kedudukan zakat menurut undang-undang nomor 23 tahun 2011

Upload: ahmad-faisal-daoe

Post on 18-Oct-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KEDUDUKAN ZAKAT SEBAGAI PENGURANG PAJAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

Di Ajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Islam di Indonesia

OlehAHMAD FAISALASRUL HAMID

Program StudiHUKUM ISLAM

Dosen Pengasuh: PROF. DR. H. PAGAR, M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANAINSTITUT AGAM ISLAM NEGERISUMATERA UTARAMEDAN2013

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangZakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang pendapatannya telah memenuhi syarat baik dari segi haul dan nisabnya. Tujuan diwajibkan zakat begitu mulia, salah satunya untuk menciptakan kesejahteraan bagi umat Islam itu. Potensi zakat sebagai solusi pemberantas kemiskinan telah dibuktikan sejarah, seperti yang diterapkan pada masa Khalifah Abbasiyah, Umar Bin Abdul Aziz. Indonesia saat ini memiliki potensi zakat yang sangat besar. Apabila jumlah zakat tersebut dikelola dengan baik, akan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia atau umat Islam khususnya. Era saat ini, negara agar berjalan dengan baik, maka dibutuhkan anggaran untuk itu. Berdasarkan data Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah sumber pendapatan terbesar berasal dari pendapatan pajak. Pajak berasal dari kekayaan dan pendapatan warga negara atau badan usaha. Rakyat diwajibkan untuk menyetorkan pajak yang sudah ditetapkan. Dengan pajak kegiatan pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan dengan baik untuk kesejahteraan rakyat. Timbul permasalahan bagi umat Islam di Indonesia. Di satu sisi umat Islam ingin menjalankan kewajiban sebagai muzakki dan di sisi lain ada kewajiban pajak yang dibebankan negara dalam rangka keikutsertaan dalam pembangunan negara. Umat Islam harus mengeluarkan biaya dua kali setiap tahunnya.

B. Rumusan Masalah 1. Persamaan dan Perbedaan Pajak dan Zakat ?2. Apa permasalahan pajak dan zakat umat Islam Indonesia ?3. Bagaimana hubungan zakat dan pajak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 ?

BAB IIPEMBAHASAN

A. Persamaan dan Persamaan Pajak dan ZakatAda beberapa persamaan antara pajak dan zakat, antara lain sebagai berikut:[footnoteRef:2] [2: Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press, 2000), hlm. 52-55.]

1. Adanya Unsur PaksaanBagi seseorang yang telah termasuk dalam kategori wajib pajak, dapat dikenakan tindakan tegas oleh negara, selama wajib pajak tersebut melalaikan kewajibannya. Demikian pula halnya terhadap seorang muslim yang memiliki harta yang telah memenuhi persyaratan zakat, jika tidak mau menunaikannya, penguasa yang diwakili oleh petugas zakat, wajib memaksanya.[footnoteRef:3] [3: Al-Quran Surah At-Taubah : 103]

2. Adanya Unsur PengelolaPengelolaan pajak jelas harus diatur oleh negara. Hal ini sejalan dengan pengertian dari pajak itu sendiri.[footnoteRef:4] Adapun asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah dalam Al Quran Surat At Taubah ayat 60. [4: R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung : PT. Refika Aditama 2003), hlm. 2.]

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasanya pengelolaan zakat bukanlah semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki (wajib zakat) diserahkan langsung kepada mustahik (delapan golongan asnaf yang berhak menerima zakat)[footnoteRef:5], tetapi dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat, yang disebut dengan amil zakat. [5: Al-Quran Surah At-Taubah : 60]

3. Dari Sisi TujuanTujuan pajak, terutama dalam hal pembiayaan pembangunan negara adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat banyak.[footnoteRef:6] Adapun mengenai tujuan zakat, Didin Hafidhuddin mengemukakan ada 5 (lima) hikmah dan manfaat yang demikian besar dan mulia, yaitu sebagai berikut: Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia, menghilangkan sifat kikir, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki. Kedua, menolong dan membina mustahik ke arah kehidupan yang lebih sejahtera. Ketiga, sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh umat Islam. Keempat, untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta. Kelima, menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.[footnoteRef:7] [6: Subiyakto Indra Kusuma, Mengenal Dasar-dasar Perpajakan, (Surabaya : Usaha Nasional Indonesia, 1988), hlm. 47.] [7: Didin Hafidhuddin, Menumbuhkan Kesadaran Berzakat, artikel dalam website PKPU, diakses pada tanggal 20 Desember 2013]

