kedudukan korporasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintah indonesia

26
KEDUDUKAN KORPORASI DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA DAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak Korporasi[1] dalam rangka turut serta dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Hanya saja dalam tataran praktek korporasi sebagai bagian dari subjek hukum seringkali turut andil dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal itu dapat terlihat dari aspek kebijakan-kebijakan Pemerintah yang memberikan ruang yang cukup luas dan menguntungkan bagi kalangan korporasi yang sangat dekat dengan Pemerintahan. Kebijakan- kebijakan Pemerintahan banyak dipengaruhi oleh kalangan korporasi,[2] hal itu lebih disebabkan oleh adanya sumbangan yang bersifat tidak mengikat kepada oknum Pejabat Publik pada saat sebelum atau akan proses rekrutment serta pemilihan dalam jabatan Pemerintahan, sehingga pada saat terpilih sebagai pejabat yang memegang kendali tugas, wewenang serta kebijakan-kebijakan yang

Upload: maspartono

Post on 23-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

KEDUDUKAN KORPORASI DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA

DAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

            Hak Korporasi[1] dalam rangka turut serta dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan. Hanya saja dalam

tataran praktek korporasi sebagai bagian dari subjek hukum seringkali turut andil dalam

penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan. Hal itu dapat terlihat dari aspek kebijakan-kebijakan

Pemerintah yang memberikan ruang yang cukup luas dan menguntungkan bagi kalangan

korporasi yang sangat dekat dengan Pemerintahan. Kebijakan-kebijakan Pemerintahan banyak

dipengaruhi oleh kalangan korporasi,[2] hal itu lebih disebabkan oleh adanya sumbangan yang

bersifat tidak mengikat kepada oknum Pejabat Publik pada saat sebelum atau akan proses

rekrutment serta pemilihan dalam jabatan Pemerintahan, sehingga pada saat terpilih sebagai

pejabat yang memegang kendali tugas, wewenang serta kebijakan-kebijakan yang strategis, maka

dengan sendirinya dapat dikendalikan oleh kalangan swasta atau korporasi.

            Dewasa ini korporasi memiliki peranan yang sangat penting terhadap pertumbuhan

ekonomi suatu negara.[3] Bahkan, dalam beberapa aspek peranan korporasi melebihi peran dan

pengaruh suatu negara. Dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara korporasi

seringkali melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada pelanggaran hukum bahkan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia.[4] Dalam kondisi yang demikian korporasi berusaha

semaksimal mungkin untuk dapat mempertahankan eksistensinya guna mengembangkan bisnis

dan jaringannya, yang tujuannya akhirnya akan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya

yang merupakan tujuan pokok setiap korporasi.

Page 2: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

            Dengan terjadinya persaingan di era globalisasi yang semakin pesat, peran korporasi

semakin tidak terelakkan lagi, sehingga jangkauan korporasi tidak hanya masyarakat sebagai

objek dari pencari keuntungan dari korporasi, akan tetapi juga sudah menjalar kepada tingkatan

Negara dan pemerintahan untuk dapat menguasai pasar serta kebijakan-kebijakan strategis yang

menguntungkan pribadi dan golongan.[5] Kondisi yang demikian tentu akan berdampak negative

bagi perkembangan bernegara. Mengingat indepedensi terhadap produk-produk kebijakan yang

dihasilkan cenderung akan memihak sehingga tidak berdasarkan pada tujuan yang benar,

melainkan tujuannya untuk menguntungkan segelintir oknum yang merupakan bagian dari

korporasi.

            Keberadaan suatu korporasi sebagai badan hukum tidak lahir begitu saja. Artinya

korporasi sebagai suatu badan hukum bukan ada dengan sendirinya, akan tetapi harus ada yang

mendirikan, yaitu pendiri atau pendiri-pendirinya yang diakui menurut hukum perdata memiliki

kewenangan secara hukum untuk dapat mendirikan korporasi. Menurut hukum perdata, yang

diakui memiliki kewenangan hukum untuk dapat mendirikan korporasi adalah orang (manusia)

atau natural person dan badan hukum atau legal person.[6] Seperti halnya dalam hal matinya

suatu korporasi. Suatu korporasi hanya dapat dinyatakan mati apabila dinyatakan mati oleh

hukum perdata, yaitu tidak ada lagi keberadaan atau eksistensinya (berakhir) sehingga karena

tidak ada lagi, maka dengan demikian korporasi tersebut tidak dapat lagi melakukan perbuatan

hukum atau dalam istilah hukumnya dikatakan bahwa korporasi tersebut mati atau bubar.[7]

Namun demikian lahir, bubar atau bahkan berkembangnya korporasi juga erat kaitannya dengan

intervensi negara dan Pemerintahan, mengingat segala sesuatu yang berkaitan dengan Korporasi

segala bentuk perijinannya juga erat hubungannya dengan Pemerintah.[8]

            Dalam hukum pidana Indonesia memberikan pengertian korporasi dalam arti luas.

