kecerdasan spiritual

Upload: inaya-nurul

Post on 16-Jul-2015

81 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KECERDASAN SPIRITUAL (SPIRITUAL QUOTIENT) Dalam perjalanan waktu, kehadiran EQ, RQ, LQ, dan AQ ternyata belum mampu memberikan jawaban terhadap apa sesungguhnya faktor penentu kesuksesan dan kebahagiaan hidup haki. Banyak orang yang sukses sebagai eksekutif atau pejabat, tetapi jiwa mereka tetap merasa kosong atau hampa. Kesuksesan tetap terasa kurang bermakna. Adalah Wayne W. Dyer yang pertama kali mengupas Spiritual Capital (SC) sebagai jawabannya, dengan meluncurkan buku yang berjudul There's a Spiritual Solution to Every Problem. Secara sadar dan terencana, Dyer meyakini SC sebagai obat keresahan batin yang paling mujarab. Dalam bukunya itu, ia mengutip banyak pandangan ilmuwan terkemuka sekelas Albert Einstein hingga berbagai agama dari Islam, Nasrani, Budha, Hindu, Shinto, Sikh hingga Tao sebagai bukti pembenaran. Dyer memulai ulasan-ulasannya dengan bahasa-bahasa fisika. Perjalanan panjangnya memahami SC dimuiai dengan tesis ilmu fisika: Everything in our universe is nothing more than energy. Dengan pemahaman itu, ia membagi kehidupan ke dalam beberapa gelombang energi berbeda. Orang yang tinggal di gelombang energi terendah, kehidupannya penuh masalah. Cahaya dan pikiran merupakan gelombang energi yang sedikit lebih cepat. Di bagian ini, manusia sudah mulai bisa melakukan pemilahan masalah. Namun, pada gelombang energi tercepat, semua permasalahan seperti mendapatkan jalan pemecahannya sendiri. Wilayah ini disebut Dyer sebagai wilayah spiritual. Semua manusia bisa mencapai ke sana, namun memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Transformasi kehidupan spiritual pada dasarnya bergerak dari wilayah gelombang energi rendah menuju wilayah dengan gelombang energi iebih tinggi. Tidak semua aspek spiritual bisa diukur dan dijelaskan secara ilmiah. Sebagian sulit diukur dan akan tetap menjadi misteri dalam keyakinan bahwa semua ciptaan Tuhan adalah sempurna. Ketidaksempurnaan justru ada pada sisi manusia. Kegelisahan batin, keprihatinan, kebutuhan, dan pergulatan eksistensial mendorong pula psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall melakukan riset dan pencarian yang berakhir dengan diluncurkannya istilah baru kecerdasan, yakni Spiritual Quotient (SQ) atau kecerdasan spiritual. Kecerdasan yang memberikan kesadaran bahwa hidup punya dimensi lebih dari sekedar menghabiskan waktu untuk memupuk modal material. Mereka menulis buku berjudul SQ: Spiritual intelligence- The Ultimate Intelligence. SQ dimiliki oleh orang-orang yang memahami makna, nilai, dan tujuan hidup. Kaum profesional umumnya menjalani hidup di gurun spiritual bercirikan artifisialisme, ketiadaan komitmen, hampa makna, dan erosi moral-religius. Mereka mengabaikan Spiritual Capital (SC) yang bisa menciptakan kebaikan, kreativitas, visi, dan toleransi tinggi terhadap stres. Kehampaan secara spiritual terjadi sebagai produk dari IQ yang tinggi. Semakin banyak orang yang pintar, semakin banyak pula masalah yang timbul karena tidak adanya sikap bijak dalam mengambil keputusan. Banyak orang dan organisasi yang berprinsip hidup adalah mencari uang. Apapun jalannya, uang harus didapat dan terus ditimbun untuk memuaskan rasa dahaga akan kebahagiaan. Namun, manusia adalah makhluk spiritual-selain makhluk sosial -yang selalu dahaga dengan nilai dan makna kehidupan. Akibatnya, misi perusahaan untuk memupuk laba atau modal tidak lagi sejalan denga hakikat dasar kehidupan manusia itu, yakni orang-orang yang menjalankan perusahaan. Lebih lanjut hal ini berdampak pada tindakan perusahaan yang berorientasi terhadap jangka pendek, pandanga sempit win-lose (kita haus untung kendatipun untuk itu orang lain boleh merugi), dan sejenisnya. Spiritual, menurut Zohar dan Marshall, berarti prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Meskipun demikian, mereka menegaskan bahwa SQ membuat agama menjadi mungkin, tetap tidak bergantung dengan agama atau kepercayaan apapun. Orang yang memiliki SQ tinggi bisa saja

