kedaulatan di ruang udara indonesia

14
KEDAULATAN DI RUANG UDARA PENEGAKAN KEDAULATAN DI RUANG UDARA INDONESIA SEBAGAI MAIN INTERNATIONAL AIR ROUTE DI ATAS ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) (DALAM PRESPEKTIF SISTEM PERTAHANAN NEGARA) Oleh : Dhesy Kase, SH.,MH Latar Belakang Wilayah udara, perairan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh apabila satu Negara akan mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian serta pertahanan keamanan rakyat Indonesia; khususnya kekayaan alam di udara mengandung berbagai sumber daya alam yang potensial dan terbatas serta dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia. Dukungan terpenting yang dibutuhkan oleh Negara Indonesia dalam mempertahankan yurisdiksi adalah dengan pengakuan internasional untuk dapat mengakui semua aturan yang berlaku di Indonesia, terlebih aturan yang berlaku secara universal termasuk di dalamnya penegakan kedaulatan di udara. Mengacu pada Konvensi Chicago 1944 Pasal 1 yang menyatakann bahwa “Setiap Negara mempunyai kedaulatan penuh dan ekslusif atar ruang udara diatasnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ruang udara di atas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ruang udara penuh dan utuh yang dapat dikelola dan dimanfaatkan kepentingan pemiliknya. Setelah meratifikasi ketentuan hokum laut internasional UNCLOS Tahun 1982 melalui UU No.17 Tahun 1985,

Upload: rus-mala

Post on 24-May-2015

1.003 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

KEDAULATAN DI RUANG UDARA

PENEGAKAN KEDAULATAN DI RUANG UDARA INDONESIA SEBAGAI MAIN INTERNATIONAL AIR ROUTE  DI ATAS ALUR LAUT

KEPULAUAN INDONESIA (ALKI)(DALAM PRESPEKTIF SISTEM PERTAHANAN NEGARA)

Oleh : Dhesy Kase, SH.,MH

Latar Belakang

            Wilayah udara, perairan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh apabila satu

Negara akan mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian serta pertahanan keamanan rakyat

Indonesia; khususnya kekayaan alam di udara mengandung berbagai sumber daya alam yang

potensial dan terbatas serta dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia.

Dukungan terpenting yang dibutuhkan oleh Negara Indonesia dalam mempertahankan

yurisdiksi adalah dengan pengakuan internasional untuk dapat mengakui semua aturan yang

berlaku di Indonesia, terlebih aturan yang berlaku secara universal termasuk di dalamnya

penegakan kedaulatan di udara.

            Mengacu pada Konvensi Chicago 1944 Pasal 1 yang menyatakann bahwa “Setiap

Negara mempunyai kedaulatan penuh dan ekslusif atar ruang udara diatasnya”. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa ruang udara di atas wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia adalah ruang udara penuh dan utuh yang dapat dikelola dan dimanfaatkan

kepentingan pemiliknya.

            Setelah meratifikasi ketentuan hokum laut internasional UNCLOS Tahun 1982

melalui UU No.17 Tahun 1985, NKRI diterima dan ditetapkan sebagai Negara

kepulauan/archipelago country, mempunyai laut pedalaman, yang dapat diartikan bahwa laut

di dalam Negara kepulauan (Indonesia) adalah wilayah yurisdiksi Negara yang dimaksud. Hal

ini bukannya tanpa konsekuensi, Indonesia harus menyediakan jalur laut yang aman guna

menghubungkan dua lautan bebas yaitu pasifik dan Samudera Hindia bagi pengguna umum;

maka ditetapkan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang memotong wilayah

perairan (dalam) Negara kesatuan RI. Alur laut kepulauan ini dapat digunakan secara umum

seperti layaknya berlayar di atas laut bebas.

Page 2: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

            Duplikasi pengaturan ruang udara ini berkenaan dengan system pertahanan keamanan

akan menjadi sulit karena Main International Air Route akan berpotongan dengan ALKI pada

ruang udara nasional kita.

Bila mengacu pada keselamatan penerbangan maka akan lebih baik dan akan

mendapat dukungan internasional bila penentuan ruang udara beserta peraturan-peraturannya

dapat menjamin keselamatan pengguna lalu lintas udara.

Dengan diberlakukannya ketentuan tentang ALKI maka hal tersebut juga berlaku pada

wilayah udara di atas alur laut tersebut. Meskipun demikian, pemberlakuan ketentuan tersebut

belum ada kesepakatan antara International Maritim Organization dan International Civil

Aviation Organization (ICAO), akibatnya belum ada ketentuan tentang pesawat udara yang

mengikuti alur laut tersebut.

Kedaulatan Atas Ruang Udara Nasional

            Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan ruang udara beserta

sumber daya di dalamnya adalah maslaha yurisdiksi.