Korporasi menurut hukum pidana indonesia tidak sama dengan pengertian korporasi dalam

hukum perdata. Pengertian korporasi menurut hukum pidana lebih luas daripada pengertian

menurut hukum perdata. Menurut hukum perdata, subjek hukum, yaitu yang dapat atau yang

berwenang melakukan perbuatan hukum dalam bidang hukum perdata, misalnya membuat

perjanjian, terdiri atas dua jenis, yaitu orang perseorangan (manusia atau natural person) dan

badan hukum (legal person).[9]

            Sebagaimana telah dikemukakan di atas, yang dimaksud dengan pengertian korporasi

menurut hukum perdata ialah badan hukum (legal person). Namun dalam hukum pidana

Page 3: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

pengertian korporasi tidak hanya mencakup badan hukum, seperti perseroan terbatas, yayasan,

koperasi, atau perkumpulan yang telah disahkan sebagai badan hukum yang digolongkan sebagai

korporasi, menurut hukum pidana, firma, perseroan komanditer atau CV, dan persekutuan atau

maatschap juga termasuk korporasi. Selain itu yang juga dimaksud sebagai korporasi menurut

hukum pidana adalah sekumpulan orang yang terorganisasi dan memiliki pimpinan dan

melakukan perbuatan-perbuatan hukum, seperti melakukan perjanjian dalam rangka kegiatan

usaha atau kegiatan sosial yang dilakukan oleh pengurusnya untuk dan atas nama kumpulan

orang tersebut.[10] Bagaimana pengertian korporasi dari aspek hukum administrasi negara, hal

ini yang menjadi cukup menarik untuk dianalisis dan dijadikan bahan kajian bersama, mengingat

pertanyaan yang mendasar bagaimanakah posisi dan kedudukan korporasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan seperti yang telah diurai diatas.

            Untuk mengamankan kebijaksanaan ekonominya, pemerintah antara lain melakukannya

dengan memperluas peraturan yang mengatur kegiatan bisnis, baik melalui peraturan baru

maupun penegkan yang lebih keras terhadap peraturan-peraturan yang ada. Dalam menghadapi

keadaan yang demikian, korporasi dapat

melakukannya dengan cara melanggar peraturan yang ada, seperti pelanggaran terhadap

peraturan perpajakan, memberikan dana-dana kampanye yang ilegal kepada para politisi dengan

imbalan janji-janji untuk mencaut peraturan yang ada atau memberikan proyek-proyek tertentu,

mengekspor perbuatan ilegal ke negara lain.[11] Fakta-fakta tersebut sudah tidak dapat

terelakkan, sesuai dengan tujuan korporasi yakni sebagai organisasi bisnis dan aktivitas

komersial untuk memperoleh profit dengan menjalankan suatu aktivitas yang menghasilkan

barang atau jasa. Sehingga tujuan hukum tidak tercapai sebagaimana tertuang dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945.[12]

             Berdasarkan uraian diatas, maka kedudukan, peran dan fungsi korporasi dalam turut

andil penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan sangat signifikan, meskipun secara normatif

tidak disebutkan mengenai hak-hak korporasi dalam upaya ikut serta dalam penyelenggaraan

Negara dan Pemerintahan. Hal demikian memunculkan banyak pertanyaan mengenai kedudukan

Korporasi dalam Pemerintahan, apakah memang terdapat hubungan kedudukan antara korporasi

dengan penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan, ataukah tidak terdapat hubungan antara

penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan dengan korporasi. Untuk itulah penulis sangat

Page 4: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

tertarik untuk menelaah dan meneliti mengenai kedudukan korporasi dalam penyelenggaraan

Negara dan Pemerintahan di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

            Berdasarkan penjelasan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang

akan dirumuskan berkaitan dengan kedudukan korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan diantaranya sebagai berikut :

a.       Apakah subjek hukum korporasi dapat ikut serta dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan ?

b.      Mengapa korporasi di Indonesia dapat secara leluasa ikut serta dalam penyelenggaraan Negara

dan Pemerintahan ?

c.       Bagaimana kedudukan korporasi dalam rangka ikut serta dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan ?

1.3. Tujuan Penelitian

            Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan pada bab sebelumnya mengenai

kedudukan korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan maka tujuan penelitian

diantaranya sebagai berikut :

a.       Menjelaskan apakah subjek hukum korporasi dapat ikut serta dalam penyelenggaraan Negara

dan Pemerintahan

b.      Mengetahui mengapa korporasi di Indonesia dapat secara leluasa ikut serta dalam

penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan

c.       Memahami kedudukan korporasi dalam rangka ikut serta dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan

1.4. Manfaat Penelitian

            Adapun manfaat yang diperoleh dalam pembahasan mengenai kedudukan korporasi

dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan diantaranya adalah :

a. Secara teoritis dapat menambah dan memperdalam keilmuan dalam bidang Hukum Tata

Negara dan Administrasi Negara serta Hukum Bisnis yang berkaitan dengan kedudukan

korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan.