memeluk agama apapun, tetapi tidak dangkal, sempit, fanatik, eksklusif, dan tidak berprasangka buruk. Sebaliknya, seseorang bisa pula memiliki SQ tinggi kendatipun tidak memeluk agama apapun. Penegasan ini bisa dipertanyakan kebenarannya, karena di sisi lain disebutkan tentang adanya God Spot (celah Tuhan) di otak manusia dari sudut pandang neuropsikologi. Otak manusia disimbolkan berupa bunga teratai yang banyak dipergunakan dalam upacara ritual dan simbol keagamaan Timur. Otak manusia terdiri dari 3 lapisan: lapisan pertama yang terdapat di sisi luar (bagian daun) disebut lapisan pinggir ego (rasional); lapisan kedua yang terletak di tengah, adalah lapisan penghubung asosiatif (emosional); dan lapisan ketiga di bagian pusat adalah pemersatu (spiritual). Dengan gambaran seperti itu, Zohar dan Marshall mengusulkan agar di dalam kehidupan, manusia menggabungkan IQ sebagai penghasil modal material, dengan EQ sebagai penghasil modal sosial, dan SQ sebagai penghasil modal spiritual. Langkah kombinasi ini diharapkan mengubah berbagai paradigma dalam kehidupan manusia: masa bodoh menjadi kepedulian, manipulasi menjadi pemberdayaan, dan disiplin kaku diubah menjadi fleksibilitas. Hasilnya, banyak perusahaan yang melakukan kegiatan amal dan filantropi dengan dana diambilkan dari keuntungan perusahaan yang melimpah. Pertanyaannya, apakah tindakan amal semacam itu dilandasi oleh tindakan luhur untuk kemanusiaan? Apakah tindakan amal ini tidak lebih dari topeng kemunafikan dari makhluk kapitalis yang selalu mengeduk keuntungan sebesar-besarnya dengan segala macam cara? Apakah hati luhur kaum neokapitalis ini mengubah cara pandang dan tindakan mereka di dalam menjalankan perusahaan sehingga menjadi lebih manusiawi? Beberapa pertanyaan di atas menggugah kita untuk berpikir lebih jauh tentang SQ ataupun SC: apakah benar SQ bisa menjadi jawaban yang valid dan pencarian spiritualisme umat manusia? Penegasan Zohar dan Marshall bahwa SC tidak terkait dengan agama atau kepercayaan tertentu menimbulkan tanda tanya. Selain mengakui adanya God Spot dalam otak manusia, secara harfiah spiritual itu terkait dengan batin, rohani, dan keagamaan seperti yang ditulis di dalam berbagai kamus bahasa Inggris terkemuka.

Kiat Meraih Sukses di Abad 21OPINI | 29 March 2011 | 14:24 40 3 1 dari 1 Kompasianer menilai inspiratif