Prinsip-prinsip dalam yurisdiksi adalah prinsip territorial, nasional, persinalitas pasif,

perlindungan atau keamanan, universalitas dan kejahatan menurut criteria hokum yang

berlaku. Dalam hubungan yurisdiksi Negara di ruang udara, sangat erat hubungannya dengan

penegakan hokum di ruang udara tersebut. Dengan adanya yurisdiksi, negra yang

bersangkutan mempunyai wewenang dan tanggung jawab di udara untuk melakukan

penegakan hokum di udra.

Sesuai Konvensi Chicago 1944, dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa ‘setiap Negara

mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh (complex and eclusive souvereignty) atas udara

ats wilayah kedaulatannya’. Dari pasal tersebut memberikan pandangan bahwa perwujudan

dari kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayah territorial adalah :

1)     Setiap Negara berhak mengelola dan mengendalikan secara penuh dan utuh atas ruang

udara nasionalnya.

2)     Tidak satu pun kegiatan atau usaha di ruang udara nasional tanpa mendapatkan izin

terlebih dahulu sebagaimana telah diatur dalam satu perjanjian udara antara Negara

dengan Negara lain baik secara bilateral maupun multilateral.

           

Page 3: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

Secara yuridis formal wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum ada peraturan

perundang-undangan yang mengatur secara holistic, sampai dikeluarkannya perjanjian atau

Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 (UNCLOS).

Dan sejak ditetapkannya konvensi tersebut sebagai hokum internasional yang telah

diratifikasi oleh Pemerintah dengan UU No.17 Tahun 1985[1].[1].

Sejak ditetapkannya Konvensi tersebut sebagai hokum internasional dan yang diratifikasi

oleh pemerintah dengan UU No.17 Tahun 1985[2].[2].

            Berdasarkan UU No.6 Tahun 1996 tentan Perairan, merupakan salah satu hokum

nasional seb agai salah satu bentuk implementasi dari konvensi PBB tentang Hukum Laut

1982. UU lain yang terkait dengan wilayah kedaulatan adalah UU No.5 Tahun 1983 tentang

ZEE Indonesia.

            Dari uraian di atas, bahwa batas wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum

diatur dalam peraturan perundang-undangn yang ada, hanya menetapkan bahwa Indonesia

mempunyai kedaulatan atas ruang udara nasional sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4 dan 5

UU No.5 Tahun 1992 tentang Penerbangan.

Kegiatan penerbangan merupakan salah satu wujud kegiatan dan atau usaha terhadap

wilayah kedaulatan atas wilayah udara yang diberi wewenang dan tanggung jawab kepada

pemerintah, bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan Negara atas wilayah udara RI,

pemerinth melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk

kepentingan pertahanan dan keamanan Negara, penerbangan dan ekonomi social.

            Guna memberi keleluasan bagi pengguna udara yang ada di satu Negara, maka

disepakati untuk dibuat jalur penerbangan / Main International Air Route yang dikendalikan

oleh Air Trafic Service/ATS untuk memudahkan pengguna dan dibantu dengan pemasangan

berbagai alat Bantu navigasi, di bawah pengendalian badan penerbangan Internasional

[1].

[2].

Page 4: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

(ICAO) dan peralatan ini harus selalu beroperasional dan dapat dipergunakan semua

penggunaruang udara demi keselamatan penerbangan.

            Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terbentang di antara 2 samudera dan 2

benua ini dilewati 42 jalur penerbangan internasional terpadat di dunia yang selama ini

diketahui seluruh perangkat pengendalian runag udara diatas wilayah kita dapat dikelola

dengan baik dan aman, sehingga dapat di artikan bahwa kita dapaty memfasilitasi prasarana

tersebut dengan baik dan benar.

            Dengan ditetapkannya batas ketinggian wilayah kedaulatan atas ruang udara

nasional 110 km dari permukaan laut sebagai patokan untuk keperluan praktis untuk dunia

penerbangan dan dalam siding PBB dengan bahan bahasan mengenai ruang angkasan yang

dikenal dengan UNCOPUOS.

Beberapa sikap dan implementasi Negara-negara berkaitan dengan batas (delimitasi) ruang

udara dan antariksa, seperti :

1. Australia, dalam siding sub komite hokum 1002, bahwa delimitasi ruang udara dan

antariksa merupakan masalah yang cukup a lot dan rumit dalam pembatasan.

Diusulkan oleh Australia sebuah RUU yang meminta batas ketinggian 100km di atas

permukaan laut sebagai patokan untuk keperluan praktis dan bahwabenda yang berada

diatas ketinggian tersebut dipertimbangkan secara space objects. Namun penetapan

tersebut tidak secara tegas merupakan delimitasi antariksa.

