kondisi masyarakatnya

bagaimana, dan bagaimana penjelasan Nabi Saw terhadap ayat tersebut.

Seluk beluk yang dimaksud adalah terkait dengan ulumu al Qur’an, di

dalamnya membahas tentang asbabun nuzul, makiyah dan madaniyah,

ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dst.

Asbabun nuzul yang menjadi latarbelakang turunnya ayat menjadi

salah satu komponen yang sangat penting bagi siapapun yang ingin

memahami Al-Qur’an. Belum dianggap cukup untuk memahami al Qur’an

Page 4: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

hanya berbekal bahasa arab saja, apalagi hanya membaca terjemahnya saja.

Di sini artinya memperhatikan asbabun nuzul menjadi suatu hal yang

penting, yang dikuatirkan akan terjadi kesalahan jika memahami al Qur’an

tanpa memperhatikan asbabun nuzul. Al Syathibi menegaskan bahwa

seorang tidak diperkenankan memahami al Qur’an hanya dari sisi teksnya

saja tanpa memperhatikan konteks ayat ketika turun. Namun Demikian

perlu diketahui bahwa tidak seluruh ayat al Qur’an diketemukan asbabun

nuzulnya melalui riwayat.

Memahami makiyah dan madaniyah juga akan membatu seseorang

ketika akan memahami al Qur’an. Terdapat beberapa manfaat dalam

memahami makiyah dan madaniyah, apabila seseorang berupaya

memahami ayat al Qur’an : a) Dapat membantu mempermudah dalam

menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah terkait

dengan situasi dan kondisi masyarakat saat itu ketika ayat-ayat al Qur’an

diturunkan. b) Melalui gaya bahasa yang berbeda pada ayat makiyah dan

madaniyah akan membatu dalam memahami ayat al Qur’an, sekaligus

memberikan indikasi perbedaan karakteristik masyarakat. c) Dengan

memahami makiyah dan madaniyah akan lebih mudah mengkaitkan

dengan aspek sejarah hidup Nabi Muhammad Saw .

Demikian juga penting memahami seluk beluk ilmu qiraat, di mana dimulai

sejak para sahabat membaca qiraat tersebut. Sebagaimana dalam hadist shohih

diceritakan bahwa suatu ketika di masa hidup Rasulullah saw , Umar bin Khattab

sholat menjadi makmum dan mendengar bacaan Hisyam bin Hakim membaca

Surat al-Furqan dengan bacaan qira’ah yang bermacam-macam yang tidak sama

dengan bacaan Umar yang diajarkan Rasulullah Saw, sehingga hampir saja Umar

menyeretnya ketika dia sedang salat. Namun Umar berusaha bersabar

menunggunya hingga selesai salam. Setelah Hisyam selesai salat, Umar menarik

selendangnya seraya berkata padanya, siapa yang membacakan surat kepadamu

denga bacaan seperti itu, kata Umar. Dia menjawab ; Rasulullah Saw yang

membacakan kepadaku seperti itu. Bohong kamu, kata Umar” Sungguh

Page 5: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Rasulullah Saw membacakan padaku Tidak seperti apa yang kamu baca.

Kemudian Umar membawanya untuk menghadap Rasul, di mana setelah

keduanya membaca surat al Furqan kemudian Rasulullah Swt membenarkan

bacaan keduanya, sambil bersabda “ Seperti itulah bacaan al Qur’an diturunkan.

Dalam hal qiraat tersebut tidak hanya berkutat dalam perbedaan bacaan al

qur’an dari segi dialek saja, namun terdapat juga perbedaan-perbedaan qira’at yang

mempengaruhi terhadap perbedaan makna lafadz , sehingga menjadi penting

memahaminya bagi seorang mufassir. Di antara manfaat memahami perbedaan

qira’at yang mempengaruhi terhadap makna adalah ; a) Dapat mengetahui adanya

dua hukum yang berbeda. Misalnya pada surat Al-Baqarah: 222.

ھرن وال تقربوھن حتى یط “Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.”

Ayat ini oleh oleh beberapa imam qira’at dibaca رن یطھ . Kata یطھرن

berarti wanita haid boleh didekati apabila berhenti haidnya. Sedangkan

bacaan رن یطھ menunjukkan makna bahwa wanita haid baru boleh didekati

setelah mereka mandi. Dari dua qira’at ini dapat dipahami bahwa wanita

haid boleh didekati setelah berhenti haidnya dan telah mandi.

Demikian juga dalam memahami qira’at yang memiliki dua wajah

seperti pada surat Al Maidah: 6 dalam kaitannya dengan wudhu:

ى فٱغسلوا وجوھكم وأیدیكم إلى ٱلمرافق وٱمسحوا برءوسكم وأرجلكم إل

ٱلكعبین “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplahkepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”

Kata (wa arjulakum)وأرجلكم yang dibaca fathah lamnya sebagian

imam lain membaca dengan mengasrah lam وأرجلكم (wa arjulikum) yang

dari dua qira’at ini dapat dipahami bahwa salah satu rukun wudhu adalah

membasuh kaki, tetapi membasuh kaki dapat dirubah dengan

mengusapnya bagi orang yang memakai khufah (semacam sepatu pada

zaman dahulu) bagi orang yang sedang safar.

Page 6: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Pengetahuan seperti itu, tidak mungkin diketahui oleh seseorang

yang tidak mengenal tentang ilmu qira’at. Demikian juga pada sebagaian

lafadz-lafadz lain yang memiliki beberapa qira’at. Karena itu pengetahuan

Ulumu al Qur’an tersebut digunakan seorang mufassir dalam menjelaskan

ayat-ayat al Qur’an agar di dalam penafsirannya dapat terhindar dari

kemungkinan terjadi kesalahan. Karena itu seseorang mufassir dalam

menafsirkan al Qur’an disyaratkan memiliki penguasaan di bidang ulumu

al-Qur’an sebagaimana dijelaskan oleh para ulama’ tentang syarat-syarat

mufassir, yaitu penguasaan bahasa arab beserta cabang-cabangnya dan

penguasaan terhadap ulumu al Qur’an.

2. Takwil

Ta’wil menurut bahasa berasal dari kata awwala-yuauwilu-

takwiil yang memiliki makna al-ruju’ atau al’aud yang berarti kembali.

Berkaitan dengan kata ini al Qur’an beberapa kali menggunakan kata

takwil dalam menjelaskan maksud dari sebuah pristiwa atau kisah,

misalnya pada kisah Nabi Yusuf as (QS:12;100) dalam menjelaskan

pristiwa tunduknya keluarga dan saudara-saudaranya kepadanya

dinyatakan dengan kalimat haadzaa takwiilu rukyaaya min qobl qod

ja’ala robbii haqqo…( ini adalah takwil mimpiku sebelumnya, sungguh

Tuhan telah menjadikan mimpiku menjadi kenyataan). Demikian juga

pada surat al Kahfi (78) tentang kisah seorang hamba Allah yang diberi

ilmu dari sisi-Nya mengatakan kepada Nabi Musa as dengan kalimat

sa unabbi uka bitakwiili maalam tastathi’ alaihi sobro (aku akan

menjelaskan takwil sesuatu yang engkau tidak dapat bersikap sabar

terhadapnya).

Memperhatikan penggunaan kata takwil di dalam al Qur’an,

maka secara terminologi al Jurjani dalam kitab al Ta’rifatnya

Page 7: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

memberikan definisi takwil sebagai berikut:

قا اف و راه م ي ی ذ ال ل م حت الم ا كان إذ ھ ل م ت ح نى ی ع م إلى ر الظاھ اه ن ع م ن ع اللفظ رف ص

والسنةتاب لك ل Memalingkan lafadz dari maknanya yang lahir kepada makna yangdikandung oleh lafadz tersebut selama makna yang dimaksudtersebut dipandang sesuai dengan al qur’an dan al sunnah.

Misalnya dalam memahami kalimat یخرج الحي من المیت

(mengeluarkan kehidupan dari yang mati) misalnya, bisa dipahami dalam

penger an ―mengeluarkan seekor ayam yang menetas dari telur. Makna

tersebut adalah tafsir. Tetapi, ia bisa juga dipahami dengan jalan takwil,

yakni ―mengeluarkan seorang Mukmin dari kekafiran atau mengeluarkan

yang pandai dari kebodohan.1

Melihat penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pada

hakekatnya takwil dilakukan dalam rangka memahami ayat yang berarti

juga disebut tafsir. Makna takwil dalam teks Alquran dan hadis sejak lama

telah diperdebatkan di kalangan para ulama. Dalam tradisi tafsir

memahami Alquran bisa dilakukan dengan menggunakan tafsir dan juga

dengan takwil yang benar.

3.Terjemah

Terjemah diambil dari bahasa arab dari kata tarjamah. Bahasa

arab sendiri memungut kata tersebut dari bahasa Armenia yaitu

turjuman2. Kata turjuman sebentuk dengan kata tarjaman dan

tarjuman yang berarti mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke

bahasa lain.3 Terjemah menurut bahasa juga berarti salinan dari satu

bahasa ke bahasa lain, atau mengganti, menyalin, memindahkan kalimat

Page 8: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

dari suatu bahasa ke bahasa lain. Secara etimologi berarti juga

‚memindahkan lafal dari suatu bahasa kedalam bahasa lain. Dalam hal

ini seperti memindahkan atau mengartikan ayat-ayat al-Qur’an yang

berbahasa Arab diartikan kedalam bahasa Indonesia.

Adapun secara terminologi didefinisikan sebagai berikut;

مع الوفاء التعبیر عن معنى كالم فى لغة بكالم اخر من لغة اخرى

بجمیع معانیھ و مقاصدهMengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasalain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturantersebut.

Ash-Shabuni mendefinisikan terjemah al Qur’an adalah

memindahkan bahasa al-Qur’an ke bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab

kemudian mencetak terjemah ini ke beberapa naskah agar dapat dibaca

orang yang tidak mengerti bahasa ‘Arab, sehingga dapat memahami kitab

Allah SWt, dengan perantaraan terjemahan.

Penerjemahan dibagi menjadi dua; terjemah lafdziyah dan

terjemah tafsiriyah. Terjemah harfiyah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari

satu bahasa ke dalam lafaz- lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian

rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan

dan tertib bahasa pertama. Terjemah tafsiriyah atau terjemah

maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain

tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan

susunan kalimatnya.

Membaca terjemah sebuah ayat al Qur’an dapat membantu

pembaca untuk memahami maksud ayat tersebut, namun demikian

membaca terjemah saja tanpa memahami seluk beluk bahasa al Qur’an

Page 9: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

yakni bahasa arab seringkali menjadikan pemahaman terhadap ayat

tersebut kurang sempurna, atau bahkan dikuatirkan terjadi

kesalahpahaman. Kesalahpahaman terhadap pembacaan terjemah secara

umum dapat disebabkan beberapa hal;

a. Tidak semua kata dalam suatu bahasa dapat diterjemah secara tepat

atau utuh ke dalam bahasa lain. Ini dikarenakan setiap bahasa

memiliki batas-batas makna masing-masing. Contoh kata; anta dan

anti( mudzakkar dan muannats) tidak dapat diterjemah secara utuh

dengan kata kamu, anda atau engkau. Demikian juga misalnya kata

insanun dan basyarun tidak dapat secara utuh diwakili oleh terjemah

kata manusia.

b. Keterbatasan seorang penerjemah dalam melakukan pilihan kata yang

tepat dan keterbatasan penerjemah dalam penguasaan struktur

bahasa yang digunakan.

c. Latarbelakang budaya yang berbeda pada setiap bangsa akan

membentuk karakteristik bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa

arab memiliki jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah. Pola memiliki dua

jumlah tersebut tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia.

Karena itu apabila melihat berbagai kelemahan tersebut di atas,

maka dalam penterjemahan al Qur’an belum dapat dikatakan mampu

mewakili seluruh maksud ayat-ayatnya. Apalagi bahwa al Qur’an itu

adalah kalamullah yang memiliki keagungan dalam bahasa dan

kandungannya, maka terasa tidak mungkin sebuah terjemahan al Qur’an

mampu menggambarkan secara utuh maksud-maksudnya. Namun

demikian bukan berarti terjemah al Qur’an tidak penting, akan tetapi

adanya terjemah al-Qur’an sekedar membantu untuk melakukan

tadabbur (renungan) khususnya bagi bangsa ‘ajam (non arab) yang tidak

Page 10: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

memiliki kemampuan bahasa arab secara baik. Selain itu, untuk

mengurangi keterbatasan bahasa maka dilakukan terjemah tafsiriyah atau

maknawiyah sebagaimana telah dijelaskan di atas.

4. Muhkamat dan Mutasyabihat.

Kata Muhkam dari segi etimologi berasal dari akar kata hakama-

yahkamu-hukman berarti menetapkan, memutuskan, memisahkan.

Kemudian dijadikan wazan af’ala menjadi ahkama-yuhkimu-ihkaam yang

berarti mencegah. Al-Hukmu artinya memisahkan antara dua hal. Jika

seseorang dikatakan hakim maka karena ia mencegah kezaliman dan

memisahkan antara dua orang yang berselisih, membedakan antara yang

hak dan yang batil,antara benar dan salah. Sedangakan kata mutasyabih

berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti keserupaan dan

kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaan antara dua hal.

Menurut Manna’ Al-Qaththan secara terminologi muhkam adalah

ayat yang mudah diketahui maksudnya, mengandung satu makna, dapat

diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedang

mutashâbih adalah ayat yang pada hakekatnya hanya diketahui

maksudnya oleh Allah sendiri, mengandung banyak makna, dan

membutuhkan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain.4

Ayat al-Qur’an yang seringkali digunakan sebagai rujukan dalam

pembahasan muhkamat dan mutasyabihat tercantum pada surat ali

Imran (QS 3:7) :

الكتاب وأخر ھو الذي أنزل علیك الكتاب منھ آیات محكمات ھن أم

ا الذین في قلوبھم زیغ فیتبعون ما تشابھ منھ ابتغاء متشابھات فأم

اسخون في العلم والر الفتنة وابتغاء تأویلھ وما یعلم تأویلھ إال

ا بھ كل من عند ربنا وما یذكر إال أولو األلباب یقولون آمن

Page 11: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Artinya:Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara(isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Alqur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka merekamengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanyauntuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidakada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orangyang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayatyang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidakdapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orangyang berakal.

Ayat Alquran tersebut menimbulkan perbedaan pemahaman

tentang boleh tidaknya takwil atas ayat-ayat mutasyabihaat itu5. Sebagian

pendapat menyatakan bahwa semua ayat mutasyabihaat bisa ditakwil

seluruhnya, tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa sebagian saja yang

boleh ditakwil itu pun bila memenuhi persyaratan takwil termasuk siapa

saja yang berhak melakukannya. Karena takwil itu sesuatu yang sulit,

maka diperlukan syarat keahlian tertentu, antara lain pengetahuan

mendalam tentang ilmu-ilmu keislaman termasuk kaidah bahasa Arab.

Takwil dapat dilakukan dengan syarat tetap memperhatikan

kaidah kebahasaan dan tidak hanya mengandalkan akal (ra’yu) saja.

