kedatangan bush

3

Click here to load reader

Upload: handriansyah-doel

Post on 07-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

reference

TRANSCRIPT

  • Buletin

    Agenda di Balik Kedatangan Bush Jum'at, 17 Nopember 2006

    AGENDA DI BALIK KEDATANGAN BUSH

    Buletin al-Islam Edisi 329

    Kedatangan Presiden AS George W. Bush tanggal 20 November 2006 penuh dengan agenda AS di Indonesia dan umumnya di kawasan Asia Tenggara. Dewan Keamanan Nasional AS, Stephen Hadly, menyatakan (9/11/2006) bahwa Asia Tenggara dan Asia Pasifik merupakan front kedua bagi AS setelah Timur Tengah. Artinya, apa yang dilakukan AS di sana juga akan dilakukan di Asia Tenggara. Asia Tenggara kini tengah menjadi sasaran politik luar negeri AS. Berbicara tentang Asia Tenggara atau Asia Pasifik maka Indonesia adalah pusatnya, apalagi dalam konteks kepentingan AS terhadap negeri-negeri Muslim.

    Bush Tidak Layak Menjadi Tamu

    Bush tidak layak dijadikan tamu sebab Bush adalah penjahat dunia. Hal ini didasarkan pada beberapa hal, antara lain:

    1. Bush adalah penjahat perang. Pembantaian massal AS di Irak sejak tahun 2003 menelan korban jiwa 655 ribu orang. Belum lagi di Afganistan. Ratusan ribu nyawa anak-anak, wanita, orang tua dan penduduk sipil yang tidak bersalah melayang. Ribuan anak-anak lahir cacat akibat radiasi senjata pemusnah massal yang mereka gunakan. Mereka tidak dapat sekolah, apalagi bermain. Ribuan bangunan hancur dan porak-poranda; kesucian al-Quran dan masjid diinjak-injak, kehormatan wanita dicabuli.

    2. Bush adalah pelanggar HAM berat. Ketika sejumlah negara bersemangat melakukan perang melawan terorisme (war on terrorism) yang dipimpin oleh Bush menyusul Peristiwa 9/11 yang menewaskan 3000 orang, sungguh aneh jika dunia tidak bereaksi apa-apa terhadap kebiadaban yang dilakukan Bush di Irak Afganistan, Palestina dan di negara lain yang menewaskan ratusan ribu jiwa; juga menghancurkan tidak hanya satu gedung, tetapi hampir seluruh infrastruktur di negara itu. Jika kepada Osama bin Ladin yang dituduh menghancurkan gedung WTC (meski belum berhasil dibuktikan dengan fair), dunia tampak begitu membenci, mengapa kepada Bush yang jelas-jelas telah melakukan kejahatan kemanusiaan dan kebiadaban luar biasa di berbagai belahan di dunia mereka tidak bertindak apa-apa? Jika demikian, dimana letak hak hidup? Dimana penghormatan terhadap wanita, hak anak, hak pribadi? Orang-orang yang melawan penjajahan tanpa diadili disiksa di Abu Ghraib. Pihak yang diduga teroris, tanpa bukti, diperlakukan lebih dari hewan di Guantanamo. Dimana letak kemanusiaan itu? Al-Quran diinjak-injak, lalu dimasukkan ke kloset di Guantanamo oleh serdadu AS. Dimanakah letak kebebasan beragama itu?

    3. Bush adalah teroris. Peledakan di Bali menewaskan 200 orang, pelakunya disebut teroris. Pada peledakan WTC 11/9/2001, pelaku yang menewaskan 3000 orang juga disebut teroris. Lalu apa yang harus dikatakan pada orang yang membunuh 655 ribu orang Irak? Bukankah Bush lebih layak lagi disebut teroris?

    4. Bush adalah pendukung penjajahan yang dilakukan Israel. Dunia mengetahui bahwa Israel merampas tanah Palestina sejak 1948. Sampai sekarang Israel menjajah negeri tempat Isra Mi'raj tersebut. Dunia pun tahu, AS-lah yang mendukung Israel dalam hal dana, persenjataan, maupun dukungan politik. Karenanya, Bush adalah pendukung dan pelaku penjajahan.

    5. Bush adalah perampas kekayaan. Melalui sejumlah perusahaannya, seperti Exxon Mobil Oil, Freeport, Caltex dan lainnya, AS telah menjarah kekayaan alam negeri kaum Muslim, termasuk Indonesa. Jadi, sangat mengherankan jika orang seperti Bush, yang merupakan pemimpin negara penjajah, justru disambut dengan penuh hormat bagai tamu agung yang akan membawa berkah.

