kecelakaan pesawat ditinjau dari segi cuaca

59
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Lima tahun terakhir negara Indonesia banyak sekali ditimpa musibah salah satunya transportasi udara. Dimana transportasi udara ini sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia disamping cepat juga menghemat waktu. Disamping itu transportasi udara dalam penerbangannya membutuhkan adanya informasi cuaca yang diberikan oleh petugas meteorologi. Sebagai contoh : Kejadian kecelakaan di Bandara Adi Soemarmo, Solo pada tanggal 30 November 2004, kejadian kecelakaan di Bandara Ahmad Yani, Semarang pada tanggal 11 Februari 2005, dan baru-baru ini terjadi kecelakaan di Bandara Juanda, Surabaya yaitu pada tanggal 21 Februari 2007. Pada saat kejadian kecelakaan pesawat di tiga Bandara tersebut umumnya serupa yakni dalam kondisi cuaca buruk. Dalam operasi penerbangan, sebuah pesawat akan menempuh tiga fase penting, pertama, fase tinggal landas (Take off), kedua, fase menjelajah (cruissing) dan yang ketiga, fase pendaratan (Landing). Dari catatan yang dirangkum dari berbagai sumber, pada 1

Upload: happy-prasetya

Post on 22-Oct-2015

124 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

dipublikasikan happy

TRANSCRIPT

Page 1: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG

Lima tahun terakhir negara Indonesia banyak sekali ditimpa musibah

salah satunya transportasi udara. Dimana transportasi udara ini sangat dibutuhkan

oleh rakyat Indonesia disamping cepat juga menghemat waktu. Disamping itu

transportasi udara dalam penerbangannya membutuhkan adanya informasi cuaca

yang diberikan oleh petugas meteorologi. Sebagai contoh : Kejadian kecelakaan di

Bandara Adi Soemarmo, Solo pada tanggal 30 November 2004, kejadian

kecelakaan di Bandara Ahmad Yani, Semarang pada tanggal 11 Februari 2005,

dan baru-baru ini terjadi kecelakaan di Bandara Juanda, Surabaya yaitu pada

tanggal 21 Februari 2007. Pada saat kejadian kecelakaan pesawat di tiga Bandara

tersebut umumnya serupa yakni dalam kondisi cuaca buruk.

Dalam operasi penerbangan, sebuah pesawat akan menempuh tiga fase

penting, pertama, fase tinggal landas (Take off), kedua, fase menjelajah

(cruissing) dan yang ketiga, fase pendaratan (Landing). Dari catatan yang

dirangkum dari berbagai sumber, pada sejumlah musibah kecelakaan pesawat

udara, fase pendaratan merupakan fase yang sangat rawan untuk terjadinya

kecelakaan, yakni mencapai 81-87 persen. Disusul kemudian fase tinggal landas

13-19 persen dan baru fase menjelajah, mendekati 0 persen [Joko Siswanto,

2007].

Sehingga yang menjadi latar belakang penulisan ini adalah pentingnya

mempelajari pengaruh cuaca, yang sangat besar pengaruhnya terhadap aktifitas

kelancaran penerbangan.

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Penulis bermaksud membahas sejauh mana pengaruh cuaca yang

menyebabkan kecelakaan pesawat di Bandara Adi Soemarmo, Bandara Ahmad

1

Page 2: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Yani dan Bandara Juanda dengan menganalisis cuaca disekitar Bandara pada

sebelum, saat dan sesudah kejadian.

I.3. RUANG LINGKUP

Sebagai bahan penulisan dan untuk mendapatkan data yang akurat maka

penulis mengambil data cuaca Real Time di stasiun meteorologi penerbangan

Bandara Adi Soemarmo, Bandara Ahmad Yani, dan Bandara Juanda, serta sebagai

pelengkap untuk mengetahui distribusi awan digunakan, data citra satelit, dan

radar cuaca. Pembahasan kali ini dititik beratkan sejauh mana pengaruh cuaca

pada saat terjadi kecelakaan, sehingga dapat diketahui penyebab tergelincirnya

pesawat Lion Air, Mandala Airlines serta Adam Air.

I.4. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan terdiri dari :

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan,

ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORI DAN METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan menjelaskan tentang faktor-faktor cuaca yang

mempengaruhi operasi penerbangan khususnya pada saat mengudara maupun

pada saat mendarat serta dapat diketahui juga penggunaan metode penelitian yang

dipakai.

BAB III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai hasil-hasil analisis dan pembahasannya pada

sebelum, saat dan sesudah kejadian di Bandara Adi Soemarmo, Bandara Ahmad

Yani, dan Bandara Juanda berdasarkan data unsur-unsur meteorologi dan

didukung dengan data citra satelit cuaca serta data radar cuaca.

BAB IV. KESIMPULAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan yang

ditarik dari pokok permasalahan yang dibahas.

2

Page 3: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. ANGIN PERMUKAAN (Lokal)

Angin yang bertiup disuatu daerah terbatas, kurang dari 100 km, dan

disebabkan oleh kondisi lokal atau angin yang untuk beberapa lama memperoleh

ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh kondisi lokal. Di berbagai daerah tropis

angin lokal ini sering terjadi dan berlangsung teratur [Prawirowardoyo S, 1996].

Dimana angin dapat terjadi ” jika pada suatu saat terjadi perbedaan tekanan udara

pada dua lokasi dalam arah mendatar, maka akan terjadi gerakan perpindahan

massa udara. Perpindahan ini terjadi dari tempat yang memiliki tekanan udara

relatif tinggi ke tempat yang memiliki tekanan udara relatif rendah ”. Gerakan

perpindahan massa udara pada arah mendatar tersebut biasa disebut dengan angin

[Soepangkat, 1994].

II.1.1. Satuan Arah Angin Permukaan

Arah angin adalah ”arah darimana angin berhembus atau darimana arus

angin datang dan dinyatakan dalam derajat yang diukur searah perputaran jarum

jam dan dimulai dari titik utara bumi dengan kata lain sesuai titik

kompas”[Soejitno, 1975].

Arah angin yang diamati adalah arah rata-rata selama 10 menit sebelum

sampai dengan waktu peramatan. Arah angin pada umumnya tetap dari suatu arah

tertentu untuk waktu yang agak lama. Kadang-kadang arah angin yang tetap ini,

kemudian berubah baik secara berangsur-angsur maupun secara tiba-tiba atau

mendadak.

II.1.2. Satuan Kecepatan Angin Permukaan

Kecepatan angin adalah ”kecepatan dari menjalarnya arus angin dan

dinyatakan dalam knots atau kilometer per jam maupun dalam meter per detik

3

Page 4: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

”[Soepangkat, 1994]. 1 knots sama dengan 1 mile laut per jam, atau sama dengan

0,51 meter per detik. (Mile laut biasa disebut nautical mile atau disingkat n.m)

[Soejitno, 1975]. Karena kecepatan angin umumnya berubah-ubah, maka dalam

menentukan kecepatan angin diambil kecepatan rata-rata dalam periode waktu

selama 10 menit dengan dibulatkan dalam harga satuan knots yang terdekat.

Keadaan ditentukan sebagai angin teduh (calm) jika kecepatan kurang dari satu

knots. Angin permukaan (lokal) salah satunya dapat dibagi menjadi dua golongan,

yaitu pertama, angin darat dan angin laut, kedua, angin gunung dan angin lembah.

II.1.3. Angin darat dan Angin laut

Angin darat dan angin laut dapat terjadi karena disebabkan oleh perbedaan

sifat termal antara permukaan daratan dan permukaan air seperti lautan dan danau.

Oleh karenanya terjadi reaksi atau tanggapan yang berbeda terhadap radiasi

matahari yang jatuh kepadanya.

Angin darat terjadi pada malam hari terjadi pendinginan sebagai akibat

pemancaran radiasi gelombang panjang dari permukaan lautan dan daratan.

Dimana angin darat terjadi sekitar dua jam setelah matahari terbenam. Ketebalan

dan kecepatran angin darat lebih kecil daripada ketebalan dan kecepatan angin

laut, yaitu ketebalannya dapat mencapai 100 m dan kecepatannya 2 m/dtk.