Menurut Yusuf Qardawi, terdapat beberapa perbedaan pokok antara pajak dan zakat. Beberapa perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut:[footnoteRef:8] [8: Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta : Litera Internusa dan Mizan, 1999), hlm. 1000-1005]

1. Dari Segi Nama dan Etiketnya/Maknanya. Perbedaan dari segi nama dan maknanya, kata zakat menurut bahasa berarti suci, tumbuh dan berkah. Syariat Islam memilih kata zakat untuk mengungkapkan arti dan bagian harta yang wajib dikeluarkan untuk fakir miskin dan mustahik lainnya. Adapun dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba yang berarti utang, pajak tanah, atau upeti, dan sebagainya, yaitu sesuatu yang mesti dibayar, sesuatu yang menjadi beban.

2. Mengenai Hakikat dan TujuannyaPerbedaan antara pajak dan zakat adalah bahwa zakat itu ibadah yang diwajibkan kepada orang Islam sebagai tanda syukur kepada Allah. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara semata-mata.3. Mengenai Batas Nisab dan KetentuannyaZakat adalah hak yang ditentukan Allah. Dia-lah yang menentukan batas nisab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban itu terhadap harta yang kurang dari nisab. Tidak ada yang boleh mengubah dan mengganti apa yang telah ditentukan syariat.[footnoteRef:9] Berbeda dengan pajak yang bergantung kepada kebijaksanaan pemerintah dan kekuatan penguasa, baik mengenai objek, persentase, harga dan ketentuannya. [9: Yusuf Qardawi tidak setuju dengan usulan agar ketentuan tarif zakat menyesuaikan dengan perubahan sosial ekonomi yang terjadi pada zaman sekarang. Lihat Yusif Qardawi, hlm. 1003.]

4. Mengenai Kelestarian dan KelangsungannyaZakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus menerus. Ia akan berjalan selagi Islam dan kaum Muslim ada di muka bumi ini. Sedangkan pajak, tidak memiliki sifat yang tetap dan terus menerus, baik mengenai jenis, persentase, maupun kadarnya. Tiap pemerintah dapat mengurangi atau mengubah atas dasar pertimbangan dan rasionalitas ekonomi. Bahkan adanya pajak itu sendiri tidak kekal, ia akan tetap ada selagi diperlukan dan lenyap bila sudah tidak dibutuhkan lagi.[footnoteRef:10] [10: Ibid, hlm. 1003]

5. Mengenai PengeluarannyaZakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah Saw. Setiap Muslim dapat membagikan zakatnya sendiri bila diperlukan. Sasaran itu adalah kemanusiaan dan Islam. Sedangkan pajak dikeluarkan untuk membiayai pengeluaran umum negara, sebagaimana ditetapkan oleh peraturan penguasa.[footnoteRef:11] [11: Ibid, hlm. 1003-1004]

6. Hubungannya dengan PemerintahDalam kasus pajak, ada hubungan antara wajib pajak dengan pemerintah yang berkuasa. Karena pemerintah yang mengadakan, maka pemerintah pula yang memungutnya dan membuat ketentuan wajib pajak. Adapun zakat adalah hubungan antara wajib zakat dengan Tuhannya. Allah-lah yang memberinya harta dan mewajibkan membayar zakat, semata-mata karena mengikuti perintah dan mengharap ridha-Nya.[footnoteRef:12] [12: Ibid, hlm. 1004]

7. Maksud dan TujuanZakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak. Tujuan yang luhur ini tersirat pada kata zakat itu sendiri yang bermakna suci, tumbuh, dan berkah. Pajak tidak memiliki tujuan luhur seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya menolak adanya tujuan lain pada pajak, selain untuk menghasilkan pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara.[footnoteRef:13] [13: Ibid, hlm. 1005]

8. Dari Sisi Objek dan Persentase serta PemanfaatannyaZakat memiliki nishab (kadar minimal) dan persentase yang sifatnya baku, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam berbagai hadits Nabi. Demikian pula pemanfaatan dan penggunaan zakat, tidak boleh keluar dari asnaf yang delapan, sebagaimana tergambar dalam firman Allah dalam Alquran Surat At Taubah ayat 60.