Page 5: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

b. Manfaat praktis adalah untuk  membangun kesadaran dan pemahaman kepada publik

akan kedudukan korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan

1.5. Kerangka Teoritis

1.5.1.      Teori Subjek Hukum

            Subyek Hukum adalah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban

dalam lalu lintas hukum.[13] Subjek hukum juga merupakan sesuatu yang menurut hukum

berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan

cakap untuk bertindak dalam hukum. Selain itu subjek hukum adalah sesuatu pendukung hak

yang menurut hukum berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung hak. Ada juga yang

berpendapat segala sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajian.

Menurut teori tradisional, subjek hukum adalah orang yang merupakan subjek dari suatu

kewajiban hukum atau suatu hak. Teori tradisional mengidentikkan konsep "subjek hukum"

dengan konsep "person". Definisi Person menurut teori tradisional adalah manusia sebagai

subjek dari hak dan kewajiban. Konsep pemegang hak dan kewajiban memainkan peran sangat

penting dalam teori tradisional yang membahas tentang konsep "legal person". Jika pemegang

hak dan kewajiban adalah manusia, berarti yang dibicarakan oleh teori tradisional adalah "orang

secara fisik" (physical person), jika pemegang hak dan kewajiban itu merupakan entitas lain,

berarti yang dibicarakan teori tradisional adalah "badan hukum" (juristic person).[14] Yang

termasuk dalam subyek hukum yaitu :

a.      Manusia atau Orang (naturlijke person)

b.      Badan Hukum (vichtperson) adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi

status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat

menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian,

mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan

hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan

perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat

dibubarkan.

a.      Subjek Hukum Manusia

Page 6: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

            Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan

kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal

dunia. Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap

dalam melakukan perbuatan hukum yaitu, Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan

belum menikah serta orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan,

pemabuk, pemboros.

            Secara yuridisnya ada 2 alasan yang menyebutkan manusia sebagai subjek hukum yaitu

manusia mempunyai hak-hak subyektif dan Kewenangan hukum. Syarat-syarat cakap hukum

yakni seseorang yang sudah dewasa berumur 21 tahun (Undang Perkawinan No.1/1974 dan

KUHPerdata)[15], Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi pernah menikah, Sesorang

yang sedang tidak menjalani hokum dan berjiwa sehat dan berakal sehat. Syarat-syarat tidak

cakap hukum adalah seseorang yang belum dewasa, sakit ingatan, kurang cerdas, orang yang

ditaruh dibawah pengampuan dan seseorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata).

[16]

b.      Subjek Hukum Badan Hukum

            Badan Hukum adalah badan/kumpulan manusia yang oleh hukum diberi status sebagai

orang yang memiliki hak dan kewajiban. Badan hukum ialah suatu badan usaha yang

berdasarkan hukum yang berlaku serta berdasarkan pada kenyataan persyaratan yang telah

dipenuhinya telah diakui sebagai badan hukum, yakni badan usaha yang telah dianggap atau

digolongkan berkedudukan sebagai subjek hukum sehingga mempunyai kedudukan yang sama

dengan orang, meskipun dalam menggunakan hak dan melaksanakan kewajibannya harus

dilakukan atau diwakilkan melalui para pengurusnya. Contoh-contoh badan hukum: PT

(Perseroan Terbatas), Yayasan, PN (Perusahaan Negara), Perjan (Perusahaan Jawatan), dan

sebagainya.

            Badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yakni

memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya dan Hak dan kewajiban badan

hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya. Badan hukum dibedakan dalam 2

bentuk, yaitu :[17]

-          Badan Hukum Publik

-          Badan Hukum Privat

Ada bebrapa teori tentang hakikat badan hokum, yaitu:[18]

Page 7: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

1.      Teori fiksi dari Freidrich Carl Von Savigny

Hanya manusia lah yang menjadi subjek hokum, sedangkan badan hokum dikatakan sebagai

subjek hokum hanyalah fiksi, yaitu sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang

menghidupkannya dalam bayangannya. Badan hokum itu ciptaan Negara/pemerintah yang

wujudnya tidak nyata, untuk menerangkan sesuatu hal.

2.      Teori organ dari otto von gierke

Badan hokum adalah organ seperti halnya manusia yang menjelma dalam pergaulan hokum yang

dapat meyatakan kehendak melalui alat-alat yang ada padanya (pengurus, anggota) seperti

halnya manusia. Badan hokum itu nyata adanya.

3.      Teori harta kekyaan bertujuan dari brinz

Badan hokum merupakan kekayaan yang bukan kekayaan perorangan, tapi serikat tujuan

tertentu. Badan hokum itu mempunyai pengurus yang berhak dan berkehendak.

4.      Teori kekayaan bersama dari molengraaft

Apa yang merupakan hak dan kewajiban badan hokum pada hakekatnya merupakan hak dan

kewajiban para anggota bersam-sama. Kekayaan badan hokum juga merupakan kekayaan

bersama seluruh anggotanya.