Meskipun angin darat kekuatannya kecil daripada angin laut, dapat menimbulkan

gejala atmosfer yang dahsyat berupa sederetan awan Cb dengan disertai badai

guntur.

Angin laut mulai berhembus beberapa jam setelah matahari terbit dan

mencapai maksimalnya pada waktu lewat tengah hari. Kekuatan angin laut

bertambah dengan bertambah kuatnya penyinaran matahari. Efek angin laut

kadang-kadang dapat dirasakan sampai 50 km ke arah pedalaman. Oleh karena itu

angin laut berkembang paling baik pada musim kering di daerah tropis dan pada

musim panas di daerah lintang tinggi. Angin laut dapat menimbulkan

pembentukan awan cumulus, tetapi awan ini jarang cukup berkembang untuk

menghasilkan hujan. Angin laut dapat mencapai ketebalan atau tinggi 1 km dan

kecepatan antara 4-7 m/dtk. Setelah angin melemah mulailah angin darat

berhembus dalam arah kebalikannya [Prawirowardoyo S, 1996].

4

Page 5: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

II.1.4. Angin Gunung dan Angin Lembah

Angin ini serupa dengan angin darat dan angin laut, mempunyai periode 1

hari. Pada siang hari, angin bertiup mendaki gunung dan disebut ”angin lembah”.

Sebaliknya pada malam hari, angin turun dari gunung dan disebut ”angin

gunung”.

Angin lembah terutama terjadi di pegunungan yang mempunyai lembah

yang dalam dan luas. Di daerah pegunungan yang biasa hanya terdapat angin

lereng yang naik dan yang turun. Meskipun terjemahannya kurang tepat, namun

sampai sekarang masih dipakai istilah angin lembah dan angin gunung.

Pada siang hari angin lembah berhembus kira-kira jam 10.00 pagi sampai

matahari terbenam, sesudah itu berhembus angin kebalikannya yaitu angin

gunung. Cuaca dan iklim di daerah pegunungan sebagian besar dipengaruhi oleh

angin-angin lokal ini [Bayong, 1991].

II.2. VISIBILITI (Jarak pandang mendatar)

Yang dimaksud visibiliti didalam meteorologi adalah jarak terjauh suatu

objek atau benda dapat dilihat dengan jelas oleh mata normal atau tingkat

kejernihan (transparansi) pada atmosfer, sehubungan dengan penglihatan manusia

yang dinyatakan dalam satuan jarak. Dengan demikian visibiliti dapat ditentukan

dalam segala arah. Visibiliti yang diamati untuk berita meteorologi adalah

visibiliti yang pada arah mendatar. Pada umumnya visibiliti adalah berbeda untuk

setiap arah yang berlainan perlu diketahui pula bahwa visibiliti yang diperoleh

dari pesawat terbang adalah lain daripada horizontal visibility

(penglihatan mendatar) yang diamati oleh pengamat meteorologi didekat

permukaan bumi.

Proses utama yang sangat mengurangi penglihatan ini adalah proses

pemancaran (scattering), didalam keadaan kabur, berdebu maka sebagian terbesar

sinar yang terpencar dari suatu sumber cahaya dipancarkan oleh partikel-partikel

di udara sebelum sinar tersebut mencapai mata pengamat. Pada ketinggian

serendah 100 kaki maka penglihatan menyerong akan berbeda-beda tergantung

dari posisi pesawat terbang. Biasanya dipengaruhi oleh adanya kabut, halimun,

hujan, awan rendah atau udara kabur [Soejitno & Soeharsono, 1981].

5

Page 6: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Dalam istilah penerbangan untuk penglihatan dapat diberi batasan sebagai

berikut :

1. Runway Visual Range : Jarak maksimum dalam arah dimana landasan

dapat dilihat dari suatu ketinggian diatas garis tengah (katakan 16 kaki

diatas landasan). Ketinggian mata penerbang pada saat touch down

kira-kira 5 meter. RVR yang biasa diamati dalam meteorologi berjarak

1 km atau kurang.

2. Approach visibility : Jarak darimana penerbang dapat melihat alat

pembantu mendarat diambang landasan.

3. Approach Light Contact Light : Ketinggian sepanjang alat menuntun

dimana penerbang pertama-tama dapat melihat deretan lampu

sepanjang 500 kaki.

II.3. SUHU UDARA

Temperatur adalah suatu ukuran untuk tingkat panas dari suatu benda.

Dalam hal ini suatu temperaturnya akan naik apabila benda tersebut diberikan

sejumlah panas. Energi yang utama di bumi adalah energi matahari, energi

matahari inilah yang akan menyebabkan permukaan bumi ini menjadi panas

akibat radiasi yang diserap bumi. Segala bentuk perubahan yang terjadi di

atmosfer dipengaruhi radiasi matahari. Suhu udara merupakan salah satu unsur

dari beberapa unsur yang mempengaruhi terhadap perubahan cuaca [Soepangkat,

1994].

Didalam dunia penerbangan cuaca sangatlah penting, salah satu unsur

cuaca itu adalah suhu udara. Semakin tinggi suhu udara maka akan semakin

rendah kerapatan udara yang akan berpengaruh pada saat akan mengudara

maupun mendarat. Jika kerapatan berkurang, maka daya dorong/daya angkat

pesawat akan berkurang, sehingga power harus diperbesar.

Suhu udara dilapangan terbang mempunyai 2 peranan penting dalam

operasi penerbangan, yaitu :

a. Atas dasar suhu dan tekanan, penerbang dapat

memperhitungkan beban dan panjang landasan pada waktu

mengudara dan mendarat.

6

Page 7: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

b. Penerbang bisa menentukan density heigtnya atau kerapatan

ketinggian udaranya, sehingga kesalahan 1ºC dapat

menyebabkan kesalahan perhitungan ketinggian 120 feet atau

kurang lebih 36 meter [Soejitno & Soeharsono, 1981].

II.4. TEKANAN UDARA

Tekanan udara pada suatu permukaan adalah gaya persatuan luas yang

diakibatkan oleh udara yang berada diatas permukaan tersebut. Dengan demikian

dapat dikatakan pula bahwa tekanan udara adalah sama dengan berat sekolom

udara dalam satuan luas yang menjulang vertikal keatas sampai atas atmosfer

bumi. Udara merupakan gabungan dari beberapa jenis gas yang memiliki massa

dan volume. Udara juga termasuk zat yang dapat mengalir atau yang biasa dikenal

dengan nama fluida. Udara yang menyelimuti bumi hingga batas ketinggian

tertentu dikenal dengan nama atmosfer. Semakin jauh dari permukaan bumi maka

rapat massa udara berkurang [Soepangkat, 1994].

Tekanan udara bersama-sama dengan suhunya akan menentukan

kerapatannya dan selanjutnya menentukan kemampuan daya angkat pesawat

terbang. Seperti halnya kerapatan dan tekanan udara yang tergantung dari suhunya

maka penentuan ketinggian harus juga diperhitungkan.[Soejitno & Soeharsono,

1981].

II.5. THUNDERSTROM

Badai guntur (thunderstorm) yang merupakan ciri khas awan

cumulonimbus merupakan salah satu fenomena cuaca yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada pesawat yang sedang terbang dan juga kerusakan dimuka bumi.

Thunderstorm adalah pelepasan muatan listrik yang mendadak ditandai dengan

adanya kilat dan guntur. Thunderstorm terjadi dalam awan konvektif yang

biasanya disertai dengan hembusan angin kencang, hujan, butir-butir es dan hail

(rambun), tetapi hail umumnya meleleh sebelum mencapai permukaan tanah. Dan

guntur ini dapat didengar sampai pada jarak sekitar 20 km [Soepangkat, 1994].