    Agenda AS

    Kedatangan Bush memang didasarkan pada kehendak Pemerintah Indonesia. Hal ini diakui Wakil Presiden Jusuf Kalla, "Insya Allah Bush akan datang pada November. Itu sudah diatur sendiri oleh Departemen Luar Negeri," ujar Kalla dalam konferensi pers Jumatan (20/10/2006). Tampaknya, ada sesuatu yang ditutup-tutupi oleh Pemerintah Indonesia. Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng dan Dino Patti Djalal selalu menutup mulut rapat-rapat ketika ditanyai soal itu. Bahkan Duta Besar Amerika Serikat B. Lynn Pascoe yang

  • berkunjung ke kantor Wakil Presiden mengaku, tidak ada yang bisa dikatakan soal kunjungan Bush ke Indonesia. Pembicaraan bersifat rahasia, artinya pembicaraan urgen, tetapi tidak boleh diketahui oleh masyarakat.

    Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda mengatakan, "Pertemuan akan mendorong kerjasama bilateral Indonesia dan AS lebih luas, terutama di bidang yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, misalnya upaya pencapaian Millenium Development Goals berupa pengurangan kemiskinan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan soft power." (6/11/2006).

    Menlu, Menhan Juwono Sudarsono, dan Juru Bicara Andi Mallarangeng mengungkapkan hal senada, bahwa kedatangan Bush di Indonesia sama sekali tidak akan menyinggung masalah politik dan militer. ''Yang akan dibahas justru hal lain seperti pendidikan, kesehatan, serta penanggulangan bencana,'' katanya. Bahkan Andi menegaskan tidak akan ada pembicaraan tentang terorisme.

    Namun, harus dicermati bahwa sebenarnya ada beberapa hal yang menjadi tujuan utama dari kunjungan tersebut, di antaranya:

    1. Pengokohan terhadap Indonesia sebagai 'mitra' AS. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice beberapa waktu lalu saat menyatakan Indonesia adalah kawan AS. Dewan Keamanan Nasional AS, Stephen Hadly menyatakan (9/11/2006) menyebutkan, "Lawatan ini dilakukan untuk menjalin kerjasama dengan mitra-mitra AS." Jelaslah, pada saat rakyat menentang perilaku dan kehadiran Bush, AS justru ingin mempertegas bahwa sikap Pemerintah Indonesia berada di pihak AS. Inilah politik AS sejak peristiwa WTC, yakni ingin setiap pemerintah menyatakan secara tegas bahwa mereka berada di pihak AS. Pada sisi lain, penguasa Indonesia justru lebih menunjukkan ketaatannya pada Bush.

    2. Di Gedung Putih, Stephen Hadly (9/11/2006) menyebutkan pembicaraan yang akan dilakukan dalam lawatan Bush. Ada tiga hal yang akan dibicarakan, yakni terorisme, kebebasan, dan perdagangan bebas tarif. Dilihat dari agenda seperti ini ada beberapa hal yang penting dipahami:

    1. Ke depan "perang melawan terorisme" (sesuai definisi AS) akan tetap mewarnai kehidupan politik. Umat Islam yang menghendaki penerapan Islam secara kffah akan tetap dihubung-hubungkan dengan teror. Lebih dari itu, kedatangan Bush akan menuntut penerapan RUU Intelijen yang saat ini tengah digodok, yang sebenarnya mengandung banyak cacat, untuk membungkam dan menghancurkan kelompok tertentu, khususnya Islam.

    2. Kebebasan yang dimaksudkan Bush antara lain kebebasan beragama. Sebab, kebebasan beragama selalu menjadi standar penilaian HAM ala AS. Pada sisi lain, kebebasan dimaksud lebih pada liberalisme. Oleh sebab itu, liberalisme yang saat ini banyak ditentang oleh berbagai kalangan di Indonesia akan mendapatkan 'ruh' politiknya lagi. Isu pembangunan rumah ibadah, pemurtadan, bertebarannya aliran sesat, kurikulum berbasis gender, dll dikehendaki AS untuk tetap bercokol di Indonesia.