Karena dengan takwil akan memudahkan dalam mencerna dan

mengamalkan ajaran Alquran sesuai dengan perkembangan zaman

sekarang dan akan datang. Menurut Al-Raghib al-Isfahani dalam kitab

Mufrad fii alfaadzi al Qur’an mengemukakan bahwa tafsir lebih umum

dari pada takwil. Tafsir lebih banyak digunakan dalam kata dan kosa

katanya. Sedang takwil banyak digunakan dalam makna dan susunan

kalimatnya. Takwil lebih banyak digunakan dalam Alquran, sedang tafsir

tidak saja digunakan dalam Alquran tetapi juga dalam kitab-kitab lainnya.6

Page 12: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Penggunaan takwil bukan berarti tanpa kaidah dan dasar-dasar

keilmuan dan juga hanya diterapkan teks-teks ayat yang pernah

ditakwilkan oleh ahli tafsir terdahulu. Takwil bisa diterima selama

kandungan yang ditentukan untuk memaknai susunan kata dalam suatu

ayat telah dikenal secara luas dalam masyarakat pengguna bahasa Arab

pada masa turunnya Alquran. Walaupun pada periode berikutnya,

maksud kata ―dikenal secara luas bisa dimaknai lain, yakni selama pesan

yang digunakan untuk ayat yang ditakwil itu dipahami dari akar kata

redaksi bahasa ayat itu.

Muhammad ‘Abduh dalam tafsir Juz Amma-nya memahami kata

Thayran ( راطی ) pada surat al-Fiil (QS 105:3) yang berarti burung yang

terambil dari kata thaara – yathiiru berarti terbang kemudian beliau

memahami kata tersebut dengan sejenis virus atau bakteri yang

beterbangan.

Pada ayat yang berbicara tentang dzat Allah yang tercantum pada

surat al Nuur هللا نورالسماوات واالرض (Allah adalah cahaya langit dan bumi)

dengan tujuan agar dzat Allah itu bisa diketahui. Pemahaman seperti ini

merupakan takwil yang terlarang, karena tidak sesuai dengan ayat: لیس

...كمثلھ شیئ (tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya) (QS. Asy-Syura

[42]: 11.

Pada penerapan takwil terhadap ayat mutasyabihat lainnya yang

dilakukan Prof. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata kursi pada Q.S. Al-

Baqarah/2: 225. Ia menakwilkan kalimat kursi Allah meliputi langit dan

bumi sebagaimana Al-Thabathaba’i dalam Tafsir Al - Mizan

menakwilkannya sebagai kedudukan Ilahiyah untuk mengendalikan

semua makhluk-Nya. Luasnya kursi Allah memiliki makna

ketakterhinggaan kekuasaan-Nya. Karena itu makna kursi pada ayat

Page 13: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

tersebut adalah kedudukan ketuhanan yang mengendalikan langit dan

bumi beserta isinya. Juga mengisyaratkan bahwa semua benda itu

terkontrol dengan baik.Demikian juga makna keluasan yang dimaksud

bahwa pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu di langit dan bumi.

C. RANGKUMAN

Tafsir menurut istilah adalah sebuah disiplin yang digunakan untuk

memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Saw dan menerangkan

makna-maknanya serta menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

Seseorang mufassir dalam menafsirkan al Qur’an disyaratkan memiliki

penguasaan bahasa arab beserta cabang-cabangnya dan penguasaan

terhadap bidang ulumu al-Qur’an yang mencakup asbabun nuzul, makiyah

dan madaniyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dst. Selain itu seorang

mufassir harus mengetahui hadist-nabi Saw yang berkaitan dengan ayat-

ayat yang ditafsirkan.

Takwil menurut istilah adalah memalingkan lafadz dari maknanya

yang lahir kepada makna yang dikandung oleh lafadz tersebut selama

makna yang dimaksud tersebut dipandang sesuai dengan al qur’an dan al

sunnah. Penjelasan takwil dapat dipahami juga bahwa pada hakekatnya

takwil dilakukan dalam rangka memahami ayat agar dapat menjelaskan

kandungan al Qur’an, yang berarti juga disebut tafsir.

Karena itu terdapat ulama’ yang memaknai takwil sama dengan

tafsir. Makna takwil dalam teks Alquran dan hadis sejak lama telah

diperdebatkan di kalangan para ulama. Dalam tradisi tafsir memahami

Alquran bisa dilakukan dengan menggunakan tafsir dan juga dengan

takwil yang benar.

Takwil sering digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat yang

Page 14: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

mutasyabihat, ini diperlukan karena akan memudahkan dalam mencerna

dan mengamalkan ajaran Alquran sesuai dengan perkembangan zaman

sekarang dan akan datang.

Menurut Abd. ‘Azim al-Zarqani, ayat-ayat mutasyabih dapat dibagi

tiga macam. Pertama, ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat

mengetahui maksudnya seperti pengetahuan tentang dzat Allah dan hari

kiamat, hal-hal gaib, hakikat dan sifat-sifat zat Allah swt. Kedua, ayat-ayat

yang setiap orang dapat mengetahui maksudnya melalui penelitian dan

pengkajian, seperti Q. S. al-Nisa : 3 “ Dan jika kamu takut tidak dapat

berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim, maka kawinilah

wanita-wanita…”. Ketiga, ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya

dapat diketahui oleh para Ulama tertentu dan bukan semua ulama.

Maksud yang demikian adalah makna- makna yang tinggi yang

memenuhi hati seseorangyang jernih jiwanya danmujahid.

Terjemah al Qur’an adalah memindahkan bahasa al-Qur’an ke

bahasa lain yang bukan bahasa ‘Arab kemudian mencetak terjemah ini ke

beberapa naskah agar dapat dibaca orang yang tidak mengerti bahasa

‘Arab, sehingga dapat memahami kitab Allah SWt, dengan perantaraan

terjemahan. Pola penerjemahan al Qur’an dibagi menjadi dua; terjemah

lafdziyah dan terjemah tafsiriyah.

Penterjemahan al Qur’an belum dapat dikatakan mampu mewakili

seluruh maksud ayat-ayatnya. Apalagi bahwa al Qur’an itu adalah

kalamullah yang memiliki keagungan dalam bahasa dan kandungannya,

maka terasa tidak mungkin sebuah terjemahan al Qur’an mampu

menggambarkan secara utuh maksud-maksudnya. Namun demikian

bukan berarti terjemah al Qur’an tidak penting, akan tetapi adanya

terjemah al-Qur’an sekedar membantu untuk melakukan tadabbur

Page 15: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

(renungan) khususnya bagi bangsa ‘ajam (non arab) yang tidak memiliki

kemampuan bahasa arab secara baik.

D.TUGAS

1.Jelaskan pengertian tafsir dan takwil?

2.Jelaskan apa yang dimaksud Muhkam dan Mutasyabih?

3.Bagaimana para mufassir melakukan takwil?

4.Mengapa diperlukan tafsir dan takwil terhadap aat al Qur’an?

5.Apa kelebihan dan kekurangan dari terjemah al Qur’an?

E. TES FORMATIF

1. Disiplin Ilmu Tafsir dapat dipahami sebagai:

a. Ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Saw dan

menerangkan ulumul qur’an yang terdapat di dalamnya serta menggali

hukum-hukumnya.

b. Ilmu untuk memahami al Qur’an ,menerangkan makna-maknanya serta

menggali hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya.

c. ilmu yang membahas tentang al-Qur’an dari segi pengertiannya dan makna

nuzulnya sesuai dengan kemampuan manusia.

d. Ilmu yang menjelaskan al-Qur’an dari segi asbabun nuzulnya, qiraatnya,

nasikh mansuknya isyarat ilmiahnya.

e. Ilmu untuk memahami al Qur’an, menerangkan makna-maknanya serta

menggali pemikiran dari para mufassir.

2. Memberikan makna bakteri yang beterbangan pada lafadz Thoirun disebut :

a. Tafsir

Page 16: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

b. Muhkam

c. Mutasyabih

d. Takwil

e. Haakim

3. Memindahkan bahasa al-Qur’an ke bahasa lain agar dapat dibaca orang yang

tidak mengerti sehingga dapat memahami kitab Allah Swt lebih tepat

dipahami sebagai :

a. Tafsir

b. Takwil

c. Terjemah

d. Mutasyabih

e. Muhkam

4. Ayat yang dapat diketahui maknanya dan memiliki satu makna serta

dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain.

a. Terjemah

b. Mutasyabih

c. Takwil

d. Muhkam

e. Mu’jam

5. Ayat yang lafadznya memungkinkan memiliki lebih dari satu makna dan

membutuhkan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain serta

hakekatnya hanya diketahui maksudnya oleh Allah sendiri, disebut :

a. Tafsir

b. Mutasyabih

c. Muhkam

d. Takwil

e. Takbir

Page 17: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

F. KUNCI JAWABAN

1. B

2. D

3. C

4. D

5. B

1 . M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur‟an, Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati, 2011),554.

2 . Didawi, M (1992). Ilmut Tarjamah bainan Nazhariyah wa al Tathbiq. Tunis: Darul Maarif li athThabaah wa al Nasyr. Hal;37

3 . Manzhur, I.( 1300 H) Lisanul Arab. Beirut: Dar Shadir :664 . Manna’ Al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum ..., 2085 . Nashr Hamid Abu Zaid, Menalar Firman Tuhan; Wacana Majas dalam Al-Qur‟an

Menurut Mutazilah, diterjemahkan oleh Abdurrahman dan Hamka Hasan (Bandung: Mizan,2003), 209.

6 . M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1995), 91

DAFTAR PUSTAKA

Shihab M. Quraish, Membumikan Al Qur’an, Jilid 2, Jakarta: LenteraHati, 2011.

Didawi, M (1992). Ilmut Tarjamah bainan Nazhariyah wa al Tathbiq. Tunis:Darul Maarif li ath Thabaah wa al Nasyr.

Manzhur, I.( 1300 H) Lisanul Arab. Beirut: Dar Shadir

Page 18: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Manna’ Al-Qattan, Mabahith fi ‘Ulum ..Nashr Hamid Abu Zaid, Menalar Firman Tuhan; Wacana Majas dalam

Al-Qur‟an Menurut Mutazilah, diterjemahkan oleh Abdurrahman danHamka Hasan (Bandung: Mizan, 2003)

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1995)Âbâdiy, Abi al-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq, `Awn al - Ma`bûd Syarah

Sunan Abû Da wûd , Ed. Khâlid `Abd al-Fattâh Syibl, Beirut : Dâr al-Kutub al`Ilmîyah,1998, Cet. Ke1

Abduh, Muhammad. al - Man â r , Bairut: Dâr al-Fikr, t.th.Abdul Bâqi, Muhammad Fuad al - Mu’jam al - Mufahras li Alfâzh al - Qur’ân ,

Kairo: Dâr al-Hadîts, 1986

Page 19: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

KEGIATAN BELAJAR 2PENDEKATAN DAN METODE PENAFSIRAN AL QUR’AN

A. INDIKATOR KOMPETENSI

1.1.1. Menjelaskan Konsep Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al ra’yi, tafsir isyari1.2.1. Menganalisis Klasifiksi dan penerapan Tafsir bi al Ma’tsur, tafsir bi al ra’yi, tafsir

isyari.1.3.1. Menjelaskan konsep Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.1.4.1. Menganalisis Penerapan Metode Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i.

B. URAIAN MATERI

Pada zaman Nabi Saw para sahabat tidak membutuhkan suatu pendekatan atau

metode khusus dalam memahami ayat-ayat al Qur’an, karena segala permasalahan

langsung disampaikan kepada Nabi Saw dan beliau sendiri yang memberikan penjelasan.

Demikian juga pada masa sahabat, mereka adalah orang-orang yang mengetahui

bagaimana al Qur’an diturunkan dan bagaimana Nabi Saw menjelaskan.

Ketika zaman sudah semakin jauh dengan Nabi Saw dan para sahabat, sementara

penjelasan terhadap petunjuk-petunjuk al Qur’an semakin dibutuhkan, maka para ulama’

di bidang tafsir melakukan ijtihadnya masing-masing untuk melakukan penafsiran al

Qur’an. Adapun sumber informasi yang digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat al Qur’an

adalah riwayat-riwayat yang dianggap dapat dipercaya baik dari hadist Nabi Saw maupun

atsar. Dalam melakukan ijtihadnya, sebagaian ulama’ menggunakan riwayat-riwayat

tersebut sebagai sumber utama penafsirannya dan sebagaian ulama’ mufassir yang lain

menggunakan riwayat-riwayat tersebut sebagai landasan berfikir yang kemudian

dilakukan ijtihad sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Karena itu ditinjau dari

sumbernya, penafsirannya dibagi menjadi tiga pendekatan, yaitu: Tafsir bi al-Ma’tsur ,

Tafsir bi al-Ra’yi dan Tafsir al Isyari

1. Pendekatan Penafsiran Al Qur’an

a. Tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir bi al-Ma’tsur adalah menafsirkan al-Qur’an didasarkan penjelasan-

penjelasan al Qur’an yang diperoleh melalui riwayat-riwayat pada sunnah, hadist

maupun atsar, bahkan sebuah ayat al Qur’an dapat dijelaskan dengan ayat-ayat al

Qur’an yang lain. Karena itu Tafsir bi al-Matsur disebut juga tafsir bi al-Riwayah,

Page 20: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

karena didasarkan juga pada periwayatan-periwayatan. Selain hadist Nabi Saw, atsar

sahabat dianggap mampu menjelaskan ayat al Qur’an karena sahabat Nabi Saw

dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui al-Qur’an dan bergaul bersama

Nabi Saw, demikian juga para ulama’ di masa tabi’in yang dianggap juga sebagai

orang yang bertemu langsung dan berguru kepada para sahabat. Karena itu sumber

penafsiran bi-al-Riwayah ini dipandang sebagai penafsiran terbaik terhadap al-

Qur’an, karena dianggap lebih terjaga dari kekeliruan dan penyimpangan dalam menafsirkan al Qur’an.

Pada pendekatan tafsir bi al-ma’sur terdapat beberapa cara untuk menafsirkan ayat al-

Qur’an, yaitu;

a) Penafsiran ayat dengan ayat al-Quran yang lain

Suatu ayat dapat ditafsirkan dengan ayat yang lain, baik ayat itu kelanjutan

dari ayat yang ditafsirkan ataupun ayat yang menafsirkan berada di surat yang lain.

Misalnya pada surat al ikhlas ayat pertama yang menjelaskan tentang ketauhidan

Allah Swt, ditafsirkan oleh ayat berikutnya, yaitu ayat kedua, ketiga dan keempat.