5.      Teori kenyataan yuridis dari paul scholter

Badan hokum itu merupakan kenyataan yuridis. Badan hokum sama dengan manusia hanya

sebatas pada bidang hokum saja

1.5.2.      Teori Kewenangan dan Kekuasaan

            Diskusi permasalahan hukum tentunya akan berkaitan erat dengan masalah kekuasaan

dan wewenang. Hubungan hukum dengan kekuasaan dapat di rumuskan dengan slogan ”hukum

tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.[19] Dalam

artian bahwa dalam penerapan hukum, maka di perlukan kekuasaan sebagai pendukung, salah

satu sebabnya adalah di karenakan hukum bersifat memaksa, karena tanpa adanya paksaan, maka

pelaksanaan hukum akan mengalami hambatan. Namun semakin tertib masyarakatnya, maka

semakin berkurang kekuasaan sebagai pendukungnya.

            Karena begitu eratnya kaitan antara hukum dan kekuasaan, maka seakan tidak dapat

memisahkan antara keduanya. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa hukum sendiri sebenarnya

adalah kekuasaan.[20] Hukum merupakan salah satu sumber dari kekuasaan, namun juga

Page 8: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

merupakan pembatas bagi kekuasaan. Oleh karena itu tidak dapat dibenarkan apabila kekuasaan

di gunakan sebagai alat untuk bertindak sewenang-wenang. Karena dalam tataran praktis

dilapangan orang akan cenderung ingin memiliki kekuasaan yang melebihi dari apa yang telah di

gariskan. Padahal hukum memang membutuhkan kekuasaan, tetapi ia juga tidak bisa

membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum.[21]

            Miriam Budiardjo memberikan arti kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau

sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah-lakunya seseorang atau kelompok lain

sedemikian rupa sehingga tingkah-laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari

orang yang mempunyai kekuasaan itu.[22] Kekuasaan ini yang kemudian oleh sebagian besar di

cari atau bahkan menjadi rebutan dalam setiap kehidupan masyarakat modern seperti sekarang

ini. Hal itu di pengaruhi oleh adanya hasrat dan keinginan manusia yang bermacam-macam

sehingga dirasa perlu untuk memaksakan kemauan dirinya atas orang lain.

            Hal yang sama juga di katakan Mac Iver yang merumuskan kekuasaan sebagai berikut :

The capacity to control the behavior of other either directly by fiat or indirectly  by the

manipulation of available means, yang artinya kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku

orang lain baik secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan

mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia. [23]

            Lebih lanjut Miriam Budiardjo bahwa kekuasaan dalam masyarakat selalu

berbentuk piramida yang bersumber pada kekerasan fisik, kedudukan dan kepercayaan.[24] Agar

kekuasaan dapat di jalankan maka di butuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu di

konsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung

hak dan kewajiban tertentu berdasarkan subjek-kewajiban.[25] Dengan demikian, lahirlah teori

yang menyatakan bahwa negara merupakan subjek hukum buatan atau tidak asli atau yang di

sebut teori organ atau organis.[26]

Asal atau sumber kekuasaan dalam suatu negara secara umum dapat di golongkan

menjadi 2 (dua) bagian. Pertama, erat kaitannya dengan teori teokrasi, yang mana menyatakan

bahwa asal mula kekuasaan berasal dari Tuhan. Teori ini berkembang pada zaman abad

pertengahan yakni abad ke V sampai abad ke XV.[27] Sedang Kedua berhubungan dengan teori

hukum alam yang secara umum memberikan pemahaman bahwa kekuasaan berasal dari rakyat.

Page 9: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

Kekuasaan dari rakyat tersebut yang kemudian di serahkan kepada seseorang (raja) untuk

menyelenggarakan kebutuhan masyarakat.

Bila di hadapkan pada persoalan kekuasaan, maka orang berpendapat bahwa kekuasaan

itu sering diartikan hanya dalam bidang politik saja.[28] Padahal kekuasaan dapat beraspek dua

keilmuan, yakni berkaitan dengan hukum dan politik. Dalam hukum tata negara, wewenang

(bevoegdheid) di deskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht), dalam hukum publik,

wewenang berkaitan dengan kekuasaan.[29] Kekuasaan mempunyai makna yang sama dengan

wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh legislatif, ekskutif dan yudikatif adalah

kekuasaan formal.

            Kekuasaan dapat berasal dari dua bagian, pertama berasal dari peraturan perundang-

undangan dan yang kedua berasal dari bukan peraturan perundang-undangan atau karena jabatan

yang dimilikinya. Sedangkan kewenangan hanya berasal dari peraturan perundang-undangan

yang sah dan diakui oleh suatu negara.

            Berdasarkan uraian diatas, maka kekuasaan memiliki dua aspek, yakni aspek politik dan

aspek hukum. Sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum saja. Dapat diartikan bahwa

kekuasaan bersumber pada peraturan perundang-undangan dan di luar peraturan perundang-

undangan, sedangkan kewenangan harus harus berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang sah, yang

bersumber pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa kekuasaan belum tentu kewenangan, akan tetapi kewenangan sudah tentu merupakan

kekuasaan.