    3. Penjajahan ekonomi yang makin menggila. Di tengah isu kedatangan Bush, Duta Besar Amerika Serikat B. Lynn Pascoe (20/10/2006) datang ke kantor Wapres. Ia mengaku, kedatangannya kali ini menindaklanjuti pembicaraan-pembicaraan dengan Kalla saat berkunjung ke Amerika beberapa waktu lalu, yaitu kerjasama ekonomi dan investasi. Kalla mengamini pernyataan Pascoe. Menurutnya, dirinya banyak berbicara tentang millenium goal, hubungan investasi Indonesia-AS, dan beberapa hal seputar pertanian. Inilah sebenarnya soft power itu. Namun, jangan lupa, landasannya adalah pasar bebas yang meniadakan tarif masuk. Karenanya, di dalamnya akan mengandung pembicaraan kontrak investasi seperti Exxon di Natuna, atau impor produk pertanian dari AS yang dapat mengalahkan produk pertanian dalam negeri. Ingatlah, pasar bebas adalah cara AS dan sekutunya untuk menjajah ekonomi Dunia Ketiga. Ke depan, ekonomi Indonesia akan semakin liberal. Komposisi orang di UKP3R yang baru saja dibentuk menggambarkan akan semakin menguatnya kebijakan neo-liberal di bidang politik dan ekonomi Indonesia.

    3. Tindak lanjut pembicaraan tentang Proliferation Security Initiative (PSI). Sebelumnya, terjadi kunjungan berturut-turut dua petinggi AS bidang keamanan ke Indonesia dalam waktu berdekatan, yaitu Menlu AS Condoleeza Rice (14-15 Maret 2006) dan Menhan AS Donald Rumsfeld (6 Juni 2006). Keduanya sama-sama berupaya untuk meyakinkan (baca: menekan) Pemerintah Indonesia untuk bergabung dalam PSI. Saat itu, dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR (12/6/2006), Menko Polhukam Widodo AS meminta DPR agar tidak serta-merta menolak PSI. Setelah pembicaraan tingkat menteri, AS ingin membicarakannya di tingkat kepala negara/pemerintahan. Hal ini dapat dimengerti karena Bush dalam Pidato Kenegaraannya pada 2 Februari 2005 menyatakan, "Kita bekerjasama dengan 60 pemerintahan dalam Proliferation Security Initiative untuk mendeteksi dan menghentikan aliran bahan-bahan berbahaya. Kita bekerjasama erat dengan pemerintahan di Asia untuk meyakinkan Korea Utara agar

  • meninggalkan ambisi nuklirnya. Pakistan, Arab Saudi, dan sembilan negara lainnya telah menangkap atau menahan teroris anggota al-Qaeda. Selama empat tahun ke depan, pemerintahan saya akan terus membangun koalisi yang akan mengalahkan segala bahaya yang mengancam zaman ini. Dalam jangka panjang, perdamaian yang kita upayakan hanya bisa diraih dengan menghapuskan semua kondisi yang mendorong radikalisme dan ideologi-ideologi pembunuhan." (dimuat dalam website resmi Kedubes AS di Jakarta, http://www.usembassyjakarta.org).

    4. Terkait dengan hal tersebut, AS juga akan meminta (baca: memaksa) dukungan Indonesia terkait isu penjatuhan sanksi oleh AS atas Iran dengan dalih senjata nuklir yang dikembangkan Iran. Hal ini wajar belaka, sebab Indonesia merupakan negara Muslim terbesar, bahkan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Jika Indonesia menyetujuinya, hal ini akan menjadi legitimasi bagi AS untuk kembali menduduki negeri Islam berikutnya, yakni Iran. Ingat, sesaat setelah peledakan gedung WTC, Bush menyatakan ada tiga poros kejahatan: Irak, Iran, dan Korea Utara. Pada sisi lain, Indonesia dipuji AS sebagai negara moderat. Salah satu fokus penelitian di Indonesia oleh LSM-LSM yang mendapatkan dana dari asing pun berkisar pada tema untuk melegitimasi bahwa Indonesia moderat. Dalam tataran ini, Menlu AS awal Oktober lalu menyatakan, "Negara-negara moderat tidak ingin melihat Iran terlalu kuat di kawasan ini (Timur Tengah)."

    Wahai kaum Muslim: Ingatlah firman Allah SWT:

    ] [

    Sesungguhnya Allah melarang kalian untuk menjadikan sebagai kawan kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama, mengusir kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir kalian. Siapa saja yang menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS al-Mumtahanah [60]: 9).

    ] [

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil teman kepercayaan kalian orang-orang yang berasal dari luar kalangan kalian; mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemadaratan atas kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, sementara apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh, telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya (QS Ali Imran [3]:118). []

    Komentar al-Islam: Agenda Terpenting Bush adalah Menjajah Indonesia. (Eramuslim.com, 13/11/2006). Penjajah layaknya adalah diusir, bukan disambut dengan penuh hormat!