Namun ayat pertama surat al Ikhlas tentang ketauhidan ini dapat ditafsirkan

(dijelaskan) lagi oleh ayat yang lain yang berada di surat yang lain. Misalnya surat al

Hasyr ( QS 59;22-24) yang menjelaskan sifat-sifat Allah Swt:

حیم ( ن الر حم ھ إال ھو عالم الغیب والشھادة ھو الر الذي ال إل الذي ال 22ھو )ھو

ھ إال ھو الملك القدوس ا إل عم السالم المؤمن المھیمن العزیز الجبار المتكبر سبحان

ر لھ األسماء الحسنى یسبح لھ ما في )23یشركون ( الخالق البارئ المصو ھو

)24و العزیز الحكیم (السماوات واألرض وھ

Artinya :Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib danyang nyata, Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang(22) DialahAllah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang MahaSejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, YangMaha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, MahaSuci Allah dari apa yang mereka persekutukan(23)Dialah Allah YangMenciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, YangMempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit danbumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(24).

b) Penafsirat ayat al Qur’an dengan hadits Nabi Saw

Page 21: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Ayat-ayat al Qur’an lebih banyak bersifat mujmal(global) dan untuk

dipahami tidak bisa berdiri sendiri, karena itu di sinilah fungsi hadits Nabi Saw

sebagai tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Misalnya ayat tentang perintah

sholat yang mujmal tidak menjelaskan tatacara sholat (S. al Baqarah (SQ

43;43)

الة وأقیموا اكعین (وآتواالص كاة واركعوا مع الر )43الزArtinyaDan dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan rukuklah bersama orang-orangyang ruku’

Ayat tersebut kemudian ditafsirkan oleh hadits Nabi Saw;

كم أكبركم صلوا كما رأیتموني أصلي ، فإذا حضرت الصالة ن لكم أحدكم ، ولیؤم –فلیؤذ

)رواه البخاري (

Artinya:

Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat, maka apabila telah tibawaktu sholat hendaklah salah seorang di antara kalianmengumandangkan adzan dan orang yang lebih tua di antara kalianmenjadi imam. (HR Bukhori)

c) Penafsirat ayat al Qur’an dengan keterangan sahabat-sahabat Nabi saw.

Untuk mendapatkan informasi lebih luas perihal maksud-maksud al

Qur’an, setelah memahami sunnah Nabi Saw maka penjelasan para sahabat

juga diperlukan, dikarenakan mereka adalah orang-orang yang dekat

bersama Nabi Saw dan sangat memahami situasi dan kondisi bagaimana al

Qur’an itu diturunkan.

Contoh tafsir terhadap Surat al Baqarah (QS 2: 3):

الذین یؤمنون بالغیب....Artinya

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib…

Menurut ibnu abbas sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah

bahwa tafsir dari kata yukminuuna adalah yushoddiquuna (membenarkan). Dan

menurut Makmar yang diriwayatkan dari az Zuhri yang dimaksud yukminuuna adalah

Page 22: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

iman yang disertai mengamalkan. Sedangkan menurut Abu Jakfar ar Razi dari Rabi’

bin Anas yang dimaksud dengan yukminuuna adalah yakhsyauna yang berarti takut.1

ContohTafsir bi al ma’tsur adalah kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya

Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir.

b. Tafsir bi al-Ra’yi atau tafsir bi al-Dirayah

Al-Ra’yu berarti pikiran atau nalar, karena itu Tafsir bi al-Ra’yi adalah

penafsiran seorang mufassir yang diperoleh melalui hasil penalarannya atau ijtihadnya,

di mana penalaran di sini sebagai sumber utamanya. Seorang mufassir di sini tentu

saja adalah orang yang secara kompetensi keilmuannya telah dianggap telah

memenuhi persyaratan, sebagaimana disebutkan pada syarat-syarat mufassir.

Istilah Tafsir bi al-Ra’y pada dasarnya untuk membedakannya dengan Tafsir

bi al-Ma’tsur, dalam konteks, bahwa bukan berarti ketika sahabat melakukan

penafsiran Quran tidak menggunakan nalar. Para sahabat sebenarnya juga

menggunakan nalar dalam memberikan penafsiran, tetapi dalam istilah disiplin

ulum Quran, para sahabat tetap saja tidak dinamai dalam kategori Tafsir bi al-

Ra’yi, sebab, para sahabat memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh generasi

sesudah mereka.2Sebagaimana pendekatan tafsir yang lain, pendekatan Tafsir bi

al-Ra’y juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Di antara kelebihan pendekatan

Tafsir bi al-Ra’y ini adalah mempunyai ruang lingkup yang luas, dapat

mengapresiasi berbagai ide dan melihat dan memahami Quran secara mendalam

dengan melihat dari berbagai aspek. Kendatipun demikian, bukan berarti

pendekatan ini tidak mempunyai kelemahan. Kelemahaman pendekatan Tafsir bi

al-Ra’y bisa saja terjadi ketika ketika menjadikan petunjuk ayat yang bersifat

parsial, sehingga memberikan kesan Quran tidak utuh dan tidak konsisten. Di

samping itu, penafsiran dengan pendekatan Tafsir bi al-Ra’y tidak tertutup

kemungkinan menimbulkan kesan subyektif yang dapat memberikan pembenaran

terhadap mazhab atau pemikiran tertentu, serta dengan pendekatan Tafsir bi al-

Ra’y tidak tertutup kemungkinan masuknya cerita-cerita isra’iliyat karena

kelemahan dalam membatasi pemikiran yang berkembang.3

Page 23: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Salah seorang mufassir yang tergolong bi al ro’yi adalah Abdul Qosim

Mahmud al Zamakhsari dalam melakukan penafsirannya beliau mengemukakan

pemikirannya akan tetapi didukung dengan dalil-dalil dari riwayat (hadis) atau ayat al-Qur’an,

baik yang berhubungan dengan sabab al-nuzul suatu ayat atau dalam hal penafsiran ayat.

Meskipun demikian, ia tidak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Dengan kata lain, kalau

ada riwayat yang mendukung penafsirannya ia akan mengambilnya dan kalau tidak ada

riwayat, ia akan tetap melakukan penafsirannya. 4

Contoh lain adalah tafsir bi al Ro’yi adalah penafsiran Sayyid Qutub dalam kitab tafsir

Fi Dzilalil Qur’an pada saat menjelaskan Surat al Fatihah (SQ 1: 4) sebagai berikut :

(4) الدینیومملكArtinya :Tuhan yang menguasai hari pembalasan.

Ini merupakan 'aqidah pokok yang amat besar dan mempunyai kesan yang amat

mendalam dalam seluruh hidup manusia, yaitu 'aqidah pokok mempercayai hari Akhirat.

Kata-kata "yang menguasai atau penguasa" membayangkan darjah kuasa yang paling

tinggi. "Hari Pembalasan" ialah hari penentuan balasan di Akhirat. Ramai orang yang

percaya kepada Uluhiyah Allah dan percaya bahawa Allahlah yang menciptakan 'alam

buana ini bagi pertama kali, namun demikian mereka tidak percaya kepada Hari Balasan.

Keperihalan setengah-setengah mereka telah diceritakan oleh al- Qur'an. Seperti pada

surat azZumar (SQ 29;28) :

ولئن سألتھم من خلق السماوات واألرض لیقولن

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakanlangit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah.

Kemudian dalam surah Qoof (QS . 50:3) menceritakan hal mereka:

بل عجبوا أن جاءھم منذر منھم فقال الكافرون ھذا شيء عجیب

"Bahkan mereka heran kerana mereka telah didatangi seorang Rasul yang memberiperingatan dari kalangan mereka sendiri, lalu berkatalah orang-orang kafir: "Ini adalahsuatu perkara yang amat aneh. "

Kepercayaan terhadap hari pembalasan merupakan satu lagi 'aqidah pokok di dalam

Islam. Nilai kepercayaan ini ialah ia meletakkan pandangan dan hati manusia pada sebuah

'alam yang lain setelah tamatnya 'alam bumi supaya mereka tidak begitu terkongkong

kepada keperluan-keperluan bumi saja dan ketika itu mereka tidak lagi terpengaruh

kepada keperluan keperluan bumi, juga supaya mereka tidak begitu gelisah untuk

Page 24: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

mendapatkan balasan dan ganjaran dari hasil usaha mereka dalam usia mereka yang

pendek dan di 'alam bumi yang terbatas ini dan ketika itu barulah mereka dapat berbuat

amalan-amalan semata-mata kerana Allah dan sanggup menunggu ganjarannya mengikut

bagaimana yang ditentukan Allah sama ada di 'alam bumi ini atau 'alam Akhirat.

Dari contoh penafsiran dengan pendekatan bi al ra’yi di atas menjadi jelas

bahwa mereka tidak meninggalkan riwayat dan bukan semata-mata menafsirkan al

Qur’an dengan pendapatnya sendiri. Kitab tafsir yang lain misalnya Tafsir bi al-ra’yi

adalah kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi dan Tafsir Anwar at-

Tanzil wa Asrar at-Ta’wil karya al-Baidhawi.

c. Tafsir al Isyari

Menurut bahasa kata isyari berasal dari kata asyaara-yusyiiru-isyaaratan yang

berarti memberi isarat/ tanda, menunjukkan. Sedangkan menurut istilah suatu upaya

untuk menjelaskan kandungan Quran dengan menakwilkan ayat-ayat sesuai isyarat

yang tersirat dengan tanpa mengingkari yang tersurat atau dzahir ayat.5 Senada

dengan definisi tersebut menurut Shubhi al-Shalih adalah menjelaskan kandungan al

Qur’an melaui takwil dengan cara berupaya menggabungkan yang tersurat dan

tersirat.

Lebih lanjut M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa dalam tafsir bi al-Isyarah

terdapat upaya penarikan makna ayat didasarkan pada kesan yang ditimbulkan oleh

lafazh ayat, di mana dalam benak para mufassir telah memiliki pencerahan batin atau

hati dan pikiran, hal itu dilakukan tanpa mengabaikan atau membatalkan makna

secara lafazh.6

Adapun syarat-syarat diterimanya tafsir isyari adalah :7

1. Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian tekstual) al-Qur’an.

2. Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syar’i lainnya.

3. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.

4. Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran yang dikehendaki

Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.

5. Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya dengan lafadz.

Page 25: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Misalnya penafsiran al-Alusi terhadap surat Al-Baqarah (QS 2: 238) :

قانتین الة الوسطى وقوموا لوات والص حافظوا على الصPeliharalah sholat dan sholat wustho serta tegakkan untuk Allah karena ketaatan

Al Alusi menafsiri shalat al-wustha pada ayat di atas dengan penjelasan lima

macam shalat sebagai berikut:

، و لریباعى دواا عن دھلنفس بخموة اصال، ولغیبم امقاد لسر بشھوة اخمس صالات لصلوإن ا

اس لحوابحفظ ن لبدة اصال، ولوصلة ادھبمشاوح لرة اصال، ولكشفار انوأقبتھ القلب بمرة اصال

.ودلحداقامة وإ

Artinya :Sesungguhnya shalat itu ada lima, yaitu 1) Shalat sirr dengan menyaksikan maqamghaib, 2) shalat nafs, yaitu dengan cara memadamkan hal-hal yang dapatmengundang keragu-raguan, 3) Shalat qalb, dengan senantiasa berada dalampenantian akan munculnya cahaya kasyf (penyingkapan), 4) shalat ruh denganmenyaksikan wasl (pengabungan/peyatuan dengan Allah); 5) Shalat badan dengancara memelihara panca indera dan menegakkan ketentuanketentuan hukum Allah.

Bila dilihat dari terminologis yang digunakan, maka sebenarnya al-Alusi memahami

shalat al-wustha cenderung dengan pendekatan sufistik.

2. Metode Penafsiran Al Qur’an

a. Metode Tahlili (Analisis)

Metode Tahlili adalah suatu metode dalam menjelaskan ayat al Qur’an dengan

cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata urutan dengan

penjelasan yang cukup terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing mufassir

terhadap aspek-aspek yang ingindisampaikan, misalnya menjelaskan ayat disertai aspek

qira’at, asbabu al- nuzul, munasabah, balaghah, hukum dan lain sebagainya, contoh kitab

tafsir yang disusun dengan metode ini adalah kitab Tafsir Jami li Ahkam al-Qur’an karya

al-Qurtubi, kitab Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsir

al-Qur’an al-Adzim karya Ibnu Katsir dan kitab Tafsir Al-Qur’an al-Karim karya at-Tusturi.

Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab tafsir Ibnu Katsir terhadap Surat al

Ahzab ayat 30 :

Page 26: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

عف لھا العذاب ضعفین وكان یا نساء النبي من یأت منكن بفاحشة مبینة یضا یسیرا ( ) 30ذلك على

Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan kejiyang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah.

Allah Swt. berfirman menasihati istri-istri Nabi Saw. yang telah memilih Allah

dan Rasul-Nya serta pahala di negeri akhirat, selanjutnya mereka tetap menjadi

istri Rasulullah Saw. Maka sangatlah sesuai bila diceritakan kepada mereka

ketentuan hukumnya dan keistimewaan mereka yang melebihi wanita-wanita

lainnya. Disebutkan bahwa barang siapa di antara mereka yang mengerjakan

perbuatan keji yang nyata.

Menurut Ibnu Abbas, pengertian perbuatan keji ini ditakwilkan dengan makna

membangkang dan berakhlak buruk. Dan atas dasar hipotesis apa pun, maka

ungkapan ayat ini hanyalah semata-mata andaikan, dan makna andaikan itu tidak

berarti pasti terjadi. Pengertiannya sama dengan firman Allah Swt. dalam ayat

yang lain, yaitu:

ملك أوحي إلیك وإلى الذین من قبلك لئن أشركت لیحبطن ع ولقد Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yangsebelummu, "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslahamalanmu. (Az-Zumar: 65)

Seperti yang ada dalam ayat lain yang menyebutkan:نھم ما كانوا یعملون ولو أشركوا لحبط ع

Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari merekaamalan yang telah mereka kerjakan. (Al-An'am: 88)

ل العابدین حمن ولد قل إن كان للر فأنا أوKatakanlah, "Jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, makaakulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).” (Az-Zukhruf: 81)

Dan firman Allah Swt.:خذ أن یت لو أراد ا یخلق ما یشاء سبحانھ ھو ولدا الصطفى مم

ار الو احد القھKalau sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yangdikehendaki-Nya di antara ciptaan-ciptaan yang telah diciptakan-Nya. MahasuciAllah. Dialah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. (Az-Zumar: 4)

Page 27: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Mengingat kedudukan istri-istri Nabi Saw. tinggi, maka sesuailah jika ada

seseorang dari mereka melakukan suatu dosa, dosa itu akan diperberat demi

menjaga kehormatan mereka dan kedudukan mereka yang tinggi. Karena itulah

disebutkan oleh firman-Nya: Hai istri-istri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang

mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan

kepada mereka dua kali lipat. (Al-Ahzab: 30)

Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna

firman-Nya: niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.

(Al-Ahzab: 30) Yakni siksaan di dunia dan akhirat.

Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Ibnu AbuNajih, dari Mujahid.

یسیراوكان ذلك على Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. (Al-Ahzab: 30)Maksudnya, teramat mudah dan gampang.

b. Metode Ijmali (Global)

Metode ijmali adalah metode dalam menjelaskan ayat Al-Qur’an dengan cara

mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa yang ringkas supaya mudah

dipahami. Di sini mufassir menjelaskan pesan-pesan pokok dari ayat tanpa menguraikan

panjang lebar, seperti kitab Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-

Mahalli dan Tafsir Al-Qur’an al-Adzim karya Muhammad Farid Wajdi, at-Tafsir al-Wasit

terbitan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah.