7

Page 8: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

II.5.1. Sirkulasi Thunderstorm

Karena thunderstorm bersumber dari awan konvektif (Cb) maka awan

cumulunimbus beserta segala aspek cuaca yang menyertainya sering disebut

thunderstorm. Oleh sebab itu siklus thunderstorm dibagi tiga tahapan yaitu :

a. Tahap Tumbuh (Beginning Stage)

Tahap ini adalah gerakan udara didalam sel awan seluruhnya vertical

keatas (up draft) berlangsungnya selama 10-15 menit [Bureau of Meteorology,

1966]. Arus keatas (up draft) makin keatas makin kuat, dan maksimum pada

puncak awan. Kecepatan udara naik 50 feet per second (3000 feet per menit),

kecepatan extrim mencapai 100 feet per second (6000 feet per menit) [Oxford

Training School]. Rata-rata pertumbuhan awan mencapai 3000 feet per menit

[FAA and NOAA, 1975]. Pada tahap tumbuh ini endapan belum tampak, karena

tetes-tetes air tertahan oleh adanya konvergensi dari sekelilingnya, menyebabkan

terjadinya mixing. Sehingga tetes air belum mencapai permukaan tanah akan

menguap lagi. Pada tahap ini peluang hujan sangat kecil dapat terjadi dan petir

jarang terjadi [Byers, 1959].

b. Tahap Dewasa (Mature Stage)

Dalam tahap ini jumlah serta ukuran tetes-tetes air maupun kristal-kristal

es telah sedemikian besarnya menyebabkan tidak tertahan lagi oleh arus ke atas

(up draft) didalam awan. Pada daerah kering umumnya kristal-kristal es telah

berubah menjadi tetes-tetes air pada saat mencapai tanah. Dari jatuhnya

hydrometeor tersebut, maka timbul gaya-gaya gesekan yang akhirnya merubah

arus udara keatas menjadi arus udara kebawah dibeberapa bagian awan.

Sedangkan arus udara keatas masih terus berlangsung. Pada tempat itu arus keatas

(up draft) kecepatannya mungkin melebihi 80 feet per sec [Byers, 1959]. Dalam

tahap dewasa ini, awan (Cumulunimbus) umumnya dapat mencapai ketinggian

lebih dari 12 km. Bahkan sering dapat mencapai 18 km dalam kondisi

pertumbuhan yang kuat [Nieuwolt, 1978]. Tinggi dasar awan bisa kurang dari 2

km. Puncak awan bersuhu sekitar -50oC. Suhu dasar awan berkisar antara 10oC.

Freezing level mencapai ketinggian sekitar 6 km [Nagle, 2000]. Diameter dasar

awan bisa kurang dari 10 km. Pada tahap dewasa ini berlangsungnya 15-30 menit.

8

Page 9: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Sel thunderstorm mencapai luasan maximum vertical 30.000-60.000 feet (di

Tropis).

Pada tahap ini, merupakan kondisi yang paling membahayakan terutama

pada penerbangan, khususnya pada saat pesawat sedang mengudara maupun pada

saat mendarat, oleh karena itu dalam tahap dewasa dari sel badai guntur ini

disertai kejadian-kejadian yang hebat didekat permukaan bumi seperti halnya:

Arus angin turun yang kuat dan dingin, squall, turbulensi, hujan lebat, dan

kadang-kadang terjadi hail [Soejitno, 1975].

Arus angin turun yang kuat ini biasanya disebut dengan Gusty dan Squall

dimana perbedaannya terletak pada faktor waktu. Gusty adalah perubahan arah

dan kecepatan angin secara mendadak dan berlangsungnya mungkin hanya

beberapa detik, akan tetapi squall adalah perubahan arah dan kecepatan angin

yang mendadak yang biasanya berlangsung beberapa menit kemudian menurun

kembali. Oleh karena itu, squall sehubungan pula dengan arus udara turun dari

sel-sel badai guntur yang terjadinya disertai dengan kilat dan guntur. Badai guntur

dapat menimbulkan terjadinya “garis squall” dan ditandai dengan adanya awan

bergulung membujur sepanjang formasi awan. Dengan demikian adanya barisan

sel-sel squall mungkin disertai adanya tanda penurunan suhu udara. Hal ini

merupakan sifat daripada “squall awan dan hujan”. Daerah squall merupakan

daerah dengan labilitas udara yang extrim dengan turbulensi hebat. Oleh karena

itu merupakan keadaan yang sangat berbahaya untuk tahap pendaratan atau

mengudara. Turbulensi dalam arus udara turun dapat mengakibatkan pesawat

yang sedang akan mendarat atau mengudara menjadi tidak dapat dikuasai lagi

[Soejitno, Soeharsono, 1981].

c. Tahap Mati (Dissipating Stage)

Dalam tahap ini gerak udara keatas berkurang sedangkan aliran kebawah

(down draft) meluas di seluruh sel awan dan kondensasi akan segera berhenti.

Selama berlangsungnya hujan, arus kebawah masih terus terjadi, maka seluruh sel

menjadi lebih dingin dari udara sekitarnya. Dalam fase ini basis awan semakin

rendah, hanya beberapa puluh meter diatas permukaan bumi. Puncaknya sudah

mencapai tinggi maksimum dan pecah menyebar kesegala arah tergantung angin

yang membawahnya. Arus kebawah makin lama makin melemah, hujan pun

9

Page 10: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

makin berkurang. Pada saat badai berhenti suhu di dalam sel berada dalam

keadaan sama dari suhu sekitarnya, dan pada saat ini berakhirlah masa hidup

badai guntur dengan meninggalkan beberapa jenis statiform [Soejitno, 1975].

II.5.2. Pengaruh Thunderstorm Terhadap Penerbangan

Dalam dunia penerbangan Thunderstorm sangat besar pengaruhnya baik

pada saat pesawat sedang mengudara maupun pada saat mendarat. Awan

cumulonimbus yang juga disebut awan guntur sangat ditakuti oleh para penerbang

karena didalamnya terjadi kegiatan-kegiatan yang membahayakan penerbangan

antara lain :

II.5.2.1. Turbulensi

Turbulensi udara dapat diartikan sebagai gerakan udara vertikal yang

kecepatannya dan arahnya tidak teratur, disuatu bagian arahnya kebawah dan

dibagian lain arahnya keatas atau naik. Atau dibagian lain kecepatannya besar

sedangkan dibagian lain kecil. Turbulensi udara sering terjadi terutama dalam

masa udara yang tidak stabil, dengan intensitasnya mulai dari yang ringan hingga

hebat. Turbulensi dapat juga terjadi dalam keadaan cuaca baik atau dalam keadaan

cuaca buruk.

II.5.2.1.1. Jenis Jenis Turbulensi

Jenis-jenis turbulensi yaitu :

a. Turbulensi Arus Konveksi

Turbulensi jenis ini terjadi pada siang hari terutama terjadi karena

penyinaran matahari terhadap permukaan bumi yang tidak seragam. Yang paling

kuat arus konvektif ini banyak terjadi didalam dan dibawah awan cumulonimbus

dan berkurang pada awan cumulus lainnya. Apabila terjadi disekitar bandara dapat

menyebabkan pendaratan menjadi overshoot atau undershoot.

b. Turbulensi Arus Konveksi Pada Massa Udara

Pada siang hari atau malam hari turbulensi jenis ini dapat terjadi dalam

massa udara yang labil. Di Indonesia pada malam hari sering terjadi didaerah

dekat pantai pada sekitar tengah malam sampai pagi karena angin darat yang

10

Page 11: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

dingin menyebabkan udara panas di sekitar pantai menjadi labil sehingga

terbentuk awan awan konvektif (Cu/Cb) karena akan terjadi up draft dan down

draft yang tidak sama kuat.

c. Turbulensi Wind Shear

Wind shear merupakan fenomena alam yang didefinisikan sebagai suatu

perubahan baik arah maupun kecepatan angin dalam jarak yang pendek atau

waktu yang cepat. Perubahan ini dapat terjadi pada arah mendatar maupun

vertikal atau keduanya sekaligus. Perubahan ini mempunyai efek menggunting

atau menyobek, sehingga harus diwaspadai oleh pilot. Wind shear apabila terjadi

pada bidang horisontal di antara dua lapisan yang berbeda dapat menyebabkan

konvergensi, konvergensi ini akan menyebabkan lift atau konveksi yang pada

akhirnya menimbulkan turbulensi.