            Kewenangan dan wewenang tentunya memiliki perbedaan yang mendasar. Dalam bahasa

Belanda wewenang di sebut juga ”bevoegheid”. Menurut Philipus M. Hadjon, ada perbedaan

antara kewenangan dengan wewenang, perbedaannya terletak pada karakter hukumnya. Istilah

”bevoegheid” digunakan baik dalam konsep hukum publik maupun dalam konsep hukum hukum

privat. Dalam hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya di gunakan dalam

konsep hukum publik.[30]

            Dalam konsep hukum tata negara, “bevoegheid” (wewenang) di deskripsikan sebagai

“rechtmacht” (kekuasaan hukum). Jadi dalam hukum publik wewenang berkaitan dengan

kekuasaan.[31] Sedangkan dalam konsep hukum administrasi Belanda, soal wewenang selalu

Page 10: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

menjadi bagian penting dan bagian awal dari hukum administrasi karena objek hukum

administrasi adalah “bestuursbevoegdheid” (wewenang pemerintahan).[32]

            Jadi perbedaan antara kewenangan dan wewenang adalah pertama kali harus

membedakan antara (authority, gezag) dan wewenang (competence, bevoegdheid). Gezag adalah

ciptaan orang-orang yang sebenarnya paling berkuasa.[33] Kewenangan yang disebut juga

“kekuasaan formal” yang berasal kekuasaan yang di berikan oleh Undang-Undang atau legislatif

dari kekuasaan ekskutif atau administratif yang bersifat utuh atau bulat. Sedangkan wewenang

hanya mengenai suatu bagian tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat

wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheben).[34] Wewenang juga merupakan dalam ruang

lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi

wewenang membuat keputusan pemerintahan (besluit), akan tetapi meliputi wewenang dalam

rangka pelaksanaan tugas serta distribusi wewenang utamanya di tetapkan dalam Undang-

Undang Dasar.

            Sedangkan kewenangan dapat diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi  maupun

mandat.[35] Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan, sedang delegasi adalah

pemindahan/pengalihan suatu kewenangan yang ada.[36] Secara sederhana dapat diartikan

atribusi merupakan kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (Undang-Undang Dasar), sedang

kewenangan delegasi pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain dan mandat

pemberian wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.

            Ada perbedaan khusus antara delegasi dan mandat. Delegasi merupakan pemberian,

pelimpahan atau pengalihan kewenangan oleh suatu organ pemerintahan kepada pihak lainuntuk

menganmbil keputusan atas tanggung jawab sendiri, sedangkan mandat bertanggung jawab atas

nama atau tanggung jawabnya sendiri mengmbil kepuusan.[37] Akan tetapi sebenarnya dalam

teori pendelegasian, apabila suatu kewenangan sudah di delegasikan, maka tidak dapat lagi di

tarik kembali oleh lembaga pemberi delegasi.

1.6. Metode Penelitian

Fokus penelitian[38] pada penelitian ini adalah akan mengkaji mengenai Kedudukan

Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia. Sedangkan Metode

yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode penulisan hukum normatif[39],

yaitu cara penulisan yang didasarkan pada analisis terhadap beberapa asas hukum dan teori

Page 11: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

hukum serta peraturan perundang-undangan yang sesuai dan berkaitan dengan permasalahan

dalam penelitian ini. Penelitian hukum normatif ini adalah suatu prosedur dan cara penelitian

ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari segi normatifnya.

[40]

Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah

terdiri dari 3 (tiga) pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan konseptual[41](conceptual approach), dan pendekatan perbandingan (comparative

approach).[42] Pendekatan perundang-undangan (statute approach) di gunakan untuk meneliti

dan mengkritisi[43] peraturan perundang-undangan yang dalam penormaannya masih terdapat

kekurangan dalam hal Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan

di Indonesia. Pendekatan konseptual (conceptual approach) dipakai untuk memahami konsep-

konsep dan teori[44] yang berkaitan dengan Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan

Negara dan Pemerintahan di Indonesia, serta pendekatan perbandingan (comparative approach)

di pakai untuk meneliti perbandingan Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan di Indonesia dengan Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan di beberapa negara di dunia.

Bahan hukum merupakan bahan dasar yang akan dijadikan acuan atau pijakan dalam

penulisan penelitian ini. Adapun yang menjadi bahan hukum dalam penulisan penelitian ini

terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni bahan hukum primer, skunder dan tersier. Bahan hukum primer

merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.[45] Bahan-bahan

hukum primer terdiri dari  peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer.[46] Adapun bahan hukum skunder yang digunakan untuk memberikan

penjelasan mengenai materi yang terdapat dalam bahan hukum primer berasal dari beberapa

literatur, buku tesk, jurnal hukum, karangan ilmiah dan buku-buku lain yang berkaitan langsung

dengan tema penulisan penelitian ini.Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder.[47] Bahan

hukum ini sebagai alat bantu dalam penulisan penelitian ini. Adapun bahan hukum tersier ini

dapat berupa kamus-kamus hukum yang berkaitan langsung dengan penelitian ini.