Berikut adalah contoh penafsiran dalam kitab Tafsir Jalalai :

(ملك یوم الدین) أي الجزاء وھو یوم القیامة ، ألھلھ(الرحمن الرحیم) أي ذي الرحمة وھي إرادة الخیر} ومن قرأ {مالك} تعالى بدلیل {لمن الملك الیوم وخص بالذكر ألنھ ال ملك ظاھرا فیھ ألحد إال فمعناه مالك األمر كلھ في یوم القیامة أو ھو موصوف بذلك دائما {كغافر الذنب} فصح وقوعھ صفة

نعبد وإیاك نستعین) أي نخصك بالعبادة من توحید وغیره ونطلب المعونة على العبادة (إیاكلمعرفةویبدل منھ : (صراط الذین أنعمت علیھم) بالھدایة .وغیرھا (اھدنا الصراط المستقیم) أي أرشدنا إلیھ

، ونكتة ویبدل من الذین بصلتھ (غیر المغضوب علیھم) وھم الیھود (وال) غیر (الضالین) وھم النصارى البدل إفادة أن المھتدین لیسوا یھودا وال نصارى وهللا أعلم بالصواب وإلیھ المرجع والمآب ، وصلى هللا

على سیدنا محمد وعلى آلھ وصحبھ وسلم تسلیما كثیرا دائما أبدا ، وحسبنا هللا ونعم الوكیل ، وال حول وال العلي العظیم . [وعن الشیخ محمود ا لرنكوسي تفسیر ألطف ورد في مختصر تفسیر ابن كثیر قوة إال با

مفاده أن المغضوب علیھم ھم الذین عرفوا الحق وخالفوه أما الضالین فلم یھتدوا إلى الحق أصال . دار الحدیث]

Dalam penafsiran di atas tampak sekali dismpaikan secara singkat dan global,

misalnya kata ar rahman dan arrahiim dijelaskan dengan yang memiliki rahmat yaitu yang

Page 28: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

berkehendak memberikan kebaikan kepada yang berhak mendapatkannya. Kemudian

berganti kepada ayat berikutnya.

c. Metode Muqaran (Komparatif)

Metode Muqaran adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan

membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan atau kemiripan tema namun

redaksinya berbeda, atau memiliki kemiripan redaksi tapi maknanya berbeda, atau

membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw, perkataan sahabat maupun

tabi’in. Di samping itu juga mengkaji pendapat para ulama tafsir kemudian

membandingkannya atau bisa berupa membandingkan antara satu kitab tafsir dengan

kitab tafsir lainnya agar diketahui identitas corak kitab tafsir tersebut. Tafsir Muqarin juga

bisa berupa perbandingan teks lintas kitab samawi (seperti Al Qur’an dengan Injil/Bibel,

Taurat atau Zabur).8

d. Metode Maudhu’i (Tematik)

Metode Maudhu’i adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan

mengambil suatu tema tertentu. Metode ini kelebihannya mampu menjawab kebutuhan

zaman yang ditujukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, praktis dan sistematis

serta dapat menghemat waktu, dinamis sesuai dengan kebutuhan zaman, membuat

pemahaman menjadi utuh. Namun kekurangannya seringkali dalam memenggal ayat

yang memilki permasalahan yang berbeda sehingga membatasi pemahaman ayat.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh oleh seorang mufassir ketika

melakukan proses penafsiran metode maudhu’i adalah;9

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas.

Permasalahn yang dibahas diprioritaskan pada persoalan yang menyentuh kehidupan

masyarakat yang berarti bahwa seorang mufassir harus memiliki pengetahuan yang

memadai tentang masyarakat.

b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai pengetahuan tentang

asbab nuzulnya dan ilmu-ilmu lain yang mendukungnya.

d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masingmasing (terkait erat

dengan ilmu munasabat).

e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (membuat out line).

Page 29: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

f. Melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis yang relevan dengan pokok bahasan

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-

ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama atau mengkompromikan antara yang

‘amm (umum) dengan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang

apada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya dapat bertemu dalam satu muara

tanpa perbedaan dan pemaksaan.

C. RANGKUMAN

Ditinjau dari sumbernya, penafsirannya dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu:

Tafsir bi al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Pada pendekatan tafsir bi al-ma’sur terdapat

beberapa cara untuk menafsirkan ayat al-Qur’an, yaitu; a. Penafsiran ayat dengan ayat al-

Quran yang lain, b. Penafsirat ayat al Qur’an dengan hadits Nabi Saw, c.Penafsirat ayat al

Qur’an dengan keterangan sahabat-sahabat Nabi saw.

Tafsir bi al-Ra’yi memiliki kelebihan, yaitu mempunyai ruang lingkup yang

luas, dapat mengapresiasi berbagai ide dan melihat dan memahami Quran secara

mendalam dengan melihat dari berbagai aspek. Kelemahannya adalah

memungkinkan menjadikan petunjuk ayat yang bersifat parsial, sehingga

memberikan kesan Quran tidak utuh dan tidak konsisten. Di samping itu,

kemungkinan menimbulkan kesan subyektif serta tidak tertutup kemungkinan

masuknya cerita-cerita isra’iliyat karena kelemahan dalam membatasi pemikiran

yang berkembang.

Dalam melakukan penafsiran al Qur’an di dalam kitab-kitab tafsir, terdapat

metode yang digunakan, yaitu; 1. Metode Tahlili, yaitu suatu metode dalam menjelaskan

ayat al Qur’an dengan cara menguraikan ayat demi ayat, surat demi surat, sesuai tata

urutan dengan penjelasan yang terperinci sesuai dengan kecenderungan masing-masing

mufassir, 2. Metode Ijmali (Global), yaitu metode yang dalam menjelaskan ayat Al-

Qur’an dilakukan dengan cara mengemukakan makna yang bersifat global dengan bahasa

yang ringkas supaya mudah dipahami, 3. Metode Muqaran, yaitu metode menjelaskan

ayat-ayat Al-Qur’an dengan membandingkan dengan ayat lain yang memiliki kedekatan

atau kemiripan tema, membandingkannya dengan penjelasan teks hadis Nabi Saw,

perkataan sahabat maupun tabi’in dan juga Di samping itu juga mengkaji pendapat para

ulama tafsir kemudian membandingkannya atau antara satu kitab tafsir dengan kitab

Page 30: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

tafsir lainnya, bisa juga perbandingan teks lintas kitab samawi, 4. Metode Maudhu’i

(Tematik) adalah metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengambil suatu

tema tertentu, ini dilakukan agar mampu menjawab kebutuhan zaman , lebih praktis dan

sistematis serta dapat menghemat waktu, dinamis. Namun kekurangannya dapat

membatasi pemahaman terhadap ayat.

D. TUGAS

1. Menurut Anda, di mana letak perbedaan pokok pada pendekatan Tafsir bi al-Ma’tsur

dan Tafsir bi al-Ra’yi ?

2. Carilah contoh penafsiran ayat al Qur’an dengan pendekatan bi al ma’tsur.

3. Jelaskan langkah-langkah menyusun tafsir maudhu’i.

E. TES FORMATIF

1. Ditinjau dari sumber penafsirannya maka terdapat istilah :

a. Tafsir bi al-Ma’tsur,Tafsir bi al-Ra’yi dan tafsir isyari

b. Tafsir ayat dijelaskan dengan ayat al Qur’an yang lain

c. Tafsir Tahlili dan tafsir Ijmali

d. Tafsir maudhu’I dan tafsir muqaran

e. Tafsir bi al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi.

2. Ketika seorang mufassir menjelaskan makna kata dengan mengambil pendapat

sahabat Ibnu Abbas tentang yukminuuna dimaknai yushoddiquuna (membenarkan),

maka pendekatan yang dilakukan adalah :

a. Ijmali

b. bi al-Ma’tsur

c. Tahlili

d. bi al-Ra’yi.

e. Al isyari

3. Kitab tafsir terkemuka Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi merupakan salah

satu contoh kitab tafsir :

a. Tafsir bi al Ra’yi

b. Tafsir Ijmali

Page 31: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

c. Tafsir bi al-Ma’tsur

d. Tafsir Maudhu’i

e. Al Isyari

4. Suatu metode yang memiliki kelemahan yaitu seringkali melakukan pemenggalan ayat

dikarenakan memilki permasalahan yang berbeda sehingga menyebabkan

pemahaman ayat berkurang, kelemahan ini dimiliki oleh :

a. Tafsir Tahlili

b. Tafsir Ijmali

c. Tafsir bi al-Ma’tsur

d. Tafsir Maudhu’i

e. Al Isyari

5. Suatu metode menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengkaji pendapat para

ulama tafsir kemudian membandingkannya atau antara satu kitab tafsir dengan kitab

tafsir lainnya, termasuk metode :

a. bi al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi.

b. Tafsir Muqaran

c. Tafsir Tahlili

d. Tafsir Maudhu’i

e. Tafsir Ijmali

F.KUNCI JAWABAN

1. A

2. B

3. A

4. D

5. B

Page 32: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

1 . Ibnu Katsir. Tafsir al Qur’ani al Adzim, jilid 1 hal 43. Darul Kutub al Ilmiyah 2006 M.2.M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 363 Shihab, M. Quraish. (2013). Kaidah Tafsir Syarat,

Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. eds.Abd.SyakurDj. Tangerang: Lentera Hati.)

3 . Muhammad Ali Ash-Shabuniy, Studi Ilmu al-Qur’an… Ash-Shabuniy, Muhammad Ali.(1999). Studi Ilmu al-Qur’an, alih Bahasa, Aminudin, Bandung: PustakaSetia., hal. 248

4 . Avif Alfiyah. Kajian Kitab Al Kasyaf Karya Zamakhsyari , Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir,Volume 1 Nomor 1 Juni 2018

5 . Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (ttp., tp., 1396H./1976M), Jilid II, Cet. Ke-2,hal. 352

6 . M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalamMemahami Ayat-ayat al-Qur’an; Editor Abd. SyakurDj., Tangerang: Lentera Hati, 2013, h. 373

7 . Abd Wahid : Tafsir Isyari dalam Pandangan Imam Ghazali. JURNAL USHULUDDIN Vol. XVI No. 2, Juli2010

8 . Fahd Ar Rumi, Buhuth fi Usul Al - Tafsir wa Manahijuhu , (Maktabah al-Tawbah, 1419 H), 609 . Al-Farmawiy, ‘Abd al-Hayy, Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’iy, Cet. II , h. 62.

Page 33: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

DAFTAR PUSTAKA

Al-Farmawiy, ‘Abd al-Hayy. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’iy, Cet. II

al-Zahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun, 1396H./1976M Jilid II, Cet. Ke-2

Ash-Shabuniy, Muhammad Ali. (1999). Studi Ilmu al-Qur’an, alih Bahasa,Aminudin, Bandung: PustakaSetia., hal. 248

Fahd Ar Rumi, Buhuth fi Usul Al - Tafsir wa Manahijuhu. Maktabah al-Tawbah, 1419 H

Ibnu Katsir. Tafsir al Qur’ani al Adzim, jilid 1 hal 43. Darul Kutub al Ilmiyah 2006 M.

Shihab, M. Quraish. (2013). Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yangPatut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. eds.Abd.SyakurDj. Tangerang: Lentera Hati.)

Wahid,abd. Tafsir isyari dalam pandangan imam ghazali. Jurnal ushuluddin vol. Xvi no. 2,juli 2010

Suratman, Junizar. Pendekatan Penanfisran al-Qur’an yang Didasarkan pada InstrumenRiwayat, Nalar, dan Isyarat Batin. Jurnal Intizar, Vol. 20, No. 1, 2014. IAIN Imam BonjolSumatera Barat, Indonesia

Page 34: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

KEGIATAN BELAJAR III

SIFAT TERPUJI DI DALAM AL QUR’AN

A. INDIKATOR KOMPETENSI

1.1.1. Menjelaskan penafsiran konsep Ikhlas, murah hati dan toleransi1.1.2. Menganalisis Penafsiran ayat ayat tentang Ikhlas, murah hati dan toleransi

.B. URAIAN MATERI PELAJARAN

1. Ikhlas

Salah satu contoh sifat terpuji yang telah termaktub dalam al Qur’an ialah

sifat ikhlas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ikhlas dapat

diartikan sebagai hati yang bersih atau hati yang tulus. Ikhlas merupakan

sebuah pangkal dan puncak dari segala tujuan. Dalam kata ikhlas terdapat

sebuah kondisi di mana seseorang dapat mengosongkan diri dari berbagai

kehendak dan keinginan yang dimiliki serta mengabaikan segala amal yang

telah dilakukan. Lebih lanjut dikatakan, bahwa ikhlas menurut bahasa ialah

bersih dari kotoran. Sehingga seorang yang memiliki keikhlasan ialah orang

yang benar-benar menyembah hanya kepada Allah semata dengan tanpa

menyekutukan-Nya. Dalam hal ini ia tidak menjadikan agama dan amalannya

sebagai bagian dari riya’ maupun sum’ah. Sedangkan menurut istilah, ikhlas

dapat diartikan sebagai kondisi di mana seorang hamba hanya mengharap ridha

Allah semata dalam menjalankan ibadah ataupun dalam beramal dan

memurnikan niatnya dari hal-hal yang dapat merusak niat itu sendiri.

Ikhlas dapat dirasakan pada hati nurani manusia, yang dalam hati nurani

itu pulalah tempat niat berada. Adanya niat ialah sebagai sebuah pengikat amal

yang di sana amal seseorang dipertaruhkan. Bagi mereka yang mengabaikan

kemurnian niatnya, maka ia harus bersiap untuk mendapatkan kesia-siaan dari

amalnya. Karena ikhlas ialah melakukan amalan dengan niat yang murni hanya

untuk meraih Ridla Allah semata, sehingga ia tidak lagi mengharap balasan

kecuali ridla Allah SWT. Pada kondisi ini, seseorang tidak lagi memiliki rasa

ingin dihargai, ingin diterima, ingin memperoleh pujian, merasa istimewa,

Page 35: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

merasa lebih dan lain sebagainya. Berkenaan dengan pentingnya pemupukan

sifat ikhlas tersebut, Allah telah bersabda dalam beberapa firman-Nya sebagai

berikut:

- Surah Ghafir (QS.40: 14)

فرون ین ولو كره ٱلك مخلصین لھ ٱلد فٱدعوا ٱ

Artinya:

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ibadahkepadaNya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Kajian Tafsir

a. Tafsir Jalalain

Berdasarkan tafsir Jalalain, disebutka bahwa maksud dari memurnikan

(mengikhlaskan) ibadah kepada-Nya ialah memurnikan agama Allah dari

segala macam kemusyrikan, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai

keikhlasan ibadah kalian kepada Allah SWT.

b. Tafsir Ibnu Katsir

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwasanya Allah telah

memerintahkan kepada manusia untuk memurnikan (mengikhlaskan)

penyembahan dan doanya hanya kepada Allah meskipun orang-orang kafir

maupun orang-orang musyrik memiliki pendapat yang berbeda mengenai

hal ini. Penjelasan ini kemudian diperkuat dengan adanya beberapa hadits

yang relevan, diantaranya ialah:

بن نمیر، حدثنا ھشام مام أحمد: حدثنا عبد بیر -قال اإل عن - یعني بن عروة بن الز

بیر مح بیر یقول في دبر أبي الز بن الز ي قال: كان عبد د بن مسلم بن مدرس المك م

، وحده ال شریك لھ، لھ الملك ولھ الحمد، وھو على كل صالة حین یسلم: ال إلھ إال

، وال نعبد إال إیاه، لھ النعمة ولھ كل شيء قدیر، ال ، ال إلھ إال ة إال با حول وال قو

ین ولو كره الكافرون" قا ، مخلصین لھ الد ل: الفضل، ولھ الثناء الحسن، ال إلھ إال

علیھ وسلم یھلل بھن دبر كل صالة وكا صلى ن رسول Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu

Namir, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Urwah ibnuz

Zubair), dari Abuz Zubair alias Muhammad ibnu Muslim seorang guru di

Page 36: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Mekah yang mengatakan bahwa Abdullah ibnuz Zubair selalu

mengucapkan doa berikut seusai dalam salatnya, yaitu: Tidak ada Tuhan

selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagiNya kerajaan dan bagi-

Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan

tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Tidak ada Tuhan selain

Allah, dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya, milik-Nyalah semua

nikmat, karunia, dan pujian yang baik. Tidak ada Tuhan selain Allah,

(kami nyatakan ini dengan) memurnikan penyembahan hanya kepada-Nya,

sekalipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya). Lalu Ibnuz Zubair

mengatakan bahwa Rasulullah Saw selalu mengucapkan doa tersebut

setiap usai salatnya.