2. Amerika Serikat, dalam siding UNCOPUOS mendesak untuk menentukan definisi dan

delimitasi tesebut dengan alas an bahwa penetapan hal tersebut akan menghambat

perkembangan teknologi. Namun diam-diam US space command telah menetapkan

batas ketinggian antariksa mulai dari 100km.

3. Korea Selatan,meminta batas ruang udara dan antarikasa dengan ususlan 100 –

110km.

4. Uni Soviet, mengusulkan agar batas ruang udara 100 – 120km dari permukaan laut.

Dalam perkembangannya Rusia mengajukan pembahsan rejim hokum aerospace

objects dalam agenda UNCOPUOS.

Meskipun sikap Negara-negara di dunia belum menetapkan batas kedaulatan Negara di ruang

udara, bagi Indonesia, batasan tersebut sangat diperlukan dengan berbagai alas an, antara

lain : pertama, perlu ketegasan wilayah udara nasional sebagai wilayah kedaulatan;

Page 5: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

Kedua, untuk melindungi kepentingan nasional termasuk Negara sebagi Negara berkembang

dimana SDA di atas wilayah Indonesia sangat strategis dan bernilai ekonomis.

2. Pertahanan Keamanan Negara

            Pemanfaatan ruang udara nasional bagi kepentingan pertahanan keamanan Negara

sebagai media mengamankan dan mempertahankan wilayah nasional terdiri atas pengamanan

sumber daya alam baik di ruang udara, ruang daratan maupun perairan.

Di Indonesia, TNI AU yang memiliki otoritas mengamankan wilayah udara nasional

dari berbagai ancaman yang dating dari udara termasuk para insane penerbangan nasional.

Dalam upaya meningkatkan pembinaan potensial nasinal maupun swasta ikut dalam upaya

meningkatkan pembinaan potensial nasional maupun swasta ikut dalam upaya meningkatkan

pembinaan potensi nasional aspek dirgantara menjadisatu kekuatan guna mempertahankan

keutuhan Negara.

Jika diperhatikan pembagian sector pertahanan di ruang udara dengan luas wilayah

ruang udara Indonesia, maka pembagian tersebut belum memadai karena satu sector harus

mempertahankan ruang udara lebih kurang 4 juta km2. sejalan dengan perkembangan

teknologi perang, memungkinkan ancaman dating dari berbagai arah dan kapan saja.

            Perkembangan teknologi dan ekonomi dari Negara-negara di kawasan Asia Pasifik

semakin meningkat, sperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan, dimana kelangkaan SDA yang

mereka miliki mendorong Negara-negara tersebut memperluas investasinya keluar negeri

termasuk ke Indonesia.

Dengan adanya revolusi 3T (transportarion, telecommunication, travel) maka arus

perhubungan, komunikasi, perdagangan dan wisata melalui ruang udara Indonesia akan

semakin meningkat.

Kondisi ini menyebabkan ruang udara Indonesia menjadi potensial bagi

perkembangan pembangunan khususnya di bidang kedirgantaraan. Dilain pihak perlu

diantisipasi dan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya konflik ekonomi dan politik

sebagai akibat dari benturan kepentingan antar Negara.

            Pertahanan negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan Negara

termasuk kedaulatan atas ruang udara nasional, sehingga keutuhan wilayah NKRI dan

keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman dapat terhindar. Wewenang dan

tanggung jawab untuk mempertahankan wilayah kedaulatan atas ruang udara termasuk

menjadi penting karena Indonesia adalah Negara kepulauan yang juga merupakan Negara

khatulistiwa dan terletak pada posisi silang dunia. Kondisi terdebut mendukung terwujudnya

Page 6: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

berbagai kegiatan dan/atau usaha dapat dilakukan di ruang udara nasional Indonesia baik

kepentingan nasionalk maupun internasional.

            Konsekuensi dari kondisi di atas bahwa pengaturan ruang udara menjadi semakin sulit

karena Main International Air Route berpotongan dengan ruang udara di atas ALKI. Hal ini

tertuang dalam pasal 4 dari PP 37 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa kapal atau pesawat

udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh

menyimpang lebih dari 25 mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan. Dan

juga ruang udara Indonesia dilalui 2 ribu sampai 3 ribu armada lintas udara pertahunnya,

angka ini masih sedikit dibandingkan dengan AS yang total dilintasi 500.000 perlintasan

pertahun[8].[8].

            Dari uraian di atas, bahwa ruang udara sebagai SDA di udara selain dapat

dimanfaatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan UUD 1945, juga merupakan

dimensi ketiga dari wilayah kedaulatan satu Negara.

Oleh sebab itu, perlu dikelola dan dipelihara agar pemenfaatannya efektif an efisien serta

berkelanjutan untuk mewujudkan keseimbangan antara kepentingan kesejahteraan rakyat

dengan pertahanan keamanan Negara sebagai wilayah kedaulatan.