Menurut [Eddy Budi Setyawan, 2006] masalah yang dialami oleh pesawat

terbang dengan adanya wind shear terjadi ketika terbang dengan kecepatan hanya

sedikit di atas kecepatan stall (kecepatan minimum yang diperlukan supaya dapat

terbang). Hal ini terjadi pada waktu pesawat yang tengah take off (lepas landas)

dan landing (mendarat). Dalam fase take off dan landing ini, perubahan kecepatan

angin yang besar dapat mengubah secara signifikan besarnya gaya angkat pesawat

terbang.

Pada dasarnya, pesawat terbang dapat lepas landas karena adanya gaya

angkat yang dihasilkan oleh salah satunya komponen kecepatan relatif antara

kecepatan pesawat terbang dengan kecepatan angin pada lintasan terbangnya.

Ketika pesawat terbang mendapat headwind (angin dari arah depan), maka

pesawat terbang akan mendapat gaya angkat tambahan yang ditimbulkan oleh

komponen kecepatan angin. (Ketika pesawat terbang akan mendarat, biasanya

dikompensasikan dengan mengurangi tenaga mesin). Demikian sebaliknya bila

mendapat tailwind, pesawat terbang akan mendapat pengurangan gaya angkat.

Apabila hal ini terjadi pada kondisi wind shear, besar kemungkinan pesawat

terbang akan stall atau kehilangan gaya angkat, yang akibatnya juga akan

kehilangan ketinggian terbang. Ada tiga hal vital apakah pesawat terbang akan

selamat ketika mengalami wind shear yang ekstrem, yakni ketinggian pesawat,

pengalaman pilot, dan jenis pesawat.

11

Page 12: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

d. Turbulensi Karena Hambatan

Hambatan terhadap arus angin dapat berasal dari permukaan bumi

(bangunan, pegunungan, dan sebagainya) dan dapat pula dari angin lain yang arah

dan kecepatan kedua-duanya berbeda (konvergen). Hambatan pegunungan

terhadap arus angin menimbulkan turbulensi di depan dan terutama di belakang

pegunungan. Turbulensi dibagian belakang sering dinamakan ”mountain waves”.

Oleh sebab itu penerbang yang akan melintasi diatas puncak atau punggung

gunung, terutama yang menyongsong angin, sebaiknya pesawat mempunyai

sparasi ketinggian yang cukup jauh diatas ketinggian puncak atau punggung

gunung, selain menghindari mountain waves juga untuk menghindari kecelakaan

akibat kesalahan penunjukan altimeter setting, terutama dalam visibiliti yang

buruk. Turbulensi karena hambatan bangunan sering terjadi pada lapisan rendah

seperti didaerah landasan di atas kota kota. Turbulensi karena hambatan juga

dapat menimbulkan gusty karena kecepatan angin yang tidak konstan dalam

selang waktu yang relatif singkat. Fluktuasi dari gusty biasanya dapat dilihat dari

anemograp record [Alaka, 1959].

e. Turbulensi pada thunderstorm [Byers dan Broham, 1949]

Awan cumulonimbus yang aktif disertai thunderstorm sampai mencapai

ketinggian 9-13 km dan selalu lebih tinggi untuk daerah tropis. Untuk awan

cumulonimbus yang terjadi diatas lautan akibat udara dingin yang bergerak

biasanya mencapai 5-7 km.

Arus vertikal yang terdapat didalam awan akan menyebabkan pesawat

terbang tidak dapat bebas dari pengaruh turbulensi, baik yang terbang didalam

maupun dibawah awan. Biasanya arus naik dapat mencapai 2/3 tebal awan dan

kekuatannya didekat dasar awan, dibawah awan dan dipuncak awan agak lemah

dibandingkan dengan bagian tengah.

Kejanggalan yang tidak jarang terjadi bahwa turbulensi hebat pada bagian

bawah dan puncak awan, dekat diluar awan atau permukaan. Turbulensi diluar

awan yang menggantung dan penyebab lain adalah adanya gerakan dari daerah

awan. Turbulensi jenis ini dinamakan bad weather turbulensi, terjadi selain karena

adanya arus udara naik dan arus udara turun yang kuat juga karena adanya

loncatan-loncatan listrik udara didalam dan diluar awan serta karena front gusty.

12

Page 13: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Badai guntur hebat berkaitan dengan konveksi yang kuat, sering

menghasilkan gerak kebawah (down draft) yang kuat disertai hujan lebat. Udara

yang bergerak turun dingin dan rapat serta menyebar sampai ke permukaan bumi.

Bagian ujung dari udara dingin tersebut disebut front gusty, pesawat terbang yang

terbang melintasi sebuah front gusty dapat mengalami kenaikan (lifting) sehingga

pesawat akan terangkat atau slope (kemiringan) akan bergeser dari touch down

zone yang sebenarnya.

II.5.2.2. Kilat

Kilat adalah loncatan bunga api listrik yang kuat yang terjadi antara

muatan listrik didalam awan, atau antara awan dengan awan dan tanah. Dimana

kecepatan cahayanya sekitar 300.000 km per second. Sedangkan guntur adalah

suara yang terjadi karena gangguan atmosfer yang ditimbulkan oleh nyala kilat.

Dimana kecepatan suaranya sekitar 346 m per second.

Kecenderungan untuk mengalami sambaran petir bilamana pesawat sedang

terbang didekat badai guntur dan sekitar freezing level (ketinggian titik beku),

serta pesawat yang melewati badai ini tentu sangat sulit untuk diterbangkan,

karena pesawat terbang akan mengalami goncangan hebat dan kehilangan kontrol

arah [Soejitno & Soeharsono,1981]. Selain itu, kilat dapat merusak instrument

yang ada didalam pesawat.

II.6. Metode Penelitian

Dalam penulisan laporan kerja ini data yang digunakan berupa data unsur-

unsur cuaca yng berpengaruh terhadap penerbangan khususnya pada waktu

mengudara maupun mendarat. Untuk itu penulis harus dapat mengumpulkan data

yang diperlukan dan penulis harus mengadakan penelitian secara teliti, cermat,

terarah demi untuk tercapainya hasil yang bermutu.

Adapun penelitian dalam pengumpulan data penulis menggunakan dengan

cara :

1. Penelitian Perpustakaan

Dalam hal ini penulis mengumpulkan data yang ada kaitannya dengan

pengaruh cuaca terhadap penerbangan. Penelitian melalui bahan perpustakaan

13

Page 14: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

seperti, media cetak, media elektronik maupun literatur-literatur lain yang

dapat dipergunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan pembuatan laporan

kerja.

2. Penelitian Lapangan

Didalam melakukan penelitian lapangan penulis untuk mendapatkan data

dengan terjun langsung ke stasiun meteorologi penerbangan Bandara Adi

Soemarmo, Bandara Ahmad Yani serta Bandara Juanda, Sehingga data yang

diperoleh memiliki keabsahan dan keakuratan.

Sedangkan dalam pengolahan dan pembahasan penulis menggunakan

dengan cara menganalisis cuaca disekitar Bandara. Disamping itu masih

didukung oleh teori-teori yang ada dan bahan lain yang didapat selama

mengikuti pendidikan di Akademi Meteorologi dan Geofisika di Jakarta.

14

Page 15: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

III.1. BANDARA ADI SOEMARMO, SOLO

III.1.1. Kondisi Cuaca Umum

III.1.1.1. Sirkulasi Angin

Secara umum, pola angin permukaan Jawa Tengah khususnya di stasiun

meteorologi Bandara Adi Soemarmo, Solo pada tanggal 30 November 2004

menunjukan dominasi pola angin barat laut dan utara, adanya pusaran angin yang

disebabkan oleh tekanan rendah (low pressure area) di sekitar 09º LS dan 112º

BT (diselatan pulau jawa), yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan awan

yang berpotensi menimbulkan hujan disertai badai guntur secara meluas. Kondisi

demikian sebagaimana ditunjukan analisis angin permukaan pada pengamatan jam

07.00 dan 19.00 wib.

III.1.1.2. Peta Citra Satelit

Berdasarkan pantauan citra satelit tanggal 30 November 2004 jam 17.00

dan 19.00 wib menunjukkan adanya konsentrasi awan-awan hujan cukup

sighnificant diatas pulau jawa, kondisi demikian memberikan indikasi terjadinya

hujan sedang sampai lebat disertai badai guntur secara meluas (Awan-awan Cu

dan Awan Cb), khususnya wilayah Bandara Adi Soemarmo Solo.