Di dalam kitab sahih disebutkan dari Ibnu Zubair r.a., bahwa Rasulullah

Saw. setiap usai mengerjakan salat fardunya mengucapkan doa berikut:

، وحده ال شریك لھ، لھ الملك ولھ الحمد، وھو على كل شيء قدیر. ال "ال إلھ إال

وال نعبد إال إیاه، لھ النعمة ولھ الفضل، حول ، ال إلھ إال ة إال با ولھ الثناء وال قو

ین ولو كره الكافرون" مخلصین لھ الد الحسن، ال إلھ إال Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyakerajaan dan bagi-Nya segala puji, dan adalah Dia Mahakuasa atassegala sesuatu. Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali denganpertolongan Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidakmenyembah selain hanya kepada-Nya. Bagi-Nya semua nikmat, karunia,dan pujian yang baik. Tidak ada Tuhan selain Allah (dengan) memurnikanketaatan kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya).

بیع ي- حدثنا الخصیب بن ناصح، حدثنا صالح قال ابن أبي حاتم: حدثنا الر عن ھشام بن -یعني المر

علیھ وسلم عنھ، عن النبي صلى قال: حسان، عن ابن سیرین عن أبي ھریرة، رضي

ال یستجیب دعاء من قلب غافل اله"وأنتم موقنون "ادعوا هللا جابة، واعلموا أن باإل

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi',telah menceritakan kepada kami Al-Khasib ibnu Nasih, telah menceritakankepada kami Saleh (yakni Al-Murri), dari Hisyam ibnu Hassan, dari IbnuSirin, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda:Berdoalah kepada Allah Swt., sedangkan kalian merasa yakin akan

Page 37: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

diperkenankan. Dan ketahuilah bahwa Allah Swt. tidak memperkenankandoa dari orang yang hatinya lalai lagi tidak khusyuk.

Berdasarkan beberapa penafsiran di atas, dapat difahami bahwa islam

telah mengajarkan konsep keikhlasan melalui firman Allah yang menjelaskan

tentang pentingnya kemurnian hati, niat dan amalan hanya mengharap ridla

Allah SWT. Dengan hadirnya keikhlasan dalam menjalankan setiap amalan,

maka seorang tidak akan lagi menghiraukan apapun yang mungkin akan

mempengaruhi keikhlasannya tersebut, seperti tanggapan, komentar mapun

tindakan orang lain yang mungkin tidak menyukainya.

- Surat Gahfir SQ 40: 65

Ayat yang menjelaskan tentang pentingnya sifat ikhlas yang kedua ialah

ayat ke 65 pada Surah Ghafir yang berbunyi:

لمین رب ٱلع ین ٱلحمد ھ إال ھو فٱدعوه مخلصین لھ ٱلد ھو ٱلحى ال إل

Artinya: Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah)melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya.Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Kajian Tafsir

a. Tafsir Jalalain

Dalam kitab Tafsir Jalalain, ayat ini ditafsirkan dengan makna: (Dialah

Yang hidup kekal tiada Tuhan melainkan Dia, maka serulah Dia)

sembahlah Dia (dengan memurnikan ibadah kepada-Nya) dari

kemusyrikan. (Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.)

Berdasarkan teks di atas, dapat ditafsirkan bahwa Allah merupakan satu-

satunya Dzat yang Abadi, sehingga sudah menjadi sebuah keharusan bagi

seluruh makhluk untuk menyembah dan berdoa hanya kepada-Nya dengan

segala ketulusan.

b. Tafsir Ibnu Katsir

Selanjutnya, ayat ini juga dibahas dalam tafsir ibnu katsir dengan

menafsirkan beberapa penggal ayat terlebih dahulu, barulah kemudian

penafsiran ayat secara keseluruhan. Adapun penafsiran berdasarkan

Page 38: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

penggalan ayat 65 Surah Ghafir yang tercantum dalam kitab Tafsir Ibnu

Katsir ialah sebagai berikut:

ھو الحي ال إلھ إال ھو

Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan

Dia. (Ghafir: 65)

Yakni Dialah Yang Hidup sejak zaman azali dan selama-lamanya, Dia

tetap dan tetap Hidup, Dialah Yang Pertama dan Yang Terakhir, dan Yang

Maha lahir lagi Maha batin.

إلھ إال ھو ال

Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. (Ghafir: 65)

Yaitu tiada tandingan dan tiada saingan bagi-Nya.

ین فادعوه مخلصین لھ الد

maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. (Ghafir:

65)

dengan mengesakan-Nya dan mengakui bahwa tiada Tuhan yang wajib

disembah selain Dia, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Berdasarkan penafsiran ini, beberapa ulama’ menyebutkan bahwa

dalam mengucapkan kalimat “Tiada Tuhan (yang waib disembah) selain

Allah” hendaklah seseorang tersebut mengikutinya dengan kalimat

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam”. Beberapa ulama’ tersebut

diantaranya ialah Ibnu Jarir dan Abu Usamah. Hal ini sejalan dengan

Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan

Imam Nasai melalui Hisyam Ibnu Urwah, Hajjaj ibnu Abu Usman dan

Musa ibnu Uqbah; ketiga-tiganya dari Abuz Zubair, dari Abdullah ibnuz

Zubair yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. selalu

mengucapkan doa berikut seusai tiap salatnya, yaitu:

وحده ال شریك لھ« »ال إلھ إال

“Tidak ada Tuhan yang wajib disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu

bagi-Nya”

Page 39: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Berdasarkan penafsiran dari ayat di atas, dapat difahami bahwa keikhlasan

dalam beribadah dan beramal berarti memurnikan ibadah dan amalan kita

hanya untuk Allah semata, dengan meng-Esakan-Nya dan tanpa

menyekutukannya.

- Surat Al A’raf ayat 29

Ayat ketiga yang menjelaskan tentang keikhlasan ialah ayat ke 29 surah Al

A’raf yang berbunyi:

ین كما ب ون دأكم تعود قل أمر ربي بالقسط وأقیموا وجوھكم عند كل مسجد وادعوه مخلصین لھ الد

Katakanlah:

"Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah):

"Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah

dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah

menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali

kepada-Nya)".

- Kajian Tafsir

a. Tafsir Jalalain

Dalam tafsir Jalalain, ayat di atas ditafsirkan sebagai berikut:

(Katakanlah, "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan") yaitu

perbuatan yang adil. (Dan luruskanlah) diathafkan secara makna kepada

lafal bil qisthi, yang artinya, Ia berkata, "Berlaku adillah kamu dan

luruskanlah dirimu." Atau diathafkan kepada lafal sebelumnya dengan

menyimpan taqdir yakni: Hadapkanlah dirimu (mukamu) kepada Allah (di

setiap salatmu) ikhlaslah kamu kepada-Nya di dalam sujudmu (dan

sembahlah Allah) beribadahlah kepada-Nya (dengan mengikhlaskan

ketaatan kepada-Nya) bersih dari kemusyrikan. (Sebagaimana Dia

menciptakanmu pada permulaan) yang sebelumnya kamu bukanlah

merupakan sesuatu (demikian pulalah akan kembali kepada-Nya) artinya

Page 40: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Dia akan mengembalikan kamu pada hari kiamat dalam keadaan hidup

kembali.

Berdasarkan penafsiran di atas, kata “mengikhlaskan ketaan kepada-Nya”

diartikan sebagai kondisi di mana seorang hamba hendaknya hanya

menujukan ibadahnya untuk Allah semata dan bukan untuk yang lainnya.

Memurnikan ibadah hanya kepada Allah bukan kepada yang lainnya.

b. Tafsir Al Mishbah

Dalam kitab tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab, ayat di atas memiliki

penafsiran sebagai berikut:

Terangkan kepada mereka apa yang diperintahkan Allah. Katakanlah,

"Tuhanku menyuruh berlaku adil dan tidak berlaku keji. Dia menyuruh

kalian beribadah hanya kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. Dan Dia

juga menyuruh kalian ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Masing-

masing kalian akan kembali kepada- Nya setelah mati. Seperti halnya Dia

menciptakan kalian dengan mudah di saat kalian tidak memiliki apa- apa,

kalian akan dikembalikan kepada-Nya dengan mudah pula, meninggalkan

semua nikmat yang ada di sekeliling kalian."

c. Tafsir Ibnu Katsir

Dalam tafsir ibnu katsir, pada penggalan ayat 29 surat Al A’raf yang

berbunyi:

قل أمر ربي بالقسط

Yang berarti: Katakanlah “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan” ini

ditafsirkan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berlaku adil dan

berada pada jalan yang lurus dalam segala perkara.

Selanjutnya, pada potongan ayat 29 yang kedua, yang berbunyi:

ین وأقیموا وجوھكم عند كل مسجد وادعوه مخلصین لھ الد

Page 41: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Yang berarti: “Dan (katakanlah), "Luruskanlah muka (diri) kalian di

setiap salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian

kepada-Nya”,

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir potongan ayat ini ditafsirkan dengan

penjelasan sebagai berikut:

“Allah memerintahkan kalian agar beristiqamah dalam menyembah-Nya,

yaitu dengan mengikuti para rasul yang diperkuat dengan mukjizat-

mukjizat dalam menyampaikan apa yang mereka terima dari Allah dan

syariat-syariat yang mereka datangkan. Allah memerintahkan kepada

kalian untuk ikhlas dalam beribadah hanya untuk-Nya. Karena

sesungguhnya Allah tidak akan menerima amal, melainkan bila di dalam

amal itu terhimpun dua rukun berikut, yaitu hendaknya amal dikerjakan

secara benar lagi sesuai dengan tuntutan syariat, dan hendaknya amal

dikerjakan dengan ikhlas karena Allah bersih dari syirik.”

Selanjutnya, potongan ayat 29 yang terakhir yang berbunyi:

كما بدأكم تعودون

Yang berarti: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan

(demikian pula) kalian akan kembali (kepada-Nya)

Makna penggalan ayat ini masih diperselisihkan. Menurut Ibnu Abu

Nujaih melalui riwayatnya dari Mujahid menyebutkan bahwa makna

firman-Nya: Sebagaimana Dia telah menciptakan kalian pada permulaan

(demikian pulalah) kalian akan kembali (kepada-Nya). (Al-A'raf: 29)

ialah, kelak Allah akan menghidupkan kalian sesudah kalian mati. Adapun

menurut Al-Hasan Al-Basri, penggalan ayat di atas memiliki makna

“sebagaimana Dia menciptakan kalian pada permulaan di dunia ini,

demikian pula kalian akan kembali kepada-Nya kelak di hari kiamat

dalam keadaan hidup”. Selanjutnya Qatadah mengatakan bahwa Firman

Allah tersebut dimaknai dengan penjelasan bahwa “Allah memulai

penciptaan-Nya, maka Dia menciptakan mereka. Sebelum itu mereka tidak

Page 42: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

ada, kemudian mereka mati, lalu Allah mengembalikan mereka dalam

keadaan hidup”. Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa

penggalan ayat tersebut memiliki makna bahwa “barang siapa yang sejak

semula diciptakan oleh Allah dalam keadaan celaka, maka ia akan

menjadi orang seperti yang ditakdirkan-Nya semula sejak permulaan

kejadiannya, sekalipun ia mengamalkan amalan ahli kebahagiaan (ahli

surga). Barang siapa yang sejak semula ditakdirkan bahagia oleh Allah,

maka ia akan dikembalikan kepada apa yang telah ditakdirkan untuknya

sejak semula, sekalipun ia mengamalkan amalan orang-orang yang celaka

(penghuni neraka). Sebagaimana para ahli sihir mengamalkan amalan

orang-orang yang celaka, maka pada akhirnya ia pasti akan menjadi

orang seperti yang ditakdirkan untuknya sejak semula.” As Saddi

mengatakan, bahwa makna dari penggalan ayat tersebut ialah

“sebagaimana Kami menciptakan kalian; sebagian dari kalian ada yang

mendapat petunjuk, dan sebagian yang lain ada yang disesatkan. Maka

demikian pulalah kelak kalian dikembalikan, dan demikian pulalah

keadaannya sewaktu kalian dilahirkan dari perut ibu-ibu kalian.”

Secara umum, kata ikhlas dalam ayat ini dikaitkan secara erat dengan

syarat diterimanya sebuah amalan oleh Allah SWT. Syarat dari

diterimanya sebuah amal ibadah ialah ibadah tersebut telah memenuhi

rukun-rukunnya serta dilaksanakan dengan penuh keikhlasan hanya

mengharap ridla Allah semata, tanpa penyekutuan sedikitpun.

- Surat Az Zumar Ayat 11

Ayat keempat ialah ayat ke 11 pada surat Az Zumar yang berbunyi:

ین مخلصا لھ الد قل إني أمرت أن أعبد

Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.

a. Tafsir Jalalain

Page 43: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Dalam tafsir Jalalain, dijelaskan bahwa penafsiran dari memurnikan

ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama ialah murni dari

perbuatan syirik.

b. Tafsir Al Mishbah

Dalam tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab tersebut dijelaskan

bahwa penafsiran ayat di atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan

“aku diperintahkan untuk meyembah Allah dengan penuh ikhlas dan

tulus murni, tanpa ada kesyirikan dan riya’ atau pamrih”

c. Tafsir Ibnu Katsir

Dalam tafsir ibnu katsir, dijelaskan bahwa pemaknaan atau penafsiran

atas ayat di atas ialah sebuah perintah untuk mengatakan bahwa

“sesungguhnya aku hanya diperintahkan untuk memurnikan ibadah

hanya kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya”

Berdasarkan penjelasan beberapa tafsir di atas, dapat difahami betapa

pentingnya esensi keikhlasan dalam beribadah. Manusia sebagai hamba yang

berkewajiban untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah, hendaknya

dapat melaksanakan kewajiban tersebut dengan penuh kesadaran dan

kemurnian hati. Sehingga ibadah dan amalan dapat diterima oleh Allah SWT.