Page 12: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

Dalam penelitian ini di gunakan metode analisis deduksi,[48] yaitu metode analisa dengan

melakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

permasalahan (rumusan masalah) yang terdapat dalam penelitian ini untuk kemudian di

korelasikan dengan beberapa asas dan teori yang menjadi landasan atau pisau analisa dalam

penulisan penelitian ini sebagai langkah untuk menemukan konklusi, jalan keluar maupun

konsepsi ideal tentang hal-hal yang menjadi pembahasan.

1.7. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini di susun dengan sistematika yang terbagi dalam 4 (empat) Bab.

Masing-masing Bab terdiri dari atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan

cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing Bab serta

pokok bahasannya adalah sebagai berikut :

            BAB 1     : PENDAHULUAN

                           Bab ini berisi uraian latar belakang permasalahan munculnya Kedudukan Korporasi dalam

penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia. Selanjutnya di tetapkan rumusan

masalahyang menentukan arah penelitian dan ruang lingkup pembahasan, sehingga akan secara

komprehensif memberikan gambaran pembahasan yang menjadi titik tekan pembahasan.

Dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan yang memberikan gambaran mengenai tujuan

dan manfaat dari penulisan sesuai tema yang diambil, dan yang terakhir di jelaskan tentang

metode penelitian, dalam metode penelitian diuraikan tipe penelitian bagaimana sebuah

pendekatan masalah dilakukan sekaligus sumber bahan hukum, prosedur pengumpulan bahan

hukum dan dasar analisis yang dipakai guna mendukung pembahasan. Dalam bab ini diakhiri

dengan pertanggung jawaban sistematika, yakni gambaran dari masing-masing bab atau

pembahasan.

            BAB 2: LANDASAN TEORITIK KEDUDUKAN KORPORASI

                          DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA

                          DAN PEMERINTAHAN

Pada Bab II ini akan di uraikan tentang landasan teori Kedudukan Korporasi dalam

penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia, beserta pertimbangan-pertimbangan

yang dugunakan dalam membahas Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan di Indonesia. Disitu akan disebutkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan

Page 13: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia. Pada sub

bab berikutnya akan disinggung mengenai teori yang berkaitan dengan pembahasan, seperti teori

subjek hukum, teori korporasi, teori kewenangan dan kekuasaan. Hal itu diperlukan untuk

memberikan gambaran atau sebagai pisau analisa dalam pembahasan berikutnya. Sehingga

pedoman berfikir dalam pembahasan akan berpedoman pada teori-teori yang ada pada bab ini.

            BAB 3: POLA KEIKUTSERTAAN KORPORASI DALAM

                          PENYELENYELENGGARAAN NEGARA

                          DAN PEMERINTAHAN

                          Dalam bab 3 ini akan diurai mengenai pola dan jenis-jenis keikutsertaan Korporasi dalam

penyelenggaraan Negara. Dalam bab ini juga akan dikaji mengenai berbagai macam pola dan

jenis-jenis keikutsertaan korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan yang ada di

berbagai negara yang ada di dunia. Dalam bab ini juga akan dibandingkan dengan beberapa

negara yang dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahannya mengikutsertakan Korporasi

untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dengan demikian akan

terjadi perbandingan Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di

Indonesia dengan berbagai negara yang ada di dunia, sehingga mampu memberikan gambaran

mengenai Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia

dan yang ada di berbagai negara di dunia.

            BAB IV  : KEDUDUKAN KORPORASI DALAM

                              PENYELENGGARAAN NEGARA

                              DAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA

Dalam Bab ini pembahasan akan di fokuskan pada jawaban atas perumusan masalah mengenai

Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia. Pada bab

ini akan dijelaskan mengenai Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan

Pemerintahan di Indonesia. Pada bab ini akan kedudukan korporasi sebagai apa dan sebaliknya

negara perannya sebagai apa. Melalui pembahasan ini akan mengetahui akar pokok persoalan

mengenai Kedudukan Korporasi dalam penyelenggaraan Negara dan Pemerintahan di Indonesia.

Sehingga dapat memberikan jawaban yang cukup mendasarkan pada fakta filosofis, yuridis dan

sosiologis.

            BAB V  : PENUTUP

Page 14: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

Pada Bab ini akan di bagi menjadi dua bagian. Pertama, berisi kesimpulan yang merupakan

jawaban dari pertanyaan pada rumusan masalah pada Bab I, jawaban akan di tulis berdasarkan

rangkuman analisa pada Bab III dan Bab IV dalam penelitian ini. Sedangkan yang kedua, saran

yang berisi gagasan dan ide-ide konstruktif yang dapat di jadikan masukan tentunya untuk

mengatasi permaslahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembahasan.