III.1.1.3. Radar Cuaca

Dari rekaman radar jam 18.00 wib terlihat bahwa sebagian besar wilayah

jawa tengah tampak diselimuti oleh awan yang didominasi awan cumulonimbus.

Awan tinggi menjulang (towering cloud) terdapat disepanjang pulau pantai utara

jawa tengah bagian timur hingga Purwodadi. Pada daerah Kudus sampai ke Blora

dan ke selatan sampai Boyolali terjadi perkembangan hebat awannya cukup padat

dan tinggi, memungkinkan terjadi intensitas hujan yang tinggi. Awan di daerah ini

di dominasi awan towering cumulus dan cumulonimbus dengan tinggi dasar 1500

15

Page 16: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

– 2000 feet dan ketinggian puncak awan mencapai 37.000 feet dan di beberapa

tempat dapat mencapai 53.000 feet.

III.1.2. Laporan Keadaan Cuaca di Bandara Adi Soemarmo, Solo

Berdasarkan data synoptik tanggal 30 November 2004 yang diamati

stasiun meteorologi penerbangan Bandara Adi Soemarmo pada jam 16.00-20.00

wib sebagai berikut :

III.1.2.1. Kondisi Cuaca

Secara lokal keadaan cuaca pada tanggal 30 November 2004 pada jam

16.00 wib hujan dengan intensitas sedang sampai lebat disertai guntur (TSRA)

keadaan cuaca seperti ini bertahan hingga jam 20.00 wib.

III.1.2.2. Keadaan Angin

Berdasarkan data synoptik pada jam 16.00 wib keadaan angin bertiup dari

barat daya dengan kecepatan berkisar 8 knots. Sedangkan pada periode jam 17.00-

18:00 keadaan angin bertiup dari Utara dengan kecepatan berkisar antara 8-13

knots. Dan pada jam 19.00-20.00 wib keadaan angin calm. Dan pada jam 18.00

wib keadaan angin pada saat itu berhembus dari utara dengan kecepatan berkisar 8

knots pilot saat itu untuk memutuskan mendarat pada runway 26. Dalam hal

memutuskan atau wewenang pendaratan ada di tangan pilot, pihak meteorologi

tidak berwenang.

III.1.2.3. Keadaan Visibiliti

Dari laporan cuaca (synoptik) dua jam sebelum dan dua jam sesudah yaitu

pada jam 16.00, 17.00, 18.00, 19.00, dan jam 20.00 wib keadaan visibiliti

berturut-turut dilaporkan 4, 1, 2, 1, dan 1 kilometer. Disini dapat kita lihat

bahwasanya keadaan visibiliti saat kejadian lebih bagus daripada jam sebelum dan

sesudah kejadian.

III.1.2.4. Keadaan Awan

16

Page 17: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Berdasarkan dari data synop jam 16.00 – 18.00 wib keadaan awan pada

(TSRA), pada jam 19.00 wib keadaan awan masih berada diatas landasan dengan

tinggi dasar awan (cumulonimbus) lebih rendah dari satu jam sebelumnya yaitu

berkisar 1200 feet dan pada jam 20.00 wib awan cumulonimbus berada di sebelah

timur dengan tinggi dasar berkisar 1300 feet.

Dengan keadaan awan (cumulunimbus) seperti ini yang biasanya

memungkinkan akan menimbulkan downburst atau berupa outflow energi dari

adanya up draft dan down draft dari awan tersebut. Sementara dari permukaan

akan adanya inflow energi berupa udara naik keatas sebagai keseimbangan energi

dengan adanya perbedaan arah dari dua arus tadi akan menimbulkan ruang atau

kolom turbulensi atau front gusty disekitar bandara, jika pesawat melewati zona

itu akan mengganggu proses landing, yang mengakibatkan pesawat over shoot /

miss approuch ke tengah landasan atau runway.

Walaupun sebelumnya pilot sudah menyatakan runway in side dan

memutuskan untuk touch down di ujung landasan tetapi dimungkinkan karena

pesawat terkena front gusty dan masuk dalam kolom turbulensi sehingga pesawat

akan terangkat dan akan terjadi miss approuch. Pada akhirnya pesawat

menggunakan sisa panjang landasan yang ada.

Pada jam 16.00 wib sampai jam kejadian keadaan landasan sudah diguyur

hujan disertai guntur sehingga landasan dalam keadaan basah. Berdasarkan dari

keterangan beberapa saksi bahwa kondisi landasan terdapat beberapa ruas yang

tergenang air. Sehingga mengakibatkan landasan licin karena genangan air,

kemungkinan kondisi demikian juga yang mengakibatkan pesawat tergelincir

beberapa ratus meter keluar landasan. Sebagai catatan hujan selama 24 jam pada

tanggal 30 November 2004 adalah 122,4 mm.

III.2. BANDARA AHMAD YANI, SEMARANG

17

Page 18: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

III.2.1. Keadaan Cuaca Umum

III.2.1.1. Sirkulasi Angin

Secara umum, pola angin permukaan di stasiun meteorologi penerbangan

Bandara Ahmad Yani Semarang, pada tanggal 11 Februari 2005. Menunjukkan

dominasi pola angin baratan, sehingga mengakibatkan kecenderungan angin

berhembus dari barat daya-barat laut. Kondisi demikian sebagaimana ditunjukkan

analysis angin permukaan pada pengamatan jam 07.00 dan 19.00 wib. Dan pada

bulan Februari tersebut sedang terjadi klimaks hujan dalam periode tahun musim,

dimana mengakibatkan hujan terjadi hampir setiap hari.

III.2.1.2. Peta Citra Satelit

Berdasarkan pantauan citra satelit pada tanggal 11 Februari 2005 pada sore

hari jam 16.00-19.00 wib, menunjukan adanya konsentrasi awan hujan cukup

sighnificant, kondisi demikian memberikan indikasi terjadinya hujan ringan

sampai sedang diwilayah Semarang, khususnya wilayah Bandara Ahmad Yani.

III.2.2. Laporan Keadaan Cuaca di Bandara Ahmad Yani, Semarang

III.2.2.1. Kondisi angin

Berdasarkan data synoptik kondisi angin yang bertiup pada jam 17.00 wib

yaitu 030 derajat dengan kecepatan 05 knot. Dari data speci jam 17.01 wib terjadi

perubahan arah dan kecepatan angin yaitu 320 derajat dengan kecepatan 11 knot,

pada jam 17.27 wib pesawat saat itu mendarat dari arah barat menuju ke timur

(Sektor P) padahal kita sama-sama ketahui bahwa pesawat mengudara maupun

mendarat itu harus berlawanan arah angin agar memperoleh daya hambat maupun

daya angkat. Dan setelah kejadian jam 18.00 wib kondisi angin bertiup dari 330

derajat dengan kecepatan 10 knot.

III.2.2.2. Keadaan Visibility

Dari data synoptik diketahui untuk jarak pandang sebelum kejadian yaitu

pada jam 17.00 wib adalah 1000 meter, dimana ini merupakan jarak pandang yang

penuh resiko pada saat pesawat akan mendarat. Dan seharusnya demi keamanan

18

Page 19: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

memang pesawat dianjurkan untuk beralih ke bandara alternatif atau menunggu

sampai visibiliti bagus. Namun perlu ditegaskan sekali lagi bahwa kewenangan

pendaratan sepenuhnya tetap berada di pihak pilot yang memutuskan akan

mendarat atau tidak. Tetapi dari beberapa keterangan saksi yang penulis peroleh

pada saat kejadian visibiliti berubah lebih baik dari sebelumnya yaitu sekitar

3000 – 4000 meter dan setelah kejadian yaitu pada jam 18.00 wib visibilitinya

5000 meter.

Untuk diketahui bahwa pesawat yang dilengkapi ILS (Instrument Landing

System) memiliki kemampuan untuk dapat mendarat dengan jarak pandang

minimal 2000 meter, namun untuk pesawat yang tidak memiliki ILS hanya

memiliki batasan sampai 5000 meter. Namun dalam mengambil keputusan sangat

terbatas pada wewenang pihak meteorologi, sedangkan kewenangan sepenuhnya

untuk mendarat jika kondisi landasan dibawah batasan tersebut diserahkan kepada

pilot sepenuhnya.