Sebagaimana Allah telah berfirman:

نس إال لیعبدون وما خلقت الجن واإل

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

2. Toleransi

Toleransi secara bahasa berasal dari Bahasa Inggris “Tolerance” yang

berarti membiarkan. Dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau sikap

toleran, mendiamkan membiarkan. Dalam bahasa Arab kata toleransi

(mengutip kamus Al-Munawir disebut dengan istilah tasamuh yang berarti

sikap membiarkan atau lapang dada). Badawi mengatakan, tasamuh (toleransi)

Page 44: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

adalah pendirian atau sikap yang termanifestasikan pada kesediaan untuk

menerima berbagai pandangan dan pendirian yang beraneka ragam meskipun

tidak sependapat.

Toleransi menurut istilah berarti menghargai, membolehkan membiarkan

pendirian, pendapat, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya yang

lain atau yang bertentangan dengan pendiriannya sendiri. Misalnya agama,

ideologi dan ras.

Firman-Nya, ن یؤمن بھ و منھم م Di antara mereka ada orang-orang yang

beriman kepada Al-Qur’an, dan seterusnya. Maksudnya, di antara mereka yang

kamu diutus kepada mereka, hai Muhammad, ada yang beriman dengan Al-

Qur’an ini, dia mengikutimu dan mengambil manfaat dengan apa yang kamu

diutus dengannnya. ن ال یؤمن بھ ومنھم م “Dan di antaranya ada (pula) orang-

orang yang tidak beriman kepadannya.” Bahkan dia mati dalam keadaan

seperti itu dan dibangkitkan dalam keadaan seperti itu pula.

وربك اعلم بالمفسدین “Dan Rabbmu lebih mengetahui tentang orang-orang

yang berbuat kerusakan.” Maksudnya, Allah lebih mengetahui siapa yang

berhak mendapat petunjuk, maka Allah memberinya petunjuk. Dan siapa yang

berhak mendapatkan kesesatan, maka Allah menyesatkannya. Allahlah yang

Maha Adil yang tidak berbuat zalim, akan tetapi Allah Memberi masing-

masing sesuai haknya, Maha Suci Allah Ta’ala Yang Maha Tinggi dan Maha

Bersih, tiada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia.

Allah berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad SAW: “Jika orang-orang

musyrik mendustakanmu, maka berlepas dirilah dari mereka dan amal mereka.

فقل لى عملى ولـكم عملكم “Maka katakanlah: “Bagiku pekerjaanku dan bagimu

pekerjaanmu.“ sebagaimana firman-Nya: د ما تعبدون قل یاأیھا الكافرون # ال اعب

“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan beribadah kepada apa

yang kamu ibadahi,” (hingga akhir). (QS. Al-Kafiruun: 1-2).

Lebih lanjut Allah mengajarkan manusia tentang pentingnya toleransi

melalui firman-Nya dalam surat Al Kafirun ayat 6 yang berbunyi: لكم دینكم ولي

Page 45: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

دین “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” Dalam kitab tafsir Jalalain

dijelaskan sebagai berikut:

“(Untuk kalianlah agama kalian) yaitu agama kemusyrikan (dan

untukkulah agamaku") yakni agama Islam. Ayat ini diturunkan sebelum Nabi

saw. diperintahkan untuk memerangi mereka. Ya’ Idhafah yang terdapat pada

lafal ini tidak disebutkan oleh ahli qiraat sab'ah, baik dalam keadaan Waqaf

atau pun Washal. Akan tetapi Imam Ya'qub menyebutkannya dalam kedua

kondisi tersebut.”

Adapun menurut Quraish Shihab dalam Tafsirnya, ia menjelaskan makna

dari ayat tersebut ialah ” Bagi kalian agama kalian yang kalian yakini, dan

bagiku agamaku yang Allah perkenankan untukku.”

Adapun asbabun nuzul surat Al kafirun ialah adanya kaum kafir Quraisy

berusaha keras membujuk dan mempengaruhi Rasulullah saw. untuk mengikuti

ajaran mereka. Kaum kafir Quraish menawarkan harta yang melimpah

sehingga Rasulullah dapat menjadi orang terkaya di Makkah. Selain itu,

Rasulullah juga dijanjikan hendak dikawinkan dengan wanita paling cantik,

baik yang gadis maupun yang sudah janda, sesuai kehendak beliau. Dalam

upaya ini, kaum kafir Quraish mengatakan, “Inilah wahai Muhammad yang

kami sediakan untukmu, agar kamu tidak memaki dan menghina tuhan kami

dalam satu tahun!” Rasulullahpun menjawab, “Saat ini, aku belum bisa

menjawab. Aku akan menunggu wahyu dari Allah Tuhanku lebih dahulu.”.

karena terjadinya peristiwa ini, maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan

wahyu kepada Rasulullah SAW berupa surah Al-Kafirun. Melalui wahyu ini,

Allah menunjukkan Rasulullah untuk menolak tawaran mereka. (HR. Thabrani

dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang-orang kafir Quraisy

mengajukan tawaran kepada Rasulullah SAW, “Wahai Muhammad, sekiranya

kamu tidak keberatan mengikuti agama kami selama satu tahun, maka kami

akan berbalik mengikuti agamamu selama satu tahun pula.” Beradasarkan

peristiwa inipun kemudian Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril untuk

menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW, yaitu surah Al-Kafirun sebagai

Page 46: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

petunjuk jawaban yang harus diberikan Rasulullah. Selanjutnya Rasulullah

Saw menyampaikan jawaban berdasarkan wahyu Allah tersebut secara terang-

terangan dengan kalimat: “selamanya tidak akan bertemu dalam satu titik

agama kufur dengan agama Islam yang hak”. (HR. Abdurrazak dari Wahbin.

Dan Ibnu Mundzir meriwayatkan bersumber dari Juraij)

3. Murah Hati

Dalam kamus besar bahasa Indonesia murah hati adalah suka (mudah)

memberi; tidak pelit; penyayang dan pengasih; suka menolong; baik

hatikebaikan hati; sifat kasih dan sayang; kedermawanan. Sifat hati yang mulia

dan hangat berupa kesdiaan untuk mendatangkan kebaikan bagi orang lain

dengan memberi secara limpah, dengan tangan terbuka, tanpa ditahan-tahan.

یھدي من یشاء وما تنفقوا من خیر فألنفسكم وما تنفقون إ كن ٱ وما لیس علیك ھدىھم ول ال ٱبتغاء وجھ ٱ

)272البقرة: (تنفقوا من خیر یوف إلیكم وأنتم ال تظلمون

Artinya:

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi

Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.

Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka

pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan

sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang

baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup

sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa ada orang-orang yang tidak suka

memberikan sedekah kepada keturunan mereka dari kalangan musyrik, lalu

mereka menanyakan hal itu, hingga diberikan rukhshah (keringanan) bagi

mereka. Maka turunlah ayat ini yang membolehkan memberi sedekah kepada

kaum Musyrikin.” (Diriwayatkan oleh An-Nasai, Al-Hakim, Al-Bazzar, Ath-

Thabrani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa Nabi Saw melarang

umatnya bersedekah kecuali untuk kaum Muslimin. Setelah itu turunlah ayat

ini yang beliau diperintahkan Allah Swt untuk memberi sedekah kepada orang

Page 47: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

yang beragama apapun, yang datang meminta kepadanya.” (Diriwayatkan oleh

Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Firman-Nya ( ر فألنفسكموما تنفقوا من خی ) sebgaimana dalam Surah Fushishilat

ayat 46 yang artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka

[pahalanya] untuk dirinya sendiri.” Dan yang semisal dengan hal tersebut

cukup banyak di dalam Al-Quran. Firman-Nya ( بتغاء وجھ هللاوما تنفقون إال ا ) Al-

Hasari Al-Bashri mengatakan, “Yaitu nafkah yang diberikan orang mukmin

untuk dirinya sendiri. Dan seorang mukmin tidak menafkahkan hartanya

melainkan dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala. Atha’ Al-Khurasani

mengatakan: “Yakni, jika engkau memberikan sesuatu karena mencari

keridhaan Allah Swt, maka pahala amal itu bukanlah urusanmu.” Ini

merupakan makna yang bagus. Maksudnya adalah bahwa jika seseorang

bersedekah dalam rangka mencari keridhaan Allah Ta’ala, maka pahalanya

terserah pada-Nya, dan tidak ada masalah baginya, apakah sedekah itu diterima

oleh orang yang baik atau orang yang jahat, orang yang berhak menerima

maupun orang yang tidak berhak menerima. Orang yang bersedekah ini tetap

mendapatkan pahala atas niatnya.

Firman-Nya yang menjadi sandaran (وما تنفقوا من خیر یوف إلیكم وأنتم ال تظلمون)

dalam kalimat ayat sebelumnya adalah kelanjutan kalimat ayat ini. Juga

berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan dalam sahihain, melalui jalan Abu

Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, ia menceritakan, Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

س "قال رجل: ألتصدقن اللیلة بصدقة، فخرج بصدقتھ فوضعھا في ید زانیة، فأصبح النا

اللھم لك الحمد على زانیة، ألتصدقن اللیلة بصدقة، فخرج یتحدثون: تصدق على زانیة! فقال:

ك الحمد على بصدقتھ فوضعھا في ید غني، فأصبحوا یتحدثون: تصدق اللیلة على غني! فقال: اللھم ل

قن اللیلة بصدقة، فخرج بصدقتھ فوضعھا في ید سارق، فأصبحوا یتحدثون: تصدق غني، ألتصد

ا یل لھ: أ اللیلة على سارق! فقال: اللھم لك الحمد على زانیة، وعلى غني، وعلى سارق، فأتي فق م

انیة فلعلھا أن تستعف بھا عن زناھا، ولعل الغني یع ا الز ا أعطاه صدقتك فقد قبلت؛ وأم تبر فینفق مم

، ولعل السارق أن یستعف بھا عن سرقتھ"

Artinya: “Ada seseorang berkata: ‘Aku akan mengeluarkan sedekah pada

malam ini.’ Kemudian ia pergi dengan membawa sedekah, lalu sedekah itu

Page 48: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

jatuh ke tangan seorang pezina, maka pada pagi harinya, orang-orang pun

membicarakan: ‘Seorang pezina diberi sedekah.’ Kemudian ia berucap: ‘Ya

Allah, segala puji hanya untuk-Mu atas (sedekah) kepada seorang pezina.’

Selanjutnya orang itu berkata: ‘Aku akan mengeluarkan sedekah pada malam

ini.’ Kemudian sedekah itu jatuh ke tangan orang kaya. Dan pada pagi

harinya, orang-orang membicarakan: ‘Tadi malam ada orang kaya yang

diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap: ‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu

atas (segala sedekah) kepada orang kaya. Dan pada malam ini aku akan

mengeluarkan sedekah.’ Maka ia pun keluar dan sedekah itu jatuh ke tangan

seorang pencuri. Dan pada pagi harinya, orang-orang pun membicarakan:

‘Tadi malam seorang pencuri diberi sedekah.’ Maka orang itu pun berucap:

‘Ya Allah, segala puji bagi-Mu atas (sedekah) kepada pezina, orang kaya, dan

pencuri.’ Kemudian ia didatangi (oleh malaikat) dan dikatakan kepadanya:

“Sedekahmu telah diterima. Adapun si pezina itu semoga ia menjaga diri dari

zina. Dan semoga orang kaya akan mengambil pelajaran sehingga ia mau

menginfakkan apa yang telah diberikan Allah Ta’ala kepadanya. Dan semoga

si pencuri itu menjaga diri dari perbuatan mencurinya.” (HR. Al-Bukhari 1421

dan Muslim 1022).

Sayyid Quthub dalam tafsirnya fi Zilalil Qur’an menjelaskan bahwa kita

memperhatikan juga dalam konteks ayat ini tentang keadaan orang-orang

mukmin ketika menafkahkan hartanya, jangan kamu membelanjakan sesuatu

melainkan karena mencari keridhaan Allah. Inilah keadaan orang-orang

mukmin, bukan yang lainnya. Dia tidak menginfakkan hartanya melainkan

mencari keridhaan Allah, bukan karena mengikuti hawa nafsu dan bukan pula

karena tujuan-tujuan lain. Ia menginfakkan hartanya ukan bermaksud untuk

mengungguli orang lain dan menyombongi mereka. Ia tidak melakukan infak

melainkan semata-mata mencari keridhaan Alah, tulus ikhlas karena Allah.

Karena itu hatinya merasa mantap bahwa Allah akan menerima sedekahnya;

hatinya percaya bahwa Allah akan memberi berkah pada hartanya; ia percaya

kepada kebaikan dan kebajikan dari Allah sebagai balasan kebaikan dan

kebajikannya kepada hamba-hambanya Allah. Karena anugerah Allah di bumi,

Page 49: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

maka ia meningkat kedudukannya, menjadi suci dan bersih. Sedangkan,

karunia akhirat sesudah itu semua adalah sangat utama.

Page 50: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

C. RANGKUMAN

Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah

SAW merupakan kitab suci yang berfungsi sebagai pedoman hidup umat

manusia. Salah satu hal yang dibahas dalam al qur’an ialah mengenai

pentingnya kepemilikan sifat-sifat terpuji dalam menjalankan ibadah sebagai

hamba-nya. Beberapa contoh sifat terpuji yang termaktub dalam Al Qur’an

ialah ikhlas, toleransi dan murah hati. Ikhlas dapat diartikan sebagai kondisi di

mana seorang hamba hanya mengharap Ridla Allah semata dalam

menjalankan ibadah ataupun dalam beramal. Di samping itu ikhlas juga

merupakan kondisi di mana seorang hamba memurnikan niatnya dari hal-hal

yang dapat merusak niat itu sendiri. Hal ini secara tidak langsung berkaitan

erat dengan diterima tidaknya sebuah amal ibadah seorang hamba. Karena di

antara syarat diterimanya suatu amal ibadah ialah terpenuhinya rukun-rukun

amal tersebut, dan terpenuhinya kemurnian niat si pelaku.

D. TUGAS

1. Jelaskan pemahamanmu mengenai konsep ikhlas berdasarkan kajian tafsir

yang telah Anda pelajari!

2. Jelaskan tafsir tentang sikap toleransi yang telah Anda pelajari!

3. Jelaskan asbabun nuzul dari ayat yang menjelaskan tentang toleransi!

4. Tuliskan satu ayat tentang sikap murah hati dan jelaskan artinya

berdasarkan tafsir yang telah kamu pelajari!

5. Berikan penjelasanmu mengenai pentingnya sifat murah hati bagi seorang

muslim berdasarkan tafsir ayat-ayat yang kamu pelajari!

E. RAMBU-RAMBU JAWABAN

1. Ikhlas dalam beribadah berarti melaksanakan ibadah dan amalan dengan

sepenuh hati, sepenuh jiwa, dengan segala ketulusan dan kemurnian hati

hanya untuk Allah SWT, tanpa menyekutukannya. Artinya, bukan

diperuntukkan pada hal lain selain Allah SWT.

2. Manusia sebagai makhluk Allah yang berkewajiban beribadah hendaknya

menjalankan ajaran Allah dalam bersosialisasi, yaitu menerapkan sikap

Page 51: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

toleransi. Hal ini sebagaimana Allah telah ajarkan salah satunya dalam

surat Al Kafirun ayat 6 yang menjelaskan tentang kebebasan beragama.