                [1]  Hak-hak korporasi dalam hukum tidak banyak disebutkan secara gamblang, meskipun dalam kenyataannya sebagai subjek hukum korporasi memiliki hak-hak yang secara nyata dapat dilihat secara kasat mata. Mengenai hak-hak korporasi baca T. Mulya Lubis, ed. Peranan Hukum dalam Perekonomian di Negara Berkembang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Hal. 72

                [2] Hal itu yang menyebabkan adanya ketimpangan pelayanan publik yang diberikan pemerintah, dikarenakan kurang mampu memberikan pertimbangan rasional dalam upaya pengabdian kepada masyarakat. W. Riawan Tjandra. dkk, Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik, Pembaruan, Yogyakarta, 2007, Hal 15

                [3] Pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan perkembangan hukum, hukum harus mempu mengimbangi perkembangan teknologi informasi. Baca Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum internasional. Jakarta: Lentera Hati, 2002. Hal. 25

                [4] Berkaitan dengan terminologi pengertian Hak Asasi Manusia secara gamblang dijelaskan melalui buku : Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Pusat Studi HTNFHUI, Jakarta, 2008, Hal 51-53

                [5] Untuk mengetahui bahaya yang diakibatkan oleh adanya intervensi swasta terhadap Negara, baca Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2002. Hal. 26

                [6] R. Shyam Khemani project director, “A framework for the design and implementation of competition law and policy,” World Bank, OECD, 1998. hal.2.

                [7] Rudhi Prasetya, Perseroan Terbatas teori dan praktek, Graha Ilmu, Jakarta, 2009, Hal 37

                [8] Hubungan-hubungan antara korporasi dengan Pemerintah terdapat dalam buku Andi Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum dalam “Law in Book and Law in Action” Menuju Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Yarsif Watampone, Jakarta, 2006. Hal. 23

                [9] Erman Rajagukguk, “Hukum Ekonomi Indonesia Memperkuat Persatuan Nasional, Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial,” Makalah

Page 15: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Denpasar, 14-18 Juli 2003. 

                [10] Achmad Ali, “Keterpurukan Hukum di Indonesia: Penyebab dan Solusinya,” Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002. hal. 7-8.                [11]  Hikmahanto Juwana, “Politik Hukum UU bidang Ekonomi di Indonesia.” bahan kuliah ke-2 Aspek Hukum dalam Kebijakan Ekonomi Angkatan XV PD Program Magister Perencanaan Kebijakan Publik-FEUI. Hal.7.

                [12] Liberalisme, Kapitalisme memunculkan banyak pelanggaran hukum, yang pada akhirnya memunculkan beberapa kerugian bagi keberlangungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Baca Satjipto Rahardjo, “Liberalisme, Kapitalisme, dan Hukum Indonesia,” dalam buku “Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia,” Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003. hal.21.                [13] Pengertian secara umum berpedoman menurut pengertian ini. Untuk beberapa pengertian subjek hukum lainnya baca Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Hal 41

                [14]  Hans Kelsen membagi pengertian badan hukum menurut keberlakuannya, apakah pada saat zaman modern atau pada saat masa lampau. Kelsen Hans, Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, 2010. Hal. 61                [15] Untuk mengetahui lebih dalam mengenai hal ini, dijelaskan didalam bukum R. Soebekti, Hukum Perdata, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1992. Hal. 58

                [16] Hal ini masih timbul berdebatan, mengingat seiring perkembangan zaman wanita juga bagian dar subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum secara pribadi. Baca Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dalam Ekonomi, PT. Grasindo, Jakarta, 2005. Hal. 62

                [17] M. Arief Amrullah, Kejahatan Korporasi, Bayu Media, Malang. 2006, Hal 86

                [18] Untuk dapat menelaah teori-teori menganai hakikat badan hukum, dapat mebaca E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Cetakan Kesebelas, Penerbit Buku ichtiar Baru, Jakarta, 1989, Hal. 185. Bandingkan dengan Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1999, Hal. 46

                [19] Adegium hukum ini yang selalu dijadikan argumentasi dalam setiap kita mempelajari ilmu hukum, untuk itu istilah ini menjadi populer di kalangan mahasiswa, dosen dan setiap orang yang secara langsung maupun tidak langsung mempelajari ilmu hukum. Baca Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional (Bandung: Alumni, 1994), Hal. 75

                [20] Hukum merupakan bagian dari kekuasaan, dan kekuasaan adalah hukum. Baca Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramita, Jakarta, 1976), hal. 68.

                 [21] Karakteristik hukum membutuhkan kekuasaan yakni untuk memberikan kepastian hukum. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000), hal. 146.

                 [22] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002), hal.35.

Page 16: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

                [23] Mac Iver, The Web of Government, dalam Moh.Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000), hal 116.

                [24] Op Cit, hal. 36

                [25] Rudasi Kantaprawira, Hukum dan Kekuasaan, (Makalah Pada Fakultas Hukum Universitas Islam  Indonesia, Yogyakarta), hal. 37-38.