Waktu terus berubah. Berputar ke depan dan tak akan pernah berhenti apalagi kembali. Walaupun kita mati, waktu tetap akan terus berjalan. Karenanya selagi kita masih bisa bernafas, berjalan bersama dengan waktu mesti kita lakukan. Jika tidak, maka waktulah yang akan meninggalkan kita. Bahkan bisa-bisa kita tenggelam, lenyap gara-gara waktu. Kita tak mampu menyesuaikan waktu yang telah diberikan oleh Tuhan ini. Lebih jauh dari itu, bisa-bisa kita gila karena tak mampu merespon waktu yang terus berputar bahkan lebih cepat ini. Walhasil, kemampuan merespon waktu yang cepat berubah ini adalah sebuah keniscayaan. Ada beberapa modal bagi kita untuk bisa beradapatasi dengan waktu. atau bahkan bisa memanfaatkannya. Pertama, modal kecerdasan. Ya, hal utama yang mesti kita miliki adalah kecerdasan. Kecerdasan akan mengantar kita menuju kebahagiaan dan kemampuan kita berdapatasi dengan waktu akan lebih mumpuni.. Kecerdasan adalah kemampuan olah pikir untuk bagaimana kita bisa mencari kiat-kiat yang ada dalam setiap perubahan. Bagaimana kita bisa menyesuaikan dengan lingkungan, mengerti akan perubahan yang terus terjadi dan mampu meresponnya dengan sesuatu yang membuat kita lebih baik. Karena itu kecerdasan sangat penting bagi siapa saja yang ingin tetap dan maju dalam mengikuti perkembangan ini. Kecerdasan tidak hanya bisa dihasilkan oleh orang-orang yang menjalani pendidikan formal tetapi juga mereka yang menjadikan kehidupan ini sebagai laboratorium ilmu. Alhasil, kecerdasan adalah modal utama untuk bisa terus berpacu dengan waktu. Ada banyak contoh kisah menarik dan menakjubkan di dunia ini yang terlahir akibat kemampuannya dalam merespon waktu dengan kecerdasan yang ia miliki. Penemuan lift atau elevator oleh orang Meksiko misalnya. Bukan main, penemuan ini bukan dihasilkan oleh arsitek tetapi justru dihasilkan oleh seorang cleaning sevice. Karena dia bekerja di sebuah hotel maka memberikan pelayan kepada pengunjungnya adalah hal yang mesti dilakukan. Karena semakin hari semakin banyak pengunjung maka diputuskan untuk membuat lantai dua, tiga dan seterusnya. Akan tetapi karena bertingkat-tingkat, para pengunjung pun malas untuk berjalan menaiki tangga. Sudah capek tinggi pula lantainya. Alhasil para pengunjung pun perlahan-lahan berkurang. Melihat hal itu, si cleaning sevice pun memberikan masukan kepada bosnya. Dia menyarankan untuk membuat elevator. Melihat usulan bagus tersebut, sibos menyuruhnya untuk membuat proyek tersebut. Walhasil, lift atau elevator yang bisa kita rasakan, kita bisa melihat-lihat pemandangan lewat elevator seperti sekarang adalah buah dari seorang cleaning sevice. Kedua, kemampuan emosional atau kecerdasan emosional. Kemampuan ini tak kalah pentingnya dengan kecerdasan secara IQ. Yaitu kemampuan kita dalam merespon suatu