3. Asbabun nuzul surat Al Kafirun ialah adanya kaum kafir Quraisy berusaha

keras membujuk dan mempengaruhi Rasulullah saw. untuk mengikuti

ajaran mereka. Kaum kafir Quraish menawarkan harta yang melimpah

sehingga Rasulullah dapat menjadi orang terkaya di Makkah. Selain itu,

Rasulullah juga dijanjikan hendak dikawinkan dengan wanita paling

cantik, baik yang gadis maupun yang sudah janda, sesuai kehendak beliau.

Dalam upaya ini, kaum kafir Quraish mengatakan, “Inilah wahai

Muhammad yang kami sediakan untukmu, agar kamu tidak memaki dan

menghina tuhan kami dalam satu tahun!” Rasulullahpun menjawab, “Saat

ini, aku belum bisa menjawab. Aku akan menunggu wahyu dari Allah

Tuhanku lebih dahulu.”. karena terjadinya peristiwa ini, maka Allah

Subhanahu wata’ala menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW berupa

surah Al-Kafirun. Melalui wahyu ini, Allah menunjukkan Rasulullah

untuk menolak tawaran mereka.

4. وما تنفقون إال ابتغاء وجھ هللا (QS. Al Baqarah: 272)

Seorang mukmin tidak menafkahkan hartanya kecuali untuk mendapatkan

ridha Allah. Dan dengan ridha Allah hatinya merasa mantap bahwa urusan

dunia dan akhirat akan dimudahkan

5. Sifat murah hati atau sedekah yang diniatkan untuk mengharapkan ridha

Allah akan membuat hati pelakunya merasa mantap bahwa Allah akan

menerima sedekahnya. Sehingga hatinya percaya bahwa Allah akan

memberi berkah pada hartanya. Selanjunya iapun akan percaya kepada

kebaikan dan kebajikan dari Allah sebagai balasan kebaikan dan

kebajikannya kepada hamba-hambanya Allah

F. TES FORMATIF

1. Menurut bahasa, ikhlas berarti...

a. Murni

Page 52: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

b. Tulus

c. Bersih

d. Suci

e. Lurus

2. Penjelasan tentang pentingnya keikhlasan dalam beribadah yang dapat

berpengaruh pada diterimanya suatu amal ibadah terdapat pada ayat...

a. QS. Al Ikhlas ayat 3

b. QS. Al A’raf ayat 29

c. QS. Adz Dzariyyat ayat 11

d. QS. Ghafir ayat 5

e. QS. Az Zumar ayat 15

3. Quraish Shihab menafsirkan keikhlasan sebagai sebuah kondisi di mana

seseorang melakukan ibadah dan amalan tanpa ada kesyirikan dan riya’ atau

pamrih di dalamnya. Hal ini merupakan penafsiran Quraish Shihab untuk

ayat...

a. QS. Al Ikhlas ayat 3

b. QS. Al A’raf ayat 29

c. QS. Adz Dzariyyat ayat 11

d. QS. Ghafir ayat 5

e. QS. Az Zumar ayat 11

4. Disunahhkan bagi umat muslim untuk bersedekah. Kepada siapa umat

muslim diperbolehkan bersdekah berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 272?

a. Siapa saja

b. Orang yang membutuhkan

c. Orang miskin

d. Orang fakir

e. Anak yatim

Page 53: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

5. Bagaimana sikap kita umat Islam terhadap umat beragama lain?

a. Mengikutinya

b. Mengajaknya mengikuti agama kita

c. Menghargainya

d. Mengabaikannya

e. Mencemoohnya

G. KUNCI JAWABAN

1. C

2. B

3. E

4. A

5. C

Page 54: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

DAFTAR PUSTAKA

-----------------. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di

kbbi.kemdikbud.go.id/entri/religius. Diakses 7 Mei 2019

Al Asyqar, U. Sulayman, Ikhlas: Memurnikan Niat, Meraih Rahmat.

(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) 63

Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir

Ibnu Katsir Jilid 8. (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002)

_____________________________________________, Terjemah Tafsir

Ibnu Katsir Jilid 3. (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002)

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan As Suyuti, Tafsir Jalalain. Terj. Bahrun

Abubakar. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007)

M. Abdul Ghoffar dkk, Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 (Bogor:

Pustaka Imam Asy-Syafi’i)541

Moh Fauzi, Akidah Akhlak. (Sidoarjo: Media Ilmu, 2008)26

Moh Amin, Sepuluh Induk Akhlak Terpuji. (Jakarta: Kalam Mulia, 1997)15

Sayyid Qutub, Fi Zhilalil Qur’an terj (Jakarta: Gema Insani, 2006)370

Shihab, Muhammad Quraish, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan

Keserasian alQur'an jilid 5. (Jakarta, Lentera Hati, 2001)

Page 55: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

KEGIATAN BELAJAR IV

INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN DI DALAM AL QUR’AN

A. INDIKATOR KOMPETENSI

1.1.1. Menjelaskan Ayat Al Qur’an tentang konsep integrasi ilmu pengetahuan.1.2.1. Manganalisis Karakteristik Ulul albab.

B. URAIAN MATERI PELAJARAN1. Sosok Ulul Albab

Dikisahkan bahwa suatu ketika orang-orang Quraisy datang kepada kaum Yahudi

dan bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?” orang-

orang Yahudi itu menjawab “Tongkat dan tangan yang mengeluarkan cahaya putih.”

Selanjutnya orang-orang Quraisy itu mendatangi kaum Nasrani, lalu bertanya kepada

mereka, “apa tanda-tanda yang diperlihatkan Isa?.” Kaum Nasrani menjawab, “ Isa

menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan menghidupkan orang mati.”

Setelah orang-orang Quraisy mendatangi Yahudi dan Nasrani, kemudian mereka

mendatangi Nabi Saw sambil berkata kepada beliau; “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk

mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Nabi Saw kemudian berdoa, maka

turunlah firman Allah Q.S Ali Imran 190 ini ;1

190خلق السماوات واألرض واختالف اللیل والنھار آلیات ألولي األلباب (إن في ) الذین یذكرون

ا باطال سبحانك فقنا قیاما وقعودا وعلى جنوبھم ویتفكرون في خلق السماوات واألرض ربنا ما خلقت ھذ

)191عذاب النار (Artinya : “

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siangterdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190). (yaitu) orang-orang yangmengingat atau berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadanberbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "YaTuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, makapeliharalah kami dari siksa neraka (191)

Nabi Saw ketika berdiri mengerjakan salat beliau menangis sehingga jenggotnya

basah oleh air mata. Ketika sujud beliau juga menangis hingga air matanya membasahi

tanah kemudian berbaring beliau menangis lagi. Ketika Bilal datang untuk memberitahukan

kepadanya waktu salat subuh, seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang

Page 56: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

menyebabkan engkau menangis, padahal Allah telah memberikan ampunan kepadamu

terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?" Nabi Saw. menjawab,

“Bagaimana aku tidak menangis, malam ini Allah telah menurunkan kepadaku ayat ini:

'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

hari terdapat tanda-tanda bagi para ulul albab (Ali Imran: 190)." Kemudian Nabi Saw.

bersabda pula, 'Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan

semuanya itu."

Pada Surat Ali Imran 190 ini mengisyaratkan tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan

Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya

ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Mahahidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha

Mengelola segala sesuatu).2

Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan penciptaan semesta, yaitu langit dan bumi

serta pergantian malam dan siang adalah sebagai tanda-Nya. Tanda itu mampu diterima

oleh ulul albab, yaitu orang-orang yang selalu berdzikir dan bertafakkur. Berdzikir berarti

senantiasa mengingat Allah dan bertafakkur berarti merenungi dan memikirkan segala

ciptaan Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala isinya dan hukum-hukum yang

berlaku di dalamnya.

Dua dimensi yang tidak dipisahkan dalam ayat tersebut sehingga disebut ulul albab

adalah dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun; baik berdiri,duduk

maupun berbaring, di mana setiap orang secara umum memang berada di salah satu dari

tiga kondisi tersebut. Dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap

ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta alam ini; penciptaan langit dan bumi serta

pergantian siang dan malam. Dimensi ke dua ini tentu saja bersifat global dengan tidak

merinci bagian-bagian langit dan bagian-bagian bumi serta hukum-hukum alam yang

menjadi sunnatullah, karena menyebut tiga hal tersebut sudah mewakili apapun yang ada

padanya dan bagaimanapun keadaannya dan yang diakibatkannya telah masuk pada

system keberadaan langit, bumi dan perputarannya.

Memikirkan dan merenungkan bagian-bagian kecil dari langit, misalnya; memikirkan

bulan, matahari, planet atau sinarnya, awannya, panasnya dan juga bagian kecil dari bumi;

memikirkan hewannya, tumbuhannya, manusianya atau udaranya, maka perbuatan ini juga

di sebut tafakkur fi khalqissamawati wa al ardhi (merenungkan penciptakan langit dan bumi

). Lebih terperinci lagi bahwa seseorang yang melakukan perenungan melalui berbagai

kajian yang sungguh-sungguh dalam berbagai disiplin ilmu baik social maupun sains pada

hakekatnya sedang melakukan tafakkur.

Page 57: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Kembali pada surat Ali Imran;190 yang menegaskan bahwa dalam penciptaan langit dan

bumi, dan silih bergantinya malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi ulul

albab. Kata Ulul albab menurut tafsir Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal yang

sempurna lagi cerdas yang mengerti tentang hakekat dibalik adanya segala sesuatu yang

tampak. Tanda-tanda yang tersebar di semesta adalah tanda adanya Allah Swt, yang

berarti tanda wujud-Nya, keagungan-Nya, kemahabesaran-Nya, kemahaindahan-Nya,

kemahakaryaannya dan kemahasempurnaan-Nya meliputi segala sesuatu.

Namun tanda wujudnya Allah Swt tersebut hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh

orang-orang yang disebut ulul albab, bukan oleh orang lain. Siapakah ulul albab tersebut ?

Seseorang disebut Ulul albab pada ayat tersebut harus memiliki dua syarat, sebagaimana

telah dijelaskan sebelumnya; syarat pertama yaitu dimensi dzikir (mengingat Allah Swt)

dalam kondisi apapun. Syarat kedua yaitu dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan

renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta. Dua dimensi itu ibarat dua

sisi mata uang pada satu logam yang tidak bisa dipisah-pisahkan, bertafakur tanpa berdzikir

tidaklah di sebut ulul albab, demikian juga sebaliknya.

Seorang ulul albab senantiasa mengingat kepada Allah Swt dan melakukan kajian-

kajian serta renungan terhadap kejadian-kejadian pada ciptaan Allah Swt, sehingga pada

akhirnya dia menemukan hikmah yang agung pada setiap ciptaan Allah Swt. Dia

menemukan sebuah system keserasiaan, keseimbangan dan keharmonisan serta

penjagaan Allah Swt terhadap semesta. Dan pada seorang ululalbab memahami bahwa

segala apa yang Allah ciptakakan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan dan

tidak ada yang sia-sia.

Dalam konteks saat ini seorang ulul albab memiliki sifat dan sikap seperti

kritis, mau berusaha dan berkreasi untuk kemanfaatan, kemaslahatan dan

kelestarian kehidupan. Sifat dan sikap tersebut dapat dijelaskan berikut ini 3:

a. Memiliki sikap kritis secra rinci rinci lagi ada tiga cirri utama; yaitu berdzikir,

memikirkan atau mengamati fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian tersebut

dapat dipahami bahwa berfikir kritis memiliki tiga tuntutan besar: 1) Berdzikir.

Seorang yang berfikir kritis dan cerdas, ciri pertama adalah selalu berdzikir

kepada Allah swt baik siang dan malam, pada saat berdiri, duduk dan berbaring.

Maknanya tiada waktu tanpa berdzikir, segala waktu diisi dengan dzikir baik

dalam shalat maupun di luar shalat. Berdzikir bukan saja hanya ingat tetapi juga

membaca kitab Allah, memahami isinya, menyebar luaskan dan mengamalkan isi

Page 58: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

kandungannya. Membelajari kitab suci dalam rangka memahami , menyebar

luaskan dan menerapkan nilai-nilainya di tengah-tengah masyarakat yang sangat

beragam kebutuhan dan problemanya. 2) Berfikir Kritis. Berfikir kritis berarti

mengamati, meneliti, menyimpulkan dan membuktikan kebenarannya. Mengamati

ayat-ayat Tuhan di alam raya ini baik dalam diri manusia secara perorangan

maupun berkelompok, di samping juga mengamati fenomena alam. Mereka

berfikir tentang ciptaan langit dan bumi. Menurut Muhammad Quthub

sebagaimana dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut

merupakan metode yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam

terhadap alam. Ayat-ayat itu mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama

di antara sekian banyak fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang

tersaji dalam alam jagat raya ini. Ayat tersebut bermula dari tafakkur dan berakhir

dengan amal.3 Di samping itu bertafakkur terhadap penciptaan langit bumi, juga

bermakna memikirkan tentang tata kerja alam semesta. Karena kata Khalq

selain berarti penciptaan juga berarti pengaturan dan pengukuran yang cermat.

Pengetahuan yang terakhir ini mengantarkan ilmuan kepada rahasia alam dan

pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan teknologi yang menghasilkan

kemudahan dan manfaat bagi manusia.

b. Berusaha dan berkreasi dapat berarti melakukan upaya-upaya kreatifitas pada

hasil-hasil penemuan ilmiah dan teknologi. Karena itu setelah mereka

menemukan dan memahami suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang

merupakan bagian kecil dari system yang sempurna dari Dzat Yang Maha Karya,

kemudian mereka berkata: Ya Allah tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia

- sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Adanya usaha dan kreasi dalam bentuk nyata dari ilmuwan, khususnya

dalam kaitan hasil-hasil yang diperoleh dari pemikiran dan perhatian tersebut

berarti bahwa mereka harus selalu peka terhadap kenyataan-kenyataan social

dan semesta alam serta bahwa peran mereka tidak sekedar merumuskan atau

mengarahkan tujuan-tujuan tetapi juga sekaligus memberi contoh pelaksanaan

dan sosialisasinya. Keindahan alam dan keberhasilan sains dan tekhnologi yang

Page 59: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

dihasilkan dari proses berfikir dan berdzikir itu memperkuat keimanan kepada

Allah swt dan dalam meningkatkan kepatuhannya kepada Sang Pencipta.Pemahaman terhadap penciptaan semesta yang agung disertai dengan selalu

berdzikir menimbulkan sebuah kemampuan pada dirinya untuk melihat sebuah tanda

wujudnya Allah Swt, keagungan-Nya dan kemahabesaran-Nya, sehingga terlontar dari

dirinya ucapan subhaanak ( maha suci Engkau ya Allah). Penjelasan seperti ini tergambar

pada ayat 191;

ربنا ما خلقت ھذا باطال سبحانك Artinya;

"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau

Masih belum berhenti di sini, setelah seorang ulul albab mampu melihat tanda

wujudnya Allah Swt dan memahami ciptaan-Nya yang penuh hikmah; serasi, seimbang,

harmonis dan penuh manfaat. Maka seorang ulul albab mengkhawatirkan terjadi suatu

kezhaliman ( pengrusakan) terhadap segala ciptaan Allah Swt dan tata aturan-Nya yang

Maha Indah yang mungkin kezholiman itu dilakukan oleh dirinya maupun orang lain, di

mana kezholiman itu dapat membawa masuk ke dalam api neraka. Karena itu, seorang

ulul albab melanjutkan ucapannya; فقنا عذاب النار (maka jagalah kami dari siksa api

neraka).