Konsekuensi Hukum Bagi Indonesia

            Perjanjian Indonesia untuk ditetapkan sebagai Negara maritime membutuhkan waktu

dan akhirnya pada siding International Maritim Organization/IMO, Indonesia memperoleh

pengakuan sebagai Negara maritime namun penetapan ALKI ini harus didukung dengan

perangkat perundangan nasional dan disosialisasikan secara internasional bagi para pengguna

hak lintas dalam ALKI.

            Negara-negara yang dengan gigih meminta hak lintas laut (termasuk ruang udara di

atasnya), diantaranya Amerika Serikat dan Australia, dimana mereka menuntut alur laut

Timur-Barat ditengah laut Jawa untuk dibuka karena dianggap sebagai jalur laut dan ruang

udara diatasnya; yang juga posisinya memotong tepat ditengah Negara kita, melewati lalu

lintas laut dan udara padat serta sangat dekat dengan obyek vital nasional termasuk ibukota

Jakarta.

Kasus yang terjadi kemudian tepatnya tanggal 3 Juli 2003 merupakan pengalaman

bagi Indonesia yang baik, dimana sebagai Negara pengguna, AS melewati jalur tradisional

mereka yaitu tepat diantara pulau Jawa dan Kalimantan, permaslahan menjadi lain setelah

[8].

Page 7: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

pada hari ketiga armada AS meluncurkan 5 pesawat F-18 Hornet hingga ketinggian 15.000

kaki dengan melakukan berbagai maneuver militer.

Maneuver yang membahayakan penerbangan sipil ini (sperti yang dilaporkan

penerbang Bouraq air Lines) telah memaksa pihak otoritas pertahanan dalam hal ini

KOHANUDNAS (Komando Pertahanan Udara Nasional) melakukan aksi penyergapana

dengan pesawat F-16 yang berpangkalana di Lanud Iswayudi.

Dua kekuatan udara berhadapan antara 5 pesawat F-18 US Navy dengan 2 pesawat F-16 TNI

AU. Setelah terjadi perang elektronik yang menegangkan akhirnya pihak US terpaksa dan

mau membuka frekuensi radio internasional sebagai persyaratan utama dalam hokum udara

dan tidak lagi melakukan maneuver militer[9].[9].

Dapat dilihat dengan jelas bahwa kasus di atas dapat terlihat siapa yang kuat tetapi siapa yang

berada pada ketentuan hokum yang benar yang dapat memenangkan adu kekuatan tersebut.

Dengan perjuangan yang cukup gigih dan panjang, akhirnya bangsa Indonesia berusaha

memperoleh pengakuan internasional sebagai Negara kepulauan dan hal ini tidak sia-sia

karena Indonesia dapat menunjukkan sebagai Negara berdaulat dan menegakkan kepentingan

Negara-negara lain di dunia, tanpa harus mengusik dan mengorbankan kepentingan nasional

kita.

Kesimpulan

1. Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional dan Konvensi

Hukum Laut Internasional tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan UU No. 17

Tahun 1985 tentang Pengesahan United Ntion Convention on the Law of the Sea

(UNCLOS), pada intinya menegaskan kedaulatan penuh di wilayah udara Indonesia.

2. duplikasi pengaturan ruang udara berkenaan dengan system partahanan keamanan

Negara dianggap sulit karena antara Main International Air Route akan berpotongan

dengan ALKI pada ruang udara nasional kita; dan hal ini jika mengacu pada

keselamatan penerbangan maka akan lebih baik dan akan mendapat dukungan

internasional karena penentuan ruang udara beserta peraturan-peraturannya dapat

menjamin keselamatan pengguna lalu lintas udara dan kini telah terbukti.

3. Implementasi  pengawasan dan penegakan hokum di ruang udara oleh TNI-AU

termasuk di daerah perbatasan, seperti ruang udara dari perbatasan antara Indonesia

[9].

Page 8: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

dengan Singapura, Indonesia dan Malaysia, dan sebagainya sangat penting mengingat

letak Indonesia pada posisi silang dunia, menyebabkan wilayah udara nasional

Indonesia menjadi jalan atau lintas bagi penerbangan dari berbagai Negara di dunia.

Page 9: Kedaulatan Di Ruang Udara Indonesia

Makalah PKn

Wilayah Ruang Angkasa Indonesia

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Anggota :

1. Dwi Maesaroh XI 3 / 5

2. Peni Yuliana XI 3 / 18

3. Rizky Anita Putri XI 3 / 15

4. Rusmala XI 4 / 18

5. Tatsuya Akashi XI 3 / 19

DINAS PENDIDIKAN DAERAH KOTA BLITAR

SMA NEGERI 1 BLITAR

TAHUN AJARAN 2014/2015