III.2.2.3. Keadaan Awan

Berdasarkan data synop jam 17.00 wib keadaan awan pada saat itu adalah

adanya awan cumulus (2) berjumlah 7 oktas dengan tinggi dasar 1800 feet,

menunjukan bahwa landasan sedang ditutupi awan rendah yang luas dengan

sedikit celah saja. Dari data laporan cuaca take off and landing (speci) satu menit

kemudian yaitu pada jam 17.01 wib ada perubahan arah dan kecepatan angin,

jenis awan dan kondisi cuaca, yang mana jam 17.00 wib keadaan awan jenis

Cumulus berubah menjadi awan cumulonimbus berjumlah 2 oktas dengan tinggi

dasar 1500 feet, dilaporkan juga awan cumulunimbus berada di barat laut (NW)

keadaan awan seperti ini bertahan hingga jam 18.00 wib hanya ada perubahan

tinggi dasar awan cumulunimbus yaitu dari 1500 feet menjadi 1200 feet. Pada

periode jam 17.01-18.00 wib menunjukan cuaca saat itu hujan ringan disertai

guntur. Kondisi cuaca yang demikian dimungkinkan bisa terjadi angin kencang

secara tiba-tiba (Gusty wind) didaerah tersebut (durasinya pendek, kurang dari 1

menit dengan kecepatan angin diatas 30 knots (< 54 km/jam)). Pada jam 19.00

wib kondisi cuaca saat itu kejadian guntur berhenti Namun hujan ringan masih

19

Page 20: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

bertahan hingga jam 20.00 wib dengan keadaan awan saat itu masih ada awan

cumulunimbus Namun ketinggian dasar lebih tinggi yaitu 1700 feet.

Keadaan landasan pada saat kejadian yaitu landasan yang basah karena

sudah diguyur hujan semenjak pukul 15.00 wib (Inter SLRA) hingga pada jam

18.00 wib, dan pada saat terjadi kecelakaan cuacanya hujan disertai guntur.

Sehingga dapat diketahui bahwa landasan terdapat genangan air dibeberapa ruas

yang mengakibatkan landasan licin. Dan kemungkinan kondisi ini juga yang

memperkuat dugaan bahwa pesawat tergelincir karena tidak dapat mengerem

dengan optimal yang disebabkan oleh landasan yang licin. Sebagai catatan hujan

pada jam 14.00 – 18.00 wib untuk tanggal 11 Februari 2005 adalah 79.2 mm.

20

Page 21: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

III.3. BANDARA JUANDA, SURABAYA

III.3.1. Kondisi Cuaca Umum

Berdasarkan data synoptik yang diamati stasiun meteorologi Juanda,

Surabaya pada tanggal 21 Februari 2007 menunjukan bahwa kondisi cuaca

umumnya pada aerodrome adalah Mist pada jam 07.00-08.00 wib, Haze pada jam

09.00-10.00 wib, Berawan pada periode jam 11.00-13.00 wib, ReRa pada jam

14.00 wib, Berawan pada jam 15.00 wib, TSRA pada jam 16.00 wib, SLRA pada

jam 17.00 wib, ReTS pada jam 18.00 wib, Haze pada jam 19.00-22.00 wib, dan

terjadi Mist pada jam 23.00 wib.

Dari data synoptik tersebut diatas dapat diketahui bahwa keadaan cuaca

kecenderungan sebelum terjadinya kecelakaan adalah kekaburan pada pagi hari

dan hujan ringan pada siang hari serta adanya guntur pada sore hari.

III.3.1.1. Peta Citra Satelit

Berdasarkan pantauan citra satelit pada tanggal 21 Februari 2007

menunjukkan bahwa keadaan cuaca berawan banyak yang berpeluang hujan

disertai guntur, dengan puncak awan diperkirakan berkisar antara minus 27ºC

sampai minus 47ºC. Kondisi demikian sebagaimana ditunjukan peta citra satelit

cuaca pada jam 13.00 wib dan pada jam 14.00 wib.

III.3.2. Laporan Keadaan Cuaca di Bandara Juanda, Surabaya

III.3.2.1 Kondisi Angin

Berdasarkan data synoptik tanggal 21 Februari 2007 keadaan angin di

Bandara Juanda cenderung angin baratan atau angin berhembus dari barat. Bila

dilihat dari data dua jam sebelum dan dua jam sesudah kejadian angin masih

didominasi angin dari barat. Pada jam 15.00 wib angin bertiup dari 220º dengan

kecepatan 9 knots, keadaan angin ada perubahan pada jam 15.11 wib yaitu angin

bertiup dari 260º dengan kecepatan 6 knots. Pesawat mendarat saat itu pada

runway 10 sekitar jam 15.24 wib. Apabila arah dan kecepatan angin pada jam

15.11 wib ini tidak mengalami perubahan, maka pesawat Adam Air tidak terlalu

21

Page 22: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

membahayakan untuk pendaratan. Dan setelah kejadian yaitu pada jam 15.30 wib

angin bertiup dari 240º dengan kecepatan 3 knot.

III.3.2.2. Keadaan Visibility

Dari data diketahui untuk jarak pandang mendatar sebelum kejadian pada

jam 15.00 wib adalah 10 km di Runway 10, dimana kondisi demikian itu cukup

baik untuk pendaratan. Pada jam 15.11 wib jarak pandang berubah, dengan selang

waktu hanya 11 menit perubahan ini sangat cepat (drastis) yaitu 2200 meter.

Untuk pesawat yang dilengkapi ILS (Instrument Landing System) menemui

keadaan jarak pandang seperti diatas masih layak untuk pendaratan. Dan pada jam

setelah kejadian yaitu pada jam 15.30 wib jarak pandang membaik menjadi 4500

meter lebih cerah dari jam sebelumnya, hanya dengan selang waktu 1 menit yaitu

jam 15.31 wib jarak pandang berubah sangat cepat yaitu 1900 meter lebih jelek

dari jam sebelum terjadi kecelakaan.

III.3.2.3. Keadaan Awan dan Vertikal Visibility

Pada jam 15.00 wib keadaan awan saat itu ada pertumbuhan awan

cumulunimbus di sebelah barat berjumlah 1-2 oktas dengan tinggi dasar 1500 feet

dan juga ada awan lainnya berjumlah 5-7 oktas dengan tinggi dasar 1900 feet.

Kondisi demikian menunjukkan bahwa landasan sedang ditutupi awan rendah

yang luas dengan sedikit celah saja. Dari laporan cuaca khusus jam 15.11 wib

menunjukkan ada perubahan keadaan awan yaitu tidak bisa dilihat karena

kekaburan (OBSC) yang dimungkinkan dipengaruhi oleh keadaan cuaca saat itu.

Dimana cuaca saat itu hujan sedang disertai guntur dan terekam juga dari alat

(AWOS) di runway 10 terdapat jarak pandang keatas (vertikal visibility) yaitu

1100 feet. Dengan keadaan awan seperti ini dimungkinkan sangat berpotensi

terjadinya down burst meskipun biasanya waktunya berlangsung relatif singkat,

apabila peristiwa fenomena alam tersebut berlangsungnya bersamaan dengan

pendaratan maka perlu juga diwaspadai bagi setiap penerbang. Dan pada jam

setelah kejadian keadaan awan membaik yaitu tinggi dasar awan cumulunimbus

2000 feet berjumlah 1-2 oktas dan awan jenis lainnya lebih rendah dengan tinggi

1800 feet, tetapi hanya selang waktu 1 menit yaitu pada jam 15.31 wib keadaan

22

Page 23: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

awan lebih jelek dari jam sebelum kejadian yang mana kondisinya tidak dapat

dilihat karena kekaburan (OBSC) serta jarak pandang keatas lebih rendah yaitu

1000 feet

III.3.2.4. Keadaan Tekanan Udara

Untuk tekanan udara hanya bisa ditinjau dari satu sisi pelaporan yaitu dari

stasiun meteorologi Juanda saja. Pada jam 15.11 wib tekanan udara saat itu 1007

mb data tekanan udara ini digunakan untuk menyetel altimeter yang indikatornya

dibaca diruang kokpit pilot. Apabila altimeter dalam keadaan baik maka pada saat

roda pesawat menyentuh landasan indikator menunjukan angka 0 meter. Akan

tetapi jika altimeter mengalami kerusakan bisa jadi angka 0 meter atau telah

mencapai landasan tetapi nyatanya masih berada diatas landasan atau bahkan

berada diatas landasan. Bila keadaan ini terjadi pada pendaratan pesawat tersebut

dapat mengalami peristiwa seperti jatuh bebas atau terbanting. Kemungkinan

pesawat Adam Air yang mendarat di bandara juanda pada jam 15.24 wib ada

kesalahan instrument altimeter. Namun keakuratan altimeter tersebut sepenuhnya

dipercayakan kepada hasil rekaman kotak hitam.