B. Permasalahan Pajak dan Zakat Umat Islam IndonesiaAda beberapa permasalahan pajak dan zakat di Indonesia, antara lain:1. Potensi pajak dan zakat yang sangat besar dan pengelolaan yang belum optimalMenurut hasil penelitian Baznas, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Bank Pembangunan Islam (IDB) potensi zakat nasional tahun 2013 mencapai sebesar Rp 217 triliun. Namun potensi zakat yang bisa terserap baru mencapai Rp 2,73 triliun atau hanya sekitar 1% saja. [footnoteRef:14] sedangkan Proyeksi penerimaan pajak di Indonesia tahun 2013 mencapai Rp1.033 triliun. Namun, potensi pajak yang hilang sebenarnya juga luar biasa. Diperkirakan mencapai Rp512 triliun atau sebesar 50 persen dari total penerimaan pajak.[footnoteRef:15] Apabila potensi tersebut bisa dimaksimalkan tentu akan semakin memudahkan jalannya pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Dalam hal zakat, pengelolaan zakat belum maksimal. Penyebabnya antara lain: [14: Potensi Zakat Nasional diakses dari http://muslimdaily.net/berita/ekonomi/potensi-zakat-nasional-mencapai-rp-216-triliun.html#.Ura9p9JBLwk pada tanggal 22 Desember 2013] [15: Potensi Pajak Hilang diakses dari http://www.waspada.co.id/index.php?option=com _content&view=article&id=237885:2012-rp512t-potensi-pajak hilang&catid=77: fokusutama & Itemid=131 pada tanggal 22 Desember 2013]

a. Umat Islam belum mempercayai sepenuhnya keberadaan lembaga amil zakat. muzakki lebih cenderung menyalurkan zakat secara sendiri-sendiri. Seandainya jika disalurkan melalui amil zakat, biasanya hanya sebatas zakat fitrah saja.b. Zakat yang disalurkan umumnya hanya bersifat konsumtif, sehingga tidak berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan mustahiq.c. Objek zakat masih terbatas pada objek tertentu saja, biasanya hanya yang disebutkan secara ekspilisit dalam Al Quran dan Hadits,2. Pembayaran ganda bagi umat Islam Indonesia Pembebanan pajak bagi rakyat Indonesia yang terdaftar sebagai Wajib pajak yang menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Penghasilan adalah apabila pendapatannya sudah melebihi Pendapatan Tidak Kena Pajak selama satu tahun. Namun di lain hal umat Islam Indonesia yang terdaftar sebagai wajib pajak juga harus melakukan kewajiban beragamanya untuk menunaikan zakat bagi yang penghasilannya sudah mencapai nishab dan haul. Sehingga ini akan sangat memberatkan bagi mereka yang memiliki status ganda, yaitu sebagai Wajib Pajak dan sebagai muzakki.Sehingga kemudian untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka di dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat dinyatakan bahwa zakat bisa dijadikan sebagai pengurang pembayaran pajak.

C. Hubungan Zakat dan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 menyebutkan zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada Badan Amil Zakat Nasional atau Lembaga Amil Zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Peraturan ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak dikenakan beban ganda, yaitu kewajiban membayar pajak dan zakat. Hal ini ditegaskan pula dalam ketentuan perpajakan sejak adanyaUndang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan,yakni diatur dalamPasal 4 ayat 3 huruf a Nomor 1yang berbunyi:Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.Dalam ketentuan pasal tersebut baru diatur secara eksplisit bahwa yang tidak termasuk objek pajak adalah zakat. Sedangkan, pengurangan pajak atas kewajiban pembayaran sumbangan untuk agama lain belum diatur ketika itu. Hal ini memang berpotensi menimbulkan kecemburuan dari agama lain yang juga diakui di Indonesia. Dengan dikeluarkannyaUndang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentangPerubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal tersebut mengalami perubahan sehingga berbunyi:Yang dikecualikan dari objek pajak adalah: bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhakatau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.Ketentuan ini juga dipertegas dalam pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan.[footnoteRef:16] Selain itu,Pasal 1 ayat 1Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Brutojuga menentukan: [16: ]