kejadian dengan lebih arif dan bijak. Tanpa mengungkapkan atau membalasnya dengan halhal yang kotor karena tak kuat dengan keadaan yang dihadapi. Suatu contoh misalnya, seseorang PNS yang lebih dikenal dengan P17 yaitu pergi pagi, pulang petang, penghasilan pas-pasan, penerima petunjuk pengarahan pimpinan, penghuni perumahan perumnas, penghidupan penuh penderitaan. (ini hanya ungkapan yang sya ambil dari leluconnya pa Prof. Dr. H. Djamaluddin Ancok). Suatu ketika ia akan berangkat kerja dank arena waktu yang mepet, ia pun dibuatkan mie sebagai sarapan pagi oleh istrinya. Namun karena istrinya sibuk juga mengurusi anak-anaknya yang akan bersiap-siap berangkat sekolah, mie yang dimasak pun gosong. Karena tak ada waktu lagi, mie yang gosong pun ia sodorkan kepada suaminya. Apa respon suaminya. Jika si suami tersebut tak mempunyai kecerdasan emosial bisa jadi ia akan mengatakan, masak mie saja gak becus. Masak aku disuruh makan arang. Ngapain aja kamu dirumah selama ini. Tapi berbeda ketika si suaminya memiliki kecerdasan emosional, dia mingkin akan mengatakan mamah takut ya papa makan mie mentah. Sampai-sampai masak mie matang benget kayak gini mamah, tapi gak apa-apa karena obat sakit perut yang bernama nourin itu juga berbahan dasar arang. Jadi insyaallah perut papa juga sehat. Begitulah respon jika seseorang memiliki kecerdasan emosional. Ia akan menghadapinya dengan pikiran yang selalu positif. Mengahdapi apa yang ia hadapi dengan penuh kesabaran. Ketiga, modal sosial. Dengan perubahan yang kian cepat dan berlangsung secara global maka modal sosial adalah modal kedua yang mesti kita miliki. Modal sosial yaitu kemampuan kita untuk bagaimana kita berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Bahkan dengan penemuan jejaring sosial di dunia maya, maka bukan alasan lagi bagi kita untuk tak bisa bersosialisasi. Walaupun begitu, alangkah lebih baiknya apabila kita bertemu langsung di dunia nyata. Kemampuan sosialisasi sejalan dengan ajaran silaturrahim dalam ajaran Islam. Silaturrahim mengajarkan kepada kita untuk bisa menyambung tali persaudaraan dengan keluarga, saudara atau bahkan siapa saja. Banyak manfaat yang akan kita dapatkan dengan silaturrahim atau bersosialisasi. Salah satunya adalah networking dalam pelbagai bidang kehidupan sepeti bisnis. Networking adalah hal yang sangat penting. Siapa yang tak membantah bahwa networking yang baik dan luas adalah prasyarat utama dalam membangun bisnis yang maju dan sukses. Tanpanya, bisnis hanya akan tetap berjalan ditempat, stagnan dan mungkin saja bisnisnya akan mundur kebelakangan secara perlahan-lahan. Keempat, ketabahan atau tahan uji. Ini penting mengingat perkembangan yang terus berlangsung paling tidak akan membawa pengaruh-pengaruh baik dan juga buruk. Oleh karena itu ketabahan atau mempunyai daya tahan uji adalah modal perisai kita dalam mengahalau hal-hal negatif yang bisa saja kita terima. Bukan tidak mungkin, jika kita tak mempunyai ketabahan, kita akan sakit akibat penyakit dari yang namanya perubahan. Seperti yang di diungkapkan atas, bahwa semakin banyaknya orang-orang gila yang ada di bumi tak lain karena disebabkan ketidakmampuannya dalam menerima kedaaan. Mereka merasa mati karena tak mampu menyiasatinya. Akibatnya kesadaran dan kestabilan hidup mereka terganggu dan akhinya menjadi gila. Keempat, modal spiritual. Modal spiritual tak kalah pentingnya. Dengan keyakinan dan kepercayaan akan spiritual atau katakanlah iman, percaya kepada Tuhan Yang Maha Agung

maka kepercayaan diri kita akan meningkat. Atau paling tidak ketebalan daya tahan uji kita bertambah. Dengan memiliki modal spiritual ini maka kepercayaan diri kita untuk tetap bertahan di alam fana ini akan semakin besar dan mampu menyongsong masa depan dengan lebih bijak, tenang, dan santai. Kelima, modal kesehatan. Modal terakhir ini adalah hal yang mutlak kita miliki untuk bisa secara sehat mengarungi kehidupan ini. Modal kecerdasan, sosial, ketabahan dan spiritual tak akan terwujud jika kita dalam keadaan sakit. Oleh karena itu kesehatan memiliki dampak dan nilai yang penting untuk mendukung modal-modal yang telah disebutkan diatas. Finally, mari kita siapkan dan lengkapi diri kita dengan modal-modal diatas agar taqdir kehidupan yang kita jalani ini membawa kebahagian baik lahir maupun batin.

Perjuangan selalu mendapat dua tantangan. Tekanan dari luar dan duri dalam daging. Ada banyak pola yang mencoba untuk meruntuhkan bangunan Islam, termasuk aliran-aliran sesat yang mengeruhkan sejarah gemilang. Aliran sesat tampak makin marak, bahkan mengalami euforia (mabuk kebebasan) di masa Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menduduki jabatan sejak Oktober 1999 sampai 23 Juli 2001. Dari ruwatan kemusyrikan sampai JIL (Jaringan Islam Liberal) yang tak mengakui hukum Tuhan muncul secara resmi. Hingga ada tokoh aliran sesat yang keceplosan, Mumpung presidennya Gus Dur. Orang mulai bingung. Lantas terbit buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, 2002, terbelalaklah masyarakat. Ada yang simpati, tapi ada yang gerah. Dari pihak sesat pun berkelit bahwa yang berhak menentukan sesat itu hanyalah Tuhan. Si sesat masih berteriak pula bahwa yang mengorek kesesatan itu pemecah belah.