23

Page 24: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

BAB IV

KESIMPULAN

IV.1. PENYEBAB KECELAKAAN DI BANDARA ADI SOEMARMO

Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Saat tergelincirnya pesawat Lion Air, kondisi cuaca di sepanjang

penerbangan Jakarta – Solo, maupun di sekitar Bandara Adi Soemarmo

dalam kondisi cuaca buruk.

b. Telah terjadi miss approach pada kejadian tersebut yang mungkin

diakibatkan oleh adanya turbulensi dan front gusty di sekitar Bandara,

serta diperparah dengan adanya genangan air di landasan.

IV.2. PENYEBAB KECELAKAAN DI BANDARA AHMAD YANI

Dari hasil analisis diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pesawat mendarat searah dengan arah angin (tailwind) yang mungkin

diakibatkan adanya awan cumulonimbus di sebelah barat laut

b. Kondisi landasan pada saat terjadi kecelakaan dalam kondisi ada genangan

air sehingga landasan basah dan licin yang mempengaruhi pesawat saat

mendarat dan ketika pengereman dilakukan tidak optimal membuat

pesawat meluncur sampai ujung landasan. Sehingga pesawat terperosok di

sebelah timur (Sektor P).

IV.3. PENYEBAB KECELAKAAN DI BANDARA JUANDA

Dari hasil Analisis diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Berdasarkan data citra awan dari citra satelit (IR) jam 13.00-14.00 wib

menunjukkan bahwa pertumbuhan awan disekitar Bandara berpotensi

menimbulkan hujan disertai guntur.

b. Informasi tinggi dasar awan, jarak pandang, dan curah hujan saat itu cukup

aman untuk pendaratan (landing) pesawat Adam Air.

24

Page 25: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

c. Ada pemikiran bahwa pada saat pesawat akan landing mendapat angin

turun (down brust) bisa saja kemungkinan itu terjadi, hanya saja dalam

analysis tidak dapat menerangkan karena tidak ada data untuk perihal

tersebut.

d. Kecelakaan pesawat terbang milik maskapai penerbangan Adam Air jenis

Boeing 737-400, tanggal 21 februari 2007 yang mendarat di Bandara

Juanda Surabaya pukul 15.24 wib dugaan sementara disebabkan karena

kesalahan instrumen altimeter yang tidak sesuai dengan data tekanan

udara, sehingga pada saat roda menyentuh landasan altimeter tidak

menunjuk harga 0 meter, perihal inilah yang patut dicurigai, atau

kesalahan pilot pada saat melakukan pendaratan kurang cermat. Untuk

mengetahui secara pasti tinggal menunggu analisis kotak hitam tim

KNKT.

25

Page 26: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

DAFTAR ACUAN

[1] Alaka, M.A. 1958, ’’ Aviation aspect of Mountain Waves ’’ dalam WMO Technical Note No 69.TP 26

[2] Bayong Tjasyono ,H.K, 1991 ’’ Klimatologi Terapan ’’

[3] Soepangkat. 1994 ’’ Pengantar Meteorologi ’’ Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

[4] Byers, H.R. 1959, Sc.D, ’’ General Meteorologi ’’ thind edition, Mc Graw Hill Book Company, Inc, New York.

[5] Byers,H.R. dan Broham, 1949 ’’ The Thunderstorm ’’

[6] Prawirowardoyo,S. 1996 ’’ Meteorologi ’’ Guru besar jurusan Geofisika dan Meteorologi ITB, Penerbit ITB.

[7] Soejitno, Soeharsono. 1981 ’’ Meteorologi Penerbangan ’’ cetakan ke II Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

[8] Soejitno. 1975 ’’ Meteorologi Umum Untuk Observasi Meteorologi ’’ Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

[9] Wind Shear and Turbulence Information for Pilothttp://www.weather.gov.hk/aviat/windshear-warning -e.htm

26

Page 27: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. Marsekal pertama TNI. 1992,” Meteorologi Penerbangan”, Direktorat Dukungan Operasi TNI AU, Jakarta.

http://www.angkasa - online.com Awan Badai,” ANGKASA ” Maret 2004.

Alaka, M.A. 1958,” Aviation aspect of Mountain Waves ” dalam WMO Technical Note No 68. TP 26

Bayong Tjasyono ,H.K, 1991 ’’ Klimatologi Terapan ’’

Byers,H.R. dan Broham, 1949 ’’ The Thunderstorm ’’

Byers, H.R. 1959, Sc.D ” General Meteorologi ” thind edition, Mc Graw Hill Book Company, Inc, New York.

Bureau of Meteorology, 1966 ” Manual of Meteorology ” Melbourne.

Edi Budi Setyawan, 2006 ” Wind Shear Ancaman Dunia Penerbangan ” Pemerhati dunia penerbangan, Alumnus Teknik Penerbangan-ITB. Pikiran Rakyat Bandung.

FAA and NOAA, 1975,”Aviation Weather For Pilot and FOO” Washington DC.

Joko Siswanto, 2007 ” Menyikapi Kecelakaan Pesawat ” Sabtu 17 Maret 2007

Nagle, G. 2000 ” Advanced Geography ” Oxford Unifersity Press, Oxford ox2 6pp, 464 pp.

Nieuwolt, S. 1978 ” Tropical Climatology An Introduction to the Climates of the Low Latitudes ” New York: John willey and Sons Ltd, 207 pp.

Prawirowardoyo,S. 1996 ” Meteorologi ” Guru besar jurusan Geofisika dan Meteorologi ITB, Penerbit ITB.

Soejitno, Soeharsono. 1981 ” Meteorologi Penerbangan ” cetakan ke II Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

Soepangkat. 1994 ” Pengantar Meteorologi ” Balai Diklat Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

Soejitno. 1975 ” Meteorologi Umum Untuk Observasi Meteorologi ” Balai Pendidikan dan Latihan Meteorologi dan Geofisika Jakarta.

Suara Merdeka 06 September 2005 ” Mencari penyebab Rontoknya Si Burung Besi ”. Diakses tanggal 15 November 2006.

File://D:/G/_DOY/Suara Merdeka - Nasional.htm

Wind Shear and Turbulence Information for Pilot http://www.weather.gov.hk/aviat/windshear-warning -e.htm

LAMPIRAN. 1

27

Page 28: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Data Stasiun Meteorologi Bandara Adi Soemarmo Tanggal 30-11-2004 :

a. Kondisi Cuaca Bandara Adi Soemarmo

Jam( LT )

Angin(º/kt)

Cuaca Awan Visibiliti(km)