                [26] F. Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Dwiwantara, Bandung), 1964, hal. 127-129

                [27] Soetomo, Ilmu Negara, (Usaha Nasional, Surabaya, 1993), hal. 51-69

                 [28] Moh. Kusnardi dan Bintan Siragih, Ilmu Negara, (Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000), hal. 116.

                [29] Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, (Makalah Univ. Airlangga, Tanpa Tahun), hal. 1

                [30] Ibid, hal. 1

                [31] Ibid, hal. 1

                [32] Ibid, hal. 1

                [33] Kranenburg dan Tk. B. Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, (PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1986), Hal. 20

                [34] Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006), hal. 211.

                [35] Mustamin DG. Matutu.dkk, Mandat, Delegasi, Atribusi dan Implementasinya di Indonesia, (UII Press, Yogyakarta, 2004), hal. 109-159.

                [36] Philipus M. Hadjon. dkk, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Gajah Mada University Press, 2002), hal. 130.

                [37]Jimly Ashiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta, Konstitusi Press, 2006), hal. 378.

                [38] Fokus penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya penulisan karya tulis ilmiah, mengingat fokus penelitian erat kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai dari suatu karya tulis. Untuk memahami mengenai ini, baca John W. Creswell, Reserch Design, Qualitative & Quantitative Approaches, (SAGE Publications, International Educational and Professional Peblisher, Thousand Oaks, London New Delhi, 1994) Hal. 2. Bandingkan S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah) usulan Penelitian, Desain Penelitian, Hipopenelitian, Validitas, Sampling, Populasi, Observasi, Wawancara, Angket, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cetakan ke-4, 2011), Hal. 16

                [39] Penelitian hukum normatif ini merupakan kegiatan sehari-hari seorang sarjana hukum, bahkan penelitian hukum yang bersifat  normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana Hukum, sebagai seorang yang sengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin Hukum. Sebagaimana pendapat C.F.G Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad ke-20, (Bandung : Penerbit Alumni, cetakan ke-2, 2006) 139

Page 17: Kedudukan Korporasi Dalam Penyelenggaraan Negara Dan Pemerintah Indonesia

                [40] Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bayu Media Publishing, Malang, 2006), Hal.57

                [41] Unsur pertama dari bahasa keilmuan merupakan konsep. Kegiatan membangun sebuah teori atau model, mirip dengan membangun rumah atau tembok, sebelum membangun seorang pengembang (developer) tentu harus mengetahui  struktur tanah, luas lahan, dan alokasi penggunaannya arah dan kekuatan tiupan angin dan lain sebagainya.  Untuk itu konsep dapat diartikan sebagai symbol yang digunakan untuk memaknai fenomenon. Baca John J.O.I Ihalalauw, Bangunan Teori, (Salatiga : Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Edisi Millenium, 2000), hal20-22

                [42] Untuk lebih lebih jelasnya tentang macam-macam pendekatan dalam penelitian hukum normatif bandingkan Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Rajawali Pers, Jakarta, 2001), hal. 14. dengan Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Prenada media, Jakarta, 2006), hal. 93-137 dan Johnny Ibrahim, Op Cit, Hal. 299-321

                [43] Dalam studi ini berupaya memberikan masukan kritik dan saran terhadap peraturan prundang-undangan yang kurang tepat dan baik baik dari segi penormaan maupun dalam realitas penyelenggaraannya, untuk itu kemudian dinamakan sebagai teori hukum kritis. Untuk mengetahui hal teori ini silakan baca Roberto M Unger, Law and Modern Society : Toward a Criticism of Social Theory, (The Free Press), hal235. Bandingkan Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, cetakan ke-1, 2005), hal.103

                [44] Teori hukum berbeda dengan hukum posotif, teori hukum menjadi landasan dalam pembentukan dan cara pandang terhadap hukum positif. Untuk itu kemudian terdapat hubungan antara kegiatan berfikir, bahasa hukum dan teori hukum. Baca J.J.H. Bruggink, Rechts Reflecties, Grondbegrippen uit de Rechtstheori, (England : Kawuler, 1995) hal. 1-2. Bandingkan H.R. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung : Penerbit Refika Aditama, cetakan ke-2, 2005), hal. 45

                [45] Peter Mahmud Marzuki, Op Cit, Hal. 141

                [46] Op Cit, Hal.13

                [47] Op Cit, Hal. 52

                [48] Metode deduksi adalah metode yang merupakan kesimpulan-kesimpulan umum yang diperoleh berdasarkan proses pemikiran setelah mempelajari peristiwa-peristiwa khusus atau peristiwa-peristiwa yang konkret. Untuk lebih jelasnya baca : Sjachran Basah, Ilmu Negara, Pengantar, Metode dan Sejarah Perkembangan, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung), Hal. 71. Bandingkan Erliana Hasan, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian Ilmu Pemerintahan, (Ghalia Indonesia, Jakarta, Cetakan ke 1, 2011), Hal. 174