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:a. Zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; ataub. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menindaklanjuti dengan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 yang berlaku sejak tanggal 11 Juni 2012 yang menetapkan 21 badan/lembaga penerima zakat yang sifatnya wajib dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan meliputi satu Badan Amil Zakat Nasional, 15 Lembaga Amil Zakat (LAZ), tiga Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shaaqah (LAZIS), 1 Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia, dan Badan Dharma Dana Nasional. Lembaga tersebut adalah sebagai berikut :1. Badan Amil Zakat Nasional2. LAZ Dompet Dhuafa Republika3. LAZ Yayasan Amanah Takaful4. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat5. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat6. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah7. LAZ Baitul Maal Hidayatullah8. LAZ Dewan Dawah Islamiyah Indonesia9. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia10. LAZ Yayasan Baitul Maal wat Tamwil11. LAZ Baituzzakah Pertamina12. LAZ Persatuan Islam13. LAZ Yayasan Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia14. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat15. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid (DUDT)16. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia17. LAZIS Muhammadiyah18. LAZIS Nahdlatul Ulama (LAZIS NU)19. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)20. Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)21. Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP)Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 menyebutkan BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Dalam pasal 23 ayat 2 disebutkan bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Mekanisme pengurangan zakat dari penghasilan bruto ini terdapat dalamPeraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.Pada Pasal 2 ayat 1 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 disebutkan wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1[footnoteRef:17],wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan pada tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib. [17: ]

Bukti pembayaran dijelaskan dalam ayat 2, yaitu:a. dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), danb. paling sedikit memuat:1. Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar.2. Jumlah pembayaran.3. Tanggal pembayaran.4. Nama badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.5. Tanda tangan petugas badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung.6. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.Pasal 3 menyebutkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajibtidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila:a. tidak dibayarkan oleh wajib pajak kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.b. bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2.Pasal 4 ayat 1 menyebutkan Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut. Tujuan dilaporkannya pajak atau sumbangaan wajib keagamaaan yang sifatnya wajib tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan untuk menentukan penghasilan neto sebagaimana disebutkan dalam ayat 2.BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Persamaan dan Perbedaan Zakat dan Pajaka. Persamaan Zakat dan Pajak adalah: adanya unsur paksaan, adanya unsur pengelola, dari sisi tujuan.b. Perbedaan Zakat dan Pajak adalah: dari segi nama dan etiketnya/maknanya, mengenai hakikat dan tujuannya, mengenai batas nisab dan ketentuannya, mengenai kelestarian dan kelangsungannya, mengenai pengeluarannya, hubungannya dengan pemerintah, maksud dan tujuan, dari sisi objek dan persentase serta pemanfaatannya.2. Permasalahan pajak dan zakat di Indonesia adalah Potensi pajak dan zakat yang sangat besar dan pengelolaan yang belum optimal dan Pembayaran ganda bagi umat Islam Indonesia.3. Zakat bisa sebagai pengurang penghasilan kena pajak, dengan melampirkan bukti setoran zakat pada lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah pada Surat Setoran Pajak.

B. SaranSosialisasi zakat dan pajak harus lebih dimaksimalkan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat.

DAFTAR PUSTAKABrotodihardjo, R. Santoso. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung : PT. Refika Aditama. 2003

Hafidhuddin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani Press. 2000

Hafidhuddin, Didin. Menumbuhkan Kesadaran Berzakat. www. pkpu.co.id

Kusuma, Subiyakto Indra. Mengenal Dasar-dasar Perpajakan. Surabaya : Usaha Nasional Indonesia. 1988

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentangPerubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto

Qardawi, Yusuf Hukum Zakat. Jakarta : Litera Internusa dan Mizan. 1999