Remark

16.00 240/08 TSRAFEWCB1800FT

SCT1500FT4

CB over the field

17.00 360/13 TSRAFEWCB1500FT

SCT2000FT1

CB over the field

18.00 360/08 TSRAFEWCB1500FT

SCT1500FT2

CB over the field

19.00 Calm TSRAFEWCB1200FT

SCT1500FT1

CB over the field

20.00 Calm TSRAFEWCB1300FT

SCT1500FT1 CB to E

Sumber Data : Synop, Observer meteorologi Bandara A. Soemarmo Solo

b. Laporan Cuaca Take Off and Landing

UnsurMeteo

Waktu (WIB)17.00 17.30 18.00 18.30 19.00

Angin 360/13 kt 360/10 kt 360/08 kt Calm CalmVisibiliti 1 km 1 km 2 km 1 km 1 km

Cuaca TSRA TSRA TSRA TSRA TSRAJenis Awan

Rendah Cb Cb Cb Cb CbTinggi Dasar Awan

1500 feet 1500 feet 1500 feet1200 feet

1200 feet

Informasi Tambahan

Cb diatas landasan

Cb diatas landasan

Cb diatas landasan

Cb diatas

landasan

Cb diatas

landasanSumber Data : Berita QAM, Stasiun Meteorologi Bandara A. Sumarmo Solo

c. Data Citra Awan dari Citra Satelit Cuaca

28

Page 29: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

CITRA AWAN 30 NOVEMBER 2004 JAM 17.00 WIB

CITRA AWAN 30 NOVEMBER 2004 JAM 19.00 WIB

Keterangan :

Cerah

Berawan

Potensi Hujan Ringan- Sedang

Potensi Hujan Sedang-Lebat

d. Data Radar Cuaca

29

Page 30: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Citra Radar Cuaca 30-11-2004 jam 18.00 WIB

( 2 dimensi )

Citra Radar Cuaca 30-11-2004 jam 18.00 WIB(3 dimensi)

30

Page 31: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Citra Radar Cuaca 30-11-2004 jam 18.00 WIBParas Vertikal

Analisa Garis Angin 30-11-2004 jam 07.00 WIB

31

Page 32: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Analisa Garis Angin 30-11-2004 jam 19.00 WIB

32

Page 33: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Gambar ilustrasi kejadian pesawat Lion Air

33

Page 34: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

LAMPIRAN. 2

Data Stasiun Meteorologi Bandara Ahmad Yani tanggal 11-02-2005 :

a. Kondisi cuaca Bandara Ahmad Yani

Sumber Data : Synop, Observer Meteorologi Bandara A.Yani, Semarang

b. Laporan Cuaca Take Off and Landing

Sumber Data : Berita QAM, Stasiun Meteorologi Bandara A. Yani, Semarang

JAM(LT)

Angin(º/kt)

Visibility(km)

AWAN CUACA 

15.00 290/04 9 SCT 2000 FT Inter SL RA16.00 330/10 9 BKN 1800 FT ReRA (not FR)17.00 030/05 1 BKN 1800 FT Inter SL RA

18.00 330/10 5FEWCB 1200 FT

BKN 1800 FTTSRA

19.00 Calm 7FEWCB 1800 FT

SCT 2000 FTSL RA ReTS

Jam (LT)

Unsur Cuaca

Angin(º/kt)

Visibility CuacaJenis Awan

Rendah

Tinggi Dasar Awan

Informasi Tambahan

15.00 290/04 9 kmInter

SL RACu 2000 feet RA

15.01 300/10 9 km HAZE Cu 2000 feet NIL16.00 330/10 9 km HAZE Cu 1800 feet NIL

16.04 320/12 7 kmInter

SL RACu 1800 feet RA

17.00 030/05 1 kmInter

SL RACu 1800 feet RA

17.01 320/11 1 km TS RA Cb/Cu1500/1800

feetCb to NW

18.00 330/10 5 km TS RA Cb/Cu1200/1800

feetCb to NW

18.20 300/10 7 km SL RA Cb/Cu1200/1800

feetRA

34

Page 35: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

c. Data Citra Awan Dari Citra Satelit Cuaca

CITRA AWAN 11 FEBRUARI 2005 JAM 16.00 WIB

CITRA AWAN 11 FEBRUARI 2005 JAM 17.00 WIB

35

Page 36: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

CITRA AWAN 11 FEBRUARI 2005 JAM 19.00 WIB

Keterangan :

Cerah Berawan

Potensi Hujan Ringan-Sedang

Potensi Hujan Sedang-Lebat

d. Data Radar Cuaca ( tidak ada laporan )

36

Page 37: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

ANALISA GARIS ANGIN 11 FEBRUARI 2005 JAM 07.00 WIB

ANALISA GARIS ANGIN 11 FEBRUARI 2005 JAM 19.00 WIB

37

Page 38: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

Significant Weather 11 FEBRUARI 2005 JAM 19.00 WIB

38

Page 39: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

LAMPIRAN.3

Data Stasiun Meteorologi Bandara Juanda 21-02-2007 :

a. Kondisi Cuaca Bandara Juanda

JAM(Z)

ANGIN( º/kt)

VIS(km)

AWAN CUACA 

06:00 300/03 10FEWCB2000FT

SCT2000FTPrec in Sight

07:00 290/04 10FEWCB1500FT

SCT1900FTReRA

(not FR)

08:00 200/03 10FEWCB1500FT

BKN1900FTTS no prec

09:00 030/08 1200 mFEWCB1500FT

BKN1200FTTSRA

10:00 280/09 9FEWCB2000FT

SCT1400FTSL RA ReTS

Sumber Data : Synoptik, Bandara Juanda Surabaya

b. Laporan Cuaca Take Off and Landing

DATA AWOS RWY 10Time (UTC)

Surface wind direction, speed and Significant (degree.0 C / knot)

Horizontal visibility (meter)

Present weather

Cloud Amount, typeand Height of base (feet)

Air Temperature and Dew point Temperature

QNH QFE Suplementary information

mbs mbs

06.00290/05

190v32010

Prec in

Sight

Few Cb 2000,Sct

210031/24 1008 1007

Cb to W

06.27 290/10 10Inter

Sl RA

Few Cb 2000,Sct

200029/24 1007 1007 RA

06.30 290/10 10Inter

Sl RA

Few Cb 2000, Sct

190029/24 1007 1007 RA

06.36 250/11 10 ReRAFew Cb

2000, Sct 1900

28/25 1007 1007Cb to

W

07.00 250/06 10TS no prec

Few Cb 1500, Sct

190029/25 1007 1007

Cb to W

07.30 250/10 10TS no prec

Few Cb 1500, Sct

190029/24 1006 1006

Cb to W

39

Page 40: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

07.47 230/09 10TS no prec

Few Cb 1500, Sct

190029/24 1006 1006

Cb to W

08.00 230/10 10TS no prec

Few Cb 1500, Bkn

190028/23 1006 1006

Cb to W

08.11 260/10 2200TS

MOD RA

OBSC Ver Vis

1100 27/23 1007 1007

Cb to W

08.30 240/03 4500TS

MOD RA

Few Cb 2000, Bkn

180026/23 1007 1007

Cb to W

08.31 340/11 1900TS

MOD RA

OBSC Ver Vis 1000 m

26/23 1007 1007Cb to

W

08.59 010/121100 RVR 1200

TS MOD RA

OBSC Ver Vis 1200 m

24/22 1007 1007Cb to

W

09.00 030/141300 RVR 1400

TS MOD RA

Few Cb 1500, Bkn

120024/22 1007 1007

Cb to W

09.30 290/07 10TS

MOD RA

Few CB 1500, Sct

140024/23 1007 1007

Cb to W

09.55 330/09 10TS no prec

Few CB 1500, Sct

140025/23 1008 1007

Cb to w

10.00 310/10 10TS no prec

Few CB 2000, Sct

140025/23 1008 1007

Cb to W

10.03 300/10 10TS

MOD RA

Few Cb 2000, Sct

150025/23 1008 1007

Cb to W

10.30 290/05 10TS

MOD RA

Few Cb 2000, Sct

150025/22 1008 1007

Cb to W

Sumber Data : AWOS, Bandara Juanda Surabaya

40

Page 41: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

c. Peta Citra Awan Dari Citra Satelit Cuaca

CITRA AWAN 21 FEBRUARI 2007 JAM 13.00 WIB

CITRA AWAN 21 FEBRUARI 2007 JAM 14.00 WIB

Cerah Berawan

Potensi Hujan Ringan-Sedang

Potensi Hujan Sedang-Lebat

41

Page 42: Kecelakaan Pesawat Ditinjau Dari Segi Cuaca

d. Data Radar Cuaca ( tidak ada laporan )

ANALYSIS TEKANAN PERMUKAAN 21 FEBRUARI 2007

Significant Weather 21 FEBRUARI 2007 Jam 13.00 WIB

42