Sosok ulul albab di atas menggambarkan seorang yang di samping memiliki ilmu

pengetahuan yang tinggi, juga sosok yang selalu dekat dengan Allah Swt. Kedekatan

kepada Tuhannya dan keluasan ilmunya memberikan dampak terhadap kehidupannya

sebagai seorang yang selalu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan

kehidupan yang sejalan dengan aturan Allah Swt.

Ilmu yang dimiliki oleh seorang ulul albab tidak tersekat oleh batasan-batasan yang

dibuat oleh manusia, yang sekat-sekat tersebut diakibatkan oleh keterbatasan manusia itu

sendiri. Bagi seorang ulul albab ilmu pengetahuan apapun yang berhubungan dengan alam

semesta ini hakekatnya adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang tunduk kepada sitem aturan

yang telah dibuat-Nya. Sehingga semua ilmu itu hakekatnya hanya satu yaitu ilmu Allah

Swt, dan manusia hanya diberi sedikit ilmu dari Allah Swt.

ال ی ل ق ال ا م ل الع ن م م ت ی وت ا ا م و

Page 60: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Adapun berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu social dan sains serta cabang-

cabangnya adalah nama-nama yang dibuat oleh manusia sendiri untuk memudahkan

bidang focus kajian dan bidang keahlian yang ditekuni. Sehingga nama-nama bidang ilmu

tersebut sangatlah bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Namun yang perlu

diingat bahwa bidang-bidang ilmu itu secara makro dipahami sebagai satu-kesatuan yang

saling berhubungan, tidak untuk dipisahkan, apalagi dipisahkan dari ciptaan dan system

aturan Allah Swt.

Dapat dipahami juga bahwa Allah Swt yang maha agung memilki ilmu yang maha luas,

di mana untuk mendapatkan pemahaman tentang Allah Swt atau dengan kata lain

memahami tanda ( dalam ayat al qur’an disebut ayat ) diperlukan ilmu Allah, karena itu

belajar suatu ilmu adalah untuk lebih mengetahui tentang Allah Swt dan agar mampu lebih

banyak melakukan kemaslahatan dan kemanfaatan dalam kehdupan sesuai petunjuknya,

sehingga semakin bertambah ilmu seseorang akan menambah juga kedekatannya kepada

Allah Swt dan kebaikannya dalam kehidupan.

Namun, apabila suatu ilmu dipisahkan dari pemiliknya yakni Allah Swt dan berdiri

sendiri, maka dikuatirkan fungsi dari ilmu tersebut akan lepas kendali dan jauh dari aturan

dan tujuan serta manfat dari ilmu tersebut.

ىد ع ب ال ا هللا ن م د د ز ی م ى # ل د ھ د د ز ی م ل ما و ل ع اد د از ن م Barangsiapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya maka hanya akan

membuat semakin jauh dari Allah Swt

2. Integrasi Ilmu PengetahuanAl Qur’an adalah petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan

memberi informasi tentang kehidupan di akherat. Petunjuk tentang menjalin hubungan

dengan Allah (hablun minallah) yang menciptakannya dan hubungan dengan sesama

manusia (hablun minannas) serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya agar dijaga

dan dilestarikan.

Sebelum kajian ilmu social dan sains berkembang pesat, al Qur’an telah memberikan

informasi yang sangat luas dan benar bagaimana seharusnya berinteraksi sesama manusia

( social interaction), demikian juga sebelum sains berkembang al Qur’an telah begitu dalam

membicarakan semesta alam.

Dalam hal interaksi social misalnya al Qur’an sebagai petunjuk tidak hanya

membicarakan pola-pola interaksinya saja, namun telah mengatur secara tepat bagaimana

seharusnya interaksi social itu dapat berjalan seimbang, adil dan tidak terjadi kedzoliman,

Page 61: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

agar kehidupan ini terjaga dan sesuai dengan tujuan penciptaannya. Karena itu petunjuk

tentang bagaimana interaksi social sangat banyak sekali, misalnya; ayat-ayat tentang

perdagangan, hutang piutang, pernikahan, kepemimpinan, keadilan, perceraian, perjanjian,

kepemilikan, komunikasi dan sebagainya.

Demikian juga al Qur’an memberikan informasi yang sangat luas tentang sains, mulai

membahas penciptaan alam semesta, tata surya, hewan, tumbuhan, hujan, angin dan

sebagainya. Namun, pembicaraan sains dalam al Qur’an bukan hanya terbatas pada aspek

sains itu saja, tetapi pasti dikaitkan dengan aspek yang lain, misalnya; agar manusia

mengenal tuhannya, agar manusia mau bersyukur, menjaga kelestariannya, agar mau

berfikir, agar manusia selalu beramal sholeh, dst.

Al Qur’an membicarakan semesta alam; langit, bumi, hewan, tumbuhan yang semua

diciptakan untuk manusia maka manusia diperintahkan untuk menjaga, mengelola dan

memanfaatkannya dengan baik . Mengenai cara dan tekhnik mengelola atau

memanfaatkannya diserahkan kepada manusia sendiri. Karena itu al Qur’an tidak

membicarakan secara spesifik bagaimana cara mengelola dan alat apa yang digunakannya,

demikian itu supaya manusia berfikir karena sudah diberi potensi akal untuk dikembangkan

afala ta’qilun (tidakkah kalian menggunakan akal), ini artinya manusia diperintah untuk

mengembangkan tekhnologi. Manusia dapat mengembangkan tekhnologi apapun dalam

rangka mendukung dan menunjang proses kekhalifahannya di muka bumi. Namun al Qur’an

memberikan rambu-rambu atau asas-asas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk

melaksanakannya, agar tidak menyalahi dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt. Adapun

asas-asas tersebut adalah a)asas tauhid, artinya tidak diperkenankan segala sains dan

tekhnologi berdampak kepada penyekutuan terhadap Allah Swt (syirik). b) Asas manfaat, c)

Asas kemudahan, d) asas keindahan, dan e) asas keadilan;

a. Asas Tauhid

Di dalam al Qur’an tidaklah diperkenankan segala apapun berdampak kepada

penyekutuan terhadap Allah Swt dan sehala apaun yang dilakukan semata-mata

karena mengabdi kepada Allah Swt secara tulus.

فقد اف ال یغفر أن یشرك بھ ویغفر ما دون ذلك لمن یشاء ومن یشرك با ترى إن إثماعظیما

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampunisegala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Page 62: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuatdosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

كاة وذلك دین القیمة وما أمروا إال لیعب الة ویؤتوا الز ین حنفاء ویقیموا الص مخلصین لھ الد دوا

Dan tidaklah mereka diperinta kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikanketa’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya merekamendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yanglurus.” (Al-Bayyinah : 5)

b. Asas manfaat

Al Qur’an sangat menganjurkan agar segala upaya dan kreasi manusia dilakukan dengan

mempertimbangkan sisi kemanfaatannya.

ا ما ینفع الناس فیمكث في األرض بد فیذھب جفاء وأم ا الز فأم

Maka adapun buih itu, akan hilang (sebagai sesuatu yang tak ada harganya),adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. ( al Ro’d,13 :17)

Nabi Saw menjelaskan :

سن من ح سلم قال:عن أبي ھریرة رضي هللا عنھ قال: قال رسول هللا صلى هللا علیھ و )رواه الترمذي(إسالم المرء تركھ ما ال یعنیھ .

Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Di antara tandakebaikan Islam seseorang adalah jika dia meninggalkan hal-hal yang tidakbermanfaat baginya.”

c. Asas KemudahanAllah Swt Yang Maha Pengasih menginginkan agar manusia dalam

menjalankan tugasnya tidak mengalami kesulitan, karena itu Allah Swt

menganjurkan agar manusia dapat melakukan hal-hal yang dapat memudahkan dan

meringankannya.

بكم الیسر وال یرید بكم العسر یرید

Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaranbagimu” (QS. Al Baqarah, 2: 185).

Page 63: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

نسان ضعیفا أن یخفف عنكم وخلق اإل یرید

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikanbersifat lemah.” (QS. An Nisa’, 4: 28).

روا وال صلى هللا علیھ وسلم قال رسول هللاقالرضي هللا عنھ س ن ن أ ع روا, وبش روا وال تعس یستنفروا

)رواه مسلم (

ArtinyaDari Anas r.a berkata: Nabi Saw bersabda; Mudahkanlah, janganmempersulit, buatlah senang dan jangan buat mereka berpaling(meninggalkan)kalian.

d. Asas KeindahanAyat-ayat al Qur’an banyak sekali menyampaikan secara tersirat tentang

keindahan, misalnya penciptaan manusia yang dengan sebaik-baik bentuk,

penciptaan binatang , penciptaan langit (badi’ussamaawaati), dst. Keindahan yang

dimaksud oleh al Qur’an bukan hanya indah dari segi lahiriyah yang tampak oleh

mata, namun keindahan yang disertai dengan keseimbangan dan keharmonisan,

keindahan yang seimbang antara yang lahir dan yang bathin.

Nabi Saw bersabda :

رواه مسلم.-اس النط م غ و ق الح ر ط ب ر ب ، الك مال ج الب ح یل ی م إن هللا ج

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah danmencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran danmerendahkan orang lain.

e. Asas KeadilanAllah Swt memerintahkan secara tegas diperbagai ayat al Qur’an agar

keadilan selalu ditegakkan diperbagai aspek kehidupan, termasuk bidang

tekhnologi. Penggunaan tekhnologi hendaknya juga dalam rangka penegakan

keadilan.

امین بالقسط یا أیھا الذین آمنوا كونوا قو

Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan (Q.SAn-Nisa: 135)

Page 64: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

C. RANGKUMAN

Mengingatkan pentingnya integrasi keilmuan dilatarbelakangi oleh adanya dualisme

atau dikhotomi keilmuan antara ilmu-ilmu umum di satu sisi dengan ilmu-ilmu agama di sisi

lain. Dikhotomi keilmuan Islam tersebut berimplikasi luas terhadap aspek-aspek

kependidikan di lingkungan umat Islam, baik yang menyangkut cara pandang umat terhadap

ilmu dan pendidikan, kelembagaan pendidikan, kurikulum pendidikan, maupun psikologi

umat pada umumnya. Implikasi lain dari dikhotomi keilmuan terhadap kerangka filsafat

keilmuan Islam adalah berkembangnya pemikiran yang mempertentangkan antara rasio dan

wahyu serta antara ayat-ayat qauliyah dengan ayat-ayat kauniyah.

Di kalangan umat Islam berkembang pemikiran bahwa wahyu adalah sumber utama

ilmu sembari mendiskriminasikan fungsi dan peran rasio sebagai sumber ilmu. Di kalangan

umat Islam juga berkembang suatu kesadaran untuk menjadikan ayat-ayat qauliyah sebagai

objek kajian pokok, tetapi mengabaikan ayat-ayat kauniyah yang justru menyimpan begitu

banyak misteri dan mengandung khazanah keilmuan yang kaya.4

Fitrah manusia itu sendiri adalah searah dengan petunjuk-petunjuk yang disampaikan

oleh firman Allah Swt. Ayat-ayat al-Qur’an memberikan petunjuk kepada akal dan hati

manusia untuk memahami fenomena-fenomena alam dengan berbagai aspeknya, agar

manusia benar-benar meyakini kepada Allah Swt. Seperti yang terdapat pada surat Ali

Imran: 190, yang menjelaskan tentang penciptaan langit dan bumi. Fenomena-fenomena

alam dengan berbagai aspeknya itu kemudian dikaji melalui berbagai disiplin ilmu

pengetahuan. Dari sini tampak sekali bahwa ayat-ayat al-Qur’an sangat terkait dengan ilmu

pengetahuan, yang berarti juga bahwa keduanya benar-benar terintegrasi.Pada saat ilmu pengetahuan telah terintegrasi maka nilai manfaat kepada

pemahaman dan pengamalan ajaran al Qur’an diharapkan akan semakin bertambah, dan al

Qur’an benar-benar akan menjadi rahmat dan petunjuk bagi seluruh alam. Ilmu

pengetahuan tidak akan terpisahkan oleh nilai-nilai tuntunan al Qur’an sehingga kajian dan

implementasi ilmu pengetahuan menjadi bagian ibadah kepada Allah Swt.

D. TUGAS1. Jelaskan yang dimaksud Ulul albab ?

2. Bagaimana pandangan al Qur’an terhadap ilmu pengetahuan ?

Page 65: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

3. Temukan ayat al Qur’an yang terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan jelaskan.

E. TES FORMATIF

1. Ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang penciptaan langit dan bumi sebagai tanda bagi

orang benar-benar menggunakan akalnya adalah :

a. S. AL Baqararoh, 191

b. S. Ali Imran, 191

c. S. Al Baqararoh, 190

d. S. Al Nisa’, 94

e. S. Ali Imran, 190

2. Indikator seorang ulul albab tercantum pada :

a. S. Al Baqararoh, 190

b. S. Al Baqararoh, 190

c. S. Al Maidah, 190

d. S. Al An’am, 79

e. S. Ali Imran, 191

3. Berikut adalah sifat dan sikap yang ditunjukkan oleh seorang ulul albab kecuali :

a. Dalam keadaan berdiri kemudian berdzikir

b. Merenungi segala ciptaan Allah Swt

c. Mohon perlindungan dari siksa api neraka

d. Menyucikan asma Allah

e. Berusaha melakukan hal yang bermanfaat

4. Orang yang memiliki akal yang sempurna lagi cerdas yang mengerti tentang hakekat

dibalik adanya segala sesuatu yang tampak adalah pengertian Ulul albab menurut :

a. Quraisy Syihab

b. Sayyid Husen Nasr

c. Ibnu Katsir

d. At Thobari

e. Jalaluddin al Rumi

5. Seorang ulul albab merupakan sosok yang selalu memikirkan ciptaan Allah Swt yang

penuh hikmah, karena dia memiliki sikap-sikap berikut, kecuali:

a. Selalu menjaga keharmonisan dalam kehidupan

b. Menyadari bahwa dirinya memiliki pengetahuan yang luas.

Page 66: KEGIATAN BELAJAR I - ftik.iainpurwokerto.ac.idftik.iainpurwokerto.ac.id/wp-content/uploads/2019/06/MODUL-QURAN.pdf · menjelaskan ayat al-Qur’an, dikarenakan makiyah dan madaniyah

c. Melakukan yang bermanfaat

d. Menghindari kedzoliman

e. Memiliki prinsip tauhid

F. KUNCI JAWABAN1. E

2. E

3. A

4. C

5. B

1. Jalaluddin as-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an, terj. Lubaabun Nuquul fiiAsbaabin Nuzuul, Tim Abdul Hayyie, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm. 148-149

2 . M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 2,… hlm. 370.3 . Abdul Majid Khon, dkk, Modul Pendalaman Materi Alqur’an Hadis. Fitk Uin Syarif Hidayatullah

Jakarta.Cetakan Pertama, 20184 . Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al-Qur'an, Mizan, Bandung, Cetakan Kedua-1989, hal.78-82